Anda di halaman 1dari 24

KRITIK ISLAM

TERHADAP
KAPITALISME

Dr. M. Amien Rais (Cakrawala Islam, 1991) mengatakan


bahwa kapitalisme pada hakikatnya hanyalah “hasil sampingan”
(by product) dari filsafat politik yang bernama liberalisme, yang
berkembang di Zaman Pencerahan (enlightenment) pada abad
ke-18 di Eropa. Semangat liberalisme itu mengajarkan bahwa
pada dasarnya manusia sama sekali tidak jahat, dan sejarah
umat manusia dapat disimpulkan sebagai sejarah kemajuan
(progress) yang menuju kepada suatu tatanan rasional dalam
kehidupan, sehingga tuntutan spiritual dari lembaga agama apa
pun tidak lagi diperlukan.
Filsafat politik liberalisme, dengan didorong
rasionalisme yang menyatakan bahwa rasio manusia dapat
menerangkan segala hal di dunia ini secara komprehensif dan
tuntas, kemudian melahirkan kapitalisme. Sesuai dengan prinsip
laissez faire, laissez passer, mekanisme pasar yang terdiri atas
58 Kuliah Informal Sistem Ekonomi Islam

penawaran dan permintaan (supply and demand) akan mengatur


kegiatan ekonomi masyarakat secara sebaik-baiknya. Tangan
yang tidak kelihatan (the invisible-hand) dalam mekanisme
ekonomi pasar itu akan mengatur kegiatan ekonomi masyarakat
secara paling rasional, dan karena itu dapat menciptakan
kesejahteraan sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Tetapi ternyata kemudian bahwa kapitalisme itu justru
menimbulkan suatu masyarakat yang sangat tidak egalitarian
dan menciptakan kesengsaraan bagi rakyat banyak, disamping
munculnya keserakahan pendukung kapitalisme serta
individualisme yang menyebabkan alienasi.
Kegagalan kapitalisme menghantarkan masyarakat
menuju tatanan idealnya, tentu bukan hanya terkait dengan
problematik praktikalnya, tapi diyakini berangkat dari
kesalahan yang bersifat sangat fundamental. Yakni bahwa
kapitalisme sejak awal mulai dari asas, pandangan tentang
problematika ekonomi dan sejumlah gagasan-gagasan
derivasinya memang telah keliru. Sesuatu yang telah keliru
pondamennya, pasti hasil akhirnya juga akan keliru. Oleh
karenanya, dampak buruk yang ditimbulkan kapitalisme di
tengah masyarakat adalah wajar belaka.

Kritik Terhadap Kapitalisme


Bila diperhatikan secara seksama, terdapat tiga
pandangan utama yang sesungguhnya membangun sistem
ekonomi kapitalis. Pertama, pandangan tentang konsep
kelangkaan (scarcity) barang dan jasa. Kedua, pandangan
tentang konsep nilai (value) suatu barang dan jasa yang
dihasilkan. Ketiga, pandangan tentang konsep harga dan
peranannya dalam produksi, konsumsi, dan distribusi. Dan
Kritik Islam Terhadap Kapitalisme  59

dengan pengkajian yang mendalam, maka akan nampak


beberapa kesalahan dan kelemahan mendasar pada pandangan-
pandangan tersebut.

1. Tentang Konsep Kelangkaan (scarcity) dan Problematika


Ekonomi
Menurut pandangan sistem ekonomi kapitalis, setiap
manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam dan
jumlahnya tidak terbatas. Tapi kebutuhan hidup manusia yang
dibahas di sini hanyalah kebutuhan yang bersifat material
semata. Baik yang dapat dirasakan dan dapat diraba (barang)
seperti makanan dan pakaian, maupun yang sifatnya dapat
dirasakan tetapi tidak dapat diraba (jasa) seperti pelayanan
dokter, guru dan lain-lain. Kebutuhan selain yang bersifat
materi tidak pernah dibahas oleh sistem ekonomi kapitalis.
Setiap kebutuhan tersebut menuntut pemuasan oleh alat-alat
pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Oleh karena di
satu sisi kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas
sementara alat yang digunakan untuk memenuhinya terbatas,
maka muncullah konsep kelangkaan (scarcity). Bertolak dari
pandangan tersebut di atas, maka sistem ekonomi kapitalis
menetapkan bahwa problematika ekonomi yang timbul oleh
karena adanya keterbatasan barang dan jasa yang ada pada diri
setiap individu, masyarakat atau negara untuk memenuhi
kebutuhan manusia yang tidak terbatas adalah adanya
kelangkaan (scarcity).
Akibat pasti dari kelangkaan ini adalah adanya sebagian
kebutuhan yang senantiasa tidak terpenuhi secara secara
sempurna atau bahkan tidak terpenuhi sama sekali. Ketika alat-
alat dan sarana-sarana pemuas yang ada tidak mencukupi
60 Kuliah Informal Sistem Ekonomi Islam

