Anda di halaman 1dari 17

POKOK-POKOK HUKUM ISLAM

Mata Kuliah : Ushul Fiqh & Qawaidhul Fiqh Ekonomi

Dosen Pengampu : Umi Cholifah, S.H.I., M.H.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

1. Naila Lutfa Karima (220810102020)


2. Resti Widyarani (220810102012)
3. Erica Cahyani (220810102035)
4. Misella Wendari (220810102029)
5. M.nasir kangzul u.m. (220810103031)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JEMBER
2023-2024

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat
beserta hidayahnya nya kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
tugas kelompok Mata Kuliah Ushul Fiqh & Qawaidhul Fiqh Ekonomi, Dosen Pengampu Bu Umi
Cholifah, S.H.I., M.H.dengan judul: “Pokok-Pokok Hukum Islam”.Kami menyadari bahwa
dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak usaha anggota kelompok kami
dengan tulus memberikan saran dan kritik atas materi yang akan dibahas,sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Tetapi kelompok kami sudah
berusaha agar makalah ini terselesaikan dengan baik. Maka dari itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran dan masukan serta kritik dari berbagai pihak. Akhirnya, kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan perkembangan dunia pendidikan.

Penulis,
Jember, 27 Agustus 2023

ii
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………...iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………....1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………...…1
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………..…3

2.1 Definisi Hukum Islam, Syariah, Fiqh dan Ushul Fiqh………………………………………...3

2.2 Ruang Lingkup Hukum Islam, Syariah, Fiqh dan Ushul Fiqh………………………………...4

2.3 Subjek dan Objek Hukum Islam……………………………………………………………....7

2.4 Prinsip serta Tujuan Hukum Islam……………………………………………………….……8

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………....13


3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………………..…..13
3.2 Saran……………………………………………………………………………………………….…..13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………….....14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber hukum Islam merupakan hal yang paling mendasar dalam proses penetapan
sebuah hukum. Dalam Islam dikenal sumber hukum utama adalah Al-Quran dan sunnah,
namun di sisi lain dari kalangan mu’tazilah memandang sumber utama hukum Islam
bukanlah Al-Quran dan sunnah melainkan akal yang lebih utama. Perbedaan pandangan
tersebut menjadi menarik untuk dibahas dalam bidang ushul fiqh perbandingan. Penulisan ini
melakukan metode yuridis normatif, dengan jenis dan sumber data sekunder, dikumpulkan
dengan metode dokumenter dan dianalisis dengan kualitatif deskriptif, sehingga bisa
ditemukan perbedaan dan persamaan antaranya dua madzhab yang berbeda terkait sumber
hukum Islam yang digunakan dalam menetapkan sebuah produk hukum.
Kata-kata “Sumber Hukum Islam” merupakan terjemahan dari lafazh Masâdir alAhkâm.
Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab hukum Islam yang ditulis oleh ulama-
ulama fikih dan ushul fikih klasik.Untuk menjelaskan arti sumber hukum Islam, mereka
menggunakan al-adillah al-Syariyyah. Penggunaan mashâdir al-Ahkâm oleh ulama pada
masa sekarang ini, tentu yang dimaksudkan adalah se-arti dengan istilah al-Adillah al-
Syar’iyyah.Dan yang dimaksud Masâdir al-Ahkâm adalah dalil-dalil hukum syara’ yang
diambil (diistimbathkan) daripadanya untuk menemukan hukum.Sumber hukum dalam
Islam, ada yang disepakati (muttafaq) para ulama dan ada yang masih dipersilisihkan
(mukhtalaf).Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah Al Qur’an,
Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Para jumhur Ulama juga sepakat dengan urutan dalil-dalil tersebut
di atas (Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas), namun dari kalangan Mu’tazilah menempatkan
akal dalam urutan pertama sebelum Al-Qur’an, sunnah, ijma dan qiyas. Maka penulis akan
membahas dalam makalah ini mengenai pengertian, klasifikasi dan kehujahan sumber utama
hukum Islam tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, penyusun merumuskan rumusan masalah, diantaranya :

1
1.1.1 Bagaimana Perbedaan Definisi dari Hukum Islam, Syariah, Fiqh dan Ushul Fiqh?
1.1.2 Bagaimana Ruang Lingkup Hukum Islam, Syariah, Fiqh dan Ushul Fiqh?
1.1.3 Bagaimana Subjek dan Objek Hukum Islam?
1.1.4 Bagaimana Prinsip serta Tujuan Hukum Islam?

