Skripsi
Oleh:
Rizki Maulana
NIM: 11140331000014
Skripsi
Oleh:
Rizki Maulana
NIM: 11140331000014
Dosen Pembimbing:
Kusen. Ph.D
1442 H / 2021 M
i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Studi Komparatif Teologi Islam Harun Nasution dan
Hassan Hanafi” telah diajukan dalam sidang munaqasyah pada program studi Aqidah dan
Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 15 Juli
2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama
Sidang Munaqasyah
Penguji I Penguji II
Dosen pembimbing
Kusen. Ph.D
ii
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
ب b be
ت t te
ث ts te dan es
ج j je
خ kh ka dan ha
د d de
ر r er
ز z zet
س s es
ش sy es dan ye
غ gh ge dan ha
ف f ef
ق q ki
ك k ka
iv
ل l el
م m em
ن n en
و w we
ه h ha
ء ` apostrof
ي y ye
B. Vokal
َـَـــ a fatḥah
َـَـــ i kasrah
َـَـــ u ḏammah
ي
َ َـَــــ ai a dan i
C. Vokal Panjang
ﻲ
َ ــ î i dengan topi di atas
v
ABSTRAK
Rizki Maulana
Studi Komparatif Teologi Islam Harun Nasution dan Hassan Hanafi
Teologi merupakan suatu wacana ilmu pengetahuan yang di dalamnya
memuat ajaran-ajaran dari suatu agama tertentu. Di dalam agama Islam, teologi
Islam sering kali disebut dengan ilmu tauhid atau ilmu kalam. Di dalam ajaran
Islam, teologi menjadi sebuah perdebatan yang sangat mendalam di kalangan para
Mutakallimin. Berbagai macam perbedaan maupun persamaan pendapat diutarakan
oleh mereka. Di Indonesia kita mengenal sosok Harun Nasution, ia merupakan
pembaharu dan pemikir Islam yang memiliki citra luar biasa dalam pemikiran
teologinya. Harun Nasution berupaya mengenalkan ajaran teologinya yang bersifat
rasional dan lebih filosofis. Setiap gagasan tentang teologi yang dikemukakan oleh
Harun Nasution memiliki pengaruh atas sistem teologi yang dianut umat muslim di
Indonesia. Di sisi lain, Hassan Hanafi juga merupakan tokoh rasionalis Islam yang
melihat bahwa teologi tidak hanya berkisar pada persoalan agama saja, melainkan
suatu ajaran yang bisa membawa pada perubahan dan dapat diaktualisasikan dalam
kehidupan nyata.
Maka dari itu, pada skripsi ini penulis berupaya untuk menjabarkan dan
kemudian membandingkan, serta mengkorelasikan corak pemikiran teologi Islam
dari kedua tokoh tersebut yaitu, Harun Nasution dan Hassan Hanafi. Metode yang
digunakan penulis dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan
teknik studi kepustakaan (Library Research). Kemudian metode yang digunakan
selanjutnya adalah metode deskriptif-komparatif. Dan dari hasil penelitian yang
didapat, penulis menemukan bahwa pandangan teologi menurut Harun Nasution
dan Hassan Hanafi memiliki perbedaan dan persamaan pendapat mengenai
persoalan teologi Islam. Perbandingan itu dapat dilihat dalam masalah akal, wahyu,
dan kebebasan manusia.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT. Sang pencipta alam,
Tuhan yang Maha Menghendaki atas segala sesuatu, sehingga atas kebesaran dan
karunia-Nya pula lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-
baiknya. Shalawat seiring salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW. Yang menjadi suri tauladan bagi umatnya dan menjadi pelita
Dengan izin Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, akhirnya
skripsi dengan judul “Studi Komparatif Teologi Islam Harun Nasution dan Hassan
Hanafi” ini dapat penulis selesaikan walau dengan jangka waktu yang cukup
panjang. Dan dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari tidak
dukungan dari berbagai pihak dan orang-orang di sekitar penulis yang turut andil
dalam terselesaikannya skripsi ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis
2. Ibu Dra. Tien Rahmatin, MA, sebagai Ketua Jurusan Aqidah Filsafat
vii
penulis, yang telah memberikan masukan kepada penulis ketika
konsultasi.
5. Kepada kedua orang tua penulis, ayahanda tercinta Udin Syahrudin dan
kepada penulis. Dan terimakasih juga atas segala doa yang terus-
6. Teman kos-kosan penulis Fitrah Permana dan Fauzan Bimo yang sudah
bersama di kos-kosan.
8. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan
viii
Semoga kebaikan mereka semua mendapat balasan dari Allah SWT. Dan
mereka selalu dalam lindungan-Nya. Terakhir, penulis berharap skripsi yang jauh
dari kesempurnaan ini bisa memberikan banyak manfaat bagi kita semua dan
Rizki Maulana
ix
DAFTAR ISI
x
d. Pemikiran Harun Nasution Tentang Akal, Wahyu, Kebebasan
Manusia dan Takdir......................................................................45
1. Akal .......................................................................................45
2. Wahyu ...................................................................................51
3. Kebebasan Manusia dan Takdir ............................................56
B. Hassan Hanafi ..........................................................................................61
a. Riwayat Hidup Hassan Hanafi .....................................................61
b. Latar Belakang Intelektual ...........................................................64
c. Pokok Pikiran ...............................................................................67
d. Pemikiran Hassan Hanafi Tentang Akal, Wahyu, Kebebasan
Manusia dan Takdir......................................................................74
1. Akal .......................................................................................74
2. Wahyu ...................................................................................78
3. Kebebasan Manusia dan Takdir ............................................82
A. Kesimpulan ..............................................................................................98
B. Saran ........................................................................................................99
xi
BAB I
PENDAHULUAN
perubahan besar dalam segala bidang kehidupan yang dibawa oleh kemajuan pesat
yang ditimbulkannya dalam bidang keagamaan, termasuk Islam adalah lebih sulit
kerumitan itu karena dalam agama terdapat ajaran-ajaran absolut, mutlak, benar,
kekal, tidak berubah, dan tidak bisa diubah.1 Manusia melalui beberapa periode,
yaitu dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan tua. Dalam berpikirnya manusia
terdahulu, yang dapat diibaratkan mereka itu masih taraf anak-anak, maka ajaran-
ajaran agama yang diturunkan kepada mereka bersifat mutlak, perintah, larangan,
Islam sebagai yang mengingkari agama-agama Yahudi dan Nasrani serta agama-
agama berhala, merasa perlu untuk menjelaskan pokok dasar ajarannya dari segi-
1
Nurhidayat Muhammad Said, Pembaruan Pemikiran Islam Di Indonesia, (Jakarta:
Pustaka Mapan, 2006), hlm. 1.
2
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2012), hlm. 309.
1
2
segi dakwah yang menjadi tujuannya. Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi Muhammad
saw banyak berisi pembicaraan tentang wujud Tuhan, keagungan, dan ke-Esaan-
Nya.3 Karena, pada hakekatnya ajaran Islam yang sari patinya tersimpul dalam
kedua sumber utama itu mendidik manusia kepada pembentukan kepribadian yang
sempurna.4
Dalam membahas persoalan ketuhanan yang ada dalam al-Qur’an dan hadis,
umat Islam mengenalnya dengan sebutan ilmu kalam, ilmu tauhid , atau teologi.
pemikiran Islam yang membahas teologi atau ilmu kalam pada umumnya dengan
pendekatan sejarah secara kronologis. Karena dalam ilmu teologi ini seseorang
pemikiran serba benda pada abad modern saat ini.5 Dengan mempelajari teologi
sejumlah dilema antara keabsolutan dengan kenisbian. Teologi pada generasi awal
(Nabi), telah menekankan pada penciptaan masyarakat yang bermoral dan etika
praktis, berkaitan dengan baik dan buruk serta keadilan, yang bertumpu pada
kesadaran yang peka dan nyata akan adanya satu Tuhan. Teologi Islam pada masa
3
A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003), hlm. 11.
4
Achmad Ghalib, Rekonstruksi Pemikiran Islam, (Tangerang: UIN Jakarta Press, 2005),
hlm. 23.
Ris’an Rusli, Teologi Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 3.
5
6
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:
UI Press, 2016), hlm. ix.
3
periode nabi yang bercorak “teologi praktis”. Meskipun fungsinya telah bergeser
sebagai pembela kepercayaan dan kepentingan politik sekte tertentu, yang muncul
realita dunia. Bahkan bagi manusia yang tidak beragamapun, tetap berteologi
sekalipun tanpa agama. Menelusuri jejak-jejak teologi Islam tidak luput dari
merujuk pada tradisi pemikiran teologi rasional Mu’tazilah dan juga para pemikir
kewajiban manusia terhadap Tuhan, memakai akal dan wahyu dalam memperoleh
pengetahuan tentang kedua soal tersebut. Akal, sebagai daya berpikir yang ada
dalam diri manusia, berusaha keras untuk sampai kepada diri tuhan, dan wahyu
7
Chumaidi Syarif Romas, Wacana Teologi Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 2000), hlm. 11-12.
8
Abdul Halim, Teologi Islam Rasional, (Jakarta: Ciputat Pers, 2001), hlm. 163.
4
Tuhan.9
Dalam Islam sebenarnya terdapat lebih dari satu aliran teologi, ada aliran
yang bersifat liberal, ada yang bersifat tradisional, dan ada pula yang mempunyai
sifat antara liberal dan tradisional. Kedua corak teologi ini, liberal dan tradisional,
berpikir umat Islam untuk tidak berpandangan sempit dan tradisional. Pandangan
sempit dan tradisionalisme tidak dapat berjalan sejajar dengan modernisasi, bahkan
Menurut pendapat tokoh teolog yang lain, yaitu Hassan Hanafi, sejarah
teologi adalah sejarah proyeksi keinginan manusia ke dalam kitab suci. Setiap ahli
teologi atau penafsir melihat bahwa kitab suci merupakan sesuatu yang ingin
dan tujuannya pada naskah-naskah itu.11 Menurutnya lagi, bahwa teologi bukanlah
ilmu ketuhanan, teologi tidak lebih merupakan hasil pemikiran manusia yang
terkondisikan oleh waktu dan keadaan sosial, sehingga posisinya sama dengan
posisi ilmu-ilmu lainnya, tidak ada yang lebih utama di dalam ilmu-ilmu
9
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 81.
10
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. x.
11
E. Kusnadiningrat, Hassan Hanafi: Islam adalah Protes, Oposisi, dan Revolusi,
http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=310.
5
baru.12
Dalam menganalisis tentang Islam dan tauhid atau teologi tidak bisa hanya
sebatas pada Tuhan dan mental saja. Karena itu, jalan terbaik untuk memahaminya
mental, dan sekaligus ketuhanan.13 Teologi yang selama ini dipahami oleh umat
Islam menurut Hassan Hanafi, tidak membawa perubahan atau semangat kemajuan
dikalangan umat Islam. Konsep-konsep Teologi yang ditafsirkan oleh para ahli
teolog terlalu bersifat teosentris, dan sama sekali belum menjamah aspek
Hanafi tersebut, mengantarkan penulis untuk tetap hormat pada keduanya, atau
paling tidak mengetahui alasan dan latar belakang suatu pandangan tersebut dapat
memberikan kepada pihak lain kesempatan untuk menemukan dalih atau alasan
Tentu, setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya, dan setiap hasil
renungan dan pemikiran dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tingkat intelegensi,
12
Arfiansyah, Rekonstruksi Teologi Islam Hassan Hanafi, (Skripsi Fakultas Ushuluddin,
Jurusan Aqidah dan Filsafat IAIN Ar-Raniry, 2004), hlm. 54-56.
13
Kazuo Shimogaki, Kiri Islam Antara Modernisme dan Postmodernisme, Telaah Kritis
Pemikiran Hassan Hanafi, (Yogyakarta: LkiS, 1993), hlm. 17-18.
6
persepsi tidak akan terjadi atau perilaku tidak akan terealisasi kecuali dengan
murni.14 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis berupaya
untuk mengkaji pemikiran teologi dari kedua tokoh tersebut dengan judul “Studi
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis membatasi
penelitian yang membahas teologi Islam ini pada persoalan akal, wahyu, kebebasan
manusia dan takdir menurut Harun Nasution dan Hassan Hanafi. Adapun
berdasarkan dari batasan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, maka
Adapun tujuan penelitian dalam sebuah skripsi ini adalah sebagai berikut :
14
Hassan Hanafi, Studi Filsafat 1 Pembacaan Atas Tradisi Islam Kontemporer,
(Yogyakarta: LKiS, 2015), hlm. 298.
7
Hassan Hanafi.
3. Untuk mendapatkan gelar sarjana Islam pada prodi Aqidah dan Filsafat
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
teolog terkemuka.
perspektif.
D. Tinjauan Pustaka
Kehidupan Harun Nasution”, tahun 2016, skripsi tersebut disusun oleh Abdul
Kholik, mahasiswa prodi Aqidah Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
penelitian tersebut membahas konsepsi ibadah dan moral menurut Harun Nasution,
serta berbagai aspek pemikiran Harun Nasution seperti teologi, filsafat, dan
mistisisme.
8
Aqidah Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi tersebut berjudul “Akal
dan Wahyu dalam Perspektif harun Nasution”, tahun 2005. Di dalamnya membahas
fungsi akal dan wahyu, serta analisis kritisnya terhadap pemikiran Harun Nasution.
Teologi Rasional Harun Nasution”, tahun 1999, penelitian tersebut dibahas oleh
Amsal Bachtiar dan Achmad Gholib di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
penelitian ini meneliti fungsi akal dalam mengetahui tuhan, kebaikan, dan kejahatan
yang ditulis oleh Taufik Rahman mahasiswa jurusan Aqidah dan Filsafat Islam
fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Skripsi
Hanafi”, tahun 2016, skripsi ini ditulis oleh Zulfikar mahasiswa jurusan ilmu aqidah
fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Skripsi ini hanya
atas Pemikiran Hassan Hanafi)”, skripsi tahun 2015 yang disusun oleh Muh. Alwi,
mahasiswa jurusan Aqidah Filsafat, fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik, UIN
Alauddin Makassar. Skripsi ini berfokus pada pemikiran Hassan Hanafi tentang
teologi pembebasan.
9
Ketujuh, buku dengan judul “Kiri Islam”, karya Kazuo Shimogaki, buku
tahun 1993 dan diterbitkan oleh LKiS Yogyakarta. Dalam buku ini Kazuo
Shimogaki menelaah posisi pimikiran Hassan Hanafi dan menelaah responsi hassan
membahas pemikiran Harun Nasution maupun Hassan Hanafi, tetapi penulis belum
Nasution dan Hassan Hanafi tentang teologi Islam, terutama pada persoalan akal,
wahyu, kebebasan manusia dan takdir. Maka pada penelitian ini lah penulis
E. Metode Penelitian
research (studi kepustakaan) di dalam penelitian ini. Teknik ini dilakukan dengan
ini melalui berbagai literatur, baik sumber primer maupun sumber sekunder.
