Anda di halaman 1dari 12

SISTEM TRANSFORMASI HUKUM KELUARGA ISLAM

Ibnu Aqiel
50123001
Abstract

Broadly speaking, family law is law that originates from kinship ties. This family
relationship can occur because of blood ties, or occur because of a marriage. Family
relationships are very important because they are related to the relationship between children
and parents, inheritance law, guardianship and guardianship. Basically, family law sources
can be divided into two types, namely written and unwritten legal sources. Sources of written
family law are legal sources that come from various statutory regulations, jurisprudence and
treaties. Meanwhile, unwritten sources of law are sources of law that grow and develop in
people’s lives. Family law is the strongest law practiced in Islamic history, but this does not
mean that it is free from demands for change in the face of problems that arise from
developments over time. This problem arises not only because of the demands of changing
times, but also because of efforts to unify, codify and legislate or qununize Islamic law in a
number of Muslim countries as a result of the influence of the civil law system. This problem
not only demands a solution but also reform.
Keywords : Transformation, Family Law
Hukum keluarga secara garis besar merupakan hukum yang bersumber pada pertalian
kekeluargaan. Pertalian kekeluargaan ini dapat terjadi karena pertalian darah, ataupun terjadi
karena adanya sebuah perkawinan. Hubungan keluarga sangat penting karena ada sangkut
pautnya dengan hubungan anak dan orang tua, hukum waris, perwalian dan pengampuan. Pada
dasarnya sumber hukum keluarga dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sumber hukum
tertulis dan tidak tertulis. Sumber hukum keluarga tertulis adalah sumber hukum yang berasal
dari berbagai peraturan perundang- undangan, yurisprudensi, dan traktat. Sedangkan sumber
hukum tak tertulis adalah sumber hukum yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
masyarakat. Hukum keluarga merupakan hukum yang paling kuat dipraktekkan dalam sejarah
Islam, namun hal ini tidak berarti ia terhindar dari tuntutan perubahan dalam menghadapi
masalah yang muncul dari perkembangan zaman. Masalah itu muncul bukan hanya karena
tuntutan perubahan zaman, tapi juga karena adanya upaya unifikasi, kodifikasi dan legislasi
atau qanunisasi hukum Islam di sejumlah negara-negara Muslim akibat dari pengaruh civil law
system. Masalah itu tidak hanya menuntut solusi tapi juga reformasi.
Kata kunci : Transformasi, Hukum Keluarga Islam

PENDAHULUAN
Islam adalah ajaran yang universal dan senantiasa relevan dengan kondisi dan zaman
apapun. Kontekstualisasi Islam dan fleksibelitas hukum Islam adalah salah satu bukti bahwa
Al-Quran mampu menjadi rujukan dalam berbagai dimensi. Sederhanaya, ketika Al-Qur’an
diturunkan di Arab, maka dominasi pengambilan hukum Islam cenderung menggunakan
format bayanni (tekstual). Hukum Islam sering dituduh sebagai penyebab dari kemunduran
umat Islam. Beban psikologis ini tidak lain dikarenakan hukum Islam yang dalam sejarahnya
lebih banyak (untuk tidak mengatakan seluruhnya) mengacu kepada kitab- kitab kuning yang
ditulis pada abad-abad II dan III H, kemudian ditelan “mentah-mentah” sebagai kebenaran final
dan par- exellence.
Secara sosiologis, perubahan sosial dalam masyarakat merupakan ciri yang melekat
pada masyarakat, karena masyarakat mengalami perubahan sosial akibat faktor perkembangan
zaman. Karenanya perubahan ini perlu direspon oleh hukum Islam, yang pada gilirannya
hukum Islam diharapkan memiliki kemampuan fungsi social control (alat kontrol social) dan
social engineering (alat rekayasa social).1
Hukum Islam sebagai suatu produk kerja intelektual oleh para ahli hukum Islam, maka
harus dipahami tidak hanya terbatas pada fikih saja. Selain fikih, setidaknya ada tiga produk
hukum Islam lainnya yang ada di Indonesia. Yaitu fatwa, keputusan pengadilan
(yurisprudensi), dan perundang-undangan. Ketika hukum Islam dipahami hanya fikih saja,
maka kesan yang diperoleh adalah hukum Islam mengalami stagnasi dan tidak sanggup
menjawab tantangan perubahan sosial di masyarakat. Hukum Islam tidak dilahirkan dari
tempat yang hampa dan dalam ruang hampa, melainkan lahir di tengah dinamika pergulatan
sebagai jawaban solutif atas problematika aktual yang sedang terjadi. Hukum Islam akan selalu
berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan ruang dan waktu yang melingkupinya.
Di Indonesia sendiri hukum Islam sudah dari dulu masuk dan digunakan sebagai aturan
beramal oleh umat Islam. Dalam sejarah perkembangan hukum Islam di Indonesia, berbagai
pemikiran tentang hukum Islam sebagai sumber hukum nasional telah banyak dilakukan.
Hukum islam sendiri mengatur banyak hal, diantara hukum keluarga. Hukum keluarga
mempunyai kedudukan sangat penting dalam Islam sebab hukum keluarga mengatur tata cara

