Anda di halaman 1dari 16

FILSAFAT HUKUM

KHALWAT DALAM ANALISIS MAQASID SYARIAH DAN


KEFILSAFATAN

Oleh
Angela Delena Puspitasari
2103301010002

DOSEN PENGAMPU MK:


Dr. Zahratul Idami, S.H., M.Hum.

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2021
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG...........................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................3
C. TUJUAN PENELITIAN........................................................................................4
D. METODELOGI PENELITIAN..............................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................5
A. PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM ISLAM, OBJEK DAN TUJUANNYA......5
B. ANALISIS JARIMAH KHALWAT BERDASARKAN TEORI MAQASID
SYARIAH......................................................................................................................8
BAB III PENUTUP.........................................................................................................15
A. KESIMPULAN....................................................................................................15
B. SARAN................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Sebagai sebuah teori, Maqasid Syariah akan selalu menarik untuk dikaji, baik
oleh sarjana klasik atau kontemporer. Oleh karenanya kajian seputar Maqasid
Syariah akan terus berlanjut dan tidak akan pernah menemukan kata berhenti.
Semua itu dilakukan dalam rangka bagaimana Islam bisa mengawal dan
memberikan kontribusi yang lebih terhadap perkembangan zaman. Sebagaimana
jargon yang sering kali kita dengar bahwa Islam adalah agama yang shalihun
likulli zamanin makanin.

Artinya bahwa Islam sebagai agama adalah ajaran yang selalu relevan untuk
zamannya, mampu mengkontekstualisasikan dirinya dalam ruang lingkup yang
mengitarinya dan mampu memberikan solusi bagi setiap permasalahan yang
timbul dan terjadi di setiap waktu dan kondisi dimana agama itu dianut oleh
pemeluknya. Konsep Maqasid Syariah merupakan pintu gerbang awal yang harus
dilalui agar Islam sebagai agama mampu mengimplementasikan ekspektasinya.

Sudah barang tentu, pemahaman secara mendetail, komprehensif dan holistik


terhadap konsep Maqasid Syariah menjadi sebuah keniscayaan dan mutlak
diperlukan, sebab pemahaman yang parsial terhadap apa dan bagaimana konsep
Maqasid Syariah hanya akan menelantarkan agama pada jurang ketertinggalan
dan keterasingan dari zaman dan pemeluknya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana yang dimaksud dengan filsafat hukum islam, dan objek dan
tujuan filsafat hukum islam ?
2. Apakah yang dimaksud dengan teori Maqasid Al-Syariah, dan kaitanya
dengan jarimah Khalwat ?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan yang dimaksud dengan filsafat
hukum islam, dan objek dan tujuan filsafat hukum islam.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan teori Maqasid Al-Syariah,
dan kaitanya dengan jarimah Khalwat.
3.
D. METODELOGI PENELITIAN

Untuk menjawab dan menjelaskan rumusanpenelitian diatas, metode yang


dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yang merupakan
penelitian kepustakaan (library research), yaitu melalui pengumpulan data
kepustakaan. Pendekatan normatif sangat relevan guna menganalisis peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam pelaksanaan otonomi khusus di Aceh,
Papua, Yogyakarta, dan Jakarta.1

1
Suteki, Galang Taufani, Metodelogi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan
Praktik), Depok, Rajawali Press, 2018.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT HUKUM ISLAM, OBJEK DAN
TUJUANNYA.
1. Definisi Filsafat Hukum Islam

Filsafat menurut bahasa berarti hikmah dan hakim, yang dalam bahasa arab
dipakai kata filsafat dan filisof. Filsafat hukum islam ialah filsafat yang
diterapkan pada hukum islam. Ia merupakan filsafat khusus dan objeknya adalah
hukum islam. Maka filsafat hukum islam adalah filsafat yang menganalisis hukum
islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang
mendasar, atau menganalisis hukum islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai
alatnya.2

Menurut Azhar Basyir, filsafat hukum islam adalah pemikiran secara ilmiah,
sistematis, dapat dipertanggungjawabkan dan radikal tentang hukum islam.
Filsafat hukum islam merupakan anak sulung dari filsafat islam. Dengan kata lain
filsafat hukum islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan
hukum islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya, atau
filsafat yang digunakan untuk memancarkan, menguatkan, dan memelihara
hukum islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah menetapkannya di
muka bumi, yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya. Dengan filsafat
ini, hukum islam akan benar-benar cocok sepanjang masa di semesta alam.
Filsafat Hukum islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum Islam,
sumber asal-muasal hukum Islam dan prinsip penerapannya serta fungsi dan
manfaat hukum Islam bagi kehidupan masyarakat yang melaksanakannya.3

