Anda di halaman 1dari 11

PERLUNYA PENATAAN HUKUM KELUARGA ISLAM DISELURUH DUNIA MUSLIM SANGAT

MENDESAK

DISUSUN OLEH:

NASRULLAH ILYAS (20156123020)

HAIKAL (20156123018)

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI BISNIS ISLAM


PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI MAJENE
TAHUN AKADEMIK 2023 / 202
Nama : NASRULLAH ILYAS

Nama : Haikal

Nim : 20156123020

Nim : 20156123018

Semester : I (Satu/Ganjil)

Jurusan : Syariah dan Ekonomi Bisnis Islam

Prodi :Hukum Keluarga Islam

Abstrak

Hukum Islam adalah sistem hukum yang berasal dari agama Islam dan
mencakup hukum keluarga, yang merupakan hasil dari interpretasi para cendekiawan
Islam yang disebut mujtahid. Banyak negara Muslim telah mengadopsi hukum keluarga
Islam sebagai bagian dari sistem hukum mereka untuk mengatur urusan dalam lingkup
keluarga umat Islam. Pembaharuan terus dilakukan dalam hukum keluarga Islam untuk
menanggapi perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat Muslim. Penelitian ini
membahas pentingnya upaya kodifikasi hukum keluarga Islam di dunia Muslim, dengan
menyoroti tiga faktor utama: pentingnya hukum keluarga Islam dalam hukum
muamalah Islam, nilai positif dari kodifikasi hukum keluarga Islam, dan penerimaan
serta penerapan yang lebih baik dari hukum Islam dalam masyarakat Muslim
dibandingkan dengan hukum Barat.

Menurut Harun Nasution dalam bukunya “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid
I” yang diterbitkan oleh UI-Press pada tahun 2008, halaman 17, Islam dipahami
melalui beragam perspektifnya.

A.Pendahuluan

Islam adalah sebuah agama yang menerima ajaran-ajarannya dari Tuhan


melalui Nabi Muhammad SAW sebagai utusanNya. Ajaran Islam tidak hanya
mencakup satu aspek kehidupan, tetapi juga mencakup berbagai aspek kehidupan
manusia, yang kemudian dikenal sebagai hukum Islam.
2 Lihat ‘Abd al-Wahhāb Khallāf, Ilmu ūl al-Fi‘qh (ttp: al-Haramain, 2004), h.

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Islam adalah agama yang mengajarkan prinsip-prinsip ilahi kepada manusia


melalui Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Tuhan. Ajaran Islam meliputi berbagai
aspek kehidupan manusia, yang dikenal sebagai hukum Islam. Sumber-sumber hukum
Islam yang diakui termasuk al-Qur’an, al-Hadits, ijma’ (konsensus), dan qiyas (analogi).
Mujtahid, mereka yang memahami dan menggali hukum dari sumbersumber tersebut,
sering kali menghasilkan interpretasi yang berbeda karena perbedaan pemahaman
dan konteks. Hukum keluarga Islam, bagian dari hukum muamalah, telah menjadi
dasar hukum dalam banyak negara Muslim, dan mengalami pembaharuan sesuai
dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat. Misalnya, pembaharuan dapat
mencakup batasan usia pernikahan, peran wali dalam pernikahan, pencatatan nikah,
ekonomi pernikahan, pembatasan poligami, dan nafkah.Dalam tulisan ini, kita akan
mengeksplorasi pentingnya kodifikasi hukum keluarga Islam di dunia Muslim. Kita akan
membahas isu-isu seperti pembatasan hak cerai suami isteri, hak dan kewajiban
pasangan setelah perceraian, serta implikasi dari masa kehamilan. Selain itu, kita akan
meneliti hak-hak wali orang tua, hak waris, wasiat wajibah, dan pengelolaan wakaf.
Meskipun topik ini sangat luas, fokus kita akan terbatas pada urgensi kodifikasi hukum
keluarga Islam di tengah masyarakat Muslim. Pertanyaan yang muncul adalah
mengapa kodifikasi ini menjadi begitu penting, dan untuk menjawabnya, kita akan
menggunakan pendekatan yang mencakup literatur kepustakaan serta analisis
normatif, sosiologis, dan historis.

B. RUMUSAN MASALAH

1.Mengapa pentingnya penyusunan kode hukum keluarga Islam di kalangan umat


Muslim?

