Anda di halaman 1dari 16

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN DI

INDONESIA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi


Tugas Mata Kuliah PPKN
DosenPengampu : SAPARRUDIN, MA

DISUSUN OLEH :
NURIL AZMI
ARIS ANTONI
GALDA FARIHAH
RINI ANDRIANI
DIADIANA
DEA BISMI AZIZI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ACEH TAMIANG ( STAI-AT)


TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN / PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AJARAN 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat,taufik

serta hidayah- Nya, makalah yang membahas tentang SISTEM HUKUM DAN

PERADILAN DI INDONESIA ini dapat diselesaikan dengan baik.

Semoga malakah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bila dalam

penulisan makalah ini terdapat kesalahan, maka itu semua merupakan hal yang

tidak disengaja dan mohon maaf yang sebesar - besarnya. Kritik dan saran yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan karya tulis

selanjutnya.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Hukum di Indonesia .................................................................................... 2

B. Sistem Peradilan di Indonesia ................................................................... 5

C. Menampilkan Sikap Yang Sesuai Dengan Hukum ...................................... 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Indonesia merupakan suatu sistem hukum yang spesifik, dalam arti ada
beberapa hal yang membedakan hukum Indonesia dari sistem hukum negara lain.
Untuk bisa mengetahuinya, maka pemahaman mengenai pengertian dan tujuan
hukum Indonesia serta aliran hukum yang telah memberi warna pada praktek hukum
Indonesia sangatlah diperlukan. Pluralisme hukum perdata juga merupakan
kespesifikan hukum Indonesia, mengingat pada era hukum modern ini unifikasi dan
hukum tertulis seolah menjadi kemutlakan. Sehingga bagaimana hukum Indonesia
tetap menghargai keanekaragaman hukum dan menerima kehadiran hukum adat di
samping hukum tertulis, merupakan keunikan yang layak dipelajari.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana keadaan hukum di Indonesia?
b. Bagaimana keadaan keadilan di Indonesia?

C. Tujuan
Untuk mengetahui seperti apa keadaan hukum dan keadilan yang ada di
Indonesia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum Di Indonesia
1. Pengertian Hukum Indonesia

Pengertian hukum yang akan kita kaji ini merupakan hukum positif atau hukum
yang berlaku saat ini, maka istilah hukum di atas dimaknai sebagai keseluruhan
kaidah dan asas-asas berdasarkan keadilan yang mengatur hubungan manusia dalam
masyarakat (Mochtar Kusumaatmadja, 2000:5). Apabila diuraikan lebih lanjut,
hubungan manusia dalam masyarakat ini berarti hubungan antar manusia, hubungan
antara manusia dengan masyarakat dan sebaliknya. Sedangkan istilah “berlaku”
mengandung makna sebagai yang memberi akibat hukum pada peristiwa-peristiwa
dalam pergaulan hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Adapun kata “sekarang” menunjuk pada pergaulan hidup saat ini, tidak pada
pergaulan hidup yang telah terlampaui, tidak juga pada pergaulan hidup yang akan
datang. Kata “di Indonesia” menunjukkan pada pergaulan hidup yang terdapat di
Republik Indonesia, bukan yang di Amerika Serikat, Filipina, bukan pula yang terjadi
di Malaysia (Soediman, 1984:46). Hukum Positif Indonesia diartikan sebagai
keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur manusia dalam hidup bermasyarakat,
yang berlaku saat ini di negara Republik Indonesia. Hukum positif disebut juga
dengan Ius Constitutum, sedangkan lawannya adalah Ius constitendum yaitu hukum
yang belum berlaku, yang masih ada dalam cita-cita hukum bangsa Indonesia atau
yang masih ada dalam kesadaran hukum bangsa Indonesia, yaitu kesadaran tentang
isi atau substansi dari hukum dan bagaimana seharusnya hukum itu dibentuk.

