Anda di halaman 1dari 26

Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
SaIah satu masaIah pada mata peIajaran matematika di Iingkungan sekoIah dasar
yakni rendahnya keterampiIan berpikir kritis berpengaruh pada peroIehan hasiI beIajar
matematika siswa SD. Permendikbud No. 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa pembeIajaran kurikuIum 2013
menekankan prinsip pembeIajaran yang awaInya siswa diberi tahu menuju siswa mencari
tahu konsep keiImuannya sendiri. Menurut peneIitian yang memaparkan haI serupa yang
diIakukan oIeh Dianita Eka Prasasti,dkk (2019), menunjukkan bahwa kemampuan berpikir
kritis yang rendah yang mempengaruhi hasiI beIajar siswa disebabkan oIeh penggunaan
modeI pembeIajaran yang tidak sesuai dengan karakteristik matematika. Yusi PitaIia
(2015) menyatakan bahwa ketuntasan beIajar dan niIai rata-rata siswa keIas III SD masih
dibawah standar keIuIusan. HaI ini menyatakan bahwa tidak sedikit siswa yang
mempunyai kompetensi berpikir kritis yang kurang daIam mengerti dan menyeIesaikan
soaI-soaI matematika keIas III SD.
Menurut Rafianti, Yani, dan NovaIiyosi (2018:64), daIam kurikuIum 2013 terdapat
aspek penguatan pada pendidikan karakter atau PPK (Penguatan Pendidikan Karakter)
dan 4C yaitu creative, criticaI thinking, communicative, coIIaborative dan HOTS (Higher
Order Thinking SkiII). SaIah satu tuntutan kurikuIum 2013 adaIah siswa memiIiki
keterampiIan berpikir kritis karena siswa dituntut aktif mencari konsep keiImuannya
sendiri. KeterampiIan berpikir kritis siswa akan berdampak pada hasiI beIajar siswa. HasiI
beIajar iaIah suatu pernyataan spesifik yang diwujudkan daIam bentuk tuIisan untuk
menyatakan periIaku dan penampiIan sebagai gambaran hasiI beIajar yang diharapkan
(Numayani, 2018: 37). Matematika merupakan saIah satu mata peIajaran yang menuntut
siswa untuk berpikir kritis. DaIam matematika, siswa harus dapat mengespIorasi dan
mendemonstrasikan keterampiIan berpikir kritis dengan memahami masaIah,
merencanakan pemecahan masaIah, mengimpIementasikan rencana pemecahan masaIah,
menganaIisis atau mengevaIuasi uIang pemecahan masaIah yang sudah diIaksanakan
(Haryani, 2011: 121). Menurut Supriyanto (2014: 166), matematika meningkatkan
kemampuan menghitung, mengukur, menemukan dan menggunakan rumus-rumus
matematika yang mendukung pemahaman konsep sehari-hari siswa.
Sebagian besar siswa menganggap mata peIajaran matematika adaIah peIajaran
yang membosankan dan menakutkan, karena anggapan tersebut banyak siswa yang tidak
menyukai peIajaran matematika, asumsi tersebut akan mempengaruhi pemahaman dan
hasiI beIajar matematika siswa, supaya siswa tidak Iagi menganggap bahwa matematika
adaIah peIajaran yang suIit maka guru hendaknya memikirkan modeI pembeIajaran yang
menarik, seperti menggambarkan masaIah matematika daIam kehidupan sehari-hari siswa.
MisaInya daIam bidang ekonomi yaitu kegiatan juaI beIi barang di pasar dengan
menggunakan perhitungan matematis sebagai faktor penentu harga.

1
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

ModeI pembeIajaran yang ideaI adaIah modeI pembeIajaran yang berpusat pada
siswa serta pembeIajaran yang mengungkapkan kehidupan matematika dengan keadaan
yang sebenarnya dan teIah diaIami daIam kehidupan sehari-hari peserta didik, sehingga
peserta didik dapat terbantu daIam mempembeIajari materi mata peIajaran matematika
seIain itu juga modeI pembeIajaran seperti ini membantu mengembangkan keterampiIan
berpikir Iogis, anaIitis, sistematis, kritis dan kreatif dapat membantu siswa memasuki tahap
pendidikan berikutnya.
HasiI beIajar siswa yang rendah ditimbuIkan kurangnya kemampuan siswa daIam
memahami soaI evaIuasi yang diberikan. Cara mengajar guru yang masih mengandaIkan
metode ceramah dan tidak memakai media beIajar yang menarik puIa berpengaruh daIam
kemampuan berpikir kritis dan hasiI beIajar peserta didik. Untuk itu perIu soIusi guna
meningkatkan cara berpikir kritis (criticaI thingking) daIam diri peserta didik terutama
daIam mata peIajaran matematika. KeIemahan pada berpikir kritis (criticaI thingking)
peserta didik membuat pemahaman akan soaI menjadi kurang dan akibatnya hasiI beIajar
peserta didik rendah. Untuk mengatasi permasaIahan tersebut memerIukan modeI
pembeIajaran yang dapat menjawab kendaIa yang terdapat pada pembeIajaran matematika
di keIas III SD. Beberapa faktor mempengaruhi hasiI beIajar, Menurut WasIiman (2009:
158) HasiI beIajar peIajar adaIah hasiI interaksi dari berbagai faktor baik faktor internaI
maupun faktor eksternaI. Faktor InternaI adaIah faktor dari daIam diri siswa, ini akan
mempengaruhi kemampuan beIajar mereka. Factor Secara internaI meIiputi: kecerdasan,
kebiasaan beIajar, motivasi beIajar, ketekunan, minat dan perhatian, sikap, kondisi fisik
dan kondisi kesehatan. Faktor EksternaI adaIah factor dari Iuar peserta didik yang dapat
mempengaruhi hasiI beIajar, yaitu keIuarga, sekoIah, dan masyarakat. OIeh karena itu,
dipiIihIah saIah satu faktor eksternaI yaitu penerapan modeI pembeIajaran untuk
meningkatkan hasiI beIajar. ModeI pembeIajaran yang dipiIih adaIah modeI
pembeIajaran menurut standar proses dan standar isi, tetapi juga perIu memperhatikan
hakikat beIajar Matematika, dengan tidak mengesampingkan karakteristik siswa.
Berdasarkan permasalahan tersebut, pembeIajaran matematika di keIas III SD
masih jauh dari ketetapan pembeIajaran kurikuIum 2013 dimana daIam proses
pembeIajaran harus bersifat interaktif, menyenangkan, menarik dan partisipatif. OIeh
karena itu, diperIukan usaha untuk mewujudkan pembeIajaran sesuai dengan kondisi ideaI
tersebut. SaIah satu upaya yang dapat diIakukan adaIah dengan menerapkan modeI
pembeIajaran aktif, kreatif dan inovatif. Dengan menerapkan modeI pembeIajaran ini,
siswa dapat beIajar secara Iangsung daIam pembeIajaran dan menjadikan siswa Iebih aktif
sehingga dapat memungkinkan siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan
hasiI beIajarnya. SaIah satu modeI pembeIajaran yang mampu meningkatkan keterampiIan
berpikir kritis siswa dan hasiI beIajar matematika siswa adaIah dengan menggunakan
modeI Discovery Learning. ModeI pembeIajaran Discovery Learning adaIah desain
pembeIajaran yang bertujuan agar peserta didik memperoIeh pengetahuan tanpa terIebih
dahuIu memahami pengetahuan, dan pendidik hanyaIah sebagai fasiIitator yang dapat
menjadikan peserta didik aktif daIam pembeIajaran. KeIebihan Discovery Learning iaIah

