Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakan


Edukasi atau pendidikan merupakan pemberian pengetahuan da kemampuan
seseorang melalui pembelajaran, sehinga seseorang atau kelompok orang yang
mendapat pendidikan, dapat melakukan sesuai yang diharapkan pendidikan, dari
yang tidak mampu mengatasi kesehatan. Fitriani (2011).
Pendidikan adalah sebuah proses yang memegang peranan penting dalam
kehidupan suatu bangsa untuk terus maju dan berkembang karena pendidikan
merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber
daya manusia. Karena pentingnya bidang pendidikan tersebut, dan juga
pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. soekidjo notoatmodjo (2003, h.16).
Nasaun Timor-leste hanesan nasaun ida ne’ebe ki’ik maibe nakonu ho
entuziasmu atu desenvolve nia ema sira liliu iha rekursu humano. Atu haburas ou
habelar liu tan kualidade edukasaun. Edukasaun hanesan save importante ba ema
hotu atu muda ema nia mentalidade no aumenta kapacidade ema ida nian liu husi
prossesu edukasaun atu hodi kontribui ba dezenvolvimento.
Iha konstituisaun RDTL, artigo 59, koalia kona ba (edukasaun no kultura).
1. Estado rekoñese no garante sidadaun hotu nia direitu ba edukasaun no
kultura,nune’e mós harii sistema ensino báziku universal,obrigatório no
wainhira bele,saugati,tuir lei haruka.
2. Ema hotu iha direito hanesan, ba oportunidade atu eskola no ba
formasaun serbisu/ profisaun nian.
3. Estado rekoñes no fiskaliza eskola particular no kooperativo sira.
4. Estado tenki garante ba sidadaun hotu-hotu, tuir sira nia kapacidade, atu
bele hetan eskola boot kona ba investigasaun sientifika no hamoris/
haburas arte.
Pendidikan adalah suatu pondasi dalam hidup yang terus dibangun dengan
sebaik mungkin. Secara umum pendidikan adalah proses pembelajaran
pengetahuan, keterampilan serta kebiasaan yang dilakukan suatu individu dari
satu generasi ke generasi lainnya. Proses pembelajaran ini malalui
pengajaran, pelatihan dan penelitian. Adanya pendidikan juga dapat
meningkatkan kecerdasan, akhlak mulia, kepribadian serta keterampilan yang
bermaanfaat baik itu untuk diri sendiri maupun masyarakat umum. Jadi
singkatnya pendidikan adalah proses pembelajarn kepada individu atau peserta
didik agar dapat memiliki permahaman terhadap sesuatu dan membuatnya
menjadi seorang manusia yang kritis dalam berpikir. Niko Ramadhani(2003).
Mengatakan pendidikan kewarga Negaraan usaha untuk membekali peserta
didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkena dengan pengetahuan
dan kemampuan dasar berkenan dengan hubugan antar warga Negara serta
pendidikan pendahuluan oleh bangsa dan Negara.
Pada sebuah proses pendidikan, guru merupakan sala satu component yang
sangat penting demi keberhasilan peserta didik di sekolah. Guru juga berperan
aktif dalam kaitanya dengan kurrikulum, karena gurunya yang secara lansung
berhubugan dengan murid. Menurut Muhibbin Syah ( 2004 h. 229).
Mengatakan bahwa pada dasarnya, fungsi dan peranan penting guru dalam
proses mengajar adalah sebagai director of learning (direktur belajar). Artinya
setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai menharapkan kegiatan belajar peserta
didik yang sifatnya memotivasi agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja
akademik) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam proses belajar mengajar.
kenyataanya sangat Nampak di dalam kegiatan belajar yang dialami oleh peserta
didik bahwa belajar dikarenakan banyak factor yang menjadi penyebah kegagalan
mereka dalam dikarenakan banyak factor yang dialami oleh peserta didik, yang
besar pengaruhnya terhadap perilaku dan belajar peserta didik, yang memiliki
kecenderungan meniru dan beridentifikasi, hal-hal yang berpengaruh itu antara
lain otoritas akademis dan nom akademis, kesehatan mental, kesenagan, cita-cita
dan sikap dan suasana kelas yang diciptakan oleh guru serta tindakan-tindakan.
Pengaruh itu terjadi juga pada perkembangan intelek dan peningkatan motivasi
belajar karena terpenting berbagai kebetuhan peserta didik kendatipun dalam
beberapa hal dapat juga menjadi hambatan seperti rasa cemas atau tindakan guru
yang keliru. Menurut M.Uzer Usman (1995, h).
Guru atau pendidik berperan sebagai pembimbing dalam melaksanakan
proses belajar mengajar. Menyediakan peserta didik merasa nyaman dan
yakin bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapai akan mendapat penhargaan
dan perhatian sehinga dapat meningkatkan motivasi berprestasi peserta didiknya
pengertian guru. Menurut Ahmadi (2005).
Menurutnya guru atau pendidik haruslah memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Menurut Mulyasa
(2005).
Guru adalah seorang pendidik professional dengan tugas utamanya
mendidik, mengajar, membingbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal
pendidikan dasar dan pendidikan menegah. Menurut User Usman (2005).
Pembelajaran merupakan hasil dari memori, kognisi dan metakognisi yang
berpengaruh terhadap pemahaman (menurut; Mufthul Huda, 2013).
Pembelajaran juga dapat dikatakan sebagai proses transfer informasi dari pengajar
kepada peserta didik. Pengajar harus dapat memodifikasi suatu informasi sehinga
dapat diterima oleh siswa secara tepat dan menyeluruh. Kemampuan guru dalam
menyampaikan informasi dalam proses pembelajaran ini merupakan hal yang
tidak mudah. Guru perlu memiliki keterampilan mengajar yang mempuni
sehingga siswa dapat belajar dan terlibat (engage) dan tujuan pembelajaran
tercapai. Keterampilan dasar mengajar (teaching skills) merupakan keterampilan
khusus (most specific instruccional behaviors) yang harus dimiliki oleh guru agar
dapat melaksanakan tugas mengajar secara efektif, efesien dan professional (As
Gilcman, 1991).
Menjadi seorang guru itu tak semudah yang
dibayangkan seperti yang dibicarakan orang lain yang
tidak mengajar. Karena menjadi seorang guru haruslah
mempunyai keterampilan dasar mengajar, yang mana
keterampilan dasar mengajar ini adalah modal awal yang
harus dimiliki oleh seorang guru untuk menentukan
keberhasilan pembelajaran.
Ada beberapa keterampilan yang harus dimiliki oleh
seorang guru.
Dengan pemahaman dan penguasaan keterampilan dasar
mengajar, guru diharapkan mampu meningkatkan kualitas
proses pembelajaran. Menurut Turney (dalam Winataputra,
2004 :7.1-8.73) terdapat 8 Keterampilan Dasar
Mengajar yang dianggap menentukan keberhasilan
pembelajaran, yaitu: Keterampilan membuka dan menutup
pelajaran, keterampilan bertanya, keterampilan
memberikan penguatan, keterampilan menjelaskan,
keterampilan mengadakan variasi, keterampilan