Selanjutnya kita perlu mengetahui dimanakah hukum Indonesia diberlakukan


dan ditujukan kepada siapa saja? Pertanyaan ini pada prinsipnya berkaitan dengan
wilayah berlakunya hukum Indonesia dan subyek hukum Indonesia. Marilah kita
simak uraian di bawah ini. Sebagai hukum positif, diberlakukannya hukum Indonesia

2
tentu saja harus dibatasi pada wilayah hukum tertentu. Yang pembatasannya dapat
diperinci sebagai berikut:

a. Wilayah teritorial Indonesia, batas pantai atau perairan negara Indonesia. Sebelah
barat batasnya adalah pulau “We” dengan kotanya Sabang, sebelah timur Pulau
Irian dengan kotanya Merauke, sebelah selatan batasnya pulau Timor Barat,
berbatasan dengan negara Timor Timur dan negara Australia, sebelah utara
Kepulauan Sangir dan Talaud berbatasan dengan negara Philipina
b. Di atas kapal berbendera yang berbendera Indonesia, tanpa membicarakan siapa
pemilik kapalnya, sesuai dengan asas hukum internasional, bahwa kapal
dianggap sebagai pulau yang terapung. Jadi apabila di atas sebuah kapal berkibar
bendera nasional suatu negara, maka di pulau tersebut berlaku hukum masional
dan bendera nasioanl tersebut.
c. Di tempat bekerja dan tempat tinggal perwakilan Indonesia di luar negeri.
Berdasarkan asas ex teritorial dari hukum internasional, bahwa 1.4 Sistem
Hukum Indonesia tempat bekerja dan tempat tinggal perwakilan asing dianggap
berada di luar wilayah hukum dari negara di mana ia ditempatkan Sedangkan
kepada siapa hukum Indonesia ditujukan, pada asasnya menunjuk kepada subyek
dan objek hukum. Adapun yang merupakan subyek hukum Indonesia bisa
merupakan naturlijk persoon (manusia) bisa juga rechtpersoon (badan hukum).

Dari pernyataan tersebut dapatlah dikemukakan bahwa yang menjadi subyek


hukum Indonesia adalah setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing yang
berdomisili di Indonesia, serta badan hukum yang dibentuk berdasarkan hukum
Indonesia, misalnya koperasi, yayasan dan perusahaan yang berbentuk PT. Adapun
objek hukum Indonesia adalah setiap benda yang berada di wilayah Indonesia, baik
yang bergerak maupun tidak bergerak, dan benda yang berwujud ataupun yang tidak
berwujud. Yang dimaksud dengan benda bergerak adalah setiap benda yang karena
sifatnya dapat dipindahkan tempatnya, misalnya: mobil, TV, meja dan sebagainya.
Adapun benda tidak bergerak atau benda tetap adalah benda yang karena sifatnya
tidak bisa dipindahkan tempatnya, misalnya: tanah, rumah, jembatan dan sebagainya.

3
Sedangkan benda berwujud adalah setiap benda yang digolongkan kedalam benda
bergerak dan benda tidak bergerak yang dapat ditangkap dengan pancaindera. Yang
dimaksud benda tidak berwujud adalah setiap benda tidak dapat ditangkap dengan
panca indera, misalnya: hak cipta, hak atas tagihan, hak paten dan sebagainya.

2. Fungsi Dan Tujuan Hukum Indonesia


Mochtar Kusumaatmaja (2000:49) mengemukakan bahwa apa yang menjadi
fungsi atau tujuan hukum Indonesia sebenarnya sudah terkandung pada batasan
pengertian hukum itu sendiri. Di atas dikemukakan bahwa hukum diartikan sebagai
perangkat kaidah-kaidah dan asas-asas berdasarkan keadilan yang mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat. Dengan berpedoman pada batasan hukum
tersebut, dapatlah dikemukakan bahwa fungsi hukum adalah untuk mencapai
ketertiban dan keteraturan, sedangkan tujuan dari hukum adalah mencapai keadilan.

Keberadaan hukum sebagai bagian dari tatanan sosial yang ada di samping
norma agama, kesusilaan dan kesopanan, pada dasarnya berfungsi untuk melindungi
dan mengintegrasikan (menggabungkan dan menyelaraskan) kepentingan-
kepentingan anggota masyarakat yang ada. Hal ini dimungkinkan karena sifat dan
watak hukum (termasuk hukum Indonesia) yang memberi pedoman dan petunjuk
tentang bagaimana berperilaku dalam masyarakat. Hukum juga menunjukkan mana
yang boleh dan tidak boleh melalui norma-normanya yang bersifat mengatur dalam
bentuk perintah dan larangan.

