DI SUSUN OLEH:
i
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.
Oriza Satifa
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
A. Kesimpulan...................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori belajar merupakan cara yang dilakukan peserta didik dan guru dalam
memperoleh maupun menyampaikan ilmu pengetahuan melalui proses belajar atau
mengajar. Setiap manusia wajib untuk belajar agar menjadi manusia yang memiliki
derajat tertinggi di bandingkan makhluk lainnya. Pada dasarnya guru dalam memberikan
pengajaran harus berlandas pada teori belajar.apa bila guru melaksanakan pembelajaran
tanpa teori belajar ibarat menyampaikan ilmu seperti berkhayal setinggi langit. Maka dari
itu, mengajar dengan dengan meggunakan teori belajar sangat penting agar mengetahui
bagaimana cara membuat peserta didik menyukai guru pada saat mengajar.
1
Dewi Latifah, Teori Belajar dan Penerapannya dalam Bahasa Arab, Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab II
Malang, (Jnuari, 2016), 418.
2
Baharuddin & Elsa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan pembelajaran, (Ar-Ruz Media:Malang 2015) hal. 15
4
Teori belajar harus mampu menggabungkan antara hal yang ada sekarang dengan
bagaimana menghasilkannya. teori belajar menjelaskan dengan pasti apa yang terjadi,
namun teori belajar hanya membimbingapa yang harus dilakukan saat melakukan proses
belajar mengajar dan juga seorang guru harus mampu mencari hubungan yang mudah
tentang sesuatu yang akan diajarkan agar murid lebih mudah menangkap informasi
tersebut.3
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai
berikut:
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
3
Nurhadi, Teori Kognitivisme Serta Aplikasinya dalam Pembelajaran, Jurnal Edukasi dan Sains, Vol. 2. No.
1, (Juni, 2020), hal. 79
5
BAB II
PEMBAHASAN
Teori belajar merupakan cara yang dilakukan peserta didik dan guru dalam
memperoleh maupun menyampaikan ilmu pengetahuan melalui proses belajar atau
mengajar. Setiap manusia wajib untuk belajar agar menjadi manusia yang memiliki
derajat tertinggi di bandingkan makhluk lainnya. Pada dasarnya guru dalam memberikan
pengajaran harus berlandas pada teori belajar.apa bila guru melaksanakan pembelajaran
tanpa teori belajar ibarat menyampaikan ilmu seperti berkhayal setinggi langit. Maka dari
itu, mengajar dengan dengan meggunakan teori belajar sangat penting agar mengetahui
bagaimana cara membuat peserta didik menyukai guru pada saat mengajar.4
Teori belajar harus mampu menggabungkan antara hal yang ada sekarang dengan
bagaimana menghasilkannya. teori belajar menjelaskan dengan pasti apa yang terjadi,
namun teori belajar hanya membimbingapa yang harus dilakukan saat melakukan proses
belajar mengajar dan juga seorang guru harus mampu mencari hubungan yang mudah
tentang sesuatu yang akan diajarkan agar murid lebih mudah menangkap informasi
tersebut.5
7
Fadhilah Suralaga, Psikologi Pendidikan, (Depok:Raja Wali Pers, 2021) hal. 87
8
Ibid. hal. 88
7
d. Kelebihan dan Kekurangan Teori Behaviorisme
Aplikasi teori belajar behavioristik sangat cocok untuk perolehan
kemampaun yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung
unsur-unsur seperti: Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan
sebagainya sehingga model yang paling cocok adalah Drill dan Practice,
contohnya: dimanfaatkan di pendidikan anak usia dini, TK untuk melatih
kebiasaan baik, karena anak-anak sangat mudah meniru perilaku yang ada
dilingkungannya dan sangat suka dengan pujian dan penghargaan. Sedangkan
untuk pendidikan menengah dan pendidikan tinggi teori behavioristik ini banyak
digunakan antara lain untuk melatih percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya.
