Anda di halaman 1dari 164

POKOK-POKOK HUKUM ISLAM

I
PENGERTIAN HUKUM ISLAM
Kata hukum Islam dan Islam merupakan kata majernuk yang
terdiri dari kata-kata Hukum dan Islam“ Depenisi tentang
hukum banyak ragamnya sesuai dengan sudut pandangan
dari masing-masing Sarjana hukum tsb mereka mberikan
depenisi tentang hukum dikemukakan secara umumum yaitu
bahwa hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat
memakasa yang menentukan tingka laku manusia dalam
lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi
yang berwajib. Pelanggaran mana terhadap peraturan-
peraturan tersebut berakibat diambilnya tindakan-tindakan
hukum tertentu.
Pengetian Islam
sebagaimana yang diatur didalam
Al-Qur’an Surah Al Baqarah (2) ayat
112, Surah Al Imran ayat 20, Surah Al
Maidah ayat 16, dan dalam Hadis
sahih.
Islam dapat membuktikan kedamaian ,
ketenangan batin, kemampuan rohani dan
mental sehingga harus memenuhi tiga aspek
antara lain:
1. Aspek hubungan secara pertikal yaitu
hubungan antara manusia dengan Allah
2. Aspek hubungan secara horizontal yaitu
hubungan antara sesama manusia ( manusia
dengan manusia), manusia dengan alam
lingkungannya yang menghendaki saling
menyelamatkan.
3. Aspek hubungan dengan diri dalam diri
sendiri.
II HUKUM ISLAM DALAM KURIKULUM
FAKULTAS HUKUM
Hukum islam sebagai salah satu sistem
hukum yang juga berlaku di Indonesia
disamping sistem hukum lainnya yaitu sistem
Hukum Adat dan sistem hukum Barat dimana
hukum Islam juga mampunyai kedudukan
tersendiri dalam Kurikulum Fakultas Hukum
di seluruh Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
sejarah perkembangan mata kuliah ini, baik
sebelum Indonesia merdeka maupun sesudah
Indonesia merdeka.
Akan tetapi dengan nama tersebut untuk Hukum Islam
dipandang tidak tepat karena Hukum Islam berbeda dengan
Hukum lain yakni hukum Islam adalah bersumber dari
Agama Islam Allah Swt ( AL Qur`an dan sunnah Rasullulah)
demikian pula Agama Islam berbeda dengan Agama lain
olekarena Agama Islam bukanlah agama yang didasarkan
pelbagai penyebarannya tetapi Agama Islam itu semata mata
berasal dari Allah dan Rasul nya Muhammad Sesuai utusan
Allah untuk menyampaikan ajaran dan pokok-pokok hukum
yang berasal dari Allah Swt oleh karena itu perkembangan
selanjtnya istilahhukum islam diistilakan Muhammadan
Rechts kemudian dirubah namanya lagi menjadai Islamologi
tetapi nama ini pun kurang tepat karena terlalu luas
jangkauannya yakni meliputi seluruh Ilmu Ilmu Islam .
Sesudah Indonesia merdeka
Kurikulum Rechst huges school tersebut
diatas diambil operali oleh Pemerintah
Indonesia dan diajarkan pada Fakultas
Hukum dan Pengetahuan masyarakat
pada Univrsitas Indonesia yang didirikan
oleh Permerintah Indonesia (RIS) th 1950
demikian pula pada Fakultas hukum
lainnya yang di dirikan oleh Pemerintah
maupun Swasta termasuk Fakultas
hukumUnhas yang didirikan oleh
pemerintah disulawesi selatan/Makassar
Dalamrangkausaha mengembangkan
Kurikulum Fakultas Hukum diseluruh
Indonesia maka pada tahun 1972
keluarlah Kepmen Diknas No,
0189/U/1972 tentang pedoman Kurikulum
Fakultas Hukum Negri maupun Suasta
sesuai pada.Pasal 5 dan 6 dari Kepmen
tersebut menyebutkan mata kuliah
Islamologi dan Asas-Asas Hukum Islam
untuk Program Sarjana muda sedangkan
Hukum Islam untuk Program Sarjana .
Sementara Kurikulum ini berjalan timbul
kebijaksanaan baru dari Pemerintah di bidang
Pendidikan yang mengarah kepada sistem
kredit semester (sks) dengan sistim ini sudah
barang tetu memerlukan pula penyesuain dalam
kurikulum . untuk maksud tersebut maka pada
tahun 1982 keluarlah Kepmen Diknas No.
0212/D/U/1982 tentang penyusunan kurikulum
Pendidikan tinggi yang penjabarannya
ditetapkan dengan surat Keputusan Dirjen
Dikti No,30/DJ/KEP/1983 tentang kurikulum
inti Program pendidikan Sarjana bidang Ilmu
Hukum
Pasal 3 dan 4 menyebut Hukum Islam I
dan hukum Islam II akan tetapi walaupun
namanya telah dirubah namun
hubungan antara keduanya tetap seperti
semula yakni matakuliah hukum Islam I
merupaka mata kuliah dasar bagi
matukuliah Hukum Islam II sehingga
baru bisa mengikuti makuliah Hukum
Islam II apabila telah selesai mengikuti
kuliah dan ujian mata kuliah hukum
Islam I.
Setelah Kurikulum tersebut diatas berlaku
untuk beberapa tahun lamanya timbul kembali
kebijaksanaan baru dari Pedmerintah untuk
lebih mernyempurnakan kurikulum Fakultas
Hukum yang disesuaikan dengan kebutuhan
dan perkembqangan terakhir hukum yang
seharusnya berlaku di Indonesia. Untuk
maksud tersebut keluarlah Kepmen Diknas
No. 17/D/KEP/1993 tentang kurikulum yang
berlaku secara Nasional terhadap pendidikan
Perguruan tinggi pada progm sarjana bidang
Ilmu hukum pada Fakultas hukum ketentuan
ini ditetapkan pada Pasal 7, menyebut Hukum
Islam yang berlaku secra nasional,
sedangkan hukum Islam lainnya
yang dulunya disebut Hukum Islam II
dapat dukembangkan lebih lanjut
dalam kurikulum muatan Lokal yang
akan ditentukan masing-masing oleh
Perguruan tinggi. Contohnya seperti
padaFakultasHukum. Unhas
danberlakujuga padaFakultas
HukumUMI dalam kurikulum
barunya yangberlakusekarangini
menetapkan7, Matakuliah yaitu :
* Hukum Perkawinan Islam
* Hukum kewewarisan Islam
* Hukum Perwawakafan
* Peradilan Agama
*Hukum Acara tentang masaalah,
Ribah,Bank dan masalah Asuransi
* Hukum Perbankan
* Hukum Ekonomi syariah
masing-masing 2 bobot ,Sks
Sehubungan dengan itu apa yang
menjadi materi pokok matakuliah
hukum islam yang berlaku secara
nasional dan matakliah muatan lokal
hendaknya di sesuaikan dengan
materi sebgaimana yang
diprogramkan oleh konssursium Ilmu
hukum dan perkembangan terakhir
hukum islam di Indonesaia yang
dalam kenyatan anya sudah menjadi
bagian dari hukum positip di
Indonesia.
Setelah membahahas keberadaan
hukum Islam dalam kurikulum
Fakultas hukum .
Timbul pertanyaan mengapa mata
kulih hukum Islam termasuk pula
salah satu matakuliah yang wajib
dipelajari pada Fakultas
hukumNegrimaupunPerguruantinggi
Suasta diseluruh Indonesia ?.
Untuk menjawab pertanyaan ini ada
dua pendapat yang perlu di kemukakan
disini yakni pendapat dari dua pakar
hukum Islam yaitu :
1.Mura P, Hutagalung yang
dikemukakan dalam bukunya yang
berjudul Hukum Islam dalam Era
pembangunan (1985 : 141 ) menyebut
ada 3 alasan yang menyebabkan Hukum
Islam dimasukkan kedalam Kurikulum
Fakultas hukum .
2. Alasan dari Prof, Dr, Muhammad Daud
Ali sebagai mana yany teleh di tetapkan
dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas
Hukum lam (1990 : 7,10) sehingga alasan
tersebut menjadi lima yaitu:
1 karena alasan Sosiologis, yaitu masyarakat
Indonesia adalah masyarakat yang mayoritas
beragama Islam sehingga mahaasiwa fakultas
hukum perlu di berikan bekal tentang
pengetahunan tentang Ilmu Hukum Islam
karena munkin kelak ada yang ingin menjadi
praktisi hukum seperti Jaksa, Hakim, Polisi ,
Atvokat ataupun penegak hukum lainnya
dalam rangka pelaksanaan tugasnya sebagai
penegak hukum karena hukum Islam adalah
suatu hukum yang hidup dan berkembang
dalam masyakat muslim diIndonesia.
2. Karena alasan Historis yaitu ternyata
bahwa hukum islam telah menjadi
cabang dari ilmu hukum yang sudah
diajarkan sejak zaman penjajahan Hindia
Belanda dahulu. dimana pada
mahasiswa RechtsHugeschool (RHS)
baik yang mengikuti kuliah di Bastavia
jakarta sekarang maupun di Leuden atau
Unversitas lainnya di Negri Belanda
telah memperoleh mata kuliah Islamologi
( Hukum Islam)dari Guru besar .
3. Karena alasan Yuridis yaitu bahwa hukum
Islam sudah lama dipraktekkan oleh
masyarakat Islam Indonesia terutama di
daerah daerah yang penduduknya sangat ber
pegang teguh pada ajaran Agama Islam
seperti:masyarakat Aceh, Minangkabau,
Banten, Banjar, Makasssar, dan daerah
lainnya di Indonesia . pada dasarnya hukum
Islam yang berlaku di Indonesia dalam hal ini
adalah termasuk hukum keluarga yang
meliputi: Hukum Perkawinan, hukum
Perceraian, hukum kewarisan dan di sana sini
berlaku juga ketentuan-ketntuan mengenai
Zakat dan Wakaf.
Jawaban yang dikemukakan oleh
Prof Dr. Muhammad Daud Ali
didalam Bukunya yang berjudul
Azas-Azas Hukum Islam (1990 :
7,10) beliau mengemukakan dua
alasan yaitu:
1. Karena Alasan Konsti tusional yaitu bahwa
hukum Islam secara jelas sudah diatur
dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan bahwa Negara berdasasr atas
Ketuhanan yang Maha Esa apa yang
dimaksud dengan Ketuhanan yang Maha
Esa itu? Prof Dr. Hazairin Dalam Bukunya
yang berjudul Demokrasi Panca sila
(1981 :18) mengemukakan bahwa Norma
dasar sebagaimana yang disebutkan
dalam Pasal 29 Ayat (1) UUD 1945 yaitu
dapat ditafsirkan dalam 3 hal antara lain:
A. Dalam Negara Republik
Indonesia, tidak boleh terjadi
atau berlaku sesuatu yang
bertentangan dengan kaidah–
kaidah Islam bagi Umat Islam
atau yang bertentangan
dengan kaidah-kaidah agama
lain bgi Umat-Umat lain atau
bagi Agama yang diakui di
Indonesia.
B. Negara Republik Indonesia weajib
melaksanakan atau menjalankan
Syariat –Syariat Islam bagi pemeluk
Agama Islam atau pemeluk Agana
Keristen bagi orang Keristen wajib
malaksanakan Syariat Nasrani bagi
pemeluk Agasma Nasrani dan wajib
melaksanakan Syariat Hindu dan
Budha bagi pemeluk Agama Hindu
Budha Konputsu,Tao Dan Agama lain
bagi pemeluknya yang telah diakui
oleh Negara Indonesia.
C. Syariat-Syariat yang wajib
dilaksanakan itu tidak boleh
menggunakan bantuan atas
kekuasaan Negara untuk
melaksanakan Syariat –Syariat
tersebut bagi pemeluk-pemeluk
Agama akan tetapi hanya dapat
dijalankan sendiri-sendiri oleh setiap
pemeluk Agama tersebut dan menjadi
kewajiban bagi pemeluk agama itu
sendiri untuk di jalankan menurut
Agamanya masing-masing.
2 . Karena Alasan Ilmiah Yaitu Hukum Islam
sebagai salah satu bidang ilmu yang berdiri
sendiri disamping ilmu lainnya sudah lama
dipelajari secara Ilmiah bukan saja oleh
orang-orang Islam itu sendiri tetaspi oleh
orang-orang non Muslim ini kita dapat lihat
didunia Barat non muslim di maksudkan
adalah khususnya yang tergolong kaum Orian
talis mereka itu mempelajari ilmu Islam dan
hukum Islam dengan tujuan-tujuan tertentu
yang disesuaikan dengan politik hukum yang
dianut oleh Negara itu, antara lain:
A. Untuk mempertahankan
kesatuan wilayah negara
mereka dari pengaru
kekuasaanIslam . Contohnya
Turki pada abad ke 16
sampaiNegaraIslam
mempunyaiwilayah
kekuasaanya yang cukup
luas sampai ke Eropa Timur.
b. Untuk tujuan politik guna mempertahankan
dan menujukkan penjajahan Barat di benua
Afrika Timur tengah, Asia dan lainya yang
mana penduduknya sebagian mayoritas
beragama Islam, termasuk Indonesia oleh
karena itu contoh kongkrik yang di
kemukakan disini adalah C. Snouk
Hougronye yang tekenal dengan Tori
Receptio Incomplexsu dan politik Islamnya
yang memuat garis garis besar
kebijaksasnaan Pemerintah Kolonial
Belanda dahulu dalam menghadapi dan
mengendalikan Islam di Indonesia.
DASAR HUKUM ISLAM DAN PERBEDAAN ALIRAN
DALAM ISLAM
Sesungguhnya dasar hukum Islam bersumber dari Al
Qur'an dan Hadits. Al Qur'an merupakan kumpulan firman
Allah yang berisi petunjuk bagi orang yang bertakwa,
sedang Hadits merupakan penjelasan dari Nabi
Muhammad SAW. Jika ada masalah yang tak ada
solusinya dalam Al Qur'an dan Hadits, barulah para ulama
Mujtahid bisa melakukan ijtihad untuk mencapai Ijma'
Ulama (Kesepakatan ulama) yang tentunya tak boleh
bertentangan dengan Al Qur'an dan Hadits. Hal ini sama
dengan peraturan camat tak boleh bertentangan dengan
peraturan Walikota, peraturan pemerintah, dan UUD:.
"Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertakwa," [Al Baqoroh:2]
Sebagai Muslim, kita dilarang kafir (mengingkari)
perintah Allah dalam Al Qur'an:
"Dan berimanlah kamu kepada apa yang
telah Aku turunkan (Al Qur'an) yang
membenarkan apa yang ada padamu
(Taurat), dan janganlah kamu menjadi
orang yang pertama kafir kepadanya, dan
janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku
dengan harga yang rendah, dan hanya
kepada Akulah kamu harus bertakwa" [Al
Baqoroh:41]
Kafir terhadap Al Qur'an bukan cuma
berarti dia terang-terangan menyatakan
kafir terhadap isi Al Qur'an, tapi juga dia
Berusaha menafsirkan isi Al Qur'an
sehingga berbeda dengan maknanya.
Padahal Allah menegaskan bahwa
dalam Al Qur'an itu ada ayat yang
jelas yang wajib kita amalkan,
sedang ayat yang tak jelas hanya
Allah saja yang mengetahuinya.
"Dia-lah yang menurunkan Al
Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di
antara (isi) nya ada ayat-ayat
yang muhkamaat itulah pokok-
pokok isi Al Qur'an dan yang lain
(ayat-ayat) mutasyaabihaat.
Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka
mengikuti sebagian ayat-ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah
dan untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui ta'wilnya
melainkan Allah. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman
kepada ayat-ayat yang mutasyabihat,
semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan
tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal." [Ali Imron:7]
Hanya orang yang sesat yang
berusaha menafsirkan ayat yang tak
jelas (mutasyabihat) dengan maksud
menimbulkan perpecahan. Adapun
ayat yang Muhkamaat (jelas), orang
kebanyakan bisa langsung memahami
maknanya. Bukankah zaman dulu
meski belum ada IAIN, Al Azhar atau
para doktor, toh penduduk Arab yang
rata-rata Cuma penggembala bisa
memahami makna Al Qur'an yang
Muhkamaat dan melaksanakannya?
Coba lihat 2 ayat di bawah ini,
jelas bukan maknanya?
"Laki-laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri,
potongtangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana." [Al Maa-idah:38]
"Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu Berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa," [Al Baqoroh:183]
Jika kita mempelajari Al Qur'an dan
Hadits, niscaya kita bisa mendapatkan
penjelasan yang lebih detail
bagaimana pelaksanaannya, misalnya
jumlah minimal curian sehingga
seorang pencuri bisa dipotong
tangannya.
"Dan barangsiapa yang taat kepada Allah
dan rasul-Nya dan takut kepada Allah
dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka
adalah orang-orang yang mendapat
kemenangan." [An Nuur:52]
Ada baiknya dalam menafsirkan atau
menjelaskan Al Qur'an itu dengan
memakai ayat Al Qur'an sendiri. Jika tak
ada, baru dengan hadits. Setelah itu baru
dengan pikiran sendiri. Bukan sebaliknya
kita malah memakai pikiran sendiri dan
meninggalkan Al Qur'an dan Hadits.
Dengan memakai pikiran semata yang
bertentangan dengan Al Qur'an dan Hadits cuma
akan menimbulkan perpecahan, karena setiap
orang itu berbeda-beda pendapatnya.
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu
ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh
musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu,
lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah
orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu,
agar kamu mendapat petunjuk." [Ali Imron:103]
Seorang ulama sekalipun tak boleh
mengharamkan apa yang
dihalalkan Allah atau menghalalkan
apa yang diharamkan Allah atau
menafsirkan Al Qur'an dengan
hawa nafsunya sendiri. Ummat
Yahudi yang bertaqlid buta pada
ulamanya meski ulamanya
melanggar perintah Allah, disebut
oleh Allah sebagai
mempertuhankan para ulama.
"Mereka menjadikan orang-orang
alimnya, dan rahib-rahib mereka
sebagai tuhan selain Allah, dan
(juga mereka mempertuhankan)
Al Masih putera Maryam; padahal
mereka hanya disuruh
menyembah Tuhan Yang Maha
Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Maha Suci
Allah dari apa yang mereka
persekutukan." [At Taubah:31]
Jadi jika ummat Islam konsisten
berpedoman pada Al Qur'an dan Hadits
serta tidak mentafsirkan ayat-ayat yang
Mutasyabihat (tak jelas), niscaya tidak
akan timbul perpecahan. Akan lebih baik
bagi kita untuk mempelajari dan
mengamalkan ayat-ayat yang
Muhkamaat (jelas) serta Hadits
ketimbang melakukan penafsiran seenak
sendiri sehingga hasilnya hukum Islam
versi mereka tak lebih seperi hukum
sekuler yang dipakai di negara-negara
Barat.
III PENGERTIAN SYASRI’AH & FIQHI (HUKUM
ISLAM)