membimbing diskusi kelompok kecil, keterampilan
mengajar kelompok kecil dan perorangan, keterampilan
mengelola kelas.
Iha prosessu aprendizagem mestri/mestra tenki iha
esperito fleksibilidade hodi hili método ne’ebe apar ho
situação aluno iha turma laran, atu nunee aluno sente
atria atu tuir matéria ne’ebe metre/a hanorin. No iha
tempu agora mestri/a barak mak uza método aprendizagem
konvencional, prossesu aprendizagem sei konsentra ba
mestre/a hodi hatuur aluno hanesan sujeito ba prosesu
aprendizagem no mestri/mestra funsiona hanesan
fasilitador iha prosesu aprendizagem nia laran. Entre
método hirak ne’e hotu, ida maka método aprendizagem
tipo kooperativo STAD (student team achievement
division).
Trianto (2010: 68) mengemukakan pembelajaran
kooperatif STAD merupakan salah satu jenis dari model
pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-
kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5
orang siswa secara heterogen. Diawali dengan
penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi,
kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.
Trianto (2010: 72-73) menyatakan bahwa,
Pembelajaran kooperatif STAD merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang cukup sederhana. Dikatakan
demikian karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan
masih dekat kaitannya dengan pembelajaran konvensional,
yaitu adanya penyajian informasi atau materi pelajaran.
Menurut Slavin (dalam Rusman, 2012:214),
mengemukakan bahwa model pembelajaran STAD (Student
Teams Achievement Division) merupakan variasi
pembelajaran kooperatif yang memacu siswa agar saling
mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai
keterampilan yang diajarkan oleh guru.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas,
disimpulkan pengertian model pembelajaran STAD adalah
model pembelajaran yang sangat melibatkan siswa untuk
belajar dalam kelompok-kelompok yang heterogen (tingkat
prestasi, jenis kelamin, budaya, dan suku) yang
terdiri dari 4-5 siswa. Kegiatan pembelajarannya
diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran,
penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan
penghargaan kelompok. Ciri terpenting dalam model
pembelajaran STAD adalah kerja tim.
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah
salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar
beranggotakan empat orang yang merupakan campuran
menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku.
Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja
dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim
telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh
siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan,
saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.
Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan
pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada
aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling
memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru
yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik
baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi
Verbal atau teks.Menurut Slavin (dalam Noornia, 1997:
21).
Model pembelajaran kooperatif tipe students team
achievement division (stad). Model STAD merupakan sala
satu metode pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk
pemulaan bagi para guru yang baru menggunakan
pendekatan kooperatif. (Slavin 2005).
Menurut Rusman students team achievement division
(stad) merupakan suatu metode generic tentang
pengaturan kelas dan bukan metode pengajaran
kompehrensif untuk subjek tertentu, guru jawap secara
individual untuk digunakan bagi para guru pemula karena
selain mudah dipahami, model pembelajarn ini terdapat
siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, rendah.
Menurut slavin (2010), student team achievement
division (stad) terdiri atas lima komponen utama,
yaitu: prestasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan
individual, rekognisitim.
Model pembelajaran yang kooperatif (cooperative
learning) adalah konsep yang dapat membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dan situasi
dunia nyata peserta didik, serta mendorong peserta
didik membuat hubugan antara pengetahuan yang di miliki
dan penerapanya dalam kehidupan sehari-sehari. “secara
harfiah model pembelajaran merupakan strategi yang
digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar,
sikap belajar di kalangan siswa, mampu berfikir kritis,
memiliki keterampilan social dan pencapaian hasil
pembelajaran yang optimal”.
Cooperative learning adalah suatu model
pembelajaran adalah kegiatan belajar mengajar yang
berpusat pada siswa (student oriented) terutama untuk
mengatasi permasalahan yang ditemukan oleh guru dalam
mengaktifkan siswa dan tidak dapat bekerjasama dengan
teman sekelasnya.
Menurut slavin (1995), cooperative learning atau
pembelajaran koperatif adalah siswa belejar bersama
sebagai satu tim dalam menyeselesaikan tugas kelompok
untuk mencapai tujuan bersama, jadi setiap anggota
kelompok memiliki tangguung jawap yang sama untuk
keberhasilan kelompoknya. Pembelajran kooperatif untuk
bekerjasama saling membantu mengkonstrusikan konsep,
menyeselesaikan persoalan atau inkuiri. Untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, maka perlu adanya
proses pembelajaran yang adanya proses pembelajaran
yang bermutu dan berkualitas baik bermutu pada
prosesnya maupun prestasi akhir pembelajaran yaitu
prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan tolok ukur
yang utama untuk mengetahui keberprestasian belajar
siswa. Siswa yang prestasinya tinggi dapat dikatakan
bahwa ia telah berprestasi dalam pembelajaran, dan
sebaliknya siswa yang yang prestasi belajarnya rendah
dapat dikatakan belum berprestasi dalam pembelajaran.
Prestasi belajar adalah tingkat pengetahuan sejauh
mana anak terhadap materi yang diterima. Sebagaimana
diungkapkan oleh Slameto (2003: 17)” prestasi
belajar siswa adalah prestasi belajara yang dicapai
siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan
kegiatan pembelajaran di sekolah”.
Haree ba explikasaun iha leten maka hakerek nain
konsidera katak mestre/a nia aplikasaun modelo hanorin
sei fo influencia ba atividade estudo aluno nian no
ikus mai sei hasa’e aluno nia prestasaun estudo. Ho
nunee maka hakerek nain hakarak haree klean ho tópiko
hanesan. Efetividade implementasaun modelo aprendizagem
kooperativo tipo stad hodi hasa’e aproveitamento estudo
aluno/a 11º ano sub-tópiko hidrocarbinetos iha ensino
secundario geral católico cosamar same Tinan hanorin
2021.