Adapun untuk sumber primer, penulis mengambil beberapa data dari beberapa
karya Harun Nasution dan Hassan Hanafi. Sedangkan untuk sumber sekunder,
diperoleh dari bahan penelitian yang ditulis, baik berupa buku-buku, jurnal, artikel,
dan lain-lain, yang ada kaitannya dengan permasalahan dan pembahasan di dalam
penelitian penulis.
10
2. Metode Pembahasan
pandangan Harun Nasution dan Hassan Hanafi. Metode ini digunakan untuk
dengan judul penulisan penelitian ini. Sehingga hal tersebut dapat memberikan
kejelasan yang sifatnya akurat dan akademik baik bagi penulis khususnya, maupun
untuk mengetahui dan atau menguji perbedaan dan persamaan dua individu, dua
kelompok atau lebih. Penelitian komparasi juga adalah penelitian yang dilakukan
Objek yang diperbandingkan dalam penelitian ini dapat berwujud tokoh atau
Dalam arti lain, penelitian komparasi adalah suatu metode yang digunakan
Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
11
F. Sistematika Penulisan
Pada sistematika penulisan ini, penulis membagi skripsi ini menjadi lima
bab, yang diantara lima bab tersebut terdiri dari beberapa sub bab bahasan, dengan
BAB I : Bab yang berisi tentang uraian permasalahan secara mendetail dan
menyeluruh mengenai materi, konteks, arah, dan ruang lingkup pembahasan yang
terdiri dari; latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penulisan.
BAB III : Bab ini berisi tentang penjelasan secara rinci mengenai objek-
objek pembahasan dalam teologi Islam, yang diantaranya yaitu akal, wahyu,
kebebasan manusia dan takdir menurut kedua tokoh. Riwayat hidup dan latar
belakang intelektual kedua tokoh juga dibahas dalam bab ini. Selain itu berisi juga
BAB IV : Bab ini merupakan inti dari penelitian ini, pada bab ini penulis
Harun Nasution dan Hassan Hanafi. Dan dari perbandingan tersebut terdapat
BAB V : Berisi penutup dari penulisan penelitian ini, yang terdiri dari
Tuhan dari segala seginya dan hubungannya dengan alam. Teologi yang bercorak
kata-kata agama yang bersifat pikiran. Karena itu teologi biasanya diikuti dengan
kualifikasi tertentu seperti Teologi Yahudi, Teologi Kristen, dan juga Teologi
Islam.1 Teologi dalam Islam disebut juga sebagai ilmu al-tauhid, kata tauhid
mengandung arti satu atau esa, dan keesaan dalam pandangan Islam disebut sebagai
monotheisme yang merupakan sifat yang terpenting diantara segala sifat Tuhan.
Kemudian, teologi Islam disebut juga dengan ‘ilmu al-kalam.2 Menurut Harun
Nasution, teologi juga membahas ajaran-ajaran dari suatu agama. Dalam Istilah
Arab, ajaran-ajaran dasar tersebut disebut Ushuluddin. Oleh karena itu, buku yang
membahas soal-soal teologi dalam Islam diberi nama kitab al-Ushul al-Din. Ajaran-
belakangan dibanding dengan ilmu keislaman lainnya, seperti ilmu hadis dan ilmu
fikih. Ilmu kalam tidak lahir secara spontan, melainkan telah melalui proses dan
melintasi kurun waktu yang cukup panjang, didahului oleh munculnya berbagai
1
Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam, cetakan 3, (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru,
2003), hlm. 8.
2
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:
UI Press, 2016), hlm. ix.
12
13
persoalan kalam secara parsial. Setiap suatu persoalan kalam muncul, pastilah
muncul pula pendapat yang berbeda bahkan saling bertentangan, yang pada
gilirannya melahirkan aliran. Sehingga aliran kalam pun mendahului lahirnya ilmu
Rasulullah SAW, dan bukan pula sebagai hasil perenungan langsung terhadap
masalah-masalah teologis yang termuat dalam sistem akidah Islam. Bersumber dari
kemelut politik yang kemudian merambat ke masalah kalam. Jadi, masalah kalam
atau teologi muncul di dunia Islam bermula dan bersumber dari fenomena politik.
Sejak kaum Khawarij menggunakan term kafir terhadap lawan politik mereka,
Istilah Ilmu Kalam terdiri dari dua kata ilmu dan kalam. Kata ilmu dalam
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu.5 Sedangkan kata
kalam, berasal dari Bahasa Arab yang berarti kata-kata. Ilmu kalam secara harfiah
ajaran-ajaran dasar dalam agama Islam. Ajaran-ajaran itu menyangkut wujud Allah,
kerasulan Muhammad, dan al-Qur’an.6 Maka, teologi dalam Islam disebut ‘ilmu al-
kalam, karena kaum teolog Islam bersilat dengan kata-kata dalam mempertahankan
3
Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 1.
4
Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, hlm. 13.
5
W. J. S, Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2002), hlm. 423.
6
M. Yunan Yusuf, Alam pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2014), hlm. 3.
14
Mutakallimin, yaitu ahli debat yang pintar memakai kata-kata. Tujuan para
sendiri dari sumber al-Qur’an, baik menyangkut aspek metode maupun materi.
Ditinjau dari segi metode maupun materinya, keberadaan ilmu kalam bukan yang
terlarang dalam Islam. Bahkan ilmu kalam mutlak diperlukan demi terbangunnya
keimanan yang kukuh diatas bukti dan argumen yang kuat. Tanpa ilmu kalam
Dasar ilmu kalam atau teologi Islam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh
dalil pikiran ini tampak sangat jelas dalam pembicaraan para mutakallimin. Mereka
pikiran.8 Sumber utama dalam ilmu kalam yaitu al-Qur’an dan Hadis nabi yang
menerangkan tentang wujud Allah, sifat-sifat Allah, dan persoalan akidah Islam
lainnya. Oleh karena itu, pembahasan ilmu kalam ini selalu berdasarkan kepada dua
hal, yaitu dalil naqli (al-Qur’an dan Hadis) dan dalil-dalil aqli (akal pikiran).9
Cukup banyak definisi yang telah dikemukakan oleh parah ahli mengenai
ilmu kalam yang membahas masalah akidah ini. Sebagaimana menurut al-Farabi,
7
Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, hlm. 19-20.
8
Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), hlm. 5.
9
Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, hlm. 28-29.
15
ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta
eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia
yang menyeleweng dan menyimpang dari kepercayaan Salaf dan Ahli Sunnah.10
tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan. Teologi
dalam Islam merupakan penegasan bahwa Tuhan itu satu, menciptakan manusia
Muhammad Abduh, ilmu kalam atau tauhid ialah ilmu yang membahas tentang
wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib bagi-Nya, sifat-sifat yang boleh
disifatkan kepada-Nya dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib ditiadakan
kebenaran risalahnya, apa yang wajib pada dirinya, hal-hal yang boleh, dan hal-hal
ilmu yang berdimensi keimanan, mendasarkan pada esensi tauhid (universal dan
10
Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, hlm. 3.
11
Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, hlm. 2.
16
Bukan hanya sebagai sebuah ilmu dan ajaran agama, teologi atau aqidah
adalah sebuah world view bagi semua orang dan khususnya bagi umat Muslim,
sebab dalam rumusan teologi ini, segala macam prinsip hidup dan pandangan
membuat seseorang lebih yakin dan memiliki landasan yang kuat dalam menganut
beragama. Oleh karena itu, seseorang dalam beragama harus didasari dengan
akidah yang benar, yaitu dengan berpegang teguh kepada kitab suci al-Qur’an dan
hadis. Dengan demikian tinjauan teologi akan memberi pandangan yang lebih
macam aliran dan tokoh teologi Islam. Dan untuk memudahkan pembahasan
digolongkan kepada aliran teologi Islam klasik, modern, dan kontemporer. Masa-
a. Masa Klasik
12
Amin Abdullah, Falsafah Kalam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 87.
17
1. Khawarij
gerakan umat Islam, gerakan kaum Khawarij mempunyai aspek politik dan
sekelompok orang-orang yang memisahkan diri dan keluar dari kelompok Ali Ibn
Abi Thalib, yang kemudian membentuk kekuatan baru. Kaum Khawarij terdiri atas
pengikut-pengikut ‘Ali Ibn Abi Thalib yang meninggalkan barisannya, karena tidak
setuju dengan sikap ‘Ali Ibn Abi Thalib dalam menerima arbitrase sebagai jalan
Sufyan.15
Ali dan Muawiyah dengan mengagungkan slogan “tidak ada hukum kecuali dari
Allah”. Mereka menamakan diri mereka dengan Khawarij tetapi dengan makna
yang lain, yaitu orang-orang yang keluar menegakkan kebenaran, hal ini menurut
golongan mereka dengan kaum Syurah yang artinya kaum yang mengorbankan
13
Nurcholish Madjid, Islam Doktri dan Paradaban, (Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina, 1992), hlm. 206.
14
Ris’an Rusli, Teologi Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 6.
15
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 13.
16
Sirajuddin Abbas, I’tikad Ahlussunnah Wal-Jama’ah, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah,
1991), hlm. 153-155.
18
Paham Khawarij yang menonjol dalam bidang teologi berkisar pada soal
kufur dan dosa besar. Orang yang beriman kemudian melakukan dosa besar akan
menjadi kafir, dalam arti keluar dari Islam, yaitu murtad dan wajib dibunuh. Dalam
khalifah tidak harus dari kalangan Bani Quraisy. Siapa saja orang Islam dapat
mencalonkan diri menjadi khalifah, selama mampu dan sanggup berlaku adil. Jika
di kemudian hari ia tidak sanggup berlaku adil, maka rakyat wajib menjatuhkannya
sebagai bentuk ketidakadilan, sebab seyogyanya setiap orang memiliki derajat yang
sama dan berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin
umat.17 Apabila dilihat dari sisi keteguhan memegang prinsip, Khawarij termasuk
kelompok yang berpegang teguh kepada prinsip yang diyakininya, akan tetapi
kelemahannya sangat kaku dalam penerapan ajarannya. Hal ini pula yang
2. Mu’tazilah
Kata Mu’tazilah berasal dari bahasa Arab “i’tazala” yang artinya adalah
memisahkan diri atau menjauhkan diri, maka dengan demikian, kata Mu’tazilah
mempunyai arti orang-orang yang memisahkan diri atau menjauhkan diri. Dalam
Ilmu Kalam yang dimaksud dengan Mu’tazilah adalah golongan yang dipimpin
oleh Washil Ibn Atha’ (80-131 H/699-748 M), serta para penerusnya. Namun
17
Muh Rusli, Khazanah Teologi Islam Klasik dan Modern, (Gorontalo: Sultan Amai
Press, 2015), hlm. 5.
18
Ris’an Rusli, Teologi Islam, hlm. 11.
19
(golongan Keadilan dan tauhid). Nama ini diambil dari pemikiran mereka, yaitu
keadilan Allah dan Keesaan-Nya.19 Dalam paham Mu’tazilah, Tuhan Maha Esa,
tidak ada Tuhan selain Allah, tunggal tidak ada serikat bagi-Nya, sesuai dengan
kandungan surah al-Ikhlas dan syahadat pertama dari syahadataini. Tuhan akan
betul-betul Maha Esa hanya kalau Tuhan merupakan zat yang unik. Tiada yang
serupa dengan-Nya.20
Washil Ibn Atha’ sebagai pendiri ajaran ini memiliki dua ajaran pokok yakni
tersebut merupakan bagian integral dari lima ajaran dasar Mu’tazilah (ushul al-
hamzah) yang belakangan dirumuskan oleh Abu Huzail al-Allaf. Adapun konsep
yang lain dari lima ajaran mu’tazilah adalah tauhid, keadilan Allah, janji dan
dipaparkan lebih mendalam dan bersifat filosofis. Penggunaan rasio dalam kajian
mereka sangat intens, namun demikian Al-Qur’an tidak diabaikan. Karena cara
berpikir yang rasionalis dan liberalis inilah mereka dijuluki kaum “Rasionalis
Islam”.22 Aliran ini pun diapresisasi karena telah memberikan kontribusi yang
19
Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam, hlm. 69.
20
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 52.
21
Muh Rusli, Khazanah Teologi Islam Klasik dan Modern, hlm. 41.
22
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 38.
20
Kaum Mu’tazilah sudah tidak ada lagi. Mereka mendapat tantangan keras
dari umat Islam lain setelah mereka berusaha di abad kesembilan untuk
yang ada di waktu itu. Pemikiran rasionil Mu’tazilah dan sikap kekerasan mereka,
membawa pada lahirnya aliran-aliran teologi lain dalam Islam. Aliran-aliran itu
timbul untuk menjadi tantangan bagi aliran yang bercorak rasionil dan liberal
tersebut.23
3. Asy’ariyah
yang diberikan kepada golongan yang lebih mengutamakan sunnah atau hadis Nabi
menafsirkan ajaran Islam serta dalam menetapkan hukum dari satu permasalahan
yang tidak mereka temui pemecahannya dalam Al-Qur’an. Ahlu al-Sunnah dalam
Teologi Asy’ariyah muncul karena tidak terlepas dari, atau malah dipicu
oleh situasi sosial politik yang berkembang pada saat itu. Teologi Asy’ariyah
muncul sebagai teologi tandingan dari aliran Mu’tazilah yang bercorak rasionil.
23
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, (Jakarta: UI Press,
2018), hlm. 35.
24
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 65.
21
Pendiri golongan ini ialah Abu al-Hasan al-Asy’ari. Al-Asy’ari adalah murid dan
belajar ilmu kalam dari seorang tokoh Mu’tazilah, yaitu Abu ‘Ali al-Jubbai, malah
Ibn ‘Asakir mengatakan bahwa al-Asy’ari belajar dan terus bersama gurunya
selama 40 tahun, sehingga al-Asy’ari pun termasuk tokoh Mu’tazilah. Dan karena
Mu’tazilah dan selanjutnya condong kepada pemikiran para fuqaha dan ahli hadis.25
moderat dalam hampir semua isu teologis yang menjadi perdebatan pada waktu itu.
kehendak bebas manusia yang kreatif dan menekankan kekuasaan Tuhan dalam
Kalau kaum Mu’tazilah banyak percaya pada kekuatan akal manusia, kaum
Asy’ariyah banyak bergantung pada wahyu. Sikap yang dipakai kaum Mu’tazilah
ialah mempergunakan akal dan kemudian memberi interpretasi pada teks wahyu
atau nas wahyu sesuai dengan pendapat akal. Kaum Asy’ariyah sebaliknya,
argumen rasionil untuk teks wahyu tersebut. Kalau kaum Mu’tazilah banyak
memakai ta’wil atau intrepetasi dalam memahami teks wahyu, Asy’ariyah banyak
25
Ghufron A. Mas’adi, Ensiklopedi Islam, Cetakan III, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), hlm. 41.