2.Bagaimana sejarah dan permasalahan yang muncul seputar kebutuhan akan


penyusunan kode keluarga Islam di dunia Muslim?

3.Apa hukum yang berkaitan dengan pentingnya penyusunan kode hukum keluarga
Islam di kalangan umat Muslim?
C. TUJUAN PENELITIAN

Dari sini, penulis ingin mengeksplorasi urgensi kodifikasi hukum keluarga Islam di
dunia Muslim. Ada beberapa alasan mengapa penulis memilih judul ini. Pertama,
dalam konteks hukum keluarga di Indonesia, pernikahan memerlukan perhatian
khusus, karena UU Perkawinan Indonesia didasarkan pada prinsip UU Perkawinan
Islam, sejalan dengan populasi Muslim yang besar di Indonesia. Selain itu, isu reformasi
hukum keluarga sudah muncul sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, terutama dalam
kongres perempuan tahun 1928, karena berbagai masalah seperti perkawinan anak,
kawin paksa, poligami, dan kurangnya pemahaman terhadap hakhak perempuan.
Terakhir, hukum keluarga memiliki peran sentral dalam Islam, dianggap sebagai inti dari
hukum Syariah.
Consult ‘Abd al-Wahhāb Khallāf’s work on ‘Ilmu ūl al-Fiqh for further insights (al-
Haramain, 2004, p. 32). Also, refer to Tahir Mahmood’s book on Personal Law in Islamic Countries for
additional perspectives (New Delhi: Time Press, 2008, pp. 11-12).

BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Kodifikasi, Hukum Keluarga Islam, dan Dunia Muslim

Dalam konteks bahasa, kodifikasi mengacu pada penyusunan,


penyatuan, atau pengumpulan sejumlah peraturan ke dalam sebuah buku
hukum yang baku secara sistematis dan teratur. Secara istilah, kodifikasi
merujuk pada pembukuan jenisjenis hukum tertentu ke dalam kitab undang-
undang secara resmi, sistematis, dan lengkap, dengan tujuan memperoleh
kepastian hukum, penyederhanaan hukum, dan kesatuan hukum. Dari beberapa
definisi tersebut, dapat dilihat bahwa kodifikasi mencakup beberapa unsur,
antara lain perbuatan (pengumpulan, penyatuan, penyusunan), peraturan atau
hukum, sistematik, dan buku undangundang. Jika salah satu unsur tersebut
tidak terpenuhi, maka tidak dapat disebut sebagai kodifikasi hukum. Jika salah
satu unsur tidak terpenuhi, maka secara otomatis tidak dapat disebut sebagai
kodifikasi hukum. Selain istilah kodifikasi, dalam hukum juga dikenal dengan
istilah unifikasi dan kompilasi. Unifikasi mengacu pada penyatuan berbagai
hukum menjadi satu kesatuan sistematis yang berlaku bagi seluruh warga
negara di suatu negara. Sedangkan kompilasi mengumpulkan berbagai bahan
tertulis tentang suatu masalah tertentu ke dalam sebuah buku hukum. Ketiga
konsep ini memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah mereka
semua melibatkan pengumpulan aturan-aturan dalam sebuah buku hukum,
namun perbedaannya terletak pada cakupan dan keikatan hukum yang
dihasilkan. Abd al-Wahhāb Khallāf menyatakan bahwa hukum keluarga adalah
peraturan yang mengatur hubungan di antara suami, istri, dan anggota
keluarga lainnya sejak awal terbentuknya keluarga. Sementara menurut
Wahbah al-Zuhaili, hukum keluarga mencakup regulasi tentang nikah,
perceraian, keturunan, nafkah, dan warisan dari awal hingga akhir sebuah
keluarga. Jika dilihat dari perspektif Islam, hukum keluarga Islam adalah
peraturan dalam agama Islam yang mengatur masalah keluarga dari awal
pembentukannya hingga berakhirnya melalui kematian atau perceraian. Untuk
dikategorikan sebagai dunia Muslim, suatu negara harus memiliki lebih dari
50% penduduk Muslim atau menerapkan undang-undang Islam. Oleh karena
itu, kodifikasi hukum keluarga Islam di dunia Muslim adalah usaha untuk
menyusun peraturan agama Islam yang mengatur masalah keluarga dari awal
hingga akhir perkawinan di negara dengan mayoritas penduduk Muslim atau
yang menerapkan undang-undang Islam.