1.2. Formulasi Masalah


Bazeia ba problema neebe mak mensiona iha leten,
maka problemátika iha pesquiza ne’e mak: oinsa
Implementasaun Modelo Aprendizajen Tipo Kooperativo
Student Team Achievement Division ba disciplina kimika
Segundo anu trimester III ciencias naturais ho sub-
topiko hidrokarbonetos iha “ESGC COSAMAR SAME “ TINAN
HANORIN 2021 ?” no nia area espesifikamente bele
klarifika hanesan tuir mai ne’e;

1) Oinsa implementasaun modelo aprendizajem tipo


kooperativo student team achievement division ba
sub-tópiko hidrokarbonetos ba aluno/a 11º anu
trimester III ?

2) Oinsa mestre/a ida nia kapasidade hodi maneja


atividade ensinu aprendizajem ba sub-tópiko
hidrokarbonetos neebe implementa ho modelo
aprendizajem tipo kooperativo student team
achievement division?
3) Oinsa atinji objetivo espesifiku (OE) iha prosesu
aprendizajem neebe implementa modelo tipo
kooperativo STAD?

4) Oinsa aluno sira nia resposta ba matéria kimika


subtópiko hidrocarbonetos neebe implementa ho
modelo aprendizajem tipo kooperativo STAD?

1.3. Tujuan Penelitian


Bazeia formulasaun problema iha leten, mak
objetivu husi pesquiza ida nee atu hatene no deskreve
efetividade husi implementasaun modelo aprendizajem
tipo kooperativo STAD ba disciplina kimika 11º anu
ciencias naturais ho subtópiko hidrokarbonetos iha “ESG
COSAMAR SAME tinan hanorin 2021” klaru liu hanesan tuir
mai nee;

1) dezenvolve instrumentu aprendizajen neebe sei uza


iha sub tópiko hidro karbonetos ne’ebe atu hanorin
ho modelo aprendizajen kooperativo Tipo STAD.

2) atu hatene no deskreve mestre/a nia kapacidade atu


prosesa atividade aprendiagem ne’ebe implementa
modelo aprendizagem kooperativo Tipo STAD.

3) hatene kompletude aprendisajem espesifiku iha


prosesu aprendizagem no uza modelo aprendizagem
Tipo STAD.

4) hasa’e kualidade atividade aprendizajem hodi bele


alkansa to’o ninia objetivu komúm edukasaun
nasional Timor-leste espesifiku liu ba matéria
kímika.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. BELAJAR

Pengertian Belajar Secara Etimologis memiliki arti


“berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi
ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah
kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Belajar
menurut baharuddin dan esa (2009: 11). Merupakan proses
manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi,
keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia
lahir sampai akhir hayat.

Pengertian belajar menurut Oemar Hamalik (2001:11)


adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman (learning is defined as the modification or
strengthening of behavior through experiencing).
Menurut pengertian ini belajar merupakan suatu proses,
suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar bukan hanya meningat, akan tetapi lebih luas
dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu
penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan
kelakuan.

Menurut Slameto (2003).Pengertian belajar adalah


suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Djamarah. Belajar adalah serangkaian


kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyagkut
kognitif, afektif, dan psikomotor.