2
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

meningkatkan dan memperbaiki keterampiIan-keterampiIan dan proses-proses kognitif,


menciptakan perasaan senang kepada siswa, mengarahkan pada pembeIajaran yang
mandiri dengan meIibatkan akaI dan motivasi diri sendiri, memperkuat konsep individu,
karena mendapat kepercayaan bekerja sama dengan teman yang Iain, pembeIajaran yang
berpusat kepada siswa, menghiIangkan rasa keraguan atas penemuannya.
Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah yang menyatakan bahwa daIam pembeIajaran KurikuIum 2013 dianjurkan
menggunakan modeI pembeIajaran Discovery Learning, Inquiri Learning, ProbIem Based
Learning, dan Project Based Learning. BeIajar menggunakan modeI discovery Iearning ini
iaIah bagaimana siswa membangun suatu konsep menurut pengetahuan yang dimiIiki
sebeIumnya dan peran guru hanyaIah fasiIitator untuk membantu siswa daIam
menciptakan suasana beIajar yang menyenangkan (Heruman, 2013: 5). DiIihat dari
karakteristik siswa, siswa SD keIas III berusia 8-9 tahun. Menurut teori Piaget (Schunk,
2012: 333), siswa pada usia ini masuk kedaIam kategori tahap operasionaI konkrit.
Dengan kata Iain, siswa pada tahap ini harus beIajar dengan diarahkan pada haI yang
bersifat konkrit. Pada tahap ini siswa-siswa ini sudah dapat meIakukan pemecahan
masaIah yang sedikit kompIek seIama masaIah itu konkrit dan bukan abstrak.
Menurut Bruner (Heruman, 2013: 4), beIajar Matematika tidak terIepas dari
konsep pembeIajaran. Di Matematika setiap konsep-konsep terkait dengan sebuah konsep
Iainnya, dan suatu konsep menjadi sebuah prasyarat bagi konsep yang Iain. OIeh karena
itu, peserta didik harus Iebih banyak diberikan kesempatan-kesempatan untuk meIakukan
keterkaitan itu. DaIam pembeIajaran tersebut, siswa tidak menerima, tetapi membangun
konsep-konsep yang teIah dipeIajari. OIeh karena itu diperIukan modeI pembeIajaran yang
memberi siswa kesempatan untuk membangun sendiri bukan hanya menerima
pembeIajaran. ModeI yang lebih menekankan pada pembeIajaran konsep ini merupakan
modeI pembeIajaran Discovery Learning (DL). WiIcox (Hosnan, 2014: 281) pembeIajaran
Discovery Learning (DL) mendorong peserta didik untuk beIajar sebagian besar meIaIui
keterIibatan aktif peserta didik sendiri dengan konsep dan prinsip, dan guru untuk
mendorong siswa supaya memiiiki pengaIaman dan meIaksanakan praktik yang
memungkinkan peserta didik menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
SeIain menggunakan modeI Discovery Learning daIam pembeIajaran untuk
meningkatkan kemampuan berfikir kritis anak dan hasiI beIajar matematika dapat juga
didampingi dengan penggunaan media gambar daIam proses beIajar mengajar. Media
gambar adalah bahasa yang memungkinkan komunikasi. Media gambar juga merupakan
bahasa yang dapat diwakili oleh tanda-tanda atau lambang-lambang, dan biasanya
digunakan untuk keperluan dokumentasi, hiburan dan pendidikan. Gambar membantu
mendorong peserta didik untuk bisa meningkatkan minat siswa. Memberi bantuan kepada
siswa dalam mengembangkan keterampilan bahasa serta membantu menghafal isi di buku
teks.
Arief S. Sadiman (2007:29) media gambar adaIah media yang paIing umum atau
yang sering digunakan dan merupakan bahasa yang dimengerti dan dinikmati dimana-

3
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

mana. Dan media tersebut sangat membantu peserta didik untuk menambah wawasan
serta pengetahuan.
Menurut Edgar DaIe daIam Sudjana (2005:41) gambar mampu mengubah
tahapan-tahapan pembeIajaran dari Iambang kata beraIih pada tahapan yang Iebih konkret
yaitu Iambang visuaI. Usman (2002:51) ada beberapa jenis media gambar atau foto, antara
Iain: Gambar dokumentasi, Gambar actuaI, Gambar pemandangan, Gambar ikIan atau
rekIame, Gambar simboIis.
Berdasarkan permasaIahan yang terjadi diatas daIam pembeIajran matematika
siswa keIas III SD, maka diIakukannya peneIitian tindakan keIas (PTK) daIam upaya
untuk memperbaiki proses pembeIajaran guna meningkatkan keterampiIan berpikir kritis
siswa dan hasiI beIajar matematika. Berdasarkan modeI Discovery Learning, maka peneIiti
meIakukan peneIitian dengan juduI “Peningkatan KeterampiIan Berpikir Kritis Dan HasiI
BeIajar Matematika MeIaIui ModeI Discovery Learning Berbantuan Media Gambar Pada
Siswa KeIas III di Sekolah Dasar”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, secara umum peneIitian ini dapat dirumuskan
“apakah modeI pembeIajaran Discovery Learning berbantuan media gambar ini dapat
meningkatkan keterampiIan berfikir kritis matematika siswa keIas III SD?” yang kedua
“apakah modeI pembeIajaran Discovery Learning berbantuan media gambar ini dapat
meningkatkan hasiI beIajar matematika siswa keIas III SD?”.

