Anda di halaman 1dari 36

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS V SD

NEGERI 132 PALEMBANG PADA SUBTEMA SUHU


DAN KALOR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
PAIR CHECK.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kurikulum 2013 merupakan kurikulum terbaru yang diluncurkan oleh Departemen Pen-
didikan Nasional mulai tahun 2013 sebagai bentuk pengembangan dari kurikulum sebelum-
nya yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.
Kurikulum 2013 sendiri memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil
pendidikan yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi pada setiap jenjang pendidikan
(Kunandar 2015:16). Berdasarkan Permendikbud No. 67 Tahun 2013 pelaksanaan pembe-
lajaran Kurikulum 2013 menggunakan suatu pendekatan pembelajaran yang menginte-
grasikan berbagai kompetensi dari beberapa mata pelajaran ke dalam satu tema yaitu
pembelajaran tematik terpadu. Selain itu, Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik
dalam proses pembelajarannya meskipun baru diterapkan untuk hal-hal yang sederhana bagi
anak sekolah dasar namum peserta didik sudah dilatih untuk menemukan konsep-konsep
sendiri sedangkan guru hanya menjadi fasilitator (Ariztasari, 2017).
Pembelajaran yang dilakukan pada Kurikulum 2013 memiliki beberapa per-bedaan dari
kurikulum sebelumnya, salah satunya adalah penerapan pendekatan yang digunakan dalam
Kurikulum 2013 adalah pendekatan saintifik. Pembelajaran yang menggunakan pendekatan
saintifik dengan langkah 5M yang digunakan pada Kurikulum 2013 telah dirancang
sedemikian rupa dapat memungkinkan peserta didik untuk aktif dalam mengkontruksi
konsep, hukum serta prinsip yang telah ditemukannya melalui tahapan Mengamati, Menanya,
Mencoba, Menalar dan Mengkomunikasi konsep, dan langkah-langkah ini disebut sebagai
langkah 5M dalam pendekatan Saintifik (Rusman, 2015: 231).
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan guru kelas V SD Negeri
132 Palembang. Diketahui bahwa hasil belajar peserta didik masih dibawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yakni 70. Setelah diidentifikasi terdapat
beberapa faktor yaitu: (1) peserta didik jarang terlibat dalam pembelajaran, (2) peserta didik
merasa kesulitan dalam bekerjasama dalam kegiatan berkelompok. Setelah melihat hasil
identifikasi ternyata disebabkan oleh (1) guru mengalami kesulitan dalam menentukan variasi
model yang akan digunakan dalam sebuah pembelajaran, (2) guru merasa kesulitan untuk
mengintegrasikan model pembelajaran dengan subtema yang akan diajarkan. Hal ini juga
dapat mempengaruhi hasil belajar yang harus dicapai oleh peserta didik. Untuk mengatasi
masalah tersebut peneliti memilih sebuah model pembelajaran yang dapat memudahkan guru
dalam mencapai hasil belajar yang optimal.
Menurut teori Vygotsky dikutip Danoebroto (2015:194) yang fokus pada hubungan
antara manusia dan konteks sosial budaya di mana mereka berperan dan saling berinteraksi
dalam berbagi pengalaman atau pengetahuan. Oleh karena itu, teori Vygotsky yang dikenal
dengan teori perkembangan sosiokultural menekankan pada interaksi sosial dan budaya
dalam kaitannya dengan perkembangan kognitif. Menurut Burton dalam Susanto (2016:3)
belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya
interaksi antar individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga
mereka mampu berinteraksi dengan lingkungnya. Oleh karena itu guru dapat memilih model
pembelajaran yang dapat membuat peserta didik saling berinteraksi dengan peserta didik lain.
Model yang peneliti gunakan yaitu model pembelajaran pair check. Model
pembelajaran ini dapat melatih rasa sosial peserta didik, kerja sama, kemampuan memberi
penilaian. Dengan model pembelajaran pair check ini memungkinkan bagi peserta didik
untuk bertukar pendapat dan saling memberikan saran (Herdian dalam Shoimin, 2017:119).
Dengan menggunakan model pembelajaran Pair Check ini peserta didik dapat berperan aktif
dalam proses pembelajaran serta melatih komunikasi dan kerjasama antar peserta didik. Hal
tersebut dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Dengan penggunaan model dan
teknik baru peserta didik lebih bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran.
Peneliti memilih model pembelajaran pair check karena memiliki kelebihan, (1)
melatih peserta didik untuk bersabar, yaitu dengan memberikan waktu bagi pasangannya
untuk berfikir dan tidak langsung memberikan jawaban (menjawabkan) soal yang bukan
tugasnya, (2) melatih peserta didik memberikan dan menerima motivasi dari pasangannya
secara tepat dan efektif, (3) melatih peserta didik untuk bersikap terbuka terhadap kritik atau
saran yag membangun dari pasangannya atau dari pasangan lainnya dalam kelompoknya,
yaitu saat mereka saling mengecek hasil pekerjaan pasangan lain dari kelompoknya, (4)
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mem-bimbing oang lain (pasanganya),
(5) melatih peserta didik untuk bertanya atau meminta bantuan kepada orang lain
(pasangannya) dengan cara yang baik (bukan langsung meminta jawaban, tetapi lebih kepada
cara-cara mengerjakan soal/menyelesaikan masalah). (6) memberi kesempatan kepada peseta
didik untuk menawarkan bantuan atau bimbingan pada orang lain dengan cara yang baik. (7)
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar menjaga ketertiban kelas
(menghindari keributan yang mengganggu suasana belajar), (8) belajar menjadi pelatih
dengan pasangannya. (9) menciptakan saling kerjasama di antara peserta didik. (10) melatih
dalam berkomunikasi (Shoimin, 2017:121-122).
Hal ini didukung berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Reny
Widyaningrum (2015) adanya peningkatan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran
Matematika peserta didik kelas V MIN Mergayu Bandung Tulungagung. Hasil belajar peserta
didik pada tes awal (pretest) 66,90, setelah mendapat perlakukan pada siklus I nilai rata-rata
peserta didik meningkat menjadi 74,04 dengan presentase keberhasilan 71,42%. Pada siklus
II nilai rata-rata peserta didik adalah 92,14 dengan prosentase keberhasilan mencapai 90,47%.
Kondisi inilah yang mendorong peneliti untuk mengangkat permasalahan ini sebagai
bahan penelitian, untuk meningkatkan hasil belajar pada subtema suhu dan kalor. Dengan
menggunakan model pembelajaran Pair Check.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti telah melakukan penelitian dengan
judul “Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik Kelas V SD Negeri 132 Palembang pada
Subtema Suhu dan kalor dengan Menggunakan Model Pembelajaran Pair Check.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah di tulis oleh peneliti, maka masalah dalam
penilitian ini yaitu apakah dengan penerapan model pembelajaran Pair Check dapat
meningkatkan hasil belajar dan keaktifan peserta didik kelas V SD Negeri 132 Palembang
pada subtema suhu dan kalor.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar
dan keaktifan peserta didik di kelas V SD Negeri 132 Palembang menggunakan model
pembelajaran Pair Check pada subtema suhu dan kalor.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini ditinjau dari dua hal yaitu secara teoritis dan praktis. Secara
teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi lanjutan dan kajian yang
relevan ke arah perbaikan konsep tentang model pembelajaran Pair Check untuk mendekati
perbaikan-perbaikan kontekstual sesuai dengan kultur yang berkembang pada dunia
pendidikan saat ini.
Secara praktis hasil penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut.
(1) Bagi peserta didik, hasil penelitian ini dapat memberikan suatu kemudahan ke-pada
peserta didik dalam memahami materi pembelajaran, dan merangsang peserta didik untuk
termotivasi ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar.
(2) Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif dalam menyampaikan
pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan dan profesional.
(3) Bagi Sekolah, diharapkan dapat memberi masukan untuk membuat kebijakan dalam
memilih model pembelajaran serta bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan
mengenai peningkatan kualitas pembelajaran.
(4) Bagi Peneliti, dapat menambah pengetahuan dalam proses pembelajaran dengan membuat
pembelajaran yang berkesan dan dapat menjadikan peneliti menjadi guru yang
profesional dengan menggunakan media pembelajaran yang lebih inovatif.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Belajar dan Pembelajaran


2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan
sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga
memungkinkan seseorang mengalami perubahan prilaku yang relatif tetap baik dalam
berfikir, merasa, maupun dalam bertindak (Susanto, 2016:4). Belajar adalah suatu perubahan
prilaku yang relatif permanen dan dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari
pembelajaran yang memiliki tujuan atau direncanakan (Sumantri, 2015:2). Belajar secara
umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi mealui pengalaman, dan bukan
karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakterisktik seseorang sejak lahir
(Al-tabany, 2014:18). Belajar merupakan proses aktif internal individu dimana melalui
pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya perubahan tingkah
laku yang relatif permanen (Kurniawan, 2014:4).
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian belajar, peneliti
menyimpulkan bahwa belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja
untuk memperoleh pengetahan baru sehingga memungkikan seseorang mengalami perubahan
tingkah laku yang relatif permanen. Perubahan tingkah laku tersebut dihasilkan dari
pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan ataupun dari pembelajaran yang memiliki
tujuan atau direncanakan.