26
Muh Rusli, Khazanah Teologi Islam Klasik dan Modern, hlm. 56.
22
berpegang pada arti lafzi atau terletak dari teks wahyu. Dengan kata lain kalau
Mu’tazilah membaca yang tersirat dalam teks, Asy’ariyah membaca yang tersurat.27
4. Maturidiyah
Samarkand pada pertengahan kedua dari abad ke-9 M dan meninggal di tahun 944
yang dimajukan Abu Hanifah. Sistem pemikiran teologi yang ditimbulkan Abu
Mansur termasuk dalam golongan teologi Ahli Sunnah dan dikenal dengan nama
al-Maturidiyah.28 Sebagai pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio dalam
sistem teologinya.
terdapat dua golongan besar, yaitu golongan al-Maturidiyah versi Samarkand yaitu
para pengikut al-Maturidi sendiri dan golongan Bukhara yaitu para pengikut dari
Sunnah dan Jama’ah dan aliran ini banyak dianut oleh umat Muslim yang memakai
27
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, hlm. 42.
28
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 76.
23
yaitu:29
2. Sifat-Sifat Tuhan
3. Keimanan
4. Perbuatan Tuhan
6. Keadilan Tuhan
7. Perbuatan Manusia
b. Masa Modern
langsung secara drastis sebagai akibat infiltrasi kebudayaan Barat yang dibarengi
teologi Islam mengalami perkembangan. Hal tersebut nampak pada pemikiran para
tokoh teologi modern yang memiliki varian pemikiran yang merupakan gambaran
29
Ris’an Rusli, Teologi Islam, hlm. 155-161.
30
Muh. Rusli, Khazanah Teologi Islam Klasik dan Modern, hlm. 79.
24
1. Muhammad Abduh
dalam waktu singkat, tetapi seorang pendidik yang ingin membawa pembaharuan
melalui pendidikan yang memakan waktu panjang, tetapi mewujudkan dasar yang
kuat.31
berpendapat bahwa antara akal dan wahyu tidak ada pertentangan, keduanya dapat
disesuaikan. Kalau antara wahyu dan akal bertentangan maka ada dua
kemungkinan: Pertama, Wahyu sudah diubah sehingga sudah tidak sesuai dengan
semacam ini sangat dibutuhkan untuk menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang
dan teori-teori ilmiah untuk kepentingan hidupnya, sebagaimana yang telah dimiliki
oleh bangsa Barat saat itu, di mana dengan ilmu pengetahuan mereka menjadi
kreatif, dinamis dalam hidupnya, manusia semacam inilah yang diharapkan oleh
Islam.32
31
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: UI
Press, 1987), hlm. 23.
32
Muh. Rusli, Khazanah Teologi Islam Klasik dan Modern, hlm. 85.
25
menghargai peran akal manusia, bahkan akal dan wahyu bukanlah hal yang harus
dipertentangkan. Wahyu pun bukanlah hal yang mustahil baginya dan dapat
diterima oleh akal sehat manusia. Hal tersebut merupakan bukti nyata bahwa beliau
adalah seorang teolog Islam, di samping gelar yang dapat diberikan kepadanya
1. Tuhan
2. Rasul-Rasul
3. Wahyu
5. Perbuatan Manusia.33
2. Jamaluddin al-Afghani
Menurut al-Afghani, umat Islam selama ini tidak banyak memahami al-
Qur’an sehingga pemikiran dan tindak tanduk mereka keluar dari garis-garis al-
dalam berbagai paham yang menyesatkan seperti faham Jabariyah yang tidak
percaya diri dan meniadakan usaha, faham sufistik yang tidak mengakui dunia
nyata, berbagai ajaran tasawuf yang mengajarkan khalwat, uzlah dan fanah yang
33
Muh. Rusli, Khazanah Teologi Islam Klasik dan Modern, hlm. 82.
34
Muh. Rusli, Khazanah Teologi Islam Klasik dan Modern, hlm. 80.
26
bahwa agama mengajarkan kepada manusia, paling tidak dalam tiga kebenaran
Gagasan teologi Jamaluddin perlu diapresi oleh umat Islam untuk kembali
kalangan umat Islam. Gagasan tersebut tentu tidak lahir begitu saja, tetapi
dipengaruhi oleh zaman yang melingkupinya, di mana ia hidup ketika umat Islam
pada melemahnya umat Islam. Untuk itu, dibutuhkan alat pemersatu yakni al-
3. Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal dilahirkan pada 1873 di Sialkot, suatu kota tua bersejarah
seorang tokoh pembaharu yang dianggap sebagai Bapak Pakistan sekaligus teolog
modern, yang mampu memadukan antara Mutakallimin dengan para sufi, dan ahli
tasawuf.35
35
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 194.
27
kesayangan Sir Thomas Arnold yang meninggalkan Aligarh dan pindah bekerja di
Government College Lahore. Ia lulus pada tahun 1897 dan memperoleh beasiswa
serta dua medali emas karena bahasa Inggris dan Arabnya baik. Ia memperoleh
literatur ilmu kalam klasik. Teologi Asy’ariah, umpamanya, menggunakan cara dan
pola pikir ortodoksi Islam. Mu’tazilah sebaliknya, terlalu jauh bersandar pada akal,
yang akibatnya mereka tidak menyadari. bahwa dalam wilayah pengetahuan agama,
kesalahan besar.37
luar. Walaupun demikian, ia menerima landasan teleologis yang imanen (tetap ada).
36
Mukti Ali, Alam Pemikiran Islam Modern India dan Pakistan, (Yogyakarta: Mizan,
1992), hlm. 174.
37
Amin Abdullah, Falsafah kalam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 87.
28
Untuk menopang hal ini, Muhammad Iqbal menolak pandangan yang statis tentang
dalam aliran dinamis yang tidak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut
c. Masa Kontemporer
realitas yang terus berkembang. Maka dengan begitu progresivitas umat Islam
perwujudan dari nash dalam menghadapi persoalan yang ada atau yang
dihadapinya.
1. Fazlur Rahman
Fazlur Rahman merupakan salah satu tokoh ilmuan Muslim yang berasal
38
Heri Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, (Jakarta: Gramedia, 1983), hlm.
104.
29
Rahman Malik. Rahman lahir pada tanggal 21 September tahun 1919 (21
Tuhan sebagai zat transenden tidaklah bersumber dari al-Qur’an, tetapi muncul dari
seluruh proses dan peristiwa alam kepada Tuhan, mulai dari turunnya hujan, proses
bangun dan jatuhnya bangsa, sampai perjalanan benda-benda kosmis. Semua ini
jelas menegaskan “Tuhan bukan saja yang paling transenden, tetapi juga yang
Menurut Fazlur Rahman, Tuhan itu memang dekat, namun bisa juga
dipandang sangat jauh. Lebih lanjut ia mangatakan bahwa yang menjadi masalah
bukti teologis yang Panjang lebar tentang eksistensi Tuhan, tetapi bagaimana
yang jelas dan mengubah fakta-fakta ini menjadi hal-hal yang mengingatkan
adanya dimensi-dimensi lain; Dia memberikan arti dan kehidupan kepada setiap
39
Ahmad Amir Aziz, Neo-Modernisme Islam di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999),
hlm. 15.
40
M. Hasbi Amirudin, Konsep Negara Islam Menurut Rahman, (Yogyakarta: UII Pers,
2000), hlm. 9.
30
sesuatu. Dia serba meliputi; secara harfiah Dia adalah tak terhingga dan hanya Dia
2. Harun Nasution
Islam di Indonesia. Harun Nasution adalah sebagai salah seorang tokoh pembaru
diantara sedikit tokoh yang ada, ia termasuk tokoh sentral dalam menyemaikan ide
intelektual yang begitu progresif dan kreatif. Pemikiran Harun Nasution yang
Nasution juga berobsesi membangun suatu teologi Islam rasional yang menegaskan
fungsi wahyu bagi manusia, tentang sifat-sifat Tuhan dan sekitar perbuatan Tuhan
41
Fazlur Rahman, Tema-Tema Pokok Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka, 1984), hlm. 88.
42
Aqib Suminto, Refleksi Pemikiran Pembaharuan Islam 70 Tahun Harun Nasution,
(Jakarta: LSAF, 1989), hlm. 102-106.
31
kemunduran umat Islam Indonesia dan seluruh dunia disebabkan ada yang salah
dengan sistem teologi mereka. Pandangan ini mirip dengan pandangan kaum
modernis sebelumnya, yang memandang perlu untuk kembali kepada teologi Islam
yang sebenarnya. Dengan demikian, jika hendak merubah nasib umat Islam,
menurut Harun Nasution, umat Islam hendaklah merubah teologi mereka menuju
pada teologi yang berwatak free will atau bebas, rasional serta mandiri.43
3. Hassan Hanafi
Hassan Hanafi lahir pada 14 Februari 1935 di Kairo, Mesir dari keluarga
Muslim yang taat. Sejak kecil sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya. Pada usia
Khalil Agha di Kairo pada 1948-1952. Ketika dia memasuki perguruan tinggi
43
Aqib Suminto, Refleksi Pemikiran Pembaharuan Islam 70 Tahun Harun Nasution,
hlm. 167.
44
Abdul Halim, Teologi Islam Rasional, (Jakarta: Ciputat Pers, 2001), hlm. 121-122.
32
dengan memasuki Universitas Kairo pada tahun 1952-1956, Hassan Hanafi telah
intelektualnya dalam menghidupkan kembali semangat ilmu kalam dari iman ken
alar hingga menuju aksi. Proyek penjelajahan tersebut dia sebut dengan at-Turats
merombak total isu-isu Ilmu Kalam, dari hanya semata-mata isu bangun teologi
yang berkaitan dengan hal-hal yang bernuansa teosentris, menjadi isu problema
pada pemaparan substansi wujud Tuhan Yang Maha Mutlak sebagaimana Yang
Maha Kuasa dan Maha Berkehendak. Dia lah yang memulai segala sesuatu, dan
Dia pulalah yang mengembalikan segala sesuatu itu. Dia yang memulai dan Dia
pula yang metetapkan segalanya. Dia yang menghidupkan dan Dia pula yang
kekuasaan Tuhan Yang Maha Dahsyat ini, hingga mencapai derajat fana bersama-
Nya.47
45
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Prenada Media Group,
2014), hlm. 243.
46
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, hlm. 242.
47
Hassan Hanafi, Min al-Aqidah ila al-Tsawrah, terjemahan Asep Usman Ismail, (Jakarta:
Paramadina, 2003), hlm. iiv.
BAB III
A. Harun Nasution
Harun Nasution lahir pada hari selasa tepatnya pada tanggal 23 September
menduduki jabatan sebagai qadi, penghulu, kepala agama, hakim agama dan imam
berasal dari Tanah Bato adalah seorang putri ulama asal boru Mandailing Tapanuli,
dan masa gadisnya pernah bermukim di Makkah dan pandai bahasa Arab. 1 Secara
ayahnya yang sebagai kepala agama dan penghulu. Keadaan ini menempatkan
bernama H. Muhammad Ayyub, beda sepuluh tahun dari Harun. Kakak keduanya
1
Abdul Halim, Teologi Islam Rasional, (Jakarta: Ciputat Pers, 2001), hlm. 3.
2
Nurhidayat Muhammad Said, Pembaruan Pemikiran Islam Di Indonesia, (Jakarta:
Pustaka Mapan, 2006), hlm. 9.
33
34
yang sehari-harinya hanya sebagai ibu rumah tangga. Dan adiknya yang bungsu
terhormat, orang tua Harun juga tergolong orang yang mampu di bidang ekonomi
saat itu. Di samping sebagai ulama, ayahnya juga seorang pedagang yang sukses
dan bahkan pernah menjadi seorang Kepala Agama merangkap Hakim Agama pada
masa pemerintahan Belanda.4 Sehingga tidak menjadi persoalan dan kendala bagi
Harun di dalam menempuh pendidikan, sebab dari segi biaya sekolah sudah
dicukupi oleh orang tuanya. Orang tuanya sangat menginginkan Harun menajadi
Keluarga Harun Nasution adalah keluarga yang agamis dan disiplin dalam
Harun belajar dari pukul empat hingga lima sore, kemudian setelah shalat maghrib
ditugaskan untuk mencuci piring, begitu pun setelah ia pulang sekolah sebelum ia
pergi bermain. Pada bulan puasa, Harun bertadarrus al-Qur’an di masjid hingga
3
Aqib Suminto, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70 tahun Harun Nasution,
(Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1989), hlm. 5.
4
Aqib Suminto, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70 tahun Harun Nasution, hlm.
5.
35
setiap pagi ia selalu bangun subuh untuk shalat berjamaah di masjid.5 Harun
Bukan hanya sebagai seorang pemikir, Harun juga seorang yang wara’
seorang yang kanaah atau puas dengan harta seadanya. Hal ini terlihat dari
kesederhanaan beliau dalam menjalani kehidupan beliau yang jauh dari suasana
Belanda, yaitu Hollandsch Inlandsche School (HIS). Selama tujuh tahun Harun
belajar bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan umum di HIS, di sekolah Belanda ini
pula Harun diajari disiplin kuat. Pelajaran yang paling ia senangi semasa di HIS
adalah pengetahuan alam dan sejarah. Setelah tamat dari HIS, Harun merencanakan
sekolah ke MULO. Akan tetapi, kedua orang tuanya tidak merestui. Orang tua
Harun sudah merasa cukup, ia mempunyai ilmu pengetahuan umum dengan sekolah
MULO, di Bukittinggi.6
5
Aqib Suminto, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70 tahun Harun Nasution, hlm.
6.
6
Ris’an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, (Depok: Prenamedia Group, 2018),
hlm. 230.
36
(MIK) di Bukittinggi, suatu sekolah yang setingkat SMP pada zaman Belanda,
pelajaran agama yang diberikan disana banyak berupa hafalan. Bedanya, di MIK
diberikan pelajaran bahasa Arab sehingga apa yang dibaca dan dihafal itu sedikit
banyak diketahui maksudnya. Pelajaran agama yang ia peroleh saat itu menurutnya
baik di HIS, sekolah dasar Belanda, maupun di MIK. Kalau dalam pelajaran agama
pengetahuan umum ia dituntut untuk mengerti apa yang diajarkan dan menjadi
untuk belajar, disana Harun juga menunaikan ibadah haji. Tetapi, karena yang
dipelajari disana adalah kitab kuning terutama tafsir, hadis, dan fiqih, ia tidak
keinginannya.
jiwa, etika, dan filsafat, di samping ilmu tafsir, hadis, dan ilmu-ilmu agama lainnya.
Di sana diberikan juga pelajaran Bahasa Iggris dan Perancis. Tetapi, untuk dapat
7
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1996),
hlm. 53.
