Oleh
Angela Delena Puspitasari
2103301010002
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG...........................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................3
C. TUJUAN PENELITIAN........................................................................................4
D. METODELOGI PENELITIAN..............................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................5
A. PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM ISLAM, OBJEK DAN TUJUANNYA......5
B. ANALISIS JARIMAH KHALWAT BERDASARKAN TEORI MAQASID
SYARIAH......................................................................................................................8
BAB III PENUTUP.........................................................................................................15
A. KESIMPULAN....................................................................................................15
B. SARAN................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai sebuah teori, Maqasid Syariah akan selalu menarik untuk dikaji, baik
oleh sarjana klasik atau kontemporer. Oleh karenanya kajian seputar Maqasid
Syariah akan terus berlanjut dan tidak akan pernah menemukan kata berhenti.
Semua itu dilakukan dalam rangka bagaimana Islam bisa mengawal dan
memberikan kontribusi yang lebih terhadap perkembangan zaman. Sebagaimana
jargon yang sering kali kita dengar bahwa Islam adalah agama yang shalihun
likulli zamanin makanin.
Artinya bahwa Islam sebagai agama adalah ajaran yang selalu relevan untuk
zamannya, mampu mengkontekstualisasikan dirinya dalam ruang lingkup yang
mengitarinya dan mampu memberikan solusi bagi setiap permasalahan yang
timbul dan terjadi di setiap waktu dan kondisi dimana agama itu dianut oleh
pemeluknya. Konsep Maqasid Syariah merupakan pintu gerbang awal yang harus
dilalui agar Islam sebagai agama mampu mengimplementasikan ekspektasinya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana yang dimaksud dengan filsafat hukum islam, dan objek dan
tujuan filsafat hukum islam ?
2. Apakah yang dimaksud dengan teori Maqasid Al-Syariah, dan kaitanya
dengan jarimah Khalwat ?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan yang dimaksud dengan filsafat
hukum islam, dan objek dan tujuan filsafat hukum islam.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan teori Maqasid Al-Syariah,
dan kaitanya dengan jarimah Khalwat.
3.
D. METODELOGI PENELITIAN
1
Suteki, Galang Taufani, Metodelogi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan
Praktik), Depok, Rajawali Press, 2018.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM ISLAM, OBJEK DAN
TUJUANNYA.
1. Definisi Filsafat Hukum Islam
Filsafat menurut bahasa berarti hikmah dan hakim, yang dalam bahasa arab
dipakai kata filsafat dan filisof. Filsafat hukum islam ialah filsafat yang
diterapkan pada hukum islam. Ia merupakan filsafat khusus dan objeknya adalah
hukum islam. Maka filsafat hukum islam adalah filsafat yang menganalisis hukum
islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang
mendasar, atau menganalisis hukum islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai
alatnya.2
Menurut Azhar Basyir, filsafat hukum islam adalah pemikiran secara ilmiah,
sistematis, dapat dipertanggungjawabkan dan radikal tentang hukum islam.
Filsafat hukum islam merupakan anak sulung dari filsafat islam. Dengan kata lain
filsafat hukum islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan
hukum islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya, atau
filsafat yang digunakan untuk memancarkan, menguatkan, dan memelihara
hukum islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah menetapkannya di
muka bumi, yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya. Dengan filsafat
ini, hukum islam akan benar-benar cocok sepanjang masa di semesta alam.
Filsafat Hukum islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum Islam,
sumber asal-muasal hukum Islam dan prinsip penerapannya serta fungsi dan
manfaat hukum Islam bagi kehidupan masyarakat yang melaksanakannya.3
Maka filsafat hukum islam itu berupaya menyesuaikan diri dengan keadaan
masyarakat yang terjadi di tengah masyarakat. Dengan kata lain filsafat hukum
islam bersikap kritis terhadap masalah-masalah. Jawaban-jawabannya tidak luput
dari kritik lebih lanjut, sehingga ia dikatakan sebagai seni kritik, dalam arti tidak
2
Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Ciputat, Logos, Wacana Ilmu, 1997, hlm.
14
3
Hasbi Ash-Shidieqi, Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1993, hlm. 34.
pernah merasa puas diri dalam mencari, tidak menganggap suatu jawaban sudah
selesai, tetapi selalu bersedia bahkan senang membuka kembali perdebatan.
Filsafat adalah alam berpikir, karena berfilsafat itu sendiri adalah berpikir.
Tetapi tidak semua kegiatan berpikir dikatakan berfilsafat. Berpikir yang disebut
berfilsafat adalah berpikir dengan insaf, yaiu dengan teliti dan menurut suatu
aturan yang pasti. Harun Nasution mengatakan bahwa inisiatif filsafat adalah
berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat dengan tradisi,
dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar
persoalan. Dengan demikian, tugas filosof adalah mengetahui sebab-sebab
sesuatu, menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental dan pokok, serta
bertanggung jawab, sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.4
Para ahli ushul fiqh sebagaimana ahli Filsafat Hukum Islam membagi filsafat
Hukum Islam kepada dua bagian,yaitu Falsafat Tashri’ dan Falsafat Shari’ah.