2.1.2 Pengertian Pembelajaran


Kata pembelajaran merupaka perpaduan dari aktivitas belajar dan mengajar. Aktivitas
belajar secara metodologis cenderung lebih dominan pada peserta didik. Sementara mengajar
instruksional dilakukan oleh guru. Jadi, istilah pembelajaran adalah ringkasan kata dari
belajar dan mengajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah penyederhanaan dari kata
belajar dan mengajar, proses belajar mengajar, atau kegiatan belajar mengajar (Susanto,
2016:18-19).
Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik,
dimana diantara keduaya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada
suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya (Al-tabany, 2014:19).
Sedangkan menurut Hamalik berpenfapat bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material fasilitas, perlengkapan, dan prosedur
yang saling mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran (Hamalik, 2014:57).
Dari pendapat para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian
pembelajaran adalah suatu aktivitas belajara yang dilakukan oleh peserta didik dan aktivitas
mengajar yang dilakukan oleh guru serta meliputi unsur-unsur material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur sehingga terjadi komunikasi yang intens dan terarah agar
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.2 Hakikat Hasil Belajar


2.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Kunandar hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif,
afektif maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti
proses belajar mengajar (Kunandar, 2015:62).
Hasil Belajar sebagai sesuatu yang diperoleh, didapatkan atau dikuasai setelah proses
belajar biasanya ditunjukkan dengan nilai atau skor (Salim dalam Husamah, 2016:19).
Menurut Susanto Hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri peserta
didik, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari
kegiatan belajar (Susanto, 2017:5). Pengertian tentang hasil belajar dipertegas lagi oleh
Brahim dikutip Susanto (2017:5) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan
sebagai tingkat keberhasilan peserta didik dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah
yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran
tertentu.
Dari berbagai pendapat tersebut peneliti dapat menimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan yang didapatkan atau diterima dari interaksi dalam pembelajaran yang telah
dipelajari, kemampuan tersebut akan tampak pada pengetahuan, keterampillan, dan sikap dari
peserta didik.

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Menurut teori Gestalt, belajar merupakan suatu proses perkembangan. Artinya, secara
kodrati jiwa raga peserta didik mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri
memerlukan sesuatu baik yang berasal dari peserta didik sendiri maupun pengaruh dari
lingkungannya. Berdasarkan teori hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh dua hal, peserta
didik itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, peserta didik; dalam arti kemampuan berpikir
atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan peserta didik, baik jasmani
maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas
peserta didik, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga, dan
lingkungan (dalam Susanto 2017:12).
Pendapat senada dikemukakan oleh Wasilman (dalam Susanto 2017:12-13), hasil
belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang
mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Secara perinci, uraian mengenai faktor
internal dan eksternal, sebagai berikut.
(1) Faktor internal; faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta
didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi:
kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar,
serta kondisi fisik dan kesehatan.
(2) Faktor eksternal; faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi
hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh
terhadap hasil belajar peserta didik. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonomi,
pertengkaran suami istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta
kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orangtua dalam kehidupan
sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik.
Wasliman mengemukakan sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
hasil belajar peserta didik. Semakin tinggi kemampuan belajar peserta didik dan kualitas
pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar (dalam Susanto 2017:13).
Dari berbagai pendapat tersebut peneliti dapat menyimpulkan faktor yang
mempengaruhi hasil belajar ada beberapa faktor yaitu faktor internal yang berasal dari diri
peserta didik itu sendiri meliputi motivasi belajar, kecerdasan, gaya belajar. Dan faktor
eksternal yang berasal dari luar diri peserta didik meliputi keluarga, sekolah, lingkungan
belajar.

2.3.3 Jenis-jenis Hasil Belajar


Bloom membagi hasil belajar atas tiga ranah hasil, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor. Pembagian ini dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom. Ranah Kognitif
berhubungan dengan kemampuan berpikir, ranah afektif berhubungan dengan kemampuan
perasaan, sikap dan kepribadian, sedangkan ranah psikomotorik berhubungan dengan
kemampuan seseorang dalam menunjukkan keterampilan motorik yang dikendalikan oleh
kematangan psikologis. Jenis hasil belajar menurut Susanto (2013: 6) adalah sebagai berikut.
(1) Pemahaman Konsep (aspek kognitif)
Pemahaman menurut Bloom diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari
materi atau bahan yang dipelajari. Pemehaman menurut Bloom ini adalah seberapa peserta
didik mampu menerima, menyerap, dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru
kepada peserta didik, atau sejauh mana peserta didik dapat memahami serta mengerti apa
yang ia baca, yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan berupa hasil penelitian atau
observasi langsung yang ia lakukan.
(2) Keterampilan Proses (aspek psikomotor)
Keterampilan proses merupakan keterampilan yang mengarah kepada pembangunan
kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang
lebih tinggi dalam diri individu peserta didik. Keterampilan itu sendiri memiliki arti
kemampuan untuk menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efektif dan efisien
untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitasnya.

(3) Sikap (aspek afektif)


Sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola,
dan teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-individu maupun objek-
objek tertentu. Sikap merujuk pada perbuatan, perilaku, atau tindakan seseorang. Sikap tidak
hanya merupakan aspek mental semata, melainkan mencakup pula aspek respons fisik.
Dalam hubungannya dengan hasil belajar peserta didik, sikap ini lebih diarahkan pada
pengertian pemahaman konsep, maka domain yang sangat berperan adalah domain kognitif.

2.3 Hakikat Model Pembelajaran


2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Soekamto, dkk mengemukakan maksud dari model pembelajaran, yaitu:
“Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar.” (dalam al-Tabany 2014:24).
Menurut Suherman, model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi peserta
didik dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas (dalam
Nurdin dan Andriantoni 2016:181).
Menurut Arends model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan,
termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat di definisikan
sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar (dalam Suprijono 2017:65).
Menurut berbagai pendapat tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah rancangan pola metode, strategi, teknik, dalam sebuah kegiatan
pembelajaran di dalam kelas sebagai interaksi guru dan peserta didik dalam kegiatan belajar.
2.3.2 Macam-Macam Model Pembelajaran
Arends menyeleksi enam model pengajaran yang sering dan praktis digunakan guru
dalam mengajar yaitu presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran
kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah (problem based learning) dan diskusi kelas
(dalam Trianto 2009: 25).
Menurut Nurdin dan Andriantoni model-model pembelajaran meliputi, model
pembelajaran Cooperative Learning, model pembelajaran Contextual Teaching Learning
(CTL), model pembelajaran Discovery/inquiry Learning, model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL), model pembelajaran Induktif, model pembelajaran Advance Organizer,
model pembelajaran Sinektik, model pembelajaran Mind Mapping, model pembelajaran
belajar tuntas (Mastery Learning), model pembelajaran Role Playing (Nurdin dan
Andriantoni, 2016:179-255).
Berdasarkan macam-macam model pembelajaran yang telah dijelaskan di atas, peneliti
mengunakan model pembelajaran Cooperative Learnig tipe Pair Check untuk diterapkan
dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas V pada subtema Subtema Suhu dan
Kalor di SD Negeri 132 Palembang.

