Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan
praktek pendidikan. Setelah berjalannya kurikulum di sekolah maka akan adanya
evaluasi kurikulum pada akhirnya. Evaluasi kurikulum memegang peranan penting
baik dalam penentuan kebuijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada
pengambilan keputusan dalam kurikulum.Perubahan dalam kurikulum berpengaruh
pada evaluasi kurikulum, sebaliknya perubahan evaluasi akan memberi warna pada
pelaksanaan kurikulum. Hubungan antara evaluasi dengan kurikulum bersifat organis,
dan prosesnya berlangsung secara evolusioner.
Evaluasi juga meliputi rentangan yang cukup luas, mulai dari yang bersifat
sangat informal sampai dengan yang sangat formal. Pada tingkat yang sangat
informal evaluasi kurikulum berbentuk perkiraan, dugaan atau pendapat tentang
perubahan-perubahan yang telah dicapai oleh program sekolah. Pada tingkat yang
lebih formal evaluasi kurikulum meliputi pengumpulan dan pencatatan data,
sedangkan pada tingkat yang sangat formal berbentuk pengukuran berbagai bentuk
kemajuan ke arah tujuan yang telah ditentukan.
Komponen-komponen kurikulum yang dievaluasi juga sangat luas. Program
evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar peserta didik dan dan
proses pembelajarannya, tetapi juga desain dan implementasi kurikulum dan
kemampuan pendidik, kemampuan dan kemajuan peserta didik, fasilitas dan sumbersumber belajar dan lain-lain.Luas dan sempitnya suatu program evaluasi kurikulum
sebenarnya ditentukan oleh tujuannya. Suatu evaluasi harus memiliki nilai dan

penilaian, punya tujuan atau sasaran yang jelas, bersifat menyeluruh dan terus
menerus, berfungsi diagnostik dan terintegrasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana hakekat dan tujuan evaluasi kurikulum?
2. Apa saja pendekatan-pendekatan evaluasi kurikulum?
3. Apa saja model-model evaluasi kurikulum?
4. Bagaimana tahap-tahap evaluasi kurikulum?
5. Siapa saja stakeholder kunci dalam evaluasi kurikulum?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan hakekat dan tujuan evaluasi kurikulum
2. Menjabarkan pendekatan-pendekatan evaluasi kurikulum
3. Menjabarkan model-model evaluasi kurikulum
4. Menjelaskan tahap-tahap evaluasi kurikulum
5. Mengetahui siapa saja stakeholder kunci evaluasi kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat dan tujuan evaluasi
Evaluasi adalah sebuah proses dimana orang mengumpulkan data untuk
membuat keputusan, terlepas dari itu definisi dari evaluasi bervariasi, Blaine and
James Sanders mendefinisikan evaluasi sebagai sebuah peraturan keputusan atas
kualitas, efektivitas, atau nilai dari sebuah program, produk, proyek, proses, tujuan
atau kurikulum. Evaluasi meliputi penyelidikan dan penghakiman metode: (1)
menentukan standar untuk menilai kualitas dan memutuskan apakah standar tersebut
harus relatif atau absolut, (2) mengumpulkan informasi yang relevan, dan (3)
menerapkan standar untuk menentukan kualitas.
Abbie Brown dan Timothy Green mendefinisikan evaluasi sebagai proses
penilaian berdasarkan data yang dikumpulkan, tingkat keberhasilan pembelajaran

