Anda di halaman 1dari 17

AKIDAH, SYARIAH, DAN AKHLAK

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“PENGANTAR STUDY ISLAM”


Dosen Pengampu:Moh. Fikri Azhari, M.Pd.I

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3

NUR ABIDAH ( 22.00.4172 )


EKO WIDIANSYAH ( 22.00.4143 )

Program Studi Pendidikan Agama Islam

Sekolah Tinggi Agama Islam ( STAI )

Hubbulwathan Duri

2023

1
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkah,
rahmat, serta Karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah ini, dengan materi pembahasan. “akidah, syariah, dan akhlak.”
Harapan kami agar makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya menjadi lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Duri, 10 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Devenisi Aqidah , Syariah, Dan Akhlak............................. 3
B. Hubungan Aqidah , Syariah, dan Akhlak............................................. 4
C. Keterkaitan Antara Aqidah, Syariah, Dan Akhlak................................ 5
BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan........................................................................................... 12
B. Saran..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam agama Islam terdapat tiga ajaran yang sangat ditekankan oleh Allah

dan Rasul-Nya, yang harus diamalkan dan dibenarkan dalam hati. Yaitu iman

(akidah), Islam (syariat), dan ihsan (akhlak). Tetapi sekarang-sekarang ini ada

yang mengabaikan salah satu dari tiga hal ini. Sehingga kehidupannya menjadi

jauh dari agama.

Dasar ajaran Islam yang terdiri dari aqidah, syariah, dan akhlak sering

sekali dilupakan keterkaitannya. Contohnya: seseorang melaksanakan shalat,

berarti dia melakukan syariah. Tetapi shalat itu dilakukannya untuk membuat

kagum orang-orang di sekitarnya, berarti dia tidak melaksanakan aqidah. Karena

shalat itu dilakukannya bukan karena Allah SWT, maka shalat itu tidak

bermanfaat bagi dirinya sendiri ataupun orang lain. Alhasil, dia tidak

mendapatkan manfaat pada akhlaknya. Itulah yang menjadikan suatu perbuatan

yang seharusnya mendapat ganjaran pahala, tapi malah menjadi suatu kesia-siaan

karena tidak dilakukan semata-mata karena Allah.

Penyusunan makalah ini, penulis berharap dapat menegaskan kembali

mengenai kerangka dasar ajaran Islam yang terdiri dari: Aqidah, Syari’ah, dan

akhlak yang kian terlupakan. Di sini para penyusun akan menjelaskan tentang

hubungan antara ketiganya, sehingga kemantapan seorang mukmin akan terjaga.

1
A. Rumusan Masalah

1. Bagiamana devenisi aqidah, syariah, dan akhlak ?

2. Bagaimana hubungan aqidah , syariah, dan akhlak ?

3. Bagaiamana keterkaitan antara akidah, syariah, dan akhlak ?

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui devenisi aqidah, syariah, dan akhlak.

2. Untuk mengetahui hubungan aqidah , syariah, dan akhlak.

3. Untuk menegetahui keterkaitan antara aqidah, syariah, dan akhlak.

2
BAB II
THAHARAH

A. Pengertian Devenisi Aqidah , Syariah, Dan Akhlak

Devenisi Aqidah menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata

al-‘aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan

yang kuat, dan ar-rabthu biquw-wah yang berarti mengikat dengan kuat.

Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan

pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

Devenisi syariah : Secara etimologi syariah berarti aturan atau ketetapan

yang Allah perintahkan kepada hamba-hamba-Nya, seperti: puasa, shalat, haji,

zakat dan seluruh kebajikan. Syariat dalam istilah syar’i adalah hukum-hukum

Allah yang disyariatkan kepada hamba-hamba-Nya, baik hukum-hukum dalam

Al-Qur’an dan sunnah nabi Saw dari perkataan, perbuatan dan penetapan.