1.3 Tujuan
Berdasarkan Rumusan Masalah diatas, dapat diambil beberapa tujuan, antara lain :

1.1.1 Mengetahui definisi dari pokok hukum islam


1.1.2 Mengetahui bagaimana ruang lingkup dari hukum islam
1.1.3 Mengetahui apa subjek dan objek hukum islam
1.1.4 Mengetahui bagaimana prinsip dan tujuan hukum islam

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hukum Islam Syariah Fiqh dan Ushul Fiqh
Hukum Islam merupakan rangkaian dari kata “hukum” dan kata “Islam”.Kedua itu secara
terpisah, merupakan kata yang digunakan dalam bahasa Arab dan terdapat dalam Al-Qur’an,
juga berlaku dalam bahasa Indonesia.“ hukum Islam” sebagai suatu rangkaian kata telah menjadi
bahasa Indonesia yang hidup dan terpakai. Dalam bahasa Indonesia kata ‘hukum’ menurut Amir
Syarifuddin adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok
masyarakat, disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan
mengikat untuk seluruh anggotanya. Bila kata ‘hukum’ menurut definisi di atas dihubungkan
kepada ‘Islam’ atau ‘syara’, maka ‘hukum Islam’ akan berarti: “seperangkat peraturan
berdasarkan wahyu Allah dan sunah Rasul tetang tingkah laku manusia mukalaf yang diakui dan
diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam. (Amir Syarifuddin, 2011)

Sedangkan hukum dalam pengertian hukum syara’ menurut istilah ulama ushul adalah
khitob (doktrin) syar’i yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik berupa tuntutan,
pilihan atau ketetapan. Para ahli ushul memberi istilah pada hukum yang berhubungan dengan
perbuatan mukallaf dalam bentuk tuntutan atau pilihan dengan hukum taklifi, dan hukum yang
berhubungan dengan perbuatan mukalaf dalam bentuk tuntutan atau pilihan dengan hukum
taklifi, dan hukum yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf dalam bentuk ketetapan dengan
hukum wadh’i. Adapun hukum syara’ menurut istilah ahli fiqh adalah pengaruh yang
ditimbulkan oleh doktrin syar’i dalam perbuatan (mukallaf), seperti kewajiban, keharaman dan
kebolehan. (Abdul Wahab Khalaf, 2003)

Syariah adalah kata Syari’ah berasal dari kata syara’a. Yang dimaksud dengan syariat
atau ditulis dengan syari’ah, secara harfiah adalah jalan ke sumber (mata) air yakni jalan lurus
yang harus diikuti oleh setiap muslim,syariat merupakan jalan hidup muslim, ketetapan-
ketetapan Allah dan ketentuan Rasul Nya, baik berupa larangan maupun berupa suruhan,
meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.(Ali, Mohammad Daud, 2011).

Dilihat dari segi ilmu hukum, syari’at merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan
Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam bedasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik
dlam hubungannya denganAllah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat.
3
Norma hukum dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi Muhammad saw.
sebagai Rasul-Nya. Karena itu, syari’at terdapat di dalam al-Qur’an dan di dalam kitab-kitab
Hadis

