Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengertian Yurisprudensi
Yurisprudensi sebagai sumber hukum formal harus dibedakan dengan kata
jurisprudence dalam bahasa Inggris. Kata yurisprudensi berasal dari bahasa latin
jurisprudentia yang berarti pengetahuan hukum. Dalam bahasa Belanda adalah
jurisprundentie, sedangkan dalam bahasa Perancis adalah jurisprudence, Makna yang hendak
di tunjuk kurang lebih sepadan, yaitu hukum peradilan. Sementara itu kata, jurisprudence
dalam bahasa Inggris bermakna teori ilmu hukum, yang lazim disebut general theory of law
(algemene rechtler). Sedangkan untuk menunjuk pengertian hukum peradilan dalam bahasa
inggris digunakan istilah case law atau judge law-made law.[1]
Menurut istilah, terdapat berbagai definisi yang dikemukakan pada Ahli Hukum. Sebagai
contoh berikut dikemukakan beberapa variasi definisi yurisprudensi :
a. Menurut Sudikno Mertokusumo, yurisprudensi ialah sebagai peradilan pada umumnya
(judicature, rechtspraak) yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak
yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas
dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat
dan berwibawa. Namun menurut Van Apeldoorn menyatakan bahwa yurisprudensi, doktrin
dan perjanjian merupakan faktor-faktor yang membantu pembentukan hukum. Sedangkan
Lemaire menyatakan yurisprudensi, ilmu hukum (doktrin) dan kesadaran hukum sebagai
determinan pembentukan hukum.
b. Menurut Kansil yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti
dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.
c. Menurut Sudargo Gautama, yurisprudensi adalah ajaran hukum yang dibentuk dan
dipertahankan Pengadilan, dalam hal pengambilan suatu keputusan oleh Mahkamah Agung
atas suatu yang belum jelas pengaturannya, yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
diikuti oleh Hakim bawahan, yang dihimpun secara sistematis.
d. Menurut, A. Ridwan Halim yang dimaksud yurisprudensi adalah suatu putusan hakim
atas suatu perkara yang belum ada pengaturannya dalam undang-undang yang untuk
selanjutnya menjadi pedoman bagi hakim-hakim lainnya yang mengadili kasus-kasus serupa.
e. Menurut Subekti yurisprudensi adalah putusan Hakim atau Pengadilan yang tetap dan
dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Kasasi atau putusan Mahkamah
Agung sendiri yang sudah tetap.
Mencermati beberapa rumusan atau pengertian yurisprudensi seperti yang dikemukakan
diatas, maka dalam bahasa ini penggunaan istilah yurisprudensi adakalanya berorientasi
kepada:
a. Putusan hakim terdahulu yang dijadikan rujukan hakim terhadap putusan-putusan
sesudahnya.
b. Putusan hakim itu sendiri, baik pada tingkat Pengadilan Agama, Pengadilan tinggi Agama
atau pada tinggkat kasasi Mahkama Agung.
c. Putusan pengadilan merangkum dari putusan-putusan pengadilan dalam kurun waktu
tertentu.
Dalam membuat yurisprudensi, biasanya seorang hakim akan melaksanakan berbagai macam
penafsiran, misalnya:
a. Penafsiran secara gramatikal (tata bahasa), yaitu penafsiran berdasarkan arti kata.
b. Penafsiran secara historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah terbentuknya undang-
undang.
c. Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran dengan cara menghubungkan pasal-pasal yang
terdapat dalam undang-undang.
d. Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan jalan mempelajari hakekat tujuan undang-
undang yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
e. Penafsiran otentik, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh si pembentuk undang-undang itu
sendiri.
Adapun syarat-syarat dan prosedur tertentu yang telah di atur untuk membentuk sebuah
Putusan atau Yurisprudensi sebagai berikut:

1. Syarat – syarat Yurisprudensi


Mencermati istilah yurisprudensi sebagia mana yang tercantum dalam pengertian
yurisprudensi, maka untuk menentukan syarat-syarat tersebut, terkait erat dengan pembagian
yurisprudensi. Yurisprudensi terdiri dari yurisprudensi tetap dan yurisprudensi tidak tetap.
