Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“PRODUK PEMIKIRAN HUKUM ISLAM”

Disusun Oleh :
1. Deci Khiran Khirani (2323160005)
2. Ika Ruhyanti (2323160019)

Mata Kuliah : Studi Islam


Dosen Mata Kuliah : Idwal B
Kelas : A

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU


PROGRAM STUDI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF
2023
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Daftar isi ...................................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar belakang masalah ....................................................................... 2
1.2 Rumusan masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................. 3
2.1 Fikih ............................................................................................... 4
2.2 Fatwa ............................................................................................. 6
2.3 Kompilasi....................................................................................... 7
2.4 Yurisprudensi................................................................................. 10
2.5 Undang – undang ........................................................................... 12
BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 15

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. adalah agama
yang membawa perubahan di tengah-tengah kehidupan bangsa Arab yang
dalam sejarah disebut kehidupan jahiliyah. Disebut jahiliyah, sebab dalam
aktifitas mereka tidak sesuai dengan prinsi-prinsip ajaran Islam yang berlaku
pada saat itu dan dianut oleh umat Islam saat ini. Namun ternyata, dalam
proses asbab al-nuzul Alquran, praktik-praktik sosial bangsa Arab seperti itu
menjadi salah satu latar belakang turunnya Alquran, baik dengan cara
melarang maupun dengan cara mengadopsi sebahagian ke dalam syariat atau
hukum Islam sampai pada zaman modern.
Pendekatan seperti yang tergambar tersebut, menjadi inspirasi dalam
pemikiran hukum Islam tak terkecuali di Indonesia, yang kemudian
melahirkan apa yang dinamakan produk pemkiran hukum Islam di Indonesia.
Dalam merumuskan hukum Islam khususnya di bidang muamalah,1 selain
merujuk kepada sumber pokok (Alquran dan hadis) juga mempertimbangkan
kondisi kehidupan masyarakat, selama hal itu tidak bertentangan dengan
substansi Alquran dan hadis.
Para ulama fikih (ahli hukum Islam) telah mempraktikkan pendekatan
seperti itu, sehingga pemikiran-pemikiran mereka mengandung unsur-unsur
keselerasan kondisi-kondisi kehidupan masyarakat yang mereka saksikan.
Salah satu di antaranya yang sangat terkenal dalam dunia pemikiran hukum
Islam adalah: Ketika Imam Syafi’i merumuskan qawl al-qadim wa al-qawl
jadid.2 Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa produk-produk pemikiran
hukum Islam dikaji dan dirumuskan dengan memperhatikan ke-arifan lokal
atau faktor kehidupan sosial masyarakat.
Alquran dan hadis adalah dasar utama dalam setiap produk pemikiran
yang berkaitan dengan hukum Islam. Hasil pemikiran para ulama terdahulu,
khususnya empat imam mazhab adalah mutiara pemkiran yang sangat
berharga dalam perkembangan dan kemjuan pemikiran hukum Islam. Hal itu

1
patut untuk dijadikan rujukan selama masih relevan dengan kondisi kehidupan
masyarakat di mana hukum Islam tersebut diberlakukan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana eksistensi produk pemikiran hukum Islam Indonesia?
2. Bagaimana pentingnya kearifan lokal dalam produk pemikiran hukum
Islam di Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana eksistensi produk pemikiran hukum Islam
Indonesia?
2. Untuk mengetahui bagaimana pentingnya kearifan lokal dalam produk
pemikiran hukum Islam di Indonesia?