Devenisi akhlaq : Akhlaq berasal dari bahasa arab, yaitu jama’ dari kata

“khuluq” ( ‫وق‬BB‫ ) خل‬secara bahasa kata ini memiliki arti perangai atau yang

mencakup diantaranya: sikap, prilaku, sopan, tabi’at, etika, karakter, kepribadian,

moral dll. Menurut istilah, akhlak artinya tingkah laku lahiriah yang diperbuat

oleh seseorang secara spontan sebagai manifestasi atau pencerminan, refleksi dari

jiwa , batin atau hati seseorang. Akhlak bukan saja merupakan mengatur

hubungan antara sesame manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan

antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.

3
B. Hubungan Aqidah , Syariah, dan Akhlak.

Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin

Umar diceritakan bahwa pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW,

yang kemudian ternyata orang itu adalah malaikat Jibril, menanyakan tetang arti

Iman (Aqidah), Islam (Syariat) , dan Ihsan (Akhlak). Dan dalam dialog antara

Rasulullah SAW dengan malaikat Jibril itu, Rasulullah SAW memberikan

pengertian tentang Iman, Islam, dan Ihsan tersebut sebagai berikut.

Iman (Aqidah): Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya,

Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat serta engkau beriman kepada

kadar (ketentuan Tuhan) baik dan buruk.

Islam (Syariat): Engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain

Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, engkau mendirikan shalat,

mengeluarkan zakat, puasa Ramadhan dan engkau pergi haji ke Baitullah jika

engkau mampu pergi ke sana.

Ihsan (akhlak): Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-

Nya, tetapi jika engkau tidak melihat-Nya, yakinlah bahwa Dia selalu melihat

engkau.

Ditinjau dari hadis di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan

antar ketiganya sangat erat bagaikan sebuah pohon. Tidak dapat dipisahkan antara

akar (Aqidah), batang (Syariat), dan daun (Akhlak).

4
C. Keterkaitan Antara Aqidah, Syariah, Dan Akhlak

1. Hubungan aqidah dengan syariat

Menurut Syekh Mahmud Syaltut ketika menjelaskan tentang kedudukan

akidah dan syariah menulis: Akidah itu di dalam posisinya menurut Islam adalah

pokok yang kemudian di atasnya dibangun syariat. Sedang syariat itu sendiri

adalah hasil yang dilahirkan oleh akidah tersebut. Dengan demikian tidaklah

akan terdapat syariat di dalam Islam, melainkan karena adanya akidah;

sebagaimana syariat tidak akan berkembang, melainkan di bawah naungan

akidah. Jelaslah bahwa syariat tanpa akidah laksana gedung tanpa fondasi,

namun demikian islam menyatakan bahwa hubungan antara keduanya

merupakan suatu keniscayaan, yang artinya bahwa antara akidah dan syari’ah

tidak bias sendiri-sendiri.

Jadi ajaran islam terdiri dari dua pokok , yakni: pertama akidah/iman yang

terdiri dari enam rukun iman, yang landasannya adalah dalil-daalil qath’i (al-

qur’an dan hadist mutawatir). Kedua, syari’ah/amal sholeh yang mengatur dua

aspek kehidupan manusia yang pokok, yaitu: mengatur hubungan manusia dengan

Allah (ibadah), dan mengatur hubungan manusia dengan sesamanya atau

aktivitasnya dalam masyarakat (muamalah).

Dalam makna umum, yaitu agama Islam secara keseluruhan. Sebaliknya,

jika syari’at disebut bersama ‘aqidah, maka yang dimaksudkan adalah makna

khusus, yaitu hukum-hukum, perintah-perintah, dan larangan-larangan dalam

masalah agama yang bukan ‘aqidah (keyakinan).

5
Dengan demikian, maka ‘aqidah dan syari’at merupakan kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana telah diketahui bahwa iman itu meliputi

keyakinan dan amalan. Keyakinan inilah yang disebut dengan ‘aqidah, dan

amalan ini yang disebut syari’at. Sehingga iman itu mencakup ‘aqidah dan

syari’at, karena memang iman itu, jika disebutkan secara mutlak (sendirian) maka

ia mencakup keyakinan dan amalan.

