Anda di halaman 1dari 11

BOOK REPORT

FILSAFAT
HUKUM KELUARGA ISLAM

Disusun oleh :
DINDIN SYARIEF NURWAHYUDIN
2387020001

PROGRAM DOKTOR HUKUM KELUARGA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
CIREBON
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Alloh SWT, yang telah memberikan kita hidup serta
kesempatan untuk memilih jalan hidup. Atas ridho-Nya pula penulis dapat
menyelesaikan tugas book report dari buku yang berjudul “Filsafat Hukum Keluarga
Islam” karya Masnun Tohir.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan di IAIN


Cirebon, serta para dosen yang bertugas

Dalam laporan ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan, untuk
itu saran serta masukan dari rekan-rekan pembaca sangat penulis nantikan.

Cirebon,

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Identitas Buku
Judul buku : Filsafat Hukum Keluarga Islam
Pengarang : Masnun Tohir
Murdan
Penerbit : SANABIL
Tahun : Cetakan Pertama, Desember 2019
Jenis : Non fiksi
Tebal : 279 halaman

B. Alasan Akademis Mengambil Judul Buku


Hukum keluarga islam menjadi ilmu pengetahuan yang sistemnya bisa berubah
setiap waktu, dan di setiap perubahan pasti ada perbaikan
(penambahan/pengurangan). Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan zaman
yang mempengaruhi keluarga islam.
Hingga saat ini penggunaan Filsafat Hukum keluarga islam digunakan sebagai
basic principle/ prinsip-prinsip dasar untuk meninjau kasus-kasus mengenai
keluarga yang ditinjau berdasarkan dasar islam. Dinamisme ilmu pengetahuan
mengenai hukum keluarga islam yang banyak diengaruhi oleh perkembangan
zaman maka penulis menggukan buku dengan judul “Filsafat Hukum Keluarga
Islam” karya Masnun Tohir dan Murdan sebagai salah satu sumber penelitian.

C. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan book report ini penulis menggunakan sistematika penulisan
berbentuk narasi.
BAB II

LAPORAN BUKU

Buku ini ditulis oleh Masnun Tohir dan Murdan Yang berjudul “Filsafat Hukum
Keluarga Islam.” Terbitnya buku ini dilatarbelakangi, Masyarakat Milenial Indonesia
hari ini kurang tertarik terhadap bacaan-bacaan yang cukup akademis seperti Ilmu
Filsafat dan lain sebagainya, namun mereka lebih tertarik membaca novel dan cerita
fiksi lainnya yang bisa dibaca sambil tersenyum, gereget, dan penuh halustinasi bagi
para remaja dan pemuda milenial. masyarakat Islam Indonesia hari ini untuk menjadi
ustadz tidak perlu menyantri di pondok pesantren untuk belajar ilmu agama, seperti
Ilmu Nahu, Sharaf, Fiqih, Ushul Fiqih, Kaidah Fiqhiyyah dan Ushuliyyah, Sejarah
Nabawiyah, Hadis, Tafsir, dan lain sebagainya. Tetapi, untuk menjadi ustadz cukup
menjadi takmir di masjid, menjadi imam Shalat dengan bacaan tartil meskipun tidak
bisa ilmu tajwid, apalagi ditambah dengan hafalan Al-Quran, meskipun tidak paham
maksud yang dihafal dan dibaca, terakhir yang paling menarik ialah langsung digemari
oleh para ustadzah dan akhwat. Tentu dengan tidak mengatakan bahwa fakta itu
bernilai negatif, realitas tersebut sangat bagus, hanya saja jika cara beragama
masyarakat milenial Indonesia hari ini seperti realitas di atas, hawatirnya para ilmuan
seperti Imam Hanafi,Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Hanbali,Imam Bukhari, Imam
Muslim, Sunan Ibnu Madjah, Sunan Al-Tirmidzi, Sunan Abu Daud, Sunan Al-Nasai,
Al-Ghazali, Ibnu Rusydi, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, dan di Nusantara (Indonesia)
misalnya seperti Sembilan Sunan, K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Hasyim Asy-Ari, Hasbi
Ash-Shiddiqi, Harun Nasution, Mu’thi Ali, Nurkholis Madjid, dan lain sebagainya akan
musanah dalam benak generasi milenial Islam Indonesia.