jumlah yang dibutuhkan berarti manusia berada dalam kondisi


kekurangan (kemiskinan). Untuk mengatasinya, dilakukanlah
berbagai macam cara sehingga produksi barang dan jasa yang
ada mencukupi semua kebutuhan manusia yang tidak terbatas
tersebut. Cara yang paling umum dilakukan adalah dengan
jalan meningkatkan produksi barang dan jasa suatu negara (dari
sini lahir konsep Pendapatan Nasional). Cara lainnya, adalah
dengan membatasi jumlah penduduk melalui program
pembatasan kelahiran. Misalnya dengan mendorong rakyat
mengikuti program KB, melegalisasi aborsi, sampai
membolehkan hubungan di luar nikah "kumpul kebo",
hubungan sejenis (homoseksual dan lesbian) dan dengan cara-
cara lain yang dapat menjamin pembatasan jumlah penduduk.
Dengan cara-cara tersebutlah diyakini problematika ekonomi
dapat dapat diatasi.
Selain itu, yang dimaksud dengan kebutuhan manusia
menurut pandangan sistem ekonomi kapitalis adalah sesuatu
yang diinginkan manusia tanpa memandang apakah itu
bermanfaat atau membahayakan manusia. Juga tanpa melihat
berapa jumlah orang yang menginginkan barang/jasa tersebut.
Suatu barang dan jasa bisa disebut sebagai alat pemuas
kebutuhan apabila barang tersebut memiliki manfaat (nilai
guna/utilitas atau qimatul manfaah). Dan disebut memiliki
nilai guna apabila ada manusia yang menginginkan barang itu
walaupun cuma seorang. Sebagai contoh, ketika ada seseorang
mempunyai keinginan untuk menghilangkan rasa haus sekaligus
dapat menghangatkan tubuhnya, ia akan mencari atau
memproduksi sesuatu yang bisa memenuhi keinginannya itu.
Ketika dilihat olehnya minuman keras (khamr) bisa digunakan
untuk memenuhi kebutuhannya itu, maka jadilah khamr itu
Kritik Islam Terhadap Kapitalisme  61

sebagai alat pemuas tanpa melihat lagi apakah itu barang


berbahaya atau tidak. Dan khmar akan tetap diproduksi selama
masih ada yang membutuhkannya. Dalam kacamata ini, khamr
disebut sebagai barang yang bermanfaat.
Pandangan sistem kapitalis yang menyamakan antara
pengertian kebutuhan (need) dengan keinginan (want) adalah
tidak tepat dan tidak sesuai dengan fakta. Keinginan (want)
manusia memang tidak terbatas dan cenderung untuk terus
bertambah dari waktu ke waktu. Sementara kebutuhan manusia
tidaklah demikian. Bila dikaji secara mendalam, kebutuhan
manusia ada yang merupakan merupakan kebutuhan pokok (al
hajat al asasiyah) dan ada kebutuhan yang sifatnya pelengkap
(al hajat al kamaliyat), yakni berupa kebutuhan sekunder dan
tersier. Kebutuhan pokok manusia berupa pangan, sandang dan
papan dalam kenyataannya adalah terbatas. Setiap orang yang
kenyang setelah memakan makanan tertentu, maka pada saat
itu sebenarnya kebutuhannya telah terpenuhi dan dia tidak
memerlukan makanan yang lain. Juga, orang yang sudah
memiliki pakaian tertentu meskipun hanya beberapa potong
saja, maka sebenarnya kebutuhan dia akan pakaian sudah
terpenuhi. Demikian pula jika orang telah menempati suatu
rumah tertentu sebagai tempat tinggalnya meskipun sekadar
menyewa, sebenarnya kebutuhannya akan rumah tinggal juga
sudah terpenuhi. Dan jika manusia sudah mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokoknya itu, sebenarnya dia sudah
dapat menjalani kehidupan ini tanpa mengalami kesulitan yang
berarti.
Adapun kebutuhan manusia yang sifatnya pelengkap
(sekunder dan tersier) maka memang pada kenyataannya selalu
berkembang terus bertambah seiring dengan tingkat
62 Kuliah Informal Sistem Ekonomi Islam

kesejahteraan individunya. Namun perlu ditekankan disini


bahwa jika seseorang tidak atau belum mampu memenuhi
kebutuhan pelengkapnya, asal kebutuhan pokoknya terpenuhi,
maka ia tetap dapat menjalani kehidupannya tanpa kesulitan
berarti. Oleh karena itu anggapan bahwa kebutuhan manusia
sifatnya tidak terbatas adalah tidak tepat, sebab kenyataannya
ada kebutuhan pokok yang sifatnya terbatas, dan ada pula
kebutuhan pelengkap yang selalu berkembang dan terus
bertambah.
Berbeda dengan kebutuhan (need), maka keinginan
(want) manusia memang tidaklah terbatas. Benar ia sudah
kenyang yang berarti kebutuhan akan makanan sudah
terpenuhi, tapi setelah itu ia dapat saja menginginkan makanan
lainnya sebagai variasi dari makanan pokoknya. Demikian pula
seseorang yang telah berpakaian, yang berarti kebutuhan akan
pakaian telah terpenuhi, masih mungkin menginginkan pakaian
lainnya yang lebih bagus dan lebih mahal. Seseorang yang
sekalipun telah memiliki rumah tinggal, dapat saja
menginginkan rumah tinggal yang lebih besar dan lebih banyak.
Jadi, sebenarnya kebutuhan pokok manusia itu terbatas. Yang
tidak terbatas adalah keinginan-keinginan manusia. Oleh
karena itulah pandangan orang-orang kapitalis yang
menyamakan antara kebutuhan dan keinginan adalah tidak
tepat dan tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Kekeliruan lainnya adalah anggapan bahwa kebutuhan
manusia terbatas pada yang bersifat materi saja. Pandangan ini
tidak tepat dan sangat bertentangan dengan kenyataan, dimana
di samping memerlukan makanan, pakaian dan perumahan,
manusia juga mempunyai kebutuhan lain seperti kebutuhan
ruhiyah (beragama), kebutuhan moral, kebutuhan akan kasih
Kritik Islam Terhadap Kapitalisme  63

