Anda di halaman 1dari 23

A.

Pentingnya Pemilihan Metode Pembelajaran bagi Pelaksanaan


Pembelajaran di Kelas.
Trend pendidikan modern memusatkan kegiatan belajar pada
aktifitas peserta didik. Guru tidak lagi mendominasi pelaksanaan
pembelajaran di kelas. Paradigma pembelajaran yang demikian memiliki
tujuan yang positif bagi pembangunan kualitas sumber daya manusia sebagai
aset pembangunan bangsa dan negara. Student center sebagai salah satu
pendekatan pembelajaran dirasakan lebih efektif dalam mencapai tujuan
pembelajaran sekaligus dalam membangun kecerdasan peserta didik yang
meliputi tiga ranah penting. Wajah pendidikan di masa lalu selalu terfokus
pada pembentukan kecerdasan pada ranah kognitif, sedangkan kecerdasan
pada ranah afektif dan psikomotor sering kali diabaikan. Pendidikan di masa
lalu kurang memberikan tempat dan pengakuan bagi pengembangan multi
intelegency yang tidak hanya meliputi ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif
dan psikomotor peserta didik. Pembelajaran yang hanya berkonsentrasi pada
pembangunan kognitif ternyata kurang berhasil menciptakan sumber daya
manusia yang dibutuhkan kompetitif.
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center),
faktanya justru kurang memberikan ruang bagi perkembangan peserta didik
agar memiliki kecerdasan di tiga ranah penting tersebut. Agar dapat meraih
keberhasilan dalam hidup, seseorang tidak cukup berbekal kecerdasan
kognitif saja. Pembentukan kapasitas dan kualitas seseorang yang diperoleh
di bangku sekolah harus dilakukan dengan cara membangun ketiga ranah
tersebut secara bersamaan. Pendekatan pembelajaran yang berbasis student
center akan lebih aplikatif jika dituangkan dalam bentuk metode-metode
pembelajaran. Berbagai inovasi pembelajaran marak disosialisasikan oleh
para pakar pendidikan. Kalangan pendidik pun tidak mau kalah dalam
berinovasi menemukan dan mengembangkan berbagai metode pembelajaran.
Komitmen positif para pemerhati pendidikan tersebut, bukan tanpa
alasan. Berbagai problematika yang mewarnai pelaksanaan pembelajaran
dipandang sebagai suatu hambatan dalam langkah nyata untuk
mengembangkan kecerdasan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Metode pembelajaran memiliki arti penting dalam mengatasi permasalahan-
permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pembelajaran. Berikut ini
adalah alasan pentingnya menentukan metode pembelajaran bagi pelaksanaan
pembelajaran di kelas, yakni:
1. Metode sebagai strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R
David, Wina Senjaya (2008: 42) menyebutkan bahwa dalam strategi
pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi
pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan
yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.
Perbedaan daya serap peserta didik terhadap pelajaran,
memerlukan staregi pembelajaran yang tepat. Dalam satu kelas
kemampuan peserta didik untuk menyerap pelajaran berbeda-beda,
demikian pula gaya belajarnya. Sebagian peserta didik mungkin condong
pada kemampuan menangkap pelajaran berdasarkan audiotori, visual,
maupun audio – visual. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan
mampu mengatasi perbedaan daya serap tersebut.
2. Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan
pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat
dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi
tertentu. Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran
adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai
oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran.
Metode pembelajaran merupakan alat yang dipakai untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan metode pembelajaran yang
tepat akan menjadikan kegiatan belajar dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran
dapat diukur dari perubahan perilaku peserta didik setelah proses
pembelajaran usai. Dinyatakan sebagai perubahan perilaku, karena
perubahan yang terjadi tidak hanya pada tataran pengetahuan peserta
didik, tetapi meliputi sikap dan cara pandang peserta didik terhadap
realitas disekitarnya.
Pemilihan suatu metode pembelajaran secara individu, maupun
kombinasi antara beberapa metode pembelajaran sebagai alat untuk
mencapai tujuan pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi-kondisi
yang mempengaruhi pembelajaran. Tujuan pembelajaran dikatakan
tercapai manakala terjadi perubahan perilaku peserta didik, dan perubahan
perilaku tersebut cenderung bertahan lama.
3. Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik.
Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik maksudnya, metode
berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan
minat belajar seseorang. Penggunaan metode yang tepat dan bervariasi
akan dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan
pembelajaran. Pembelajaran konvensional yang tidak banyak
menggunakan metode yang bervariasi dan kurang membuat siswa aktif,
akan menimbulkan kebosanan. Siswa akan menjadi pasif, tidak
bersemangat, dan antusiame rendah saat mengikuti pelajaran di kelas.
Pemilihan metode belajar yang inovatif dan memberikan ruang
yang luas bagi aktualisasi diri siswa akan memunculkan ‘kegembiraan
belajar’. Kegembiraan belajar merupakan atmosfer yang perlu diciptakan
oleh guru melalui penggunaan metode pembelajaran yang menantang,
interaktif, menarik minat, serta mampu memenangkan perhatian siswa.
Pemilihan metode pembelajaran harus mampu melibatkan setiap siswa di
kelas untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan porsi
dan peranan yang beragam. Dengan demikian, tidak ada seorang pun
peserta didik yang tidak terlibat dalam proses berpikir, memahami, dan
melakukan kegiatan belajar secara keseluruhan. Penggunaan metode
belajar yang tepat, akan mampu meminimalisir adanya alasan siswa tidak
memiliki kesempatan berpartisipasi, alokasi waktu yang kurang, terlalu
banyaknya jumlah peserta didik dalam satu kelas, dan berbagai alasan
yang menyebabkan siswa merasa bosan dan enggan secara intens
melibatkan diri dalam pembelajaran siswa aktif.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Pembelajaran.