Suparman Usman, Hukum Islam...

2.Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Keluarga Islam

Dalam menyebut hukum keluarga Islam, terdapat beragam istilah yang


digunakan oleh para ulama dan perundang-undangan, baik dalam bahasa Arab,
Inggris, maupun Indonesia. Istilah-istilah tersebut mencakup berbagai aspek
kehidupan keluarga seperti perkawinan, kehidupan rumah tangga, perceraian,
pemeliharaan anak, dan penyelesaian urusan harta warisan. Para ahli hukum
Islam berbeda pendapat dalam pengelompokan jangkauan hukum keluarga
Islam, namun secara umum mencakup perkawinan, kehidupan rumah tangga,
perceraian, pemeliharaan anak, dan penyelesaian urusan harta warisan. Hukum
keluarga Islam kontemporer (perundang-undangan) dapat dikelompokkan
menjadi enam kategori yang mencakup berbagai aspek kehidupan rumah
tangga dan prasyaratnya.Perundang-undangan yang meliputi aspek
perkawinan, perceraian, warisan, dan wakaf bervariasi antara negara-negara
karena adanya perbedaan kondisi dan kebutuhan di setiap negara. Penyebab
perbedaan ini dijelaskan sebagai hasil dari adanya kebutuhan untuk mengatur
kepentingan masyarakat dalam konteks tertentu, sesuai dengan prinsip-prinsip
hukum yang telah ditetapkan oleh manusia.

3.Posisi hukum keluarga Islam di antara hukum-hukum muamalah Islam di


dunia Muslim.

Sebagai salah satu bagian dari hukum muamalah Islam, hukum keluarga
memiliki posisi yang lebih signifikan dibandingkan dengan cabang hukum
lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk subjek hukumnya.
Dalam Islam, aspek hukum terbagi menjadi tiga, yaitu akidah dan teologi,
muamalat, dan norma etika atau moral. Muamalat mencakup hubungan
manusia dengan Tuhannya dan dengan sesama manusia. Ahkam al-ibadat
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, sedangkan ahkam
almu'amalat mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia. Mu'amalat
adalah aturan atau hukum yang mengatur interaksi antara individu (manusia).
Ahkam al-mu'amalat, sebagai bagian dari hukum Islam, mencakup tujuh bidang
yang berbeda yang mengatur hubungan sosial dan ekonomi antara individu
Khoiruddin Nasution mempersembahkan pengantar dan refleksi tentang hukum keluarga
Islam di Indonesia dalam bukunya yang diterbitkan oleh ACAdeMIA & TAZZAFA pada tahun
2010.

1.Hukum mengenai individu dan keluarga, termasuk pernikahan dan


aspek lainnya.

2.Hukum yang mengatur masalah yang berkaitan dengan kepemilikan


benda, seperti transaksi jual-beli dan sewa-menyewa.

3.Hukum yang terkait dengan pelanggaran dan sanksi pidana dalam


Islam.

4.Hukum yang mengatur proses di pengadilan, termasuk aturan tentang


bukti dan saksi.

5.Hukum yang berkaitan dengan struktur politik dan perundang-


undangan suatu negara.

6.Hukum yang mengatur hubungan antar negara, baik dalam keadaan


damai maupun perang.

4.Hukum tentang ekonomi dan keuangan, baik di dalam maupun antar


negara.

Berdasarkan klasifikasi hukum Islam, dapat disimpulkan bahwa


hukum keluarga membahas masalah perkawinan yang melibatkan
semua orang, tanpa memandang status sosial atau ekonomi mereka,
seperti orang miskin, kaya, pejabat, rakyat, pedagang, petani, dan
sebagainya. tersebut menyebabkan hukum keluarga relevan bagi semua
individu, tanpa memandang status sosial atau profesi (baik itu orang
miskin, kaya, pejabat, rakyat, pedagang, petani, dan sebagainya),
sedangkan hukum Hal tersebut menyebabkan hukum keluarga relevan
bagi semua individu, tanpa memandang status sosial atau profesi (baik
itu orang miskin, kaya, pejabat, rakyat, pedagang, petani, dan
sebagainya), sedangkan hukum mu’amalah lainnya hanya bersifat
spesifik tergantung pada keterlibatan individu dalam situasi tersebut.
Sebagai contoh, hukum jual beli hanya berlaku bagi pedagang dan
konsumennya, hukum tata negara hanya berhubungan dengan prinsip-
prinsip dasar dan sistem pemerintahan, hukum pidana hanya relevan
bagi mereka yang terlibat dalam tindak kriminal, hukum ekonomi hanya
mengatur masalah keuangan di dalam negeri atau antar negara, hukum
acara hanya berkaitan dengan prosedur hukum dalam peradilan, dan
begitu pula Hukum Internasional yang hanya mengatur hubungan antar
negara.