sayang sesama manusia, kebutuhan untuk berketurunan, dan


lain-lain. Dan masing-masing kebutuhan tersebut menuntut
pemenuhan baik berupa barang dan jasa. Karena para ekonom
kapitalis tidak mengenal kebutuhan-kebutuhan itu, maka wajar
bila di tengah masyarakat terjadi kekeringan nilai agama,
akhlaq, moral, dan nilai kemanusiaan.
Demikian pula pandangan ahli ekonomi kapitalis yang
memandang kebutuhan dan manfaat sebagaimana adanya tanpa
memperhatikan apakah itu dapat mensejahterakan masyarakat
atau tidak, juga tidaklah tepat. Menentukan suatu kebutuhan
berdasarkan keinginan manusia semata sangatlah berbahanya.
Ini terlihat dari bagaimana masyarakat di negara-negara
penganut paham kapitalisme harus menerima kenyataan bahwa
sebagian dari mereka membutuhkan narkotika, heroin, judi,
pelacuran meskipun itu semua sesungguhnya sangat
berbahaya. Pemikiran seperti inilah yang akan menghancurkan
masyarakat itu sendiri secara pasti. Kebutuhan yang aneh itu
akan meruntuhkan tatanan masyarakat, karena mereka
membiarkan segelintir orang (awalnya) mengkonsumsi
kebutuhan-kebutuhan tadi.
Oleh karena itulah, paham yang hanya memandang
manusia sebagai bersifat materi semata, tanpa kecenderungan-
kecenderungan spiritual dan keinginan untuk meraih tujuan-
tujuan yang bersifat non-materi; telah menyebabkan mereka
tidak memperhatikan masalah-masalah seperti ketinggian
moral, spiritualitas, nilai-nilai ketakwaan dan semangat
pencarian keridhaan Allah, yang semestinya harus dijadikan
landasan dalam membangun peradaban. Maka, bila sekarang
terlihat terjadinya proses dehumanisasi, dekadensi moral dan
64 Kuliah Informal Sistem Ekonomi Islam

despiritualisasi pada masyarakat kapitalis merupakan hal yang


wajar oleh karena mereka memang abai terhadap hal itu semua.
Kekeliruan lain yang dapat diungkap di sini adalah
ketika kapitalisme menganggap bahwa barang dan jasa yang
diproduksi hanya semata-mata untuk dimanfaatkan, serta hanya
sekadar menjadi alat tukar-menukar sesama manusia. Padahal
sebenarnya ketika barang dan jasa yang dihasilkan oleh
masyarakat dijadikan sebagai alat untuk tukar-menukar, maka
pada saat itulah barang dan jasa tersebut sangat menentukan
bentuk dan corak interaksi antar anggota masyarakat. Oleh
karena itu agar interaksi di antara anggota masyarakat dapat
berjalan secara aman, mendatangkan ketenteraman,
kebahagiaan dan kesejahteraan, maka harus ada perhatian
terhadap sesuatu yang harus dijadikan pijakan oleh masyarakat.
Dengan kata lain harus ada kesepakatan bersama tentang mana
yang pada hakikatnya bermanfaat bagi masyarakat serta mana
yang pada hakikatnya membahayakan masyarakat.
Seharusnya tidak boleh diklaim bahwa suatu barang
disebut bermanfaat hanya karena ada sekelompok orang
menginginkannya tanpa melihat esensi apakah barang dan jasa
tersebut berbahaya atau tidak. Suatu barang harus dianggap
bermanfaat apabila memang esensinya bermanfaat. Maka,
narkotika, prostitusi dan sebagainya harus tidak boleh dianggap
sebagai barang dan jasa yang bermanfaat hanya lantaran ada
orang yang menginginkannya.
Berpangkal dari pandangan bahwa problematika
ekonomi adalah kelangkaan, maka kapitalisme memproduksi
kekayaan dengan porsi yang jauh lebih besar daripada distribusi
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Atas dasar inilah,
maka sistem ekonomi kapitalis hanya mengarah kepada satu
Kritik Islam Terhadap Kapitalisme  65

tujuan, yaitu meningkatkan kekayaan negara secara total,


kemudian berusaha memperoleh tingkat produksi hingga
setinggi-tingginya. Kemakmuran anggota masyarakat akan
tercapai setelah adanya pertambahan pendapatan nasional
(national income), dan naiknya produksi suatu negara. Ini
semua, menurut mereka hanya dapat direalisasikan jika
masyarakat dibiarkan bekerja sebebas-bebasnya untuk
berproduksi dan mengumpulkan kekayaan tersebut.
Oleh karena itulah, kegiatan ekonomi dalam pandangan
kapitalisme terfokus pada upaya peningkatan produksi barang
dan jasa kolektif. Dengan cara itu, distribusi pendapatan
dilakukan dengan cara kebebasan kepemilikan dan kebebasan
bekerja bagi anggota masyarakat. Yaitu anggota masyarakat
dibiarkan sebebas-bebasnya dalam memperoleh kekayaan apa
saja yang mampu mereka peroleh, sesuai dengan faktor-faktor
produksinya masing-masing. Baik pemenuhan tersebut dapat
dilakukan untuk seluruh anggota masyarakat, atau hanya
terjadi pada sebagian orang saja sementara sebagian lainnya
tidak terpenuhi. Pandangan ini jelas keliru dan bertentangan
dengan realitas, serta tidak pernah menyebabkan naiknya taraf
kehidupan individu secara menyeluruh. Begitu pula, tidak
pernah menghasilkan kemakmuran bagi setiap individu rakyat.
Ini terlihat, misalnya di negara-negara Barat yang telah
termasuk ke dalam negara-negara kaya sekalipun masih banyak
dijumpai orang-orang miskin dengan perkampungan
kumuhnya, pengemis dan gelandangan yang selalu terlihat di
sudut-suduk kota.
Kesalahan utama terletak dalam memandang
kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Kebutuhan manusia
yang harus dipenuhi sesungguhnya adalah kebutuhan masing-
66 Kuliah Informal Sistem Ekonomi Islam

