Oleh:
Wilda Kamalia
NIM: 1111034000058
FAKULTAS USHULUDDIN
1438 H/2017 M
ABSTRAK
Wilda Kamalia
“Analisis Metodologi dan Corak Tafsir Juz ‘Amma As-Sirāju ‘I Wahhāj Karya M.
Yunan Yusuf”.
Dalam konteks Indonesia, penafsiran al-Qur‟an terus berkembang hingga saat ini.
Tentu ini fenomena yang sangat membanggakan mengingat Indonesia adalah negara
dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Tidak hanya banyak dari sisi kuantitas,
karya tafsir al-Qur‟an di Indonesia telah memperlihatkan keragaman dari sisi teknis
penulisan tafsir dan metodologi yang digunakan.
Studi ini membahas tentang karya tafsir M. Yunan Yusuf yaitu Tafsir Juz ‘Amma
As-Sirāju ‘l Wahhāj, dalam hal ini penulis mengkaji dari sudut metode dan corak pada
tafsir Yunan Yusuf yang dimulai dengan juz XXX, juz terakhir dari al-Qur‟an. Teknik
penggalian data pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
menggunakan teknik library research (kepustakaan) yaitu dengan mengumpulkan data-
data melalui bacaan dan beberapa literatur yang ada kaitannya dengan pembahasan.
Adapun metode penulisan yang digunakan dalan penelitian ini adalah analisis-deskriptif,
yaitu sebuah metode pembahasan untuk menerapkan data-data yang telah tersusun
dengan melakukan kajian terhadap data-data tersebut.
Sumber primer dalam penulisan skripsi ini adalah Tafsir Juz ‘Amma As-Sirāju ‘l
Wahhāj dan literatur lainnya yang relevan dengan pembahasan skripsi, khususnya tentang
metode dan corak dalam penafsiran.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa metode yang digunakan tafsir Yunan ini
adalah metode tahlili yaitu penafsiran yang berusaha menerangkan arti ayat-ayat al-
Qur‟ān dari berbagai seginya berdasarkan aturan-aturan ayat atau surah (tartīb mushafī)
dengan menonjolkan kandungan lafaznya, kolerasi ayatnya, hadis serta pendapat-
pendapat para mufassir. Ditinjau dari corak penafsirannya, bahwasannya Yunan Yusuf
dalam tafsirnya Tafsir Juz ‘Amma As Sirāju ‘l Wahhāj cenderung kepada tafsir al-adabi
al-ijtima’i yakni salah satu corak penafsiran al-Qur‟ān yang cenderung kepada persoalan
sosial kemasyarakatan. Pada skripsi ini juga akan diberikan contoh tentang aplikasi
sistematika penulisan pada Tafsir Juz ‘Amma As-Sirāju ‘l Wahhāj.
iv
KATA PENGANTAR
ِ الرِح
ِيم َّ ِبِ ْس ِِمِاللَِِّو
َّ ِالر ْح َم ِن
َِ ِالسب
ِيل َّ ِ ُإِنَّا ِ َى َديْ نَ ِاه. اد ِ ُش ُكورا َِ ار ِ ِخ ْل َفةِ ِلِ َم ِْن ِأ ََر
ِْ اد ِأَ ِْن ِيَ َّذ َّك َِر ِأ
َِ َو ِأََِر َِ َّه ِ
َ َو ُى َِو ِالَّذي ِ َج َع َِل ِاللَّْي َِل ِ َوالن
…إِ َّماِ َشاكِراِ َوإِ َّماِ َك ُفورا
Puji Syukur kehadirat Allah Swt., Dzat yang memberikan hembusan nafas
kepada para hamba-Nya. Penulis panjatkan atas segala rahmat dan karunia-Nya, Wahai
Kekasihku, betapa ngeri akan kehilangan-Mu… Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada sosok Rahmatan li al-‘Ālamîn, cahaya di atas cahaya, manusia
paling sempurna, Nabi Muhammad saw., Rasul penutup para Nabi, serta doa untuk
keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga zaman menutup mata.
Melalui upaya dan usaha yang melelahkan, akhirnya dengan limpahan karunia-
Nya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Berbagai
kesulitan dan hambatan yang penulis rasakan dalam penyusunan skripsi ini,
alhamdulillah dapat teratasi berkat tuntunan serta bimbingan-Nya dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag,. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
2. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu al-
Qur‟an & Tafsir dan kepada Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd,. selaku Sekretaris
3. Bapak Dr. Mafri Amir M.Ag., selaku pembimbing penulis yang selalu bersabar
bimbingannya.
4. Bapak Hanafi, S.Ag., MA., selaku penasihat akademik yang telah membantu
penulis.
v
5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah,
Hidayatullah Jakarta.
6. Kepala dan staff karyawan Perpustakaan Umum dan Fakultas UIN Syarif
7. Prof. Dr. M.Yunan Yusuf, selaku pengarang Tafsir Juz ‘Amma As-Sirāju ‘l Wahhāj
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk meneliti karya Beliau, semoga
8. Hadlratu Syaikh Abdul Malik al-Dien, guru sekaligus guru spiritual penulis, yang
senantiasa membimbing penulis dalam proses penulisan skripsi dan menuntun serta
menjembatani penulis zahir dan batin menuju cinta Ilahi. Terima kasih banyak Ya
9. Umi Fazat Zakiyah Malik, Adik Bunga, Tera, Ismi dan Safira, istri dan anak-anak
dari Hadlratu Syaikh Abdul Malik, yang senantiasa memberikan dukungan moril
10. Ka Imam ZaFu dan Ka Zahrul Athriah yang senantiasa meluangkan waktunya
dengan sabar untuk memberikan ilmu membuka fikiran penulis, tanpa keduanya
penulis hanya terperangkap dalam ruang hampa dan skripsi ini tidak terealisasi.
11. Teruntuk Algifri, Anis Akhu, dan Ali Akbar, Adam Haekal yang senantiasa
vi
12. Teruntuk juga sahabat serta kawanku Intan Tri Aisyah, St. Anisa Amalia, Eka
Syarifah, Friella Dasanty, Seman Ansyarie dan lainnya yang senantiasa menemani
penulis, berbagi cerita serta canda tawa sejak awal perkuliahan sampai saat ini juga
13. Haziq Karamillah yang senantiasa menemani serta memberikan semangat yang
14. Kakak dan adik-adik tersayang kak Auza‟i. kak Sofi, Zahra, Zena orang-orang yang
15. Akhirnya, rasa syukur dan bukti yang tak pernah penulis haturkan kepada kedua
orang tua tercinta: ayahanda H. Adnan Idris Kaisan yang sosoknya selalu menjadi
inspirasi bagi penulis dan mamanda Hj. Mahfuza Adnan yang tak pernah letih dan
absen mulut han hatinya mendoakan penulis dan semua anak kecintaannya. Kasih
sayang, nasehat, dukungan, serta ridha keduanya merupakan akar fondasi bagi
segala tekad penulis dalam menjalani bahtera kehidupan dan menuntut ilmu
sedalam-dalamnya. Ayah, Mama, tidak ada kalian di sisi penulis, penulis akan
Wilda Kamalia
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
2 ب b 17 ظ ẓ
3 ت t 18 ع ʻ
4 ث ṡ 19 غ g
5 ج j 20 ف f
6 ح ḥ 21 ق q
7 خ kh 22 ك k
8 د d 23 ل l
9 ذ ż 24 م m
10 ر r 25 ن n
11 ز z 26 و w
12 س s 27 ه h
13 ش sy 28 ء ‟
14 ص ṣ 29 ي y
15 ض ḍ
2. Vokal Pendek
viii
-َُ -- = u ُيَ ْرهَب yażhabu
3. Vokal Panjang
4. Diftong
ْ َ = اai
ُي ُ َ = َكيْفkaifa
ُ = اَ ْوau ُ ُ =ُ َح ْو َلḥaula
Kata sandang dilambangkan dengan „al-‟, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyyah.
6. Tasydid (-َ--)
syiddah. Namun, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syiddah
tersebut terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf al-syamsiyyah.
7. Tā‟ Marbūṭah
ix
a. Bila berdiri sendiri atau dirangkai dengan kalimat lain yang menjadi naʻt atau
sifat, ditulis
Contoh:
(ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata serapan bahasa Indonesia dari
bahasa Arab seperti zakat, salat, dan sebagainya, kecuali dikehendaki lafal
aslinya)
Contoh:
contoh:
9. Singkatan
M = Masehi
x
H = Hijriah
w. = Wafat
h. = Halaman
xi
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING…..………………………………………………….……i
PENGESAHAN PENGUJI...…………………………………….…….………….….…ii
PERNYATAAN KEASLIAN…..……………………………………….………..…….iii
ABSTRAK …………………………………………………………………….…..…….iv
KATA PENGANTAR……….……………………………………….………….….……v
PEDOMAN TRANSLITASI…...……….……………………………………..…...…viii
DAFTAR ISI……………………...…………………………………………….…....…xii
BAB I PENDAHULUAN
D. Tinjauan pustaka……………………………………….……………….11
E. Metode Penelitian……………………………………………………….15
F. Sistematika Penulisan…………………………………………………..17
C. Sistematika Penulisan………………………………………………….51
D. Metode Penafsiran…………………………………………………...…59
E. Sumber Penafsiran……………………………………………………...61
F. Corak Penafsiran……………………………………………………….63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………..70
B. Saran-saran……………………………………………………………..71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
diturunkan ke dunia ini agar manusia keluar dari kegelapan menuju terangnya rahmat
Allah.1 Agar al-Qur‟an proaktif memberi petunjuk pada manusia ke arah jalan yang
benar, Tuhan mengutus Nabi Muhammad yang diberi tugas menjadi penyampai dan
penjelas bagi al-Qur‟an agar ia mudah dipahami oleh manusia.2 Fungsi ini terus
demikian dari sejak zaman Nabi Muhammad hingga masa dimana umat Islam hidup
hari ini. Satu adigium yang selalu lekat dengan al-Qur‟an adalah sifatnya yang ṣāliḥ li
kulli zaman wa makān, senantiasa kontekstual dalam setiap zaman dan tempat.3
Ajaran agama Islam yang bersumber dari al-Qur‟an dan Sunnah memiliki kandungan
yang sangat dalam dan luas. Maka, seiring berjalannya waktu, ulama memiliki
spesialisasi keahlian yang berbeda-beda. Ulama ahli hukum biasa disebut fuqahā,4
sedang ulama yang ahli mendalami dan mengajarkan kandungan al-Qur‟an kita sebut
1
Ziyad at-Tubany, Membaca Dan Memahami Konstruksi al-Qur‟ān (Jakarta Selatan:
Indomedia Group, 2006), h. 1.
