Anda di halaman 1dari 208

ASBÂTH DAN YAHUDI DALAM ALQURAN

(Melacak Sejarah dan Korelasi Asbâth dan Yahudi Dalam Alquran)

Dosen Pembimbing:

DR. Hj.Faizah Ali Syibromalisi, M. A

Dr. H. M. Suryadinata, M. A

Oleh:

Zukhrufatul Jannah

21140340000002

TESIS
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Agama dalam bidang Tafsir
Program Magister Fakultas Ushuludddin Konsentrasi Tafsir

PROGRAM MAGISTER FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM


NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JKARTA

2017 M /1438 H
PERSETUJUAN PARA PENGUJI

Tesis yang berjudul “ Term Asbâth dan Yahudi dalam Alquran (Melacak sejarah dan korelasi

Asbâth dan Yahudi)” yang ditulis oleh Zukhrufatul Jannah, Nomor Induk Mahasiswa (NIM):

21140340000002, Mahasiswa Program Magister Ushuluddin Konsentrasi Tafsir, telah

diperbaiki sesuai dengan masukan-masukan Tim Penguji dalam Ujian Tesis Terbuka pada

hari Selasa 12 September 2017 pukul 14.00-1600 di Ruang Meeting Room Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selanjutnya tesis ini dapat diserahkan ke

perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. M. Ridwan Lubis Dr. H. Ahsin Sakho M. Asyrofuddin , M.A


NIP: 19471019 197703 1 002 NIP: 19560821 199603 1 001

Penguji III/Pembimbing I Penguji IV/ Pembimbing II

Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, M.A Dr. M. Suryadinata, M.A


NIP:19550725 200012 2 001 NIP:19600908 198903 1 005

Ketua Sidang Sekertaris Sidang

Dr. Atiyatul Ulya, M.A Maulana, M.Ag


NIP:19700112 199603 2 001 NIP:19650207 199903 1 002

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah swt. yang telah

memberikan rahmat dan nikmatnya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini. Shalawat beriring salam semoga tetap tercurah buat

junjungan alam Nabi Muhammad Saw.

Sebagai manusia yang memiliki kekurangan, penulis menyadari bahwa

penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan tesis ini tanpa bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga

kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

penelitian tesis ini. Berbagai pihak tersebut antara lain:

1. Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof

Dr. Dede Rosyada, M.A.

2. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.

Masri Mansoer, M.A.

3. Ketua Program magister (S2) Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Atiyatul Ulya, M.A dan Sekretaris progam

magister Bapak Maulana, M.Ag.

4. Pembimbing penulis, Dr. Faizah Syibromalisi, M.A dan Dr. M. Suryadinata,

M.A, karena telah membimbing penulis dalam menyelesaikan teis ini.

Bimbingan, saran, dan masukan yang telah diberikan sangat berguna bagi

penulis.

iii
5. Para dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis terkhusus di

program magister Fakultas Ushuluddin, yaitu: Prof. Dr. Hamdani Anwar,

M.A, Prof. Dr. Zainun Kamaluddin F, M.A, Prof. Masri Mansour, M.A, Dr.

Faizah Syibromalisi, M.A, Dr. Atiyatul Ulya, M.A, Dr. Lilik Umi Kaltsum,

M.A, Dr. Akhsin Sakho M. Asyrofuddin, Dr. M. Suryadinata, M.A, Dr.

Abdul Moqsith Ghazali, M.A, Dr. Mafri Amir, M.A, Dr. Bustamin, M.S.i,

Dr. Sri Mulyati, M.A, Dr. Syamsuri, M.A, Dr. Edwin Syarif, M.A, Dr.

Ahzami Sami’un Jazuli, M.A, dan Dr. Izza Rahman, M.A,

6. Seluruh pegawai beserta staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin,

Perpustakaan Pascasarjana UIN Jakarta, Perpustakaan Utama UIN Jakarta,

Perpustakaan Pusat Studi al-Qur’an (PSQ) yang telah memberikan izin dan

layanan kepustakaan kepada penulis, sehingga memudahkan penulis dalam

menyelesaikan tesis ini. Di samping itu, kepada seluruh pegawai beserta staf

di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya, dan

Fakultas Ushuluddin pada khususnya.

7. Kedua orang tua penulis Ibunda tercinta ibu Zulmahyat, S.Pd.I, dan

ayahanda tercinta bapak Juriah, M.A, dan ibunda tercinta Hj. Fikriah, yang

selalu mendo’akan dan memberikan semangat kepada penulis, sehingga

penulis mendapatkan semangat untuk menyelesaikan tesis ini. Semoga

Allah swt. selalu memberikan rahmat dan keberkahan kepada nya.

8. Suami tercinta dan terkasih Saiful Fikri, yang selalu memberi support lahir

batin, dan selalu bersikap sabar dalam menunggu dan mensuport penulis

dalam penyelesaian study.

iv
9. Anak tercinta Ahmad Sulthan Ajwad, yang selalu menjadi supporter utama

penulis dalam menyelesaikan study.

10. Keluarga besar penulis, kakak tercinta Munadiyul Irfani, S.E beserta Istri,

Munadiyul Hifzi, S.H beserta istri, Zulfa Yuliani Anwariah, S.IKom, M.

Surur, Zainul Hasani, S.Sos, Sa’adatul Khair, S.E beserta Suami, Siti

Adabiyah, S.Pd beserta suami, dan seluruh keluarga besar penulis yang

selalu memberikan semangat dan mendo’akan penulis.

11. Terima kasih kepada guru-guru penulis, guru-guru MI Darusshalihin NW

01 Kalijaga, Pondok Pesantren Nurul Haramain Putri NW Narmada, Pondok

Modern Darussalam Gontor Putri I Mantingan, Ngawi, Dosen-dosen Institut

Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, dan seluruh guru-guru penulis yang tidak

disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga,

karena selalu memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan

studi ini.

12. Terima kasih juga kepada Teman-teman seperjuangan, untuk Eva

Anggrianan Yunita, S.Sos, M. Hizbullah, M.A, Selvin Riawan, M.A, dan

seluruh Anggota Himpunan Mahasiswa (HIMMAH) Nahdlatul Wathan

Jakarta dan seluruh anggota Ikatan Mahasiswa Sasak (IMSAK) Jakarta.

13. Teman-teman program magister fakultas Ushuluddin terkhusus lagi

angkatan ke-3, 4 dan ke-5, dan semua teman-teman di fakultas Ushuluddin.

Penulis mengharapkan kepada Allah swt. agar pihak-pihak yang telah

membantu penulis, baik yang tertulis, maupun yang tidak tertulis dibalas oleh

Allah swt. dengan kebaikan yang berlipat. Akhirnya hanya kepada Allah swt.

v
penulis memohon petunjuk dan berserah diri semoga tesis ini bermanfaat bagi

pembaca dan menjadi amal kebaikan bagi penulis, âmîn.

Jakata, 28 Agustus 2017

Penulis,

Zukhrufatul Jannah

vi
PEDOMAN TRANSLITERASI

ARAB-LATIN

Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini

adalah buku Pedoman Akademik Program Magister Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta terbitan tahun 2012

yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Konsonan

Huruf
Nama Huruf Latin Nama
Arab
‫ا‬ Alif tidak tidak dilambangkan
dilambangkan
‫ب‬ ba‟ b Be
‫ث‬ ta‟ t Te
‫د‬ tsa‟ ts te dan es
‫ج‬ Jim j Je
‫ح‬ Ha ẖ ha (dengan garis di bawah)
‫ر‬ Kha Kh ka dan ha
‫د‬ Dal D De
‫ذ‬ Dzal Dz de dan zet
‫ر‬ Ra R Er
‫ز‬ Zai Z Zet
‫س‬ Sin S Es
‫ش‬ Syin Sy es dan ye
‫ص‬ Shad Sh es dan ha
‫ض‬ Dha Dh de dan ha
‫ط‬ Tha Th te dan ha
‫ظ‬ Zha Zh zet dan ha
„ain koma di atas menghadap ke
‫ع‬ „
kanan
‫غ‬ ghain Gh ge dan ha
‫ف‬ fa‟ F Ef
‫ق‬ Qaf Q Qi
‫ك‬ Kaf K Ka
‫ه‬ Lam L El
‫م‬ Mim M Em

vii
‫ى‬ Nun N En

‫و‬ Wau W We

‫ه‬ Ha H Ha
‫ء‬ hamzah ‟ Apostrop
‫ي‬ ya‟ Y Ye

2. Vocal

Vocal Tunggal

Tanda Nama Huruf Latin Nama


َ Fathah A A
َ Kasrah I I
َ Dhammah U U

Vocal Rangkap

Tanda Nama Tanda Vocal Latin Keterangan


‫َي‬ fathah dan ya Ai a dan i
‫َو‬ fathah dan wau Au a dan u

3. Maddah

Tanda Nama Tanda Vocal Latin Keterangan


‫َا‬ fathah dan alif  a (dengan topi di atas)
‫َي‬ Kasrah Î i (dengan topi di atas)
‫َو‬ Dhammah Û u (dengan topi di atas)

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu “‫ ”اه‬dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf

syamsiyah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân

bukan ad-dîwân.

viii
5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda (َ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tandah syaddah itu. Akan

tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu

terletak setelah kata yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya,

kata ‫ الضَّرورة‬tidak ditulis ad-dharûrah melainkan al-dharûrah, demikian

seterusnya.

6. Tâ’ Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf tâ’ marbûtah terdapat

pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan

menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku

jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na„t) (lihat contoh 2).

Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka

huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

Contoh:

No Kata Arab Alih Aksara


1 ‫طريقت‬ Tharîqah
2 ‫الجاهعت اإلسالهيت‬ al-jâmi„ah al-islâmiyyah
3 ‫وددة الىجىد‬ Wahdat al-wujûd

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,

dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan

mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa

ix
Indonesia (PUEBI), antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat,

huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting

diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis

dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid

Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam PUEBI sebetulnya juga dapat

diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak

miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut PUEBI, judul buku itu

ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya.

Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan

meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis

Abdussamad al-Palimbani, tidak „Abd al-Shamad al-Palimbânî; Nuruddin

al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf

(harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara

atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada

ketentuan-ketentuan di atas:

Kata Arab Alih Aksara


‫ذهة اْلسخاذ‬ dzahaba al-ustâdzu
‫ثبج اْلجر‬ tsabata al-ajru

x
‫الذرمت العصريَّت‬ al-harakah al-„Ashriyyah
‫أشهد أى َل إله إ ََّل هللا‬ asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh
‫هىَلنا هلل الصالخ‬ Maulânâ Malik al-Shâlih
‫يؤثِّرمن هللا‬ yu‟atstsirukum Allâh
‫الوظاهر العقليَّت‬ a-mazhâhir al-„aqliyyah
‫اآلياث النىنيَّت‬ al-âyât al-kauniyyah
‫الضَّرور حبيخ الوذظىراث‬ al-dharûrat tubîhu al-mahzhûrât

xi
ABSTRAK

Persoalan tentang Asbâth dan Yahudi telah menjadi topik penting bukan
hanya karena jarang diangkat secara serius dalam diskursus keislaman, namun
juga untuk urgensi pengetahuan yang mendalam akan korelasi antara dua term
tersebut, yakni Asbâth dan Yahudi. Seperti yang telah diketahui bahwa dari dua
belas suku Asbâth inilah yang menjadi cikal bakal Yahudi, maka bisa ditarik
kesimpulan bahwa Yahudi memiliki relasi dengan Asbâth. Dari hipotesa ini, maka
dalam penelitian ini akan dikaji pelacakan sejarah Asbâth dan Yahudi dan
bagaimana relasi antara keduanya dan bagaimana pandangan Alquran terhadap
Asbâth dan Yahudi dari sisi historis dan praktik dan dan bagaimana Alquran
mempersepsikan mereka sebagai sebuah bangsa dan juga sebagai sebuah
komunitas agama.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif atau penelitian
pustaka (library research). Ditinjau dari sifatnya, maka penelitian ini bersifat
deskriptif-analitis, yaitu suatu penelitian yang berupaya memberikan gambaran
secara deskriptif sekaligus mengeksplorasi secara mendalam dan mendetail
terhadap aspek yang berhubungan dengan permasalahan seputar term Asbâth dan
Yahudi dalam Alquran. Dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan
historis dan tematik (Mawdhu‟î). Pendekatan ini dilakukan untuk mendapatkan
kajian yang komprehensif mengenai tema yang diteliti.
Setelah melakukan penelitian, maka beberapa temuan terpenting dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, bahwa ada perbedaan anatara term
Banî Isrâ‟îl dan term Asbâth yang disebut dalam Alquran jika dilihat dari sisi
kronologis turunnya ayat atau dari sisi situasi dan kondisi penyebutannya (term
Banî Isrâ‟îl dan term Asbâth ) dalam Alquran. Kendati maknanya hampir sama
yakni keturunan Nabi Ya‟qub, namun terdapat perbedaan yang signifikan diantara
kedua term tersebut, bahwa term Banî Isrâ‟îl lebih umum dari pada term Asbâth,
yang mana term Banî Isrâ‟îl bermakna anak-anak keturunan Isrâ‟îl atau keturunan
Nabi Ya‟qub. Sedangkan penyebutan term Asbâth dalam Alquran dipakai ketika
menyebutkan Banî Isrâ‟îl ketika pada zaman Nabi Musa, karena pada zaman Nabi
Musa, jumlah keturunan Nabi Ya‟qub/ Banî Isrâ‟îl berkembang banyak, maka
penyebutannya dengan istilah Asbâth. Sedangkan mengenai sisi perbedaan makna
term Banî Isrâ‟îl dan Yahudi dari sisi istilah Yahudi sebagai suku atau kelompok
adalah bahwa tidak semua Banî Isrâ‟îl bisa dikatakan Yahudi, karena Yahudi
sekelompok kaum atau suku dari salah satu dua belas suku Banî Isrâ‟îl yakni dari
keturunan suku Yahuda. Namun disisi lain, dari sisi Yahudi sebagai istilah
kepercayaan atau agama Istilah „Yahudi‟ lebih luas maknanya daripada istilah
„Ibrani‟ dan „Banî Isrâ‟îl‟. Hal ini karena istilah „Yahudi‟, selain disematkan
kepada kaum Ibrani, juga disematkan kepada orang-orang non-Ibrani yang
memeluk agama Yahudi. Kedua. Ditemukan kekeliruan penafsiran mengenai
Asbâth yaitu kesalahan tentang klaim kenabian mereka terjadi akibat sangkaan
sebagian ulama bahwa saudara-saudara Yusuf adalah “Asbâth” (ُ‫)األَ ْسبَاط‬. Padahal
tidaklah demikian. Para “Asbâth” itu hanyalah anak cucu dari saudara-saudara
Yusuf yang terbagi-bagi menjadi Asbâth (kaum yang berjumlah besar). Diantara
anak cucu Ya‟qub, ada beberapa orang menjadi Nabi, Allah pun sandarkan

xii
perkara turunnya wahyu kepada para Asbâth (anak cucu Ya‟qub), karena
merekalah yang mengamalkan wahyu itu. Ketiga , Terdapat korelasi antara Asbâth
dan Yahudi pada salah satu garis suku Asbâth yakni suku Yahuda, keturunan suku
Yahuda inilah yang menjadi cikal bakal bangsa Yahudi, seperti istilah Yahudi
sebagai suatu bangsa ini muncul sejak terjadinya perpecahan kerajaan pasca
wafatnya Nabi Sulaiman, yaitu suku yang berafiliasi pada kerajaan Selatan
(Yahuda) inilah yang menjadi kaum/ bangsa Yahudi, yang mana penduduk
kerajaan ini mayoritas dari keturunan Yahuda anak keempat Nabi Ya‟qub.
Keempat, Alquran secara umum mengecam orang-orang Yahudi, karena berbagai
penyimpangan yang telah mereka lakukan terhadap agama dan kitab suci mereka,
juga karena perbuatan mereka yang kerap menimbulkan kerusakan dan
permusuhan terhadap kelompok agama lain. Di lain pihak Alquran juga mengakui
orang-orang Yahudi yang tetap berada di jalan yang lurus (istiqamah), mereka
mengamalkan ajaran Taurat dengan konsisten dan melakukan amal shaleh,
sehingga mereka mendapat sapaan positif dalam Alquran walaupun jumlah
mereka tidak terlalu banyak.

xiii
ABSTRACT

One of the most revealed in Quran is about history and history of earlier
people in which purpose of revealing the history is to remind or “ibrah” for
Muslim that belief Quran. In some histories which are revealed or described in
Quran are the history of prophets and messengers with their follower in the past
and the most revealed stories in Quran are the story of prophet Jacob and his
descent grand son who is mentioned „Asbath‟ in Quran. In interpreting verses of
Asbath in Quran, there are some arguments of intellectuals‟ Muslim regarding the
definition of Asbath in which these different arguments will cause academic
debate of Asbath‟ terms. Whether Asbath is prophet or not. Besides that, there are
some matters regarding Asbath which will be studied in this research.
Quran has revealed much about Jews and likely, the Jews has much taken
people‟s attention more seriously and intensively in holy book of Islam „Quran‟
compared to other religions. Beside Islam, Moreover, when Quran talked about
the people of the book, generally, its mean is Jewish. Obviously, Quran does not
only respond Jews behavior in prophet Muhammad saw, but also states their long
histories, their religion perspective, and plenty of their behaviors along the
histories whether positive or negative. Thus, the precious interpreting is needed to
re-explain of how Jews terms and Quran to prepare them as a nation and religion
community are.
The matter of Asbath and Jews has become crucial topic not only because
it is rarely raised in Islam studies but also it is urgency knowledge that correlates
between two terms mentioned namely Asbath and Jews. As it is known, the
Asbath becomes pioneer of Bani Israil. Therefore, it can be concluded that Jews
has relation with Asbath. By this hypothesis, this research will study searched
history of Asbath and Jews, how is the correlation, and how is the Quran toward
Asbath and Jews historically and practically.
In addition, there are some factors that background the writer to carry out
this research in terms of Asbath and Jews, due to many erroneous understandings
that has been spread out of the origin of the Jews and much debating of where
Jews comes from. Whether it belongs to religion or ethnic, if it is named as
religion, when its appearance was and etc. by some matters above, this research
will endeavor to answer and give obvious explanation in tackling the problems by
searching histories to discover the correlation between Asbath and Jews in Quran‟
perspective based on information which has been conveyed by Allah in Quran.
This research is qualitative or library research. Review from the character,
this research is descriptive-analytic which describes and explores deeply toward
aspects that relate to the matter of Asbath and Jews‟ terms in Quran. In this
research, it uses histories and thematic approach (Mawdhu‟î). This approach is
used to obtain comprehensive studies regarding the research topic.
After conducting research, there are some important discoveries. Firstly, it
has been found some erroneous interpreting regarding Asbath. the mistaken claim
for their prophecy was caused by supposition of few priests that Joseph‟s brothers
“Asbâth” (ُ‫)األَ ْسبَاط‬. Impact, they were not. The Asbath was grandchildren of
Joseph‟s brothers who had divided as Asbath ( a great number of people). Among

xiv
Jacob‟s grandchildren, there were some people became prophet. Allah was leaned
about the messenger for the Asbath (Jacob‟s grandchildren), because they were
the people who put into practice the messenger. Secondly, there was correlation
between Asbath and Jews in one of the ethnic‟ line of Asbath named Yahuda‟
ethnic. The hereditary of Yahuda‟s ethnic would become pioneer of Jewish. As it
has been described, in terms of Jews as one of this nation was appeared since the
happening of kingdom disunion after the death of Suleiman prophet. Therefore,
the ethnic that affiliate to south kingdom (Yahuda) made Jewish who are the
inhabitant of this kingdom as the majority hereditary of Yahuda, (the forth son of
Jacob). Thirdly, generally, Quran against Jews due to many deviations not only
they did to religion and their holly book but also their behavior to other group
religion of people. In other side, Quran is acknowledged that Jews who are in
right ways (istiqamah) put in practice the old testament consistently and
righteously. Thus, they get positive welcome in Quran even a few of them.

xv
‫امللخص‬
‫قد أصبحت مسألة األسباط واليهود موضوعا مهما‪ ،‬ألهنما نادرا ما تبحث بش ّدة اإلىتمام‬
‫يف اإلستطراد اإلسالمية‪ ،‬و ملعرفتو العميقة لالرتباط بٌن املصطلحٌن‪ ،‬وىي األسباط واليهود‪ .‬يف ىذا‬
‫البحث ستبحث مالحقة التاريخ األسباط واليهود‪ ،‬وكيف اإلرتباط بينهما وكيفية وجهة نظر القرآن‬
‫يدرك األسباط واليهود من جهة تارخيية والعمليات‪.‬‬
‫ىذا البحث يشمل يف نوع البحث املكتيب‪ .‬انطالقا من طبيعتو‪ ،‬ىذا البحث ىو البحث‬
‫التصويرى التحليلي ‪ ،‬دراسة تسعى إىل تقدمي تصوير وصفية واستكشاف يف العمق وبالتفصيل إىل‬
‫اجلوانب املتعلقة بالقضايا احمليطة باألسباط واليهود يف القرآن الكرمي‪ .‬يف ىذه الدراسة أيضا‬
‫استخدمت الباحثة املنهج التارخيي واملوضوعية للحصول على البحث الشامل للموضوعات‬
‫املدروسة‪.‬‬
‫بعد القيام ببعض األحباث‪ ،‬وبعض أىم النتائج يف ىذه الدراسة على النحو التايل‪ :‬أوال‪ ،‬أن‬
‫ىناك فرق بٌن بين إسرائيل و األسباط املذكورة يف القرآن الكرمي عندما ينظر اليها من التسلسل‬
‫الزمين نزول اآلية أو من حيث األحوال ذكره يف القرآن الكرمي‪ .‬على الرغم من أن معنامها تقريبا‬
‫متساويان يعىن أحفاد النيب يعقوب‪ ،‬ولكن ىناك اختالف مهم بٌن املصطلحٌن‪ ،‬أن مصطلح بين‬
‫إسرائيل أعم من مصطلح األسباط ‪ ،‬بين إسرائيل مبعىن أحفاد النيب يعقوب‪ .‬حيث أ ّن ذكر مصطلح‬
‫األسباط يف القرآن استخدامو يف حٌن ذكر أحفاد إسرائل يف عصر نىب موسى‪ ،‬ألن حينئذ أحفاد‬
‫النيب يعقوب ‪ /‬بين إسرائيل تكاثر يف العدد ‪،‬لذالك ذكر باألسباط‪ .‬أما بالنسبة لالختالف يف معىن‬
‫بين إسرائيل واليهود من ناحية املصطلح اليهودي كالقبيلة ىو أن ليس كل أحفاد من إسرائيل ميكن‬
‫أن يقال باليهود‪ ،‬للشعب اليهودي إحدى من اثين عشر سبطا من بين إسرائيل يعىن من نسل‬
‫سبط يهوذا‪ ،‬و لكن من جهة مصطلح اليهود كمصطلح الدين‪ ،‬أ ّن مصطلح اليهود أوسع من بين‬
‫إسرائيل‪ ،‬أل ّن مصطلح اليهود للجامع التابعٌن دين اليهودي‪ .‬ثانيا‪ ،‬ىناك عالقة بٌن األسباط‬
‫ذم القرآن اليهود‪ ،‬بسبب‬ ‫واليهود يف احدى من سلسلة األسباط يعىن سبط يهوذا‪ .‬ثالثا‪ّ ،‬‬
‫املخالفات اليت قاموا بدينهم والكتب املقدسة‪ ،‬وكذلك أفعاهلم ما يؤدي إىل تلف والعداء بٌن‬
‫اجلماعات الدينية األخرى‪ .‬من ناحية أخرى‪ ،‬اعرتف القرآن ايضا عن الشعب اليهودي الذين اتّفقوا‬
‫على صراط مستقيم ‪ ،‬ميارسون تعاليم التوراة بإلستقامة وعملوا الصاحلات‪ ،‬لذلك وصلوا حتية‬
‫اإلجيابية يف القرآن لو كان عددىم ليس بكثًن‪.‬‬

‫‪xvi‬‬
DAFTAR ISI

Persetujuan Para Penguji ……………………………………………………………….i

Pernyataan Penulis ……………………………………………………………………..ii

Kata Pengantar ………………………………………………………………………...iii

Pedoman Transliterasi ………………………………………………………………..vii

Abstrak Bahas Indonesia………………………………………………………………xii

Abstrak Bahas Inggris…………………………………………………………………xiv

Abstrak Bahas Arab…………………………………………………………………..xvi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………………..1


B. Identifikasi Masalah………………………………………………………….9
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………………………..10
D. Tujuan Penelitian…………………………………………………………….11
E. Urgensi Penelitian……………………………………………………………12
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan………………………………………….13
G. Metodologi Penelitian………………………………………………………..20
H. Sistematika Penulisan………………………………………………………..25

BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI TERM BANÎ ISRÂ’ÎL, ASBÂTH DAN

YAHUDI

A. Pengertian term Banî Isrâ’îl etimologi dan terminology……………………29


B. Pengertian Asbâth etimologi dan terminology………………………………34
C. Pengertian Yahudi etimologi dan terminology………………………………35
D. Pengungkapan term Asbâth dan Yahudi dalam Al-Qur’an………………….38
E. Analisis Perbedaan Term Banî Isrâ’îl , Asbâth dan Yahudi ……………………..48

F. Term yang terkait denga Asbâth dan Yahudi ……………………………….49


BAB III : SEJARAH KEMUNCULAN TERM BANÎ ISRÂ’ÎL, ASBÂTH DAN

YAHUDI DALAM AL-QUR’AN

A. Awal masuknya Banî Isrâ’îl ke Mesir……………………………………..55

B. Sejarah Kemunculan Term Banî Isrâ’îl……………………………………60

C. Sejarah Kemunculan Term Asbâth ……………………………………….70

D. Sejarah Kemunculan Term Yahudi……………………………………….93

BAB IV : ANALISIS KORELASI DAN POSISI ASBÂTH DAN YAHUDI


DALAM AL-QUR’AN

A. Korelasi Asbâth dan Yahudi ………………………………………….......128

B. Analisis mengenai posisi Asbâth dalam Al-Qur’an ……………………...130

C. Analisis Kepercayaan Dasar Asbâth……………………………………...139

D. Pandangan Al-Qur’an tentang Yahudi yang lurus ………………………146

E. Tuntunan Al-Qur’an mengenai interaksi sosial umat Islam dengan kaum

Yahudi ……………………………………………………………………153

F. Posisi Yahudi menurut Al-Qur’an ………………………………………..160

BAB V : PENUTUP

A. KESIMPULAN ……………………………………………………………164
B. SARAN ……………………………………………………………………165

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………166

LAMPIRAN ....................................................................................................................1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Umat Islam telah meyakini, mengimani dan menjalankan kandungan

Alquran sejak diturunkannya pada awal abad ke-7 M. Wahyu Alquran

diturunkan melalui malaikat Jibril dan diterima oleh seorang rasul yang

bernama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib (571-632 M)1.

Alquran mencapai tingkat kesempurnaannya setelah melalui proses-proses

berkesinambungan dari zaman ke zaman sejak awal diturunkannya wahyu-

wahyu Allah swt kepada para Nabi dan Rasul hingga masa turunnya Alquran

pada masa Nabi Muhammad2.

Selama kurun waktu 22 tahun lebih wahyu diturunkan di Mekah dan

Madinah, di tengah masyarakat Arab Jahiliyah. Keberadaan Alquran telah

ditetapkan sebagai kitab suci yang terpelihara di sepanjang masa dan berfungsi

sebagai petunjuk bagi manusia dalam kehidupannya. Keterlibatan Tuhan

secara langsung dan manusia dalam memelihara keorisinilan Alquran menjadi

akan selalu eksis di sepanjang masa, baik secara lafazh maupun makna, yang

karena itu pula Alquran menjadi mukjizat. Pemeliharaan Alquran sesuai

1
Badruddin Muhammad Ibn „abdullah al-Zarkasyî, al-Burhan fî „Ulum al-Qur‟an (Kairo:
Dâr al-Hadits, 2006), 144-146; Jalâluddin al-Suyuthî, al-Itqan fi „Ulum Al-Qur‟an (Beirut:
Muassasah al-Risâlah Nâshirûn, 2008), 61-67; Muhammad Abdul „Azhim al-Zarqânî, Manahil al-
„Irfan fi „Ulum al-Qur‟an (Beirut : Dâr Kitâb al-„Arabî, 1995), Jilid 1, 77-80.
2
Diantara kedudukan Al-Qur‟an yang paling penting dalah untuk membenarkan kitab-
kitab suci yang di turunkan sebelumnya.

1
2

dengan firman Allah, bahwa Allah swt memiliki peran langsung dalam

menjaga eksistensi Alquran.3

Alquran merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad saw. sebagai pedoman hidup bagi umat manusia dalam menata

kehidupannya, agar mereka memperoleh kebahagiaan lahir dan batin, di dunia

dan akhirat kelak. Konsep-konsep yang ditawarkan Alquran selalu relevan

dengan problema yang dihadapi manusia, karena Alquran turun untuk

berdialog dengan setiap umat yang ditemuinya, sekaligus menawarkan

pemecahan masalah terhadap problema tersebut, kapan dan di manapun

mereka berada.

Alquran memperkenalkan dirinya dengan beberapa nama seperti

Alquran4 (bacaan), al-Kitâb5 (kitab atau buku), al-Furqân6 (pembeda antara

yang baik dari yang buruk), al-Dzikr7 (peringatan), Hudan8 (petunjuk bagi

manusia pada umumnya dan orang-orang yang bertakwa pada khususnya), al-

Rahmah9 (rahmat), al-Syifa10 (obat penawar), khususnya bagi hati yang resah

dan gelisah, dan al-Maw‟izhah11 (nasehat atau wejangan). Nama-nama

tersebut memberikan indikasi bahwa Alquran adalah kitab suci yang

berdimensi banyak dan berwawasan luas.

3
Lihat Q.S al-Hijr [15]: 9
4
Lihat misalnya Q.S. al-Baqarah [2]: 185, Q.S.al-An‟am [6]: 19, Q.S. Yunus [10]:15,
Q.S. Yusuf [12]: 2
5
Lihat Q.S. al-Baqarah [2]:2, Q.S. al-Nahl [16] : 64
6
Lihat Q.S. al-Baqarah [2]: 185, Q.S. al-Furqan[25] : 1
7
Lihat Q.S al-Hijr [15]: 6 dan 9
8
Lihat Q.S. al-Baqarah [2]:2 dan 185
9
Lihat Q.S. al-A‟raf [7] : 52, Q.S. al-Nahl [16] : 89
10
Lihat Q.S. Yunus [10]: 57, Q.S. al-Isra‟ [17]: 87
11
Lihat Q.S. al-Maidah [5] : 46, Q.S. Yunus [10]: 67
3

Sebagai pedoman hidup bagi umat manusia, pembicaraan Alquran

terhadap suatu masalah sangat unik, tidak tersusun secara sistematis seperti

halnya buku-buku ilmu pengetahuan yang dikarang manusia. Di samping itu,

Alquran juga sangat jarang menyajikan suatu masalah secara terperinci dan

detail. Pembicaraan Alquran terhadap suatu masalah pada umumnya bersifat

global, parsial dan seringkali menampilkan suatu masalah dalam prinsip

pokoknya saja12.

Keadaan demikian, sama sekali tidak berarti mengurangi nilai

Alquran. Sebaliknya justru di sanalah letak keunikan sekaligus

keistimewaannya. Dengan keadaan seperti itu, Alquran malah menjadi obyek

kajian yang tidak pernah kering oleh para cendekiawan, baik muslum maupun

non muslim, sehingga ia tetap aktual sejak diturunkannya empat belas abad

yang lalu13.

Dalam upaya memahami kandungan Alquran, para ulama tafsir pada

umumnya menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya dalam

mushaf. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, muncul gagasan untuk

mengungkap petunjuk Alquran terhadap suatu masalah tertentu dengan jalan

menghimpun seluruh atau sebagian ayat dari beberapa surat yang berbicara

tentang topik yang sama untuk kemudian dikaitkan antara satu ayat dengan

12
Lihat Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-Qur‟an, suatu kajian teologis dengan
pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 5.
13
Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-Qur‟an, suatu kajian teologis dengan pendekatan
Tafsir Tematik, h. 5
4

ayat lainnya, sehingga pada akhirnya dapat diambil kesimpulan menyeluruh

tentang masalah tersebut menurut petunjuk Alquran 14.

Salah satu masalah yang banyak diungkap dalam Alquran ialah tentang

sejarah dan kisah kaum-kaum terdahulu yang mana tujuan pengungkapan

kisah-kisah tersebut sebagai pelajaran atau „ibrah bagi umat Islam yang

mengimani Alquran. Adapun diantara beberapa kisah yang diungkap atau

dideskripsikan dalam Alquran yakni kisah para Nabi dan Rasul terdahulu

beserta para umatnya. Diantara beberapa kisah tersebut yang banyak di

ungkap dalam Alquran ialah kisah Nabi Ya‟qub beserta anak cucu

keturunannya yang di dalam Alquran ia disebut Asbâth15. Adapun makna

Asbâth yaitu anak keturunan Nabi Ya‟qub „alaihissalam dari keempat orang

istrinya Ya‟qub memiliki 12 putra, yakni dari Lea atau Layya enam orang

putra, yaitu; Ruben, Simeon, Lewy, Yahuda, Isakhar dan Zebulaon. Dari

Rachel lahir dua orang putra, yaitu ; Yusuf, dan Benyamin. Dari Bilha dua

orang anak, yaitu ; Dann dan Naftali. Kemudian dari Zilfa dua orang putra

,yaitu ; Gad dan Asyer16. Putra-putra Nabi Ya‟qub inilah yang merupakan

cikal bakal lahirnya istilah Bani Israil. Mereka dan keturunannya yang banyak

disebut sebagai Al-Asbâth, yang berarti anak cucu17. Sibith dalam bangsa

Yahudi adalah seperti suku bagi bangsa Arab dan mereka yang berada dalam

14
M.Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Qur‟an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992), h. 114
15
Al-Asbath adalah jamak dari kata Al-Sibth, yaitu golongan dari orang-orang Yahudi
sebagaimana halnya , orang-orang Arab disebut dengan istilah Qabail jamak dari Qabilat, Lihat
Al-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal, (Dar al-Fikr, tth) h. 209
16
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi,( Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011),
h. 376-377
17
Muhammad Ali al-Shabunî, al-Nubuwah wa al-Anbiya‟,terj. Arifin Jamian Maun
(Surabaya: Bina Ilmu, 1993), h. 439
5

satu sibith berasal dari satu bapak. Masing-masing anak Ya‟qub kemudian

menjadi bapak bagi Sibith Bani Israil. Maka seluruh Bani Israil berasal dari

putra-putra Ya‟qub yang berjumlah 12 orang18.

Dalam menafsirkan ayat-ayat Asbâth dalam Alquran terdapat beberapa

perdebatan dari para cendekiawan Muslim atau para ulama mengenai definisi

Asbâth itu sendiri yang mana perbedaan pendapat mengenai definisi Asbâth ini

akan menimbulkan perdebatan akademik mengenai kedudukan Asbâth, apakah

Asbâth termasuk Nabi atau tidak dan kapankah istilah Asbâth ini pertama kali

dimunculkan dalam Alquran dan sebagainya. Selain itu terdapat beberapa

masalah mengenai Asbâth yang akan dikaji dalam penelitian ini termasuk

bagaiamana perbedaan term Bani Isra‟il dan term Asbâth.

Kemudian dalam penelitian ini juga akan membahas tentang kaum Yahudi

yang mana kaum Ahli Kitab terutama kalangan Yahudi, adalah komunitas yang

termasuk menonjol keterlibatannya dalam perkembangan pembentukan keyakinan

Islam. Kelompok ini seringkali berhadapan dengan Nabi saw. baik dalam suasana

keakraban maupun permusuhan. Komunikasi dan interaksi mereka dengan Nabi

dan kaum muslimin telah menyebabkan banyak ayat Alquran turun memberi

respons, dan hubungan ini dalam beberapa hal berakhir dengan konflik. Memang

harus diakui bahwa pada dasarnya yang menjadi sasaran awal Alquran adalah

situasi kota Mekkah19, namun kemudian, tidak terhindarkan, masyarakat Yahudi

dan Nasrani ikut terlibat, sebab dalam pandangan Alquran manusia sesungguhnya

18
Muhammad Ali al-Shabunî, al-Nubuwah wa al-Anbiya‟, h. 440
19
Fazlur Rahma, “Islam attitude toward Judaism” The Muslim World, Vol. LXXII ,No I,
Januari 1982.
6

umat yang satu20. Untuk mengajak manusia melaksanakan kebaikan dan

meninggalkan tindakan-tindakan jahat dan tidak bermoral, pertama sekali yang

harus dilakukan adalah meyakinkan mereka akan adanya konsekuensi-

konsekuansi dari semua perbuatannya : kebaikan akan dibalas dengan pahala yang

besar, sedangkan kejahatan akan mendatangkan malapetaka yang merugikan.

Karena itu Alquran selalu menekankan pentingnya beriman kepada Allah swt dan

beriman kepada Hari Akhir dan beramal saleh. Berangkat dari keyakinan inilah,

persoalan-persoalan teologi mulai muncul, dan para penentang Nabi di Mekah

seringkali menjadikan orang Yahudi sebagai konsultan mereka untuk

mendapatkan argumentasi melawan Nabi saw, akibatnya, Alquran kemudian

bukan hanya mengkritik konsep-konsep teologi orang Yahudi yang di anggap

menyimpang, tetapi juga “membongkar” perilaku mereka sepanjang sejarah.

Nabi Muhammad saw. pada awalnya menaruh harapan besar pada orang-

orang Yahudi sebagai pendukung bagi agama yang sedang beliau dakwahkan,

sebab beliau menganggap mereka memiliki basis keyakinan yang bersumber pada

ajaran yang sejalan dengan agama yang beliau bawa. Interaksi Nabi Muhammad

saw. dengan kaum muslim di satu pihak, dengan pihak Yahudi di pihak lain

kemudian menjadi intens, dan wahyu pun turun memberikan berbagai tanggapan,

mengkritik dan pada akhirnya bahkan mengecam tindakan-tindakan mereka yang

ternyata tidak seperti yang diharapkan, yakni justru menjadi penentang utama bagi

risalah yang dibawa Nabi saw21. Perkembangan sikap Alquran terhadap Yahudi

20
QS. Al-Baqarah (2): 213
21
Beberapa riwayat menyebutkan bagaiaman misalnya orang-orang Yahudi melakukan
konspirasi dengan kaum Musyrik Mekkah untuk menentang Nabi saw. dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan atau bahkan menyulutkan api pertikaian; pada
7

ini menarik, karena ia bergerak seiring dengan perkembangan kondisi politik dan

pembentukan masyarakat muslim masa awal.

Alasan mengapa penelitian ini membahas Asbâth dan Yahudi dalam

Alquran adalah karena persoalan tentang Asbâth dan Yahudi telah menjadi topik

penting bukan hanya karena jarang diangkat secara serius dalam diskursus

keislaman, namun juga untuk urgensi pengetahuan yang mendalam akan korelasi

antara dua term tersebut, yakni Asbâth dan Yahudi. Seperti yang telah

dikemukakan sebelumnya bahwa dari kedua belas putra nabi Ya‟qub lah yang

menjadi cikal bakal Bani Israil, yang kemudian setelah keturunan Isra‟il atau Nabi

Ya‟qub berkembang banyak maka kaum yang banyak ini disebut sebagai Asbâth

yang terbagi dalam dua belas suku Bani Isra‟il, sedangkan Yahudi berasal dari

salah satu keturunan dari dua belas suku Asbâth ini, maka bisa ditarik kesimpulan

bahwa Yahudi memiliki relasi dengan Asbâth. Dari hipotesa ini, maka dalam

penelitian ini akan mengkaji pelacakan sejarah term Asbâth dan Yahudi dan

bagaimana relasi antara keduanya sesuai petunjuk ayat-ayat dalam Alquran yang

memakai kedua term tersebut.

Penelitian ini difokuskan pada analisis terhadap presentasi Alquran

tentang term Asbâth dan Yahudi. Seperti telah disebutkan Alquran telah berbicara

banyak tentang Asbâth dan Yahudi, dan sepertinya umat inilah yang telah banyak

menyita perhatian yang lebih serius dan intensif dalam kitab suci Islam/ Alquran

dibanding umat-umat lain, selain umat Islam sendiri; bahkan ketika Alquran

kesempatan lain juga diriwayatkan sejumlah ayat Al-Qur‟an diturunkan dalam rangka merespons
secara langsung sikap-sikap negatif orang Yahudi terhdapa ummat Islam dan Nabi Muhammad
saw.(misalnya riwayat sabab nuzul [sebab turun] ayat QS. Al-Baqarah : 80-98, QS.al-Isra‟ : 85
dan QS. Al-Kahfi : 83). Lihat misalnya karanngan Abu al-Hasan A‟li al-Wahidi, Asbab an-Nuzul.
(Beirut: Dar el-Fikr, 1994/ 1414) 15-17, 163,167.
8

berbicara tentang Ahli Kitab, pada umumnya yang dimaksud adalah umat Yahudi.

Alquran kelihatannya bukan hanya merespons sikap kaum Yahudi pada zaman

Nabi Muhammad saw, tetapi juga memberikan sejarah mereka yang panjang,

pandangan keagamaan mereka, dan berbagai tingkah laku mereka sepanjang

sejarah, baik positif maupun negatif. Karena itu sebuah penelaahan yang sangat

cermat diperlukan untuk menjelaskan kembali bagaimana term Asbâth dan Yahudi

dan bagaimana Alquran mempersepsikan mereka sebagai sebuah bangsa dan juga

sebagai sebuah komunitas agama.

Sampai pada poin ini dapat dikatakan bahwa Yahudi mendapat tempat

yang “spesial” dalam kitab suci. Kenyataan sejarah juga menunjukan mereka

inilah satu-satunya kelompok keagamaan yang paling intens berinteraksi dengan

Nabi Muhammad asw. sebagai pembawa Alquran. Dengan kata lain mereka

adalah kelompok yang ikut berperan dalam membentuk milieu masyarakat

penerima Alquran.

Di samping dari apa yang telah dipaparkan di atas ada beberapa faktor

lain yang melatar belakangi penulis untuk meneliti masalah term Asbâth dan

Yahudi ini, karena banyak pemahaman yang simpang siur yang banyak

dikonsumsi kalangan umum mengenai asal muasal Yahudi dan beragam

perdebatan seputar darimanakah Yahudi itu berasal, apakah ia termasuk agama

atau suku, kalau ia merupakan agama, kapankah awal kemunculannya dan lain

sebagainya.

Dari banyak persoalan di atas maka penelitian ini akan berusaha

menjawab dan memberikan titik terang dalam masalah-masalah tersebut dengan


9

melacak sejarah yakni menemukan korelasi antara Asbâth dan Yahudi dalam

pandangan Al-Qur‟an sesuai informasi-informasi yang diberitakan Allah dalam

Alquran mengenai hal tersebut.

B. Identifikasi Masalah

a. Terdapat multi pemahaman dalam memahamai antara term Bani

Isrâîl, Asbâth dan Yahudi, apakah ketiga term tersebut memiliki

makna yang sama atau bahkan memiliki sisi perbedaan yang

signifikan .

b. Perlunya pelacakan akar sejarah term Bani Isrâîl, Asbâth dan

Yahudi dari sisi pemakaian term tersebut dalam Alquran.

c. Adanya perbedaan penafsiran dalam memaknai term Asbâth yang

menyebabkan perdebatan mengenai posisi Asbâth.

d. Terdapat beragam perdebatan mengenai sejarah munculnya Yahudi

dan apakah Yahudi tersebut merupakan agama atau merupakan

suku/bangsa.

e. Kitab-kitab Tafsir tidak banyak yang membahas secara rinci dan

sistematik tentang bagaimana Asbâth secara historis dan praktis.

f. Perlunya merumuskan bagaimana pandangan Alquran terhadap

Asbâth dan Yahudi secara komprehensif, guna mengetahui

bagaimana relasi Asbâth dan Yahudi menurut perspektif Alquran.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah
10

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini

difokuskan berkisar pada permasalahan pelacakan perbedaan antara term

Bani Isrâîl, Asbâth dan Yahudi, pelacakan sejarah awal munculnya term

Bani Isrâîl , Asbâth dan Yahudi, bagaimana relasi antara Asbâth dan

Yahudi menurut Alquran dan bagaimana Alquran memposisikan kedua

term Asbâth dan Yahudi tersebut .

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka penulis merumuskan

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana

sejarah kemunculam term Bani Isrâîl, Asbâth dan Yahudi dalam Alquran

dan bagaimana letak perbedaan ketiga tersebut? Bagaiman akar sejarah

dan korelasi term Asbâth dan Yahudi perspektif Alquran? Bagaimana

pandangan Alquran dalam mempresentasikan Asbâth dan Yahudi dari sisi

historis dan praktik?

D. Tujuan Penelitian

Sebagaimana yang tertuang dalam rumusan masalah sebelumnya,

maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Upaya pengungkapan secara akademis-ilmiah terhadap

perbedaan makna spesifik dari Term Bani Isrâîl, Asbâth dan

Yahudi Asbâth yang terdapat dalam Alquran yang di tinjau

melalui berbagai literatur tafsir dan buku literatur sejarah.

2. Memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai sejarah

dan korelasi terma Asbâth dan Yahudi dalam Alquran.


11

3. Upaya pengungkapan secara akademis-ilmiah mengenai

pandangan Alquran dalam mempresentasikan Asbâth dan

Yahudi dari sisi historis dan praktik

E. Urgensi Penelitian

Adapun Urgensi dari penelitian ini diantaranya adalah :

1. Alquran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad saw. sebagai petunjuk, rahmat dan pedoman hidup

bagi umat manusia dalam menata kehidupannya. Untuk

mendapat rahmat dan petunjuk dari Alquran, maka petunjuk-

petunjuk yang ada di dalamnya harus dijabarkan agar dapat

difahami umat manusia, khususnya umat Islam untuk

diamalkan, baik dalam kehidupan individu maupun

masyarakat.

2. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi berbasis data guna melacak sejarah dan relasi Asbâth

dan Yahudi sesuai dengan perspektif Alquran, agar tidak ada

kerancuan pemahaman akan hal tersebut. Karena dengan

kerancuan pemahaman mengenai dua term tersebut agar

berimbas pada kesalahan penafsiran dalam memahaminya.

3. Secara praktis penelitian ini juga diharapkan dapat berguna

bagi masyarakat Islam Indonesia umumnya agar dapat

mengetahui sejarah Asbâth dan Yahudi sesuai dengan

perspektif Alquran, juga dapat berguna bagi msyarakat Islam


12

Indonesia umumnya dapat mengambil hikmah dari beberapa

kisah, baik berupa teguran, kecaman dan kebaikan Allah swt.

terhadap kaum Yahudi, agar tidak bersikap dan berperilaku

seperti sebagian dari kaum Yahudi yang dicela dalam Alquran.

F. Kajian pustaka

Pengkajian dan penelitian yang berkaitan dengan masalah Yahudi

Dalam Alquran telah dilakukan oleh beberapa akademisi dan peneliti di

bidang ilmu tafsir , ilmu Alquran dan ilmu Sejarah, baik yang dilakukan oleh

peneliti Muslim maupun non Muslim . Namun belum ditemukan sebuah

penelitian spesifik mengenai Term Asbâth dan Yahudi dalam Alquran. Para

penulis dalam karya-karyanya masih menulis secara parsial dan dalam konteks

yang berbeda.

Setelah dilakukan pelacakan karya-karya tulisan baik yang

berbahasa Indonesia maupun bahasa Arab, atau bahasa Inggris yang telah

diterjemahkan mengenai tema Yahudi Dalam Alquran maka dapat

dikemukakan sejumlah pembahas, akademisi, dan peneliti di bidang ilmu

Alquran, Tafsir dan disiplin ilmu lainnya yang dipandang memiliki

keterkaitan pembahasan, namun tidak secara spesifik membahas mengenai

Term Asbâth dan Yahudi dalam perspektif Alquran. , Karya-karya buku dan

penelitian yang dimaksud adalah sebagai berikut;

1. Buku karya Mohammed Arkoun yang berjudul “Exploration and

responses : New Perspectif for Jewish-Christian-and Muslim

Dialouge”, dalam buku ini ia memberikan nilai yang substansial


13

bagi metodologi comparative religion. Ia menekankan

pentingnya pemahaman kembali makna wahy ( revelation) dalam

ketiga agama tersebut; sebagai kalam Tuhan, manifestasinya

melalui Nabi-nabi kaum Israel, Yesus dan Muhammad, serta

sebagai a determaining a force in the history of the communities

of the Book22. Dari fokus kajian yang tertulis dalam buku ini

maka, dapat disimpulkan bahwa terdapat berbedaan fokus

penelitian yang signifikan antara isi buku ini dengan penelitian

penulis.

2. Karya Fazlur Rahman yang relevan dengan penelitian ini ialah

buku yang berjudul , Islam‟s attitude toward Judaism, argumen

yang dikemukakan Fazlur Rahman di sini tidak jauh berbeda dari

sebelumnya, bahwa Alquran menempatkan kaum Yahudi dan

Nasrani sebagai komunitas yang memiliki dokumen wahyu

sendiri dan dipanggil dengan nama Ahlul Kitab. Mereka diajak

untuk melaksanakan ajaran Taurat dan mereka diberikan

otonomi sendiri dalam hal budaya dan agama. Namun Alquran

terus mengajak mereka kepada Islam dan memandang Yesus

sebagai seorang Nabi23. Fazlur Rahman juga dengan tegas

menyatakan sangat menyayangkan situasi politik yang telah

menimbulkan kondisi yang sangat tidak kondusif bagi

22
Mohammed Arkoun, Exploration and responses : New Perspectif for Jewish-Christian-
and Muslim Dialouge, Journal of Ecumunical Studies, No. 26, Summer 1989, 526
23
. Fazlur Rahman, Islam‟s attitude toward Judaisme, The Muslim World, No 1, Vol
LXXII, Januari 1982
14

persahabatan Islam-Yahudi sejak pendirian negara Israel, Barat

sangat berperan dalam menciptakan atmosfer ini. Padahal sekitar

tiga belas setengah abad setelah zaman kenabian, hubungan

kedua umat ini tidak hanya damai namun juga koorperatif dan

bermakna24. Terlihat jelas perbedaan fokus penelitian penulis

dengan isi kajian dalam buku ini karna dalam buku ini tidak

membahas tentang Asbâth, hanya saja membahas tentang

Yahudi dari perspektif yang berbeda dengan penelitian penulis.

3. Buku karya Mazherudin Siddiqi, dengan judul The Quranic

Concept of History. Dalam buku ini dipaparkan mengenai

komentar Al-Qur‟an tentang sejarah Yahudi. Buku ini memberi

informasi yang sangat berharga, mengenai komentar-komentar

para Mufassir seperti Ibnu Katsir, al-Razi, al-Alusi yang dirujuk

secara mendetail. Walaupun dalam buku ini membahas tentang

komentar Alquran tentang sejarah Yahudi, namun tidak

membahas secara spesifik tentang Asbâth, disitulah letak

perbedaan penelitian penulis dengan kajian dalam buku ini.

4. Buku karya Hamim Ilyas yang berjudul, Pandangan Alquran

terhadap Bigetisme25 Yahudi dan Kristen26. Latar belakang

penulisan dalam buku ini berangkat dari kehendak membantah

kritikan sementara orientalis, terutama sekali W Mongomeri

24
Fazlur Rahman, Islam‟s attitude, 6
25
Bigetisme adalah faham yang menganggap Tuhan memiliki anak. Yahudi menganggap
Uzair merupakan putra Allah, begitupula Nasrani menganggap Isa al-Masih putra Allah swt.
26
Hamim Ilyas yang berjudul, Pandangan Al-Qur‟an terhadap Bigetisme Yahudi dan
Kristen, “Al-Jami‟ah, No 62/XII/1998
15

Watt, terhadap Alquran mengenai Bigetisme Yahudi dan Kristen.

Watt menolak tuduhan Alquran mengenai hal ini, karena tidak

ditemukannya bukti-bukti tersebut dalam literature Yahudi dan

Kristen.27 Hamim membantah bahwa absennya sebuah peristiwa

sejarah dalam catatan tradisi tertentu tidak bisa menjadi alasan

untuk menolaknya ketika ia diungkap oleh tradisi yang lain.

Argument kemudian mengacu pada upaya pembelaan terhadap

kebenaran Alquran. Namun dengan pengakuan bahwa

pernyataan Alquran itu tidak bisa digeneralisasikan pada semua

Yahudi dan Kristen. Dari fokus kajian yang tertulis dalam buku

ini maka, dapat disimpulkan bahwa terdapat berbedaan fokus

penelitian yang signifikan antara isi buku ini dengan penelitian

penulis.

5. Karya „Afif abd al-Fattah Tabbarah, al-Yahud fi Alquran,

mengulas tentang ayat-ayat Yahudi dengan pendekatan yang

lebih obyektif, dan dalam buku ini pula didiskusikan ayat-ayat

yang mengingatkan kaum Yahudi untuk berlaku lurus dan

berlaku teguh dalam menjalankan perintah Kitab (agama).

Meskipun mengulas tentang ayat-ayat Yahudi, namun tidak

membahas secara spesifik tentang sejarah Asbâth dan Yahudi,

disitulah letak perbedaan penelitian penulis dengan kajian dalam

buku ini.

27
Lihat W Montgomeri Wat, Muhammads Mecca, (Endiburgh : Endiburgh University
Press, 1988) 45.
16

6. Buku karya Muhammad Galib M yang berjudul Ahl al-Kitab:

Makna dan cakupannya. Di dalam buku ini memberikan

informasi mengenai jumlah ayat-ayat yang relevan, pendapat

para ulama, penjelasan semantik terhadap kata-kata dan

sebagainya28. Dalam buku ini penulis secara khusus membahas

Ahlul Kitab yaitu Yahudi dan Nasrani dan segala cakupannya.

Meskipun kajian dalam buku ini ada sisi kesamaan dengan

penelitian penulis, khususnya ulasan tentang Yahudi, namun

terdapat perbedaan fokus penelitian yang signifikan yaitu dalam

penelitian penulis lebih menitikberatkan pada kajian pelacakan

akar sejarah Asbâth dan Yahudi perspektif Alquran.

7. Karya Muhammad Ahmad Baraniq dan Muhammad Muhammad

Yusuf al-Mahjub yang berjudul Muhammad wa al-Yahud, buku

ini lebih membahas tentang sejarah dan sikap kaum Yahudi

dalam berinteraksi dengan Nabi Muhammad saw. dan kaum

Muslimin. Ayat-ayat Alquran diulas dengan sangat baik namun

sangat selektif dan kurang fair. Hanya berbagai karakteristik

negatif kaum Yahudi yang ditonjolkan29. Meskipun kajian dalam

buku ini ada sisi kesamaan dengan penelitian penulis, khususnya

ulasan tentang Yahudi, namun terdapat perbedaan fokus

penelitian yang signifikan yaitu dalam penelitian penulis lebih

28
Muhammad Galib M yang berjudul Ahl al-Kitab: Makna dan cakupannya, (Jakarta :
Paramadina, 1998)
29
Muhammad Ahmad Baraniq dan Muhammad Muhammad Yusuf al-
Mahjub,Muhammad wa al-Yahud,(Kairo : Muassasah al-Matbu‟at al-Haditsat, tt)
17

menitikberatkan pada kajian pelacakan akar sejarah Asbâth dan

Yahudi dan bagaimana korelasi antara keduanya menurut

informasi Alquran dan sejarah.

8. Disertasi karya Drs. Zulkarnaini, M.A yang berjudul Yahudi

dalam Alquran (Teks, Konteks dan Diskursus Pluralisme

Agama), Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta 2014. Penelitian ini membahas ayat-ayat Alquran

yang berbicara mengenai atau mengkritik Yahudi dapat

dikatakan berada pada tataran historis, kultural dan sosiologis;

artinya ada pergumulan manusia dan budaya dalam rentang

waktu tertentu yang telah menyebabkan ayat-ayat itu diturunkan.

Sementara itu yang menjadi tekanan Alquran adalah aspek moral

dari pergumulan tersebut; artinya, dialog-dialog al-Qur‟an

dengan orang-orang Yahudi serta respons dan kritik yang

diarahkan kepada mereka terbentuk dalam rumusan-rumusan

agama yang menyangkut perilaku manusia, baik terhadap

sesamanya, lingkungannya ataupun terhadap Tuhan. Alquran

tidak membuat klaim-klaim khusus tentang kebenaran agama;

yang ditekankan Alquran adalah sikap keberagaman itu sendiri,

yakni agar para pemeluk agama itu bersikap lurus dan jujur. Di

sisi lain, seruan-seruan Alquran kepada orang-orang Yahudi

selalu dilakukan dengan cara terus terang dan dengan tetap

menaruh hormat pada Kitab Suci mereka; Alquran menegaskan


18

bahwa posisi dirinya hanyalah sebagai bagian dari wahyu Tuhan

sebagaimana telah turunkan kepada nabi-nabi sebelumnya.

Demikian juga tidak ada indikasi dalam Alquran yang mengarah

pada upaya-upaya “pengislaman” orang Yahudi atas dasar bahwa

mereka tidak akan selamat tanpa menyatakan memeluk agama

Islam. Alquran menganggap orang-orang Yahudi juga berada

pada garis yang benar jika mereka mengikuti wahyu Tuhan

secara jujur dan lurus. Berbagai sikap politik yang diambil

orang-orang Yahudi terhadap Nabi telah menyebabkan turunnya

kecaman-kecaman Alquran yang lebih keras. Mereka

berkolaborasi dengan orang-orang musyrik Mekkah untuk

melawan Islam dan melakukan tindakan-tindakan yang keji

secara moral. Setelah memberikan peringatan-peringatan, dan

ternyata mereka tidak menggubrisnya, Alquran mengambil sikap

tegas untuk menolak mereka sebagai sekutu Islam dan

menyatakan mereka sebagai kafir fakta inilah yang dijadikan

potret sikap Islam terhadapYahudi oleh kebanyakan Muslim dan

mereka menjadikan ayat-ayat Alquran sebagai rujukan utama

dalam mengembangkan kebencian dan sikap bermusuhan dengan

umat Yahudi. Fakta lain yang dijadikan pijakan untuk tujuan

yang sama adalah tindakan Nabi Muhammad mengusir orang-

orang Yahudi dari negeri Madinah, yang diikuti pula oleh

sebagian sahabat beliau. Menurut penulis, landasan pijakan


19

seperti itu tidak memadai, karena terlepas dari konteksnya dan

juga mengabaikan berbagai fakta yang lain. Keputusan Nabi

mengusir orang-orang Yahudi dari Madinah, adalah puncak dari

akumulasi perseteruan politik yang tidak dapat ditoleransi lagi,

dan pernyataan Alquran tentang kekafiran orang-orang Yahudi

adalah kesimpulan dari seluruh perilaku moral mereka yang keji,

penuh intrik dan dusta, sombong dan tidak terbuka terhadap

kebenaran. Namun perlu ditegaskan bahwa mereka yang dikritik

Alquran itu adalah sebagian dari orang-orang Yahudi Madinah

dan tidak sepenuhnya merepresentasikan seluruh pandangan dan

tradisi keagamaan umat Yahudi di seluruh dunia. Sayangnya,

perseteruan politik dan kebencian emosional telah mengaburkan

pemahaman kebanyakan Muslim dalam memaknai fakta-fakta di

atas. Meskipun kajian dalam buku ini ada sisi kesamaan dengan

penelitian penulis, khususnya ulasan tentang Yahudi, namun

terdapat perbedaan fokus penelitian yang signifikan yaitu dalam

penelitian penulis lebih menitikberatkan pada kajian pelacakan

akar sejarah Asbâth dan Yahudi perspektif Alquran.