Teori belajar behaviorisme cenderung mengarahkan pembelajar untuk
berpikir linier, konvergen, tidak kreatif, dan tidak produktif. Teori ini
berpandangan bahwa belajat meripakan proses pembentukan., yang membawa
pembelaja menju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta
didik tidak bebas berkereasi dan berimajinasi, padahal proses pembelajaran
tidak hanya sekedar pembentukan atau shaping.9
2. Teori Kognitivisme
a. Pengertian Teori Kognitivisme
Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai
persamaan dengan “knowing” yang berarti mengetahui. Dalam arti yang luas
kognition/kognisi ialah perolahan penataan, penggunaan pengetahuan.10
Teori Kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget (1896-1980), seorang
psikologi Swiss. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam psikologi
perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan.
Teori ini berasumsi bahwa stiap individu memiliki pengalaman dan pengetahuan
didalam dirinya. Kognitif berpandangan bahwa proses belajar akan berjalan
dengan baik apabila teori belajar yang baru dapat beradaptasi dengan kognitif
yang dimiliki individu.11
9
Familus, Teori Belajar Behavioristik serta implikasinya dalam pembelajan, Jurnal PKn dan Hukum, Vol.
11. No. 2, (Oktober, 2016) hal. 106.
10
Nurhadi, Op.cit. hal.80
11
Muhammad Thobroni Arif Mustofa, Belajar & Pembelajaran, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), hal. 93
8
b. Implikasi Teori Kognitivisme di dalam pembelajaran.
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas
belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan
proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpihak pada teori belajar kognitif
ini sudah banyak digunakan). Dalam menemukan tujuan pembelajaran,
mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik
sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar
belajar lebih bermakna bagi siswa.
Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai
berikut:1) Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses
berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap
tertentu. 2) Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar
dengan baik terutama jika mendengarkan benda-benda kongrit. 3) Keterlibatan
siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik. 4) Untuk menarik minat dan
meningkatkan retensi perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru
dengan struktur kognitif yang telah dimiliki. 5) Pemahaman dan retensi akan
meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika
tertentu, dari sederhana ke kompleks. 6) Belajar memahami akan lebih
bermakna daripada belajar mneghafal.
secara umum teori kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana
memahami struktur kognitif siswa, dan ini tidaklah mudah, Dengan memahami
struktur kognitif siswa, maka dengan tepat pelajaran bahasa disesuaikan sejauh
mana kemampuan siswanya. hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa
mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa yang
sedang dipelajari.
c. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Kognitivisme
Kelebihan teori belajar Kognitivisme:
a). Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami
bahan belajar secara lebih mudah. b). Sebagian besar dalam kurikulum
pendidikan negara Indonesia lebih menekankan pada teori kognitif yang
mengutamakan pada pengembangan pengetahuan yang dimiliki pada setiap
9
individu. c). Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu
memeberikan dasar-dasar dari materi yang diajarkan unruk pengembangan dan
kelanjutannya deserahkan pada peserta didik, dan pendidik hanya perlu
memantau, dan menjelaskan dari alur pengembangan materi yang telah
diberikan. d). Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat
memaksimalkan ingatan yang dimiliki oleh peserta didik untuk mengingat
semua materi-materi yang diberikan karena pada pembelajaran kognitif salah
satunya menekankan pada daya ingat peserta didik untuk selalu mengingat akan
materi-materi yang telah diberikan. e).
Adapun kelemahannya sebagai berikut:
a). Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan
khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami
dan pemahamannya masih belum tuntas. b). menganggap semua peserta didik
itu mempunyai kemampuan yang sama. c). Adakalanya juga dalam metode ini
tidak memperhatikan cara peserta didik dalam mengeksplorasi atau
mengembangkan pengetahuan dan cara-cara peserta didiknya dalam
mencarinya. d). Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode
kognitif, maka dipastikan peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya materi
yang diberikan. e). Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode
kognitif tanpa adanya metode pembelajaran lain maka peserta didik akan
kesulitan dalam praktek kegiatan atau materi. f). Dalam menerapkan metode
pembelajran kognitif perlu diperhatikan kemampuan peserta didik untuk
mengembangkan suatu materi yang telah diterimanya.12
3. Teori Kontruksivisme
a. Pengertian
Teori konstruktivisme merupakan teori yang sudah tidak asing lagi bagi
dunia pendidikan, sebelum mengetahui lebih jauh tentang teori
konstruktivisme alangkah lebih baiknya di ketahui dulu konetruktivisme itu
sendiri. Konstruktivisme berarti bersifat membangun. Dalam konteks filsafat
pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan
hidup yang berbudaya modern. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, bahwa
konstruktivisme merupakan sebuah teori yang sifatnya membangun,
membangun dari segi kemampuan, pemahaman, dalam proses pembelajaran.