Dapatlah dikatakan bahwa usaha hukum menyesuaikan kepentingan-


kepentingan manusia dalam hidup bermasyarakat dilakukan dengan cara mencari
keseimbangan antara: memberi kebebasan pada individu dalam memenuhi
kepentingannya dengan melindungi masyarakat dari kebebasan individu tersebut.
Selarasnya kepentingan-kepentingan anggota masyarakat akan menciptakan
keteraturan dalam hidup bermasyarakat. Keteraturan inilah yang membuat orang
dapat hidup dengan berkepastian, sehingga terciptalah keadaan yang tertib. Ketertiban
yang diciptakan oleh hukum tersebut meliputi ketertiban di dalam bidang-bidang:

4
ekonomi, perdagangan, lalu lintas di jalan, lingkungan kerja, lingkungan keluarga dan
sebagainya.

Mochtar Kusumaatmaja (2000: 52) menegaskan bahwa tujuan hukum tidak bisa
dilepaskan dari tujuan akhir dari hidup bermasyarakat yang tidak dapat dilepaskan
dari nilai-nilai dan falsafah hidup yang menjadi dasar hidup masyarakat itu, yang
akhirnya bermuara pada keadilan. Dengan hukum bermuara pada keadilan, maka
tidak ada tempat lagi bagi kesewenang-wenangan sebagai bentuk negatif dari
penyalahgunaan kekuasaan, karena kesewenang-wenangan bertentangan dengan
keadilan. Juga tidak ada tindakan anarkhi sebagai akibat dari kekuasaan yang tidak
diatur oleh hukum. Keadilan adalah sesuatu yang sukar didefinisikan, tetapi bisa
dirasakan dan merupakan unsur yang tidak bisa tidak harus ada dan tidak bisa
dipisahkan dari hukum sebagai perangkat asas dan kaidah yang menjamin adanya
keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat. Tujuan hukum dalam hukum positif
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari aspirasi dan tujuan perjuangan bangsa
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan Sila Keadilan Sosial yang
merupakan bagian penting dari sistem nilai Indonesia (Mochtar Kusumaatmaja,
2000:53)

B. Sistem Peradilan di Indonesia


1. Pengertian Lembaga Peradilan
Proses peradilan dilaksanakan di sebuah tempat yang dinamakan pengadilan.
Dengan demikian, terdapat perbedaan antara konsep peradilan dengan pengadilan.
Peradilan menunjuk pada proses mengadili perkara sesuai dengan kategori perkara
yang diselesaikan. Adapun, pengadilan menunjuk pada tempat untuk mengadili
perkara atau tempat untuk melaksanakan proses peradilan guna menegakkan hukum.
Pengadilan secara umum mempunyai tugas untuk mengadili perkara menurut
hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Pengadilan tidak boleh menolak untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih
bahwa hukum tidak ada atau kurang. Pengadilan wajib memeriksa dan mengadili
setiap perkara peradilan yang masuk.

5
2. Dasar Hukum Lembaga Peradilan
Peraturan perundang-undangan menjadi pedoman bagi lembaga-lembaga
peradilan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai lembaga yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman secara bebas tanpa ada intervensi/campur tangan
dari siapa pun.

3. Klasifikasi Lembaga Peradilan


Dalam pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman disebutkan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi”.

4. Perangkat Lembaga Peradilan


a. Peradilan Umum
Berdasarkan undang-undang, kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan
umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah
Agung.
1. Pengadilan Negeri, Pengadilan Negeri mempunyai daerah hukum yang meliputi
wilayah kabupaten atau kota dan berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
2) Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan tingkat banding.
Perangkat Pengadilan Tinggi terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan
sekretaris.

b. Peradilan Agama
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh
Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Kekuasaan kehakiman pada
peradilan agama berpuncak pada Mahkamah Agung.

6
c. Peradilan Militer
Dalam peradilan militer dikenal adanya oditurat yaitu badan di lingkungan TNI
yang melakukan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan
penyidikan berdasarkan pelimpahan dari Panglima TNI. Oditurat terdiri atas oditurat
militer, oditurat militer tinggi, oditurat jenderal, dan oditurat militer pertempuran.

d. Peradilan Tata Usaha Negara


Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara dilaksanakan
oleh pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara.

e. Mahkamah Konstitusi (MK)


Mahkamah Konstitusi terdiri dari 9 (sembilan) orang hakim konstitusi yang
diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung
dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Susunan organisasinya terdiri atas
seorang ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7
(tujuh) anggota hakim konstitusi.
Masa jabatan hakim konstitusi adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali
hanya untuk satu kali masa jabatan. Ketua dan Wakil ketua dipilih dari dan oleh
hakim konstitusi untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun. Hakim konstitusi adalah pejabat
negara.

