Anda di halaman 1dari 5

Nama Kelompok : Kelompok 3

Nama Anggota : 1. Jusri Refi Basri Y. (23303276)


2. Mutiara Nurul Aulia (23303286)
3. Nur Azizah (23303294)
4. Prima Septia Putri (23303297)
Nama Rombel : Rombel 3
Mata Kuliah : Pemahaman Peserta didik dan Pembelajarannya

Ruang Kolaborasi

Tugas 1.1 Memberikan Tanggapan terhadap Kasus di Ruang Kelas

1. Kasus I

Bayangkan jika Anda adalah seorang guru matematika di kelas VII. Saat ini Anda hendak
menyampaikan materi mengenai matematika sosial yakni mencari nilai rata-rata (mean). Untuk
memudahkan peserta didik dalam memahami pembelajaran, Anda mencoba untuk membuat
urutan atau langkah-langkah yang perlu diikuti oleh peserta didik agar dapat mencari nilai rata-
rata pada sebuah soal. Anda meminta kepada peserta didik untuk mengerjakan soal yang Anda
berikan. Hasilnya, peserta didik mampu mengerjakan dengan benar, sesuai dengan langkah yang
telah Anda siapkan. Beberapa saat kemudian, Anda meminta kepada peserta didik untuk
mengulangi soal yang sama tanpa melihat urutan pengerjaan soal, dan peserta didik mampu
mengerjakannya dengan benar.

a) Menurut Anda, apa yang membuat peserta didik mampu mengerjakan soal dengan baik pada
percobaan kedua (tanpa melihat urutan/langkah pengerjaan soal)?

Jawab:

Menurut pendapat kelompok kami, yang membuat peserta didik mampu mengerjakan soal
dengan baik pada percobaan kedua tanpa melihat urutan atau langkah pengerjaan soal, karena
bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti

1. Pada saat pembelajaran yang dilaksanakan pada pertemuan pertama guru membuat
skenario pembelajaran yang memudahkan peserta didik yaitu dengan membuat urutan atau
langkah-langkah yang perlu diikuti oleh peserta didik memberikan contoh terlebih dahulu
lalu diikuti oleh peserta didik, sehingga peserta didik dapat memahami materi mengenai
nilai rata-rata (mean). Anak-anak juga sudah terbiasa untuk berlatih soal mengenai
langkah-langkah serta tahap-tahap dalam mengerjakan soal tersebut.
2. Mereka telah memahami dan menguasai konsep dasar yang telah diajarkan oleh guru
tersebut dengan baik setelah melalui langkah-langkah yang diberikan guru, bukan hanya
mengikuti atau menghafal urutan langkah-langkah yang telah diajarkan saja sehingga
terjadi peningkatan pemahaman. Dimana setelah peserta didik mengikuti langkah-langkah
pada percobaan pertama, hal tersebut memungkinkan peserta didik memperoleh
pemahaman konsep yang mendalam tentang bagaimana mencari nilai rata-rata, sehingga
ketika diminta untuk mengulang soal yang sama tanpa melihat urutan pengerjaan soal
peserta didik mampu mengerjakannya, sebab pemahaman mengenai konsepnya menjadi
lebih kuat.
3. Mereka telah memahami pola atau hubungan data dengan langkah-langkah yang harus
dilakukan. Yaitu mereka telah memahami polanya mengenai hubungan antara data dengan
langkah-langkahnya yang harus dilakukan sehingga mereka mengerti mengapa langkah-
langkah tersebut digunakan. Dan hal tersebut memudahkan mereka untuk mengerjakan
soal kedua tanpa melihat urutan pengerjaan.
4. Adanya pengulangan. Dengan adanya pengulangan maka pemahaman peserta didik
semakin kuat dengan menggunakan pemahaman dan pengalaman pada percobaan pertama.
Peserta didik mencapai pemikiran abstrak yang memungkinkan mereka untuk memahami
konsep.

b) Sebagai seorang calon guru, dalam kegiatan belajar yang seperti apa metode di atas dapat
diterapkan? Elaborasi jawaban Anda dengan menyertakan teori yang berkaitan.

Jawab:

Menurut pendapat kami, metode yang diterapkan seperti contoh pada kasus I dapat
diterapkan dalam kegiatan belajar. Metode yang diterapkan seperti contoh pada kasus I dapat
diterapkan adalah Metode Kontruktivisme. Sebab hal tersebut sesuai dengan Teori Belajar
Konstruktivisme. Teori Belajar Konstruktivisme mengemukakan bahwa peserta didik aktif
dalam membangun pengetahuan mereka sendiri melalui interaksi dengan berbagai
pengalaman yang telah miliki. Dalam kasus ini, peserta didik membangun pemahaman mereka
tentang konsep rata-rata dari pengalaman menyelesaikan soal pada percobaan pertama dengan
mengikuti langkah-langkah yang telah diajarkan, sehingga ketika diminta untuk mengerjakan
soal yang sama kedua kalinya mereka mampu. Hal tersebut selaras dengan Teori
Konstruktivisme Jean Piaget yang mengemukakan bahwa pemahaman berkembang semakin
dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru.