2.4 Hakikat Model Pembelajaran Cooperative Learning


2.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan bentuk pembelajaran
dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok
yang bersifat heterogen. (Rusman 2015:202)
Menurut Nurhayati pembelajaran Cooperative adalah strategi pembelajaran yang
melibatkan partisipasi peserta didik dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.
Menurut Tom V Savage (dikutip Rusman 2015:2013) mengemukakan bahwa cooperative
learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok (dikutip
Rusman 2015:203).
Menurut Agus Suprijono pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas
meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru
atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan
oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan
bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan
masalah yang dimaksud (Agus Suprijono, 2017:73).
Menurut berbagai pendapat tersebut peneliti dapat menyimpulkan pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang melibatkan partisipasi peserta didik secara penuh untuk
berinteraksi dalam belajar dengan peserta didik lainnya untuk melatih tanggung jawab peserta
didik itu sendiri.

2.4.2 Jenis-jenis Model Cooperative Learning.


Menuru Sohimin berpendpat bahwa ada beberapa jenis model pembeleajaran
cooperative learning yakni cooperative script, cooperative integrated reading and
composition, dan pair check. Dalam penelitian kali ini peneliti akan menggunakan model
pembelajaran cooperative learning tipe pair check.

2.5 Hakikat Model Pembelajaran Pair Check


2.5.1 Pengertian Model Pembelajaran Pair Check
Model pembelajaran pair check jika diterjemahkan kedalam bahasa indonesia berarti
“pasangan mengecek”. Huda menyatakan bahwa pair check merupakan pembelajaran
kooperatif yang menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan
persoalan (Huda, 2014: 211). Sedangkan Herdian (2009) berpendapat bahwa model pair
check merupakan model pembelajaran di mana peserta didik saling berpasangan dan
menyelesaikan persoalan yang diberikan (dalam Shoimin, 2017:119). Sedangkan Budiyanto
berpendapat bahwa Pair Check adalah metode pembelajaran berkelompok atau berpasangan
yang dipopulerkan oleh Spencer Kagen 1993. Metode ini menerapkan pembelajaran
berkelompok yang menuntut kemandirian dan kemampuan peserta didik dalam menyelesai-
kan persoalan yang diberikan (Budiyanto, 2016:118).
Berdasarkan pada pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan model
pembelajaran pair check adalah model pembelajaran berkelompok dan berpasangan yang
menuntut kemandirian dan kemampuan peserta didik untuk menyelesaikan persoalan yang
diberikan.

2.5.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Pair Check


Secara umum, sintak model pembelajaran pair check adalah (1) bekerja berpasangan,
(2) pembagian peran partner dan pelatih, (3) pelatih meberikan soal, partner menjawab, (4)
bertukar peran, (5) penyimpulan, (6) evaluasi, (7) refleksi.
Berdasarkan sintak tersebut Huda (2017:211-212) merincikan langkah-langkah
penerapan model pembelajaran pair check adalah sebagai berikut.
(1) Guru menjelaskan konsep
(2) Peserta didikdibagi menjadi beberapa tim. Setiap tim terdiri dari 4 orang. Dalam satu tim
ada 2 pasangan. Setiap pasangan dalam satu tim dibebani masing-masing satu peran yang
berbeda yaitu sebagai pelatih dan partner.
(3) Guru memberikan soal kepada partner.
(4) Partner menjawab soal, dan si pelatih bertugas mengecek jawabannya. Partner yang
menjawab satu soal dengan benar berhak mendapatkan satu kupon dari pelatih.
(5) Pelatih dan partner saling bertukar peran. Pelatih menjadi partner, dan partner menjadi
pelatih.
(6) Guru membagikan soal kepada partner.
(7) Partner menjawan soal, dan pelatih bertugas mengecek jawabannya. Partner yang
menjawab satu soal dengan benar berhak mendapat satu kupon dari pelatih.
(8) Setiap pasangan kembali ke tim awal dan mencocokkan jawaban satu sama lain.
(9) Guru membimbing dan meberikan arahan atas jawaban dari berbagai soal.
(10) Setiap tim mengecek jawabannya.
(11) Tim yang paling banyak mendapatkan kupon diberi hadiah atau reward oleh guru.
Adapun Shoimin (2017: 119-120), mengemukakan langkah-langkah model
pembelajaran pair check yakni.
(1) Bagilah siswa di kelas kedalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 orang.
(2) Bagi lagi kelompok-kelompok peserta didik tersebut menjadi berpasang-pasangan. Jadi,
akan ada partner A dan partner B pada kedua pasangan.
(3) Berikan setiap pasangan sebuah LKS terdiri dari beberapa soal atau permasalahan
(jumlahnya genap).
(4) Berikutnya, berikan kesempatan kepada partner A untuk mengerjakan saol nomor satu,
sementara partner B mengamati, memberi motivasi, membimbing (bila diperlukan)
partner A selama mengerjakan soal nomor satu.
(5) Selanjutnya bertukar peran, partner B mengerjakan soal nomor dua, dan partner A
mengamati, meberi motivasi, membimbing (bila diperlukan) partner B selama
mengerjakan soal nomor dua.
(6) Setelah dua soal diselesaikan, pasangant tersebut mengecek hasil pekerjaan mereka
berdua dengan pasangan lain yang satu keompok dengan mereka.
(7) Setiap kelompok yang memperoleh kesepakatan (kesamaan Pendapat/cara memecahkan
masalah/penyelesaian soal) merayakan keberhasilan mereka atau guru memberikan
penghargaan (reword). Guru dapat memberikan pembimbingan bila kedua pasangan
dalam kelompok tidak menemukan kesepakatan.
(8) Langkah nomor 4,5 dan 6 diulang lagi untuk menyelesaikan soal nomor 3 dan 4,
demikian seterusnya sampai semua soal pada LKS selesai dikerjakan setiap kelompok.
Berdasarkan dua pendapat di atas maka langkah-langkah model pem-belajaran Pair
Check yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut.
(1) Guru memberi pertanyaan umum mengenai materi yang akan dipelajari.
(2) Siswa menjawab pertanyaan guru.
(3) Selanjutnya guru meminta siswa berkumpul menjadi beberapa tim. Setiap tim terdiri dari
4 orang. Setelah itu guru membagi lagi setiap tim menjadi 2 pasangan yakni satu partner
dan satu pelatih.
(4) Siswa berkumpul dengan timnya yang berjumlah 4 orang. Selanjutnya siswa
berpasangan dengan pasangannya.
(5) Guru membagikan peran partner dan pelatih. Setelah partner selesai menjawab soal.
Maka akan ada kegiatan bertukar peran. Partner menjadi pelatih dan pelatih menjadi
partner.
(6) Siswa menempatkan diri sebagai partner dan pelatih.
(7) Guru membagikan soal kepada siswa. Setiap siswa mendapat 2 soal berbeda, soal telah
disiapkan guru.
(8) Siswa menerima soal yang dibagikan guru.
(9) Guru memberi instruksi siswa untuk melakukan kegiatan tanya jawab dengan
pasangannya untuk menyelesaikan soal yang dibagikan guru.
(10) Siswa memulai kegiatan tanya jawab untuk menyelesaikan soal yang diberikan guru.
(11) Guru meminta siswa yang bertugas menjadi pelatih mengecek jawaban partner. Siswa
yang bertugas menjadi patner apabila menjawab satu soal dengan benar, berhak
mendapat satu kupon yang berbentuk bintang dari pelatih.
(12) Siswa yang bertugas menjadi partner menjawab soal. Siswa yang bertugas menjadi
pelatih mengecek jawaban. Jika jawaban partner benar pelatih memberikan satu kupon
yang berbentuk bintang.
(13) Guru meminta pelatih dan partner saling bertukar peran. Siswa yang awalnya menjadi
partner menjadi pelatih dan sebaliknya.
(14) Siswa bertukar peran. Siswa yang awalnya bertugas menjadi partner menjadi pelatih dan
sebaliknya.
(15) Guru meminta siswa yang bertugas menjadi pelatih mengecek jawaban partner. Siswa
yang bertugas menjadi patner apabila menjawab satu soal dengan benar, berhak
mendapat satu kupon yang berbentuk bintang dari guru.
(16) Siswa yang bertugas menjadi partner menjawab soal. Siswa yang bertugas menjadi
pelatih mengecek jawaban partner. Jika jawaban partner benar pelatih memberikan satu
kupon yang berbentuk bintang.
(17) Guru meminta pasangan kembali ke tim awal dan mencocokan jawaban satu sama lain.
(18) Pasangan kembali ke tim awal yang berjumlah 4 orang dan mencocokan jawaban satu
sama lain.
(19) Guru memberikan konfirmasi jawaban dari berbagai soal.
(20) Siswa memperhatikan konfirmasi jawaban soal dari guru.
(21) Guru meminta setiap tim mengecek jawabannya
(22) Setiap tim mengecek jawabannya
(23) Guru memberi reward yang berupa stiker kepada tim yang paling banyak mendapat
kupon.

