YUNI WIDODO
NIM. 21211017
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah dalam makalah
mengenai keahlian jurusan hukum keluarga Islam dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa saja aspek-aspek penting dalam keahlian jurusan hukum keluarga Islam yang
diperlukan untuk memahami, menginterpretasi, dan menerapkan hukum keluarga
Islam dalam konteks sosial yang ada?
2. Bagaimana keahlian jurusan hukum keluarga Islam dapat membantu menyelesaikan
konflik yang terjadi dalam keluarga atau antar keluarga dengan adil dan sesuai
dengan ajaran Islam?
3. Bagaimana keahlian jurusan hukum keluarga Islam dapat memberikan kontribusi
dalam pengembangan hukum Islam secara keseluruhan?
4. Apa saja permasalahan-permasalahan dalam hukum keluarga Islam yang kompleks
dan bervariasi yang dapat diselesaikan dengan keahlian jurusan hukum keluarga
Islam?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan, tujuan
penulisan makalah mengenai keahlian jurusan hukum keluarga Islam adalah sebagai berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
1. Al Qur’an
Secara etimologi Al Qur’anberasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan,
atau qur’anan karena kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan
pertama bagi penetapan hukum, maka apabila seseorang ingin menemukan
hukum maka dilakukan penyelesainnya terlebih dahulu berdasarkan dengan Al-
Qur’an. Dan apabila menggunakan sumber hukum lain diluar Al-Qur’an, maka
harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan Al-Qur’an.
2. Hadist
1
Suparman Usman, Hukum dan Asa-Asas Pengantar, Studi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Di Indonesia,
(Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001), h. 20
2
Mawardi Abdullah, Ulumul Qur‟an, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal. 3
7
terkadang jalan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian
Hadist seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi yang artinya: Barang siapa
yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat
sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakannya; dan
barang siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat
sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.3
3. Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan
pikiran atau bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti
mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i
dari dalil-dalil syara,yaitu Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad merupakan
sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan
apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran
maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran
dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist. Macam-macam ijtidah yang
dikenal dalam syariat islam, yaitu Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat,
setuju,atau sependapat.
1. Syari’ah
Syariah adalah kata Syari’ah berasal dari kata syara’a. Kata ini menurut
ar-Razi dalam bukunya Mukhtar-usshihab bisa berarti nahaja (menempuh), aw
dhaha (menjelaskan) dan bayyan-al masalik (menunjukkan jalan). Sedangkan
menurut Al-Jurjani Syari’ah bisa juga artinya mazhab dan thriqah mustaqim /
3
Ali bin Sultan al-Harawi al-Qari, Syarh Nukhbah al-Fikr, (Beirut : Dar alKutub al-Ilmiyah, 1978), h. 16;
4
Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al-Shaukani, h. 73)
8
jalan yang lurus. Jadiarti kata Syariah secara bahasa banyak artinya. Ungkapan
Syari’ah Islamiyyah yang kita bicarakan maksudnya bukanlah semua arti secara
bahasa itu. Kata syari’ah juga seperti itu, para ulama akhirnya menggunakan
istilah Syari’ah dengan arti selain arti bahasanya lalu mentradisi. Maka setiap
disebut kata Syari’ah langsung dipahami dengan artinya Secara tradisi itu.
Imam al-Qurthubi menyebut bahwa Syari’ah artinya adalah agama yang
ditetapkan oleh Allah swt. Untuk hamba-hambaNya yang terdiri dari berbagai
hukum dan ketentuan. Hukum dan ketentuan Allah itu disebut syariat karena
memiliki kesamaan dengan sumber air minum yang menjadi sumber kehidupan
bagi makhluk hidup. Makanya menurut ibn-ul Manzhur syariat itu artinya sama
dengan agama. Yang dimaksud dengan syariat atau ditulis dengan syari’’ah,
secara harfiah adalah jalan kesumber (mata) air yakni jalan lurus yang harus
diikuti oleh setiap muslim, syariat merupakan jalan hidup muslim, ketetapan
ketetapan Allah dan ketentuan RasulNya, baik berupa larangan maupun berupa
suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia (Ali, Mohammad
Daud, 2011:.46). Dilihat dari segi ilmu hukum, syari’at merupakan norma
hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam
bedasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam hubungannya
dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat.