2
BAB II
PEMBAHASAN
Berbicara masalah produk pemikiran hukum Islam, tidak lepas dari
persoalan ijtihad, sebab dengan melalui ijtihad para ulama melahirkan berbagai
macam produk pemikiran hukum Islam, baik sifatnya formal dan mengikat
maupun tidak formal dan tidak mengikat. Secara umum produk pemikiran hukum
Islam pada masa klasik belum ada yang bersifat formal. Yang ada adalah berupa
karya-karya yang lahir dari pemikiran atau ijtihad para ulama, atau kesepakatan-
kesepakatan tentang status hukum suatu masalah yang ada dalam masyarakat,
seperti ijma’. Demikian pula hasil pemikiran para ulama yang berkaitan dengan
metode dalam mengistimbatkan hukum, seperti qiyas, istihsan dan maslahah al-
mursalah.
Apa yang dihasilkan para ulama tersebut dapat juga disebut produk
pemikiran hukum Islam. Sebab meskipun berupa metode dalam mengistimbatkan
hukum, ataupun karya-karya yang bersifat pribadi dan tidak mengikat, tetapi tidak
dapat diingkari bahwa eksistensinya sangat berharga. Betapa tidak, hasil karya
para ulama tersebut menjadi rujukan pada setiap produk-produk pemikiran hukum
Islam yang lebih sfesifik, formal dan mengikat sampai saat ini, tidak terkecuali di
Indonesia. Produk pemikiran hukum Islam seperti di atas telah menjadi rujukan
bagi para ulama Islam di seluruh dunia dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
hukum yang ada dalam masyarakat. Hal itu terjadi karena hukum Islam sifatnya
universal yang berlaku bagi seluruh umat Islam, walaupun harus berdampingan
dengan hukum nasional atau hukum umum yang berlaku disatu negara.
Di Indonesia, salah satu sistem hukum yang berlaku adalah hukum Islam.
Dalam sistem hukum Islam tersebut di dalamnya terdapat setidaknya ada empat
jenis produk hukum Islam yang telah berkembang dan berlaku di Indonesia, yaitu:
Fikih, Fatwa ulama, hakim, keputusan pengadilan, Yurisprudensi, dan Perundang-
undangan.

3
2.1 Fiqih
Kata fikih/fiqh (‫ ) ف قه‬dalam Kamus Al-Munawwir, fiqh (‫ ) ف قه‬berarti
mengerti, memahami dan secara sederhana menurut bahasa, fikih bermakna
tahu dan paham. Menurut istilah fikih diartikan sama dengan agama yang
disyari’atkan Allah untuk para hamba yang melengkapi hukum-hukum agama
yang berpautan dengan perkataan, perbuatan, perikatan, dan lain-lain.
Sedangkan menurut jumhur fuqaha, fikih diartikan sebagai ilmu yang
menerangkan hukum-hukum syara’ yang diperoleh dari dalil-dalil yang
tafshili yakni dalil-dalil tentang hukum-hukum yang khusus yang diambil
daripadanya dengan jalan ijtihad. Pada sumber lain, fikih menurut pengertian
istilah kebanyakan fuqaha ialah “segala hukum syara’ yang diambila dari
Kitab Allah swt. dan Sunnah Rasulullah saw. dengan jalan mendalamkan
faham dan penilikan, yakni dengan jalan ijtihad dan istinbat. Fikih merupakan
ilmu dasar untuk memahami ajaran Islam termasuk hukum Islam yang
dipahami dan diberlakukan di Indonesia. Dengan mengetahui fikih berarti
mengurangi perdebatan tentang masalah khilafiah, artinya toleransi dalam
khilafiah dijunjung tinggi.
Menurut H. Amir Syarifuddin, fikih sebagai salah satu produk
pemikiran hukum Islam, bukan saja di-praktikkan oleh umat Islam di
Indonesia, tetapi juga dipraktikkan umat Islam di seluruh dunia, meskipun
kayfiyahnya tidak seragam. Fikih dalam sejarahnya sudah ada sejak pada
zaman khulafa al-rasyidun. Para khalifah tersebut, dengan kemampuan
berpikir mereka berusaha memahami dani mengkaji Alquran dan hadis
Rasulullah saw.. Salah satu fakta sejarah yang berkaitan dengan kegiatan
pengkajian itu, dapat diperhatikan bagaimana khalifah Umar bin Khattab
berusaha berijtihad untuk memecahkan persoalan hukum yang timbul dalam
masyarakat, meskipun ijtihadnya seolah-olah bertentangan dengan Alquran
dan apa yang diamalkan Rasulullah saw.
Pengetahuan yang dihasilkan dari fikih dapat menuntun manusia untuk
berbuat dalam tataran hukum Islam yang diberlakukan. Maksud dari istilah
hukum Islam adalah hukum yang diyakini memiliki keterkaitan dengan
sumber dan ajaran Islam, yaitu hukum amali berupa interaksi sesama