individu atau efektivitas suatu produk. Menurut Nobert Seel dan Sanne Dijkstra,
evaluasi adalah melengkapi data yang memungkinkan kita untuk membandingkan
nilai atau dari dua atau lebih program. Ini menjadi dasar untuk memilih program atau
menentukan apakah harus diadakan evaluasi. Daniel Shuflebeam telah
mendefinisikan sebagai sebuah proses perencanaan, memeroleh, dan memberikan
informasi yang berguna untuk menilai pengambilan keputusan. Collin Marsh and
George Willis menunjukkan bahwa evaluasi menembus semua aktivitas manusia.
Kenneth Sirotnik dan jeannie Oakes memperluas konsep evaluasi, mereka
berpendapat bahwa kita harus menyelidiki asumsi yang mendasari nilai-nilai yang
dipegang, posisi yang dianjurkan dan tindakan yang bertanggung jawab. Kebanyakan
evaluator memperbaiki tentang kehadiaran dan kepentingan nilai-nilai tidak dapat
diabaikan, mereka hanya dapat mempertimbangkan dalam konteks tertentu. Hal ini
dapat dinilai apakah program mencerminkan nilai-nilai dan dapat mempertanggung
jawabkan kurikulum. Kemudian evaluasi yang dilakukan adalah apakah tujuan
tersebut tercapai.
Sirontik dan Oakes menganjurkan jenis penyelidikan kritis yang disebut
hermeneutika. Dalam kamus mendefinisikan hermeneutio adalah studi tentang
prinsip-prinsip metodologis interpretasi. Dalam mengambil pendekatan hermeneutik,
untuk mengevaluasi kurikulum dan efeknya, seorang evaluator menimbulkan
mengajukan pertanyaan mendalam tentang nilai program penidikan, kebenaran atau
kelayakan dan pemerintah. Tentu saja menimbulkan satu pertanyaan seperti apa sikap
siswa dalam belajar, bagaimanapun bagaimana siswa belajar ditentukan oleh baik
tidaknya seseorang di dalam suatu organisasi dan di luar organisasi. Beberapa ahli
mengemukakan apa yang telah dipelajari oleh siswa menentukan keberhasilan.
1) Pengukuran dan evaluasi.

Terkadang pendidik bingung tentang mengukur dan mengevaluasi. Menurut Fred


keringer mengukur adalah tentang memasukkan angka ke objek atau peristiwa
menurut aturan. Sedangkan evaluasi adalah pemberian nilai dan makna terhadap
pengukuran. Contohnya, seorang evaluator memberikan nilai atau skor terhadap
jawaban 70% benar apakah berarti cukup ataukah berhasil. Pengukuran
menggambarkan situasi atau perilaku yang bersifat numerik, pengukuran
memungkinkan pendidik untuk merekam hasil kompetensi siswa dengan cara
pengumpulan data.
2.2. Pendekatan Evaluasi Kurikulum
Evaluasi bukanlah sebuah konten khusus. Prosedur yang sama dapat digunakan
untuk mengevaluasi efektifitas setiap kurikulum. Pada dasarnya, evaluasi terdiri dari
mengumpulkan data dan mengaitkannya dengan tujuan. Dalam menentukan nilai dari
rencana kurikulum, pendidik harus bertanya apakah hasil yang diharapkan dapat
bermanfaat. Pandangan filasafat dan psikologis akan memberikan pengaruh
bagaimana seseorang memproses data. Bagi penganut behavioristik cenderung
menetapkan perilaku tertentu atau konten belajar sebagai hasil dari kurikulum dan
instruksi Seperti tujuan yang sudah dinyatakan denganjelas, indikator yang tepat dari
apakah yang dicapai siswa telah mencapai tujuan. Sedangkan bagi penganut
humanistik lebih tertarik kepada kemungkinkan siswa untuk meningkatkan konsep
dalam dirinya sesuai situasi yang direncanakan. Secara umum, evaluasi
memungkinkan pendidik untuk (1) memutuskan apakah akan mempertahankan,
merevisi, atau mengganti kurikulum yang ada, (2) menilai individu (terutama siswa
dan guru) dalam hal pengajaran dan pembelajaran, dan (3) memutuskan apakah
ketersediaan pengelolaan organisasi sekolah dan program yang harus dipertahankan
atau direvisi. Evaluasi juga berfokus pada lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat dimana sekolah tersebut berada. Pada jangkauan lebih luas, evaluasi