2. Hubungan Aqidah dengan Akhlak

Akidah tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat

dijadikan tempat berlindung di saat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang

dapat dipetik. Sebaliknya akhlak tanpa akidah hanya merupakan layang-layang

bagi benda yang tidak tetap, yang selalu bergerak.

Rasulullah SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak

pada kesempurnaan dan kebaikan akhlaknya. Sabda beliau: “ Orang mukmin yang

paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya ”. (HR.

Muslim)

Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan

melahirkan perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya

iman. Orang yang berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang

kehilangan iman. Beliau bersabda :

)،‫الحياء وااليمان قرناء جميعا فاذا رفع احدهما رفع االخر (رواه الحكيم‬

Artinya: ”Malu dan iman itu keduanya bergandengan, jika hilang salah satunya,

maka hilang pula yang lain”. (HR. Hakim).

6
Kalau kita perhatikan hadits di atas, nyatalah bahwa rasa malu sangat

berpautan dengan iman hingga boleh dikatakan bahwa tiap orang yang beriman

pastilah ia mempunyai rasa malu; dan jika ia tidak mempunyai rasa malu, berarti

tidak beriman atau lemah imannya.

Aqidah dengan seluruh cabangnya tanpa akhlak adalah seumpama sebatang

pohon yang tidak dapat dijadikan tempat berteduh dari panasnya , matahari, atau

untuk berlindung dari hujan, dan tidak ada pula buahnya yang dipetik . sebaliknya

akhlak tanpa aqidah hanya merupakan bayang-bayang bagi benda yang tidak tetap

dan selalu bergerak. Allah menjadikan keimanan (aqidah) sebagai dasar agama-

Nya, ibadat (syariah) sebagai rukun (tiangnya). Kedua hal inilah yang akan

menimbulkan kesan baik kedalam jiwa dan menjadi pokok tercapainya akhlak

yang luhur.

Islam menganjurkan setiap individu untuk berakhlak mulia, dan

menjadikannya sebagai kewajiban di atas pundaknya yang dapat mendatangkan

pahala atau siksa baginya. Atas dasar ini, agama tidak memberikan wejangan

akhlak semata, tanpa didasari rasa tanggung jawab. Bahkan keberadaan akhlak,

dianggap sebagai penyempurna ajaran-ajarannya. Karena agama itu, tersusun dari

akidah dan perilaku.

Sebagaimana yang termaktub dalam hadits berikut: dari Abu Hurairah ra,

Rasulullah SAW bersabda: “Orang Mukmin yang sempurna imannya adalah yang

terbaik budi pekertinya,” (HR. Tirmidzi).

7
Dari hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa akhlak itu harus berpijak pada

keimanan. Iman tidak cukup disimpan dalam hati, namun harus dipraktikan dalam

kehidupan sehari-hari dalam bentuk akhlak yang baik.

Dengan demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui

melalui tingkah laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan

perwujudan dari imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik,

pertanda ia mempunyai iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat

dikatakan ia mempunyai Iman yang lemah.

3. Hubungan syaraiah dan akhlak

Sebagai bentuk perwujudan iman (Aqidah), akhlaq mesti berada dalam

bingkai aturan syari’ah Islam. Karena seperti dijelaskan diatas, akhlaq adalah

bentuk ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan proses

ibadah harus dilakukan sesuai dengan aturan mekanisme yang ditetapkan syariah,

agar bernilai sebagai amal shalih. Syariah merupakan aturan mekanisme dalam

amal ibadah seseorang mukmin/muslim dalam rangka mendekatkan diri kepada

Allah swt. Melalui prantara syariah akan menghubungkan proses ibadah kita

kepada Allah. Suatu amal diluar aturan mekanisme ibadah tidak bernilai sebagai

amal shalih. Dan akhlaq menjadi sia-sia jika tidak berada didalam kerangka aturan

syariah. Jadi, syaria adalah syarat yang akan menentukan bernilai tidaknya suatu

amal ibadah.