4
manusia, selain jinayat (pidana Islam). Namun demikian, tidak menutup
kemungkinan untuk digunakan dalam pidana Islam, yang juga akan
diterapkan dalam kehidupan masyarakat Islam, baik secara daerah atau lokal
maupun secara nasional, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KdRT), dan
sekarang dalam tahap rancangan untuk dialihkan menjadi kewenangan
Peradilan Agama. Kitab fikih tematis yaitu kitab yang hanya membahas topik
tertentu, seperti masalah pemerintahan, masalah peradilan, masalah perdata,
dan masalah pidana. Misalnya buku “Peradilan Agama di Indonesia” yang
ditulis oleh Cik Hasan Bisri. Di zaman kalsik, kitab fikih tematis belum
banyak diterbitkan. Tetapi di zaman modern ini telah banyak diterbitkan
karena ilmuwan telah banyak dan semakin meluas pembidangan ilmu.
Kitab fikih berbentuk kumpulan fatwa yaitu kitab yang disusun
berdasarkan hasil fatwa ulama atau sekelompok ulama tertentu. Misalnya
buku “Fatwa-fatwa Seputar Ibadah Mahdah” yang ditulis oleh M. Quraish
Shihab. Setiap mazhab fikih mempunyai kitab fikih standar yang menjadi
sumber rujukan, baik berupa kitab fikih lengkap, kitab fikih tematis, maupun
kitab fikih berupa kumpulan fatwa. Fatwa ulama yang berkaitan dengan
hukum Islam juga merupakan produk pemikiran hukum Islam. Sekalipun
sifatnya tidak mengikat kecuali terhadap yang meminta fatwa dan setuju
terhadap fatwa tersebut, tetapi juga menjadi rujukan penting dalam
mengembangkan hukum Islam di Indonesia.
Eksistensi fatwa biasanya cendrung bersifat dinamis, karena merupakan
respon terhadap perkembangan baru yang sedang dihadapi masyarakat si-
peminta fatwa Fatwa ulama yang berkaitan dengan hukum Islam juga
merupakan produk pemikiran hukum Islam. Sekalipun sifatnya tidak
mengikat kecuali terhadap yang meminta fatwa dan setuju terhadap fatwa
tersebut, tetapi juga menjadi rujukan penting dalam mengembangkan hukum
Islam di Indonesia. Eksistensi fatwa biasanya cendrung bersifat dinamis,
karena merupakan respon terhadap perkembangan baru yang sedang dihadapi
masyarakat si-peminta fatwa. Setelah produk pemikiran fikih, maka produk
pemikiran hukum yang kedua adalah pemikiran fatwa ulama yang merupakan
hasil dari konfigurasi formulasi hukum Islam. Fatwa menurut bahasa berarti

5
jawaban, keputusan, pendapat yang diberikan oleh mufti tentang suatu
masalah; nasihat orang alim, pelajaran baik.

2.2 Fatwa
Menurut ulama usul fikih, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan
oleh seoramg mujtahid atau faqih sebagai jawaban yang diajukan peminta
fatwa dalam suatu kasus yang sifatnya tidak mengikat. Fatwa ini bersifat
sanksi moral yang tidak mengikat seseorang untuk berfatwa atau meminta
fatwa, dan atau untuk menerima/taat pada fatwa. Fatwa tersebut merupakan
hasil dari ijtihad seorang mufti yang bertalian dengan persoalan atau masalah
yang diperhadapkan kepadanya. Fatwa ulama biasanya merupakan himbauan
dari sekelompak ulama dan terkadang merupakan seruan ulama tertentu
kepada masyarakat luas atau masyarakat tertentu. Oleh karena itu, produk
pemikiran fikih tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan produk pemikiran
fatwa ulama, karena fikih merupakan produk hasil ijtihad ulama, dan ulama
merupakan orang yang ahli dalam ilmu fikih. Hasil ijtihad ulama yang disebut
fatwa terkadang dituangkan dalam bentuk buku fikih untuk dipedomani bagi
umat Islam di Indonesia.
Hasil fatwa ulama di Indnesia, secara nasional dituangkan dalam bentuk
fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia). Selain itu, ada dua fatwa ulama yang
bersumber dari organisasi Islam yaitu Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah.
Kedua organisasi Islam ini, selalu mewarnai fatwa MUI di Indonesia. Hal ini
dipengaruhi oleh kekuatan politik dan sistem pemerintahan/penguasa di
Indonesia. Fatwa Ulama sebagai Produk Pemikiran Hukum Islam. Jika ada
masyarakat yang mengatasnamakan kelompok masyarakat luas berkata
bahwa orientasi kepada hukum-hukum agama hendaknya dikurangi.
Alasannya karena hal tersebut menimbulkan kejenuhan masyarakat terhadap
hal-hal yang menimbulkan kesenjangan, maka yang dilakukan itu tidak
terlalu meleset dari kebenaran. Memang harus diakui bahwa pelanggaran-
pelanggaran dan pertentantangan-pertentangan atas hukum agama itu terjadi
perbedaan yang sulit untuk disatukan. Sebagai contoh umat Islam di
Indonesia selalu dua kali melaksanakan hari lebaran, baik idul fitri maupun
idul adha. Mestinya persoalan semacam ini yang menyelesaikan adalah para