Yurisprudensi tetap sebagaimana dikemukakan oleh Soeroso adalah keputusan-keputusan
hakim yang berulang kali dalam kasus yang sama. Sedangkan menurut kansil, yurisprudensi
tetap adalah keputusan hakim tetap tentang putusan serupa dan menjadi dasar bagi pengadilan
untuk mengambil keputusan.
Yurisprudensi tidak tetap adalah yurisprudensi yang belum masuk menjadi yurisprudensi
tetap atau dalam istilah lain putusan hakim yang hanya dipergunakan sekali dalam
menetapkan hukum dalam suatu perkara yang sama, tidak berulang kali sebagaimana
yurisprudensi tetap. J.B Dailo mendefinisikan yurisprudensi tidak tetap ialah putusanhakim
terdahulu yang bukan standart arresten (yang dijadikan dasar atau patokan untuk memutuskan
suatu perkara).
Berdasarkan penjelasan diatas maka syarat yurisprudensi tetap minimal ada dua. Pertama
putusan itu mempunyai kriteria standar putusan pengadilan yang baik dan bermutu. Kedua
putusan ini telah digunakan secara berulang-ulang. Yurisprudensi tidak tetap meliputi
yurisprudensi dalam pengetian b dan c, yaitu berorientasi pada putusan hakim itu sendiri baik
pada tingkat pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama atau pada tingkat Kasasi
Mahkmah Agung dan juga berorientasi pada putusan pengadilan, merangkum dari putusan-
putusan pengadilann dalam kurun waktu tertentu syarat-syaratnya adalah inheren, artinya
kalau putusan hakim itu berorientasi pada putusan hakim itu sendiri, baik tingkat
pertama,banding dan kasasi, maka secara tidak langsung itu menjadi syarat. Begitu juga
dengan syarat yurisprudensi yang berkaitan dengan putusan pengadilan, karena dalam
pembahasan ini yurisprudensi menjadi dua kategori, yaitu tetap dan tidak tetap.
Syarat Yurisprudensi:
1. Putusan atas peristiwa hukum yang belum jelas peraturannya
2. Putusan telah berkekuatan hukum tetap
3. Putusan berulang kali dijadikan dasar hukum untuk memutus perkara sama
4. Putusan telah memenuhi rasa keadilan masyarakat
5. Putusan telah dibenarkan oleh MA-RI

2. Prosedur Penetapan Yurisprudensi


a. Pengertian Prosedur
Para pakar mencoba merumuskan definisi prosedur adalah sebagai berikut:
1. Prosedur adalah tata cara kerja atau menjalankan suatu pekerjaan.[2]
2. Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan yang merupakan
urutan-urutan menurut waktu dan tatacara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang
dilaksanakan berulang-ulang.[3]
3. Prosedur adalah rangkaian tata pelaksanaan yang diatur secara berurutan, sehingga
berbentuk urutan kerja secara bertahap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. (Dwijo. 2008.
Prosedur Pembuatan Kartu Perpustakaan.[4]
b. Penetapan dan Putusan Hakim
1. Penetapan
Penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara permohonan (volunteer), misalnya
penetapan dalam perkara dispensasi nikah, izin nikah, wali adat, poligami, perwalian, itsbat
nikah dan sebagainya.Penetapan merupakan jurisdiction valuntaria(bukan peradilan yang
sesungguhnya).Karena pada penetapan hanya ada permohon tidak ada lawan hokum.Dalam
penetapan, Hakim tidak menggunakan kata “mengadili”, namun cukup dengan menggu nakan
kata”menetapkan”.[5]
2. Putusan Hakim
Putusan Hakim adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan
diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan
perkara gugatan (kontentius).[6]
Putusan Hakim adalah merupakan suatu hukum atau undang-undang yang mengikat antara
para pihak yang bersangkutan, sedangkan menurut hukum Islam adalah suatu hak bagi
mahkum-lah (pihak yang dimenangkan) dari mahkum-alaih (pihak yang dikalahkan), jadi
tidaklah ada perbedaan.[7]
c. Prosedur Penetapan Keputusan Hakim
Dalam prosedur penetapan keputusan hakim untuk memberikan putusan terdapat beberapa
tahap- tahap persidangan.