Belajar menurut Susanto (2013, hlm.4), “merupakan


suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam
keadaan sadar dan disengaja untuk memperoleh suatu
konsep, pemaham baru yang akibatnya terjadi perubahan
perilaku seseorang yang wajar dan baik dalam berfikir,
merasa, maupun bertindak”. Begitu juga menurut Hanavy
(2014, hlm 68) “belajar merupakan aktivitas, baik fisik
maupun psikis yang menghasilkan perubahan tingkah laku
yang baru pada individu yang belajar dalam bentuk
kemampuan yang relative konstan dan bukan disebabkan
oleh kematangan atau sesuatu yang bersifat sementara”.

Belajar menurut Rusman (2017, hlm 78)” belajar


sebagai suatu perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dengan
lingkungannya sehinga mereka dapat berinteraksi dengan
lingkungannya “. Belajar menurut Dimyati dan Mudjono
(2013, hlm 7) merupakan tindakan dan prilaku yang
ditinjukan oleh peserta didik itu sendiri, baik sebagai
sikap atau tindakan maka yang akan mengalami belajar
adalah peserta didik itu sendiri, bagaimana apakah
proses pembelajaran tersebut terjadi atau tidak.

Prinsip pembelajar dari teori Gagne, yaitu antara


lain berkaitan dengan: perhatian dan motivasi belajar
peserta didik, keaktifan belajar peserta didik, dan
keterlibatan lansung / pengalaman dalam belajar,
pengulangan belajar, tantagan semangat belajar.

Prinsip belajar menurut teori behaviorisme yang


dikemukakan oleh Harley dan Davis(1978) yang banyak
dipakai adalah : proses belajar dapat terjadi dengan
baik apabila siswa ikut terlibat secara aktif
didalamnya, materi pelajaran diberikan dalam bentuk
unit-unit kecil dan diatur sedemikian rupa sehingga
hanya perlu memberikan suatu proses tertentu saja,
tiap-tiap respon perlu diberi umpan balik secara
lansung sehingga siswa dapat dengan segera mengetahui
apakah respon yang diberikan betul atau tidak, dan
perlu diberikan penguatan etiap kali siswa memberikan
respon yang bersifat positif atau negative.

2.2. Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi siswa


pendidikan dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada siswa. Dengan
kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu
siswa agar dapat belajar dengan baik. Pembelajar adalah
suatu kegiatan yang komplek.

Pembelajaran pada hakikatnya tidak hanya sekedar


menyampaikan pesan tetapi juga merupakanaktifitas
professional yang menutut guru dapat menggunakan
keterampilan dasar mengajar secara terpadu serta
menciptakan situasi efisien (mashudi, Toha dkk,
2007:3). Oleh karena itu dalam pembelajaran guru perlu
menciptakan suasana yang kondusif dan strategi belajar
yang menarik minat siswa.

Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung


dari motivasi kreativitas pengajar, pembelajaran yang
memiliki motivasi tinggi motivasi ditunjang dengan
mengajar yang mampu mempasilitasi tersebut akan
membawa pada keberhasilan pencapaian target
belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan
sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar.
Desain pembelajaran yang baik, ditunjung fasilitas
yang menandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan
membuat peserta didik lebih mudah mencapai target
belajar.

Tianto (2010:17) mengatakan “pemebelajran merupakan


aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak
sepenuhnya dapat dijelaskan”. Pemebelajaran secara
simple dapat diartikan sebagai produk interaksi
berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup.
Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar
dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya
(mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar
lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

2.3. Mengajar

Pengertian mengajar, mengajar adalah suatu


kemampuan yang harus di miliki oleh para pengajar atau
guru, dan ilmu yang di pelajari yakni untuk menambah
kemampuan dalam mengajar yang tentunya kemampuan
tersebut digunakan untuk menghadapi anak didik yang
mereka semua memiliki karakter yang beranekaragam,
serta kemampuan dan keinginan yang pastinya berbeda-
beda.

Pengajar di haruskan untuk bias mengkomodir


keinginan yang di miliki oleh semua anak
didiknya.setiap pengajar di harapkan bias mengerti
karakter dari setiap anak didik yang di ajarkannya
supaya anak didiknya tersebut mampu untuk menangkap
pelajaran yang di berikan si pengajar.

Menurut Nana Sudjana (1989-29) berpendapat bahwa


mengajar pada hakekatnya adalah “suatu proses yakni
proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di
sekitar siswa sehinga dapat menunbuhkan dan mendorong
siswa melakukan proses belajar – mengajar“. Dari
pengertian ini, proses mengajar terbagi menjadi dua
tahap pertama, proses mengajar merupakan proses yang
dilakukan oleh sumber untuk menciptakan kondisi belajar
pada siswa dengan cara memanfaatkan lingkungan sebagai
factor penunjan terhadap kondisi belajar pada siswa.
Kedua, kondisi belajar tercipta sehinga perilaku
mengajar yang dilakukan oleh instructor atau guru
dengan melakukan bimbingan dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.

Menurut Gage, (1978) mengajar dalah seni, tetapi


itu hanya terdapat di prateknya saja untuk dapat
memperindah estetika dalam penampilanya, contohnya
adalah seni dalam mengatur lingkungan untuk membuat
siswa menjadi senang berlajar, seni dapat membangkitkan
motivasi dan lain-lainnya.