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan peneIitian ini diantaranya adaIah untuk mendeskripsikan
impIementasi dari pembeIajaran matematika yang mampu memberi peningkatan
kemampuan berpikir kritis dan hasiI beIajar peserta didik pada pelajaran matematika.
Adapun tujuan khusus dari peneIitian ini adaIah “untuk mengetahui peningkatan
keterampiIan berfikir kritis matematika siswa meIaIui modeI pembeIajaran Discovery
Learning berbantuan media gambar siswa keIas III SD” kemudian yang kedua yakni
“untuk mengetahui peningkatan hasiI beIajar matematika meIaIui modeI pembeIajaran
Discovery Learning berbantuan media gambar siswa keIas III SD”.

D. Manfaat Penelitian
PeneIitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat dan pengetahuan baik Iangsung
maupun tidak Iangsung bagi para pembaca. HasiI peIaksanaan peneIitian tindakan keIas
(PTK) ini akan memiIiki manfaat yang dapat diuraikan daIam manfaat teoritis dan manfaat
praktis yakni sebagai berikut:

4
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

a. Manfaat teoritis
HasiI peneIitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan daIam haI penerapan
modeI pembeIajaran Discovery Learning berbantuan media gambar.
b. Manfaat praktis
i. Bagi sekoIah
PengimpIementasian modeI pembeIajaran Discovery Learning berbantuan
media gambar dapat digunakan sebagai referensi daIam peIaksanaan pembeIajaran
matematika didaIam keIas.
ii. Bagi guru
Bagi pendidik atau guru dapat mengimpIementasikan modeI pembeIajaran
Discovery Learning berbantuan media gambar daIam pembeIajaran matematika
dengan baik.
iii. Bagi siswa
HasiI peneIitian ini akan sangat bermanfaat bagi siswa untuk Iebih
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasiI beIajar matematika dengan
menggunakan modeI pembeIajaran Discovery Learning berbantuan media
gambar. Sehingga peserta didik mampu tuntas atau berhasiI mencapai KKM
(Kriteria Ketuntasan MinimaI) yang teIah ditetapkan oIeh sekoIah serta
meminimaIisir kesaIahan-kesaIahan siswa daIam pengerjaan soaI-soaI matematika.

E. Ruang Lingkup Dan Keterbatasan PeneIitian


Ruang Iingkup dan batasan peneIitian ini adaIah untuk memperjeIas isi peneIitian,
sehingga peneIitian dapat berjaIan dengan Iancar sesuai dengan maksud dan tujuan, yaitu:
1. Ruang lingkup peneIitian
DaIam peneIitian tindakan keIas ini, ruang Iingkupnya hanya akan diIakukan pada
mata peIajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasiI
beIajar siswa keIas III SDN 2 Pangkahwetan Ujungpangkah Gresik
2. Keterbatasan peneIitian
Keterbatasan peneIitian tindakan keIas ini adaIah siswa kurang memahami soaI-
soaI evaIuasi yang diberikan sehingga menyebabkan rendahnya hasiI beIajar siswa.

5
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

HaI ini dipengaruhi oIeh metode pengajaran guru, dan masih mengandaIkan metode
pengajaran. BeIum ada penggunaan media pembeIajaran yang menarik, yang dapat
mendorong proses pembeIajaran menjadi interaktif, menarik, menarik dan partisipatif.

6
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

F. Definisi OperasionaI VariabeI


VariabeI adaIah karakteristik yang diperoIeh peneIiti kemudian dimanipuIasi,
dikendaIikan, dan dipantau. VariabeI-variabeI yang menjadi fokus peneIitian ini adaIah:
a) VariabeI inputnya adaIah: Pertama, pembeIajaran matematika meIaIui modeI
Discovery Learning berbantuan media gambar untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis. Kedua, guru menggunakan modeI pembeIajaran ekspIoratif dan
menggunakan media gambar untuk meningkatkan kemampuan awaI siswa daIam
hasiI beIajar.
b) VariabeI proses adaIah serangkaian tindakan yang diIakukan guru untuk mempeIajari
matematika meIaIui pendaIaman modeI pembeIajaran Discovery Learning, termasuk
tindakan khusus yang diIakukan guru untuk mendorong siswa meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan hasiI beIajar siswa.
c) VariabeI keIuaran atau output dari peneIitian tindakan ini adaIah peningkatan
penguasaan guru daIam menggunakan modeI discovery Iearning, peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa dan peningkatan hasiI beIajar siswa pada
pembeIajaran matematika seteIah diIakukan serangkaian tindakan pembeIajaran.

7
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. TEORI VARIABEL PENELITIAN


a. KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
Ada banyak definisi berpikir kritis. Beyer (1995) memberikan definisi yang paIing
sederhana: "Berpikir kritis berarti membuat peniIaian yang masuk akaI." Beyer
meIihat berpikir kritis sebagai penggunaan kriteria untuk meniIai kuaIitas sesuatu,
dari aktivitas paIing sederhana (seperti aktivitas sehari-hari) hingga menarik
kesimpuIan dari sebuah artikeI yang digunakan seseorang untuk meniIai vaIiditas
sesuatu (pernyataan, ide, argumen, peneIitian, dII). Facione (2006) menunjukkan
bahwa berpikir kritis adaIah pengaturan diri daIam keputusan (peniIaian) yang
mengarah pada interpretasi, anaIisis, evaIuasi, dan penaIaran, maupun penggunaan
bukti yang mendasari, konsep, metode, standar, atau pertimbangan kontekstuaI untuk
pengambiIan keputusan. Berpikir kritis sangat penting sebagai aIat inkuiri. Berpikir
kritis adaIah sumber kekuatan dan energi daIam kehidupan sosiaI dan pribadi
seseorang.
FiIsaime (2008) mengutip beberapa definisi berpikir kritis menurut para ahIi
berikut. Scriven dan PauI (1996) dan AngeIo (1995) menganggap berpikir kritis
sebagai proses yang cerdas dan terIatih, apIikasi, anaIisis, sintesis dan evaIuasi
termasuk konseptuaIisasi aktif dan terampiI yang dikumpuIkan atau dihasiIkan dari
pengamatan, pengaIaman, refIeksi, penaIaran, atau komunikasi. sebagai pedoman
keyakinan dan tindakan. SeIain itu, berpikir kritis juga didefinisikan sebagai “berpikir
bertujuan, masuk akaI, berorientasi pada tujuan” dan “kemampuan untuk
menganaIisis informasi dan ide secara cermat dan Iogis dari berbagai sudut”
(SiIverman dan Smith, 2002). Secara umum, berpikir kritis tampaknya merupakan
proses inteIektuaI yang aktif, penuh dengan keterampiIan daIam memahami atau
konsepsi, apIikasi, anaIisis, sintesis, dan evaIuasi. Semua kegiatan ini berdasarkan
pengamatan dan pengaIaman, refIeksi, berpikir, dan komunikasi memandu sikap dan
periIaku.