Karena keterbatasan waktu memungkinkan ada beberapa kajian

terdahulu yang relevan dengan penelitian ini belum terlacak oleh penulis,

namun dari beberapa karya yang dapat dilacak oleh penulis, hingga pada

titik akhir pelacakan yang dilakukan ditemukan bahwa belum ada dari para

peneliti terdahulu yang membahas atau meneliti secara spesifik mengenai


20

Term Asbâth dan Yahudi dalam Alquran. Oleh karena itu fokus penelitian

tesis ini diharapkan dapat menjadi bagian yang dapat melengkapi penelitian

dan karya-karya tulisan yang telah ada, khususnya dalam khazanah

keilmuan di bidang tafsir dan ilmu Alquran pada khususnya dan khazanah

keilmuan Islam pada umumnya.

G. Metodologi30 Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitataif31 atau

penelitian pustaka (library research), Dikatakan kualitatif karena data-

data dan sumber-sumber data adalah bersifat kualitatif atau refrensi

uraian-uraian yang menyebar dalam berbagai lembaran buku-buku,

laporan-laporan penelitian, majalah, Koran dan sebagainya.

2. Sifat Penelitian

Ditinjau dari sifatnya, maka penelitian ini bersifat deskriptif-

analitis, yaitu suatu penelitian yang berupaya memberikan gambaran

secara deskriptif sekaligus mengeksplorasi secara mendalam dan

mendetail terhadap aspek yang berhubungan dengan permasalahan

seputar term Asbâth dan Yahudi dalam Al-Qur‟an32.

3. Sumber Data

a. Rujukan Primer

30
Metodologi berasal dari kata meta, hados, dan logos, yang berarti teori, cara.
Metodologi menggambarkan teori jalan atau cara totalitas ini dicapai dan dibangun. Lihat, Lorens
Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996) h. 635
31
Lexi. J.M., Metodology Penelitian Kualitatif, (Bandung, Rosda Karya, 2003), cet 13, h,
4-8
32
Anton Backer dan Ahmad Charris Zubair dalam bukunya, Metodologi Penelitian
Filsafat, Yogyakarta , Kanisius, 1990, hal. 114-120
21

Rujukan primer peneliti ialah Alquran al-Karim. Disamping

Alquran sebagai rujukan utama, peneliti juga menggunakan kitab-

kitab tafsir, seperti : karya tafsir Ibnu Jarir al-Thabary, Jami‟ al-

Bayan fi Tafsir Alquran; karya tafsir al-Qurthubi, al-Jami‟ li

ahkami Alquran; karya tafsir al-Razi, Mafatihu al-Ghaib ; karya

tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Alquran al-„Azhim; al-Kasysyaf karya

Zamakhsyari ; Nazhm al-Durar Fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar

karya al-Biqã‟I ; Ruhul Ma‟ani karya al-Alusi; Al-Asas fi al-

Tafsir, karya Sa‟id Hawa ; Majma‟ al-Bayan fi Tafsir Alquran

karya al-Thabrasiy ; al-Mizan fi Tafsir Alquran karya Sayyid

Muhammad Husein at-Thaba Thaba‟i ; al-Bahrul Muhith karya

Muhammad Yusuf as- Syahir Ibnu Hayyan al-Andalusi; Fi zhilal

Alquran karya Sayyid Quthb ; Al-Tahrir wa al-Tanwir karya Ibnu

Â‟syûr ; Tafir al-Azhar karya Hamka ; Tafsir Al-Mishbah karya

Quraisy Syihab.

Karena informasi mengenai kondisi sosial yang mengitari pada saat

turunnya Alquran mutlak diperlukan dalam menganalisis petunjuk

Alquran, maka digunakan buku-buku yang secara khusus

menjelaskan latar belakang historis turunnya ayat-ayat Alquran,

seperti : Lubâb al-Nuqûl fî Asbâb al-Nuzûl, karya Jalûl al-Dîn

„Abd al-Rahman al-Suyûthî ; Asbâb al-Nuzûl Alqurân, karya Abû

Hasan „Alî ibn Ahmad al-Wâhidî .


22

Selain dari kitab tafsir, rujukan utama dalam penelitian ini juga

memakai buku-buku sejarah dan buku-buku Qoshosh seperti : al-

Bidayah wa an-Nihayah karya Ibnu Katsir; Qoshos al-Anbiya‟

karya Abu Ishaq Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ibrahim an-

Naisaburi al-Tsa‟labiy; Tarikh al-Umam wa al-Muluk karya Ibnu

Jarir al-Thabary; Tarikh al-Kabir al-Dimasyqa karya Ibnu Asakir ;

al-Nubuwah wa al-Anbiya‟ karya Muhammad Ali ash-Shabuniy.

b. Rujukan Skunder

Untuk memahami makna kata-kata dari ayat-ayat Alquran,

digunakan Mu‟jam al-Mufradât fi Ghorôibi Alfazh Alquran, karya

al-Râghib al-Ashfahânî ; Lisan al-„Arab karya Ibnu Manzhur ;

Mu‟jam al-Maqâyîs fî al-Lughât karangan Ahmad ibn Fâris ibn

Zakarîyâ dan Mu‟jam al-Alfâzh wa al-a‟lâm Alqurâniyah karangan

Muhammad Ismail Ibrahim.

Kemudian Untuk memudahkan pelacakan ayat-ayat Alquran yang

diperlukan, digunakan pula kitab Mu‟jam al-Mufahras li Alfâzh

Alqurân al-Karîm, karangan Muhammad Fu‟âd „Abd al-Bâqî.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal pengumpulan data, peneliti menempuh teknik survey

kepustakaan dan studi literature. Survey kepustakaan yaitu

menghimpun data yang berupa sejumlah literature yang diperoleh

diperpustakaan atau pada tempat lain ke dalam sebuah daftar bahan-

bahan pustaka. Sedangkan studi literature adalah mempelajari,


23

menelaah dan mengkaji bahan pustaka yang berhubungan dengan

masalah yang menjadi obyek penelitian33.

Karena penelitian ini berupaya mengkaji wawasan Al-Qur‟an

tentang Asbâth dan Yahudi secara utuh dan menyeluruh, maka untuk

menghindari kemungkinan terjadinya pandangan yang bersifat parsial

terhadap masalah yang dibahas, maka metode yang dipakai dalam

penelitian ini adalah metode Mawdhû‟î, yaitu metode tafsir yang berusaha

mencari jawaban Al-Qur‟an terhadap suatu masalah tertentu dengan cara

menghimpun seluruh ayat yang dimaksud, menyusunnya berdasarkan

tartib nuzulnya ayat, lalu menganalisisnya lewat ilmu-ilmu bantu yang

relevan dengan masalah yang dibahas dalam hal ini meggunakan

pendekatan ilmu sejarah, untuk kemudian melahirkan suatu uraian yang

utuh dari Alquran tentang masalah tersebut34.

Langkah-langkah yang ditempuh oleh penulis dalam penelitian ini

mengikuti cara kerja metode Mawdhu‟i. Sebagaimana telah diketahui

sumber data utama dalam penelitian ini adalah ayat-ayat Alquran, maka

langkah pertama yang dilakukan adalah melacak dan mengumpulkan data-

data, dalam hal ini ayat-ayat yang berkaitan dengan tema Term Asbȃth dan

Yahudi, dari sekian ribu ayat, ditemukan lima ayat yang menggunakan

term Asbȃth dan 22 ayat yang menggunakan term Yahudi, dan beberapa

ayat yang terkait dengan Term Asbȃth dan Yahudi yang tidak secara

langsung menggunakan kedua term tersebut seperti term Bani Israil dan

33
Winarno Surachman, Pengantar Penelitian Ilmiah,(Bnadung: Tarsito, 1990) h. 257
34
Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟i Suatu Pengantar , h. 52
24

Ahlul Kitab. Kemudian langkah selanjutnya yaitu menyusun ayat-ayat

Term Asbȃth dan Yahudi tersebut secara runtut menurut kronologis masa

turunnya, disertai pengetahuan tentang sebab-sabab turunnya. Kemudian

langkah selanjutnya penulis menjelaskan munasabah atau korelasi ayat-

ayat tersebut di dalam masing-masing suratnya, kemudian setelah itu

melengkapi penjelasan ayat dengan hadis-hadis nabi, bila dipandang perlu,

sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna. Kemudian mempelajari

ayat-ayat Term Asbȃth dan Yahudi tersebut secara tematik dan

menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung

pengertian yang serupa35, mengkompromikan antara pengertian yang „Am

dan Khas, yang Muthlaq dengan Muqayyad yang global dengan terperinci,

yang Nasikh dan yang Mansukh sehingga semua ayat Term Asbȃth dan

Yahudi tersebut bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan

kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada

makna-makna yang sebenarnya tidak tepat.

5. Pendekatan Penelitian

Karena penelitian ini penelitian kepustakaan / library research

murni, maka digunakan pendekatan historis. Pendekatan historis ini

muncul pada akhir abad Sembilan belas, yang memiliki pandangan

bahwa suatu entitas, baik institusi, nilai, ataupun agama, berasal dari

fisik, sosio-kultural, dan sosio-religius tempat entitas itu muncul; yang

35
Klasifikasi ayat-ayat terlampir.
25

berarti ada hukum kausalitas dari setiap peristiwa-peristiwa historis36.

Pendekatan historis ini mempertanyakan tiga persoalan pokok:

pertama, persoalan genetic; kedua, persoalan orisinalitas; dan ketiga,

rekonstruksi sejarah. Persoalan pertama di antaranya akan

mempertanyakan, kapan dan siapa yang menulis sebuah teks;

persoalan kedua di antaranya akan mempertanyakan, apa makna dari

teks itu bagi para pembaca pertama, dan apa pula makna nya bagi

generasi barikutnya; dan persoalan ketiga di antaranya akan

mempertanyakan, apa yang terjadi pada masa itu37. Fakta yang

digunakan dalam fakta historis ini merupakan sejumlah latar historis

turunnya yang berbentuk riwayat dan sejarah kehidupan Muhammad

saw. serta para sahabat yang merupakan fakta-fakta yang bisa diuji

kualitas kebenarannya, baik melalui kritik mata rantai periwayatan

ataupun redaksi yang digunakan. Kemudian ditelusuri untuk

menemukan sejumlah persoalan-persoalan yang berkaitan dengan fakta

historis itu, yang menurut Carl. L. Backer, meliputi : pertama, apakah

fakta historis itu? Kedua, dimanakah fakta historis itu? Dan ketiga,

kapan historis itu muncul?38.

H. Sistematika Penulisan

36
Ace Saifudin, Metodologi dan Corak Tafsir Modern: Telaah terhadap pemikiran J. J .G.
Jansen”, Al-Qalam, Vol 20, No. 96 (2003), 60
37
Jhon Barton, “Historical Approach”, dalam: Jhon Barton (ed), The Cambridge
Companion to Biblical Interpretation (Cambridge: Cambridge University Press, 2006), 9-11
38
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah ( Yogyakarta: Ar-Ruz Media,
2007), 48-49
26

Sistematika pembahasan atau penulisan merupakan pengaturan

langkah-langkah penulisan penelitian supaya runtut, ada keterkaitan yang

harmonis antara pembahasan pertama dengan pembahasan berikutnya, antara

bab satu dengan bab-bab selanjutnya.

Untuk mempermudah dalam memberikan pemahaman dan gambaran

yang utuh dan jelas tentang isi penelitian ini, maka pembahasan dalam tesis ini

akan disusun dalam sebuah sistematika pembahasan yang teratur, tesis ini

secara keseluruhan terdiri dari lima bab, satu bab sebagai bab pendahuluan

dan tiga bab isi, kemudian ditutup dengan sebuah bab penutup yang memuat

kesimpulan penelitian ini.

Dalam penelitian ini penulis membuat sistematika pembahasan sebagai

berikut:

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang di dalamnya

dijelaskan tentang latar belakang munculnya permasalahan penelitian ini.

Setelah itu permasalahan yang muncul diidentifikasi dan dibatasi dan

menetapkan atau merumuskan permasalahan yang menjadi masalah utama

serta arti penting dan manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini bagi

studi Islam.

Karena penelitian ini bersifat ilmiah maka perlu diadakan tinjauan

pustaka dengan tujuan untuk memposisikan studi ini diantara studi-studi

terkait lainnya yang pernah dilakukan atau searah dengan penelitian ini,

selanjutnya dijelaskan juga mengenai kehususan penelitian ini. Setelah jelas

posisi dan kekhususan penelitian ini, kemudian diuraikan kerangka atau


27

landasan teori dan metode penelitian yang akan penulis gunakan untuk

menyelesaikan penelitian ini. Adapun pada pembahasan terakhir dari bab

pertama ini, penjelasan mengenai sistematika penulisan atau pembahasannya.

Selanjutnya hasil penelitian ini disajikan dalam tiga bab setelahnya

sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Pada

bab dua akan dipaparkan tentang wawasan umum mengenai term Bani

Isra‟il, Asbâth dan Yahudi yang dibagi dalam beberapa sub bab yang pertama

pengertian Bani Isra‟il secara etimologi dan terminology, Asbâth secara

etimologi dan terminology, kemudian pengertian Yahudi etimologi dan

terminology, ungkapan Asbâth dan Yahudi dalam Alquran, perbedaan Makna

Term Banî Isrâ‟îl , Asbâth dan Yahudi kemudian term yang berkaitan dengan

Asbâth dan Yahudi dalam Alquran.

Dalam bab ketiga, akan difokuskan pembahasan mengenai sejarah

kemunculan term Banî Isrâ‟îl , Asbâth dan Yahudi dalam Alquran, yang dibagi

dalam beberapa sub bab yaitu pertama pembahasan mengenai gambaran kisah

yusuf dalam al-qur‟an (awal masuknya banî isrâ‟îl ke mesir), kemudian

dilanjutkan di sub bab berikutnya dengan pembahasan Sejarah Kemunculan

Term Banî Isrâ‟îl, kemudian dilanjutkan di sub bab berikutnya sejarah Sejarah

Kemunculan Term, Asbâth, kemudian dilanjutkan di sub bab berikutnya

sejarah Sejarah Kemunculan Term Yahudi.

Kemudian pada bab keempat, dipaparkan mengenai Analisis Korelasi

dan Posisi Asbâth dan Yahudi dalam Alquran, dibagi dalam beberapa sub bab

pembahasan, pada sub bab pertama menjelaskan mengenai Korelasi Asbâth


28

dan Yahudi, kemudian pada sub bab selanjutnya Analisis Posisi Asbâth dalam

Alquran kemudian dilanjutkan dengan pembahasan Analisis Kepercayaan

Dasar Asbâth, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan ungkapan Alquran

tentang kaum Yahudi yang lurus, kemudian dilanjutkan dengan tuntunan

Alquran mengenai interaksi sosial Umat Islam dengan kaum Yahudi, dan sub

bab terkahir membahas posisi Yahudi menurut Alquran.

Bagian terakhir dari bab ini adalah bab kelima sebagai penutup yang

terdiri dari kesimpulan.


BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI TERM BANÎ ISRÂ’ÎL, ASBÂTH

DAN YAHUDI

A. Pengertian Banî Isâ’îl

Uraian mengenai term Banî Isrâ‟il di samping Asbâth dan Yahudi,

diperlukan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang pandangan Alquran

terhadap kelompok-kelompok tersebut, karena banyak kalangan yang belum bisa

membedakan antara ketiga istilah tersebut atau memilik perspektif yang

menyamakan Bani Isra‟il dan Yahudi.

Kata Banû (Banî) berasal dari akar kata ba‟, nûn dan wâw, yang secara

literal mengandung pengertian sesuatu yang lahir dari yang lain1. Dalam Alquran,

kata yang berasal dari akar kata tersebut ditemukan sebanyak 161 kali 2. Kata Banî

itu sendiri disebutkan sebanyak 49 kali, 41 kali diantaranya dikaitkan dengan

Isrâ‟îl3. Selebihnya 6 kali dikaitkan dengan keturunan Adam4. Sedang dua kali

diantaranya dalam Q.S. al-Nur (24) : 31 berbicara tentang putra saudara laki-laki

dan perempuan. Dari ayat-ayat tersebut, ternyata bahwa term Banî, semuanya

mengisyaratkan adanya hubungan darah.

Sedang kata Isrâ‟îl , ditemukan sebanyak 43 kali dalam Alquran 5. Dua

kali menunjuk kepada Nabi Ya‟qub6, selebihnya dikaitkan dengan keturunannya.

Kata Isrâ‟îl itu berasal dari bahasa Ibrani yang terdiri dua kata isrâ‟ yang berarti

1
Ahmad ibn Fâris ibn Zakarîyâ, Mu‟jam al-Maqâyîs fî al-Lughât (Baeirut: Dâr al-Fikr,
1994), h. 156
2
Muhammad Fuad Abdal-Baqi, Al-Mu‟jam al-Mufahras, h. 136-139
3
Muhammad Fuad Abdal-Baqi, Al-Mu‟jam al-Mufahras, h. 136-139
4
Lihat QS. al-A‟raf(7): 26, 27, 31, 35; QS. al-Isrâ‟ (17) : 30 ; QS. Yâsîn (36): 60
5
Muhammad Fuad Abdal-Baqi, Al-Mu‟jam al-Mufahras, h 33
6
Lihat QS. Âli „Imran (3): 39 dan QS. Maryam (19) : 58

29
30

hamba atau kekasih7, dan El yang berarti Tuhan8, Sehingga Isrâ‟îl berarti hamba

Allah atau kekasih Allah.

Para ulama sepakat bahwa term Isrâ‟il dalam Alquran menunjuk kepada

Nabi Ya‟qub a.s9. Menurut Muhammad Rasyid Ridla, di samping term Isrâ‟îl

menunjuk kepada Nabi Ya‟qub a.s., ia juga dapat menunjuk kepada bangsa

Isrâ‟îl10. Penyebutan Nabi Ya‟qub a.s. dengan Isrâ‟îl dalam arti hamba atau

kekasih Allah, menunjukan betapa dekatnya hubungan beliau dengan Allah

sekaligus menunjukan bahwa Nabi Ya‟qub adalah seorang nabi yang ikhlas

berjuang di jalan Allah. Di samping itu, kata hamba menunjukan panggilan

terhormat dari kecintaan Allah kepada hamba-Nya11.

Menurut al-Thabâthaba‟î, Nabi Ya‟qub disebut Isrâ‟îl karena beliau

seorang pejuang yang sangat teguh dan kokoh di jalan Allah untuk mencapai

keridhaan-Nya12. Gelar itu secara sendiri diberikan Allah kepadanya setelah

beliau kembali dari Faddan-Aram13. Dari keterangan tersebut, dapat dinyatakan

7
Shâbir Thu‟miyah, al-Turats al-Isrâ‟îlî fi al-„Ahd al-Qadim wa Mawqif al-Qur‟an al-
Karim minhu (Beirut: Dâr al-Jay, 1979), h. 28. Lihat juga Isma‟îl Haqqî, Tafsir Ruh al-Bayan
(Beirut : Dâr el-Fikr, t.th.), h. 540. Lihat juga Abû al-Su‟ûd, Tafsir Abî al-Su‟ûd ( Riyadh :
Maktabah al-Riyâdh al-Hadîtsah, t.th.) , h. 163
8
Shâbir Thu‟miyah, al-Turats al-Isrâ‟îlî fi al-„Ahd al-Qadim, h. 28
9
Lihat misalnya Muhammad Husein at-Thaba Thaba‟I, al-Mizan fi Tafsir Al-
Qur‟an,(Teheran : Dar al-Kutub al-Islamiyah), Jilid III, h. 114 ; al-Qurthubî al-Jami‟ li
ahkami al-Qur‟an, Jilid II, h. 327, al-Baydlawî, Anwar al-Tanzîl wa Asrâru al-Ta‟wil,
(Kairo : Musthafa al-Bâbî al-Halabi wa aulâduh, 1358 H /1979 M) Juz I, h. 171 ; Isma‟îl
Haqqî, Tafsir Ruh al-Bayan, Jilid I, h. 540 ; „Abdul Mun‟im al-Jamal, Tafsir al-Farî li Al-
Qur‟an al-Majîd (Kairo : Dâr al-Kitab al-Jadîd, t.th.), h. 840 ; Abû al-Su‟ûd, Tafsir Abî
al-Su‟ûd, Juz I, h. 163
10
. Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Qur‟an al-Hakim, (Beirut : Dâr al-Ma‟rifah,
t.th.), Juz IV, h. 481
11
Nabi Muhammad saw. juga dalam beberapa ayat Al-Qur‟an disebut Allah sebagai
hamba, misalnya QS. al-Isra‟ (17): 1, Qs. al-Kahfi (18) : 1 , dan QS. al-Furqan (25): 1
12
Muhammad Husayn al-Thabâthaba‟î, al-Mizan fi tafsir Al-Qur‟an, (Beirut :
Mu‟assasah al-„Alamî li Mathbû, 1393 H/ 1973 M), Jilid III, h. 345. Pendapat serupa berdasarkan
informasi al-Kitab Perjanjian Lama, dikemukakan oleh I. Snoek, Hikayat Kudus, ( Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1963), h. 50
13
Fadan-Aram merupakan nama lain dari daerah Harran dikawasan negara Mesopotamia.
31

bahwa Banî Isrâ‟îl lebih banyak mengacu kepada etnis dalam arti keturunan Nabi

Ya‟qub a.s14.

Kata Banî Isrâ‟îl diungkap dalam Alquran sebanyak 43 kali15, yang

secara umum menunjukkan bahwa Banî Isrâ‟îl merupakan bangsa yang dikasihi

Tuhan. Tetapi di sisi lain menunjukkan, bangsa Isrâ‟îl merupakan bangsa paling

nakal, sukar diatur, bersikap ekslusif dan suka berbuat kerusakan.

Sebagai bangsa yang dikasihi Tuhan, antara lain dapat dilihat dari seruan

yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul yang diutus kepada mereka silih

berganti, misalnya seruan mesra Nabi „Îsâ a.s. agar mereka mengikuti ajaran yang

dibawanya sebagai pelanjut dari ajaran Nabi Mûsâ a.s.16 Seruan dan ajakan

tersebut diterima baik oleh sebagian di antara mereka, tetapi sebagian lainnya

memusuhi dan menolak Nabi „Îsâ a.s. dan ajarannya.17 Panggilan serupa juga

datang dari Allah, disampaikan melalui para Rasul yang diutus kepada mereka

agar tetap berjalan di atas jalan yang benar, seperti diungkapkan 18:

ِ ‫ُوف بِع‬
ِ ‫هد ُكم وإِ َٰيَّي فَٱرىب‬
‫ون‬ ِ ‫يَٰب ِِن إِس َٰرِءيل ٱذ ُكرواْ نِعم ِت ٱلَِّت أَنعمت علَي ُكم وأَوفُواْ بِع‬
ِ ‫هدي أ‬
َُ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ُ َ َ ََ
ٗٓ
“Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan
kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-
Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk)” (QS.
al-Baqarah [2] : 40)

Menurut al-Qasimî, ayat tersebut mengindikasikan bahwa Allah

menggugah Banî Isrâ‟îl agar mengingat nikmat Allah dengan menyebut nenek

14
Abd al-Ghani „Abduh, Anbiyâ‟ Allah wa Hayâh al-Mu‟âshirah ( Mesir : Dâr el-Fikr al-
„Arabî, 1978), h. 74
15
Muhammad Fuad Abdal-Baqi, Al-Mu‟jam al-Mufahras, h 33
16
Lihat QS. al-Shaff (61) : 4
17
Lihat QS. al-Shaff (61) : 14
18
Lihat pula QS. al-Baqarah (2) : 47 dan 122
32

moyang mereka yaitu Ya‟qub a.s. Disini, seolah-olah Allah berfirman kepada

mereka, wahai keturunan hamba yang saleh lagi taat kepada Allah, jadilah kalian

seperti nenek moyang kalian yaitu Isrâ‟îl19.

Nikmat yang diberikan Allah kepada Banî Isrâ‟îl yang berupa kesenangan

hidup duniawi; dikaruniakan kepada mereka al-manna wa al-salwa.20 Hal

demikian dapat diliaht melalui informasi Alquran:21

‫ب ٱلطُّوِر ٱلَيَ َن َونََّزلنَا َعلَي ُك ُم ٱل َّن‬ ِ‫يَٰب ِِن إِس َٰرِءيل قَد أَجن َٰينَ ُكم ِّمن ع ُد ِّوُكم وَٰوعد َٰنَ ُكم جان‬
َ َ َ ََ َ َ َ َ ََ
َ
ٛٓ ‫ٱلسل َو َٰى‬
َّ ‫َو‬
“Hai Bani Israil, sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu sekalian
dari musuhmu, dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu
sekalian (untuk munajat) di sebelah kanan gunung itu dan Kami telah
menurunkan kepada kamu sekalian manna dan salwa” (QS. Thâhâ [20]:
80)

Di samping nikmat yang berlimpah ruah yang dianugerahkan Allah kepada

Banî Isrâ‟îl, Allah juga menyelamatkan mereka dari marabahaya yang

mengancam jiwa maupun harta benda mereka22. Mereka juga diberikan tempat

tinggal untuk kehidupan yang nyaman di muka bumi23. Merekapun diberikan

kebebasan oleh Allah untuk memakan makanan yang baik dan halal, kecuali

beberapa jenis makanan tertentu yang telah diharamkan Allah kepada nenek

moyang mereka Isrâ‟îl24.

19
Muhammad Jamal al-Dîn al-Qâsimî, Tafsir al- Qâsimî , (Kairo: „Îsâ al-BâbÎ al-Halabî,
1377 H/ 1958 M), Cet. I, Jilid II, h. 114. Lihat juga Abû Hayyân al-Andalûsî, Tafsir Bahr al-
Muhîth, (Beirut: Dâr el-Fikr, 1403 H/1983 M), Jilid I, h. 173 .
20
Al-Manna ialah sejenis makanan yang manis seperti madu; al-Salwa ialah burung
sebangsa puyuh.
21
Lihat pula QS. al-Baqarah (2): 57 dan QS.al-A‟raf (7): 160
22
Lihat QS. al-Baqarah (2): 49-50, QS. al-A‟raf (7) :138, QS.Yunus (10):90, QS. Thâhâ
(20): 80, dan QS.al-Dukhân (44):30
23
Lihat QS.Yunus (10):93 dan QS. al-Isrâ‟ (17): 104
24
Lihat QS. Âli „Imrân (3) : 93
33

Agar mereka tetap berjalan di atas petunjuk kebenaran, Allah juga

mengutus beberapa orang Rasul kepada mereka silih berganti. Hal tersebut antara

lain dimaksudkan agar mereka tetap berpegang teguh pada janji yang telah mereka

ikrarkan dengan Tuhan yang disebut al-mîtsâq25. Para Rasul itu juga datang untuk

membebaskan Banî Isrâ‟îl dari penindasan yang dilakukan bangsa lain, seperti

Fir‟aun26. Para Nabi dan Rasul yang diutus kepada Banî Isrâ‟îl, juga dilengkapi

dengan kitab suci sebagai pedoman hidup27. Para Rasul pun dilengkapi dengan

mu‟jizat sebagai bukti kerasulan mereka agar Banî Isrâ‟îl yakin akan kebenaran

misi yang mereka bawa.28

Berbagai bentuk peraturan dan hukum dibawa para nabi dan rasul untuk

mengatur tatanan kehidupan manusia agar tercipta stabilitas dan perdamaian di

antara mereka, seperti hukum mengenai pembunuhan29. Akan tetapi, ajaran yang

dibawa para nabi dan rasul silih berganti itu tidak ada yang langgeng, karena Banî

Isrâ‟îl termasuk umat yang sangat sulit diatur, sangat mudah melanggar janji dan

melupakan nikmat Tuhan.

Pengungkapan term Banî Isrâ‟îl juga dikaitkan dengan sikap dan perilaku

mereka yang melakukan pengerusakan di muka bumi30. Merekapun mendapat

laknat Tuhan sebagai akibat pelanggaran dan keingkaran kepada Tuhan melalui

para nabi dan rasul yang diutus kepada mereka31.

25
Lihat QS. al-Baqarah (2): 83 dan QS. al-Mâidah (5): 16
26
Lihat, QS. al-A‟raf (7) :105
27
Lihat QS. al-Isrâ‟ (17): 2, QS. al-Sajadah (32): 23, QS. al-Mu‟min (40): 53, QS. al-
Jâtsiyah (45): 16
28
Lihat QS. al-Baqarah (2): 211, QS. al-Mâidah (5): 110, QS. al-A‟raf (7) : 105 , QS. al-
Isrâ‟ (17): 101 dan QS. al-Syu‟arâ‟ (26) : 197
29
Lihat QS. al-Mâidah (5): 32
30
Lihat QS. al-Isrâ‟ (17): 4.
31
Lihat QS. al-Mâidah (5): 78.
34

B. Pengertian Asbâth

Kata Asbâth berasal dari akar kata sa, ba dan tha, yang secara literal

berarti banyak atau lebat, dan arti sibthun yaitu anak cucu bagaikan pepohonan

yang lebat lagi banyak dahannya32. Sedangkan makna Asbâth menurut

terminology yaitu dua belas orang dari anak keturunan Nabi Ya‟qub „alaihissalam,

yang masing-masing dari dua belas putra tersebut melahirkan suatu kaum yang

menjadi dua belas suku Bani Isrâîl33. Dari keempat orang istrinya Ya‟qub

memiliki 12 putra, yakni dari Lea atau Layya enam orang putra, yaitu; Ruben,

Simeon, Lewy, Yahuda, Isakhar dan Zebulaon. Dari Rachel lahir dua orang putra,

yaitu ; Yusuf, dan Benyamin. Dari Bilha dua orang anak, yaitu ; Dann dan

Naftali. Kemudian dari Zilfa dua orang putra ,yaitu ; Gad dan Asyer34.

Putra-putra Ya‟qub inilah yang merupakan cikal bakal lahirnya istilah

Bani Israil. Kemudian ketika mereka berkembang menjadi kaum yang banyak

maka mereka disebut sebagai al-Asbâth, yang berarti anak cucu35. Sibith dalam

bangsa Yahudi adalah seperti suku bagi bangsa Arab dan mereka yang berada

dalam satu sibith berasal dari satu bapak. Masing-masing anak Ya‟qub kemudian

menjadi bapak bagi sibith Bani Israil. Maka seluruh Bani Israil berasal dari putra-

putra Ya‟qub yang berjumlah dua belas orang36.

32
Al-Raghib Al-Asfahani, Al-Mufradat fi Gharib Al-Qur‟an , (Mesir Musthafa al-Bâbi
al-Halabi, ,1961) h. 249
33
Abdurrahman ibn Muhammad ibn Idris al-Razi ibn Abu Hatim, Tafsir Al-Qur‟an al-
„Azhim Musnadan „An Rasulillah wa as-Shahabat wa Al-Tabi‟in, ( Makkah: Maktabah Nazar
Mushtofa al-Baz, 1997) Juz I, h. 243
34
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi,( Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011),
h. 376-377
35
Muhammad Ali al-Shabunî, al-Nubuwah wa al-Anbiya‟,terj. Arifin Jamian Maun
(Surabaya: Bina Ilmu, 1993).h. 439
36
Muhammad Ali al-Shabunî, al-Nubuwah wa al-Anbiya‟, h. 440
35

Adapun riwayat-riwayat yang menjelaskan mengenai makna al-Asbâth

sebagai berikut:

1. Bisyr bin Mu‟adz menceritakan kepada kami, katanya: Yazid

menceritakan kepada kami, katanya Sa‟id menceritakan kepada kami,

dari Qatadah, katanya al-Asbâth adalah Yusuf dan saudaranya,

keturunan Ya‟qub, yang berjumlah dua belas orang, dan setiap orang

diantara mereka melahirkan sebuah kaum, mereka inilah yang disebut

al-Asbâth37.

2. Al-Mutsanna menceritakan kepada kami, katanya: Ishaq menceritakan

kepada kami, katanya: Ibnu Abi Ja‟far menceritakan kepada kami, dari

ayahnya, dari Rabi‟ katanya: al-Asbâth adalah Yusuf dan saudaranya,

anak-anak Ya‟qub yang berjumlah duabelas orang, setiap orang

melahirkan sebuah kaum, mereka inilah yang disebut al-Asbâth38.

C. Pengertian Yahudi

Secara terminologis kata al-Yahûdu berasal dari kata Hâda yahûdu

hauwdan, yang berarti kembali39, kemudian kata tersebut berkembang menjadi al-

Tahwid , yang berarti berjalan merangkak ataupun merayap. Adapun makna al-

Hawdu itu sendiri umumnya di artikan dengan taubat40.

37
Abu Muhammad Husain ibn Mas‟ud al-Farrâ‟ al-Baghawî, Ma‟alim al-Tanzil (Beirut:
Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, 1993), Juz I, h. 163
38
Abdurrahman ibn Muhammad ibn Idris al-Razi ibn Abu Hatim, Tafsir Al-Qur‟an al-
„Azhim, Juz I, h. 241
39
Al-Raghib Al-Asfahani, Al-Mufradat fi Gharib Al-Qur‟an , h. 546
40
Al-Raghib Al-Asfahani, Al-Mufradat fi Gharib Al-Qur‟an, h. 546
36

Dari sisi lain istilah Yahudi menunjuk sebutan kepada Bani Israil41 yang

berasal dari keturunan anak cucu Ya‟qub ibn Ishaq ibn Ibrahim. Ya‟qub

mempunyai dua belas orang anak, dan keturunan mereka disebut dengan istilah

al-Asbâth. Mengenai penamaan Banî Isrâ‟îl dengan Yahudi, menurut Abd Al-

Qadir Syaibat Al-Hamd42, dalam bukunya Al-Adyan wa al-Firaq wa al-Madzâhib

al-Muâshirat didasarkan atas empat kemungkinan :

a. Dari kata al-Hawdu, yang berarti kembali taubat. Hal ini berdasarkan atas

firman Allah swt. :

ِ ‫وٱكتُب لَنَا ِِف َٰى ِذهِ ٱلدُّنيا حسنَة وِِف‬


َ َ‫ٱلخَرةِ إِنَّا ُىدنَا إِل‬
…‫يك‬ َ ََ َ َ َ

“Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia dan akhirat


Sesungguhnya kami kembali bertaubat kepada engkau...” (Q.S. Al-A‟raf,
[7]:156).

Ayat ini secara kontekstual mengandung arti bahwa orang-orang Yahudi

itu kembali bertaubat dan tunduk kepada Allah swt. setelah mereka

menyembah anak lembu43.

b. Dari kata al-Tahwid , yang berarti berbicara dengan pelan, suara sengau
dari rongga hidung44. Kebiasaan ini sengaja dilakukan oleh pendeta

Yahudi ketika membaca Taurat untuk orang awam guna membentuk

41
Abd Al-KarimAl-Khatib, Al-Din Dharurat Hayat al-Insan, (Riyadh :Dâr al-Ishalat li
al-Tsaqafat wa al-Nasyr wa al-I‟lam, 1981) h. 152
42
Abd Al-Qadir Syaibat Al-Hamd, Al-Adyan wa al-Firaq wa al-Madzâhib al-Muâshirat,(
Madinah : Al-Jâmi‟at Al-Islâmiyyat Al-Madînah Al-Munawwarah, tth) h. 15
43
Al-Syawkanî, Fath al-Qadîr, (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabî, tth) juz I, h. 94.
Lihat juga Ibn Jârîr al-Thabarî, Tafsir al-Thabarî ( Beirut : Dâr al-Fikr, 1405 H/ 1984 M), juz I, h.
318.
44
Ibrâhîm al-Abyârî, al-Mausû‟ah Al-Qur‟âniyah, (Kairo: Mathûbi‟ Sijl al-„Arab, 1984) ,
juz VII, h. 618-619
37

persepsi bahwa yang mereka bacakan berasal dari Allah swt., padahal

bukan. Hal ini dapat difahami dari surat Ali-I‟mrân, 3:78:

ِ ‫ب وما ىو ِمن‬
ِ َ‫ٱلكَٰت‬ ِ ِ ِ ِ ِ َٰ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ب َويَ ُقولُو َن‬ َ َ ُ َ َ َ‫حسبُوهُ م َن ٱلكَٰت‬ َ َ‫َوإ َّن م ُنهم لََفريقا يَ ُلوۥ َن أَلسنَتَ ُهم بٱلكتَب لت‬
ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ
َ ‫ُى َو من عند ٱللَّو َوَما ُى َو من عند ٱللَّو َويَ ُقولُو َن َعلَى ٱللَّو ٱل َكذ‬
‫ب َوُىم يَعلَ ُمو َن‬
“Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar
lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu
sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka
mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah", padahal ia
bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang
mereka mengetahui.” (Q.S. Ali „Imran [3]: 78)

c. Dari nama Yahudza, saudara Yusuf as. salah seorang anak nabi Ya‟qub as.

Kemudian huruf dzal mengalami perubahan menjadi dal sehingga

menjadi Yahuda45.

d. Dari kata Al-Muwâhadat, yang berarti janji. Latar belakang pengambilan

kata ini didasarkan atas firman Allah swt. dalam surat Al-A‟raf, 7:142 :

‫َخ ِيو‬
ِ ‫ال موسى ِل‬ ِ
َ ‫أَربَع‬
َٰ َ ُ َ َ‫ني لَيلَة َوق‬ ‫ت َربِِّٓوۦ‬ ِ
ُ ‫منَ َها بِ َعشر فَتَ َّم مي ََٰق‬
َٰ َ‫ني لَيلَة َوأَمت‬ِ َٰ
َ ‫وس َٰى ثَلَث‬
َ ‫َوََٰو َعدنَا ُم‬
‫ين‬ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ُ‫َٰىرو َن ٱخل‬
َ ‫يل ٱلُفسد‬ َ ‫فِن ِف قَومي َوأَصلح َوََل تَتَّبع َسب‬ َُ
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah
berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam
itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah
ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada
saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku,
dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang
membuat kerusakan” (Q.S. al-A‟raf [7]: 142)

e. Disebut Yahudi karena mereka menyimpang dari aturan-aturn yang

ditetapkan Allah, baik aturan yang dibawa Nabi Musa as. maupun aturan

yang dibawa Nabi Muhammad saw46. Nama ini bersifat pejoratif, sebab ia

45
Al-Thabarsî, al-Bayan fi Tafsir al-Qur‟an, (Beirut: Dâr al-Ma‟rifah, t.th.), juz I, H. 159
46
Al-Thabarsî, al-Bayan fi Tafsir al-Qur‟an, h. 159
38

menunjukan, bahwa mereka tidak hanya menolak ajaran yang dibawa Nabi

Muhammad saw. yang seharusnya mereka ikuti sesuai dengan tuntunan

kitab suci mereka, tetapi juga memberikan isyarat bahwa mereka juga

telah menyimpang dari petunjuk kitab sucinya47.

Selain dari kemungkinan di atas, ada pula yang mengatakan bahwa Yahudi

adalah mereka yang mengklaim dirinya sebagai pengikut Musa as. Setiap teori di

atas mengandung kebenaran sesuai dengan argument dan pendekatan yang

digunakan. Al-Qur‟an membedakan antara keturunan Bani Israil dan penganut

keyakinan dan pelaku perbuatan yang disebut Yahudi.

Walaupun sebutan untuk mereka ini beragam, namun bagaimanapun,

sebutan Yahudi itu dengan sendirinya telah membedakan mereka dari orang-

orang Nasrani sebagai pengikut al-Masih yang juga dari Bani Israil, sementara

mayoritas orang-orang Israil mengingkari Isa as. dan tetap mengikuti Musa as48.

Dari beberapa teori yang telah dipaparkan mengenai definisi Yahudi,

penulis lebih cenderung pada teori yang mengatakan bahwa Yahudi berasal dari

nama Yahudza, saudara Yusuf as. salah seorang anak nabi Ya‟qub as, seperti yang

akan diuraikan pada pembahasan selanjutnya dalam sejarah Yahudi.

D. Pengungkapan term Asbâth dan Yahudi dalam Al-Qur’an

1. Ungkapan term Asbâth

Term yang secara langsung menggunakan kata Asbâth ditemukan

sebanyak lima kali disebutkan dalam Alquran 49, yang tersebar dalam empat surat.

47
Lihat uraian mengenai term Yahudi dalam Al-Qur‟an yang semuanya bernada sumbang
48
Abd Al-KarimAl-Khatib, Al-Din Dharurat, h. 152
49
Muhammad Fuad Abdal-Baqi, Al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfâzh Alquran al-Karim,
(Beirut: Dâr al-Fikr 1987) h. 340
39

Dari keempat surat tersebut, hanya satu surat yang termasuk dalam kategori surat

Makiyyah yaitu surat al-A‟raf. Selebihnya termasuk dalam kategori surat

Madaniyah50, yaitu surat al-Baqarah, surat Ali „Imran dan surat an-Nisa‟. Dengan

informasi tersebut dapat dinyatakan, bahwa pembicaraan Alquran tentang Asbâth

pada umumnya diungkapkan pada periode Madinah, dan sedikit sekali pada

periode Makkah. Hal ini mungkin disebabkan karena kontak umat Islam dengan

Yahudi, baru intensif pada periode Madinah.

Pembicaraan Alquran tentang Asbâth pada periode Makkah, hanya


ditemukan satu kali yaitu pada Q.S. al-A‟raf (7): 160.51 Sedangkan pembicaraan
Alquran tentang Asbâth pada periode Madinah52, ditemukan empat kali yaitu :

50
Terdapat tiga versi mengenai istilah Makîyah dan Madanîyah, 1) ayat-ayat Makîyah
ialah ayat-ayat yang ditunjukan kepada penduduk Makkah, sedang ayat-ayat Madanîyah
ditunjukan kepada penduduk Madinah; 2) ayat-ayat Makîyah ialah ayat-ayat yang diturunkan di
Makkah, sedang ayat-ayat Madanîyah ialah ayat-ayat yang diturunkan di Madinah; 3) ayat-ayat
Makîyah ialah ayat-ayat yang diturunkan sebelum Rasulallah hijrah ke Madinah, sementara ayat-
ayat Madanîyah ialah ayat-ayat yang turun pasca hijrah. Lihat Jalâl al-Din al-Suyûthî, al-Itqân fi
„Ulum Alquran, (Beirut: Dar al-Fikr, 1399 H/ 1979 M), juz I, h. 9; Badruddin Muhammad Iibn
„abdullah al-Zarkasyî, al-Burhan fî „Ulum Alquran (Kairo: Dâr al-Hadits, 2006), 132; Muhammad
Ibnu Luthfi al-Sibâghi, Lamhat Fi „Ulum Alquran, ( Beirut: al-Maktab al- Islâmi, 1990), 146.
Pendapat yang disebutkan ketiga ini memahami Makîyah dan Madanîyah dalam arti periode, tanpa
mempersoalkan khithâb dan tempat turunnya ayat.
51
Lihat selengkapmya:
ِ ِِ ِ
‫اك ٱحلَ َجَر‬ َ‫ص‬ َ ‫وموۥُٓ أَن ٱض ِرب بِّ َع‬ ُ َ‫وس َٰى إذ ٱستَس َقَٰىوُ ق‬ َ ‫َوحينَا إ َ ََٰل ُم‬
َ ‫شرةَ أَسبَاطًا أ ََُما َوأ‬ َٰ َّ
َ ‫َوقَطعنَ ُه ُم ٱثنَ َت َع‬
‫َنزلنَا َعلَي ِه ُم ٱل َّن‬ ِ ِ
َ َ ‫شربَ ُهم َوظَلَّلنَا َعلَي ِه ُم ٱلغَ ََٰم َم َوأ‬
َ ‫شرةَ َعينا قَد َعل َم ُك ُّل أُنَاس َّم‬ َ ‫فَٱنبَ َج َست منوُ ٱثنَتَا َع‬
ٔٙٓ ‫َٰت َما َرَز َٰقنَ ُكم َوَما ظَلَ ُمونَا َوَٰلَ ِكن َكانُواْ أَن ُف َس ُهم يَظلِ ُمو َن‬
ِ ‫ٱلسلو َٰى ُكلُواْ ِمن طَيِّب‬
َ َ َّ ‫َو‬
“Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah
besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya:
"Pukullah batu itu dengan tongkatmu!". Maka memancarlah dari padanya duabelas mata
air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami
naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa.
(Kami berfirman): "Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezekikan
kepadamu". Mereka tidak menganiaya Kami, tapi merekalah yang selalu menganiaya
dirinya sendiri”. (Q.S. al-A‟raf [7]: 160)
52
Masing-masing ayat Mekah dan Madinah dapat dibagi ke dalam tiga periode, yaitu
awal, pertengahan, dan akhir. Lihat, Abu Ammar Yasir Qadhi An Introduction to The Science of
The Quran (Brimingham: Al-Hidayah Publising and Distribution, 1999), 99. Beberapa
perbandingan tentang ayat-ayat yang turun diperiode-periode tersebut, dapat dilihat di antaranya
dalam bukunya Taufiq Adnan Amal, yang membandingkan susunan kronologis versi sarjana Islam
dan Barat. Dimulai dari Ibnu Abbas, al-Kafi, Ikrimah, al-Hasan, Abi Thalhah, Qatadah, Weil,
Noeldeke-Schwally, Blachere, dan Sir William Muir. Lihat Taufiq Adnan Amal, Rekonstruksi
Sejarah Alquran (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), 101-127
40

Q.S. al-Baqarah (2): 13653 ; 14054, Q.S. Ali „Imrân (3): 8455 dan Q.S. al-Nisa‟ (4):
16356.
2. Ungkapan Term Yahudi

Istilah al-Yahûdu (Yahudi) dalam berbagai varian katanya di ungkap

dalam Alquran sebanyak 22 kali, yaitu sepuluh kali dengan menggunakan istilah

53
Lihat selengkapnya :
ِ ‫وب وٱلَسبَا ِ وَما أ‬ ِ ِ‫سَع‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ
‫وس َٰى‬
َ ‫ُوتَ ُم‬ َ َ َ ‫سح َق َويَع ُق‬
ََٰ ‫يل َوإ‬ َ َٰ ‫قُولُواْ ءَ َامنَّا بٱللو َوَما أُنزَل إلَينَا َوَما أُنزَل إ َ ََٰل إ ََٰبرى َم َوإ‬
ٖٔٙ ‫َحد ِّم ُنهم َوََن ُن لَوۥُ ُمسلِ ُمو َن‬
َ ‫ني أ‬
ِ ِ ِ ‫و ِعيس َٰى وَما أ‬
َ َ‫ُوتَ ٱلنَّبِيُّو َن من َّرِِّّبم ََل نُ َفِّر ُق ب‬ َ َ َ
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang
diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma´il, Ishaq,
Ya´qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang
diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun
diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (Q.S. al-Baqarah[2]: 136)
54
Lihat selengkapnya:
‫َعلم أَِم‬ ِ ِ‫سَع‬ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫صََٰر َٰى قُل ءَأَنتُم أ‬
َ َ‫ودا أَو ن‬
ً ‫وب َوٱلَسبَا َ َكانُواْ ُى‬ َ ‫يل َوإس ََٰح َق َويَع ُق‬ َ َٰ ‫أَم تَ ُقولُو َن إ َّن إب ََٰرى َم َوإ‬
ٔٗٓ ‫ندهۥُ ِم َن ٱللَّ ِو َوَما ٱللَّوُ بِ َٰغَ ِف ٍل َع َّما تَع َملُو َن‬ ِ
َ ِ‫ٱللَّ ُه َوَمن أَظلَ ُم َمَّن َكتَ َم َش ََٰه َدةً ع‬
“Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim,
Isma´il, Ishaq, Ya´qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau
Nasrani?" Katakanlah: "Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah
yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada
padanya?" Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-
Baqarah[2]: 140)
55
Lihat selengkapnya:
ِ ‫وب وٱلَسبَا ِ وَما أ‬ ِ ِ‫سَع‬ ِ ‫قُل ءامنَّا بِٱللَّ ِو وما أُن ِزَل َعلَينَا وما أُن ِزَل َعلَ َٰى إِ َٰبرِى‬
‫وس َٰى‬
َ ‫ُوتَ ُم‬ َ َ َ ‫سح َق َويَع ُق‬ َ َٰ ‫يم َوإ‬
ََٰ ‫يل َوإ‬ َ َ ََ ََ ََ
ِ
ٛٗ ‫َحد ِّم ُنهم َوََن ُن لَوۥُ ُمسل ُمو َن‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ني أ‬
َ َ‫يس َٰى َوٱلنَّبيُّو َن من َّرِِّّبم ََل نُ َفِّر ُق ب‬
َ ‫َوع‬
“Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada
kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya´qub, dan anak-anaknya,
dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak
membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami
menyerahkan diri". (Q.S. Ali „Imran[3]: 84)
56
Lihat selengkapnya:
ِ ِ‫سَع‬ ِ ‫عدهۦِۚ وأَوحينَا إِ َ ََٰل إِ َٰبرِى‬
ِ ِ ِ ِ َ َ‫َوحينَا إِل‬ ِ
‫وب‬
َ ‫سح َق َويَع ُق‬ َ َٰ ‫يم َوإ‬
ََٰ ‫يل َوإ‬ َ َ َ َ َ‫َوحينَا إ َ ََٰل نُوح َوٱلنَّبيِّ َن من ب‬ َ ‫يك َك َما أ‬ َ ‫إنَّا أ‬
ٖٔٙ ‫س َو ََٰىُرو َن َو ُسلَي ََٰم َن َوءَاتَينَا َد ُاوۥ َد َزبُورا‬ ِ ِ
َ ُ‫وب َويُون‬
َ ُّ‫يس َٰى َوأَي‬
َ ‫َوٱلَسبَا َوع‬
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah
memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah
memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma´il, Ishak, Ya´qub dan anak cucunya, Isa,
Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (Q.S. al-
Nisa‟ [4]: 163).
41

Hâdû57, tiga kali dengan istilah Hûd, serta delapan kali dengan istilah Al-yahûdu

)‫ ( اليهود‬dan satu kali dengan kata Yahûdiyyan (‫)يهوديا‬.58

Term alladzîna hâdû, berarti orang-orang yang masuk agama Yahudi.59

Kata hâdû adalah fi‟l madly (kata kerja bentuk lampau) yang berakar dari kata ha,

waw, dal yang secara literal mengandung pengertian kembali secara perlahan-

lahan, bersura lembut dan berjalan dengan merangkak-rangkak.60 Kata tersebut

lazim digunakan untuk pengertian tobat.61 Hal ini berkaitan dengan sikap dan

perilaku orang-orang yang berdosa dan menyimpang dari ketentuan-ketentuan

Allah, kemudian menyadari kesalahannya untuk selanjutnya kembali kepada jalan

yang benar dengan perlahan-lahan dan lemah lembut serta rendah hati seolah-olah

merangkak di hadapan Allah menyesali kesalahannya dan meminta

pengampunan-Nya.

Adapun ayat-ayat Al-Qur‟an yang menggunakan lafal Hâdû disebut

sepuluh kali dalam bentuk yang bervariasi, sebagian menunjukan kecaman

terhadap mereka, dan sebagian lainnya menunjukkan pujian serta bernada positif .

Pernyataan yang bernada kecaman ditujukan kepada kepada mereka karena

pelanggaran dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah atas mereka. Di

antara kecaman tersebut muncul dikarenakan mereka mengubah kitab sucinya62

sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa‟ (4): 4663. Pernyataan yang

57
Muhammad Fuad Abdal-Baqi, Al-Mu‟jam al-Mufahras h.739
58
Muhammad Fuad Abdal-Baqi, Al-Mu‟jam al-Mufahras, h.775
59
Ibn Jârîr al-Thabarî, Tafsir al-Thabarî , h. 159
60
Al-Raghib Al-Asfahani, Al-Mufradat fi Gharib Alquran, h. 455,
61
Ibrâhîm al-Abyârî, al-Mausû‟ah Alqurâniyah, juz VII, h. 619
62
Ibn Jârîr al-Thabarî, Tafsir al-Thabarî , Jilid VII ,h. 142
63
Lihat selengkapnya:
42

bernada kecaman ditujukan kepada kepada mereka karena pelanggaran dari

ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah atas mereka. Diantara kecaman

tersebut muncul dikarenakan kesewenang-wenangan orang Yahudi dan siksaan

yang disediakan Allah64, sebagaimana firman-Nya dalam QS. An-Nisa‟ (4): 16065.

Di antara siksaan yang dimaksud adalah diharamkannya sebagian makanan

tertentu sebagai siksaan duniawi disamping siksaan ukhrawi jika mereka tidak

bertubat, sebagaimana firman Allah dalam Q.S al-An‟am(6): 14666 dan Q.S. al-

Nahl (16): 11867.

              

                

       


“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya.
Mereka berkata: "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka
mengatakan pula): "Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa.
Dan (mereka mengatakan): "Raa´ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela
agama. Sekiranya mereka mengatakan: "Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah,
dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi
Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman
yang sangat tipis.” (QS. An-Nisa‟ [4]: 46)
64
Jalâluddin al-Suyuthî, Ad-Dûr al-Mantsur, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, 911 H)
Juz II, 246
65
Lihat selengkapnya:
ِ ‫َٰت أ ُِحلَّت ََلم وبِصد‬
ٔٙٓ ‫ِّىم َعن َسبِ ِيل ٱللَّ ِو َكثِيا‬ ٍ ‫فَبِظُلم ِّمن ٱلَّ ِذين ىادواْ حَّرمنَا علَي ِهم طَيِّب‬
َ َ ُ َ َ َ َُ َ َ
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah.” (QS. An-Nisa‟ [4]: 160)
66
Lihat selengkapnya :
‫وم ُه َما إََِّل َما ََحَلَت‬ ِ ِ ِ ِ َّ
َ ‫ادواْ َحَّرمنَا ُك َّل ذي ظُُفر َوم َن ٱلبَ َق ِر َوٱلغَنَ ِم َحَّرمنَا َعلَيهم ُش ُح‬
ُ ‫ين َى‬ َ ‫َو َعلَى ٱلذ‬
ِ ‫ط بِعظم َٰذَلِك جز َٰينهم بِبغيِ ِهم وإِنَّا لَص‬
ٔٗٙ ‫َٰدقُو َن‬َ َ َ َُ ََ َ َ َ َ‫ورُُهَا أَ ِو ٱحلََوايَا أَو َما ٱختَ ل‬
ُ ‫ظُ ُه‬
“Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku dan
dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain
lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau yang
bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan
mereka; dan sesungguhnya Kami adalah Maha Benar.” (QS. al-An‟am [6]: 146)
67
Lihat selengkapnya :
ٔٔٛ ‫منَ ُهم َوَٰلَكِن َكانُواْ أَن ُف َس ُهم يَظلِ ُمو َن‬
َٰ َ‫يك ِمن قَبل َوَما ظَل‬
ُ َ َ‫صصنَا َعل‬
َ َ‫ادواْ َحَّرمنَا َما ق‬
ُ ‫ين َى‬
ِ َّ
َ ‫َو َعلَى ٱلذ‬
43

Merekapun dikecam karena kegemarannya menyebarluaskan berita

bohong dan memutarbalikan fakta, sehingga umat Islam diingtkan agar berhati-
68
hati terhadap mereka, sebagaimana terungkap dalam Q.S. al-Mâidah (5): 4169.

Pada sisi lain mereka juga dikecam karena mereka sangat ekslusif dan mengklaim

diri sebagai kekasih Allah sedang selain mereka tidak termasuk didalamnya70

seperti yang terungkap dalam firman Allah pada Q.S. al-Jumu‟ah (62): 671.