berfokus pada daerah seluruh sekolah, sistem penidikan Negara dan bahkan sistem
Undang-undang. Sedangkan evaluasi dalam jangkauan sempit, meliputi lembaga
tertentu individu misalnya perguruan tinggi dan atau kelompok misalnya, beberapa
perguruan tinggi dalam suatu daerah.
1) Pendekatan Scientific dan Pendekatan Humanistik
Lee Cronbach telah menempatkan pendekatan scientific dan pendekatan
humanistik di ujung rangkaian kurikulum. Evaluator Scientific menggunakan
pendekatan eksperimental (1) dua atau lebih kondisi di suatu tempat, salah satunya
adalah konsekuensi campur tangan sebuah keputusan penuh pertimbangan, (2) orang
atau lembaga yang didalamnya terdapat kondisi yang berjalan untuk menciptakan
kelompok yang setara, (3) semua peserta memperkirakan hasil pengukuran yang
sama.
Evaluator scintific cenderung berkonsentrasi pada peserta didik. Mereka
menggunakan data, lebih sering dalam bentuk nilai ujian, untuk membandingkan
prestasi siswa dalam kondisi yang berbeda. Data tersebut adalah data kuantitatif,
kemudian mereka dapat menganalisis dengan statistik. Keputusan program
didasarkan pada hasil perbandingan informasi yang didapatkan.
Dalam pendekatan humanistik, ada minat yang tumbuh. Orang mulai menyadari
bahwa pendidikan perlu menggunakan prosedur non tradisional untuk mengevaluasi
untuk memeroleh gambaran lebih jelas tentang kurikulum. Pendekatan humanistik
menekankan belajar dalam keadaan natural dan menolak eksperimen. Humanistik
lebih menyukai program pembelajaran secara langsung, bukan program yang
dipaksakan oleh evaluator. Orang tidak menunjuk pada perlakuan hanya untuk
kepentingan penelitian. Evaluator naturalis mengajukan pertanyaan yang berbeda dari
program yang berbeda. Manfaat yang dijelaskan, tidak terukur. Kesempatan observasi
dan tanggapan dari sekitar tidak terstruktur.

Evaluator humanistik menganalisis dengan data kualitatif, seperti gambaran dari


apa yang mereka amati, mereka menggambarkan situasi atau peristiwa yang
sebenarnya. Data diperoleh dari wawancara dan diskusi dengan peserta termasuk
dalam mengevaluasi. Analisis mengungkapkan pola-pola diantara beberapa
pengamatan.
2) Pendekatan Utilitari dan Pendekatan Institusi
Evaluasi dapat diklasifikasikan salah satunya utilitari atau institusionis.
Pendekatan utilitari adalah pendekatan yang terkaitdengan pendekatan scientific.
Sedangkan pendekatan intuisionis terkait dengan pendekatan humanistik. Evaluasi
utilitari beroperasi sesuai dengan premis bahwa jika kebaikan tersebar adalah yang
bermanfaat bagi jumlah terbesar dari individu-indivudi, evaluator utilitari melihat
kelompok besar seperti seluruh sekolah atau sekolah di daerah-daerah. Intuisi
evaluator yang mendapatkan data untuk menilai imbas program-program dalam
individu atau kelompok. Tidak ada sutu kriteria mengenai kelayakan, banyak kriteria
yang digunakan untuk menilai kelayakan sebuah program. Peserta program, tidak
diluar evaluator, mempertimbangkan kualitas program. Setiap orang mempengaruhi
program dan dapat membuat penilaian tentang hal itu.
3) Intrinsik dan Pendekatan hasil
Evaluator intrinsik mempelajari rencana kurikulum secara terpisah. kriteria
evaluasi biasanya tidak didefinisikan secara operasional. Sebaliknya, evaluator hanya
mencoba untuk menjawab pertanyaan "Bagaimana kurikulum yang baik?" Evaluator
intrinsik mempelajari konten secara terpisah, bagaimana konten tersebut diurutkan,
akurasi, pengalaman belajar yang sesuai dengan konten, dan jenis bahan yang
digunakan. Mereka menganggap bahwa jika rencana kurikulum memiliki isi yang
akurat dan dasar yang kuat untuk organisasi tertentu, maka secara efektif akan
merangsang belajar siswa. Semua evaluator perlu melakukan evaluasi intrinsik.
Artinya, mereka harus menentukan apakah kurikulum memiliki nilai. Evaluator perlu