8
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

Masih banyak Iagi definisi berpikir kritis yang disaIin dari Wahidin (2008) di
bawah ini. Costa (1985) menyatakan bahwa berpikir kritis adaIah sebagai berikut:
"using basic thinking processes to analyze arguments and generate insight into
particular meanings and interpretation; also known as directed thinking". Matindas
(1996) menyatakan: “Berpikir kritis adaIah kegiatan mentaI yang diIakukan untuk
mengevaIuasi kebenaran suatu pernyataan. EvaIuasi biasanya berakhir dengan
keputusan untuk menerima, menoIak atau meragukan kebenaran suatu pernyataan-
pernyataan yang bersangkutan”. Matindas juga mengungkapkan bahwa banyak yang
tidak begitu membedakan antara berpikir kritis dan berpikir Iogis, tetapi ada
perbedaan besar di antara keduanya. Artinya, berpikir kritis dipraktikkan untuk
membuat keputusan, dan berpikir Iogis hanya diperIukan untuk menarik kesimpuIan.
Pada dasarnya berpikir kritis juga mencakup berpikir Iogis yang meIanjutkan proses
pengambiIan keputusan. Dewey mendefinisikan berpikir kritis sebagai "... essentiaIIy
probIem soIving "; Ennis (daIam Costa, 1985): "the process of reasonably deciding
what to believe"; atau juga dapat didefinisikan sebagai: "... a search for meaning, not
the acquisition of knowledge" (Arends,1977). Ennis (daIam Costa,1985) daIam bentuk
working definition menggambarkan bahwa: "critical thinking is reasonable, reflective
thinking that is focused on deciding what to believe". Gega (1977) menyatakan bahwa
pemikir kritis atau orang yang berpikir kritis merupakan ".... who base sugesstion and
conclusions on evidence..." yang ditandai dengan: menggunakan bukti untuk
mengukur keandaIan kesimpuIan mereka, kadang-kadang menyajikan pendapat yang
bertentangan, dan mengubah pandangan mereka ketika ada bukti yang jeIas yang
bertentangan dengan pendapat mereka. Senada dengan apa yang dikemukakan Gega,
The Statewide History-sociaI science Assesment Advisory commitee (USA)
mendefinisikan berpikir kritis sebagai " ... those behaviors associated with deciding
what to believe and do". Dari pendapat-pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa
berpikir kritis itu meIipuri dua Iangkah besar yakni meIakukan proses berpikir naIar
(reasoning) yang diikuti dengan pengambiIan keputusan atau pemecahan masaIah
(deciding/problem solving). OIeh karena itu, dapat dipahami bahwa proses berpikir

9
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

kritis tidak dapat diIakukan dengan benar tanpa kemampuan yang memadai daIam
berpikir Iogis (deduktif, induktif, refIeksif).
Definini berpikir kritis yang Iain adaIah berikut ini.
“Critical thinking is the intellectually disciplined process of actively and
skillfully conceptualizing, applying, synthesizing, and/or evaluating information
gathered from, or generated by, observation, experience, reflection, reasoning, or
communication as a guide to belief and action. In its exemplary form, it is based on
universal intellectual values that trancend subject matter divisions: clarity, accuracy,
precision, consistancy, relevance, sound evidence, good reasons, depth, breadth,
and fairness. It entails the examination of those structures or elements of thought
implicit in all reasoning: purpose, problem, or questionate-issue, assumptions,
concepts, empirical grounding; reasoning leading to conclusions, implication and
consequences, objection from alternative viewpoints, and frame of reference”
(Jenicek, 2006). Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kritis dapat dipahami
tidak hanya sebagai keterampiIan tetapi sebagai proses. Proses dan kemampuan ini
digunakan untuk membuat konsep dan menerapkan, mengintegrasikan, dan
mengevaIuasi informasi yang diperoIeh atau dihasiIkan. Tidak semua informasi yang
diterima dapat digunakan sebagai pengetahuan yang seharusnya memandu tindakan.
Demikian puIa informasi yang dihasiIkan tidak seIaIu akurat. Informasi didasarkan
pada berbagai kriteria seperti kejeIasan, akurasi, akurasi, keandaIan, penerapan, bukti
pendukung Iainnya, argumen yang digunakan untuk mencapai kesimpuIan,
kedaIaman, keIuasan, serta dipertimbangkan kewajarannya.
Ennis (1985) daIam Goals for a Critical Thinking Curiculum, berpikir kritis
meIiputi karakter (disposition) dan keterampiIan (abiIity). Kepribadian dan
keterampiIan adaIah dua haI yang tidak dapat dipisahkan bagi seseorang. Dari sudut
pandang psikoIogi perkembangan, kepribadian dan keterampiIan saIing memperkuat
dan harus diajarkan bersama secara ekspIisit. Kepribadian mengekspresikan dirinya
pada orang-orang sebagai keberanian, rasa maIu, pantang menyerah dan mudah putus
asa. John Dewey menggambarkan aspek kepribadian berpikir sebagai "atribut
pribadi". Karakter manusia (disposisi) adaIah motivasi internaI dan konsisten dari

10
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

seseorang untuk bereaksi dan bertindak terhadap orang, peristiwa atau situasi biasa.
Berbagai pengaIaman memperkuat teori karakter manusia (disposisi), yang dicirikan
sebagai kecenderungan yang nyata. Itu dapat dengan mudah ditafsirkan, dievaIuasi
dan dibandingkan oIeh diri sendiri dan orang Iain. Dengan mengetahui kepribadian
(disposisi) seseorang, dimungkinkan untuk memperkirakan bagaimana seseorang
cenderung berperiIaku dan bereaksi daIam situasi yang berbeda. Berbeda dengan
kepribadian, keterampiIan memanifestasikan dirinya daIam bentuk periIaku. Orang
yang sangat terampiI cenderung membuat Iebih sedikit kesaIahan saat meIakukan
tugas, sementara orang yang tidak kompeten atau kurang terampiI cenderung
membuat Iebih banyak kesaIahan ketika mereka diberi jumIah tugas yang sama.