1.SYARI’AH/
Dilihat dari segi Etimologisnya
syariat berarti “jalan tempat keluarnya
air untuk di minum” yang kemudian di
dalam perkembangannya diartikan
sebagai jalan yang lurus yang harus di
tempu untuk memperoleh kebahagian di
dunia dan akhirat kelak (Daud Ali1 993 :
2-7 ).
Dilihat dari segi Terminologis nya terdapat
pandangan dari beberapa pandangan dari
para Fuqahah (ahli hukum Islam) antara lain
yang menarik perhatian untuk dikemukakan
disini ialah T.M. Hasbi Assiddiqi dalam
bukunya Falsasfah Hukum Islam (1975: 9)
menge\mukakan bahwa Syari’ah adalah
hukum yang Allah tetapkan untuk para hamba
–hambanya dengan perantaraan Rasul nya
agar dapat diamalkan dengan penuh
keimanan baik hukum itu berpautan dengan
Amaliah atau berpautan dengan Aqidah dan
Ahlakiah
Sedangkan menurut Muhammad Syal tut
dalam bukunya berjudul Al Islam Al; aqidah
Wal Syari’ah (1966 : 12) menulis bahwa:
Syari’ah itu adalah ketentuan ketentuan yang
di tetapkan oleh LLAH atau hasil pemahaman
atas dasar ketentuan-ketentuan tersebut
untuk di jadikan pedoman umat manusia baik
dalam hubungannya dengan Tuhan dan
maupun hubungannya dengan sesama
Manusia dan antara umat Islam dengan Umat
lainnya non Islam maupun hubungan nya
dengan Alam dalam rangka menata kehidupan
ini.
Dari kedua pandangan tersebut
diatas apabila kita teliti lebih lanjut
jelas bahwa Syasri’at itu mempunyai
ruang lingkup yang cukup luas
karena bukan saja memuat
ketetapan-ketetapan Allah dan
kertentuan Rasulnya tetapi juga
meliputi seluruh aspek hidup dan
kehidupan manusia dalam usaha
mencapai kebahagian di dunia dan
dfi Akhirat kelak.
Berdasarkan Uraian diatas maka Syari ‘ah ‘
itu dapat dibagi atas tiga bagian pokok al:
1. Syari ‘at yang bertalian dengan Aqidah n
berarti Syasri ‘at ini termasuk dalam
Ilmu Kalam atau ilmu Tauhid.
2. Syari‘at yang bertalian dengan
Pendidikan dan perbaikan moral berarti
Syari‘at termasuk dalam bagian Ilmu
Ahlak