Syariat menjadi standard ukuran yang menentukan apakah suatu amal-

perbuatan itu benar atau salah. Ketentuan syariah merupakan aturan dan rambu-

8
rambu yang berfungsi membatasi, mengatur dan menetapkan mana perbuatan

yang mesti dijalankan dan yang mesti ditinggalkan. Ketentuan hukum pada syariat

pada asasnya berisi tentang keharusan, larangan dan kewenangan untuk memilih.

Ketentuan ini meliputi wajib, sunnah/mandub, mubah (wenang), makruh dan

haram. Syariah memberi batasan-batasan terhadap akhlaq sehingga praktik akhlaq

tersebut berada didalam kerangka aturan yang benar tentang benar dan salahnya

suatu amal perbuatan (ibadah).

Jadi, jelas bahwa akhlaq tidak boleh lepas dari batasan dan kendali syariat.

Syariat menjadi bingkai dan praktik akhlaq, atau aturan yang mengatasi dan

mengendalikan akhlaq. Praktek akhlaq tidak melebihi apalagi mengatasi syariah,

tetapi akhlaq harus lahir sebagai penguat dan penyempurna terhadap pelaksanaan

syari’at. Sedangkan akhlaq yang tidak menjadi penyempurna pelaksanaan syariat

adalah perbuatan batal. Jadi, kedudukan akhlaq adalah sebagai penguat dan

penyempurna proses ibadah seseorang.

Dengan demikian, syariah berfungsi sebagai jalan yang akan menghantarkan

seseorang kepada kesempurnaan akhlaq. Sedangkan akhlaq adalah nilai-nilai

keutamaan yang bisa menghantarkan seseorang menuju tercapainya

kesempurnaan keyakinan.

Bisa terjadi suatu pelaksanaan kewajiban menjadi gugur nilainya karena tidak

disertai dengan akhlaq. Seperti kasus orang yang ber infak di jalan Allah tetapi

ketika dalam menyerahkan hartanya dilakukan sambil berkata-kata yang tidak

baik, maka infak orang tersebut disisi Allah tidak bernilai sedikitpun karena

terhapus oleh akhlaknya yang buruk. Meskipun dari segi aturan syariat ia telah

9
melakukan kewajibannya dengan benar, tetapi secara nilai, ia diterima sebagai

amal ibadah di sisi Allah swt.

Tetapi bukan berarti setiap pelaksanaan syariat yang tidak dilakukan dengan

akhlaq yang baik akan menggugurkan nilai ibadah seseorang disisi Allah. Dalam

kasus orang shalat tidak tepat waktu , tidak menjadi gugur nilai shalatnya, tetapi

hanya mengurangi keutamaannya saja, atau mengurangi kekusyuan orang yang

dibelakang shofnya karena terganggu oleh gambar pada bajunya. Tetapi itu tidak

menggugurkan kewajiban shalatnya.

Ketetapan syariah adalah ketetapan hukum yang bersifat mutlak dan harus

wajib ditaati, sedangkan akhlaq adalah nilai-nilai keutamaan yang akan

menyempurnakan dan memperkuat pelaksanaan dan penegakan syari’at tersebut.

Jika dalam pelaksanaan syariat mesti sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariat

itu sendiri, maka akhlak tidak boleh keluar dari ketentuan-ketentuan tersebut.

Meskipun bersifat keutamaan dan penyempurnaan dalam melaksanakan syariat,

ini tidak berarti setiap ummat dapat melakukan atau tidak melakukannya. Karena

seperti telah diterangkan diatas, bahawa akhlaq adalah perwujudan dari prose

amal ibadah, sehingga seseorang ummat) dapat meningkatkan kualitas iman dan

amal ibadahnya dengan akhlaq tersebut.