mempertimbangkan tidak hanya seberapa baik kurikulum mencapai sasaran dan


tujuan, tetapi apakah tujuan-tujuan dan sasaran itu berharga.
Setelah kurikulum telah layak dinilai, evaluator harus memeriksa efek dari
kurikulum. Evaluator dapat mempertimbangkan efek kurikulum pada siswa, guru,
orang tua, dan mungkin administrator. Pendekatan evaluasi ini mungkin melibatkan
penilaian mengenai perbedaan antara pretest dan post test dan antara eksperimenkelompok dan kontrol tes kelompok pada satu atau sesuai kriteria yang diinginkan.
Hasil evaluasi menerima perhatian yang besar dari pendidik karena menunjukkan
efek kurikulum pada peserta didik dalam hal tujuan yang ditentukan.
4) evaluasi formatif dan sumatif
Cara lain untuk melihat evaluasi adalah dalam hal evaluasi formatif dan sumatif.
evaluasi formatif meliputi kegiatan yang dilakukan untuk mengoptimalkan belajar
siswa. evaluasi formatif dilakukan selama pengembangan dan pelaksanaan program.
Pada tahap pengembangan kurikulum, evaluasi formatif melengkapi bukti yang akan
mengarahkan keputusan tentang bagaimana merevisi program yang sedang
dikembangkan.. Evaluasi formatif memberikan informasi secara ajeg dan mendetail.
Evaluasi formatif berlangsung di sejumlah titik-titik tertentu dalam proses
pengembangan kurikulum. Hal ini penting, terutama selama tahap awal dari proses
pembangunan. evaluasi formatif memungkinkan pendidik untuk memodifikasi,
menolak, atau mengembangkan kurikulum.
Bagaimana pendidik melakukan evaluasi formatif bervariasi. Jika mereka
mengevaluasi hanya satu rencana satuan, mereka mungkin menggunakan cara
informal dan melibatkan orang pada unit tertentu. Namun, jika mereka terlibat dalam
menciptakan sebuah program baru untuk seluruh distrik sekolah, evaluasi formatif
mungkin lebih formal dan sistematis.
evaluasi sumatif ditujukan untuk menilai kualitas keseluruhan dari kurikulum
direncanakan dan kemudian diterapkan. Wilhelmina Savenya mengungkapkan, data