Buku yang berjudul “Filsafat Hukum Keluarga Islam” ini, dibagi menjadi beberapa bab.
Pada Bab Satu Pendahuluan, Bab Dua Hirarki Keabsahan Norma Dan Metode Ijtihad
Hukum Islam, Bab Tiga Otoritas, ProGresifitas, Dan Kesinambungan Dalam
Pembaharuan Hukum Islam, Bab Empat Hukum Keluarga Islam Indonesia, Bab Lima
Eksistensi Hukum Keluarga Dalam Kehidupan Bermasyarakat

BAB I Pendahuluan
Pada bab I ini, berisi tentang Pendahuluan Islam Dan Filsafat, Ontologi, Epistemologi,
Dan Aksiologi Dalam Filsafat Hukum Islam. Secara terminologi Yunani dan Arab,
Filsafat dalam terma Yunani berasal dari kata Philosophia, kemudian dipecah menjadi
Philos dan sophos, dan dalam terma Arab berasal dari kata Falsafah atau
Falasifah.Oleh Abdul Fattah, Philos diartikan sebagia teman, kawan, sahabat dan lain-
lain, dan sophia diratikan sebagai kebijaksanaan. Kata Philos juga bisa dikembalikan
pada kata philein yang artinya mencintai, sedangkan kata sophos juga berarti
bijaksana. Epistemologi merupakan cabang dari ilmu filsafat yang khusus
membicarakan atau mendiskusikan secara intraktif tentang cara mendapatkan suatu
ilmu pengetahuan. Oleh Stephen didefinisikan sebagai unsur terpenting dalam filsafat
yang mempertanyakann tentang asal-usul atau hakekat dari suatu pengetahuan, dan
yang menjadi pertanyaan pentingnya adalah bagaimana seseorang yang berfikir
tentang ilmu pengatahuan sampai kepada suatu ilmu pengetahuan baru yang
sebelumnya tidak diketahuinya. Pegangan kuat dari epistemologi burhani bahwa ilmu
pengetahuan itu bersumber atau berpangkal pada rasio dan akal manusia. Melalui
rasioanalitas atau akal yang dimiliki oleh manusia inilah akan digunakan untuk
menganalisis fakta-fakta sosial, fakta alam semesta, fakta lingkungan sekitar, fakta
tentang bawaan natural manusia itu sendiri dan lain sebagianya yang bersifat empiris
dan dapat dicerna oleh inderawi manusia.

BAB II Hirarki Keabsahan Norma Dan Metode Ijtihad Hukum Islam

Pada Bab Dua Hirarki Keabsahan Norma Dan Metode Ijtihad Hukum Islam meliputi:
Al-Quran, Sunnah, Ijmak, Qiyas, Istihsan Dan Saddu Aldzari’ah, Maslahah Mursalah
Dan Maqasyid Syari’ah, Istishhabdan Syar’u Man Qablana, dan Urf. Hirarki norma
dikenal luas dalam tradisi berhukumnya masyarakat Negara modern, yang dikenal
dengan tradisi berhukumnya yang sangat legalistik dan sangat litigatif (litigation). Bagi
negara yang litigasinya sangat tinggi yang menggunakan sistem hukumcommon law
syistem, hakim memiliki otoritas untuk membuat hukum. sedangkan dalam negara-
negara yang menganut sistem hukum yang bercorak hukum masyarakat civil (civil
law/Eropa continentalsystem,28 hakim hanya berfungsi sebagia corong dari undang-
undang.Pada dasarnya, kedua sistem hukum masyarakat modern sama- sama
menitik beratkan kepada legalitas suatu hukum yang diberlakukan oleh penguasa
atau orang yang berwenang di suatu Negara, sehingga, dikenal juga dengan istilah
masyarakat yang positifistik, atau dalam hukum sering disebut sebagai positifisme
hukum (legal positivism). Doktrin yang khas dari teori positifisme29 hukum ini adalah
mengenai keadilan yang sangat normative, baginya keadilan adalah apa-apa yang
tertulis dalam buku undang-undang yang sudah disahkan oleh penguasa (law in
books), atau keadilan adalah apa-apa yang diputuskan oleh hakim dan segenap
kekuasaan yang melekat padanya (law in action).