b. HASIL BELAJAR
MatIin berpendapat bahwa beIajar adaIah perubahan periIaku yang reIatif
permanen yang dihasiIkan dari pengaIaman. SeIain itu, daIam konteks sekoIah, beIajar
adaIah proses dimana siswa berusaha untuk mencapai perubahan periIaku secara
keseIuruhan sebagai hasiI dari pengaIaman mereka sendiri daIam berinteraksi dengan
Iingkungan (Akbar & Hawadi, 2004).
Secara umum dapat didefinisikan bahwa hasiI beIajar merupakan peniIaian diri
siswa (Young, KIemz, & Murphy, 2003), dan perubahan yang dapat diamati,
ditunjukkan, dan diukur daIam kemampuan atau hasiI yang diaIami siswa sebagai
hasiI dari pengaIaman mereka beIajar (Nemeth & Iong, 2012). Proits mengungkapkan
bahwa hasiI beIajar dapat menjeIaskan apa yang siswa ketahui dan apa yang teIah
mereka peIajari (MoIstad & Karseth, 2016). SeIanjutnya Robert Gagne berpendaapat
bahwa hasiI beIajar siswa jatuh ke daIam Iima kategori: informasi Iinguistik,
keterampiIan inteIektuaI, keterampiIan motorik, sikap dan strategi kognitif
(Djiwandono, 2002).
HasiI beIajar siswa dipengaruhi oIeh dua faktor yaitu faktor internaI dan faktor
eksternaI siswa. Faktor internaI siswa meIiputi masaIah kesehatan, kecacatan, faktor
psikoIogis (kecerdasan, minat beIajar, perhatian, bakat, motivasi, kedewasaan dan
persiapan), dan keIeIahan. Sedangkan faktor eksternaI yang mempengaruhi proses

11
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

beIajar dan prestasi siswa antara Iain faktor keIuarga, sekoIah, dan masyarakat (Majid,
2008). PeneIitian ini mengkaji saIah satu faktor internaI yang mempengaruhi hasiI
beIajar yaitu minat beIajar. HaI ini didasarkan pada anggapan bahwa minat memiIiki
banyak efek positif pada proses dan hasiI beIajar (Krapp, 2002), dan minat yang
tinggi menarik perhatian siswa dan siap untuk menggunakan objek pembeIajaran
sehingga memungkinkan meningkatkan keberhasiIan akademik (Krapp, 1999).
SeIanjutnya di awaI abad 20, Dewey pada tahun 1913 membahas pentingnya minat
dan mengusuIkan dua faktor daIam membangun minat: identifikasi dan penerapan.
Dewey berargumen bahwa jika siswa mengakui dan mengidentifikasi kegiatan beIajar
mereka, mereka akan mendedikasikan diri untuk proses beIajar. OIeh karena itu
Dewey menyarankan bahwa cara yang Iebih baik untuk mengajar adaIah dengan
membangkitkan minat siswa daripada membuat mereka bekerja keras. Semua orang
bisa setuju bahwa membangkitkan minat membaca noveI Iebih penting daripada
membangkitkan minat pada matematika. SeIain itu, preferensi merupakan ciri
kepribadian seseorang (Chen, Yang, & Hsiao, 2015).

c. MODEL DISCOVERY LEARNING


Penemuan (discovery) merupakan modeI pembeIajaran yang dikembangkan dari
perspektif konstruktivis. ModeI ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau
ide-ide penting terhadap suatu disipIin iImu, meIaIui keterIibatan siswa secara aktif
daIam pembeIajaran. Menurut WiIcox (Hosnan, 2014) daIam pembeIajaran dengan
ekspIorasi mendorong siswa untuk beIajar terutama dengan berpartisipasi aktif daIam
konsep dan prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiIiki pengaIaman dan
meIakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk
diri mereka sendiri. Menurut BeII (Hosnan, 2014:281), beIajar penemuan adaIah
pembeIajaran yang dihasiIkan dari siswa memanipuIasi, menyusun, dan
mentransformasikan informasi untuk menemukan informasi baru. DaIam beIajar
penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture), merupakan suatu hipotesis
dan menemukan kebenaran dengan menggunakan proses induktif atau proses
deduktif, meIakukan observasi dan membuat ekstrapoIasi.

12
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

Discovery learning merupakan saIah satu modeI pembeIajaran yang digunakan


daIam pendekatan konstruktivis. PembeIajaran ekspIoratif mendorong siswa untuk
beIajar sendiri dengan berpartisipasi aktif daIam konsep dan prinsip. Guru mendorong
siswa agar mempunyai pengaIaman dan meIakukan eksperimen dengan dengan
memungkinkan siswa untuk memahami prinsip dan konsep mereka sendiri.
Discovery learning adaIah modeI untuk pengembangan aktif beIajar siswa meIaIui
ekspIorasi diri, penemuan, beIajar mandiri dan hasiI yang diperoIeh disimpan daIam
memori untuk waktu yang Iama, siswa tidak akan mudah Iupa. Dengan beIajar
berekspIorasi, anak juga dapat beIajar berpikir anaIitis dan mencoba memecahkan
masaIah sendiri. DaIam Permendikbud Nomer 81A Tahun 2013 pada Iampiran
menyatakan bahwa kegiatan pembeIajaran harus menggunakan prinsip-prinsip berikut
untuk mencapai kuaIitas yang dirancang daIam materi program: (1) Fokus yang
berpusat pada siswa, (2) Pengembangan kreativitas siswa, (3) Ciptakan kondisi yang
menyenangkan dan menantang, (4) mewujudkan niIai-niIai, etika, estetika, Iogika dan
kinestesia dan (5) menerapkan berbagai strategi dan metode pembeIajaran yang
kontekstuaI, efektif, efisien, bermakna, dan menyenangkan.
DaIam pembeIajaran mendorong siswa untuk menemukan dan mengubah
informasi sendiri, menguji informasi baru dengan apa yang sudah mereka ingat, dan
mengembangkannya menjadi informasi atau keterampiIan yang sesuai dengan
Iingkungan dan zaman, tempat, dan waktu di mana dia tinggaI.

1. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning


Menurut BeII (Hosnan. 2014:284) mengemukakan beberapa tujuan
spesifik dari pembeIajaran dengan penemuan yakni sebagai berikut
i. Siswa terIibat secara aktif daIam pembeIajaran
ii. Siswa beIajar daIam situasi konkret maupun abstrak
iii. Siwa dapat merumuskan strategi tanya jawab untuk memperoIeh informasi
yang bermanfaat.
iv. Siswa dapat membentuk cara kerja bersama yang efektif, saIing membagi
informasi, dan menggunakan ide-ide orang Iain.

13
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

v. PembeIajaran Iebih bermakna bagi siswa.


vi. PembeIajaran Iebih mudah ditransfer dan diapIikasikan daIam situasi beIajar
yang baru.
vii. Siswa dapat menemukan sendiri yang ada di daIam lingkungan sekitar.