Falsafar Tashri’, yakni filsafat yang memancarkan hukum Islam atau
menguatkannya dan memeliharanya. Filsafat ini membicarkan hakikat dan tujuan
penetapan hukum Islam. Filsafat tashri’ terbagi kepada Da’im Al-Ahkam (dasar-
dasar hukum Islam), Mabadi’ Al-Ahkam (Prinsip-prinsip Hukum Islam)
Ushul/MashadirAl-Ahkam (pokok-pokok/sumber-sumber Hukum
Islam,Maqashid Al-Ahkam (tujuan-tujuan Hukum Islam) dan Qawa’id Al-Ahkam
(kaidah-kaidah hukum Islam).
4
I b I d.
Falsafat Shari’ah, yakni filsafat yang diungkapkan dari materi-materi hukum
Islam, seperti ibadah, mu’amalah, jinayah, ‘uqubah, dan sebagainya. Filsafat ini
bertugas menemukan rahasia dan hakikat Hukum Islam. Termasuk dalam
pembagian filsafat Shari’ah adalah Asrar Al-Ahkam (rahasia-rahasia hukum
Islam), Khasa’is Al-Ahkam (keistimewaan hukum Islam) Mahasin/Mazaya Al-
Ahkam (keutamaan-keutamaan hukum Islam) dan Thawabi’ Al-Ahkam
(karakteristik hukum Islam).
5
I b I d.
dari sifa rahman dan rahim (maha pengasih dan maha penyayang) Allah Subhana
Wataalla kepada semua makhluk-nya. Rahmatan lil-alamin adalah inti syariah
atau hukum islam. Dengan adanya syariah tersebut dapat ditegakkan perdamaian
di muka bumi dengan pengaturan masyarakat yang memberikan keadilan kepada
semua orang. Diantara kegunaan memempelajari Filsafat Hukum Islam.6
Menurut Juhaya S. Pradja studi Filsafat Hukum Islam berguna untuk
menjadikan hukum Islam sebagai sumber hukum yang tidak kering bagi
perundang-undangan dunia. Selain itu, studi Filsafat Hukum Islam akan
memberikan landasan bagi politik hukum. Maksudnya adalah penerapan hukum
Islam agar mencapai tujuannya yang paling mendekati kemaslahatan umat
manusia dan menjauhkan dari kerusakan.
Filsafat Hukum Islam seperti filsafat pada umumnya mempunyai dua tugas:
tugas kritis dan tugas konstruktif. Tugas kritis Filsafat Hukum Islam adalah
mempertanyakan kembali paradigma-paradigma yang telah mapan di dalam
hukum Islam. Sementara tugas konstruktif Filsafat Hukum Islam adalah
mempersatukan cabang-cabang hukum Islam dalam kesatuan sistem hukum Islam
sehingga nampak bahwa antara satu cabang hukum Islam sengan lainnya
tidakterpisahkan. Dengan demikian Filsafat Hukum Islam mengajukan
pertanyaan-pertanyaan: apa hakikat hukum Islam; hakikat keadilan; hakikat
pembuat hukum; tujuan hukum; sebab orang harus taat kepada hukum Islam; dan
sebagainya.7
B. ANALISIS JARIMAH KHALWAT BERDASARKAN TEORI
MAQASID SYARIAH
1. Definisi Teori Maqasid Syariah
Maqashid al-syari'ah terdiri dari dua kata, maqashid dan syari'ah. Kata
maqashid merupakan bentuk jama' dari maqshad yang berarti maksud dan tujuan,
sedangkan syari'ah mempunyai pengertian hukum-hukum Allah yang ditetapkan
untuk manusia agar dipedomani untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia
maupun di akhirat. Maka dengan demikian, maqashid al-syari'ah berarti
6
Ghofat Shidiq, Teori Maqasid Al-Syariah dalam Hukum Islam, Sultan Agung, Vil. IV.
No. 18,, Agustus 2009, hlm. 112.
7
I b I d.
kandungan nilai yang menjadi tujuan pensyariatan hukum. Maka dengan
demikian, maqashid al-syari'ah adalah tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari
suatu penetapan hukum. Izzuddin ibn Abd al-Salam, sebagaimana dikutip oleh
Khairul Umam, mengatakan bahwa segala taklif hukum selalu bertujuan untuk
kemaslahatan hamba (manusia) dalam kehidupan dunia dan akhirat. Allah tidak
membutuhkan ibadah seseorang, karena ketaatan dan maksiat hamba tidak
memberikan pengaruh apa-apa terhadap kemulian Allah. Jadi, sasaran manfaat
hukum tidak lain adalah kepentingan manusia.8
Kajian teori maqashid al-syari'ah dalam hukum Islam adalah sangat penting.