BAB III Otoritas, ProGresifitas, Dan Kesinambungan Dalam Pembaharuan


Hukum Islam

Bab ini berisikan tentang Otoritas, ProGresifitas, Dan Kesinambungan Dalam


Pembaharuan Hukum Islam meliputi : Penggagas Dan Pembaharu Dalam
Pembaharuan Hukum Modern, Thomas Aquinas: Hukum, Tuhan, Dan Manusia,
Friedrich Carl Von Savigny: Hukum, Dan Jiwa Bangsa (Volksgeist). Jeremiy Bentham:
Hukum, Dan Kebahagiaan, John Rawls: Hukum, Dan Keadilan. Dampak positif dari
ajaran tentang Allah tidak tampak ini adalah melindungi manusia agar tetap berada
dalam ajaran monoteisme beragama. Karena, jika Allah menampakkan dirinya, maka
pasti akan ditandingi kekuasaannya oleh manusia, sehingga, Allah tidak kuasa lagi
bagi umat manusia. Jangankan Allah akan menampakkan dirinya, sesuatu yang tidak
pernah dilihat oleh umat manusia pun bisa dibuat dalam bentuk benda mati.
Kehebatan umat manusia ini juga bagian dari kekuasaan Allah yang telah
menciptakan umat manusia sebagai ciptaan terbaik (‫)ال ت قوي م اح سن‬. Allah tidak cukup
dengan tidak menampakkan dirinya, untuk tidak dapat bisa ditandingi oleh umat
manusia, Allahpun tidak memberikan ilmu pengetahuan tentang ruh kepada manusia,
melainkan manusia hanya diberi pengetahuan sangat terbatas tentang itu.

BAB IV Hukum Keluarga Islam Indonesia

Setelah pembaharuan islam, dalam bab IV ini penulis melanjutkan pembahasannya


tentang Hukum Keluarga Islam Indonesia meliputi: Uin, Tranformasi, Dan Wadah
Keilmuan Integratif, Konsep Hukum Keluarga Di Indonesia, Filsafat Hukum Keluarga
Islam Dalam Kajian Filsafat Hukum, Studi Hukum Kritis Dalam Kajian Hukum
Keluarga, Ruang Lingkup Pembahasan Hukum Keluarga Islam Indonesia, Eksistensi
Hukum Keluarga Islam Di Nusantara, Posisi Hukum Keluarga Islam Indonesia Dalam
Kerangka Hukum Nasional Indonesia, Beberapa Produk Hukum Perdata (Keluarga)
Filsafat Hukum Islam, Yang Pernah Diberlakukan Di Indonesia. Di awal tahun 2000an
beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia yang di bawah naungan Kementerian
Agama Republik Indonesia berhasil melakukan transformasi kelembagaan, yakni dari
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Pada
tahun 2002 Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berhasil
melakukan tranformasi menjadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dua tahun kemudian, pada tahun 2004 Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta berhasil melakukan transformasi kelembagaan menjadi Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Semakin hari tren tranformasi Perguruan Tinggi
Agama Islam yang di bawah naungan Kementerian Agama menjadi Universitas Islam
Negeri terus terjadi di beberapa daerah, seperti Makasar dengan Universitas Islam
Negeri Alaudinnya, Aceh dengan Universitas Islam Negeri Arranirynya, Mataram
Lombok

BAB V Eksistensi Hukum Keluarga Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Bab ini mengupas tentang Eksistensi Hukum Keluarga Dalam Kehidupan