37
diterima di sana Harun harus mempunyai ijazah Aliyah yang dikeluarkan Al-Qism
dipakai di sana adalah sistem menghafal. Bertanya boleh, tetapi melawan pendapat
syaikh yang memberi kuliah, apalagi melawan pendapat yang terkandung dalam
buku pegangan yang diwajibkan, tidak dibolehkan. Merasa tidak puas, akhirnya
tanpa meninggalkan Al-Azhar, pada malam hari Harun pun mengikuti kuliah
Harun mendalami dan menyelesaikan studi ilmu sosialnya.9 Setelah selesai dari
Pada dekade 60-an Harun mengundurkan diri dari karir diplomatik dan
melanjutkan studinya di Mesir. Pada saat itu studinya tersendat karena kekurangan
biaya. Ketika itulah ia menerima tawaran dari Prof. Rasjidi untuk menerima
beasiswa dari Institute of Islamic Studies McGill, Montreal Kanada. Untuk tingkat
Indonesia”, dan untuk disertasi Ph.D. ia menulis tentang “Posisi Akal dalam
Pemikiran Teologi Muhammad Abduh”. Setelah meraih Doktor, pada bulan Mei
8
Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, hlm. 53.
9
Ris’an Rusli, Pemikiran Teologi Islam Modern, hlm. 230-231.
38
luar negeri, Harun telah mendengar kondisi IAIN, bahwa pemikiran di sana sangat
Maka setelah datang, Harun membawa pemikiran perkembangan modern dan segi
Persoalan itu tidak sanggup dihadapi hanya oleh seorang doktor pada saat itu
Zakiah Daradjat. Setelah pemilu 1971, Prof. Dr. Mukti Ali diangkat menjadi
Menteri Agama menggantikan K.H. Moh. Dahlan. Ketika itu, Harun menjabat
sebagai wakil Rektor I di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Rektor Thaha Yahya
yang saat itu menjabat menderita sakit lumpuh dan diusulkan kepada Menteri
Agama agar mengangkat rektor baru. Baru lah pada tahun 1973 Harun Nasution
diangkat dan diresmikan menjadi rektor di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sampai
tahun 1984.11 Langkah pertama yang dilakukan oleh Harun Ketika diangkat
tasawuf, ilmu kalam, tauhid, teologi, metodologi riset, dimasukkan pula kedalam
kurikulum IAIN.
hingga akhir hayatnya pada 18 september 1998. Selain mengajar pada sekolah
10
Nurhidayat Muhammad Said, Pembaruan Pemikiran Islam Di Indonesia, hlm. 13.
11
Nurhidayat Muhammad Said, Pembaruan Pemikiran Islam Di Indonesia, hlm. 18.
39
Pascasarjana IAIN Jakarta, Harun Nasution juga menjadi pemimpin dosen terbang
1. Bidang Teologi
Dalam Islam sebenarnya terdapat lebih dari satu aliran teologi. Ada aliran
yang bersifat liberal, ada yang bersifat tradisional. Hal seperti ini mungkin ada
hikmahnya. Bagi orang yang bersifat tradisional mungkin lebih sesuai dengan
teologi ini, liberal dan tradisional, tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.12
timbul adalah dalam bidang politik dan bukan dalam bidang teologi. Tetapi
persoalan yang terjadi dalam lapangan politik pada masa ‘Ali Ibn Abi Thalib
timbullah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir dalam arti siapa
yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam.13 Penentuan
seseorang kafir atau tidak kafir bukanlah lagi soal politik, tetapi soal teologi. Kafir
ialah orang yang tidak percaya dan lawannya ialah Mu’min, orang yang percaya.
12
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Pebandingan, (Jakarta:
UI Press, 2016), hlm. x.
13
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Pebandingan, hlm. 8.
40
Penyelesaian sengketa antara Ali Ibn Abi Thalib dan Mu’awiah Ibn Abi
Sufyan dengan jalan arbitrase oleh kaum Khawarij dipandang bertentangan dengan
saat itu adalah kafir dan mereka wajib dibunuh. Namun, lambat laun golongan
khawarij terpecah menjadi beberapa sekte. Konsep kafir turut pula mengalami
perubahan. Yang dipandang kafir bukan lagi hanya orang yang tidak menentukan
hukum dengan al-Qur’an, tetapi orang yang berbuat dosa besar, yaitu murtakib al-
besar dalam pertumbuhan teologi selanjutnya dalam Islam. Lalu, menimbulkan tiga
aliran teologi dalam Islam. Pertama, aliran khawarij yang mengatakan bahwa orang
berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam atau murtad dan wajib
dibunuh. Kedua, aliran murji’ah yang menegasakan bahwa orang yang berbuat dosa
besar tetap masih mukmin dan bukan kafir. Adapun dosa besar yang dilakukannya,
terserah kepada Allah SWT untuk mengampuni atau tidak mengampuninya. Ketiga,
aliran Mu’tazilah yang tidak menerima pendapat-pendapat dari dua aliran tersebut.
Bagi mereka orang yang berdosa besar bukan kafir tetapi pula bukan mukmin.
Melainkan, mengambil posisi diantara kedua posisi mukmin dan kafir yang dalam
Bahasa Arab dikenal dengan istilah almanzilah bain al-manzilatain (posisi di antara
dua posisi).15
Dalam pada itu timbul juga dalam Islam dua aliran dalam teologi yang
14
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Pebandingan, hlm. 9.
15
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Pebandingan, hlm. 9.
41
dalam istilah Inggrisnya disebut dengan free will atau free act. Jabariyah,
menurut paham jabariyah, bertindak dengan paksaan dari Tuhan. Segala gerak-
gerik manusia ditentukan oleh Tuhan. Paham ini disebut dengan paham
Islam di dunia dan khususnya di Indonesia disebabkan karena ada yang salah
dengan sistem teologi mereka. Pandangan ini hampir sama dengan pandangan kaum
modernis sebelumnya, yang memandang perlu untuk kembali kepada teologi Islam
yang sebenarnya. Dengan demikian menurut Harun Nasution jika ingin merubah
nasib umat Islam, hendaklah merubah teologi mereka menuju kepada teologi yang
2. Bidang Filsafat
Dalam arti yang sesungguhnya filsafat adalah, salah satu ilmu akademis.
Filsafat mengajak seseorang “berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas
tanpa terikat pada tradisi dogma serta agama dan dengan sedalam-dalamnya
permasalahan yang perlu dipelajari, dimana keahlian hanya dapat diperoleh melalui
16
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Pebandingan, hlm. 9.
42
mempunyai sesuatu yang khas dalam usaha manusia untuk menjalankan hidupnya.
khusus, dan di lain pihak sangat sering berpengaruh dalam menentukan tindakan-
tidak sekedar mengutuk apa yang tidak sesuai dengan pandangan seseorang,
Islam melalui falsafat Yunani yang dijumpai ahli-ahli pemikir Islam di Suria,
Mesopotamia, Persia dan Mesir. Kebudayaan dan falsafat Yunani datang ke daerah-
daerah itu dengan ekspansi Alexander yang Agung ke Timur di abad ke-empat
Bactra di Persia. Di zaman Bani Umayyah, karena perhatian lebih banyak kepada
kelihatan. Pengaruh baru nyata kelihatan di masa Bani Abbas. Karena, yang
17
Abdul Halim, Teologi Islam Rasional, hlm. 125.
43
orang Persia, seperti keluarga Baramikah, yang telah lama berkecimpung dalam
kebudayaan Yunani.18
yaitu berpikir secara mendalam. Kedua, berpikir menurut logika. Ketiga, berpikir
secara bebas.19 Mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang dalam Islam.
Mempelajari filsafat tidak bertentangan dengan apa yang ada dalam al-Qur’an.
filsafat. Tetapi, filsafat dan al-Qur’an tidak bertentangan. Umat Islam dianjurkan
mempelajari filsafat, karena apa yang dipelajari dari berfilsafat juga sama
memikirkan sang maha pencipta dari yang ada. Filsafat ialah pengetahuan yang
benar. Tujuan dari agama adalah menjelaskan apa yang benar. Filsafat seperti itu
juga menjelaskan apa yang benar. Agama di samping wahyu, ia menggunakan akal,
Islam persoalan Tuhan adalah yang pertama. Filsafat dengan demikian membahas
tentang Tuhan, begitu pula dengan agama yang pada dasarnya juga membahas
tentang Tuhan.20
3. Bidang Mistisisme
belum merasa puas dengan pendekatan diri kepada Tuhan melalui ibadah salat,
18
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, (Jakarta: UI Press,
2018), hlm. 42.
19
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, hlm. 354.
20
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2010),
hlm. 7.
44
puasa, dan haji. Mereka ingin merasa lebih dekat lagi dengan Tuhan. Untuk
yaitu istilah yang khusus dipakai untuk menggambarkan mistisisme dalam Islam.21
ilmu pengetahuan. Mistisisme mencari cahaya, petunjuk jalan, dan upaya untuk
menyatu dengan Tuhan. Mistisisme merupakan jalan membuka alam ghaib, yang
mana tidak setiap orang mampu menempuhnya untuk mencapai kesempurnaan, dan
Menurut Harun Nasution tujuan dari mistisisme, baik yang didalam maupun
yang diluar Islam, yaitu memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan
Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan. Intisari
komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan, dengan mengasingkan
diri dan berkontemplasi. Kesadaran itu selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat
sekali dengan Tuhan dalam arti bersatu dengan Tuhan yang dalam istilah Arab
disebut ittihad dan istilah Inggris disebut mystical union. Mistisisme, termasuk
duniawi dan kesenangan materil. Hal ini dalam istilah tasawuf disebut zuhd
(asceticism). Mempunyai sifat zuhd merupakan langkah pertama dalam usaha untuk
mendekati Tuhan. Orang yang mempunyai sifat ini disebut Zahid (ascetic). Setelah
21
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, hlm. 68.
22
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, hlm. 68-71.
45
Sufi adalah seorang yang banyak mengeluarkan rasa cinta pada Tuhan.
Mereka telah menginjak jenjang pertama dari tasawuf. Oleh karena itu mereka
diberi gelar sufi. Tujuan sebenarnya dari sufi yaitu, berada sedekat mungkin dengan
Tuhan sehingga tercapai persatuan. Jalan untuk mencapai tujuan itu panjang dan
juga berisi stasiun-stasiun yang disebut dalam bahasa Arab al-maqamat. Yang biasa
disebut yaitu tobat, zuhud, sabra, tawakal, dan ridha. Diatas stasiun-stasiun ini
Jalan yang harus ditempuh untuk seorang sufi tentu saja tidaklah licin dan
juga mulus. Tetapi sulit dan penuh dengan duri. Untuk pindah dari satu stasiun ke
juga waktu yang tidak singkat. Terkadang seorang sufi harus tinggal selama
bertahun-tahun pada suatu stasiun. Menurut Harun Nasution, seperti yang telah
dijelaskan diatas bahwa seseorang untuk menjadi sufi maka ia harus menyucikan
diri. Penyucian diri dapat ditempuh melalui ibadah salat, puasa, membaca al-
Qur’an, dzikir, dan lainnya. Tujuan dari ibadah yang dilakukan tersebut semata-
1. Akal
23
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, hlm. 75-76.
24
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, hlm. 77.
46
pertama, jalan wahyu dalam arti komunikasi dari Tuhan kepada manusia, dan kedua
jalan akal, yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia, dengan memakai kesan-
kesan yang diperoleh pancaindera sebagai bahan pemikiran untuk sampai kepada
Kata akal diambil dari kata ‘aqala yang berarti mengikat dan menahan, akal
mencegah seperti tali kendali. Dalam pengertian serupa, daya berpikir manusia
dalam arti kecerdasan praktis, yang dalam istilah psikologi modern disebut
dengan problema dan selanjutnya dapat melepaskan diri dari bahaya yang ia
hadapi.27
Menurut Harun Nasution, akal dalam pengertian Islam bukanlah otak, tetapi
adalah daya berpikir yang terdapat dalam setiap jiwa manusia, daya yang
25
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, (Jakarta: UI Press, 2011), hlm. 1.
26
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, hlm. 6.
27
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, hlm. 7.
47
dalam Islam dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia
Akal yang ada dalam diri manusia adalah yang digunakan oleh Tuhan
Islam seseorang baru dapat dan layak dibebani kewajiban-kewajiban agama apabila
seseorang itu berakal. Menurut kaum teolog akal adalah sebagai daya untuk
daya yang membuat seseorang dapat memperbedakan antara dirinya dan benda-
benda lain. Seperti contohnya yaitu kaum Mu’tazilah, bagi Mu’tazilah segala
Peranan akal sangat besar bagi keberlangsungan hidup manusia. Tanpa akal,
manusia hanyalah makhluk Tuhan yang lemah dan tak berdaya. Akal lah yang
membedakan manusia dengan makhluk Tuhan yang lainnya. Dalam hal ini, Harun
makhluk lain yang ada di sekitarnya. Bertambah tinggi kekuatan akal manusia,
28
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, hlm. 13.
29
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, hlm. 49.
30
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa dan Perbandingan,
(Jakarta: UI Press, 2016), hlm. 82.
48
makhluk lain itu. Begitu pula sebaliknya, bertambah lemah kekuatan akal manusia,
tersebut.31
Besar kecilnya peranan akal dalam sistem teologi suatu aliran sangat
Sebagaimana yang dikatakan Harun Nasution, pemakaian akal dalam sejarah Islam
bukan hanya terjadi dalam soal keduniaan saja, tetapi juga dalam soal-soal
keagamaan itu sendiri. Hadis sebagai sumber kedua dari ajaran Islam ternyata juga
memberikan kedudukan yang tinggi pada akal. Dalam hadis dikatakan: “Agama
adalah pengguanaan akal, tiada agama bagi orang yang tak berakal.” Dan dalam
“Demi kekuasaan dan keagungan-Ku tidaklah Kuciptakan makhluk lebih mulia dari
engkau. Karena engkau Aku mengambil dan memberi, dan karena engkau Aku
menentukan pahala dan menjatuhkan hukuman.”
memberikan kedudukan yang tinggi terhadap akal. Lebih lanjut Harun Nasution
keimanan, ibadah, dan juga muamalah. Pemakaian akal yang dilakukan oleh para
ulama terhadap teks ayat al-Qur’an dan hadis disebut ijtihad, dan ijtihad merupakan
sumber ketiga dalam ajaran Islam. Lebih jelasnya, menurut Harun Nasution,
sumber ajaran Islam adalah tiga, yaitu: Al-Qur’an, hadis, dan akal.33 Tak diragukan
31
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, hlm. 80.
32
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1996),
hlm. 55.
33
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, hlm. 56.
