Anda di halaman 1dari 8

HADITS MUTAWATIR

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadits, dipresentasikan


dalam Perkuliahan di Kelas

Oleh kelompok 1 :

1. Husain Anwar 922018005


2. Kaharuddin 922018007
3. M. Ainal Yaqin 922018009
4. Munawar Haris 922018012

DosenPengampu:
Dr. Abdurrahman Sakka, Lc., M.Pd.I

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI) AL-AZHAR GOWA
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sejarahnya, Hadis dihimpun dan dikodifikasikan secara resmi
pada abad kedua Hijriyah, berdasarkan hapalan dan ingatan mereka. Hadis
sebelum dibukukan disebarkan secara hapalan dan diterima secara hapalan
pula dengan tingkat hapalan yang berbeda, tingkat kejujuran yang berbeda
dan cara penerimaan serta penyampaian yang berbeda. Oleh karena itu dalam
perkembangan penelitian Hadis terbagi kepada bebertapa macam bergantung
pada tinjauannya. Adakalanya dilihat dari jumlah periwayat, dilihat dari
kualitas sanad dan matan, dilihat dari sumber berita, panjang pendeknya sanad
dan lain-lain. Pada makalah ini terlebih dahulu akan dibahas macam-macam
Hadis dilihat dari segi kuantitas atau jumlah periwayat Hadis ada dua yaitu :
Mutawâtir dan Ahad.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Hadits Mutawatir?
2. Bagaimana Klasifikasi Hadits Mutawatir ?
3. Contoh Hadits Mutawatir

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Mutawatir

Mutawâtir dalam bahasa Arab dari kata : ‫ت َوات ََر يَتوات ُ ُر توات ُ ًرا فهو ُمتَواتِر‬

Yang berarti ‫ = المتتابع‬yang datang kemudian, beriring-iringan, atau beruntun.


Dalam istilah menurut al-Mas’udiy dalam kitab Minhat al-Mughits pengertian
mutawatir, yaitu :

ِ ‫االنتهاء جمع عن جمعٍ ت َْمنَ ُع العادة ُ اتفاقَ ُه ْم على ْال َك ِذ‬


ُ‫ب و ُه َو ِم َّما يُد َْرك‬ ِ ‫اء الى‬
ِ َ‫َما َرواهُ ِمنَ ا ِال ْبتِد‬
‫س‬ِّ ِ ‫بالح‬
ِ

Hadis yang diriwayatkan oleh segolongan orang banyak dari permulaan sampai
akhir sanad sehingga menurut kebiasaan diketahui mustahil mereka sepakat bohong
dan Hadis macam ini tergolong yang didapatkan melalui panca indra.

B. Syarat-syarat Hadits Mutawatir


1. Periwayatnya orang banyak
Para ulama Hadis berbeda pendapat tentang minimal jumlah banyak pada
periwayat Hadis mutawâtir tersebut. Di antara mereka ada yang berpendapat,
Abu Thayyib 4 orang (diqiyaskan dengan banyaknya saksi yang diperlukan
hakim), Ash-habu’sy-syafi’i berpendapat 5 orang (diqiyaskan jumlah para
nabi yang mendapat gelar ulul azmi), atau 10 orang, 40 orang, 70 orang,
bahkan ada yang berpendapat 300 orang lebih. Pendapaat yang lebih kuat
minimal 10 orang.
2. Jumlah banyak pada seluruh tingkatan sanad
Jumlah banyak orang pada setiap tingkatan (thabaqat) sanad dari awal sampai
akhir sanad. Jika jumlah banyak tersebut hanya pada sebagian sanad saja,

3
tidak dinamakan mutawatir, tetapi nanti masuk pada Hadis ahad. Kesamaan
banyak para periwayat tidak berarti harus sama jumlah angka nominalnya,
tetapi yang penting nilai verbalnya sama, yakni sama banyak. Misalnya, pada
awal Sanad 2 orang, sanad kedua 3 orang, sanad berikutnya 10 orang, 20
orang dan seterusnya tidak dinamakan mutawâtir. Jika sanad pertama 10
orang, sanad kedua 15 orang, sanad berikutnya 20 orang, 25 orang, dan
seterusnya, jumlah yang seperti ini tetap dinamakan sama banyak dan
tergolong mutawâtir.
3. Tercegah sepakat bohong
Misalnya jika para perawi dalam sanad itu datang dari berbagai negara yang
berbeda, jenis yang berbeda, dan pendapat yang berbeda pula. Sejumlah para
periwayat yang banyak ini secara logika mustahil terjadi adanya kesepakatan
bohong secara uruf (tradisi). Tetapi jika jumlah banyak itu masih
memungkinkan adanya kesepakatan bohong tidaklah mutawâtir.
4. Beritanya bersifat indrawi
Maksudnya berita yang diriwayatkan itu dapat didengar dengan telinga atau
dilihat dengan mata kepala, tidak disandarkan pada logika akal seperti
sifatnya alam yang baru. Sandaran berita secara indrawi maksudnya dapat
diindra dengan indra manusia, misalnya seperti ungkapan periwayatan :
‫س ِم ْعنَا‬
َ = Kami mendengar [dari Rasulullah bersabda begini]

C. Macam-macam Hadits Mutawatir


1. Mutawatir Lafdhi
adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi dan
maknanya sesuai antara riwayat yang satu dengan yang lainnya.
Contoh : ‫تعمدا ً ْفليتَبَوأْ مقعَدَه ِمنَ النَّار‬
ِِّ ‫ي ُم‬ َ َّ‫َم ْن َكذ‬
َّ ‫ب َعل‬
Barang siapa yang mendustakan atas namaku, maka hendaklah bersiap-siap
bertempat tinggal di neraka. (HR. Ahmad, Turmudzi, al-Nasa’i, Bukhari,
Muslim, dan Abu Dawud).