Melaksanakan suatu pembelajaran harus diawali dengan kegiatan
perencanaan pembelajaran. Perencanaan memiliki fungsi penting agar
pembelajaran menjadi lebih terarah. Dalam membuat perencanaan
pembelajaran, banyak aspek yang harus dipertimbangkan oleh guru. Oleh
karenanya agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan
dapat meraih tujuan yang diharapkan, maka dalam menyusun learning design
perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode
pembelajaran. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan metode pembelajaran, antara lain:
1. Faktor peserta didik.
a. Perbedaan jenjang pendidikan.
Pemilihan suatu metode pembelajaran, harus menyesuaikan
tingkatan jenjang pendidikan siswa. Pertimbangan yang menekankan
pada perbedaan jenjang pendidikan ini adalah pada kemampuan
peserta didik, apakah sudah mampu untuk berpikir abstrak atau belum.
Penerapan suatu metode yang sederhana dan yang kompleks tentu
sangat berbeda, dan keduanya berkaitan dengan tingkatan kemampuan
berpikir dan berperilaku peserta didik pada setiap jenjangnya.
Sebagai contoh, pemilihan metode pembelajaran untuk anak
kelas satu SD biasanya dengan metode belajar yang sederhana dan
menyenangkan, karena tingkatan berpikirnya masih kongkret.
Misalnya saat membahas mengenai ‘saling berbagi’, guru harus
menunjukkan dan mengajak peserta didiknya untuk saling berbagi,
dengan cara membagi makanan maupun saling berbagi mainan
dengan cara mempraktekannya. Berbeda pada metode pembelajaran
yang diterapkan pada anak pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
misalnya SMP dan SMA. Saat membahas mengenai ‘saling berbagi’
cukup dengan melakukan diskusi, karena pada tahap ini mereka sudah
memiliki kemampuan berpikir abstrak dan analitis.
Semakin tinggi tingkatan berpikirnya, maka pemilihan
metode pembelajaran yang diterapkan dapat semakin kompleks. Ini
berkaitan dengan pemahaman siswa, pengetahuan dan pengalaman
yang telah dimiliki sebelumnya, serta kebutuhan akan aktualisasi diri
yang bersifat lebih kompleks. Kebutuhan akan aktualisasi diri yang
lebih kompleks menunjuk pada motif peserta didik dalam tingkatan
partisipasi pembelajaran yang dilakukan.
Pada usia anak-anak, aktualisai diri biasanya didasari karena:
(1) pujian; (2) perasaan malu karena teman yang lain aktif, sehingga ia
terdorong untuk turut aktif; (3) perasaan segan maupun takut pada
guru; (4) karena memang siswa mampu; (5) perasaan senang terhadap
guru maupun mata pelajaran tertentu; (6) keinginan untuk
mendapatkan nilai lebih sebagai hasil pencapaian belajar. Berbeda
dengan motivasi aktualisasi diri pada peserta didik yang tergolong
usia remaja dan dewasa, aktualisasi diri selain dimotivasi hal-hal
diatas bisa didorong oleh alasan yang bersifat lebih kompleks, seperti:
(1) keinginan untuk maju dan meningkatkan kualitas diri; (2)
idealisme; (3) sosialisasi ide atau gagasan sebagai hasil pemikiran;
serta (4) keinginan untuk mendapatkan respons dari warga belajar atas
partisipasinya.
b. Latar belakang peserta didik.
Latar belakang peserta didik dapat ditelusur dari keluarga,
pola didik, pola asuh, kondisi-kondisi tertentu (ekonomi, sosial,
budaya, anak berkebutuhan khusus, dan lain sebagainya). Prakarsa
belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh individual culture yang
besangkutan. Individual culture terbentuk dari pola asuh dan pola
didik seseorang dalam lingkungan keluarganya yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor perkembangan individu. Meskipun tidak signifikan,
atau pengaruhnya kecil sebagai pertimbangan dalam pemilihan
metode pembelajaran, namun untuk kondisi-kondisi khusus, latar
belakang peserta didik perlu mendapat perhatian yang besar. Contoh,
pemilihan metode pembelajaran bagi anak-anak sekolah luar biasa
harus memberikan perlakuan khusus, sehingga metode pembelajaran
yang digunakan akan mampu mencapai tujuan yang diharapkan.
c. Tingkat intelektualitas.
Pada bagian ini yang dimaksud dengan tingkat intelektualitas,
mencakup gaya belajar dan daya serap peserta didik dalam mengolah
informasi dan menyerap substansi pembelajaran yang dilakukan. Gaya
belajar yakni, melalui apa siswa mampu menangkap dan memahami
pembelajaran. Kategorinya antara lain gaya belajar audiotori, visual,
atau audio – visual. Daya serap, adalah seberapa cepat dan seberapa
besar kemampuan siswa dalam menyerap informasi, dan proses
pembelajaran secara keseluruhan. Apakah siswa termasuk cepat,
lambat, atau tengah – tengah, dalam menyerap pembelajaran.
Dalam satu kelas tidak menutup kemungkinan terdapat
rentang yang terlalu lebar terkait gaya belajar dan daya serap peserta
didik. Rentang yang terlalu lebar tersebut akan menimbulkan suatu
‘gap’ dalam pelaksanaan pembelajaran. Sebagian siswa mungkin
terlalu cepat menangkap informasi namun sebagian yang lain justru
sulit dan lamban dalam menangkap informasi. Oleh karenanya,
pemilihan metode belajar yang mampu mengatasi ‘gap’ dan
menyatukan perbedaan dengan bentangan yang luas menjadi suatu
keharusan bagi guru, dalam menentukan metode pembelajaran yang
efektif dan efisien.
2. Faktor dinamika kelas.
a. Jumlah peserta didik.
Jumlah peserta didik dalam satu kelas perlu menjadi
pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran yang tepat.
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan aturan baku mengenai
standar jumlah peserta didik dalam satu kelas, namun kenyataannya
aturan tersebut masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Kekurangan jumlah peserta didik dalam satu kelas
disebabkan karena minat dan berbagai alasan lain, sehingga terjadi
kekurangan siswa. Lain halnya dengan kelas yang jumlah siswanya