49
lagi, akal merupakan sebuah pelita pemahaman dan penyimpulan. Tanpa bantuan
cahayanya, memahami al-Qur’an dan hadis akan menjadi sulit, kalau bukan malah
mustahil.
jenjang kesempurnaan mutlak dan meraih keselamatan abadi. Akal juga mampu
memahamkan bahwa untuk tujuan itu, manusia harus mengerjakan apa pun yang
diridhai oleh Tuhan dan menghindari yang dibenci-Nya. Mengikuti tuntunan akal
keutamaan, dan kelebihan manusia diantara makhluk lain terletak pada akal yang
manusia lah yang mewujudkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan kemudian
ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat manusia dapat mengubah dan
mengatur alam sekitarnya untuk kesejahteraan dan kebahagiaannya baik pada masa
34
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 91.
35
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, hlm. 139.
50
manusia, dapat mengetahui empat masalah dasar dan pokok dalam agama. Masalah
dasar dan pokok bagi agama ialah, mengetahui adanya Tuhan pencipta alam
mengetahui mana perbuatan baik dan mana perbuatan jahat, dan akal dapat pula
baik dan kewajiban untuk menjauhi perbuatan jahat. Disamping itu, wahyu turun
untuk memperkuat pendapat akal manusia ini dan untuk membuat norma-norma
yang ditentukan akal manusia yang bersifat absolut, sehingga tidak dapat ditentang
Tuhan kepadanya itu telah dapat mengatur hidupnya di dunia ini. Karena akal telah
dapat membedakan antara perbuatan baik dan perbuatan jahat. Manusia dapat
membuat peraturan atau hukum supaya perbuatan baik dilakukan dan perbuatan
jahat dijauhi, sekaligus dengan sanksi-sanksinya. Kalau akal telah dapat pula
membedakan budi pekerti baik dan budi pekerti buruk, manusia dapat membuat
norma-norma akhlak yang harus dipatuhi sesama manusia. Manusia tidak harus
36
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, hlm. 142.
37
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, hlm. 143.
51
kekuatan manusia. Dalam Islam akal mempunyai daya yang kuat, maka manusia
sendiri dan dapat pula mewujudkan apa yang dikehendakinya. Manusia mempunyai
kebebasan dalam kehendak atau disebut dengan free will dan kebebasan dalam
perbuatan yang disebut dengan free act. Menurutnya manusia adalah makhluk yang
dinamis lagi aktif dan bukan makhluk pasif yang menyerahkan masa depannya
2. Wahyu
Wahyu berasal dari kata al-wahy, dan al-wahy adalah berarti suara, api dan
kecepatan. Di samping itu diartikan juga mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan
tersembunyi dan dengan cepat. Tetapi kata itu lebih dikenal dalam arti “apa yang
diteruskan kepada umat manusia untuk dijadikan pegangan hidup. Sabda Tuhan
manusia dalam perjalanan hidupnya baik di dunia ini maupun di akhirat nanti.
Dalam Islam wahyu atau sabda Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad
38
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, hlm. 144.
39
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, hlm. 15.
52
dan penafsiran nash atau teks wahyu. Sebagian ulama memberikan penafsiran yang
lebih atau kurang liberal dari penafsiran yang diberikan oleh ulama lain. Pada
umumnya penafsiran yang diberikan filosof lebih liberal daripada yang diberikan
teolog, dan penafsiran teolog lebih liberal dari penafsiran ulama fiqih.40
dari tiga macam. Pertama, wahyu seperti yang diungkapkan dalam al-Qur’an;
“Tidaklah dapat terjadi pada manusia bahwa Tuhan berbicara dengannya kecuali
melalui wahyu, atau dari belakang tabir, ataupun melalui utusan yang dikirim; maka
sampaikanlah kepadanya dengan seizin Tuhan apa yang dikehendakinya.
Sesungguhnya Tuhan Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. Demikianlah Kami
kirimkan kepadamu ruh atas perintah Kami.” (QS 42: 51-52)
pengetahuan yang tiba-tiba dirasakan oleh seseorang yang timbul dalam dirinya,
timbul secara tiba-tiba sebagai suatu cahaya yang menerangi jiwanya. Kedua,
wahyu berupa pengalaman dan penglihatan dalam keadaan tertidur atau dalam
keadaan trance, ru’yat atau kasyf (vision). Ketiga, wahyu dalam bentuk yang
diberikan melalui utusan atau malaikat, yaitu Jibril, dan wahyu seperti ini
Tuhan dan oleh karena itu bersifat benar secara absolut. Tapi, harus diakui bahwa
40
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978),
hlm. 15.
41
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, hlm. 17.
53
tidak semua ajaran yang terdapat dalam agama merupakan wahyu dari Tuhan.
Ajaran-ajaran yang merupakan wahyu dari Tuhan itu pada umumnya hanya datang
secara garis besar, tanpa perincian dan tanpa penjelasan tentang cara
pelaksanaannya. Karena tidak ada kejelasan dari wahyu tentang perintah dan cara
Dengan demikian perincian dan cara pelaksanaan, telah masuk ke dalam ajaran-
ajaran agama, dan sebenarnya bukanlah wahyu dari Tuhan, tetapi hasil pemikiran
Oleh karena itu, dalam Islam lah wahyu dan akal menjalin hubungan
persaudaraan. Dalam persaudaraan itu, akal menjadi tulang punggung agama yang
terkuat, dan wahyu sendiri yang utama. Antara akal dan wahyu tidak ada
untuk memahaminya, tetapi tidak mungkin agama membawa sesuatu yang mustahil
menurut akal. Jika wahyu membawa yang pada lahirnya kelihatan bertentangan
dengan akal, maka wajib bagi akal untuk meyakini bahwa apa yang dimaksud
rasional, rasionalisme, dan rasionalis dalam Islam harus dilepaskan dari arti kata
yang sebenarnya, yaitu percaya kepada rasio semata-mata dan tak mengindahkan
42
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, hlm. 238.
43
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, hlm. 98.
54
wahyu, atau membuat akal lebih tinggi dari wahyu, sehingga wahyu dapat
ilmu kalam, maupun di bidang ilmu fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu.
Menurutnya akal tetap tunduk kepada teks wahyu. Teks wahyu tetap dianggap
mutlak benar. Akal dipakai hanya untuk memahami teks wahyu dan sekali-kali
tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi interpretasi terhadap teks
menjadi pertentangan sebenarnya adalah hasil penafsiran dari teks wahyu yang
dilakukan oleh salah satu ulama dengan penafsiran teks wahyu dari ulama yang
kekurangan dan keterbatasan akal. Wahyu meliputi seluruh dimensi dan potensi
akal agar manusia tidak sampai gegabah dan menerawangi ranah yang pada
Menurut Harun Nasution, salah satu bentuk kontribusi yang dimiliki oleh
wahyu untuk akal ialah bahwa wahyu dapat menguatkan pendapat akal melalui sifat
sakral dan absolut yang terdapat dalam wahyu. Sifat sakral dan absolut lah yang
memperkuat apa yang diketahui oleh golongan kaum khawas, untuk memberikan
44
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, hlm. 101.
45
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, hlm. 101.
46
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: UI
Press, 1987), hlm. 61.
55
kekuatan yang sakral kepada hukum serta peraturan-peraturan yang mereka buat
dan untuk memaksa manusia agar tunduk kepada hukum dan peraturan-peraturan
tersebut.47
dasar dan pokok dalam agama tidak lah diperlukan wahyu, namun tidak juga
sepenuhnya dilakukan dengan akal. Tetapi, untuk dapat mengetahui suatu perincian
dari keempat masalah dasar dan pokok keagamaan tersebut, wahyu sangat
Tuhan, tetapi bagaimana caranya, itu tidak dapat dijangkau oleh akal. Maka wahyu
lah yang menjelaskan kepada umat manusia cara untuk berterima kasih kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dan Harun berpendapat bahwa dalam agama Islam yang
dibawa oleh nabi Muhammad menjelaskan bahwa jalannya adalah dengan cara
melakukan empat ibadah, yaitu salat, puasa, zakat, dan haji. Kemudian, begitu pula
dalam soal kebaikan dan kejahatan, tidak semua yang baik dan semua yang jahat
dapat diketahui akal. Wahyu perlu turun untuk menolong akal manusia dalam
untuk mengetahui alam akhirat dan keadaan hidup manusia di sana, wahyu untuk
mengetahui sifat kesenangan serta kesengsaraan dan bentuk perhitungan yang akan
dihadapinya di hidup kedua nanti. Hanya wahyu lah yang memberi manusia
47
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, hlm. 62.
48
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, hlm. 371-372.
56
mendidik manusia untuk hidup dalam damai dengan sesamanya dan dalam
sendiri. Tuhan bersifat mahakuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak.
penting sekali. Dalam teologi dan falsafah terdapat dua konsep mengenai hal ini.
dan perbuatan. Paham ini dalam Islam disebut dengan qadariah, dan dalam teologi
barat atau istilah Inggrisnya disebut free will dan free act. Pendapat lain mengatakan
bahwa semua perbuatan manusia telah ditentukan semenjak azal, sebelum ia lahir,
dan paham ini dalam teologi Islam disebut dengan jabariah. Dalam teologi Barat
49
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, hlm. 60-61.
50
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, hlm. 64.
57
dan perbuatannya. Manusia dalam paham ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan.
Jadi nama jabariah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa.
paham qadariah ditimbulkan untuk pertama kali oleh seorang bernama Ma’bad al-
Juhani. Menurut Ibn Nabatah, Ma’bad al-Juhani dan temannya Ghailan al-
Dimasyqi mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak.
kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi
ini tidak dikatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu, dan
Aliran sebaliknya, yaitu paham jabariah, pertama kali dalam sejarah teologi
Islam ditimbulkan oleh al-Ja’d Ibn Dirham. Tetapi yang menyebarkan adalah Jahm
Ibn Safwan dari Khurasan. Paham yang dibawa oleh Jahm adalah lawan ekstrim
dari paham yang dianjurkan Ma’bad dan Ghailan. Manusia, menurut Jahm tidak
mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan.
51
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 33.
52
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 34-
35.
58
manusia tidak merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi
perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Manusia hanya merupakan wayang yang
dalang, demikian pula manusia bergerak dan berbuat karena digerakkan oleh
Tuhan. Maka tanpa gerak dari Tuhan manusia tidak bisa berbuat apa-apa.54
tanpa memerlukan bukti apa pun, begitu pula lah ia mengetahui adanya perbuatan
atas pilihan sendiri dalam dirinya. Hukum alam lah yang menentukan adanya
perbuatan atas pilihannya sendiri itu dalam diri manusia. Hukum alam ciptaan
Tuhan ini ia sebut sunnah Allah. Baginya manusia diciptakan sesuai dengan sifat-
sifat dasar yang khusus baginya dan dua diantaranya menurut Muhammad Abduh,
memilih yang merupakan sifat dasar alami yang mesti ada dalam diri manusia.
Manusia akan menjadi makhluk lain kalau sifat dasar ini dihilangkan dari dirinya.
53
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 35.
54
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 36.
55
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, hlm. 65.
59
selanjutnya mewujudkan perbuatan itu dengan daya yang ada dalam dirinya.
kebebasan dalam memilih. Oleh karena itu dalam pemberian wujud bagi manusia
berbuat atas kemauan dan pilihannya sendiri, tidaklah sempurna daya, kemauan dan
kemauan dan kekuasaan manusia, membuat manusia sadar bahwa di dalam wujud
ini terdapat suatu kekuatan yang lebih tinggi, yang tak dapat dijangkau oleh
kekuatan manusia dan masih ada kekuasaan yang tak dapat ditandingi oleh
dilihat, berlaku sesuai dengan sunnah Allah, hukum alam yang diciptakan sesuai
manusia sendiri dan bukan daya Tuhan yang mewujudkan perbuatan manusia. Daya
Perbuatan ini diwujudkan semata-mata oleh daya yang diciptakan Tuhan di dalam
56
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, hlm. 66-67.
60
diri manusia. Kemauan dan daya untuk mewujudkan perbuatan manusia adalah
kemauan dan daya manusia sendiri dan tak turut campur di dalamnya kemauan dan
daya Tuhan. Oleh karena itu perbuatan manusia adalah sebenarnya perbuatan
seseorang ingin berbuat sesuatu, maka perbuatan itu terjadi. Tetapi sebaliknya, jika
seseorang tidak ingin berbuat sesuatu maka itu tidak terjadi. Jika sekiranya
dan fatalisme ini terdapat tiga hal yang saling berkaitan, yaitu, perbuatan, kemauan
untuk berbuat dan daya untuk mewujudkan perbuatan itu. Jika kemauan dan daya
adalah kepunyaan Tuhan, maka perbuatan adalah pula perbuatan Tuhan, dan ini
adalah jabariah, fatalisme. Jika kehendak dan kemauan adalah dari manusia, maka
perbuatan adalah perbuatan manusia, dan ini adalah qadariah, atau free will dan
free act, paham kebebasan dalam kemauan dan perbuatan. Jika kemauan dan daya
sama-sama dari Tuhan dan manusia, maka perbuatan adalah perbuatan Tuhan pada
57
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 104-
105.
58
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, hlm. 70.
61
Kebebasan dan kekuasaan manusia dibatasi oleh hal-hal yang tak dapat dikuasai
oleh manusia. Seperti halnya manusia datang ke dunia ini bukanlah atas kemauan
hukum alam. Pertama-tama manusia tersusun dari materi. Materi adalah terbatas,
dan mau tak mau, manusia sesuai unsur materinya bersifat terbatas. Manusia hidup
dengan dilingkungi oleh hukum-hukum alam yang diciptakan Tuhan. Hukum alam
ini tidak dapat diubah oleh manusia. Maka, manusia harus tunduk kepada hukum
alam itu.59
hukum alam. Kebebasan manusia sebenarnya, hanyalah memilih hukum alam mana
yang akan ditempuh dan diturutinya. Hal ini perlu ditegaskan, karena paham
sebebasnya dan dapat melawan kehendak dan kekuasaan Tuhan. Hukum alam pada
hakikatnya merupakan kehendak dan kekuasaan Tuhan, yang tak dapat dilawan dan
ditentang manusia.60
B. Hassan Hanafi
berasal dari Bani Suwayf, sebuah provinsi yang berada di Mesir dalam, dan
59
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 117.
60
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 117.
62
Kakeknya berasal dari Maroko, sementara neneknya dari kabilah Bani Mur yang
singgah di Mesir tengah ketika pulang dari perjalanan menunaikan ibadah haji.61
Hassan Hanafi adalah seorang filosof dan teolog Mesir yang meraih sarjana
muda dalam bidang filsafat di Universitas Kairo pada tahun 1956.62 Hassan Hanafi
hidup dalam lingkungan sosial yang dapat dikatakan tidak terlalu mendukung
tradisi keilmuan dapat berkembang sejak lama. Masa kecil Hanafi berhadapan
bangsa asing. Sejak masih remaja kesadaran pertama yang tumbuh dalam diri
kesadaran ini terkait dengan kenyataan situasi Mesir yang dalam Perang Dunia II
mendorong Hanafi untuk terjun secara sukarela membantu perjuangan Mesir dalam
perang melawan Israel pada tahun 1948. Ketika masih duduk di bangku sekolah
setara SMA, tepatnya pada tahun 1951, Hanafi menyaksikan langsung bagaimana
Arab sekuler yang gagal menyatukan bangsa Arab, Hanafi secara alamiah bergeser
61
Hassan Baharun, Akmal Mundiri, Metodologi studi Islam, Percikan Pemikiran tokoh
dalam Membumikan Agama, Cet III (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 186-187.
