Anda di halaman 1dari 4

Kelompok :7

Nama : Henny Pamungkas


Dzulianisa
Nadia Salsabilla Burhan
Prodi : Pendidikan IPS (C)
Mata Kuliah : Pemahaman Peserta Didik dan Pembelajarannya

Kasus 1
Bayangkan jika Anda adalah seorang guru matematika di kelas VII. Saat ini Anda
hendak menyampaikan materi mengenai matematika sosial yakni mencari nilai rata-
rata (mean). Untuk memudahkan peserta didik dalam memahami pembelajaran, Anda
mencoba untuk membuat urutan atau langkah-langkah yang perlu diikuti oleh peserta
didik agar dapat mencari nilai rata-rata pada sebuah soal. Anda meminta kepada
peserta didik untuk mengerjakan soal yang Anda berikan. Hasilnya, peserta didik
mampu mengerjakan dengan benar, sesuai dengan langkah yang telah Anda siapkan.
Beberapa saat kemudian, Anda meminta kepada peserta didik untuk mengulangi soal
yang sama tanpa melihat urutan pengerjaan soal, dan peserta didik mampu
mengerjakannya dengan benar.
1. Menurut Anda, apa yang membuat peserta didik mampu mengerjakan soal
dengan baik pada percobaan kedua (tanpa melihat urutan/langkah pengerjaan
soal)?
Menurut saya peserta didik dapat mengerjakan soal dengan baik pada percobaan
kedua karena mereka sudah memahami langkah-langkah untuk mendapatkan nilai
rata-rata, serta memiliki daya ingat dan tingkat fokus yang baik.

2. Sebagai seorang calon guru, dalam kegiatan belajar yang seperti apa metode di
atas dapat diterapkan? Elaborasi jawaban Anda dengan menyertakan teori yang
berkaitan.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran tersebut merupakan metode drill.
Metode pembelajaran ini merupakan cara pengajaran yang memiIiki metode
pemberian soal secara berulang untuk mendapatkan keterampilan dan daya ingat
matematis (Purba dkk., 2021).
Menurut saya metode tersebut cocok untuk diterapkan dalam kegiatan belajar
yang membutuhkan tingkat fokus yang lebih, seperti kegiatan belajar
menghitung. Adapun Metode drill and practice adalah metode pembelajaran
yang cocok digunakan dalam pembelajaran materi hitungan, bahasa asing, serta
memberikan latihan yang berulang untuk memperoleh keterampilan tertentu
(Sukmawati dkk., 2021). Sejalan dengan yang dikatakan Hadi (2019), bahwa
dalam pelajaran matematika metode ini dapat mengembangkan kecakapan intelek
siswa, seperti menjumlahkan, mengurangi, mengalikan, membagi, menarik akar
dalam perhitungan mengenai bentuk dan lain sebagainya.

Kasus 2
Rina adalah seorang guru di kelas 1 SD. Sebagian besar peserta didiknya belum bisa
berhitung dengan lancar. Rina sedang memikirkan cara yang sesuai untuk membantu
setiap peserta didik menyelesaikan tantang belajarnya.
1. Menurut Anda, apa yang dapat Rina lakukan untuk membantu peserta didiknya
sesuai dengan tahapan perkembangan usia?
Menurut saya hal yang dapat Rina lakukan adalah memberikan latihan berhitung
dengan memberikan contoh soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Selain itu memilih media pembelajaran yang menarik bagi peserta didik dan
bekerja sama dengan orang tua peserta didik untuk dapat melakukan
pendampingan belajar di rumah.