2
Aksin Wijaya, Arah Baru Studi Ulum Al-Qur‟ān Memburu Pesan Tuhan Di Balik
Fenomena Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 1.
3
Farid Esack, Samudera Al-Qur‟ān. Penerjemah Nuril Hidayah (Yogyakarta: Diva Press,
2007), h.35.
4
Fuqahā adalah kata majemuk bagi fiqih, yaitu ahli fiqih. Fiqih adalah bidang jurisprudence
atau hukum-hukum yang menyangkut peribadatan ritual baik perseorangan, atau di dalam konteks
sosial umat.
1
2
hubungan ayat atau munāsabah-munāsabah yang mengaitkan antara ayat dengan ayat
pada satu pihak, dan antara surah dengan surah pada pihak lain. 6 Bermula dari para
sahabat, tabi‟in, tabit-tabi‟in, mereka semua memeras otaknya untuk mempelajari dan
mendalami al-Qur‟an. Tak hanya mereka, ulama-ulama saat inipun tak kalah
Istilah tafsir diambil dari kata tafsiriah, yaitu suatu alat yang digunakan oleh
dokter untuk menyelidiki penyakit orang sakit. Tafsir secara bahasa mengikuti wazan
“taf‟il”, berasal dari kata al-fasr (f, s, r) yang berarti menjelaskan, menyingkap dan
Kata at-tafsīr dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang
tertutup. Dalam lisānul „ārab dinyatakan: kata “al-fasr” berarti menyingkap sesuatu
yang tertutup, sedang kata “at-tafsīr” berarti menyingkapkan maksud sesuatu lafaz
yang musykil, pelik. Kemudian diantara kedua kata itu, al-fasr dan at-tafsīr, kata at-
5
Secara bahasa mufassir adalah bentuk isim fa‟il dari kata fasara yang artinya menafsirkan
atau menjelaskan. Kemudian diikutkan wazan isim fa‟il mufa‟ilun menjadi mufassir yang artinya orang
yang menafsirkan, mengomentari, interpretasi.
6
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur‟an. Penerjemah Khoirun Nahdliyyin
(Yogyakarta: LKiS, 2002), h. 199.
7
H. Ziyad at-Tubany, SQ, Membaca Dan Memahami Konstruksi Al-Qur‟ān, h. 1.
3
akhirat.8
al-Qur‟an banyak sekali istilah-istilah yang depakai untuk dapat menafsirkan ayat al-
Qur‟an diantaranya adalah thariqah, lawn, manhāj, ittijah dan lain sebagainya.
makna-makna itu dari lafaz-lafaz, mengaitkan bagian yang satu dengan yang lain,
sebagainya, menurut ittijāh pemikiran dan mazhab mufassir, dan sesuai kebudayaan
dan kepribadiannya.”
mufassir atau segi bentuk yang dipilih oleh mufassir dalam menyusun
kitab tafsir. Thariqah juga tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan pada
8
Mashuri Sirojuddin Iqbal, dkk, Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung: Angkasa, 1994), h. 89.
9
Manna‟ Khalīl al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa),
h.475.
4
Ittijah (corak) adalah posisi, pandangan, aliran, dan sudut pandang akidah
mufassir yang diwakili, seperti suni, mu‟tazilah, asy‟ariyyah baik penafsiran itu
sifatnya mengikuti atau memperbaharui, juga segi pegangan mufassir, apakah manqul
mufassir pada nas melalui aktivitas penafsiran dan pemahamannya, sesuai tingkat
penjelasannya. Lawn merupakan hasil (natijah) dari posisi dari sudut pandang
mufassir.10
Seorang mufassir, pada saat menafsirkan ayat al-Qur‟an tidak akan terlepas
dengan adanya corak tafsir. Karena, corak tafsir itu menjadi ciri khas seorang
dimilikinya. Selain itu juga, corak tafsir dapat mengungkapkan latar belakang aliran,
keahlian dan bahkan motif dari ahli tafsir dalam menafsirkan al-Qur‟an.11 Sehingga,
adanya corak tafsir dapat menimbulkan berbagai macam warna yang berkembang
10
Izza Rohman, “Istilah-istilah Dalam Madzahib al-Tafsir” artikel diakses pada 29 Agustus
2017 dari https://quranicsciences.wordpress.com/2008/11/28/istilah-istilah-dalam-madzahib-al-tafsir/
11
Abdul Syakur, Mengenal Corak Tafsir Al-Qur‟ān Dosen STIU (Sekolah Tingggi Ilmu
Ushuluddin) Al-Mujtama‟ (Pamekasan: El-Furqonia,2015) vol. 01, no. 1, h. 83.
12
Kata “metode” berasal dari kata Yunani “methodos”, yang berarti cara atau jalan. Dalam
bahasa Inggris kata itu ditulis “method”, dan bahasa arab menerjemahkannya dengan thariqat dan
manhaj. Sedangkan dalam bahasa Indonesia katatersebut mengandng arti: “cara yang teratur dan
berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya). Ada dua istilah
yang sering digunakan yaitu: metodologi tafsir dan metode tafsir. Dapat dibedakan antara dua istilah
tersebut , yakni: “metode tafsir, yaitu cara-cara yang digunakan untuk menafsirkan al-Qur‟ān,
sedangkan metodologi tafsir yaitu ilmu tentang cara tersebut”.
5
maksud Allah dalam firman-Nya sesuai dengan kemampuan manusia. Makna tersirat
dari kata penjelasan adalah adanya sesuatu yang dihidangkan serta cara
memperoleh keridhoan Allah atas pemikiran dan ucapannya, jujur dan mendapat
hidayah untuk mengetahui rahasia al-Qur‟an, maka mufassir harus mengisi hidupnya
dengan akidah yang benar, bersih dari hawa nafsu, menafsirkan al-Qur‟an dengan al-
Qur‟an, dan harus mencari penafsiran dari sunnah.15 Semua itu termasuk syarat yang
telah ditetapkan oleh para ulama bagi seseorang yang ingin menjadi ahli tafsir al-
Qur‟an.16
kemudian diteruskan oleh Islah Gusmian dengan melakukan kajian ini berdasarkan
sistematisasi dan periodesasi yang lebih detail dalam bukunya, Khazanah Tafsir
13
Hujair S. H. Sanaky, Metode Tafsir [Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna Atau
Corak Mufassirin] (Jurnal Al-Mawarid, 2008) edisi XXVIII , h. 265.
14
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur‟ān (Tangerang: Lentera Hati 2013), cet.I, h. 377
15
Manna‟ Khalil al-Qattān, Studi Ilmu-ilmu Qurān, h.462-463.
16
Ahmad asy-Syirbasi, Sejarah Tafsir Qur‟an, (T.tp: Pustaka Firdaus, 1994), cet.III, h. 30.
17
Faisal Hilmi, “Metode dan Corak Tafsir Al-Iklīl Fi Ma‟ani al-Tanzīl Karya Kh. Misbah bin
Zainul Musthofa,”(Skripsi S1 Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h.4.
6
terjemah al-Qur‟an tersebut merupakan kunci bagi para pembaca tafsir di Indonesia
agar mampu memahami isi al-Qur‟an. Oleh karena itu, keakuratan karya-karya
Memahami teks bukanlah sesuatu yang mudah, terlebih saat memahami teks
bahasa yang beraneka ragam, baik dalam bahasa Nasional (Bahasa Indonesia)
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa tafsir al-Qur‟an Indonesia yang
dimaksudkan ialah suatu upaya menjelaskan makna yang terkandung dalam al-
Qur‟an melalui bahasa-bahasa tersebut, baik secara lisan yang disampaikan maupun
18
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutik Hingga Ideologi, (Jakarta
Selatan: Teraju, 2003), h. 61.
19
Howard M. Faderspiel, Kajian al-Qur‟an di Indonesia: Dari Mahmud Yunus Hingga
Quraish Shihab, terj. Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1996), Cet.I, h. 99.
20
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur‟an Di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai
Pustaka, 2003) h. 32.