Di samping kecaman dan nada-nada sumbang yang diungkapkan untuk

menunjukan orang-orang Yahudi dalam term alladzîna hâdû , Alquran juga

mengakui bahwa diantara mereka masih terdapat orang-orang yang tetap

“Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan
dahulu kepadamu; dan Kami tiada menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. al-Nahl [16]: 118)
68
Ibnu Athiyah, al-Muharir al-Wajiz fi Tafsir Alquran al-„Aziz, (Beirut: Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyah, 1993) Jilid II, h. 191
69
Lihat selengkapnya :
‫ؤمن قُلُوبُ ُهم َوِم َن‬ ِ ُ‫َفوِى ِهم وَل ت‬ ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ‫ول ََل َيز‬
َ ‫ين يُ ََٰس ِر ُعو َن ِف ٱل ُكف ِر م َن ٱلذ‬
َ ََٰ ‫ين قَالُواْ ءَ َامنَّا بأ‬ َ ‫نك ٱلذ‬
َ ُ ُ ‫ٱلر ُس‬
َّ ‫َٰيَأَيُّ َها‬
ِ ِ ِ ٍ ِ َٰ ‫ب‬
‫اضعِ ِوۦۖ يَ ُقولُو َن إِن‬
ِ ‫عد مو‬
َ َ َ‫وك ُيَِّرفُو َن ٱل َكل َم من ب‬ َ ‫اخ ِر‬
َ ُ‫ين َل يَأت‬ َ ِ ‫سَّ ُعو َن لِل َك ِذ‬
َ َ‫سَّ ُعو َن ل َقوم ء‬ ََٰ ْ‫ادوا‬
ُ ‫ين َى‬
ِ َّ
َ ‫ٱلذ‬
‫ين َل‬ ِ َّ ِ‫أُوتِيتم َٰى َذا فَخ ُذوه وإِن َّل تُؤتَوه فَٱح َذرواْ ومن ي ِرِد ٱللَّو فِتنتوۥ فَلَن َمتلِك لَوۥ ِمن ٱللَّ ِو شيًا أُوَٰلَئ‬
َ ‫ك ٱلذ‬ َ ْ َ َ ُ َ ُ ََ ُ ُ َ َ ُ ُ َُ ُ َ ُ
ِ ِ ِ ِ ِ
ٗٔ ‫اب َعظيم‬ ٌ ‫يُِرد ٱللَّوُ أَن يُطَ ِّهَر قُلُوبَ ُهم ََلُم ِِف ٱلدُّنيَا خزي َوََلُم ِِف ٱلخَرة َع َذ‬
“Hari Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera
(memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan
mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di
antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-
berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum
pernah datang kepadamu; mereka merubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-
tempatnya. Mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah di rubah-rubah oleh
mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini maka hati-
hatilah". Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu
tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah
orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan
di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. al-Maidah [5]: 41).
70
al-Qurthubi, al-Jami‟ li ahkami Alquran (Kairo: Dar al-Katib al-Urbah, 1968), Juz
XVIII, h. 94
71
Lihat selengkapnya :
ِ ِ ‫َّاس فَتمنَّواْ ٱلوت إِن ُكنتم‬ ِ ِ ِِ ِ ِ َّ
ٙ ‫ني‬
َ ‫صَٰدق‬
َ ُ َ َ ُ َ َ ِ ‫ادواْ إِن َز َعمتُم أَنَّ ُكم أَوليَاءُ للَّو من ُدون ٱلن‬
ُ ‫ين َى‬
َ ‫قُل يََٰأَيُّ َها ٱلذ‬
“Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan
bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain,
maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar." (QS. al-
Jumu‟ah [62]: 6)
44

konsisten dengan ajaran agamanya. Mereka inilah yang dijamin Allah akan

memperoleh keselamatan72, seperti disebutkan dalam ayat-ayat pada Q.S. al-

Baqarah (2): 6273, Q.S. al-Mâidah (5): 4474 , 6975 dan Q.S. al-Hajj (22): 1776

Kata hûdan yang juga mempunyai akar kata yang sama dengan kata hâdû,

adalah bentuk jamak dari ism fa‟il yang secara literal berarti orang yang

72
Ibn Jârîr al-Thabarî, Tafsir al-Thabarî , Jilid II ,h. 32
73
Lihat selengkapnya :
ِ ‫ٱلصبِني من ءامن بِٱللَّ ِو وٱلي ِوم ٱل ِخ ِر وع ِمل‬
َٰ ِ َّ ِ َّ ِ
‫َجرُىم‬
ُ ‫صَٰلحا فَلَ ُهم أ‬
َ َ ََ ََ َ َ َ َ َ َِّ ‫َّصََٰر َٰى َو‬
َ ‫ادواْ َوٱلن‬
ُ ‫ين َى‬ َ ‫إ َّن ٱلذ‬
َ ‫ين ءَ َامنُواْ َوٱلذ‬
ٕٙ ‫وف َعلَي ِهم َوََل ُىم َيَزنُو َن‬ٌ ‫ند َرِِّّبِم َوََل َخ‬
َ ‫ِع‬
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan
orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada
Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan
mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(QS. Al-Baqarah[2]: 62).
74
Lihat selengkapnya :
‫ٱلربََّٰنِيُّو َن َوٱلَحبَ ُار ِِبَا‬ ِِ ِ َّ ِ ِ ِ
َّ ‫ادواْ َو‬ َ ‫ين أَسلَ ُمواْ للَّذ‬
ُ ‫ين َى‬ َ ‫َنزلنَا ٱلتَّوَرىَٰةَ ف َيها ُىدى َونُور َي ُك ُم ِّبَا ٱلنَّبيُّو َن ٱلذ‬ َ ‫إِنَّا أ‬
‫ون َوََل تَشتَ ُرواْ َبِايََِٰت ََثَنا قَلِيل َوَمن‬
ِ ‫ب ٱللَّ ِو وَكانُواْ علَي ِو ُشه َداء فَ َل ََت َشواْ ٱلنَّاس وٱخ َش‬
َ َ ُ َ َ َ َ
ِ ‫ٱست‬
ِ َ‫حفظُواْ ِمن كَِٰت‬ ُ
ِ َٰ ِ َٰ ِ
ٗٗ ‫ك ُى ُم ٱل َكفُرو َن‬ َ ‫َّل َي ُكم ِبَا أ‬
َ ‫َنزَل ٱللَّوُ فَأ ُْولَئ‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan
cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang
Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka
dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab
Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada
manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku
dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. al-Maidah [5]:
44)
75
Lihat selengkapnya :
ٌ ‫صَٰلِحا فَ َل َخ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ َّ ِ
‫وف‬ َ ‫ٱلصُبِو َن َوٱلن‬
َ ‫َّصََٰر َٰى َمن ءَ َام َن بٱللَّو َوٱليَوم ٱلخ ِر َو َعم َل‬ ََّٰ ‫ادواْ َو‬
ُ ‫ين َى‬ َ ‫إ َّن ٱلذ‬
َ ‫ين ءَ َامنُواْ َوٱلذ‬
ٜٙ ‫َعلَي ِهم َوََل ُىم َيَزنُو َن‬
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang
Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, maka tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. al-Maidah
[5]: 69).
76
Lihat selengkapnya:
ِ ِ َّ ِ َّ ِ َّ ِ
َ َ‫ين أَشَرُكواْ إِ َّن ٱللَّوَ يَفص ُل بَينَ ُهم ي‬
‫وم‬ َ ‫وس َوٱلذ‬
َ ‫َّصََٰر َٰى َوٱلَ ُج‬ َ ِ‫ٱلصب‬
َ ‫ني َوٱلن‬ ََِّٰ ‫ادواْ َو‬
ُ ‫ين َى‬
َ ‫ين ءَ َامنُواْ َوٱلذ‬َ ‫إ َّن ٱلذ‬
ٔٚ ‫ٱل ِقيَ ََٰم ِة إِ َّن ٱللَّوَ َعلَ َٰى ُك ِّل َشيء َش ِهي ٌد‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-
iin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan
memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah
menyaksikan segala sesuatu.” (QS. al-Hajj [22]: 17)
45

bertaubat.77 Pengungkapan kata hûdan dalam Alquran yang menunjukan kepada

orang-orang Yahudi, semuanya bernada sumbang. Hal ini karena ayat-ayat yang

berbicara tentang orang-orang Yahudi yang menggunakan lafal hûdan , semuanya

menyangkut klaim-klaim mereka yang tidak benar. Misalnya klaim tentang Ahlul

Kitab Yahudi dan Nasrani yang masing-masing menyatakan diri mereka sebagai

kelompok yang paling benar dan bahwa kelompok mereka yang akan selamat dan

masuk surga, sedang kelompok lainnya bakal celaka78, padahal mereka tidak

dapat memberikan argumentasi yang memperkuat klaim mereka tersebut79.

Term hûdan juga di ungkapkan Alquran berkaitan dengan klaim-klaim

Ahlul Kitab yang masing-masing menyerukan agar memilih Yahudi atau Nasrani

jika ingin mendapat petunjuk, padahal agama mereka sudah tercemar oleh

kemusyrikan80 sebagaimana yang tercantum dalam Q.S. al-Baqarah (2): 13581.

Term hûdan juga di ungkapkan Alquran berkaitan dengan bantahan Al-Qur‟an

akan klaim-klaim mereka yang mengatakan bahwa Nabi Ibrâhim, Ismâ‟il, Ishâq,

77
Ahmad ibn Mahmud al-Nasafi, Tafsir al-Nasafi (Kairo : „Isâ al-Bâbî al-Halabî wa
Syurakah, t.th.) Juz I, h. 92
78
Lihat dalam Q.S. al-Baqarah (2): 111 berikut:
‫ني‬ِ ِ ‫وقَالُواْ لَن يدخل ٱلنَّةَ إََِّل من َكا َن ىودا أَو نَصَٰر َٰى تِلك أَمانِيُّهم قُل ىاتُواْ ب َٰرىن ُكم إِن ُكنتم‬
َ ‫صَٰدق‬
َ ُ ََ ُ َ ُ َ َ ََ ً ُ َ َ َُ َ َ
ٔٔٔ
“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali
orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan
mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu
adalah orang yang benar" (QS. Al-Baqarah[2]: 111)
79
Ibnu Athiyah, al-Muharir al-Wajiz fi Tafsir Al-Qur‟an al-„Aziz, Jilid I, h. 198
80
Abdurrahman ibn Muhammad ibn Idris al-Razi ibn Abu Hatim, Tafsir Al-Qur‟an al-
„Azhim , Juz I, h. 241
81
Lihat ayat selengkapnya :
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫صََٰر َٰى ََتتَ ُدواْ قُل بَل ملَّةَ إِ ََٰبرى َم َحنيفا َوَما َكا َن م َن ٱلُش ِرك‬
ٖٔ٘ ‫ني‬ َ َ‫ودا أَو ن‬
ً ‫َوقَالُواْ ُكونُواْ ُى‬
“Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani,
niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah: "Tidak, melainkan (kami mengikuti)
agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik"
(QS. Al-Baqarah[2]: 135)
46

Ya‟qûb dan al-Asbâth adalah Yahudi dan Nasrani82 sebagaimana yang tercantum

dalam Q.S. al-Baqarah (2): 14083.

Adapun ayat-ayat yang menggunakan lafal al-yahûdu )‫ ( اليهود‬di ungkap

Sembilan kali dalam Alquran 84, semuanya diungkpkan dengan nada sumbang dan

menunjukan kecaman kepada mereka. Pengungkapan term al-yahûdu )‫( اليهود‬

antara lain digunakan untuk membantah klaim-klaim mereka yang menganggap

bahwa Nabi Ibrâhîm adalah Yahudi atau Nasrani yang akan memperoleh

keselamatan85, juga klaim-klaim antara sesama ahl al-kitab yang masing-masing

menyatakan diri sebagai kelompok paling benar86 dan menganggap kelompok

mereka merupakan kekasih Allah87.

82
Jalâluddin al-Suyuthî, Ad-Dûr al-Mantsur, Juz I, 341
83
Lihat ayat selengkapnya :
ِ
ُ‫صََٰر َٰى قُل ءَأَنتُم أَعلَ ُم أَم ٱللَّو‬ ِ ِ‫سَع‬ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫ودا أَو ن‬
ً ‫وب َوٱلَسبَا َ َكانُواْ ُى‬ َ ‫سح َق َويَع ُق‬ ََٰ ‫يل َوإ‬ َ َٰ ‫أَم تَ ُقولُو َن إ َّن إب ََٰرى َم َوإ‬
ٔٗٓ ‫ندهۥُ ِم َن ٱللَّ ِو َوَما ٱللَّوُ بِ َٰغَ ِف ٍل َع َّما تَع َملُو َن‬ ِ
َ ِ‫َوَمن أَظلَ ُم َمَّن َكتَ َم َش ََٰه َد ًة ع‬
“Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim,
Isma´il, Ishaq, Ya´qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau
Nasrani?" Katakanlah: "Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah
yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada
padanya?" Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-
Baqarah[2]: 140)
84
Muhammad Fuad Abdal-Baqi, Al-Mu‟jam al-Mufahras, h.775
85
Lihat Q.S. Ali „Imran (3): 68 sebagai berikut:
ِ ِ ِ ِ ِ
ِ َٰ ِ َ‫وديا وََل ن‬ ِ ِ
َ ‫صرانيّا َولَكن َكا َن َحنيفا ُّمسلما َوَما َكا َن م َن ٱلُش ِرك‬
ٙٚ ‫ني‬ َ َ ّ ‫يم يَ ُه‬
ُ ‫َما َكا َن إب ََٰرى‬
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia
adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia
termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali „Imran [3] : 68)
86
Lihat Q.S. al-Baqarah (2): 113 sebagai berikut:
ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫ود َعلَ َٰى َشيء َوُىم يَتلُو َن ٱلكَٰت‬
‫ب‬ ُ ‫َّصََٰر َٰى لَي َست ٱليَ ُه‬
َ ‫َّصََٰر َٰى َعلَ َٰى َشيء َوقَالَت ٱلن‬
َ ‫ود لَي َست ٱلن‬
ُ ‫َوقَالَت ٱليَ ُه‬
ٖٔٔ ‫يما َكانُواْ فِ ِيو َيتَلِ ُفو َن‬ِ ِ ِ ‫ال ٱلَّ ِذين ََل يعلَمو َن ِمثل قَوَلِِم فَٱللَّو َي ُكم بين هم ي‬
َ ‫وم ٱلقيَ ََٰمة ف‬
َ َ ََُ ُ ُ َ ُ َ َ َ َ‫ك ق‬ ِ
َ ‫َك ََٰذل‬
“Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu
pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai
sesuatu pegangan," padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula
orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah
akan mengadili diantara mereka pada hari Kiamat, tentang apa-apa yang mereka
berselisih padanya.” (QS. Al-Baqarah[2]: 113)
87
Lihat Q.S. al-Maidah (5): 18 sebagai berikut:
47

Sejumlah perilaku buruk yang melekat dalam diri mereka yang dirujuk

dengan term al-yahûd, antara lain kecaman keras karena tidak hanya sering

berprasangka buruk terhadap sesama manusia, bahkan juga berani berperasangka

buruk kepada Allah swt. dengan mengatakan bahwa tangan Allah terbelenggu88

(kikir)89. Di samping itu, mereka juga dikecam karena aqidah mereka sudah rusak

oleh perilaku syirik, seperti mengaggap Uzair adalah putra Allah90.

ِ ‫ت ٱلي هود وٱلنَّصَٰر َٰى ََنن أ ََٰبنؤاْ ٱللَّ ِو وأ َِحَٰبَّؤهۥۚ قُل فَلِم ي ع ِّذب ُكم بِ ُذنُوبِ ُكم بل أَنتم بشر َِّمَّن خلَق ي‬
‫غفُر‬ ِ
َ َ َ ََ ُ َ ُ َُ َ ُُ َ ُ َ ُ َ َ َ ُ ُ َ َ‫َوقَال‬
ِ ‫ت وٱلَر ِ وما بينَ هما وإِلَي ِو ٱل‬ ِ ‫ٱلس َٰم َٰو‬ ِ ‫لِ َمن يَ َشاءُ َويُ َع ِّذ‬
ٔٛ ‫ص ُي‬ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َّ ‫لك‬ ُ ‫ب َمن يَ َشاءُ َوللَّ ِو ُم‬ ُ
َ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan
kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-
dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu
adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni
bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala
sesuatu).” (QS. al-Mâ‟idah [5]: 18)
88
Lihat Q.S. al-Maidah (5): 64 sebagai berikut:
ِ ِ ِ ِ ِِ َّ ِ َّ ِ
ُ‫يف يَ َشاء‬ َ ‫بسوطَتَان يُنف ُق َك‬ ُ ‫ود يَ ُد ٱللو َمغلُولَةٌ غُلت أَيديهم َولُعنُواْ ِبَا قَالُواْ بَل يَ َداهُ َم‬ ُ ‫َوقَالَت ٱليَ ُه‬
‫غضاءَ إِ َ ََٰل يَوِم ٱل ِقيَ ََٰم ِة‬ َ ِّ‫يك ِمن َّرب‬
َ َ‫ك طُغيََٰنا َوُكفرا َوأَل َقينَا بَينَ ُه ُم ٱل َع ََٰد َوةَ َوٱلب‬ َ َ‫يد َّن َكثِيا ِّمن ُهم َّما أُن ِزَل إِل‬
َ ‫َولَيَ ِز‬
ٙٗ ‫ين‬ ِ ِ ُّ ‫رب أَط َفأَىا ٱللَّو ويسعو َن ِِف ٱلَر ِ فَسادا وٱللَّو ََل ُِي‬ ِ ‫ُكلَّما أَوقَ ُدواْ نَارا لِّلح‬
َ ‫ب ٱلُفسد‬ ُ َ َ َ ََ ُ َ َ َ
“Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan
merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah
mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia
menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi
kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di
antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan Allah
memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai
orang-orang yang membuat kerusakan.” (QS. al-Mâ‟idah [5]: 64)
89
Jalâluddin al-Suyuthî, Ad-Dûr al-Mantsur, Juz III, 114
90
Lihat Q.S. al-Taubah (9): 30 sebagai berikut:
ِ َّ َ َ‫ض ُِهو َن ق‬ ِ َٰ ‫ت ٱلنَّصَٰرى ٱل ِسيح ٱبن ٱللَّ ِو ََٰذلِك قَوَُلم بِأ‬
ِ َ‫ت ٱلي هود عزير ٱبن ٱللَّ ِو وقَال‬ ِ
‫ين‬
َ ‫ول ٱلذ‬ ََٰ ُ‫َفوى ِهم ي‬
َ ُ َ ُ ُ َ ََ َ ُ ٌ َُ ُ ُ َ َ‫َوقَال‬
ََّٰ ‫َك َفُرواْ ِمن قَب ُل َٰقَتَ لَ ُه ُم ٱللَّوُ أ‬
ٖٓ ‫ََّن يُؤفَ ُكو َن‬
“Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani
berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut
mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah
mereka , bagaimana mereka sampai berpaling.” (QS. at-Taubah [9]: 30)
48

Dalam hal ini Alquran juga menyatakan, orang-orang Yahudi tidak akan

pernah merasa senang sebelum umat Islam mengikuti cara hidup mereka91, karena

itu Alquran mengingatkan umat Islam agar tidak menjadikan mereka sebagai

pemimpin92. Alquran mengingatkan umat Islam agar tidak menjadikan mereka

sebagai pemimpin terutama mereka yang diidentifikasi Alquran sebagai Yahudi

yang telah memperlihatkan permusuhan yang sangat besar terhadap umat Islam93

seperti yang tercantum dalam firman Allah pada Q.S.al-Maidah (5): 8294.

E. Perbedaan Makna Term Banî Isrâ’îl , Asbâth dan Yahudi

91
Lihat Q.S. al-Baqarah (2): 120 sebagai berikut:
ِ ِ ِ
َ ‫َّصََٰر َٰى َح َّ ََّٰت تَتَّبِ َع ملَّتَ ُهم قُل إِ َّن ُى َدى ٱللَّو ُى َو ٱَلَُد َٰى َولَئ ِن ٱتَّبَع‬
‫ت أَى َواءَ ُىم‬ َ ‫ود َوََل ٱلن‬
ُ ‫نك ٱليَ ُه‬
َ ‫ض َٰى َع‬
َ ‫َولَن تَر‬
ٕٔٓ ‫ص ٍي‬ ِ َ‫ك ِمن ٱللَّ ِو ِمن وِِل وََل ن‬ ِِ ِ ِ َّ ‫ب‬
ََّ َ َ َ‫عد ٱلذي َجاءَ َك م َن ٱلعلم َما ل‬ ََ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu
mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk
(yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong
bagimu.” (QS. Al-Baqarah[2]: 120)
92
Lihat Q.S. al-Maidah (5): 51 sebagai berikut:
‫عض ُهم أَولِيَاءُ بَعض َوَمن يَتَ َوََّلُم ِّمن ُكم فَإِنَّوۥُ ِمن ُهم‬ ِ
ُ َ‫َّصََٰر َٰى أَوليَاءَ ب‬
َ ‫ود َوٱلن‬
ِ ِ َّ
َ ‫َٰيَأَيُّ َها ٱلذ‬
َ ‫ين ءَ َامنُواْ ََل تَتَّخ ُذواْ ٱليَ ُه‬
ِ ِ َٰ ‫إِ َّن ٱللَّو ََل يه ِدي ٱل َق‬
٘ٔ ‫ني‬ َ ‫وم ٱلظَّلم‬ َ َ َ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. al-Mâ‟idah [5]: 51)
93
Abdurrahman ibn Muhammad ibn Idris al-Razi ibn Abu Hatim, Tafsir Al-Qur‟an al-
„Azhim, Juz IV, h. 1183
94
Lihat ayat selengkapnya :
ِ َّ ِ ِ ِ َّ ِ ِ
‫ين‬ َ ‫َقربَ ُهم َّم َوَّدة لِّلَّذ‬
َ ‫ين ءَ َامنُواْ ٱلذ‬ َ ‫ين أَشَرُكواْ َولَتَج َد َّن أ‬ َ ‫َّاس َع ََٰد َوة لِّلَّذ‬
َ ‫ين ءَ َامنُواْ ٱليَ ُهوَد َوٱلذ‬ ِ ‫َش َّد ٱلن‬ َ ‫لَتَج َد َّن أ‬
ِ ِ ِ ِ َّ ‫ك بِأ‬ ِ
َ ‫صََٰر َٰى َٰذَل‬
ٕٛ ‫كِبو َن‬ُ َ‫ني َوُرىبَانا َوأَن َُّهم ََل يَست‬
َ ‫َن م ُنهم ق ِّسيس‬ َ َ‫قَالُواْ إِنَّا ن‬
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap
orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan
sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang
yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani".
Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani)
terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak
menymbongkan diri.” (QS. al-Mâ‟idah [5]: 82)
49

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan anatra term

Banî Isrâ‟îl dan term Asbâth yang disebut dalam Alquran jika dilihat dari sisi

kronologis turunnya ayat atau dari sisi situasi dan kondisi penyebutannya (term

Banî Isrâ‟îl dan term Asbâth ) dalam Alquran. Kendati maknanya hampir sama

yakni keturunan Nabi Ya‟qub, namun terdapat perbedaan yang signifikan diantara

kedua term tersebut, bahwa term Banî Isrâ‟îl lebih umum dari pada term Asbâth,

yang mana term Banî Isrâ‟îl bermakna anak-anak keturunan Isrâ‟îl atau keturunan

Nabi Ya‟qub. Sedangkan penyebutan term Asbâth dalam Alquran dipakai ketika

menyebutkan Banî Isrâ‟îl ketika pada zaman Nabi Musa, karena pada zaman Nabi

Musa, jumlah keturunan Nabi Ya‟qub/ Banî Isrâ‟îl berkembang banyak, maka

penyebutannya dengan istilah Asbâth95, yang mana makna kata Asbâth secara

etimologi berarti banyak atau lebat, dan secara terminology bermakna anak

keturunan Nabi Ya‟qub dari dua belas putra beliau dan dari setiap keturunan

menjadi suatu kaum, maka penisbatan nama suku dari Asbâth ini dinisbatkan

kepada nama-nama keduabelas putra Nabi Ya‟qub tersebut.

Sedangkan mengenai sisi perbedaan makna term Banî Isrâ‟îl dan Yahudi

dari sisi istilah Yahudi sebagai suku atau kelompok adalah bahwa tidak semua

Banî Isrâ‟îl bisa dikatakan Yahudi, karena Yahudi sekelompok kaum atau suku

salah satu dari dua belas suku Banî Isrâ‟îl yakni dari keturunan suku Yahuda96.

Namun disisi lain, dari sisi Yahudi sebagai istilah kepercayaan atau agama97,

seperti dikutip dari pendapat Dr. Jawwad Ali, Istilah „Yahudi‟ lebih luas

95
Lihat QS. al-A‟raf (7): 160.
96
Thâhîr Ibnu „Âsyûr, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, ( Tunis: Dâr al- Tunisiyah, 1984), Juz I, h.
532-533
97
Lihat QS. al-Baqarah (2): 135.
50

maknanya daripada istilah „Ibrani‟ dan „Banî Isrâ‟îl‟. Hal ini karena istilah

„Yahudi‟, selain disematkan kepada kaum Ibrani, juga disematkan kepada orang-

orang non-Ibrani yang memeluk agama Yahudi.

F. Term yang Berkaitan Dengan Asbâth, dan Yahudi


1. Ahl al-Kitâb
Kata Ahl98 terdiri dari huruf alif, hâ‟, dan lâm yang secara literal

mengandung pengertian ramah, senang atau suka99. Kata Ahl juga berarti orang

yang tinggal bersama dalam suatu tempat tertentu100. Selain itu, kata Ahl juga bisa

berarti masyarakat atau komunitas101. Kata tersebut kemudian digunakan untuk

menunjuk kepada sesuatu yang mempunyai hubungan yang sangat dekat, seperti

ungkapan Ahl al-Rajul, yairtu orang yang menghimpun mereka, baik karena

hubungan nasab maupun agama, atau hal-hal yang setara dengannya, seperti

profesi, etnis dan komunitas102. Sebuah keluarga disebut Ahl karena anggota-

anggotanya diikat oleh hubungan nasab. Demikian pula komunitas yang

mendiami daerah tertentu disebut Ahl karena mereka diikat oleh hubungan

geografis103. Bahkan kata Ahl juga digunakan menunjuk hubungan yang

98
Kata Ahl dalam bahasa arab terserap kedalam bahasa Indonesia yang mengandung dua
pengertian yaitu: 1) orang mahir, faham sekali dalam suatu ilmu (kepandaian). 2) kaum, keluarga,
sanak saudara, orang-orang yang termasuk dalam suatu golongan. Lihat Tim Penyusun Kamus
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998) h. 11.
99
Lihat Buthros al-Butânî, Quthr al-Muhîth, (Beirut: Maktabah Lubnân, 1969), Jilid 1, h.
57. Lihat juga Louis Ma‟lûf ,al-Munjid fi al-Lughah wa al-„Alâm, (Beirut: Dâr al-Syrûq, 1986), h.
20. Lihat pula A.W. al-Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pondok
Pesantren al-Munawwir, 1984), h. 49.
100
Lihat G. Vaddja, “Ahl al-Kitab” , dalam Ensyclopedia of Islam (Leiden: E.J. Brill,
1960), h. 275
101
Lihat Jhon Penrice, A Dictionary and Glossary of the Koran, Silsilah al-Bayan fî al-
Manâqib al-Qur‟an, ( London: Curson Press, 1985), h. 12
102
Lihat penjelasan lebih jauh dalam Al-Raghib Al-Asfahani, Al-Mufradat fi Gharib Al-
Qur‟an, h. 25, Ibrâhîm al-Abyârî, al-Mausû‟ah Al-Qur‟âniyah, h. 32
103
Dalam kaitan ini, binatang melata yang sudah jinak disebut ahlîyûn, hal itu disebabkan
karena jinaknya sehingga binatang tersebut yang tadinya liar dan berpindah-pindah, lalu menghuni
51

didasarkan atas ikatan ideology atau agama, seperti ungkapan Ahl al-Islâm untuk

menunjuk penganut agama Islam.104

Kata Ahl dalam Alquran disebut sebanya 125 kali105. Kata tersebut

ditemukan penggunaannya secara bervariasi. Tetapi secara umum, makna yang

dikandungnya dapat dikembalikan kepada pengertian kebahasaan. Misalnya

menunjuk kepada sesuatu kelompok tertentu, seperti ahl bayt (QS. al-Ahzâb [33]:

33) ditujukan kepada keluarga Nabi. Term Ahl juga dapat menunjuk kepada

penduduk (QS. al-Qashas[28]: 45), menunjuk kepada keluarga (QS. Hûd [11]:

40). Al-Qur‟an juga mneggunakan term Ahl untuk menunjuk kepada penganut

suatu paham dan pemilik ajaran tertentu (QS. al-Baqarah[2]: 105). Term Ahl juga

digunakan Alquran untuk menunjuk kelompok masyarakat yang mempunyai

otoritas yang bisa dipertanggungjawabkan dalam bidang keagamaan. Untuk

kelompok yang disebutkan terakhir ini, Alquran memerintahkan agar menjadikan

mereka sebagai rujukan terhadap masalah-masalah keagamaan yang pelik106.

Sedang kata al-Kitâb yang terdiri dari huruf kâf, tâ‟, dan bâ‟, secara literal

memberikan pengertian menghimpun sesuatu dengan sesuatu yang lain107, seperti

menghimpun kulit binatang yang lainnya yang telah disamak dengan

menjahitnya108. Term al-Kitâb kemudian diartikan tulisan, karena tulisan itu

sendiri menunjukan rangkaian dari beberapa huruf. Termasuk pula firman Allah

tempat tertentu. Lihat Muhammad ibn „Isâ al-Tirmidzî, Sunan Tirmidzî, (Beirut: Dâr al-Fikr,
1980), Juz III, h. 162. Lihat juga al-Dârimî Sunan al- Dârimî, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1978), h. 140
104
Lihat Ahmad ibn Fâris ibn Zakarîyâ, Mu‟jam al-Maqâyîs fî al-Lughât, h. 95. Lihat
juga dalam Al-Raghib Al-Asfahani, Al-Mufradat fi Gharib Al-Qur‟an, h. 25, Ibrâhîm al-Abyârî,
al-Mausû‟ah Al-Qur‟âniyah, h. 32
105
Muhammad Fuad Abdal-Baqi, Al-Mu‟jam al-Mufahras, h. 95-97
106
Lihat QS al-Nahl (16):43dan QS. al-Anbiya‟ (21): 7
107
Lihat Ahmad ibn Fâris ibn Zakarîyâ, Mu‟jam al-Maqâyîs fî al-Lughât, h. 917
108
Lihat dalam Al-Raghib Al-Asfahani, Al-Mufradat fi Gharib Al-Qur‟an, h. 440
52

yang diturunkan kepada Rasul-Nya disebut al-Kitâb karena ia merupakan

himpunan dari beberapa lafazh109.

Term al-Kitâb dalam berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 319 kali110.

Di dalam Alquran, dengan pengertian yang sangat bervariasi, meliputi pengertian

tulisan, kitab, ketentuan, dan kewajiban111. Term al-Kitâb yang menunjuk kepada

kitab suci yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, penggunaannya bersifat

umum. Umum di sini berarti meliputi semua kitab suci yang telah diturunkan

Allah, baik kitab suci yang telah diturunkan kepada nabi dan rasul sebelum Nabi

Muhammad saw., seperti Nabi Musa a.s. dan „Isa a.s.112. maupun untuk menunjuk

kepada wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.

Dengan demikian Term Ahl al-Kitâb mengacu kepada komunitas atau

kelompok pemeluk agama yang memiliki kitab suci yang diwahyukan Allah swt.

kepada Nabi dan Rasul-Nya. Karena dalam Alquran penyebutan Term Ahl al-

Kitâb mayoritas dimaksudkan adalah Banî Isrâ‟îl‟ dan kaum Yahudi, maka Term

Ahl al-Kitâb sangat berkaitan dengan Term Asbâth, dan Yahudi.

Adapun ayat-ayat yang memakai term Ahl al-Kitâb yang khusus

menunjuk kepada kaum Yahudi pada umumnya diumgkap dengan nada sumbang.

Nada sumbang disini dapat berupa kecaman kepada mereka berkaitan dengan

109
Alquran al-Karim sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammas saw.
disebut al-Kitâb. Nama tersebut memberikan isyarat bahwa Alquran sebagai kitab suci, kelak akan
ditulis dalam suatu mushaf, meskipun pada masa turunnya belum terhimpun dalam satu mushaf.
Hal itu antara lain dikarenakan Alquran turun secara berangsur-angsur. Disamping itu, nama
tersebut mengindikasikan bahwa umat Islam disamping dituntut agar pandai membaca, juga
dituntut agar pandai menulis. Bahkan Alquran secara eksplisit memerintahkan perlunya dokumen
tertulis apabila seorang melakukan mu‟amalah, seperti jual beli, utang piutang dan lainnya,
sehingga kemudian ada masalah, maka tulisan dimaksud dapat menjadi salah satu alat bukti. Lihat
QS. al-Baqarah (2): 282.
110
Muhammad Fuad Abdal-Baqi, Al-Mu‟jam al-Mufahras, h. 591-595
111
Lihat dalam Al-Raghib Al-Asfahani, Al-Mufradat fi Gharib Alquran, h. 440-443
112
Lihat QS. al-Baqarah [2]: 53 dan QS. al-Isra‟ (17): 2
53

sikap dan perilaku yang buruk, seperti sikap antipati terhadap umat Islam yang

mereka tampakan dalam bentuk ketidaksenangan apabila umat Islam memperoleh

kebaikan (Q.S al-Baqarah [2]: 105)113. Mereka juga berusaha memperdayakan

umat Islam agar kembali kepada kekufuran (Q.S al-Baqarah [2]: 109)114. Kedua

ayat tersebut turun berkaitan dengan sikap dan perilaku buruk orang-orang Yahudi

terhadap umat Islam115.

Diantara tindakan yang dilakukan kaum Yahudi untuk membuat umat

Islam ragu terhadap ajaran yang dibawa Rasulallah saw adalah berpura-pura

masuk Islam kemudian mengingkari kembali (Ali „Imran [3]: 72)116. Mereka pun

berusaha menyudutkan umat Islam dengan meminta kepada Nabi Muhammad

saw. agar kepada orang-orang Yahudi diturunkan sebuah kitab secara khusus

kepada mereka. Akan tetapi Al-quran menyatakan, bahwa permintaan demikian

bukan merupakan suatu hal yang baru di kalangan mereka (QS. al-Nisa‟ [4]:

113
Ayat selengkapnya:
                  

        


114
Ayat selengkapnya:
                  

                
115
Abu Husayn „ali ibn Ahmad Al-Wahidi, Asbab al-Nuzul Alquran, (t.t.p. : Dar sl-
Tsaqafah al-Islamiyah, 1404 H/ 1984 M), h. 31-32
116
Ayat selengkapnya:
               

 
54

153)117. Permintaan tersebut mereka ajukan, bukan untuk mencari kebenaran

melainkan untuk menyudutkan Rasulallah saw.

Setelah berbagai pelanggaran baik secara terselubung dan terang-terangan

yang dilakukan orang-orang Yahudi di Madinah, maka Rasulallah saw. kemudian

bertindak tegas kepada mereka, di antara tindakan tegas Rsaulallah saw tersebut

adalah mengusir mengusir orang-orang Yahudi Bani Nadhir dari Madinah (QS. al-

Hasyr [59]: 2,11)118 serta hukuman tegas terhadap Yahudi Bani Qurayzhah yang

telah mengkhianati umat Islam (QS. al-Ahzab [33]: 26)119.

117
Ayat selengkapnya:
                   

                 

  


118
Ayat selengkapnya:
                   

                  

     


119
Ayat selengkapnya:
              

 
BAB III

SEJARAH KEMUNCULAN TERM BANÎ ISRÂ’ÎL, ASBÂTH DAN

YAHUDI DALAM ALQURAN

A. GAMBARAN KISAH YUSUF DALAM AL-QUR’AN (Awal

masuknya Banî Isrâ’îl ke Mesir)

Sebelum mengkaji sejarah kemunculan term Banî Isrâ‟îl, Asbâth Dan

Yahudi Dalam Alquran yang mana kemunculan term tersebut didapatkan pada

kisah Nabi Musa, maka perlu dikaji terlebih dahulu meninjau kisah Nabi Yusuf

dalam Alquran yang memiliki hubungan jelas dengan kisah Nabi Musa. Banyak

peneliti yang percaya bahwa ada bukti tidak langsung bahwa Yusuf tiba di Mesir

pada periode kekuasaan orang-orang Hyksos dan bahwa dia disusul orang tua dan

saudara-saudaranya dan seluruh keluarganya menetap di Delta timur yang berada

dibawah kendali orang-orang Semit (Hyksos).

Ketika Yusuf masih kecil, dia bermimpi melihat sebelas planet dan

matahari serta bulan bersujud kepadanya. Ayahnya, Nabi Ya‟qub memberi tahu

dia agar tidak menceritakan mimpi tersebut kepada saudara-saudaranya yang

pencemburu1. Mereka menduga sang ayah lebih mencintai Yusuf ketimbang

1
Peristiwa ini dijelaskan dalam Alquran sebagai berikut:
ِِ ِ ِ ِ ‫اؿ يوس‬
‫َن‬
ََّ ‫اؿ يَبُػ‬ َ ‫س َوٱل َق َمَر َرأَيتُػ ُهم ِل َسجد‬
َ َ‫ ق‬٣ ‫ين‬ َ ‫َح َد َع َشَر َكوَكبا َوٱلشَّم‬ ُ ‫ف ِلَبِيو يَأَبَت إِ ِّن َرأ‬
َ ‫َيت أ‬ ُ ُ ُ َ َ‫إِذ ق‬
٤ ‫ع ُدو ُّمبِني‬ ِِ ِ ُ ‫ك فَػيَ ِك‬
َ ِ‫خوت‬ِ
ّ َ ‫َسنٰ ِن‬ َ ‫ك َكي ًدا إ َّف ٱلشَّيطَ َن لل‬
َ َ‫يدواْ ل‬ َ ‫اؾ َعلَى إ‬ َ َ‫صص ُرءي‬
ُ ‫ََل تَق‬
“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku
bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud
kepadaku" . Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu
kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu.
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia" 1. (QS. Yusuf [12]: 4-
5). Menurut al-Thabari “Sebelas bintang maksudnya adalah al-Harthan, al-Thâriq, al-
Dhayyâl, Qâbis, Masybah, Dzarûh, Dzu al-kanafât, Dzu al-Qar, Falîq, Wathaq,dan
„Amûdain . Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-Tabari Jami‟ul Bayan
„an Ta‟wil Alquran, Beirut: dar al-Fikr, 1979, 122)

55
56

mereka. Saudara-saudara Yusuf kemudian menjalankan sebuah rencana untuk

membuangnya. Mereka mendapatkan izin ayah mereka untuk membawa serta

Yusuf dalam perjalanan. Kemudian, mereka memasukannya ke dalam sumur2.

Kafilah pedagang yang lewat menemukan Yusuf, yang kemudian mereka jual di

Mesir. Orang yang membeli Yusuf menduduki jabatan penting di Mesir yaitu al-

„Aziz.3

Ketika Yusuf tumbuh dewasa, istri tuannya mencoba menggodanya, tetapi

dia menolaknya. Namun, istri al-„Aziz bersumpah akan memenjarakan Yusuf jika

dia tidak menurutinya. Karena tetap teguh pendirian, akhirnya Yusuf pun

dimasukan ke dalam penjara4. Dalam penjara, dia berteman dengan dua orang

yang satu pernah bertugas sebagai pelayan minuman raja dan yang satu bertugas

sebagai pelayan pembuat roti raja, mereka berdua dipenjarakan karena dituduh

meracuni sang raja5. Kedua temannya itu melihat pada diri Yusuf tanda-tanda

kejujuran dan kemampuan menakwilkan mimpi. Oleh karenanya, mereka


2
Peristiwa ini dijelaskan dalam Al-Qur‟an sebagai berikut:
‫ب إِ ََل أَبِينَا ِمنَّا َوََن ُن ُعصبَةٌ إِ َّف‬
ُّ ‫َح‬ ِ َ ِ‫لٰائِل‬
َّ ِ‫خوتِِوۦٓ ءَايَت ل‬ِ َ ‫لََّقد َكا َف ِف يوس‬
َ ‫َخوهُ أ‬
ُ ‫ف َوأ‬
ُ ‫وس‬
ُ ُ‫ إذ قَالُواْ لَي‬٧ ‫ني‬ َ ‫ف َوإ‬ ُ ُ
ٍ ِ
٨ ‫ضلَل ُّمبني‬ ِ
َ ‫أَبَاَسنَا لَفي‬
Pembicaraan saudara-saudara Yusuf yang mengungkapkan kecemburuan dan menilai
ٍ ِ‫ض ََل ٍؿ ُمب‬ ِ
ayahnya dalam kekeliruan yang nyata ‫ني‬ َ ‫إِ َّف أَبَاَسنَا لَفي‬. Wahbah Zuhali memaparkan bentuk
kecemburuan saudara Yusuf tersebut terhadap bapaknya dianggap tidak berlaku adil atau
menyamakan kecintaannya terhadap anak-anaknya. Bahkan mereka bahwa apa yang dilakukan
Ayahnya itu keliru bagaimana mungkin Yusuf diutamakan apalagi ia lemah dan kecil dan tidak
memberi manfaat dibandingkan saudara-saudaranya yang lebih kuat dan memberi manfaat.
Dengan sifat cemburunya demikian, sehingga sampai pada rencana jahat yang ingin mereka
lakukan, yaitu membunuh Yusuf. Mereka merencanakan siasat jahat tersebut hanya untuk
merebut cinta ayahnya. Lihat Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir; fi al-Aqidah, wa al-Shariah, wa
al-manhaj, hal, jilid 12, hal, 203.
3
Orang Mesir yang membeli Yusuf itu seorang bendaharawan Mesir bernama
Poutifar dan nama isterinya Zulaikha. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan,
Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, h. 404-405
4
Ibnu Jarir al-Thabarî, Jami‟ al-Bayân „an Ta‟wîl Al-Qur‟an, Juz I2, h. 193-195 .
5
Pelayan minuman bernama Nebo dan pelayan roti bernama Mujlas. Lihat Ibnu Katsir,
Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi,( Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011), h. 403
57

meminta Yusuf menakwilkan mimpi mereka. Yusuf berhasil menakwilkan

mimpi-mimpi tersebut; salah seorang dari mereka akan dihukum mati, sedangkan

yang lainnya akan dibebaskan dan kembali bekerja sebagai penuang minuman

raja. Yusuf meminta kepada orang yang dibebaskan tersebut agar mengemukakan

masalah Yusuf kepada raja. Namun penuang minuman itu lupa melakukannya dan

karenanya, Yusuf tetap di penjara.6

Beberapa tahun kemudian, sang raja bermimpi dan menanyakan

takwilnya. Pada saat itulah, si penuang minuman itu ingat kepada Yusuf. Dia

kemudian diutus untuk meminta Yusuf menakwilkan mimpi sang raja tersebut.

Yusuf menakwilkan mimpi itu dengan mengemukakan bahwa akan terjadi tujuh

tahun masa panen berlimpah, diikuti dengan tujuh tahun panen sedikit (paceklik),

dan kemudian akan ada tahun yang penuh dengan hujan. Setelah mendengar

takwil Yusuf atas mimpinya, sang raja meminta Yusuf didatangkan kepadanya 7.

Namun, Yusuf terlebih dahulu meminta agar orang-orang yang menuduhnya

untuk mengklarifikasi apa yang sebenarnya terjadi. Istri al-„Aziz kemudian

mengakui kesalahan yang telah dilakukannya. Setelah membebaskan Yusuf,sang

raja menghendaki agar Yusuf bekerja untuknya. Yusuf kemudian meminta

6
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, h. 411
7
Peristiwa ini dijelaskan dalam Al-Qur‟an sebagai berikut:
‫ني أ َِمني‬ِ َ ‫اؿ إَِسن‬ ِ َ‫ك ٱئت ِوّن بِِوۦٓ أَستخلِصو لِن‬
َ َ‫فٰي فَػلَ َّما َكلَّ َموۥُ ق‬ ِ َ َ‫وق‬
٤٣ ٌ ‫وـ لَ َدينَا َمك‬
َ َ‫َّك ٱلي‬ ُ َ ُ ُ ‫اؿ ٱلل‬ َ
“ Dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang
َ
yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata:
"Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi
dipercayai pada sisi kami"7. (QS.Yusuf [12]: 54)
Dalam ayat ini raja mesir disebut dengan kata “al-Malik” fakta bahwa raja pada zaman
Yusuf tersebut tidak disebut “Fir‟aun” mengisyaratkan bahwa raja tersebut tidak termasuk ke
dalam kelompok “Fir‟aun”. Raja pada zaman Yusuf adalah salah satu dari raja-raja Hyksos Semit
yang secara etnis tidak terkait dengan orang-orang Mesir. Lihat Louay Fatoohi , Sejarah Bangsa
Israel dalam Bibel dan Al-Qur‟an (Bandung: PT. Mizan Pustaka Utama, 2007), h.130
58

kepada raja untuk bertugas mengurusi hasil bumi negeri itu dan raja pun

memenuhi keinginannya8.

Selama tahun-tahun yang diramalkan paceklik, saudara-saudara Yusuf

pun datang ke Mesir untuk meminta makanan, mereka adalah Ruben, Simoen,

Lewy, Yahuda, Isakhar, Zebulon, Dann, Naftali, Jad dan Asyer. Mereka

diperbolehkan menghadap Yusuf yang mengenal mereka, tetapi mereka tidak

mengenal Yusuf. Dia memberikan kepada mereka makanan, tetapi dengan syarat

ketika masa berikutnya mereka meminta jatah makanan, maka mereka harus

membawa adik bungsu mereka yaitu Benyamin untuk ikut serta bersama mereka.

Pada saat berikutnya, mereka melakukan apa yang diminta Yusuf, yaitu membawa

adik bungsu mereka9. Diam-diam Yusuf menyingkap identitas dirinya kepada

adiknya itu, yang juga diperlakukan buruk oleh kakak-kakaknya. Bekerja sama

dengan adiknya itu , Yusuf mensiasati untuk membuat adiknya tetap tinggal

bersamanya dengan siasat penuduhan adiknya mencuri piala minuman raja10.

Karenanya, Yusuf menahannya dan tidak mengizinkannya kembali bersama

8
Peristiwa ini dijelaskan dalam Al-Qur‟an sebagai berikut:
٤٤ ‫ظ َعلِيم‬
ٌ ‫اؿ ٱج َع ِلَن َعلَى َخَزائِ ِن ٱِلَر ِ إِ ِّن َح ِفي‬
َ َ‫ق‬
“Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." 8 (QS. Yusuf[12]: 54)
Permintaan raja kepada Yusuf hanya direspon dengan menginginkan untuk menjadi
bendahara negara ‫رض‬ِ َ‫ َعلَ ٰى َخزَائِ ِن ٱأل‬atau segala sesuatu yang menyangkut urusan materi, akomodasi
atau kebutuhan-kebutuhan yang lain-lain. Sebab Yusuf meyakini bahwa mampu menjaga dan
memiliki ilmu pengetahuan. Menurut Wahbah, kompetensi dan kemampun Yusuf sehingga ia
meyakini mampu untuk menjaga dan menjalankan amanah tersebut. Lihat Wahbah Zuhaili, Tafsir
al-Munir, jilid 13, hal, 8
9
Ibnu Katsîr, Tafsir Alquran al-„Azhîm, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1414 H/1992 M) Jilid II, h.
483
10
Piala raja yang dimaksud adalah semacam gelas untuk minum yang terbuat dari emas,
biasanya gelas itu digunakan oleh masyarakat untuk ditimbang dan ditukar dengan makanan.
59

saudara-saudaranya11. Nabi Ya‟qub yang masih sedih karena kehilangan Yusuf

ditambah lagi kesedihannya atas kehilangan Benyamin, akibat dukanya

penglihatannya pun hilang.

Ketika saudara-saudara Yusuf datang untuk ketiga kalinya, dia (Yusuf)

mengungkapkan jati dirinya kepada mereka. Saudara-saudara Yusuf meminta

maaf atas tindakan buruk mereka terhadap Yusuf di masa silam. Yusuf kemudian

meminta mereka membawa bajunya dan mengusapkannya pada wajah ayahnta

untuk menyembuhkan penglihatannya12. Yusuf juga meminta mereka membawa

orangtua dan seluruh keluarga mereka ke Mesir. Setelah tiba di Mesir dan

diizinkan menghadap Yusuf, orangtua dan saudara-saudaranya bersujud

kepadanya13. Yusuf kemudian mengingatkan ayahnya akan takwil mimpinya

ketika dia masih kanak-kanak14.

11
Al-Qurthubi, Jami li Ahkam A-quran, (Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, tt) Jilid IX,
hal, 235.
12
Bisri Mustofa, Al Ibrîz li Ma‟rifât Alquran al-„Adzîm,( Kudus: Menara Kudus, 1995),
h. 706
13
Peristiwa ini dijelaskan dalam Al-Qur‟an sebagai berikut:
‫ َوَرفَ َع أَبػَ َوي ِو َعلَى‬٩٩ ‫ني‬ِِ ِ
َ ‫اؿ ٱد ُخلُواْ مصَر إِف َشاءَ ٱللَّوُ ءَامن‬ َ َ‫ف ءَ َاوى إِلَ ِيو أَبػَ َو ِيو َوق‬َ ‫وس‬
ُ ُ‫فَػلَ َّما َد َخلُواْ َعلَى ي‬
‫َحٰ َن ِّب إِذ‬ ِ ِ ِ َ َ‫رش وخُّرواْ لَوۥ س َّجدا وق‬
َ ‫بل قَد َج َعلَ َها َرِّب َح ّقا َوقَد أ‬ ُ َ‫يل ُرءيَ َي من ق‬ ُ ‫اؿ يَأَبَت َى َذا تَأو‬ َ ُ ُ َ َ ِ ‫ٱل َع‬
‫خوِت إِ َّف َرِّب لَ ِطيف لِ َما‬ ِ َ ‫غ ٱلشَّيطَن بي َِن وب‬ ِ ‫أَخرج َِن ِمن ٱل ِٰج ِن وجاء بِ ُكم ِمن ٱلبد ِو ِمن ب‬
َ ‫ني إ‬ ََ َ ُ َ ‫عد أَف َسنػََّز‬َ َ َ َ ََ َ ََ
ِ ِ
٠١١ ‫شاء إَِسنَّوۥُ ُىو ٱل َعليم ٱلَكيم‬
ُ ُ َ ُ َ َ‫ي‬
“Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu bapanya dan dia
berkata: "Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman". Dan ia
menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan
diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: "Wahai ayahku inilah ta´bir mimpiku
yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan
sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari
rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan
merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki.” (QS. Yusuf [12]: 99-100)
14
Al-Syawkanî, Fath al-Qadîr, (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabî, tth) Jilid V, h. 870
60

Inilah awal sejarah masuknya Banî Isrâ‟îl ke Mesir pada masa dinasti

Hyksos ketika Yusuf menjadi pejabat kerajaan, kemudian keturunan Nabi Ya‟qub

(Banî Isrâ‟îl) berkembang banyak dan hidup makmur karna diperlakukan dengan

baik dan mendapat tempat yang baik pada sat itu. Selain itu Banî Isrâ‟îl juga

mempunyai pengaruh di Mesir. Mereka hidup tenang selama 400 tahun.

Selanjutnya setelah berlalu masa tersebut, muncul kekuasaan baru yaitu dinasti ke

XIX yang mengusir Hyksos dan menguasai seluruh Mesir. Salah seorang

penguasa dinasti ini yang paling popular adalaha Ramsis II. Pada masanyalah

terjadi penindasan terhadap Banî Isrâ‟îl15 karena kekhawatiran terhadap

perkembangan Banî Isrâ‟îl dan tidak suka pada agama tauhid yang dianut,

menyebabkan kedengkian dan menjadikan Banî Isrâ‟îl sebagai budak yang

dipekerjakan secara paksa. Saat itu, setiap anak laki-laki yang lahir dibunuh.16

Adapun alasan yang membuat Fir‟aun melakukan pembunuhan kepada

anak laki-laki dari Banî Isrâ‟îl adalah kabar yang diwariskan oleh Banî Isrâ‟îl

secara turun temurun mengenai akan terlahirnya seorang anak dari keturunan Banî

Isrâ‟îl yang akan menghancurkan kerajaaan Mesir melalui tangannya. Berita

kedatangan tersebut semakin santer dibicarakan oleh Banî Isrâ‟îl, hingga

terdengar oleh orang-orang Qibti17 dan akhirnya sampai pada telinga Fir‟aun.

Kemudian fir‟aun membicarakan hal tersebut dengan para menterinya, kemudian

15
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, h. 414
16
M. Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-Agama Di Dunia , (Yogyakarta: IRCiSoD,
2015), h. 347
17
Qibti berasal dari bahasa Yunani, yang artinya penduduk Mesir. Namun sekarang ini
sebutan itu lebih dispesifikasikan untuk orang-orang Mesir yang beragama Nasrani saja.
61

mereka memberi saran kepada Fir‟aun untuk membunuh setiap nak laki-laki yang

terlahir dari Banî Isrâ‟îl, sebagai antisipasi terlahirnya anak yang dikabarkan itu.18

B. SEJARAH KEMUNCULAN TERM BANÎ ISRÂ’ÎL

Untuk melacak sejarah term Asbâth dalam Alquran tidak dapat dipisahkan

dari terma Banî Isrâ‟îl yang terdapat dalam Alquran, karna ada keterkaitan antara

kedua term tersebut.

1. Masa Eksodus Nabi Musa a.s. dan Banî Isrâ’îl

Term Banî Isrâ‟îl yang pertama muncul dalam Alquran berdasarkan

penelitian penulis kita dapatkan menjelaskan mengenai pembicaraan Nabi Musa

as. dengan Fir‟aun yang kala itu Nabi Musa meminta kepada Fir‟aun supaya

melepaskan Banî Isrâ‟îl untuk pergi bersama Nabi Musa meninggalkan negeri

Mesir, agar terbebas dari ketidak adilan Fir‟uan terhadap Banî Isrâ‟îl. Hal ini

terekam dalam Alquran surat al-A‟raf19 ayat (7: )105 berikut:

‫وؿ َعلَى ٱللَّ ِو إََِّل ٱلَ َّق قَد‬


َ ُ‫يق َعلَى أَف ََّل أَق‬ ِ ِ ِ ‫اؿ موسى ي ِفرعو ُف إِ ِّن رسوؿ ِمن َّر‬
ٌ ‫ني ٗٓٔ َحق‬َ ‫ب ٱل َعلَم‬ َُ َ َ َ ُ َ َ‫َوق‬
20
ٔٓ٘ ‫يل‬ ِ ِ‫َرسل معِي ب َِن إ‬
ِ ِ ِ
َ ‫سرء‬
َ َ َ َ ‫جئتُ ُكم ببَػيِػنَة ِمن َّربِ ُكم فَأ‬
Dan Musa berkata: "Hai Fir´aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang
utusan dari Tuhan semesta alam. wajib atasku tidak mengatakan sesuatu
terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu
dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani
Israil (pergi) bersama aku". (QS. al-A‟raf [7]: 104-105)

18
Ibnu Jarir al-Thabari, Tarikh Umam wa al-Muluk,(Beirut: Dar el Fikr, 1979 M) Juz I ,
h. 388
19
Surat al-A‟raf adalah surat yang turun sebelum Nabi Muhammad saw. hijrah ke
Madinah. Ia terdiri dari 206 ayat, keseluruhannya turun di Mekah (makiyah). Ada sementara
Ulama mengecualikan ayat-ayat 163-170, tetapi pengecualian ini dinilai lemah. Penamaan surah
ini dengan al-A‟raf karena kata tersebut terdapat dalam suratnya dan ia merupakan kata satu-
satunya dalam Alquran. Kandungan surat ini merupakan rinciandari sekian banyak persoalan yang
diuraikan oleh surat al-An‟am, khususnya menyangkut kisah beberapa nabi. Tujuan utamanya
adalah peringatan terhadap yang berpaling dari ajakan kepada Tauhid, kebajikan dan kesetiaan
pada janji serta ancaman terhadap siksa duniawi dan ukhrawi. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-
Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian Alquran, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) Vol. V, h. 3-4
20
Lihat Juga QS. Thâha (20): 47 dan QS. al-Syu‟ara‟ (26): 17.
62

Ayat ini mengulas tentang dakwah dan perdebatan Nabi Musa dengan

Fir‟aun agar Fir‟aun melepaskan Banî Isrâ‟îl. Dalam perdebatan ini Nabi Musa as.

juga memberikan tekanan terhadap Fir‟aun dengan hujah dan menampilkan

kepadanya mukjizat-mikjizat yang jelas yang menjadi bukti akan kebenaran

perkara yang disampaikannya. Ia meminta kepada Fir‟aun agar melepaskan Banî

Isrâ‟îl dari penindasan dan ketidak adilan yang saat itu mereka ditindas dengan

dipaksa melakukan kerja berat, juga agar membebaskan Banî Isrâ‟îl menyembah

Tuhan semesta alam (Allah)21, karena sesungguhnya mereka (Banî Isrâ‟îl) berasal

dari keturunan seorang Nabi yang mulia yaitu Isrâ‟îl atau Nabi Ya‟qub as ibnu

Ishaq as. ibnu Ibrahim as.

Berbagai usaha dilakukan Nabi Musa untuk membebaskan Banî Isrâ‟îl dari

penindasan Fir‟aun, di antaranya dengan meyakinkan Fir‟aun bahwa dia (Nabi

Musa) merupakan utusan Allah yang diutus untuk mengajak kepada tauhid. Nabi

Musa pun memperlihatkan bukti-bukti kekuasaan Allah dengan memperlihatkan

mu‟jizat-mu‟jizatnya di hadapan Fir‟aun dengan memukulkan tongkatnya

kemudian tongkat itu berubah menjadi ular jantan yang sangat lincah22. Untuk

mengukuhkan bukti tersebut Nabi Musa as. menambahkan bukti yang lain, yaitu

Nabi Musa as. mengeluarkan tangannya dari bajunya atau ketiaknya, maka

seketika dikeluarkan tangannya yang selama ini berwarna kehitaman menjadi

21
al-Qurthubi, Jami li Ahkam al-Qur‟an, jilid VII, hal, 619.

22
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Vol. V, h. 199
63

putih bercahaya lagi indah terlihat dengan jelas oleh orang-orang yang melihat

ketika itu23.

Setelah Nabi Musa menunjukan segala bukti dan mu‟jizat kepada Fir‟aun

sampai mengalahkan semua ahli sihir Fir‟aun, namun Fir‟aun dan pengikutnya

masih enggan juga beriman kepada Allah dan enggan melepaskan Banî Isrâ‟îl.

Karena kebejatan dan kedurhakaan mereka telah melampaui batas, maka Allah

swt. mengirimkan azab kepada mereka24. berupa topan, yakni air bah yang

menghanyutkan segala sesuatu. Atau angin ribut disertai kilat dan Guntur serta api

dan hujan yang membinasakan segala yang ditimpanya 25.

Selanjutnya, karena siksaan itu boleh jadi diduga akan menyuburkan

tanah, maka Allah mengirimkan juga belalang yang merusak tumbuhan serta kutu,

yakni hama tanaman26. Kemudian karena boleh jadi ada persediaan makanan di

gudang-gudang mereka, maka dikirimkan juga, katak-katak yang sangat banyak,

sehingga tersebar sampai ke tempat makan mereka melompat pada hidangan-

hidangan mereka.27 Selain itu azab berupa darah pun juga menimpa mereka,

maksudnya adalah air yang mereka gunakan untuk minum bercampur darah yang

mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit.

23
Peristiwa ini dijelaskan dalam QS. al-A‟raf (7): 106-108 berikut:
ِ ِ ِ َّ ‫أت َِها إِف ُكنت ِمن‬
ِ ِ َ ‫نت ِج‬
َ ‫ٓٔ َوَسنػََز‬ٚ ‫صاهُ فَِإذَا ى َي ثُعبَاف ُّمبِني‬
ُ‫ع يَ َدهۥ‬ َ ‫ٓٔ فَأَل َقى َع‬ٙ ‫ني‬
َ ‫ٱلصدق‬ َ َ َ َ‫ئت َبايَة ف‬ َ ‫اؿ إِف ُك‬ َ َ‫ق‬
ٔٓٛ ‫ين‬
َ ‫يضاءُ لِلنَّ ِظ ِر‬ ِ
َ َ‫فَِإذَا ى َي ب‬
24
Peristiwa ini dijelaskan dalam QS. al-A‟raf (7): 133 berikut:
ِ ِ َّ ‫فَأَرسلنا علَي ِهم ٱلطُّوفَا َف وٱلراد وٱل ُق َّمل و‬
َ ‫صلَت فَٱستَكبَػُرواْ َوَكاَسنُواْ قَوما ُُّّم ِرم‬
ٖٖٔ ‫ني‬ َّ ‫َّـ ءَايَت ُّم َف‬
َ ‫ع َوٱلد‬
َ ‫ٱلض َفاد‬ َ َ َ َ ََ َ ُ َ ََ
25
Ibnu Athiyah , al-Muharir al-Wajiz fi Tafsir Alquran al-„Aziz, (Beirut: Dâr al-Kutub
al-„Ilmiyah, 1993), Jilid VI, h. 49.
26
Ibnu Katsîr, Tafsir Alquran al-„Azhîm, Jilid III, h. 461.
27
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Vol. V, h. 222.
64

Karena tidak dapat menangani azab tersebut Fir‟aun meminta kepada Nabi

Musa untuk mendoakan supaya azab tersebut berhenti, dengan jaminan apabila

azab tersebut berhenti menimpa mereka, maka Fir‟aun akan membebaskan Banî

Isrâ‟îl pergi bersama Musa. Peristiwa ini terdapat dalam Alquran berikut:

َ َ‫فت َعنَّا ٱلِرجَز لَنُؤِمنَ َّن ل‬


‫ك‬ ِ َ ‫ك ِِبَا ع ِه َد ِع‬
َ ‫ند َؾ لَئن َك َش‬ َ َ َّ‫وسى ٱدعُ لَنَا َرب‬ ِ
َ ُ‫َولَ َّما َوقَ َع َعلَيه ُم ٱلِرج ُز قَالُواْ ََي‬
ٖٔٗ ‫يل‬ ِ ِ‫رسلَ َّن معك ب َِن إ‬ ِ ُ‫ولَن‬
َ ‫سرء‬ َ َ َ ََ َ
“Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) merekapun
berkata: "Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhamnu dengan
(perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu.
Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada kami,
pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil
pergi bersamamu". (QS. al-A‟raf [7]: 134-135)

Sebagian ulama tafsir memahami kata al-Rijzu pada ayat diatas dalam arti

penyakit lepra, sebagian juga memahaminya dengan azab penyakit yang

menyebabkan tujuh puluh ribu orang Qibthi28 mati setiap harinya namun tidak

seorangpun dari Banî Isrâ‟îl 29.