62
Hamzah, Teologi Sosial: Telaah Pemikiran Hasan Hanafi, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 11.
63
Hassan Baharun, Akmal Mundiri, Metodologi Studi Islam, Percikan Pemikiran Tokoh
dalam Membumikan Agama, hlm. 166-167
63
hanya kerena IM berdiri paling depan melawan Israel, tetapi juga karena ia percaya
semakin kuat dalam lingkaran kekuasaan Mesir. Hanafi juga aktif mengikuti
Selain itu, ia juga mempelajari pemikiran Sayyid Quthub tentang keadilan sosial
dan keislaman.
merengkuh beberapa jabatan guru besar luar biasa di berbagai perguruan tinggi di
luar Mesir dan pada tahun 1969 ia menjadi profesor tamu di Perancis.15 Ia juga
pernah mengajar di Belgia (1970), Amerika Serikat (1971- 1975), Kuwait (1979),
Maroko (1982-1984), dan Uni Einirat Arab (1985). Hassan Hanafi juga pernah
berkunjung ke Belanda, Swedia, Portugal, Spanyol, India, Sudan, Arab Saudi, dan
juga Indonesia yang berlansung antara 1980-1987. Dalam kunjungan ini banyak
keluasan tentang persoalan hakiki yang dihadapi umat manusia umumnya dan umat
berbagai kontradiksi dan penderitaan kaum lemah yang terjadi di berbagai dunia,
64
Hasan Hanafi, Dari Akidah ke Revolusi: Sikap Kita Terhadap Tradisi Lama, Terj.
Miftah Faqih, (Jakarta: Paramadina, 2003), hlm. xiii.
64
bahwa agama (Islam) sudah saatnya dikembalikan kepada hakikat yang sebenarnya
yaitu sebagai agama pembebasan, agama yang sangat peduli pada persoalan-
persoalan kemanusiaan.65
Hanafi ketika masih muda sudah belajar ilmu-ilmu agama Islam. Ketika masih
duduk di madrasah tsanawiyah Khalil Agha, dia sudah aktif dalam diskusi-diskusi
Sayyid Qutb tentang keadilan sosial. Hal inilah yang membuatnya tertarik untuk
tahun, Hassan Hanafi kecil mulai menghafal al-Qur’an. Pendidikan Hanafi diawali
diselesaikannya selama lima tahun pada tahun 1952. Empat tahun untuk
sarjana muda pada tahun 1956. Ketika Hanafi mendalami pemikiran tokoh ia
65
Syarifuddin, Konsep Teologi Hassan Hanafi, Jurnal Substantia; Vol. 14 No. 2, (oktober
2012), hlm. 203.
66
Moh Hefni, Rekonstruksi Maqashid Al-Syariah (Sebuah Gagasan Hasan Hanafi
tentang Revitalisasi Turats), (Jurnal al-Ihkam Vol.6 No.2 Desember 2011), hlm. 169.
65
pada tahun 1952 mengantarkannya sebagai sarjana muda bidang filsafat. Studi
yaitu tahun 1956-1966, dengan disertasi setebal 900 halaman berjudul “Essai Sur
la Methode sd'exegese (Essai tentang Metode Penafsiran)”. Karya tulis ini menjadi
karya tulis terbaik di Mesir pada tahun 1961. Studinya di Prancis memberikan arah
Ia mengkonsentrasikan diri pada kajian pemikiran Barat pra modern dan modern.
Meskipun ia menolak dan mengkritik Barat, tetapi tak pelak lagi, ide-ide liberalisme
67
Hassan Hanafi, Dari Akidah ke Revolusi: Sikap Kita Terhadap Tradisi Lama, Terj.
Miftah Faqih, hlm. xiv.
68
Kazuo shimogaki, Kiri Islam Antara Modernisme dan Postmodernisme, Telaah Kritis
Atas Pemikiran Hassan Hanafi, (Yogyakarta: LKIS ,1993), hlm. 3.
69
A. H. Ridwan, Reformasi Intelektual Islam : Pemikiran Hassan Hanafi Tentang
Reaktualisasi Tradisi Keilmuwan Islam, (Yogyakarta: Ittaqa Press, 1998), hlm. 15.
66
prancis pada saat itu cukup memberikan angin segar bagi munculnya berbagai
dialektika yang lazim dalam pemikiran Hegel dan Karl Max. Hanafi belajar
fenomenologi dari Paul Ricouer, analisis kesadaran dari Hussell, dan bimbingan
Kairo hingga tahun 1971. Kemudian Hanafi berangkat ke Amerika Serikat sebagai
kembali ke Universitas Kairo pada tahun 1982. Kemudian dipinjam sebagai dosen
Tokyo dan Universitas PBB di Jepang dari tahun 1985 sampai tahun 1988. Dosen
Town, Afrika Selatan. Pada tahun 1989 ditunjuk sebagai Ketua Jurusan Filsafat di
yang berdiri tahun 1986 dengan diketuai oleh Dr. Abu al-Wafa‟ al-Taftazani, yang
kemudian digantikan oleh Dr. Mahud Hamdi Zaqzuq Mentri agama mesir pada
70
Aunul Abied Shah. Islam Garda Depan Mosaik Pemikiran Islam timur Tengah,
(Bandung: Mizan, 2001), hlm. 220.
67
seminar tentang filsafat, baik nasional maupun internasional, selalu Hanafi ikuti.
‘alaik pun sudah akrab di telinganya, ia terus maju berjuang membela kaum lemah
yang tertindas.71
1. Bidang Teologi
Teologi dalam Islam atau teologi Islam, yang biasa juga disebut usuluddin
atau tauhid, merupakan penegasan bahwa Tuhan itu satu, menciptakan manusia
dalam bentuk yang paling sempurna dangan tujuan menyembah dan mengabdi
Tuhan di bumi. Tugas tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, seperti
masalah keluarga, tata ekonomi, tata sosial, pengembangan pengetahuan, dan lain
meyakininya. Karena konsep teologi yang diyakini oleh seseorang akan menjadi
71
Hassan Baharun, Akmal Mundiri, Metodologi studi Islam, Percikan Pemikiran tokoh
dalam Membumikan Agama, hlm. 190-191.
68
berpusat pada Tuhan (tauhid). Tuhan merupakan sentral segala kehidupan manusia.
Hanya kepada Tuhanlah manusia mengabdi dan memohon. Hanya tauhid yang
Teologi Islam yang dianut oleh mayoritas umat Islam saat ini menurut
Hassan Hanafi belum bisa mengantarkan umat Islam kepada keyakinan atau
tetapi baru pada tahap mendekati keyakinan.73 Selain itu menurutnya, konsep-
konsep teologi yang dianut umat Islam saat ini lebih berisi konsep-konsep yang
melangit dan ide-ide kosong, bukan ide-ide konkret yang bisa membangkitkan dan
tersebut seperti asing bagi dirinya sendiri dan bagi orang banyak.74
Hasan Hanafi mengajukan konsep baru tentang konsep teologi Islam yang
ilmiah dan membumi sebagai alternatif atas kritiknya bahwa teologi tidak ilmiah
dan melangit. Tujuannya sudah tentu untuk menjadikan teologi tidak sekadar
sebagai dogma keagamaan yang kosong tanpa makna, tetapi menjelma sebagai ilmu
landasan etik dan motivasi tindakan manusia. Karena itu gagasan Hanafi berkaitan
bumi, dari tekstual ke kontekstual, dari teori kepada tindakan, dari takdir
72
Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003),
hlm. 115-118.
73
A. Khudori Sholeh, Filsafat Islam, (Sleman: Ar-Ruzz Media, 20014), hlm. 63.
74
Hassan Hanafi, Agama, Ideologi, dan Pembangunan, (Jakarta: P3M, 1991), hlm. 408-
409.
69
alasan, yaitu kebutuhan adanya sebuah ideologi dan teologi yang jelas dan konkrit
bukan hanya bersifat teoritik, namun juga praktis yang bisa melahirkan gerakan
dalam sejarah.75
Bagi Hassan Hanafi, teologi merupakan suatu ilmu yang paling fundamental
dalam tradisi Islam harus dibangun kembali sesuai dengan perspektif dan standar
modernitas. Untuk itu, ia mengajukan ide neo-kalam (ilmu kalam baru). Apa yang
dimaksudnya dengan ilmu tersebut bukan hanya ideologi doktrinal, melainkan ilmu
itu lebih merupakan ideologi revolusi atau revolusi ideologis yang dapat
penguasa otoriter. Dalam bentuk yang beragam, Hassan Hanafi selalu mengaitkan
teologi ini dengan teologi tanah, teologi kaum tertindas, dan teologi pembebasan
2. Bidang Filsafat
pikiran dan mengapresiasikan apa yang hilang dari pikiran. Filsafat adalah identik
dengan realitas-realitas dinamis yang akan mati dan akan hidup. Filsafat adalah
inovasi manusia yang akan tercipta Ketika lokalitasnya memungkinkan dan akan
musnah ketika lokalitas ini berubah dan posisinya ditempati oleh lokalitas lain yang
75
AH. Ridwan, Reformasi Intelektual Islam, (Yogyakarta: Ittaqa Press, 1998), hlm. 50.
76
A. Luthfi Assyaukanie, Tipologi dan Wacana Pemikiran Arab Kontemporer, dalam
Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Volume 1 Nomor 1, Juli-Desember 1998, hlm. 74-75.
70
diametral dimana realitas hidup yang masih bayi tidak kuat melawan dan
Dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan
metodologi atau analisis bahasa secara logis dan analisis makna-makna. Filsafat
diartikan sebagai (science of science) yang bertugas memberi analisis secara kritis
pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup dan makna hidup.
manusia di satu pihak tetap manusia dan di pihak lain berkembang dan berubah,
manusia.
77
Hassan Hanafi, Studi Filsafat 2: Pembacaan Atas Tradisi Barat Modern, (Yogyakarta:
LKiS, 2015), hlm. 1.
71
dalam kesadaran dan realitas hidup dalam pengalaman. Keduanya, yakni nalar dan
kematian filsafat adalah dua siklus continue yang digerakkan oleh relasionalitas
filsafat dengan otoritas kekuasaan. Kehidupan filsafat adalah sesuatu yang natural
selama pada manusia tetap ada kehidupan, selama ada kehidupan berarti kebebasan
pikiran dan persepsi, kapasitas diskursus dan bercerita, dan selama dunia tetap
berdiri tegak dan di dalamnya ditemukan satu manusia yang bernafas atau berpikir.
Filsafat akan tetap hidup dengan perlawanan nalar terhadap otoritas kekuasaan,
filsafat pun akan mati ketika ia kalah didepan otoritas kekuasaan. Filsafat akan
kosong dari sirkulasi tentang konsistensi kebebasan berpikir, fungsi kritis, tuntutan
perubahan, dan keniscayaan modernitas. Jadi filsafat akan mati ketika ia meringkuk
dan melingkar pada dirinya secara solipsistic dan bergeser kepada aliran yang
3. Kiri Islam
radikal, kelompok Jakobin, mengambil sisi kiri dari kursi Ketua Kongres Nasional.
Sejak itu, Kanan dan Kiri sering digunakan dalm terminologi politik. Secara umum
Kiri diartikan sebagai partai yang cenderung radikal, sosialis, “anarkis”, reformis,
78
Hassan Hanafi, Studi Filsafat 2: Pembacaan Atas Tradisi Barat Modern, hlm. 23.
79
Hassan Hanafi, Studi Filsafat 2: Pembacaan Atas Tradisi Barat Modern, hlm. 26-33.
72
progresif, atau liberal. Dengan kata lain selalu menginginkan sesuatu yang bernama
sesuatu yang bernama “takdir sosial”. Dalam terminologi ilmu politik, Kiri berarti
Kiri dan Kanan sebenarnya tidak ada didalam Islam itu sendiri, melainkan terdapat
Kiri Islam merupakan salah satu proyek pemikiran Hassan Hanafi, yang
Islam tak lahir di ruang hampa. Ia merupakan proyeksi tentang tatanan kehidupan
orang miskin dan tertindas, ia juga memperjuangkan persamaan hak dan kewajiban
sosialistik dalam Islam.81 Kiri Islam, merupakan salah satu upaya mengatasi
80
Kazuo Shimogaki, Kiri Islam: Antara Modernisme dan Postmodernisme, Telaah Kritis
Atas Pemikiran Hassan Hanafi, hlm. 5-6.
81
Ahmad Gabbas Salih, al-Yamin wa al-Yasar fi al-Islam, (Beirut: al-Muassasa al-
Arabiyya li Dirasat wa al-Nasr, 1972), hlm. 6.
73
akibat akulturasi dari budaya kapitalis. Kiri Islam, sangat berkaitan erat dengan
Menurut Hassan Hanafi, Kiri mengangkat posisi kaum yang dikuasai, kaum
yang tertindas, kaum miskin dan kaum menderita. Dalam jurnalnya yang berjudul
“Apa Arti Kiri Islam?”, Hassan Hanafi mendiskusikan beberapa isu penting yang
berkaitan dengan kebangkitan Islam. Menurutnya, Kiri Islam bertopang pada tiga
tauhid), dan kesatuan umat. Pilar pertama, adalah revitalisasi khazanah Islam
klasik. Pilar kedua, adalah perlunya untuk menantang peradaban Barat. Pilar ketiga,
revolusioner. Menurutnya, dunia Islam saat ini sedang menghadapi tiga ancaman,
dan keterbelakangan dari dalam. Kiri Islam berfokus pada problem-problem era
saat ini. Hassan Hanafi menjelaskan munculnya Kiri Islam. Ia mengkaji beberapa
liberalisme adalah subyek kritik Hassan Hanafi. Meskipun secara teoritik anti
Ketiga, kecenderungan Marxis Barat yang bertujuan memapankan suatu partai yang
82
Kazuo Shimogaki, Kiri Islam: Antara Modernisme dan Postmodernisme, Telaah Kritis
Atas Pemikiran Hassan Hanafi, hlm. 8.
74
pengembangan khazanah umat dan berpijak pada kesadaran rakyat muslimin. Kiri
Islam juga mendapat inspirasi dari keberhasilan revolusi Islam akbar di Iran yang
mengejutkan dunia. Kiri Islam adalah benteng pelindung bagi Islam dan kaum
adalah ideologi gerakan kaum muslimin. Pemikiran Hassan Hanafi tentang Kiri
mengembalikan ruh agama Islam sebagai sebuah proyeksi kehidupan bersama yang
dan Takdir
1. Akal
Dalam agama Islam, akal mendapat posisi yang istimewa karena Allah
ulama menganggap bahwa akal adalah alat yang kokoh dalam mencari kebenaran
83
Kazuo Shimogaki, Kiri Islam: Antara Modernisme dan Postmodernisme, Telaah Kritis
Atas Pemikiran Hassan Hanafi, hlm. 8-9.