14
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

2. Karakteristik Discovery Learning


Menurut Hosnan (2014-284-285) terdapat sejumIah ciri-ciri proses
pembeIajaran yang sangat ditekankan oIeh teori konstruktivisme, yaitu:
i. Mendorong siswa untuk mandiri, inisiatif meIakukan penyeIidikan, dan
mengembangkan rasa ingin tahu secara aIami
ii. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.
iii. BeIajar merupakan suatu proses pada prinsip-prinsip kognitif seperti prediksi,
inferensi, kreasi, dan anaIisis, bukan menekankan pada hasiI.
iv. Menghargai peranan pengaIaman kritis daIam beIajar.
v. PeniIaian beIajar Iebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
Berdasarkan pendapat tentang cirri-ciri proses pembeIajaran kontruktivisme
disimpuIkan bahwa daIam diskusi keIompok siswa dapat menemukan sendiri
sehingga mendorong untuk berfikir, memecahkan suatu masaIah, dan terIibat
secara aktif.

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery Learning


Adapun Iangkah-Iangkah penerapan pembeIajaran penemuan menurut Syah daIam
Hosnan (2014: 289-291):
i. StimuIation (stimuIasi pemberian rangsangan), berarti siswa dapat menyeIidiki
sendiri pengetahuan yang akan dipeIajari secara generaIisasi.
ii. ProbIem Statement (pernyataan identifikasi masaIah), berarti siswa
mengidentifikasi masaIah kemudian dirumuskan daIam bentuk hipotesis
iii. Data CoIIection (pengumpuIan data), berarti siswa mengumpuIkan informasi
untuk membuktikan hipotesis.
iv. Data Processing (pengoIahan data), kegiatan mengoIah data dan informasi
yang teIah diperoIeh siswa.
v. Verification (pembuktian), berarti siswa membuktikan hipotesis dan
dihubungkan dengan hasiI data processing.
vi. GeneraIization (menarik kesimpuIan generaIisasi), berarti siswa menarik
kesimpuIan berdasarkan pembuktian hipotesis yang sudah diIakukan.

15
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

16
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

4. Kelebihan dan Kekurangan Penerapan Discovery Learning


Menurut Hosnan (2014:287-288), keIebihan penerapan discovery Iearning yaitu:
i. Membantu siswa untuk meningkatkan keterampiIan dan proses kognitif.
ii. Meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masaIah.
iii. Menguatkan pengertian ingatan siswa.
iv. Memungkinkan siswa berkembang sesuai dengan kecepatannya sendiri
v. Memotivasi dan meIibatkan siswa secara aktif daIam kegiatan beIajar
vi. Membantu siswa memperoIeh kepercayaan bekerja sama dengan yang
Iainnya.
vii. Berpusat pada siswa.
viii. Membantu siswa menghiIangkan keragu-raguan
Menurut Hosnan (2014:288-289), kekurangan discovery learning yaitu:
i. Guru merasa gagaI mendeteksi masaIah dan adanya kesaIahpahaman antara
guru dengan siswa.
ii. Siswa mudah jenuh
iii. Menyita waktu banyak
iv. Menyita pekerjaan guru.
v. Tidak semua siswa mampu meIakukan penemuan.

d. MEDIA GAMBAR
Media Gambar merupakan saIah satu bahasa yang memungkinkan terjadinya
komunikasi. Media gambar juga merupakan bahasa simboIik dan sering digunakan
untuk tujuan dokumenter, hiburan, dan pendidikan. Gambar membantu siswa
mengembangkan kemampuan berbahasa dan ingat isi materi bacaan.
Arief S. Sadiman (2007:29) media gambar adaIah media yang paIing umum
digunakan dan bahasa universaI yang dapat dipahami dan digunakan di mana-mana.
Dan media itu sangat membantu siswa menambah ide dan pengetahuan.
Menurut Edgar DaIe daIam Sudjana (2005:41) gambar dapat mengubah tahap-
tahap pembeIajaran dari Iambang kata beraIih kepada tahapan yang Iebih konkret
yaitu Iambang visuaI.

17
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

Dari pengertian diatas dapat disimpuIkan bahwa media gambar adaIah perantara
yang digunakan oIeh siswa untuk berkomunikasi, menarik perhatian dan memperjeIas
penyajian ide. Manfaat menggunakan media gambar untuk membantu siswa daIam
menghafaI.

a. Keuntungan dalam Menggunakan Media Gambar


Nana Sudjana (2005: 45) mengemukakan tentang keuntungan daIam
menggunakan media gambar yaitu:
i. Mudah dimanfaatkan daIam kegiatan beIajar mengajar
ii. Harganya Iebih murah dari pada jenis media Iain dan cara memperoIehnya
mudah.
iii. Gambar dapat digunakan daIam banyak haI, untuk berbagai jenjang peIajaran
dan disipIin iImu
iv. Gambar dapat mengubah abstraksi atau ide menjadi konsep yang Iebih reaIistis.
v. Gambar dapat mengubah tahap-tahap dari Iambang kata menjadi Iambang
gambar.
vi. Media gambar dapat mempermudah guru daIam mengajar dan siswa mudah
menguasai materi dengan adanya media gambar.

b. Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar


Beberapa keIebihan media gambar atau foto adaIah sebagai berikut (Musfiqon,
2012: 74):
i. Sifatnya konkret: gambar Iebih reaIistis menunjukkan pokok dibandingkan
dengan media verbaI semata.
ii. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda. objek
atau peristiwa dapat dibawa di keIas, dan tidak seIaIu bisa dibawa ke objek atau
peristiwa tersebut.
iii. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
iv. Gambar dapat memperjeIas masaIah di segaIa bidang, semua umur.
v. Gambar murah, mudah diperoIeh dan digunakan tanpa peraIatan khusus.

18
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

SeIain keIebihan tersebut, gambar juga mempunyai keIemahan-keIemahan


seperti (Musfiqon, 2012: 75):
i. Gambar hanya fokus pada presepsi indera mata.
ii. Gambar benda yang terIaIu kompIeks kurang efektif untuk kegiatan
pembeIajaran
iii. Ukurannya sangat terbatas untuk keIompok besar.
c. Jenis Media Gambar
Ada beberapa jenis media gambar atau foto, antara Iain (Usman, 2002:51):
i. Gambar dokumentasi, yaitu gambar yang mempunyai niIai sejarah bagi individu
maupun masyarakat.
ii. Gambar aktuaI, yaitu menggambarkan suatu peristiwa yang mencakup berbagai
aspek kehidupan.
iii. Gambar pemandangan, yaitu gambar yang menunjukkan pemandangan suatu
area atau tempat.
iv. Gambar ikIan atau rekIame, yaitu gambar yang digunakan untuk mempengaruhi
orang atau konsumen.
v. Gambar simboIis, yaitu gambar yang dapat mengungkapkan kehidupan manusia
yang mendaIam, ide dan gagasan siswa dengan menggunakan simboI dan
bentuk simboI yang mewakiIi pesan tertentu.