12
Ibid. hal. 90-91
10
Sebab dengan memiliki sifat membangun maka dapat diharapkan keaktifan
dari pada siswa akan meningkat kecerdasannya.13
13
Suparlan, Teori Kontruksivisme dalam Pembelajaran, Jurnal pendiidkan dan Ilmu Keislaman, vol.1 No.
2, (Juli, 2019) hal. 82
14
Ibid. hal.83
15
Listiana Dewi & Endang Fauziati, Pembelajaran Tematik Sekolah Dasat dalam Pndangan Teori
Kontruksivisme Vygotsky, Jurnal Papeda, Vol. 3 No.2 (Juli, 2022), 168.
11
Pembelajaran dari sudut pandang teori konstruktivisme mengarah pada
aktivitas pengaturan lingkungan agar terjadi proses belajar, yaitu interaksi
antara pembelajar dengan lingkungan belajarnya. Winkel (1996) menyatakan
bahwa inti dari pembelajaran konstruktivis adalah penataan lingkungan
belajar. Lingkungan belajar berarti tempat dimana si pembelajar dapat
berinteraksi, bekerjasama dan mendukung satu sama lain untuk mencapai
tujuan pembelajaran dengan menggunakan berbagai sarana dan sumber
belajar.16
16
Ibid. hal. 169
12
dihindari justru dianggap metode yang paling efektif unuk menertibkan siswa,
5) murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sanga dipengaruhi oleh
penguat yang diberikan guru, 6) inisiatif siswa terhadap suatu permasalahan
yang muncul secara emporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa karena siswa
hanya berperan sebagai pendengar dan menghafalkan apa yang didengarnya,
7) mendudukkan siswa sebagai individu yang pasif dan mengarahkan siswa
untuk berfikir linier, kovergen, tidak kreatif dan tidak produktif, 8)
pembelajaran siswa berpusat hanya pada guru bersifa mekanistik dan hanya
berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur, 9) guru sebagai center,
otoriter, komunikasi berlangsung sau arah, guru melatih dan menentukan apa
yang harus dipelajari murid.17
4. Teori Situasional
a. Pengertian Teori Situasional
Teori pendekatan situasional diperkenalkan berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Poul Hersey dan Ken Blancard sejak tahun 1969. Teori tersebut
menggunakan indicator yang menjadi acuan untuk mengukur situasi dalam diri
pengikut, dalam hal ini adalah para murisd. Indikator-indikator itu adalah
komitmen dan kompetensi.
Komitmen dapat diartikan sebagai loyalitas, rasa penasaran terhadap tugas,
keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, motivasi untuk memberikan waktu
lebih untuk memahami sesuatu. Seorang murid dianggap memiliki komitmen yang
tinggi apabila memiliki rasa penasaran mempelajari dan daya juang yang kuat
untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
Sedangkan kompetensi meliputi kemampuan, kepandaian, pengertian serta
kemandirian murid untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya
dengan baik dan benar. Seorang murid dianggap memiliki kompetensi yang tinggi
apabila dapat menyelesaikan tugas yang diberikan sesuai dengan ekspektasi,
bahkan bisa melebihi harapan gurunya.
Teori ini menekankan bahwa bagaimana seorang guru mengatasi atau
mengelola kelas sesuai dengan kondisi muridnya. Pada keadaan Murid yang
memiliki kompetensi rendah, namun memiliki komitmen tinggi. Murid
diasumsikan tidak menguasai bidang yang sekarang sedang dihadapi atau
dikerjakan, namun memiliki motivasi yang tinggi untuk mengerjakannya.