1
Ilyya Muhsin, Nikmah Rochmawati, and Muhammad Chairul Huda, “Revolution of Islamic Proselytizing
Organization: From Islamism to Moderate,” QIJIS (Qudus International Journal of Islamic Studies) 7, no. 1
kehidupan berkeluarga yang merupakan inti kehidupan masyarakat dan sejalan dengan
kedudukan manusia sebagai makhluk yang sempurna melebihi makhluk-makhluk yang lain.2
Hukum Keluarga dalam Islam hadir dengan tujuan untuk melindungi tiga hak dasar
manusia yakni: hak milik, hak hidup dan hak untuk memeroleh keturunan/kehormatan diri.
Masalah muncul bukan hanya karena tuntutan perubahan zaman, tapi juga karena adanya upaya
unifikasi, kodifikasi dan legislasi atau qanunisasi hukum Islam di sejumlah negara-negara
Muslim akibat dari pengaruh civil law system. Dalam sejarahnya yang panjang, hukum Islam
sebenarnya tidak sama dengan system hukum yang berkembang di negara-negara penganut
civil law atau common law. Hukum Islam merupakan sistem ketiga yang dikenal dengan
sebutan juristic law (hukumya ahli hukum).
Hukum keluarga merupakan hukum yang paling kuat dipraktekkan dalam sejarah
Islam, namun hal ini tidak berarti ia terhindar dari tuntutan perubahan dalam menghadapi
masalah yang muncul dari perkembangan zaman. Masalah itu muncul bukan hanya karena
tuntutan perubahan zaman, tapi juga karena adanya upaya unifikasi, kodifikasi dan legislasi
atau qanunisasi hukum Islam di sejumlah negara-negara Muslim akibat dari pengaruh civil law
system. Masalah itu tidak hanya menuntut solusi tapi juga reformasi.
Selain itu, dalam 50 tahun terakhir ini regulasi dan kodifikasi hukum keluarga tidak
mungkin bisa dipisahkan dari kepesatan dan kemajuan-kemajuan terkini. Yang paling besar
diantaranya adalah begitu meningkatnya taraf hak asasi manusia di tingkat dunia, seperti hak
kebebasan dasar, keadilan, dan jaminan hak anak, yang agak mempengaruhi interaksi otoritatif
di bidang legislasi di tingkat publik. Hal ini mengakibatkan berkembangnya standar baru di
mata publik serta menjadi barometer dalam regulasi nasional. Keadaan sekarang ini telah
menjadi elemen transformasi hukum keluarga Islam di mayoritas negara Islam di dunia saat
ini.
Akhirnya, pembaruan hukum keluarga Islam dewasa ini merupakan kebutuhan dan
kepastian, termasuk di Indonesia telah dilaksanakan, melalui strategi negara dengan
memberlakukan regulasi hukum Islam di tingkat fiqh tradisional ke dalam undang-undang.
Dengan contoh restorasi ini, sangat nampak bahwa hukum Islam mempunyai kedudukan yang
kian masif di dalam tatanan hukum Negara.