yang dikumpulkan untuk memastikan kelayakan dan efektivitas. Jika evaluasi


formatif telah dilaksanakan dengan hati-hati, evaluasi sumatif harus menunjukkan
bahwa kurikulum tersebut telah memungkinkan siswa untuk mencapai tujuan
kurikulum. evaluasi sumatif memberi informasi kepada pendidik bahwa siswa telah
memenuhi standar pendidikan sekolah atau standar yang ditetapkan secara nasional.
Hal ini juga menunjukkan bahwa guru telah memenuhi standar akuntabilitas
minimum.
Secara keseluruhan, evaluasi sumatif menimbulkan pertanyaan, "Apakah
kurikulum bekerja?" Seperti namanya, evaluasi sumatif mengumpulkan bukti-bukti
tentang "menyimpulkan" efek dari komponen kurikulum tertentu atau unit.
Brown dan Green mendiskusikan pendekatan untuk evaluasi sumatif yang
dikembangkan D. L Kirkpatrick lebih dari satu dekade lalu. Meskipun Brown dan
Green membahas evaluasi sumatif dalam hal desain instruksional, pendekatan
Kirkpatrik ini dapat diterapkan untuk evaluasi kurikulum. Kirkpatrick
mendeskripsikan empat tingkat evaluasi sumatif: 1) reaksi, 2) belajar, 3) Transfer, 4)
hasil
Tingkat 1, reaksi, berfokus pada pengumpulan data tentang bagaimana siswa
bereaksi terhadap kurikulum baru. Data menunjukkan tidak hanya jumlah
pengetahuan baru yang diperoleh tetapi apakah yang diberikan kepada siswa adalah
relevan untuk mereka. Apakah kurikulum baru dan pengalaman petugas memenuhi
kebutuhan sosial, emosional, amd intelektual mahasiswa? Pada tingkat 1, evaluator
mungkin mewawancarai siswa atau melakukan pengamatan sikap (bukan tes).
Pada tingkat 2, evaluator mengumpulkan data tentang apakah siswa telah
memperoleh pengetahuan baru, keterampilan, dan teknik implisit sesuai tujuan dan
sasaran kurikulum baru. Untuk mengumpulkan data tersebut, evaluator biasanya
memberikan serangkaian pretest dan posttest di berbagai aspek dari kurikulum yang
diimplementasikan.

Pada tingkat 3, evaluator mengungkapkan pertanyaan apakah individu yang


mengalami kurikulum baru secara efektif dapat memperoleh keterampilan dan
pengetahuan dan apakah mereka menunjukkan sikap yang lebih baik. Evaluator
menentukan apakah siswa menunjukkan bukti dalam kehidupan sehari-hari, situasi
kerja, atau sekolah lanjut bahwa mereka menerapkan pengetahuan baru,
keterampilan, dan sikap mereka dengan berbagai macam jenis tes.
Level 4, hasil, merupakan tantangan besar bagi evaluator. Hasil kurikulum baru
yang dikembangkan mungkin tidak segera nampak atau membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk nampak. Beberapa sekolah menilai hasil sebagian melalui
wawancara siswa, yang menunjukkan bagaimana kurikulum baru telah mengubah
pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Evaluasi pada tingkat akhir ini mungkin juga
dilakukan melalui kegiatan focus group. Survei yang diberikan kepada lulusan
kurikulum baru juga dapat memberikan data sumatif.
2.3 Model-model Evaluasi.
Terdapat tiga model evaluasi yang akan dibahas pada makalah ini, pertama
scientific models yang meliputi Stakes congruence-contingency model dan
Stufflebeams medel: context, input, process, product, kedua, Humanistic models
yang meliputi Eisners connoisseurship and criticism models dan Illuminative model,
dan yang terakhr action research model.
1) Scientific Models
Evaluasi secara massal di amerika serikat pertama kali dilaporkan dalam studi
komparatif Joseph Rice pada tahun 1897-1989. Sedangkan titik balik evaluasi
pendidikan terejadi pada tahun 1933-1941. Rencana evaluasi untuk pendidikan
delapan tahun di Amerika Serikat memiliki tujuh sekuen langkah yaitu fokus pada
tujuan program, klasifikasi tujuan, mendefinisi operasionalkan tujuan,
mengkondisikan siswa dapar menunjukkan prestasi, memilih atau mengembangkan