Menurut George Picket dan Jhon J. Hanlon, mengajar


adalah suatu profesi dan juga keterampilan.tidak semua
orang cocok mencapatkan tantagan seperti itu karena
berdasarkan kepada pelatihan, temperamen, maupun
pengalamannya.

2.4. Belajar / Mempelajari


Pembelajaran adalah tujuan yang menggambarkan
pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap yang
harus dimiliki siswa sebagai akibat dari hasil
pembelajaran yang dinyatakan dalam bentukn tingkah laku
yang dapat dimiati dan diukur. Menurut
H.Daryanto(2005:58).

B. Suryosubroto (1990:23) menegaskan bahwa tujuan


pembelajaran adalah rumusan secara terperinci apa saja
yang harus dikuasai oleh siswa sesudah ia melewati
kegiatan pembelajaran yang bersangkutan dengan
berhasil.Tujuan pembelajaran memang memang perlu
dirumuskan dengan jelas, karena perumusan tujuan yang
jelas dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan
dari proses pembelajaran itu sendiri.

Tujuan belajar berlansung karena adanya tujuan yang


akan dicapai seseorang. Tujuan inilah yang mendorong
seseorang untuk melakukan kegiatan belajar,
sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh sardiman
( 2011: 26: 28) bahwa tujuan belajar pada umumnya ada
tiga macam yaitu:

a) Untuk mendapatkan pengetahuan hal ini ditandai


dengan kemampuan berpikir, karena antara kemampuan
berpikir dan pemilihan pengetahuan tidak dapat
dikembangkan tanpa adanya pengetahuan dan
sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya
pengetahuan.
b) Penanaman konsep dan keterampilan penanaman konsep
memerlukan keterampilan, baik keterampilan
jasmani adalah keterampilan yang dapat diamati
sehingga akan menitik beratkan pada keterampilan
penampilan atau gerak dari seseorang yang sedang
belajar termasuk dalam hal ini adalah masalah
teknik atau pengulangan.sedangkan keterampilan
rohani lebih rumit, karena lebih abstrak,
menyangkut persoalan penghayatan, keterampilan
berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan
merumuskan suatu konsep
c) Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik
tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-
nilai, dengandilandasi nilai, anak didik akan
dapat menumbuhkan kesadaran dan kemampuan untuk
mempraktikan segala sesuatu yang sudah
dipelajarinya.
2.5. Konsep efektif
Efektif merupakan suatu kondisi yang menunjukan
tingkat tercapainya suatu tujuan yang telah
direncanakan sebelumnya. Menurut Davis dalam (slamet
soewandi, 2005 :43) efektivitas mengacu pada sesuatu
yang dikerjakan benar. Hal ini berarti sesuai dengan
materi dan tujuan yang diberikan.
Menurut (slameto, 2003: 92) mengungkapkan bahwa
pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran akan
efektif jika waktu yang tersedia untuk kegiatan ceramah
guru sedikit, sedangkan waktu terbayak adalah untuk
kegiatan intelektual dan pemeriksaan pemahaman peserta
didik.
Menurut (sudjana, 2004: 34) mengungkapkan bahwa
suatu pembelajaran efetif dapat di tinjau dari segi
proses dan hasilnya dari segi proses, atau
pembelajaran harus merupakan interaksi dinamis sehingga
peserta didik sebagai subjek belajar mampu
mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya secara
efektif. Segi hasil dari pengajaran haruslah menekankan
pada tingkat penguasaan tujuan oleh peserta didik, baik
secara kualitas maupun kuantitas.
Menurut (Sudjana, 2004: 35-36) menggungkapkan
keefektifan proses pembelajaran dapat dilihat dari
beberapa factor yaitu:
1. Perencanaan pengajaran;
2. Adanya motivasi
3. Pengunaan media dan metode yang beraam
4. Adanya koreksi terhadap peserta didik secara
mandiri
5. Tidak mengesampaikan perbedaan
6. Suasana pembelajaran yang menyenankan dan
meragsang peserta didik untuk belajar. Dari
beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa keefektifan pembelajaran adalah pembelajaran
yang menekankan pada proses belajar yang dapat
mengeksplorasi kemampuan peserta didik sehingga
memberikan hasil belajar yang optimal bagi peserta
didik.

2.6. Model pembelajaran

Model pembelajaran adalah deskripsi dari lingkungan


pembelajaran yang bergerak dari perencanaan kurikulum,
mata pelajaran, bagian-bagian dari pelajaran untuk
merangcang materi pelajaran, buku latihan kerja,
program, dan bantuan kompetensi untuk program
pembelajaran. Dengan kata lain, model pembelajaran
adalah bantuan alat-alat yang mempermudah siswa
dalam belajar. Jadi, keberadaan model pembelajaran
berfungsi membantu siswa memperoleh informasi, gagasan,
keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir dan pengertian
yang diekspresikan mereka. Menurut Syafaruddin, Irwan
Nasution.
Pengertian model pembelajaran adalah rencana atau
pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur
materi pengajaran dan memberi petunjuk pada pengajar di
kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya.
Tiap model mengajar yang dipilih haruslah mengungkapkan
berbagai realitas yang sesuai dengan situasi kelas dan
macam pandangan hidup, yang dihasilkan dari kerjasama
guru dan murid. Menurut Dahlan

2.6.1. Definisi model pembelajaran

Definisi model pembelajaran adalah kerangka


konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik
untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi
sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas belajar mengajar. Menurut Syaiful Sagala

Riyanto (2010: 267) mengatakan hakikat pembelajaran


kooperatif adalah metode pembelajaran yang dirancang
untuk melatih kecakapan akademis (academic skills),
keterampilan sosial (social skill) dan interpersonal
skill.