2
Abdul Ghofur Anshori, Orientasi Nilai Filsafat Hukum Keluarga Refleksi Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan, in Membangun Hukum Indonesia, 2nd edition (Yogyakarta: Kreasi Total Media,
2017), hlm. 107-122.
PEMBAHASAN
SISTEM TRANSFORMASI HUKUM KELUARGA ISLAM
A. Pengertian Transformasi
Secara etimologis, transformasi berarti perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi,
dan sebagainya), perubahan struktur gramatikal menjadi struktur gramatikal lain
dengan menambah, mengurangi, atau menata kembali unsurunsurnya, mengubah
struktur dasar menjadi struktur lahir dengan menerapkan kaidah transformasi.
Secara terminologis, transformasi adalah usaha mengadakan perubahan secara
berangsur-angsur tidak drastis dan revolusioner terhadap sesuatu yang telah ada
menjadi sesuatu yang baru. Apabila dikaitkan dengan hukum, maka transformasi
hukum adalah penyesuaian hukum dengan kebutuhan masyarakat yang bertujuan untuk
menerapkan hukum yang normatif menjadi hukum nasional dalam tata hukum
Indonesia.3
Maksud transformasi hukum Islam ke dalam hukum nasional di sini, yaitu
perubahan rupa, bentuk (sifat) atau mengalihkan hukum Islam (diubah, dialihkan dan
disumbangkan) kepada hukum nasional, sehingga hukum Islam itu tidak saja milik
orang Islam, tetapi hukum Islam itu milik nasional akibatnya menjadi hukum nasional
dengan menggunakan kerangka “teori transformasi hukum Islam terhadap hukum
nasional” atau “teori pembinaan” hukum nasional sebagai pisau analisis. Adapun
hukum nasional yaitu peraturan yang dibuat oleh pemerintah (eksekutif) bersama- sama
dengan badan legislatif yang berlaku bagi semua orang di suatu masyarakat (negara).
Makna transformasi sesungguhnya adalah proses perubahan secara berangsur-
angsur sehingga sampai pada tahap sempurna (ultimate), perubahan yang dilakukan
dengan cara memberi respon terhadap pengaruh unsur eksternal dan internal yang akan
mengarahkan perubahan dari bentuk yang sudah dikenal sebelumnya melalui proses
menggandakan secara berulangulang atau melipatgandakan.
Apabila dihubungkan dengan syari’at maka transformasi syari’at adalah upaya
menerjemahkan hukum-hukum Islam sesuai dengan persoalan sosial yang berkembang
dan mengartikulasikannnya ke dalam bentuk hukum positif. Pada posisi ini Indonesia
tidak perlu berubah menjadi negara teokrasi. Transformasi syari’at tidak memposisikan
syari’at sebagai ideologi atau dasar negara, tetapi merupakan kaedah-kaedah yang

3
Desi asmaret, Transormasi Hukum Keluarga Islam Perspektif Rifyal Ka’bah, (Aceh; Yayasan Penerbit
Muhammad Zaini, 2021) hal. 170
menginterpretasi sebagai sumber hukum positif bagi bangsa Indonesia.4 Transformasi
syari’at Islam yang dimaksud adalah upaya merekonstruksi dengan memahami hakikat
syari’at Islam sesuai dengan perkembangan sosial di masyarakat dalam konteks
kenegaraan dan kebangsaan untuk mewujudkan kemaslahatan dan keadilan.
Pemahaman tentang hakikat syari’at Islam ini dapat diperoleh melalui epistimologi
bayani, burḥani, dan irfani.

B. Sistem Transformasi Hukum Keluarga Islam


Menetapkan ketentuan hukum yang mampu menjawab permasalahan dan
perkembangan baru itu mengandung dua unsur, yaitu menetapkan hukum terhadap
masalah-masalah baru yang belum ada ketentuan hukumnya dan menetapkan atau
mencari ketentuan hukum baru bagi sesuatu masalah yang sudah ada ketentuan
hukumnya tetapi tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kemaslahatan manusia masa
sekarang.5
Semenjak para reformis muncul, pembaharuan regulasi dan hukum Islam tidak
cuma dalam kerangka regulasi dan hukum yang berkaitan dengan muamalah saja, tetapi
juga di berbagai bidang lainnya, termasuk ranah hukum keluarga. Pembaharuan di
ranah hukum keluarga terlihat jelas di beberapa negara Muslim. Dalam beberapa
kepustakaan, wujud perundang-undangan mendominasi berbagai bentuk pembaharuan.
Pembaharuan hukum Islam disebabkan karena adanya perubahan kondisi,
situasi tempat dan waktu sebagai akibat dari beberapa faktor. Perubahan ini adalah
sejalan dengan teori qaul qadim dan qaul jadid yang dikemukakkan oleh Imam Syafi’i
bahwa hukum dapat juga berubah karena berubahnya dalil hukum yang diterapkan pada
peristiwa tertentu dalam melaksanakan maqashid syari’ah.
Secara Integral berbagai negara Islam di dunia mengesahkan undang-undang
hukum keluarga dan melakukan pembaharuan di dalam aspek pernikahan, warisan, dan
juga perceraian. Pada beberapa negara terbatas hanya pada aspek pernikahan dan
perceraian saja. Ada pula negara-negara yang bahkan melakukannya secara perlahan
sedikit demi sedikit, satu persatu dimulai dengan aturan khusus, sebagai contoh
pendaftaran pencatatan nikah, cerai dan seterusnya dilanjutkan dengan regulasi yang