7
Terdapat banyak metode yang digunakan oleh ulama tafsir dalam memahami
penafsiran. Akan tetapi, para ahli dalam bidang ini sepakat bahwa cara yang terbaik
dan terjamin kebenarannya dalam memahami al-Qur‟an adalah kembali kepada al-
Qur‟an itu sendiri serta kepada penjelasan-penjelasan Nabi Muhammad saw. sebagai
Setiap metode memiliki target atau hasil yang harus dituju.22 Respon terhadap
realitas merupakan keniscayaan yang harus ditemukan dalam produk tafsir. Adanya
diktonomi proses penafsiran dari teks ke realitas dan dari realitas ke teks adalah
perkembangan kitab tafsir di Indonesia. Kegairahan ini justru tidak dirintis oleh pakar
asal Indonesia, melainkan intelektual dari Negara lain, yaitu Howard Federspiel.24
Barulah kemudian Nashruddin Baidan dan Islah Gusmian25 yang meneliti secara
asal-usul tulisan yang beraksara namun berbahasa lokal yang digunakan secara
21
M Quraish Shihab, Tafsir Al-Amanah (Jakarta: Pustaka Kartini, 1992) cetakan I, h. 7.
22
Adanya hasil yang harus dituju dari setiap metode penelitian menunjukkan adanya
keterbatasan-keterbatasan dalam matode tersebut. Hasil setiap metode sangat tergantung pada obyek
atau problem yang diselidiki. Oleh karna itu tidak akan ditemukan satu metode dapat digunakan untuk
semua obyek penelitian.
23
Lilik Ummi Kaltsum, ISLAMICA“ Studi Kritis atas Metode Tafsir Tematis al-Qur‟ān,” V,
No. 2 (Maret 2011): h. 361.
24
Howard M Federspiel, Kajian al-Qur‟ān di Indonesia, terj. Tajul Arifin (Bandung: Mizan,
1996).
25
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, Dari hermeneutika hingga Ideologi
(Yogyakarta: Lkis, 2013).
26
Al-Tahrir “Alternatif Tren Studi Qur‟ān,” II, No. 1 (Mei 2011: 1-27) h. 7.
8
meluas di Nusantara, khususnya di Jawa dan Sunda yang sering disebut dengan huruf
Jawi atau Pegon. Mereka juga meneliti tentang bagaimana model aksara ini terus
tidak hanya dilakukan oleh Mahmud Yunus seorang diri, akan tetapi juga diramaikan
oleh ulama-ulama lain seperti HAMKA dengan Tafsir Al-Azhār, A. Hasan dengan
Tafsir al-Furqān, Hasbi As-Siddiqi dengan Tafsir An-Nūr, juga penafsiran al-Qur‟an
ke dalam bahasa daerah seperti kitab Tafsir Al-Ibrīz li-Ma‟rifati Tafsīr al-Qur‟an al-
„Azīz yang ditulis oleh KH. Bisri Musthofa,28 Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish
Shihab, tafsir Juz „Amma As-Sirāju „l-Wahhāj yang ditulis oleh M. Yunan Yusuf.
M. Yunan Yusuf adalah salah seorang yang telah memberikan perhatian yang
Sekarang ini, ia disibukkan sebagai guru besar pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif
27
Ervan Nurtawab, Tafsir Al-Quran Nusantara Tempo Doeloe (Jakarta: Ushul Press, 2009)
cetakan I, h. 147.
28
Nur Hayati, Tafsir Al-Ibriz (Study Atas Penafsiran Bisri Musthofa), Skripsi Fakultas
Ushuluddin Iain Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002.
29
M. Yunan Yusuf, Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l-Wahhaj (Terangnya Cahaya) (Jakarta:
PENAMADANI, 2010). Cet I. lihat juga ke M. Yunan Yusuf Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-
Azhar: Sebuah Telaah Atas Pemikiran Hamka Dalam Teologi Islam. (Jakarta: Penamadani, 2004) cet
I.
9
Tafsir karya M. Yunan Yusuf bernama Tafsir Juz „Amma as-Sirāju „l Wahhāj.
Kitab ini memiliki keunikan tersendiri dan karya tafsir yang beliau tulis kini sudah
mencapai 5 kitab yang kemungkinan beliau sedang menulis lagi kitab tafsir juz
selanjutnya. Keinginan untuk membuat tafsir sudah sejak tahun 70-an, ungkap M.
Yunan. Bahkan ia sempat berpikir kalau tafsir ini tidak dapat ia selesaikan olehnya, ia
akan menyuruh cucunya yang saat ini masih balita untuk melanjutkannya kelak.
tafsir Juz „Amma As-Sirāju „l Wahhāj ini merupakan langkah maju bagi bangsa
Indonesia. Itu berarti telah lahir satu mufassir lagi dari bumi Indonesia untuk
karya M. Yunan Yusuf. Pembahasan mengenai tafsir ini perlu kita fahami dan
penting untuk dikaji mengingat belum ada buku-buku atau literatur berbahasa
Indonesia yang mengupas tentang Tafsir Juz „Amma As Sirāju „l Wahhāj. Dalam
literatur tafsir Indonesia belum ada yang membahas dan mencantumkan ini sebagai
salah satu literatur tafsir Indonesia. Sementara tafsir ini sudah tersebar di beberapa
daerah di Indonesia.
30
M. Yunan Yusuf, Tafsir Juz „Amma As-Sirāju „l-Wahhāj (Terangnya Cahaya) (Jakarta:
Penamadani, 2010). Cet I, h. xxiv.
10
1. Pembatasan Masalah
Yusuf.
Ada beberapa kitab tafsir yang dikarang oleh Yunan Yusuf diantaranya adalah
TafsirJuz „Amma As-Sirāju „l Wahhāj: Terang Cahaya Juz „Amma, Tafsir Juz
Tabarak Khulqun „Azhim: Budi Pekerti Agung, Tafsir Al-Qur‟an Juz XXVIII Juz Qad
Sami‟ Allah Bun-Yānun Marshūh: Bangunan Kokoh Rapih, Tafsir Al-Qur‟an Juz
XXVII Juz Qāla Famā Khatbukum Hikmatun Bālighah: Hikmah Yang Menghujam
dan Tafsir Juz XXVI Tafsir Juz Hā Mīm: Kitabun Hafizh. Diantara semuanya penulis
lebih memilih TafsirJuz „Amma As-Sirāju „l Wahhāj: Terang Cahaya Juz „Amma
2. Perumusan Masalah
Yunan Yusuf?
11
1. Tujuan penelitian
Dari penelitian yang penulis lakukan ini, diharapkan dapat mencapai beberapa
Yusuf.
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
D. Tinjauan Pustaka
dalam buku ini memuat 14 tafsir Indonesia yang terbit tahun 2012. Buku itu
2. Buku karya Ervan Nurtawab yang berjudul Tafsir al-Quran Nusantara Tempo
Doeloe,31 yang mana diantara pembahasan dalam buku ini memuat tentang
masyarakat muslim Indonesia. Akan tetapi dalam buku ini sama sekali tidak
4. Skripsi karya Nur Hayati berjudul Tafsir Al-Ibriz (Study Atas Metodologi
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2002. Skripsi ini adalah salah satu
yang membahas tentang tafsir Indonesia yang secara garis besarnya skripsi ini
karakteristik.
31
Ervan Nurtawab, Tafsir Al-Quran Nusantara Tempo Doeloe (Jakarta: Ushul Press, 2009)
cetakan I.
32
Howard M. Faderspiel, Kajian al-Qur‟an di indonesia: Dari Mahmud Yunus Hingga
Quraish Shihab, terj. Tajul Arifin (Bandung: Mizan, 1996), Cet.I.
13
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010 yang berjudul
Metodologi Kajian Tafsir Islah Gusmian. Buku ini membahas tentang karya
tafsir yang ditulis sarjana muslim Indonesia dan berisikan tentang telaah
bagaimana Muhammad said bin umar menuliskan tafsirnya, dengan corak dan
metode apa yang beliau gunakan serta tema-tema apa yang ada dalam tafsir
8. Skripsi karya Derpi Rosyadi Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Dan
Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010, yang berjudul
2009, yang berjudul Juz „Amma Dalam Sorotan Aam Amiruddin (Telaah
10. Skripsi karya Muhammad Indra Nazarudin Jurusan Tafsir Hadis Fakultas
pada tahun 2007 yang berjudul Kajian Tafsir Indonesia: Analisis Terhadap
11. Skripsi karya Abd Gofur Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 2006 yang berjudul Metode Tafsir Al-Hijri
al-Hijri.
12. Skripsi karya Faisal Hilmi Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2015 yang
berjudul Metode dan Corak Tafsir Al-Aklīl Fi Ma‟ani Al-Tanzīl Karya KH.
Misbah bin Zainul Musthofa. Skripsi ini membahas tentang metode, corak
serta mazhab apa yang digunakan oleh KH. Mishbah bin Zainul dalam
13. Jurnal Al-Ulum IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh karya Fauzi Saleh volume 12,
nomor 2 pada tahun 2012 yang berjudul Mengungkap Keunikan Tafsir Aceh
14. Disertasi karya Syafruddin Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta Pada tahun 2008 yang berjudul Penafsiran Ayat
15. Tesis karya Fathulah Munadi Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2009 yang berjudul Syekh Muhammad
16. Tesis karya Chairil Anwar Yang Program Pascasarjana Universitas Islam
E. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
yakni M. Yunan Yusuf dan terutama mengandalkan tafsir M. Yunan Yusuf sebagai
Penulis akan meneliti data-data yang bersumber dari literatur yang berkaitan
dengan masalah yang akan diteliti yaitu Tafsir dan terjemah, literatur tafsir Indonesia,
lebih dikerucutkan lagi yakni metodologi dan corak tafsir pada kitab Tafsir Juz
2. Sumber data
Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber
yang berupa buku-buku seputar tafsir, sejarah perkembangan tafsir di Indonesia, dan
juga penulis akan merujuk pada kitab-kitab tafsir yang lain, terutama buku yang
membahas tentang metodologi tafsir, tafsir di Indonesia dan tafsir tematik sebagai
pelengkap atas kajian studi kasus pada kitab Tafsir Juz „Amma As Sirāju „l Wahhāj
tafsir, literatur tafsir tematik secara khusus dan literatur tafsir Indonesia lainnya,
3. Metode pembahasan
Adapun metode yang digunakan dalam skripsi kali ini bersifat deskriptif
analisis, yaitu suatu pendekatan melalui pengumpulan data dan pendapat para ahli
17
ilmuan yang disajikan bersesuaian dengan datanya, kemudian ditelaah dan dianalisa
4. Metode penulisan
skripsi.33
F. Sistematika penulisan
Rancangan sistematika panulisan dari kajian ini akan diuraikan dalam 5 bab,
Bab I, pendahuluan berisi tentang alasan mengapa penelitian ini penting untuk
yang menjadi konsen untuk dijawab dikesimpulan; tujuan dan manfa‟at penelitian,
Bab II, tentang tinjauan tafsir Indonesia. Yang mana penulis akan
Nusantara.