masing individu khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan


pokok mereka. Bukan kebutuhan-kebutuhan segenap manusia,
ummat ataupun bangsa secara keseluruhan. Oleh karena itu
problematika ekonomi itu akan muncul ditengah masyarakat
jikalau terdapat individu yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokoknya. Bukan karena seluruh kebutuhan
masyarakat tidak terpenuhi. Selama kebutuhan pokok setiap
individu masyarakat terpenuhi meskipun kebutuhan pelengkap
(sekunder dan tersier) belum atau bahkan tidak terpenuhi,
suatu masyarakat tidaklah akan mengalami kesulitan yang
berarti dalam menjalani kehidupannya. Sebaliknya meskipun
suatu negara telah tergolong negara kaya, tapi bila masih ada
anggota masyarakatnya yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokoknya, maka sebenarnya negara itu masih
mengalami problematika ekonomi.
Dengan demikian, problematikan ekonomi yang
sebenarnya adalah bagaimana distribusi kekayaan di tengah
masyarakat kepada individu; yaitu pendistribusian barang dan
jasa kepada tiap anggota masyarakat. Bukan pada pemenuhan
kebutuhan yang dituntut oleh suatu negara secara total, tanpa
melihat masing-masing individunya. Dengan kata lain,
masalahnya adalah kemiskinan yang menimpa individu; bukan
kemiskinan yang menimpa negara. Karena, kendati misalnya
dengan terpecahkannya masalah kemiskinan negara, tidak
berarti telah memecahkan masalah kemiskinan individu
masyarakat. Sebaliknya dengan terpecahkannya masalah
kemiskinan individu dan terdistribusikannya kekayaan dengan
baik justru akan mendorong rakyat serta warga suatu negara
untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan
Kritik Islam Terhadap Kapitalisme  67

mereka lainnya. Pada akhirnya hal itu akan meningkatkan


pendapatan nasional.
Oleh karena itu tatanan ekonomi yang dibuat harus
berintikan kebijakan yang dapat menjamin distribusi kekayaan
negara - baik kekayaan di dalam maupun di luar negeri- kepada
seluruh anggota masyarakat, dari segi terjaminnya pemenuhan
seluruh kebutuhan pokok semua anggota masyarakat dan
pemuasan mereka. Disamping adanya jaminan yang
memungkinkan setiap anggota masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sekunder dan tersier mereka.

2. Tentang Konsep Nilai (Value) Suatu Barang dan Jasa


Konsep tentang "nilai" digunakan oleh kapitalisme untuk
menilai apakah suatu barang dan jasa yang dihasilkan
bermanfaat atau tidak. Nilai (value) dari suatu barang dan jasa
diukur berdasarkan tingkat kegunaannya. Nilai barang dan jasa
dibedakan antara "nilai" yang berhubungan dengan individu
tertentu yang disebut dengan "nilai guna" (utility value/qimatul
manfaah) dengan "nilai" yang berhubungan dengan barang lain
yang disebut dengan "nilai tukar" (exchange value/qimatul
istibdal).
Nilai guna (utility value/qimatul manfaah) adalah tingkat
kepuasan yang dapat diperoleh oleh setiap individu ketika
mereka mengkonsumsi suatu barang dan jasa. Nilai itu diukur
berdasarkan kegunaan/kepuasan terakhir yang diperoleh ketika
mengkonsumsi suatu barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan yang paling rendah. Nilai guna ini dikendalikan oleh
adanya keseimbangan antara permintaan konsumen dengan
penawaran produsen, sehingga kegunaannya diperoleh pada
68 Kuliah Informal Sistem Ekonomi Islam

batas unit terakhir untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan


kemampuan masing-masing individu.
Sedangkan "nilai tukar" (exchange value/qimatul istibdal)
adalah kekuatan tukar yang dimiliki oleh barang dan jasa
ketika ia ditukarkan dengan barang dan jasa lainnya.
Pertukaran itu hanya bisa dilakukan secara sempurna, jika
terdapat alat tukar (medium of exchange) yang dijadikan ukuran
untuk menilai barang dan jasa. Dari sinilah maka para pakar
ekonomi kapitalis perlu membahas tentang "nilai tukar", karena
nilai tukar merupakan obyek penukaran dan sifat yang dapat
diukur. Disamping itu karena ia merupakan standar yang
dipergunakan untuk mengukur barang-barang dan jasa-jasa
(unit of account), serta untuk membedakan aktivitas-aktivitas
produktif dan non-produktif.
Dalam rangka menentukan "nilai tukar" barang dan jasa
maka diperlukan adanya perkiraan dari nilai barang dan jasa
tersebut. Oleh karena itu, mengetahui apa yang dimaksud
dengan "nilai tukar" adalah masalah yang penting dalam
kegiatan produksi dan konsumsi. Dengan kata lain, ia
merupakan sesuatu yang sangat penting dalam rangka
memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia, melalui alat dan
sarana pemuas kebutuhan manusia.
Pada masa lalu, nilai tukar diukur dengan jalan
membandingkan nilai tukar suatu barang dan jasa dengan
barang dan jasa lainnya atau yang dikenal dengan sistem
"barter". Namun "nilai tukar" pada saat ini telah dikhususkan
pada satuan nilai tertentu yang terdapat pada suatu benda yang
disebut dengan "uang". Dan penisbatan pertukaran barang dan
jasa dengan uang itu disebut dengan harga (price). Oleh
karena itulah maka harga merupakan nilai tukar (exchange
Kritik Islam Terhadap Kapitalisme  69