Namun setelah dihilangkan berbagai azab tersebut Fir‟aun dan kaumnya

mengingkari janji mereka untuk percaya kepada ajaran Tauhid dan membebaskan

Banî Isrâ‟îl hijrah bersama Nabi Musa as. Maka AllAh membalas mereka dengan

siksa yang tidak pernah mereka alami sebelumnya yaitu dengan menenggelamkan

mereka di laut Merah30. Kaum Fir‟aun yang telah berulang-ulang durhaka dan

28
Orang Qibthi adalah penduduk asli negeri Mesir yang pada kala itu dipimpin oleh
Fir‟aun. Mereka bukan hanya menganggap Fir‟aun sebagai raja, namun juga sebagai tuhan
29
Ibn Jârîr al-Thabarî, al-Jâmi‟ al-Bayân „an Ta‟wil Alquran , Jilid VIII ,h. 28
30
Peristiwa ini terdapat dalam Al-Qur‟an berikut:
ْ‫َغرقنَ ُهم ِف ٱليَ ِم بِأََسنػ َُّهم َك َّذبُوا‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َج ٍل ُىم بَلغُوهُ إ َذا ُىم يَن ُكثُو َف ٖ٘ٔ فَٱَسنتَػ َقمنَا من ُهم فَأ‬
َ ‫فَػلَ َّما َك َشفنَا َع ُنه ُم ٱلِرجَز إ ََل أ‬
ِِ ِ
ٖٔٙ ‫ني‬ َ ‫َبِايَتنَا َوَكاَسنُواْ َع َنها َغفل‬
“Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka
sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya. Kemudian Kami menghukum
mereka, maka Kami tenggelamkan mereka di laut disebabkan mereka mendustakan ayat-
65

yang sebelum ini telah diberi aneka bukti serta peringatan disiksa Allah melalui

penenggelaman dilaut31.

Setelah membahas tentang kesudahan umat durhaka yaitu Fir‟‟aun dan

kaumnya, kemudian diberitakan tentang balasan kebaikan atas kesabaran Banî

Isrâ‟îl dan ketaatan mereka terhadap Allah dan ketentuan-Nya. .Hal ini terdapat

dalam Al-Qur‟an berikut:

ِ ِ ِ َّ ‫وأَورثنا ٱل َق‬
‫ك‬ ُ ‫ضع ُفو َف َم َش ِر َؽ ٱِلَر ِ َوَمغَ ِربَػ َها ٱلَِِّت بََركنَا ف َيها َوََتَّت َكل َم‬
َ ِ‫ت َرب‬ َ َ‫ين َكاَسنُواْ يُٰت‬
َ ‫وـ ٱلذ‬َ ََ َ
ٖٔٚ ‫وم ۥوُ َوَما َكاَسنُواْ يَع ِر ُشو َف‬ ِ ِ ‫ٱلٰى علَى ب َِن إِسرِء‬
ُ َ‫رعو ُف َوق‬
َ ‫صبَػ ُرواْ َوَد َّمرَسنَا َما َكا َف يَصنَ ُع ف‬
َ ‫يل ِبَا‬
َ َ َ َ َ ُ
“Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri
bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah
padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai
janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami
hancurkan apa yang telah dibuat Fir´aun dan kaumnya dan apa yang
telah dibangun mereka.” (QS. al-A‟raf [7] : 137)

Menurut al-Qurthubi, maksud ayat ini adalah Allah swt. mempusakakan

belahan timur dan belahan barat bumi32 kepada orang-orang yang dahulunya

hidup tertindas dari kalangan kaum Bani Israil karna kesabaran mereka menahan

penderitaan dari penyiksaan Fir‟aun dan pengikutnya, juga atas kesabaran mereka

beriman dan menjalankan perintah Allah swt33. Dengan demikian terbuktilah janji

Allah kepada mereka bahwa musuh mereka dibinasakan, dihancurkannya

ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami itu.” (QS.
al-A‟raf [7]: 135-136)
31
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Vol. V, h. 226
32
Yang dimaksud dengan negeri-negeri bagian timur bumi dan baratnya adalah wilayah
yang bermula dari pantai timur Laut Merah dan berakhir di pantai Laut Tengah hingga perbatasan
Irak dan batas wilayah Arab dan Turki. Thâhîr Ibnu „Âsyûr, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, ( Tunis: Dâr
al- Tunisiyah, 1984), Jilid IV, h. 532-533
33
al-Qurthubi, Jami li Ahkam al-Qur‟an, jilid VII, hal, 619.
66

bangunan-bangunan berupa gedung-gedung dan segala yang mereka tanam dan

lain-lainnya34.

Ketika Fir‟aun dan bala tentaranya itu dibinasakan, hari itu bertepatan

dengan tanggal 10 Muharram. Sebagaimana disebutkan oleh Imam al-Bukhari

dalam kitab Shahihnya, sebuah riwayat dari Muhammad bin Basyyar, dari

Gundar, dari Syu‟bah, dari Abi Bistr, dari Daid bin Jubair, dari Ibnu „Abbas, ia

berkata, “Ketika Nabi saw. tiba dikota Madinah, pada hari itu kaum Yahudi

sedang berpuasa 10 Muharram, lalu beliau berkata “ Dalam rangka apakah kalian

berpuasa pada hari ini?” mereka menjawab, “ Hari ini adalah hari bertepatan

dengan hari kemenangan Musa terhadap Fir‟aun,” Lalu Nabi saw. berkata

kepada para sahabatnya, “ Kalian lebih berkewajuban untuk menghormati hari

ini, maka berpuasalah kalian”35.

2. Sikap penyimpangan Banî Isrâ’îl terhadap ajaran Nabi Musa a.s.

Kemudian setelah menjelaskan kemenangan Banî Isrâ‟îl yang

diselamatkan Allah swt. dari Fir‟aun dan pengikutnya ayat selanjutnya yang

memakai term Banî Isrâ‟îl menjelaskan sikap pengengkelan atau ketidak-patuhan

Banî Isrâ‟îl terhadap Nabi Musa as.

‫وسى ٱج َعل لَّنَا إِ ََّلا َك َما‬ ِ ِ‫وجوزَسنا بِب َِن إ‬


َ ُ‫حر فَأَتَواْ َعلَى قَوـ يَع ُك ُفو َف َعلَى أَصنَاـ ََّّلُم قَالُواْ ََي‬
َ َ‫يل ٱلب‬
َ ‫سرء‬
َ َ َ ََ َ
َ َ‫ََّلُم ءَ ِاَّلَة ق‬
ٖٔٛ ‫اؿ إَِسنَّ ُكم قَوـ ََت َهلُو َف‬
“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah
mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala
mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan

34
Muhammad Yusuf as- Syahir Ibnu Al-Hayyan, al-Bahrul Muhith, (Beirut: Dar al-
Kutub al-„Ilmiyah, 1993), Jilid IV, h. 377.
35
Muhammad Ismâ‟îl al-Bukhâri, Shâhih al-Bukhâri, (Kairo : Dâr wa al-Mathâbi‟ al-
Sya‟b, t.th.), Bab Puasa, Bagian: Puasa Sepuluh Muharram.
67

(berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)".


Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak
mengetahui (sifat-sifat Tuhan)" (QS. al-A‟raf [7]: 138)

Banî Isrâ‟îl masih saja meminta hal yang bodoh dan sesat, padahal mereka

telah melihat secara langsung tanda-tanda kebesaran Allah dan kuasa-Nya, dan

tanda-tanda itu jelas menunjukan kebenaran semua yang dibawa oleh Nabi Musa

as. Ketika itu, mereka bertemu dengan suatu kaum yang menyembah berhala36,

sepertinya beberapa pengikut Nabi Musa mempercayai bahwa berhala-berhala itu

bisa mendatangkan manfaat dan mudarat bagi mereka, oleh karena itu mereka

meminta kepada nabi mereka untuk membuatkan berhala seperti yang dimiliki

oleh kaum tersebut. Lalu Nabi Musa menjelaskan, bahwa tidak ada ibadah yang

diperbolehkan kecuali beribadah kepada Allah semata.

Menurut analisa penulis, permintaan Banî Isrâ‟îl yang meminta kepada

Nabi Musa dibuatkan berhala untuk disembah terjadi karena pergaulan Banî

Isrâ‟îl di tengah ,masyarakat Mesir dalam kurun waktu yang amat panjang telah

memengaruhi alam pikiran keagamaan mereka. Orang-orang Banî Isrâ‟îl tidak

asing dengan patung-patung tuhan Mesir kuno, kuil-kuil, dan upacara-upacara

keagamaan orang-orang Mesir. Rupanya hal ini telah menimbulkan ruang yang

amat besar dalam jiwa Banî Isrâ‟îl dan telah mengguncang akidah tauhid dalam

hati mereka. Karena menyaksikan kaum yang melakukan ritual penyembahan

tuhan sapi, menyeruaklah kembali kepercayaan pagan yang tersembunyi dibawah

kesadaran mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa orang-orang Banî Isrâ‟îl itu

masih berada dalam pengaruh kepercayaan pagan Mesir kuno.

36
Muhammad Yusuf as- Syahir Ibnu Al-Hayyan, al-Bahrul Muhith, Jilid IV, h. 377.
‫‪68‬‬

‫‪Kemudian sesampainya di Tursina, Nabi Musa dan kaumnya mendirikan‬‬

‫‪perkampungan. Setelah itu, Nabi Musa pergi ke Tursina selama empat puluh hari‬‬

‫‪untuk mendapatkan wahyu dari Allah berupa Taurat. Namun , kepergian Nabi‬‬

‫‪Musa untuk memperoleh wahyu dimanfaatkan oleh pengikutnya yang bernama‬‬

‫‪Samiri, yang mengajak Banî Isrâ‟îl untuk menyembah patung anak sapi.‬‬

‫عدهۦِ ِمن ُحلِيِ ِهم ِعجَل َج َٰدا لَّوۥُ ُخ َو ٌار أَ َل يػََرواْ أََسنَّوۥُ ََل يُ َكلِ ُم ُهم َوََل‬ ‫و َّٱَّت َذ قَوـ موسى ِمن ب ِ‬
‫َ‬ ‫َ َ ُُ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫ضلُّواْ قَالُواْ‬ ‫ني ‪َ ٠٣٨‬ولَ َّما ُسق َط ِف أَيدي ِهم َوَرأَواْ أََسنػ َُّهم قَد َ‬ ‫يَهدي ِهم َسبِ ًيَل َّٱَّتَ ُذوهُ َوَكاَسنُواْ ظَلم َ‬
‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫لَئِن َّل يَ َ‬
‫ب‬‫وسى إِ ََل قَوموۦ َغض َ َ‬ ‫ين ‪َ ٠٣٩‬ولَ َّما َر َج َع ُم َ‬ ‫رَحنَا َربػُّنَا َويَغفر لَنَا لَنَ ُكوَسنَ َّن م َن ٱلَٰ ِر َ‬
‫َخ ِيو‬‫عدي أَع ِجلتُم أَمر ربِ ُكم وأَل َقى ٱِلَلوا وأَخ َذ بِرأ ِس أ ِ‬ ‫اؿ بِئٰما خلَفتم ِوّن ِمن ب ِ‬ ‫ِ‬
‫ََ َ َ َ‬ ‫َ َ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫أَسفا قَ َ َ َ َ ُ ُ‬
‫عداءَ َوََل‬ ‫ّب ٱِلَ َ‬ ‫ِ‬
‫ادواْ يَقتُػلُوَسنََِن فَ ََل تُشمت ِ َ‬ ‫ضع ُف ِوّن َوَك ُ‬‫وـ ٱستَ َ‬ ‫اؿ ٱب َن أ َُّـ إِ َّف ٱل َق َ‬ ‫ََيُُّرهۥُٓ إِلَي ِو قَ َ‬
‫َخي َوأَد ِخلنَا ِف َرَحَتِ َ‬ ‫ب ٱغ ِفر ِل وِِل ِ‬ ‫ِ ِِ‬
‫َرح ُم‬
‫َسنت أ َ‬‫ك َوأَ َ‬ ‫َ‬ ‫اؿ َر ِ‬‫ني ‪ ٠٤١‬قَ َ‬ ‫ََت َع ِلَن َم َع ٱل َقوـ ٱلظَّلم َ‬
‫ضب ِمن َّرَِهِم َوِذلَّة ِف ٱلَيَػوِة ٱلدَُّسنيَا‬ ‫ِ‬ ‫ني ‪ ٠٤٠‬إِ َّف ٱلَّ ِذ َّ‬ ‫َّ ِ ِ‬
‫جل َسيَػنَا َُّلُم َغ َ‬‫ين ٱَّتَ ُذواْ ٱلع َ‬ ‫َ‬ ‫ٱلرَح َ‬
‫ك ِمن‬ ‫ِ‬ ‫فِرين ‪ ٠٤١‬وٱلَّ ِذين ع ِملُواْ َّ ِ‬ ‫ِ‬
‫ٱلَٰيِات َُّمَّ تَابُواْ ِمن بَعد َىا َوءَ َامنُواْ إِ َّف َربَّ َ‬ ‫َ َ َ‬ ‫ِ‬
‫ك َن ِزي ٱلُ َ َ‬ ‫َوَك َذل َ‬
‫َخ َذ ٱِلَ َلوا َ َوِف َسنُٰ َختِ َها ُىدى‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫بأَ‬ ‫ضُ‬ ‫وسى ٱلغَ َ‬ ‫ت َعن ُّم َ‬ ‫بَعد َىا لَغَ ُفور َّرحيم ‪َ ٠٤٢‬ولَ َّما َس َك َ‬
‫ين ُىم لِرَِهِم يَرَىبُو َف ‪٠٤٣‬‬ ‫َِّ ِ‬
‫َوَرَحَة للذ َ‬
‫‪37‬‬
‫َ‬
‫‪37‬‬
‫‪Lihat juga firman Allah dalam QS. Thaha (20): 83-98 berikut:‬‬
‫اؿ فَإَِسنَّا قَد فَػتَػنَّا‬ ‫ضى ‪ ٨٣‬قَ َ‬ ‫اؿ ىم أُوََل ِء علَى أَثَِري وع ِجلت إِلَيك ر ِ ِ‬ ‫ك عن قَ ِ‬
‫ب ل َِر َ‬ ‫ََ ُ َ َ‬ ‫وسى ‪ ٨٢‬قَ َ ُ ْ َ‬ ‫ك ََيُ َ‬ ‫وم َ‬ ‫َعجلَ َ َ‬ ‫َوَما أ َ‬
‫وم ِوۦ َغضب أ َِسفا قَ َ ِ‬ ‫قَوم ِ ِ‬
‫عدا َح َٰنًا‬ ‫اؿ يََقوـ أَ َل يَعِد ُكم َربُّ ُكم َو ً‬ ‫ََ‬
‫ي ‪ ٨٤‬فَػرجع موسى إِ ََل قَ ِ‬
‫َََ ُ َ‬ ‫ٱلٰ ِام ِر ُّ‬
‫َضلَّ ُه ُم َّ‬ ‫ك من بَعد َؾ َوأ َ‬ ‫ََ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ضب ِمن َّربِ ُكم فَأَخلَفتُم َّموعدي ‪ ٨٥‬قَالُواْ َما أَخلَفنَا َموع َد َؾ ِبَلكنَا‬ ‫ِ‬ ‫هد أَـ أ ََر ُّ‬
‫دّت أَف ََي َّل َعلَي ُكم َغ َ‬ ‫اؿ َعلَي ُك ُم ٱل َع ُ‬ ‫أَفَطَ َ‬
‫ي ‪ ٨٧‬فَأَخَر َج ََّلُم عِجَل َج َٰدا لَّوۥُ ُخ َوار فَػ َقالُواْ َى َذا‬ ‫ٱلٰ ِام ِر ُّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك أَل َقى َّ‬ ‫َوزارا ِمن ِزينَ ِة ٱل َقوـ فَػ َق َذفنَ َها فَ َك َذل َ‬ ‫ِ‬
‫َولَكنَّا َُحِلنَا أ َ‬
‫اؿ ََّلُم َىُرو ُف ِمن‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ضّرا َوََل َسنَفعا ‪َ ٨٩‬ولََقد قَ َ‬ ‫ك ََّلُم َ‬ ‫وسى فَػنَ ِٰ َي ‪ ٨٨‬أَفَ ََل يػََرو َف أَََّل يَرج ُع إِلَي ِهم قَوَل َوََل ََيل ُ‬ ‫ِ‬
‫إ ََّلُ ُكم َوإلَوُ ُم َ‬
‫ِ‬
‫ني َح َّّت يَ ِرج َع إِلَينَا‬ ‫ِ ِِ‬
‫َّب َ َعلَيو َعكف َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬
‫ٱلرَحَ ُن فَٱتَّب ُعوّن َوأَطيعُواْ أَمري ‪ ٩١‬قَالُواْ لَن َسن َ‬ ‫بل يََق ِوـ إََِّّنَا فُتِنتُم بِِوۦۖ َوإِ َّف َربَّ ُك ُم َّ‬
‫قَ ُ‬
‫أخذ بِلِحيَِِت َوََل‬ ‫اؿ يَبنَػ ُؤـَّ ََل تَ ُ‬ ‫يت أَم ِري ‪ ٩٢‬قَ َ‬ ‫ص َ‬ ‫ك إِذ َرأَيتَػ ُهم َ‬
‫ضلُّواْ ‪ ٩١‬أَََّل تَػتَّبِ َع ِن أَفَػ َع َ‬ ‫اؿ يَ َهُرو ُف َما َمنَػ َع َ‬‫وسى ‪ ٩٠‬قَ َ‬ ‫ُم َ‬
‫ك يَ َٰ ِم ِر ُّ‬ ‫وؿ فَػَّرقت بني ب َِن إِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ت‬‫صر ُ‬ ‫اؿ بَ ُ‬
‫ي ‪ ٩٤‬قَ َ‬ ‫اؿ فَ َما َخطبُ َ‬‫يل َوَل تَرقُب قَ ِول ‪ ٩٣‬قَ َ‬ ‫سرء َ‬
‫يت أَف تَػ ُق َ َ َ َ َ َ‬ ‫بَِرأسي إِ ِّن َخش ُ‬
‫ك س َّولَت ِل َسنَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫بضة ِمن أَثَِر َّ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك ِف‬ ‫اؿ فَٱذ َىب فَِإ َّف لَ َ‬ ‫فٰي ‪ ٩٥‬قَ َ‬ ‫ٱلر ُسوؿ فَػنَبَذتُػ َها َوَك َذل َ َ‬ ‫ت قَ َ‬ ‫بصُرواْ بِوۦ فَػ َقبَض ُ‬‫ِبَا َل يَ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫وعدا لَّن َُّتلَ َفوۥۖ وٱَسنظُر إِ ََل إِ ََّلِ ِ‬ ‫كم ِ‬ ‫وؿ ََل ِمٰ ِ‬ ‫ٱلَيَػوةِ أَف تَػ ُق َ‬
‫ت َعلَيو َعاكفا لَّنُ َحِرقَػنَّوۥُ َُّمَّ لَنَنٰ َفنَّوۥُ‬ ‫ك ٱلَّذي ظَل َ‬ ‫َ‬ ‫َُ‬ ‫اس َوإ َّف لَ َ َ‬ ‫َ َ‬
‫علما ‪٩٨‬‬ ‫يء ِ‬‫ِف ٱليم َسنٰفا ‪ ٩٧‬إََِّّنَا إِ ََّل ُكم ٱللَّو ٱلَّ ِذي ََل إِلَو إََِّل ىو و ِسع ُكل ش ٍ‬
‫َ ُ َ َ َ َّ َ‬ ‫ُ ُ ُ‬ ‫َِ َ ً‬
69

“Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari
perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan
bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak
dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan
kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka
adalah orang-orang yang zalim. 149. Dan setelah mereka sangat
menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat,
merekapun berkata: "Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat
kepada kami dan tidak mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-
orang yang merugi". 150. Dan tatkala Musa telah kembali kepada
kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah
buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah
kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan
luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun)
sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku,
sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir
mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-
musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam
golongan orang-orang yang zalim. 151. Musa berdoa: "Ya Tuhanku,
ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat
Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang".
152. Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai
sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan
mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan.
153. Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat
sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang
disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
154. Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-
luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat
untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya.”38 (QS. al-A‟raf [7]:
148-154)

Pada ayat di atas Allah mengisahkan tentang sikap yang dilakukan oleh

Banî Isrâ‟îl ketika ditinggalkan oleh Nabi Musa untuk pergi bermunajat kepada

Tuhannya, seorang laki-laki Banî Isrâ‟îl yang bernama al-Samiri berinisiatif

untuk mengambil perhiasan yang sebelumnya mereka pinjam dari bangsa Mesir,

lalu ia melebur perhiasan itu dan membentuknya menjadi anak sapi, lalu patung

38
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 168-169
70

anak sapi itu ditaburi dengan segenggam tanah yang diambilnya dari jejak telapak

kaki kuda Malaikat Jibril, ketika Malaikat Jibril menggiring Fir‟aun dan bala

tentaranya untuk masuk ke dalam laut merah dan ditenggelamkan oleh Allah39.

Ketika Samiri menaburkan tanah tersebut, ternyata patung anak sapi itu menguak

seperti membentuk suara hewan sapi asli (yakni suara lenguhan yang biasa

dikeluarkan oleh sapi). Namun ada juga yang mengatakan bahwa, sebenarnya

suara itu berasal dari angin yang masuk di bagian belakang (dubur) patung itu,

lalu keluar dari bagian mulutnya hingga bersuara seperti lenguhan sapi. Lalu Banî

Isrâ‟îl menari-nari di sekelilingnya dan bergembira40.

Penegasan ayat ini dimulai dengan Banî Isrâ‟îl menjadikan sesembahan

berupa anak lembu yang dijadikan sesembahan di gunung Thur. Atas perisitiwa

ini Nabi musa merespon perilaku musyrik dengan menjelaskan bahwa sama sekali

apa yang kalian lakukan tidak memberikan manfaat apa-apa. Namun, atas

pernyataan Musa kepada mereka membuat mereka menyesal dan menyadari

ِ ِ ِ َ َ‫قَالُواْ لَئِن َّل ي‬. Atas


َ ‫رَحنَا َربػُّنَا َويَغفر لَنَا لَنَ ُكوَسنَ َّن م َن ٱلَٰ ِر‬
perbuat sesat. Firman Allah menegaskan ‫ين‬

pernyataan ini, memberikan indikasi bahwa kaum Nabi Musa dikala itu sudah

mulai mengakui dan menyadari bentuk kemusyrikan yang dilakukan, bahkan

keyakinan kuat kalau bukan karena rahmat dan ampunan Allah, maka mereka

termasuk golongan orang-orang merugi. Menurut Zamakhsyari Ayat ini sebagai

bentuk penyesalan dan permohonan ampun kepada Tuhan atas kesalahan dan

kedzaliman yang dilakukan sekaligus bentuk pengakuan atas keagungan-Nya.41

39
Ibnu Katsîr, Tafsir Al-Qur‟an al-„Azhîm, Juz III, h. 163
40
Ibnu Katsîr, Tafsir Al-Qur‟an al-„Azhîm, Juz III, h. 165
41
Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf (Beirut: Dar al-Kutub „Ilmiyyah, tt), jilid 1, hal, 370.
71

Jumlah Banî Isrâ‟îl yang turut menyembah patung anak sapi ini pastilah

cukup besar, oleh karena itu Nabi Harun a.s. tidak dapat mencegah mereka karena

pertimbangan jikalau campur tangannya untuk menghentikan perilaku musyrik

Banî Isrâ‟îl dapat menyebabkan perpecahan dalam komunitas, yang mana hal itu

merupakan perintah Nabi Musa a.s. untuk dihindari42

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa awal munculnya term Banî

Isrâ‟îl dalam Alquran yaitu pada ayat yang menceritakan kisah Nabi Musa dan

Fir‟aun. Seperti yang telah diketahui bahwa Banî Isrâ‟îl merupakan keturunan

Nabi Ya‟qub yang menetap di Mesir semenjak hijrahnya Nabi Ya‟qub dan seluruh

keluarganya ke Mesir pada masa Nabi Yusuf menjabat sebagai bendahara

kerajaan pada masa dinasti Hyksos menguasai mesir. Maka sangat logis bila term

Banî Isrâ‟îl pertama kali muncul dalam Alquran ketika zaman Nabi Musa, karena

perkembangan Banî Isrâ‟îl yang semakin pesat pada zaman itu dan juga karena

Nabi Musa diutus untuk menyelamatkan dan membebaskan Banî Isrâ‟îl dari

kekejaman rezim yang berkuasa kala itu.

C. SEJARAH KEMUNCULAN TERM ASBÂTH

1. Masa Perjalanan Musa dan kaumnya menuju negeri Kan’an

Term Asbâth dalam Alquran muncul pertama kali ketika menyebutkan kisah

Nabi Musa dan kaumnya ketika dalam perjalanan menuju Baitul Maqdis ketika

mereka dalam masa pengasingan di gurun Sinai (periode al-Tih) akibat penolakan

mereka atas perintah Nabi Musa untuk berjihad melawan kaum Jabbar. Seperti

telah diketahui bahwa Banî Isrâ‟îl pada zaman Nabi Musa berjumlah sangat

42
Louay Fatoohi , Sejarah Bangsa Israel dalam Bibel dan Al-Qur‟an, h.243
72

banyak, oleh karena itu mereka di sebut Asbâth yang berarti sama dengan qabilah

dalam suku arab. Mengenai term Asbâth yang pertama kali muncul dalam Alquran

terdapat dalam surat al-A‟raf (7): 160 berikut:

ِ ِ
‫اؾ‬َ‫ص‬ َ ‫وسى إِذ ٱستَٰ َقىوُ قَوُموۥُٓ أَف ٱض ِرب بػِ َع‬ ِ
َ ‫َوقَطَّعنَ ُه ُم ٱثنَ َِت َعشَرَة أَسبَاطًا أ ََُما َوأ‬
َ ‫َوحينَا إ ََل ُم‬
‫شربػَ ُهم َوظَلَّلنَا َعلَي ِه ُم ٱلغَ َم َم‬ ِ ِ
َ ‫ٱلَ َجَر فَٱَسنبَ َج َٰت منوُ ٱثنَتَا َعشَرَة َعينا قَد َعل َم ُك ُّل أَُسنَاس َّم‬
‫ت َما َرَزقنَ ُكم َوَما ظَلَ ُموَسنَا َولَ ِكن َكاَسنُواْ أََسن ُف َٰ ُهم‬ِ ‫ٱلٰلوى ُكلُواْ ِمن طَيِب‬
َ ِ
َ َّ ‫َوأَ ََسنزلنَا َعلَيه ُم ٱلَ َّن َو‬
٠٥١ ‫يَظلِ ُمو َف‬
“Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya
berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya
meminta air kepadanya: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu!". Maka
memancarlah dari padanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap
suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan
awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan
salwa. (Kami berfirman): "Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah
Kami rezekikan kepadamu". Mereka tidak menganiaya Kami, tapi
merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri”43 (QS. al-A‟râf [7]:
160)

Berdasarkan ayat ini yang dimaksud dengan Asbâth adalah kabilah yang

terdiri dari dua belas suku, sebanyak jumlah putra Nabi Ya‟qub as. Nama-nama

dari suku-suku Asbâth ini dinisbatkan kepada dua belas putra Nabi Ya‟qub as,

yakni pertama suku Ruben, kedua suku Simoen, ketiga suku Lawi, keempat

suku Yahuda, kelima suku Isakhar, keenam suku Zebulon, ketujuh suku Dan,

kedelapan suku Naftali, kesembilan suku Gad, kesepuluh suku Asyer, kesebelas

suku Yusuf, dan kedua belas suku Benyamin. Dari dua belas suku Banî Isrâ‟îl ini

terdapat beberapa Nabi yang termasuk dalam dua puluh lima Nabi yang wajib kita

imani, yaitu dari suku Lawy, di antara keturunannya muncul Nabi Musa, Nabi

Harun, Nabi Ilyas. Dari suku Yahuda, di antara keturunannya muncul Nabi Daud,
43
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Madinah: Mujamma‟ Khâdim
al-Haramayn al-Syarîfayn al-Mâlik Fahd li Thibâ‟ah al-Mushhaf al-Syarîf, 1412) h. 171
73

Nabi Sulaiman, Nabi Zakaria, Nabi Yahya dan Nabi Isa. Sedangkan dari

keturunan Yusuf terdapat Nabi Ilyasa‟44.

Setelah menjelaskan kaum Nabi Musa as. tidak sama dalam sikap mereka

terhadap ajakan dan ajaran Nabinya, Pada ayat ini Allah menjelaskan beberapa

nikmat yang telah Ia berikan kepada Banî Isrâ‟îl, diantaranya memberikan

kucuran air melimpah di tengah padang sahara tandus, memberikan naungan awan

selama perjalanan mereka menuju negeri Kan‟an dan menganugrahkan Manna

diturunkan pada pagi harinya untuk mereka dan pada sore harinya Allah

menurunkan burung Salwa , dua makanan yang lezat tanpa harus dicapai dengan

susah payah.

Peristiwa ini terjadi pada saat perjalanan di tengah padang pasir Tih ketika

kaum Musa menderita kehausan maka Allah memerintah Nabi Musa untuk

memukul batu dengan memakai tongkatnya (‫ْح َج َر‬ َ ‫ب بِ َع‬


َ ‫صاك ال‬ ْ ‫ض ِر‬
ْ ‫ )فَ ُقلْنَا ا‬Kemudian Musa

melaksanakan perintah tersebut, atas perintah tersebut maka memancarlah air.

Peristiwa ini terjadi menjadi salah satu hujjah Musa sekaligus untuk

memperlihatkan kekuasaan Allah kepada Bani Israil.45 Bahkan mereka diberi

kucuran air tanpa harus menggalinya, melainkan hanya dipukulkan saja oleh Nabi
46
Musa dengan tongkatnya pada batu, maka terpancarlah dua belas mata air. .

Dalam ayat ini digunakan kata Fanbajasat yang artinya keluar sedikit/tidak keras,

sedangkan dalam QS. al-Baqarah (2):60 menggunakan kata Fanfajarat yang

artinya memancar dengan deras. Hal ini bukanlah suatu yang bertentangan, karena

44
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, h. 414
45
al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid 1, hal, 126.
46
Muhammad Quraish Syihab, Tafsir al-Misbah, h. 251-252
74

dalam ayat ini berbicara tentang awal memancarnya mata air dan pada QS. al-

Baqarah menjelaskan keadaan air setelah beberapa lama dari pemancaran pertama

itu47.

Selain nikmat kucuran air, nikmat lain juga diberikan yakni berupa

naungan awan48. meski diganjar berpuluh tahun tak jua sampai ke Palestina, Bani

Israil masih saja mendapat rahmat Allah yang Maha Kasih dan Sayang. Sehingga

mereka tak pernah merasakan panas terik mentari meski di padang pasir yang

menyengat. Dengan rahmat Allah tersebut, Bani Israil hidup tenang di sebuah

kawasan di Padang Sahara Tih. Namun mereka tak pernah bersyukur atas rahmat

Allah.

Nikmat lain yang dianugerah Allah kepada mereka adalah manna dan

salwa, untuk memenuhi kebutuhan pangan Bani Israil. Manna merupakan

makanan yang rasanya amat lezat nan manis layaknya madu49. Warnanya pun

putih cantik layaknya salju yang selalu ditemui melekat di batu-batu, pohon,

ataupun kayu50. Adapun salwa merupakan sejenis burung puyuh yang dagingnya

empuk nan gurih51.

Sejumlah ilmuwan Barat berusaha menemukan penafsiran ilmiah

menyangkut al-manna dan al-salwa. W. Keller dalam Bible as History

47
Muhammad Quraish Syihab, Tafsir al-Misbah, h. 270
48
Naungan awan yang dimaksud adalah ghamam yang dibawa para malaikat pada waktu
perang badar dan yang menaungi Bani Isra‟il di Tyh, ada yang menyebutnya awan yang putih.
Lihat Muhammad Yusuf as- Syahir Ibnu Al-Hayyan, al-Bahrul Muhith, (Beirut: Dar al- Kutub al-
„Ilmiyah, 1993), Jilid I, h. 345.
49
Al-Mawardi, al-Naukat wa al-„Uyun, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, 1992), Jilid I,
h. 124
50
Abdurrahman ibn Muhammad ibn Idris al-Razi Ibn Abu Hatim, Tafsir Al-Qur‟an al-
„Azhim Musnadan „An Rasulillah wa as-Shahabat wa Al-Tabi‟in, ( Makkah: Maktabah Nazar
Mushtafa al-Baz, 1997), Jilid I, h. 114
51
Al-Mawardi, al-Naukat wa al-„Uyun, Jilid 1, h. 124
75

menegaskan bahwa al-manna dan al-salwa bukanlah mukjizat, melainkan

peristiwa alami dan dapat dimintakan keterangan kepada orang-orang badui di

Sinai. Mereka akan memberikan jawaban bahwa fenomena alam itu masih bisa

ditemukan sekarang. Burung puyuh atau al-salwa adalah jenis burung yang tidak

asing bagi kita dan hijrahnya kawanan burung puyuh dari utara ke selatan, dan

sebaliknya, juga merupakan hal yang dimaklumi. Keluarnya Banî Isrâ‟îl dari

Mesir menuju Sinai berlangsung pada musim semi yang merupakan masa

hijrahnya burung-burung puyuh dari wilayah Afrika Tengah yang memeiliki

temperatur ekstrem ke utarayang relatif hangat. Diketahui bahwa ada dua jalur

yang ditempuh kawanan burung puyuh untuk melakukan migrasi: dari Afrika

barat ke Spanyol dan dari Afrika Timur melintasi Sinai dan Laut Tengah menuju

negeri Balkan52.

Mengomentari interpretasi ini, menurut penulis migrasi yang dilakukan

burung-burung itu terjadi pada waktu-waktu tertentu, sebagaimana dimaklumi

oleh orang-orang Mesir yang tinggal di kawasan Delta, yang berlangsung lebih

dari satu atau dua bulan saja. Adapun keberadaan burung-burung puyuh di Sinai

sepanjang tahun dalam jumlah yang amat banyak53, tidak diragukan bahwa itu

adalah peristiwa luar biasa dn dapat dikategorikan mukjizat.

Sedangkan berkaitan dengan al-manna, mereka mengatakan bahwa sampai

sekarang pun orang-orang Badui di Sinai dapat menjumpai butiran-bitiran lrmbut

mirip embun di pagi buta di atas rerumputan, batu-batu gurun, atau di atas ranting-

ranting pepohonan. Pada tahun 1923, dua ilmuwan flora Frederick Simone dan

52
Werner Keller, The Bible as History, (New York: Bantam: 1983), h. 122
53
Al-Mawardi, al-Naukat wa al-„Uyun, Jilid 1, h. 125
76

Oscar Theodore dari Universitas Hebrew di Yerussalem melakukan penelitian di

Sinai yang berkesimpulan bahwa al-manna merupakan zat yang diproduksi oleh

pohon tamarisk yang bersimbiosis dengan sejenis serangga yang lazim disebut

plant-louse yang terdapat di Sinai. Jika kawanan serangga itu melakukan

aktivitasnya dengan membuat lubang-lubang pada daun pohon tamarisk tersebut

akan mengeluarkan getah yang menetes dan berhimpun di atas rerumputan atau

bebatuan di atas tanah berwarna putih susu yang berasa manis seperti madu54.

Menurut hemat penulis, apapun yang didapat oleh para ilmuwan tidak

mengubah kedudukan al-manna sebagai mukjizat yang diturunkan Allah untuk

menjadi sumber makanan Banî Isrâ‟îl sepanjang keberadaan mereka di padang

gurun Sinai yang gersang. Seperti yang dimaklumi bahwa tidak mesti mukjizat itu

sebagai sesuatu yang menyalahi hukum alam. Seperti topan dan banjir yang

terjadi pada zaman Nabi Nuh, tidak lain merupakan akibat hujan dahsyat dan air

yang memancar dari dalam perut bumi55. Keduanya merupakan fenomena alami,

sedangkan aspek mukjizatnya terletak pada kuantitas air yang membanjiri dan

meneggelamkan segenap permukaan daratan. Tidak berbeda halnya dengan al-

manna, yang meskipun terbentuk secara alami dari jenis timbuhan tertentu di

Sinai, hal itu tidak mencederai wujudnya sebagai mukjizat Allah. Akan tetapi,

tersedianya al-manna dalam jumlah besar yang mencukupi kebutuhan enam ratus

ribu orang dari suku-suku (asbȃth) Banî Isrâ‟îl setiap hari sepanjang tahun dan

bertambahnya jumlah makanan itu khususnya pada hari jumat sehingga cukup

54
Werner Keller, The Bible as History, h. 123
55
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, h. 128
77

untuk disimpan bagi keperluan hari berikutnya 56, menunjukan adanya campur

tangan Ilahi. Dan sepanjang dalam proses alami itu tampak adanya campur tangan

Ilahi, maka itulah arti mukjizat dalam hal ini.

Dengan berbagai anugerah nikmat yang diberikan kepada Banî Isrâ‟îl, ,

sebagian mereka tetap tidak bersyukur dan terus berbuat dosa bahkan melakukan

penganiayaan. Namun apa yang mereka lakukan itu, pada hakikatnya tidak lah

mereka menganiaya Allah, justru merekalah yang berulangkali menganiya diri

mereka sendiri57.

Adapun hikmah dijadikannya Banî Isrâ‟îl bersuku-suku menjadi dua belas

Asbâth supaya semua urusan dan keperluan mereka dapat diakomodir melalui

pemimpin-pemimpin setiap Sibth (suku), mengingat jumlah mereka yang

banyak58. Terdapatnya pemimpin disetiap Sibth dapat memudahkan dan

meringankan Nabi Musa dalam mengatur mereka.59

Penjelasan lebih lanjut mengenai pemimpin-pemimpin dari dua belas suku

Asbâth terdapat dalam QS. al-Mâidah (5): 12 berikut:

‫اؿ ٱللَّوُ إِ ِّن َم َع ُكم لَئِن‬ َ َ‫ٱثَن َع َشَر َسنَِقيبا َوق‬ ِ ِ ِ‫ولَقد أَخ َذ ٱللَّو ِميثق ب َِن إ‬
َ ‫يل َوبػَ َعثنَا م ُنه ُم‬ َ ‫سرء‬ َ َ ََ ُ َ َ َ
ِ
‫ضا َح َٰنا َِّلُ َكفَِر َّف‬ً ‫َقرضتُ ُم ٱللَّ َو قَر‬ ُ ُُ‫ٱلزَكوَة َوءَ َامنتُم بُِر ُسلي َو َعَّزرَت‬
َ ‫وىم َوأ‬
َّ ‫ٱلصلَوَة َوءَاتَيتُم‬
ُ َّ ‫أَقَمتُ ُم‬
‫ك ِمن ُكم فَػ َقد‬ ِ
َ ‫ُدخلَنَّ ُكم َجنَّت ََت ِري ِمن ََتتِ َها ٱِلَنَُر فَ َمن َك َفَر بَع َد َذل‬ ِ ‫عن ُكم سَيِاتِ ُكم وَِل‬
َ َ َ
٠١ ‫يل‬ ِ ِ‫ٱلٰب‬
َّ َ‫ض َّل َس َواء‬
َ
“Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil
dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah
berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu
mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-

56
Al-Mawardi, al-Naukat wa al-„Uyun, Jilid 1, h. 124
57
Muhammad Quraish Syihab, Tafsir al-Misbah,Vol. V h. 278-279
58
Abdurrahman ibn Muhammad ibn Idris al-Razi ibn Abu Hatim, Tafsir Al-Qur‟an al-
„Azhim, Juz I, h. 243
59
al-Qurthubi, Jami li Ahkam al-Qur‟an, jilid VII, hal, 751.
78

rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan
sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air
didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu
sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.”60 (QS.
al-Mâidah [5]: 12)

Kata naqîb dalam ayat ini dapat berarti pemimpin yang mengurus dan

menangani kepentingan masyarakat suku Asbâth61. Mereka disebut naqîb karena

merekalah yang mengetahui urusan kaum, juga mengetahui manaqib kaum

tersebut, yakni jalan untuk mengetahui urusan mereka62. Dengan demikian

menurut kesimpulan penulis Asbâth adalah kabilah, sedang Naqîb adalah gelar

bagi pemimpin mereka.

Nabi Musa mengangkat pemimpin yang disebut Naqîb untuk tiap suku

Asbâth. Keturunan Rubail/ Ruben, pimpinan mereka adalah Elizur bin Syedeur.

Keturunan Sym‟un/Simeon, pimpinan mereka adalah Syalumai'il bin Zuraisyada.

Keturunan Yehuda pimpinan mereka adalah Nahsyun bin Aminadeb. Untuk

keturunan suku Isakhar pemimpin mereka Nasya'il bin Zuar. Untuk keturunan

suku Manasye (Zebulon), pemimpin mereka adalah Jamliyail bin Fadahshur. Suku

keturunan Dan pemimpin mereka adalah Akhya'zar bin Amisyadai. Adapun suku

keturunan Naftali pimpinan mereka adalah Eliab bin Hailun. Suku keturunan

Gad dengan pimpinan Ilyasaf bin Rehuel. Suku keturunan Asyer, pemimpin

mereka adalah Faj'ai'il bin Akran. Kemudian untuk keturunan suku Yusuf a.s.

60
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 109
61
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur‟an,(Jakarta: Lentera Hati, 2001), Jilid III, h. 48
62
Ibnu Manzhur, Lisan al-„Arab, (Kairo: Dar al-Hadits, 1355 H), h. 4515
79

pemimpin mereka adalaha Yusya' bin Nun. Untuk keturunan suku Benyamin

pemimpin mereka adalaha Abidan bin Jad'un.63.

Adapun Suku Lawi mendapatkan tugas khusus yaitu mereka bertugas

menjaga kubah Bani Israil yang di dalamnya ada Tabut Bani Israil sekaligus

mengawasinya, mengangkatnya, memasanagnya dan membongkarnya setiap kali

mereka berhenti atau melanjutkan perjalanan. Setelah mereka menguasai Baitul

Maqdis, kubah ini diletakkan di lokasi Baitul Maqdis yang dibangun oleh Nabi

Ya'kub as., dan inilah kiblat para Nabi hingga datangnya perintah kepada

Rasulullah saw. untuk memindahkan kiblat ke Baitullah di Makkah64.

Hanya orang-orang yang dapat dipercayalah yang diangkat sebagai

pemimpin dari kalangan suku Bani Isra‟îl itu. Mereka bertugas untuk memata-

matai orang-orang kaum Jabbarin65, dan mengetahui kekuatan benteng mereka.

Para pemimpin itu pun kemudian memberitahukan apa yang mereka lihat di sana

kepada Nabi Musa, agar Nabi Musa dapat megambil pertimbangan dalam

memerangi mereka66. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS.al-Maidah(5):

21-22 berikut:

ِ ِ ِ َّ َ‫َّسةَ ٱلَِِّت َكت‬ ِ


ْ‫ين ٕٔ قَالُوا‬َ ‫ب ٱللوُ لَ ُكم َوََل تَرتَ ُّدواْ َعلَى أَدبَارُكم فَػتَن َقلبُواْ َخٰ ِر‬ َ َ ‫ٱدخلُواْ ٱِلَر َ ٱلَُقد‬ُ ‫يََقوـ‬
ٕٕ ‫نها فَِإَسنَّا َد ِخلُو َف‬ ِ ِ ِ ِ ‫ََي‬
َ ‫َّدخلَ َها َح َّّت ََي ُر ُجواْ م َنها فَِإف ََي ُر ُجواْ م‬
ُ ‫ين َوإَِسنَّا لَن َسن‬ِ
َ ‫وسى إ َّف ف َيها قَوما َجبَّار‬
َ ُ
"Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan
Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada
musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. Mereka berkata:

63
Ibnu Katsîr, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1978) Jilid II, h. 298-299.
64
Ibnu Katsîr, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Jilid II, h. 300.
65
Kaum Jabbar adalah sekelompok kaum yang memiliki kekuatan yang terdiri dari
berbagai bangsa, di antaranya; Bangsa Haitali, Bangsa Fazari, Bangsa Kan‟ani, dan sejumlah
bangsa-bangsa lainnya. Lihat Ibnu Jarir al-Thabari, Tarikh Umam wa al-Muluk, Jilid 1, h. 431
66
al-Qurthubi, al-Jami‟ li ahkami Al-Qur‟an (Kairo: Dar al-Katib al Urbah, 1968) Jilid
VI, h. 271.
80

"Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah
perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum
mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami
akan memasukinya". (QS.al-Maidah [5[: 21-22)

Pada ayat ini Nabi Musa mengajak mereka untuk berjihad dijalan Allah

dengan memerangi musuh-musuh-Nya, namun mereka takut dengan kaum Jabbar

itu, padahal mereka baru saja menyaksikan bagaimana Allah membinasakan

Fir‟aun yang jauh lebih kejam, jauh lebih kuat, jauh lebih banyak pasukannya dari

orang-orang itu. Kemudian mereka dihukum oleh Allah akibat penolakan mereka

terhadap perintah berjihad. Hukuman mereka itu adalah diasingkan di negeri yang

membuat kebingungan penduduknya, mereka berjalan tanpa memiliki tujuan apa-

apa, siang ataupun malam, pagi ataupun sore. Dikatakan pula, bahwa mereka

orang-orang yang telah diasingkan ke dalam padang sahara Tih, maka ia tidak

akan dapat keluar darinya, mereka semua mati dalam waktu empat puluh tahun,

tidak ada yang tersisa dari mereka kecuali hanya anak-anak kecil saja dan

kelompok yang tidak diwajibkan berjihad, dan juga dua orang soleh yang

diselamatkan yaitu Yusya‟ bin Nun dan Kaleb bin Yefuna67.

3. Masa Bani Israil Menduduki Baitul Maqdis

Sebelum sampai di Kan‟an, Nabi Harun wafat, tugasnya sebagai Imam

Banî Isrâ‟îl diserahkan kepada anaknya Eliazar. Tak lama kemudian, Nabi Musa

juga wafat. Sebelum wafat ia berwasiat kepada Banî Isrâ‟îl agar meneruskan cita-

citanya memasuki negeri Kan‟an68. Penerus kenabian Nabi Musa adalah Yusya'

67
Ibnu Katsîr, Tafsir Al-Qur‟an al-„Azhîm, Juz II , h 38.
68
Ibnu Jarir al-Thabari, Tarikh Umam wa al-Muluk, Jilid 1, h. 433
81

bin Nun69. Dialah yang meneruskan kepemimpinan terhadap Bani Israil hingga

Bani Israil berhasil menduduki Baitul Maqdis.

Bersama Nabi Yusya', Banî Isrâ‟îl berhasil menyeberangi Sungai Jordan

dan langsung mengepung Baitul Maqdis. Nabi Yusya' mengepung kota tersebut

selama enam bulan. Nabi Yusya' pun berdoa hingga Nabi Yusya' dan Banî Isrâ‟îl

berhasil menduduki Baitul Maqdis70.

Perintah kepada Banî Isrâ‟îl agar mereka bersujud saat memasuki Baitul

Maqdis dan juga mengucapkan kata “Hiththah”, ini pun dilanggar oleh mereka.

Baik itu secara perbuatan ataupun perkataan. Mereka memasuki pintu Baitul

Maqdis dengan cara bringsut sambil berkata “Hinthah fi syar‟ah”71. Sebagaimana

disebutkan dalam firman Allah:

69
Keterangan mengenai Yusya‟ bin Nun dapat kita temukan dalam hadits yang
dirowayatkan oleh al-Bukhari, Dari Abu Hurairah ra. dia berkata: Nabi saw. bersabda” Ada
seorang nabi diantara para nabi yang berperang lalu berkata kepada kaumnya,‟ Janganlah
mengikuti aku seorang yang baru saja menikahi wanita sedangkan dia hendak menyetubuhinya
karena dia belum menyetubuhinya (sejak malam pertama), dan jangan pula seorang yang
membangun rumah-rumah sedang dia belum memasang atap-atapnya, dan jangan pula seorang
yang membeli seekor unta atau seekor kambing yang bunting sedang dia menanti hewan itu
beranak‟. Setelah itu Nabi tersebut berperang dan ketika sudah mendekati suatu kampung datang
waktu shalat Asharatau sekitar waktu itu lalu Nabi itu berkata kepada matahari,‟ Kamu adalah
hamba yang diperintahkan begitu juga aku hamba yang diperintah. Ya Allah tahanlah matahari
ini untuk kami‟. Akibatnya matahari itutertahan (berhenti beredar) hingga Allah memberikan
kemenangan kepada Nabi tersebut. Kemudian Nabi tersebut mengumpulkan ghanimah, lalu tak
lama kemudian datanglah api untuk menghanguskannya namun api tidak melalapnya. Maka Nabi
tersebut berkata,‟ Sungguh diantara kalian ada yang berkhianat (mencuri ghanimah) untuk itu
hendaklah dari setiap suku ada seorang yang berbaiat kepadaku‟. Tak lama kemudian ada tangan
seorang laki-laki yang ,elekat (berjabat tangan) dengan tangan Nabi tersebut berkata,
„Dikalangan sukumu ada orang yang mencuri ghanimah maka hendaklah sukumu berbaiat
kepadaku‟. Maka tangan dua atau tiga orang laki-laki suku itu berjabat tangan dengan tangan
Nabi tersebut, lalu mereka berkata, „ Dikalangan sukumu ada orang yang mencuri ghanimah‟.
Mereka kemudian datang dengan membawa emas sebesar kepala sapi lalau meletakkannya.
Setelah itu datanglah api lalu menghanguskannya. Kemudian Allah menghalalkan ghanimah
untuk kita karena Allah melihat kelemahan dan ketidakmampuan kita sehingga Dia
menghalalkannya untuk kita.” Lihat Muhammad Ismâ‟îl al-Bukhâri , Shahih al-Bukhari,
Pembahasan; Kewajiban mengeluarkan seperlima harta, Hadits no. 3123. Ibnu Hajar menjelaskan
bahwa Nabi yang disebut dalam hadits Rasulallah di atas adalah Yusya‟ bin Nun.
70
Ibnu Katsîr, al-Sîrah al-Nabawîyah , (Beirut: Dâr al-Fikr, 1978) h. 736-737
71
Muhammad Ismâ‟îl al-Bukhâri, Shâhih al-Bukhâri,.) Bab Kisah para Nabi, Hadits no
3403
82

ِ ِ ُ ‫وإِذ قِيل ََّلم ٱس ُكنُواْ ى ِذهِ ٱل َقريةَ وُكلُواْ ِمنها ح‬


َ َ‫يث شئتُم َوقُولُواْ حطَّة َوٱد ُخلُواْ ٱلب‬
‫اب ُس َّجدا‬ َ َ َ َ َ ُُ َ َ
ِ ِ َّ ِ ِ َّ َ ‫ فَػبد‬٠٥٠ ‫حٰنِني‬ ِ ِ
‫يل‬
َ ‫ين ظَلَ ُمواْ من ُهم قَ ًوَل َغ َي ٱلذي ق‬ َ ‫َّؿ ٱلذ‬ َ َ ُ‫يد ٱل‬ ُ ‫َسنَّغفر لَ ُكم َخ ِطيػَتِ ُكم َسنَ ِز‬
َ ‫ٱلٰ َما ِء ِِبَا‬
٠٥١ ‫كاَسنُواْ يَظلِ ُمو َف‬ َّ ‫َرسلنَا َعلَي ِهم ِرجزا ِم َن‬
َ ‫ََّلُم فَأ‬
72

. “Dan (ingatlah), ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil): "Diamlah


di negeri ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di
mana saja kamu kehendaki". Dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari
dosa kami dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya
Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu". Kelak akan Kami tambah
(pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik. Maka orang-orang yang
zalim di antara mereka itu mengganti (perkataan itu) dengan perkataan
yang tidak dikatakan kepada mereka, maka Kami timpakan kepada
mereka azab dari langit disebabkan kezaliman mereka.”73 (QS. al-A‟raf
[7] : 61-62)

Awal penegasan ayat ini yaitu perintah terhadap Bani Israil untuk menetap

di Baitul Maqdis dengan segala bentuk kenikmatan yang diperoleh di dalamnya.

Perintah demikian dirangkaikan dengan ‫اب ُس َّجدا‬


َ َ‫ٱدخلُواْ ٱلب‬
ُ ‫َو‬ yang berarti dengan

sepenuhnya untuk patuh dan tunduk.74 Sehingga, dengan menetapnya kaum Musa

di Baitul Maqdis diharapkan mendapatkan ampunan Tuhannya dan diberikan

kebaikan yang lebih besar. Namun, justru mereka ْ‫ين ظَلَ ُموا‬ ِ َّ َ ‫ فَػبد‬yang berarti
َ ‫َّؿ ٱلذ‬ َ

72
Lihat juga ayat yang lain berikut:
ِ ‫س َّجدا وقُولُواْ ِحطَّة َسن‬
‫َّغفر لَ ُكم َخطَيَ ُكم‬ ‫اب‬ ِ ُ ‫وإِذ قُلنَا ٱدخلُواْ ى ِذهِ ٱل َقريةَ فَ ُكلُواْ ِمنها ح‬
َ ُ َ َ‫يث شئتُم َر َغدا َوٱد ُخلُواْ ٱلب‬ َ َ َ َ ُ َ
ِ ِ
‫ٱلٰ َماء ِبَا‬ ِ
َّ ‫ين ظَلَ ُمواْ رجزا ِم َن‬ ِ َّ ‫يل ََّلُم فَأَ ََسنزلنَا‬ِ ِ َّ ِ َّ ِ ِ ِ
َ ‫َعلَى ٱلذ‬ َ ‫ين ظَلَ ُمواْ قَوًَل َغ َي ٱلذي ق‬
َ ‫َّؿ ٱلذ‬
َ ‫ فَػبَد‬٤٨ ‫ني‬
َ ‫يد ٱلُحٰن‬ ُ ‫َو َسنَز‬
٤٩ ‫ف‬ َ ‫َكاَسنُواْ يَف ُٰ ُقو‬
“Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: "Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan
makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah
pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa", niscaya Kami
ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada
orang-orang yang berbuat baik". Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan
(mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-
72
orang yang zalim itu dari langit, karena mereka berbuat fasik” (QS. al-Baqarah [2]: 58-59)
73
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 158
74
Lihat Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, jilid, 2, hal 169, dan al-Maraghi, Tafsir al-
Maraghi, jilid 9, hal, 91.
83

mereka justru mengingkari dan melakukan maksiat tidak sejalan dengan perintah

Tuhan terhadap mereka.75

Akibat sikap membangkang Bani Israil, maka Allah swt memberikan

hukuman kepada mereka yaitu menjatuhkan malapetaka, yakni penyakit menular,

sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat dari al-Zuhri, dari Amir bin Saad.

Juga dari Malik, dari Muhammad bin Munkadir dan Salim Abu Nadhar, dari Amir

bin Saad dari Usamah bin Zaid, dari Rasulallah saw., beliau bersabda, “

Sesungguhnya penyakit panas atau demam merupakan mala petaka yang

diturunkan sebagai adzab bagi umat-umat sebelum kamu.” 76

Kemudian, ketika Banî Isrâ‟îl telah menetap di Baitul Maqdis, kala itu

mereka dipimpin Yusya‟ bin Nun, yang menerapkan Kitab Suci Taurat dalam

setiap segi kehidupan mereka, hingga ajal menjemputnya. Ia wafat pada usia 127

tahun. Masa kepemimpinannya atas Banî Isrâ‟îl setelah ditinggal oleh Nabi Musa

a.s. adalah 27 tahun77.

Setelah Yusya‟ bin Nun meninggal, Kaleb bin Yefuna lah yang

meneruskan ajaran Musa untuk terus diajarkan kepada Banî Isrâ‟îl. Dia adalah

salah satu pengikut Nabi Musa yang setia, sekaligus suami dari kakak

75
al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid 9, hal, 90.
76
Lihat Muhammad Ismâ‟îl al-Bukhâri, Shâhih al-Bukhâri, Bab Tipu Daya
(6974), dan pada Bab Kisah Para Nabi (3473). Lihat Pula Shâhih Muslim, Bab
Keselamatan, Bagian Penyakit menular, Perdukunan, dan Semacamnya (2218).
Penafsiran lain mengenai kata al-Rijzu diantaranya Adh-Dhahhak berpendapat bahwa , kata al-
Rijzu bermakna adzab. Sedangkan Abul Auliyah berpendapat , kata al-Rijzu bermakna amarah.
Said bin Jubair berpendapat, kata al-Rijzu bermakna penyakit menular. Sedangkan Asy-Sya‟bi
perpendapat , kata al-Rijzu itu terkadang berupa penyakit menular, dan terkadang berupa hawa
dingin. Lihat Ibnu Jarir al-Thabarî, Jami‟ al-Bayân „an Ta‟wîl Al-Qur‟an, Juz I, h. 305-
306.
77
Ibnu Katsîr, al-Sîrah al-Nabawîyah , h. 743
84

perempuannya, Maryam. Kemudian setelah Kaleb meninggal dunia, maka yang

menggantikannya untuk menangani semua permasalahan Banî Isrâ‟îl adalah

Yehezkiel bin Busi. Yehezkiel inilah yang berdoa kepada Allah untuk

menghidupkan kembali Banî Isrâ‟îl, setelah mereka dimatikan oleh Allah karena

mereka keluar dari kampung halaman mereka dengan alasan takut mati78.