teknik pengukuran, mengumpulkan data siswa, dan membandingkan data siswa


dengan tujuan.
a. Starkes congruency-contingency model.
Robert stake menyarankan evaluasi pendidikan secara formal karena objektif
dan memberikan data yang dapat mendeskripsikan dan memperi penilaian atas
program yang dievaluasi. Stake juga menyatakan bahwa evaluator mengumpulkan
dan mengolah berbagai data, memberikan kesempatan tiap pihak untuk memberikan
penilaian. Stake mengkategorikam data menjadi 3 macam yaitu antecedent,
transaction, dan outcomes.
Antecedent adalah kondisi sebelum belajar mengajar yang mungkin
mempengaruhi hasil belajar. Data yang termasuk dalam antecedent antara lain
karakteristik siswa sebelum pembelajaran, bakat, dan kehadiran. Karakteristik dan
kebiasaan guru dalam mengajar juga termasuk data antecedent.
Transaction adalah interaksi siswa. interaksi dapat terjadi antara siswa dengan
siswa, siswa dengan narasumber, siswa dengan narasumber, dan siswa dengan
lingkungan kelas.
Outcome merupakan hasil belajar dapat berupa prestasi belajar, ketrampilan
motorik ataupun ketrampilan sikap.
b. Stufflebeams model: context, input, process, product.
Menurut stufflebeam informasi dari evaluasi kurikulum disediakan untuk
manajemen pembuatan keputusan, oleh karena itu evaluasi harus memberi batasan
informasi yang harus dikumpulkkan, mengumpulkan informasi dan menyediakan
informasi untuk pihak yang berkepentingan.
Evaluasi context mempelajari lingkungan kurikulum. Hal ini bertujuan untuk
mencari gambaran apakah lingkungan memiliki relevansi dengan kurikulum, dan
memberikan diskripsikan kondisi yang diinginkan dan kondisi yang sebenarnya.

10

Evaluasi Input menyediakan informasi tentang penggunaan sumberdaya.


Evaluator mengakses kemampuan sekolah dalam melaksanakan kurikulum. Evaluator
menilai perencanaan sekolah dalam mencapai tujuan kurikulum dan bagaimana
strategi yang telah dipilih diimplementasikan secara efektif dan efisien. Evaluator
menelaah komponen-komponen kurikulum secara spesifik. Pertanyaan mendasar
untuk membantu mengumpulkan data antara lain apakah tujuan sekolah dapat
diterima? Apakah kurikulum sesuai dengan tujuan sekolah? Apakah isi dalam setiap
komponen telah sesuai dengan tujuan kurikulum?
Evaluasi process mengakses kebijakan implementasi yang mengontrol dan
mengatur kurikulum. Hal ini untuk menentukan kongruensi antara rencana dan
aktivitas yang sebenarnya dilakukan. Evaluasi product. Evaluator mengumpulkan
data untuk menentukan apakah kurikulum yang sedang digunakan sesuai dengan apa
yang diharapkan.evaluasi produk menyediakan informasi bagi evaluator untuk
melakukan modifikasi, memilih mana kurikulum yang diteruskan ataupun dihentikan.
2) Humanistic Models
Model Stake dan stufflebeam dianggap terlalu kuantitatif sehingga beberapa
pendidik merasa evualuator terlalu berfokus pada observasi dan penilaian terhadap
kesuksesan program.Evaluator humanistic percaya jika setiap individu memiliki
perbedaan kemampuan, pengalaman dan persepsi tentang realita. Mereka
menginginkan pendekatan evaluasi yang lebih holistic, yang memberikan potret detail
tentang keadaan yang dievaluasi, pendekatan yang berfokus pada proses daripada
hasil belajar dan lebih menitikberatkan pada kualitas kelas dan kehidupan sekolah
daripada kuantitasnya.
a. Eisners Connoineurship and criticism model.
Eisner menawarkan dua model evaluasi humanistic yaitu connoineurship dan
criticis. Connoineurship memiliki lima dimensi inti yaitu intentional, structural,
curricular, pedagogical, dan evaluative.Intentional mengevaluasi penilaian personal

