Anda di halaman 1dari 2

Rasulullah SAW bersabda “Barangsiapa memiliki dua istri, kemudian ia lebih condong kepada salah satu

dari keduanya. Maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan pundaknya miring sebelah.” (HR.
Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ahmad, an-Nasa-i)Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Bingkisan Istimewa Menuju
Keluarga Sakinah, (Bogor: Pustaka At-Taqwa, 2008), h.188

Tentang hikmah diizinkannya Nabi SAW beristri lebih dai seorang, bahkan melebihi jumlah maksimal
yang diizinkan bagi umatnya adalah sebagai berikut:

Untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran agama. Istri Nabi sebanyak 9 orang itu bisa menjadi
sumber informasi bagi umat islam yang ingin mengetahui ajaran-ajaran Nabi dalam berkeluarga dan
bermasyarakat, terutama mengenai masalah-masalah kewanitaan/kerumahtanggaan.

Untuk kepentingan politik mempersatukan suku-suku bangsa Arab dan untuk menarik mereka masuk
agama islam. Misalnya perkawinan Nabi dengan Juwairiyah, putri Al-Harits (kepala suku Bani Musthaliq).
Demikian pula perkawinan Nabi dengan Shafiyah (seorang tokoh dari Bani Quraizhah dan Bani Nazhir).

Untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan. Misalnya perkawinan Nabi dengan beberapa janda
pahlawan islam yang telah lanjut usianya, seperti Saudah binti Zum’ah (suami meninggal setelah kembali
dari hijrah Abessinia), Hafshah binti Umar (suami gugur di Badar), Zainab binti Khuzaimah (suami gugur
di Uhud), dan Hindun Ummu Salamah (suami gugur di Uhud). Mereka memerlukan pelindung untuk
melindungi jiwa dan agamanya, serta penanggung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Abdul Rahman
Ghozali,Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 136-138

POLIGAMI MENGUNDANG PERCERAIAN

Alasan poligami mengundang perceraian adalah sebagai berikut:

Istri pertama ingin memiliki suami seutuhnya, jasmani dan rohani suami hanya miliknya, apalagi jika
suaminya kaya raya, pintar usaha, tampan, dan ideal. Tidak seorang pun perempuan yang boleh
mengambil hati suaminya, apalagi harta bendanya.

Tidak terjadi komunikasi yang baik antara suami dan istri, ketika suami ingin poligami, ia memilih
melakukannya secara diam-diam, selingkuh, dan banyak dibumbui dosa.

Suami takut jika melakukan musyawarah dengan istrinya untuk poligami, musyawarah tidak mencapai
konsensus atau tidak mendapat restu.

Suami poligami karena melaksanakan salah satu ayat Al Qur’an yang juga dicontohkan oleh Rasulullah,
tetapi bagi istri hal itu alasan yang dibuat-buat oleh suaminya agar memperoleh restu sang istri.
Tidak ada dalil yang menyatakan bahwa suami harus minta izin istri ketika poligami, tetapi istri tidak rela
diselingkuhi dan dibohongi suami.

Belum ada kelaziman di bumi ini, meskipun mayoritas penduduk beragama islam bukan berarti poligami
menjadi lazim, sehingga masih dipandang tabu oleh kaum ibu.

Suami tidak menjalankan prinsip keadilan, istri tua sering ditelantarkan.

Undang-Undang Nomor 1/1974 menetapkan persyaratan yang ketat bagi suami yang bermaksud
poligami.

Umat islam (perempuan) belum sepenuhnya mengetahui tujuan Allah membolehkan poligami, seolah-
olah hanya jawaban “daripada berzina.”

Perempuan tidak memedulikan soal adanya kebolehan poligami, yang paling menjadi masalah adalah
rasa sakit hati apabila suaminya poligami. Jadi, meskipun dibolehkan oleh islam, hati yang sakit tidak ada
obatnya, dan belum ada rasa nikmat yang dialami istri ketika suaminya poligami.

Istri mengizinkan suaminya poligami dengan syarat perempuannya suah tua renta, orang miskin yang
memerlukan pertolongan, dan bukan untuk memuaskan hawa nafsu belaka.Boedi Abdullah dan Beni
Ahmad Saebani, Perkawinan Perceraian Keluarga Muslim, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 47

Anda mungkin juga menyukai