value) barang dan jasa yang dinyatakan dengan uang. Tapi


sesungguhnya ada perbedaan antara "nilai tukar" dengan harga.
"Nilai tukar" (exchange value) adalah penisbatan pertukaran
barang dan jasa dengan barang dan jasa lainnya secara mutlak.
Sedangkan "harga" adalah "nilai tukar" barang dan jasa dengan
uang. Sehingga harga sebenarnya tidak secara pasti
menggambarkan nilai tukar barang dan jasa yang sebenarnya.
Hal ini membawa konsekuensi, bahwa seluruh harga
barang dan jasa bisa jadi akan meningkat tinggi pada saat yang
bersamaan (mengalami inflasi), kemudian pada saat yang lain
secara bersamaan bisa mengalami penurunan (mengalami
deflasi) meskipun sebenarnya "nilai tukarnya" tidak berubah.
Oleh karena itu, sebenarnya harga barang dan jasa hanyalah
merupakan salah satu dari "nilai tukar" (exchange value) suatu
barang dan jasa.
Oleh karena itu, ketika harga ditetapkan sebagai satu-
satunya "nilai tukar", maka secara pasti harga tersebut
merupakan standar (tolok ukur) bagi barang dan jasa apakah
barang dan jasa tersebut berguna (utility) atau tidak (disutility).
Bahkan harga tersebut merupakan standar (tolok ukur) bagi
tingkat kegunaan suatu barang apakah tinggi atau rendah.
Maka, suatu barang dan jasa dinilai memiliki kegunaan dan
produktivitas tertentu, ketika masyarakat menentukan barang
dan jasa tertentu itu mempunyai harga tertentu. Tingkat
kegunaan dari barang dan jasa itu diukur dari tingkat harga yang
diterima oleh konsumen dari produsen pada saat terjadi
transaksi jual beli. Barang dan jasa yang memilki tingkat
kegunaan yang lebih besar akan dinilai dengan harga yang lebih
besar pula. Baik barang dan jasa tersebut merupakan barang
70 Kuliah Informal Sistem Ekonomi Islam

pertanian ataupun industri, jasa layanan pedagang, layanan jasa


biro angkutan, dokter, insinyur dan lain-lain.
Pandangan kapitalisme yang menyatakan bahwa nilai
suatu barang dan jasa sangatlah subyektif karena tergantung
pada masing-masing individu telah membawa konsekuensi
bahwa sistem ekonomi kapitalis menganggap nilai barang dan
jasa sebagai sesuatu yang bersifat nisbi (relatif), bukan hakiki.
Menurut mereka penilaian terhadap nilai suatu barang dan jasa
sangat ditentukan oleh pandangan setiap orang terhadap tingkat
kepuasan terakhir yang dapat dia rasakan ketika dia
mengkonsumsi barang dan jasa tersebut. Dan itu ditentukan
oleh harga barang dan jasa tersebut. Konsep inilah yang biasa
mereka sebut dengan teori kepuasan marjinal atau "marginal
utility theory".
Pandangan ini keliru. Sebab, nilai suatu barang dan jasa
sebenarnya semata-mata ditentukan oleh manfaat
(kegunaan)nya, dengan memperhatikan faktor kelangkaannya.
Inilah pandangan hakiki tentang nilai suatu barang dan jasa.
Jadi nilai itu adalah sesuatu yang memiliki fakta yang dapat
dijangkau, bukan merupakan sesuatu yang nisbi (relatif).
Sedangkan apa yang mereka sebut dengan teori
kepuasan marjinal (marginal utility theory), sebenarnya
pembahasannya tidaklah berkaitan dengan konsep "nilai"
barang dan jasa tetapi berkaitan dengan konsep "harga". Karena
"nilai" barang dan jasa semata ditentukan oleh perkiraan
manfaat barang tersebut dengan memperhatikan faktor
kelangkaannya pada saat tertentu. Maka, naiknya harga suatu
barang sebenarnya tidaklah berarti bahwa "nilai" barang itu
meningkat dan sebaliknya turunnya harga barang tidak berarti
Kritik Islam Terhadap Kapitalisme  71

"nilai"nya juga menurun. Sebab nilai suatu barang dari segi


manfaatnya tidak terpengaruh dengan harganya.
Dalam hal ini terdapat perbedaan antara harga dengan
nilai, menurut para ahli ekonomi kapitalis sekalipun. Dimana
harga ditentukan oleh adanya interaksi antara permintaan dan
penawaran. Sedangkan nilai perkiraannya ditentukan oleh
manfaat yang terdapat pada barang dan jasa ketika diukur
manfaatnya dengan memperhatikan faktor kelangkaannya.
Nilai guna suatu barang dan jasa diukur/diperkirakan
dengan harga, itu merupakan perkiraan yang bersifat dugaan,
bukan hakiki lagi. Pada saat itu nilai akan berubah-ubah setiap
setiap saat mengikuti kecenderungan pasar. Maka,
keberadaannya sebagai nilai akan gugur. Realitas nilai tersebut
tidak layak lagi disebut dengan "nilai" (value), melainkan telah
berubah menjadi alat yang didalammya terdapat nilai uang yang
mengikuti kecenderungan pasar, bukan mengikuti manfaat yang
ada di dalamnya.