11

terhadap nilai kurikulum. Structural mengevaluasidesain kurikulum dan organisasi


sekolah. Curricular mengevaluasi konten spesifik dari kurikulum dan bagaimana
kurikulum diorganisasi. Pedagogical mengevaluasi desain instruksional dan strategi
mengajar. Evaluasi mengevaluasi bagaimana langkah-langkah evaluasi dilaksanakan.
Sumber data evaluasi connonieurship diperoleh dari aktivitas guru dan siswa,
bagaimana guru berkomunikasi dengan siswa. Selain itu evaluator juga dapat
mewawancarai siswa, mengamati hasil karya siswa dan menelaah soal-soal yang
dibuat oleh guru. Pada model criticism terdapat 4 hal yang harus diperhatikan yaitu:
1. description, evaluator menulis laporan deskripsi kurikulum dan lingkungan belajar
2. Interpretation, menginterpretasikan temuan
3. Evaluation, mengkomunikasikan program baru
4. thematic, memilih tema apa yang dimunculkan.

3) Illuminative evaluation model


Dikembangkan oleh Malcolm Parlett dan David Hamilton. Model yang juga disebut
explication ini memiliki 3 langkah.
1. observation, melakukan pratinjau program dan mendeskripsikan bagaimana
kurikulum dilaksanakan. Data dapat diperoleh dari kegiatan pembelajaran, materi
yang digunakan, ataupun metode evaluasi yang digunakan.
2. Further Inquiry, evaluator memilsahkan antara data utama dan data sampingan,
mengapa program berjalan atau tidak. Untuk memperoleh data yang lebih akurat
evaluator mengamati kurikulum secara langsung. Data diperoleh dari dokumen
sekolah, portofolio siswa, wawancara ataupun memberikan kuesioner kepada staf
atau orang tua siswa.
3. explanation, menilai data dan mendeskripsikan data tentang apa yang terjadi dan
mengapa terjadi demikian.

12

a. Action research model


Action research merupakan pendekatan evaluasi yang menggabungkan scientific
dan humanistic.parker pelmer berpendapat cara mengavuluasi belajar dan
pembelajaran adalah dengan menyatu dengan lingkungan belajar. Guru adalah tokoh
kunci dalam model ini. Penggunaan model ini mengakui keunikan guru, siswa, dan
kelas. Model ini cenderung berorientasi pada pemecahan masalah untuk guru yang
lebih spesifik.
Langkah pertama dalam action research model adalah guru menentukan apa yang
akan dicapai dalam kurikulum dan apa yang diharapkan siswa dari kurikulum.
Langkah selanjutnya menentukan bagaimana mengamati pelaksanaan kurikulum.
Langkah ketiga menginterpretasikan dara yang diperoleh ketika pengamatan dan yang
terkahir mengulangi proses sampai tingkat tertentu. Dalam mengumpulkan data, guru
dapat melakukan sendiri dengan merekam kegiatan pembelajaran atau berkolaborasi
dengan rekan sejawat.
2.4 Tahap Evaluasi
Untuk melaksanakan evaluasi, evaluator harus memiliki rencana aksi. Kebanyakan
evaluator setuju bahwa evaluasi meliputi langkah-langkah:
1) Pada fenomena kurikuler untuk dievaluasi. Evaluator menentukan apa yang
mereka akan mengevaluasi dan apa desain mereka akan menggunakan.
Mereka menentukan fokus evaluasi ini. Sebagai contoh, sistem sekolah total,
sekolah tertentu, salah satu topik tertentu di sekolah, atau satu tingkat kelas
dalam sekolah. Evaluator menguraikan tujuan evaluasi dan mengidentifikasi
kendala dan kebijakan di mana evaluasi akan dilakukan.
2) Mengumpulkan informasi. Evaluator mengidentifikasi sumber-sumber
informasi yang diperlukan dan sarana yang mereka dapat mengumpulkan