2.5.3 Kelebihan Model Pembelajaran Pair Check


Shoimin (2017: 121-122), mengemukakan kelebihan model pembelajaran pair check
yakni.
(1) Melatih peserta didik untuk bersabar, yaitu dengan meberikan waktu bagi paasangannya
untuk berpikir dan tidak langsung memberikan jawaban (menjawabkan) soal yang bukan
tugasnya.
(2) Melatih peserta didik memberikan dan menerima motivasi dari pasangannya secara tepat
dan efektif.
(3) Melatih pesrta didik untuk bersikap terbuka terhadap kritik atau saran yang membangun
dari pasangannya atau dari pasangan lainya dalam kelompoknya. Yaitu, saat mereka
saling mengecek hasil pekerjaan pasangan lain dikelompoknya.
(4) Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk membimbing orang lain
(pasangannya).
(5) Melatih peserta didik untuk bertanya atau meminta bantuan kepada orang lain
(pasangannya) dengan cara yang baik (bukan langsung meminta jawaban, tapi lebih
kepada cara-cara mengerjakan soal/menyelesaikan masalah).
(6) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menawarkan bantuan atau
bimbingan pada orang lain dengan cara yang baik.
(7) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar menjaga ketertiban kelas
(menghindari keributan yang mengganggu suasana belajar).
(8) Belajar menjadi pelatih dengan pasangannya.
(9) Menciptakan saling kerjasama antar peserta didik.
(10) Melatih dalam berkomunikasi.
Menurut Huda, model pembelajaran pair check memiliki kelebihan-kelebihannya
tersendiri, antara lain: (1) meningkatkan kerja sama antar peserta didik; (2) peer tutoring; (3)
mendapatkan pemahaman atas konsep dan/atau proses pembelajaran; dan (4) melatih peserta
didik berkomunikasi dengan baik dengan teman sebangkunya (Huda, 2017:212-213).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kelebihan model Pair
Check adalah melatih kesabaran peserta didik, saling memberikan motivasi dan saling
menerima pendapat sesama teman, meningkatkan kerja sama, dan saling berkomunikasi
dengan baik antar peserta didik.

2.5.4 Tujuan Model Pembelajaran Pair Check


Menurut Sanjaya menjelaskan bahwa, pembelajaran Pair Check adalah suatu tipe
model pembelajaran kooperatif yang berpasangan (kelompok sebangku) yang bertujuan
untuk mendalami atau melatih materi yang telah dipelajari (dalam Budiyanto, 2016:118).

2.5.5 Kelemahan Model Pembelajaran Pair Check


Shoimin mengemukakan kelemahan model pembelajaran pair check yakni: (1)
membutuhkan waktu yang lama; (2) membutuhkan peserta didik untuk menjadi pembimbing
pasangannya, dan kenyataanya setiap partner pasangan bukanlah peserta didik dengan
kemampan belajar yang lebih baik. Jadi, kadang-kadang fungsi pembimbingan tidak berjalan
dengan baik (Shoimin, 2017: 121-122).
Sementara menurut Huda, model pembelajaran pair check juga memiliki kelemahan
sebagai berikut: (1) membutuhkan waktu yang benar-benar memadai; (2) membutuhkan
kesiapan peserta didik untuk menjadi pelatih dan partner yang jujur dan memahami soal
dengan baik (Huda, 2017:212-213).
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Pair Check juga
memiliki kekurangan, yaitu membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan kesiapan
peserta didik untuk menjadi pelatih yang jujur agar dapat memahami soal dengan baik.
Namun kelemahan tersebut dapat di minimalisir dengan cara mengelola waktu saat
pembelajaran berlangsung, mempersiapkan materi dan soal-soal untuk diberikan kepada
peserta didik sebelum pembelajaran diajarkan, kemudian memberikan penjelaskan bagaimana
peraturan dan cara berdiskusi dengan menjadi pelatih dan partner.

2.6 Hakikat Pembelajaran Tematik


2.6.1 Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang di rancang berdasarkan
tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran.
(Trianto, 2016: 147)
Menurut Hadi Subroto mengemukakan bahwa pembelajaran tematik adalah
pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan
dengan poko bahsan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan
secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan
beragam pengalaman belajar peserta didik, maka pembelajaran menjadi lebih bermakna
(dikutip Abd. Kadir, 2014: 6).
Sedangkan menurut Rusman pembelajaran tematik terpadu pada hakikatnya merupakan
suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun
kelompok aktif menggali, mencari, mengeksplorasi dan menemukan konsep serta prinsip-
prinsip secara holistic, autentik dan berkesinambungan melalui tema-tema yang berisi muatan
mata pelajaran yang dipadukan (Rusman, 2015: 140).
Maka dapat simpulkan bahwa pembelajaran temarik/terpadu adalah pembelajaran yang
menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan antara beberapa isi mata pelajaran dengan
pengalaman kehidupan nyata sehari-hari peserta didik sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna bagi peserta didik.
2.6.2 Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Tematik Terpadu
Rusman mengemukakan pembelajaran tematik terpadu memiliki tujuan sebagai berikut
(Rusman, 2015: 144).
(1) Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu;
(2) Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi muatan mata
pelajaran dalam tema yang sama;
(3) Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
(4) Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan berbagai muatan
mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik;
(5) Lebih semangat dan bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam siruasi
nyata, seperti bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain;
(6) Lebih merasakan manfaat dan makan belajar karena materi yang disajikan dalam konteks
tema/subtema yang jelas;
(7) Guru dapat menghemat waktu, karena muatan mata pelajaranyang disajikan secara
terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan
lebih dan atau pengayaan; dan
(8) Budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat
sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi.
Fungsi pembelajaran tematik terpadu yaitu untuk memberikan kemudahan bagi peserta
didik dalam memahami dan mendalami konsep materu yang tergabung dalam tema serta
dapat menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan materi yang
nyata (kontekstual) dan bermakna bagi peserta didik.

2.6.3 Karateristik Pembelajaran Tematik


Sebagai suatu model pembelajaran di Sekolah Dasar, pemelajaran tematik memiliki
karateristik-karateristik sebagai berikut: (Rusman, 2014: 258)
(1) Berpusat pada peserta didik, pembelajaran tematik berpusat pada peserta didik (student
centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banya
menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak
berperan sebagai fasilitator, yaitu memberikan kemudahan-kemudahan pada peserta
didik untuk melakukan aktivitas belajar.
(2) Memberikan pengalaman langsung. Dengan pengalaman langsung ini, peserta didik
dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal
yang lebih abstrak.
(3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, dalam pembelajaran tematik pemisahan
antarmata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada
pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan peserta didik.
(4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, pembelajaran tematik menyajikan
konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan
demikian, peserta didik dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini
diperlukan untuk membantu peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
(5) Bersifat fleksibel, pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) di mana guru dapat
mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya,
bahkan mengaitkannya dengan kehidupan peserta didik dan keadaan lingkungan di mana
sekolah dan peserta didik berada.
(6) Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik, peserta didik diberi
kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan
kebutuhannya.
(7) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.

2.7 Pembalajaran Subtema Suhu dan Kalor


Subtema Suhu dan Kalor merupakan salah satu subtema yang ada di kelas 5 tema 6
yaitu Panas dan Perpindahannya, di dalam subtema ini terdapat berbagai macam pelajaran
yaitu PPKn, IPS, Bahasa Indonesia, IPA, dan SBDP. Kemampuan yang dikembangkan pada
tiap pembelajarannya berbeda-beda.
Berdasarkan hal tersebut, untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas V SD,
peneliti akan melakukan penelitian terhadap proses pembelajaran pada subtema suhu dan
kalor menggunakan model pembelajaran pair check sebagai bahan untuk melaksanakan
kegiatan penelitian, yang terdapat 6 pembelajaran di dalamnya.