Urgensi itu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut.
Pertama, hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari wahyu Tuhan dan
diperuntukkan bagi umat manusia. Oleh karena itu, ia akan selalu berhadapan
dengan perubahan sosial.
Dalam posisi seperti itu, apakah hukum Islam yang sumber utamanya (Al-
Qur'an dan sunnah) turun pada beberapa abad yang lampau dapat beradaptasi
dengan perubahan sosial. Jawaban terhadap pertanyaan itu baru bisa diberikan
setelah diadakan kajian terhadap berbagai elemen hukum Islam, dan salah satu
elemen yang terpenting adalah teori maqashid al-syari'ah. Kedua, dilihat dari
aspek historis, sesungguhnya perhatian terhadap teori ini telah dilakukan oleh
Rasulullah SAW, para sahabat, dan generasi mujtahid sesudahnya. Ketiga,
8
Ghofat Shidiq, Teori Maqasid Al-Syariah dalam Hukum Islam, Sultan Agung, Vil. IV.
No. 18,, Agustus 2009, hlm. 118.
pengetahuan tentang maqashid al-syari'ah merupakan kunci keberhasilan mujtahid
dalam ijtihadnya, karena di atas landasan tujuan hukum itulah setiap persoalan
dalam bermu'amalah antar sesama manusia dapat dikembalikan.
Abdul Wahhab Khallaf, seorang pakar ushul fiqh, menyatakan bahwa nash-
nash syari'ah itu tidak dapat dipahami secara benar kecuali oleh seseorang yang
mengetahui maqashid al-syari'ah (tujuan hukum). Pendapat ini sejalan dengan
pandangan pakar fiqh lainnya, Wahbah al-Zuhaili, yang mengatakan bahwa
pengetahuan tentang maqashid al-syari'ah merupakan persoalan dharuri (urgen)
bagi mujtahid ketika akan memahami nash dan membuat istinbath hukum, dan
bagi orang lain dalam rangka mengetahui rahasia-rahasia syari'ah.
Kata khalwat berasal dari kata arab yakni: خلو ة- يخول- خالyang berarti sunyi
atau sepi. Secara bahasa خلوةdengan difathah kha’-nya memiliki beberapa makna
diantaranya yaitu: pertama, sendiri atau menyendiri, kedua, satir atau penghalang,
dan ketiga bermakna uzlah. 9Sedangkan menurut istilah khalwat adalah keadaan
seseorang yang menyendiri dan jauh dari pandangan orang lain. Dengan demikian
pengertian khalwat dapat dimaknai dari sisi negatif atau sisi positif. Khalwat yang
dimaksud dalam tulisan ini adalah bersunyi-sunyi dari pandanagn orang lain atau
kecurigaan orang lain, yang mengandung maksud negatif.10
pertama, mengasingkan diri di tempat yang sunyi untuk bertafakur, beribadah dan
sebagainya, dan biasanya dilakukan selama bulan Ramadhan oleh orang Muslim.
Kedua, berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram di
tempat
sunyi atau bersembunyi.
Khalwat termasuk salah satu perbuatan mungkar yang dilarang dalam syari’at
islam dan bertentangan pula dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat
aceh karena perbuatan tersebut dapat menjerumuskan seseorang kepeda perbuatan
zina. Larangan perbuatan khalwat termasuk ke dalam delik formil, artinya
sepanjang seseorang telah melakukan perbuatan berdua-duaan yang bukan
mahram, walaupun tidak berakibat berbuat zina atau perbuatan tercela lainnya,
tetap saja dilarang, sedangkan pada delik meteril harus jelas akibatnya.11
12
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Kekerasan Seksual,
Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, Bandung, Refika, 2001, hlm. 67.
13
Ahmad Ubbe, Hukum Adat Kesusilaan Melaweng Kesinambungan dan Perubahannya,
Jakarta, Yasrif Watampone, 2008, hlm. 83.
14
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Jakarta,
Bulan Bintang, 2003, hlm. 39.
d. Perlindungan terhadap nasab dan kehormatan (Hifz an-Nasl wa al- ‘Irdh)
e. Perlindungan terhadap harta benda (Hifz al-Mal)
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Hendaknya senantiasa mengamalkan nilai-nilai yang ada dalam filsafat
hukum islam dalam tujuan menjaga keimanan kepada Allah Subhana
wataala.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin Hanbal, Musnal Ahmad, Kitab W Min Musnad Bani Hasyimno.
Ghofat Shidiq, Teori Maqasid Al-Syariah dalam Hukum Islam, Sultan Agung,
Vol. IV. No. 18,, Agustus 2009.
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP,
Jakarta, Bulan Bintang, 2003.