Menurut Shymansky mengatakan konstuktivisme adalah aktivitas yang aktif, di mana


peserta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari,
dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang
telah ada dimilikinya.

2. Kasus II

Rina adalah seorang guru di kelas 1 SD. Sebagian besar peserta didiknya belum bisa berhitung
dengan lancar. Rina sedang memikirkan cara yang sesuai untuk membantu setiap peserta didik
menyelesaikan tantang belajarnya.

a) Menurut Anda, apa yang dapat Rina lakukan untuk membantu peserta didiknya sesuai dengan
tahapan perkembangan usia?

Jawab:
Menurut pendapat kelompok kami , sebagai seorang guru Rina dapat melakukan langkah
berikut:

1. Rina dapat melihat dan memetakan peserta didik yang belum bisa berhitung dengan
lancar. Rina dapat memberikan perhatian ekstra kepada peserta didik yang masih
kesulitan berhitung dengan memberikan latihan tambahan, pengulangan konsep, dan
penguatan positif untuk memperkuat pemahaman mereka dan tetap memantau
perkembangan peserta didik dalam berhitung.
2. Menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan mengenal
masing-masing peserta didiknya secara mendalam. Rina dapat memahami kebutuhan
individu peserta didik dan menyesuaikan metode pembelajaran agar sesuai dengan gaya
belajar mereka. Hal ini akan membantu peserta didik merasa lebih termotivasi dan mudah
memahami materi yang diajarkan.
3. Membuat lingkungan belajar yang interaktif dan menyenangkan. Rina dapat
menggunakan berbagai media pembelajaran yang menarik seperti lagu, permainan, dan
alat peraga yang dapat membantu peserta didik tertarik dan terlibat aktif dalam
pembelajaran. Sebab anak usia kelas 1 SD masih dalam tahapan operasional konkrit
sebagaimana yang dikemukakan oleh Piaget yaitu dari umur 7 sampai 11 tahun. Dimana
pada anak usia tersebut untuk memahami sesuatu masih harus konkret sehingga Rina
dapat membuat lingkungan belajar yang interaktif dan menyenangkan dengan
menggunakan berbagai macam media yang konkret.
4. Membuat hubungan antara matematika dan kehidupan sehari-hari. Rina dapat mengaitkan
konsep matematika dengan situasi nyata dalam kehidupan peserta didik, yaitu melatih
Kembali kemampuan siswa untuk mengenali benda-benda disekitarnya dan belajar
menghitung jumlahnya. Contohnya, mengajarkan cara menghitung jumlah uang dalam
sebuah toko atau cara menghitung jumlah makanan dalam sebuah pesta. Hal ini akan
membantu peserta didik memahami relevansi matematika dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Dimana pada tahap ini yang terjadi adalah peserta didik akan mengamati benda
ataupun lingkungan sekitarnya. Peserta didik menyebutkan macam-macam benda dan
jumlahnya. Peserta didik dibantu menghitung jumlah dan hasil pengurangan benda dan
mengucapkan jawabannya. Ketika menghitung ini Rina menunjukkan benda-benda
disekitar yang dihitung. Kemudian Rina dapat melatih motorik halus siswa dengan cara
membantu siswa untuk menuliskan angka-angka. Siswa dapat menghitung banyaknya
suatu benda baik benda yang ada disekitar atau gambar di LKPD kemudian
menuliskannya di lembar LKPD.
5. Memberikan latihan berulang-ulang. Rina dapat memberikan latihan yang berulang-
ulang dan memberi tantangan yg sedikit lebih rumit kepada peserta didik dalam
menghitung angka, mengenal angka, dan menjumlahkan atau mengurangkan angka.
Latihan ini akan membantu peserta didik memperkuat dan melatih keterampilan
berhitung mereka, selain itu agar peserta didik tidak merasa bosan.

b) Mengapa Anda menyarankan hal tersebut? Elaborasi jawaban Anda dengan menyertakan teori
yang berkaitan.

Jawab:

Alasan kami menyarankan hal tersebut sebab anak usia kelas 1 SD masih pada tahap
operasional konkrIt. Pada usia 6-7 tahun siswa dalam perkembangan kognitif pada masa
operasional konkrit. Menurut Jarvis (dalam Ibda : 2015) dalam jurnal “Perkembangan
Kognitif: Teori Jean Piaget” menjelaskan bahwa pada tahap operasional konkrit tanpa objek
fisik di hadapan anak-anak usia operasional konkrit masih mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan tugas-tugas logika. Oleh karena itu guru dapat mengajarkan materi matematika
dengan konkrit dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari anak. Selain itu menurut
Juwantara (dalam Nuryati dan Darsinah) dalam jurnal “Implementasi Teori Perkembangan
Kognitif Jean Piaget dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar” menjelaskan bahwa
tanpa objek fisik dan nyata di hadapan anak-anak, anak-anak masih mengalami kesulitan besar
tugas logika, anak-anak juga mengembangkan kemampuannya untuk mempertahankan,
kemampuan mengelompokkan secara memadai, melakukan pengurutan dan menangani
konsep angka. Pada tahap ini proses pemikiran diarahkan pada kejadian nyata yang diamati
oleh anak. Anak dapat melakukan operasi selama hal itu konkret dan tidak abstrak.