justru over capasity. Masih banyak sekolah-sekolah yang menerima
murid dalam jumlah yang besar namun tidak memiliki kapasitas ruang
yang memadai, sehingga dalam satu ruangan kelas dipenuhi oleh
jumlah siswa yang melebihi dari 32 orang.
Hal ini berpengaruh pada efektifitas pembelajaran. Dalam
kelas yang jumlah peserta didiknya melampau batas, guru akan
kewalahan mengampu pembelajaran. Pencapaian tujuan belajar akan
menjadi lebih sulit karena ketidakseimbangan antara porsi maksimal
perhatian dan penanganan yang dapat diberikan guru, dengan kondisi
besarnya jumlah siswa yang akan menimbulkan berbagai keruwetan.
Kelas yang over capasity, cenderung sulit diatur, gaduh, peserta didik
sulit untuk memfokuskan perhatian secara konsisten terhadap
pelaksanaan pembelajaran dan berbagai masalah lainnya.
Pemilihan metode yang tepat akan mampu menciptakan
suasana pembelajaran yang memberdayakan. Artinya, dengan
penggunaan metode tersebut setiap peserta didik tidak luput dari
perolehan peran dan porsi keterlibatan dalam pembelajaran. Sebagai
contoh, dalam kelas besar, berisi 43 siswa, tidak terdapat rombel
sehingga tidak ada team teaching. Kondisi ini mengharuskan guru
benar-benar dalam posisi sebagai ‘single fighter’ menghadapi sekian
banyak siswa yang berpotensi menimbulkan kegaduhan. Pada mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), materi pembelajaran
adalah mengenai empat sikap politik, yakni: (1) sikap politik radikal;
(2) sikap politik liberal; (3) sikap politik moderat; dan (4) sikap politik
status quo. Guru menggunakan metode pembelajaran individual job –
grouping in cluster yang ia kembangkan sendiri.
Aplikasi metode ini adalah dengan memberikan penjelasan
singkat pada peserta didik mengenai keempat sikap politik tersebut,
kemudian menugasi siswa secara individu untuk menuliskan dalam
kartu jawab mengenai  pengertian dan contoh kongkret sikap politik
radikal, liberal, moderat, dan status qou. Satu orang peserta didik
memperoleh satu sikap politik. Setelah waktu yang ditentukan, guru
mengelompokkan siswa dengan sikap politik sejenis dalam kelompok-
kelompok cluster dengan posisi tempat duduk memanjang dari depan
ke belakang. Diskusi mengenai sikap politik segera dilakukan. Secara
singkat dapat dijelaskan, pada metode ini siswa mengerjakan latihan
soal pada awalnya  kemudian dikelompokkan dalam tugas yang
sejenis, dengan kata lain individual learning dikembangkan menjadi
cooperatif learning.
Mengetahui seluk beluk kondisi kelas dan peserta didik tidak
hanya sebagai suatu keharusan bagi guru, tetapi harus dijadikan
sebagai prisip pelaksanaan pembelajaran yang mantap dan
profesional. Dengan demikian guru dapat mengatasi permasalahan
yang muncul dalam pembelajaran yang diampunya. Guru memiliki
kebebasan dalam mengembangkan ide-ide dan kreatifitasnya demi
kemajuan kualitas pembelajaran di kelasnya.
b. Karakter kelas.
Pemilihan metode pembelajaran harus memperhatikan
karakter kelas. Karakter kelas menyangkut sifat dan sikap peserta
didik dalam tataran umum untuk ruang lingkup kelas. Guru harus
memiliki ketajaman pandangan dan mampu menilai karakter yang
dimiliki oleh kelas-kelas yang diampunya. Setiap kelas memiliki
karakternya masing-masing. Salah satu keterampilan wajib seorang
guru adalah dalam hal penguasaan kelas. Penguasaan kelas bukan
diartikan guru dominan dan diktatoris, tapi guru sangat mengenali dan
memahami secara mendalam karakter kelas yang diampunya.
Mengenali dan memahami karakter kelas memerlukan cara
tersendiri. Cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui karakter kelas
adalah dari sikap yang paling dominan yang dimiliki kelas tersebut,
dimana sikap dominan tersebut merupakan sikap yang mencirikan
(membedakan) kelas tersebut dengan kelas lainnya. Ini berarti setiap
kelas memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Sikap dominan bisa ditelusur
dari indikasi-indikasi seperti yang tampak, antara lain:
1.) Seberapa kooperatifkah warga belajar.
Dalam menjalankan tugasnya, tidak jarang guru
mendapatkan reaksi penolakan dari peserta didik. Reaksi
penolakan tersebut biasanya ditunjukkan dengan sikap tidak
senang terhadap mata pelajaran atau tidak senang pada gurunya,
yang diperlihatkan pada saat pembelajaran berlangsung. Sikap
penolakan ini bisa berlangsung sementara atau bahkan akan terus
berlangsung, bilamana guru tidak segera berupaya melakukan
tindakan-tindakan untuk mengatasinya.
Kelas yang kooperatif adalah kelas yang mampu dan bisa
‘diajak’ bekerjasama. Hal ini tampak dari sebagian besar peserta
didik mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh, sehingga
suasana kelas cenderung kondusif, pembelajaran dapat berjalan
dengan sangat baik. Namun jika keadaan sebaliknya, seperti
kegaduhan yang melebihi batas, peserta didik malas dan enggan
menunjukkan partisipasi yang diharapakan dalam proses
pembelajaran, ini tandanya kelas tersebut perlu mendapatkan
pendekatan dari guru agar lebih kooperatif.
Menciptakan kelas yang kooperatif menjadi bagian
penting dari tugas guru. Tujuan pembelajaran dicapai tidak hanya
oleh dan untuk peserta didik saja, tetapi dicapai secara bersama-
sama antara guru dan peserta didik.
2.) Adakah kelompok dominan dalam kelas tersebut.
Seorang guru, pasti pernah menjadi murid. Saat menjadi
murid, guru pernah mengalami masa-masa di sekolah, dimana di
kelas selalu saja ada kelompok teman-teman sekelas yang
memiliki ‘power’ sehingga mendominasi kelas. Berbekal
pengalaman tersebut, guru harus memiliki kejelian dalam
memetakan kondisi siswanya secara individu, maupun secara
berkelompok. Mengidentifikasi keberadaan kelompok dominan
dalam kelas akan memudahkan guru memegang kendali kelas.