Bermasyarakat meliputi: Keluarga, MasyarAkat, Dan Hukum, Hukum Keluarga,
Perubahan Hukum, Dan Perubahan Masyarakat, Hukum Keluarga Dalam
Sistem Negara Hukum Indonesia. ealitas tentang keluarga, masyarakat, dan hukum
dalam pradaban manusia dan pradaban hukumnya, sejatinya selalu eksis sepanjang
kehidupan berkelompok dan bermasyarakat, atau akan selalu muncul ketika manusia
tidak hidup seorang diri, meskipun dengan dua orang, lebih-lebih tiga orang, dan
seterusnya. Setiap kelompok manusia pasti memiliki kesepakatan bersama tentang
norma yang akan dijadikan patokan atau acuan bersama dalam mempertahankan
eksistensi kelompoknya. Tanpa adanya acuan atau patokan bersama, mustahil
sebuah kelompok akan dapat eksis atau bertahan lama (survive). Menurut Malinowski,
manusia sejak kelahirannya atau awal memasuki sebuah kelompok pasti akan terikat
secara langsung dengan standar norma yang dimiliki oleh kelompok tertentu. Dari
kehidupan berkelompok inilah yang memicu munculnya konsep tentang kekuasaan
dan wewenang (authority), fungsi-fungsi defisi organisasi (division of functions), dan
pembagian tugas dan hak-hak istimewa (distribution of privileges and duties).178
Kehidupan berkelompok merupakan kebutuhan manusia, baik masyarakat tradisional,
lebih-lebih masyarakat modern. Masyarakat modern tidak saja berkelompok dalam
kehidupan nyata, namun kehidupan berkelompok juga merambah ke berbagai dunia
maya, kelompok Whats- Upp, Facebook, Line, Telegram dan lain sebagainya.
BAB VI Isu Dan Problematika Hukum Keluarga Islam Di Indonesia

Pada bab ini membahas Isu Dan Problematika Hukum Keluarga Islam Di Indonesia
meliputi: Pernikahan Dini, Otoritas Tokoh Agama, Dan Administrasi Negara, Poligami,
Agama, Negara, Dan Kepekaan Sosial. Mengkaji hukum Islam bidang keluarga di
Indonesia maupun negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam
memiliki daya tarik tersendiri, sebab, dalam hukum keluarga itulah yang paling
mendapatkan prioritas dan terdapat jiwa wahyu Ilahi dan sunnah Rasulillah,
sedangkan pada hukum (mu’amalah) lain, pada umumnya jiwa tersebut mengalami
kelunturan yang signifikan antara lain akibat penjajahan Barat selama berabad-abad
lamanya. Stagnasi perkembangan hukum Islam sebelum dan pada masa penjajahan
Barat itu mengakibatkan hukum Islam sebagai sistem hukum yang mempunyai corak
tersendiri telah diganti atau setidaknya dipinggirkan oleh hukum Barat (Kristen)
dengan berbagai cara, seperti: teori resepsi, pilihan (opsi) hukum, penundukan
dengan suka rela, pernyataan berlaku hukum Barat mengenai bidang-bidang tertentu,
sampai dengan pemberlakuan hukum pidana Barat kepada umat Islam, kendatipun
bertentangan dengan asas dan kaidah hukum Islam serta kesadaran hukum
masyarakat muslim. Hal ini mennyebabkan hukum Islam sebagai suatu sistem hukum
di dunia ini menjadi banyak yang hilang dari peredaran, kecuali hukum keluarga.

BAB III

KOMENTAR

Keunggulan buku berjudul “Filsafat Hukum Keluarga Islam” yang ditulis Masnun
Tohir, ini, terletak pada isi atau substansi buku itu sendiri. Wacana yang dibahas dari
bab ke bab sangat detail dalam hal Filsafat Hukum Keluarga Islam dan cara
penyusunannya. Serta banyaknya contoh yang digunakan dalam buku ini, semakin
pula memperjelas pembahasan mengenai Filsafat Hukum Keluarga Islam. Tidak
hanya itu buku ini juga ditulis dengan mengacu kepada banyak referensi terkini dari
kurikulum. Ini bisa dilihat dibagian daftar pustaka disana penulis banyak sekali
mencantumkan referensi.
Kelemahan buku ini, hampir tidak ada sama sekali, sebab dalam buku ”Filsafat Hukum
Keluarga Islam” dilengkapi berbagai teori dari berbagai kalangan dan sekaligus
memaparkan secara jelas tentang Filsafat Hukum Keluarga Islam.