2.7.1 Materi Pembelajaran Kelas V Tema 6 Subtema Suhu dan Kalor


Pada pembelajaran di subtema suhu dan kalor terdapat 6 pembelajaran diantaranya
terdapat pelajaran yang saling berkaitan yaitu IPA, IPS, Bahasa Indonesia, PPKN, SBDP.
Dalam melihat dalam melihat peningkatan hasil peserta didik kompetensi dasar dan materi
subtema Suhu dan Kalor dapat diuraikan sebagai berikut.
Tabel 2.1 Kompetensi Dasar Subtema Suhu dan Kalor
Mata Pelajaran
No Kompetensi Dasar Indikator
Tema 6

1 IPA 3.6 Menerapkan konsep 3.6.1 Mengidentifikasikan


(Suhu dan Kalor) perpindahan kalor benda-benda sekitar
dalam kehidupan se- yang dapat meng-
hari-hari. hantarkan panas
4.6 Melaporkan hasil 3.6.2 Mendiskusikan
pengamatan tentang perubahan suhu
perpindahan kalor. benda dengan kon-
sep kalor dilepaskan
dan kalor diterima
oleh benda
4.6.1 Memahami per-
bedaan suhu dan
kalor
2 Bahasa Indonesia 3.3 Meringkas teks 3.3.1 Membuat ringkasan
(Teks Eksplanasi) penjelasan (eksplana- dari teks eksplanasi
si) dari media cetak yang disajikan
atau elektronik. 3.3.2 Membuat kesimpul-
4.3 Menyajikan ringkasan an bacaan, peserta
teks penjelasan (eks- didik mampu me-
planasi) dari media nyajikan ringkasan
cetak atau elektronik teks secara tepat.
dengan menggunakan 4.3.1 Menuliskan kata-
kosakata baku dan ka- kata kunci yang di-
limat efektif secara temukan dalam tiap
lisan, tulis, dan visual. paragraph bacaan,
siswa mampu me-
ringkas teks ekspla-
nasi pada media
cetak secara tepat.
3 IPS 3.2 Menganalisis bentuk 3.2.1 Mengamati
(Bentuk Interaksi bentuk interaksi ma- gambar /video/ teks
Manusia dengan nusia dengan ling- bacaan tentang
Lingkungan) kungan dan penga- interaksi sosial dan
ruhnya pembangunan hasil-hasil
sosial,budaya, dan pembangunan di
Mata Pelajaran
No Kompetensi Dasar Indikator
Tema 6

ekonomi masyarakat lingkungan ma-


Indonesia. syarakat, serta pe-
4.2 Menyajikan hasil ana- ngaruhnya terhadap
lisis tentang interaksi pembangunan sosial,
manusia dengan ling- budaya, dan ekonomi
kungan dan pengaruh- masyarakat
nya pembangunan so- 4.2.1 Menyajikan hasil
sial,budaya, dan eko- analisis tentang in-
nomi masyarakat In- teraksi manusia de-
donesia. ngan lingkungan
dan pengaruhnya
terhadap pembangu-
nan sosial, budaya
dan ekonomi ma-
syarakat Indonesia
4 PPKN 3.2 Memahami hak, ke- 3.2.1 Mengidentifikasi
(Hak, Kewajiban, wajiban dan tang- pelaksanaan kewa-
dan Tanggung gung jawab sebagai jiban dan hak se-
Jawab) warga dalam kehi- bagai warga masya-
dupan sehari-hari. rakat dalam kehi-
4.2 Menjelaskan hak, dupan sehari-hari
kewajiban, dan 3.2.2 Menjelaskan man-
sebagai wargama- faat keberagaman
syarakat dalam kehi- karakteristik indi-
dupan sehari-hari. vidu dalam kehi-
dupan sehari- hari
4.2.1 Menyajikan hasil
identifikasi pelaksa-
naan kewajiban dan
hak sebagai warga
masyarakat dalam
kehidupan sehari-
hari
5 SBDP 3.2 Memahami tangga 3.2.1 Mengidentifikasikan
(Tangga Nada) nada. alat musik seder-
4.2 Menyanyikan lagu- hana untuk mengi-
lagu dalam berbagai ringi lagu bertangga
tangga nada dengan nada mayor dan mi-
iringan musik nor
Mata Pelajaran
No Kompetensi Dasar Indikator
Tema 6

4.2.1 Memainkan alat


musik sederhana
untuk mengiringi
lagu bertangga nada
mayor dan minor

2.7.1.1 Teks Eksplanasi


Teks eksplanasi (teks penjelasan) merupakan teks yang menjelaskan tentang proses
terjadinya atau terbentuknya suatu fenomena alam atau sosial. Pada teks eksplanasi juga
sebuah peristiwa timbul karena ada peristiwa lain sebelumnya dan peristiwa tersebut
mengakibatkan peristiwa yang lain sesudahnya. Menuliskan kata-kata kunci dan membuat
ringkasan teks penjelasan tentang sesuatu yang terjadi di sekitar kita. Dalam kehidupan
sehari-hari banyak dijumpai teks eksplanasi berupa informasi pada berbagai media, baik
media cetak maupun media elektronik. Salah satu bentuk media cetak adalah buku, majalah,
dan koran. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1 Contoh Teks Eksplanasi

2.7.1.2 Suhu dan Kalor


Suhu adalah besaran yang meyatakan panas suatu benda. Suhu suatu benda
mununjukkan tingkat energi panas benda tersebut. Satuan suhu yang digunakan di Indonesia
adalah derajat celcius (°C). Alat untuk mengukur suhu disebut termometer. Sedangkan energi
panas merupakan salah satu energi yang dapat diterima dan dilepaskan oleh suatu benda.
Satuan panas dinyatakan dalam kalor dan diukur dengan kalormeter. Berikut adalah gambar
perpindahan panas.

Gambar 2.2 Sumber Energi Panas

2.7.1.3 Hubungan Manusia dengan Lingkungan Alam


Hubungan antara manusia dan lingkungan alam dapat dikelompokkan menjadi dua.
Pertama hubungan yang membuat manusia harus dapat menyesuaikan diri dengan alam.
Kedua adalah hubungan yang membuat manusia dapat memanfaatkan alam sekitarnya. Salah
satu cara manusia untuk menyesuaikan diri dengan alam, adalah dengan mempelajari
peristiwa alam yang ada di lingkungannya. Para petani harus menyesuaikan waktu tanam
dengan musim hujan agar tanamannya dapat tumbuh dengan baik. Para nelayan memilih
waktu untuk berlayar menyesuaikan dengan keadaan cuaca agar terhindar dari bencana dan
memperoleh tangkapan ikan yang banyak.
Manusia juga harus dapat memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan menggunakan iImu pengetahuan dan teknologi. Contohnya, untuk menanggulangi
akibat kemarau panjang yang menyebabkan menurunnya hasil pertanian, manusia mencoba
membuat hujan buatan. Pembuatan hujan buatan ini, tentu dengan menggunakan pengetahuan
dan teknologi.
Gambar 2.3 Hubungan Manusia dan Alam

2.7.1.4 Tangga Nada


Pada muatan pelajaran SBDP membahas materi tentang tangga nada pentatonis dan
diantonis. Tangga nada adalah urutan nada yang disusun secara berurutan. tangga nada
diantonis adalah tangga nada yang mempunyai dua jarak nada. Tangga nada pentatonis
merupakan jenis tangga nada yang hanya memakia lima nada pokok. Melakukan humming
dengan cara menutup rapat mulut dan bersenandung. Bersenandung dimulai dari nada rendah
ke tinggi. Kemudian mengucapkan huruf vokal seperti a, i, u, e, o.

Gambar 2.4
Tangga Nada dan Alat
Musik

2.7.1.5 Hak, Kewajiban dan


Tanggung Jawab
Konvensi hak-hak,
merupakan
dokumen yang
dibuat oleh Persekutuan Bangsa-Bangsa (PPB) yang secara resmi memberikan hak-hak
kepada anak-anak sedunia. Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan untuk
menjamin haknya terpenuhi. Tanggung jawab warga negara Indonesia yakni memahami dan
mengamalka nilai-nilai dalam pancasila. Warga negara Indonesia juga bertanggung jawab
untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar tidak terpecah belah.