17
Muhammad Thobroni & Arif Mustofa, Op.Cit, hal. 85
13
Untuk menghadapi murid dengan situasi ini, dipilih cara Directing
(menginstruksikan), artinya tugas harus diberikan dengan instruksi yang sangat
jelas, dengan petunjuk yang lengkap, serta meminta murid memberikan
konfirmasi berulang-ulang yang menunjukkan bahwa dirinya telah mengerti
dengan benar akan instruksi yang diberikan. Guru juga memaparkan
kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi serta memberikan contoh
penyelesaian, serta jalan keluar alternatif.
Apabila terjadi kesalahan yang dilakukan oleh murid pada situasi ini, seolah-
olah dapat dianggap bahwa pemimpinlah yang salah, karena memberikan instruksi
yang kurang jelas. Dalam situasi ini, guru harus berasumsi bahwa murid sama
sekali tidak memiliki pengalaman atau kemampuan akan tugas yang diberikan.
b. Implikasi Teori Situasional Pada Pembelajaran
Situasional cenderung menilai Kompetensi seorang pengikut, dilihat dari
kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas dengan yang diberikan
kepadanya dengan baik, sesuai ukuran ekspektasi dari pemberi tugas. Ukuran baik
yang dimaksudkan memiliki value yang relatif berdasarkan penilaian subyektivitas
pemimpin, dalam hal ini adalah guru wali kelas dari murid tersebut.
Sebagai contoh, pelajaran Geografi yang sedang dibahas adalah topik tentang
Bioma (ekosistem makhluk hidup dalam versi yang lebih besar). Guru membagi
murid-muridnya ke dalam kelompok, untuk diberi tugas membuat maket, materi
pembelajaran, presentasi kelas atau apapun terkait dengan Bioma. Pada saat yang
sama, guru wali kelas tersebut juga ingin menggali seberapa besar Komitmen dan
Kompetensi para muridnya terhadap tugas tersebut.
Setelah Guru wali kelas memberikan tugas kelompok, kelompok tersebut juga
diberikan kepercayaan untuk membuat sendiri struktur organisasi dan memilih
siapa ketua kelompoknya. Dalam hal ini secara natural, kelompok akan memilih
ketua kelompok yang dianggap lebih berkompeten diantara anggota kelompo
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi teori belajar merupakan landasan seorang guru ketika melakukan proses
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Teori belajar harus mampu
menggabungkan antara hal yang ada sekarang dengan bagaimana
menghasilkannya. teori belajar menjelaskan dengan pasti apa yang terjadi,
namun teori belajar hanya membimbingapa yang harus dilakukan saat
melakukan proses belajar mengajar dan juga seorang guru harus mampu
mencari hubungan yang mudah tentang sesuatu yang akan diajarkan agar
murid lebih mudah menangkap informasi tersebut.
Adalapun beberapa landasan belajar atau teori dalam belajar adalah:
1. Teori belajar behavioristik menekankan terbentuknya perilaku terlihat
sebagai hasil belajar. Teori belajar behavioristik dengan model
hubungan stimulus respons, menekankan siswa yang belajar sebagai
individu yang pasif. Munculnya perilaku siswa yang kuat apabila
diberikan penguatan dan akan menghilang jika dikenai hukuman.
2. Teori Kognitivisme berasumsi bahwa stiap individu memiliki
pengalaman dan pengetahuan didalam dirinya. Kognitif berpandangan
bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik apabila teori belajar
yang baru dapat beradaptasi dengan kognitif yang dimiliki individu.
3. Teori konstruktivisme menekankan pada peserta didik sebagai
pembelajar aktif, sehingga dalam penerapannya teori konstruktivisme
sering disebut sebagai strategi pengajaran yang berpusat pada peserta
didik (student-centered instruction).
4. Teori Situasional menekankan bahwa bagaimana seorang guru
mengatasi atau mengelola kelas sesuai dengan kondisi muridnya.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan
serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah
berikutnya.
1
DAPTAR PUSTAKA
Dewi Latifah, Teori Belajar dan Penerapannya dalam Bahasa Arab, Prosiding
Konferensi Nasional Bahasa Arab II Malang, Jnuari, 2016.
Baharuddin & Elsa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan pembelajaran, Ar-Ruz
Media:Malang 2015