4
Al-Suyuthiy menyebutkan bahwa Ibn al-Shalah menyebutkan 62 orang
sahabat yang meriwayatkan Hadis di atas dengan susunan redaksi dan makna
yang sama. Contoh lain, Hadis tentang telaga (al-hawdh) diriwayatkan lebih
50 orang sahabat, Hadis menyapu sepatu (khawf) diriwayatkan 70 orang
sahabat, Hadis tentang mengangkat kedua tangan dalam shalat oleh 50 orang
sahabat, dan lain-lain.

2. Mutawatir maknawi
ialah hadits mutawatir yang berbeda dalam lafadz tetapi adanya kesamaan
dalam makna.1
Contoh : Hadis tentang mengangkat kedua tangan dalam berdo`a banyak
jumlahnya, di antaranya

َ ‫ياض إ ْب‬
‫ط ْي ِه (أخرجه‬ ِ ‫أنس قا َل رأيتُ رسو َل هللا صلى هللا عليه وسلم يَ ْرف ُع يدَ ْي ِه في الد‬
ُ ‫ُّعاء حتى يُ َرى ب‬ ٍ ‫عن‬
)‫مسلم‬

Dari Anas ra berkata : Aku melihat Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya
dalam berdo’a sehingga terlihat keputih-putihan ketiaknya. (HR Muslim)

Dalam Hadis lain Nabi saw mengangkat kedua tangan ketika berdo’a qunut
sebagaimana berikut :

)‫ت إلى ثَدْيَ ْي ِه (أخرجه البيهقي‬


ِ ‫ أنهُ كانَ يَ ْرفَ ُع يدَ ْي ِه في القنو‬، ‫ابن مسعو ٍد‬
ِ ‫ور َو ْينَا عن‬
َ

Kami meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa beliau mengangkat kedua


tangannya dalam do’a qunut sampai setinggi dua susunya. (HR. al-Bayhaqiy)

Hadis yang ditampilkan di atas berbeda redaksi lafadznya tetapi adanya kesamaan
dalam makna yaitu mengangkat kedua tangan ketika berdo’a sekalipun dalam
kondisi yang berbeda. Hadis pertama Nabi mengangkat kedua tangannya ketika
minta hujan di tengah-tengah khuthbah jum’at sedang Hadis ketiga ketika do’a

1
Manna al-qahtan, pengantar studi ilmu hadits, cet.1 (Jakarta; pustaka al-kautsar,2005)
hlm.110-111

5
qunut. Dalam penelitian al-Suyuthî terdapat 100 periwayatan yang menjelaskan
bahwa Nabi mengangkat kedua tangannya ketika berdo`a tetapi lafazh dan
kondisi berbeda ada kalanya dalam shalat istisqâ’, shalat gerhana mata hari,
ziarah kubur di Baqî’, ketika ada hujan angin yang besar, dalam suatu
pertempuran, dan lain-lain. Maka disimpulkan bahwa mengangkat kedua tangan
dalam berdo`a mutawâtir secara makna melihat keseluruhan periwayatan
maknanya sama yakni Nabi mengangkat kedua taangannya ketika berdo’a.

D. Hukum Hadits Mutawatir


Hadits mutawatir memberi faedah ilmu dharuriy atau yakin kebenarannya tak
ada keraguan bahwa berita itu datang dari Nabi Muhammad SAW dan wajib
diamalkan.

Buku-Buku Tentang Hadits Mutawatir

sebagian ulama telah mengumpulkan hadits-hadits mutawatir dalam sebuah buku


tersendiri. Diantara buku-buku tersebut adalah :

1. Al-Azhar Al-Mutanatsirah fil-Akhbaar Al-Mutawattirah, karya As-Suyuthi,


berurutan berdasarkan bab.

2. Qathful Azhar, karya As-Suyuthi, ringkasan dari kitab di atas.

3. Al-La’ali’ Al-Mutanatsirah fil-Ahaadits Al-Mutawatirah, karya Abu Abdillah


Muhammad bin Thulun Ad-Dimasyqy.

4. Nadhmul Mutanatsirah minal-Hadiits Al-Mutawatirah, karya Muhammad bin


Ja’far Al-Kittani.

6
BAB III

KESIMPULAN

Hadis berdasarkan jumlah perawi terbagi menjadi dua, yaitu : Mutawâtir dan
Âhâd. Hadis muatawtir adalah Hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang pada
seluruh sanad, banyaknya menurut kebiasaan tidak mungkin sepakat bohong.
Contohnya seperti sabda Nabi :

‫ي متع ِّمدا فليتبوأ مقعده من النار‬


ِّ ‫من كذب عل‬
Al-Suyuthi menyebutkan bahwa Ibn al-Shalâh menyebutkan 62 orang sahabat
yang meriwayatkan Hadis di atas. Syarat Hadis mutawâtir ada 4 yaitu ; 1) perawinya

7
banya, 2) Banyaknya perawi pada seluruh sanad, 3) banyaknya tidak mungkin
sepakat bohong menurut aday kebiasaan dan 4) pada masalah indrawi bukan akli.
Hadis mutawâtir terbagi menjadi dua yaitu mutawatir lafdzi dan mutawatir maknawi.
Mutawatir lafdzi adalah lafal dan maknanya sama sedang muitawâtir maknawi adalah
mutawâtiur secara makna.

DAFTAR PUSTAKA

al-qahtan manna, pengantar studi ilmu hadits, penerjemah; Mifdhol Abdurahman ,cet.1
(Jakarta; pustaka al-kautsar,2005)

Anda mungkin juga menyukai