Adapun tahap-tahap persidangan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sidang Pertama
Sidang ditetapkan oleh Majelis Hakim dan dibuka dengan cara sebagai berikut :
a. Majelis hakim memasuki ruang sidang
Yang pertama sekali memasuki ruang sidang adalah: panitera pengganti. jaksa penuntut
umum, dan penasehat hukum serta pengunjung, masing-masing duduk di tempat yang telah
ditempatkan lalu Hakim ketua membuka sidang dengan kata-kata “Sidang pengadilan negeri
praya yang memeriksa perkara pidana nomor….atas nama terdakwa….pada hari…
tanggal….dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum”, sambil mengetuk palu sebanyak 3x.
b. PemanggilanTerdakwa Masuk ke Ruang Sidang
Jaksa Penuntut Umum (JPU) memerintahkan pada petugas agar terdakwa dibawa masuk ke
ruang sidang.Petugas membawa terdakwa masuk ke ruang sidang dan mempersilahkan duduk
di kursi pemeriksaan. Jika terdakwa tersebut ditahan , biasanya dari ruang tahanan pengadilan
hingga keruang sidang terdakwa dikawal oleh beberapa petugas, sekalipun demikian
,terdakwa harus diperhadapkan dalam keadaan bebas, artinya tidak perlu diborgol.
Setelah terdakwa duduk di kursi pemeriksaan, Hakim ketua mengajukan pertanyaan sebagai
berikut:
1) Apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan siap untuk diperiksa ?
2) Menanyakan identitas terdakwa: nama, umur, alamat,dll.
3) Pembacaan Surat Dakwaan Hakim ketua mempersilahkan kepada JPU untuk
membacakan
c. Pembacaan Surat Dakwaan Hakim ketua mempersilahkan kepada JPU untuk
membacakan surat dakwaan dan meminta kepada terdakwa untuk mendengarkan dengan
seksama.
d. Pengajuan Eksepsi (keberatan) Hakim ketua menanyakan pada terdakwa atau PHnya,
apakah akan mengajukan tanggapan atau keberatan atas surat dakwaan JPU, dan Hakim
bertanya pada terdakwa dan memberi kesempatan untuk menangapi
e. Pembacaan atau pengucapan putusan sela Tata caranya adalah putusan sela tersebut
diucapkan/dibacakan oleh hakim ketua sambil duduk dikursinya.Apabila naskah putusan sela
tersebut panjang, tidak menutup kemungkinan putusan sela tersebut dibacakan secara
bergantian dengan hakim anggota.Pembacaan amar putusan di akhiri dengan ketukan palu 1x.

2. Sidang Pembuktian
Sebelum memasuki acara pembuktian, hakim ketua mempersilahkan terdakwa supaya
duduknya berpindah dari kursi pemeriksaan ke kursi terdakwa yang berada di samping kanan
kursi Panesehat Hukum (PH).selanjutnya, prosedur dan tata cara pembuktian adalah sebagai
berikut:
a. Pembuktian Oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu Pengajuan saksi yang memberatkan (saksi
a charge). Hakim ketua bertanya kepada JPU apakah telah siap menghadirkan saksi-saksi
pada sidang hari ini, apabila JPU telah siap, maka hakim segera memerintahkan kepada JPU
untuk menghadirkan saksi seorang demi seorang ke dalam ruang sidang danSaksi yang
pertama kali diperiksa adalah”saksi korban”. Dan setelah itu baru saksi yang lain yang
dipandang relevan dengan tujuan pembuktian mengenai tindak pidana yang didakwakan pada
terdakwa, baik saksi yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara maupun saksi tambahan
yang diminta oleh JPU selama sidang berlangsung.