6
ulama dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan
fatwa. Bahkan ulil amri atau organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Perbedaan-perbedaan semacam ini diakibatkan dalam penggunaan akal dan
pikiran yang beraneka ragam, dan belum diadakan undang-undang yang
mengatur tentang hal tersebut. Ulama usul memberikan syarat-syarat untuk
dijadikan dasar untuk menjadi mufti, yaitu:
1) Mengetahui tentang hadis yang berkaitan dengan hukum
2) Mengetahui tentang tempat perkiraan hadis, baik syarah maupun matannya
3) Jeli terhadap kriteria dan pendapat-pendapat
4) Mengetahui tentang ta’adil dan tarjihnya
5) Mampu menelaah jika membutuhkan untuk berfatwa
6) Kalau ternyata ia memiliki kemampuan menghafal lebih baik dan lebih
sempurna

2.3 Kompilasi
Istilah kompilasi diambil dari bahasa Latin. Kompilasi diambil dari kata
compilare yang berarti mengumpulkan bersama-sama. Istilah ini kemudian
dikembangkan menjadi compilation dalam bahasa Inggris atau compilatie
dalam bahasa Belanda. Istilah ini kemudian dipergunakan dalam bahasa
Indonesia menjadi kompilasi, yang berarti terjemahan langsung dari dua
perkataan tersebut. Dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, compilation
berarti karangan tersusun dan kutipan buku-buku lain.8 Sedangkan dalam
Kamus Umum Belanda Indonesia, kata compilatie diterjemahkan menjadi
kompilasi dengan arti kumpulan dari lain-lain karangan.9
Kompilasi Hukum Islam pada dasarnya adalah membicarakan salah satu
aspek dari hukum Islam di Indonesia. Kompilasi Hukum Islam dianggap
sebagai satu di antara sekian banyak karya besar umat Islam Indonesia dalam
rangka memberi arti yang lebih positif bagi kehidupan dan kebangkitan umat
Islam Indonesia. Namun, Kompilasi Hukum Islam tidak bersifat mutlak
sebagaimana halnya wahyu Tuhan dan bukan sebuah karya yang telah
mencapai hasil yang final. Kompilasi Hukum Islam bersifat lebih terbuka
dalam menerima usaha-usaha penyempurnaan untuk meraih keberhasilan
yang lebih baik di masa mendatang.