Masnun Tohir Menulis “Filsafat Hukum Keluarga Islam” ini, untuk dijadikan buku
pegangan atau sebagai referensi di kalangan mahasiswa dan dosen. Buku ini pula
memberikan nuansa baru bagi pembaca ketika memahami isi dari buku tersebut.
Sangat disayangkan apabila sampai buku ini dilewatkan atau tidak dibaca.
PEMBAHASAN NOMOR 2
UTS FILSAFAT HUKUM KELUARGA ISLAM
Tinjauan Filsafati: Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang komprehensif yang berusaha memahami


persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia.
Dengan demikian filsafat dibutuhkan manusia dalam upaya menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang timbul dalam berbagai lapangan kehidupan manusia, termasuk masalah
kehidupan dalam bidang pendidikan. Jawaban hasil pemikiran filsafat bersifat sistematis,
integral, menyeluruh dan mendasar. Filsafat dalam mencari jawaban dilakukan dengan cara
ilmiah, objektif, memberikan pertanggungjawaban dengan berdasarkan pada akal budi
manusia, demikian halnya untuk menjawab persoalan-persoalan manusia dalam bidang
pendidikan, (Jalaludin, 2007: 125).
Pada prinsipnya filsafat menempatkan sesuatu berdasarkan kemampuan daya nalar
manusia. Kebenaran dalam konteks filsafat adalah kebenaran yang tergantung sepenuhnya
pada kemampuan daya nalar manusia. Kemampuan berpikir atau bernalar merupakan satu
bentuk kegiatan akal manusia melalui pengetahuan yang diterima melalui panca indera,
diolah dan ditujukan untuk mencapai suatu kebenaran.
Ada beberapa teori kebenaran menurut pandangan filsafat dalam bidang ontologi,
epistemologi dan aksiologi (Jalaludin, 2007: 126). Ontologi seringkali diidentifikasikan
dengan metafisika, yang juga disebut dengan proto-filsafat atau filsafat yang pertama.
Persoalan tentang ontologi menjadi pembahasan yang utama dalam bidang filsafat, yang
membahas tentang realitas. Realitas adalah kenyataan yang selanjutnya menjurus pada
sesuatu kebenaran. Realitas dalam ontologi ini melahirkan pertanyaan-pertanyaan: apakah
sesungguhnya hakikat realitas yang ada ini?; apakah realitas yang tampak ini sesuatu realita
materi saja? Adakah sesuatu di balik realita itu? Apakah realitas ini terdiri dari satu bentuk
unsur (monisme), dua unsur (dualisme) atau pluralisme? Dalam pendidikan, kegiatan
membimbing anak untuk memahami realita dunia dan membina kesadaran tentang
kebenaran yang berpangkal atas realita merupakan stimulus menyelami kebenaran tahap
pertama. Dengan demikian potensi berpikir kritis anak-anak untuk mengerti kebenaran
telah dibina sejak awal oleh guru di sekolah atau pun oleh orangtua.di keluarga.
Epistemologi adalah nama lain dari logika material atau logika mayor yang
membahas dari isi pikiran manusia, yaitu pengetahuan. Epistemologi merupakan studi
tentang pengetahuan, bagaimana mengetahui benda-benda. Pengetahuan ini berusaha
menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: cara manusia memperoleh dan menangkap
pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Menurut epistemologi, setiap pengetahuan
manusia merupakan hasil dari pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya
diketahui manusia. Dengan demikian epistemologi ini membahas sumber, proses, syarat,
batas fasilitas, dan hakekat pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan jaminan bagi
guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya.
Aksiologi adalah bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Nilai dan implikasi
aksiologi di dalam pendidikan ialah pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua
nilai (nilai tindakan moral, nilai ekspresi keindahan dan nilai kehidupan sosio-politik) di
dalam kehidupan manusia dan membinanya ke dalam kepribadian anak. Pertanyaan yang
berkaitan dengan aksiologi adalah apakah yang baik atau bagus? (Muhammad Noor Syam,
1986 dalam Jalaludin, 2007: 84).
Dari ketiga teori kebenaran menurut pandangan filsafat yang telah diuraian di atas
selanjutnya sebagai dasar untuk menganalisis persoalan manajemen pendidikan berbasis
teori belajar sibernetik.

Anda mungkin juga menyukai