Bab III. Mengenal lebih dekat M. Yunan Yusuf. Bab ini berisi tentang
Bab IV, bab ini akan menjelaskan kajian khusus Tafsir As Sirāju „l Wahhāj
karya M. Yunan Yusuf yang mana berisi tentang deskripsi filologi kitab Tafsir Juz
33
Hamid Nasuhi, dkk. “Pedoman Penulisan Skripsi” dalam Pedoman Akademik 2010/2011,
(Jakarta: Biro Akademik dan Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 350-404.
18
dalam tafsir tersebut kemudian disertakan juga komentar para tokoh tentang M.
Yunan Yusuf.
Bab V penutup. Bab ini berisi kesimpulan, saran-saran, daftar pustaka dan
.
BAB II
Dalam penulisan tafsir al-Qur‟an, bukti paling awal di Nusantara baru tampak
setelah lebih dari 300 tahun sejak komunitas muslim Nusantara itu mulai
al-Qur‟an itu, bagi penyebar Islam tentu suatu hal yang penting karena al-Qur‟an
adalah kitab suci agama Islam yang diimani sebagai pedoman hidup bagi orang yang
mempunyai perhatian besar terhadap al-Qur‟an yang baik, sesuai ilmu tajwid, hingga
Indonesia menempati kedudukan penting. Hamzah Fansuri lahir pada periode al-
Qur‟an dalam bahasa melayu abad XIV, Syamsuddin Sumatrani, Nur Al-Din Al-
Raniri (w. 1658), Abd Al-Rauf Al-Sinkili (1615-1693), Muhammad Yusuf Al-
Maqqassari (1627-1699),3 Syekh Abd Rauf Singkel dikenal sebagai ulama pelopor4
1
Ervan Nurtawab, Tafsir Al-Quran Nusantara Tempo Doeloe. (Jakarta: Ushul Press, 2009).
cetakan I, h 57.
2
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika Hingga Ideologi
(Yogyakarta: LKiS, 2013), h. 32.
3
Nurdinah Muhammad, “Karakteristik Jaringan Ulama Nusantara Menurut Pemikiran
Azyumardi Azra,” Fakultas Ushuluddin IAIN ar-Raniry, Jurnal Subastantia, 2012, vol.14 no.1 h.74.
19
20
ditulis dengan berbahasa melayu pada abad ke-17.5 Kemudian Syaikh Nawawy Al-
Bantany menulis tafsir Marah Labid di Makkah pada akhir abad ke-19,6 adalah di
antara tokoh penting yang berperan dalam tradisi penulisan karya-karya keislaman di
pada masa modern. Awal abad ke-20 Mahmud Yunus menulis tafsir berbahasa
Melayu-Indonesia yang pertama, selanjutnya banyak banyak juga para ulama lain
yang menafsirkan al-Qur‟an seperti diantaranya Buya Hamka dengan karyanya yang
terkenal yakni tafsir al-Azhar dan tafsir karya M. Quraish Shihab dengan kitabnya
tafsir al-Mishbah.
Kelahiran dan perkembangan ilmu tafsir di Nusantara dapat dilihat dari dua
aspek, yaitu aktivitas pengajian dan penulisannya. sejarah perkembangan ilmu tafsir
di Nusantara telah dirintis oleh seorang ulama bernama Abdul Rauf al-Fansuri
4
Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia (Tangerang Selatan: Mazhab Ciputat, 2013) cet II,
h.iii.
5
Endad Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia Kajian Atas Tafsir Karya Nusantara.
(Tangerang: Sintesis, 2012) cetakan II, h. 5.
6
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. vii.
7
Islah Gusmian, “Bahasa Dan Aksara Tafsir Al-Qur‟an Di Indonesia Dari Tradisi, Hierarki
Hingga Kepentingan Pembaca,” Jurnal Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Surakarta,
2010, vol. 6, no.1 h. 4.
8
Mustaffa bin Abdullah dan Abdul Mamam Syafi‟i, Khazanah Tafsir Di Nusantara
Penelitian Terhadap Tokoh dan Karyanya di Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura dan Thailand,
jurn Kontekstualita, 2009 vol. 25, no. 1, h. 31.
21
hal yang niscaya. Penulisan tafsir al-Qur‟an di Nusantara sudah terjadi sejak abad ke-
16. Buktinya telah ditemukan kitab Tafsir surat al-Kahfi [18]: 9 yang ditulis pada
masa-masa itu, meskipun belum diketahui siapa penulis dari kitab tersebut.9 Karya-
karya tafsir di Nusantara pada periode abad ke-17 M ditulis dalam bahasa Melayu
berhuruf Arab (Jawi). Hal ini dimungkinkan terjadi, karena berdasarkan lacakan
Anthony H. Johns, seperti telah dikutip di depan, pada akhir abad ke-16 M telah
penggunaan aksara (script) Arab yang kemudian disebut dengan aksara Jawi dan
pegon.10
Abdur Ra‟uf al-Singkili berjudul Tarjuman Al-Mustafid. Abdur Ra‟uf lahir sekitar
Sumatera yang saat ini dikenal sebagai bagian dari wilayah Aceh. Beliau
menghabiskan sekitar 19 tahun belajar tafsir, fiqh, dan ilmu-ilmu keIslaman di Arabia
9
M. Nurdin Zuhdi, Pasaraya Tafsir Indonesia dari Kontestasi Metodologi hingga
Kontekstualisasi (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014) cet I, h. 61.
10
Anthony Johns, “The Qur‟an In The Malay World: Reflection On `Abd Al-Rauf Of Sinkel
(1615-1693)”, Al-Jami‟ah Journal of Islamic Studies 9:2 (1998), h. 121.
11
Faried F. Senong, “Al-Qur‟an, Modernism Dan Tradisionalisme: Ideologisasi Sejarah
Tafsir Al-Qur‟an Di Indonesia”, Jurnal Studi Al-Qur‟an, Ciputat, 2006 vol. I, no. 3, h. 511.
22
antara tahun 1640-an dan kembali ke Aceh sekitar tahun 1661 M. Kemudian 32 tahun
sisa hidupnya dihabiskan untuk menulis berbagai karya ke Islaman seperti fiqh, tafsir
dan tasawuf. Diantara karya kesusastraannya selama periode ini adalah Tarjuman al-
Mustafid.12
Karakteristik yang dimiliki tafsir Tarjuman al-Mustafid ini dilihat dari segi
metode dan tehnik penafsiran, Abdur Ra‟uf tampaknya hanya menerjemahkan secara
Arab, sebagaimana tampak dalam kitab Tarjuman, sangatlah literal. Dia sering kali
menggunakan sebuah teknik-apa yang Riddell sebut kesesuaian kata per kata antara
bahasa Arab dan Melayu (word for word correspondence between the Arabic and
Akibatnya, kata Riddell, hasil produksinya secara virtual adalah teks bahasa Arab,
Jalalayn menjadi sumber utama kajian tafsir yang popular di berbagai pusat kajian
12
Ervan Nurtawab, Tafsir Al-Qur‟ān Nusantara Tempo Doeloe, h. 27-28.
13
Ervan Nurtawab, Tafsir Al-Qur‟an Nusantara Tempo Doeloe, h. 99.
Untuk karya yang disebut terakhir ini, dia pada dasarnya mengulas sejarah intelektuak
keIslaman di Asia Tenggara dalam bentangan waktu yang panjang, yaitu dari awal abad ke-16 M
hingga akhir abad ke-20 M. beberapa pembahasan mengenai tradisi terjemah dan tafsir al-Qur‟an
dimasukkan.
14
Riddell sering kali menyatakan bahwa penggunaan bahasa Melayu dalam kitab Tarjumān
ini utamanya dipengaruhi oleh tata bahas Arab. Namun, ini adalah salah satu karakteristik umum
bahasa melayu pada fase awal perkembangannya. Meski bahasa Melayu dianggap sebagai bahasa
pemerintah pada abad ke-17 M, ia berada dalam evolusi awalnya yang diadopsi dari otografi bahasa
Arab. Lebih lanjut lihat W.G. Shellabear, “the evolution of Malay Spelling”, Journal of the Straits
Branch of the Royal Asiatic Society 36 (juli 1901), h.78.
23
susunanya yang relative teratur dengan metode yang ringkas dalam penafsirannya.