Suprijono (2009: 54) pembelajaran kooperatip adalah


jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk kegiatan
yang dibimbing dan diarahkan oleh guru. Pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerja sama dalam
meyelesaikan permasalahan untuk menerapkan
pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran.

Menurut Slavin (2010: 8) dalam pembelajaran


kooperatif para siswa akan duduk bersama dalam kelompok
yang beranggotakan empat orang untuk menguasai
materi yang disampaikan oleh guru.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk


mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik,
toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan
keterampilan sosial (Agus Suprijono, 2010: 61).

Menurut Suprijono (2010:54) pembelajaran kooperatif


adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis
kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih
dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara
umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan
oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-
pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi
yang dirancang untuk membantu peserta didik
menyelesaikan masalah yang dimaksduk. Guru biasanya
menempatkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Model pembelajaran kooperatif adalah penekanan


belajar sebagai proses dialog interaktif. Pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Menurut
Anita Lie dalam Suprijono (2010: 56).

Model pembelajaran ini didasarkan pada falsafat


homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin,
filsafah ini menekankan bahwa manusia dalah mahluk
sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah
kunci dari semua kehidupan sosial. Tanpa interaksi
sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.
Dengan kata lain, kerja sama merupakan kebutuhan yang
sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa
kerjasama, tidak akan ada individu, keluarga,
organisasi, dan kehidupan bersama lainnya. Secara umum
tanpa interaksi sosial tidak akan ada pengetahuan
Piaget sebagai pengetahuan sosial.

2.6.2. Memahami model pembelajaran STAD

Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


(Student Teams Achievement Division) adalah model
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Robert
Slavin, dkk.

Menurut Slavin (2005: 143), model pembelajaran ini


merupakan model pembelajaran yang paling sederhana dan
paling tepat digunakan oleh guru yang baru mulai
menggunakan pendekatan dengan pembelajaran
kooperatif.

Berdasarkan pernyataan Slavin (2005: 11-12)


penjelasan mengenai STAD adalah sebagai berikut. Dalam
STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri
atas empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan,
jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru
menyampaikan pelajaran lalu siswa bekerja dalam tim
mereka untuk memastikan bahwa semua mengerjakan
kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, di mana
saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu.
Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata
pencapaian mereka sebelumnya, dan kepada masing-masing
tim akan diberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan
yang diraih siswa dibandingkan dengan hasil yang mereka
capai sebelumnya. Point ini kemudian dijumlahkan untuk
memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil memenuhi
kriteria tertentu akan mendapatkan sertifikat atau
penghargaan lainnya.
Menurut Trianto (2009: 68) pembelajaran kooperatif
tipe STAD adalah model pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah
anggota tiap kelompok 4-5 siswa secara heterogen, yang
merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis
kelamin, dan suku. Diawali dengan penyampaian tujuan
pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok,
kuis, dan penghargaan kelompok.

Slavin (2005: 12-13) mengemukakan terdapat tiga


konsep penting dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD
yaitu:

1) Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika


kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.

2) Tanggung jawab individual, bermakna bahwa


kesuksesan tim bergantung pada pembelajaran
individual dari semua anggota tim.

3) Kesempatan sukses yang sama bermakna bahwa semua


siswa memberi kontribusi kepada timnya dengan cara
meningkatkan kinerja mereka dari yang sebelumnya.
Ini akan memastikan bahwa siswa dengan prestasi
tinggi, sedang dan rendah semuanya sama-sama
ditantang untuk melakukan yang terbaik, dan bahwa
kontribusi dari semua anggota tim ada nilainya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik


kesimpulan bahwa gagasan utama dari model pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah untuk memotivasi siswa
supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama
lain sehingga dapat meningkatkan aktivitas belajar,
yang pada akhirnya hasil belajar pun akan meningkat.
Pelaksanaannya siswa dibagi dalam kelompok-kelompok
kecil bersifat heterogen yang bekerja sama saling
membantu dengan tetap memperhatikan hasil kerja
kelompok dan individu.

Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran


kooperatif tipe STAD juga membutuhkan persiapan yang
matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.

Menurut Trianto (2009: 69) ada 5 persiapan yang


harus dilakukan. Persiapan-persiapan tersebut
antara lain:

1) Perangkat pembelajaran Sebelum melaksanakan


kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan
perangkat pembelajarannya, yang meliputi
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), buku
siswa, lembar kerja siswa (LKS) beserta lembar
jawabannya.

2) Membentuk kelompok kooperatif Menentukan anggota


kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam
kelompok adalah heterogen dan kemampuan antarsatu
kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen.
Apabila memungkinkan kelompok kooperatif perlu
memerhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar
belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas
ras dan latar belakang yang relatif sama, maka
pembentukan kelompok dapat didasarkan pada
prestasi akademik.

2.6.3. Prinsip Model Pembelajran Tipe STAD

Menurut Slavin (2015, hlm. 143) yang merupakan


pencipta model STAD, pembelajaran ini terdiri
atas lima komponen utama, yakni: presentasi kelas,
tim, kuis, skor kemajuan individual dan rekognisi tim
yang akan dijelaskan pada pemaparan di bawah ini.