Fikih adalah di alam bahasa Arab, perkataan fiqh yang ditulis fiqih atau kadang-kadang
fekih setelah diindonesiakan, artinya paham atau pengertian. Ilmu fikih adalah ilmu yang
berusaha memahami hukum-hukum yang terdapat di dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi
Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya
yang berkewajiban melaksanakan hukum Islam. Hasil pemahaman tentang hukum Islam itu
disusun secara sistematis dalam kitab-kitab fiqih dan disbut hukum fiqih. Al-Ghazali
berpendapat bahwa secara literal, fikih (fiqh) bermakna al‘ilm wa al-fahm (ilmu dan
pemahaman). Sedangkan menurut Taqiyyuddin al-Nabhani, secara literal, fikih bermakna
pemahaman (al-fahm). Sementara itu, secara istilah, para ulama mendefinisikan fikih sebagai
berikut: Fikih adalah pengetahuan tentang hukum syariat yang bersifat praktis (‘amaliyyah) yang
digali dari dalil-dalil yang bersifat rinci (tafshîlî). Fikih adalah pengetahuan yang dihasilkan dari
sejumlah hukum syariat yang bersifat cabang yang digunakan sebagai landasan untuk masalah
amal perbuatan dan bukan digunakan landasan dalam masalah akidah.

Ushul fikih adalah Menurut aslinya kata "Ushul Fikih" adalah kata yang berasal dari
bahasa Arab "Ushulul Fikih" yang berarti asal-usul Fiqh. Menurut Istilah yang digunakan oleh
para ahli Ushul Fikih ini, Ushul Fikih itu ialah, suatu ilmu yang membicarakan berbagai
ketentuan dan kaidah yang dapat digunakan dalam menggali dan merumuskan hukum syari'at
Islam dari sumbernya. Dengan kata lain ushul fiqih adalah Kumpulan kaidah-kaidah yang
menjelaskan kepada faqih (ahli hukum Islam) cara-cara mengeluarkan hukumhukum dari dalil-
dalil syara’.

2.2 Ruang Lingkup Hukum Islam


Ruang lingkup hukum islam diklasifikaikan ke dalam dua kelompok besar, yaitu hukum
yang berkaitan dengan ibadah dan hukum yang berkaitan dengan persoalan kemasyarakatan.

a. Hukum ibadah adalah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan


Tuhannya, yaitu iman, shalat, zakat, puasa, dan haji.

4
b. Hukum kemasyarakatan, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan
sesamnya yang memuat, muamalah, munakahat, dan ukubat.
• Muamalah mengatur tentang harta benda ( hak, obligasi, kontrak, seperti jual beli,
sewa-menyewa, pembelian, pinjaman, titipan, pengalihan hutang, syarikat dagang
dll)
• Munakahat, yaitu hukum yang mengatur tentang perkawinan dan perceraian serta
akibatnya seperti iddah, nasab, nafkah, waris dll. Hukum yang dimaksud bisa
disebut hukum keluarga dalam bahsa arab disebut Al-Ahwal Al-Syakhisyah.
Cakupan hukum dimaksud bisa disebut hukum perdata.
• Ukubat atau jinayat, yaitu hukum yang mengatur tentang pidana seperti mencuri,
berzina, mabuk, pembunuhan serta akibat-akibatnya.

2. Ruang lingkup syariah

• Ibadah, yaitu hubungan yang mengatur langsung manusia dengan Tuhannya.


• Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang lainnya
dalam hal jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa dan lain sebagainya.
• Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain
dalam hubungan berkeluarga.
• Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana(qishsash, diyat, kifarat,
pembunuhan, zina,dll)
• Siyasat, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan(politik),
diantaranya ukhuwah(persaudaraan), musyawarah(persamaan), taawun (tolong
menolong).
• Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi diantaranya, syukur, sabar, rendah
hati, pemaaf, istiqomah(konsekwen) dll.
• Peraturan peraturan lainnya seperti makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar,
pemeberatas kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, dakwah,dll. (Herdi Suandi, 2018)

3. Ruang lingkup Fiqh

Ruang lingkup fiqh lebih sempit daripada ruang lingkup syariah karena merupakan
bagian dari syariah, yaitu membahas maslah hukum saja. Syariah bersumber dari wahyu