3. Tentang Konsep Harga dan Peranannya dalam Produksi,


Konsumsi dan Distribusi
Secara umum harga barang di pasar ditentukan oleh
adanya interaksi antara permintaan konsumen dengan
penawaran yang dilakukan oleh produsen. Tapi harga juga dapat
mengendalikan produksi dan konsumsi. Di pasar barang, harga
suatu barang dapat menggambarkan besar kecilnya biaya
produksi. Dengan biaya produksi tertentu, seorang produsen
dapat menentukan produk apa yang akan diproduksi serta
berapa besar produksi yang harus dilakukan. Demikian pula
ketika harga tinggi sementara biaya produksi relatif tetap akan
mendorong produsen untuk meningkatkan produksinya; dan
72 Kuliah Informal Sistem Ekonomi Islam

sebaliknya harga yang rendah sementara biaya produksi yang


relatif tetap akan mendorong produsen untuk mengurangi
produksinya. Dengan demikian harga akan mempengaruhi
jumlah penawaran, dan itu dinyatakan dalam harga. Bagi
konsumen, harga suatu barang akan memberi arahan tentang
produk apa yang harus mereka konsumsi, berapa besar
jumlahnya dan di mana mereka dapat membeli barang tersebut.
Sementara itu di pasar faktor produksi (jasa tenaga
kerja), harga tenaga kerja yang tinggi akan mendorong produsen
(rumah tangga) pemilik jasa tenaga kerja meningkatkan
penawaran jasa tenaga kerjanya. Meningkatnya jumlah tenaga
kerja pada gilirannya dapat mendorong produksi barang. Dari
pendapatan (harga) yang diperoleh oleh rumah tangga dari
penjualan jasa tenaga kerjanya kepada sebuah perusahaan yang
memerlukan tenaga kerja dapat digunakan untuk
mengkonsumsi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh rumah
tangga. Oleh karena itu kekuatan penawaran dan permintaan
barang --yang mengikuti hukum permintaan dan penawaran--
sangat ditentukan oleh mekanisme harga. Hukum permintaan
menyatakan jika harga suatu komoditi turun akan menyebabkan
jumlah yang diminta meningkat sebaliknya jika harga
meningkat maka jumlah yang diminta akan menurun.
Sedangkan hukum penawaran menyatakan bahwa jika harga
suatu komoditi meningkat akan menyebabkan jumlah yang
ditawarkan produsen meningkat; sebaliknya jika harga menurun
maka jumlah yang ditawarkan produsen akan menurun. Dalam
masing-masing kondisi tersebut, harga memiliki pengaruh yang
dominan dalam supply and demand. Dengan kata lain, hargalah
yang mengendalikan tingkat produksi dan konsumsi suatu
barang.
Kritik Islam Terhadap Kapitalisme  73

Menurut pandangan sistem ekonomi kapitalis,


mekanisme harga merupakan metode yang paling akurat untuk
mendistribusikan barang-barang dan jasa-jasa kepada anggota
masyarakat. Karena kegunaan (utility) itu merupakan hasil
jerih payah yang dicurahkan manusia; sehingga apabila hasil
jerih payah (upah) itu tidak seimbang dengan kerjanya (jerih
payahnya), maka akan menyebabkan produksi akan turun. Oleh
karena itu, metode yang paling akurat untuk mendistribusikan
barang-barang dan jasa-jasa kepada anggota masyarakat itulah
yang dipergunakan untuk menjaga tingkat produksi setinggi-
tingginya. Dan metode tersebut adalah metode harga. Itulah
yang biasaya disebut dengan mekanisme harga.
Menurut mereka, dalam mekanisme harga tangan yang
tidak kelihatan (the invisible hand) akan mempengaruhi
keseimbangan ekonomi secara otomatis. Sebab mekanisme
harga dibangun dengan prinsip memberikan kebebasan kepada
konsumen untuk menentukan sendiri distribusi barang-barang
dan jasa-jasa yang dimiliki masyarakat melalui berbagai kegiatan
ekonomi yang dilakukan. Setiap konsumen tentunya akan
membelanjakan uang yang mereka peroleh untuk membeli apa
yang mereka butuhkan dan apa yang mereka senangi.
Sebagai contoh, seorang konsumen yang tidak suka
minum khamr atau prostitusi, maka dia tidak akan
mengkonsumsinya, sehingga pendapatannya akan digunakan
untuk mengkonsumsi barang dan jasa lainnya. Dan apabila
jumlah konsumen yang tidak suka khamr dan prostitusi cukup
banyak atau bahkan ternyata semua orang tidak suka, maka
produsen khamr dan para pelacur akan bangkrut. Tidak
adanya permintaan miras dan prostitusi menyebabkan kegiatan
produksinya akan tutup. Jadi, konsumenlah yang menentukan
74 Kuliah Informal Sistem Ekonomi Islam