Peristiwa ini tergambar dalam QS.al-Baqarah (2): 243 berikut:

                

            
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari
kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)
karena takut mati79; Maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah
kamu"[154], kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah
mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak
bersyukur.‟ (QS.al-Baqarah [2]: 243)

Kemudian pada masa kenabian Nabi Samuel, setelah Banî Isrâ‟îl berhasil

menguasai negeri Kan‟an, negeri ini kemudian dibagi menjadi 12 wilayah. Raja

mereka yang pertama adalah Thalut atau Saul, yang memerintah antara tahun

1042 SM-1012 SM80.

Kemudian setelah Thalut diangkat menjadi raja, Banî Isrâ‟îl justru

memprotes prihal terpilihnya Thalut menjadi raja, karena mereka meyakini,

bahwa kekuasaan harus diberikan kepada keturunan Yahuda, sedangkan kenabian

78
Ibnu Jarir al-Thabari, Tarikh Umam wa al-Muluk, Jilid I, h. 457
79
Sebahagian ahli tafsir (seperti Al-Thabari dan Ibnu Katsir) mengartikan mati di sini
dengan mati yang sebenarnya; sedangkan sebahagian ahli tafsir yang lain mengartikannya dengan
mati semangat.
80
Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, h. 51 Informasi perihal peristiwa
diangkatnya Thalut menjadi raja pertama Banî Isrâ‟îl tercantum dalam Al-Qur‟an (QS. al-Baqarah
[2]: 246-251.
85

harus diberikan kepada keturunan Lewi81. Ketika mereka ketahui bahwa yang

diangkat sebagai raja mereka keturunan Benyamin, maka mereka langsung

berpaling dan menolak kepemimpinannya atas mereka karna selain alasan di atas

mereka menganggap Thalut seorang yang miskin yang tidak memiliki banyak

harta, hingga tidak patut menjadi raja untuk mereka82. Hal ini tercatat dalam

firma Allah QS. Al-Baqarah (2): 247 berikut:

                 

                

            
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah
mengangkat Thalut menjadi rajamu." mereka menjawab: "Bagaimana
Thalut memerintah Kami, Padahal Kami lebih berhak mengendalikan
pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang
cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah
memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang
perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha
mengetahui.”( QS. Al-Baqarah [2]: 247)

Setelah barakhir kepemimpinan Thalut, bangsa Isrâ‟îl dipimpin oleh Nabi

Dawud, informasi ini kita dapatkan dalam Al-Qur‟an QS. Al-Baqarah (2): 251

berikut:

‫كمةَ َو َعلَّ َموۥُ َِمَّا يَ َشاءُ َولَ َوَل‬ِ َ ‫فَػهزموىم بِِإذ ِف ٱللَّ ِو وقَػتَل داوۥد جالُوت وءاتَىو ٱللَّو ٱل‬
َ ‫لك َوٱل‬ ُ ُ ََ َ َ ُ ُ َ َ َ ُ َُ َ
ِ ُِ ِ ِ َّ ‫د‬
١٤٠ ‫ني‬ َ ‫ض ُهم بِبَعض لََّف َٰ َدت ٱِلَر ُ َولَك َّن ٱللَّ َو ذُو فَض ٍل َعلَى ٱل َعلَم‬
َ ‫َّاس بَع‬
َ ‫فع ٱللو ٱلن‬ ُ َ
“Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah
dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah
memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah
meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang
dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan)

81
Ibnu Jarir al-Thabari, Tarikh Umam wa al-Muluk, Jilid I, h. 460
82
Ibnu Katsîr, Tafsir Al-Qur‟an al-„Azhîm, Juz I , h 403-406
86

sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi
ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta
alam.”83 (QS. al-Baqarah [2]: 251.

Ayat ini menegaskan dua hal penting yaitu ketika Nabi Daud dapat

membunuh Jalut dan diberikan hikmah oleh Allah dan mengajarkan hikmah

tersebut84. Setelah Daud mampu mengalahkan Jalut Allah memberikan Kerajaan

dan Hikmah85 setelah meninggalnya Samuel dan Thalut, namun Daud menerima

Kerajaan dan hikmah tidak dalam satu waktu, setelah itu Allah menurunkan Zabur

kepadanya86.

Nabi Dawud memerintah sekitar 40 tahun (1012-972 SM). Dan pada masa

pemerintahan Nabi Dawud inilah didirikan kerajaan Israel di Kan‟an. Kehidupan

Banî Isrâ‟îl pada masa Nabi Daud lebih baik daripada masa sebelumnya. Setelah

Nabi Dawud Meninggal, kerajaan Israel dipimpin oleh putranya, yaitu Nabi

Sulaiman (King Solomon), yang memerintah tahun 972-932 SM. Pada masa

pemerintahan Nabi Sulaiman inilah, direnovasi Baitul Maqdis di atas Bukit Moria

(Zion)87. Pada masa ini, wilayah kerajaan Israel diperluas dari sungai Nil di

selatan hingga ke sungai Eufrat di utara88.

83
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 41
84
al-Qrthubi, Jami‟ li Ahkam Alquran, jilid 3, hal, 256.
85
Dalam Alquran, sekurang-kurangnnya Allah menyebutkan hikmah yang diberikan
kepada hamba-Nya sebanyak 27 kali disebutkan diberbagai surat dan peristiwa di dalamnya.
Menurut al-Razi, ada beberapa makna hikmah dalam Alquran diantaranya adalah ilmu
pengetahuan yang mendalam tentang ajaran Alquran, dapat dimaknai pula dengan sunnah Nabi
hingga kenabian yang diberikan para rasul dan Nabi. Misalnya QS al-Nisa [4] 5. Lihat al-Razi,
Mafatih al-Gaib. Sebagaimana pula disebutkan pada SQ al-Nisa [4] 163. QS al-Baqarah [2] 251.
86
Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir, jilid 2, hal, 427.
87
Baitul Maqdis adalah masid kedua yang didirikan setelah Masjidil Haram, jarak antara
pendirian Masjidil Haram dan Masjid Baitul Maqdis adalah empat puluh tahun. Informasi ini dapat
kita temukan dalam HR. Bukhari, Bab Kisah Para Nabi, Bagian: Hadits Tentang Abu Dzar yang
Bertanya Tentang Masid yang Pertama Kali berdiri di Muka Bumi.
88
M. Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-Agama Di Dunia , h. 348. Mengenai
anugerah yang diberikan Allah kepada Nabi Dawud dalam memimpin kerajaannya tercantum
dalam firman Allah QS. Shad [38]: 17-20)
87

Dapat disimpulkan bahwa term Asbâth pertama kali muncul dalam Al-

Qur‟an untuk menyebutkan suku-suku Banî Isrâ‟îl mulai pada zaman Nabi Musa.

Dari runtutan awal kemunculan term tersebut dapat difahami bahwa Banî Isrâ‟îl

baru dikelompokan menjadi dua belas suku Asbâth ketika jumlah mereka

berkembang pesat dan ini terjadi pada zaman Nabi Musa as ketika keluar dari

negeri Mesir. Dari sini dapat disimpulkan term Banî Isrâ‟îl lebih dahulu

disebutkan dari pada term Asbâth dalam Al-Qur‟an. Maka dapat diambil

kesimpulan bahwa term Banî Isrâ‟îl maknanya lebih umum dari term Asbâth,

karna term Banî Isrâ‟îl bermakna keturunan Isrâ‟îl (Nabi Ya‟qub) secara umum,

sedangkan term Asbâth bermakna keturunan Isrâ‟îl (Nabi Ya‟qub) dari dua belas

putra beliau yang setiap orang melahirkan kaum/ suku jumlah yang banyak, titik

kuncinya pada jumlah yang banyak.

Bagan Keturunan Nabi Ya’qub dari empat Istri

Ya‟qub

Zilfa Lea Rachel Bilha

Gaad Ruben Yusuf


Daan

Simoen
Asyer Benyamin Naftali

Lewi

Yahuda

Isakhar

zebulon
88

Tabel Asbâth

No Nama Suku Keturunan yang menonjol Posisi


Asbâth
1. Ruben Elizur bin Syedeur89 Pemimpin (Naqib) Suku
Ruben dalam perjalanan
menuju Baitul Maqdis
pada zaman Nabi Musa.
90
2. Syam‟un Selumiel bin Zurisyadai Pemimpin (Naqib) Suku
(Simoen) Simeon dalam perjalanan
menuju Baitul Maqdis
pada zaman Nabi Musa.
3. Lewi -Nabi Musa bin Imran bin -Nabi yang di utus untuk
Kehat bin Azer bin Lawi91 Bani Israil untuk
membebaskan mereka dari
kekejian Fir‟aun.
-Nabi Harun bin Imran bin -Nabi yang di utus untuk
Kehat bin Azer bin Lawi92 untuk membantu Nabi
Musa.
-Nabi Ilyas bin Yasin bin -Nabi yang di utus kepada
Pinehas bin Ezar bin kaum Ba‟labak
Harun bin Imran bin Kehat penyembah berhala pada
bin Azer bin Lawi93 tahun 870 SM..
-Nabi Samuel bin Bela bin
Al-Qamah bin Yarkam bin -Nabi yang diutus untuk
Eleho bin Tiho bin Suf bin Bani Israil sebelum Nabi
Mahes bin Emos bin Ezar Dawud pada masa

89
Ibnu Katsîr, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1978) Jilid II, h. 298-299.
90
Ibnu Katsîr, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Jilid II, h. 298-299.
91
Ibnu Jarir al-Thabari, Tarikh Umam wa al-Muluk, Jilid III, h. 385
92
Ibnu Atsîr, al-Kȃmil fî al-Tȃrîkh, (Beirut: Dȃr al-Fikr, 1965 M) Jilid 1, h. 170
93
Ibnu Katsîr, Tafsir Al-Qur‟an al-„Azhîm, Juz 4 , h. 19
89

bin Harun bin Imran bin pemerintahan raja Thalut .


Kehat bin Azer bin Lawi94. Kenabiannya disebutkan
dalam Al-Qur‟an surat Al-
Baqarah (2): 246 .
- Uzair\Ezra bin Seraya -Salah satu Nabi Banî
binAzarya bin Hilkia bin Isrâ‟îl. Ia hidup setelah
Salum bin Zadok bin zaman Nabi Dawud dan
Ahitub bin Amarya bin Nabi Sulaiman, namun
Azarya bin Merayot bin sebelum zaman Nabi
Zerahya bin Uzi bin Buki Zakaria dan Yahya. Tidak
bin Abisua bin Pinehas bin seorangpun yang tersisa
Ezar bin Harun bin Imran dari Banî Isrâ‟îl yang
bin Kehat bin Azer bin masih menghafal kitab
Lawi95. suci Taurat selain dia, lalu
Allah mengilhamkan
hafalan itu kepada Uzair,
Oleh karena itulah orang
Yahudi menyebutnya
dengan sebutan “Uzair
putra Allah”.
4. Yahuda -Nahason bin Aminadab - Pemimpin (Naqib) Suku
bin Aram bin Hezron bin Yahuda dalam perjalanan
Peres bin Yahuda96. menuju Baitul Maqdis
pada zaman Nabi Musa.
-Nabi Dawud bin Isai bin -Nabi dan Raja kerajaan
Obed bin Baos bin Salma Israil di Kan‟an.
bin Nahason bin Memerintah sekitar 40

94
Ibnu Jarir al-Thabari, Tarikh Umam wa al-Muluk, Jilid I, h. 467
95
Abdullah ibn Hasan ibn Hibatullah ibn Abdullah Ibnu Husain Ibn Asakir, Tarikh al-
Dimasyqa, ( Beirut: Dar el-Fikr, 1995), Jilid XVII, h. 35
96
Ibnu Katsîr, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Jilid II, h. 298-299.
90

Aminadab bin Ram tahun (1012-972 SM).


Hezron bin Peres bin Kehidupan Banî Isrâ‟îl
Yahuda97. pada masa Nabi Daud
lebih baik daripada masa
sebelumnya.
-Nabi Sulaiman bin -Nabi dan Raja kerajaan
Dawud bin Isai bin Obed Israil yang memerintah
bin Baos bin Salma bin tahun 972-932 SM. Pada
Nahason bin Aminadab masa ini, wilayah kerajaan
bin Ram Hezron bin Peres Israel diperluas dari
bin Yahuda98. sungai Nil di selatan
hingga ke sungai Eufrat di
utara.
-Rahabeam bin Sulaiman -Raja Kerajaan Yahuda
bin Dawud bin Isai bin pasca terpecahnya
Obed bin Baos bin Salma kerajaan Israil menjadi
bin Nahason bin dua.
Aminadab bin Ram
Hezron bin Peres bin
Yahuda99.
- Nabi Zakaria bin Ladun -Nabi yang diutus untuk
bin Musalam bin Shaduq Bani Israil dan termasuk
bin Hasyban bin Dawud 25 Nabi yang wajib kita
bin Sulaiman bin Shadiqah Imani.
bin Barkhiya bin Balathah
bin Nahor bin Syalom bin
Bahfasyat Inamen bin
Rahabeam bin Sulaiman

97
Ibnu Jarir al-Thabari, Tarikh Umam wa al-Muluk, Jilid I, h. 476
98
Ibn Asakir, Tarikh al-Dimasyqa, Jilid XXII, h. 230
99
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, h. 865
91

bin Dawud bin Isai bin


Obed bin Baos bin Salma
bin Nahason bin
Aminadab bin Ram
Hezron bin Peres bin
Yahuda100.
- Nabi Yahya bin Zakaria -Nabi yang diutus untuk
bin Ladun bin Musalam Bani Israil dan termasuk
bin Shaduq bin Hasyban 25 Nabi yang wajib kita
bin Dawud bin Sulaiman Imani.
bin Shadiqah bin Barkhiya
bin Balathah bin Nahor bin
Syalom bin Bahfasyat bin
Inamen bin Rahabeam bin
Sulaiman bin Dawud bin
Isai bin Obed bin Baos bin
Salma bin Nahason bin
Aminadab bin Ram
Hezron bin Peres bin
Yahuda101.
-Nabi Isa bin Maryam -Nabi yang diutus untuk
binti Imran bin Matan bin Bani Israil dan termasuk
Ezra bin Zerebeal bin 25 Nabi yang wajib kita
Syaltan bin Yohanan bin Imani.
Perestia bin Amon bin
Manasye bin Hezkiel bin
Ahaz bin Moutsam bin
Azarya bin Boram bin

100
Ibn Asakir, Tarikh al-Dimasyqa, Jilid XXVII, h. 215
101
Abu Nu‟aim al-Asfahani, Hilyatul Auliya wa Thabaqatul Ashfiya‟,(Beirut; Dar al-Fikr,
t.th.) Jilid 9, h. 268
92

Yesafat bin Asa Abia bin


Rahabeam bin Sulaiman
bin Dawud bin Isai bin
Obed bin Baos bin Salma
bin Nahason bin
Aminadab bin Ram
Hezron bin Peres bin
102
Yahuda .
5. Isakhar Nataneel bin Zuar103. Pemimpin (Naqib) Suku
Isakhar dalam perjalanan
menuju Baitul Maqdis
pada zaman Nabi Musa.
6. Zebulon Gamaliel bin Pedazur104. Pemimpin (Naqib) Suku
Zebulon dalam perjalanan
menuju Baitul Maqdis
pada zaman Nabi Musa.
105
7. Gaad Elyasaf bin Rehuel . Pemimpin (Naqib) Suku
Gaad dalam perjalanan
menuju Baitul Maqdis
pada zaman Nabi Musa.
8. Asyer Pagiel bin Okhran106. Pemimpin (Naqib) Suku
Asyer dalam perjalanan
menuju Baitul Maqdis
pada zaman Nabi Musa.
9. Daan Ahiezer bin Amisyadai107. Pemimpin (Naqib) Suku
Daan dalam perjalanan

102
Sami bin Abdullah Ahmad al-Magluth, Atlas Agama-Agama, (Jakarta: al-Mahira,
2011), h. 179
103
Ibnu Katsîr, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Jilid II, h. 298-299.
104
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, h. 731
105
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, h. 731
106
Ibnu Jarir al-Thabari, Tarikh Umam wa al-Muluk, Jilid I, h. 237
107
Ibnu Katsîr, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Jilid II, h. 300.
93

menuju Baitul Maqdis


pada zaman Nabi Musa.
10. Naftali Eliab bin Helon108. Pemimpin (Naqib) Suku
Naftali dalam perjalanan
menuju Baitul Maqdis
pada zaman Nabi Musa.
11. Yusuf -Yusya‟ bin Nun bin - Pemimpin (Naqib) Suku
Afraim bin Yusuf109 . Yusuf dalam perjalanan
menuju Baitul Maqdis,
juga pemimpin Bani Israil
yang berhasil memasuki
Baitul Maqdis, penerus
kenabian Nabi Musa dan
Harun .
-Nabi Ilyasa‟ bin Akhtab -Nabi yang di utus untuk
bin Syutlem bin Afraim bangsa Aram dan Bani
bin Yusuf110. Israil pada tahun 830 SM
di Juabar damaskus.
12. Benyamin -Abidan bin Gideoni111. - Pemimpin (Naqib) Suku
Benyamin dalam
perjalanan menuju Baitul
Maqdis pada zaman Nabi
Musa.
-Thalut/Saul bin Qais bin -Raja Bani Israil sebelum
Afeil bin Sera bin Tahwar Nabi Dawud.
bin Afih bin Anis bin
Benyamin112.

108
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, h. 732
109
Ibnu Jarir al-Thabari, Tarikh Umam wa al-Muluk, Jilid I, h. 433
110
Sami bin Abdullah Ahmad al-Magluth, Atlas Agama-Agama, h. 167
111
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, h. 732
112
Ibn Asakir, Tarikh al-Dimasyqa, Jilid VIII, h. 104
94

D. SEJARAH KEMUNCULAN TERM YAHUDI

1. Perpecahan Kerajaan Israel pasca wafatnya Nabi Sulaiman (awal


munculnya istilah Yahudi )

Penggunaan term Yahudi dalam Alquran yang pertama muncul dengan

memakai lafal Hâdû. dalam surat al-Baqarah (2): 62 berikut:

‫ني َمن ءَ َام َن بِٱللَّ ِو َوٱليَ ِوـ ٱِل ِخ ِر َو َع ِم َل‬


َ ِ‫ٱلصب‬
َِّ ‫َّصَرى َو‬
َ ‫ادواْ َوٱلن‬
ُ ‫ين َى‬
ِ َّ ِ َّ ِ
َ ‫إ َّف ٱلذ‬
َ ‫ين ءَ َامنُواْ َوٱلذ‬
ٌ ‫ند َرَِهِم َوََل َخ‬ ِ
٥١ ‫وؼ َعلَي ِهم َوََل ُىم ََي َزَسنُو َف‬ َ ‫َجرُىم ِع‬
ُ ‫صلحا فَػلَ ُهم أ‬
113
َ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-
orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka
yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal
saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada
kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.”114 (QS. al-Baqarah [2]: 62)

Menurut informasi yang penulis dapatkan dalam Tafsir al-Tahrîr wa al-

Tanwîr karya Thahir Ibnu „Âsyûr, dalam menafsirkan lafal Hâdû pada ayat QS.

Al-Baqarah : 62 di atas penamaan Yahudi baru dikenal setelah kematian Nabi

sulaiman as. pada sekitar 975 SM. Setelah Nabi Sulaiman wafat, bangsa Israel

mulai mengalami kemunduran akibat adanya perpecahan pada dua belas suku

Asbâth. Saat itu, dua suku dari dua belas suku Asbâth yaitu suku Yahuda dan suku

Benyamin memilih putra Nabi Sulaiman Rab‟am (Rahabeam) untuk

113
Lihat juga ayat berikut:
ٌ ‫صلِحا فَ ََل َخ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ َّ ِ
‫وؼ‬ َ ‫ٱلصُبِو َف َوٱلن‬
َ ‫َّصَرى َمن ءَ َام َن بٱللَّو َوٱليَوـ ٱِلخ ِر َو َعم َل‬ َّ ‫ادواْ َو‬
ُ ‫ين َى‬ َ ‫إ َّف ٱلذ‬
َ ‫ين ءَ َامنُواْ َوٱلذ‬
٥٩ ‫َعلَي ِهم َوََل ُىم ََيَزَسنُو َف‬
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Shabi‟in dan
orang-orang Nasrani, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada
Allah dan hari Kemudian serta beramal shalih, maka untuk mereka adalah ganjaran dari
sisi Tuhan mereka, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka bersedih
hati”113 (QS. Al Mâidah: 69)
114
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 10
95

menggantikan ayahnya sebagai raja, karena dia dari keturunan suku Yahuda115.

Sedangkan sepuluh suku yang lainnya memilih Yerobeam dari turunan suku

Efraim bin Yusuf. Akhirnya pada masa ini kerajaan Israel terpecah menjadi dua

bagian, yaitu, kerajaan Utara dan Selatan. Kerajaan selatan diberi nama Yahuda

(Judah), yang diambil dari nama moyangnya, Yahuda bin Ya‟qub dengan ibukota

Yerussalem dengan rajanya Rab‟am (Rahabeam), pada masa inilah penamaan

sebagian suku dari Banî Isrâ‟îl dengan istilah Yahudi baru muncul. Sedangkan

kerajaan utara bernama Israel, beribu kota di Samaria dengan rajanya Yar‟am

(Yerobeam)116.

Kerajaan selatan (Yahuda) yang dipimpin oleh Rahabeam putra Nabi

sulaiman beribukota di Yerussalem, kerajaan ini tidak diikuti kecuali oleh

keturunan Yahuda dan Benyamin. sedangkan kerajaan Utara (Israil) yang

dipimpin oleh Yerobeam putra Banath salah seorang anak buah nabi Sulaiman

yang gagah berani dan diserahi oleh beliau kekuasaan yang berpusat di Samaria.

Tatapi masyarakatnya sangat bejat dan mengaburkan ajaran agama. Mereka

menyembah berhala, dan akhirnya kerajaan ini punah setelah 250 tahun117. Antara

tahun 721-722 SM, Kerajaan Israel yang berpusat di Samaria mengalami

kehancuran akibat diserang oleh bangsa Assyria. Seluruh negeri mereka

hancurkan, ribuan orang Israel dibunuh, dan sekitar 27.290 orang penduduk Israel

dari golongan atas dan menengah digiring ke dalam pembuangan. Selain itu,

penduduk bangsa lain banyak yang dipindahkan ke Israel, sehingga terjadilah

115
Menurut analisa penulis, inilah awal munculnya istilah Yahudi.
116
Thâhîr Ibnu „Âsyûr, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, ( Tunis: Dâr al- Tunisiyah, 1984), Juz I,
h. 532-533
117
Ahmad Syalabi, Muqâranatu al-Adyan al-Yahûdiyah, h. 54
96

asimilasi keturunan maupun kepercayaan. Sejak itu, tidak ada lagi kekuasaan

kerajaan Israel118.

2. Masa penyerangan Nebukadnezar

Pada tahun 606 SM (ada yang mengatakan tahun 586 SM ), Kerajaan

selatan (Yahuda) juga mengalami kejadian serupa dengan kerajaan Utara

(Kerajaaan Israil). Kerajaan Yahuda dihancurkan oleh raja Nebukadnezar dari

Babilonia. Kota Yerussalem dihancurkan, tempat-tempat ibadah dan Tabut yang

berisi Taurat dihancurkan, ribuan orang terbunuh, selebihnya dijadikan budak.

Peristiwa ini sudah jauh-jauh hari diperingatkan oleh Nabi Musa dan nabi yang

diutus kala itu yakni Nabi Yeremia, jika mereka menyimpang dari Taurat mereka

akan mendapatkan hukuman dari Allah119.

Setelah Yeremia menyampaikan risalah Tuhan kepada kaumnya, dan

mereka telah mendengar adzab dan hukuman yang akan dijatuhkan kepada

mereka, ternyata mereka bukannya takut atau bertaubat, mereka malah menentang

Yeremia dan mendustakannya. Kemudian mereka menangkap Yeremia dan

memenjarakannya. Banyak kedurhakaan telah dilakukan oleh orang-orang

Yahudi, seperti membunuh para nabi yang diutus kepada mereka120. Mereka

118
Thâhîr Ibnu „Âsyûr, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, Juz I, h 533
119
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, h. 882
120
Diantaranya mereka membunuh Nabi Yesaya ketika mereka diajak kembali ke jalan
Allah setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan dan kesesatan. Nabi Yesaya juga
memperingatkan mereka bahwa akan datang siksa dan adzab yang pedih dari Allah bagi siapa saja
yang menentang dan mendustakan-Nya. Namun, tidak lama setelah Nabi Yesaya menyampaikan
hal itu kepada mereka, ternyata mereka mencari dan memburu Yesaya untuk membunuhnya. Maka
Yesaya pun melarikan diri dari mereka. Kemudian ia melihat pohon besar dihadapannya yang tiba-
tiba terbelah untuknya, maka tanpa ragu-ragu Yesaya pun masuk ke dalamnya. Setan yang melihat
kejadian itu segera mengambil ujung baju Yesaya dan mengeluarkannya hingga terlihat di sisi
luar. Dan ketika orang Yahudi melihat ujung baju Yesaya itu, maka mereka mengambil gergaji
dan membelah pohon itu, dan terbelahlah Yesaya bersama pohon tersebut. Lihat Ibnu Jarir al-
Thabari, Tarikh Umam wa al-Muluk,(Beirut: Dar el Fikr, 1979 M) Juz I , h. 536-537.
97

melakukan pembunuhan tersebut bukan karena kesalahan atau ketidak tahuan

melainkan berdasarkan pengetahuan dan kesengajaan121. Hal itu terjadi karena

mereka berbuat durhaka melampaui batas122. Allah swt. berfirman :

‫صواْ َّوَكاَسنُواْ يَعتَ ُدو َف‬ ِ َ ِ‫ت ٱللَّ ِو ويقتُػلُو َف ٱلنَّبِيِن بِغَ ِي ٱل ِق َذل‬
ِ ‫ك بِأََسنػَّهم َكاَسنُواْ يك ُفرو َف َبِاي‬ِ
٥٠ َ ‫ك ِبَا َع‬ َ َ ََ َ ُ َ ُ َ ‫َذل‬
“Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan
membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu
(terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.”123
(QS. al-Baqarah [2]: 61)

Sifat melampaui batas yang ditunjukkan oleh orang Yahudi sudah

mendarah daging, bahkan hati mereka sudah sedemikian keras, Allah bahkan

mengunci mata hati mereka karena berbagai pelanggaran yang mereka lakukan,

sebagaimana tercantum dalam firman Allah dalam Alquran berikut:

ِِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ُ‫فَبِ َما َسنَقض ِهم ِميثََق ُهم َوُكف ِرىم َبِايَت ٱللَّو َوقَتل ِه ُم ٱِلََسنبِيَاءَ بِغَ ِي َح ّق َوقَوَّلم قػُلُوبػُنَا غ‬
‫لف بَل‬
٠٤٤ ‫ؤمنُو َف إََِّل قَلِيلا‬ِ ‫طَبع ٱللَّو علَيها بِ ُكف ِرِىم فَ ََل ي‬
ُ َ َ ُ ََ
“Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan
mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap
keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa
(alasan) yang benar dan mengatakan: "Hati kami tertutup". Bahkan,
sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya,
karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari
mereka.”124 (QS. al-Nisa‟ [4]: 155)

Pembunuhan tanpa alasan yang benar (haq) yang dilakukan orang-orang

Yahudi merupakan perbuatan sangat tercela, terlebih Nabi-nabi yang mereka

bunuh tersebut berasal dari kelompok mereka sendiri yang seharusnya mereka

hormati.

121
Ibnu Katsîr, Tafsir Alquran al-„Azhîm, h. 103
122
Muhammad Qurays Syihab, Tafsir al-Misbah, h. 205
123
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 61
124
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 103
98

Selain membunuh para Nabi kaum Yahudi juga kerap melanggar aturan

Tuhan Allah swt. Kaum Yahudi diberikan beberapa aturan-aturan supaya mereka

tidak mengikuti hawa nafsunya, namun orang-orang Yahudi sebagaimana yang

digambarkan Alquran termasuk kaum yang sering membantah perintah Tuhannya.

Alquran menjelaskan bahwa akibat pelanggaran yang mereka lakukan

menyebabkan mereka diberikan hukuman berupa pengharaman beberapa jenis

makanan yang sebelumnya dibolehkan bagi mereka, sebagaimana firman Allah

swt:

‫ِىم َعن َسبِ ِيل ٱللَّ ِو َكثِيا‬ ِ ‫ت أ ُِحلَّت ََّلم وبِصد‬ٍ ‫فَبِظُلم ِمن ٱلَّ ِذين ىادواْ حَّرمنَا علَي ِهم طَيِب‬
٠٥١ َ َ ُ َ َ َ َُ َ َ
‫ين ِم ُنهم َع َذابًا أَلِيما‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫وأَخ ِذ ِىم ٱلِربػواْ وقَد َسنػُهواْ عنو وأَكلِ ِهم أَمو َؿ ٱلن‬
َ ‫َّاس بٱلبَط ِل َوأَعتَدَسنَا لل َكف ِر‬ َ ََُ ُ َ َ ُ َ
٠٥٠
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan
Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya
mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta
benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”125 (QS. al-
Nisa‟ [4]: 160-161)

Sebagian ketetapan Allah yang dilanggar oleh orang-orang Yahudi anatra

lain suka memakan riba, sebagaimana tersebut dalam ayat di atas. Kesukaan pada

uang dan sifat tamak mereka proyeksikan pada Allah, karena itu Allah dipandang

memiliki sifat tamak karena mereka menganggap Allah tidak memberikan mereka

kemurahan rezeki, yang mana kala itu sebagian diantara orang Yahudi selalu

125
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 103
99

merugi setelah memusuhi Nabi Muhammad126, dan anggapan mereka yang

menyatakan Allah tamak tercantum dalam Al-Qur‟an berikut:

‫يف‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ َّ ِ
َ ‫بٰوطَتَاف يُنف ُق َك‬ ُ ‫ود يَ ُد ٱللو َمغلُولَةٌ غُلت أَيديهم َولُعنُواْ ِبَا قَالُواْ بَل يَ َداهُ َم‬ ُ ‫َوقَالَت ٱليَػ ُه‬
َ‫غضاء‬ َ ِ‫يك ِمن َّرب‬
َ َ‫ك طُغيَنا َوُكفرا َوأَل َقينَا بَينَػ ُه ُم ٱل َع َد َوَة َوٱلب‬ َ َ‫يد َّف َكثِيا ِم ُنهم َّما أَُسن ِزَؿ إِل‬
َ ‫يَ َشاءُ َولَيَ ِز‬
‫رب أَط َفأ ََىا ٱللَّوُ َويَٰ َعو َف ِف ٱِلَر ِ فَ َٰادا َوٱللَّوُ ََل‬ ِ ‫إِ ََل يوِـ ٱل ِقيم ِة ُكلَّما أَوقَ ُدواْ َسنَارا لِلح‬
َ َ ََ َ
٥٣ ‫ين‬ ِ ِ ُّ ‫َُِي‬
َ ‫ب ٱلُفٰد‬
“Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya
tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat
disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi
kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia
kehendaki. Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu
sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi
kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan
kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka
menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat
kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang
membuat kerusakan.”127 (QS. al-Maidah [5]: 64)

Orang-orang Yahudi juga terbiasa membangkang perintah-perintah Allah

yang terdapat dalam kitab suci mereka kemudian mereka mebuat hukum sendiri

sesuai dengan selera mereka yang bertentangan dengan tuntunan Allah swt.,

karena itu Alquran memposisikan mereka sebagai orang yang memutar-balikan

kebenaran dengan kebatilan sebagai kebenaran. Padahal kitab suci mereka

(Taurat) telah menjelaskan mana yang benar dan mana yang salah secara

gamblang, tetapi hati mereka telah diliputi oleh kesombongan yang besar sehingga

sulit menerima kebenaran. Karena begitu banyak kedurhakaan yang mereka telah

lakukan maka mereka juga dihukum dengan pengharaman beberapa makanan,

sebagaiamana yang tercantum dalam Alquran berikut:

126
Muhammad Qurays Syihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) Jilid V ,
h. 177
127
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 118
100

‫وم ُه َما إََِّل َما‬ ِ ِ ِ َّ


َ ‫ادواْ َحَّرمنَا ُك َّل ذي ظُُفر َوم َن ٱلبَػ َق ِر َوٱلغَنَ ِم َحَّرمنَا َعلَي ِهم ُش ُح‬ ُ ‫ين َى‬ َ ‫َو َعلَى ٱلذ‬
٠٣٥ ‫ص ِدقُو َف‬ ِ ِ
َ ‫ورُُهَا أَ ِو ٱلََوايَا أَو َما ٱختَػلَ َط بِ َعظم ذَل‬
َ َ‫ك َجَزينَ ُهم ببَغيِ ِهم َوإَِسنَّا ل‬ ُ ‫ََحَلَت ظُ ُه‬
“Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang
berkuku dan dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak
dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya
atau yang di perut besar dan usus atau yang bercampur dengan tulang.
Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka; dan
sesungguhnya Kami adalah Maha Benar”128 (QS. al-An‟am [6]: 146)

Maka karena kedurhakan-kedurhakaan yang telah mereka lakukan Allah

swt. menepati janji-Nya menanamkan di dalam hati Nebukadnezar untuk

menyerang kaum Yahudi dengan sangat keji129.

Saat menjalani pembuangan di Babilonia, orang-orang Yahudi dilarang

menjalankan kepercayaannya sesuai dengan ajaran Nabi Musa, dan dilarang

menyebut nama Allah, serta dilarang memakai bahasanya sendiri, Ibrani. Untuk

menyelamatkan keturunan mereka, orang-orang Yahudi kawin dengan penduduk

setempat, yang mengakibatkan asimilasi generasi dan kepercayaan. Bahkan

akhirnya, banyak keturunanYahudi tidak mengerti bahasa ibunya sendiri. Selain

itu, mereka juga membuat kata sandi YHWH (Yahweh) untuk menyebut nama

Tuhan, dan mengemas peribadatan dengan mencampur ajaran Musa dengan

kepercayaan bahasa Babilonia (Irak) yang menyembah dewa Marduk130.

3. Masa Kekuasaan Raja Cyrus (Pembangunan Kembali Bitul

Maqdis)

Setelah lama menjadi budak di Babilonia, orang-orang Yahudi baru

kembali ke Palestina pada tahun 539-509 SM. Saat itu, Babilonia telah ditaklukan

128
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 147
129
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, h. 882
130
Ibnu Jarir al-Thabârî ,Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Juz I, h. 539
101

oleh Persia di bawah kekuasaan raja Cyrus yang agung131 (ada yang menyebut

nama raja itu Besytaseb).132 Pada saat inilah dibangun kembali Baitul Maqdis .

Dan pada masa ini pula peristiwa Uzair yang ditidurkan Allah selama seratus

tahun dan setelah ia dibangunkan kemudian ia menulis ulang kitab Taurat karena

tidak ada lagi kitab Taurat yang tersisa pasca penghancuran kota Yerussalem oleh

Nebukadnezar.

Uzair adalah salah satu Nabi Banî Isrâ‟îl. Ia hidup setelah zaman Nabi

Dawud dan Nabi Sulaiman, namun sebelum zaman Nabi Zakaria dan Yahya.

Tidak seorangpun yang tersisa dari Banî Isrâ‟îl yang masih menghafal kitab suci

Taurat selain dia, lalu Allah mengilhamkan hafalan itu kepada Uzair, lalu ia

memberitahukannya kepada Banî Isrâ‟îl. Oleh karena itulah orang Yahudi

menyebutnya dengan sebutan “Uzair putra Allah” karena mereka mendapatkan

kembali kitab suci Taurat melalui hafalannya133.

Dikarenakan alasan (tidak ada yang menghafal Kitab Taurat) itulah

sejumlah ulama mengatakan, runtutan kabar yang disampaikan oleh orang yang

banyak (tawatur) dalam Kitab Taurat telah terputus. Tepatnya pada masa Uzair.

Tawatur ini adalah salah satu syarat dipercayanya sebuah riwayat, karena tawatur

mengharuskan orang yang meriwayatkannya mesti lebih dari sepuluh orang pada

131
Ibnu Jarir menyebutkan bahwa Raja Cyrus atau Bestasyeb adalah seorang raja yang
adil dan bijaksana dalam memimpin kerajaannya. Banyak sekali masyarakat, negeri, raja, dan
panglimanya yang tunduk di bawah kepemimpinannya. Ia juga memeiliki kepandaian dalam
membangun kota-kota, sungai-sungai, dan benteng-benteng pertahanan. Lihat Ibnu Jarir al-Thabârî
,Tarikh al-Umam wa al-Muluk , Juz I, h. 540-541
132
Ibnu Jarir al-Thabârî ,Tarikh al-Umam wa al-Muluk , Juz I, h. 540
133
Abdullah ibn Hasan ibn Hibatullah ibn Abdullah Ibnu Husain Ibn Asakir, Tarikh al-
Dimasyqa, ( Beirut: Dar el-Fikr, 1995) h. 499
102

masanya. Klaim kaum Yahudi yang menganggap „Uzair adalah putra Allah

merupakan suatu penyimpangan Tauhid, hal ini tercantum dalam Alquran berikut:

‫ض ُِهو َف‬ ِ ‫ت ٱلنَّصرى ٱل ِٰي ٱبن ٱللَّ ِو ذَلِك قَوَُّلم بِأ‬ ِ َ‫ت ٱليػهود عزير ٱبن ٱللَّ ِو وقَال‬ ِ
َ ُ‫َفوى ِهم ي‬
َ ُ َ ُ ُ َ ََ َ ُ ٌ َُ ُ ُ َ َ‫َوقَال‬
َّ ‫ين َك َف ُرواْ ِمن قَب ُل قَتَػلَ ُه ُم ٱللَّوُ أ‬
ٖٓ ‫ََّن يُؤفَ ُكو َف‬ ِ َّ َ َ‫ق‬
َ ‫وؿ ٱلذ‬
“Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang
Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikianlah itu ucapan
mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang
kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai
berpaling”134 (QS. al-Taubah[9]: 30)

Orang-orang Yahudi telah mengubah aqidah tauhid dengan keyakinann

yang berbau syirik. Kendati demikian, beberapa muafssir mengatakan bahwa

kenyataan paham „Uzair sebagai putra Allah tidak berlaku secara umum

dikalangan orang Yahudi, melainkan sebatas dianut oleh Yahudi arab135.

Sebab turun ayat di atas sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Ishaq, Ibn

Jarir dan Ibn Mardawaih bersumber dari Ibnu Abbas, Dalam suatu riwayat

dikemukakan bahwa Salam bin Musykaram, Nu‟man bin Aufa, Muhammad bin

Dihyah, Syas bin Qais dan Malik bin ash-Shaif menghadap Rasulallah saw.

Seraya berkata: “ Bagaimana kami bisa mengikuti tuan, padahal tuan telah

meninggalkan kiblat kami dan tidak menganggap „Uzair sebagai putra Allah‟‟136.

Berkenaan dengan peristiwa tersebut turunlah ayat ini, yang menegaskan bahwa

134
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 191
135
Ibnu Jarir al-Thabarî, Jami‟ al-Bayân „an Ta‟wîl Al-Qur‟anjuz X, h. 110-112
136
Hadits ini bernilai Hasan; diriwayatkanoleh al-Thabarî, diriwayatkan dari Abu Kuraib
dari Yunus bin Bukair dari Ibnu Ishaq dari Muhammad bin Abu Muhammad dari Sa‟id bin Jubair
atau Ikrimah dari Ibnu „Abbas. Semua perawi dalam sanad ini tsiqah. Lihat al-Thabarî, al-Jâmi‟
al-Bayan,Juz 11 h. 409. Lihat pula Abu „Umar Nâdî, al-Maqbul min Asbab al-Nuzul, (Kairo:
Mathba‟ah al-Amânah, 1997), h. 367
103

ucapan Yahudi itu sama dengan ucapan kaum kafir sebelum mereka yang telah

dibinasakan Allah swt”137.

Al-Thabâthaba‟î menyatakan bahwa pengertian “Uzair putra Allah” bagi

kaum Yahudi, bukanlah dalam arti sebenarnya sebagaimana halnya kaum Nasrani

yang mengatakan al-Masih anak Allah. Kata-kata itu hanyalah kiasan sebagai

penghormatan kepada „Uzair yang berjasa besar dalam mengkodifikasi dan

mengedit kitab Taurat setelah naskah-naskahnya hancur di saat Nebukadnezar,

Raja Babilonia, menyeramg Yerussalem. Karena jasanya yang begitu besar, ia

dihormati dan dianggap sebagai anak Allah. Pengertian anak Allah di sini bukan

berarti anak yang memiliki unsur ketuhanan, tetapi lebih pada orang yang

mendapat anugerah dan dipilih Allah untuk menyelamatkan kitab Taurat dari

kehancuran.138

Meskipun tidak semua orang Yahudi berpendapat demikian, namun diantara

mereka ada yang menganut faham tasybih (antropomorsisme), yakni faham

mempersamakan Tuhan dengan makhluk-Nya. Contoh faham tasybih di kalangan

Yahudi ini dikemukakan oleh Al-Syahrastani. Menurutnya mereka mengatakan “

bahwa setelah Allah selesai menciptakan langit dan bumi, kemudian Dia bertahta

di singgasana-Nya dengan berbaring telentang sambil meletakan salah satu kaki-

Nya di atas kaki-Nya yang lain.”139 Kendati demikian, pendapat ini pun bukan

merupakan pendapat umum di kalangan orang Yahudi.

137
Ahmad Musthafa al-Marâghi. Tafsir al-Marâghi, h. 169
138
Muhammad Husayn Thabathaba‟î, al-Mizan fi Tafsir al-Qur‟an, (Beirut ; Mu‟assasah
al-A‟lami li Mathbû‟ah, 1973 M), juz X, h. 253
139
Al-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal, (Beirut: Dar l-Fikr, t.th) h.220
104

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, ayat di atas secara gamblang

menyatakan, bahwa klaim „Uzair sebagai anak Allah merupakan penyimpangan

dari ajarann tauhid yang dibawa nabi Musa as., yang sedikit banyak menodai

kemurnian aqidah tauhid.

Kemudian pada tahun 330 SM saat dipimpin pleh Darius III, Persia

ditaklukan oleh Alexander Agung dari Yunani. Bangsa Yahudi pun berganti tuan.

Tahun 301 SM, sebagian negeri jajahan Yunani dapat direbut Mesir, salah satunya

adalah Palestina. Lalu, pada tahun 199 SM, Palestina direbut oleh Assyria dari

Mesir dan menguasainya selama 50 tahun sampai tahun 142 SM. Pada tahun

inilah, bangsa Yahudi berhasil merebut kemerdekaan ditangan Assyria. Akan

tetapi tidak sampai seabad, yaitu 63 SM, mereka kembali hatuh ketangan bangsa

Romawi.140

Pada masa penjajahan Romawi inilah, Tuhan mengutus Nabi Isa. Ia diutus

untuk mengajak Bani Isrâ‟îl agar berpegang teguh pada ajaran Nabi Musa yang

sudah banyak diingkari. Lalu, pada tahun 33 M, diadakan perayaan Paskah

tahunandi Baitul Maqdis sebagai perayaan selamatnya Bani Isrâ‟îl dari penindasan

Fir‟aun. Namun, perayaan tersebut berubah menjadi pesta perniagaan yang

diwarnai perjudian. Bahkan, dipintu gerbang Baitul Maqdis diberi patung garuda

sebagai lambang kebesaran kekaisaran Romawi.

Hal itu membuat Isa dan pengikutnya menyerbu Baitul Maqdis. Kerusuhan

itu menimbulkan kemarahan penguasa Romawi, Romawi kemudian mencoba

untuk menagkap Isa dan pengikutnya. Tetapi, mereka telah menyingkir dan

140
M. Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-Agama Di Dunia , h. 350
105

bersembunyi di bukit Gesmani. Saat itu, orang Yahudi menyebarkan isu bahwa

Isa akan melakukan pemberontakan terhadap Romawi dan mengangkat dirinya

sebagai Raja Yahudi. Dari sinilah awal penangkapan Isa, dan terjadilah

penyaliban Isa yang kontroversional.141

‫َسنص ُار ٱللَّ ِو ءَ َامنَّا بِٱللَّ ِو‬ َ َ‫َسنصا ِري إِ ََل ٱللَّ ِو ق‬
َ َ‫اؿ ٱلََوا ِريُّو َف ََن ُن أ‬ َ َ‫اؿ َمن أ‬
َ َ‫فر ق‬ ِ ‫س ِع‬
َ ‫يٰى م ُنه ُم ٱل ُك‬
َ َّ ‫َح‬ َ ‫فَػلَ َّما أ‬
ٕ٘ ‫ٱشهد بِأََسنَّا ُمٰلِ ُمو َف‬
َ ‫َو‬
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah
dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk
(menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia)
menjawab: "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman
kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-
orang yang berserah diri” (QS. Âli „Imrân [3]: 52)

Setelah Nabi „Isa berdakwah dan memperlihatkan hujjah dan bukti nyata

dihadapa kaumYahudi, sebagian besar dari mereka tetap dalam kekufuran ,

kesesatan, dan keingkaran mereka. Maka Allah swt. memilih sekelompok orang

dari kaum Bani Isrâ‟îl yang baik untuk dijadikan sahabat dan penolong bagi Nabi

„Isa a.s. Mereka ditugaskan untuk membantunya menyebarkan agama,

memberikan masukan kepadanya dan dan melanjutkan ajarannya. Apalagi ketika

kaum Yahudi berniat membunuh dan menyalib Nabi „Isa a.s., bahkan mereka

meminta bantuan raja untuk membantu melaksanakan niat merak. Namun niat itu

digagalkan oleh Allah, karena Nabi „Isa a.s. diselamatkan dari tangan jahat

mereka.142

Pada tahun 70 M, kaum Yahudi pernah mencoba memberontak pada

Romawi, tetapi tidak berhasil. Komandan militer Romawi saat itu, Titus, berhasil

141
M. Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-Agama Di Dunia , h. 351
142
Jalâluddin al-Suyuthî, Ad-Dûr al-Mantsur, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, 911 H)
Juz II, 238
106

mematahkan pemberontakan tersebut. Kemudian pada tahun 132-135 M, mereka

kembali memberontak dan lagi-lagi gagal. Julius Cyprus, pemimpin Romawi,

akhirnya memporak-porandakan Yerussalem.

Diatas puing kota Yerussalem, Kaisar Romawi, Hendrian I, membangun

kota baru dinamakan Elia Capitolina, yang kemudian dikenal dengan nama Elya.

Bangsa Yahudi dilarang memasuki kota Yerussalem selam 200 tahun. Jumlah

populasi merekapun sangat jarang di sepanjang 18 abad berikutnya. Sementara

penduduk pribumi dari keturunan Kan‟an yang berasimilasi dengan kabilah Arab

tetap langgeng disana.

Romawi menguasai Palestina sampai tahun 640 M hingga datangnya

Islam. Kota Yerussalem kemudian diserahkan secara resmi kepada khalifah Umar

ibn Khattab tanpa peperangan. Dibawah pemerintahan Islam seluruh rakyat

diperlakukan dengan adil dan diberi kebebasan beribada sesuai agama masing-

masing. Saat itu Yahudi, Kristen dan Islam hidup rukun dan berdampingan.143

4. Masa Kaum Yahudi Madinah

Ketika orang-orang Babilonia menghancurkan kuil pertama di Yerussalem

2.600 tahun silam, orang-orang Yahudi yang berhasil meloloskan diri hijrah ke

tanah Arab, tepatnya di Yatsrib (Madinah), serta sebagian pergi ke tempat-tempat

yang jauh, dan mereka kemudian membangun komunitas. Kaum yahudi yang

berhijrah ke Madinah inilah yang kelak berinteraksi dengan Nabi Muhammad

saw.

143
M. Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-Agama Di Dunia , h. 352
107

Dalam Alquran beberapa ayat yang memakai term Yahudi merupakan

ayat-ayat yang berkenaan dengan kaum Yahudi Madinah, yaitu ayat-ayat tersebut

turun untuk merespon prilaku kaum Yahudi masa itu yang seringkali berprilaku

menyimpang dari ajaran Taurat, justru kaum Yahudi masa itu kerap kali merubah

isi kitab Taurat dan mengingkari kerasulan Nabi Muhammad saw., hal ini

tergambar dalam ayat berikut:

‫ٰمع‬ ِ ِِ ِ ِ ِ َّ
َ ‫صينَا َوٱَسَع َغ َي ُم‬ َ ‫ادواْ َُيَِرفُو َف ٱل َكل َم َعن َّم َواضعوۦ َويػَ ُقولُو َف ََسعنَا َو َع‬
ُ ‫ين َى‬ َ ‫ِم َن ٱلذ‬
‫َلٰنَتِ ِهم َوطَعنا ِف ٱلدِي ِن َولَو أََسنػ َُّهم قَالُواْ ََِسعنَا َوأَطَعنَا َوٱَسَع َوٱَسنظُرَسنَا لَ َكا َف َخيا‬
ِ ‫ور ِعنَا لَيَّا بِأ‬
ََ
144
ٗٙ‫ؤمنُو َف إََِّل قَلِيَل‬
ِ ‫ََّّلم وأَقوـ ولَ ِكن لَّعنَػهم ٱللَّو بِ ُكف ِرِىم فَ ََل ي‬
ُ ُ ُُ َ َ ََ َ ُ
“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-
tempatnya. Mereka berkata: "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau
menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): "Dengarlah" sedang kamu
sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan):
"Raa´ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama.
Sekiranya mereka mengatakan: "Kami mendengar dan menurut, dan
dengarlah, dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka
dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran
mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.”145 (QS. al-
Nisa‟ [4]: 46)

144
Lihat juga ayat berikut:
‫ؤمن قُػلُوبػُ ُهم َوِم َن‬ ِ ُ‫َسنك ٱلَّ ِذين يٰ ِرعو َف ِف ٱل ُكف ِر ِمن ٱلَّ ِذين قَالُواْ ءامنَّا بِأَفوِى ِهم وَل ت‬َ ‫وؿ ََل ََيُز‬ َّ ‫يَاأَيػُّ َها‬
ُ ‫ٱلر ُس‬
َ َ ََ َ َ ُ َُ َ
‫اضعِ ِوۦۖ يػَ ُقولُو َف إِف‬
ِ ‫عد مو‬ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ‫ادواْ ََسَّعو َف لِل َك ِذ‬ ِ َّ
َ َ َ‫وؾ َُيَِرفُو َف ٱل َكل َم من ب‬ َ ُ‫ين َل يَأت‬َ ‫اخ ِر‬
َ َ‫ب ََسَّ ُعو َف ل َقوـ ء‬ ُ ُ ‫ين َى‬ َ ‫ٱلذ‬
‫ين َل‬ ِ َّ ِ‫أُوتِيتم ى َذا فَخ ُذوه وإِف َّل تُؤتَوه فَٱح َذرواْ ومن ي ِرِد ٱللَّو فِتنتوۥ فَػلَن ََتلِك لَوۥ ِمن ٱللَّ ِو شيا أُولَئ‬
َ ‫ك ٱلذ‬ َ ْ َ َ ُ َ ُ ََ ُ ُ َ َ ُ ُ َُ ُ َ ُ
ِ ِ ِ ِ
٣٠ ‫عظيم‬ ٌ ‫يُِرد ٱللَّوُ أَف يُطَ ِهَر قُػلُوبػَ ُهم ََّلُم ِف ٱلدَُّسنيَا خزي َوََّلُم ِف ٱِلخَرةِ َع َذ‬
َ ‫اب‬
“Hari Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera
(memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan
mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di
antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-
berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum
pernah datang kepadamu; mereka merubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-
tempatnya. Mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah di rubah-rubah oleh
mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini maka hati-
hatilah". Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu
tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah
orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan
di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar” 144(QS. al-Mâidah [5]: 41)
145
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 109
108

Pada kalimat yuharrifûna al-kalima „an mawadhi‟ihi (merubah perkataan

(Allah) dari tempat-tempatnya), difahami bahwa tahrif atau perubahan tersebut

bisa dilakukan dengan dua cara: pertama , mentakwilkan suatu kalimat dengan

makna yang tidak dikehendaki oleh kalimat itu. Misalnya yang dilakukan orang-

orang Yahudi adalah mengatakan bahwa seorang rasul yang diberitakan dalam

Taurat yang akan datang adalah bukan Muhammad tetapi orang lain yang sampai

sekarangpun masih mereka tunggu kehadirannya. Kedua, adalah dengan

mengambil suatu kalimat atau sebagian isi al-Kitab dan meletakkannya di tempat

lain. Selain melakukan perubahan orang-orang Yahudi juga telah mencampur-

adukan apa-apa yang berasal dari nabi Musa dan apa-apa yang ditulis orang jauh

sesudah zaman Musa146.

Hal senada juga dikemukakan Ibnu Katsîr, bahwa pemahaman orang-

orang yahudi terhadap Taurat keliru, dan mereka berbuat jahat terhadap ayat-ayat

Allah dengan mentakwilkannya secara bertentangan dengan maksud

diturunkannya dan mengamalkannya dengan cara yang tidak sesuai sebagaiman

yang dikehendaki, dan semua itu dilakukan dengan kesengajaan147.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan

dua golongan Yahudi. Salah satu di antaranya , pada zaman jahiliah, suka

menzalimi yang lain, yaitu mereka memaksakan hukum yang tak seimbang.

Apabila si kuat (ekoniminya) membunuh si lemah, maka fidyahnya 50 wasaq148.

Sebaliknya, jika si lemah membunuh si kuat, maka fidyahnya 100 wasaq.


146
Ahmad Musthafa al-Marâghi. Tafsir al-Marâghi, (Semarang: CV. Toha Putera) Jilid I,
Juz IV, h. 52-53
147
Ibnu Katsîr, Tafsir Al-Qur‟an al-„Azhîm, Juz I. 146 dan 628.
148
1 wasaq = 60 sha‟, 1 sha‟ = 2,5 kg
109

Ketetapan ini berlaku hingga Rasulallah saw. diutus. Pada suatu ketika si lemah

membunuh si kuat, si kuat mengutus agar si lemah membayar fidyahnya 100

wasaq. Berkatalah si lemah “Apakah dapat terjadi di dua kampung yang

agama,turunan dan negaranya sama, membayar tebusan berbeda? Kami berikan

sekarang ini dengan rasa dongkol, tertekan serta takut terjadi perpecahan. Tapi

sekiranya Muhammad sudah sampai kemari, kami tidak akan memneri itu

kepadamu. “Hampir saja terjadi peperangan diantara dua golongan itu. Mereka

bersepakat untuk menjadikan Rasulallah saw. sebagai penengah. Mereka

mengutus orang-orang munafik untuk mengetahui pendapat Rasulallah. Ayat ini

diturunkan untuk memperingatkan Nabi agar tidak mengambil pusing perihal

mereka149.

Pendapat lain mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kaum

Yahudi yang menghukum seorang pezina dari kalangan mereka dengan

mencambuk dan mencorengkan arang ke mukanya. Mereka telah melenceng dari

ajaran Taurat yang mewajibkan hukum rajam bagi pezina yang telah menikah. Hal

ini mereka lakukan karena maraknya perzinahan yang dilakukan oleh orang-

orang kaya dan terhormat di kalangan mereka. Rasulallah merasa sedih dengan

komdisi seperti ini. Hingga ayat ini turun untuk menghibur beliau150.

Zamakhsyari menafsirkan ayat-ayat tentang perubahan yang dilakukan

oleh orang-orang Yahudi itu secara lebih spesifik seperti perubahan tentang sifat-

sifat nabi Muhammad dan penghapusan hukum rajam. Pada dasarnya Zamaksyari

menerima makna lafzhi dari ayat-ayat ini, yaitu bahwa sebagian orang-orang
149
Lihat Jalâludîn al-Suyûthî, Lubâb al-Nuqûl fi asbâb al-Nuzûl (Riyadh: Maktabah al-
Riyadh, t.th) h. 226
150
Lihat Jalâludîn al-Suyûthî, Lubâb al-Nuqûl fi asbâb al-Nuzûl, h. 227
110

Yahudi telah merubah, menghilangkan atau mengurangi dan menambah sebagian

isi Taurat151.

Menurut Ibnu Hazm, sebagaiman dikutip Mahmud Al-Syarif, bahwa Taurat

yang dimiliki oleh umat Yahudi sekarang tidak terdapat di dalamnya ajaran

tentang Hari Akhirat dan adanya balasan setelah mati.152 Al-Aqqad juga

mendukung pendapat tersebut dengan menyatakan: “ Kitab-kitab Israil tidak

menyebut tentang Hari Kiamat”153.

Penghapusan konsep Hari Akhirat dalam kisah Taurat yang mereka susun,

bukanlah merupakan hal yang aneh jika dihubungkan dengan pandangan hidup

orang Yahudi yang matrealistis. Pandangan hidup mereka yang serba materi ini

cenderung menjauhkan mereka dari konsep kehidupan ruhani, khususnya

menyangkut keyakinan kepada yang Ghaib, yaitu Hari Akhirat, yang menjadi

bagian esensial dari agama samawi yang tidak mungkin diabaikan. Nilai-nilai

esensial yang terkandung di dalam konsep keyakinan kepada Hari Akhirat ini,

menurut Fazlur Rahman sangat penting, karena : pertama, moral dan keadilan

sebagai suatu konstitusi penilaian kualitas perbuatan secara adil sangat sulit

ditemukan didunia ; kedua , tujuan hidup yang diperjuangkan oleh manusia

mencakup dua dimensi kehidupan, yaitu kehidupan duniawi dan kehidupan

ukhrawi ; ketiga, perbedaan pendapat dan konflik yang diakui secara jujur sangat

sulit dijumpai di dunia. Oleh karena itu pemecahan masalah tersebut akan dapat

151
Zamakhsyari, Tafsir al-Kassyâf „an haqâiq al-Tanzîlwa „Uyûn al-Aqwîl fi wujûh al-
Ta‟wîl, (Kairo: Musthafa al-Bâbi al-Halabi wa Aulâduh, 1972 M), Jilid I, h. 291, 530 dan 600.
152
Mahmud al-Syarif, Al-Adyan Fi Alquran,( Jeddah: Dâr Ukkâzh, 1979), h. 103
153
Mahmud al-Syarif, Al-Adyan Fi Alquran,, h. 103
111

ditentukan di akhirat karena batin manusia akan terlihat jelas.154 Allah sendiri

menegaskan dalam berbagai ayat-Nya bahwa segala perbuatan manusia akan

dimintai pertanggungjawabannya di akhirat, yakni hari pemberian ganjaran berupa

kenikmatan surgawi bagi orang yang baik dan taat kepada-Nya dan kesengsaraan

dineraka bagi orang yang ingkar dan membangkang kepada-Nya.