5. Tingkatan Lembaga Peradilan


Adapun tingkatan lembaga peradilan adalah sebagai berikut.
a. Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)
Pengadilan tingkat pertama dibentuk berdasarkan keputusan presiden.
Pengadilan tingkat pertama mempunyai kekuasaan hukum yang meliputi satu wilayah
kabupaten/kota.

7
b. Pengadilan Tingkat Kedua
Pengadilan tingkat kedua disebut juga pengadilan tinggi yang dibentuk dengan
undang-undang. Daerah hukum pengadilan tinggi pada dasarnya meliputi satu
provinsi.
c. Kasasi oleh Mahkamah Agung
Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung adalah
membatalkan atau menyatakan tidak sah putusan hakim pengadilan tinggi karena
putusan itu salah atau tidak sesuai dengan undang-undang.

6. Peran Lembaga Peradilan


a. Lingkungan Peradilan Umum
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh
pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung. Pengadilan negeri
berperan dalam proses pemeriksaan, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana
dan perdata di tingkat pertama.
b. Lingkungan Peradilan Agama
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilakukan oleh
pengadilan agama. Berdasarkan pasal 49 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006,
pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang
perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqah, dan ekonomi
syariah.
c. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan tata usaha negara berperan dalam proses penyelesaian sengketa tata
usaha negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang
tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat
tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dari dikeluarkannya
keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

8
d. Lingkungan Peradilan Militer
Peradilan militer berperan dalam menyelenggarakan proses peradilan dalam
lapangan hukum pidana, khususnya bagi pihak-pihak.
e. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan
kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945.

C. Menampilkan Sikap yang Sesuai dengan Hukum


Setiap anggota masyarakat mempunyai berbagai kepentingan, baik kepentingan
yang sama maupun berbeda. Tidak jarang di masyarakat perbedaan kepentingan
sering menimbulkan pertentangan yang menyebabkan timbulnya suasana yang tidak
tertib dan tidak teratur. Dengan demikian untuk mencegah timbulnya ketidaktertiban
dan ketidakteraturan dalam masyarakat diperlukan sikap positif untuk menaati setiap
norma atau hukum yang berlaku di masyarakat:
1. Perilaku yang Sesuai dengan Hukum
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kita tidak akan
dapat mengabaikan semua aturan atau hukum yang berlaku. Sebagai makhluk sosial
yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, kita senantiasa akan
membentuk suatu komunitas bersama guna menciptakan lingkungan yang aman,
tertib, dan damai. Untuk menuju hal tersebut, diperlukan suatu kebersamaan dalam
hidup dengan menaati peraturan atau hukum yang tertulis maupun tidak tertulis.
Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep
nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan
sistem hukum yang berlaku. Tingkat kepatuhan hukum yang diperlihatkan oleh
seorang warga negara secara langsung menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang
dimilikinya. Kepatuhan hukum mengandung arti bahwa seseorang memiliki
kesadaran:

9
 memahami dan menggunakan peraturan perundangan yang berlaku;
 mempertahankan tertib hukum yang ada; dan
 menegakkan kepastian hukum.
Adapun ciri-ciri seseorang yang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku
dapat dilihat dari perilaku yang diperbuatnya seperti:
 disenangi oleh masyarakat pada umumnya;
 tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain;
 tidak menyinggung perasaan orang lain;
 menciptakan keselarasan;
 mencerminkan sikap sadar hukum; dan
 mencerminkan kepatuhan terhadap hukum.

2. Perilaku yang Bertentangan dengan Hukum Beserta Sanksinya


a. Macam-macam Perilaku yang Bertentangan dengan Hukum
Perilaku yang bertentangan dengan hukum timbul sebagai akibat dari
rendahnya kesadaran hukum. Ketidakpatuhan terhadap hukum dapat disebabkan oleh
dua hal yaitu:
1) pelanggaran hukum oleh si pelanggar sudah dianggap sebagai kebiasaan bahkan
kebutuhan;dan
2) hukum yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kehidupan.
b. Macam-macam Sanksi
Sanksi terhadap pelanggaran itu amat banyak ragamnya, misalnya sanksi
hukum, sanksi sosial, dan sanksi psikologis. Sifat dan jenis sanksi dari setiap norma
atau hukum berbeda satu sama lain. Akan tetapi, dari segi tujuannya sama yaitu untuk
mewujudkan ketertiban dalam masyarakat.Sanksi norma hukum adalah tegas dan
nyata. Hal tersebut mengandung pengertian sebagai berikut.
1) Tegas berarti adanya aturan yang telah dibuat secara material. Misalnya, dalam
hukum pidana mengenai sanksi diatur dalam pasal 10 KUHP. Dalam pasal
tersebut ditegaskan bahwa sanksi pidana berbentuk hukuman yang mencakup:
a) Hukuman Pokok, yang terdiri atas:

10
1. hukuman mati.
2. hukuman penjara yang terdiri dari hukuman seumur hidup dan hukuman
sementara waktu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1
tahun).

b) Hukuman Tambahan, yang terdiri:


1) pencabutan hak-hak tertentu.
2) perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu.
3) pengumuman keputusan hakim.
2) Nyata berarti adanya aturan yang secara material telah ditetapkan kadar hukuman
berdasarkan perbuatan yang dilanggarnya. Contoh: pasal 338 KUHP,
menyebutkan “barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam,
karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Jika sanksi hukum diberikan oleh negara, melalui lembaga-lembaga peradilan,
sanksi sosial diberikan oleh masyarakat. Misalnya dengan menghembuskan desas-
desus, cemoohan, dikucilkan dari pergaulan, bahkan yang paling berat diusir dari
lingkungan masyarakat setempat.
Jika sanksi hukum maupun sanksi sosial tidak juga mampu mencegah orang
melakukan perbuatan melanggar aturan, ada satu jenis sanksi lain, yakni sanksi
psikologis. Sanksi psikologis dirasakan dalam batin kita sendiri. Jika seseorang
melakukan pelanggaran terhadap peraturan, tentu saja di dalam batinnya ia akan
merasa bersalah. Selama hidupnya ia akan dibayang-bayangi oleh kesalahannya itu.
Hal ini akan sangat membebani jiwa dan pikiran kita. Sanksi inilah yang merupakan
gerbang terakhir yang dapat mencegah seseorang melakukan pelanggaran terhadap
aturan.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hukum Indonesia adalah keseluruhan kaidah dan asas berdasarkan keadilan
yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat yang berlaku sekarang di
Indonesia. Sebagai hukum nasional, berlakunya hukum Indonesia dibatasi dalam
wilayah hukum tertentu, dan ditujukan pada subyek hukum dan objek hukum tertentu
pula. Subyek hukum Indonesia adalah warga negara Indonesia dan warga negara
asing yang berdomisili di Indonesia. Sedangkan objek hukum Indonesia adalah
semua benda bergerak atau tidak bergerak, benda berwujud atau tidak berwujud yang
terletak di wilayah hukum Indonesia.

Hukum Indonesia sebagai perlengkapan masyarakat ini berfungsi untuk


mengintegrasikan kepentingan-kepentingan anggota masyarakat sehingga tercipta
ketertiban dan keteraturan. Karena hukum mengatur hubungan antar manusia dengan
manusia, manusia dengan masyarakat dan sebaliknya, maka ukuran hubungan
tersebut adalah: keadilan. Hukum Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu sistem,
yang terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian yang satu sama lain saling berkaitan
dan berhubungan untuk mencapai tujuan yang didasarkan pada UUD 1945 dan
dijiwai oleh falsafah Pancasila. Sebagai satu sistem, sistem hukum Indonesia telah
menyediakan sarana untuk menyelesaikan konflik diantara unsur-unsurnya. Sistem
hukum Indonesia juga bersifat terbuka, sehingga di samping faktor di luar sistem
seperti: ekonomi, politik, sosial dapat mempengaruhi, sistem hukum Indonesia juga
terbuka untuk penafsiran yang lain

12
DAFTAR PUSTAKA

Bakry, Noor Ms. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kansil, C.S.T. 1992. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.

Makarao, Mohammad Taufik. 2004. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek.
Jakarta: Ghalia Indonesia.

Moeljatno. 2003. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara.

usnardi, Mohammad dan Hermaily Ibrahim. 1983. Pengantar Hukum Tata Negara.
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas
Indonesia.

Modul Hakekat dan Karakteristik Sistem Hukum di Indonesia Setiati Widihastuti,


M.Hum.

13

Anda mungkin juga menyukai