3. Syari ‘at yang menjelaskan tentang amal


perbuartan manusia ber arti Syasri’at ini
termasuk kedalam Ilmu Khusus yang
dinamakan Ilmu Fiqhi.
Namun perlu diketahui bahwa
pembagian Syari’at sebasgaimana
tersebut diatas itu bukanlah pembagian
yang asasi karena antara satu dengan
yang lain mepunyai hubungan yang
sangat erat dalam rangka Styari’at pada
umum nya sehingga dengan demikian
dapat diketahui bahwa Syaria’at ini
adalah Syari’at pada umumnya
disamping itu adapula Syariat yang
bersifat sempit atau khusus seperti
yang di kemukakan oleh
Imam Syafii yang menyatakan bahwa Syari’ah itu
adalah peraturan-peraturan lahir bagi Ummat Islam
yang bersumber dari Alqur’an dan Sunnah Rasul dan
kesimpulan yang dapat kita tarik Yaitu bahwa
peraturan-peraturan lahir dan batin yang telah
ditetapkan didalam Alqur‘anmerupan petunjuk
dalam rangka menata kehidupan manusia di dunia
dan Akhirat kelak.

Demikian pula hubungan manusia ber hubungan


dengan ALLAH dan sesama mahluk khususnya
dengan sesama manusia ( Saidus Syahasr (1978 :
31 )
2. Syariah Wajib ,Sunnah,Makruh,
Muba, Haram
Di dalam ajaran agama Islam terdapat
hukum atau aturan serta perundang-
undangan yang harus di patuhi oleh
setiap umat karena berasal dari AlQur`an
dan Hadist. Hukum islam yang juga
disebut sebagai hukum syariah terdiri
atas lima komponen yaitu antara lain
Wajib, Sunnah, makruh, mubah, haram.
Pengertian dan penjelasannya masing-
masing
•Wajib (Fardu)
Wajib adalah suatu perkara yang harus
dilakukan oleh pemeluk agama islam
yang telah dewasa dan waras ( Mukallaf)
dimana pada waktu dikerjakan mendapat
pahala dan apabila ditinggalkan akan
berdosa contohnya shalat lima waktu,
naik haji bagi yang sanggup membayar
zakat dll
Wajib terdiri atas dua jenis/macam:
-Wajib ain adalah satu hal yang harus
dilakukan oleh semua orang muslim
mukallaf contohnya seperti sholat fardu,
puasa ramadhan, zakat, haji bila telah
mampu dll.
-Wajib kifayah adalah perkara yang harus
dikerjakan oleh kaum muslim yang mukallaf
namun jika sudah ada yang melakukannya
maka yang lainnya tidak menjadi wajib tetapi
menjadi sunnat hukumnya bagi yang lainnya
contohya seperti mengurus jenazah.
2. Sunnah/sunnat
Sunnat adalah suatu perkara
yang bila dilakukan ummat islam
akan mendapatkan pahala dan
jika di tinggalkan tidak berdosa.
contohnya: sholat sunnat , puasa
senin kamis , sholat Tahajjud,
memelihara janggot, dll
Sunnat terbagi atas dua
jenis/macam:
- Sunnah muakkad adalah sunnah
yang sangat dianjurkan ole Nabi
Muhammad SAW contohnya seperti
Shalat Jumat, Shalat Tarwih, Sholat
Idul Fitri, Sholat Idul Adha
- Sunnat Ghairu Mu`akkad yaitu
adalah sunnah yang selalu dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW seperti
puasa senin kmis dll.
3. Haram
Haram adalah suatu perkara yang
sama sekali tidak boleh dilakukan
oleh umat muslim dimana pun
mereka berada karena apabila
dilakukan akan mendapat dosa dan
siksaan di neraka kelak contohnya:
Main judi, Minum minuman keras,
Berzina, Durhaka kepada kedua
orang tua ,Riba, Membunu, Fitnah
dll.
4. Makruh
Makruh adalah suatu perkara yang
dianjurkan untuk tidak dilakukan akan
tetapi bila dilakukan tidak berdosa tetapi
jika ditinggalkan akan mendapat pahala
dari Allah SAT
Contohnya: Posisinya yang tidak benar
jika sementara dalam keadaan minum
atau makan, seperti dalam keadaan
berdiri, sedangkan tempat untuk makan
dan minum sangat layak, merokok dll.
5.Mubah
Mubah adalah suatu perkara jika
dilakukan oleh seorang muslim
mukallaf tidak akan mendapat
dosa dan tidak pula mendapat
pahala
Contohnya: Makan, Minum,
belanja, bercanda, melamun,
menghayal dll.
3. F IQIH
Fiqih dalam bahasa Arab berarti faham
Ilmu pengetahuan atau memahami sesuatu
secara mendalam kemudian dari pengertian
tersebut oleh para Fuqahah (ahli Hukum
Islam) di tetapkan dalam dua arti yaitu :
(a ) Mengeluarkan hukum-hukum dari
sunber asalnya yaitu: Alqur’an dan Sunnah
Rasul
(b) Nama dari hukum itu tidak ada
perbedaanya antara suatu hukum dengan
yang lainnya yaitu Hukum Fiqhi dan ilmu
Eiqhi
Berdasarkan perngertian tersebut diatas
yakni apa yang di maksud dengan Fiqih
maka Fiqih dapat dirumus kan sebagai
hukum yang diambil dari dalam Alqur’an
dan sunnah Nabi dengan jalan
mempergunakan faham Ijitihad yang
sempurna dan dengan perenungan yang
mendalam, dengan demikian maka Fiqih
itu disusun melalui Al ra’yu (akal pikiran)
dan ijitihad yang memerlukan penalaran
dan kajian tertentu.
Pada pengertian Fiqih inilah yang
berkembang sehigga banyak mempengaruhi
dunia Islam yang menyebabkan pula
timbulnya beberapa Aliran dalam hukum
Islam seperti misalnya: timbulnya Mzhab
Hanafi, Mazhab Maliki yang membawakan
aliran Muhammadiyahdi Indonesia,
sedangkan Mazhsb Syafii, dan Mashab
Hambali yang membawakan aliran Nahdatul
Ulama di Indonesia dan Imamam inilah yang
banyak menghasilkan produk-produk
pemikiran–pemikiran Ijitihad atau fatwa-Fatwa
mengenai hukum Fiqhi.
Produk Ijitihad sebagaimanas terserbut
diatas sangat diperlukan dalam rangka
mengantisipasi berbagai masalah Sosial yang
timbul didalam masyarakat yakni mengetahui
sejauhmana batas-batas yang telah digaris
kan oleh Allah kerpada Ummat Islam karena
ketentuan–ketentuan tersebut hanya
datangnya dari Allah Swt dan Rasulnya oleh
karena itu setiap berijitihad harus
memperoleh Legalitas dari Nas atau dalil dari
Alqur’an salah satu contoh yakni produk
Ijitihad yang berhasil dilakukan oleh para
Ulama Indonesia ( MUI) adalah : Sebagai
berikut :
(1). Undang-Undang No.1 Tahun 19974
tentang Perkawinan
(2). Undang-Undang No. 7 Tahun 1978
tentang Hukum Kewarisan Islam
(3). Kompilasi Hukum Islam di bidang
Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, dan
Hukum perwakaspan, HukumHibah, Wasiat,
dan Sadakah dan produk Ijitihad ini dari para
Majelis Ulama Indonesi diakui sebagai Produk
Hukum Nasional berdsarkan Instruksi
Presiden No.1, Tahun 1991 dan SK KEPMEN
No.154 Tahun 1991 tentang pelak sanaan
IMPRES tersebut yakni Kompilasi Hukum
Islam.
IV HUBUNGAN ANTARA SYARI’AH, FIQHI
(HUKUM ISLAM )
 
Dalam hubungan ini Hasbi As-siddiqy ( 1975:11 )
memberikan pendapat nya bahwa pemakaian
istilah hukum Islam sebgai pengganti Fiqhi Islam
atau pun Syari’at Islam itu dianggap kurang
tepat karena kata hukum menurut ahli hukum
Islam bahwa kata hukum itu adalah mencakup
segala hukum dan segala bidang-bidang hukum
dan lagi pula tidak menggabarkan daya Ijitihad
dan daya akal tentang memperoleh sumber-sumber
dari pada
Syari’at Islam dan Fiqhi Islam
tersebut oleh karena itu menurut
Hasbi As-siddiy pemakaian istilah
Hukum Islam sebagai penggati
istilah Fiqhi Islam harus benar-benar
di dalami dan dihayati terhadap
hakikat Fiqih Islam baik unsu-
unsurnya, perkembangannya
maupun daya cakupan daripada
Fiqhi Islam tersebut
Untuk dapat mengetahui hubungan
dan perbedaan antar Syari’at Islam
dengan Fiqhi Islam dapat kita lihat
gambaran di bawah ini yakni sebagai
berikut :
• Syari’at adalah langsung di
Syari’atkan oleh Allah, sedangkan
Fiqhi ditetapkan oleh Manusia (para
Mujutahidin) berdasarkan Alqur’an
dan Sunnah Rasul melalui Ijitihad
•Syariat itu adalah bersifat Fundamental
dan mempunyai ruang lingkup yang
lebih luas oleh karena itu para Fuqahah
(ahli Hukum Islam) telah memasukkan
masalah-masalah Akidah dan Ahlak
sedangkan Fiqhi adalah bersifat
instrumental yakni ruang lingkupnya
terbatas hanya pada hukum yang
mengatur tentang perbuatan Manusia
yang biasanya disebut sebagai
perbuatan hukum
•Syari’at adalah ciptaan Tuhan
dan ketentuan Rasulnya oleh
karena itu Syari’ah berlaku abadi
yang tidak dapat dirubah-rubah
sedangkan Fiqhi adalah karya
manusia oleh karena itu Fiqhi
tidak berlaku abadi karena dapat
berubah dari masa kemasa .
•Syari’at hanya satu sedangkan Fiqhi
lebih dari satu seperti misalnya kita lihat
pada aliran-aliran hukum yang disebut
dengan Mazhab-Mazhab
•Syari’at bagi dunia hukum disebut
sebagai Jalab atau penetapan hukum
untuk menegakkan kebeneran yang di
ilhamkan oleh Allah Swt sedangkan Fiqhi
bagi dunia ilmu hukum digunakan sebagai
Ilmu pengetahuan (Assaf A.A.
Fizee ,1955 : 17, H.M Daud Ali 1991 : 52,
Mazduk Suhdi, 1967 : 1-3)
Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui
bahwa walaupun telah dibedakan antara
Syari’at dan Fiqhi namun perbedaan itu
bukanlah merupakan perbedaan yang asasi
karena Syari’at adalah landasanya Alqur’an
sedangkan Fiqhi bersumber dari Alqur’ dan
Sunnah Rasul oleh karena itu Fiqhi adalah
pemahmannya Syari’at lagi pula Syari’at dan
Fiqhi kedua duanya terdapat didalam Alqur’an
yakni.
terdapat didalam Surah Al-Jatsiah Ayat 45
sedangkan Fiqhi terdapat di dalam Surah At-
Taubah ayat 9
Dari uraian tesebut diatas dapat kita
simpulkan bahwa baik Syari’at maupun
Fiqhi kedua duanya merupakan hukum
yang mengatur sikap perbuatan Manusia
terhadap dua arah yaitu : mengatur
hubungan antara Manusia dengan
tuhannya yang lazim disebut dengan
Ibadah (Hablun Minallah) dan mengatur
hubungan antara Manusia dengan
Manusia yang lazim disebut dengan
Muamalah (Ibnu Mina Nas).
V. RUANG LINGKUP ,CIRI-CIRI KHAS, & TUJUAN HUKUM ISLAM