b. Pembuktian Oleh Terdakwa atau Penasihat Hukum yaitu Pengajuan saksi yang
meringankan terdakwa( saksi a de charge). Hakim ketua bertanya kepada terdakwa/PH
apakah ia akanmengajukansaksi yang meringankan (a de charge), Jika terdakwa/PH tidak
akan mengajukan saksi ataupun bukti lainnya,maka ketua majelis menetapkan bahwa sidang
akan dilanjutkan pada acara pengajuan tuntutan oleh JPU. Apabila terdakwa/PH akan dan
telah siap mengajukan saksi yang meringankan, maka hakim ketua segera memerintahkan
agar saksi di bawaah masuk ke ruang sidang untuk diperiksa.
c. Pemeriksaan Pada Terdakwa Hakim ketua mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada
terdakwa diikuti oleh hakim anggota, JPU dan PH. Majelis hakim dapat menunjukkan segala
jenis barangbukti dan menanyakan pada terdakwa apakah ia mengenal benda tersebut. Jika
perlu hakim juga dapat menunjukkan surat-surat atau gambar atau photo hasil rekonstruksi
untuk meyakinkan jawaban atas pertanyaan hakim atau untuk menegaskan suatu fakta.

3. Sidang Pembacaan Tuntutan


Pembacaan Tuntutan (requisitoir) Setelah membuka sidang, hakim ketua menjelaskan bahwa
acara sidang hari ini adalah pengajuan tuntutan.Selanjutnya hakim ketua bertanyapada JPU
apakah telah siap mengajukan tuntutan pada sidang hari ini.
Apakah JPU sudah siap mengajukan tuntutan, maka hakim ketua mempersilahkan pada JPU
untuk mengajukan atau membacakan tuntutannya. Sebelum tuntutan dibacakan, maka hakim
ketua meminta kepada terdakwa agar menyimak dengan baik isi tuntutan.

4. Sidang Pembacaan Putusan


Sebelum menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan berdasarkan atas surat dakwaan,
segala sesuatu yang terbukti di persidangan, tuntutan pidana, pembelaan, dan tanggapan-
tanggapan (replik-duplik). Apabila perkara ditangani oleh majelis hakim, maka dasar-dasar
pertimbangan tersebut harus dimusyawarahkan oleh majelis hakim. Setelah naskah putusan
siap dibacakan, maka langkah selanjutnya adalah :
a. Hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang hari ini adalah pembacaan putusan.
Sebelum putusan dibacakan oleh hakim ketua meminta agar para pihak yang hadir
memperhatikan isi putusannya dengan seksamamenyatakan siap menerima putusan tersebut,
atau berpikir- pikir. Dalam hal ini terdakwa dapat diberi waktu sejenak untuk berkonsultasi
dengan PH nya atau terdakwa mempercayakan haknya kepada PH. Hal yang sama juga
ditawarkan kepada JPU. Jika terdakwa/PH menyatakan sikap menerima , maka hakim ketua
memerintahkan agar terdakwa menandatangani berita acara menerima pernyataan menerima
putusan yang yang telah disiapkan oleh Panitera Pengganti(PP). jika terdakwa mengajukan
banding, maka terdakwa diminta agar segera menandatangani akta permohonan banding
(dapat dikuasakan kepada PH ). Jika terdakwa/PH menyatakan pikir- pikir dulu ,maka hakim
ketua menjelaskan bahwa masa pikir- pikir diberikan selam 7 hari, apabila setelah 7 hari
terdakwa tidak menyatakan sikap, maka terdakwa dianggap menerima putusan.
b. Hakim ketua mulai membacakan putusan.
Tata cara pembacaan putusan sama dengan tata cara pembacaan putusan sela apabila naskah
putusan panjang maka hakim anggota dapat menggantikan secara berganti.
c. Pada saat hakim akan membaca/mengucapkan amar putusan (sebelum mulai membaca
kata” mengadili….”) maka hakim ketua memerintahkan kepada terdakwa untuk berdiri di
tempat. Setelah amar putusan dibacakan seluruhnya , hakim ketua mengetukkan palu 1x dan
mempersilahkan terdakwa untuk duduk kembali.
d. Hakim ketua menjelaskan secara singkat isi putusannya terutama yang berkaitan dengan
amar putusannya hingga terdakwa mengerti terhadap putusan yang dijatuhkan terhadapnya.