Kaum Yahudi Madinah selain kerap kali merubah isi Taurat, mereka juga

mengingkari kerasulan Nabi Muhammad saw., padahal sebelum kedatangan Nabi

Muhammad saw., orang Yahudi maupun Nasrani, sama-sama menunggu

datangnya seorang Rasul yang kelak akan melanjutkan ajaran yang dibawa oleh

nabi dan rasul sebelumnya. Berita mengenai akan datangnya seorang Rasul,

mereka ketahui melalui informasi dari kitab suci mereka baik Taurat maupun

Injil155. Alquran juga menginformasikan bahwa kedatangan Nabi Muhammad

saw. sudah tercantum dalam kitab Taurat dan Injil.156

Dalam suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu „Abbas dijelaskan bahwa

orang Yahudi Khaybâr berperang melawan Arab Ghatfân157, tetapi mereka

dikalahkan, maka ketika iru orang-orang Yahudi memanjatkan doa yang artinya:

“Ya Allah, kami mohon kepada-Mu demi nabi yang ummî yang engkau
janjikan untuk mengutusnya kepada kami di akhir zaman, menangkanlah
kami atas mereka.”

154
Fazlur Rahman, Mayor Themes Of Qur‟an, (Chicago : Bibliotheca Islamica, 1980) , h.
23-24
155
Ibnu Katsîr, al-Sîrah al-Nabawîyah , Juz I, h. 286.
156
Lihat QS. al-A‟râf (7): 157
157
Ghatfân adalah suku kuno besar dari utara Madinah dan dari mereka muncul suku
Bani „Abs , Bani Ashga dan Bani Thibyan. Mereka adalah salah satu suku Arab yang berinteraksi
dengan Nabi Muhammad saw.
112

Ketika terjadi lagi kontak senjata antara orang Yahudi Khaybâr berperang

melawan Arab suku Ghatfân, mereka membaca doa ini dan berhasil mengalahkan

musuhnya dari Arab Ghatfân158.

Orang-orang Yahudi Yatsrib juga mempunyai keyakinan bahwa kelak

akan datang seorang nabi yang akan membebaskan mereka dari penindasan. Hal

ini mereka kemukakan kepada suku „Aus dan Khazraj, “bahwa akan datang

seorang nabi( dari kelompok mereka) dan bila ia datang pastilah kaum Yahudi

mengalahkan musuh-musuhnya”159. Lalu ketika Nabi Muhammad saw. diutus ,

justru mereka tidak beriman kepada beliau. Maka berkaitan dengan prihal tersebut

Allah swt. menurunkan firman-Nya :

‫ين‬ ِ َّ ِ ِ ِ َ ‫ند ٱللَّ ِو ُم‬ ِ ‫ولَ َّما جاءىم كِتب ِمن ِع‬
َ ‫بل يَٰتَفت ُحو َف َعلَى ٱلذ‬
ُ َ‫صدِؽ ل َما َم َع ُهم َوَكاَسنُواْ من ق‬ َ َُ َ َ
ِ ِ َّ ِِ
ٜٛ ‫ين‬َ ‫َك َف ُرواْ فَػلَ َّما َجاءَ ُىم َّما َعَرفُواْ َك َف ُرواْ بوۦۚ فَػلَعنَةُ ٱللو َعلَى ٱل َكف ِر‬
“Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang
membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka
biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas
orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah
mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah
atas orang-orang yang ingkar itu”160 ( QS. al-Baqarah [2]: 89)

Informasi Alquran yang senada dengan ayat diatas yang menjelaskan

tentang sikap kaum Yahudi yang menyembunyikan kebenaran yang terdapat

dalam kitab suci mereka mengenai berita kerasulan Nabi Muhammad juga

tercantum dalam ayat berikut:

‫َّاس َوََل تَكتُ ُموَسنَۥوُ فَػنَبَ ُذوهُ َوَراءَ ظُ ُهوِرِىم‬


ِ ‫ب لَتُبَػيِػنُػنَّوۥُ لِلن‬ ِ
َ َ‫ين أُوتُواْ ٱلكت‬
ِ َّ ِ َّ
َ ‫َخ َذ ٱللوُ ميثَ َق ٱلذ‬ َ ‫َوإِذ أ‬
٠٨٧ ‫َوٱشتَػرواْ بِِوۦ ََثَنا قَلِيَل فَبِئس َما يَشتَػرو َف‬
ُ َ َ
158
Lihat Jalâludîn al-Suyûthî, Lubâb al-Nuqûl fi asbâb al-Nuzûl, h. 35
159
Muhammad Qurays Syihab, Tafsir al-Misbah, h. 359
160
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 14
113

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang


telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu
kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya," lalu mereka
melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka
menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang
mereka terima.”161 (QS. Âli „Imrân [3]: 187)

Keingkaran kaum Yahudi terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi

Muhammad saw., walaupun sebelumnya mereka menunggu kedatangannya,

disebabkan oleh sifat ekslusivisme dan rasa superioritas yang menonjol dalam diri

mereka, khususnya kedengkian dan iri hati mereka.162 Hal demikian disebabkan

karena sebelumnya mereka menduga bahwa nabi yang akan diutus itu berasal dari

kalangan Bani Isrâ‟îl, tetapi ternyata nabi yang datang berasal dari golongan Arab

yang merupakan seteru mereka163. Kekecewaan dikarenakan nabi yang ditunggu

itu bukan berasal dari kalangan mereka tergambar dari ucapan mereka yang

menyatakan164: “Bahwasanya rasul-rasul itu berasal dari Bani Isrâ‟îl, maka

bagaimana mungkin (rasul) ini (Muhammad) berasal dari Bani Ismâ‟îl?”

Firman Allah yang menerangkan juga tentang keingkaran kaum Yahudi

terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw. dengan alasan yang diada-adakan oleh

mereka sendiri tergambar dalam ayat berikut:

ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ
ُ ‫ين قَالُواْ إ َّف ٱللَّوَ َعه َد إلَينَا أَََّل َسنُؤم َن لَر ُسوؿ َح َّّت يَأتيَػنَا ب ُقربَاف تَأ ُكلُوُ ٱلن‬
‫َّار قُل قَد‬ َ ‫ٱلذ‬
‫ فَِإف‬٠٨٢ ‫ني‬ ِ ِ ‫ت وبِٱلَّ ِذي قُلتم فَلِم قَػتلتموىم إِف ُكنتم‬ ِ ِ ِ
َ ‫صدق‬َ ُ ُ ُُ َ َ ُ َ َ‫َجاءَ ُكم ُر ُسل ِمن قَبلي بٱلبَػيِػن‬
ِ ِ‫ب ٱلن‬
ِ َ‫ٱلزبُِر وٱل ِكت‬ ِ َ‫ك جاءو بِٱلبػيِػن‬ ِ َ ُ‫َك َّذب‬
٠٨٣ ‫ي‬
ُ َ ُّ ‫ت َو‬ َ ُ َ َ ‫ب ُر ُسل ِمن قَبل‬ َ ‫وؾ فَػ َقد ُك ِذ‬

161
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 75
162
Lihat QS.al-Baqarah (2): 109
163
Lihat Syamsuddin al-DZahabî, Târîkh al-Islâm wa Thabaqât al-Masyâhir wa al-
A‟lam, (Kairo: Dâr al-Kitab al-Mishrî, 1985 m), Jilid I, h. 17
164
Abu al-Hasan al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, ( Beirut: Dâr al-Tsaqafah al-Islamiya, 1984)
h. 26
114

“(Yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan: "Sesungguhnya Allah


telah memerintahkan kepada kami, supaya kami jangan beriman kepada
seseorang rasul, sebelum dia mendatangkan kepada kami korban yang
dimakan api". Katakanlah: "Sesungguhnya telah datang kepada kamu
beberapa orang rasul sebelumku membawa keterangan-keterangan yang
nyata dan membawa apa yang kamu sebutkan, maka mengapa kamu
membunuh mereka jika kamu adalah orang-orang yang benar". Jika
mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum
kamupun telah didustakan (pula), mereka membawa mukjizat-mukjizat
yang nyata, Zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna”165
(QS. Âli „Imrân[3]: 183-184)

Selain penyimpangan-penyimpangan yang telah dijelaskan di atas, prilaku

kaum Yahudi yang di respon dan diabadikan oleh Alquran adalah sikap

pertentangan mereka dengan kaum Nasrani, pertentangan antara orang-orang

Yahudi dan Nasrani ternyata terus berlangsung, masing-masing mengklaim diri

sebagai pihak yang paling benar, sedang pihak lain berada di pihak yang sesat.

Hal ini tergambar dalam klaim-klaim antara Yahudi dan Nasrani yang direkam

secara abadi dalam Alquran sebagai berikut:

‫َوُىم‬ ‫ود َعلَى َشيء‬ ِ ِ ِ ِ


ُ ‫َّصَرى لَي َٰت ٱليَػ ُه‬ َ ‫َّصَرى َعلَى َشيء َوقَالَت ٱلن‬
َ ‫ود لَي َٰت ٱلن‬ ُ ‫َوقَالَت ٱليَػ ُه‬
ِ ‫وـ ٱل ِقيَ َم ِة‬ ِِ ‫اؿ ٱلَّ ِذين ََل يعلَمو َف ِم‬ ِ ِ
‫يما‬
َ‫ف‬ َ َ‫ثل قَوَّلم فَٱللَّوُ ََي ُك ُم بَينَػ ُهم ي‬
َ ُ َ َ َ َ‫ك ق‬َ ‫ب َك َذل‬َ َ‫يَتلُو َف ٱلكت‬
ٖٔٔ ‫َكاَسنُواْ فِ ِيو ََيتَلِ ُفو َف‬
“Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak
mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-
orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka
(sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak
mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan
mengadili diantara mereka pada hari Kiamat, tentang apa-apa yang
mereka berselisih padanya”166 (QS. al-Baqarah [2]: 113)

Klaim-klaim orang-orang Yahudi dan Nasrani tentang kebenaran, pada

dasarnya dilatarbelakangi oleh keinginan untuk berebut pengaruh dengan

165
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 74
166
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 18
115

menggunakan agama sebagai alat. Artinya klaim-klaim tersebut tidak murni

muncul dari ajaran agam mereka. Hal demikian dapat dipahami apabila

diperhatikan latar belakang turunnya ayat tersebut. Menurut beberapa riwayat,

ayat tersebut turun berkaitan dengan sikap dan prilaku orang-orang Yahudi

Madinah yang mempunyai hubungan sosial yang cukup baik dengan umat Islam.

Melihat situasi tersebut, orang-orang Nasrani dari Najran yang merupakan saingan

orang-orang Yahudi Madinah merasa berkepentingan pula untuk mengambil hati

orang-orang Islam karena posisinya yang penting di Madinah, dengan harapan

dapat mengalihkan perhatian orang-orang Islam dari hubungannya yang baik

dengan Yahudi kepada orang-orang Nasrani167.

Keterangan tersebut membuktikan, bahwa sebenarnya pertentangan antara

kaum Yahudi dan Nasrani, pada awalnya lebih banyak dipengaruhi faktor

kepentingan untuk berebut pengaruh, baik untuk kepentingan ekonomi dan

politik. Untuk mewujudkan ambisi masing-masing pihak, mereka menggunakan

argumentasi agama, sehingga pertentangan mereka tampak sebagai pertentangan

agama.

Sedangkan menurut al-Maraghi, anggapan kaum Yahudi bahwa agama

Nasrani itu tidak benar menyebabkan mereka mengingkari kenabian Isa a.s.,

sebaliknya kaum Nasrani karena beranggapan kaum Yahudi tidak ada asal usul,

maka mereka mengingkari kenabian Musa, padahal Isa a.s. adalah pelanjut

syari‟at Musa a.s. Pendapat seperti berdasarkan pada sebab turun ayat ini168.

167
Abu al-Hasan al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, h. 33. Lihat pula Ibnu Jarir al-Thabarî, Jami‟
al-Bayân „an Ta‟wîl Alquran, Juz II, h. 513. Lihat pula Ibnu Katsîr, Tafsir Alquran al-„Azhîm, Juz
II, h.76 .
168
Ahmad Musthafa al-Marâghi. Tafsir al-Marâghi, h. 359
116

Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika orang-orang Nasrani Najran

menghadap Rasulallah saw., datang pulalah paderi-paderi Yahudi, mereka

bertengkar di hadapan Rasulallah saw. Berkata Rafi‟ bin Khuzaimah (yahudi):

“kamu tidak berada pada jalan yang benar, karena menyatakan kekufuran terhadap

Nabi Isa dan kitab Injilnya.‟‟ Seseorang dari kaum Nasrani Najran membantahnya

dengan mengatakan: „‟ Kamu pun tidak berada dalam jalan yang benar, karena

menentang kenabian Musa dan kufur kepada Taurat. “Maka Allah menurunkan

ayat tersebut di atas, sebagai jawaban sehubungan dengan pertengkaran mereka.169

Selain itu sikap ekslusif dari kedua kelompok ahlul kitab (Yahudi dan

Nasrani) yang masing-masing mengklaim diri sebagai kelompok yang akan

selamat dan masuk surga di hari kemudian, serta menganggap kelompok lainnya

bakal masuk neraka, juga diinformasikan Alquran sebagai berikut:

‫ني‬ِ ِ ‫وقَالُواْ لَن يدخل ٱلنَّةَ إََِّل من َكا َف ىودا أَو َسنَصرى تِلك أَماَسنِيُّػهم قُل ىاتُواْ برىن ُكم إِف ُكنتم‬
َ ‫صدق‬َ ُ ََ ُ َ ُ َ َ ََ ً ُ َ َ َُ َ َ
ٔٔٔ
“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan
masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani".
Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka.
Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang
yang benar" 170(QS. al-Baqarah [2]: 111)

Klaim-klaim antar Yahudi dan Nasrani tentang kebenaran dan keselamatan

mereka di hari kemudian mendapat tanggapan dari Alquran agar mereka masing-

masing memberikan argumentasi yang bisa diterima untuk membuktikan klaim

mereka.

ِ ِ ِ ِ ِ
ٖٔ٘ َ ‫صَرى ََتتَ ُدواْ قُل بَل ملَّةَ إِ َبرى َم َحنيفا َوَما َكا َف م َن ٱلُش ِرك‬
‫ني‬ َ َ‫ودا أَو َسن‬
ً ‫َوقَالُواْ ُكوَسنُواْ ُى‬
169
Lihat Jalâludîn al-Suyûthî, Lubâb al-Nuqûl fi asbâb al-Nuzûl, 47
170
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 17
117

“Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama


Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah:
"Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan
bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik" (QS. al-Baqarah
[2]: 135)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Ibnu Shuriya berkata kepada

Nabi saw. : Petunjuk itu tiada lain kecuali apa yang kami anut, maka Ikutilah kami

wahai Muhammad, agar tuan mendapat petunjuk. “Kaum Nasrani pun berkata

seperti itu juga. Maka Allah menurunkan Ayat tersebut, yang menegaskan bahwa

agama Ibrahim adalah agama yang bersih dari perubahan yang menimbulkan

syirik171.

Kaum Yahudi dan Nasrani masing-masing mengklaim bahwa merekalah

golongan manusia yang mendapat petunjuk kebenaran, padahal ajaran agama

mereka sudah mengalami perubahan dan sudah menyimpang dari ajaran yang

dibawa oleh Nabi Musa a.s. dan Nabi „Isa a.s. Kaum Yahudi mengubah ketentuan

beribadah hari sabtu, kaum nasrani mengubah ajaran tauhid dengan paham

trinitas.

‫َّصَرى ََن ُن أَبنَ ُؤاْ ٱللَّ ِو َوأ َِحبَّ ُؤ ۚهۥُ قُل فَلِ َم يػُ َع ِذبُ ُكم بِ ُذَسنُوبِ ُكم بَل أََسنتُم بَ َشر َِمَّن‬ َ ‫ود َوٱلن‬
ِ
ُ ‫َوقَالَت ٱليَػ ُه‬
‫ت َوٱِلَر ِ َوَما بَينَػ ُه َما َوإِلَ ِيو‬ ِ ‫ٱلٰمو‬ ِ ِ ِ
َ َ َّ ‫لك‬ ُ ‫ب َمن يَ َشاءُ َوللَّ ِو ُم‬ ُ ‫َخلَ َق يَغف ُر ل َمن يَ َشاءُ َويػُ َع ِذ‬
٠٨ ‫صي‬ ِ
ُ َ‫ٱل‬
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-
anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah
menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah
dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara
orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah
kembali (segala sesuatu).”172 (QS. al-Mâidah [5]: 18)

171
Lihat Jalâludîn al-Suyûthî, Lubâb al-Nuqûl fi asbâb al-Nuzûl, h. 55
172
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 111
118

Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa bahwa Nu‟man bin Qushay,

Bahir bin Umar dan Syas bin „Adi (dari kaum Yahudi) mengadakan pembicaraan

dengan Rasulallah. Dalam pembicaraan tersebut Nabi mengajak mereka untuk

kembali kepada Allah dan mengingatkan mereka akan pembalasan-Nya. Mereka

menjawab: “Hai Muhammad! Tidaklah hal tersebut menakutkan kami, karena

demi Allah, kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya. “Omongan

seperti ini biasa diucapkan oleh Kaum Nasrani. Maka Allah menurunkan Ayat

tersebut, berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang mengingatkan mereka atas

siksaan yang telah menimpa nenek moyang mereka173.

Kaum Yahudi dan Nasrani masing-masing mengklaim bahwa merekalah

anak-anak dan kekasih Allah. Jika yang mereka maksud sebagai anak-anak adalah

anak dalam pengertian hakiki, jangankan mereka , „Îsa pun tidak! Apabila yang

mereka maksud dengannya adalah orang-orang yang dekat dengan Allah

sebagaimana anak dekat dengan ayahnya dan dengan demikian mereka menjadi

umat terpilih, maka ini bantahannya dengan menyatakan bahwa faktanya Allah

swt. menyiksa juga mereka yang durhaka174.

Kemudian di dalam tempat lain dalam Alquran dijelaskan juga tentang

bantahan Allah kepada Kaum Yahudi yang menganggap diri mereka kekasih

Allah sawt:

‫وت إِف ُكنتُم‬ ِ ‫قُل يأَيػُّها ٱلَّ ِذين ىادواْ إِف َزعمتُم أََسنَّ ُكم أَولِياء لِلَّ ِو ِمن د‬
ِ ‫وف ٱلن‬
َ َ‫َّواْ ٱل‬
ُ ‫َّاس فَػتَ َمنػ‬ ُ َُ َ َُ َ َ َ
٥ ‫ني‬ ِِ
َ ‫صدق‬ َ

173
Lihat Jalâludîn al-Suyûthî, Lubâb al-Nuqûl fi asbâb al-Nuzûl, h. 222
174
Muhammad Qurays Syihab, Tafsir al-Misbah,Vol. V, h. 73
119

“Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu


mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan
manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu
adalah orang-orang yang benar"175 (QS. al-Jumu‟ah [61] : 6)

Uraian di atas menunjukan bahwa wahyu Tuhan yang telah diturunkan

kepada Nabi Musa a.s dan Nabi „Isa a.s. telah mengalami perubahan di tangan

pemeluknya. Kerena itu sebenarnya Yahudi dan Nasrani tidak pantas saling

mengklaim diri sebagi kelompok yang paling benar dan selamat176.

Ayat Alquran yang memakai term Yahudi juga menjelaskan tentang sikap

kaum Yahudi yang sangat keras memusuhi Islam, hal ini tergambara dalam ayat

berikut:

ِ َِّ ِ ِ َّ ‫َّاس عدوة لِلَّ ِذين ءامنواْ ٱليػه‬ ِ


‫ين‬ َ ‫ين أَشَرُكواْ َولَتَج َد َّف أ‬
َ ‫َقربػَ ُهم َّم َوَّدة للذ‬ َ ‫ود َوٱلذ‬
َ ُ َ َُ َ َ َ َ َ ِ ‫َش َّد ٱلن‬ َ ‫لَتَج َد َّف أ‬
ِ َ‫ني ورىباَسنا وأََسنػَّهم ََل يٰت‬ ِ ِ ِ َّ ‫ك بِأ‬ ِ ِ َّ
ٕٛ ‫كبُو َف‬ َ ُ َ َ ُ َ َ ٰ‫َف م ُنهم ق ِٰي‬ َ ‫صَرى ذَل‬ َ َ‫ين قَالُواْ إَِسنَّا َسن‬
َ ‫ءَ َامنُواْ ٱلذ‬
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras
permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang
Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang
paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah
orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang
demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang
Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena
sesungguhnya mereka tidak menymbongkan diri” 177(QS. al-Mâidah [5]:
82)

Ayat di atas menggambarkan bahwa semenjak dahulu orang-orang

Yahudi sudah memperlihatkan permusuhan yang keras terhadap umat Islam. Hal

ini juga sesuai dengan firman Allah:

‫َّصَرى َح َّّت تَػتَّبِ َع ِملَّتَػ ُهم قُل إِ َّف ُى َدى ٱللَّ ِو ُى َو ٱَّلَُدى َولَئِ ِن‬
َ ‫ود َوََل ٱلن‬
ُ ‫نك ٱليَػ ُه‬
َ ‫ضى َع‬
َ ‫َولَن تَر‬
ٕٔٓ ‫ص ٍي‬ ِ َ‫ك ِمن ٱللَّ ِو ِمن وِل وََل َسن‬ ِِ ِ ِ َّ ‫ٱتػَّبعت أَىواءىم ب‬
ََّ َ َ َ‫عد ٱلذي َجاءَ َؾ م َن ٱلعلم َما ل‬ َ َ َُ َ َ َ

175
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 553
176
Ahmad Musthafa al-Marâghi. Tafsir al-Marâghi, h. 353
177
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 121
120

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu


hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya
petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika
kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu,
maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”178 ( QS.
al-Baqarah [2]: 120)

Kendati ayat di atas menjelaskan sikap negatif orang Yahudi dan Nasrani

terhadap umat Islam secara bersama-sama, tetapi tampak ayat tersebut

memberikan isyarat bahwa sikap negatif dan permusuhan orang-orang Yahudi

terhadap umat Islam lebih keras dibandingkan dengan orang-orang Nasrani.

Timbulnya sikap antipati orang-orang Yahudi terhadap umat Islam,

terutama pada masa Rasulallah saw. lebih banyak disebakan faktor ekonomi dan

politik dibandingkan dengan faktor agama. Terbukti bahwa pada awal kedatangan

Islam di Madinah, mereka tidak memperlihatkan permusuhan terhadap umat

Islam. Sebaliknya mereka secara bersahabat menerima perjanjian untuk hidup

berdampingan secara damai dengan umat Islam. Isi perjanjian untuk hidup

berdampingan secara damai anatara umat Islam dan kaum Yahudi di Madinah

dikenal dengan nama” Piagam Madinah”.

Dalam hubungan ini , al-Dzahabi mengatakan, bahwa karena orang

Yahudi bertetangga dengan kaum Muslimin, lama kelamaan terjadilah pertemuan

yang intensif anatara keduanya, akhirnya juga terjadi pertukaran ilmu

pengetahuan. Rasulallah saw. terkadang menemui orang-orang Yahudi untuk

mendakwahkan Islam. Sebaliknya, orang-orang Yahudi juga sering datang kepada

178
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 19
121

Nabi untuk menyelesaikan suatu persoalan yang ada pada mereka, atau juga

terkadang hanya sekedar ingin mengajukan pertanyaan.179

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa pernah terjadi perselisihan antara

kaum Yahudi Bani Nazdir dan Yahudi Bani Qurayzhah tentang besarnya diyat

yang berlaku antara mereka. Masalah tersebut tidak dapat mereka selesaikan

sehingga mereka membawa persoalan itu kepada Nabi untuk memeperoleh

penyelesaian. Rasulallah saw. memutuskan bahwa diyat yang berlaku antara

kedua kelompok tersebut sama besarnya.180

Perbedaan agama pada tahun-tahun pertama Nabi dan Kaum Muslimin di

Madinah sama sekali tidak menghalangi mereka untuk melakukan hubungan yang

intensif dalam kehidupan sosial kemasyaraakatan. Disebutkan, bahwa Rasulallah

saw. mempunyai sekretaris orang Yahudi. Hal demikian diperlukan karena orang

Yahudi tersebut mahir dalam bahasa Ibrani dan Suryani. Ia baru diganti oleh Zaid

ibn Tsabit setelah Bani Nazdir terusir dari Madinah.181

Selain itu, kebencian orang Yahudi terhadap Islam bermula dari

kedengkian dan iri hati mereka terhadap Nabi Muhammad saw. yang memperoleh

kehormatan menjadi Nabi yang ditunggu-tunggu sesuai penjelasan yang

tercantum dalam kitab Taurat, padahal sebelumnya mereka harapkan kehormatan

itu diperoleh Banî Isrâ‟îl. Kedengkian dan kebencian ini berkembang menjadi

lebih besar dengan persatuan masyarakat Aus dan Khazraj di bawah naungan

179
Muhammad Husayn al-Dzahabî, al-Isrâilîyât fi al-Tafsîr wa al-Hadîts, (Kairo:
Maktabah Wahbah, 1986 M), h. 12.
180
Ibnu Hisyam, al-Sîrah al-Nabawîyah, ( Kairo : Musthafa al-Bâbî al-Halabi wa
Aulâduh. 1955 M), h. 196
181
Muhmmad Husayn Haykal, Hayâtu Muhammad, (Kairo: Mathba‟ah al-Sunnah al-
Muhammadiyah, 1972 M), h. 312
122

Islam, padahal selama ini mereka upayakan agar kedua kabilah tersebut terus

terpecah belah demi mengukuhkan kepentingan politik dan ekonomi mereka.

Seperti diketahui, orang-orang Yahudi sangat ambisius dengan harta, bahkan

melakukan praktik-praktik buruk untuk meraihnya, seperti sogok-menyogok dan

praktik riba182. Hal itu juga disebabkan oleh sifat ekslusifisme dan superioritas

Yahudi yang memandang diri sebagai kekasih Allah. Bahkan sebagian diantara

mereka menyatakan bahwa tidak ada dosa berlaku aniaya dan berkhianata

terhadap orang-orang ummi.

ِ ِ ِ ِ
‫ك‬ َ ‫ك َوِم ُنهم َّمن إِف تَ َأمنوُ بِدينَار ََّل يػُ َؤِد ٓهۦ إِلَي‬
َ ‫ب َمن إِف تَ َأمنوُ بِقنطَار يػُ َؤِد ٓهۦ إِلَي‬ ِ َ‫َىل ٱل ِكت‬
ِ ‫َوِمن أ‬
‫يس َعلَينَا ِف ٱِلُِميِ َن َسبِيل َويػَ ُقولُو َف َعلَى ٱللَّ ِو‬ ِ َ ِ‫مت َعلَ ِيو قَائِما ذَل‬ َ ‫إََِّل َما ُد‬
َ َ‫ك بأََسنػ َُّهم قَالُواْ ل‬
ٚ٘ ‫ب َوُىم يَعلَ ُمو َف‬ ِ
َ ‫ٱل َكذ‬
“Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan
kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara
mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar,
tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya.
Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "tidak ada dosa bagi
kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah,
padahal mereka mengetahui.”183 (QS. Âli „Imrân [3]: 75)

Menurut al-Kalbi, sebagian orang Yahudi menyatakan bahwa harta itu

semuanya untuk kaum Yahudi. Maka apa yang ada pada orang-orang Arab, juga

adalah hak orang-orang Yahudi. Sehingga tidak ada dosa apabila mereka

mengambil harta tersebut dari tangan orang-orang Arab184.

Sejarah Islam telah menunjukan bahwa usaha kaum Yahudi untuk

memusuhi Islam telah bermula sejak perkembangan Islam di Makah. Pada suatu

182
Muhammad Qurays Syihab, Tafsir al-Misbah,Vol. V, h. 73
183
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 59
184
Lihat Mahmud al-Alusî, Rûh al-Ma‟âni fi Tafsir Alquran al-„Azhim wa al-Sab‟ al-
Matsânî, (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabî, t.th.) Juz III, h. 203.
123

hari para tokoh Quraisy yang memusuhi Islam mengadakan pertemuan untuk

membahas upaya menghancurkan Islam. Dalam pertemuan ini para tokoh Quraisy

bersepakat dengan kaum Yahudi di kota Madinah. Untuk itu mereka mengirimkan

dua orang utusan untuk bertemu dengan tokoh-tokoh Yahudi Madinah, guna

merundingkan cara-cara menghancurkan dakwah Nabi Muhammad saw. Setelah

kedua orang utusan Quraisy bertemu dengan para tokoh Yahudi, lalu para tokoh

Yahudi memberikan petunjuk kepada mereka untuk menghadapi Nabi saw.

Adapaun petunjuk yang mereka berikan yaitu, mereka ditugaskan untuk

menanyakan kepada Nabi Muhammad mengenai tiga hal, diantaranya:

Pertanyaan tentang riwayat pemuda Ashabul Kahfi, tantang Dzul Qarnain, dan

yang terakhir tentang ruh185.

Kemudian ketika dua orang utusan Quraisy ini pulang kembali ke Mekah,

mereka lalu melaksanakan saran dari para tokoh Yahudi Madinah tersebut. Semua

pertanyaan yang mereka ajukan kepada Rasulallah mendapatkan jawaban yang

tepat, kecuali pertanyaan mereka mengenai ruh, maka hal itu dijawab oleh Allah

dengan menurunkan surat al-Isra‟ (17): 85. Jawaban yang diberikan Rasulallah ini

justru sebagai sarana yang membuka hati para tokoh Quraisy untuk menerima

Islam, sehingga kedengkian dan permusuhan para tokoh Yahudi terhadap Nabi

saw. justru menjadi lebih besar186.

Peperangan-peperangan besar semasa hidup Rasulallah saw, tidak lepas

dari peran kaum Yahudi. Mereka mendorong dan membujuk golongan-golongan

bangsa Arab yang musyrik maupun yang kafir agar bersatu menghancurkan
185
Ibnu Hisyam, al-Sîrah al-Nabawîyah, ( Kairo : Musthafa al-Bâbî al-Halabi wa
Aulâduh. 1955 M), h. 164
186
Ibnu Atsir, al-Kâmil fi al-Târikh, (Beirut: Dâr el-Fikr, 1965 M), Jilid I, h. 475
124

dakwah Nabi saw. dan Islam. Dalam perang Ahzab, rombongan kaumYahudi

Madinah di bawah pimpinan Huyay bin Akhthab dari suku Nadzir mengajak

bangsa Quraisy memerangi Rasulallah. Selain mengajak suku Quraisy dia juga

membujuk Yahudi Bani Quryzhah Madinah untuk menghianati perjanjian mereka

dengan Islam dan bergabung bersama memerangi Islam. Selain itu kaum Yahudi

dengan aktif mengorganisir suku-suku Arab di sekeliling Madinah yang masih

menyembah berhala untuk ikut serta bergabung dalam pasukan sekutu. Suku-suku

ini diantaranya terdiri dari suku Ghaftan, Bani Murrah, Bani Asyja‟ dan lain-

lain187.

Ketika kaum Yahudi mulai memperlihatkan permusuhan dengan kaum

Muslimin dan menyebarkan isu yang dapat merusak tatanan kehidupan

masyarakat dan agama, maka Rasulallah saw. mengingatkan umat Islam agar

berhati-hati terhadap mereka, terutama ketika menyampaikan informasi yang

berkaitan dengan ajaran agama. Karena boleh jadi bahwa apa yang mereka

sampaikan adalah sesuatu yang dibuat-buat untuk merusak Islam. Rasulallah saw.

dalam suatu sabdanya mengingatkan agar berhati-hati terhadap informasi yang

disampaikan oleh Ahl al-Kitab (Yahudi), seperti dikemukakan188:

‫َخبَػَرَسنَا َعلِ ُّي بْ ُن الْ ُمبَ َار ِؾ َع ْن ََْي ََي بْ ِن أَِّب َكثِ ٍي َع ْن أَِّب‬ ْ ‫َح َّدثََِن ُُمَ َّم ُد بْ ُن بَشَّا ٍر َح َّدثػَنَا عُثْ َما ُف بْ ُن عُ َمَر أ‬
‫اب يَػ ْقَرءُو َف التػ َّْوَرا َة بِالْعِْبػَراَسنِيَّ ِة َويػُ َف ِٰ ُروَسنػَ َها بِالْ َعَربِيَّ ِة ِِل َْى ِل‬
ِ َ‫اؿ َكا َف أ َْىل الْ ِكت‬
ُ َ َ‫َسلَ َمةَ َع ْن أَِّب ُىَريْػَرَة ق‬
‫وى ْم َوقُولُوا َآمنَّا‬ ُ ُ‫اب َوََل تُ َك ِذب‬ ِ َ‫وؿ اللَّ ِو صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو وسلَّم ََل تُص ِدقُوا أ َْىل الْ ِكت‬ ُ ‫اؿ َر ُس‬ َ ‫اْل ْس ََلِـ فَػ َق‬ ِْ
َ َ َ ََ َ
‫بِاللَّ ِو َوَما أَُسنْ ِزَؿ إِلَْيػنَا َوَما أَُسنْ ِزَؿ إِلَْي ُك ْم ْاْليََة‬
Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata : “Adalah ahlul kitab mereka membaca
Taurat dalam bahasa Ibrani dan mereka menafsirkannya dengan bahasa
Arab kepada orang-orang Islam. Maka Rasulullah bersabda: “Janganlah
187
Ibnu Hisyam, al-Sîrah al-Nabawîyahh. 164
188
Muhammad Ismâ‟îl al-Bukhâri, Shâhih al-Bukhâri, Jilid III, Juz VI, h. 193
125

kalian membenarkan ahlul kitab dan jangan pula mendustakannya, dan


katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang
diturunkan pada kami...” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 4485)

Mengomentari hadits di atas, al-Dzahabi menyatakan, sabda Rasulallah

saw. tersebut memberikan pengertian tentang hilangnya kepercayaan beliau

terhadap informasi yang disampaikan kaum Yahudi tentang Taurat; dan yang

lebih penting lagi terhadap yang lain. Sesuatu yang tidak bisa dipercaya tidak

boleh diterima riwayatnya189

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah Yahudi yang

bermakna suatu kaum yang terdapat dalam Alquran baru muncul setelah peristiwa

pecahnya kerajaan Israil menjadi dua yaitu kerajaan selatan bernama kerajaan

Yahuda dan yang utara bernama kerajaan Israil. Dalam Alquran beberapa ayat

yang memakai term Yahudi merupakan ayat-ayat yang membahas tentang sikap

kaum Yahudi yang seringkali berprilaku menyimpang dari ajaran Taurat dan

banyak melakukan kedurhakaan.

Tabel Sikap Menyimpang Yahudi

No Sikap Menyimpang/Pelanggaran Keterangan

1. Membunuh Nabi-Nabi190. Nabi-nabi tersebut oleh orang-orang


yahudi diperlakukan dengan tidak baik,
di ejek, diusir, bahkan dibunuh apabila
ajaran sang Nabi tidak sesuai dengan
mereka. Mereka melakukan
pembunuhan tersebut bukan karena
ketidak tahuan melainkan berdasarkan

189
Muhammad Husayn al-Dzahabî, al-Isrâilîyât fi al-Tafsîr wa al-Hadîts, h. 44
190
Ibnu Katsîr, Tafsir Alquran al-„Azhîm, h. 103
126

pengetahuan dan kesengajaan. (QS. al-


Baqarah [2]: 61, QS. al-Nisa‟ [4]: 155)
2. Melangar Hukum-hukum Ketetapan Allah yang dilanggar oleh
orang-orang Yahudi anatar lain suka
Tuhan191.
memakan riba, mebuat hukum sendiri
sesuai dengan selera mereka yang
bertentangan dengan tuntunan Allah
swt. (QS. al-Nisa‟ [4]: 160-161, QS. al-
An‟am [6]: 146)
3. Merubah isi Taurat192. Mentakwilkan suatu kalimat dengan
makna yang tidak dikehendaki oleh
kalimat itu, mengambil suatu kalimat
atau sebagian isi al-kitab dan
meletakkannya ditempat lain. (QS. al-
Mâidah [5]: 13)
4. Mengingkari kerasulan Nabi Menyembunyikan kebenaran yang
193
Muhammad . terdapat dalam kitab suci mereka
mengenai berita kerasulan Nabi
Muhammad. Sebelumnya mereka
menduga bahwa nabi yang akan diutus
itu berasal dari kalangan Bani Isrâ‟îl,
tetapi ternyata nabi yang datang berasal
dari golongan Arab yang merupakan
seteru mereka (QS. al-Baqarah [2]: 89,
QS. Âli „Imrân [3]: 187).
5. Menganggap „Uzair sebagai
Klaim „Uzair sebagai anak Allah

191
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, h. 882
192
Ahmad Musthafa al-Marâghi. Tafsir al-Marâghi, (Semarang: CV. Toha Putera) Jilid I,
Juz IV, h. 52-53
193
Zamakhsyari, Tafsir al-Kassyâf „an haqâiq al-Tanzîlwa „Uyûn al-Aqwîl fi wujûh al-
Ta‟wîl, (Kairo: Musthafa al-Bâbi al-Halabi wa Aulâduh, 1972 M), Jilid I, h. 291, 530 dan 600.
127

anak Allah194. merupakan penyimpangan dari ajarann


tauhid yang dibawa nabi Musa as., yang
sedikit banyak menodai kemurnian
aqidah tauhid. (QS. al-Taubah[9]: 30)
6. Menganggap Allah memiliki Kesukaan pada uang dan sifat tamak
sifat tamak195. mereka proyeksikan pada Allah, karena
itu Allah dipandang memiliki sifat
tamak karena mereka menganggap
Allah tidak memberikan mereka
kemurahan rezeki. (QS. al-Maidah [5]:
64)
196
7. Bersikap ekslusif . Sikap ekslusifi dari kedua kelompok
Yahudi dan Nasrani yang masing-
masing mengklaim diri sebagai
kelompok yang akan selamat dan
masuk surga di hari kemudian, serta
menganggap kelompok lainnya bakal
masuk neraka. Mereka juga mengklaim
merekalah kekasih Allah. (QS. al-
Baqarah [2]: 111, QS. al-Mâidah [5]:
18)
8. Palimg Keras Memusuhi Umat Semenjak dahulu orang-orang Yahudi
Islam197. sudah memperlihatkan permusuhan
yang keras terhadap umat Islam.
Kebencian orang Yahudi terhadap
Islam bermula dari kedengkian dan iri
hati mereka terhadap Nabi Muhammad

194
Ibnu Jarir al-Thabarî, Jami‟ al-Bayân „an Ta‟wîl Alquran juz X, h. 110-112
195
Muhammad Qurays Syihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) Jilid V ,
h. 177
196
Muhammad Qurays Syihab, Tafsir al-Misbah,Vol. V, h. 73
197
Muhammad Qurays Syihab, Tafsir al-Misbah,Vol. V, h. 73
128

saw. yang memperoleh kehormatan


menjadi Nabi yang ditunggu-tunggu
sesuai penjealsan yang tercantum dalam
kitab Taurat, padahal mereka harapkan
kehormatan itu diperoleh Banî Isrâ‟îl.
(QS. al-Mâidah [5]: 82)
BAB IV

ANALISIS KORELASI DAN POSISI ASBÂTH DAN YAHUDI DALAM

ALQURAN

A. Korelasi Asbâth dan Yahudi

Dari pelacakan sejarah term Asbâth dan Yahudi, ditemukan adanya

korelasi antara Asbâth dan Yahudi yaitu pada salah satu garis suku Asbâth yakni

suku Yahuda, yang mana keturunan suku Yahuda inilah yang menjadi cikal bakal

bangsa Yahudi, seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa istilah Yahudi sebagai

nama suatu bangsa ini muncul sejak terjadinya perpecahan pada kerajaan Israil

yang terdiri dari dua belas suku Asbâth pasca wafatnya Nabi Sulaiman as.

menjadi dua bagian yaitu kerajaan Utara (kerajaan Israil) dan kerajaan Selatan

(kerajaan Judah/Yahuda), yang mana suku yang berafiliasi pada kerajaan selatan

(Yahuda) inilah yang menjadi kaum/ bangsa Yahudi, seperti diketahui penduduk

kerajaan Yahuda adalah mayoritas dari keturunan Yahuda anak keempat Nabi

Ya‟qub.

Dari kedua belas putra Nabi Ya‟qub, masing-masing memiliki keturunan

yang banyak. Diantaranya dari keturunan Lewy kemudian lahir Nabi Musa dan

Nabi Harun . Dan dari keturunan Yahuda kemudian lahir Nabi Daud dan Nabi

Sulaiman1. Kemudian anak Nabi Sulaiman yang bernama Rahabeam lah yang

menjadi raja pertama kerajaan Yahuda. Untuk memudahkan memahami korelasi

antara Asbâth dan Yahudi dapat dilihat dalam bagan berikut:

1
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi,( Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011),
h. 376-377

128
129
129

Ya'qub/ Israil

Lea Bilha Zilfa Rachel

Ru Si Ya Na As
Le Isa Da G ye Yu Be
be me hud Ze ftal
wy kh bul nn ad r suf ny
n on a ar i am
on
in

Azer Bares

Hasrun
Kehat
Raum
Imran
'Amina
dab
Musa Harun

Daud

Sulaim
an

Rahab
eam

Keterangan:

: Garis keturunan lamgsung

: Garis keturunan jauh (Nabi Daud keturunan ke 6 Aminadab)


130

B. Analisi mengenai posisi Asbâth dalam Alquran

Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa ada

perbedaan pendapat para ulama mengenai makna kata Asbâth, sebagaian ulama

seperti Ibnu „athiyah dan „Ali al-Ahabuni memahaminya bahwa yang dimaksud

dengan Asbâth itu adalah kedua belas anak Nabi Ya‟qub2 dan ada juga yang

memahami bahwa yang dimaksud dengan Asbâth itu adalah anak cucu keturunan

Nabi Ya‟qub tidak terbatas hanya pada anak kandung Nabi Ya‟qub saja3.

Karena perbedaan pemahaman tersebut, maka timbul pula perbedaan

pendapat mengenai bagaimana posisi Asbâth tersebut, hal ini berkenaan dengan

perbedaan penafsiran mengenai ayat Alquran surat Al-Baqarah (2): 136 dan

Alquran surat Âli „Imrân (3) : 84 dan Alquran surat al-Nisâ‟ (4) : 163 berikut:

‫وب َوٱلَساَا ِ َوَما‬ ِ ِ‫سَع‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ


َ ‫سح َق َويَع ُق‬ َ ‫قُولُواْ ءَ َامنَّا بٱللو َوَما أُنزَل إلَينَا َوَما أُنزَل إ َ ىل إ ىَبرى َم َوإ ى‬
َ‫يل َوإ ى‬
‫َحد ّْم ُنهم َوََن ُن لَوۥُ ُمسلِ ُمو َن‬َ‫يأ‬
ِ ِ ِ ‫وس ىى و ِعيس ىى وَما أ‬
َ َ‫ُوتَ ٱلنَّاِيُّو َن من َّرِّّْبم َل نُ َفّْر ُق ب‬ َ َ َ َ ‫أُوتَ ُم‬
ِ
٦٣١
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah
dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada
Ibrahim, Isma´il, Ishaq, Ya´qub dan anak cucunya, dan apa yang
diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-
nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara
mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya"4 ( QS. al-Baqarah [2]:
136)

‫وب َوٱلَساَا ِ َوَما‬ ِ ِ‫سَع‬ ِ ‫قُل ءامنَّا بِٱللَّ ِو وما أُن ِزَل َعلَينَا وما أُن ِزَل َعلَ ىى إِ ىبرِى‬
َ ‫سح َق َويَع ُق‬َ‫يل َوإ ى‬ َ ‫يم َوإ ى‬
َ َ ََ ََ ََ
ٛٗ ‫َحد ّْم ُنهم َوََن ُن لَوۥُ ُمسلِ ُمو َن‬
َ‫يأ‬
ِ ِ
َ َ‫يس ىى َوٱلنَّاِيُّو َن من َّرِّّْبم َل نُ َفّْر ُق ب‬
ِ
َ ‫وس ىى َوع‬
َ ‫ُوتَ ُم‬ِ‫أ‬

2
Abdurrahman ibn Muhammad ibn Idris al-Razi ibn Abu Hatim, Tafsir Al-Qur‟an al-
„Azhim, Jilid I, h. 243
3
Abdurrahman ibn Muhammad ibn Idris al-Razi ibn Abu Hatim, Tafsir Al-Qur‟an al-
„Azhim, Jilid I, h. 241
4
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 21
131

“Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang


diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail,
Ishaq, Ya´qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa,
Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan
seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami
menyerahkan diri"5 (QS. Âli „Imrân [3]: 84)

Di dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad

saw. termasuk orang-orang yang mengikutinya agar mempercayai, bahwa Allah

swt. pasti ada-Nya. Maha Esa serta mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas

terhadap seluruh isi alam, dan memerintahkan pula kepadanya untuk

mempercayai Kitab Alquran yang diturunkan kepadanya. Di samping itu harus

mempercayai pula bahwa Allah swt. telah menurunkan wahyu kepada para Nabi

yang terdahulu yaitu Nabi Ibrahim, Ismail, Ishak. Ya‟qub, nabi-nabi keturunan

Ya‟qub, dan wahyu yang disampaikan kepada Musa, Isa dan nabi-nabi yang lain

yang diutus Allah, yang berfungsi sebagai petunjuk bagi umatnya6. Wahyu yang

disampaikan kepada para nabi itu mempunyai prinsip dan tingkat yang sama,

sesuai dengan firman Allah swt. berikut:

ِ ِ‫سَع‬ ِ ‫عدهِۦ وأَوحينَا إِ َ ىل إِ ىبرِى‬ ِ ِ ِ َ َ‫إِنَّا أَو َحينَا إِل‬


‫سح َق‬ َ ‫يم َوإ ى‬
َ‫يل َوإ ى‬ َ َ َ َ َ‫َوحينَا إ َ ىل نُوح َوٱلنَّاِيّْ َن من ب‬ َ ‫يك َك َما أ‬
ٖٔٙ ‫س َو ىَى ُرو َن َو ُسلَي ىَم َن َوءَاتَينَا َد ُاوۥ َد َزبُورا‬ ِ ِ
َ ُّ‫يس ىى َوأَي‬
َ ُ‫وب َويُون‬ َ ‫وب َوٱلَساَا َوع‬ َ ‫َويَع ُق‬
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana
Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim,
Isma´il, Ishak, Ya´qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan
Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.”7 (QS. al-Nisâ‟ [4] :
163)

5
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 61
6
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Jilid II, h. 131
7
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 104
132

Nabi Musa dan Nabi `Isa as disebutkan dalam ayat ini secara khusus.

adalah karena pembicaraan dalam ayat ini dan ayat sebelumnya serta sesudahnya

bersangkut-paut dengan orang-orang Nasrani dan Yahudi8.

Sesudah itu Allah SWT menyebutkan nabi-nabi yang lain untuk

memberikan gambaran kepada orang-orang yang beriman agat mereka juga

mempercayai nabi-nabi yang lain dan wahyu-wahyu yang diturunkan kepada

mereka seperti Nabi Daud, Nabi Ayub dan lain-lain. Termasuk pula nabi-nabi

yang menerima wahyu, akan tetapi tidak dikisahkan Allah di dalam Alquran

kepada kita.

Perintah untuk mempercayai kitab yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad didahulukan penyebutannya dari pada perintah percaya kepada Kitab-

Kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi yang diutus sebelumnya, padahal

menurut kenyataannya Kitab-Kitab itu diturunkan sebelum Alquran itu adalah

untuk memberikan ketegasan bahwa Alquran itu adalah sebagai sumber yang

benar untuk mengetahui Kitab-Kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi

sebelumnya, dan karena Alquran itu mengakui kebenaran Kitab-kitab yang

diturunkan sebelumnya itu. Oleh karena itulah maka kenabian dari para nabi yang

telah disebutkan dalam Alquran itu wajib kita percayai secara prinsip, sesuai

dengan keterangan yang telah diberikan oleh Alquran.

Sesudah itu Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. dan

umatnya untuk mengatakan bahwa ia dan umatnya tidak membeda-bedakan

derajat para rasul itu, oleh sebab itu orang-orang yang beriman tidak boleh

8
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Jilid II, h. 632
133

mempercayai sebagian isi Alquran itu tetapi mengingkari sebagiannya yang lain,

seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani

terhadap kitab-kitab mereka.

Selanjutnya Allah SWT menjelaskan bahwa orang-orang Mukmin

hendaklah membersihkan diri dari perbuatan dosa. Ayat ini diawali dengan

perintah untuk beriman kepada Allah dan diakhiri dengan perintah untuk

"berserah diri taat dan patuh" untuk memberikan penjelasan tentang tujuan dari

setiap agama yang dibawa para nabi9.

Dalam ayat-ayat di atas terdapat kata kunci yang menjadi perdebatan

penafsiran di kalangan ulama, yakni kata “‫”ٱألَسبَاط‬. Sebagian ulama ada yang

menafsirkan kata “‫ ”ٱألَسبَاط‬bahwa mereka adalah anak-anak Ya‟qub. Karenanya,

ada orang yang menyangka hal itu sebagai pendapat yang menyatakan kenabian

mereka. Padahal yang dimaksudkan tentang mereka adalah anak cucunya, bukan

anak kandung Ya‟qub10.

Ibnu Katsir berpendapat, bahwa tak ada suatu dalil tentang kenabian

saudara-saudara Yusuf. Lahiriah konteks Alquran menunjukkan sesuatu yang

menyalahi kenabian mereka. Ada beberapa kalangan yang mengklaim bahwa

mereka diberi wahyu setelah itu. Namun pendapat ini perlu dikritik dan orang

yang mengklaim demikian perlu dalil. Jadi, Allah Ta‟ala menyebutkan bahwa Dia

memberikan wahyu kepada para nabi dari kalangan asbath (anak cucu) Bani

Isra‟il. Allah sebutkan mereka secara global lantaran mereka banyak. Akan tetapi

9
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an, Jilid
II, h. 633
10
Ibnu Jarîr al-Thabarî ,Tarikh al-Umam wa al-Muluk , Juz I, h. 521
134

setiap asbath (anak cucu) berasal dari anak keturunan saudara-saudara Yusuf. Tak

ada dalil yang menunjukkan tentang pribadi-pribadi mereka itu bahwa mereka

diberi wahyu11.

Menurut al-Thabarsî kata Asbâth menurut bahasa, mereka sama dengan

kata “qabilah” bagi orang Arab. Wahyu hanyalah diturunkan kepada para nabi

mereka, sedang mereka yang mengamalkannya. Itulah sebabnya, turunnya wahyu

disandarkan kepada mereka sebagaimana halnya Alquran diturunkan kepada

Muhammad saw. namun turunnya wahyu disandarkan kepada umatnya. Demikian

pula para Asbâth; telah diturunkan wahyu kepada para nabi mereka, lalu Allah

pun sandarkan perkara turunnya wahyu kepada para Asbâth (anak cucu Ya‟qub),

karena merekalah yang mengamalkan wahyu itu12.

Pendapat yang ditunjukkan oleh Alquran, bahasa Arab dan beberapa

penelitian, bahwa, saudara-saudara Yusuf bukanlah nabi. Tak ada berita di dalam

Alquran, dari Nabi saw. dan para sahabatnya bahwa Allah swt. mengangkat

mereka sebagai nabi. Orang-orang yang berpendapat bahwa mereka adalah nabi

hanyalah berhujah dengan firman Allah, “(…‫ ”)…واألسباط‬dalam dua ayat dalam

Surah al-Baqarah dan an-Nisaa‟. Sebagian kalangan menafsirkan kata “asbâth”

bahwa mereka adalah anak-anak Ya‟qub. Pendapat yang benar bahwa bukanlah

yang dimaksudkan dengannya anak-anak kandung Ya‟qub, bahkan mereka adalah

anak cucu Ya‟qub, sebagaimana halnya mereka juga dinamai dengan “Banî

Isrâ‟îl”. Diantara anak cucu Ya‟qub, ada beberapa orang nabi. Jadi, Asbâth (anak

11
Ibnu Katsîr, Tafsir Al-Qur‟an al-„Azhîm,), Jilid I , h.
12
Abû „Alî al-Fadhl ibn al-Hasan al-Thabarsî, Majma‟ al-Bayân fî Tafsîr al-Qur‟an,
(Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabî, 1406 H / 1986 M) Jilid I, h. 489
135

cucu Nabi Ya‟qub) dari kalangan Bani Isra‟il, seperti Qabîlah (kabilah) dari

kalangan anak cucu Nabi Isma‟il13.

Menurut al-Asfahani, asal kata Asbâth adalah pepohonan yang lebat lagi

banyak dahannya. Jadi, mereka disebut Asbâth, saking banyaknya, sebagaimana

halnya dahan-dahan berasal dari sebuah pohon, demikian pula para Asbâth (anak

cucu) berasal dari Ya‟qub. Kata Asbâth, sama dengan kata “hafid” (anak cucu)14.

Hasan dan Husain adalah dua cucu Rasulullah saw. .Sedangkan Asbâth adalah

anak cucu Nabi Ya‟qub, yakni keturunan anak-anak beliau yang berjumlah dua

belas15.

Allah swt. berfirman:

ٔٙٓ …‫شرةَ أَساَاطًا أ ََُما‬ ‫َّ ى‬ ِ ِِ ِ ُ ‫وِمن قَ ِوم موس ىى أ َُّمة ي‬


َ ‫٘ٔ َوقَطعنَ ُه ُم ٱثنَ ََت َع‬ٜ ‫هدو َن بٱحلَ ّْق َوبوۦ يَعدلُو َن‬َ َ ُ َ
“Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi
petunjuk (kepada manusia) dengan hak dan dengan yang haq itulah
mereka menjalankan keadilan. Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas
suku yang masing-masingnya berjumlah besar…”16. (QS. Al-A‟raaf [7] :
159-160)

Firman Allah ini secara gamblang menjelaskan bahwa “asbâth” adalah

umat-umat dari Banî Isra‟îl; setiap sibth (kata tunggal dari kata asbâth) adalah

sebuah umat. Bukanlah asbâth itu adalah anak-anak kandung Ya‟qub yang

berjumlah dua belas orang. Bahkan tak ada gunanya menamai mereka demikian

sebelum bertebarannya dari mereka anak keturunan dalam bentuk asbâth (jumlah

banyak). Jadi, keadaan sebenarnya bahwa sebuah sibth adalah kumpulan manusia.

13
Muhammad al-Husayn al-Thabâthaba‟î, al-Mîzan fi Tafsîr Al-Qur‟an, (Beirut:
Mu‟assasah al-„Alamî li Mathbû‟ah, 1393 H/ 1973 M) h. 315-316
14
Al-Raghib Al-Asfahani, Al-Mufradat fi Gharib Al-Qur‟an , (Mesir Musthafa al-Bâbi
al-Halabi, ,1961) h. 293
15
Fakh al-Râzi, Tafsîr al-Kabîr, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1405 H /1985 M) Jilid II, H. 92
16
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 171
136

Maka sebagian pendapat yang menyebutkan bahwa , “Asbâth adalah anak-

anak Ya‟qub”, maka ia tak memaksudkan bahwa mereka (Asbâth) adalah anak-

anak kandung Ya‟qub, bahkan ia maksudkan adalah keturunannya (anak

cucunya), sebagaimana halnya dikatakan, “Banî Isrâ‟îl” (anak cucu

Isra‟il/Ya‟qub), dan “Bani Adam” (Anak cucu Adam). Jadi, mengkhususkan

makna ayat itu dengan anak-anak kandung Ya‟qub adalah sebuah kekeliruan17.

Pendapat yang benar juga bahwa mereka disebut “Asbâth”, itu hanyalah

terjadi sejak masanya Nabi Musa berdasarkan ayat yang lalu. Sejak itulah,

diantara mereka ada kenabian. Sebab, tak diketahui bahwa diantara mereka ada

seorang nabi sebelum Nabi Musa, kecuali Nabi Yusuf. Diantara perkara yang

mendukung hal ini bahwa Allah swt. , tatkala menyebutkan para nabi dari

kalangan anak cucu Ibrahim, maka Allah berfirman,

ِ ِ ِ َ‫ووىانَا لَوۥٓ إِس ىحق ويع ُقوب ُك ِّّل ى َدينَا ونُوحا ى َدينَا ِمن ق‬
َ ُّ‫ال َومن ذُّْريَّتوۦ َد ُاوۥ َد َو ُسلَي ىَم َن َوأَي‬
‫وب‬ ُ َ ً َ َ َ َ َ َ َ ُ َ ََ
ِ ِ ِ ِ
‫اس ُك ّل ّْم َن‬ ِ
َ َ‫يس ىى َوإلي‬
ِ
َ ‫ َوَزَكريَّا َوَي َ ىي َوع‬ٛٗ ‫ي‬ َ ‫ك ََن ِزي ٱلُحسن‬ َ ‫وس ىى َو ىَى ُرو َن َوَك ىَذل‬
َ ‫ف َوُم‬
َ ‫وس‬ ُ ُ‫َوي‬
‫ َوِمن ءَابَائِ ِهم‬ٛٙ ‫ي‬ ِ ِ ‫ وإِ ى‬ٛ٘ ‫ٱلصلِ ِحي‬
َ ‫س َولُوطا َوُك ّّل فَضَّلنَا َعلَى ٱل ىَعلَم‬َ ُ‫يل َوٱليَ َس َع َويُون‬َ ‫سَع‬ َ َ َّ‫ى‬
ٛٚ ‫ص ىر ُّمستَ ِقيم‬ ِ ِ ‫ى‬ ‫ى‬ ِِ ‫وذُّْرىيَّتِ ِهم وإِ ى‬
َ ‫خوِنم َوٱجتَاَينَ ُهم َوَى َدينَ ُهم إ َ ىل‬ َ َ َ
“Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan Yaqub kepadanya. kepada
keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh
sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari
keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan
Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. Dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk
orang-orang yang shaleh. Dan Ismail, Alyasa‟, Yunus dan Luth. Masing-
masing Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya), dan Kami
lebihkan (pula) derajat sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan
dan Saudara-saudara mereka. dan Kami telah memilih mereka (untuk
menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan kami menunjuki mereka ke jalan
yang lurus”. 18(QS. Al-An‟aam : 84-87).
17
Lihat Ibnu Ahmad Ibn Ubrahim al- Samarqandi, Tafsir Bahrul „Ulûm, (Beirut: Dâr al-
Kutub al-„Ilmiyah, 1993) Jilid I, h. 161-162
18
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 138
137

Jadi, Allah sebutkan Nabi Yusuf dan nabi-nabi bersama beliau dan tidak

menyebutkan Asbâth. Andaikan saudara-saudara Yusuf diangkat menjadi nabi

sebagaimana halnya Yusuf diangkat sebagai nabi, maka sungguh mereka akan

disebutkan bersama Nabi Yusuf19. Sungguh Allah juga menyebutkan tentang para

nabi berupa pujian dan sanjungan yang selaras dengan kenabian mereka,

walaupun itu sebelum kenabian sebagaimana Allah berfirman tentang Musa,

ِِ ِ
ٔٗ ‫ي‬ َ ‫َشدَّهۥُ َوٱستَ َو ىى ءَاتَيىنَوُ ُحكما َو ِعلما َوَك ىَذل‬
َ ‫ك ََن ِزي ٱلحسن‬ ُ ‫َولَ َّما بَلَ َغ أ‬
ُ
“Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan
kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”.20 (QS. Al-
Qashash [28] : 14)

Allah juga berfirman seperti itu tentang Yusuf (yakni, dalam Surah Yusuf :

22). Hal seperti itu pula diterangkan di dalam sebuah hadits berikut21:

ِ َِ‫ ن‬،‫اق ب ِن إِب ر ِاىيم‬


‫ِب من نَِ ٍِب‬ ّّ َ ْ َ ْ ْ َ ‫ب بْ ِن إِ ْس َح‬
ٍّ َِ‫ِب م ْن ن‬ َ ‫ف بْ ُن يَ ْع ُق ْو‬ ِ ‫أكرم الن‬
ُ ‫َّاس يُ ْو ُس‬ ُ
“Manusia yang paling mulia adalah Yusuf bin Ya‟qub bin Ishaq bin
Ibrahim, seorang nabi dari seorang nabi dari seorang nabi”

Andaikan saudara-saudara Yusuf adalah nabi, maka tentunya mereka telah

menyamai Yusuf dalam kemuliaan itu. Allah swt. ketika menyebutkan kisah

Yusuf dan sesuatu yang mereka lakukan pada Yusuf, maka Allah menyebutkan

pengakuan mereka tentang kesalahan mereka dan permintaan ampunan mereka

dari bapak mereka22.