Tidak berlebihan manakala hukum ‘people sovereignity’
juga terjadi di ruang-ruang kelas di sekolah. Kelompok dominan
di kelas biasanya mampu mengontrol situasi kelas sesuai yang
mereka inginkan. Jika yang berkembang adalah kelompok
dominan dengan kebiasaan negatif, maka situasi kelas akan tidak
kondusif untuk pelaksanaan pembelajaran. Peserta didik akan
cenderung gaduh, tidak kooperatif, bahkan menunjukkan sikap
yang memojokkan guru.
Menghadapi situasi demikian, guru perlu memiliki
kemampuan interpersonal dan ketepatan dalam pemilihan metode
pembelajaran yang tepat. Pemilihan metode belajar yang tepat
pada kenyataanya mampu mengatasi masalah dominasi kelompok
tertentu dalam lingkup kelas.
3.) Bagaimana performa dan tingkat partisipasinya.
Menelusur karakter kelas, juga dapat dilakukan dengan
mengamati performa dan tingkat partisipasi peserta didik baik
secara individu maupun berkelompok, dalam suatu pelaksanaan
pembelajaran. Guru biasanya akan mudah menilai bagaimana
performa dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Penilaian
tersebut kemudian akan memunculkan pandangan apakah kelas
tersebut termasuk kelas aktif atau kelas pasif. Pemilihan metode
pembelajaran untuk kelas aktif tidak akan menyulitkan guru
dalam menentukan metode mana yang akan digunakan. Berbeda
dengan kelas pasif, guru harus memilih metode mana yang cocok
agar dengan metode tersebut mampu mendorong tingkat
partisipasi peserta didik dan memunculkan performa mereka.
3. Faktor ketersediaan fasilitas pembelajaran.
Fasilitas pembelajaran berfungsi untuk memudahkan proses
pembelajaran dan pemenuhan kebutuhan proses pembelajaran. Bagi
sekolah yang telah memiliki fasilitas pembelajaran yang lengkap,
ketersediaan fasilitas belajar bukan lagi suatu kendala. Namun demikian
tidak semua sekolah memiliki fasilitas pembelajaran dengan standar yang
diharapkan. Keadaan tersebut hendaknya tidak menjadi suatu hambatan
bagi guru dalam merancang pembelajaran yang tetap mampu menjangkau
tujuan pembelajaran. Dalam kondisi tertentu, guru-guru yang memiliki
semangat dan komitmen yang kuat tetap mampu menyelenggarakan
pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan mampu mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
Manakala sekolah mengalami keterbatasan dalam penyediaan
fasilitas pembelajaran, pemilihan metode pembelajaran merupakan jalan
keluar yang paling relevan agar pembelajaran tetap menarik,
menyenangkan, dan dapat memberikan goal yang ingin dicapai. Sebagai
contoh, dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn),
peserta didik harus mencari informasi mengenai pandangan masyarakat
terhadap aktor-aktor politik di Indonesia. Saat ini banyak sekolah-sekolah
yang telah dilengkapi dengan fasilitas internet Wi Fi, sehingga semua
warga sekolah dapat mengakses internet dengan mudah. Tetapi tidak
sedikit pula sekolah yang belum memiliki kemampuan untuk
menyediakan fasilitas ini.
Penggunaan perpustakaan sebagai fasilitas subtitusi (pengganti
penggunaan internet) bisa dilakukan. Akan tetapi ada cara yang lebih
‘menghidupkan’ suasana pembelajaran dibandingkan menggunakan
perpustakaan. Guru dapat memilih menggunakan metode pembelajaran
wawancara. Siswa diminta mewawancarai warga sekolah untuk menjaring
informasi mengenai pendapat mereka terhadap aktor-aktor politik di
Indonesia. Dalam hal ini ketiadaan fasilitas internet dapat digantikan
dengan pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Justru dengan metode
ini guru dan peserta didik akan mendapatkan nilai tambah, yakni adanya
pola interaksi langsung antara peserta didik dengan masyarakat yang
diwawancarai. Disamping menambah kepercayaan diri, serta memupuk
keberanian peserta didik. Rasa optimis adalah kunci utama untuk
menciptakan pembelajaran yang berkualitas ditengah-tengah kekurangan
yang ada.
4. Faktor tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Setiap pelaksanaan pembelajaran tentu memiliki tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai. Penyelenggaraan pembelajaran
bertujuan agar pesera didik sebagai warga belajar akan memperoleh
pengalaman belajar dan menunjukkan perubahan perilaku, dimana
perubahan tersebut bersifat positif dan bertahan lama. Kalimat tersebut
dapat dimaknai bahwa pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran
yang tidak hanya akan menambah pengetahuan peserta didik tetapi juga
berpengaruh terhadap sikap dan cara pandang peserta didik terhadap
realitas kehidupan.
Pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan mampu
menjadikan peserta didik meraih tujuan pembelajaran yang hendak
dicapai. Sebagai contoh, pada mata pelajaran Geografi dirumuskan dua
tujuan pembelajaran, antara lain: (1) agar siswa memahami dampak
pemanasan global bagi lingkungan; dan (2) agar siswa mampu
menunjukkan sikap mencintai lingkungan dan alam. Demi tercapainya
kedua tujuan pembelajaran tersebut, guru menggunakan metode resitasi.
Dalam tugas resitasi ini guru meminta siswa untuk mengumpulkan
informasi mengenai dampak pemanasan global bagi lingkungan, selain itu
siswa diminta untuk melakukan aksi nyata kepedulian dan cinta terhadap
lingkungan dan alam. Guru menghendaki agar siswa mengumpulkan
laporan tugas dan bukti aksi nyata kepedulian dan cinta siswa terhadap
lingkungan dan alam.
Dalam jangka waktu yang ditentukan penugasan resitasi telah
membuat siswa berhasil menyusun laporan mengenai dampak pemanasan
global terhadap lingkungan. Sebagai aksi nyata sikap peduli dan cinta
terhadap lingkungan dan alam, siswa menunjukkan berbagai macam ide
maupun tindakan nyata berkaitan dengan hal tersebut. Terdapat siswa
yang secara gencar mensosialisasikan gerakan-gerakan mencintai