Maka filsafat hukum islam itu berupaya menyesuaikan diri dengan keadaan
masyarakat yang terjadi di tengah masyarakat. Dengan kata lain filsafat hukum
islam bersikap kritis terhadap masalah-masalah. Jawaban-jawabannya tidak luput
dari kritik lebih lanjut, sehingga ia dikatakan sebagai seni kritik, dalam arti tidak
2
Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Ciputat, Logos, Wacana Ilmu, 1997, hlm.
14
3
Hasbi Ash-Shidieqi, Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1993, hlm. 34.
pernah merasa puas diri dalam mencari, tidak menganggap suatu jawaban sudah
selesai, tetapi selalu bersedia bahkan senang membuka kembali perdebatan.

Filsafat hukum islam sebagaimana filsafat lainnya menjawab pertanyaan-


pertanyaan yang tidak terjangkau oleh ilmu hukum. Filsafat hukum islam itu
mempunyai dua tugas yaitu tugas kritis, adalah mempertanyakan Kembali
paradigma-paradigma yang telah mapan di dalam hukum islam, tugas Kontruktif,
yaitu mempersatukan cabang-cabang hukum islam dalam kesatuan sistem hukum
islam sehingga Nampak bahwa antara satu cabang hukum islam mengajukan
pertanyaan-pertanyaan: apa hakikat hukum islam: dan lain-lain.

Filsafat adalah alam berpikir, karena berfilsafat itu sendiri adalah berpikir.
Tetapi tidak semua kegiatan berpikir dikatakan berfilsafat. Berpikir yang disebut
berfilsafat adalah berpikir dengan insaf, yaiu dengan teliti dan menurut suatu
aturan yang pasti. Harun Nasution mengatakan bahwa inisiatif filsafat adalah
berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat dengan tradisi,
dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar
persoalan. Dengan demikian, tugas filosof adalah mengetahui sebab-sebab
sesuatu, menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental dan pokok, serta
bertanggung jawab, sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.4

B. Objek Filsafat Hukum Islam

Para ahli ushul fiqh sebagaimana ahli Filsafat Hukum Islam membagi filsafat
Hukum Islam kepada dua bagian,yaitu Falsafat Tashri’ dan Falsafat Shari’ah.
Falsafar Tashri’, yakni filsafat yang memancarkan hukum Islam atau
menguatkannya dan memeliharanya. Filsafat ini membicarkan hakikat dan tujuan
penetapan hukum Islam. Filsafat tashri’ terbagi kepada Da’im Al-Ahkam (dasar-
dasar hukum Islam), Mabadi’ Al-Ahkam (Prinsip-prinsip Hukum Islam)
Ushul/MashadirAl-Ahkam (pokok-pokok/sumber-sumber Hukum
Islam,Maqashid Al-Ahkam (tujuan-tujuan Hukum Islam) dan Qawa’id Al-Ahkam
(kaidah-kaidah hukum Islam).

4
I b I d.
Falsafat Shari’ah, yakni filsafat yang diungkapkan dari materi-materi hukum
Islam, seperti ibadah, mu’amalah, jinayah, ‘uqubah, dan sebagainya. Filsafat ini
bertugas menemukan rahasia dan hakikat Hukum Islam. Termasuk dalam
pembagian filsafat Shari’ah adalah Asrar Al-Ahkam (rahasia-rahasia hukum
Islam), Khasa’is Al-Ahkam (keistimewaan hukum Islam) Mahasin/Mazaya Al-
Ahkam (keutamaan-keutamaan hukum Islam) dan Thawabi’ Al-Ahkam
(karakteristik hukum Islam).

Dengan rumusan lain, Filsafat Hukum Islam adalah pengetahuan tentang


hakikat, rahasia, dan tujuan hukum Islam, baik yang menyangkut materi maupun
proses penetapannya, atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan,
menguatkan dan memelihara hukum Islam sehigga sesuai dengan maksud dan
tujuan penetapannya di muka bumi. Yaitu untuk kemaslahatan umat manusia.