Tafsirnya disusun dalam level yang dapat dicapai oleh sebagian masyarakat.15 Tidak
ada usahanya untuk menjelaskan kandungan ayat yang sedang diterjemahkan dengan
memakai ayat-ayat seide tidak juga dengan hadis nabi, riwayat sahabat, apalagi
Pada abad 19 M ini ada pula literatur tafsir utuh yang ditulis oleh ulama Islam
Indonesia, Imam Nawawi Al-Bantani (1813-1879) yaitu Tafsir Munīr li Ma‟ālim al-
Tanzīl yang lebih dikenal dengan tafsir Marah Labid. Namun tafsir yang
menggunakan bahasa arab sebagai bahasa pengantar ini, ditulis diluar Nusantara,
yaitu Makkah. Pada permulaan tahun 1880. Penulisannya selesai pada hari rabu, 5
kepada para ulama Makkah dan Madinah untuk teliti, lalu naskahnya di cetak di negri
itu.18 Atas kecemerlangannya dalam manulis tafsir itu, oleh ulama Mesir, Imam
15
Ervan Nur Tawab, Tafsir Al-Qur‟an Nusantara Tempo Doeloe, h.64.
16
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h.21.
17
Islah Gusmian,“Bahasa Dan Aksara Tafsir Al-Qur‟an Di Indonesia Dari Tradisi, Herarki
Hingga Kepentingan Pembaca” Sekolah Tinggi Agama Islam Negri (STAIN) Surakarta, 2010. Vol. 6,
no. 1, h. 12-13.
18
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideology.
(Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2013). Cet I, h.45
19
Moc. Nur Ichwan, “Literatur Tafsir Qur‟an Melayu-Jawi Di Indonesia: Relasi Kuasa,
Pergeseran, dan Kematian dalam visi Islam,” jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, volume 1, no. 1 (Januari
2002): h. 15.
24
Permintaan tersebut menjadi bahan pemikirannya dalam tempo waktu yang cukup
lama, karena ia merasa khawatir jangan sampai termasuk orang yang menafsirkan al-
Metode dan sistematika pada penulisan ini selain diadakan penelitian dari
beberapa metode tafsir yang ada dengan mengacu pada pendapat al-Farmawi yang
membagi metode penafsiran al-Qur‟an pada empat macam: tahlili, ijmali, muqarran
dan maudhu‟i, Marah Labid merupakan model tafsir al-tahlīli. Seperti kitab tafsir
standar lainnya, ia ditulis untuk menjelaskan makna al-Qur‟an menurut susunan buku
ayat dan surat, dari al-Fatihah sampai al-Nas. Penjelasan ayat disusun dengan
analisis gramatika, hadis nabi, asbab al-nuzul, dan pendapat sahabat serta para
biasanya menggunakan teknik eksegetik berikut: penjelasan kata atau frase (glos),
menjelaskan makna ayat yang menekankan pelajaran yang didukungnya, tetapi untuk
mengungkap koherensi esensial ayat al-Qur‟an (nazm al-ayat) dan memastikan setiap
Dalam rentang waktu abad-20, tafsir Qur‟an pertama yang terbit adalah tafsir
Qur‟an karim bahasa Indonesia, ditulis oleh Muhammad Yunus.22 Tafsir kontemporer
20
Endad Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama Nusantara, h.
50.
21
Endad Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama Nusantara,
h.52.
22
Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Al-Qur‟ān Di Indonesia Abad Keduapuluh. Jurnal
Ulumul Qur‟an, no.4 Vol. III, LSAF. 1992.
25
dipopulerkan oleh beberapa ulama yang menginginkan Islam sebagai agama yang
sudah sejak 14 abad silam. Pemahaman al-Qur‟an yang terkesan “jalan ditempat”23
ini sungguh menghilangkan ciri khas al-Qur‟an sebagai kitab yang sangat sempurna
dan komplit sekaligus dapat menjawab segala permasalahan klasik maupun modern.24
yang telah dimulai pada tahun 1924. Ini merupakan karya pertama yang dapat diakses
dalam bahasa Melayu untuk keseluruhan ayat al-Qur‟an sejak karya „Abd Ra‟uf
Tarjuman al-mustafid yang muncul sekitar tiga abad sebelumnya.25 Latar belakang
penulisan tafsir ini berawal pada tahun 1922 di Indonesia ia mulai menerjemahkan al-
Qur‟an dan diterbitkan tiga juz dengan huruf Arab-Melayu untuk memberi
pemahaman bagi masyarakat yang belum begitu faham bahasa Arab. Akan tetapi
pada waktu tersebut umumnya ulama Islam mengatakan haram menterjemahkan al-
Qur‟an dan ia tidak mendengarkan bantahan itu. Kemudian usahanya itu berhenti,
menterjemahkan serta tafsir ayat-ayat penting yang diberi nama “Tafsir al-Quran al-
Karīm”. Berkat pertolongan Allah akhirnya pada bulan April 1938 tamatlah ia
23
Muhammad Amin, Kontribusi Tafsir Kontemporer Dalam Menjawab Persoalan Ummat.
Jurnal Substantia V. 15, No. 1, pril 2013, h.3. Lihat juga Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, edisi
kedua (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006). h 6.
24
Muhammad Sayyid Thanthawi, Mabahits Fi „Ulum Al-Qur‟ān (Kairo: Azhar Press, 2003),
h 12.
25
Anthony H. Jons, “Tafsir Al-Qur‟an Di Dunia Indonesia-Melayu,”, Jurnal Studi Al-Qur‟an,
(Ciputat, 2006): vol. I, no. 3, h.481.
26
Metode yang digunakan pada tafsir al-Qur‟an al-karīm Mahmud Yunus ini
menunjuk pada metode tahlili,26 suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Qur‟an dari seluruh aspeknya yang runtut dari awal sampai
akhir mushaf.
metode tahlili, ijmali, muqarān, dan maudhu‟i. untuk menafsirkan al-Qur‟an, Yunus
menempuh metode ijmali, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an secara singkat mulai
dari surat pertma (al-Fatihah) sampai surat terakhir (al-Nās), berdasarkan susunan
kandungan ayat. Dari ayat sekian sampai ayat selanjutnya, kurang lebih 1 sampai 3
dijumpai pula tafsir al-Qur‟an yang ditulis oleh salah satu dari beberapa karya tafsir
berbahasa Jawa dan cukup fenomenal yakni al-Ibriz Li Ma‟rifah Tafsīr al-Qur‟ān al-
„Aziz karya Bisri Musthofa. Seorang ulama karismatis asal Rembang Jawa Tengah.
Pelen, pada tahun 1915 M di Rembang Jawa Tengan dan wafat pada 16 Safar
26
Metode tafsir tahlili lebih popular tafsir tahlili sahaja adalah tafsir sejenis tafsir yang
berusaha menerangkan arti ayat-ayat al-Qur‟ān dari bebagai seginya secara meluas, berdasarkan urutan
ayat-ayat atau surat sebagaimana tersusun pada mushaf. Metode penafsirannya menonjolkan analitis
terhadap lafaz-lafaz, sebab-sebab turun, hadis yang berhubungan dan pendapat-pendapat para mufassir
terdahulu.
27
Endad Musaddad, STUDI TAFSIR DI INDONESIA Kajian atas Tafsir Karya Ulama
Nusantara, h. 92.
27
Dalam tradisi pesantren, terutama pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur,
karya tafsir Bisri Musthofa ini sama sekali tidak asing. Karya ini lumrah dikaji oleh
para santri sejak kemunculannya hingga kini. Karya ini memang ditunjukkan oleh
para santri pesantren. Sehingga, tidak aneh jika karya ini dikenal sangat luas
bahasa Jawa yang sangat kental, karya ini menjadi kian akrab dengan suasana
pesantren di Jawa. Tafsir al-Ibriz menurut kitab kamus bahasa Arab terkemuka,
berasal dari kata Yunani yang berarti emas murni. Dari segi judul, bisa jadi ia
terilhami kitab manaqib klasik al-Ibriz, yang ditulis sufi besar asal Maroko yang
Metode dalam tafsir al-Ibriz ini adalah metode tahlili, hal ini dapat kita lihat
mushaf „Utsmani. Penafsiran ini menggunakan kalimat yang praktis dan mudah
sistematika penulisan tafsir al-Ibriz yakni: Ayat al-Qur‟an ditulis ditengah dengan
diberi makna gundul.29 Terjemahan tafsir ditulis di bagian pinggir dengan memakai
nomor, nomor ayat berada di akhir disebuah kalimat sedangkan nomor tarjamah
28
Mafri Amir, Literatur TAFSIR INDONESIA (Tangerang: Mazhab Ciputat, 2013) cet II, h.
147-149.
29
Makna gundul adalah metode pemberian makna dengan memakai huruf pegon dan ditulis
secara miring dibawah sebuah lafal atau kata yang diberi makna, yang dalam hal ini adalah ayat al-
Qur‟an.
30
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 147-149.
28
penafsiran ayat dimasukkan dalam sub kategori tanbih, faidah, muhimmah, dan lain-
lain.31
Kemudian muncul lagi ulama pejuang yang berhasil menjadi peletak dasar
kebangkitan komunitas Islam modern atau kaum gedongan yaitu H. Abdul Karim
Malik Amarullah (Hamka) nama ini adalah nama sesudah ia menunaikan ibadah haji
pada 1927 dan mendapatkan tambahan haji,32 lahir di Sungai Batang, Maninjau
(Sumatera Barat) pada hari Ahad, tanggal 16 Februari 1908 M/13 Muharram 1326 H
dari kalangan keluarga yang taat beragama, gelar buya diberikan kepadanya, sebuah
panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi atau abuya yang dalam
Buya Hamka banyak menulis tulisan baik dalam bentuk sastra, maupun
tulisan-tulisan tentang ke Islaman.34 Salah satunya Tafsir al-Azhar karya Hamka ini
tercakup oleh bidang agama Islam.36 Hamka berusaha menampilkan tafsirnya dengan
bahasa yang mudah dan lugas. Ia mencoba menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dari
31
Bisri Musthafa, Al-Ibriz Li Ma‟rifati Tafsiril Qur‟an (Rembang: Menara kudus, 1959) h.2.