1) Prestasi kelas (Class Presentation)

Merupakan penyajian materi yang dilakukan oleh


guru secara klasikal dengan cara presentasi verbal
atau teks yang fokus terhadap konsep-konsep dari
materi yang dibahas. Melalui cara ini, siswa
diharapkan akan menyadari pentingnyar memberi
perhatian penuh selama presentasi kelas, karena
akan membantu dalam mengerjakan kuis-kuis. Setelah
penyajian materi siswa bekerja pada kelompok
untuk menuntaskan materi pelajaran melalui
tutorial, kuis atau diskusi.

2) Kerja Tim (Team Works)

Komponen ini adalah bagian yang sangat penting


dalam STAD karena dalam tim atau kelompok harus
tercipta suatu kerjasama antar siswa yang beragam
untuk mencapai kemampuan akademik yang diharapkan.
Tim terdiri dari 4-5 orang siswa yang
memprioritaskan heterogenitas (keberagaman) kelas
dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin,
ras atau etnik.

3) Kuis atau Tes (Quiz)

Tes individual diberikan kepada siswa setelah


melaksanakan satu atau dua kali penyajian kelas
dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa
harus menyadari bahwa skor yang diperoleh
setiap individu akan diakumulasikan menjadi skor
kelompok.
4) Skor Kemajuan Individual (Individual Improvement
Score)
Penilaian individual berguna untuk memberikan
motivasi kepada siswa untuk bekerja keras
memperoleh hasil yang lebih baik dari hasil skor
yang sebelumnya. Skor kemajuan individual
dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor
dasar adalah nilai dari skor tes terakhir siswa
yaitu nilai pretest yang dilakukan oleh guru
sebelum melaksanakan pembelajaran STAD.

5) Rekognisi Tim (Team Recognition)

Rekognisi tim atau pengakuan kelompok dilakukan


dengan memberikan penghargaan atas usaha yang
dilakukan oleh kelompok selama proses
pembelajaran. Tim akan mendapatkan sertifikat atau
bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-
rata kelompok mencapai kriteria tertentu melalui
penghitungan skor individu dan skor kelompok.

2.6.4. Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran


Tipe Stad

Berdasarkan statusnya yang merupakan turunan dari


pembelajaran kooperatif, model pembelajaran STAD hampir
memiliki kelebihan dan kekurangan yang mirip pula.
Berikut adalah beberapa kelebihan dan kelemahan STAD.

a) Kelebihan Pembelajaran STAD

Kurniasih dan Sani (2015, hlm. 22) memaparkan


kelebihan penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD. Adapun kelebihan dari penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD antara lain
sebagai berikut:

1) Meningkatkan kepecayaan diri dan kecakapan


individual.

2) Interaksi sosial terbangun dalam kelompok,


siswa dapat dengan sendirinya belajar ketika
bersosialisasi dengan lingkungannya (rekan
kelompoknya).

3) Siswa diajarkan untuk membangun komitmen dalam


mengembangkan potensi kelompoknya.

4) Mengajarkan untuk menghargai orang lain dan


saling percaya.

5) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih


meningkatkan keberhasilan kelompok.

Sementara itu, menurut Slavin (2015, hlm. 103)


kelebihan model pembelajaran STAD adalah sebagai
berikut:
1) Setiap siswa memiliki kesempatan untuk
memberikan kontribusi yang substansial kepada
kelompok dan posisi anggota kelompok.
2) Menggalakan interaksi secara akti dan positif
sehingga bentuk kerjasama anggota kelompok yang
menjadi lebih baik.
3) Membantu siswa untuk memperoleh hubungan
pertemanan lintas ras, suku, agama, gender,
kemampuan akademis yang lebih banyak dan
beragam.

b) Kelemahan Pembelajaran STAD


Sedangkan kelemahan dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Kurniasih
dan Sani (2015, hlm. 22) yakni sebagai berikut:

1) Bila ditinjau dari sarana kelas, maka mengatur


tempat duduk untuk kerja kelompok sangat
menyita waktu. Hal ini biasanya disebabkan
belum tersedianya ruangan-ruangan khusus yang
memungkinkan secara langsung dapat digunakan
untuk belajar kelompok.
2) Jumlah siswa yang besar (kelas gemuk) dapat
menyebabkan guru kurang maksimal dalam
mengamati kegiatan belajar, baik secara
kelompok maupun secara perorangan.
3) Guru dituntut bekerja cepat dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang berkaitan dengan pembelajaran
yang dilaksanakan, di antaranya mengoreksi
pekerjaan siswa, menghitung skor perkembangan
maupun menghitung skor rata-rata kelompok yang
harus dilakukan pada setiap akhir pertemuan.
4) Menyita waktu yang banyak dalam mempersiapkan
pembelajaran.

Selain itu, Ibrahim dkk (dalam Suherti dan Rohimah,


2016, hlm. 92) menyebutkan beberapa kekurangan model
STAD yaitu sebagai berikut.

1) Menyita waktu yang cukup lama.


2) Siswa yang memiliki tingkat akademik lebih
unggul cenderung enggan apabila disatukan
dengan temannya yang kurang. Kemudian, siswa
yang akademiknya lebih rendah akan merasa
minder ketika disatukan dengan temannya yang
pandai.
2.6.5. Langkah- Langkah Model Pembelajaran Tipe
STAD

Sintaks dan Fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


Sintaks suatu pembelajaran yang diterapkan oleh guru
berisi tentang langkah-langkah praktis yang diterapkan
ke siswa dalam proses pembelajaran.