Seluruhnya. Dengan begitu Hukum Islam akan benar-benar Salihun Likulli


Zaman Wa Makan. Sebagaimana watak filsafat, Filsafat Hukum Islam berusaha
menangani pertanyaan-pertanyaan fundamental secara ketat, konsepsional,
metodis, koheren, sistematis, radikal, universal, konprehensif, rasional, serta
bertanggung jawab. Arti pertanggungjawaban ini adalah adanya kesiapan untuk
memberikan jawaban yang objektif dan argumentatif terhadap segala pertanyaan,
sangkalan dan kritikan terhadap Hukum Islam. 5
Dengan demikian, maka Filsafat Hukum Islam bersikap kritis terhadap
masalah-masalah. Jawaban-jawabannya tidak luput dari kritik labih lanjut,
sehingga ia dikatakan sebagai seni kritik, dalam arti tidak pernah merasa puas
dalam mencari, tidak menggap suatu jabawan selesai, tetapi bersedia bahkan
senang membuka kembali perdebatan.

C. Tujuan Filsafat Hukum Islam


Tujuan dari adanya hukum islam adalah terciptanya kedamaian di dunia dan
kebahagiaan di akhirat. Tujuan dari hukum islam tersebut merupakan manifestasi

5
I b I d.
dari sifa rahman dan rahim (maha pengasih dan maha penyayang) Allah Subhana
Wataalla kepada semua makhluk-nya. Rahmatan lil-alamin adalah inti syariah
atau hukum islam. Dengan adanya syariah tersebut dapat ditegakkan perdamaian
di muka bumi dengan pengaturan masyarakat yang memberikan keadilan kepada
semua orang. Diantara kegunaan memempelajari Filsafat Hukum Islam.6
Menurut Juhaya S. Pradja studi Filsafat Hukum Islam berguna untuk
menjadikan hukum Islam sebagai sumber hukum yang tidak kering bagi
perundang-undangan dunia. Selain itu, studi Filsafat Hukum Islam akan
memberikan landasan bagi politik hukum. Maksudnya adalah penerapan hukum
Islam agar mencapai tujuannya yang paling mendekati kemaslahatan umat
manusia dan menjauhkan dari kerusakan.
Filsafat Hukum Islam seperti filsafat pada umumnya mempunyai dua tugas:
tugas kritis dan tugas konstruktif. Tugas kritis Filsafat Hukum Islam adalah
mempertanyakan kembali paradigma-paradigma yang telah mapan di dalam
hukum Islam. Sementara tugas konstruktif Filsafat Hukum Islam adalah
mempersatukan cabang-cabang hukum Islam dalam kesatuan sistem hukum Islam
sehingga nampak bahwa antara satu cabang hukum Islam sengan lainnya
tidakterpisahkan. Dengan demikian Filsafat Hukum Islam mengajukan
pertanyaan-pertanyaan: apa hakikat hukum Islam; hakikat keadilan; hakikat
pembuat hukum; tujuan hukum; sebab orang harus taat kepada hukum Islam; dan
sebagainya.7
B. ANALISIS JARIMAH KHALWAT BERDASARKAN TEORI
MAQASID SYARIAH
1. Definisi Teori Maqasid Syariah
Maqashid al-syari'ah terdiri dari dua kata, maqashid dan syari'ah. Kata
maqashid merupakan bentuk jama' dari maqshad yang berarti maksud dan tujuan,
sedangkan syari'ah mempunyai pengertian hukum-hukum Allah yang ditetapkan
untuk manusia agar dipedomani untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia
maupun di akhirat. Maka dengan demikian, maqashid al-syari'ah berarti
6
Ghofat Shidiq, Teori Maqasid Al-Syariah dalam Hukum Islam, Sultan Agung, Vil. IV.
No. 18,, Agustus 2009, hlm. 112.
7
I b I d.
kandungan nilai yang menjadi tujuan pensyariatan hukum. Maka dengan
demikian, maqashid al-syari'ah adalah tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari
suatu penetapan hukum. Izzuddin ibn Abd al-Salam, sebagaimana dikutip oleh
Khairul Umam, mengatakan bahwa segala taklif hukum selalu bertujuan untuk
kemaslahatan hamba (manusia) dalam kehidupan dunia dan akhirat. Allah tidak
membutuhkan ibadah seseorang, karena ketaatan dan maksiat hamba tidak
memberikan pengaruh apa-apa terhadap kemulian Allah. Jadi, sasaran manfaat
hukum tidak lain adalah kepentingan manusia.8

