Pengertian Yurisprudensi
Yurisprudensi sebagai sumber hukum formal harus dibedakan dengan kata
jurisprudence dalam bahasa Inggris. Kata yurisprudensi berasal dari bahasa latin
jurisprudentia yang berarti pengetahuan hukum. Dalam bahasa Belanda adalah
jurisprundentie, sedangkan dalam bahasa Perancis adalah jurisprudence, Makna yang hendak
di tunjuk kurang lebih sepadan, yaitu hukum peradilan. Sementara itu kata, jurisprudence
dalam bahasa Inggris bermakna teori ilmu hukum, yang lazim disebut general theory of law
(algemene rechtler). Sedangkan untuk menunjuk pengertian hukum peradilan dalam bahasa
inggris digunakan istilah case law atau judge law-made law.[1]
Menurut istilah, terdapat berbagai definisi yang dikemukakan pada Ahli Hukum. Sebagai
contoh berikut dikemukakan beberapa variasi definisi yurisprudensi :
a. Menurut Sudikno Mertokusumo, yurisprudensi ialah sebagai peradilan pada umumnya
(judicature, rechtspraak) yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak
yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas
dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat
dan berwibawa. Namun menurut Van Apeldoorn menyatakan bahwa yurisprudensi, doktrin
dan perjanjian merupakan faktor-faktor yang membantu pembentukan hukum. Sedangkan
Lemaire menyatakan yurisprudensi, ilmu hukum (doktrin) dan kesadaran hukum sebagai
determinan pembentukan hukum.
b. Menurut Kansil yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti
dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.
c. Menurut Sudargo Gautama, yurisprudensi adalah ajaran hukum yang dibentuk dan
dipertahankan Pengadilan, dalam hal pengambilan suatu keputusan oleh Mahkamah Agung
atas suatu yang belum jelas pengaturannya, yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
diikuti oleh Hakim bawahan, yang dihimpun secara sistematis.
d. Menurut, A. Ridwan Halim yang dimaksud yurisprudensi adalah suatu putusan hakim
atas suatu perkara yang belum ada pengaturannya dalam undang-undang yang untuk
selanjutnya menjadi pedoman bagi hakim-hakim lainnya yang mengadili kasus-kasus serupa.
e. Menurut Subekti yurisprudensi adalah putusan Hakim atau Pengadilan yang tetap dan
dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Kasasi atau putusan Mahkamah
Agung sendiri yang sudah tetap.
Mencermati beberapa rumusan atau pengertian yurisprudensi seperti yang dikemukakan
diatas, maka dalam bahasa ini penggunaan istilah yurisprudensi adakalanya berorientasi
kepada:
a. Putusan hakim terdahulu yang dijadikan rujukan hakim terhadap putusan-putusan
sesudahnya.
b. Putusan hakim itu sendiri, baik pada tingkat Pengadilan Agama, Pengadilan tinggi Agama
atau pada tinggkat kasasi Mahkama Agung.
c. Putusan pengadilan merangkum dari putusan-putusan pengadilan dalam kurun waktu
tertentu.
Dalam membuat yurisprudensi, biasanya seorang hakim akan melaksanakan berbagai macam
penafsiran, misalnya:
a. Penafsiran secara gramatikal (tata bahasa), yaitu penafsiran berdasarkan arti kata.
b. Penafsiran secara historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah terbentuknya undang-
undang.
c. Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran dengan cara menghubungkan pasal-pasal yang
terdapat dalam undang-undang.
d. Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan jalan mempelajari hakekat tujuan undang-
undang yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
e. Penafsiran otentik, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh si pembentuk undang-undang itu
sendiri.
Adapun syarat-syarat dan prosedur tertentu yang telah di atur untuk membentuk sebuah
Putusan atau Yurisprudensi sebagai berikut:
2. Sidang Pembuktian
Sebelum memasuki acara pembuktian, hakim ketua mempersilahkan terdakwa supaya
duduknya berpindah dari kursi pemeriksaan ke kursi terdakwa yang berada di samping kanan
kursi Panesehat Hukum (PH).selanjutnya, prosedur dan tata cara pembuktian adalah sebagai
berikut:
a. Pembuktian Oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu Pengajuan saksi yang memberatkan (saksi
a charge). Hakim ketua bertanya kepada JPU apakah telah siap menghadirkan saksi-saksi
pada sidang hari ini, apabila JPU telah siap, maka hakim segera memerintahkan kepada JPU
untuk menghadirkan saksi seorang demi seorang ke dalam ruang sidang danSaksi yang
pertama kali diperiksa adalah”saksi korban”. Dan setelah itu baru saksi yang lain yang
dipandang relevan dengan tujuan pembuktian mengenai tindak pidana yang didakwakan pada
terdakwa, baik saksi yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara maupun saksi tambahan
yang diminta oleh JPU selama sidang berlangsung.
b. Pembuktian Oleh Terdakwa atau Penasihat Hukum yaitu Pengajuan saksi yang
meringankan terdakwa( saksi a de charge). Hakim ketua bertanya kepada terdakwa/PH
apakah ia akanmengajukansaksi yang meringankan (a de charge), Jika terdakwa/PH tidak
akan mengajukan saksi ataupun bukti lainnya,maka ketua majelis menetapkan bahwa sidang
akan dilanjutkan pada acara pengajuan tuntutan oleh JPU. Apabila terdakwa/PH akan dan
telah siap mengajukan saksi yang meringankan, maka hakim ketua segera memerintahkan
agar saksi di bawaah masuk ke ruang sidang untuk diperiksa.
c. Pemeriksaan Pada Terdakwa Hakim ketua mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada
terdakwa diikuti oleh hakim anggota, JPU dan PH. Majelis hakim dapat menunjukkan segala
jenis barangbukti dan menanyakan pada terdakwa apakah ia mengenal benda tersebut. Jika
perlu hakim juga dapat menunjukkan surat-surat atau gambar atau photo hasil rekonstruksi
untuk meyakinkan jawaban atas pertanyaan hakim atau untuk menegaskan suatu fakta.