2.8 Penelitian yang Relevan


Penelitian tentang penggunaan model pembelajaran Pair Check pernah dilakukan oleh
Reny Widyaningrum pada tahun 2015 dengan judul “Penerapan Metode Pembelajaran Pair
Check Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Min Mergayu Bandung
Tulungagung”. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa dapat
dilihat dari proses belajar mengajar dan nilai tes akhir. Hasil evaluasi siklus I prosentase
ketuntasan belajarnya sebesar 71,42%, dan untuk siklus II sebesar 90,47%. Dari hasil eva-
luasi tersebut dapat diketahui bahwa ada peningkatan yang signifikan pada ketuntasan belajar
siswa dari siklus I ke siklus II, yaitu sebesar 19,05%. Sedangkan untuk hasil rata-rata nilai
siswa pada siklus I sebesar 74,04 dan pada siklus II sebesar 92,14. Jadi, rata-rata nilai siswa
mengalami peningkatan sebesar 18,1. Dengan demikian dapat disimpulkan metode
pembelajaran Pair Check mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
Pada penelitian yang dilakukan Reny di atas menggunakan metode penelitian PTK,
perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Reny dan peneliti yang akan lakukan: dalam
penelitian Reny hanya untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika,
sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah meningkatkan hasil belajar pada satu
subtema yaitu subtema 1 Suhu dan Kalor, dan 5 muatan pelajaran yang meliputi Bahasa
Indonesia, IPA, IPS, SBDP dan PPKN.
Penelitian kedua yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan
oleh Ni Wayan Febri Yuliariska dengan judul Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Pair Check dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV semester genap Sekolah
Dasar Negeri 2 Manggissari tahun pelajaran 2015/2016. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang
diproleh siswa pada siklus I bahwa nilai hasil belajar IPA lebih baik dari pada nilai hasil
belajar sebelum diadakan penelitian dan hasil belajar setelah diadakan penelitian yaitu
disiklus I, rata-rata hasil belajar siswa yang masih mencapai 74.1 yang berada pada kategori
tinggi dan ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal adalah 74.1%. Namun setelah
dilanjutkan ke siklus II dengan melakukan perbaikan pembelajaran dan pemecahan masalah
dari refleksi siklus I, maka rata-rata hasil belajar siswa meningkat sebanyak 9.8 menjadi 83.9
yang berada pada kategori baik dan ketuntasan hasil belajar IPA siswa secara klasikal
meningkat sebanyak 9.8% menjadi 86%. Peningkatan dari siklus I ke siklus II telah dapat
memenuhi kriteria keberhasilan pelaksanaan penelitian ini.
Pada penelitian yang dilakukan Ni Wayan Febri Yuliariska di atas menggunakan
metode penelitian PTK, adapun perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan Febri
Yuliariska dan peneliti yang akan lakukan: dalam penelitian Ni Wayan Febri Yuliariska kelas
yang digunakan adalah kelas IV sedangkan subjek yang peneliti gunakan kelas V, selain itu
hanya penelitian yang dilakukan Ni Wayan Febri Yuliariska hanya untuk meningkatkan hasil
belajar pada mata pelajaran IPA, sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah
meningkatkan hasil belajar pada satu subtema yaitu subtema 1 Suhu dan Kalor, dan 5 muatan
pelajaran yang meliputi Bahasa Indonesia, IPA, IPS, SBDP dan PPKN.

2.9 Kerangka Berpikir


Penerapan model Pair Check bertujuan agar peserta didik memahami pembelajaran
pada subtema Suhu dan Kalor. Pelaksanaan melalui langkah-langkah sesuai dengan model
Pair Check yang dapat meningkakan hasil belajar dan keaktifan peserta didik dengan
maksimal. Dengan menggunakan model pembelajaran Pair Check ini peserta didik dapat
berperan aktif dalam proses pembelajaran untuk menyelesaikan soal yang diberikan.
Langkah Pertama yang dilakukan model Pair Check adalah peneliti melakukan
apersepsi mengajukan pertanyaan terkait subtema suhu dan kalor. Peneliti menyampaikan
tujuan pembelajaran sesuai dengan materi yang akan di ajarkan pada subtema suhu dan kalor.
Selanjutnya peneliti menyampaikan materi. Kegiatan dilanjutkan dengan peneliti meminta
peserta didik berkumpul menjadi beberapa tim. Setiap tim terdiri dari 4 orang. Setelah itu
peneliti membagi lagi setiap tim menjadi 2 pasangan yakni satu partner dan satu pelatih.
Peserta didik berkumpul dengan timnya yang berjumlah 4 orang. Selanjutnya peserta didik
berpasangan dengan pasangannya. Peneliti membagikan peran partner dan pelatih. Setelah
partner selesai menjawab soal. Maka akan ada kegiatan bertukar peran. Partner menjadi
pelatih dan pelatih menjadi partner. Kegiatan tersebut diulang hingga seluruh pertanyaan
yang diberikan pelatih terjawab. Setelah seluruh soal terjawab peneliti memberikan
konfirmasi jawaban.
Model yang peneliti gunakan yaitu model pembelajaran pair check. Model
pembelajaran ini dapat melatih rasa sosial peserta didik, kerja sama, kemampuan memberi
penilaian. Dengan model pembelajaran pair check ini memungkinkan bagi peserta didik
untuk bertukar pendapat dan saling memberikan saran (Herdian dikutip Shoimin, 2017:119).
Dengan menggunakan model pembelajaran Pair Check ini peserta didik dapat berperan aktif
dalam proses pembelajaran serta melatih komunikasi dan kerjasama antar peserta didik. Hal
tersebut dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Kegiatan dalam model Pair Check yang telah dilakukan dapat mencapai tujuan
pembelajaran dengan baik. Ketika peserta didik sudah aktif dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran dikelas berdampak juga dalam peningkatkan hasil belajar dan keaktifan peserta
didik. Melalui pembelajaran yang tepat yang dilakukan oleh peneliti dapat memberikan
dorongan untuk konsentrasi dalam pembelajaran dan berpikir kreaktif. Sehingga dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang telah tentukan. Kerangka Pikir model Pair Check
dapat disajikan melalui bagan berikut ini.
Pembelajaran menggunakan
Guru sebagai fasilitator
model Pair Check

Peserta didik dapat


berfikir kreatif dalam Peserta didik lebih memperhatikan
mengelola informasi penjelasan tentang materi yang diberikan
dalam kegiatan
pembelajaran

Peserta didik Peserta didik


menjadi termotivasi lebih antusias
Peserta didik aktif
dalam mengikuti
pembelajaran
Dapat meningkatkan hasil belajar
dan keaktifan peserta didik pada
subtema Suhu dan Kalor

Gambar 2.5 Bagan Kerangka Pikir Model Pembelajaran Pair Check


BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
(PTK). Menurut Mulyasa (2011: 11) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK)
merupakan suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan
memberikan sebuah tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan. Tindakan tersebut
dilakukan oleh guru, maupun yang dilakukan oleh guru bersama-sama dengan peserta didik,
atau oleh peserta didik di bawah bimbingan dan arahan guru, dengan maksud untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Arikunto dkk berpendapat (2014:58)
penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian tindakan (action research) yang dilakukan
dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya. Sedangkan menurut
Kunandar (2011:45) PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan mem-
perbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas. Sehinga dapat di simpulkan bahwa penelitian
tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang fokus untuk memecahkan permasalahan nyata
yang terjadi di kelas dan meningkatkan kegiatan nyata guru dalam kegiatan pengembangan
profesinya.

3.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di kelas V D SD Negeri 132 Palembang yang terletak di Jl.
Kebun Bunga, RT/ RW 37/5, Kel. Kebun Bunga, Kec. Sukarami, Palembang

3.3 Subjek Penelitian


Subjek dalam penelitian ini peserta didik kelas V E SD Negeri 132 Palembang dengan
jumlah 37 orang peserta didik yang terdiri dari 22 orang perempuan dan 15 orang laki-laki.