Menurut Satria Efendi, maqashid al-syari'ah mengandung pengertian umum


dan pengertian khusus. Pengertian yang bersifat umum mengacu pada apa yang
dimaksud oleh ayat-ayat hukum atau hadits-hadits hukum, baik yang ditunjukkan
oleh pengertian kebahasaannya atau tujuan yang terkandung di dalamnya.
Pengertian yang bersifat umum itu identik dengan pengertian istilah maqashid al-
syari' (maksud Allah dalam menurunkan ayat hukum, atau maksud Rasulullah
dalam mengeluarkan hadits hukum). Sedangkan pengertian yang bersifat khusus
adalah substansi atau tujuan yang hendak dicapai oleh suatu rumusan hukum.

Kajian teori maqashid al-syari'ah dalam hukum Islam adalah sangat penting.
Urgensi itu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut.
Pertama, hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari wahyu Tuhan dan
diperuntukkan bagi umat manusia. Oleh karena itu, ia akan selalu berhadapan
dengan perubahan sosial.

Dalam posisi seperti itu, apakah hukum Islam yang sumber utamanya (Al-
Qur'an dan sunnah) turun pada beberapa abad yang lampau dapat beradaptasi
dengan perubahan sosial. Jawaban terhadap pertanyaan itu baru bisa diberikan
setelah diadakan kajian terhadap berbagai elemen hukum Islam, dan salah satu
elemen yang terpenting adalah teori maqashid al-syari'ah. Kedua, dilihat dari
aspek historis, sesungguhnya perhatian terhadap teori ini telah dilakukan oleh
Rasulullah SAW, para sahabat, dan generasi mujtahid sesudahnya. Ketiga,

8
Ghofat Shidiq, Teori Maqasid Al-Syariah dalam Hukum Islam, Sultan Agung, Vil. IV.
No. 18,, Agustus 2009, hlm. 118.
pengetahuan tentang maqashid al-syari'ah merupakan kunci keberhasilan mujtahid
dalam ijtihadnya, karena di atas landasan tujuan hukum itulah setiap persoalan
dalam bermu'amalah antar sesama manusia dapat dikembalikan.

Abdul Wahhab Khallaf, seorang pakar ushul fiqh, menyatakan bahwa nash-
nash syari'ah itu tidak dapat dipahami secara benar kecuali oleh seseorang yang
mengetahui maqashid al-syari'ah (tujuan hukum). Pendapat ini sejalan dengan
pandangan pakar fiqh lainnya, Wahbah al-Zuhaili, yang mengatakan bahwa
pengetahuan tentang maqashid al-syari'ah merupakan persoalan dharuri (urgen)
bagi mujtahid ketika akan memahami nash dan membuat istinbath hukum, dan
bagi orang lain dalam rangka mengetahui rahasia-rahasia syari'ah.

Menurut telaah historis, Imam al-Haramain al-Juwaini dapat dikatakan


sebagai ahli ushul pertama yang menekankan pentingnya memahami maqashid al-
syari'ah dalam menetapkan hukum Islam. Ia secara tegas mengatakan bahwa
seseorang tidak dapat dikatakan mampu menetapkan hukum dalam Islam sebelum
ia memahami benar-benar tujuan Allah mengeluarkan perintah-perintah dan
larangan-larangan-Nya. Pada prinsipnya Al-Juwaini membagi tujuan tasyri'
menjadi tiga macam, yaitu dharuriyat, hajiyat, dan mukramat. Pemikiran al-
Juwaini terebut dikembangkan oleh muridnya, al-Ghazali, yang menjelaskan
maksud syari'at dalam kaitannya dengan pembahasan al-munasabat al-maslahiyat
dalam qiyas. Maslahat menurut al-Ghazali dicapai dengan cara menjaga lima
kebutuhan pokok manusia dalam kehidupannya, yaitu memelihara agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta.