Setelah kita membicarakan berbagai


masalah yang ada hubungannya dengan
pengertian Syariah, dan Fiqhi dan
hukum Islam maka tiba saatnya kita
mebahas tiga masalah pokok yang
penting diketahui apabila kita
membahas tentang hukum Islam yaitu:
Ruang linkup Hukum Islam, Ciri-ciri
hukum Islam dan tujuan Hukum Islam
Ketiga masaalah ini penting untuk
diketahui agar kita memperoleh
gambaran umum tentang masalah
tentang bagaimana sebenarnya
eksistensi dan hakikat hukum Islam
jika dibandingkan dengan sistem
hukun lainnya hukum hukum positif.
untuk jelasnya kita akan jelaskan
satu persatu dari ketiga masalah
pokok tersebut seperti dibawah ini.
1.RUANG LINKUP HUKUM ISLAM

Seperti yang sudah dijelaskan pada waktu


kita membicarakan pengertian Fiqhi bahwa
Fiqhi ditinjau dari segi Etimologisnya
berarti Fiqhi itu adalah faham atau ilmu
pengetahuan yang memahami sesuatu
secara mendalam, sedangkan kalau
sditinjau dari segi Teminologis nya maka
Fiqhi itu adalah untuk mengetahui hukum-
hukum yang bersifat amal yang dikaji dari
dalil-dalilnya yang terinci.
Dengan demikian maka pembahasan
tentang Fiqhi terbatas pada ketentuan
ketentuan hukum terhadap berbagai
perbuatan orang-orang yang sudah
Mukallap dan tidak mencakup
pembahasan tentang masalah Akidah
yang merupakan perbuatan hati olehnya
itu pembahasan tentang Fiqhi senantiasa
dikaitkan dengan dalil yang terinci dari
Alqur’an dan Sunnah Rasul lewat kajian
dan analisis yang mendalam (Dede
Rosyada,1993 : 63).
Berdasarkan dengan analisis tersebut
diatas maka pada umumnya Fiqhi atau
hukum Islam dapat dibagi atas dua bagian
pokok yaitu :
( a). Fiqhi Ibadat yakni mengatur
hubungan antara manusia dengan
Tuhannya seperti masalah Shalat, Puasa,
Zakat, Ibadah Haji, Nazar, dan sumpah.
( b). Fiqhi Mu’amalat yang mengatur
hubungan antara manusia dengan sesama
manusia lainnya didalam masyarakat.
Mu’amalah ini masih dapat dibagi atas
beberapa bidang kajian tertentu yaitu:
(a). Munakahat yakni mengatur segala
sesuatu yang berhubungan dengan masalah
Perkawinan serta akibat akibatnya disamping
itu mengatur pula tentang Kewarisan Islam
yang disebut dengan Fara’id dalam istilah
ERiqhinya disebut Ahwalul al-Syakhsyiah
(b). Mu’amalah dalam arti khusus, yakni
mengatur hubungan antara kerja samaantara
manusia seperti hubungan Perdagangan ,Jual
beli, Sewa menyewa, tukar menukar harta
benda dan lain lain.
(c). Jinayat atau Ukubat yakni mengatur hukum yang
bersangkut paut dengan masalah Pidana seperi Mecuri,
Berzinah, Membunuh, Menipu menudu bersina beseta
akibat akibat nya
(d). Al- ahkam as- sultaniah yaknim mengatur hal-hal
yang berhubungan dengan Kepala Negara, Kementrian,
Gubernur, Abri, masalah Perpajakan dan lain .
(e). Siyar, yakni mengatur tentang masaalah Jihad,
Peperangan, Perdamain, Kewarganegaraan
perhubungan antara Agama dengan Agama lain dan lain.
(f). Mukhasamat yakni mengatur tentang peradilan,
Pengaduan, Pembuktian dan lain. Yang ada
hubungannya dengan nya dngan hukum Acara Perdata
dan Pidana (H.M.Rasyidi, 1980: 25 -26, H.M. Dasud Ali,
1990 : 58).
Dari berbagai pembagin bidang-
bidang tersebut diatas jika
dibandingkan dengan Hukum Barat
maka yang membedaka antara
hukum Privat dengan hukum Publik
bahwa hukum Islam tidak
membedakan secara tajam karena
pada hukum perdata terdapat segi-
segi hukum publik dan pada hukum
publik terdapat segi-segi
keperdataannya.
CIRI-CIRI KHAS HUKUM ISLAM
Hukum Islam sebagai salah satu hukum yang
berdiri sendir maka hukum Islam itu mempunyai pula
ciri-ciri tersendiri yang berbeda dengan sistem hkum
lainnya baik dilihat dari segi karakteristiknya
sumber-sumbernya sejarah pertumbuhannya dan
sasaran sampai kepada tujuan yang hendak dicapai
sebagaimana yang telah digariskan didalam Syarri’at
Islam.
Adapun yang merjadi ciri khas hukum Islam
dikemukan oleh para Ahli HukuIlam antara lain A.
Hanafi ( 1977 : 14-24 ) beliau mengemukakan bahwa
Perinsipnya hukum Islam mempunyai empat ciri
khas.
(a). Kewahyuan sebagai dasarnya yang umum
Agama islam sebagai pembawa tataaturan
yang dapat mewujudkan kebahagian
kehidupan perorangan maupun masyarakat
antaralain tata aturan bidang fiqhi Islam
tersebut bersumber dari Alqur’an dan Sunnah
Rasul yang merupakan wahyu dari Tuhan
Oleh karena itu setiap ahli hukum islam
harus terikat kepada kedua sumber tersebut
dan mana kala jika tidak terdapat didalamnya
maka harus terikat dengan jiwa Syasri’ah dan
dasar-dasarnya yang umum.
( b ) Pendasaran ketentuan hukum Islam
dengan Agama dan Ahlak
Tujuan sesuatu hukum tidak akan
mungkin tercapai jika hanya karena
kebaikan sistem dan susunannya tetapi
harus dengan pelaksanaanya yang baik
dan pelaksanaanya yang baik apabila
disertai dengan kerelaan/kepuasan jiwa
kebiasaan ini baru bisa terwujud apabila
ada keimanan dan kepuasan terhadap
keadilan yang merata serta harapan akan
mendapat pahala
Contoh mengenai peraturan Zakat dan
sedakah yang senantiasa dilaksanakan oleh
orang ber iman dengan kesadaran tanpa
ada paksaan karena mereka yakin bahwa
pada zakat dan sedakah itu adalah kebaikan
pada pemberi itu sendiri dan disamping
kebaikan untuk masyarakat hal ini sesuai
dengan Firman Allah yang menyatakan :
Ambillah olehmu (Muhammad) dari harta
mereka dan sedekahkanlah dengannya agar
engkau dapat mensucikan dan
membersihkan mereka (Q.S. Ataubah : 103).
(c). Rangkapnya Balasan
Rangkapnya balasan berbeda dengan
hukum positif maka didalam hukum Islam
mempunyai balasan rangkap yaitu dunia
dan ahirat hal ini sesuai pendasaran
ketentuan hukum Islam adalah agama dan
ahlak balasan diakirat adalah lebih luas jika
dibandingkan dengan balasan di Dunia
oleh karenanya setiap orang mukmin
mempunyai kesadan yangkuat tentang
keharusan mentaati ketentuan hukum Islam
dan melaksanakan perintah serta
meninggalkan segala apa yang
dilarangnya meskipun andaikata iadapat
menghindarkan diri dari balasan di
dunia. Tetapi namun diahirat nantinya
diaakan mendapatbalasannya yang lebih
berat sehubungan dengan itu
hukumislam bukan saja untuk
membentuk masyarakat yang kokoh
tetapi juga mewujudkan kebahagiaan
perseorngan .
(d). Sifat kolektipitime ( kemasyarakatan )
hukum Islam
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa
hukum Islam bermaksud untuk mewujudkan
kehidupan manusia baik sebagai perorangan
maupun sebagai masyarakat akan tetapi yang
paling menonjol adalah dari kebaikan
masyarakat sehingga dapat dikatakan bahwa
corak hukum islam adalah corak
kolektipitisme hukum islam yang mempunyai
lapangan yang lebih luas karena meliputi
lapangan kebendaan sehingga mencakup hak
dan kewajiban secara bersama-sama .
Contohnya di lapangan hukum keluarga yang
mencakup hubungan antara suami dan isteri
dan segala hak dan kewajiban dan tidak
merugikan salah satu pihak maupn
masyarakat sebagaimana firman Allah yang
berbunyi:

Maka pegangilah Isterimu dengan cara


yang baik atau lepaskanlah (ceraikanlah
Isterimu) secara baik dan janganlah kamu
menahan istirimu dengan merugikan agar
kamu tidak menganiaya terhadapnya ( Q.S . Al
Baqarah ): (231).
Selain A. Hanafi MA yang mengemukakan
adanya beberarapa ciri-ciri khas Hukum
Islam maka H. Muhammad Daidali (1990 :
59-60) mengemukakan beberapa ciri-ciri
utama hukum Islam antara lain :
(a) . Ciri hukum Islam merupakan
bagian yang bersumber dari Agama Islam
(b). Ciri Hukum Islam mempunyai
hubungan yang yang erat dan tidak dapat
di pisahkan dari iman dan aqidah dan
kesosilaan atau ahlak Islam.
(c). Ciri hkum Islam mempunyai dua istilah kunci
yaitu Syari’at dan Fiqhi Syari’at berasal dari
Wahyu ALLah dan Sunnah Nabi sedangkan Fiqhi
berasal dari hasil pemahaman serta Ilmu
pengetahuan manusia
(d). Ciri Hukum Islam terdiri dari dua bidang
utama yaitu Ibadah dan Mu’amalah dalam arti
luas yakni Ibadah bersifat tertutup karena telah
sempurna sedangkan Mu’amalat dalam arti luas
bersipat terbuka untuk di kembangkan oleh
manusia yang memenuhi syarat untuk
perkembangan Fiqhi dari masa kemasa
(e). Ciri hukum Islam mendahulukan kewajiban
dari pada hak yakni amal dan pahala.
Selain A. Hanafi H. Muhammad Daudali yang telah
memberikan ciri-ciri tentang hukum Islam juga T.M.
Hasbi Assiddiqy ( 1975 : 156-212 ) mengemukakan
pula beberapa Ciri-ciri utama hukum Islam yang ada
relepansinya dalam hal pembahasan ini antara lain :
(a). Ciri hukum Islam itu berwatak universal dan
berlaku abadi untuk ummat Islam dimanapun
berada dan tidak erbastas kerpada pada ummat
Islam disuatu tempat atau pada suatu Negara
(b). Ciri hukum islam sangat meng hormati martabat
manusia sebagai kersatuan jiwa dan raga baik
rohani maupun jasmani serta memelihara
kermuliaan manusia secara keseluruhasn
(c). Ciri hukum Islam bahwa dalam pelaksanaan
peraktek islam itu digambarkan oleh iman dan ahlak
ummat Islam .
TUJUAN HUKUM ISLAM