lingkungan dan alam dengan memanfaatkan situs jejaring sosial dan
membentuk komunitas pecinta lingkungan dan alam di dunia maya;
terdapat siswa yang memanfaatkan sampah di lingkungan tempat
tinggalnya melalui gerakan Reduce – Re-use – Recycle; dan berbagai
tindakan nyata lainnya.
Dengan penggunaan metode yang tepat, tujuan pembelajaran
yang mencakup pembangunan individu di ketiga ranah kognitif, afektif,
dan psikomotor dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan.
5. Faktor materi pembelajaran.
Pada bagian ini, hal yang perlu diperhatikan dalam materi
pembelajaran adalah apa materinya (what), seberapa banyak (how much),
dan bagaimana tingkat kesulitan (how hard) materi yang hendak
dipelajari. Berikut penjelasan masing-masing:
a. ‘What’, apa materi yang hendak dipelajari.
Setiap mata pelajaran memiliki karakternya sendiri-sendiri,
salah satunya bisa ditelusur dari materi yang tercakup dalam mata
pelajaran tersebut. Secara umum, materi (dalam hal ini menunjuk pada
content and substancy) antara mata pelajaran bidang ilmu alam dan
bidang ilmu sosial terdapat perbedaan-perbedaan yang jelas.
Pemilihan metode pembelajaran yang tepat salah satunya harus
berbasis pada content dan substancy materi pembelajaran.
Misalnya dalam bidang ilmu alam, untuk mempelajari reaksi
kimia dipilih pendekatan inquiry. Agar menemukan jawaban sendiri,
inquiry dilakukan dengan metode eksperimen dengan melakukan
percobaan di laboratorium untuk mengetahui suatu reaksi kimia
tertentu. Secara sederhana diilustrasilan dalam alur berikut ini: Mata
pelajaran KIMIA  Materi: Reaksi Kimia  Pendekatan: INQUIRY
 Metode: EKSPERIMEN  Uji coba di laboratorium.
Contoh lain, dalam bidang ilmu sosial, untuk mengetahui
dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat bencana erupsi gunung
Merapi terhadap perekonomian masyarakat di sekitar kawasan
bencana, maka dipilih pendekatan inquiry dengan metode penelusuran
dokumen melalui pemberitaan di berbagai media massa. Ilustrasi
sederhana, dengan alur sebagai berikut: Mata pelajaran EKONOMI 
Materi: Dampak Ekonomi Pasca Bencana Alam  Pendekatan:
INQUIRY  Metode: DOKUMENTASI  Penelusuran dokumen
yang bersumber dari media massa, bisa juga dengan pembuatan
kliping.
b. How much, seberapa banyak materi yang hendak dipelajari.
Jumlah materi yang akan dipelajari menjadi salah satu dasar
pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang akan
dipakai. Metode pembelajaran yang dipilih harus efektif, efisien,
praktis dalam aplikasinya sehingga cakupan materi yang hendak
dipelajari dapat dengan tuntas diselesaikan. Dalam satu kali
pertemuan, tidak jarang cakupan materi yang dipelajari jumlahnya
kecil maupun besar. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat
akan memudahkan guru dan peserta didik untuk menyelesaikan
jumlah materi yang harus ditempuh.
c. How hard, seberapa sulit materi yang hendak dipelajari.
Materi pelajaran memiliki tingkat kedalaman, keluasan,
kerumitan yang berbeda-beda. Materi pembelajaran dengan tingkat
kesulitan yang tinggi biasanya menuntut langkah-langkah analisis
dalam tataran yang beragam. Analisis bisa hanya pada tataran
dangkal, sedang, maupun analisis secara mendalam. Pemilihan
metode pembelajaran yang tepat mampu memberikan arahan praktis
untuk mengatasi tingkat kesulitan suatu materi pembelajaran.
6. Faktor alokasi waktu pembelajaran.
Pemilihan metode pembelajaran yang tepat juga harus
memperhitungkan ketersediaan waktu. Rancangan belajar yang baik
adalah penggunaan alokasi waktu yang dihitung secara terperinci, agar
pembelajaran berjalan dengan dinamis, tidak ada waktu terbuang tanpa
arti. Kegiatan pembukaan, inti, dan penutup disusun secara sistematis.
Dalam kegiatan inti yang meliputi tahap eksplorasi – elaborasi –
konfirmasi, mengambil bagian waktu dengan porsi terbesar dibandingkan
dengan kegiatan pembuka dan penutup.
Pemilihan metode pembelajaran pada kenyataannya dapat
menciptakan suasana belajar yang dinamis dan praktis dalam penggunaan
waktu. Dalam gambaran yang sederhana, suatu materi pembelajaran yang
banyak dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif lebih cepat dengan
penggunaan metode cooperatif learning dengan berbagai variasi dan
pengembangannya.
7. Faktor kesanggupan guru.
Guru memang dituntut untuk selalu menunjukkan performa yang
selalu prima dalam setiap pembelajaran yang diampunya. Namun
demikian, guru tetaplah manusia dengan berbagai kelebihan dan
kekurangan yang dimilikinya. Memilih suatu metode pembelajaran pun
harus menimbang kesanggupan guru. Akan tetapi, hal ini tidak menjadi
dalih pembenaran bagi guru untuk menunjukkan performa yang terlalu
apa adanya, dan yang biasa-biasa saja.
Tuntutan untuk senantiasa meningkatkan kapasitas dan kualitas
harus selalu diupayakan oleh setiap pendidik. Faktor kesanggupan guru
bukanlah suatu pembatas bagi guru untuk memunculkan ide, kreativitas,
dan inovasi-inovasi segar yang dapat memunculkan ‘ruh’ dalam
pembelajaran yang diselenggarakannya. Dalam paparan sederhana
misalnya, guru yang memiliki ‘sense of humor’ banyak disukai muridnya,
tetapi guru tidak perlu memaksakan diri untuk menjadi ‘orang lucu’ di
depan muridnya agar ia disukai. Cukup dengan penggunaan metode
pembelajaran yang mampu memunculkan antusiasme belajar siswa, maka
guru akan menjadi orang yang ‘diterima’ dan disukai peserta didiknya.
Alasan agar disukai murid, juga tidak boleh menjadikan guru
terlena, karena hakikatnya tujuan pembelajaran jauh lebih mulia jika
dibandingkan alasan tersebut. Guru memiliki tugas mulia menhantarkan
peserta didiknya meraih cita-cita di masa depan. Menjadi disukai adalah
‘bonus’ atau kompensasi dari kineja guru yang dilaksanakan secara
profesional dan mantap.