Menurut Trianto (2009: 69-70) Seperti halnya model


pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe STAD
ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum
kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-
persipan tersebut antara lain:

a) Perangkat pembelajaran

Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu


dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang
meliputi Rencana Pembelajaran (RP), Buku Siswa,
Lembar Kegiatan Siswa (LKS), beserta lembar
jawabannya.

b) Membentuk Kelompok Kooperatif

Menentukan anggota kelompok diusahakan agar


kemampuan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan
kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok
lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan
kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama,
jenis kelamin, dan latar belakang sosial. Apabila
di dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang
yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat
didasarkan pada prestasi akademik, yaitu:

1) Siswa dalam kelas terlebih dahulu diranking


sesuai kepandaian dalam pelajaran tertentu.
Tujuannya adalah untuk mengurutkan siswa sesuai
kemampuan sainsnya dan digunakan untuk
mengelompokkan siswa ke dalam kelompok.

2) Menentukan tiga kelompok dalam kelas yaitu


kelompok atas, kelompok menengah, dan
kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25% dari
seluruh siswa yang diambil dari siswa ranking
satu, kelompok tengah 50% dari seluruh siswa
yang diambil dari urutan setelah diambil
kelompok atas, dan kelompok bawah sebanyak 25%
dari seluruh siswa yaitu terdiri atas siswa
setelah diambil kelompok atas dan kelompok
menengah.

c) Menentukan Skor Awal

Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas


kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor
awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya
pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan
tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat
dijadikan skor awal.

d) Pengaturan Tempat Duduk

Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu


juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk
menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif
apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat
menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya
pembelajaran pada kelas kooperatif.

e) Kerja Kelompok
Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran
kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu diadakan
latihan kerja sama kelompok. Hal ini bertujuan untuk
lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam
kelompok.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan waktu penelitian

3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini tindakan di sekolah Secundari geral


Católica COSAMAR Same.

3.1.2. Waktu Penelitian

Waktu Penelitian ini dilaksanakan


pada……………….Waktu/Bulan/Tahun.

3.1.3. Subjek Penelitian


Subjek Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas 11º
ano IPA di periode III Secundari Geral Católica COSAMAR
same.

3.2. Teknisi pemkumpulan data

a) Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1) Data kualitatif
Data yang berbentuk kata-kata yang berwujud
pernyataan–pernyataan verbal yang diperoleh
melalui hasil pengamatan aktivitas guru dan hasil
pengamatan aktivitas siswa.
2) Data kuantitatif
Data yang berwujud angka-angka hasil perhitugan
dapat di proses dengan cara dijumlahkan dan
dibandingkan sehingga dapat diperoleh persentase.
dalam penelitian ini berupa hasil belajar siswa
yang diperoleh melalui tes hasil belajar siswa
yang diperoleh melalui tes hasil belajar.
b) Teknik pengkumpulan data
Adapun data dalam penelitian ini adalah data
tentang.
1) Observasi
Untuk mengamati aktivitas guru dan siswa selama
pembelajaran penerapan strategi pencarian
informasi.
2) Tes
Tes dilakukan untuk mengkumpulkan data tentang
hasil belajar siswa. Tes hasil belajar yang
berupa ulangan Harian (UH) ini dilakukan setelah
proses pembelajaran berakhir dalam masing-masing
siklus.
3) Dokumentasi
Digunakan untuk mengumpulkan data yang bertujuan
untuk mengetahui sejarah sekolah, keadaan guru dan
siswa, sarana dan prasarana yang ada di sekolah.

3.3. Teknisi analisis data

Analisis data aktifitas guru dan siswa Setelah data


terkumpul melalui observasi, data tersebut diolah
dengan menggunakan rumus persentase, yaitu sebagai

berikut:

Keterangan:

F = Frekuensi yang sedang dicari


persentasenya.

N = Number of cases (jumlah frekuensi /


banyaknya individu

P = Angka persentase

100 % = Bilangan Tetap

Dalam menentukan kriteria penilaian tentang hasil


penelitian, maka dilakukan pengelompokkan atas 4
kriteria penilaian yaitu baik, cukup, kurang baik dan
tidak baik. Adapun kriteria persentase tersebut yaitu
sebagai berikut:

a) Apabila persebtase antara 76% - 100% dikatakan


“baik”
b) Apabila persentase antara 56% - 75 % dikatakan
“Cukup”
c) Apabila persentase antara 40% - 55 % dikatakan “
Kurang baik”
d) Apabila persentase antara 40% - dikatakan "tidak
baik”

3.4. Analisis Hasil Tes Belajar

Untuk mengukur hasil belajar siswa dapat dihitung


dengan mengunakan rumus.

Hasil Belajar Individu =

Selanjutnya ketuntasan belajar siswa pada setiap


pembelajaran dan seluruh individu dihitung dengan
rumus.

S=

Keterangan :

S = ketuntasan belajar siswa secara individu

R = jumlah skor dari item atau soal yang dijawap


benar

N = Skor maksimum

Sedangkan untuk mengukur ketuntasan klasikal dengan


rumus

Ketuntasan klasikal =

Anda mungkin juga menyukai