5
sehingga aturannya bersifat mutlak sedangkan fiqh adalah produk akal hasil penafsiran terhadap
wahyu sehingga bersifat relative. Dari aspek subtansi, syariah berisi ajaran pokok atau
fundamental dalam islam yang kebanyakan bersifat global. Ketentuan global syariah kemudian
dirinci melalui ijtihad para ulama sehingga bersifat praktis implementatif. Rincian para ulama ini
yang disebut dengan fiqh, yang menjadi acuan umat islam dalam praktek keagamaannya.
Berdasarkan subtansinya maka ketepatan syariah hanya satu dan merupakan kesatuan. Hal ini
disebakan sumber syariah hanya satu, yaitu wahyu Allah SWT. Namun tidak demikian dengan
fiqh yang bersal dari ijtihad ulama, sehingga kemungkinan hasilnya berbeda antara satu ulama
dengan ulama yang lain. Oleh karena itu, ketetapan fiqh beragam artinya lebih dari satu pendapat
dalam satu persoalan hukum. (Nurhayati, 2018)

4. Ruang lingkup ushul fiqh

a. Bentuk-bentuk dan macam-macam hukum, seperti hukum taklifi (wajib, sunnat,


mubah, makruh, haram) dan hukum wadl'i (sabab, syarat, mani', 'illat, shah, batal,
azimah dan rukhshah).
b. Masalah perbuatan seseorang yang akan dikenal hukum (mahkum fihi) seperti
sengaja apakah perbuatan itu atau kemampuannya tidak, atau dalam tidak,
menyangkut hubungan dengan manusia atau Tuhan, apa dengan kemauan sendiri atau
dipaksa, dan sebagainya.
c. Pelaku suatu perbuatan yang akan dikenai hukum (mahkum 'alaihi) apakah pelaku itu
mukallaf atau tidak, apa sudah cukup syarat taklif padanya atau tidak, apakah orang
itu ahliyah atau bukan, dan sebagainya.
d. Keadaan atau sesuatu yang menghalangi berlakunya hukum ini meliputi keadaan
yang disebabkan oleh usaha manusia, keadaan yang sudah terjadi tanpa usaha
manusia yang pertama disebut awarid muktasabah, yang kedua disebut awarid
samawiyah.
e. Masalah istinbath dan istidlal meliputi makna zhahir nash, takwil dalalah lafazh,
mantuq dan mafhum yang beraneka ragam, 'am dan khas, muthlaq dan muqayyad,
nasikh mansukh dan sebagainya.

6
f. Masalah ra'yu, ijtihad, ittiba' dan taqlid; meliputi kedudukan rakyu dan batas-batas
penggunannya, fungsi dan kedudukan ijtihad, syarat-syarat mujtahid, bahaya taqlid
dan sebagainya.
g. Masalah adillah syar'iyah, yang meliputi pembahasan Al-Qur'an, As-Sunnah, ijma',
qiyas, istihsan, istishlah, istishhab, mazhabus shahabi, al-'urf, syar'u man qablana,
bara'atul ashliyah, sadduz zari'ah, maqashidus syari'ah/ususus syari'ah.
h. Masa'ah rakyu dan qiyas; meliputi. ashal, far u, al-washful munasib, as-sabru wat
taqsim, tanqihul manath, ad-dauran, as-syabhu, ilghaul fariq; dan selanjutnya
dibicarakan masalah ta'arudl wat tarjih dengan berbagai bentuk dan penyelesaiannya.
(Nurhayati ,M.A, & Sinaga, 2018)

2.3 Subjek Dan Objek Hukum Islam

Subjek hukum dalam hukum Islam berbeda dengan subjek hukum dalam hukum positif di
Indonesia.Dalam hukum positif Indonesia yang dimaksud dengan subjek hukum adalah segala
sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki hak dan
kewajiban).Dalam kamus Ilmu Hukum subjek hukum disebut juga dengan “Orang atau
pendukung hak dan kewajiban”. Dalam artian subjek hukum memiliki kewenangan untuk
bertindak menurut tata cara yang ditentukan dan dibenarkan hukum. Sehingga di dalam ilmu
hukum yang dikenal sebagai subjek hukum adalah manusia dan badan hukum.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkûmfîh adalah
perbuatan mukallaf yang berkaitan atau dibebani dengan hukum syar’i. Dalam definisi yang lain
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan objek hukum atau mahkûmfîh ialah sesuatu yang
dikehendaki oleh pembuat hukum (syâri’) untuk dilakukan atau ditinggalkan oleh manusia, atau
dibiarkan oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau tidak. Menurut ulama ahli ilmu ushûl fiqh,
yang dimaksud dengan mahkûmfîh adalah objek hukum, yaitu perbuatan seorang mukallaf yang
terkait dengan perintah syari’ (Allah danRasul-Nya), baik yang bersifat tuntutan mengerjakan
(wajib); tuntutan meninggalkan (haram); tuntutan memilih suatu pekerjaan (mubah); anjuran
melakukan (sunah); dan anjuran meninggalkan (makruh).Para ulama sepakat bahwa seluruh
perintah syâri’ itu ada objeknya, yaitu perbuatan mukallaf.Terhadap perbuatan mukallaf tersebut
ditetapkan suatu hukum.