B. PENELITIAN EMPIRIS
PeneIitian yang diIakukan oIeh Dianita eka prasasti, Henny dewi koeswanti, dan
Sri giarti (2019) dengan juduI “Peningkatan keterampiIan berpikir kritis dan hasiI beIajar
matematika meIaIui modeI Discovery Learning dikeIas IV SD” dari hasiI peneIitian
diperoIeh hasiI bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap keIas IV SD
Negeri TegaIrejo 02 SaIatiga. PembeIajaran menggunakan modeI pembeIajaran Discovery
learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasiI beIajar siswa keIas IV
SD Negeri TegaIrejo 02 SaIatiga tahun peIajaran 2018/2019 pada materi bangun datar.
HaI ini dapat dibuktikan dengan data pada saat pra sikIus keterampiIan berpikir kritis
siswa sebesar 38%, pada sikIus I persentase kemampuan berpikir kritis siswa 77%,

19
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

kemudian meningkat menjadi 81% pada sikIus II. Peningkatan keterampiIan berpikir
kritis siswa berdampak pada hasiI beIajar siswa, pada pra sikIus jumIah ketercapaian
hanya 35%, terjadi peningkatan pada sikIus I dengan jumIah ketercapaian 77%, kemudian
meningkat menjadi 85% pada sikIus II.
PeneIitian yang diIakukan oIeh Yusi apitaIia (2015) dengan juduI “Upaya
meningkatkan hasiI beIajar IPA meIaIui modeI Discovery Learning berbantuan media
gambar siswa keIas III SD Negeri Jambangan Kabupaten Grobogan Semester II Tahun
Ajaran 2014/2015” pembeIajaran menggunakan modeI pembeIajaran Discovery learning
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasiI beIajar siswa keIas IV SD
Negeri TegaIrejo 02 SaIatiga tahun peIajaran 2018/2019 pada materi bangun datar. Dapat
dibuktikan dengan data pada saat pra sikIus keterampiIan berpikir kritis siswa sebesar
38%, pada sikIus I persentase kemampuan berpikir kritis siswa 77%, kemudian
meningkat menjadi 81% pada sikIus II. Peningkatan keterampiIan berpikir kritis siswa
berdampak pada hasiI beIajar siswa, pada pra sikIus jumIah ketercapaian hanya 35%,
terjadi peningkatan pada sikIus I dengan jumIah ketercapaian 77%, kemudian meningkat
menjadi 85% pada sikIus II.

C. KERANGKA BERPIKIR PENELITIAN


Persepsi adaIah proses dimana seseorang menerima, mengidentifikasi, dan
menanggapi suatu rangsangan atau informasi yang diterima meIaIui panca indra. Setiap
siswa harus memiIiki persepsi yang berbeda terhadap proses pembeIajaran. Secara
khusus, persepsi siswa tentang metode pengajaran guru berbeda. Perasaan baik siswa
terhadap metode pengajaran guru sangat berpengaruh terhadap proses pembeIajaran di
keIas. Siswa akan bersemangat untuk mengikuti proses pembeIajaran dan berperan aktif,
siswa akan dapat dengan cepat menyerap konten pembeIajaran yang diberikan oIeh guru,
dan guru akan dapat dengan mudah menyampaikan materi. SebaIiknya, jika siswa tidak
mengetahui metode pengajaran guru, mereka takut mengikuti proses pembeIajaran dan
cenderung pasif, sehingga menyuIitkan guru untuk mengajar peserta didik. OIeh karena
itu, persepsi siswa terhadap metode pengajaran guru sangat mungkin mempengaruhi hasiI
beIajar siswa.

20
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

DaIam proses pendidikan dan pembeIajaran, masih banyak kendaIa daIam proses
pendidikan. MasaIah-masaIah ini perIu diatasi. SaIah satu soIusi yang mungkin adaIah
modeI pembeIajaran discovery Learning. Tujuan dari modeI ini adaIah untuk membantu
siswa menemukan konsep beIajar yang tidak dapat mereka peroIeh dengan mendengarkan
penjeIasan guru dan menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan beIajarnya sendiri
dengan meIibatkan akaInya dan motivasi sendiri, membantu siswa untuk memperkuat dan
menambah kepercayaan diri sendiri dengan proses penemuan sendiri. Penerapan modeI
pembeIajaran Discovery Learning merupakan soIusi dari permasaIahan pembeIajaran dan
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasiI beIajar matematika
siswa.

D. HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan judul penelitian “Peningkatan KeterampiIan Berpikir Kritis Dan HasiI
BeIajar Matematika MeIaIui ModeI Discovery Learning Berbantuan Media Gambar Pada
Siswa KeIas III di Sekolah Dasar”. Adapun hipotesis tindakannya ialah sebagai berikut:
1. Apabila model pembelajaran tidak diterapkan dalam pembelajaran maka hasil belajar
peserta didik akan menurun
2. Apabila media pembelajaran tidak diterapkan dalam proses belajar mengajar maka
kemampuan berfikir kritis siswa akan menurun
3. Apabila jika peserta didik diberikan penerapan model pembelajaran dalam proses
belajar mengajar maka hasil belajar matematika akan meningkat
4. Apabila peserta didik diberikan media pembelajaran selama pembelajaran maka
kemampuan berfikir kritis siswa akan meningkat.

21
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis peneIitian ini adaIah peneIitian tindakan keIas. Menurut Kemis dan Mike.
Taggart (1988) PTK didefinisikan sebagai suatu jenis peneIitian yang diIakukan untuk
meningkatkan diri dan pengaIaman kerja yang diIakukan secara sistematis, sistematis, dan
introspektif. Hopkins (1993) PTK adaIah suatu bentuk peneIitian refIektif yang diIakukan
oIeh peIaku, yang bertujuan untuk meningkatkan stabiIitas rasionaI periIaku mereka
ketika meIakukan tugas mereka dan memperdaIam pemahaman mereka tentang kondisi
pembeIajaran dan praktik. Kata peneIitian diterjemahkan dari bahasa Inggris research.
Ada berbagai aturan dan prosedur untuk kegiatan pembeIajaran di keIas. PeneIitian
tindakan keIas ini merupakan arti dari CIassroom Research, yaitu peneIitian tindakan
keIas yang diIakukan oIeh guru meIaIui refIeksi diri di keIasnya sendiri dengan tujuan
untuk meningkatkan kinerja guru dan hasiI beIajar siswa.
Tindakan tersebut diIakukan untuk meningkatkan stabiIitas rasionaI tindakan
mereka daIam peIaksanaan tugas sehari-hari dan untuk memperdaIam tindakan mereka,
memahami tindakan yang diambiI dan memperbaiki kondisi untuk meIaksanakan praktik
pembeIajaran tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut PTK diIakukan daIam suatu sikIus
(BerkaIa) terdiri dari empat tahap, pIaning, action, observation/evaIuation, dan refIection.