84
Kazuo Shimogaki, Kiri Islam: Antara Modernisme dan Postmodernisme, Telaah Kritis
Atas Pemikiran Hassan Hanafi, hlm. 9.
75
pula peran akal dinilai mendapat kedudukan yang tinggi sebagai penjaga wahyu.
Akal mutlak dibutuhkan oleh manusia dalam mencari dan membentuk ilmu
mahakarya berupa kebudayaan dan peradaban. Berkat akal juga manusia bisa
pengertian yang dikatakan oleh publik dalam masalah manusia. Manusia adalah
‘aqil (orang yang berakal). Yang dimaksud dengan akal adalah wahyu. Terkadang
karena itu, manusia yang berakal adalah manusia utama yang menggunakannya
pada hal yang baik. Sedangkan manusia yang menggunakan akal untuk melakukan
hal yang buruk maka ia adalah penipu atau licik. Kedua, adalah akal dalam
ditegaskan dan disangkal oleh akal, yakni dalam pengertian yang mahsyur di
kalangan mereka, yaitu suatu makna yang digelar dari lingkaran Islam murni.
Ketiga, adalah akal yang disebutkan oleh Aristoteles dalam buku Metafisika. Yaitu
rasio yang terpisah (al-‘aql al-mufariq) yang diidentifikasi sebagai alam arwah atau
memberikan prioritas pada akal daripada naql. Menurutnya, pentingnya akal adalah
85
Hassan Hanafi, Islamologi 2 Dari Rasionalisme ke Empirisme, (Yogyakarta: LKiS,
2007), hlm. 132-134
76
akal menjadi semata pandangan, karena akal adalah basis naql. Pada dasarnya,
mempertimbangkan sesuatu yang ada dibalik akal itu. Bagi Hassan Hanafi,
pertimbangan akal adalah suatu keniscayaan saat ini bagi kesejahteraan umat
Muslim.86
memberikan keputusan terhadap segala sesuatu yang ada, dan dapat membuktikan
secara logis terhadap kebenaran dari setiap data dan fenomena yang diberikan
kepadanya.87 akal manusia telah dapat berpikir secara rasional karena kemampuan
akal untuk melakukan penalaran secara rasional adalah kodrat bagi otak manusia.
penempatan rasio pada posisi yang benar dalam wilayah konsepsi universal atas
realitas. Kebenaran tidak akan menolak terhadap kebenaran yang lain, tetapi
86
Kazuo Shimogaki, Kiri Islam: Antara Modernisme dan Postmodernisme, Telaah Kritis
Atas Pemikiran Hassan Hanafi, hlm. 70.
87
Hassan Hanafi, Islamologi 2 Dari Rasionalisme ke Empirisme, hlm. 113.
77
Oleh karena itu, lebih lanjut Hassan Hanafi berpendapat bahwa fungsi dan
kemunduran, bahkan manusia akan menjadi maju dan menguasai alam ini.
kealaman dan wilayah ketuhanan. Dan ia dibedakan dengan tiga potensi, yaitu
“potensi artikulasi” untuk berintegrasi dengan alam lain, yaitu rasio aktif. Dan dari
rasio aktif manusia melahap ilmu-ilmu dan pengetahuan. Rasio aktif adalah rasio
yang menentukan nasib dan kapabilitas manusia. Adapun teori integrasi ketuhanan
berpegang pada dialog kognisi-kognisi. Oleh karenanya, hanya rasio aktif lah yang
menyeru pada hati, mendekonstruksi syara’ dan menyeru pada abstraksi. Pada
dasarnya kita sangat membutuhkan rasio dan sistem dalam kehidupan ini.
88
Hassan Hanafi, Islamologi 2 Dari Rasionalisme ke Empirisme, hlm. 38.
89
Hassan Hanafi, Islamologi 3 Dari Teosentrisme ke Antroposentrisme, (Yogyakarta:
LKiS, 2004), hlm. 82-83.
78
takhayul, dan mitos-mitos, dan membiarkan diri kita menjadi mangsa jin dan
setan.90 Sebab, rasio adalah cadangan alamiah manusia dan cahaya yang
2. Wahyu
Sebelum penurunan wahyu, peradaban Arab dipusatkan pada satu titik, yaitu asy-
syi’r al-jahili (puisi jahiliah). Hanya saja di sekitar puisi-puisi itu tidak
dikembangkan sebuah keilmuan. Kemudian, ketika wahyu telah turun dan dijaga
juga belum muncul. Kaum muslimin tetap mentransferensi al-Qur’an dan hadis
secara oral.91
Qur’an dan memiliki pengertian bahwa wahyu tersimpan dalam dada manusia
karena nama al-Qur’an sendiri berasal dari kata qira’ah (bacaan) dan di dalam kata
qira’ah terkandung makna agar selalu diingat. Wahyu Allah yang diturunkan
kepada utusan-Nya khususnya kepada Nabi Muhammad SAW pada garis besarnya
berisi: aqidah, prinsip-prinsip keimanan yang perlu diyakini oleh setiap mu’min;
hubungan manusia dengan alamnya; akhlak, tuntunan budi pekerti luhur; ilmu
90
Hassan Hanafi, Islamologi 3 Dari Teosentrisme ke Antroposentrisme, hlm. 31.
91
Hassan Hanafi, Islamologi 3 Dari Teosentrisme ke Antroposentrisme, hlm. 109-110.
79
tentang hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
dijadikan sebagai data yang sempurna, tanpa ada pengkritisan atasnya, maka
muncullah totalitas ilmu yang bertitik sentral pada sumber ini. Ilmu tidak tumbuh
dari alam dan pembacaan atas peristiwa-peristiwa natural, atau dari rasio formal
dan sistem keteraturan. Akan tetapi, ia tumbuh dari wahyu (al-Qur’an) dalam
bentuk lingkaran kecil yang berangsur-angsur menjadi besar hingga tuntas sebagai
konstruksi ilmu.92
dalam sejarah disebutkan tanpa menyebut nama nabi. Ini menunjukkan bahwa nabi
hanyalah sarana dan bukan sebagai tujuan. Nabi hanyalah seorang manusia. Semua
cahaya dituangkan kepada wahyu itu sendiri. Wahyu adalah suatu firman yang
92
Hassan Hanafi, Islamologi 3 Dari Teosentrisme ke Antroposentrisme, hlm. 110.
93
Hassan Hanafi, Tafsir Fenomenologi, (Yogyakarta: Pesantren Pasca Sarjana Bismillah
Press, 2001), hlm. 36.
94
Hassan Hanafi, Tafsir Fenomenologi, hlm. 42.
95
Hassan Hanafi, Tafsir Fenomenologi, hlm. 42.
80
orientasi sasaran, dan dia berbicara kepada manusia berdasarkan bahasa manusia.
Menurut Hassan Hanafi, dalil kebenaran wahyu adalah dalil esoteris, yaitu
pembenaran wahyu dengan akal dan realisasinya dengan tindakan praksis. Dengan
kata lain, dalil tersebut adalah dalil kemanusiaan, yaitu esensi wahyu dari segi
kebenarannya dalam realitas dan metaforisnya dalam estetika. Oleh karena itu,
wahyu dari segi isi, yakni suatu pikiran, dan dari segi bentuk, yaitu model-model
lanjut Hassan Hanafi mengatakan bahwa wahyu berdiri diatas rasio. Oleh karena
itu, wahyu tidak akan menghadirkan sesuatu yang tidak dapat diterima oleh rasio.
Namun, rasio mampu untuk sampai pada setiap apa yang diberikan oleh wahyu.97
sistematis, dan disebut juga dengan at-tanzil. Atau dengan bahasa logika yaitu dari
wahyu sebagai ilmu pengetahuan, bagi at-ta’wil atau alegori. Artinya, meregresi
teks pada sumber pertamanya, perpindahan dari huruf ke makna, dari tekstual ke
metafora, dari eksoterik ke esoterik, dari wahyu ke yang mengirimkan wahyu, dari
kejadian yang luar biasa dalam sejarah. Semua kejadian sejarah berada pada tingkat
yang sama dan jenis yang sama. Demikian pula, perbuatan Tuhan atau bahkan
96
Hassan Hanafi, Islamologi 3 Dari Teosentrisme ke Antroposentrisme, hlm. 79.
97
Hassan Hanafi, Islamologi 2 Dari Rasionalisme ke Empirisme, hlm. 174.
98
Hassan Hanafi, Islamologi 2 Dari Rasionalisme ke Empirisme, hlm. 339.
81
wujud Tuhan bukan merupakan wahyu, sebab hal itu mengungkapkan sesuatu yang
bersifat ketuhanan kepada manusia, bukan sesuatu yang berada dalam alam
kemanusiaan. Wahyu bukanlah obyek nyata yang dapat diraba, melainkan lebih
serta kemauan manusia. Apa yang telah ingin dikatakan Tuhan dalam wahyu
sekarang ini menjadi obyek pengetahuan manusia dan motivasi bagi tindakan
manusia. Wahyu dalam Islam mengumumkan datangnya abad pemikiran, abad ilmu
dalam pemahaman. Karena itulah dalam wahyu tidak digunakan bahasa yang
formal dan setiap gagasan tidak dinyatakan dalam dalil-dalil, melainkan dipakai
teoritik tentang wahyu, tetapi juga realisasi praktiknya. Kemudian, tujuan akhir
wahyu setelah diterima dan dipahami adalah diwujudkan dalam amal di dunia.
99
Hassan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi I, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm. 3-
4.
100
Hassan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi I, hlm. 17.
101
Hassan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi I, hlm. 18.
82
Wahyu tidak pernah diambil sebagai kegunaan praktik dalam kehidupan, tetapi
Sebagai khalifah Tuhan di muka bumi ini, manusia dikaruniai Tuhan dengan
dua buah hadiah yang sangat istimewa; yang pertama adalah kebebasan dan yang
makhluk fisik jasmani, tetapi juga makhluk rohani dengan memiliki sumber rohani,
maka manusia tidak sepenuhnya tunduk pada hukum yang berlaku pada alam fisik.
Dengan sifatnya yang seperti itu, maka Tuhan mengkaruniai manusia dengan
kebebasan yang seperti itu, yakni kebebasan terbatas untuk memilih, sebagai hadiah
yang diberikan hanya kepada manusia. Kebebasan adalah amanat yang tidak mau
diemban oleh langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi hanya manusia yang menjadi
makhluk moral yang bisa diberi sifat baik atau sifat jahat, tergantung perbuatan
Manusia tidak dipaksa Tuhan untuk mengerjakan ini atau itu, tetapi manusia
dapat memilih perbuatan ini atau itu. Dan baik buruknya manusia ditentukan oleh
pilihannya tersebut. Kalau manusia tidak punya kebebasan untuk memilih, maka
berarti manusia telah ditentukan dari semula untuk melakukan ini dan itu. Ini berarti
manusia pada hakikatnya tidak punya kekuatan apapun terhadap apa yang
102
Hassan Hanafi, Tafsir Fenomenologi, hlm. 37.
103
Abdul Halim, Teologi Islam Rasional, (Jakarta: Ciputat Pers, 2001), hlm. 105-106.
83
dilakukannya. Ia tidak akan mampu mengubah suatu apapun, dan cara berada
manusia seperti itu tak ubahnya seperti cara berada benda-benda mati.
peradaban. Melalui perbuatan atau tindakan, manusia dapat mengenali antara yang
faktual dan yang ideal, dan dapat mentransformasikan yang hanya merupakan
proyeksi menjadi kesatuan yang sebenarnya. Kesadaran tidak pernah bersifat pasif.
Menyadari sesuatu berarti mengubah sesuatu. Kesadaran tidak seperti cermin atau
foto. Kesadaran merupakan praksis atau tindakan. Untuk itu terdapat interaksi
antara tindakan kesadaran (noesis) dan objek kesadaran (noema). Namun demikian,
interaksi ini tidak boleh dianggap sebagai kerja sama antara dua unsur yang sama-
sama penting karena pada akhirnya hanya ada kesadaran. Objek yang disadari
sebuah tanggung jawab dan tuntutan.105 Lebih lanjut menurut Hassan Hanafi
104
Hassan Hanafi, Islamologi 3 Dari Teosentrisme ke Antroposentrisme, hlm. xxii.
105
Hassan Hanafi, Islamologi 3 Dari Teosentrisme ke Antroposentrisme, hlm. 29.
106
Kazuo Shimogaki, Kiri Islam: Antara Modernisme dan Postmodernisme, Telaah Kritis
Atas Pemikiran Hassan Hanafi, hlm. 45.
84
mewarisi konsepsi Asy’ariah. “Allah berkuasa atas segala sesuatu”: berkuasa untuk
manusia, bahkan berkuasa untuk menemukan sesuatu yang tidak ditemukan, dan
Karena nasib buruk yang telah dialami oleh Asy’ariah, kaum Mu’tazilah
tidak bertahan lama untuk menetapkan kemampuan kesadaran kita sebelum dan
masa lampau dan yang akan datang melalui jalan reproduksi sehingga manusia
itu. Untuk itu, kata Hassan Hanafi sekarang dibutuhkan teologi yang memberikan
107
Hassan Hanafi, Islamologi 3 Dari Teosentrisme ke Antroposentrisme, hlm. 123.
108
Hassan Hanafi, Islamologi 3 Dari Teosentrisme ke Antroposentrisme, hlm. 123.
85
otonomi pada individu untuk bebas dalam berpikir dan bertindak sesuai dengan
pilihannya.109
Lebih lanjut menurut Hassan Hanafi, manusia adalah makhluk yang bebas.
Namun, dari kebebasan tersebut manusia memiliki sebuah tanggung jawab yang
harus dipikulnya, dan ia sendirilah yang bertanggung jawab atas segala perbuatan-
109
Moh. Nurhakim, Islam, Tradisi dan Reformasi: Pragmatisme Agama dalam Pemikiran
Hassan Hanafi, (Jawa Timur: Bayumedia Publishing, 2003), hlm. 141.
110
Hassan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi I, hlm. 72.