7
Abu Zahrah mengatakan bahwa setiap hukum Islam memiliki tujuan yang
hakiki, yaitu kemaslahatan.2 Karena itu, memahami hukum Islam tidak
hanya didasarkan pada makna literalnya saja tapi pengkajian dan
pengembangan hukum secara normatif sebagai cara mewujudkan keadilan
hukum yang dapat diterapkan di tengah-tengah umat Islam di Indonesia
merupakan hal yang sangat penting sebagai wahana pembinaan dan
pengembangan hukum nasional di Indonesia.
Negara Indonesia sebagai Negara hukum dimana sistem hukum
nasional Indonesia mengakui hukum tertulis. Untuk mengisi kekosongan
hukum keluarga bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam, maka
diperlukan peraturan hukum Islam yang diatur dalam bentuk peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Kumpulan dari peraturan hukum Islam
tersebut kemudian dibukukan dalam bentuk Kompilasi Hukum Islam yang
bertujuan untuk menghimpun bahan-bahan hukum yang diperlukan sebagai
pedoman dalam bidang hukum material para hakim di lingkungan Peradilan
Agama.
Bahan-bahan yang diangkat dari berbagai kitab yang bisa digunakan
sebagai sumber pengambilan dalam penetapan hukum yang dilakukan oleh
para hakim dan bahan-bahan lainya yang berhubungan dengan itu dari hukum
nasional melalui Kompilasi Hukum Islam sebagaimana termaktub dalam
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,
ditetapkan pada tanggal 10 Juni 1991. Dalam Instruksi Presiden tersebut
disebutkan bahwa Kompilasi Hukum Islam dapat dipergunakan sebagai
pedoman dalam penyelesaian masalah-masalah di bidang seperti, yaitu
hukum perkawinan, kewarisan, perwakafan oleh instansi pemerintah dan
masyarakat yang memerlukannya. Berdasarkan landasan dasar hukum
kompilasi tersebut pula menjadi petunjuk bagi para hakim Peradilan Agama
dalam memeriksa, mengadili serta memutuskan perkara.4 Dengan demikian
Instruksi Presiden merupakan salah satu produk hukum Presiden yang dibuat
untuk sumber hukum bagi para hakim Peradilan Agama dalam memeriksa,
mengadili dan memutus masalah-masalah perdata di antara umat Islam.

8
Produk hukum yang dihasilkan tersebut yaitu Instruksi presiden Nomor 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yaitu dalam bentuk.
Produk-produk hukum yang dikeluarkan oleh presiden antaralain
Peraturan, Keputusan dan Instruksi Presiden. Produk hukum Keputusan
Presiden dan Instruksi Presiden tersebut sudah sejak lama dikenal sebagai
salah satu istilah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Sementara Peraturan Presiden baru dikenal di Indonesia setelah lahirnya
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 7, yang mengatur
mengenai tata urutan perundang-undangan ini, disebutkan bahwa tata urutan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah: 1. UUD 1945; 2.
UU/Perppu; 3. Peraturan Pemerintah; 4. Peraturan Presiden; dan 5. Peraturan
Daerah.5. Pada tahun 2011 lahir undang-undang terbaru menggantikan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentuan Peraturan
Perundang-undangan yaitu
Berlakunya Hukum Islam di Indonesia untuk sebagian besar adalah
tergantung pada umat Islam yang menjadi pendukung utamanya. Umat dalam
artian sebuah komunitas penganut suatu agama yang dituntut melaksanakan
kewajiban ajaran agamanya.11. Dalam menghadapi penyelesaian kasus-kasus
perkara di lingkungan peradilan agama, para hakim merujuk kepada kitab-
kitab fiqh sebagai rujukan utama. Jadi, putusan pengadilan bukan didasarkan
kepada hukum, melainkan doktrin serta pendapat-pendapat mazhab yang
telah terdeskripsi di dalam kitab-kitab fiqh. Akibat dari cara kerja yang
demikian, maka lahirlah berbagai produk putusan Pengadilan Agama yang
berbeda-beda meskipun menyangkut satu perkara hukum yang sama. Hal ini
menjadi semakin rumit dengan adanya beberapa mazhab dalam fiqh itu
sendiri, sehingga terjadi pertarungan antar mazhab dalam penerapan hukum
Islam di Pengadilan Agama.12. Demikian Kompilasi Hukum Islam disusun
secara teratur untuk mempermudah Hakim dalam merujuk dasar hukum yang
sesuai dengan perkembangan umat Islam di Indonesia. Kemudian apakah

9
Kompilasi Hukum Islam merupakan produk hukum positif tertulis yang hidup
dan diyakini dalam kehidupan warga negara Indonesia yang beragama Islam.