Secara umum apa yang dimaksud dengan tujuan


hukum Islam yaitu adalah bagian hidup manusia di
dunia ini dan di akhirat kelak dengam jalan
mengambil segala yang bermamfaat dan mencegah
atau menolak segala yang mudarat yaitu yang tidak
berguna bagi kehidupan manusia dengan kata lain
tujuan hukum Islam adalah untuk demi keslamatan
manusia baik rohani maupun jasmani baik individu
maupun kemasyarakatan dan itu bukan saja
kehidupan di dunia tetapi maupun kehidupan di
akhirat kelaknanti (H. Muhammad Daudali 1990 :
60).
Selain tujuan umum hukum Islam
sebagaimana yang di kemukakan diatas
Oleh Abu Isyahak mengemukakan juga
pendapatnya bahwa tujuan pokok hukum
Islam yatu ada lima antara lain
•Agama
•Jiwa
•Akhlak
•Keimanan
•Harta.
Kelima tujuan pokok ini sangat berkaitan atau
sangat erat sekali hubungannya dengan
kebutuhan hidup manusia didalam masyakat.
Prinsip-prisip /dasar-dasar hukum islam
Sudah menjadi tabiat manusia untuk menjauhkan
dirinya dari bahan-bahan yang akan mengikat
tindakannya dan membatasi kebebasannya.
Olehkarena itu setiap perintah atau larangan yang
tentunya merupakan suatu undang-undang (hukum)
harus diliat dengan teliti yakni bagaimana
perisipnya, juga alasan-alasanya, akan dilihat
kuat/lemahnya Undang-undang tersebut
mudah/sukarnya dan bagaimana tanggapan
masyarakat sehingga daripadanya dapat diliat
apakah undang-undang tersebut menyenangkan.
sehingga karenanya harus dilaksanakan atau
terpaksa harus dilaksanakan.
Hukum Islam dengan perisip-perisip nya yang
ada merupakan hukum yang dapat menarik
hati orang banyak sehingga menerimanya
dengan senang hati meskipun orang itu tidak
termasuk didalam kategori Mukmin akan
tetapi daya tarik tersebut timbul karena
hukum Islam mengarahkan pembahasan nya
kepada akal pikiran dan dorngannya
berusaha didalam hidup disamping itu
menciptakan toleransi , kebebasan , serta
amar ma’ruf nahil mungkar sesuai dengan
fitrah manusia itu sandiri.
Prisip-perisip tersebut antara lain:
a.Tidak memberatkan, dan tidak
membahayakan beban .
Tuhan sebagai pencipta hukum yang
maha bijaksana, dalam setiap aturan-
aturannya tidak banyak merepotkan
manusia dan mudah dilaksanakan nya
karena dengan perintah perintahnya
dimaksudkan agar keruncingan-
keruncingan yang timbul dari dalam
jiwanya terhadap keburukan dapat di
atasi.
Hal ini berarti bahwa setiap perintah itu tidak akan
trdapat didalamnya yang menyulitkan serta
memberatkan yang dapat menghabiskan tenaga
dalam melaksanakannya sebagaimana didalam
ketentuan Allah berfirman Surah Al Baqarah: 286,
artinya, Allah tidak akan membebani seseorang
kecuali sesuai dengan kesanggupannya dan Firma
Allah, Q.s. Al Haj:22, artinya, Allah tidak akan
menjadikan didalam agama bagimu sesuatu
kesempitan. misalnya pelaksanaan Ibadah Shalat,
Puasa, Zakat dan Haji, tidak akan meniumbulkan
kesulitan bagi manusia dalam pelaksanaannya, dan
apabila timbul kesulitan manusia dapat
mempergunakan hukum Ru’syah sebagai tata cara
untuk menghidari kesulitan tersebut .
b.Berangsur angsur dalam penetuan
hukumnya .
Setiap manusia tentu mempunyai adat
istiadat dan kebiasaan yang baik atau
pun tidak baik sebagaimana masyarakat
Arab dimana Agama Islam di diturunkan
telah pula mempunyai adat kebiasaan
yang menyenangkan yang sukar untuk
di hilangkan sekaligus dan apabila
dihilangkan sekaligus maka akan
menimbulkan ketegangan didalam
masyarakat.
Berdasarkan hukum bahwa manusia itu
tidak senang untuk dialihkan kesenangannya
dalam waktu singkat maka Alqur’an sebagai
sumber hukum Islam tidak diturunkan
sekaligus melainkan diturunkan secara
berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa
yang membutuhkannya sehingga perubahan
kebiasaan mereka tidak didasarkan sebagai
sesuatu yang mendadak bahkan perubahan
itu terjadi sebagai tidak disadari sehinhigga
mendorong untuk untuk ditaati perubahan
itu dengan senang.
Misalnya dilarang meminum minuman keras
yang merupakan adat kebiasaan mereka yang
telah berurat berakar, maka larangan itu tidak
dilakukan sekligus melainkan dilakuka secara
berangsur angsurmelalui beberarapa tahap
sebagaimana Firman Allah dalam Qur’an
surah Al Baqarah: 219 kemudian Q.S Al
Maidah: 90-91 demikian juga dengan perintah
Shalat serhingga diturunkannya perintah
Allah dalam Firmannya Q.S. AlBaqrah: 238,
dan peritah Puasa sampai diturunkan Firma
Allah pada Q.S Al Baqarah : 185.
c.Sejalan dengan kebaikan orang
banyak.
Sesuai dengan ciri khas hukum Islam
yaitu bersifat colectipitif atau bersifat
kemasyarakatan maka segala ketentuan
didalamnya diusahakan agar sesuai
dengan kepentingan orang yang
banyak bagi pemeluk-pemrluknya
karena tidaklah heran jika terjadi
penggantian suatu peraturan dalam
rangka memenuhi prinsip-prinsip
tersebut.
Contoh dalam hal ini wasiat dari
orang yng akan meniggal untuk
menyisihkan sebagian hartanya bagi
siapapun yang ia kehendaki, akan
tetapi kemudian keharurusan wasiat
tersebut di hapuskan oleh ayat-ayat
dan hadisnya yang berkenaan
dengan warisannya antara lain tidak
wasiat bagi ahli waris (La washiyata
li waristin)
Contoh lain dalam hal ini
ialah penggantian kiblat
dalam shalat dari Baitul
Muqaddis (Palistin) ke
Baitul Al Haram (Makkah)
sebagaimana Fiman Allah
dalam Q.S. Al Baqarah:
144.
d.Dasar persamaan dan keadilan.
Islam berpendapat bahwa semua orang
dipandang sama terhadap hukum tanpa adanya
diskriminasi baik karena keturunannya,
kekayaannya, pangkatnya kesemuanya itu sama
kedudukannya dihadapan Tuhan sebagaimana
Firman Allah dalam Q.S. Al Maidah: 8, dan Q.S.
An Anisa: 135 serta penjelasannya dari hadis
Nabi yang menetapkan orang-orang sebelum
kamu hancur disebabkan karena apabila
seseorang yang terhormat dari mereka telah
mencuri, dan mererka mem biarkannya tetapi jika
orang lemah yang mencuri mereka menjalankan
hukum kepadanya.
Demi Allah seandainya Fatimah Binti
Muhammad yang mencuri tentu saya sendiri
akan memotong tangannya. Demikian juga
dengan tindakan para Khalifah yang
mempelihatkan prinsi-prinsip keadilan dan
persamaan dalam tindakannya, sebagaimana
dinyatakn oleh khalifah Abu Bakar dalam
pidato pengangkatannya antara lain; Orang
lemah diantara kamu bagiku kuat, sehingga
sehingga dapat mengembalikan haknya Isya
Allah sedangkan orang yang kuat diantara
kamu bagiku adalah lemah sehingga saya
mengambil hak dari padanya, insya allah.
Dari adanya pernyataan ini jelaslah bahwa
hukum Islam menghendaki adanya keadilan dari
semua pihak, baik baik sebagai penguasa
maupun sebagai rakyat jelata, orang tua maupun
anak-anak suami atau istiri pemimpin atau pun
yang di pimpin burh ataupun majikan sebagai
mana Hadist Nabi “kamu semua adalah sebagai
Pemimpin dan semua Pemimpin itu harus
bertanggung jawab atas kepemimpinannya Ibnul
Qayyum berkata; Dimana keadilan itu berkuasa
disitu pula hukum Allah berlaku dan hal ini di
perkuat oleh Syid Qutb.” “Didunia disebut
sebagai dunia Islam ini engkau melihat dan
menyaksikan sebuah realita sosial.
Inilah makna himbaian Nabi
Muhammad Saw, dalam mengkaji
adanya Ayat-ayat Makkiah dan Ayast
Madaniah, bahwa dalam melakukan
pembinaan, beliau telah
mendahulukan Iman dan budi
pekerti sebelum menetapkan
perundang-undangan misalnya
pemberian grasi dan amnesti dalam
peristiwa FATHU MAKKA.
Dalam masalah keadilan, dalam
hukum positif membagi keadilan
dalam 2, hal
•Keadilan Distributief (Al adalat),
•Keadilan Commotatif (Al adlu, dan
Islam lebih banyak mempergunakan
Aladalatu, yaitu Acording to your did
dari pada mempergunakan al adlu
mempergunakan accurding to tour
need).
Dari uraian diatas oleh Idris Ramulio
dalam bukunya berjudul Beberarpa
masalah hukum acara perdata
peradilan Agama dan hukum
Perkawinan Islam, menyatakan bawa
tujuan hukum ialah mengatur
pergaulan hidup secara damai dan
teratur olehnya hukum dapat
mencapai tujuannya jika ia menuju
kepada keadilan.
Sumber-Sumber Hukum Islam
1 Sumber Dan Dasar Hukum Islam yang
utama
a. Al qur`an
b. Hadis/Sunnah Rasul
2. Sumber Kedua/umum
a. ljma
b. Qiyas
c. Istihsan
d. Almashali
e. Istishab
f. Urf
AL QUR’AN
Al Qur’an berasal dari wahyu Tuhan bahasa
arab dari kata ke~a Qara-a berarti bacaan AI-
Quran merupakan kitab suci Agama Islam
yang ditafsirkan ber bahasa arab di
sampaikan kepada Nabi Muhammad saw
semasa hidup nya semejak beliau menjadi
Rasul pada Usia 40 Tahun.
Menutut Ushul Fiqhi Qur an adalah
kumnpulan firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw dan di buktikan
dengan jalan Mutawatir dengan
mempergunakan bahasa Arab.
Bahasa arab merupakan bagian dari AL Qur’an
oleh karena itu terjemahannya, tidak dapat
dikatakan Al-Qur’an, adalah bahasa arab akan
tetapi tetap disebut sebagai terjemahan Al
Qur’an atau Tafsir Al-Qur’an Bagi Ummat Islam
dalam hal melaksnakan sholat (bacaan dalam
sholat) harus menggunakan bahasa arab,
sebagai ucapan yang wajib, Al Qur’an menurut
sejarahnya ditrurunkan kepada Nabi Muhammad
semasa hidupnya yaitu kurang lebih 22 tahun,
sejak beliau berumur 40 tahun setelah Nabi
Muhammad saw wafat kedudukan biliau sebagai
pimpimpinan Islam digantikan oleh sahabatnya
sebagai khalifa antara lain sebagai berikut:
1. Khalifah I, Abu Bakar (632-634).
2. Khalifah II, Umar Bin Khattab
(634-644).
3. Khlifa h III, Utsman Bin Affan
(644-656)di masa pemerintahan
Ustman dapat diketahui kitab Al Qur
an dalam satu kitab, yang dipakai
sampai saat sekarang tanpa
mengalami perubahan.
4. Khlifah Ali Bin Ali Abi Thalib (656-
661).
Al Qur’an terhimpun menjadi 30 juz, 112 Surah
(Ayat/pasal) 6666 ayat, isi AlQur’an secara garis
besarnya meliputi:
1) Tauhid ( Ke Esaan Tuhan
2) Ibadah sebagai perbuatan menghidupkan ke
Esaan Tuhan dalam hati dlam meresapkannya
kedalam jiwa bagi ummat Islam
3) Janji dan ancaman yaitu akan berdosa besar bagi
orang yang inkar terhadap perintah Allah, dan
mendapat pahala bagi mereka yang taat kapada
Allah
4) Jalan untuk mencapai kebahagiaan didunia dan
akhirat .
5) Berita-berita /Riwayat/Cerita-Cerita yaitu tentang
kejadian yang tejadi sebelum Muhammad sebagi
rasul .
Hadis ( Sunnah Rasul )
Hadis artinya jalan atau kebiasaan yang
baik dilakukan oleh Nabi berupa
perkataan, perbuatan dan segala hal
sebagaimana yang dikatakan dalam
surah 4 ayat 59 dan 80.
AlQur’an merupakan sumber syariah
yang pertarma sedangkan Sunnah
merupakan sumber Syariah yang kedua.
jadi Sunnah Rasul merupakan pelengkap
pelaksanaan dari Al Qur’an.
SUMBER UMUM Hukum Islam
I J MA
Ijmah ialah kesatuan pendapat para Mujtahid
(pendapat para ahli untuk meneruskan hukum)
pada satu masa atau sesuatu syariat dari suatu
peristiwa tertentu dalam masyarakat.bgi Ummat
Islam dalam hal melaksanakan shlat ( bacaan
dalam shlat ) harus menggunakan bahasa arab,
sebagai ucapan yang wajib, Al Qur’an menurut
sejarahnya ditrurunkan kepada Nabi Muhammad