3.4 Waktu Penelitian


Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2018/2019

3.5 Prosedur Penelitian


Prosedur yang ditetapkan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah berbentuk siklus.
Banyaknya siklus tergantung pada tingkat keberhasilan dan pencapaian yang diharapkan
dalam pembelajaran. Prosedur penelitian tindakan kelas terdiri dari beberapa tahapan yaitu
perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).
Berikut model dan penjelasan dari masing-masing tahapan :

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan

Gambar 3.6 Bagan Tahapan-tahapan Pelaksanaan TPK


(Arikunto dkk 2014: 16)

3.5.1 Perencanaan
Penelitian ini dilakukan secara bersiklus, setiap 1 siklus terdiri dari 2 kali pertemuan.
Pada pertemuan kedua dilakukan tes untuk tiap siklusnya.
Adapun rancangan penelitiannya sebagai berikut.
(1) Menganalisis Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator.
(2) Menyusun Rencana Pelaksaaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan langkah-
langkah sesuai dengan model pembelajaran Pair Check.
(3) Membuat Lembar Kerja Peserta Didik dengan soal-soal materi simetri bangun datar.
(4) Menyiapkan lembar pengamatan untuk melihat keaktifan dan aktivitas peserta didik
selama proses pembelajaran.
(5) Membuat evaluasi diakhir pertemuan berupa tes untuk mengetahui hasil belajar
peserta didik pada subtema 1 Suhu dan Kalor menggunakan model Pair Check.

3.5.2 Pelaksanaan
Peneliti membuat rencana tindakan yang akan dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut.
(1) Kegiatan Awal
(a) Peneliti menyampaikan apersepsi dengan melakukan tanya jawab.
(b) Peneliti memberikan penjelasan mengenai tema dan tujuan pembelajaran.
(2) Kegiatan Inti
(a) Peneliti memberi pertanyaan umum mengenai materi yang akan dipelajari.
(b) Peserta didik menjawab pertanyaan peneliti.
(c) Selanjutnya peneliti meminta peserta didik berkumpul menjadi beberapa tim. Setiap
tim terdiri dari 4 orang. Setelah itu peneliti membagi lagi setiap tim menjadi 2
pasangan yakni satu partner dan satu pelatih.
(d) Peserta didik berkumpul dengan timnya yang berjumlah 4 orang. Selanjutnya peserta
didik berpasangan dengan pasangannya.
(e) Peneliti membagikan peran partner dan pelatih. Setelah partner selesai menjawab
soal. Maka akan ada kegiatan bertukar peran. Partner menjadi pelatih dan pelatih
menjadi partner.
(f) Peserta didik menempatkan diri sebagai partner dan pelatih.
(g) Peneliti membagikan soal kepada peserta didik. Setiap peserta didik mendapat 2 soal
berbeda, soal telah disiapkan peneliti.
(h) Peserta didik menerima soal yang dibagikan peneliti.
(i) Peneliti memberi instruksi peserta didik untuk melakukan kegiatan tanya jawab
dengan pasangannya untuk menyelesaikan soal yang dibagikan peneliti.
(j) Peserta didik memulai kegiatan tanya jawab untuk menyelesaikan soal yang
diberikan peneliti.
(k) Peneliti meminta peserta didik yang bertugas menjadi pelatih mengecek jawaban
partner. Peserta didik yang bertugas menjadi patner apabila menjawab satu soal
dengan benar, berhak mendapat satu kupon yang berbentuk bintang dari pelatih.
(l) Peserta didik yang bertugas menjadi partner menjawab soal. Peserta didik yang
bertugas menjadi pelatih mengecek jawaban. Jika jawaban partner benar pelatih
memberikan satu kupon yang berbentuk bintang.
(m) Peneliti meminta pelatih dan partner saling bertukar peran. Peserta didik yang
awalnya menjadi partner menjadi pelatih dan sebaliknya.
(n) Peserta didik bertukar peran. Peserta didik yang awalnya bertugas menjadi partner
menjadi pelatih dan sebaliknya.
(o) Peneliti meminta peserta didik yang bertugas menjadi pelatih mengecek jawaban
partner. Peserta didik yang bertugas menjadi patner apabila menjawab satu soal
dengan benar, berhak mendapat satu kupon yang berbentuk bintang dari peneliti.
(p) Peserta didik yang bertugas menjadi partner menjawab soal. Peserta didik yang
bertugas menjadi pelatih mengecek jawaban partner. Jika jawaban partner benar
pelatih memberikan satu kupon yang berbentuk bintang.
(q) Peneliti meminta pasangan kembali ke tim awal dan mencocokan jawaban satu sama
lain.
(r) Pasangan kembali ke tim awal yang berjumlah 4 orang dan mencocokan jawaban
satu sama lain.
(s) Peneliti memberikan konfirmasi jawaban dari berbagai soal.
(t) Peserta didik memperhatikan konfirmasi jawaban soal dari peneliti.
(u) Peneliti meminta setiap tim mengecek jawabannya
(v) Setiap tim mengecek jawabannya
(w) Peneliti memberi reward yang berupa stiker kepada tim yang paling banyak
mendapat kupon.
(3) Kegiatan Penutup
(a) Peserta didik dibimbing peneliti untuk mengingat kembali materi yang telah
dipelajari.
(b) Peneliti memberikan evaluasi.
(c) Peneliti melakukan refleksi disertai dengan tindak lanjut baik berupa tugas kepada
peserta didik maupun penyampaian kegiatan pada pembelajaran selanjutnya.

3.5.3 Observasi (Pengamatan)


Observasi pada penelitian ini dilakukan oleh peneliti dan peneliti. Tahapan ini
dilakukan untuk mengetahui sampai dimana hasil belajar, kesungguhan, ketertarika dan
keaktifan yang dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilakukan dengan
menggunakan model pembelajaran Pair Check. Tujuan dari observasi ini adalah untuk acuan
kegiatan selanjutnya.

3.5.4 Refleksi
Refleksi dilakukan setelah tindakan, untuk mengevaluasi hasil belajar dan hasil
pengamatan serta menganalisa hasil belajar dan hasil pengamatan. Peneliti menganalisis
semua informasi yang didapat pada siklus melalui hasil pengamatan dan tes siklus yang telah
dilakukan. Setalah data dianalisis, selanjutnya ditarik kesimpulan tentang keberhasilan atau
kegagalan pada siklus 1. Apabila hasil analisis menunjukkan belum tuntas maka dilanjutkan
pada siklus selanjutnya.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


3.6.1 Teknik Tes
Tes sebagai instrumen sangat lazim digunakan dalam PTK. Hal ini disebabkan dalam
PTK pada umumnya salah satu yang diukur adalah hasil belajar dengan menggunakan
instrumen tes (Kunandar, 2012: 186). Tes merupakan suatu alat atau prosedur yang
digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-
aturan yang sudah ditentukan (Arikunto, 2012: 67).
Tes dalam penelitian ini dilaksanakan untuk mengukur dan mengetahui hasil belajar
pada peserta didik kelas V SD Negeri 132 Palembang. Tes ini dilakukan pada akhir
pertemuan di setiap siklus yang dilakukan oleh peneliti. Dalam hal ini, peneliti menggunakan
tes tertulis berupa pilihan ganda sebanyak 20 soal untuk 5 muatan pelajaran yaitu IPA,
Bahasa Indonesia, PPKn, SBDP, dan IPS yang terdapat pada subtema Suhu dan kalor.

3.6.2 Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan terhadap objek
(benda, peristiwa) diikuti dengan pencatatan secara cermat (Sani dan Sudiran, 2016: 68).
Pada penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan kepada aktivitas
peserta didik selama kegiatan belajar mengajar berlangsung menggunakan model
pembelajaran Pair Check. Lembar penilaian observasi peserta didik dapat dilihat pada tabel
3.1 berikut ini.