C. Contoh Kerangka Pikir dalam Penentaun Metode Pembelajaran yang


Sesuai.
Pemilihan metode belajar yang sesuai maksudnya, dalam menentukan
metode pembelajaran guru perlu melakukan penyesuaian dan
mempertimbangkan faktor-faktor tertentu. Tujuannya agar metode
pembelajaran yang digunakan tepat dan dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi, kegiatan memilih
metode pembelajaran yang tepat jangan dipikirkan sebagai suatu pekerjaan
yang berat dan rumit. Ini sudah menjadi bagian dari tugas guru sebagai
seorang fasilitator pembelajaran. Agar memudahkan tugas guru dalam
memilih metode pembelajaran yang hendak diaplikasikan, guru dapat
mengembangkan kerangka pikir pemilihan metode menjadi ‘Applicable
Learning Method’ (penulis menamainya dengan sebutan ALM).
Penerapan ALM ini tergantung pada setiap guru. ALM dapat
diwujudkan dalam bentuk sketsa rencana maupun cukup dalam bentuk
abstraksi di dalam pikiran guru saja. Cara mana pun yang dipilih tergantung
pada keinginan guru sebagai learning designer-nya. Hakikatnya, semua guru
yang membuat perencanaan pembelajaran telah mempraktekkan ALM ini
dengan caranya masing-masing.
Kegiatan pemilihan metode pembelajaran tercakup dalam kegiatan
perencanaan pembelajaran atau pembuatan learning design. Berikut ini
adalah contoh tahapan kerangka pikir dalam pemilihan metode pembelajaran
yang sesuai, yakni:
KERANGKA PIKIR 1:
Pemisahan antara faktor konstan, faktor relatif, dan faktor kondisi
yang menyertai, yakni:
Ketiganya disebut faktor
KONSTAN karena ketiga
faktor tersebut sudah ada
Faktor Faktor Faktor
tujuan aturannya yang baku, atau
materi alokasi
pembe- dengan kata lain sudah
pembelajar waktu
lajaran an pembelaja ditentukan sebelumnya,
ran baik dalam silabus maupun
dalam program semester.