jumlah serta jenis-jenis produksi barang dan jasa, sesuai dengan


keinginan mereka. Dengan harga pulalah barang-barang dan
jasa bisa didistribusikan, agar bisa dijangkau oleh konsumen
atau tidak, serta agar bisa memberikan keuntungan kepada
produsen atau tidak.
Harga yang berfungsi dalam mengatur distribusi barang
dan jasa dapat diterangkan sebagai berikut. Bahwa setiap
manusia tentu ingin memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya.
Karena itu, manusia senantiasa berusaha untuk meraih
sejumlah barang dan jasa yang bisa memenuhi seluruh
kebutuhan. Seandainya setiap orang dibebaskan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sementara harga barang
dan jasa itu tidak ada (nol), niscaya ia tidak akan pernah
berhenti mengumpulkan dan mengkonsumsi barang dan jasa
yang mereka inginkan sampai kepuasan yang didapatkannya
adalah nol. Namun karena masing-masing orang sangat dibatasi
oleh kemampuan finansialnya disamping juga karena harga
barang dan jasa tidak nol, maka setiap orang akan berhenti
mengkonsumsi barang dan jasa sampai pada tingkat
kesanggupan/kediaannya membayar harga barang dan jasa yang
akan mereka konsumsi.
Oleh karena itu, harga merupakan pengendali yang
dibuat secara alami dan bisa menghentikan manusia dari
tindakan komsumtif sampai batas yang sesuai dengan
kemampuan finansialnya. Dengan adanya harga itu, setiap
orang akan berfikir dan menimbang serta mengukur kebutuhan-
kebutuhan yang kompetitif tersebut. Setiap orang akan
membeli mana yang dipandangnya penting dan tidak
mengambil mana yang dipandangnya tidak penting. Karena
itu, maka hargalah yang memaksa seseorang untuk menganggap
Kritik Islam Terhadap Kapitalisme  75

cukup dengan terpenuhinya kebutuhan secara parsial, sehingga


dia dapat memenuhi kebutuhannya yang lain. Bagi setiap orang,
kedudukan setiap barang dan jasa mempunyai kepentingan yang
sama jika mampu memenuhi kebutuhan yang bermacam-
macam meskipun secara parsial saja. Harga (imbalan materi)
juga yang dinilai sebagai penggerak utama mengapa orang mau
bekerja keras.
Pandangan seperti ini adalah pandangan tidak tepat dan
bertentangan dengan fakta. Tidak sedikit usaha yang dilakukan
manusia bukan semata-mata untuk mendapatkan imbalan
berupa materi (harga). Ada orang yang berusaha untuk
memenuhi kebutuhan yang sifatnya moral (pujian). Bahkan
tidak jarang untuk hal itu dia bahkan harus mengeluarkan
mater. Misalnya ada seseorang membuat makanan untuk
dibagikan kepada fakir miskin secara cuma-cuma. Ada juga
usaha untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya spiritual
seperti ibadah. Misalnya pergi haji ke Makkah dengan
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Sering kita temui
manusia terkadang mengorbankan sejmumlah hartanya untuk
memenuhi kebutuhan spiritual, atau kebutuhan moral yang
jumlahlah lebih besar dari yang dikorbankan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan materinya.
Karena itu harga bukanlah satu-satunya yang bisa
mendorong laju produksi. Kadangkala produksi dapat
ditingkatkan dengan harga, dan kadangkala oleh yang lain.
Seringkali kita saksikan seseorang yang bekerja berbulan-bulan
hanya untuk mendirikan sebuah mesjid tanpa mengharapkan
upah sedikitpun. Dijumpai juga seorang pengusaha yang
memproduksi barang tertentu agar dapat dibagikan secara
cuma-cuma kepada orang-orang yang memerlukan. Disaksikan
76 Kuliah Informal Sistem Ekonomi Islam

rakyat dari suatu negara mau bahu membahu bekerja keras


membangun benteng dan persenjataan demi untuk
mempertahankan tanah airnya tanpa mengharapkan imbalan
apa-apa. Semua kegiatan yang dicontohkan di atas sama sekali
tidaklah didorong oleh harga. Karena itu menjadikan harga
sebagai satu-satunya faktor yang mendorong laju produksi
adalah tidak benar.
Pendapat kapitalisme yang juga mengganggap bahwa
hargalah yang menjadi penentu konsumsi dan distribusi
ditengah masyarakat juga tidaklah tepat. Jika hanya harga yang
mengatur konsumsi, maka siapa saja yang tidak mampu
membayar "harga" tertentu berarti ia tidak dapat mengkonsumsi
barang dan jasa. Atau dengan kata lain dia tidak layak untuk
hidup.
Menurut mereka, jumlah barang yang terdistribusi ke
konsumen menunjukkan jumlah barang yang diminta oleh
konsumen. Faktanya, jumlah yang terdistribusi itu belum tentu
menunjukkkan jumlah kebutuhan masyarakat yang sebenarnya.
Misalnya, kebutuhan sebenarnya yang layak sebuah keluarga
terhadap beras 60 kg/bulan. Tapi karena harganya mahal,
mereka hanya mengkonsumsi sebanyak 45 kg/bulan. Artinya,
jumlah yang terdistribusi ke keluarga itu hanya 45 kg padahal
kebutuhan yang sebenarnya 60 kg. Jadi justru harga itulah yang
menyebabkan berkurangnya kebutuhan normal/layak.
Konsumen yang kurang mampu akan tetap berada pada
ketidakmampuannya kecuali kalau harga itu turun atau mereka
harus mencari pendapatan yang lebih besar. Ini lebih
diperparah jika mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan baru yang muncul. Ujung-ujungnya jumlah anggota
masyarakat yang kekurangan (miskin) akan semakin besar.
Kritik Islam Terhadap Kapitalisme  77