4
Desi asmaret, Transormasi Hukum Keluarga Islam Perspektif Rifyal Ka’bah, (Aceh; Yayasan Penerbit
Muhammad Zaini, 2021) hal. 172
5
Bakry, Hasbullah , Bunga Rampai Tentang Islam, Negara dan Hukum, (Jakarta;Pedoman Ilmu Jaya, 1984) hal.
86
lain yang masih berhubungan dengan pernikahan dan perceraian.6 Kemudian, barulah
membahas masalah kewarisan. Beberapa regulasi dan pembaharuan hukum yang
dijalankan di berbagai negara Islam lainnya adalah masalah pernikahan dini,
pendaftaran dan pencatatan pernikahan, dan juga poligami.
Reformasi yang dimaksud disini adalah segala aktifitas yang terkait dengan
perubahan dan pembaharuan. Secara garis besar metode reformasi hukum keluarga
islam dibagi menjadi dua, yaitu:7
1. Metode konvensional (extra-doctrinal reform)
Penerapan metode konvensional para ulama berijtihad dan menerapkan
pandangan hukumnya dengan mencatat ayat Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Atau
dengan kata lain pembaharuan yang tidak lagi merujuk pada konsep fiqih
konvensional, tetapi dengan melakukan reinterpretasi terhadap ayat Al-Qur’an dan
sunnah. Adapun cara dan dasar yang digunakan adalah dengan menggunakan
maslahah mursalah, sadd al-dhari’ah, regulatori, dan administrasi
Sebagai contoh negara yang menggunakan metode ini ialah Tunisia. Dalam
hukum Tunisia, talak hanya jatuh dan sah bila terjadi di muka pengadilan.
Berdasarkan the Turkish Civil Code 1926, poligami sama sekali dilarang dan jika
terjadi maka perkawinan tersebut dinyatakan tidak sah.
2. Metode kontemporer (intra-doctrinal reform)
Merupakan pembaharuan hukum keluarga Islam yang dilaksanakan dengan
usaha mengkombinasikan berbagai teori dari berbagai aliran mazhab dalam Islam,
memilih pemahaman gagasan lain diluar dari mazhab yang diikuti. Pada prinsipnya
metode pembaruan yang digunakan dalam melakukan transformasi hukum
keluarga islam kontemporer yaitu:
a. Takhayyur (memilih pandangan salah satu ulama fiqh),
b. talfiq (mengkombinasikan beberapa ulama fiqh dalam menetapkan hukum
suatu masalah),
c. takhshish al-qadla yaitu negara dapat mengambil kebijakan prosedural
untuk memberikan wewenang kepada peradilan agar tidak menerapkan

6
Rachmadi Usman, Makna Pencatatan Perkawinan Dalam Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan Di
Indonesia, Jurnal Legasi Indonesia 14, no. 03 (2017): 20,
7
Asep S.Muhtadi, Transformsi Islam di Indonesia Kontemporer, LEKKAS (Lembaga Kajian Komunikasi dan
Sosial), Bandung, 2018, hlm. 60-63.
ketentuan hukum keluarga dalam situasi tertentu, tanpa berusaha untuk
merubah substansi hukum Islam tersebut,
d. siyasah syar’iyah yaitu kebijakan penguasa menerapkan peraturan yang
bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syariat).
Contoh negara yang menerapkan model reformasi ini antara lain: Indonesia,
Malaysia, Maroko, Aljazair ,Irak Pakistan.