Wahbah al-Zuhaili dalam bukunya menetapkan syarat-syarat maqashid al-


syari'ah. Menurutnya bahwa sesuatu baru dapat dikatakan sebagai maqashid al-
syari'ah apabila memenuhi empat syarat berikut, yaitu, pertama harus bersifat
tetap, maksudnya makna-makna yang dimaksudkan itu harus bersifat pasti atau
diduga kuat mendekati kepastian. Kedua, Harus jelas, sehingga para fuqaha tidak
akan berbeda dalam penetapan makna tersebut. Sebagai contoh, memelihara
keturunan yang merupakan tujuan disyariatkannya perkawinan. Ketiga, harus
terukur, maksudnya makna itu harus mempunyai ukuran atau batasan yang jelas
yang tidak diragukan lagi. Seperti menjaga akal yang merupakan tujuan
pengharaman khamr dan ukuran yang ditetapkan adalah kemabukan. Kelima,
Berlaku umum, artinya makna itu tidak akan berbeda karena perbedaan waktu dan
tempat. Seperti sifat Islam dan kemampuan untuk memberikan nafkah sebagai
persyaratan kafa'ah dalam perkawinan menurut mazhab Maliki.

2. Analisis Kefilsafatan Jarimah Khalwat

Kata khalwat berasal dari kata arab yakni: ‫خلو ة‬- ‫ يخول‬- ‫ خال‬yang berarti sunyi
atau sepi. Secara bahasa ‫ خلوة‬dengan difathah kha’-nya memiliki beberapa makna
diantaranya yaitu: pertama, sendiri atau menyendiri, kedua, satir atau penghalang,
dan ketiga bermakna uzlah. 9Sedangkan menurut istilah khalwat adalah keadaan
seseorang yang menyendiri dan jauh dari pandangan orang lain. Dengan demikian
pengertian khalwat dapat dimaknai dari sisi negatif atau sisi positif. Khalwat yang
dimaksud dalam tulisan ini adalah bersunyi-sunyi dari pandanagn orang lain atau
kecurigaan orang lain, yang mengandung maksud negatif.10

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, khalwat secara bahasa diartikan


sebagai
perbuatan mengasingkan diri yakni untuk menenangkan pikiran serta mencari
ketenangan batin, dan sebagainya. Secara terminologi, ada dua makna berkhalwat:

pertama, mengasingkan diri di tempat yang sunyi untuk bertafakur, beribadah dan
sebagainya, dan biasanya dilakukan selama bulan Ramadhan oleh orang Muslim.
Kedua, berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram di
tempat
sunyi atau bersembunyi.

Dalam terminologi hukum Islam, khalwat didefinisikan dengan keberadaan


seorang pria dan wanita ajnabi di tempat yang sepi tanpa didampingi oleh mahram
baik laki-laki ataupun perempuan. Khalwat juga dapat diartikan dengan
9
A. Jazuli, Fiqih Jinayah, Upya Menanggulangi Kejahatan dalam Isalam, Jakarta,
Rajawali Pers, 2000, hlm. 77.
10
A.W Munawwir, Kamus Al-Munawie Arab-Indonesia Terlengkap, Jakarta, Alfaruqi,
2018, hlm. 39.
bersendirian dengan perempuan yang bukan mahramnya di dalam Al-Quran,
surah An- Nisa ayat 23 bahwa termasuk dalam kategori mahram adalah Ibu, anak
perempuan, suadara perempuan, saudara bapak perempuan, saudara ibu
perempuan, anak perempuan dari saudara laki-laki, anak perempun dari saudara
perempuan, ibu yang menyusui, saudara perempuan sepersusuan, mertua, anak
perempuan tiri yang ibunya telah di gauli, menantu (istri dari anak kandung) dan
saudara kandung tiri.

Dalam Qanun No 14 Tahun 2003, khalwat didefinisikan sebagai perbuatan


yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang berlawanan jenis, tanpa ikatan
nikah
atau bukan mahram pada tempat tertentu yang sepi yang memungkinkan terjadi
perbuatan maksiat di bidang seksual atau berpeluang pada terjadinya perbuatan
perzinaan. Definisi ini harus dipertegas lagi, karena ada kemungkinan laki-laki
dan
perempuan melakukan perbuatan tercela seperti di atas di tengah keramaian.