Norma hukum dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi
Muhammad saw. sebagai Rasul-Nya. Karena itu, syari’at terdapat di dalam al-
Qur’an dan di dalam kitab-kitab Hadis.5
2. Fikih
Fikih adalah di alam bahasa Arab, perkataan fiqh yang ditulis fiqih atau kadang-
kadang fekih setelah di indonesiakan, artinya paham atau pengertian. Kalau
dihubungakan dengan ilmu ,,dalam hubungan ini dapat juga dirumuskan (dengan
katalain), ilmu fiqih adalah ilmu yang bertugas mnentukan dan menguraikan norma-
norma hukum dasar yang terdapat di dalam al-Qur’an dan ketentuan-ketentuan umum
yang terdapat dalam Sunnah Nabi yang direkam dalm kitab-kitab hadis. Dengan kata
lain ilmu fiqih adalah ilmu yang berusaha memahami hukum-hukum yang terdapat di
5
Tarikh Tasyri' Al-Islami, Manna' Qathan, h. 13
9
dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan
manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya yang berkewajiban melaksanakan
hukum Islam. Hasil pemahaman tentang hukum Islam itu disusun secara sistematis
dalam kitab kitab fiqih Dan disbut hukum fiqih. Contoh hukum fiqih Islam yang
ditulis dalam bahasa Indonesia oleh orang Indonesia adalah, misalnya, fiqih Islam
karya H.Sulaiman Rasjid yang sejak diterbitkan pertama kali tahun 1954 sampai kini
(1998) telah puluhan kali dicetak ulang. Al-Ghazali berpendapat bahwa secara literal,
fikih (fiqh) bermakna al- ‘ilm wa al-fahm (ilmu dan pemahaman). Sedangkan menurut
Taqiyyuddin al- Nabhani, secara literal, fikih bermakna pemahaman (al-fahm).
Sementara itu, secara istilah, para ulama mendefinisikan fikih sebagai berikut: Fikih
adalah pengetahuan tentang hukum syariat yang bersifat praktis (‘amaliyyah) yang
digali dari dalil-dalil yang bersifat rinci (tafshîlî) . Fikih adalah pengetahuan yang
dihasilkan dari sejumlah hukum syariat yang bersifat cabang yang digunakan sebagai
landasan untuk masalah amal perbuatan dan bukan digunakan landasan dalam masalah
akidah .6
3. Hukum Islam
Hukum Hukum adalah jika berbicara tentang hukum,secara sederhana segera
terlintas dalam pikiran kita peraturan peraturan atau seperangkat norma yang
mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu
berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan
atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.
Bentuknya mungkin berupa hukum yang tidak tertulis seperti hukum adat, mungkin
juga berupa hukum tertulis dalam peraturan perundang-undangan seperti hukum barat.
Hukum Barat melalui asas konkordansi, sejak pertengahan abad ke-19 (1855) berlaku
di Indonesia. Hukum dalam konsepsi seperti hukum Barat adalah hukum yang sengaja
dibuat oleh manusia untuk mengatur kepentingan manusia. Sendiri dalam masyarakat
tertentu. Dalam konsepsi hukum perundang undangan (barat), yang diatur hukum
hanyalah hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat.7
6
Wahbah az-Zuhally, Ushul Fiqh al-Islamy, Jilid I, (Beirut: Dar al-Fikr), h. 29.
7
Zainuddin Ali, Hukum Islam : Pengantar Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika
2008), h. 24
10
1. Nikah
Abu Zahrah mengemukakan definisi nikah, yaitu akad yang menjadikan
halalnya hubungan seksual antara kedua orang yang berakad sehingga menimbulkan
hak dan kewajiban yang datangnya dari syar. Sedangkan di dalam Ensiklopedi Hukum
Islam, disebutkan bahwa nikah merupakan salah satu upaya untuk menyalurkan naluri
seksual suami istri dalam sebuah rumah tangga sekaligus sarana untuk menghasilkan
keturunan yang dapat menjamin kelangsungan eksistensi manusia diatas bumi.
Keberadaan nikah itu sejalan dengan lahirnya manusia pertama diatas bumi dan
merupakan fitrah manusia yang diberikan Allah SWT terhadap hamba-Nya.
Perkawinan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mithaan dan
merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita untuk mentaati perintah
Allah dan siapa yang melaksanakannya adalah merupakan ibadah, serta untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah.
2. Talak
Talak artinya cerai dan Tafwid atau Tafweez artinya mendelegasikan. Dalam
Islam, seorang suami dapat mendelegasikan hak cerai kepada istrinya atau orang
ketiga. Perceraian yang didelegasikan ini dikenal sebagai Talaq - e-Tafweez juga dieja
sebagai Talaq -i-Tafwid. Pendelegasian ini bisa dilakukan pada saat menikah dengan
cara perjanjian pranikah, dengan atau tanpa syarat. Takrif talak menurut Bahasa Arab
adalah‘ melepaskan ikatan’. Artinya yaitu melepaskan ikatan pernikahan. Tujuan
pernikahan sendiri dalam islam menurut Fiqh Islam oleh H. Sulaiman Rasjid adalah
untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna, jalan mulia untuk mengatur rumah
tangga dan keturunan serta sebagai tali persaudaraan yang menjadi jalan yang
membawa satu kaum untuk saling tolong-menolong.