e. Hakim ketua menjelaskan hak-hak secara bijak terhadap putusan tersebut. Selanjutnya
hakim ketua menawarkan pada terdakwa untuk menentukan sikapnya, apakah akan
menyatakan siap menerima putusan tersebut, atau berpikir- pikir. Dalam hal ini terdakwa
dapat diberi waktu sejenak untuk berkonsultasi dengan PH nya atau terdakwa
mempercayakan haknya kepada PH. Hal yang sama juga ditawarkan kepada JPU. Jika
terdakwa/PH menyatakan sikap menerima , maka hakim ketua memerintahkan agar terdakwa
menandatangani berita acara menerima pernyataan menerima putusan yang yang telah
disiapkan oleh Panitera Pengganti(PP). jika terdakwa mengajukan banding, maka terdakwa
diminta agar segera menandatangani akta permohonan banding (dapat dikuasakan kepada PH
). Jika terdakwa/PH menyatakan pikir- pikir dulu ,maka hakim ketua menjelaskan bahwa
masa pikir- pikir diberikan selam 7 hari, apabila setelah 7 hari terdakwa tidak menyatakan
sikap, maka terdakwa dianggap menerima putusan.
f. Apabila tidak ada hal-hal yang akan disampaikanlagi, maka hakim ketua menyatakan
bahwa seluruh rangkaian acara persidangan perkara pidana yang bersangkutan telah selesai
dan menyatakan sidang ditutup. Tata caranya adlah : setelah mengucapkan kata-kata “ ……
sidang dinyatakan ditutup” maka hakim ketua mengetukkan palu 3x
g. Pejabat yang bertugas sebagai protokol mengumumkan bahwa hakim atau majelis hakim
akan meninggalkan ruang sidang, dengan kata-kata kurang lebih “ hakim/majelis hakim akan
meningalkan ruang sidang, hadirin dimohon untuk berdiri.
h. Semua yang hadir dalam sidan tersebut , termasuk PH dan JPU turut berdiri.
i. Hakim atau majelis hakimmeninggalkan ruang sidang dengan melalui pintu khusus ,
mulai dari yang terdepan Hakim ketua diikuti oleh hakim anggota 1 dan kemudian hakim
anggota II
j. Para pengunjung sidang , JPU,PH, terdakwa berangsur-angsur meninggalkan ruang
sidang, Apabila putusan menyatakan terdakwa tetap ditahan , maka pertama-tama yang
meninggalkan ruang sidang adalah terdakwa dengan dikawal petugas
Di dalam dunia peradilan, ada beberapa jenis pelaksanaan putusan yaitu :
1. putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang.
2. putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan.
3. putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap.
4. eksekusi riil dalam bentuk penjualan lelang
Selanjutnya didalam mengeksekusi putusan pengadilan, ada beberapa syarat yang harus
diperhatikan antara lain :
1. Putusan telah berkekuatan hukum tetap kecuali dalam hal :
a. Pelaksanaan putusan serta merta, putusan yang dapat dilaksanakan lebih dahulu
b. Pelaksanaan putusan provinsi
c. Pelaksanaan akta perdamaian
d. Pelaksanaan Grose Akta
2. Putusan tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara suka rela meskipun ia telah diberi
peringatan (aan maning) oleh ketua pengadilan agama
3. Putusan hakim yang bersifat kondemnatoir, sehingga dalam putusan diklaratoir dan
konstitutif tidak diperlukan eksekusi
4. Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama
Sedangkan yang berwenang melaksanakan eksekusi hanyalah pengadilan tingkat pertama,
PTA tidak berwenang melaksanakaan eksekusi. Sedangkan tata cara sita eksekusi sebagai
berikut :
1. Ada permohonan sita eksekusi dari pihak yang bersangkutan
2. Berdasarkan surat perintah Ketua Pengadilan Agama, surat perintah dikeluarkan apabila :
- Tergugat tidak mau menghadiri panggilan peringatan tanpa alasan yang sah