32
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h.170.
33
M. Hafidz Siddiq, Skripsi Tafsir Al-Qur‟ān Ke Indonesiaan (Studi Komparasi Pemikiran
Tafsir Perspektif Buya Hamka dan M. Quraish Shihab). S1 Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah,
Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 2013.
34
Faisal Hilmi, “Metode Dan Corak Tafsir al-Iklīl fi Ma‟ani al-Tanzīl Karya KH. Misbah bin
Zainul Musthofa”, (Skripsi S1 Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h.51.
35
Endan Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama Nusantara.
(Tangerang: Sintesis, 2012) cet II, h.121.
36
Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Al-Qur‟ān Di Indonesia Abad XX, dalam Jurnal Ulumul
Qur‟an (Jakarta: LSAF, 1992), h.56.
29
beberapa aspek dengan menggunakan pembahasan yang relatif tidak terlalu panjang
lebar, tetapi juga tidak terlalu pendek. Dengan kata lain ia berusaha menghidangkan
sebuah hidangan karya tafsir yang cukup dan sesuai dengan selera pembacannya.
Sumber penafsiran yang digunakan oleh buya Hamka dalam menafsirkan al-
Qur‟an adalah penafsiran ayat dengan ayat yang lain, juga ayat dengan hadis (tafsir bi
al-ma‟tsur). Disamping itu buya Hamka juga menggunakan sejarah, antropologi, dan
kecendrungan tafsir seperti itu oleh para ahli tafsir, disebut dengan tafsir al-adāb al-
ijtima‟i.38
pertama, menyebut nama surat berikut terjemahannya dalam bahasa Indonesia, nomor
urut surat dalam susunan mushaf, jumlah ayat dan tempat diturunkannya surat.
sesuai tuntunan sub tema dari keseluruhan tema surat. Sistematika penyusunan
semacam ini bisa kita bandingkan dengan tafsir departemen agama, al-Maraghi atau
tafsir al-Nur dan al-Misbah. Ketiga, memberi pendahuluan atau pengantar sebelum
masuk pada ayat-ayat yang sudah dipenggal dalam satu kelompok ayat. Pengantar ini
37
Hamka, Tafsir Al-Azhar, juz ke-1, cet ke-1 (Jakarta:Penerbit Pustaka Panjimas, 1982), h.42.
38
Adabi al-ijtima‟l terdiri dari dua kata, yaitu al-adabi dan al-ijtima‟i adalah secara harfiah
al-adabi bermaknaa sastra dan kesopanan sedangkan al-ijtima‟i bermakna sosoial. Dengan corak ini
mufassir mengungkap keindahan dan keagungan al-Qur‟an yang meliputi aspek balaghoh, mukjizat,
makna dan tujuannya. Muffasir berusaha menjelaskan Sunnah yang terdapat pada alam dan sistem
social yang terdapat dalam al-Qur‟an. Dia berusaha memberikan dan memecahkan persoalan
kemanusiaan pada umumnya dan umat Islam khususnya, sesuai dengan petunjuk al-Qur‟an yang
dipahaminya.
30
adakalanya didahului dengan mengutip suatu riwayat tentang surat yang akan
ditafsirkan yaitu berupa asbāb al-Nuzūl turunnya suatu surat atau ayat.39
Selanjutnya pada titik ini, yakni Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab pun
mengalami hal yang sama. Bahwasannya tafsir itu sangat dipengaruhi oleh kondisi di
mana mufassir itu hidup. Baik kondisi masyarakatnya, relasi dan jaringan ulama.
safar 1363 H. Quraish Shihab adalah seorang cendikiawan muslim dalam ilmu-ilmu
Shihab ini sudah banyak mengarang buku, satu diantara karyanya yang monumental
adalah tafsir al-Misbah, tafsir ini diberi nama al-Misbah oleh dia sendiri. Dari segi
makna kehidupan dan berbagai persoalan umat diterangi oleh cahaya al-Qur‟an.41
oleh pembacanya.
Tafsir yang terdiri dari 15 volume besar ini menafsirkan al-Qur‟an secara
tahlili, yaitu menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya dalam setiap
surat. Penekanan dalam uraian-uraian tafsir itu adalah pada pengertian kosakata dan
39
Endan Musaddad, Studi Tafsir Di Indonesia Kajian atas Tafsir Karya Ulama Nusantara,
h.124.
40
Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, h.169.
41
Mafri Amir, Literature Tafsir Indonesia, h.273.
31
ulama tafsir, kemudian memperhatikan bagaimana kosa kata atau ungkapan itu
Kitab tafsir yang berjumlah lima belas jilid ini mempunyai corak penafsiran
kata. Apalagi terhadap kata atau ungkapan yang selama ini disalahpahami oleh
masyarakat terhadap al-Qur‟an.42 Selain itu, penafsiran yang dilakukan oleh Quraish
Shihab ini juga berdasar pada pemikirannya. Maka menurut penulis bahwa tafsir al-
corek penafsirannya. Adapun yang dimaksud ialah metode tafsir tahlīli (analisa),
melacak perkembangan tafsir dalam dinamika perubahan waktu dapat dilihat dengan
pendekatan sejarah.
42
Atik Wartini, Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah (Hunafa:
Jurnal Studia Islamika), vol.11, No. 1, Juni 2014: 109-126.
43
Tafsir bil ra‟yi adalah metodologi bayan al-Qur‟ān berdasarkan rasionalitas pikiran (al-
ra‟yu), dan pengetahuan empiric (ad-dirayah). Tafsir jenis ini mengandalkan kemampuan “ijtihad”
seorang mufassir, dan tidak berdasarkan pada kehadiran riwayat-riwayat (ar-riwayat). Disamping
aspek itu, kemampuan tete bahasa, retorika, etimologi, konsep yurispru densi, dan pengetahuan tentang
hal-hal yang berkaitan dengan wahyu dan aspek-aspek lainnya menjadi pertimbangan para mufassir
juga sangat memperngaruhi penafsirannya.
44
Fauzi Saleh, “Mengungkap Keunikan Tafsir Aceh” (Banda Aceh: Jurnal Al-Ulum, 2012).
Vol 12, No.2, h. 381.
32
Jika diamati dengan seksama tafsir al-Qur‟an yang diterapkan oleh para
ulama, belum mengacu pada bentuk yang baku secara ketat, dari sudut dan coraknya
dapat dikatakan bersifat umum. Artinya penafsiran yang diberikan tidak didominasi
oleh satu warna atau pemikiran tertentu, tetapi menjelaskan ayat-ayat yang
hukum fiqih dijelaskan jika terjadi kasus-kasus fiqhiyah seperti salat, zakat dan puasa.
Begitu pula ayat mu‟amalah, misalnya jual beli, ditafsirkan pada saat berlangsung
transaksi jual beli sesuai dengan aturan-aturan muamalah. Ayat tentang perkawinan
proporsional. hal ini sangat logis karena para ulama waktu itu tidak bertujuan
menyampaikan tafsir al-Qur‟an secara khusus dan simultan, tetapi yang menjadi
tujuan utama mereka ialah menyampaikan ajaran Islam secara utuh dalam satu paket,
baik tafsir, teologi, fiqih, maupun tasawuf. jadi pada hakikatnya tafsir al-Qur‟an
klasik ini menganut corak umum tidak mengacu pada satu corak tertentu.
Mengenai bahasa yang digunakan pada tafsir Nusantara dapat dilihat melalui
gambaran sebuah penafsiran al-Qur‟an dalam masyarakat Jawa, Sunda dan Melayu
saat itu sudah melewati proses transmisi yang amat panjang. Dominasi ideologis yang
muncul akan berbeda antara satu teks dengan teks yang lain. Perbedaan ini karna
adanya dominasi salah satu dari empat factor yang tidak sama, anara lain: pertama,
kualitas dan kuantitas ilmu keIslaman yang diserap; kedua, arabisasi; ketiga, kualitas
struktur teks dan masyarakat yang telah menafsirkan al-Qur‟an terlebih dahulu; dan
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa proses penafsiran al-Qur‟an yang terjadi
pada suatu kultur akan menghasilkan setidaknya tiga corak penafsiran yang berbeda
memahami al-Qur‟an. Ketiga corak tersebut antara lain: pertama, penafsiran dan jenis
teks tafsir yang dihasilkan sesuai dengan tafsiran dalam struktur budaya dan bahasa
pada kultur asal. Misalnya: Marāh Labid karya imam Nawawi al-Bantanī. Kedua,
penafsiran dan jenis tafsir yang dihasilkan mengalami penyesuaian dengan struktur
teks dan budaya masyarakat lokal. Hal ini terlihat dari usaha pengarang dalam
menggunakan bahasa lokal dalam memberi tafsiran dan tetap mencantumkan teks al-
Qur‟an yang asli. Ketiga, penafsiran dan jenis tafsir yang dihasilkan mengalami
proses lokalisasi secara signifikan.45 Seperti tafsir al-Qur‟an di Jawa dan Sunda yang
sering disebut dengan huruf jawi dan pegon kemudian model aksara ini terus
khususnya naskah tafsir, yang berkembang di masyarakat Jawa dan Sunda, begitu
juga Melayu.46
Pada sebagian besar tafsir Jawa dan Sunda yang menggunakan pegon aksara
bahasa Jawa, dominasi struktur budaya dan bahasa Jawa jauh lebih mapan ketimbang
bahasa yang lain, terutama terhadap bahasa Sunda. Dari segi isi, kenyataan
45
Ervan Nutawab, Tafsir Al-Qur‟ān NusantaraTempo Doeloe, h. 203-204
46
Ervan Nurtawab, “Melacak Tradisi Awal Penafsiran Al-Qur‟ān di Nusantara”, Jurnal
Lektur Kegamaan 4:2 (2006)
34
dua atau lebih ideologi ketika proses penafsiran itu dilakukan.47 Naskah-naskah
keislaman di jawa banyak ditulis berbahasa dan beraksara Jawa. Jarang sekali terlihat
penggunaan bahasa Arab dalam penulisan naskah keagamaan selain penulisan al-
Qur‟an, hal ini juga ditandai dengan berbagai kesalahan pengejaan istilah-istilah Arab
sastra Jawa jika dikaitkan dengan konversi Islam dan arabisasi terhadap budaya
modernis berargumen bahwa (sebagian besar) umat Islam tidak memahami pesan al-
metodologi tafsir yang terdahulu adalah: pertama, metodologi tafsir pada saat ini
menjadikan al-Qur‟an sebagai kitab petunjuk, atau meminjam istilah amīn khūllī (w.