2.4 Yurisprudensi
Dalam bahasa Latin Istilah Yurisprudensi, berasal dari kata
“jurisprudentia” yang artinya yaitu pengetahuan ilmu hukum. Dalam bahasa
Belanda yurisprudensi dikenal dengan istilah teknis peradilan yaitu dengan
kata ”jurisprudentie”. Selanjutnya istilah dalam bahasa Prancis dikenal atau
dipahami sebagai “jurisprudence” yaitu peradilan tetap atau hukum peradilan
(Mochtar Kusumaatmadja, 1976). Berikut di bawah ini terdapat berbagai
istilah atau pengertian yurisprudensi yang dikemukakan oleh beberapa para
pakar ahli hokum yaitu sebagai berikut: Kansil berpendapat bahwa
yurisprudensi merupakan keputusan hakim terdahulu mengenai masalah atau
perkara yang sama yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh
para hakim (CST. Kansil, 1993).
Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa yurisprudensi yaitu
untuk penerapan hukum secara konkrit, terdapat tuntutan hak yang
dilaksanakan oleh badan independen milik negara dan bebas dari pengaruh
apapun atau siapapun dengan mengambil keputusan yang mengikat dan
berwibawa. Singkatnya, Sudikno berpendapat bahwa yurisprudensi yaitu
putusan pengadilan (Sudikno Mertokusumo, 1996). Ridwan Halim
berpendapat bahwa yurisprudensi adalah yaitu putusan hakim dalam perkara
yang tidak diatur oleh undang-undang, yang selanjutnya menjadi pedoman
bagi hakim lain yang menangani perkara yang sama atau serupa. (Ridwan
Halim, 1998). Surojo Wignjodipuro beranggapan bahwa putusan hakim atas
suatu masalah hukum tertentu menjadi dasar putusan hakim lainnya, sehingga
putusan tersebut menjelma menjadi putusan hakim tetap atas suatu hal.
Yurisprudensi sebagai sumber hokum merupakan salah satu bentuk ketetapan
dalam hukum ketatanegaraan Indonesia sebagai putusan hakim untuk
menyelesaikan suatu sengketa tertentu. Daripada itu, keputusan hakim selalu
dalam bentuk putusan dan hanya berlaku untuk hal-hal tertentu yang sedang
diputuskan perselisihannya dan hanya mengikat para pihak yang
berkepentingan (Surojo Wignjodipuro, 1974).

10
Yurisprudensi dalam Sumber Hukum Salah satu pembahasan mengenai
kajian ilmu hukum yaitu tentang sumber hukum. Sumber hukum yaitu segala
sesuatu yang dibuat atau diproduksi oleh hukum atau menciptakan pertama
kali hukum itu sendiri. Selain itu, sumber Hukum Kansil berpendapat bahwa
sumber hukum dapat dilihat dari segi material dan formal (CST. Kansil,
1993). Yang termasuk sumber hukum formal yaitu: Undang-undang,
kebiasaan, putusan hakim (yurisprudensi), dan traktat.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dilihat atau disimpulkan bahwa
pengertian yurisprudensi yaitu merupakan salah satu sumber hukum. Dan
oleh sebab itu, yurisprudensi sebagai sumber hukum dapat dimanfaatkan oleh
para hakim untuk mengadili suatu kasus yang serupa, untuk pembentukan
undang-undang atau peraturan lainnya oleh pemerintah dan dimanfaatkan
sebagai dunia ilmu pengetahuan oleh para ahli atau masyarakat pada
umumnya. Undang-undang, Yurisprudensi dan Putusan Pengadilan Seperti
disebutkan sebelumnya, mengenai yurisprudensi yaitu merupakan putusan
sebuah pengadilan. Seorang ahli hukum Sudikno berpendapat bahwa putusan
pengadilan itu berlaku sejak dikabulkan hingga diimplementasikan. Karena
putusan pengadilan mengikat para pihak yang terlibat, para pihak wajib
mengakui keberadaan putusan tersebut. Setelah putusan dilakukan, itu hanya
menjadi sumber hokum (Sudikno Mertokusumo, 1996). Selanjutnya ada
empat makna pengertian tentang kebebasan hakim yaitu sebagai beriku;
1. Baik secara material maupun formal tidak dipengaruhi oleh pihak- pihak
yang terlibat dalam kasus tersebut.
2. Tidak terpengaruh oleh tekanan, eksekutif atau rekomendasi dari pihak
diluar pengadilan, dari siapapun atau dari intansi manapun.
3. Memberikan Kebebasan dan keberanian kepada hakim untuk berinisiatif
dan meningkatkan tugas penyidikan dan memutus suatu perkara bagi
perkembangan hukum itu sendiri, untuk memberikan rasa keadilan dan
kebenaran, untuk eksistensi suatu negara dan bangsa yang merdeka dan
berdaulat.
4. Kebebasan untuk dibertanggung jawabkan atas nama lembaga dan diri
sendiri, kepada masyarakat, negara, bangsa dan kepada Tuhan Yang Maha

11
Esa (Mahkamah Agung, 2005). Sampai sejauh mana kebebasan hakim,
Yahya Harahap berpendapat bahwa masa kebebasan hakim yang mandiri
untuk menjalankan fungsi kehakiman mencakup lima hal yaitu sebaai
berikut: (M. Yahya Harahap, 1995).