7
Dalam bahasa lain, mahkûmfîh adalah objek hukum yaitu perbuatan orang mukallaf yang
terkait dengan titah syar’i yang bersifat mengerjakan, meninggalkan, maupun memilih antara
keduanya. Seperti perintah salat, larangan minum khamr, dan semacamnya.Seluruh titah syar’I
ada objeknya.Objek itu adalah perbuatan orang mukallaf yang kemudian ditetapkan suatu hukum
darinya.Dalam istilah ulama ushul fiqh, yang disebu t mahkûmfîh atau objek hukum, yaitu
sesuatu yang berlaku padanya hukum syara’.Objek hukum adalah perbuatan itu sendiri dan
hukum itu berlaku pada perbuatan dan bukan pada zatnya. Hukum syara’ yang dimaksud, terdiri
atas dua macam yakni hukum taklîfiy dan hukum wadh’iy. Hukum taklîfi yang menyangkut
tuntutan terhadap perbuatan mukallaf, sedangkan hukum wadh’iy terkait dengan hubungan satu
aspek hukum dengan aspek hukum yang lain.

2.4 Prinsip Dan Tujuan Hukum Islam

Prinsip Hukum Islam


Prinsip menurut pengertian bahasa ialah permulaan; tempat pemberangkatan; titik tolak,
atau al-mabda’.Prinsip hukum Islam, mengutip Juhaya. S. Praja dalam Filsafat Hukum Islam
adalah kebenaran universal yang inheren di dalam hukum Islam dan menjadi titik tolak
pembinaannya. Prinsip membentuk hukum Islam dan setiap cabang-cabangnya.

1. Prinsip Tauhid

Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada di bawah suatu ketetapan yang sama, yaitu,
ketetapan tauhid yang ditetapkan dalam kalimat lâilâhaillaAllâh (Tiada Tuhan selain Allah). Al-
Quran memberikan ketentuan dengan jelas mengenai prinsip persamaan tauhid antar semua
umat-Nya.Berdasarkan prinsip tauhid ini, pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah.Ibadah
dalam arti penghambaan manusia dan penyerahan diri kepada Allah sebagai manifestasi
pengakuan atas kemahaesaan-Nya dan menifestasi syukur kepada-Nya.Prinsip tauhid
memberikan konsekuensi logis bahwa manusia tidak boleh saling menuhankan sesama manusia
atau sesama makhluk lainnya.

2. Prinsip Keadilan (Al-‘Adl)

Islam mengajarkan agar dalam hidup bermasyarakat ditegakkan keadilan dan ihsan.Keadilan
yang harus ditegakkan mencakup keadilan terhadap diri sendiri, pribadi, keadilan hukum,
keadilan sosial, dan keadilan dunia.Keadilan hukum wajib ditegakkan, hukum diterapkan kepada

8
semua orang atas dasar kesamaan; tidak dibedakan antara orang kaya dan orang miskin, antara
kulit berwarna dan kulit putih, antara penguasa dan rakyat, antara status sosial tinggi dan rendah,
antara ningrat dan jelata. Semua diperlakukan sama di hadapan hukum.

3. Prinsip Amar Makruf Nahi Munkar

secara singkat yang dimaksud amar ma’ruf nahi munkar adalah, menegakkan yang benar dan
melarang yang salah, dan dapat disimpulkan, bahwa kita sebagai umat islam untuk mengakkan
prinsip ini, bukan hanya untuk diri kita sendiri saja, tetapi untuk orang-orang disekitar kita, agar
mereka tidak terjerumus kedalam lembah kemaksiatan

4. Prinsip Kemerdekaan atau kebebasan.

Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/ hukum Islam disiarkan tidak
berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demonstrasi, argumentasi.Kebebasan yang
menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dalam arti luas yang mencakup berbagai aspek,
baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal.