Selain itu antara syariat dan akhlaq dapat dibedakan dari bentuk dan jenis sanksi

yang diberikan kepada pelanggar atau mereka yang tidak menjalaninya. Sanksi

bagi pelanggar syariat adalah sesuatu yang jelas dan tegas sesuai dengan

ketentuan dan ketetapan yang tertuang dalam syariat itu sendiri, dan semua

10
ketetapan yang tertuang dalam syariat itu sendiri, dan semua ketetapan sanksi itu

diputuskan oleh lembaga yang berwenang (lembaga ‘ulil amri).

Sedangkan bagi yang tidak melakukan akhlak hasanah, tidak ada sanksi yang

ditetapkan oleh syariat sanksi terhadap pelanggaran akhlak tidak ditetapkan oleh

lembaga yang berwenang, tetapi sanksi ini bisa diberikan baik oleh dirinya sendiri

atau oleh lingkungan sosial dan masyarakatnya. Misalnya seorang yang

menjalankan perintah puasa (saum ramadhan) tetapi suka menggunjing dan

menyakiti orang lain, berbohong, tidak menjaga seluruh anggota badan dari

perbuatan keji, ia tetap tidak bisa dikenai sanksi hukum atas perbuatan-

perbuatannya tersebut, tetapi hal itu akan mengurangi (ganjaran) keutamaan

dalam puasanya, disamping itu akan mendapat sanksi oleh dirinya sendiri atau

lingkungan sekitarnya, sepertirasa penyesalan diri, gunjingan dari sesama,

dikucilkan dari pergaulan, dan lain-lain.

11
BAB III
PENUTUP
C. Kesimpulan
Dalam pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa, Aqidah

adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun

bagi orang yang meyakininya, sedangkan Syariat dalam istilah syar’i

adalah hukum-hukum Allah yang disyariatkan kepada hamba-hamba-

Nya, baik hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan sunnah nabi Saw dari

perkataan, perbuatan dan penetapan, dan akhlak artinya tingkah laku

lahiriah yang diperbuat oleh seseorang secara spontan sebagai

manifestasi atau pencerminan, refleksi dari jiwa , batin atau hati

seseorang.

Kaitan antara aqidah, syariat dan Menurut Syekh Mahmud Syaltut

ketika menjelaskan tentang kedudukan akidah dan syariah menulis:

Akidah itu di dalam posisinya menurut Islam adalah pokok yang

kemudian di atasnya dibangun syariat. Sedang syariat itu sendiri adalah

hasil yang dilahirkan oleh akidah tersebut. Dengan demikian tidaklah

akan terdapat syariat di dalam Islam, melainkan karena adanya akidah;

sebagaimana syariat tidak akan berkembang, melainkan di bawah

naungan akidah. Jelaslah bahwa syariat tanpa akidah laksana gedung

tanpa fondasi. Akidah tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon

yang tidak dapat dijadikan tempat berlindung di saat kepanasan dan tidak
12
pula ada buahnya yang dapat dipetik. Sebaliknya akhlak tanpa akidah

hanya merupakan layang-layang bagi benda yang tidak tetap, yang selalu

bergerak.

D. Saran

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari

kesempurnaan, masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam

bahasanya, materi dan penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat

mengharapkan kritik, saran dan masukan yang dapat membangun

penulisan makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

As, Asmaran, Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada,2002.

Syaltut,Mahmud, Islam Aqidah wa Syariah, I, Kairo: Dar al-


Kalam, 2004.

Hamka, Iman dan Amal Shaleh. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2006.

al_Gazali,Muhammad, Khuluk al-Muslim, Kuwait: Dar al Bayan,


2003.

al_Gazali,Muhammad, Al Aqidah Islam, Kuwait: Dar al


Bayan,2003.

Al-Maududi, Abdul, Towards Undestanding Islam, Jeddah: One


Seeking Mercy of Allah

Ash Shiddieqy,Hasbi, Al Islam I, Jakarta: Bulan Bintang 2005.

14

Anda mungkin juga menyukai