19
Ibnu Jarir al-Thabârî ,Tarikh al-Umam wa al-Muluk , Jilid I, h. 521
20
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 387
21
Muhammad Ismâ‟îl al-Bukhâri, Shâhih al-Bukhâri, (Kairo : Dâr wa al-Mathâbi‟ al-
Sya‟b, t.th.) Jilid III, Juz VI, h. 193
22
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011)
h. 382
138

Allah tidak menyebutkan diantara keutamaan mereka yang selaras dengan

kenabian mereka dan tidak pula menyebutkan sedikitpun diantara kekhususan

para nabi. Bahkan Allah tidak menyebutkan dari mereka tobat yang hebat,

sebagaimana halnya Allah menyebutkan tentang dosanya, tanpa dosa mereka.

Bahkan Allah hanya menyebutkan dari mereka pengakuan dan permintaan

ampunan23.

Allah swt. juga tidak menyebutkan tentang seorang nabi pun baik sebelum

jadi nabi, maupun setelahnya bahwa nabi itu telah melakukan perkara-perkara

besar seperti ini, berupa kedurhakaan kepada orang tua, memutuskan tali

silaturahim, memperbudak manusia dan menjualnya, serta berdusta nyata dan

selain itu berupa perkara yang Allah ceritakan tentang mereka. Allah tidak

menyebutkan sedikitpun sesuatu yang selaras dengan pemilihan dan

pengkhususan yang mengharuskan kenabian mereka. Bahkan yang diceritakan

oleh Allah menyelisihi hal itu, berbeda dengan perkara yang Allah sebutkan

tentang Yusuf24.

Kemudian, sungguh Alquran menunjukkan bahwa tak pernah ada seorang

nabi pun yang pernah mendatangi Negeri Mesir, sebelum Musa, selain Nabi

Yusuf, berdasarkan ayat dalam Surah Ghâfir (40): 3425. Andaikan diantara

23
Abû „Alî al-Fadhl ibn al-Hasan al-Thabarsî, Majma‟ al-Bayân fî Tafsîr al-Qur‟an, Jilid
I, h. 489
24
Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi, h. 383
25
Lihat selengkapnya:

ُ‫ث ٱللَّو‬ َ َ‫ك َّْمَّا َجاءَ ُكم بِِوۦۖ َح َّ ىَّت إِ َذا َىل‬
َ ‫ك قُلتُم لَن يَ َاع‬ ِ َ‫ولَ َقد جاء ُكم يوسف ِمن قَال بِٱلا يّْ ىن‬
ّ ‫ت فَ َما ِزلتُم ِف َش‬ َ ُ ُ ُ ُ ََ َ
ِ ِِ
ٖٗ ‫اب‬ ِ
ٌ َ‫ك يُض ُّل ٱللَّوُ َمن ُى َو ُمس ِرف ُّمرت‬ َ ‫ِمن بَعدهۦ َر ُسول َك ىَذل‬
“Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa keterangan-
keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang dibawanya
kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: "Allah tidak akan mengirim
139

saudara-saudara Yusuf ada seorang nabi, maka pasti ia telah mendakwahi

penduduk Mesir dan berita-berita kenabiannya akan tampak. Tatkala hal itu tak

ada, maka diketahuilah bahwa tak ada seorang pun diantara mereka seorang

nabi.26.

Kesimpulannya bahwa kesalahan tentang klaim kenabian mereka terjadi

akibat sangkaan sebagian ulama bahwa saudara-saudara Yusuf adalah “Asbâth”

(‫)األَ ْسبَاط‬. Padahal tidaklah demikian. Para “Asbâth” itu hanyalah anak cucu dari

saudara-saudara Yusuf yang terbagi-bagi menjadi Asbâth (kaum yang berjumlah

besar). Setiap sibth umat yang besar. Andaikan yang dimaksud dengan asbâth

adalah anak-anak kandung Ya‟qub, maka pasti Allah akan berkata, “…dan

Ya‟qub dan anak-anaknya…”. Karena, ini lebih ringkas dan gamblang, maka,

dipilihlah kata “Asbâth” atas kata “Banî Isra‟îl” untuk mengisyaratkan bahwa

hanyalah terjadi di antara mereka sejak mereka dibagi-bagi menjadi beberapa

“Asbâth” (umat yang besar).

C. Analisi Kepercayaan Dasar Asbâth

Untuk mengetahui informasi mengenai kepercayaan dasar yamg dianut

oleh Asbâth dapat kita temukan dalam beberapa ayat dalam Alquran berikut:

‫ّْين فَ َّل َتَُوتُ َّن إَِّل َوأَنتُم‬ َّ ِ َّ َِ‫وب يَىا‬ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ‫وو‬


َ ‫ن إ َّن ٱللوَ ٱصطََف ىى لَ ُك ُم ٱلد‬ ُ ‫ص ىى ِّبَا إ ىَبرى ُم بَنيو َويَع ُق‬ ََ
ِ ‫ال لِانِ ِيو ما تَعادو َن ِمن ب‬ ِ
‫عدي‬ َ ُ ُ َ َ َ َ‫وت إِذ ق‬ ُ َ‫وب ٱل‬ َ ‫ُّمسل ُمو َن ٕٖٔ أَم ُكنتُم ُش َه َداءَ إِذ َح‬
َ ‫ضَر يَع ُق‬
ٖٖٔ ‫سح َق إِ ىََلا ىَو ِحدا َوََن ُن لَوۥُ ُمسلِ ُمو َن‬ ِ ِ‫سَع‬
َ‫يل َوإ ى‬
ِ ِ ِ َ ِ‫ك وإِىلَوَ ءابائ‬
َ ‫ك إ ىَبرى َم َوإ ى‬
‫ِى‬
َ َ َ َ َ‫قَالُواْ نَعاُ ُد إ ََل‬
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya,
demikian pula Ya´qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah

seorang (rasulpun) sesudahnya. Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang


melampaui batas dan ragu-ragu.” (QS. Ghâfir [40]: 34)
26
Ibnu Jarir al-Thabârî ,Tarikh al-Umam wa al-Muluk , Jilid I, h. 364
140

kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". Adakah kamu hadir
ketika Ya´qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada
anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka
menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek
moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan
kami hanya tunduk patuh kepada-Nya."27 (QS. al-Baqarah [2]: 132-133)

Ayat di atas dengan jelas menyatakan bahwa Nabi Ibrâhim a.s.


mewasiatkan kepada anak-anaknya dan ikut serta disebutkan dalam ayat tersebut
cucu beliau yakni nabi Ya‟qub a.s, untuk tetap teguh dan setia memeluk agama
Islam dan mati dalam keadaan muslim. Fakruddin al-Razi menegaskan ‫اصْ طَفى لَكم‬
َ‫ ال ِّدين‬dipahami bahwa Ibrahim dan Ya‟qub menegaskan kepada anaknya
berdasarkan perintah Allah untuk menunaikan dan menjalankan kepatuhan kepada
Tuhan yang sebelumnya diperintahkan untuk aslamtu yang berarti memasrahkan
diri kepada-Nya. Tidak hanya menjalankan ajaran agama secara patuh. Tapi ‫فَ َّل َتَُوتُ َّن‬

‫ إَِّل َوأَنتُم ُّمسلِ ُمو َن‬bahwa Allah memilihkan agama yangl lurus (hanif) maka janganlah

melepaskan dan berpegang teguhlah sehingga kelak mati dalam keadaan


muslim.28
Kemudian di ayat selanjutnya dijelaskan perihal Nabi Ya‟qûb yang mana

ketika sudah terlihat tanda-tanda menjelang ajalnya dan beliau menanyakan

kesaksian anak-anaknya untuk bersaksi dihadapannya mengenai apa yang akan

disembah sepeninggalan beliau, kemudian dengan penuh keyakinan anak-anaknya

pun menjawab akan selalu berpegang teguh dalam penyembahan Allah swt.

sebagaiamana yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka, yakni Nabi

Ibrâhim a.s. , Nabi Ismâ‟il a.s. dan Nabi Ishâq a.s. dan ayah mereka sendiri yakni

Nabi Ya‟qûb a.s. Dan mereka bersaksi akan selalu berserah diri kepada Allah swt.

27
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 20
28
Ibn Ajibah, Tafsir Alquran al-Majid, jlid 1 , hal 167. Lihat pula al-Qurthubi, Jami li
Ahkam Alquran, jilid 2, hal 134.
141

Kita telah melihat dalam Alquran bahwa Alquran menolak klaim bahwa

Nabi Ibrâhim a.s atau siapapun dari anak atau cucunya adalah Yahudi dan

Nasrani. Ini karena mengingat bahwa Taurat dan Injil baru diwahyukan setelah

masa nabi-nabi itu. Namun, ini sebenarnya sebuah argument yang didasarkan

pada nilai praktis semata. Fakta yang lebih mendalam dan luas yang ingin

ditekankan Alquran adalah bahwa seorang Nabi bukanlah Yahudi atau Nasrani,

melainkan seorang Muslim29.

Sebenarnya, Nabi Ibrâhim a.s dan putra-putra serta cucu-cucu nya,

semuanya nabi yang digambarkan dalam Taurat dan Injil sebagai Muslim. Inilah

“kesaksian” (syahadah) yang dijelaskan Al-Qur‟an telah disembunyikan Ahl al-

Kitâb dengan tidak mengakui di depan umum kebenaran Alquran, sebagaiman

firman Allah dalam Alquran berikut:

ِ ِ‫سَع‬ ِ ِ ِ ِ
‫صَىر ىى قُل ءَأَنتُم‬
َ َ‫ودا أَو ن‬ ً ‫وب َوٱلَساَا َ َكانُواْ ُى‬ َ ‫سح َق َويَع ُق‬َ‫يل َوإ ى‬ َ ‫أَم تَ ُقولُو َن إ َّن إب ىَرى َم َوإ ى‬
ٔٗٓ ‫ندهۥُ ِم َن ٱللَّ ِو َوَما ٱللَّوُ بِ ىغَ ِف ٍل َع َّما تَع َملُو َن‬ ِ
َ ‫أَعلَ ُم أَِم ٱللَّوُ َوَمن أَظلَ ُم َمَّن َكتَ َم َش ىَه َدةً ِع‬
“ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan
bahwa Ibrahim, Isma´il, Ishaq, Ya´qub dan anak cucunya, adalah
penganut agama Yahudi atau Nasrani?" Katakanlah: "Apakah kamu lebih
mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada
orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?"
Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan.”30 (QS.
al-Baqarah [2]: 140)

Jadi dapat disimpulkan bahwa kepercayaan dasar keturunan Nabi Ya‟qub

sama seperti agama nenek moyang mereka yakni Nabi Ibrâhim a.s yakni Islam.

Dari fakta tersebut kemungkinan besar akan menimbulkan pertanyaan bukankah

29
Louay Fatoohi , Sejarah Bangsa Israel dalam Bibel dan Al-Qur‟an, (Bandung:
Mizania, 2007) h. 328
30
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 21
142

agama Islam itu agama yang baru muncul setelah Nabi Muhammad saw. diutus?

Hal ini bisa dijelaskan, bahwa Islam adalah agama kepasrahan kepada Tuhan

(Allah) yang Maha Esa31 yang memperkenalkan diri-Nya kepada umat-umat yang

berbeda sepanjang sejarah melalui berbagai rasul yang diutus-Nya.

Sebutan Muslim juga diberikan oleh Allah swt. yang menggunakannya

jauh sebelum Nabi Muhammad saw. dan juga dalam Alquran, seperti dalam ayat

berikut:

‫َو ىَج ِه ُدواْ ِف ٱللَّ ِو َح َّق ِج َه ِادهِۦ ُى َو ٱجتَاَى ُكم َوَما َج َع َل َعلَي ُكم ِف ٱلدّْي ِن ِمن َحَرج ّْملَّةَ أَبِي ُكم‬
َ‫يدا َعلَي ُكم َوتَ ُكونُواْ ُش َه َداء‬ً ‫ول َش ِه‬ َّ ‫ي ِمن قَا ُل َوِف ىَى َذا لِيَ ُكو َن‬
ُ ‫ٱلر ُس‬ ِِ
َ ‫يم ُى َو َسَّى ُك ُم ٱلُسلم‬
ِ ِ
َ ‫إ ىَبرى‬
‫ول َونِع َم‬
‫عم ٱل َ ى‬ ِ‫صمواْ بِٱللَّ ِو ىو مولَى ُكم فَن‬ِ َ‫ٱلزَك ىوَة وٱعت‬
َّ ْ‫ٱلصلَ ىوَة َوءَاتُوا‬
َّ ْ‫يموا‬ ِ‫َّاس فَأَق‬
ِ ‫َعلَى ٱلن‬
َ َ َ َ ُ ُ َ ُ
ٚٛ ُ‫َّصي‬ ِ ‫ٱلن‬
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-
benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan
untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang
tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang
muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul
itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka
Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.”32 (QS. al-Hajj
[22]: 78)

Sebagian kalangan mufassir menafsirkan kata ganti huwa dalam ungkapan

huwa sammâkum al-muslimîn (“Dia telah menamai kamu sekalian orang-orang

muslim”) dengan merujuk kepada Nabi Ibrâhim a.s33. Pendapat ini keliru karna

berlawanan dengan fakta bahwa ungkapan tersebut merupakan kelanjutan dari

ungkapan sebelumnya, huwa ijtabâkum (“Dia telah memilih kalian”) yang jelas-

jelas merujuk kepada Allah swt. Kemudian, ungkapan wa fiî hâdzâ (“dan [begitu
31
Ibn Jârîr al-Thabarî, al-Jâmi‟ al-Bayân ‟An Ta‟wîl Alquran , Jilid III, h. 212.
32
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 341
33
Lihat Al-Qurthubi, al-Jâmi‟ Li Ahkam Alquran (Kairo: Dâr al-Kâtib al-„Urbah, 1968)
143

pula] dalam ini”) dalam huwa sammâkum al-muslimîn min qabli wa fiî hâdzâ

“(Dia telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan

[begitu pula] dalam ini” ) merujuk pada Al-Qur‟an. Karena itu, jelas adanya

kekeliruan dalam menafsirkan kata ganti “Dia” dalam “Dia telah menamai kamu

sekalian orang-orang muslim” seolah-olah merujuk kepada selain Allah.

Ada pula sebuah ayat yang mengisahkan Nabi Nûh a.s., yang hidup jauh

sebelum Nabi Ibrâhim a.s., menyampaikan kepada kaumnya bahwa Allah telah

memerintahkannya agar menjadi seorang Muslim:

ِِ ِ ِ ِ
ُ ‫ي إَِّل َعلَى ٱللَّو َوأُمر‬
َ ‫ت أَن أَ ُكو َن م َن ٱلسلم‬
ٕٚ ‫ي‬
ُ
ِ َّ ِ
َ ‫فَإن تَ َوليتُم فَ َما َسأَلتُ ُكم ّْمن أَج ٍر إن أَج ِر‬
“Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah
sedikitpun dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka,
dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang
berserah diri (kepada-Nya)" 34 (QS. Yunus [10] : 72)

Fakta lain yang harus dikemukakan dalam hal ini adalah bahwa istilah-

istilah yang diberikan Allah swt. untuk menyebutkan para pengikut nabi tertentu

tidak dapat diterapkan pada nabi itu sendiri. Jadi, Nabi Mûsâ a.s. bukan seorang

Yahudi dan Nabi „Îsa a.s. bukan seorang Nasrani. Mungkin tampak bagi sebagian

orang bahwa ungkapan Nabi Mûsâ a.s. kepada Allah swt. innâ hudnâ ilaika (“

Sungguh, kami telah bertaubat kepad-Mu”) menunjukan bahwa dia sendiri adalah

seorang Yahudi.35 Meskipun demikian, pijakan utama semua agama yang diterima

oleh para Nabi ataupun rasul adalah Islam ‫ي‬ ِِ ِ ِ


َ ‫ت أَن أَ ُكو َن م َن ٱلُسلم‬
ُ ‫ َوأُمر‬. Perintah utama

inilah bagi setiap Nabi dan umatnya untuk menjadi Muslim. Menurut Ibn Ajibah

34
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 217
35
al-Syawkanî, Fath al-Qadîr, (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabî, tth) juz I, h. 94.
Lihat juga Ibn Jârîr al-Thabarî, Tafsir al-Thabarî ( Beirut : Dâr al-Fikr, 1405 H/ 1984 M), juz I, h.
318.
144

bahwa pengikut ajaran agama diperintahkan untuk mengesakan Allah.36 Atau

menunaikan segala bentuk kewajiban yang telah ditetapkan kepadanya. 37 Maka

konsep dasar utama agama adalah kepasrahan dan kepatuhan terhadap perintah

Tuhan.38 Oleh karena itu, pada setiap perintah Allah kepada Nabi dan umatnya

adalah untuk menjadi muslim, maka setiap itu pula kaum mendapatkan kitab

berdasarkan apa yang diterima oleh Nabinya.39

. Dapat disimpulkan pula bahwa agama yang dibawa Nabi Muhammad

saw. dengan nabi-nabi sebelumnya adalah sama, yakni Islam, sebagaimana

disebutkan dalam Q.S. al-Syûrâ (42): 13 berikut:

ِ ِ ِِ َّ ‫صى بِِوۦ نُوحا وٱلَّ ِذي أَوحينا إِلَيك وما و‬


‫وس ىى‬َ ‫يم َوُم‬ َ ‫صينَا بوۦٓ إ ىَبرى‬ َ ََ َ َ َ َ ‫ع لَ ُكم ّْم َن ٱلدّْي ِن َما َو َّ ى‬
َ ‫َشَر‬
‫وىم إِلَ ِيو ٱللَّوُ ََيتَِِب إِلَ ِيو‬ ِ ِِ ِ ِ
َ ‫ّْين َوَل تَتَ َفَّرقُواْ فيو َكاُ َر َعلَى ٱلُش ِرك‬
ُ ُ‫ي َما تَدع‬ َ ‫يمواْ ٱلد‬ ُ ‫يس ىى أَن أَق‬َ ‫َوع‬
ٖٔ ‫يب‬ ِ ِِ ِ
ُ ‫َمن يَ َشاءُ َويَهدي إلَيو َمن يُن‬

36
al-Qurthubi, Jami li Ahkam Alquran, jilid 8, hal, 365.
37
al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid 11, hal, 138.
38
Term muslim dalam Alquran kerap dirangkain dengan hanif yang berkaitan dengan
ajaran agama terdahulu pakah itu Ibrahim ataupun nabi Musa. Berdasarkan pemaparan Mabrur
dalam disertasinya term hanif dan segala bentuk kata yang semakna dengannya, Alquran
mengemukakan sebanyak 12 kali diberbagai surat. Salah satu makna dari hanif adalah agama yang
cenderung pada kebenaran dan jauh dari segala bentuk kemusyrikan. Makna hanif lebih di
identikkan dengan ajaran Nabi Ibrahim sebagai simbol dan bapak agama samawi. Abu Manshur
al-Maturidi mentakwilnya dengan orang-orang muslim, atau jalan yang lurus dan agama yang
cenderung pada kebenaran dan Islam. Lihat. Mabrur, Dimensi Toleransi dalam Alquran; Analisis
Pemikiran Wahbah Zuhaili dalam Tafsir al-Munir (Ciputat: YPM, 2016), hal, 47.
39
Sebagaimana penegasan Allah dalam firman-Nya
‫حفظُواْ ِمن‬ِ ‫ٱلرىبَّنِيُّو َن وٱلَحاار ِِبا ٱست‬ ِِ ِ َّ ِ ِ ِ
ُ َ َُ َ َّ ‫ادواْ َو‬
ُ ‫ين َى‬ َ ‫ين أَسلَ ُمواْ للَّذ‬ َ ‫إِنَّا أ‬
َ ‫َنزلنَا ٱلتَّوَرىةَ ف َيها ُىدى َونُور َي ُك ُم ِّبَا ٱلنَّايُّو َن ٱلذ‬
ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ
َ ‫َّاس َوٱخ َشون َوَل تَشتَ ُرواْ َبِايَِىَت ََثَنا قَليّل َوَمن َّّل َي ُكم ِبَا أ‬
ُ‫َنزَل ٱللَّو‬ َ ‫كىتَب ٱللو َوَكانُواْ َعلَيو ُش َه َداءَ فَ َّل ََت َش ُواْ ٱلن‬
٤٤ ََ‫ك ُى ُم ٱل ىَك ِفُرون‬ َ ِ‫فَأ ُْوىلَئ‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya
(yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi
yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka,
disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi
terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan
janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
39
kafir.” (QS. al-Mâ‟idah [5]: 44).
145

“Dia telah mensyari´atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan
Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru
mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang
kembali (kepada-Nya).”40 (Q.S. al-Syûrâ [42]: 13)

Ayat ini menegaskan bahwa agama yang diterima oleh Rasulullah adalah

“perpanjangan” dari agama-agama sebelumnya yang diterima oleh Nabi Nuh,

Musa dan Isa. Menurut al-Razi berarti Allah mengkhususkan menyebutkan lima

Nabi tersebut disebabkan merekalah yang paling “besar” dari nabi-nabi yang ada

dengan syariat-syariat masing-masing yang diterima dan pengikut atau umatnya

banyak.41 Atas syariat masing-masing yang diterima oleh Nabi memiliki dua

tujuan yaitu hendaknya agama demikian ditegakkan dan jangan bercerai berai ‫أَن‬

ْ‫ّْين َوَل تَتَ َفَّرقُوا‬ ِ


َ ‫يمواْ ٱلد‬
ُ ‫أَق‬. Yang berarti jangan berpecah belah dalam hal agama, sebab

kebersamaan itu adalah rahmat, dan perpecahan itu adalah siksa atau azab.42

Menurut al-Qurthubi, syariat pokok agama-agama para nabi juga sama,

yakni seperti mendirikan solat, zakat, puasa, haji, beramal saleh, bersikap jujur,

memenuhi janji, menunaikan amanat, dan silaturahim. Termasuk juga larangan

berbuat zina, membunuh, menyakiti orang lain, membunuh binatang, dan lain-

lain. Perbedaan antara mereka biasanya terletak pada teknis, tata-cara, dan

mekanismenya saja43.

40
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 484
41
al-Razi, Mafatih al-Gaib, jilid 27, hal, 587.
42
Ibn Ajiba, Tafsir Alquran al-Majid, jilid 5, hal, 205. Penegasan demikian dijelaskan
oleh pada ayat lain pada QS al-Maidah [5] 48
43
al-Qurthubi, al-Jâmi‟ Li Ahkam Alquran , Jilid III, h. 137
146

Ada perbedaan antara syarî‟ah dan dîn. Syarî‟ah adalah jalan yang

ditempuh umat atau Nabi, seperti syarit Nabi Ibrâhîm, Nabi Mûsâ, Nabi „Îsâ, dan

Nabi Muhammad. Sedangkan dîn adalah sunnah dan jalan ketuhanan untuk

seluruh umat manusia. Jika syariat memungkinkan dimodifikasi atau bakhan di

naskh44, sedangkan dîn dalam pengertiannya yang luas tak mungkin di naskh.45

Syarî‟ah berbeda dengan dîn, syari‟at bersifat spesifik, sementara dîn tuntunan

Ilahi yang bersifat umum dan mencakup semua umat. Karenanya syari‟at dapat

saling me-nasakh anatar syari‟at yang satu dengan syariat yang lainnya.

Sebagaimana kedatangan syari‟at Nabi Ibrâhîm membatalkan syariat sebelumnya

yang dibawa Nabi Nûh46.

Dapat disimpilkan bahwa, pada dasarnya kepercayaan yang dianut oleh

keturunan Nabi Ya‟qub (Asbâth) adalah Islam, yaitu agama kepasrahan kepada

Tuhan (Allah) yang Maha Esa47 yang memperkenalkan diri-Nya kepada umat-

umat yang berbeda sepanjang sejarah melalui berbagai rasul yang diutus-Nya,

terlepas dari fakta bahwa pada generasi selanjutnya terjadi banyak penyimpangan

dalam keberagamaan.

D. Pandangan Alquran tentang Yahudi yang lurus

‫ي َمن ءَ َام َن بِٱللَّ ِو َوٱليَ ِوم ٱل ِخ ِر َو َع ِم َل‬


َ ِ‫ٱلصا‬
َّ‫َّصَىر ىى َو ِى‬
َ ‫ادواْ َوٱلن‬
ُ ‫ين َى‬
ِ َّ ِ َّ ِ
َ ‫إ َّن ٱلذ‬
َ ‫ين ءَ َامنُواْ َوٱلذ‬
ٌ ‫ند َرِّّْبِم َوَل َخ‬ ِ
ٕٙ ‫وف َعلَي ِهم َوَل ُىم َي َزنُو َن‬ َ ‫َجرُىم ِع‬
ُ ‫صىلحا فَلَ ُهم أ‬
48
َ

44
Naskh adalah pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang
ditetapkan kemudian. Atau berakhirnya pemberlakuan hukum terdahulu oleh hukum yang
ditetapkan kemudian.
45
Muhammad Husayn Thabathaba‟î, al-Mizan fi Tafsir al-Qur‟an, (Beirut ; Mu‟assasah
al-A‟lami li Mathbû‟ah, 1973 M), Jilid V, h. 385-389
46
Muhammad Husayn Thabathaba‟î, al-Mizan fi Tafsir al-Qur‟an, Jilid V, h. 389
47
Ibn Jârîr al-Thabarî, al-Jâmi‟ al-Bayân ‟An Ta‟wîl Al-Qur‟an , Jilid III, h. 212.
48
Lihat juga ayat berikut:
147

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-


orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka
yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal
saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada
kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.”49 (QS. al-Baqarah [2]: 62)

Ayat ini turun untuk menjawab pertanyaan Salman al-Farisi tentang nasib

kaum Nasrani yang tulus beriman kepada Allah dan meninggal sebelum diutusnya

Nabi Muhammad saw. Dalam riwayat Mujahid berkata, „‟ Salman al-Farisy

bertanya kepada Nabi saw perihal kaum Nasrani dan bagaimana pendapat beliau

tentang amal mereka. Nabi bersabda, “ Mereka meninggal dalam keadaan tidak

beragama Islam”. Dengan sedih Salman berkata, „Jika demikian sungguh bumi

terasa gelap bagiku; aku ingat betul bagaimana kesungguhan mereka (dalam

beribadah).‟ Berkaitan dengan hal ini turunlah ayat innaladzîna âmanû walladzîna

hâdû Rasulallah lalu memanggil Salman dan bersabda, ayat ini turun terkait

teman-temanmu, Beliau juga bersabda, “Siapa saja yang wafat dalam keadaan

memegang teguh agama Isa dan Islam sebelum ia mendengar dakwahku, maka ia

berada di atas kebaikan. Sebaliknya siapa saja yang hari ini mendengar

dakawahku, tapi enggan beriman kepadaku, sungguh ia telah celaka‟‟50.

ٌ ‫صىلِحا فَ َّل َخ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ َّ ِ


‫وف‬ َ ‫ٱلصُاِو َن َوٱلن‬
َ ‫َّصَىر ىى َمن ءَ َام َن بٱللَّو َوٱليَوم ٱلخ ِر َو َعم َل‬ َّ‫ادواْ َو ى‬
ُ ‫ين َى‬ َ ‫إ َّن ٱلذ‬
َ ‫ين ءَ َامنُواْ َوٱلذ‬
١٦ ‫َعلَي ِهم َوَل ُىم َيَزنُو َن‬
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Shabi‟in dan
orang-orang Nasrani, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada
Allah dan hari Kemudian serta beramal shalih, maka untuk mereka adalah ganjaran dari
sisi Tuhan mereka, tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka bersedih
hati”48 (QS. Al Mâidah: 69)
49
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 10
50
Hadits ini berstatus Hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Jarîr al-Thabarî dari jalur al-Hajjaj
dari Ibnu Juraij dari Mujahid. Pada sanad ini terdapat keterputusan perawi, yakni antara Mujahid
dengan Salman. Namun demikian sanad ini diperkuat oleh sanad lain, yaitu dari Muhammad bin
Humaid dari Salmah bin Fadhl dari Muhammad bin Ishaq dari Muhammad bin Abu Muhammad
dari Sa‟id bin Jubair dari Ikrimah dari Ibnu „Abbas. Sanad riwayat ini dinilai hasan oleh penulus
148

Ketika menjelaskan ayat ini dalam tafsir Alquran al-A‟zhîm, Ibnu Katsir

rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hâdû, nashârâ dan

shâbi‟în dalam ayat ini adalah kaum terdahulu, sebelum Rasulullah Muhammad

shallallahu „alaihi wasallam diutus. Allah mengingatkan melalui ayat ini, bahwa

barangsiapa yang berbuat baik dari kalangan umat-umat terdahulu dan taat, bagi

mereka pahala yang baik51.

Mengenai bagaimana bentuk keimanan orang-orang Yahudi dan Nasrani

yang dimaksud dengan “man âmana” dalam ayat ini Ibnu Katsir menjelaskan:

Iman orang-orang Yahudi itu ialah barangsiapa yang berpegang kepada kitab

Taurat dan sunnah Nabi Musa „alaihi salam, maka imannya diterima hingga Nabi

Isa „alaihi salam datang. Apabila Nabi Isa telah datang, sedangkan orang yang

tadinya berpegang kepada Taurat dan sunnah Nabi Musa tidak meninggalkannya

dan tidak mau mengikuti syariat Nabi Isa, maka ia termasuk orang yang binasa.

Bagitupun acuan keimanan umat Nasrani, jika mereka berpegang teguh pada Injil

dan syariat Nabi „Îsâ, keimanan mereka dapat diterima hingga datang masa Nabi

Muhammad. Ketika periode Nabi Muhammad tersebut, mereka yang tetap

berpegang pada Injil dan syariat Nabi „Îsâ akan binasa52.Mengenai ukuran

keimana tersebut al-Thabari juga menjelaskan, ketika orang-orang Yahudi dan

Nasrani mengakui kebenaran Nabi Muhammad dan risalah yang dibawanya.53

kitab al-Maqbûl fi Asbab al-Nuzûl. Lihat Abu „Amr Nâdî bin Muhammad Hasan al-Maqbûl fi
Asbab al-Nuzûl, h. 59. Lihat juga Ibnu Jarîr al-Thabarî, al-Jâmi‟ al-Bayân „an Ta‟wîl Âyi Alquran,
juz II, h. 45.
51
Ibnu Katsîr, Tafsir Alquran al-„Azhîm, Juz I, h. 216
52
Ibnu Katsîr, Tafsir Alquran al-„Azhîm, Jilid I, h. 216
53
Ibnu Jarir al-Thabarî, Jami‟ al-Bayân „an Ta‟wîl Alquran, Jilid I, h. 361
149

Sayyid Quthb dalam Tafsir Fî Zhilâl Alquran juga menegaskan bahwa

yang dimaksud dengan orang-orang Yahudi, Nasrani dan Shabi‟in dalam ayat ini

adalah sebelum diutusnya Rasulullah Muhammad shallallahu „alaihi wasallam.

Menurutnya, jaminan keselamatan itu tidak berlaku bagi mereka yang tidak

mengakui kenabian Muhammad. Baginya, perihal keyakinan adalah maslah yang

mendasar dan prinsip sebuah ajaran. Ia berargumen bahwa sesuatu yang sudah

jelas merupakan urusan agama. Sayyid Qutbh juga memberikan „vonis‟ kepada

mereka yang tidak mengimani Muhammad saw. sebagai Nabi dan Rasul adalah

sesat dan pasti tidak akan mendapat jaminan keselamatan oleh Allah swt. Sikap

kerasnya ini, agar dimiliki setiap Muslim supaya tidak mudah tergoda

keimanannya dari pengaruh jahiliah, lebih-lebih menyangkut akidah penganut

agama lain. Namun, Sayyid Quthb sedikit terbuka bahwa keputusan akhirnya,

apakah mereka benar, salah, lurus, atau sesat tetap diserahkan kepada Allah swt.

sebagai eksekutornya kelak di akhirat54. Namun pandangan ini ditolak oleh

Fazlur Rahman yang menyatakan bahwa keselamatan berlaku bagi umat Yahudi,

Nasrani dan Sabi‟in yang saleh yang hidup sebelum periode Nabi Muhammad

saw. Rahman beralasan bahwa ayat tersebut sudah terang benderang, sebab

jaminan keselamatan diberikan kepada siapa saja yang beriman dan beramal saleh,

tanpa diembel-embeli syarat dan makna lain55.

Dalam ayat lain Allah swt. juga menjelaskan perihal ini dalam firman-

Nya:

54
Sayyid Quthb, Fi zhilal Alquran, ( Kairo: Dar al-Syuruq, 1968). Jilid I, h. 936
55
Fazlur Rahman, Mayor Themes Of Qur‟an, h. 166
150

ِ ِ ِ ِ َ‫َىل ٱل ِكىت‬
ُ َ‫ب أ َُّمة قَائ َمة يَتلُو َن ءَايىَت ٱللَّو ءَانَاءَ ٱلَّي ِل َوُىم ي‬
ٖٔٔ ‫سج ُدو َن‬ ِ ‫لَي ُسواْ َس َواء ّْمن أ‬
ََ ُ َ ُ َ ُ َ َ َ َ ‫عر‬
ِ ‫ٱل ِخ ِر ويأمرو َن بِٱل‬
ِ ‫وف وينهو َن ع ِن ٱلن َك ِر وي ىس ِرعو َن ِف ٱل ىي‬
‫ت‬ َُ ُُ َ َ ‫يُؤِمنُو َن بِٱللَّ ِو َوٱليَ ِوم‬
ٔٔٗ ‫ي‬ ِ ِ َّ‫ك ِمن ى‬ ِ‫ى‬
َ ‫ٱلصلح‬ َ َ ‫َوأ ُْولَئ‬
Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang
berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di
malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang). Mereka beriman
kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang
ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada
(mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang
yang saleh.”56 (QS. Âli „Imrân [3]: 113-114)

Ayat di atas secara tegas menggambarkan, diantara Ahl al-Kitab masih

terdapat golongan yang tetap istiqomah dengan ajaran agamanya. Perilaku mereka

ditandai dengan sifat-sifat terpuji. Seperti rajin membaca ayat-ayat Allah ditengah

malam sambil mereka terus-menerus melakukan ibadah. Mereka juga beriman

kepada Allah dan hari kemudian, melakukan amar ma‟ruf nahi mungkar serta

bergegas dalam melakukan kebajikan.

Dalam hubungan ini, dari seluruh penilaian para Ahl al-Kitab terdapat

orang-orang Yahudi yang baik dan orang-orang Nasrani yang baik, yaitu orang

yang mempercayai satu Tuhan dan mempercayai tanda-tanda-Nya. Mereka

bersujud di hadapan-Nya, mengikuti pesan yang disampaikan para nabi, percaya

pada hari pengadilan terakhir, berbuat baik dan menyuruh orang berbuat kebaikan,

serta melarang berbuat jahat. Alquran menggambarkan kelompok minoritas ini

sebagai orang-orang yang selamat dari kutukan-kutukan, dari kemurkaan dan

56
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 64
151

pembalasan Allah. Mereka merupakan hasil positif dari pengalaman wahyu

terdahulu serta usaha para Nabi57.

Mengenai ayat-ayat yang bernada positif dan simpatik terhadap Ahl al-

Kitab di atas, sebagian pakar Alquran menyatakan bahwa term qâ‟imah dalam

ayat tersebut berarti tetap dalam keimanan dan ketaatan58. Hanya saja apakah

yang dimaksud dengan keimanan dan ketaatan di sini kepada ajaran agama

mereka atau kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., terdapat

perbedaan pendapat di kalangan pakar Alquran.

Dalam kaitan ini, Wahbah Zuhailî memberikan komentar59 : Tidaklah

sama ahl al-Kitab yang disebutkan terdahulu dengan kecaman, atau sama dengan

seseorang dalam kefasikan dan kekafiran. Akan tetapi sebagian di antara mereka

adalah mukmin dan sebagian (lagi) berdosa, sebagaimana di anatara mereka ada

kelompok yang tetap pada perintah Allah, istiqamah pada ajaran agama-Nya, taat

kepada syari‟at-Nya, mengikuti Nabi yang diutus Allah, membaca Alquran dalam

salat mereka di waktu malam dan mereka banyak bertahajjud. Mereka itu beriman

kepada Allah dan hari akhirat dengan iman yang sebenar-benarnya yang tidak ada

keraguan padanya, mereka memerintahkan orang lain melakukan kebajikan,

melarang dari kemungkaran, berlomba-lomba melakukan kebaikan, berbuat

kebaikan secara kontinu. Mereka itulah yang diberikan predikat disisi Allah

sebagai orang-orang saleh. Di anatara mereka ialah seperti „Abdullah bin Salâm

dan Asid ibn „Ubayd dan Tsa‟labah ibn San‟ah.

57
Lihat Hasan Hanafi, Religious Dialogue and Revulation, terj. Pustaka Firdaus, Dialog
Agama dan Revolusi ( Jakarta : Pustaka Firdaus, 1994), h. 55-56
58
Husayn Thabathaba‟î, al-Mizan fi Tafsir Alquran, Jilid III, h. 385
59
Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir, Juz V, h. 48
152

Di samping pendapat di atas terdapat pula pendapat yang mengatakan

bahwa kandungan ayat tersebut tidak secara khusus menunjuk kepada Ahl al-

Kitab yang sudah memeluk agama Islam. Yang dimaksud ayat di atas mengenai

perilaku Ahl al-Kitab yang tetap istiqamah membaca ayat-ayat Allah adalah

membaca kitab suci yang ada pada mereka dalam berdoa dan memuji Tuhan.

Ayat-ayat yang mengandung doa dan pujian dimaksud, banyak ditemukan dalam

kitab Zabur Nabi Dâwûd60.

Keterangan tersebut menunjukan, sebagian diantara Ahl al-Kitab yang

memperoleh respon positif dari Alquran pada dasarnya dapat dipahami bahwa

mereka itu sebagian telah menerima baik ajakan Nabi Muhammad saw. dan

menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya, sebagai kelanjutan dari agama yang

dibawa oleh Nabi Musa dan Nabi „Îsa a.s. Di samping itu dapat pula dipahami

bahwa yang ditunjuk oleh ayat-ayat yang berisi sapaan posistif kepada sebagian

Ahl al-Kitab , dapat pula mencakup mereka yang tetap setia dan konsisten

berpegang teguh pada ajaran agama mereka, walaupun di sana sini sudah terdapat

perubahan dan penyimpangan.

Namun penulis sendiri lebih cenderung pada pendapat yang menyatakan

bahwa Ahl al-Kitab yang memperoleh respon positif dari Alquran adalah mereka

yang teguh menjalankan syari‟at Nabi Musa dan Nabi „Îsa a.s. sebelum diutusnya

Nabi Muhammad saw. tanpa ada penyimpangan perilaku, dan mereka beriman

atas kerasulan Nabi Muhammad setelah beliau diutus. Karena dengan mereka

mengimani kerasulan dan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw. merupakan

60
Muhammad Rasyid Ridha Tafsir Al-Qur‟an al-Karîm, Juz IV, h. 82
153

manifestasi ketaatan dan keimanan mereka terhadap ajaran / syari‟at yang dibawa

oleh Nabi yang diutus kepada mereka.

E. Tuntunan Alquran mengenai interaksi sosial umat Islam dengan

kaum Yahudi

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa interaksi sosial anatar Islam

dan Yahudi telah berlangsung sejak awal-awal Islam datang ke Madinah. Interaksi

yang terjadi anatara umat Islam pada masa itu dengan kelompok Yahudi

berlangsung dalam berbagai bidang, baik dalam bidang ekonomi/ perdagangan,

politik dan sosial kemasyaraakatan lainnya.

Alquran kemudian memberikan beberapa petunjuk mengenai etika

pergaulan dengan kaum Yahudi. Alquran misalnya melarang menjadikan orang-

orang Yahudi dan Nasrani sebagai Auliya‟. Mengenai hal ini terdapat dalam

Alquran:

‫عض ُهم أَولِيَاءُ بَعض َوَمن يَتَ َوََّلُم‬ ِ


ُ َ‫َّصَىر ىى أَوليَاءَ ب‬
َ ‫ود َوٱلن‬
ِ
َ ‫ين ءَ َامنُواْ َل تَتَّخ ُذواْ ٱليَ ُه‬
ِ َّ
َ ‫ىيَأَيُّ َها ٱلذ‬
ِ ِ ‫هدي ٱل َق ى‬ ِ ‫ّْمن ُكم فَِإنَّوۥ ِمنهم إِ َّن ٱللَّو َل ي‬
٘ٔ ‫ي‬ َ ‫وم ٱلظَّلم‬ َ َ َ ُ ُ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-
orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian
mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa
diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”61 (QS. al-Mâidah [5]: 51)

Sudah menjadi kebiasaan masyarakat madinah pra hijrah untuk menjalin

persekutuan antara beberapa pihak untuk saling membantu bila salah satu pihak

menyerang atau diserang kelompok di luar persekutuan itu. Setelah Rasulallah

datang kebiasaan ini masih berlangsung , hingga tidak jarang ditemukan beberapa

61
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 117
154

muslim yang masih terikat kesepakatan semacam itu dengan kaum Yahudi dan

Nasrani. Ayat ini kemudian turun untuk melarang kebiasaan tersebut.

Dalam suatu riwyat dikemukakan bahwa „Abdullah bin Ubay bin Salul

(tokoh munafik madinah) dan „Ubâdah bin as-Shamit (salah seorang tokoh Islam

dari bani „Auf bin Khazraj) terikat oleh suatu perjanjian untuk saling membela

dengan Yahudi Bani Qainuqa‟, ketika Bani Qainuqa‟ memerangi Rasulallah saw.,

Abdullah bin Ubay tidak melibatkan diri. Sedangkah „Ubadah bin as-Shamit

berangkat mengahadap Rasulallah saw. Untuk membersihkan diri kepada Allah

dan Rasul-Nya dari ikatannya dengan Bani Qainuqa‟ itu, serta menggabungkan

diri bersama Rasulallah dan menyatakan hanya taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Maka turunlah Ayat ini yang mengingatkan orang yang beriman untuk tetap taat

kepada Allah dan Rasul-Nya, dan tidak mengangkat kaum Yahudi dan Nasrani

menjadi Pemimpin mereka62.

Dalam mengomentari ayat di atas, Muhammad Qurays Shihab berkata:

“Jika keadaan orang-orang Yahudi dan Nasrani atau siapapun seperti dilukiskan

oleh ayat di atas, yakni lebih suka mengikuti kaum jahiliyah dan mengabaikan

hukum Allah, bahkan bermaksud memalingkan kaum Muslimin dari sebahagian

apa yang telah diturunkan Allah, maka, wahai orang-orang beriman janganlah

kamu mengambil dengan susah payah, apalagi dengan mudah orang-orang Yahudi

62
Hadits ini berstatus Hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Hisyâm, al-Sîrah al-Nabawiyyah,
Juz III, h. 10-11. Meskipun Mursal karena jalur sanadnya hanya berhenti pada „Ubâdah bin al-
Wâlid, namun sanad riwayat Ibnu Hisyâm dinilai shahih oleh Ibrâhîm Muhammad al-„Aliy. Ia
mengatakan bahwa ada kemungkinan „Ubâdah bin al-Wâlid mendengar riwayat tersebut dari
ayahnya dan kakeknya, seperti halnya sanad riwayat al-Suyuthi dari Ibnu Mardawaih dari „Ubâdah
bin al-Wâlid dari ayahnya dari kakeknya yakni „Ubâdah bin Shâmit. Lihat Ibrâhîm Muhammad al-
„Aliy, Shahih asbâb al-Nuzûl, h. 104. Lihat juga al-Baihaqiy, Dalâil al-Nubuwwah, Juz III, h. 173-
174. Lihat Juga al-Suyûthi, al-Dûr al-Mantsûr, Juz V, h. 347.
155

dan Nasrani serta siapapun bersifat seperti mereka yang dikecam ini juga

mengambil mereka menjadi auliyâ‟, yakni orang-orang dekat, sifat mereka sama

dalam kekufuran dan dalam kebencian kepada kamu, karena itu wajar jika

sebagian mereka adalah auliyâ‟ / penolong sebagian yang lain”63.

Rasyid Ridha berpendapat : “Dalam ayat ini Allah swt melarang al-

Wilâyat kaum Muslimin yang tidak berhijrah ketika hijrah tersebut merupakan

kewajiban. Maka tentunya wajar pula Allah meniadakan Wilâyah tersebut

terhadap orang-orang Yahudi dan yang ketika itu memerangi kaum Muslimin,

karena itu larangan yang dicantumkan dalam ayat ini adalah karena orang-orang

Yahudi dan Nasranu memerangi kaum Muslimin bukan disebabkan perbedaan

agama”64.

Kata Auliyâ‟ sendiri berasal dari kata Waliy yang mengandung pengertian

kedekatan, menguasai, mengikuti tanpa batas, memerintah, mencintai dan

menolong65.

Thabathaba‟i menjelaskan secara panjang lebar tentang pengertian Auliyâ‟,

antara lain dikemukakan bahwa kata tersebut merupakan satu bentuk kedekatan

kepada sesuatu yang menjadikan terangkat dan hilangnya batas anatara yang

mendekat dan yang didekati dalam tujuan kedekatan itu. Kalau tujuan dalam

konteks ketakwaan dan pertolongan, maka Auliyâ‟ adalah penolong; apabila

dalam konteks pergaulan dan kasih sayang, maka ia adalah ketertarikan jiwa

sehingga Waliy/ Auliyâ‟ adalah yang dicintai yang menjadikan seseorang tidak

63
Muhammad Qurays Syihab, Tafsir al-Misbah, Vol. V. h. 182
64
Muhammad Rasyid Ridha Tafsir Alquran al-Karîm ,( Beirut : Dâr al-Ma‟rifat, t.th), h.
193
65
Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu‟jam al-Maqâyis fi al-Lughât, (Beirut : Dâr al-Fikr,
1994 M), h. 1104
156

dapat tidak kecuali tertarik memenuhi kehendaknya dan mengikuti perintahnya.

Kalau dalam konteks hubungan kekeluargaan, maka Waliy anatara lain adalah

yang mewarisinya dan tidak aada yang dapat menghalangi pewarisan itu,

demikian juga ayah dalam perkawinan anak perempuannya. Dalam konteks

ketaatan maka waliy adalah siapa yang harus memerintah dan harus ditaati

ketetapannya.

Dalam ayat ini Allah tidak menjelaskan dalam konteks apa larangan

tersebut, sehingga ia dapat dipahami dalam pengertian segala sesuatu, tetapi

karena lanjutan ayat ini menyatakan bahwa kami takut mendapat bencana, maka

dapat dipahami bahwa kedekatan yang terlarang ini adalah dalam konteks yang

sesuai dengan apa yang mereka takuti itu, yakni mereka takut pada suatu ketika

akan terjadi bemcana yang tidak dapat terelakkan, baik dari orang Yahudi dan

Nasrani yang mereka jadikan Auliyâ‟ itu maupun dari pihak lain. Maka karena itu

mereka harus menjadikan semua pihak Auliyâ‟ yang membela mereka sekaligus

teman sepergaulan dengan hubungan kasih sayang. Dari sinilah Thabathaba‟I

berkesimpulan bahwa Auliyâ‟ yang dimaksud ayat ini adalah cinta kasih yang

mengantar pada melebarnya perbedaan-perbedaan dalam satu wadah, menyatunya

jiwa yang tadinya berselisih, saling terkaitnya akhlak dan miripnya tingkah laku,

hingga anda seakan melihat dua orang yang saling mencintai bagaikan orang yang

memiliki satu jiwa satu kehendak, dan satu perbuatan yang satu tidak akan

berbeda dengan yang lain dalam pengalaman hidup dan tingkat pergaulan. Inilah

yang mengantar ayat ini menegaskan bahwa : ” barang siapa dianatara kamu

menjadikan mereka auliyâ‟, maka sesungguhnya dia termasuk kelompok mereka.”


157

Hal ini senada dengan peribahasa “ siapa yang mencintai suatu kelompok, maka ia

termasuk kelompok itu” dan bahwa “ seseorang akan bersama siapa yang

dicintainya”66.

Senada dengan ayat di atas adalah firman Allah :

‫ت‬ِ ‫َّخ ُذواْ بِطَانَة ّْمن دونِ ُكم َل يألُونَ ُكم خاال وُّدواْ ما عنِتُّم قَد ب َد‬ ِ ‫ىيأَيُّها ٱلَّ ِذين ءامنُواْ َل تَت‬
َ َ َ َ ََ َ ُ ََ َ َ َ
ِ ِ
ٔٔٛ ‫ورُىم أَكاَ ُر قَد بَيَّ نَّا لَ ُك ُم ٱليَىت إِن ُكنتُم تَعقلُو َن‬ ِ ِ ِ
ُ ‫َفوى ِهم َوَما َُتفي‬
ُ ‫ص ُد‬ َ‫غضاءُ من أ ى‬َ َ‫ٱلا‬
ْ‫ب ُكلّْ ِوۦ َوإِ َذا لَ ُقوُكم قَالُواْ ءَ َامنَّا َوإِ َذا َخلَوا‬ ِ ُ‫ىىأَنتُم أُوَل ِء ُُِتاُّونَهم وَل ُِياُّونَ ُكم وت‬
ِ َ‫ؤمنُو َن بِٱل ِكىت‬
َ َ ُ ْ َ
‫ٔٔ إِن‬ٜ ‫ٱلص ُدوِر‬ ُّ ‫ت‬ ِ ‫يظ ُكم إِ َّن ٱللَّو علِيم بِ َذا‬ ِ َ‫يظ قُل موتُواْ بِغ‬ ِ َ‫ضواْ علَي ُكم ٱلَنَ ِامل ِمن ٱلغ‬
ُ َ َ ُ َ َ ُ َ ُّ ‫َع‬
‫ضُّرُكم َكي ُد ُىم‬ ِ َ‫صا ُكم سيّْئَة يفرحواْ ِِّبا وإِن ت‬
ُ َ‫صِبُواْ َوتَتَّ ُقواْ َل ي‬
ِ ُ‫ََتسس ُكم حسنَة تَسؤىم وإِن ت‬
َ َ َُ َ َ َ ُ ُ ََ َ
ِ ِ
ٕٔٓ ‫َشيًا إِ َّن ٱللَّوَ ِبَا يَع َملُو َن ُميط‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka
tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka
menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut
mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar
lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika
kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal
mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab
semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami
beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari
antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada
mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah
mengetahui segala isi hati. Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya
mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu mendapat bencana, mereka
bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu
daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.
Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan”67
(QS. Âli „Imrân [3]: 118-120)

66
Husayn Thabathaba‟î, al-Mizan fi Tafsir al-Qur‟an, Jilid V, h. 368-369
67
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 65
158

Ayat ini turun berkenaan dengan hubungan anatara seorang Muslim

dengan seorang Yahudi sejak zaman jahiliyah, kemudian Allah melarang

pertemanan mereka karena dikhawatirkan akan terjadi fitnah atas mereka.68

Rasyid Ridha berpendapat bahwa larangan ini baru berlaku jika mereka

memerangi atau bermaksud jahat terhadap kaum Muslimin. Ridha menyatakan

lebih lanjut bahwa sebagian orang tidak menyadari sebab atau syarat, sehingga

berpendapat bahwa larangan ini bersifat mutlak, ini tidak asing, sebab orang-

orang kafir ketika itu bersatu melawan kaum Muslimin pada masa awal-awal

datangnya Islam saat turun ayat ini, karena menurut pakar-pakar Alquran ayat ini

turun menyangkut orang-orang Yahudi69. Sedang Ibnu Jarir at-Thabari

menyebutkan bahwa ayat 118 surat Ali „Imran berkenaan dengan sikap orang-

orang Yahudi Bani Quraizhah yang mengkhianati perjanjian yang dilakukan

dengan Nabi saw70.

Sudah menjadi karakter Yahudi bahwa mereka suka mengkhianati

perjanjian, dalam sejarah misalnya mereka melanggar larangan Tuhan untuk

beribadah padahari sabtu. Watak tersebut sebenarnya bertentangan dengan kitab

suci mereka sendiri yang menganjurkan supaya mentaati perintah Tuhan71.

Sebagian ulama memahami ayat ini sebagai larangan bergaul akrab dengan

orang-orang Yahudi. Sedangkan ulama lain memahaminya sebagai larangan

68
Lihat Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir, (Beirut : Dâr al-Fikr, 1998 M), Juz III, h. 55
69
Muhammad Rasyid Ridha Tafsir Al-Qur‟an al-Karîm, Juz IV, h. 82
70
Ibnu Jarir al-Thabarî, Jami‟ al-Bayân „an Ta‟wîl Al-Qur‟an, Juz VII, h. 141
71
Lihat Ten Comendemen dalam Perjanjian Lama , Kitab Ulangan, pasal 20 ayat 1-17,
yang berisi sepuluh perintah yang wajib dilaksanakan oleh Bani Isra‟il, antara lain: Janganlah
kamu menyembah selain Allah, Jangan menyembah berhala, Jangan menyebut nama Allah dengan
bermain-main, Hendaklah memuliakan hari sabtu, dan Kewajiban memuliakan ayah dan ubu,
Larangan berzina, Larangan mencuri, Larangan bersaksi palsu, dan Larangan mengiingikan istri
dan hak milik orang lain.
159

terhadap orang-orang munafik72. Sedangkan Quraisy Syihab berpendapat bahwa

teks ayat yang bersifat umum mendukung pendapat yang lebih bersifat umum,

yakni siapapun yang sifatnya seperti yang dikemukakan oleh ayat di atas,

walaupun diyakini bahwa ia turun dalam konteks pembicaraan menyangkut orang-

orang Yahudi73.

Dalam sejarah disebutkan bahwa sebelum Islam datang, penduduk

Madinah telah menjalin hubungan akrab dengan kelompok Yahudi diberbagai

bidang, antara lain bidang pertahanan dan ekonomi. Persahabatan itu kemudian

berubah ketika Islam datang ke Madinah, karena Islam membawa tatanan baru

dalam berbagai bidang sehingga sedikit banyak mereka terganggu, efeknya

mereka sangat membenci Islam dan mereka menempuh segala cara untuk

menghancurkan kaum Muslimin termasuk berpura-pura bersahabat dengan kaum

Muslimin, padahal mereka punya niat jahat, anatar lain mereka ingin mencuri

rahasia-rahasia kaum Muslimin untuk kepentingan mereka.

Ayat 118 di atas menuntun umat Islam agar tidak bergaul sedemikian

akrab dengan lawan-lawan Islam, karena kaum Muslimin menyukai mereka

karena sikap mereka yang dikemas sedemikian rupa agar terlihat baik, karena

kaum Muslimin orang-orang yang memiliki hati yang suci dan bersih yang

mengukur orang lain dengan diri mereka, padahal mereka (lawan Islam) tidak

menyukai kaum Muslimin karena agama dan pandangan hidup mereka tidak

sejalan dengan yang umat Islam yakini. Karena umat Islam beriman kepada

semua kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para Nabi dan mengimani semua

72
Lihat Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir), Juz III, h. 225
73
Muhammad Qurays Syihab, Tafsir al-Misbah, Vol. V. h. 183
160

utusan Allah, sedangkan mereka tidak mengakui/mengimani semua kitab suci dan

tidak mengimani semua Nabi sebagaimana umat Islam imani74.

Dari uraian di atas jelas bahwa larangan Allah untuk menjadikan Yahudi

dan Nasrani sebagai teman karena mereka mempunyai kepentingan yang sama

yakni memusuhi Islam.

F. Posisi Yahudi menurut Alquran

Selain mensinyalir bahwa orang-orang Yahudi telah merubah isi kitab suci

mereka, Alquran juga menganggap sebagian orang Yahudi telah kafir. Hal ini

disebutkan dalam surat al-Nisap [4]: 46,75 dan al-Mâidah [5]: 41.76 Ibnu atsir

menafsirkan QS. Âli I‟mrân [3]: 98 bahwa yang dimaksud dengan kafirnya orang-

orang Yahudi adalah kekafiran terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw.77

Sedangkan pada QS. al-Mâidah [5]: 41 yang menyatakan ketidak berimanan

orang-orang Yahudi Ibnu katsir menafsirkannya bahwa mereka dianggap kafir

74
Muhammad Quraisy Syihab, Tafsir al-Misbah, Vol. V, h. 185
75
Lihat ayat selengkapnya :
‫َلسنَتِ ِهم َوطَعنا ِف‬ِ ‫اضعِ ِوۦ وي ُقولُو َن َِسعنَا وعصينَا وٱسع َغي مسمع وىرعِنَا لَيَّا بِأ‬ ِ ‫ّْمن ٱلَّ ِذين ىادواْ ُيّْرفُو َن ٱل َكلِم عن َّمو‬
ََ َ ُ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ َ َ َُ َ َ
ِ ‫ٱلدّْي ِن ولَو أَنَّهم قَالُواْ َِسعنَا وأَطَعنَا وٱسع وٱنظُرنَا لَ َكا َن خيا ََّلم وأَقوم وىلَكِن لَّعنَ هم ٱللَّو بِ ُكف ِرِىم فَ َّل ي‬
‫ؤمنُو َن إَِّل‬ُ ُ ُُ َ َ ََ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ
ٗٙ‫قَلِيّل‬
76
Lihat ayat selengkapnya :
ْ‫ادوا‬ ِ َّ ِ ِ ِ ِ ‫نك ٱلَّ ِذين ي ىس ِر ُعو َن ِف ٱل ُكف ِر ِمن ٱلَّ ِذين قَالُواْ ءامنَّا بِأ ى‬
ُ ‫ين َى‬
َ ‫َفوىهم َوَّل تُؤمن قُلُوبُ ُهم َوم َن ٱلذ‬ َ ََ َ َ َ ُ َ َ ‫ول َل َي ُز‬ ُ ‫ٱلر ُس‬
َّ ‫ىيَأَيُّ َها‬
ِ ِ ِ ٍ ِ ‫ب ى‬
‫اضعِ ِوۦۖ يَ ُقولُو َن إِن أُوتِيتُم ىَى َذا فَ ُخ ُذوهُ َوإِن َّّل‬
ِ ‫عد مو‬
َ َ َ‫وك ُيَّْرفُو َن ٱل َكل َم من ب‬ َ ‫اخ ِر‬
َ ُ‫ين َّل يَأت‬ َ َ‫سَّعُو َن ل َقوم ء‬َ ِ ‫سَّ ُعو َن لِل َك ِذ‬
‫َى‬
‫ين َّل يُِرِد ٱللَّوُ أَن يُطَ ّْهَر قُلُوبَ ُهم ََلُم ِف ٱلدُّنيَا‬ ِ َّ ِ‫تُؤتَوه فَٱح َذرواْ ومن ي ِرِد ٱللَّو فِتنتوۥ فَلَن ََتلِك لَوۥ ِمن ٱللَّ ِو شيًا أُوىلَئ‬
َ ‫ك ٱلذ‬ َ ْ َ َ ُ َ ُ ََ ُ ُ َ َ ُ ُ
ٗٔ ‫اب َع ِظيم‬ ِ
ٌ ‫خزي َوََلُم ِف ٱلخَرةِ َع َذ‬
ِ

77
Ibnu Atsir, al-Kâmil fi al-Târikh, (Jilid I, h. 475
161

karena tidak mau mengamalkan isi Taurat kecuali setelah isinya dirubah.78

Sedangkan Zamakhsyari dalam menafsirkan ayat tersebut senada dengan Ibnu

Katsir dengan mengatakan bahwa orang-orang Yahudi tidak mengimani Nabi

Muhammad dan tidak menerapkan hukum-hukum Taurat79.