semasa hidupnya yaitu klurang lebih 22 tahun,
sejak biliau berumur 40 tahun menerimah
sulannya setelah Nabi wafat keduduklan beliau
sebagai pimpimpinan Islam digantikan oleh
1.Khalifah Abu Bakar (632-634).
2.Khalifah 11, Umar Bin Khattab
(634-644).
3.Khlifa h III, Utsman Bin Affan (644-
656) dimasa pemerintahan Ustman
dapat diketahui kitab Al Qur an
dalarn satu kitab, yang dipakai
sampai saat sekarang tanpa
menggali perubahan.
4.Khalifah Ali Bin Ali Abi Thalib (656-
661).
QIYAS
Qiyas menurut arti, mengukur sesuatu
atas yang lainnya dan
mempersamakannya sesuatu yang
sudah ada hukumnya.
Dan menetapkan hukum atas sesuatu
peristiwa/kasus yang baru sesuai
dengan hukum yang telah ditetapkan.
sebelumnya atau sunnah menetapkan
hukum sesuatu kasus yang belum jelas
ketentuannya/pengaturan hukumnya.
ISTISHAB
Istihab dilihat dari segi bahasa,
berasal dari kata Lishabaturna kaana
filwaadhi artinya membawa berita
apa yang ada diwaktu lampau
sampai sekarang. Menurut Ushul
Fiqh, Istihab melanjutkan ketentuan
hukum yang telah ada, sampai ada
dalil lain yang mengubah kedudukan
hukumnya.
IS;TIHSAN
Istihsan ialah
meninggalkan suatu
hukum untuk menuju
kepada hukum yang lain
karena ada dalil yang
mengharuskan untuk di
tinggalkan.
MURSOLAH
Mursolah ialah kebaikan yang
tidak disinggung-singgung
oleh syarahk untuk dikerjakan
atau untuk ditinggalkan
sedangkan kalau dikerjakan
mebawa manfaat, kalau
ditinggalkan membawa
keburukan.
URF/KEBIASAAN
Urf ialah apa yangkebiasaan
biasa dikerjakan oleh orang
banyak baik dalam kata maupun
dalam perbuatan, adat jika
melakukan perbuatan yang baik
akan mendapatkan balasan yang
baik dan jika melakukan
perbuatan yang tidak baik akan
mendapat kan balasan yang tidak
Menurut istilah hukum Islam Urf adalah
kebiasaan yang dilakukan oleh banyak orang
baik dalam kata-kata maupun perbuatan jadi
unsur pembentukan Urf ialah kebiasaan
antara sesama orang banyak dan hal ini
hanya terdapat pada keadaan terus menerus
atau seringkali terjadi. Karena Urf ini biasa
juga disebut Adat berarti perbuatan yang
berulang-ulang kembali dimana kata Adat
pada waktu itu sudah menjadi istilah hukum
Indonesia olehnya itu Adat itu adalah
kebiasaan-kebiasaan didalam suatu
masyarakat atas suatu golongan tertentu dari
masyarakat.
Karena itu pengaruh adat didalam
kehidupan Islam bukanlah hal
yang perlu diragukan lagi
sedangkan masalah lain ialah
bagaimana mempertumbuh
kembangkan adat tersebut sampai
menjadi adat yang baik dan sesuai
dengan perkembangan zaman dan
sesuai pula dengan ketentuan
Islam.
Untuk itu perlu ada syarat-syarat dalam rangka
pemakaian Urf sebagai sumber hukum sebagai
berikut :
1.Urf itu harus berlaku terus menerus atau berlaku
pada kebanyakan masyarakat.
2.Urf yang akan dijadikan sumber hukum itu harus
sudah ada pada waktu itu.
Hal ini adalah sesuai dengan tujuan hukum demi
tercapainya kestabilan hukum tersebut .
3.Tidak ada penegasan dalil / nash
•4.yang bertententangan dengan Urf tersebut
5. Permakaian Urf tersebut tidak akan
mengakibatkan dikesampingkannya nas yang pasti
dari syariat sebab dalil dalil syara harus didahulukan
dari pada Urf.
Dalam pada itu perlu pula kita
ketahui bahwa disamping sumber-
sumber hukum ini masih ada lagi
sumber-sumber hukum lainnya yang
merupakan sumber tamabahan dan
sumber itu tidak dipakai oleh Ulama-
ulama Mujtahidin karena Sumber
tersebut banyak yang bertentangan
dengan Alqur’an dan Hadis
IJTIHAD
Pengertian ijitihad
adalah sebagaimana kita ketahui bahwa
hukum Islam ialah segala hukum yang diambil
dari AlQuran dan Hadist dengan
mempergunakan Ijitihad olehnya itu Ijitihad
menurut bahasa yakni bekerja dengan
sungguh-sungguh dalam suatu perbuatan,
sedangkan menurut istilah yaitu
menggunakan tenaga dengan segala
kesanggupan untuk menetapkan hukum-
hukum melalui Syariah.
Menurut Ulama Usul Ijitihad adalah jalan
yangharus dilalui untuk dapat
mengeluarkan daripada dalil-dalil agama
dan jalan yang harus dilalui untuk dapat
menentukan batasan yang di kehendaki oleh
pergaulan masyarakat. Berdasarkan
kenyataan inilah maka Ijtihad itu merupakan
alat penggerak yang sangat vital dalam
sejarah pertumbuhan hukum Islam.
Bahkan Ijitihad merupakanpekerjaan
semaksimal mungkin dari seseorang
mujutahid mengisi batkan hukum dengan
memenuhi syarat-syarat tertentu untuk
menemukan sesuatu yang belum di
temukan hukumnya oleh A-lqur’an dan
Hadis. Olehnya itu Ijitihad hanya
diggunakan terhadap ayat-ayat Alqur‘an
yang zatnya yang pada umumnya berkaitan
dengan masalah muamalah tetapi tidak
terhadap ayat-ayat Alqur’an yang mengenai
kaidah bahkan kadang-kadang masalah
ibadah dalam arti khusus .
Menurut Asaf A. A Fyzee;
Ijitihad menurut bahasa ialah
mengusahakan diri dengan
sungguh-sungguh untuk
menyusun suatu pendapat
pendapat mengenai suatu tata
hukum ( rule oflaw ).
Selanjutnya beliau menyatakan; bahwa
didalam polemik dan kupasannya Imam
Syafii mengakui dan dan mempertahankan
Sunnah Rasul, menyatakan tantangan yang
tegas terhadap sikap menerima saja
pendapat orang lain dengan membuta tuli.
Pada zaman permulaan islam sejumlah
besar toko-toko ulama dinamakan
mujtahidin atau mereka yang melakukan
pertimbangan–pertimbangan dengan
mereka tetapi kekuasaan mereka di batasi
oleh ajaran yang paralel yang dinamakan
Taqlid.
Selanjutnya dinyatakan: oleh sebab itu untuk
menyatan bahwa sekarang ini menurut arti
hukum tidak ada seorang pun yang mempunyai
kedudukan mujutatahid , adalah salah ;
kesukaran praktis yang tetap ada, ialah bahwa
tidak ada kemungkinan lagi untuk mendapatkan
pengakuan yang demikian itu. Jika tidak diambil
tindakan yang radikal sebagaimana yang telah
di anjurkan oleh ahlipikir dan pujangga terkenal
seperti Dr, Muhammad Iqbal dalam Bukunya
The Recoonstruktion of Religious tought Islam ,
hukum Syariat akan tinggal sebagai bangkai
yang telah membantu.
Beliau menganjurkan agar prinsip–prinsip
ijmak hendaklah dilaksanakan dan agar
kekuasaan Ijitihad tidaklah seharusnya
terletak pada suatu individu melainkan pada
suatu badan ahli hukum islam yang
mempunyai pikiran yang luas, yang sedapat
mungkin akan dapat menafsirkan hukum
sejajar dengan pengertian sosial yang besar
dan moderen sejak revolusi Turki dalam
Tahun 1922,
usaha-usaha kearah ini tidaklah
putus putusnya dijalankan kan
kepada semua hampir disemua
negara di Timur tenga dan barubaru
ini dalam tulisan tentang
perkembangan baru dalam hukum
Syariat (Recont Develofment in
Syasriat Law) Andeson
menggambarkan kemajuan yang
telah dialami Mesir, Libanon, Syiriah
dan Irak.
Ikbal menamakan Ijitihad dengan The
Principle of movement in the structure
of Islam.
Menurut Abdul Wahid Salayan SH.
Ijitihad ialah menetukan kedusdukan
sesuatu hukum dengan dasar ilmu
pengetahuan yang cukup ahli dalam
bidangnya, berilmu luas sehingga
sanggup membahas sesuatunya. Dan
golongan orang-orang yang melakukan
Ijitihad dinamaka Mujutahidin.
Macam-macam Ijtihad
Ada beberapa macam pengertian tentang
Ijitihad baik yang sempit maupun yang luas.
a. Menurut pengertia yang sempit, ialah
pengertian yang di berikan oleh Imam Syafii
bahwa ijitihad itu sama dengan Qias yaitu
mempersamakan sesuatu hukum yang telah
ada terhadap sesuatu kejadian yang belum
ada hukumnya berdasarkan pada syarat-
syarat dan sebab-sebab yang bersamaan
atau berbeda pendapat.
b. Menurut pengertian yang
luas ialah pengertian yang
diberikan oleh sebagian ulama
Usul yang mengartikan Ijitihad itu
segala kesanggupan kecerdasan
akal pikiran untuk mendapat kan
hukum agama dari Alquran dan
hadist Rasul.
Menurut Jenisnya
Ijitihad dapat dibagi dalam
1. Mujtahid mutlak: yaitu orang–orang yang
melakukan Ijtihad langsung secara keseluruhan
dari Alquran dan Hadist dan sering kali
mendirikan mazhab sendiri seperti halnya pada
sahabat dan pada imam-imam Mazhab yang
empat (Hanafi, Maliki, Syazfii, dan Hambali).
2. Mujtahid Mazhab ¨Yaitu para mujutahid
yang mengikuti salah satu mazhab dan tidak
membentuk mazhab sendiri akan tetapi dalam
bebrerapa hal mereka berijitihad mungkin
berbeda pendapat dengan imamnya misalnya
3. Mujtashid fil Masail: yaitu orang-orang yang
berijitihad hanya pada beberapa masalah saja
jadi tidak pada arti keseluruhan namun mereka
tidak mengikuti salah satu mazhab misilnya
Hazairin berijitithan tentang kewarisn Islam.
4. Mujutashid Mukayyad: yaitu orang
berijitihad mengikatkan diri dan mengikuti
pandapat Ulama salaf dengan kesanggupan
untuk menentukan nama yang lebih utama dari
pendapat yang berbeda beserta pendapat yang
lebih kuat diantara riwayat itu begitupun mereka
memahami dalil yang menjadi dasar pendapat
para mujutahid yang di ikuti, misalnya apa yang
dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia.
Bagian-bagian ijtihad
1. Mengambil hukum dari
salah satu nash yang lahir
terhadap hal-hal yang
terkandung dalam nash tersebut.
2. Mengeluarkan hukum dari
yang tersirat dari suatu nash
dengan memahamkan nash
tersebut.
Ijitihad adakalanya untuk
memperoleh hukum atau untuk
menyesuaikannya. Ijitihad tidak
untuk memperoleh hukum baru
hanya dapat dilaksanakan oleh
mereka yang mempunyai keahlian
yang sempurna dalam urusan
ijitihad sedangkan ijtihad untuk
menyesuakan sesuatu hukum dapat
dikerjakan oleh mereka yang sudah
Hukum Ijtihad
1. Wajib aini : yakni bagi seseorang yang
yang ditanyai tentang sesuatu peristiwa,
sedangkan peristiwa tersebut akan hilang
sebelum di ketahui hukumnya.
2. Wajib kifayah : yakni bagi seseorang
yang ditanyai tantang sesuatu peristiwa dan
tidak dihawatirkan habisnya peristiwa
tersebut sedangkan selain ia masih mujtahid
lainnya .
3. Sunnat : Yaitu ijtihad terhadap suatu
peristiwa yang belum terjadi.
Apabila seseorang telah berijtihad untuk
dirinya sendiri dan telah melaksanakan sesuai
dengan hasil ijtihadnya, kemudian ia
mungubah ijtihadnya
a, maka ia harus membatalkan segala
perbuatannya yang berdasarkan ijtihad
sebelumnya kecuali bila ia seseorang Hakim
maka perubahan ijtihadnya hanya berlaku
bagi peristiwa sesudahnya. Demikian pula
orang lain yang berbeda ijtihadnya tidak boleh
membatalkan keputusan tersebut selama
keputusan itu tidak nyata-nyata menyalahi
dalil yang hakiki (pasti dan positif).
Syeh Muhammad Syaltut menyatan
bahwa selain dari Ijtihad yang
digunakan didalam pembicaraan
bersama-sama ummat mengenai
perkara-perkara yang tidak diatur
secara jelas dan tegas didalam
Alqur’an dan Sunnah Rasul masih
terdapat ijtihad perseorangan yang
memperoleh keputusan secara
pemikiran yang bebas.
Ijtihad perorangan ini tadak mengikat bagi
orang lain, kecuali bagi orang yang
berijtihad sendiri. Islam mengakui bahwa
hak untuk berijthad itu dimiliki oleh semua
pribadi yang dapat berpikir lurus dan
mampu menyelidiki baik pria maupun