Jika pernikahan yang dilakukan tidak bisa memenuhi tujuan yang telah
disebutkan
11
3. Rujuk
Bila sesorang telah menceraikan istrinya, maka ia dibolehkan bahkan di anjurkan untuk
rujuk kembali dengan syarat keduanya betul-betul hendak berbaikan kembali (islah).
Dalam KHI pasal 63 bahwa Rujuk dapat dilakukan dalam hal:
a. Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali atau talak
yang dijatuhkan qablaal dukhul.
8
Di kutip di https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-228
12
4. Waris
Kata mawaris merupakan bentuk jamak dari mirast (irts, wirts, wiratsah dan
turats, yang dimaknai dengan mauruts) merupakan harta pusaka peninggalan orang
yang meninggal yang diwariskan kepada para keluarga yang menjadi ahli warisnya.
Orang yang meninggalkan harta pusaka tersebut dinamakan muwarits. Sedang yang
berhak menerima pusaka disebut waris. Muhammad Aliash-Shabuni mengatakan
bahwa mawarits adalah: “Pindahnya hak milik orang yang meninggal dunia kepada
para ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalnya itu berupa harta bergerak
dan tidak bergerak atau hak-hak menurut hukum syara. Dari definisi-definisi di atas
dapatlah dipahami bahwa ilmu faraid atau fiqh mawaris adalah ilmu yang
membicarakan hal pemindahan harta peninggalan dari seseorang yang meningal dunia
kepada yang masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkannya, orang-orang
yang berhak menerima harta peninggalan tersebut, bagian masing-masing ahli waris,
maupun cara penyelesaian pembagian harta peninggalan itu
5. Hadhana
Para fuqaha mendefinisikan “al-hadhn” adalah memelihara anak kecil laki-laki
atau perempuan atau orang yang kurang akal yang tidak bias membedakan. Al-hadhn
tidak berlaku pada orang dewasa yang sudah baligh dan berakal. Ia boleh memilih
tinggal dengan siapa saja dan kedua orang tuanya yang ia sukai. Bilamana seorang
laki-laki maka ia boleh tinggal sendiri karena tidak membutuhkan kedua orang tuanya.
Akan tetapi syara‟menyuruhnya berbakti dan berbuat baik kepada mereka. Jika
seorang
13
Perempuan, ia tidak boleh tinggal sendiri dan tidak dipaksa karena kelemahan
tabiatnya untuk menghindari kecemaran keluarganya. 3. Hadhanah menurut bagasa
berarti“ meletakan sesuatu dekat tulang rusuk atau dipangkuan”,karena ibu waktu
menyusuhkan anaknya meletakkan anak itu di pangkuan-nya, seakan-akan ibu disaat
itu melindungi dan memelihara anaknya, sehingga “hadhanah”dijadikan istilah yang
maksudnya: pendidikan dan pemeliharaan anak sejak dari lahir sampai sanggup
berdiri sendiri mengurus dirinyayang dilakukan oleh kerabat anak itu. Dalam
Ensiklopedi Hukum Islam dijelaskan, hadhanah yaitu mengasuh anak kecil atau anak
normal yang belum atau tidak dapat hidup mandiri, yakni dengan memenuhi
kebutuhan hidupnya, menjaga dari hal-hal yang membahayakan, memberinya
pendidikan fisik maupun psikis, mengembangkan kemampuan intelektual agar
sanggup memikul tanggung jawab hidup.9
Pada waktu itu anggota Volksraad ada sebanyak 35 orang, 15 diantaranya adalah
pribumi. Kemudian setelah kemerdekaan, pada tahun 1950 dibentuklah Panitia Penyelidik
Peraturan Perkawinan, Talak dan Rujuk yang diketuai oleh Mr. Moh. Teuku Hasan. Akan
tetapi kerjanya tim tersebut tidak berhasil. Pada tahun 1961 dibentuk lagi tim yang
diketuai oleh Mr. Noer Persoecipto. Kemudian pada tahun 1966, MPRS mengeluarkan
TAPMPRS Nomor XXVII/1966 untuk menindak lanjuti RUU Perkawinan. Pada tahun
1973 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menyarankan kepada pemerintah agar RUU
Perkawinan segera dibahas kembali. Akhirnya pada tanggal 2 Januari 1974 UU Nomor 1
Tahun 1974 atas usulan pemerintah RUU disahkan oleh DPR. UU Prkawinan ini, menurut
menteri Agama bagi agama Islam diambil dari (Qur’an dan Hadis), bagi agama Hindu
diambil dari Buku Lawof Menualjilid 25 karangan Max Weberdan Kitab Manaha
Dharma Satwa, bagi Agama Budha diambil dari Kitab Tripitaka dan bagi agama
9
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Moh Thalib, Juz 8, (Bandung: Al-ma’arif, 1997), h. 160.
14
Katolik diambil darikitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Artinya UU Perkawinan
merupakan UU yang berlaku bagi keseluruhan agama di Indonesia.
10
Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : 1994/1995
16
DAFTAR PUSTAKA