5. Prinsip Persamaan atau Egalite.

Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (alShahifah), yakni
prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia.Prinsip
persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam
dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi
sosial seperti komunis.

6. Prinsip Keenam: Tolong-Menolong (at-Ta’âwun)

Ta’âwun yang berasal dari akar kata ta’âwana-yata’âwanu atau biasa diterjemah dengan sikap
saling tolong-menolong ini merupakan salah satu prinsip di dalam Hukum Islam. Bantu
membantu ini diarahkan sesuai dengan prinsip tauhid, terutama dalam upaya meningkatkan
kebaikan dan ketakwaan kepada Allah.

7. Prinsip Toleransi.

Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya
hak-hak Islam dan umatnya, tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan

9
agama Islam. Wahbah Al-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan
ketentuan al-Qur’an dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang
tidak mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syariat ketentuan hukum Islam.

Tujuan Hukum Islam

Tujuan hukum islam secara global atau bisa dikategorikan tujuan umumnya adalah untuk
kemaslahatan manusia seluruhnya baik kemaslahatan di dunia fana ini, maupunkemashlahatan di
hari yang baqa (kekal) kelak. Seperti yang telah disinggung dalam pembahasan diatas bahwa,
keberadaan hukum tidak dapat terlepas dengan tujuan dan harapan manusia sebagai pelaku atau
subjek hukum, dan harapan manusia sebagai pelaku hukum disini dapat kita kategorikan sebagai
tujuan khusus diantaranya :

e. Kemashlahatan hidup bagi diri dan orang lain


f. Tegaknya Keadilan
g. Persamaan hak dan kewajiban dalam hukum
h. Saling kontrol di dalam kehidupan bermasyarakat
i. Kebebasan berekspresi, berpendapat, bertindak dengan tidak melebihi batas-batas hukum
dan norma sosial.
j. Regenerasi sosial yang positif dan bertanggung jawab.

Asy Syatibi mengatakan bahwa tujuan syariat hukum Islam adalah mencapai kemashlahatan
hambanya, baik di dunia maupun diakhirat. Kemashlahatan tersebut didasarkan kepada 5 hal
mendasar, diantaranya: memelihara agama (hifzhad-din), memelihara jiwa (hifzhan-nafs),
memelihara akal (hifzhal-‘aql), memelihara keturunan (hifzhan-nashl), memelihara kekayaan
(hifzhal-mal).

sementara pengertian memelihara itu sendiri ada dua aspek dasar :

1. Hifzhad-din min janibal wujud, aspek yang menguatkan unsur-unsurnya dan


mengokohkanlandasanya.
Contohnya : mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat, puasa, dan haji.
2. Hifzhad-din min janibal-adam, aspek yang mengantisipasi agar kelima tersebut tidak
terganggu dan terjaga dengan baik.Contohnya : adanya hukum jinayah.

10
kembali kepada dasar dari tujuan syariat islam yang lima tadi, yakni Al maqaashidu Khamsah
yaitu :