C. Konsep Transformasi Hukum Keluarga di Indonesia


Di era globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi
informasi modern saat ini, kelemahan dan kebekuan serta “tertutup pintu ijtihad”
tersebut, menggugat para pemikir hukum Islam untuk mendekonstruksi,
merekonstruksi, mereformulasi, atau paling tidak mempertanyakan kembali dengan
melahirkan berbagai gagasan baru dan bahkan pembaruan ushul fiqh secara umum.
Sebelumnya, masalah perkawinan diatur melalui berbagai macam hukum, yaitu
hukum adat bagi warga negara Indonesia asli.
1. Hukum Islam bagi warga negara Indonesia asli yang beragama Islam
2. Ordonansi perkawinan Indonesia Kristen bagi warga negara Indonesia yang
beragama Kristen di Jawa, Minahasa, dan Ambon
3. KUH Perdata bagi warga negara Indonesia keturunan Eropa dan Cina
4. Peraturan perkawinan campuran bagi perkawinan campuran.
Jika pembaharuan hukum keluarga di beberapa negara sebagian besar dalam
bentuk perundang-undangan, tapi pembaharuan di Indonesia tidak terbatas dalam
wujud undang-undang, namun juga dalam wujud yang berbeda seperti putusan-putusan
hakim (yurisprudensi), fikih, fatwa ulama, dan dalam wujud Instruksi Presiden contoh
kompilasi hukum islam (KHI).
Model transformasi hukum keluarga islam ke dalam hukum nasional dapat
dibagi menjadi tiga yakni substantive progressive, normative adaptive, dan symbolic
attributive.8
Substantive /progressive adalah Transformasi disebut substantive apabila
substansi hukum Islam yakni keadilan, kemaslahatan dan adanya perlindungan
terhadap hak asasi manusia sudah diakomodir dalam system hukum nasional.

8
Nurrohman , Abdullah Safe'i, Tatang Astarudin, Mohamad Sar'an, (2018) Transformasi dan integrasi hukum
Islam dalam hukum nasional: Kajian atas model, problem dan reformasi hukum Islam di Indonesia. UIN Sunan
Gunung Djati, Bandung.
Normative (adaptive) adalah Transformsi hukum Islam ke dalam hukum nasional
terjadi manakala norma-norma yang terkandung dalam hukum Islam juga diakomodir
dan dijadikan norma hukum nasional. Attributive or symbolic adalah transformasi
hukum islam secara simbolis atau atributif, hukum Islam telah berubah menjadi hukum
nasional jika atribut atau simbol hukum Islam seperti syariah, al-adl (adil), hikmah
(kebijaksanaan), zakat, wakaf dan sebagainya ditampung dalam hukum nasional.
Di Indonesia, upaya konkret pembaruan hukum keluarga Islam dimulai sekitar
tahun 1960 yang kemudian berujung lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Sebelum hukum perkawinan diatur, urusan perkawinan diatur
melalui beragam hukum, antara lain hukum adat, hukum Islam tradisional, ordonasi
perkawinan Kristen, hukum perkawinan campuran dan sebagainya sesuai dengan
agama dan adat istiadat masing- masing penduduk.9 Pada 2 Januari 1974 disahkan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Undang undang
perkawinan ini terdiri dari 14 bab yang terbagi dalam 67 pasal. Bab tersebut adalah
dasar perkawinan, syarat syarat perkawinan, pencegahan perkawinan, batalnya
perkawinan, perjanjian perkawinan, hak dan kewajiban suami istri, harta benda dalam
perkawinan, putusnya perkawinan serta akibatnya, kedudukan anak, hak dan kewajiban
antara anak dan orang tua, perwalian, ketentuan-ketentuan lain, Ketentuan peralihan,
ketentuan penutup.
Sangat terlihat jelas di sini bahwa tujuan dari UUP No. 1 tahun 1974 adalah
unifikasi atau penyeragaman hukum yang sebelumnya sangat beragam. Idealnya,
sebagai suatu produk hukum, UUP No. 1 tahun 1974 perlu dikaji sejauh mana
efektifitasya dalam mengatur perilaku masyarakat di bidang perkawinan. Namun
sampai kini setelah 32 tahun berlalu belum terlihat upaya-upaya serius untuk
mengevaluasi sejauh mana efektifitas UUP No. 1 tahun 1974 sebagai sumber hukum
dan apakah masih relevan digunakan sampai sekarang.
Setelah diterbitkannya UUP No. 1 tahun 1974 kemudian terjadi revisi Undang-
undang nomor 1 Tahun 1974 ke Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 yang pada
pokoknya merubah usia perkawinan anak-anak perempuan dari minimal 16 tahun
menjadi minimal 19 tahun.
Transformasi hukum Islam juga terjadi didalam Kompilasi Hukum Islam, yang
dapat ditemukan dua hal. Pertama, adanya perluasan madzhab hukum Islam yang