Dampak Buruk Kapitalisme

Kapitalisme yang telah rusak sejak asasnya tak ayal lagi


menimbulkan dampak yang sangat buruk dalam realitas
masyarakat. Diantaranya:
Pertama, kapitalisme melahirkan ketidaksamaan
(inequality) atau kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat.
Umumnya orang mengakui bahwa kapitalisme memang dapat
mendorong produktifitas yang tinggi dan memiliki kemampuan
untuk melipatgandakan kekayaan, tetapi tetap tidak dapat
menghilangkan ketimpangan. Suatu negara kapitalis dapat saja
makin lama makin makmur, namun kemakmuran itu tetap tidak
akan mengubah perbedaan pendapatan (income differentials)
dan mobilitas sosial dalam masyarakat. Bila distribusi
pendapatan dapat dikiaskan sebagai kue lapis, maka jumlah
manusia yang ada dalam setiap lapisan tetap saja sama
walaupun pendapat mereka semuanya meningkat. Secara
demikian jurang antara lapisan-lapisan itu tetap sema, sehingga
sulit bagi anggota-anggota suatau stratum meloncat ke statum
yang lebih tinggi. Seperti kata seorang ahli ekonomi, kenyatan
ini merupakan “ tirani kruva distribusi pendapatan bebentuk
locneng” (the tyranny of the bell-shaped curve of income
distributon).
Kedua, kapitalisme adalah sistem ekonomi yang bersifat
internasional, jadi tidak dapat berdiri sendiri dalam suatu
negara tertentu. Kapitalisme internasional hanya dapat
mempertahankan hidupnya lewat eksploitasi yang dilakukan
atas Dunia Ketiga. Dalam kaitan ini, teori dependencia yang
dikemukakan oleh para sarjana Amerika Latin membuktikan
78 Kuliah Informal Sistem Ekonomi Islam

betapa negara-negara Dunia Ketiga dalam sistem kapitalisme


internasional sekarang hanyalah menjadi satelit-satelit ekonomi
di daerah pinggiran (periphery) yang sangat bergantung pada,
dan dieksploitasi oleh, kekuatan-kekuatan kapitalis negara-
negara besar.
Ketiga, demi kepentingan ekonominya, kekuatan-
kekuatan kapitalis selalu bersikap double-standard. Kapitalisme,
langsung atau tidak langsung, berkaitan dengan suatu sistem
opresi internasional demi kelangsungan kepentingan
ekonominya. Sebagai contoh, Amerika Serikat yang sering
menamakan dirinya benteng demokrasi lebih sering membantu
kelangsungan rejim-rejim di Dunia Ketiga yang bersikap opresif
terhadap rakyatnya. Hubungan AS dengan berbagai negara
Amerika Latin merupakan contoh jelas untuk hal ini. Jadi, di
satu pihak Amerika sangat menghargai hak-hak asasi manusia
dan etika politik, tapi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip itu
tidak menjadi soal bila itu demi kepentingan ekonominya di
negara lain.
Keempat, kapitalisme yang secara teoritis memberikan
kesempatan sama (equality of opportunity) kepada setiap
anggota masyarakat, dalam kenyataannya bersifat diskirminatif,
bahkan rasis. Hanya mereka yang dekat kepada pusat
kekuasaan saja yang lebih banyak mendapatkan akses informasi,
modal dan kesempatan. Diskriminasi juga berlanjut di bidang
hukum. Dengan kekuatan dana yang dimiliki para pemilik
modal mampu membeli hukum. Akhirnya proses hukum tidak
berjalan sebagai mana mestinya atas mereka.
Kelima, semboyan kapitalisme yang berupa “berproduksi
untuk dapat berproduksi lebih besar” (to produce, to produce
and to produce) menyebabkan keserakahan dan berkembangnya
Kritik Islam Terhadap Kapitalisme  79

kehidupan yang materialistik. Melimpahnya produksi tidak lagi


menjadi alat untuk mencapai tujuan yang lebih luhur, karena ia
telah menjadi tujuan itu sendiri. Akibat mementingkan produksi
atas segala-galanya itu, kapitalisme pada umumnya merusak
ekologi yang seharusnya dilestarikan. Polusi udara, sungai dan
lautan, sesungguhnya berasal dari semangat kapitalisme yang
bernafsu menjalankan produksi tanpa batas. Kapitalisme
dipandang tidak mau mengindahkan tiga unsur penting dalam
kehidupan manusia, yaitu kesehatan (health), kelestarian
(permanence) dan keindahan (beauty).
Keenam, sebagai konsekuensi logis dari cara berproduksi
seperti dikemukakan tadi, adalah pola hidup konsumeris.
Dengan kalimat lain, konsumerisme berkembang pesat di
tengah masyarakat yang pada gilirannya akan melahirkan
“masyarakat pembosan” (throw-away society). Manusia-manusia
dalam masyarakat kapitalis tidak ada yang betah bergaul dengan
barang-barangnya dalam tempo relatif lama, lantaran mereka
sudah melempar barang-barangnya yang sesungguhnya masih
bermanfaat dan menggantinya dengan yang masih baru.
Kecenderungan ini juga menghinggapi kehidupan perkawinan
mereka. Tingginya angka perceraian (throw-away marriage)
diduga keras dipengaruhi oleh kehidupan mereka yang
pembosan.
Ketujuh, kapitalisme menimbulkan gejala-gejala alienasi
dan anomi dalam masyarakat. Kiranya sudah terlalu jelas bahwa
di mana pun juga, kapitalisme mendorong suatu kehidupan
yang individualistis dan kompetitif. Para anggota masyarakat
ataupun lapisan tertentu yang terlempar dalam kompetisi itu –
yang tidak fit menghadapi hukum survival of the fittest – akan
menjadi “bukan apa-apa” (nobody), sehingga dicekam oleh
80 Kuliah Informal Sistem Ekonomi Islam

perasaan terasing dan anomi. Istilah-istilah seperti lonely crowd


dan one-dimensional man agaknya dapat menggambarkan rata-
rata keadaan anggota masyarakat yang menganut paham
kapitalisme.

Anda mungkin juga menyukai