Anda di halaman 1dari 4

Ruang Kolaborasi Topik 1.

Mengenal Peserta Didik

Kelompok 2:
1. Ananda Putri
2. Annisa Ul Husnah
3. Nelly Aprillia
4. Rigina Putri
5. Rossy Fauziah

Kasus I
Bayangkan jika Anda adalah seorang guru matematika di kelas VII. Saat ini Anda
hendak menyampaikan materi mengenai matematika sosial yakni mencari nilai
rata-rata (mean). Untuk memudahkan peserta didik dalam memahami pembelajaran,
Anda mencoba untuk membuat urutan atau langkah-langkah yang perlu diikuti oleh
peserta didik agar dapat mencari nilai rata-rata pada sebuah soal. Anda meminta
kepada peserta didik untuk mengerjakan soal yang Anda berikan. Hasilnya, peserta
didik mampu mengerjakan dengan benar, sesuai dengan langkah yang telah Anda
siapkan. Beberapa saat kemudian, Anda meminta kepada peserta didik untuk
mengulangi soal yang sama tanpa melihat urutan pengerjaan soal, dan peserta didik
mampu mengerjakannya dengan benar.
• Menurut Anda, apa yang membuat peserta didik mampu mengerjakan soal
dengan baik pada percobaan kedua (tanpa melihat urutan/langkah pengerjaan
soal)?
Tanggapan:
Berdasarkan diskusi kami, peserta didik mampu mengerjakan soal dengan baik
pada percobaan kedua tanpa melihat urutan atau langkah soal karena peserta
didik telah memahami dan menguasai konsep dasar cara mencari nilai rata-rata
(mean). Konsep tersebut dipahami oleh peserta didik melalui pengalaman
dalam mengerjakan soal pada percobaan pertama. Pada pembelajaran ini, guru
juga menekankan kepada peserta didik untuk lebih memahami setiap langkah-
langkah dalam mencari nilai rata-rata (mean) daripada menghafal langkah-
langkahnya.
• Sebagai seorang calon guru, dalam kegiatan belajar yang seperti apa metode di
atas dapat diterapkan? Elaborasi jawaban Anda dengan menyertakan teori yang
berkaitan.
Tanggapan:
Menurut teori kontruktivisme, pengetahuan atau pemahaman peserta didik
tumbuh dan berkembang melalui refleksi dan pengalaman langsung yang
dilakukan oleh peserta didik tersebut. Dalam kasus ini, metode yang digunakan
guru adalah memberikan urutan atau langkah-langkah untuk mencari nilai rata-
rata (mean) pada percobaan pertamanya yang nantinya dijadikan pengalaman
oleh peserta didik dalam membangun sebuah pemahaman baru. Kemudian,
pada percobaan kedua peserta didik yang telah membangun pemahaman baru
tentang cara mencari nilai rata-rata tersebut dapat mengerjakan soal dengan
baik meskipun tanpa bantuan langkah-langkah dari gurunya. Metode ini dapat
diterapkan dalam kegiatan pembelajaran dimana guru memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengeksplorasi dan memahami konsep secara
mendalam berdasarkan pengalaman pada percobaan sebelumnya. Metode ini
dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan pemahaman
yang lebih baik daripada sekedar menghafal langkah-langkah yang diberikan
oleh guru.

Kasus II
Rina adalah seorang guru di kelas 1 SD. Sebagian besar peserta didiknya belum
bisa berhitung dengan lancar. Rina sedang memikirkan cara yang sesuai untuk
membantu setiap peserta didik menyelesaikan tantang belajarnya.
• Menurut Anda, apa yang dapat Rina lakukan untuk membantu peserta didiknya
sesuai dengan tahapan perkembangan usia?
Tanggapan:
Berdasarkan diskusi kami, peserta didik kelas 1 SD sebagian besar berada pada
tahap perkembangan usia 6-7 tahun, berdasarkan teori perkembangan kognitif
Jean Piaget anak pada usia tersebut berada pada tahap perkembangan operasi
konkret, dimana anak lebih memahami pembelajaran yang nyata sesuai
kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu, Rina perlu menggunakan alat
peraga yang berwarna-warni ataupun media pembelajaran yang menarik
seperti animasi video untuk membantu peserta didiknya berhitung dengan
lancar. Contohnya berhitung menggunakan lidi, stik, sempoa, atau krayon yang
berwarna-warni. Selain itu, Rina juga mengajak siswanya untuk belajar
berhitung sambil bermain yang menyenangkan, seperti permainan ular tangga.