2.5 Undang-Undang
Lahirnya produk pemikiran undang-undang tidak dapat di pisahkan
dengan hasil produk hukum lainnya. Undang-undang lahir setelah mendapat
renspons positif dari masyarakat, terutama dikalangan lembaga legislatif dan
lembaga-lembaga peradilan. Masyarakat yang taat pada hukum, berarti ia
telah menerapkan peraturan perundan-gundangan, sebab undang-undang
merupakan bagian dari tata kehidupan dalam berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat. Undang-undang meliputi berbagai aspek, baik aspek hukum,
polititik maupun sosial-budaya lainnya.
Undang-undang menurut bahasa Indonesia adalah: Ketentuan dan
peraturan negara yang dibuat oleh pemerintah (menteri, badan eksekutif, dan
sebagainya), disahkan oleh parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat, badan
legislatif, dan sebagainya), ditandatangani oleh kepala negara (presiden,
kepala pemerintah, raja, dan sebagainya), dan mempunyai kekuatan
mengikat: aturan yang dibuat oleh orang atau badan yang berkuasa hukum
dalam arti patokan yang bersifat alamiah atau sesuai dengan sifat-sifat alam.
Dalam sejarah sosial hukum Islam, tercatat dan tertulis pertama kali
diterapkan pada abad pertama Hijriah di Madinah oleh Nabi Muhammad saw.
dengan dasar konstitusi Piagam Madinah. Mukaddimah piagam tersebut
tertulis, bahwa Piagam Madinah berlaku di kalangan orang-orang yang
beriman dan memeluk agama Islam yang berasal dari suku Quraisy dan
Yasrib. Selain orang Islam juga berlaku bagi orangorang yang mengikuti
mereka, mempersatukan diri, dan berjuang bersama mereka. Inti dari piagam
tersebut adalah perjanjian/kesepakatan antara kaum muslim dengan kaum
nasrani dan yahudi (masyarakat non- muslim) yang dijadikan sebagai aturan
perundang-undangan. Nabi Muhammad saw. memberi jaminan hidup
terhadap mereka (non muslim), hak milik, dan agama, serta mempunyai
kebebasan penuh untuk mengamalkan ajaran agama masing-masing. Hal ini

12
membuktikan bahwa Hukum Islam diterapkan bukan untuk memaksa dan
menindas kaum yang lain, melainkan untuk diajdikan sebagai aturan yang
melindungi seluruh bangsanya dalam kehidupan bermasyarakat.

13
BAB III
KESIMPULAN
Dari ketarangan yang telah telah dipaparkan mengenai produk pemikiran
hokum fikih, produk pemikiran fatwa ulama, produk pemikiran putusan
pengadilan (yurisprudensi), dan produk pemikiran undang-undang yang berlaku di
indonesia, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hukum Islam di Indonesia merupakan hasil dari ijtihad ulama yang melahirkan
kitab fikih yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits, sehingga dipedomani
oleh para peneliti dan penulis tentang hokum Islam di Indonesia. Hasil dari
produk-produk pemikiran hokum Islam tersebut diformulasikan dalam satu
kitab atau buku yang menjadi rujukan dalam mengambil keputusan atau
kebijakan dalam lembaga-lembaga peradilan dan instansi lainnya.
2. Fatwa merupakan hasil dari ijtihad seorang mufti yang bertalian dengan
persoalan atau masalah yang diperhadapkan kepadanya. Fatwa ulama biasanya
merupakan himbauan dari sekelompak ulama dan terkadang merupakan seruan
ulama tertentu kepada masyarakat luas atau masyarakat tertentu. Hasil ijtihad
ulama yang disebut fatwa terkadang dituangkan dalam bentuk buku fikih untuk
dipedomani bagi umat Islam di Indonesia. Hasil fatwa ulama di Indnesia,
secara nasional dituangkan dalam bentuk fatwa MUI (Majelis Ulama
Indonesia).
3. Produk pemikiran yurisprudensi merupakan hasil pemikiran hokum Islam dari
keputusan Pengadilan Agama, keputusan Pengadilan Tinggi Agama, dan
keputusan Mahkamah Agung, sehingga dijadikan sebagai hasil dari formulasi
hukum Islam yang kemudian melahirkan keputusan hukum tetap dan mengikat.
4. Hasil produk pemikiran hukum telah dituangkan dalam undangundang dan
peraturan-peraturan lainnya dalam kerangka hokum Islam yang meliputi
undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden atau peraturan
presiden (perpres) atau instruksi presiden, keputusan atau instruksi menteri
(menag), dan lembaga tinggi lainnya.