Khalwat termasuk salah satu perbuatan mungkar yang dilarang dalam syari’at
islam dan bertentangan pula dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat
aceh karena perbuatan tersebut dapat menjerumuskan seseorang kepeda perbuatan
zina. Larangan perbuatan khalwat termasuk ke dalam delik formil, artinya
sepanjang seseorang telah melakukan perbuatan berdua-duaan yang bukan
mahram, walaupun tidak berakibat berbuat zina atau perbuatan tercela lainnya,
tetap saja dilarang, sedangkan pada delik meteril harus jelas akibatnya.11

Khalwat tidak hanya terjadi di tempat-tempat tertentu yang sepi dari


penglihatan orang lain, tetapi juga dapat terjadi ditengah keramaian, di jalanan
atau di tempat-tempat lain yang memungkinkan kepada orang-orang melakukan
perbuatan yang dilarang tersebut. Dengan demikian unsur-unsur bersunyi-sunyi
tidak begitu penting dibahas dalam kajian khalwat. Unsur bersunyi-sunyi sering
dimaknai ketika berada di tempat sunyi. Padahal yang disebut bersunyi-sunyi
adalah suatu tingkah laku antara laki-laki dan perempuan yang tergolong kepada
11
Ahmad bin Hanbal, Musnal Ahmad, Kitab W Min Musnad Bani Hasyimno, hlm. 183.
perbuatan tercela. Bahkan tontonan yang bersifat pornografi dapat juga membawa
kepada perbuatan zina.12

Islam dengan tegas melarang melakukan zina. Sementara Khalwat merupakan


salah satu jalan atau peluang untuk terjadinya zina, maka khalwat juga termasuk
salah satu Jarimah (perbuatan pidana) dan diancam dengan uqubat ta’zir, artinya
negara atau pemerintah harus berjaga-jaga untuk mengantisipasi terjadinya
perzinaan. Agar tidak terjadi perzinaan, salah satu usaha adalah larangan
perbuatan zina, maka tidak berarti kalau tidak melakukan zina lalu khalwat
dibenarkan, larangan khalwat sudah menjadi delik sendiri, yang tidak ada kaitanya
dengan delik yang lain. Larangan seperti ini diberlakukan dalam masyarakat baik
masyarakat modern, maupun masyarakat bersahaja.13

Diperintahkan pula untuk memelihara kemaluan mereka dari perzinahan


dan/atau perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan syari’at Islam. Sebab
menghindari pandangan dan memelihara kemaluan merupakan cermin kesucian
dan bentuk ketaatan kepada Allah dalam mengikuti aturan-aturan Allah yang
nantinya akan kembali kepada diri kita masing-masing. Hal tersebut merupakan
salah satu jalan dari menjaga atau memelihara nasab/keturunan dan memelihara
kehormatan yang aturannya termaktub dalam maqasid as-Syari’ah atau adh-
dharuriyat al-khams yang bermakna lima hal inti. Maqasid as-Syari’ah itu berarti
maksud atau tujuan disyari’atkan hukum Islam. Maqasid as-Syari’ah sering juga
disebut ‘illat atau tujuan hukum yang pada prinsipnya adalah mengambil manfaat
dan menolak kemudharatan. Kelima hal yang perlu dijaga adalah sebagai
berikut:14

a. Perlindungan terhadap agama (Hifz ad-Din)


b. Perlindungan terhadap jiwa (Hifz an-Nafs)
c. Perlindungan terhadap akal (Hifz al- ‘Aql)

12
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Kekerasan Seksual,
Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, Bandung, Refika, 2001, hlm. 67.
13
Ahmad Ubbe, Hukum Adat Kesusilaan Melaweng Kesinambungan dan Perubahannya,
Jakarta, Yasrif Watampone, 2008, hlm. 83.
14
Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Jakarta,
Bulan Bintang, 2003, hlm. 39.
d. Perlindungan terhadap nasab dan kehormatan (Hifz an-Nasl wa al- ‘Irdh)
e. Perlindungan terhadap harta benda (Hifz al-Mal)

Kelima hal inti di atas, maka kemudian banyak cabang-cabang di bawahnya


yang perlu ikut di jaga atau dipelihara, seperti perlindungan terhadap nasab
(keturunan) dan kehormatan maka cara melindunginya adalah denganmenjauhkan
diri dari perbuatan yang akan merusak nasab atau merusak nama baik atau
kehormatan diri salah satunya yaitu seperti perbuatan zina, perbuatan lacur, serta
perbuatan-perbuatan lain yang didasari oleh nafsu seksual sehingga dari
perbuatan-perbuatan tersebut menimbulkan rusaknya nasab seorang anak sebab
dilahirkan diluar nikah. Selain rusaknya nasab, kehormatan diri pun menjadi rusak
atau dipandang hina oleh orang lain sebab perbuatan tersebut, karena zina
merupakan perbuatan yang keji dan jalan yang tidak baik, jalan yang baik adalah
dengan melalui pernikahan.