13

informasi. Mereka juga memetakan tahap untuk mengumpulkan informasi


dalam hal jadwal waktu mereka.
3) Mengatur informasi. Evaluator informasi sehingga audiens akan dapat
menafsirkan dan menggunakannya. Mereka mencatat sarana coding,
pengorganisasian, sroring, dan mengambil informasi.
4) Menganalisis informasi. Evaluator memilih dan menggunakan teknik analisis
yang tepat untuk facus evaluasi ini.
5) Melaporkan informasi tersebut. Evaluator menentukan sifat penonton laporan.
Mereka mungkin terlibat dalam pelaporan formal, seperti memberikan
pendapat dan membuat penilaian berdasarkan pada persepsi umum. Namun,
mereka mungkin memutuskan bahwa mereka harus mengumpulkan, merawat,
dan melaporkan data yang lebih ketat, dalam hal laporan akhir akan memiliki
data statistik rinci.
6) Mendaur ulang informasi. Kebutuhan akan informasi saat ini membutuhkan
reevaluasi terus menerus. Bahkan jika kurikulum tampaknya layak, umpan
balik terus menerus dan modifikasi yang diperlukan karena kekuatan yang
mempengaruhi sekolah selalu berubah.
2.5 Pihak-Pihak yang Berkepentingan dengan Evaluasi Kurikulum
1) Siswa.
Siswa sebaiknya memiliki rasa tanggung jawab terhadap evaluasi
pembelajaran dan kurikulum. Siswa dapat berkonsultasi dengan guru tentang
efektifitas belajar yang mereka lakukan. Siswa harus membantu menentukan prosedur
evaluasi yang dapat digunakan untuk menilai seberapa jauh mereka belajar.
2) Guru
Evaluasi membantu guru mengetahui sejauh mana mereka berhasil dalam
pembelajaran dan menerapkan kurikulum. Evaluasi akan membantu guru dalam
membuat jurnal ataupun laporan tentang keberhasilan dan kegagalan berbagai

14

kurikulum yang diterapkan. Selain itu evaluasi juga memberikan poteret bagaimana
reaksi siswa terhadap kurikulum yang diterapkan.
3) Evaluator.
Evaluator bertugas mengumpulkan data sehingga dapat memberikan pandangan
kepada pembuat kebijakan. Evaluator tidak emmiliki kewenangan penggunaan data
tapi evaluator membantu memberikan klarifikasi kepada pembuat kebijakan.
Evaluator diibaratkan sebagai mata dan telinga yang berfungsi sebagai adan
pengumpul informasi. Evaluator sangat penting untuk menyokong pengembangan
kurikulum dan usaha implementasinya.
4) Orang tua dan masyarakat
Orang tua dan masyarakat sebaiknya tidak dengan mudah membaca atau
menandatangani hasil evaluasi anaknya namun juga berpartisipasi dan berkontribusi
dalam berbagai aspek kurikulum, termasuk dalam evaluasi kurikulum.

15

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan
kebuijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan
dalam kurikulum.Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi kurikulum,
sebaliknya perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan kurikulum.
Hubungan antara evaluasi dengan kurikulum bersifat organis, dan prosesnya
berlangsung secara evolusioner. Selain itu, dalam evaluasi kurikulum terdapat
beberapa pendekatan, diantaranya pendekatan scintific dan humanistik; pendekatan
utilitari dan pendekatan intuisi; pendekatan intrinsik dan pendekatan hasil; evaluasi
formatif dan sumatif.
Dalam evaluasi kurikulum, terdapat tiga model yaitu scientifik model,
humanistik model, dan Illuminative model. Tahapan evaluasi kurikulum ada 6 yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pada fenomena kurikuler untuk dievaluasi


Mengumpulkan informasi
Mengatur informasi
Menganalisis informasi
Melaporkan informasi tersebut
Mendaur ulang informasi

Tidak kalah pentingnya adalah stakeholder kunci evaluasi kurikulum, diantaranya


adalah siswa, guru, evaluator, orang tua dan masyarakat.

16

DAFTAR RUJUKAN
Ornstein, Allan dan Hunkins, Francis P. 2009. Curiculum Foundation, Principles,
and Issues. Amerika: Pearson

17

Anda mungkin juga menyukai