Sebagaimana Teori Konstruktivisme. Teori belajar konstruktivisme merupakan sebuah


teori yang menempatkan peserta didik sebagai individu yang membangun pemahaman dan
memahami informasi secara aktif sepanjang proses pembelajaran. Dalam sudut pandang ilmu
psikologi, konstruktivisme dikenal sebagai pendekatan yang memandang bahwa setiap
individu dapat membangun pemahaman serta pengetahuan mereka sendiri melalui berbagai
pengalaman yang telah dimilikinya. Dimana menurut Vygotsky, belajar adalah sebuah proses
yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi
sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan
esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Munculnya perilaku seseorang adalah
karena keterlibatan dua hal tersebut. Pada saat seseorang mendapatkan stimulus dari
lingkungan, ia akan menggunakan fisiknya berupa alat indera untuk menangkap atau
menyerap stimulus, kemudian menggunakan saraf otak untuk mengolah informasi yang sudah
diterima.

Dengan memetakan peserta didik dan memberi perhatian lebih, membuat lingkungan
belajar yang interaktif dan menyenangkan, memberi bantuan latihan berulang-ulang dan
membuat hubungan antara matematika dan kehidupan sehari-hari, hal tersebut sesuai dengan
Teori Konstruktivisme Vygotsky tentang Zone of Proximal Development (ZPD) atau zona
perkembangan proksimal. ZPD merupakan suatu tingkat yang dapat dicapai oleh seorang anak
ketika ia melakukan perilaku sosial. Zone atau zona yang dimaksud di sini diartikan sebagai
seorang anak yang tidak dapat melakukan sesuatu sendiri tetapi memerlukan bantuan
kelompok atau orang dewasa. Dengan memberikan perhatian ekstra, latihan tambahan, serta
kegiatan yang melibatkan interaksi, maka dapat membantu peserta didik beranjak dari zona
perkembangan kemampuan saat ini menuju zona perkembangan kemampuan yang meningkat
karena dicapai dengan bantuan.

3. Kasus III

Made adalah seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah negeri wilayah Bali. Ia
mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia. Ia hendak mengajarkan materi teks deskripsi pada
peserta didiknya. Pada buku cetak yang menjadi panduannya saat mengajar, terdapat beberapa
contoh teks deskripsi menceritakan tentang bangunan-bangunan pencakar langit yang ada di Ibu
Kota. Dengan memperhatikan latar belakang setiap peserta didiknya, Made pun mencoba untuk
memberikan contoh berbeda. Ia memberikan contoh teks deskripsi tentang pantai dan makanan
khas di Bali.

a) Menurut Anda, apakah pertimbangan dan keputusan Made sudah sesuai? Mengapa demikian?

Jawab:

Menurut pendapat kami, Pertimbangan dan keputusan Made untuk memberikan contoh
teks deskripsi tentang pantai dan makanan khas di Bali kepada peserta didiknya adalah langkah
yang sesuai dan relevan. Sebab relevan dengan kehidupan peserta didik, yang mana peserta
didik akan lebih mudah terhubung dengan materi jika itu berkaitan dengan lingkungan dan
budaya mereka sendiri karena mereka dapat mengaitkan dengan pengalaman dan pengetahuan
mereka sendiri tentang Bali. Selain itu dapat lebih memotivasi peserta didik untuk belajar
karena membahas hal-hal yang dekat dengan kesehariannya sehingga dapat meningkatkan
minat dan akan terjadi keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan dapat
memungkinkan mereka untuk lebih tertarik sehingga lebih paham dengan materi.

b) Prinsip apa yang Made gunakan dalam kasus tersebut? Elaborasi jawaban Anda dengan
menyertakan teori yang berkaitan.

Jawab:

Teori yang berkaitan adalah Teori Belajar Konstruktivisme. Pandangan konstruktivistik


mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang. Peserta didik
menginterpretasikannya berdasarkan pengalaman ke dalam pikirannya, hanya pada konteks
pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri. Konstruktivisme adalah cara belajar mengajar
yang bertujuan untuk memaksimalkan pemahaman siswa. Belajar akan berlangsung lebih
efektif jika siswa berhubungan langsung dengan objek yang sedang dipelajari, yang ada di
lingkungan sekitar.

Anda mungkin juga menyukai