1) Memelihara kemaslahatan Agama


Beragama merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi karena agamalah yang dapat
menyentuh hati nurani manusia.Agama juga harus terpelihara dari ancaman orang-orang
yang tidak bertanggung jawab yang hendak merusakkan akidah, ibadah, dan akhlaknya.
2) Memelihara jiwa
Islam melarang pembunuhan dan pelaku pembunuhan diancam dengan hukuman qiyas
(pembalasan yang seimbang), diharapkan agar orang-orang yang akan melakukan
pembunuhan berfikir seribu kali karena balasannya akan sama, yakni pembunuh juga
akan dibunuh.
3) Memelihara Akal
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna, diciptakan Allah dengan bentuk yang
paling sempurna diantara ciptaan Allah yang lainnya, begitupula dengan akal yang
anugerahkan Allah hanya kepada manusia, bahwa akal sangat penting peranannya dalam
hidup di dunia ini. Oleh karena itu Allah mensyariatkan peraturan untuk manusia guna
memelihara akal yang sangat penting itu, seperti Allah melarang meminum-minuman
keras, untuk apa ? untuk menjaga akal manusia.
4) Memelihara Keturunan
Islam mengatur pernikahan dan mengaharamkan zina, menetapkan siapa-siapa yang
boleh dan tidak boleh dinikahi, bagaimana cara perkawinan itu dilakukan dan syarat apa
yang harus dipenuhi, agar pernikahan itu sah, dan anak-anak yang lahir dari hubungan itu
dianggap sah pula menjadi keturunan dari ayahnya.
5) Memelihara Harta Benda dan Kehormatan
Sejatinya memang harta benda itu milik Allah, namun Islam juga mengakui hak pribadi
seseorang.Manusia terkadang tamak terhadap harta benda, mendapatkan harta benda itu
dengan jalan apapun, maka dari itu Allah mengatur mengenai muamalat seperti jual-beli,
sewa menyewa, gadai, melarang penipuan, riba dan sebagainya.

Lima tujuan syari’atdiatas difokuskan menjadi tiga peringkat kebutuhan berdasarkan


skala prioritas masing-masing, yaitu:

11
1. Kebutuhan Dharuriyah

Kebutuhan dharuriyah atau kebutuhan utama, yang menjadi skala prioritas yang paling essensial,
yakni kelima tujuan syariat itu sendiri memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal,
memelihara keturunan, dan memelihara harta.

2. Kebutuhan Hajjiyah

Kebutuhan hajjiyah ditujukan untuk menghilangkan kesulitan di dalam pelaksanaannya, karena


hukum Islam tidak menghendaki kesulitan yang tidak wajar.

3. Kebutuhan Tahsiniyah

Kebutuhan tahsiniyah ditujukan untuk mengendalikan kehidupan manusia agar selalu harmoni,
serasi dan penuh dengan nilai-nilai estetika sehingga terjaminlah manusia oleh perilaku atau
akhlaqnya yang terpuji.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sumber hukum dalam Islam sangat penting, karena ia merupakan sumber utama dalam
menentukan sebuah hukum yang melandasi kehidupan seorang muslim. Perbedaan cara pandang
tentang akal menjadikan perbedaan pendapat dikalangan jumhur fuqahadengan kelompok
mu’tazilah sehingga jelas menjadikannya berbeda dalam memandang tentang sebuah
permasalahan hukum karena berbeda dalam memandang sumber utama hukum Islam. Dari
permasalahan tersebut, menjadikan umat Islam harus memperlajari Al-Qur’an dan sunnah
sebagai sumber utama hukum Islam agar tidak hanya meyakini tentang sumber utama hukum
Islam namun juga memahaminya dengan baik.
3.2 Saran
Disarankan kepada masyarakat untuk lebih mempelajari lebih dalam mengenai mapa itu
hukum islamkarena hukum islam merupakan sumber utama dalam menentukan sebuah hukum
yang melandasi kehidupan seorang muslim.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. D. (2011). Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam din Indonesia. Jakarta:
PT.Rajagrafindo Persada.
DR. Rohidin, S. M. (2016). PENGANTAR HUKUM ISLAM. Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books.
Herdi Suandi. (2018). Hakikat Dan Ruang Lingkup Syariah.
Khalaf, A. W. (2003). Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta: Pustaka Amani.
Muhammad Kurniawan Budi Wibowo. (2021). Ruang Lingkup Hukum Islam. Mamba`ul ulum.
Nurhayati ,M.A, & Sinaga. (2018). Fiqh dan Ushul Fiqh. Kencana.
Nurhayati. (2018). Memahami konsep syariah, fiqih, hukum dan ushul fiqih. Jurnal Hukum Ekonomi
Syariah.
Nurhayati. (2018). MEMAHAMI KONSEP SYARIAH, FIKIH, HUKUM DAN USHUL FIKIH . Jurnal
Hukum Ekonomi Syariah .
Syarifuddin, A. (2011). Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.

14

Anda mungkin juga menyukai