Untuk menghindar dari perbuatan zina, salah satunya ialah dengan


menghindariperbuatan khalwat yaitu menyepi antara laki-laki dengan wanita
ajnabi. Dengan tidak melakukan khalwat, maka berarti telah mengikuti aturan
Allah yang terdapat dalam surat al-isra’ ayat 32 yakni “janganlah kamu mendekati
zina” sebab khalwat merupakan salah satu perbuatan mendekati zina.

Menjauhi perbuatan khalwat juga dipandang sebagai kebutuhan tingkat “


hajjiyat” atau pelengkap dalam menjaga atau memelihara nasab (keturunan) dan
kehormatan. Karena menjauhi perbuatan khalwat ini menjadi jalan terhindarnya
perbuatan zina, sehingga melengkapi tindakan dalam menjaga nasab dan
keturunan. Adapun tingkatan “dharurriyat” atau primer dalam menjaga atau
memelihara nasab (keturunan) dan kehormatan itu sendiri ialah dengan
melaksanakan hukum hadd zina kepada pelaku zina.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Filsafat hukum islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat


dipertanggungjawabkan dan radikal tentang hukum islam. Filsafat hukum
islam merupakan anak sulung dari filsafat islam. Dengan kata lain filsafat
hukum islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan hukum
islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya, atau
filsafat yang digunakan untuk memancarkan, menguatkan, dan memelihara
hukum islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah
menetapkannya di muka bumi, yaitu untuk kesejahteraan umat manusia
seluruhnya. Dengan filsafat ini, hukum islam akan benar-benar cocok
sepanjang masa di semesta alam. Filsafat Hukum islam adalah kajian filosofis
tentang hakikat hukum Islam, sumber asal-muasal hukum Islam dan prinsip
penerapannya serta fungsi dan manfaat hukum Islam bagi kehidupan
masyarakat yang melaksanakannya.

Islam dengan tegas melarang melakukan zina. Sementara Khalwat


merupakan salah satu jalan atau peluang untuk terjadinya zina, maka khalwat
juga termasuk salah satu Jarimah (perbuatan pidana) dan diancam dengan
uqubat ta’zir, artinya negara atau pemerintah harus berjaga-jaga untuk
mengantisipasi terjadinya perzinaan. Agar tidak terjadi perzinaan, salah satu
usaha adalah larangan perbuatan zina, maka tidak berarti kalau tidak
melakukan zina lalu khalwat dibenarkan, larangan khalwat sudah menjadi
delik sendiri, yang tidak ada kaitanya dengan delik yang lain. Larangan seperti
ini diberlakukan dalam masyarakat baik masyarakat modern, maupun
masyarakat bersahaja.

B. SARAN
Hendaknya senantiasa mengamalkan nilai-nilai yang ada dalam filsafat
hukum islam dalam tujuan menjaga keimanan kepada Allah Subhana
wataala.
DAFTAR PUSTAKA

A.W Munawwir, Kamus Al-Munawie Arab-Indonesia Terlengkap, Jakarta,


Alfaruqi, 2018.

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Kekerasan


Seksual, Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, Bandung, Refika,
2001.

Ahmad bin Hanbal, Musnal Ahmad, Kitab W Min Musnad Bani Hasyimno.

Ahmad Ubbe, Hukum Adat Kesusilaan Melaweng Kesinambungan dan


Perubahannya, Jakarta, Yasrif Watampone, 2008.

Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Ciputat, Logos, Wacana Ilmu,


1997.

Ghofat Shidiq, Teori Maqasid Al-Syariah dalam Hukum Islam, Sultan Agung,
Vol. IV. No. 18,, Agustus 2009.

Hasbi Ash-Shidieqi, Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1993.

Jazuli, Fiqih Jinayah, Upya Menanggulangi Kejahatan dalam Isalam, Jakarta,


Rajawali Pers, 2000.

Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP,
Jakarta, Bulan Bintang, 2003.

Anda mungkin juga menyukai