Dikategorikan sebagai faktor


Faktor Faktor RELATIF, maksudnya kondisi faktor-
peserta dinamika faktor tersebut cenderung berubah-
didik kelas ubah, tidak selalu sama, objek
banyak dipengaruhi berbagai hal.

Keduanya disebut dengan faktor KONDISI YANG


Faktor
MENYERTAI, karena fasilitas pembelajaran meliputi
ketersediaan
sarana dan prasarana yang ada/telah dimiliki oleh
fasilitas
sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk proses
pembelajara
pembelajaran, sedangkan kesanggupan guru
n
merupakan kondisi guru secara personel meliputi
Faktor kapasitas dan komitmennya. Kedua faktor ini
kesang- memiliki kondisi yang berbeda-beda disetiap sekolah
gupan guru dan pada setiap personel guru. ALM setiap
Sekali lagi, perlu ditegaskan bahwasanya dalam mempraktekkan
guru memiliki cara dan pengalamannya masing-masing, sehingga penjabaran
yang ada disini bukanlah harga mati bagi guru untuk membentuk kerangka
pikirnya sendiri dalam pemilihan metode pembelajaran yang tepat.
KERANGKA PIKIR 2:
Interaksi antar faktor-faktor dalam pemilihan metode pembelajaran
yang tepat. Dalam memilih metode pembelajaran, berdasarkan langkah pada
kerangka pikir yang kedua dapat dilakukan dengan dua cara yang berbeda,
berikut penjelasannya:
Pertama, guru telah menentukan metode apa yang akan dipakai. Metode
tersebut diinteraksikan dengan berbagai faktor yang ada, sehingga
menghasilkan suatu keputusan metode apa yang akan dipilih. Pada ilustrasi
skema bisa dilihat alur berdasarkan tanda garis merah/ RED LINE (RL).
Kedua, guru belum menentukan metode pembelajaran yang akan dipakai,
tetapi guru terlebih dahulu menginteraksikan berbagai faktor pertimbangan
dalam pemilihan metode pembelajaran. Berdasarkan hasil interaksi tersebut
guru memperoleh gagasan dan menentukan metode pembelajaran yang akan
digunakan.

METODE
PEMBELAJARAN

Faktor peserta didik (a)

Faktor tujuan
pembelajaran (e)
Faktor dinamika
kelas (b) INTERAKSI
ANTAR Faktor materi
FAKTOR pembelajaran (f)
Faktor ketersediaan fasilitas
pembelajaran (c)
Faktor alokasi waktu (g)
Faktor kesanggupan guru
(d)

RL BL

METODE PEMBELAJARAN
yang tepat
Penggunaan metode pembelajaran dalam sekali tatap muka tidak
dibatasi pada penggunaan satu metode saja, guru dapat mengkombinasikan
beberapa metode pembelajaran sekaligus, agar pembelajaran berjalan sesuai
dengan harapan.
KERANGKA PIKIR 3:
Aplikasi. Pada bagian ini, guru mengintegrasikan kondisi riil faktor-
faktor tersebut dalam skema pikiran pada rumus kerangka pikir 2, berikut
contoh aplikasinya:
Pertama, berpedoman pada RL:

Cooperative learning dengan


metode RESITASI

(e)_K: memahami pandangan


(a)_SMA/SMK (kelas XI) +
masyarakat tentang politik
sekolah swasta pinggiran +
figur di Indonesia + A: Solid
daya serap rendah
team work n respect among
others + P: kegiatan yang
(b)_43 peserta didik + gaduh + INTERAKS
memberdayakan
sulit diatur + pasif + malas I ANTAR
FAKTOR

(c)_tidak ada Wi Fi + reverensi (f)_Mapel: PKn, tentang


perpustakaan tergolong minim, politik figur di Indonesia +
tetapi banyak warga sekolah kontent banyak + rumit
yang mampu dan bersedia (relatifitas berlaku)
dijadikan sumber
(d)_guru sanggup
(g)_2 x 45 menit  tidak
dan menginginkan
ada penugasan PR, jadi
pembelajaran yang
harus selesai di kelas
dinamis

OUT COME. Metode yang dipakai: RESITASI dengan bekerja kelompok. Keputusan akan
menghasilkan teknis pelaksanaan metode pembelajaran, antara lain (1) terdapat 10
kelompok dengan anggota 4 atau 5 peserta didik setiap satu kelompok; (2) Kelompok bekerja
mengumpulkan informasi baik dari sumber bacaan maupun sumber orang melalui
wawancara; (3) pembatasan waktu pengumpulan informasi; (4) penyajian hasil resitasi dalam
bentuk laporan ditulis tangan; (4) diskusi kelas terhadap kesimpulan hasil resitasi berkenaan
dengan pandangan masyarakat tentang politik figur di Indonesia.
Intinya adalah mengkompromikan antara ide penggunaan suatu
metode yang akan dipilih dengan berbagai faktor. Bilamana dalam
pengkompromian tersebut banyak kesesuaian, atau selalu ada solusi, maka ide
dapat diaplikasikan. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan ide
penggunaan metode akan berubah bilamana tidak bisa dikompromikan
dengan faktor-faktor yang ada.