14
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Azis Dahlan et al., Ensilopedi Hukum Islam, jilid 2 (Cet. V; Jakarta: Ichtiar
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fikih ( Cet. VII; Jakarta: Bulan
Bintang, 1991), h. 17.
Abdul Azis Dahlan et al., Ensilopedi Hukum Islam, jilid 2, h. 572.10Lihat ibid.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Ketiga, h. 314.
Abdul Wahhab Khallaf, ‘Ilmu Ushul al-Fiqh, Alih bahasa Noer Iskandar al-
Barsany dan Moh. Tolchah Mansoer dengan Judul, Kaidah-kaidah Hukum
Islam (Cet. III; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), h. 153.
Abdul Azis Dahlan et al., Ensilopedi Hukum Islam, jilid 2, h. 326.
Abdul Azis Dahlan et al., Ensilopedi Hukum Islam, jilid 2, h. 1842. 22H. S.
Prodjokusumo dkk., Majelis Ulama Indonesia (Jakarta: Masjid Istiqlal,
1986), h. 28.
Abdul Azis Dahlan et al., Ensilopedi Hukum Islam, jilid 2 .
Abdul Azis Dahlan et al., Ensilopedi Hukum Islam, jilid 2. 25M. Quaraish Shihab,
Membumikan al-Qur'an (Cet. XV; Bandung: Mizan, 1418 H./1997 M), h.
375.
Abdurrahman, op.cit, h. 1. 12 Zainuddin Ali, Hukum Islam : Pengantar
IlmuHukumIslamdiIndonesia(Jakarta:SinarGrafika,2006), h. 98. 13 Tim
Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka,
2008), h. 1207
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2003),
h. 5.
Amrullah Ahmad dkk., Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional
(Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 53.
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, h. 440.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga
(Cet I; Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 411.
Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai (Cet. I; Malang: Kalimasahada Press, 1993), h.
130.
Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
Mahyuddin Ibrahim, Nasehat 25 Ulama Besar (Cet. I; Jakarta: Darul Ulum,
1987), h. 258. 28M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, h. 377.
29Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Ii Sufyana M. Bakri, Mencari Cahaya dari
Ilmu Ulama (Cet. I; Bandung: Sinar Baru, 1994), h. 246.

15
Miriam Budiarjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi,
2008), h. 106.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009
Sudarsono, Kamus Hukum, Edisi Baru (Cet. II; Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999),
h. 169.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Edisi
Kedua (Cet. I; Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1997), h. 9.
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-hukum Fikih Islam (Cet. V; Jakarta: Bulan
Bintang, 1978), h. 19.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan .
Wojowasito dan W.J.S.Poerwadareminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia dan
Indonesia-Inggris (Jakarta : Hasta, 1982), h. 88.
Wojowasito, Kamus Umum Belanda – Indonesia (Jakarta : Ichtiar Baru van
Hoeve, 1981), h. 123 10 Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 584
Yusuf Qardhawi, Ikut Ulama yang Mana; Etika Berfatwa dan Mufti-mufti Masa
Kini (Kairo: t. tp. 1406 H./1988 M.), h. 22.
Yusuf Qardhawi, Ikut Ulama yang Mana; Etika Berfatwa dan Mufti-mufti Masa
Kini, h. 28. 3 Abdurrahman, op.cit. h. 14

16

Anda mungkin juga menyukai