Dari informasi Alquran dijelaskan bahwa predikat kafir terlihat secara

eksplisit dalam ayat di atas ditujukan pada Yahudi sedangkan predikat musyrik

menjadi samar, karena dari sikap dan prilaku Ahl al-Kitâb (Yahudi) terkesan

bahwa mereka termasuk musyrik, sebagaimana diungkapkan dalam Alquran (QS.

al-Taubah [9]: 30-31)80. Hal ini menyebabkan posisi musyrik diperselisihkan oleh

pakar. Perbedaan ini berimplikasi pada masalah hukum dalam sosio

kemasyarakatan. Seseorang disebut kafir jika ia mendustakan kerasulan

Muhammad saw. dan ajaran-ajaran yang dibawanya. Dalam kaitan ini

Thabathaba‟i menyatakan bahwa semua term alladzîna kafarû (berbentuk lampau)

dalam Alquran merujuk pada orang-orang kafir Makkah, kecuali kalau dalam ada

qarinah yang menunjuk ke selain mereka81.

Selain itu term Kufr dalam bentuk lampau juga menunjuk pada umat-umat

terdahulu yang ingkar terhadap ajaran para Nabi dan Rasul yang diutus pada

mereka, contohnya penolakan kaum Nabi Nuh, Nabi Hud dan kaum Nabi Sholeh

78
Ibnu Atsir, al-Kâmil fi al-Târikh, Jilid I, h. 475
79
Zamaksyarî, tafsir al-Kassyâf „an Haqâiq al-Tanzil wa „Uyun al-Aqwil Fi Wujuh al-
Ta‟wîl, (Kairo: Musthafa al-Bâab al-Halabî wa Awlâduh , 1972 M) Jilid I, h. 629
80
Lihat teks lengkapnya:
‫ين َك َفُرواْ ِمن‬ ِ َّ َ َ‫ض ُِهو َن ق‬ ِ ‫ت ٱلنَّصىرى ٱل ِسي ٱبن ٱللَّ ِو ىذَلِك قَوَُلم بِأ ى‬ ِ َ‫ت ٱلي هود عزير ٱبن ٱللَّ ِو وقَال‬ ِ
َ ‫ول ٱلذ‬ َ‫َفوى ِهم يُ ى‬
َ ُ َ ُ ُ َ ََ َ ُ ٌ َُ ُ ُ َ َ‫َوقَال‬
‫ون ٱللَّ ِو َوٱل ِسي َ ٱب َن َمرَيَ َوَما أ ُِمُرواْ إَِّل‬
ِ ‫ََّن يؤفَ ُكو َن ٖٓ َّٱَتَ ُذواْ أَحاارىم ورىاىنَ هم أَربابا ّْمن د‬
ُ َ ُ َ َُ ُ َ َ ُ ‫قَا ُل ىقَتَ لَ ُه ُم ٱللَّوُ أ َّى‬
َ
‫لِيَعاُ ُدواْ إِ ىََلا ىَو ِحدا َّل إِىلَوَ إَِّل ُى َو ُس ى‬
ٖٔ ‫احنَوۥُ َع َّما يُش ِرُكو َن‬
َ
81
Muhammad Husayn al-Tbathaba‟i, Tafsir al-Mizan, Juz I, h. 50
162

terhadap ajaran yang mereka bawa82. Demikian juga kekafiran kaum Nabi Isa

terhadap ajaran yang dibawanya83.

Fakhr Razi mengurai perbedaan pendapat ulama mengenai posisi Yahudi

dalam kaitannya dengan syirik84. Fakhr al-Razi mengatakan bahwa ulama

berbeda pendapat tentang musyrik, apakah mencakup orang-orang kafir dari

kalangan Yahudi atau tidak. Selanjutnya Fakhr al-Razi mengatakan bahwa

sebagian ulama tidak memasukan mereka dalam kategori musyrik, tetapi

mayoritas ulama berpendapat bahwa term musyrik mencakup pula orang-orang

kafir dari kalangan Yahudi. Pendapat inilah yang dianut oleh al-Razi dengan

berberapa alasan sebagai berikut; pertama, Firman Allah QS. al-Taubah (9): 30-

31, dalam ayat tersebut menyebutkan bahwa Yahudi dan Nasrani termasuk

kedalam kategori orang-orang Musyrik. Kedua, QS. al-Nisa‟(4): 48. Fakhr al-Razi

juga mengemukakan alasan yang dikemukakan Abu Bakr al-Asham bahwa semua

orang yang mendustakan risalah Allah disebut musyrik.

Alquran tidak memposisikan kaum Yahudi ke dalam golongan yang sesat

secara keseluruhan karena diantara sebagian mereka ada yang membaca kitab

sucinya dan melaksanakan ajarannya dengan benar seperti yang telah diuraikan

sebelumnya85.

82
Lihat QS. Ibrahim (14): 19
83
Lihat QS. Shaff (61): 14
84
Fakhruddin al-Razi, Tafsir al-Kabir, h. 59-60
85
Lihat (QS. Âli „Imrân [3]: 113)
BAB V

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan kajian mengenai ayat-ayat Asbâth dan Yahudi dalam

Alquran, maka berdasar pada seluruh bahasan yang telah dikemukakan, dapat

ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan antara term Banî Isrâ’îl dan term Asbâth

yang disebut dalam Alquran jika dilihat dari sisi kronologis turunnya ayat atau

dari sisi situasi dan kondisi penyebutannya (term Banî Isrâ’îl dan term Asbâth )

dalam Alquran. Kendati maknanya hampir sama yakni keturunan Nabi Ya‟qub,

namun terdapat perbedaan yang signifikan diantara kedua term tersebut, bahwa

term Banî Isrâ’îl lebih umum dari pada term Asbâth, yang mana term Banî Isrâ’îl

bermakna anak-anak keturunan Isrâ’îl atau keturunan Nabi Ya‟qub. Sedangkan

penyebutan term Asbâth dalam Alquran dipakai ketika menyebutkan Banî Isrâ’îl

pada zaman Nabi Musa, karena pada zaman Nabi Musa jumlah keturunan Nabi

Ya‟qub/ Banî Isrâ’îl berkembang banyak, maka penyebutannya dengan istilah

Asbâth, seperti telah dikemukaan Kata Asbâth berasal dari akar kata sa, ba dan

tha, yang secara literal berarti banyak atau lebat, dan arti sibthun yaitu anak cucu

bagaikan pepohonan yang lebat lagi banyak dahannya, sedangkan makna Asbâth

menurut terminology yaitu dua belas orang dari anak keturunan Nabi Ya‟qub

„alaihissalam, yang masing-masing dari dua belas putra tersebut melahirkan suatu

kaum yang menjadi dua belas suku Bani Isrâîl . Sedangkan mengenai sisi

perbedaan makna term Banî Isrâ’îl dan Yahudi dari sisi istilah Yahudi sebagai

suku atau kelompok adalah bahwa tidak semua Banî Isrâ’îl bisa dikatakan

Yahudi, karena Yahudi sekelompok kaum atau suku dari salah satu dua belas

164
165

suku Banî Isrâ’îl yakni dari keturunan suku Yahuda. Namun disisi lain, dari sisi

Yahudi sebagai istilah kepercayaan atau agama Istilah „Yahudi‟ lebih luas

maknanya daripada istilah ‘Ibrani’ dan „Banî Isrâ’îl’. Hal ini karena istilah

„Yahudi‟, selain disematkan kepada kaum Ibrani, juga disematkan kepada orang-

orang non-Ibrani yang memeluk agama Yahudi.

Terdapat korelasi antara Asbâth dan Yahudi pada salah satu garis suku

Asbâth yakni suku Yahuda, keturunan suku Yahuda inilah yang menjadi cikal

bakal bangsa Yahudi, seperti telah diuraikan istilah Yahudi sebagai suatu bangsa

ini muncul sejak terjadinya perpecahan kerajaan pasca wafatnya Nabi Sulaiman,

yaitu suku yang berafiliasi pada kerajaan selatan (Yahuda) inilah yang menjadi

kaum/ bangsa Yahudi, penduduk kerajaan ini mayoritas dari keturunan Yahuda

anak keempat Nabi Ya‟qub.

Ditemukan kekeliruan penafsiran mengenai Asbâth yaitu kesalahan

tentang klaim kenabian mereka terjadi akibat sangkaan sebagian ulama seperti Ali

al-Shabuni dan Ibnu „Athiyah bahwa saudara-saudara Yusuf adalah “Asbâth”

(ُ‫)األَ ْسبَاط‬. Padahal tidaklah demikian. Para “Asbâth” itu hanyalah anak cucu dari

saudara-saudara Yusuf yang terbagi-bagi menjadi Asbâth (kaum yang berjumlah

besar). Diantara anak cucu Ya‟qub, ada beberapa orang menjadi Nabi, Allah pun

sandarkan perkara turunnya wahyu kepada para Asbâth (anak cucu Ya‟qub),

karena merekalah yang mengamalkan wahyu itu.

Alquran secara umum mengecam orang-orang Yahudi dengan pemakaian

lafal Hâdû, Hûdan, Al-yahûdu )‫ ( اليهود‬dan Yahûdiyyan (‫)يهوديا‬. karena berbagai

penyimpangan yang telah mereka lakukan terhadap agama dan kitab suci mereka,
166

juga karena perbuatan mereka yang kerap menimbulkan kerusakan dan

permusuhan terhadap kelompok agama lain. Di lain pihak Alquran juga mengakui

orang-orang Yahudi yang tetap berada di jalan yang lurus (istiqamah) yang dalam

Alquran penyebutan mereka dengan memakai lafal hȃdȗ, mereka mengamalkan

ajaran Taurat dengan konsisten dan melakukan amal shaleh, sehingga mereka

mendapat sapaan positif dalam Alquran walaupun jumlah mereka tidak terlalu

banyak.
DAFTAR PUSTAKA

„Abduh , Abd al-Ghani, Anbiyâ‟ Allah wa Hayâh al-Mu‟âshirah ( Mesir :


Dâr el-Fikr al-„Arabî, 1978)

Abdurrahman , Dudung, Metodologi Penelitian Sejarah ( Yogyakarta: Ar-


Ruz Media, 2007)

al-Abyârî , Ibrâhîm, al-Mausû‟ah Al-Qur‟âniyah, (Kairo: Mathûbi‟ Sijl al-


„Arab, 1984)

„Ali , Abdullah Yusuf, The meaning of The Holly Qur‟an. (Maryland:


Amana Corporation, New Ed. 1992)

al-Alusi, Syihabuddin, Ruhul Ma‟ani fi Tafsir Al-Qur‟an al-„Azhim wa


Sab‟il Matsani ( Beirut: Dar al-Ihya‟ Turats al-„Arabi, 1981)

Amal , Taufiq Adnan, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an (Jakarta: Pustaka


Alvabet, 2005)

Arifin , HM, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta :


Golden Trayon Press, 1987)

Arkoun , Mohammed, Exploration and responses : New Perspectif for


Jewish-Christian-and Muslim Dialouge, Journal of Ecumunical
Studies, No. 26, Summer 1989

Asakir, Abdullah ibn Hasan ibn Hibatullah ibn Abdullah Ibnu Husain Ibn,
Tarikh al-Dimasyqa, ( Beirut: Dar el-Fikr, 1995)

al-Ashfahani, Abu Nu‟aim, Hilyatul Auliya wa Thabaqatul


Ashfiya‟,(Beirut; Dar al-Fikr, t.th.)

Al-Asfahani , Al-Raghib, Al-Mufradat fi Gharib Al-Qur‟an ,(Musthafa al-


Babi al-Halabi, Mesir, 1961)

Atsîr , Ibnu , al-Kȃmil fî al-Tȃrîkh, (Beirut: Dȃr al-Fikr, 1965 M)

Â‟syûr, Thâhir Ibnu, Al-Tahrir wa al-Tanwir, ( Tunis: Dar al- Tunisiyah,


1984)

Athiyah , Ibnu, al-Muharir al-Wajiz fi Tafsir Al-Qur‟an al-„Aziz, (Beirut:


Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, 1993)

Backer , Anton dan Ahmad Charris Zubair dalam bukunya, Metodologi


Penelitian Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1990).

168
169

al-Baghawî , Abu Muhammad Husain ibn Mas‟ud al-Farrâ‟, Ma‟alim al-


Tanzil (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, 1993)

Bagus , Lorens, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996)

Baidan , Nasharuddin, Rekonstruksi Ilmu Tafsir, Yogyakarta, (PT. Dana


Bhakti Prima Yasa, 2000)

al-Baydlawî, Anwar al-Tanzîl wa Asrâru al-Ta‟wil, (Kairo : Musthafa al-


Bâbî al-Halabi wa aulâduh, 1358 H /1979 M)

Baraniq , Muhammad Ahmad dan Muhammad Muhammad Yusuf al-


Mahjub,Muhammad wa al-Yahud,(Kairo : Muassasah al-Matbu‟at
al-Haditsat, tt).

al-Baqi , Muhammad Fuad Abd, Al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfazh Al-


Qur‟an al-Karim, (Dar al-Fikr, Beirut, 1987).

Barton, Jhon, “Historical Approach”, dalam: Jhon Barton (ed), The


Cambridge Companion to Biblical Interpretation (Cambridge:
Cambridge University Press, 2006).

Bavick, J.H., Sejarah Kerajaan Allah, Terj. A. Simanjuntak, (Jakarta:


BPK Gunung Mulia, 1990).

al-Biqâ‟î, Nazhm al-Durar Fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar, (Beirut: Dar


al- Kutub al-„Ilmiyah, 1995).

al-Bukhâri, Muhammad Ismâ‟îl, Shâhih al-Bukhâri, (Kairo : Dâr wa al-


Mathâbi‟ al- Sya‟b, t.th.)

al-Butânî , Buthros, Quthr al-Muhîth, (Beirut: Maktabah Lubnân, 1969)

Cawidu, Harifudin, Konsep Kufr dalam Al-Qur‟an,suatu Kajian Teologis


dengan pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: Bulan Bintang,
1991)

al-Dârimî Sunan al- Dârimî, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1978)

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya,( Madinah:


Mujamma‟ Khadim al-Haramayn al-Syarifain al-Malik Fahd Li
Thiba‟ah al-Mushhaf al-Syarif, 1412 H)

-------, Al-Qur‟an dan Tafsirnya,( Jakarta: Departemen Agama RI, 2009)


170

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa


Indonesia, (Jakarta: Pusat pembinaan dan pengembangan Bahasa
Indonesia, 1991)

Al-Farmawi , Abd. Hayy, Metode Tafsir Maudhu‟i Suatu Pengantar Terj :


Suryan A.Jamrah (: Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1994)

Fatoohi , Louay , Sejarah Bangsa Israel dalam Bibel dan Al-Qur‟an,


(Bandung: Mizania, 2007)

al-Ghozaly , Syeikh Muhammad, Kaifa Nata‟ammal ma‟a Al-Qur‟an,


(Kiro, Dar al-Wafa, 1992) cetakan III

Gusmian , Islah , Khazanah Tafsir Indonesia (dari Hermeneutika hingga


Ideologi), Jakarta, Teraju Cet. I, 2003.

al-Hamawi Yakut, Mu‟jam Al-Buldan,( Libanon: Dar al-Kutub Al-


Ilmiyah)

Hamka, Tafir al-Azhar, (Jakarta : Pustaka Panjimas)

Al-Hamd , Abd Al-Qadir Syaibat, Al-Adyan wa al-Firaq wa al-Madzahib


al-Muashirat, (Madinah: Al-Jami‟at Al-Islamiyyat Al-Madinah
Al-Munawwarah, t.th.)

Hatim , Abdurrahman ibn Muhammad ibn Idris al-Razi ibn Abu, Tafsir Al-
Qur‟an al-„Azhim Musnadan „An Rasulillah wa as-Shahabat wa
Al-Tabi‟in, ( Makkah: Maktabah Nazar Mushtafa al-Baz, 1997)

Al-Hayyan, Muhammad Yusuf as- Syahir Ibnu, al-Bahrul Muhith, (Beirut:


Dar al- Kutub al-„Ilmiyah, 1993)

Hanafi, „Abdul Mun‟im, Mawsu‟ah Al-Qur‟an al-„Azhim, (Kairo :


Maktabah Madbuli, 2003)

Haqqî , Isma‟îl, Tafsir Ruh al-Bayan (Beirut : Dâr el-Fikr, t.th.)

Heschel , Abraham Joshua, God In Search of Man : A Philosophy of


Judaism, (New York : The Nonday press,1998)

Ibrahim , Muhammad Ismail, Mu‟jam al-Alfâzh wa al-a‟lâm Al-


Qur‟âniyah,( Kairo : al-Hay‟ah al- Mishriyah li al-Ta;rif wa al-
Nasr,t.th)

Ilyas , Hamim, Pandangan Al-Qur‟an terhadap Bigetisme Yahudi dan


Kristen, “Al-Jami‟ah, No 62/XII/1998
171

Imran , M. Ali, Sejarah Terlengkap Agama-Agama Di Dunia ,


(Yogyakarta: IRCiSoD, 2015)

Isma‟il , Nuhas Abi Ja‟far Ahmad bin Muhammad bin, I‟rāb Al-Qur‟ān,
(Beirut: Dar al- Kutub al-„Imiah, 2004)

Iyas , Muhammad bin Ahmad bin, Badāi‟uz Zhuhûr fî Waqôi‟ud Duhūr,


(Semarang: Al Munawar, t.th)

al-Jailanî , Abd al-Qadir, Tafsir al-Jailanî ( Turki : Markaz al-Jailani,


1998)

al-Jamal , „Abdul Mun‟im, Tafsir al-Farî li Al-Qur‟an al-Majîd (Kairo :


Dâr al-Kitab al-Jadîd, t.th.)

Katsîr, Ibnu, al-Bidayah wa an-Nihayah, (Beirut: Dar el-Fikr, 1978)

-------, Kisah Para Nabi, Terj. Dudi Rosyadi,( Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
2011)

-------, Tafsir Al-Qur‟an al-„Azhim, (Beirut : „Alam al-Kutub, 1985)

-------, al-Sirâh al-Nabawîyah, (Beirut : „Alam al-Kutub, 1978)

Keller , Werner, The Bible as History, (New York: Bantam: 1983)

Al-Khatib , Abd Al-Karim, Al-Din Dharurat Hayat al-Insan, (Riyadh :


Dar al-Ishalat li al-Tsaqafat wa al-Nasyr wa al-I‟lam, 1981)

Khalil , Syauqi Abi, Atlas Al-Qur‟an: Mengungkap Misteri Kebesaran Al-


Qur‟an, Terj. Abdul Ghofar, (Jakarta: Almahira ,2005)

al-Magluth , Sami bin Abdullah Ahmad, Atlas Agama-Agama, (Jakarta:


al-Mahira, 2011).

al Maliki , Ahmad Shawi, Khasyiyah Showi ‟ Ala Tafsîr Jalalain,


(Semarang: Toha Putera, t.th)

Manaf, Mujahid Abdul , Sejarah Agama-Agama, (Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada,1996) .

Manzhur, Ibnu, Lisan al-„Arab, (Kairo: Dar al-Hadits, 1355 H)

al-Marâghî, , Ahmad Mushthafa Tafsir al-Marâghî, (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-


Turats al-„Arabî, 1985)
172

Matolla , Muhammad Galib yang berjudul Ahl al-Kitab: Makna dan


cakupannya, (Jakarta : Paramadina, 1998)

Ma‟lûf , Louis ,al-Munjid fi al-Lughah wa al-„Alâm, (Beirut: Dâr al-


Syrûq, 1986)

Al-Mawardi, al-Naukat wa al-„Uyun, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah,


1992)

M , Lexi. J. , Metodology Penelitian Kualitatif. (Bandung, Rosda Karya,


2003) cet 13

al-Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab Indonesia, (Yogyakarta:


Pondok Pesantren al-Munawwir, 1984)

Mustofa , Bisri, Al Ibrîz li Ma‟rifâtil Qur‟anil „Adzîm, (Kudus: Menara


Kudus, 1995)

al-Nasafi, Mahmud, Tafsir al- Nasafi,(Kairo : al-Babi al-Halabi wa


Syurakah, t.th)

Nasution , Harun dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan,


1992)

Nizar , Samsul, Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historia, Teoritis,


dan Praktis), (Jakarta: Ciputat press, 2002)

Penrice , Jhon, A Dictionary and Glossary of the Koran, Silsilah al-Bayan


fî al-Manâqib Al-Qur‟an, ( London: Curson Press, 1985)

Qadhi , Abu Ammar Yasir , An Introduction to The Science of The Qur‟an


(Brimingham: Al-Hidayah Publising and Distribution, 1999)

al-Qâsimî , Muhammad Jamal al-Dîn, Tafsir al- Qâsimî , (Kairo: „Îsâ al-
BâbÎ al-Halabî, 1377 H/ 1958 M)

al-Qurthubi, al-Jami‟ li ahkami Al-Qur‟an (Kairo: Dar al-Katib al-Urbah,


1968)

Quthb, Sayyid, Fi zhilal Al-Qur‟an, ( Kairo: Dar al-Syuruq, 1968)

Rahman , Fazlur, Major themes of The Qur‟an, (Chicago :Bibliotheca


Islamica, 1980).

-------, “Islam attitude toward Judaism” The Muslim World, Vol. LXXII
,No I, Januari 1982.
173

Rahman , Masykur Arif, Misteri Sobeknya Baju Nabi Yūsuf


As,(Yogyakarta: Diva press, 2012)

al-Razi, Ahmad bin Faris bin Zakaria al-Qazwini , Mu‟jam al-Maqâyîs fî


al-Lughâti (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah, 1999)

al-Razi, Fakhruddin, Mafatihu al-Ghaib (Beirut : Dar el-Fikr, 1981)

Ridha , Muhammad Rasyid, Tafsir Al-Qur‟an al-Hakim, (Beirut : Dâr al-


Ma‟rifah, t.th.)

al-Rifa‟i, M. Nasib Taisîrû al-Aliyyul Qadîr li Ikhtishâri Tafsîr Ibnu


Katsir, terj. Syihabudin, (Jakarta: Gema Insani, 1999)

Saifudin , Ace, Metodologi dan Corak Tafsir Modern: Telaah terhadap


pemikiran J. J .G. Jansen”, Al-Qalam, Vol 20, No. 96 (2003)

al- Samarqandi , Ibnu Ahmad Ibn Ubrahim, Tafsir Bahrul „Ulûm, (Beirut:
Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, 1993)

al-Shabuniy, Muhammad Ali , al-Nubuwah wa al-Anbiya‟,terj. Arifin


Jamian Maun ( Surabaya: Bina Ilmu, 1993)

Shihab , M. Quraish, Membumikan Al-Qur‟an (Fungsi dan peran wahyu


dalam kehidupan masyarakat), Mizan, Bandung, 1994.

-------, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2001)

Shihab, M. Umar, Kontekstualitas Al-Quran Kajian Tematik atas Ayat-


ayat Hukum Dalam Al-Quran, Jakarta: Penamadani, 2005.

Surachman , Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah,(Bnadung: Tarsito,


1990)

al-Su‟ûd , Abû, Tafsir Abî al-Su‟ûd ( Riyadh : Maktabah al-Riyâdh al-


Hadîtsah, t.th.)

al-Suyûthî, Jalûl al-Dîn „Abd al-Rahman, Lubâb al-Nuqûl fî Asbâb al-


Nuzûl, (Riyadh: Maktabah al-Riyadh, t.th)

-------, Ad-Dûr al-Mantsur, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, 911 H)

-------, al-Itqân fi „Ulum al-Qur‟an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1399 H/ 1979 M)

Al-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal,(Beirut: Dar l-Fikr, tth)


174

Syalabi , Ahmad, Muqâranatu al-Adyan al-Yahûdiyah, (Kairo: Maktabah


al-Mishriyyah, 1978)

al-Syarif , Mahmud, Al-Adyan Fi Al-Qur‟an, (Jeddah : Dar Uka Kzh,


1979)

Al-Syawkanî, Fath al-Qadîr, (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabî, tth)

Tafsir , Ahmad,Filsafat Pendidikan Islam Integrasi Jasmani, Rohani, dan


Kalbu, Memanusiakan Manusia, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2006)

at-Thaba Thaba‟i, Sayyid Muhammad Husein, al-Mizan fi Tafsir Al-


Qur‟an, (Teheran : Dar al-Kutub al-Islamiyah)

al-Thabârî, Ibnu Jarir , Jami‟ al-Bayan fi Tafsir al-Qur‟an (Kairo :


Musthafa al-Babi al-Halabi, 1954)

-------, Tarikh al-Umam wa al-Muluk , (Kairo : Dar al-Ma‟arif, tt), Cet. II

al-Thabarsy, Ibnu Husain, Majma‟ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur‟an (Beirut :


Dar el-Fikr, 1994)

al-Tirmidzî , Muhammad ibn „Isâ, Sunan Tirmidzî, (Beirut: Dâr al-Fikr,


1980)

al-Tsa‟labiy, Abu Ishaq Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ibrahim an-


Naisaburi, Qoshos al-Anbiya‟ ( Beirut: Dar el-Fikr, 1999) Cet.
IV

Thu‟miyah , Shâbir, al-Turats al-Isrâ‟îlî fi al-„Ahd al-Qadim wa Mawqif


al-Qur‟an al-Karim minhu (Beirut: Dâr al-Jay, 1979)

Vaddja, G., “Ahl al-Kitab” , dalam Ensyclopedia of Islam (Leiden: E.J.


Brill, 1960)

al-Wahidi , Abu al-Hasan A‟li, Asbab an-Nuzul. (Beirut: Dar el-Fikr,


1994/ 1414)

Watt, Montgomeri, Muhammads Mecca, (Endiburgh : Endiburgh


University Press, 1988)

Yusuf, Syamsu , Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung:


Remaja Rosdakarya, 2008)
175

Zakarîyâ , Ahmad ibn Fâris ibn, Mu‟jam al-Maqâyîs fî al-Lughât


(Baeirut: Dâr al-Fikr, 1994)

al-Zamakhsyari, Abd al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibnu Umar,


Tafsir al-Kasysyaf, (Kairo: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1986)

al-Zarkasyî ,Badruddin Muhammad Ibn „abdullah, al-Burhan fî „Ulum al-


Qur‟an (Kairo: Dâr al-Hadits, 2006)

al-Zarqânî , Muhammad Abdul „Azhim, Manahil al-„Irfan fi „Ulum al-


Qur‟an (Beirut : Dâr Kitâb al-„Arabî, 1995)
LAMPIRAN

TABEL AYAT-AYAT ALQURAN TERM BANI ISRAIL YANG BERNADA


POSITIF

NO. Tema Teks Ayat Nama Surat Kronologis


ayat
1. Usaha al-A’raf Makiyah
 - (7): 105
Pembebasan Bani        
Isra’il dari Fir’aun
      

    

      - al- A’raf Makiyah


(7): 105
       

     

   

      - Thaha (20): Makiyah


47
       

       

 
al-
     -
Syu’ara’(26 Makiyah
): 17

2. Anugerah Allah al-A’raf (7): Makiyah


- 137
Bani   
kepada
Isra’il
  

      

     

1
     

   

 

     - Thaha (20): Makiyah


80
    

   

      - al-Syu’ara’ Makiyah


(26):22
 

    - al-Syu’ara’ Makiyah


(26):59
    -
Yunus (10): Makiyah
90
      

      

      

  

     -


Yunus (10): Makiyah
93
     

       

     

     -


al-Dukhan Makiyah
(44): 30
 

    - al-Baqarah Madaniyah

2
(2): 40
    

   

     -


al-Baqarah Madaniyah
      (2): 122

3. Petunjuk bagi al-Isra’ Makiyah


    - (17): 2
Bani Isra’il

     

 

      - al-Isra’ Makiyah


(17): 101
      

    



     - Ghafir (40): Makiyah


53
  

      - al-Zukhruf Makiyah


(43): 59
   

      - al- Makiyah


Sajadah(32)
       : 23

 

3
al-Baqarah Madaniyah
      - (2): 211

        

     

      - Ali I’mran


(3): 49
       

      

     

      

       

      

TABEL AYAT-AYAT ALQURAN TERM BANI ISRAIL YANG BERNADA


NEGATIF

NO. Tema Teks Ayat Nama Surat Kronologis


ayat
1. Pelanggaran Bani al-A’raf (7): Makiyah
  
 
 
 
 
 
 
 
 
   
 
 
   
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  
Isra’il meminta 138
dibuatkan Tuhan
Patung        

       

    

Bani Isra’il al-Isra’ Makiyah


     
Membuat (17):2
kerusakan
     

4
 

Melanggar Janji al-Baqarah Madaniyah


       (2): 83

     

   

    

     

 

       - al-Baqarah Madaniyah
(2): 83
       

       

     

        

       

       

   

al-Maidah Madaniyah
      (5): 12

       

      

   

5
    

   

       

     


al-Maidah Madaniyah
(5): 70
     

       

    

 
Mengingkari al-Shaff Madaniyah
       (61): 6
ajaran Taurat

      

      

      

    

       al-Maidah Madaniyah


(5): 32
        

    

    

     

       

6
 
Sebagian Bani al-Shaff Madaniyah
 
   
 
 
  
 
 
   
   
 
 
   
 
 
 
 
 
 

Israil mengingkari (61): 14
Nabi Isa
         

      

      

     

    



       al-Maidah Madaniyah


(5): 110
     

     

    

      

     

     

     

      

     

      

Ancaman bagi al-Maidah Mdaniyah



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
   
 
 
 
 
 
 
 

Bani Isra’il yang (5): 72
kafir

7
      

      

       

      


al-Maidah Madaniyah
(5): 78
     

       

    

TABEL AYAT-AYAT ALQURAN TERM ASBȂTH

NO. Tema Teks Ayat Nama Surat Kronologis


ayat
1. Dua belas suku ‫َوحينَا إِ َ َٰل‬
َ ‫َوقَطَّعَٰنَ ُه ُم ٱثنَ َت َعشَرَة أَسبَاطًا أ ََُما َوأ‬
al-A’raf (7): Makiyah
Asbȃth 160
ِ ِ
‫اك‬َ‫ص‬ َ ‫وس َٰى إِذ ٱستَس َقَٰىوُ قَوُموۥُٓ أَن ٱض ِرب بِّ َع‬ َ ‫ُم‬
‫ٱلَ َجَر فَٱنبَ َج َست ِمنوُ ٱثنَتَا َعشَرَة َعينا قَد‬
‫شربَ ُهم َوظَلَّلنَا َعلَي ِه ُم ٱلغَ ََٰم َم‬ ِ
َ ‫َعل َم ُكل أُنَاس َّم‬
‫َٰت‬ِ ‫ٱلسلو َٰى ُكلُواْ ِمن طَيِّب‬ ِ
َ َ َّ ‫َنزلنَا َعلَيه ُم ٱلَ َّن َو‬ َ ‫َوأ‬
‫َما َرَزقَٰنَ ُكم َوَما ظَلَ ُمونَا َوَٰلَ ِكن َكانُواْ أَن ُف َس ُهم‬
٠٦١ ‫يَظلِ ُمو َن‬
1. Kenabian ‫ قُولُواْ ءَ َامنَّا بِٱللَّ ِو َوَما أُن ِزَل إِلَينَا َوَما أُن ِزَل إِ َ َٰل‬- al-Baqarah Madaniyah
keturunan Ya’qub (2): 136
ِ ‫سحق ويع ُقوب وٱلَسبا‬ ِ ِ‫سَع‬ ِ ِ ِ
َ َ َ َ َ َ ََٰ ‫يل َوإ‬ َ َٰ ‫إ ََٰبرى َم َوإ‬
(Asbȃth)

‫ُوتَ ٱلنَّبِيو َن ِمن‬ ِ ‫وس َٰى و ِعيس َٰى وَما أ‬


َ َ َ َ ‫َوَما أُوتَ ُم‬
ِ

8
‫ِ‬
‫َحد ِّم ُنهم َوََن ُن لَوۥُ‬
‫ي أَ‬
‫َّرِِّّبم َل نُ َفِّر ُق بَ َ‬
‫ُمسلِ ُمو َن ‪٠٣٦‬‬

‫‪-‬قُل ءَ َامنَّا بِٱللَّ ِو َوَما أُن ِزَل َعلَينَا َوَما أُن ِزَل َعلَ َٰى‬ ‫‪Ali ‘Imran‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫سحق ويع ُقوب وٱلَسبا ِ‬ ‫سَعِ ِ‬ ‫إِ َٰبرِى ِ‬ ‫‪(3): 84‬‬
‫يل َوإ ََٰ َ َ َ َ َ َ‬ ‫يم َوإ َٰ َ‬ ‫َ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫يس َٰى َوٱلنَّبِيو َن من َّرِِّّبم َل‬ ‫ِ‬ ‫وَما أ ِ‬
‫وس َٰى َوع َ‬ ‫ُوتَ ُم َ‬ ‫َ‬
‫ِ‬
‫َحد ِّم ُنهم َوََن ُن لَوۥُ ُمسل ُمو َن ٗ‪ٛ‬‬ ‫يأَ‬ ‫نُ َفِّر ُق بَ َ‬

‫َوحينَا إِ َ َٰل نُوح‬ ‫يك َك َما أ َ‬ ‫‪ -‬إِنَّا أَو َحينَا إِلَ َ‬ ‫‪al-Nisa’ (4):‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫عدهِۦ وأَوحينَا إِ َ َٰل إِ َٰبرِىيم وإِ َٰ ِ‬
‫ِ ِ‬
‫يل‬
‫سَع َ‬ ‫َوٱلنَّبِيِّ َن من بَ َ َ‬
‫‪163‬‬
‫َ ََ‬
‫وب‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫يس َٰى َوأَي َ‬ ‫وب َوٱلَسبَا َوع َ‬ ‫سح َق َويَع ُق َ‬ ‫َوإ ََٰ‬
‫س َو ََٰى ُرو َن َو ُسلَي ََٰم َن َوءَاتَينَا َد ُاوۥ َد َزبُورا‬‫َويُونُ َ‬
‫ٖ‪ٔٙ‬‬
‫سح َق‬ ‫ِ‬ ‫أَم تَ ُقولُو َن إِ َّن إِب َٰرِىم وإِ َٰ ِ‬
‫يل َوإ ََٰ‬ ‫سَع َ‬
‫‪1.‬‬ ‫‪Argumentasi‬‬ ‫‪al-Baqarah‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫‪bahwa Asbȃth‬‬ ‫َ َ َ‬ ‫‪(2): 140‬‬
‫‪bukan Yahudi dan‬‬ ‫صََٰر َٰى قُل‬ ‫ودا أَو نَ َ‬ ‫وب َوٱلَسبَا َ َكانُواْ ُى ً‬ ‫َويَع ُق َ‬
‫ءَأَنتُم أَعلَ ُم أَِم ٱللَّوُ َوَمن أَظلَ ُم َِمَّن َكتَ َم َش ََٰه َد ًة‬
‫‪Nasrani‬‬

‫ندهۥُ ِم َن ٱللَّ ِو َوَما ٱللَّوُ بِ َٰغَ ِف ٍل َع َّما تَع َملُو َن‬


‫ِع َ‬
‫ٓٗٔ‬

‫‪TABEL AYAT-AYAT ALQURAN TERM YAHUDI YANG BERNADA‬‬


‫‪POSITIF‬‬

‫‪NO.‬‬ ‫‪Tema‬‬ ‫‪Teks Ayat‬‬ ‫‪Nama Surat‬‬ ‫‪Kronologis‬‬


‫‪ayat‬‬
‫َّ ِ‬ ‫ِ َّ ِ‬
‫َّصََٰر َٰى‬
‫ادواْ َوٱلن َ‬ ‫ين َى ُ‬‫ين ءَ َامنُواْ َوٱلذ َ‬ ‫‪-‬إ َّن ٱلذ َ‬
‫‪1.‬‬ ‫‪Ganjaran‬‬ ‫‪bagi‬‬ ‫‪-al-Baqarah‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫‪Yahudi‬‬ ‫‪yang‬‬ ‫‪(2): 62‬‬
‫‪Lurus‬‬ ‫ي َمن ءَ َام َن بِٱللَّ ِو َوٱليَ ِوم ٱل ِِخ ِر َو َع ِم َل‬‫ٱلصبِ َ‬
‫َو ََِّٰ‬
‫ند َرِِّّبِم َوَل َِخ ٌ‬ ‫ِ‬
‫وف‬ ‫َجرُىم ِع َ‬ ‫صَٰلحا فَلَ ُهم أ ُ‬ ‫َ‬
‫َعلَي ِهم َوَل ُىم ََي َزنُو َن ‪٦٦‬‬

‫‪9‬‬
‫َّ ِ‬ ‫ِ َّ ِ‬
‫ي‬ ‫ٱلصبِ َ‬
‫ادواْ َو ََِّٰ‬
‫ين َى ُ‬ ‫ين ءَ َامنُواْ َوٱلذ َ‬ ‫‪ -‬إ َّن ٱلذ َ‬ ‫‪-al-Hajj‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬

‫ين أَشَرُكواْ إِ َّن ٱللَّ َو‬ ‫َّ ِ‬ ‫‪(22): 17‬‬


‫وس َوٱلذ َ‬ ‫َّصََٰر َٰى َوٱلَ ُج َ‬
‫َوٱلن َ‬
‫وم ٱل ِقيَ ََٰم ِة إِ َّن ٱللَّوَ َعلَ َٰى ُك ِّل‬ ‫ِ‬
‫يَفص ُل بَينَ ُهم يَ َ‬
‫َشيء َش ِهي ٌد ‪ٔٚ‬‬

‫ٱلصُبِو َن‬
‫ادواْ َو ََّٰ‬ ‫َّ ِ‬ ‫ِ َّ ِ‬
‫ين َى ُ‬ ‫ين ءَ َامنُواْ َوٱلذ َ‬ ‫‪ -‬إ َّن ٱلذ َ‬ ‫‪-al-Maidah‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫َّصََٰر َٰى َمن ءَ َام َن بِٱللَّ ِو َوٱليَ ِوم ٱل ِِخ ِر َو َع ِم َل‬
‫َوٱلن َ‬
‫‪(5): 69‬‬

‫وف َعلَي ِهم َوَل ُىم ََيَزنُو َن ‪ٜٙ‬‬ ‫صَٰلِحا فَ َل َِخ ٌ‬ ‫َ‬

‫‪TABEL AYAT-AYAT ALQURAN TERM YAHUDI YANG BERNADA‬‬


‫‪NEGATIF/ KECAMAN‬‬

‫‪NO.‬‬ ‫‪Tema‬‬ ‫‪Teks Ayat‬‬ ‫‪Nama Surat‬‬ ‫‪Kronologis‬‬


‫‪ayat‬‬
‫ادواْ َحَّرمنَا ُك َّل ِذي ظُُفر‬ ‫َّ ِ‬
‫ين َى ُ‬
‫‪َ -‬و َعلَى ٱلذ َ‬
‫‪1.‬‬ ‫‪Pengharaman‬‬ ‫‪- al-An’am‬‬ ‫‪-Makiyah‬‬
‫‪beberapa makanan‬‬ ‫‪(6): 146‬‬
‫ِ‬
‫‪atas orang Yahudi‬‬
‫‪karena‬‬
‫َوم َن ٱلبَ َق ِر َوٱلغَنَ ِم َحَّرمنَا َعلَي ِهم ُش ُح َ‬
‫وم ُه َما‬
‫ِ‬
‫‪kedurhakaannya‬‬ ‫ورُُهَا أَ ِو ٱلََوايَا أَو َما‬ ‫إَّل َما ََحَلَت ظُ ُه ُ‬
‫ِ‬
‫ك َجَز َٰينَ ُهم بِبَغيِ ِهم َوإِنَّا‬‫ط بِ َعظم ََٰذل َ‬ ‫ٱِختَ لَ َ‬
‫َٰدقُو َن ‪ٔٗٙ‬‬ ‫لَص ِ‬
‫َ‬

‫صصنَا‬ ‫َّ ِ‬
‫ادواْ َحَّرمنَا َما قَ َ‬‫ين َى ُ‬‫‪َ -‬و َعلَى ٱلذ َ‬ ‫‪-al-Nahl‬‬ ‫‪-Makiyah‬‬
‫منَ ُهم َوَٰلَ ِكن َكانُواْ‬
‫يك ِمن قَبل َوَما ظَلَ َٰ‬ ‫َعلَ َ‬
‫‪(16): 118‬‬
‫ُ‬
‫أَن ُف َس ُهم يَظلِ ُمو َن ‪ٔٔٛ‬‬

‫ادواْ َحَّرمنَا َعلَي ِهم‬ ‫َّ ِ‬ ‫ِ‬


‫ين َى ُ‬
‫‪ -‬فَبظُلم ِّم َن ٱلذ َ‬ ‫‪-al-Nisa’ (4) -‬‬
‫َٰت أ ُِحلَّت ََلم وبِصد ِ‬
‫ِّىم َعن َسبِ ِيل ٱللَّ ِو‬ ‫طَيِّب ٍ‬ ‫‪: 160‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫ُ َ َ‬ ‫َ‬

‫‪10‬‬
‫‪٠٦١‬‬ ‫َكثِيا‬
‫‪َ -‬وقَالُواْ لَن يَد ُِخ َل ٱلَنَّ َة إَِّل َمن َكا َن ُى ً‬
‫ودا‬
‫‪2.‬‬ ‫‪Kecaman karena‬‬ ‫‪Al-Baqarah‬‬ ‫‪-‬‬
‫‪bersikap ekslusif‬‬ ‫‪(2) : 111‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫لك أ ََمانِي ُهم قُل َىاتُواْ بُرََٰىنَ ُكم إِن‬
‫صََٰر َٰى تِ َ‬
‫أَو نَ َ‬
‫ي ٔٔٔ‬ ‫ُكنتم ِ ِ‬
‫صَٰدق َ‬‫ُ َ‬
‫‪- Al-‬‬
‫صََٰر َٰى ََتتَ ُدواْ قُل بَل‬
‫ودا أَو نَ َ‬
‫‪َ -‬وقَالُواْ ُكونُواْ ُى ً‬
‫)‪Baqarah (2‬‬
‫‪: 135‬‬ ‫‪-‬‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬
‫ي ٖ٘ٔ‬ ‫ملَّةَ إِ ََٰبرى َم َحنيفا َوَما َكا َن م َن ٱلُش ِرك َ‬ ‫‪Madaniyah‬‬

‫‪-al-Maidah‬‬
‫َّصََٰر َٰى ََن ُن أ ََٰبنَ ُؤاْ ٱللَّ ِو‬
‫ود َوٱلن َ‬
‫ِ‬
‫‪َ -‬وقَالَت ٱليَ ُه ُ‬ ‫‪(5):18‬‬

‫َوأ َِحَٰبَّ ُؤهۥُ قُل فَلِ َم يُ َع ِّذبُ ُكم بِ ُذنُوبِ ُكم بَل أَنتُم‬ ‫‪-‬‬
‫ِ ِ‬
‫بَ َشر َِّمَّن َِخلَ َق يَغف ُر ل َمن يَ َشاءُ َويُ َع ِّذ ُ‬
‫‪Madaniyah‬‬
‫ب َمن‬
‫ٱلس َٰم َٰو ِ‬ ‫ِ‬
‫ت َوٱلَر ِ َوَما‬ ‫لك َّ َ َ‬ ‫يَ َشاءُ َوللَّ ِو ُم ُ‬
‫صي ‪٠١‬‬ ‫ِِ ِ‬
‫بَينَ ُه َما َوإلَيو ٱلَ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َّصَر َٰى َعلَ َٰى َشيء‬ ‫ود لَي َست ٱلن ََٰ‬ ‫َوقَالَت ٱليَ ُه ُ‬
‫‪3.‬‬ ‫‪Kecaman terhadap‬‬ ‫‪Al-Baqarah‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫‪pertentangan‬‬ ‫‪(2): 113‬‬
‫ود َعلَ َٰى َشيء‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫‪Yahudi-Nasrani‬‬ ‫َّصََٰر َٰى لَي َست ٱليَ ُه ُ‬ ‫َوقَالَت ٱلن َ‬
‫ين َل‬ ‫وىم يتلُو َن ٱل ِكَٰتب َك ََٰذلِك قَ َ َّ ِ‬
‫ال ٱلذ َ‬ ‫َ‬ ‫ََ‬ ‫َُ َ‬
‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫ثل قَوَلم فَٱللَّوُ ََي ُك ُم بَينَ ُهم يَ َ‬
‫وم‬ ‫يَعلَ ُمو َن م َ‬
‫يما َكانُواْ فِ ِيو َيتَلِ ُفو َن ٖٔٔ‬ ‫ِ ِِ‬
‫ٱلقيَ ََٰمة ف َ‬
‫سَعِ ِ‬ ‫ِ ِ ِ ِ‬
‫سح َق‬ ‫يل َوإ ََٰ‬ ‫‪-‬أَم تَ ُقولُو َن إ َّن إب ََٰرى َم َوإ َٰ َ‬
‫‪4.‬‬ ‫‪Bantahan atas‬‬ ‫‪- Al-‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫‪klaim orang‬‬ ‫‪Baqarah‬‬
‫‪Yahudi‬‬ ‫صََٰر َٰى قُل‬ ‫ودا أَو نَ َ‬ ‫وب َوٱلَسبَا َ َكانُواْ ُى ً‬ ‫َويَع ُق َ‬ ‫‪(2): 140‬‬

‫ءَأَنتُم أَعلَ ُم أَِم ٱللَّوُ َوَمن أَظلَ ُم َِمَّن َكتَ َم َش ََٰه َد ًة‬
‫ندهۥُ ِم َن ٱللَّ ِو َوَما ٱللَّوُ بِ َٰغَ ِف ٍل َع َّما تَع َملُو َن‬
‫ِع َ‬
‫ٓٗٔ‬
‫صرانِيّا َوَٰلَ ِكن‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫يم يَ ُهوديّا َوَل نَ َ‬
‫‪َ -‬ما َكا َن إب ََٰرى ُ‬ ‫‪- Ali ‘Imran‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َكا َن َحنيفا مسلما َوَما َكا َن م َن ٱلُش ِرك َ‬
‫ي‬ ‫‪(3): 67‬‬

‫‪ٙٚ‬‬
‫‪-al-Jumu’ah‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫ادواْ إِن َز َعمتُم أَنَّ ُكم‬ ‫َّ ِ‬
‫ين َى ُ‬ ‫‪ -‬قُل يََٰأَي َها ٱلذ َ‬ ‫‪(62): 6‬‬

‫‪11‬‬
‫وت إِن‬ ‫أَولِياء لِلَّ ِو ِمن د ِ‬
‫ون ٱلن ِ‬
‫َّواْ ٱلَ َ‬
‫َّاس فَتَ َمن ُ‬ ‫ُ‬ ‫َُ‬
‫ي‪٦‬‬ ‫ُكنتم ِ ِ‬
‫صَٰدق َ‬‫ُ َ‬
‫‪5.‬‬ ‫‪Memusuhi umat‬‬ ‫َّصََٰر َٰى َح َّ ََّٰ‬
‫ود َوَل ٱلن َ‬ ‫نك ٱليَ ُه ُ‬
‫ض َٰى َع َ‬‫‪َ -‬ولَن تَر َ‬
‫‪-al-Baqarah‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫‪Islam‬‬ ‫‪(2) : 120‬‬
‫تَتَّبِ َع ِملَّتَ ُهم قُل إِ َّن ُى َدى ٱللَّ ِو ُى َو ٱَلَُد َٰى‬
‫عد ٱلَّ ِذي َجاءَ َك ِم َن‬ ‫ِ‬
‫َولَئ ِن ٱتَّبَع َ‬
‫ت أَى َواءَ ُىم بَ َ‬
‫ك ِمن ٱللَّ ِو ِمن وِِل وَل نَ ِ‬
‫ص ٍي‬ ‫ِِ‬
‫ََّ‬ ‫ٱلعلم َما لَ َ َ‬
‫ٕٓٔ‬

‫ِ‬ ‫َّ ِ‬
‫ود‬
‫ين ءَ َامنُواْ َل تَتَّخ ُذواْ ٱليَ ُه َ‬ ‫‪َٰ -‬يَأَي َها ٱلذ َ‬ ‫‪-al-Maidah‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫عض ُهم أَولِيَاءُ بَعض َوَمن‬ ‫ِ‬
‫َّصََٰر َٰى أَوليَاءَ بَ ُ‬‫َوٱلن َ‬
‫‪(5): 21‬‬

‫يَتَ َوََّلُم ِّمن ُكم فَِإنَّوۥُ ِمن ُهم إِ َّن ٱللَّوَ َل يَه ِدي‬
‫ٱل َق َٰ ِ ِ‬
‫ي ٔ٘‬ ‫وم ٱلظَّلم َ‬‫َ‬

‫َِّّ ِ‬ ‫ِ‬
‫َّاس َع ََٰد َوة للذ َ‬
‫ين ءَ َامنُواْ‬ ‫َش َّد ٱلن ِ‬‫‪ -‬لَتَج َد َّن أ َ‬
‫‪-al-Maidah‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫‪(5): 82‬‬
‫ِ‬ ‫ٱلي ه َّ ِ‬
‫ين أَشَرُكواْ َولَتَج َد َّن أ َ‬
‫َقربَ ُهم َّم َوَّدة‬ ‫ود َوٱلذ َ‬‫َُ َ‬
‫ِ‬ ‫َّ ِ‬ ‫َِّّ ِ‬
‫ك بِأ َّ‬
‫َن‬ ‫صََٰر َٰى ََٰذل َ‬
‫ين قَالُواْ إِنَّا نَ َ‬
‫ين ءَ َامنُواْ ٱلذ َ‬
‫للذ َ‬
‫كِبُو َن‬‫ي ورىبانا وأَنَّهم َل يستَ ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬
‫َ‬ ‫م ُنهم ق ِّسيس َ َ ُ َ َ ُ‬
‫ٕ‪ٛ‬‬

‫‪6.‬‬ ‫‪Kecaman karena‬‬ ‫ادواْ َُيَِّرفُو َن ٱل َكلِ َم َعن‬ ‫ين َى ُ‬


‫َّ ِ‬
‫‪ِّ -‬م َن ٱلذ َ‬
‫’‪-al-Nisa‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫‪merubah isi Taurat‬‬ ‫‪(4): 46‬‬
‫صينَا َوٱسَع َغ َي‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِِ‬
‫‪dan gemar‬‬
‫َّم َواضعوۦ َويَ ُقولُو َن َسعنَا َو َع َ‬
‫َلسنَتِ ِهم َوطَعنا ِِف ٱلدِّي ِن‬ ‫مسمع وَٰر ِعنَا لَيَّا بِأ ِ‬
‫‪memutar balikan‬‬
‫‪fakta‬‬ ‫ُ َ ََ‬
‫َولَو أَن َُّهم قَالُواْ َِسعنَا َوأَطَعنَا َوٱسَع َوٱنظُرنَا‬
‫َٰ ِ‬
‫َقوَم َولَكن لَّ َعنَ ُه ُم ٱللَّوُ‬ ‫َّ‬
‫لَ َكا َن َِخيا َلُم َوأ َ‬
‫ؤمنُو َن إَِّل قَلِيل‪ٗٙ‬‬
‫بِ ُكف ِرِىم فَ َل ي ِ‬
‫ُ‬

‫‪12‬‬
‫ين يُ ََٰس ِرعُو َن ِِف‬ ‫ول َل ََيز َّ ِ‬
‫نك ٱلذ َ‬ ‫ٱلر ُس ُ‬
‫‪َٰ -‬يَأَي َها َّ‬ ‫‪-al-Maidah‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫ُ َ‬ ‫‪(5): 41‬‬
‫َفوِى ِهم َوَل‬ ‫ِ‬
‫ين قَالُواْ ءَ َامنَّا بأ ََٰ‬
‫ِ َّ ِ‬
‫ٱل ُكف ِر م َن ٱلذ َ‬
‫سَّعُو َن‬ ‫ادواْ ََٰ‬ ‫ِ َّ ِ‬ ‫ِ‬
‫ين َى ُ‬ ‫تُؤمن قُلُوبُ ُهم َوم َن ٱلذ َ‬
‫لِل َك ِذ ِ َٰ ِ ٍ‬
‫وك َُيَِّرفُو َن‬ ‫ين َل يَأتُ َ‬ ‫اِخ ِر َ‬
‫ب َسَّعُو َن ل َقوم ءَ َ‬
‫اضعِ ِوۦۖ يَ ُقولُو َن إِن أُوتِيتُم‬ ‫عد مو ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ٱل َكل َم من بَ َ َ‬
‫ََٰى َذا فَ ُخ ُذوهُ َوإِن َّل تُؤتَوهُ فَٱح َذ ُرواْ َوَمن يُِرِد‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك‬ ‫ك لَوۥُ ِم َن ٱللَّ ِو َشيًا أ ُْوَٰلَئِ َ‬ ‫ٱللَّوُ فتنَتَوۥُ فَلَن َتل َ‬
‫ين َل يُِرِد ٱللَّوُ أَن يُطَ ِّهَر قُلُوبَ ُهم ََلُم ِِف‬ ‫َّ ِ‬
‫ٱلذ َ‬
‫اب َع ِظيم‬ ‫ِ‬
‫ٱلدنيَا ِخزي َوََلُم ِِف ٱلِخَرِة َع َذ ٌ‬
‫ِ‬
‫ٔٗ‬
‫َنزلنَا ٱلتَّوَرىَٰةَ فِ َيها ُىدى َونُور ََي ُك ُم ِِّبَا‬ ‫‪ -‬إِنَّا أ َ‬
‫‪-al-Maidah‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫‪(5): 44‬‬
‫ٱلربََّٰنِيو َن‬ ‫َِّ ِ‬ ‫ِ َّ ِ‬
‫ادواْ َو َّ‬ ‫ين َى ُ‬ ‫ين أَسلَ ُمواْ للذ َ‬ ‫ٱلنَّبيو َن ٱلذ َ‬
‫ب ٱللَّ ِو َوَكانُواْ‬ ‫حفظُواْ ِمن كَِٰتَ ِ‬ ‫وٱلَحبار ِِبا ٱست ِ‬
‫َ َُ َ ُ‬
‫ون َوَل‬ ‫علَي ِو ُشه َداء فَ َل ََت َشواْ ٱلنَّاس وٱِخ َش ِ‬
‫َ َ‬ ‫ُ‬ ‫َ َ‬ ‫َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫تَشتَ ُرواْ َبِايََِٰت ََثَنا قَليل َوَمن َّل ََي ُكم ِبَا أ َ‬
‫َنزَل‬
‫ك ُى ُم ٱل ََٰك ِف ُرو َن ٗٗ‬‫ٱللَّوُ فَأ ُْوَٰلَئِ َ‬
‫ت ٱلي هود يد ٱللَّ ِو مغلُولَةٌ غُلَّت أ ِ‬
‫َيدي ِهم‬ ‫َوقَالَ ِ َ ُ ُ َ ُ‬
‫‪7.‬‬ ‫‪Kecaman karena‬‬ ‫‪Al-‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫‪menganggap‬‬ ‫َ‬ ‫‪Maidah(5):‬‬
‫‪Allah kikir‬‬ ‫ان يُ ِنف ُق‬ ‫ولُعِنُواْ ِِبَا قَالُواْ بل ي َداه مبسوطَتَ ِ‬
‫َ َ ُ َ ُ‬ ‫َ‬ ‫‪64‬‬

‫يد َّن َكثيا ِّمن ُهم َّما أُن ِزَل‬ ‫ِ‬ ‫يف يَ َشاءُ َولَيَ ِز َ‬ ‫َك َ‬
‫ك طُغيََٰنا َوُكفرا َوأَل َقينَا بَينَ ُه ُم‬ ‫يك ِمن َّربِّ َ‬ ‫إِلَ َ‬
‫غضاءَ إِ َ َٰل يَوِم ٱل ِقيَ ََٰم ِة ُكلَّ َما أَوقَ ُدواْ‬ ‫ٱل َع ََٰد َوَة َوٱلبَ َ‬
‫رب أَط َفأ ََىا ٱللَّوُ َويَس َعو َن ِِف ٱلَر ِ‬ ‫نَارا لِّلح ِ‬
‫َ‬
‫ين ٗ‪ٙ‬‬ ‫ِِ‬ ‫َّ ِ‬
‫فَ َسادا َوٱللوُ َل َُيب ٱلُفسد َ‬
‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫ود عَُزيٌر ٱب ُن ٱللَّو َوقَالَت ٱلن َ‬
‫َّصََٰرى‬ ‫َوقَالَت ٱليَ ُه ُ‬
‫‪8.‬‬ ‫‪Kecaman karena‬‬ ‫‪Al-Taubah‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫‪menganggap‬‬ ‫‪(9): 30‬‬
‫ض ُِهو َن‬ ‫ٱل ِسي ٱبن ٱللَّ ِو ََٰذلِك قَوَُلم بِأ َٰ ِ‬
‫‪Uzair putra Allah‬‬ ‫َفوى ِهم يُ ََٰ‬ ‫َ ُ َ‬ ‫َ ُ ُ‬
‫َٰ‬ ‫ِ‬
‫ين َك َف ُرواْ من قَب ُل قَتَ لَ ُه ُم ٱللَّوُ أ ََّٰ‬
‫ََّن‬ ‫قَ َ َّ ِ‬
‫ول ٱلذ َ‬

‫‪13‬‬
‫يُؤفَ ُكو َن‬

‫‪14‬‬

Anda mungkin juga menyukai