2. Mengapa Anda menyarankan hal tersebut? Elaborasi jawaban Anda dengan


menyertakan teori yang berkaitan.
Usia Sekolah Dasar (SD) ditempati oleh peserta didik dengan rentang usia 7-12
tahun. Berdasarkan Teori Kognitif Piaget, pada usia tersebut merupakan anak
yang berada pada tahap perkembangan kognitif operasional konkrit. Pada tahap
ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa konkrit. Oleh karena itu
materi yang diberikan kepada anak pada usia ini harus dapat dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari. Marinda (2020: 136) menyatakan pada tahap ini anak
sudah memiliki kemampuan untuk berpikir mengurutkan sebab akibat dan
mengetahui cara-cara untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang
dihadapinya. Sehingga pemberian soal dan penggunaan media pembelajaran yang
berkaitan dengan kegiatan sehari-hari dapat diberikan.
Kemudian perlu adanya kerja sama antara guru dengan orang tua peserta didik.
Hal ini dikarenakan pendidikan sejatinya tidak hanya terjadi di sekolah saja,
namun terdapat Trisentra Pendidikan yakni keluarga, sekolah, dan lingkungan
masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya kolaborasi ketiga pusat
pendidikan dalam keberhasilan peserta didik. Hidayati (2016: 213) menjelaskan
bahwa lingkungan keluarga akan mendukung adanya kesuksesan pendidikan di
sekolah, pendidikan dalam keluarga dan sekolah secara langsung akan membawa
kontribusi terhadap polarisasi pendidikan dalam Masyarakat.

Kasus 3
Made adalah seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah negeri wilayah Bali. Ia
mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia. Ia hendak mengajarkan materi teks
deskripsi pada peserta didiknya. Pada buku cetak yang menjadi panduannya saat
mengajar, terdapat beberapa contoh teks deskripsi menceritakan tentang bangunan-
bangunan pencakar langit yang ada di Ibu Kota. Dengan memperhatikan latar
belakang setiap peserta didiknya, Made pun mencoba untuk memberikan contoh
berbeda. Ia memberikan contoh teks deskripsi tentang pantai dan makanan khas Bali.
1. Menurut Anda, apakah pertimbangan dan keputusan Made sudah sesuai?
Mengapa demikian?
Menurut saya keputusan dan pertimbangan yang diambil oleh Made sudah tepat
dan sesuai. Dimana ia memperhatikan latar belakang peserta didik dengan
memberikan contoh kepada peserta didik berupa pantai dan makanan khas Bali.
Peserta didik akan merasa terhubung dengan materi pembelajaran yang
disampaikan karena peserta didik dapat merasakan keterkaitan langsung antara
materi dan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Sehingga peserta didik juga
akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan serta tercipta
pembelajaran yang bermakna.

2. Prinsip apa yang Made gunakan dalam kasus tersebut? Elaborasi jawaban Anda
dengan menyertakan teori yang berkaitan.
Prinsip yang diterapkan Made adalah prinsip relevansi. Dimana dalam kasus ini
Made menghubungkan berbagai hal yang ada dilingkungan sekitar peserta didik
dengan materi yang diajarkan. Hal ini ditujukan sebagai upaya untuk dapat
meningkatkan pemahaman siswa dan menciptakan pembelajaran yang bermakna.
Prinsip ini sejalan dengan Teori Konstruktivisme yang disampaikan oleh Lev
Vygotsky. Teori ini menekankan pada interaksi antara aspek internal dan
eksternal dari pembelajaran dimana fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi
sosial masing-masing individu dalam konteks budaya dan lebih menekankan pada
lingkungan sosial pembelajaran (Tamrin, Sirate, & Yusuf, 2011). Pandangan
konstruktivisme menganggap lingkungan belajar sangat mendukung munculnya
berbagai pandangan dan interpretasi informasi ke dalam pikirannya terhadap
realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan
pada pengalaman, kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Studi Vygotsky
berfokus pada hubungan antara manusia dan konteks sosial budaya di mana
mereka berperan dan saling berinteraksi dalam berbagi pengalaman atau
pengetahuan yang menekankan pada interaksi sosial dan budaya dalam kaitannya
dengan perkembangan kognitif (Suardipa, 2020).

Sumber Referensi:
Hidayati, Nurul. 2016. Konsep Integrasi Tripusat Pendidikan Terhadap Kemajuan
Masyarakat. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam. 11 (1).
Marinda, Leni. 2020. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Problematikanya
Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Kajian Perempuan & Keislaman. 13 (1).
Fahrurrozi , Sari, Y., & Shalma, S. (2022). Studi Literatur: Implementasi Metode Drill
sebagai Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. Jurnal
Ilmu Pendidikan. 3(4). 4326-4327. https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i3.2800
Suardipa, I Putu. 2020. Sociocultural-Revolution Ala Vygotsky Dalam Konteks
Pembelajaran. Widya Kumara Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1 (2).
Tamrin, Sirate, Yusuf. 2011. Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky Dalam
Pembelajaran Matematika. Sigma (Suara Intelektual Gaya Matematika), 3 (1).

Anda mungkin juga menyukai