• Mengapa Anda menyarankan hal tersebut? Elaborasi jawaban Anda dengan


menyertakan teori yang berkaitan.
Tanggapan:
Menurut teori perkembangan kognitif Jean Piaget pada tahap operasional
konkret, anak-anak yang berada di kelas 1 SD telah menunjukkan penalaran
yang logis dan konkret. Umumnya, sebagian besar anak yang berada pada
tahapan ini sudah memiliki kemampuan untuk mempertahankan ingatan
tentang ukuran, panjang atau jumlah benda. Anak pada tahap ini cenderung
memahami konsep yang konkret atau nyata. Sehingga, pendekatan
pembelajaran yang lebih konkret secara visual dan nyata lebih efektif
membantu peserta didik dalam memahami pembelajaran berhitung.

Kasus III
Made adalah seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah negeri wilayah Bali.
Ia mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia. Ia hendak mengajarkan materi teks
deskripsi pada peserta didiknya. Pada buku cetak yang menjadi panduannya saat
mengajar, terdapat beberapa contoh teks deskripsi menceritakan tentang bangunan-
bangunan pencakar langit yang ada di Ibu Kota. Dengan memperhatikan latar
belakang setiap peserta didiknya, Made pun mencoba untuk memberikan contoh
berbeda. Ia memberikan contoh teks deskripsi tentang pantai dan makanan khas di
Bali.
• Menurut Anda, apakah pertimbangan dan keputusan Made sudah sesuai?
Mengapa demikian?
Tanggapan:
Berdasarkan diskusi kami, pertimbangan dan keputusan Made sudah sesuai
karena menggunakan contoh-contoh dari latar belakang budaya peserta didik,
sehingga pembelajarannya lebih bermakna dan relevan oleh peserta didik
tersebut karena berhubungan dengan kehidupan sehari-harinya. Selain itu,
sebagai seorang guru, Made sudah melakukan pembelajaran yang kreatif dan
inovatif karena tidak berdasarkan kepada contoh yang ada di buku panduan
mengajar saja. Selain itu, Made juga telah menerapkan pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum merdeka yaitu Culturally
Responsive Teaching (CRT) yang menggunakan pendekatan budaya di
daerahnya dalam proses pembelajaran.

• Prinsip apa yang Made gunakan dalam kasus tersebut? Elaborasi jawaban Anda
dengan menyertakan teori yang berkaitan.
Tanggapan:
Prinsip yang digunakan oleh Made dalam kasus tersebut adalah prinsip
berdiferensiasi dan relevansi dengan lingkungan budaya peserta didiknya
dengan menggunakan pendekatan Culturally Responsive Teaching (CRT) atau
tanggap budaya. Prinsip ini sejalan dengan teori kontruktivisme Vygotsky yang
mengatakan belajar adalah adanya interaksi sosial individu dengan
lingkungannya. Menurut Vygotsky, belajar adalah sebuah proses yang
melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara
biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses
yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya.
Munculnya perilaku seseorang adalah karena keterlibatan dua hal tersebut.
Oleh karena itu, Vygotsky menekankan pentingnya peran interaksi sosial bagi
perkembangan belajar seseorang. Jadi, pemberian contoh seperti teks deskripsi
yang menceritakan tentang pantai akan membuat siswa lebih memahami
pembelajaran tersebut dan merasakan manfaat mempelajarinya.

Anda mungkin juga menyukai