- Tergugat tidak mau memenuhi perintah dalam amar putusan selama masa peringatan
3. Dilaksanakan oleh panitera atau juru sita
4. Pelaksanaan sita eksekusi harus dibantu oleh dua orang saksi :
- Keharusan adanya dua saksi merupakan syarat sah sita eksekusi
- Dua orang saksi tersebut berfungsi sebagai pembantu sekaligus sebagai saksi sita
eksekusi
- Nama dan pekerjaan kedua saksi tersebut harus dicantumkan dalam berita acara sita
eksekusi
- Saksi-saksi tersebut harus memenuhi syarat :
a. Telah berumur 21 tahun
b. Berstatus penduduk Indonesia
c. Memiliki sifat jujur
5. Sita eksekusi dilakukan di tempat obyek eksekusi
6. Membuat berita acara sita eksekusi yang memuat :
a. nama, pekerjaan dan tempat tinggal kedua saksi
b. merinci secara lengap semua pekerjaan yang dilakuan
c. berita acara ditanda tangani pejabat pelaksana dan kedua saksi
d. pihak tersita dan juga kepala desa tidak diharuskan, menurut hukum, untuk ikut menanda
tangani berita acara sita
e. Isi berita acara sita harus diberi tahukan kepada pihak tersita, yaitu segera pada saat itu
juga apabila ia hadir pada eks penyitaan tersebut, atau jika tidak hadir maka dalam waktu
yang secepatnya segera diberitahukan dengan menyampaikan di tempat tinggalnya
7. Penjagaan yuridis barang yang disita diatur sebagai berikut :
a. Penjagaan dan penguasaan barang sita eksekusi tetap berada di tangan tersta
b. Pihak tersita tetap bebas memakai dan menikmatinya sampai pada saat dilakukan
penjualan lelang
c. Penempatan barang sita eksekusi tetap diletakkan di tempat mana barang itu disita, tanpa
mengurangi kemungkinan memindahkannya ke tempat lain
d. Penguasaan penjagaan tersebut harus disebutkan dalam berita acara sita
e. Mengenai barang yang bisa habis dalam pemakaian, maka tidak boleh dipergunakan dan
dinikmati oleh tersita
8. Ketidak hadiran tersita tidak menghalangi sita eksekusi
d. Contoh-Contoh Putusan Hakim
1. Putusan MARI Register Nomor 5096 K/Pdt/1998 ; Tanggal 28 April 2000
Hutang Piutang
Pemberian /pembayaran yang dilakukan dengan bilyet giro kepada sesorang dapat disamakan
dengan pengakuan hutang. Dengan demikian terbukti si pemberi mengakui mempunyai
hutang.
Ganti rugi atas hilangnya keuntungan yang diharapkan sesuai dengan rasa keadilan besarnya
adalah 10 % per tahun terhitung sejak gugatan didaftarkan di Pengadilan Negeri sampai
hutang dilunasi.
2. Putusan MARI Nomor 83 K/Ag/1999 ; Tanggal 24 February 2000
Ikrar Thalak
Di dalam hal gugatan ikrar talak, dimana pihak ayah-ibu dapat diangkat sebagai saksi dan
disesuaikan dengan keterangan pada saksi dari tergugat.
3. Putusan Mahkamah Agung No. 288 K/Sip/1973 ; Tgl 16-12-1975
Pengakuan Sebagai Alat Bukti
Berdasarkan Yurisprudensi tetap mengenai hukum pembuktian dalam acara khususnya
pengakuan, hakim berwenang menilai suatu pengakuan sebagai tidak mutlak karena diajukan
tidak sebenarnya. Hal bagaimana terdapat suatu pengakuan yang diajukan tidak dengan
sebenarnya merupakan wewenang judex facti yang tidak tunduk pada pemeriksaan tingkat
kasasi. i.c. Pengadilan Tinggi mempertimbangkan : bahwa pengakuan tergugat I - turut
terbanding, yang memihak pada para penggugat-terbandin g, tidak disertai alasan-alasan yang
kuat (met redenen omkleed) maka menurut hukum tidak dapat dipercaya.
Dalam perkara : Djaenudin lawan 1. A'ah 2. sardja dan Mukim dkk.
Susunan Majelis
1. Dr. R. Santosa Peodjosoebroto SH
2. Bustanul Arifin SH
3. RZ Asikin Kusumah Atmadja SH

Anda mungkin juga menyukai