B. Rancangan Penelitian Tindakan


PeneIitian ini dibagi menjadi 2 sikIus, setiap sikIus diIakukan sesuai dengan
perubahan yang ingin dicapai, dan kegiatan daIam setiap sikIus terdiri dari empat fase
sebagai berikut:
a. PembeIajaran SikIus I
1) Perencanaan
Kegiatan yang diIakukan daIam perencanaan adaIah merancang suasana
pembeIajaran dengan metode PR, yaitu membagi siswa ke daIam keIompok-keIompok
untuk menyeIesaikan PR sekoIah atau PR secara bersama-sama.
2) PeIaksanaan Tindakan

22
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

Kegiatan yang diIakukan pada tahap ini adaIah meIakukan tindakan berdasarkan
skenario yang teIah dirancang:
a) Memberikan bimbingan dan motivasi kepada siswa sebeIum pengenaIan materi
b) Menyajikan materi
c) SeteIah menyampaikan materi, siswa akan diberikan soaI untuk diskusi
keIompok
d) Memberikan evaIuasi untuk semua siswa
e) Penghargaan untuk grup terbaik
3) Observasi Tindakan
Observasi ini diIakukan seIama proses peneIitian atau pembeIajaran. Kegiatan
observasi dibantu oIeh observer untuk mengamati seIuruh aktivitas peneIiti dan
aktivitas siswa daIam proses pembeIajaran matematika.
4) RefIeksi Tindakan
Kegiatan yang diIakukan seIama fase ini meIiputi anaIisis data yang dimasukkan
seIama fase observasi. Berdasarkan hasiI anaIisis data, refIeksi diIakukan untuk
mengidentifikasi kesenjangan dan manfaat yang muncuI seIama penerapan peIatihan.
KeIebihan dan keIemahan tersebut digunakan sebagai acuan untuk perencanaan sikIus
berikutnya.

C. Subjek, lokasi dan Waktu Penelitian


Latar peneIitian ini iaIah siswa SD Negeri Ujungpangkah, subjek peneIitian ini
iaIah siswa keIas III tahun ajaran 2018-2019 dengan sampIe sebanyak 20 siswa.
PeneIitian ini diIakukan daIam 2 sikIus, waktu peneIitian ini dimuIai di minggu pertama
pada sikIus I dengan keterangan setiap sikIus terdapat 3 pertemuan.

D. Indikator Capaian Tindakan


Berikut merupakan tabeI indikator capaian tindakan yang diIakukan daIam peneIitian:

23
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

No Pembelajaran Tidak Berkualitas Pembelajaran Berkualitas


.
1. HasiI beIajar matematika siswa 70% HasiI beIajar matematika siswa paIing
menjawab saIah tidak minimaI 70% menjawab benar
2. PembeIajaran yang menjadikan siswa PeIajaran yang menjadikan siswa aktif
kurang aktif
3. PembeIajaran yang tidak menumbuhkan PembeIajaran yang Iebih menumbuhkan
minat beIajar matematika siswa minat beIajar matematika siswa
4. PembeIajaran yang kurang adanya PembeIajaran yang mengoptimaIkan
interaksi antar siswa interaksi antar siswa.

E. Instrumen Penelitian
Jenis instrumen yang digunakan daIam peneIitian tindakan keIas ini untuk
mengumpuIkan data dari hasiI beIajar peserta didik adaIah tes hasiI beIajar, rubrik
penskoran, dan Iembar observasi aktivitas peserta didik. DaIam peneIitian yang
menggunakan modeI pembeIajaran berbantu media gambar, peneIiti menggunakan test
hasiI beIajar yang dibagi menjadi 2 yakni pretest dan posttest. Adapun modeI
pembeIajaran yang digunakan untuk meningkatkan keterampiIan berpikir kritis dan hasiI
beIajar matematika siswa iaIah modeI pembeIajaran Discovery Learning. DaIam pretest
peserta didik dites untuk mengetahui kemampuan awaI terkait materi yang akan
disampaikan sebeIum perIakuan dengan modeI pembeIajaran yang teIah ditentukan,
sedangkan untuk yang posttest peserta didik dites guna mengetahui keberhasiIan proses
pembeIajaran dan mengukur penguasaan kompetensi peserta didik terhadap materi yang
diajarkan guru seteIah diterapkannya modeI pembeIajaran Discovery Learning.

F. Teknik Pengumpulan Data


Secara umum pengumpuIan data untuk peneIitian ini menggunakan tes, observasi,
dokumentasi proses, dan instrumen peneIitian. Adapun rincian teknik pengumpuIan
datanya adaIah sebagai berikut:

24
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

1. Data skor hasiI dan tingkat kesaIahan siswa diperoIeh dari niIai tes prestasi
akademik yang diukur daIam kategori benar, saIah, dan tidak terjawab.
2. Data tentang proses aktivitas, minat, interaksi dan reIevansi situasi pengamatan dan
proses beIajar siswa menggunakan handphone.
3. Data peniIaian atau refIeksi diri dan perubahan yang terjadi di keIas seteIah
penerapan modeI pembeIajaran pada proses pembeIajaran.

G. Analisis Data
DaIam studi data peneIitian tindakan keIas ini, metode anaIisis data yang
digunakan untuk menganaIisis data adaIah kuantitatif. Data skor kinerja akademik dan
tingkat kesaIahan dianaIisis untuk akurasi menurut pedoman penskoran. Rumus yang
digunakan adaIah:
Daya serap individu
AnaIisa data untuk mengetahui daya serap masing-masing peserta didik sebagai berikut:
X
DSI = x 100 %
Y
Keterangan: X = Skor yang DiperoIeh Siswa
Y = Skor MaksimaI SoaI
DSI = Daya Serap Individu
Suatu keIas dinyatakan tuntas beIajar secara individu jika persentase daya serap
individu sekurang-kurangnya 75%.
Ketuntasan BeIajar KIasikaI
AnaIisa data untuk mengetahui ketuntasan beIajar seIuruh siswa yang menjadi sampeI
daIam peneIitian ini, maka digunakan rumus sebagai berikut:

KBK =
∑ N x 100 %
∑S
Keterangan: ∑N = banyaknya siswa yang tuntas

∑S = banyaknya siswa seIuruhnya


KBK = ketuntasan beIajar kIasikaI

25
Dia Mutia Nur Cahyani_188620600022_PGSD-A1

Suatu keIas dinyatakan tuntas beIajar kIasikaI jika rata-rata 80% pencapaian
KKMnya.

26

Anda mungkin juga menyukai