1966 M), al-ihtidā‟ bi al-Qur‟ān.49 Hal ini tidak terlepas dari pengaruh Syaikh
petunjuk.50 Dan kedua adanya kecenderungan penafsir yang melihat kepada pesan
yang ada dibalik teks al-Qur‟an. Dengan kata lain metodologi tafsir pada saat ini
47
Ervan Nurtawab, “Tafsir Al-Qur‟ān NusantaraTempo Doeloe”. h. 179.
48
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qurān Kontemporer Dalam Pandangan Fazlur
Rahman (Ciputat: Sulthan Thaha Press, 2007), cetakan I, h.81.
49
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qurān Kontemporer Dalam Pandangan Fazlur
Rahman, h.81.
50
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qurān Kontemporer Dalam Pandangan Fazlur
Rahman, h.81.
35
tidak menerima begitu saja apa yang diungkapkan oleh al-Qur‟an secara literal, tetapi
mencoba melihat lebih jauh sasaran yang ingin dicapai oleh ungkapan literal-literal
tersebut, dengan demikian apa yang ingin dicari adalah “ruh” atau pesan moral al-
nās), para mufassir berpandangan bahwa al-Qur‟an adalah kitab suci yang tidak lagi
dipahami sebagai sesuatu yang mati, namun al-Qur‟an adalah kitab suci yang hidup.
Menurut para muslim sekarang ini, bahwa al-Qur‟an adalah kitab suci yang
diturunkan bukan dalam hampa budaya, namun datang dan diturunkan dalam zaman
Pada awal abad ke-20 M, kemudian bermunculan beragam literatur tafsir yang
mulai ditulis oleh kalangan Muslim Indonesia. Kita mengenal sederet nama, misalnya
Mahmud Yunus, A. Hassan, T.M. Hasbi Ashiddieqy, Hamka, Bisri Mustofa, sebagai
generasi selanjutnya yang masing-masing menulis tafsir genap 30 juz dengan model
penyajian runtut (tahlīlī) sesuai dengan urutan surah dalam mushaf utsmani.
Disamping itu banyak nama-nama lain yang menulis tafsir bukan dengan model
runtut, tetapi dengan model tematik. Yang terkini, kita mengenal sederet nama yang
51
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur‟an Kontemporer Dalam Pandangan Fazlur
Rahman, h.81.
52
Islah Gusmian, Paradigma Penelitian Tafsir al-Qur‟an di Indonesia. Epirisma Vol. 24
No.1 Januari 2015, h.10.
36
muncul dihadapan dikaji dan dianalisis dengan berbagai pendekatan yang sesuai
yang lain.53 Sehingga dengan demikian metodologi tafsir saat ini adalah kajian
Dengan adanya kodifikasi al-Qur‟an maka teks kitab suci ini menjadi korpus
tertutup dan terbatas. Padahal, problem umat manusia begitu kompeks dan tidak
era kontemporer. Hal ini hanya dapat dilakukan jika al-Qur‟an ditafsirkan sesuai
53
Saifullah Munawir.BA, “Metodologi Tafsir Kontemporer (Tafsir sebagai solusi atas
problem social),” artikel diakses pada 25 Agustus 2016 dari http://miftahul-falah-miftahul-
falah.blogspot.com/2010/07/metodologi-tafsir-kontemporer-tafsir_12.html.
54
Istilah kontemporer berasal dari kata bahasa inggris contemporary yang berarti “sekarang;
modern” (Islah Gusmian, Paradigma Penelitian Tafsir al-Qur‟ān di Indonesia. Epirisma Vol. 24 No. 1
Januari 2015, h 10) sementara itu tidak ada kesepakatan yang jelas tentang cakupan istilah
kontemporer. Misalnya apakah istilah ini meliputi abad ke-19 atau hanya merujuk pada abad ke-20
atau ke-21?. Namun demikian sebagian pakar berpendapat bahwa kontemporer identik dengan modern
dan keduanya digunakan secara bergantian (interchangeably). Dalam konteks peradaban Islam, kedua
istilah itu dipakai saat terjadi kontak intelektual pertama dunia muslim dengan barat, sebagaimana
tampak pada pemikiran al-thantawi (1817-1898) di India. (lihat Ahmad Syukri Saleh, Metodologi
Tafsir Al-Qur‟ān Kontemporer Dalam Pandangan Fazlur Rahman. Jakarta: Gaung Persada Press,
2007. cet I, h. 42.
37
universal al-Qur‟an.55
Perkembangan tafsir pada masa kini tidak dapat begitu saja dilepaskan dengan
sebagai sebuah model atau cara pandang, totalitas premis-premis dan metodologis
masing paradigma tafsir memiliki keunikan dan karakteristiknya sendiri, namun ada
lain ialah corak. Secara umum, dapat dikatakan tafsir di Indonesia banyak
terpengaruh oleh corak tafsir di Mesir. Yakni banyak yang memakai konsep tafsir
corak tafsir kontemporer. Awal dari corak ini bisa dilihat dalam Tafsir al-Manār
karya Rasyid Ridha dan M. Abduh. Tafsir dengan metode ini digunakan agar al-
Qur‟an lebih dekat dengan masyarakat dan juga untuk menjawab problematika yang
mereka rasakan waktu itu. Pertama kali corak tafsir ini berkembang di Mesir. Paham
progresif dan modernis inilah yang kemudian muncul di Indonesia. Apalagi waktu itu
Indonesia pun sedang mengalami penjajahan yang dilakukan oleh Belanda dan
Jepang dalam waktu hampir bersamaan. Maka paham progresif dan modernis ini
55
Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang,
2011). h 55.
38
cepat menyebar di Indonesia. Adapun corak tafsir yang berkembang hingga saat ini
Adapun tafsir yang merujuk ulama salaf pertama tafsir berdasarkan riwayah,
yang biasa disebut tafsir bi al-ma`tsur, kedua, tafsir yang berdasarkan dirayah, yang
dikenal dengan tafsir bi al ra`y atau bi al ajtihadi, dan ketiga, tafsir yang berdasarkan
adalah pemilahan metode tafsir al-Qur`an kepada empat metode Ijmali (Global),
sedangkan empat metode yang berupa Ijmali, Tahlili, Muqarin, dan Maudlu`i,
dan pranata-pranata yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat Arab sebelum
mendekonstuksi atas yang favorit dan yang tidak favorit, tapi lebih titunjukan untuk
56
Fauzi Saleh, Mengungkap Keunikan Tafsir Aceh. (Banda Aceh: Jurnal Al-Ulum, 2012). Vol
12, No.2, h. 381. Lihat juga Muhammad Husayn al-Dhahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirūn, (Kairo:
Maktabah Wahbah, 2003), h. 10.
57
Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al Qur`an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur
Rahman, h. 44-45.
39
lainnya.58
Dari empat macam tafsir yang telah disebutkan tadi bahwasannya karya-karya
tersebut lebih bersifat terjemahan daripada tafsir yang luas dan rinci, metode yang
digunakan dalam karya itu ialah metode global (ijmali). Namun pada ayat tertentu
yang dianggap penting, ada yang memberikan penafsiran agak rinci, seperti
penafsiran Mahmud Yunus beliau menerapkan pada sebagian besar ayat al-Qur‟an,
dan itu tentu saja akan masuk katagori tahlili dengan uraian yang cukup memadai dan
rinci. Yang dibahas tidak hanya masalah-masalah tarbiyah, akidah, akhlak dan
kandungan ayat lainnya, tetapi lebih dari itu ia menggunakan sejumlah perbedaan
Semua itu dijelaskan dengan argumen yang kuat, baik dari al-Qur‟an sendiri, hadis-
hadis nabi, maupun pendapat ulama.59 Kemudian tafsir al-Azhar karya Hamka,
Hamka memakai metode analitis sehingga peluang untuk mengemukakan tafsir yang
perbandingan, tematik dan kontekstual, disini tidak berarti bahwa metode global lebih
awal munculnya atau unggul dibanding metode analisis atau perbandingan, tetapi
58
Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al Qur`an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur
Rahman, h. 46.
59
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur‟ān di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri), h. 92.
40
tersebut.60
60
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur‟ān Kontemporer dalam Pandangan Fazlur
Rahman. (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007) cet I, h. 47.
BAB III
A. Biografi Singkat
Sumatera Utara, pada tanggal 19 Januari 1949, putra kedua dari empat bersaudara.