BAB IV
HASSAN HANAFI
Dalam pemikiran teologi Islam Harun Nasution dan Hassan Hanafi, akal
adalah suatu daya yang dimiliki oleh manusia. Keduanya memiliki pandangan
bahwa akal merupakan suatu daya yang diberikan oleh Tuhan, dan dengan akal
Kedudukan tinggi bagi akal dan perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan
sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadis, bukan hanya merupakan ajaran
dalam teori, tetapi ialah ajaran yang telah pernah diamalkan oleh para cendikiawan
dan ulama Islam pada zaman klasik, dan seterusnya pengaruh pemakaian akal dan
jalan untuk memperoleh iman sejati. Harun Nasution berpendapat bahwa selama ini
umat Islam belum menggunakan potensi pemikiran rasional dengan optimal. Hal
ini menjadi perbedaan mendasar antara Barat dan Timur, yaitu penggunaan akal
86
87
mereka.1
akal dan berpikir teologi secara rasional dalam menuntut ilmu pengetahuan akan
masyarakat. Sebab berbagai aspek ajaran agama yang ada dalam Islam dipandang
Harun Nasution memiliki dimensi akhlak di belakangnya. Dan hal ini hanya dapat
dan rasionalitas.2
Akal manusia lah yang mewujudkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan
kemudian ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat manusia dapat mengubah
dan mengatur alam sekitarnya untuk kesejahteraan dan kebahagiaannya baik pada
artinya mungkin benar dan mungkin juga salah.3 Selain tidak hanya untuk
masalah dasar dan pokok dalam agama. Masalah dasar dan pokok bagi agama yaitu,
kewajiban manusia untuk berterima kasih kepada Tuhan, ketiga, mengetahui mana
1
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution,
(Bandung: Mizan, 1995), hlm. 287.
2
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution,
hlm. 60.
3
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, (Jakarta: UI Press, 2011), hlm. 1.
88
perbuatan baik dan mana perbuatan jahat, dan keempat, akal dapat pula mengetahui
Dan jika kita telusuri juga pemikiran Hassan Hanafi tentang akal. Hassan
Hanafi berpendapat bahwa, akal merupakan suatu yang penting, pentingnya akal
keadilan. Akal menurutnya tidak bisa dibatasi dengan kawasan sempit spekulasi
rasional dan intelektual yang mengontrol pemikiran. Namun akal juga berkaitan
manusia. Meski dalam konteks ini Hanafi tidak mengulang secara mutlak ajaran
4
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution,
hlm. 142.
5
Kazuo Shimogaki, Kiri Islam: Antara Modernisme dan Postmodernisme, Telaah Kritis
Atas Pemikiran Hassan Hanafi, (Yogyakarta: LKIS ,1993), hlm. 69-70.
6
Muhammad Mansur, Kritik Hassan Hanafi atas Pemikiran Kalam Klasik, Esensia
Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Vol. 1, No. II, Juli 2000, hlm. 222.
89
menjadi seperti robot atas perintah-perintah. Metode akal ialah metode manusiawi
musyawarah. Akal ini juga membentuk peradaban dan tingkat kemajuan yang
penerimaan kebenaran, pengetahuan mengenai yang benar dan yang salah tidak
datang dari atas, melainkan dari perenungan atas data-data pemikiran dan
melalui analisis rasional yang cermat terhadap ide-ide dan kenyataan dan dengan
meneliti terjadinya berbagai peristiwa. Ini tidak berarti penolakan terhadap adanya
ukuran-ukuran kebenaran dan garis-garis yang mengatur pemikiran. Ini semua ada,
dan muncul dari tabiat akal sendiri dan ditangkap dengan intuisi, tidak berasal dari
luar. Jadi, sesuatu yang baru dikatakan benar, manakala akal telah menyelidikinya
memiliki sikap rasional, karena ilmu merupakan kelanjutan akal. Dan hanafi
7
Hassan Hanafi, Dari Aqidah Ke Revolusi, (Jakarta Selatan: Paramadina, 2003), hlm.188-
189.
8
Hassan Hanafi, Min al-Aqidah Ila al-Tsawrah; Muhawalatun Li I’adat Bina’ Ushul al-
Din, (Kairo: Maktabah Madbuli, 1988), hlm. 8.
90
pendapat akal. Wahyu tidak luput dari jalinan hubungannya dengan akal.
Menurutnya, dalam Islam wahyu dan akal menjalin hubungan persaudaraan. Dalam
persaudaraan itu, akal menjadi tulang punggung agama yang terkuat, dan wahyu
sendiri yang utama. Akal tetap akan tunduk pada teks wahyu. Teks wahyu tetap
dianggap mutlak benar. Akal hanya dipakai untuk memahami teks wahyu. Akal
hanya memberi interpretasi terhadap teks wahyu sesuai dengan kecenderunan dan
kekurangan dan keterbatasan akal. Wahyu meliputi seluruh dimensi dan potensi
akal agar manusia tidak sampai gegabah dan menerawangi ranah yang pada
Menurut Harun Nasution, salah satu bentuk kontribusi yang dimiliki oleh
wahyu untuk akal ialah bahwa wahyu dapat menguatkan pendapat akal melalui sifat
sakral dan absolut yang terdapat dalam wahyu. Sifat sakral dan absolut lah yang
membuat orang mau tunduk kepada sesuatu. Wahyu diperlukan untuk memperkuat
apa yang diketahui oleh golongan kaum khawas, untuk memberikan kekuatan yang
sakral kepada hukum serta peraturan-peraturan yang mereka buat dan untuk
9
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, hlm. 101.
10
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: UI
Press, 1987), hlm. 62.
91
Selain itu, Harun Nasution mengatakan bahwa wahyu menolong akal untuk
mengetahui alam akhirat dan keadaan hidup manusia disana, untuk mengetahui sifat
hidup kedua nanti. Sungguhpun itu semua sulit untuk dipahami oleh akal, akan
atas dasar prinsip-prinsip umum yang sudah diwahyukan, dalam mendidik manusia
untuk hidup dalam damai dengan sesamanya dan dalam membukakan rahasia cinta
kewajiban seperti kejujuran, berkata benar, menepati janji, dan lain sebagainya.12
Berlainan dari apa yang telah dikemukakan oleh Harun Nasution diatas,
yang paling utama dari diturunkannya wahyu yaitu untuk membuka selubung
11
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, hlm. 60.
12
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, hlm. 60.
13
Hassan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi I, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm.
71.
92
dijadikan sebagai data yang sempurna, tanpa ada pengkritisan atasnya, maka
muncullah totalitas ilmu yang bertitik sentral pada sumber ini. Ilmu tidak tumbuh
dari alam dan pembacaan atas peristiwa-peristiwa natural, atau dari rasio formal
dan sistem keteraturan. Akan tetapi, ia tumbuh dari wahyu (al-Qur’an) dalam
bentuk lingkaran kecil yang berangsur-angsur menjadi besar hingga tuntas sebagai
konstruksi ilmu.14
serta kemauan manusia. Bagi Hassan Hanafi Apa yang telah ingin dikatakan Tuhan
dalam wahyu sekarang ini menjadi obyek pengetahuan manusia dan motivasi bagi
menjadi suatu ideologi, tetapi dianggap tidak sejalan dengan cara penafsiran yang
seluruh umat manusia dari semua kungkungan eksternal yang berasal dari alam atau
pribadi. Semua klaim wahyu yang mengafirmasi superioritas seseorang atas orang
14
Hassan Hanafi, Islamologi 3 Dari Teosentrisme ke Antroposentrisme, (Yogyakarta:
LKiS, 2004), hlm. 110.
15
Hassan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi I, hlm. 17.
16
Moh. Nurhakim, Islam, Tradisi dan Reformasi: Pragmatisme Agama dalam Pemikiran
Hassan Hanafi, (Jawa Timur: Bayumedia Publishing, 2003), hlm. 80.
93
lain atau menjadikan nabi-nabi atau malaikat sebagai Tuhan bukanlah wahyu
otentik.17
satu, tapi diturunkan dalam beberapa kali antara waktu, sesuai dengan tingkat
kesadaran ini dari segala penindasan, baik penindasan material, sosial, maupun
politik, agar dapat menangkap adanya transendensi dan dengan demikian juga dapat
memahami bidang hukum moral. Karena pembebasan ini manusia akan berada di
tepi dua dunia: dunia nyata dan dunia ideal. Maka, misi wahyu akan selesai jika
kesadaran manusia telah menjadi otonom, jika manusia menjadi rasional dan
bebas.20
memilih yang merupakan sifat dasar alami yang mesti ada dalam diri manusia.
17
Hassan Hanafi, Tafsir Fenomenologi, (Yogyakarta: Pesantren Pasca Sarjana Bismillah
Press, 2001), hlm. 35.
18
Hassan Hanafi, Tafsir Fenomenologi, hlm. 36.
19
Hassan Hanafi, Tafsir Fenomenologi, hlm. 42.
20
Hassan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi I, hlm. 57-58.
94
kalua sifat dasar ini dihilangkan dari dirinya dia bukanlah manusia lagi, tetapi
kemauannya sendiri dan selanjutnya mewujudkan perbuatan itu dengan daya yang
tanpa memerlukan bukti apa pun, begitu pulalah ia mengetahui adanya perbuatan
atas pilihannya sendiri dalam dirinya. Dan hukum alamlah yang menentukan
perbuatannya. Dan dalam pandangan ini manusia merdeka dalam tingkah lakunya.
Ia berbuat baik adalah atas kemauan dan kehendaknya sendiri. Demikian pula ia
perbuatan manusia adalah kemauan dan daya manusia sendiri dan tak turut campur
dalamnya kemauan dan daya Tuhan. Oleh karena itu, perbuatan manusia adalah
21
Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, hlm. 65.
22
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:
UI Press, 2016), hlm. 35.
23
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, hlm. 105.
95
pemikirannnya atas keadilan Allah, karena Allah itu adil, maka Ia akan memberi
pahala kepada orang yang berbuat baik dan siksa kepada orang yang berbuat dosa.
pilihannya apakah akan berbuat baik atau berbuat buruk. Kalau kemampuan ini
tidak diberikan Allah, maka manusia ditentukan segala perbuatannya oleh Allah.
bahwa kemauan manusia bebas untuk berbuat atau tidak berbuat, sehingga manusia
pujian dan pahala atas segala perbuatannya yang baik dan menerima celaan serta
hukuman atas perbuatannya yang salah atau dosa. Begitu juga menurut Hassan
Hanafi, bahwa manusia menurutnya adalah bebas, tapi dalam kebebasan tersebut
24
Kazuo Shimogaki, Kiri Islam: Antara Modernisme dan Postmodernisme, Telaah Kritis
Atas Pemikiran Hassan Hanafi, hlm. 95.
25
Hassan Hanafi, Agama Ideologi dan Pembangunan, (Jakarta: P3M, 1991), hlm. 27-28.
96
dibatasi oleh hukum alam. Pertama-tama manusia tersusun dari materi. Materi
adalah terbatas, dan mau tak mau, manusia sesuai unsur materinya bersifat terbatas.
Tuhan. Hukum alam ini tidak dapat diubah oleh manusia. Maka, manusia harus
kehendak, perbuatan apa pun, kecuali ditentukan oleh kehendak mutlak Tuhan
Manusia diberi kebebasan oleh Tuhan untuk berkehendak dan berbuat. Mereka
diberi hak untuk memilih dan menentukan jalan hidupnya, tetapi tetap dimintai
mengenai akal, wahyu, dan kebebasan manusia menurut Harun Nasution dan
Hassan Hanafi, penulis menyajikannya dalam bentuk tabel dibawah ini, agar
26
Moh. Nurhakim, Islam, Tradisi dan Reformasi: Pragmatisme Agama dalam Pemikiran
Hassan Hanafi, hlm. 139.
97
Wahyu manusia
tanggung jawab
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hassan Hanafi yang telah dipaparkan oleh penulis, maka pada bab ini penulis
rasional. Bagi Harun Nasution persoalan akal dan wahyu sangat dibutuhkan dalam
membahas dan memahami tentang teologi Islam. Dalam Islam, akal dan wahyu
punggung agama yang terkuat, dan wahyu sendiri yang utama. Harun Nasution
mengatakan bahwa wahyu yang bersumber dari Tuhan ditujukan kepada umat
manusia untuk menjadi pedoman dan pegangan hidup, kemudian akal yang yang
ada dalam diri manusia berusaha keras untuk sampai kepada Tuhan. Selanjutnya,
dalam sistem teologi Harun Nasution manusia juga mempunyai kebebasan dalam
kehendak atau disebut dengan free will dan kebebasan dalam perbuatan yang
keadilan. Dan dengan rasio aktif lah manusia mampu melahap ilmu-ilmu dan
pengetahuan. Rasio aktif adalah rasio yang menentukan nasib dan kapabilitas
manusia. Bagi Hassan Hanafi, wahyu merupakan sumber pengetahuan bagi kaum
98
99
untuk semua umat manusia tanpa memandang perbedaan tingkat pendidikan dan
kemampuan dalam pemahaman. Maka dari itu Hassan Hanafi memiliki keinginan
seluruh umat manusia terutama kaum Muslimin dari semua kungkungan eksternal
yang berasal dari alam atau pribadi. Hassan Hanafi sangat menjunjung tinggi
B. Saran
Kajian tentang teologi bukanlah sesuatu hal yang baru dalam dunia Islam.
pemikir-pemikir Islam dari masa ke masa, baik dalam bidang akademik maupun
gambaran dari luasnya pengetahuan tentang teologi. Penulis berharap skripsi ini
tokoh-tokoh teologi seperti Harun Nasution dan Hassan Hanafi, serta dapat
ilmu teologi Islam tidak akan memudar dan luntur dimakan zaman.
Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki banyak sekali
kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan. Dengan keterbatasan ilmu dan
kurangnya pengalaman yang penulis miliki, maka penulis berharap bagi para
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun untuk melengkapi
100
kekurangan dari penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat memberikan manfaat
1991.
Ali, Mukti, Alam Pemikiran Islam Modern India dan Pakistan. Yogyakarta: Mizan,
1992.
Pers, 2000.
1999.
Baharun, Hassan dan Akmal Mundiri, Metodologi studi Islam, Percikan Pemikiran
2014.
2005.
Ilmu, 2013.
Hanafi, Ahmad, Pengantar Teologi Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003.
Hanafi, Hasan, Dari Akidah ke Revolusi: Sikap Kita Terhadap Tradisi Lama, terj.
101
102
Hanafi, Hassan, Dialog Agama dan Revolusi I. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991.
2007.
LKiS, 2004.
Hanafi, Hassan, Min al-Aqidah ila al-Tsawrah, terj. Asep Usman Ismail. Jakarta:
Paramadina, 2003.
Paramadina, 1992.
Persada, 2002.
2012.
Nasution, Harun, Akal dan Wahyu Dalam Islam. Jakarta: UI Press, 2011.
Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang,
2010.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II. Jakarta: UI Press,
2018.
Nasution, Harun, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun
Press, 1987.
2002.
Rusli, Muh, Khazanah Teologi Islam Klasik dan Modern. Gorontalo: Sultan Amai
Press, 2015.
Rusli, Ris’an, Pemikiran Teologi Islam Modern. Depok: Prenamedia Group, 2018.
104
Shah, Aunul Abied, Islam Garda Depan Mosaik Pemikiran Islam timur Tengah.
Group, 2014.
2020.
oktober 2012.
Muhammad Mansur, Kritik Hassan Hanafi atas Pemikiran Kalam Klasik, Esensia
2004.