Tabel 3.2 Lembar Penilaian Observasi Keaktifan Peserta Didik


Skor Tiap
Inisisal Peserta Kriteria Jumlah Nilai Kategori
No
Didik Skor Akhir Keaktifan
1 2 3 4 5
1
2
3
dst
Jumlah
Rata-rata
Berikut ini adalah indikator untuk menilai observasi keaktifan peserta didik selama
kegiatan belajar mengajar berlangsung menggunakan model pembelajaran Pair Check.
Lembar observasi keaktifan peserta didik dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.3 Lembar Observasi Keaktifan Peserta Didik


NO ASPEK DESKRIPTOR INDIKATOR SKOR KRITERIA
1. Peserta A. Peserta didik Jika uncul 3 4 Sangat
didik dalam berani menge- deskriptor baik
proses mukakan penda-
pembelajara patnya Jika muncul 2 3 Baik
n deskriptor
B. Peserta didik
berani bertanya Jika muncul 1 2 Cukup
bila mengalami deskriptor
kesulitan Jika semua 1 Kurang
C. Peserta didik deskriptor
aktif menjawab tidak muncul
pertanyaan yang
diajukan pene-
liti
2. Peserta didik A. Peserta didik Jika uncul 3 4 Sangat
berperan se- aktif bertanya deskriptor baik
bagai part- B. Peserta didik Jika muncul 2 3 Baik
ner tidak malu saat deskriptor
meminta ban-
tuan Jika muncul 1 2 Cukup
deskriptor
C. Peserta didik
menjawab soal Jika semua 1 Kurang
dalam kelom- deskriptor
pok dengan tidak muncul
sungguh-sung-
guh
3. Peserta didik A. Peserta didik Jika uncul 3 4 Sangat
berperan se- dapat membe- deskriptor baik
bagai pela- rikan petunjuk Jika muncul 2 3 Baik
tih kepada part- deskriptor
nernya
B. Peserta didik Jika muncul 1 2 Cukup
memberikan deskriptor
bantuan kepada Jika semua 1 Kurang
pasangan part- deskriptor
nernya tidak muncul
C. Peserta didik
membimbing
NO ASPEK DESKRIPTOR INDIKATOR SKOR KRITERIA

partner dalam
4. Peserta didik A. Peserta didik Jika uncul 3 4 Sangat
aktif dalam mendengarkan deskriptor baik
proses pem- konfirmasi dari
belajaran peneliti Jika muncul 2 3 Baik
deskriptor
B. Peserta didik
mengerjakan Jika muncul 1 2 Cukup
soal dengan deskriptor
serius
Jika semua 1 Kurang
C. Peserta didik deskriptor
mengerja-kan tidak muncul
soal sesuai wak-
tu yang di
sediakan
5.. Keadaan A. Peserta didik Jika uncul 3 4 Sangat
peserta didik memperhatikan deskriptor baik
dengan ling- penjelasan yang
diberikan Jika muncul 2 3 Baik
kungan deskriptor
belajar B. Peserta didik
mampu mengi- Jika muncul 1 2 Cukup
kuti pelajaran deskriptor
dengan baik
C. Peserta didik Jika semua 1 Kurang
belajar dengan deskriptor
kondusif tidak muncul

Petunjuk: sekor maksimal 20


Keterangan:
(1) Peserta didik dalam proses pembelajaran
(a) Jika 3 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 4
(b) Jika 2 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 3
(c) Jika 3 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 2
(d) Jika indikator tidak muncul maka peserta didik mendapatkan skor 1
(2) Peserta didik berperan sebagai partner
(a) Jika 3 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 4
(b) Jika 2 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 3
(c) Jika 3 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 2
(d) Jika indikator tidak muncul maka peserta didik mendapatkan skor 1
(3) Peserta didik berperan sebagai pelatih
(a) Jika 3 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 4
(b) Jika 2 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 3
(c) Jika 3 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 2
(d) Jika indikator tidak muncul maka peserta didik mendapatkan skor 1
(4) Peserta didik aktif dalam proses pembelajaran
(a) Jika 3 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 4
(b) Jika 2 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 3
(c) Jika 3 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 2
(d) Jika indikator tidak muncul maka peserta didik mendapatkan skor 1
(5) Keadaan peserta didik dengan lingkungan belajar
(a) Jika 3 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 4
(b) Jika 2 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 3
(c) Jika 3 indikator muncul maka peserta didik mendapatkan skor 2
(d) Jika indikator tidak muncul maka peserta didik mendapatkan skor 1

Dari hasil perhitungan keaktifan peserta didik maka diperoleh rumus untuk menghitung
keaktifan peserta didik dengan rumus.
Jumlah Perolehan
Nilai Akhir = ( ) x 100
Jumlah Maksimal
Katergori penilaian keaktifan peserta didik berdasarkan kriteria dapat dilihat pada tabel
3.3 sebagai berikut.

Tabel 3.4 Keaktifan peserta didik dalam pembelajaran


Tingkat keaktifan peserta didik (%) Arti / Kategori
> 80 Sangat Aktif
60-79 Aktif
40-59 Cukup Aktif
20-39 Kurang Aktif
< 20 Tidak Aktif
(Modifikasi Kunandar 2015: 141)
Dalam penelitian ini observasi hanya digunakan untuk keaktifan peserta didik dalam
proses pembelajaran pada setiap siklus.

3.7 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau persentase
ketuntasan peserta didik setelah proses belajar mengajar berlangsung pada tiap siklusnya.
Analisis ini dihitung menggunakan statistik sederhana berikut.

3.7.1 Penilaian Tes


Penilaian tes pada penelitian ini dilakukan dengan menjumlahkan nilai yang diperoleh
peserta didik, selanjutnya dibagi dengan jumlah peserta didik kelas tersebut sehingga
diperoleh nilai rata-rata. Nilai rata-rata ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan:
X = nilai rata-rata
∑ X = jumlah semua nilai peserta didik
∑ N = jumlah peserta didik

Tabel 3.5 Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Tema 6 Panas dan Perpindahannya
Subtema 1 Suhu dan Kalor
No. Nilai Peserta Didik Keterangan
1 ≥ 70 Tuntas
2 < 70 Tidak Tuntas

(sesuai dengan KKM Tema 6 Panas dan Perpindahannya Subtema 1 Suhu dan Kalor SD
N 132 Palembang)

3.7.2 Penilaian Ketuntasan Belajar


Setelah diketahui nilai-rata-rata peserta didik dalam satu kelas, analisis data ini juga
menghitung banyaknya peserta didik yang telah mencapai KKM. Untuk menghitung
persentase jumlah peserta didik yang telah mencapai KKM dapat menggunakan rumus seperti
yang dikemukakan Aqib, dkk (2008: 41) sebagai berikut.

p= x 100%
Keterangan:
P = Persentase ketuntasan belajar
∑ Peserta didik yang tuntas belajar = Jumlah peserta didik yang tuntas belajar

∑ Peserta didik = Jumlah peserta didik dikelas

Tabel 3.6 Kriteria Keberhasilan Belajar Peserta Didik dalam %


Tingkat Keberhasilan dalam Persen Kategori
≥ 80 Sangat Tinggi
60 – 79 Tinggi
40 – 59 Sedang
20 – 39 Rendah
< 20 Sangat rendah
(Aqib, dkk 2011: 41)

3.7.3 Penilaian Hasil Observasi


Untuk menentukan keaktifan peserta didik dalam observasi maka ditentukan dengan
rumus sebagai berikut.

Skor aktivitas peserta didik= x 100%

Setelah mendapat hasil penghitungan keaktifan masing-masing peserta didik, langkah


selanjutnya adalah menghitung keaktifan peserta didik secara keseluruhan. Penghitungan ini
dilakukan dengan menghitung persentase keaktifan peserta didik dikelas. Untuk menghitung
persentase rata-rata keaktifan peserta didik di kelas dilakukan dengan menggunakan rumus

Rata-rata keaktifan peserta didik=( : N) 100%

Keterangan:
Nm = Jumlah seluruh aspek yang dicek
N = Jumlah peserta didik

Tabel 3.7 Tingkat Aktivitas Peserta Didik dalam Persen


Tingkat Keaktifan Peserta Didik dalam Persen Kategori
81 – 100 Sangat Aktif
61 – 80 Aktif
41 – 60 Cukup Aktif
21 – 40 Kurang Aktif
≤ 20 Tidak Aktif
(Modivikasi Kunandar, 2015: 141)

3.8 Indikator Keberhasilan


Kriteria yang dapat digunakan untuk menyimpulkan penelitian ini dikatakan berhasil
apabila hasil belajar peserta didik Subtema 1 Suhu dan Kalor kelas V SD Negeri 132
Palembang memenuhi Keriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70 berdasarkan hasil tes
pada setiap siklus. Suatu siklus dinyatakan berhasil apabila nilai ≥80% dari jumlah peserta
didik memenuhi Keriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Jika aktivitas belajar peserta didik ≥80% maka penelitian ini juga dianggap berhasil.
Namun apabila indikator keberhasilan belum tercukupi maka perlu dilaksanakan siklus
selanjutnya. Aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran meningkatkan.

Anda mungkin juga menyukai