9
M. Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: Rajawali Pers, 1997, hlm. 92.
dijadikan rujukan, kedua, adanya pembaharuan dalam sejumlah aspek. Kalau pada
tahun 1958 madzhab yang digunakan didominasi madzhab Syafi’i, maka pada tahun
1991 madzhab yang digunakan diperluas meliputi lima madzhab, yakni, Hanafi, Maliki,
Syafi`i, Hanbali, dan Zhahiri.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) lahir sebagai bagian dari upaya melakukan
transformasi dan pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, agar hukum Islam tetap
relevan dengan perkembangan zaman dalam konteks ke Indonesiaan.
Pada zaman modern, khususnya abad ke 20, bentuk-bentuk literatur hukum
Islam telah bertambah menjadi dua macam, selain fatwa, keputusan pengadilan agama,
dan kitab fiqh. Adapun yang pertama ialah undang-undang yang berlaku di negara-
negara muslim khususnya mengenai hukum keluarga. Sedangkan yang kedua adalah
kompilasi hukum Islam yang sebenarnya merupakan inovasi Indonesia. Kompilasi
bukan kodifikasi, tetapi juga bukan kitab fiqh.10
Jika dilihat dari bentuk reformasi hukum keluarga yang dijalankan oleh
Indonesia, maka reformasi yang dilakukan Indonesia cenderung bersifat intra doctrinal
reform dengan mengambil pandangan yang terdapat diluar madzhab yang lazim
digunakan dalam satu wilayah Indonesia yakni madzhab Syafii tapi masih dalam
koridar madzhab dalam Islam. Metode yang dipakai adalah talfiq (penggabungan),
tahyir (memilih dari berbagai madzhab) dan siyasah syariyyah (politik hukum) untuk
kemaslahatan warga. Sebelum adanya Kompilasi Hukum Islam (KHI), sumber rujukan
para hakim di Pengadilan Agama di Indonesia hanya 13 kitab yang umumnya
bermadzhab Syafii. Tetapi setelah adanya KHI, rujukan kitab yang digunakan
berjumlah 38 kitab dengan variasi madzhab yang lebih beragam.
Dengan memperhatikan uraian di atas dapat diketahui bahwa pembaharuan
hukum keluarga Islam di Indonesia baik berupa Undang-Undang Perkawinan maupun
KHI, telah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, berproses dengan kondisi dan
situasi serta sesuai dengan tuntutan zaman yang telah dilalui. Hal ini disebabkan karena
norma-norma yang terkandung dalam kitab-kitab fiqh tidak cocok atau sudah tidak
mampu lagi memberi solusi atau jawaban terhadap masalah-masalah baru yang terjadi
khususnya dalam bidang hukum keluarga.