(e)_K: mendeskripsikan pelaku


ekonomi rumah tangga
masyarakat, perusahaan, dan
pemerintah + A: melatih
keberanian berpendapat dan
Kedua, berpedoman pada BL:
percaya diri + P: kegiatan yang
(a)_ SMP (Kelas VIII) + sekolah memberdayakan
negeri terletak di desa + daya
serap sedang

(b)_ 32 peserta didik +


pasif + cenderung INTERAKSI (f)_Mapel: IPS Ekonomi,
pemalu ANTAR tentang pelaku ekonomi rumah
FAKTOR tangga masyarakat,
(c)_peserta didik perusahaah, dan pemerintah +
memiliki buku paket kontent banyak + materi dapat
dikaitkan dengan pengetahuan
dan pengalaman peserta didik
(d)_guru merasa perlu menjelaskan
konsep dasar, selanjutnya guru
(g)_2 x 40 menit
mengharapkan peserta didik mampu
memberikan contoh kongkret sebagai
perluasan konsep dasar
OUT COME. Metode yang dipakai: CERAMAH, TANYA JAWAB, LATIHAN KELOMPOK,
DISKUSI. Keputusan akan menghasilkan teknis pelaksanaan metode pembelajaran, antara
lain  (1) Terdapat 8 kelompok, masing-masing beranggotakan 4 orang siswa; (2) Guru
memberikan penjelasan singkat mengenai konsep dasar materi; (3) Kepahaman siswa diuji
dan diperkuat dengan sesi tanya jawab setelah guru menerangkan; (4) Pemberian latihan
soal mengenai pengembangan konsep dasar, melalui pemberian contoh, disini
pengetahuan awal, kepahaman dari penerangan guru, dan pengalaman siswa akan
tereksplorasi; (5) Presentasi dan diskusi kelas sebagai bentuk penjabaran hasil kerja
kelompok secara lisan, akan menjaring banyak pendapat dari peserta didik.

Kegiatan pemilihan metode pembelajaran oleh guru, merupakan


serangkaian kerja pikiran dengan mengintegrasikan, menginteraksikan, dan
mengkompromikan metode pembelajaran dengan berbagai faktor-faktor
tersebut. Kegiatan ini memang tidak secara tersurat tergambar seperti pada
skema kerangka pikir di atas, akan tetapi skema diatas bertujuan untuk
mendeskripsikan dan memvisualisasikan kerja pikiran dalam bentuk ilustrasi
di atas. Memilih metode pembelajaran yang tepat termasuk dalam kerja
perencanaan pembelajaran.
Perencanaan yang matang adalah perencanaan yang sistematis dan
melakukan pertimbangan-pertimbangan yang relevan dan proporsional.
Produk perencanaan berupa learning design akan menjadi tidak berati
manakala guru tidak disiplin dengan perencanaan yang ia susun sendiri.
Pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan learning design akan
memudahkan guru dan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Adanya kondisi-kondisi lapangan yang berbeda tidak bisa
dijadikan suatu alasan bagi guru untuk tidak disiplin menjalankan learning
design yang telah ia susun.
Kondisi force major memang jarang terjadi, tapi juga tidak menutup
kemungkinan untuk terjadi. Memilih metode pembelajaran yang tepat jika
dilakukan melalui pertimbangan-pertimbangan faktor-faktor tersebut, tentu
akan meminimalisir kendala-kendala dalam pelaksanaan pembelajaran,
termasuk jika terjadi force major. Alasannya karena, dengan
memperhitungkan kondisi riil faktor-faktor tersebut, sama artinya guru telah
mengenali secara mendalam, mengidentifikasi, memahami segala situasi dan
aspek-aspek pembelajaran, baik subjek pembelajaran maupun objeknya.
Dengan demikian peranan guru sebagai fasilitator pembelajaran telah
memberikan kontribusi penting dalam peningkatan kualitas pendidikan yang
lebih baik, bagi konsepsi penyelenggaraan pendidikan sebagai bagian dari
human investment.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:
Andri Hakim. Hipnosis In Teaching (Cara Dahsyat Mendidikan dan Mengajar).
Jakarta: Visimedia, 2011.
Bobbi De Pcorter. Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas.
Bandung: PT. Mizan Pustaka, 1999.
Dave Meier. The Accelerated Learning (Panduan Kreatif dan Efektif Merancang
Program Pendidikan dan Pelatihan). Bandung: PT. Mizan Pustaka,
2002.
Munif Chatib. Sekolahnya Manusia (Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di
Indonesia). Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2012.
Rusman. Seri Managemen Sekolah Bermutu, Model-model Pembelajaran
(Mengembangkan Profesionalisme Guru). Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2012.
Wina Senjaya. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Sumber Internet:
Anonim. Definisi Model, Pendekatan, dan Strategi Pembelajaran, diunduh dari
http://mkhgfthj.blogspot.com/2012/10/definisi-model-pendekatan-
strategi.html, diakses pada Kamis, 27 Maret 2013.
Akhmad Sudrajat. Tujuan Pembelajaran sebagai Komponen Penting dalam
Pembelajaran, diunduh dari
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/08/30/tujuan-pembelajaran-
sebagai-komponen-penting-dalam-pembelajaran/, diakses pada Kamis,
27 Maret 2013).
Zuky Iriani. Komitmen Guru di Dalam Kelas, diunduh dari
http://zukizukazuku.blogspot.com/, diakses pada Rabu, diakses pada
Rabu, 26 Maret 2013.

Anda mungkin juga menyukai