5.Keuntungan adanya kodifikasi Hukum Keluarga Islam

Keuntungan dari pendataan hukum keluarga Islam bisa dilihat dari


perspektif kodifikasi hukum. Pertama, kodifikasi hukum mendorong
kepatuhan masyarakat karena adanya sanksi bagi pelanggaran, yang pada
gilirannya menciptakan hubungan keluarga yang kondusif dan harmonis
dengan mengedepankan prinsip musyawarah, keadilan, dan keamanan.
Kedua, mempermudah penegak hukum dalam menyelesaikan masalah
dengan menyediakan akses cepat dan jelas terhadap ketentuan hukum yang
relevan.

6.Keuntungan adanya kodifikasi Hukum Keluarga Islam

Manfaat kodifikasi hukum keluarga Islam dapat dilihat dari beberapa


sudut pandang. Pertama, dengan adanya kodifikasi hukum, masyarakat akan
cenderung lebih patuh terhadap hukum tersebut karena mereka menyadari
bahwa pelanggaran terhadap hukum akan berdampak pada sanksi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Ini dapat mendorong terciptanya hubungan
yang lebih harmonis antara anggota keluarga karena adanya kesadaran akan
hak dan kewajiban yang terkait dengan perkawinan. Kedua, kodifikasi hukum
akan mempermudah penegak hukum dalam menyelesaikan masalah yang
diajukan kepada mereka, karena tidak perlu lagi mencari ketentuan hukum di
berbagai kitab fikih, sehingga penyelesaian kasus dapat berlangsung lebih
cepat dan lancar sesuai dengan keinginan pencari keadilan.

7.Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Barat

Menurut J.N.D. Anderson, perbedaan antara hukum Barat dan hukum


Islam meliputi: (1) hukum Barat cenderung sekuler sementara hukum Islam
bersifat keagamaan; (2) hukum Barat adalah hasil dari penciptaan manusia
yang parsial dan bisa berubah, sementara hukum Islam adalah komprehensif
dan tidak dapat berubah. Dengan demikian, Anderson berargumen bahwa
hukum Islam lebih mudah diterima dan diterapkan dalam masyarakat.
13 Suparman Usman, Hukum Islam: Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum
Islam dalam Tata Hukum Indonesia, cet. Ke-1 (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001),

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kodifikasi hukum


keluarga Islam di dunia Muslim menjadi hal penting karena tiga faktor utama.
Pertama, Hukum Keluarga Islam memiliki posisi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan hukum-hukum lain dalam kategori hukum muamalah
Islam. Kedua, Terdapat nilai positif dari usaha kodifikasi hukum keluarga Islam.
Ketiga, Hukum Islam lebih mudah diterima dan diterapkan dalam masyarakat
dibandingkan dengan hukum Barat.
BAB VI

DAFTAR PUSTAK

Anderson, J. N. D., “Islamic Law in the Modern World”, translated by Machnun


Husein, 1st edition, Surabaya: C.V. Amarpress, 1991.

Basyir, Ahmad Azhar and Fauzi Rahman, “Harmonious Family, Celestial Family”,
Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1994.

Mahmood, Tahir, “Personal Law in Islamic Countries”, New Delhi: Time Press,
1987.

Nasution, Khoiruddin, “Marriage Law 1: Comparison of Contemporary Muslim


Country Laws”, Revised Edition, Yogyakarta: ACAdeMIA & TAZZAFA, 2005.

Aspirasi, cet. ke-1 (Bandung: Mizan, 2006),

15 hlm. 390. 22 Amin Summa, Hukum Keluarga…, h. 33 23 Amin Summa, Hukum


Keluarga…, h.

33-34. 24 Ahmad Sukarja dan Mujar Ibnu Syarif, Tiga Kategori Hukum: Syariat,
Fikih, dan

Kanun, cet. ke-1 (Jakarta: S15inar Grafika, 2012), h. 126

Anda mungkin juga menyukai