10
M. Mudzhar, Dampak Gender Terhadap Perkembangan Hukum Islam, Jurnal Studi Islam, 1, 1999, hal. 172.
D. Tujuan Transformasi Hukum Keluarga
Hukum keluarga Islam sangat penting kehadirannya di tengah-tengah
masyarakat muslim karena permasalahan tentang keluarga dan lain sebagainya yang
tidak bisa disamakan dengan yang beragama non muslim, sehingga masyarakat
menginginkan adanya hukum keluarga Islam yang berlaku khusus, apalagi dengan
perkembangan zaman yang semakin berkembang pula sehingga dibutuhkan metode-
metode untuk pembaruan hukum. Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan KHI (Kompilasi Hukum Islam) adalah jawaban dari keresahan,
ketidakpastian dan tuntutan masyarakat muslim untuk menjadi pedoman, dan rujukan
dalam mengatasi permasalahan seputar hukum keluarga.
Berbicara mengenai tujuannya, pembaharuan hukum keluarga pada prinsipnya
berlainan dari suatu negara dengan lainnya. Secara garis besar dapat dikategorikan
menjadi 3 tujuan, diantaranya: Pertama, tujuan utamanya adalah agar mampu
menjawab kemajuan dunia modern serta semangat perubahan zaman. Gagasan maupun
teori fiqih klasik dianggap kurang sanggup merespons persoalan persoalan
kontemporer yang berhubungan dengan hukum keluarga Islam. Kedua, mengangkat
kedudukan kaum perempuan dalam segala aspek kehidupan dan hukum keluarga
termasuk hukum waris. Meski tujuan ini tidak disebutkan secara eksplisit, materi
hukum yang dirumuskan bahwa undang-undang seputar hukum keluarga yang dibuat
umumnya merespon sejumlah tuntutan status dan kedudukan perempuan yang lebih
adil dan setara. Dimana yang mendasarinya adalah banyaknya keinginan, tuntutan-
tuntutan, dan respon agar mengangkat kedudukan kaum perempuan. Ketiga, negara
yang mempunyai tujuan untuk unifikasi atau penyeragaman hukum. Usaha unifikasi
hukum ini dilakukan karena masyarakatnya menganut bermacam-macam mazhab atau
bahkan pemahaman agama yang berbeda-beda.11

E. Penutup

Hukum Islam akan selalu berkembang dan berubah sesuai dengan


perkembangan ruang dan waktu yang melingkupinya. Hukum islam sendiri mengatur
banyak hal, diantara hukum keluarga. Pembaruan hukum keluarga Islam dewasa ini
merupakan kebutuhan dan kepastian, termasuk di Indonesia telah dilaksanakan, melalui

11
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 154.
strategi negara dengan memberlakukan regulasi hukum Islam di tingkat fiqh tradisional
ke dalam undang-undang.
Metode pembaruan hukumm keluarga islam secara garis besar dibagi menjadi
dua, yaitu metode konvensional atau extra-doctrinal reform dan metode kontemporer
atau intra-dictrial reform. Di Indonesia sendiri mengambil tipe pembaharuan yang
bersifat adaptif melalui unifikasi mazhab serta melakukan reformasi doktrin secara
internal atau metode kontemporer (intra doctrinal reform). Undang-Undang
Perkawinan dan KHI menjadi bukti nyata transformasi atau pembaruan hukum
keluarga.
Daftar Pustaka
Ilyya Muhsin, Nikmah Rochmawati, and Muhammad Chairul Huda, “Revolution of Islamic
Proselytizing Organization: From Islamism to Moderate,” QIJIS (Qudus International Journal
of Islamic Studies) 7, no. 1
Abdul Ghofur Anshori, ‘Orientasi Nilai Filsafat Hukum Keluarga Refleksi Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan’, in Membangun Hukum Indonesia, 2nd edition
(Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2017)
Bakry, Hasbullah ,(1984), Bunga Rampai Tentang Islam, Negara dan Hukum,
(Jakarta;Pedoman Ilmu Jaya, 1984)
Asep S.Muhtadi, ed. Transformsi Islam di Indonesia Kontemporer, LEKKAS (Lembaga Kajian
Komunikasi dan Sosial), Bandung, 2018,
Desi asmaret, Transormasi Hukum Keluarga Islam Perspektif Rifyal Ka’bah, (Aceh; Yayasan
Penerbit Muhammad Zaini, 2021)
Nurrohman , Abdullah Safe'i, Tatang Astarudin, Mohamad Sar'an, (2018) Transformasi dan
integrasi hukum Islam dalam hukum nasional: Kajian atas model, problem dan reformasi
hukum Islam di Indonesia. UIN Sunan Gunung Djati, Bandung.
Rachmadi Usman, “Makna Pencatatan Perkawinan Dalam Peraturan Perundang-Undangan
Perkawinan Di Indonesia,” Jurnal Legasi Indonesia 14, no. 03 (2017): 20
M. Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: Rajawali Pers, 1997
M. Mudzhar, Dampak Gender Terhadap Perkembangan Hukum Islam, Jurnal Studi Islam, 1,
1999
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006)

Anda mungkin juga menyukai