wanita raja atau hanba pegawai negri atau
rayat jelata. Justru memiliki tanggung
jawab yang sama untuk membuat
kesalahan. Islam tidak mengenal seseorang
pun yang bebas membuat kesalahan kecuali
Nabi dalam soal Wahyu.
Nabi sendiri membuat
kesalahan dalam mencari
jawaban yang benar sudah
barang tentu orang muslim
bisa, bahkan para ulama yang
besar atau krabat Nabi yng
dekat akan lebih mudah untuk
membuat kekeliruan.
Penggunaan ijtihad perseorangan sangat
luas, setelah masa kedua Khalifah yang
pertama, lebi-lebih setelah adanya fitnah
ysng timbul setelah pembunuhan Khalipah
Usman bin Affan. Dalam bentuknya yang
extrim ijtihad perseorangan itu telah
mengubah ummat islam meenjadi sekte-sekte
yan saling ber tentngan, yang masing-masing
hanya mengikuti perseoprngan saja dalam
menetapkan mazhabnya dan dalam
menyampaikan kata-kata Nabi Muhammad
saw.
Hendaklah dipahami bahwa Islam tidak
menyampaikan orang-orang tertentu yang
menafsirkan Alqur’an dan Sunnah dan
tidakpula menjadikan kewajiban bnagi orang-
orang untuk berpegang pada pendapat
perorangan tertentu mengenai masalah yang
boleh di tafsirkan oleh perorangan. setiap
muslim yang cakap boleh mengadakan
penyelidikan, seseorang muslim yang tidak
mampu harus mintak keterangan dulu tantang
kewenangan kepada orang yang menyatakan
pendapastnya mengenai kewajiban-kewajiban
dan islam tidak mengikat pengikutnta untuk
menganut pendapat orang-orang tertentu,
karena tidak ada kewajiban keagamaan yang
harus di lakukan dalam kewajiban-kewajiban
yang telah di perintahkan oleh ALLah dan
Rasulnya dan juga Tuhan atau Rasulnya tidak
menyuruh seseorang untuk mengikuti suatu
Mazhab tertentu maka karena itu semenjak
zaman permulaan islam, para muslimin
senantiasa mencari jawaban-jawaban yang
benar kepada ulama- ulama islam yang dapat
diterima pendapatnya tampat mengkaitkan diri
mereka kepada guru-guru tertentu.
jadi Islam tidak menganggap
suatu kecenderungan untuk
meniru suatu mazhab kawannya
untuk tidak mengikuti pendapat
mereka sebelum mereka yakin
akan kebenaran pendapatnya.
Mereka berkata: jika petuaku
benar maka itu adalah tioriku
saja dan terseerah kepadamu
untuk merngabaikannya.
Jadi dapat dipahami bahwa orang-orang yang
memegang jabatan keagamaan dalam islam
seperti khalifah dan Imam tidaklah memiliki
monopoli dalam pemikiran dalam pengertian
serta penafsiran, dan tidak pula itu memberikan
nasihat, bimbingan dan menjalankan keadilan
sesui dengan batas-batas islam. Karena
Khalifah dipilih oleh seluruh ummat selagi
masih memegang jabatannya selama
menjalankan tugasnya dalam kerangka
perintah Allah,Ummat islasm membantunya
dan mentaatinya, ummat harus memecatnya
jika menyeleweng dari jalan yang benar.
Berdasarkan adatnya kenyataan bahwa pada
setiap masa itu ada peristiwa-peristiwa yang
memerlukan pemecahan dari segi hukumnya
karenanya pintu ijtihad harus selalalu terbuka
bagi mereka yang memenuhi syarat dan
penutupan pintu ijtihad sebagaimana terjadi
pada masa yang lalu yang merupakan salah
satu faktor adanya kenunduran ummat islam
karena kita hanya berpangku tangan
membanggakan kebebasan peniggalan ulama
terdahulu, karena ciri khusus kehidupan
manusia adalah gerak dinamika yang tidak
perna berhenti.
Karenanya usaha besar Ulama-ulama dahulu
yang telah menghasilkan karya besar patutut
kita teruskan berdasasrkan adanya kenyataan
bahwa hasil karya mereka itu sesuai dengan
zamannya dan bahwa masalah berubah dan
berkembng yang mengakibatkan timbulnya
peristiwa-peristiwa baru yang memerlukan
penyelesaian karena belum pernah di
pecahkan masalanya oleh mereka sehingga
karenanya mengharuaskan kita untuk
melaksanakan ijtihad dengan mendasarkan
kepada Alqur’an, Hadist dan jiwa Syariat
islam yang umum.
Syarat-Syarat Ijtihad
Adanya keharusan untuk melakukan ijtihadtidak
berarti bahwa setiap orang dapat melakukannya, akan
tetapi hanya mereka yang memiliki syarat-syarat
tertentu yang mereupakan syarat yang harus pipenuhi
yaitu :
1. Mengtahui bahasa arab dengan segala seginya
sehingga memungkinkan dapat menguasai nash-nash
Al-qur’an dan Hadist dalam pengambilan hukumdari
padanya.
2. Memngetahui Alqur’an dari segal seginya, dan
tata cara pengambilan hukum dari padanya seperti
sebab-sebab turunya (asbabun nuzul) dan riwayat-
riwayat yang berhubungan dwengasn penafsirannya .
3. Memngetahui Hadist Hasdiast Nabi yang
berhubungan dengan hukum dengan segala seginya.
4. Mengetahui segi-segi pemakaian qias
seperti serba akibat adat kebiasaan (Urf)
serta penetapan sesuatu hukum.
5. Mengetahui segala perinsip dalam
islam dan kaidah-kaidah dalam
menetapkan suatu hukum, guna dapat
menetapkan suatu hukum.
6. Mengetahui ilmu pengetahuan lain
yang diperlukan untuk melengkapi
pengetahuan agamanya agar ia mampu
menetapkan suatu hukum sesuai dengan
kebutuhannya.
AL-AHKAM AL-KHAMZAH
Selain satu masalah yang tidak kurang pentingnya
untuk diketahui apabila kita berbicara tentang asas
hukum atau kaedah-kaedah Ushul fiqhi adalah Al-
ahkam al-khamzah oleh karena masa Allah ini adalah
hal yang termasuk didalam masalah ushul fiqhie
Untuk itulah timbul pertanyaan apakah yang
sdimaksud dengan Al - ahkam Al -khamzah itu?
Al-Ahkam itu adalah jika dilihat dari segi bahasa
adalah jamak dari kata hukum sedangkan khamzah
itu dalah artinya lima dengan demikian maka al-
ahkam al- khamzah itu adalah lima macam kaedah
atau kategori penilaian mengenai tingkah laku
manusia dalam islam.
Kelima macam kaedah atau kategori penilaian
tersebut diatas akan dijelaskan satu persatu sesuai
dengan sistimatika yang di kemukakan oleh Imam
Syaeiie antara lain sebagai berikut:
1. Farduh (diharuskan) atau wajib dilakukan
dengan ketentuan apabila sesuatu perintah yang
farduh/wajib dikerjakan iakan mendapat pahala
sebaliknya jika ditinggalkan dia akan berdosa atau
mendapatkan hukuman, contoh melaksanakan
Shalat lima kali sehari semalam, melaksanakan
Puasa, mengeluarkan zakat dan naik haji bagi orang
yang sanggup hukumnya itu adalah wajib dan
apabila ditinggalkan akan mendapat dosa atau
hukuman dari Allah swt.
2 Sunnah ( dianjurkan ) dengan
ketentuan sunnah tersebut akan
mendapatkan pahala sebaliknya jika
ditinggalakan tidak berdosa
contohnya Shalat idul fitri,
memberikan sadakah kepada orang
dan sebagainya.
3 Mubah ( jaiiz) yaitu sesuatu yang
boleh dikerjakan dan boleh pula
ditinggalkan artinya jika dikerjakan
tidak mendapatkan pahala dan jika
ditinggalkan tidak pula berdosa.
4. Makru ( tercelah ) dengan ketentuan jika
perintah larangan itu di hentikan akan mendapat
pujian dan sebaliknya juika pwerintah larangan
itu dikerjakan atau di langgaranya di celah tidak
sampai berdosa atau di hukum contohnya
merokok, masuk kedalam rumah orang tidak
mengucapkan salam, jika ketemu dengan
sesama orang muslim tidak mengucapkan salam
dan sebagainya.
5. Haram yaitu larangan keras dengan
pengertian kalau dikerjakan akan mendapat
dosa dan jika di tinggalkan akan mendapatkan
pahala contohnya Mencuri, menipu, bersina dan
sebagainya.
Susunan atau sistimatika sebagaimana
yang telah ditatapkan oleh Imam Syafiie
diatas agak berbeda dengan sistimatika
yang diberikan oleh para sarjana-sarjana
Barat yang susunannya adalah sebagai
berikut :
1. Wajib atau fardfu
2. Haram
3 Mandub atau sunnah
4. Makruh
5. Mubah atau ja’iz
Perbedaan tersebut tidak mengherankan
oleh karena pola berpikinya sarjana
Barat tersebut dikaitkan dengan
pengertian hukum menurut hukum Barat
yaitu: Kaedah hukum sebagai kaedah
pokok sehingga hukum wajib dan haram
adalah merupakan kaedah hukum
baginya sedangkan kaedah Mandub dan
Makruh adalah merupakan kaedah
kesosilaan umum sedangkan mubah
atau ja’iz adalah dianggap sebagai
kaedah perseorangan.
Sesuai susunan atau sstimatika
sebagaimana yang dikemukakan diatas
dalam hal ini perlu dikemukakan
sistimatika yang diberikan oleh H.
Syaidu syahar antara lain sebagai
berukut :
1. Fardhu atau wajib
2. Sunnat
3. Haram
4. Makru
5. Jai’iz atau mubah.
Dari ketiga susunan atau sistimatika kaedah atau
kategori penilaian tersebut diatas apabila di teliti
lebih mendalam ketiga tiganya tidaklah mempunyai
perbedaan yang secara prinsipil karena ketiga-
tiganya bertitik tolak kepada kelima kaedah tersebut.
Perbedaanya hanya terletak pada tiap-tiap kaedah
tersebut. Imam Syafiie meletakkan kaedah ja’iz atau
mubah ditengah–tangah mejkurus ke yang lebih
tinggi yaitu kegollongan farduh atau wajib dan
dapatpula menjurus untuk ber angsur-angsur turun
sampai pada tingkat yang rendah yaitu kaedah
haram. jika Imam Syafiie menganggap kaedah
hukum sebagai kaedah pokok letak pentingnya
sesuatu perbuatan yang boleh itu atau mubah
adalah kejurusan wajib melalui sunnah atau
kejurusan haram melalui makruh.
Sedangkan para sarjana barat dan
juga Syaidus Syahar meletakkan
atau menetapkan kaedah ja’iz atau
mubah pada bagian terakhir karena
kaedah itu merupakan kaedah
kesosilaan perseorangan yang
pelaksanaannya banyak tergantung
dari dorongan yang bersangkutan
sendiri setelah dipertimbangkannya
maka segala akibat yang akan
dirassakan sendiri sendiri pula.
Apabila ternyata kemudian
hasilperbuatanya itu baik tentunya
diakan mengulanginya tapi bila
ternyata perbuatan yaitu tidak baik
maka tentunya tidak akan
melakukannya lagi. berhasil baik
atau buruk itu baginya itu ditentukan
oleh sanksi apakah sanksi yang
bersipat mendorong apakh sanksi
yang bersifat menahan.
Apabila dikemudian hari orang-orang
telah berpengalaman melakukan sauatu
perbuatan yang berhasil dengan baik
maka kaidah ja’iz itu pun meningkat
menjadi kaidah sunnat sehingga setiap
orang yang melakukannya akan
mendapat pujian. sebaliknya jika
perbuatan yaitu hasil buruk maka kaidah
jai’z itu itupun meningkat menjadi kaidah
makjruh sehingga setiap orang yang
melakukan perbuatan sedemikian itu
akan dicelah pleh masyarkakat.
Apabila dikemudian hari orang-orang
telah berpengalaman melakukan sauatu
perbuatan yang berhasil dengan baik
maka kaidah ja’iz itu pun meningkat
menjadi kaidah sunnat sehingga setiap
orang yang melakukannya akan
mendapat pujian. sebaliknya jika
perbuatan yaitu hasil buruk maka kaidah
jai’z itu itupun meningkat menjadi kaidah
makruh sehingga setiap orang yang
melakukan perbuatan sedemikian itu
akan dicelah pleh masyarkakat .
 Dariuraian perkembangan
sebagaimana tesebut diatas
maka dapat dimengerti
bahwa kaedah ja’iz
mepunyai lapangan
kesosilaan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa letak pentingnya perbuatan
seseorang bagi hukum ialah jika
perbuatan itu melalui sunnat
meningkat kewajib atau melalui
makru kemudian perbuatan itu
meningkat keperbuatan haram dan
karena sunnat dan makruh itu
bersumber kepada ja’iz maka wajib
dan haram berpokok pangkal pula
pada ja’iz.

Anda mungkin juga menyukai