Setelah menamatkan Sekolah Rakyat (pagi) dan Madrasah Ibtidaiyah (sore) pada
Ayahnya adalah M. Yusuf Tanjung dan ibunya Hj. Siti Hamiah, Kehidupan
berumah tangga dijalaninya bersama istri, Iriyanis Tanjung, BA, sejak tahun 1979.
Kini mereka telah dianugerahi empat orang putra-putri. Zuhairan Yunmi Yunan, SE,
M.Si, Zahraini Yumna Yunan, S. Psi., M. Psi., Zulfahmi Yasir Yunan, S. Sos.I, dan
Zuhdayanti Yufna Yunan, S. Ak., Andri Hutari dan Rahmi Kamelia Syahril, anak dan
menantu terkasih dan Faris Fatihin dan Mumtaz Muflihim, cucunya yang disayangi.
Mereka telah mengorbankan waktu untuk beroleh kesempatan berbagi rasa dan ceria
1
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar Sebuah Telaah Atas Pemikiran
Hamka Dalam Teolog Islam (Jakarta, Penamadani, 2004) cet. Ke-3, h. 238-240.
41
42
memperoleh gelar Bacholeh of Art (BA) dengan judul Al-Qur‟an al-Karīm A‟zhamu
Mu‟jizat li al-Nabī Muhammad Salla Allāh „alaihi wa Sallām pada tahun 1973.
Syarif Hidayatullah Jakarta yang berhasil diselesaikan pada tahun 1978 dengan
skripsi berjudul Aliran Kepercayaan Dan Islam: Sebuah Studi Perbandingan Tentang
Kegiatan penellitian dan ilmiah yang pernah diikuti antara lain adalah,
penelitian tentang agama dan perubahan social Badan Litbang Departemen Agama,
yang kemudian menghasilkan monografi, Sebuah Sketsa Tentang Efek Siaran TVRI
1979, penelitian kepustakaan dengan judul Hamka dan Ajaran Tasaufnya. Mengikuti
diskussi dan seminar ilmiah dan menyampaikan makalah dalam berbagai forum. Ia
juga aktif menulis di berbagai media, antara lain, Studia Islamika, Mimbar Agama
dan Budaya, Didaktika Islamika, Refleksi Dan Panji Masyarakat. Karya tulisnya
Jakarta, 1985 (sebagai penghimpun bersama Syaiful Ridjal dan Anwar Abbas),
Jakarta, ia juga aktif memberikan kuliah pada Fakultas Pendidikan dan Ilmu
besar sekaligus Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta.; Ketua
Perguruan Tinggi Swasta (BMPS) Pusat; dan Anggota Badan Akreditasi Sekolah
Prof. Dr.M. Yunan Yusuf adalah Guru Besar Pemikir Islam pada Universitas
Syafi‟iyah Jakarta. Disamping itu, beliau juga tergabung dalam Dewan Pakar Pusat
Studi al-Qur‟an (PSQ). Salah satu karyanya dibidang tafsir yang sudah diterbitkan
adalah Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma.
2
M. Yunan Yusuf, Disertasi CORAK PEMIKIRAN KALAM TAFSIR AL-AZHAR Sebuah
Telaah Tentang Pemikiran Hamka Dalam Teologi Islam. Fakultas Pasca Sarjana IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1989, h.262.
44
Karya tulis Yunan Yusuf seluruhnya kurang lebih sekitar 25 judul buku.
Karyanya banyak dalam hal yang menunjuk pada kelompok sasaran yakni tepatnya
tulisan tulisan Yunan ini sebagian besar ditunjukan untuk masyarakat Islam. Salah
satu yang menarik dari karya Yunan ini adalah penafsiran kontemporernya dalam
Kegiatan penelitian dan ilmiah yang pernah diikuti antara lain adalah,
penelitian tentang agama dan perubahan social Badan Litbag Departemen Agama,
yang kemudian menghasilkan sebuah monografi, Sebuah Sketsa Tentang Efek Siaran
mengikuti diskusi dan seminar ilmiah dan menyampaikan makalah dalam berbagai
forum. Ia juga aktif menulis di berbagai media, antara lain; Studia Islamika, Mimbar
Agama dan Budaya, Mingguan Pesan, Didaktika Islamiyah, Refleksi dan Panji
Masyarakat.
1988);
Muhammadiyah, 2000);
2010);
h. Tafsir Juz Tabarak Khulqun „Azhim: Budi Pekerti Agung (Lentera Hati,
Tangerang, 2013);
i. Tafsir Al-Qur‟an Juz XXVIII Juz Qad Sami‟ Allah Bun-Yānun Marshūh:
k. Tafsir al-Qur‟an Juz XXVI Juz Hā Mīm: Kitābun Hafiz (lentera hati,
ciputat, 2017);
Jakarta, 2001);
lain.
BAB IV
YUNAN YUSUF
Tafsir Juz „Amma As-Sirāju „l Wahhāj karya M. Yunan Yusuf. Buku ini
dicetak oleh salah satu penerbit yaitu: Penamadani dan Az-Zahra Pustaka Prima
Jakarta pada tahun 2010 H. Pada perkembangan selanjutnya kitab tafsir Yunan Yusuf
Dalam mengkaji kitab ini, penulis mengambilnya dari terbitan Indonesia yang
dicetak oleh Penamadani. Cetakan edisi pertama ini dapat diidentifikasi kondisi
Sampul dalam: Terdapat satu lembar yang bertuliskan judul buku, sumber
Lembar romawi pertama: Sebelum satu lembar sampul dalam, terdapat surat
teruntuk keluarganya.
Yusuf.
46
47
isi dalam kitab ini serta berisikan tema tema apa saja yang
akan ditampilkan.
Layout konten : Pada juz 30, diawali dengan surah ke 78, an-Naba dan
susunan mushaf.
Pada awal penulisan tafsirnya Yunan Yusuf menuliskan nama surat di awal
Yunan menghadirkan tiga bahasa supaya tafsir ini juga bisa ditangkap orang-orang
48
yang punya latar belakang bahasa Inggris “apalagi dalam konteks sekarang ini dengan
univerisme al-Qur‟an itu karena dia sudah masuk ke dalam multi peradaban sehingga
seharusnya masuk kedalam penafsiran kedua bahasa itu, tetapi tentu dengan
memahami apa yang dimaksud dalam buku ini” tuturnya. Buku ini ditulis dengan
kertas berukuran 24 cm dan dengan ketebalan 885 hlm. Font Indonesia ditulis dengan
times new roman. Setelah penjelasan Yunan Yusuf pada akhir penafsirannya dalam
juz ini ia menambahkan khatimah yang mana isi di dalamnya adalah penjelasannya
mengenai Tafsir Juz „Amma ini, kemudian pada akhir jilidnya Yunan Yusuf
Melihat perhatian dan minat masyarakat dewasa ini terhadap tafsir al-Qur‟an
adanya buku-buku tafsir yang ditulis oleh para penulis baru dan juga penulis lama
yang laris terjual, bahkan yang sangat menarik adalah ketika banyak orang, terutama
beberapa generasi muda Islam yang merasa berhak menafsirkan al-Qur‟an hanya
Qur‟an dengan kategori tafsir bil ma‟tsur, yakni menafsirkan al-Qur‟an dengan al-
Qur‟an setelah terlebih dahulu dia memilih sendiri ayat-ayat al-Qur‟an yang
menurutnya cocok untuk dijadikan sebagai bahan untuk menjelaskan ayat yang satu
49
dengan yang lain, meskipun kondisi ini sangat menggembirakan, tetapi diwaktu yang
Situasi itulah yang mendorong Yunan Yusuf menghentikan suasana hati yang
maju mundur tersebut, sehingga ia berubah menjadi hasrat yang kuat untuk menulis
tafsir al-Qur‟an. Maka langkahpun diayun dan mulai walau dengan keterbatasan ilmu
dan syarat-syarat sebagai pentafsir menfsirkan Juz „Amma. Yunan Yusuf memulai
menafsirkan al-Qur‟an pada Juz „Amma, karena surah-surah yang ada pada juz
„Amma pendek-pendek.
Kemudian yang menjadi latar belakang penulisan Tafsir Juz „Amma As-Sirāju
„l Wahhāj ini juga adalah untuk menjawab kritik para orientalis tentang al-Qur‟an
yang mengatakan bahwa al-Qur‟an itu buku yang paling tidak teratur, isinya
fir‟aun, yang muncul dimana-mana sehingga ini (al-Qur‟an) dianggap buku yang
informasi apalagi itupun berkaitan dengan ajaran itu perlu diulang-ulang. Diibaratkan
seperti iklan tidak bisa sekali aja setiap kali disampaikan itu. Maka itulah kemudian
Yunan Yusuf menulis tafsir ini dengan pendekatan yang disebut dengan ilmu al-
1
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma,
(Jakarta, Penamadani, 2010), Cet.1, h.xxiii.
2
Wawancara pribadi dengan M. Yunan Yusuf, Tangerang Selatan, 20 September 2016.
3
Dengan kata lain Ilmu munasabah adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan suatu ayat
dengan ayat yang lainnya, atau suatu surat dengan surat yang lainnya. Hubungan itu dapat berupa
hubungan umum dengaan khusus, hubungan logis („aqli) atau hubungan konsekuensi logis seperti
50
saling kait mengait, saling berjalin kelindang merupakan satu kesatuan yang terpatri
secara utuh. Jadi tidak tercerai berai, tidak melompat-lompat, tidak berurutan. Al-
perulangan disana itu adalah metodologi menyampaikan karna dia adalah hidayah.4
Yang memotivasi Yunan Yusuf dalam menuliskan tafsir ini dikarnakan pada
awalnya sejak masih mahasiswa sarjana muda beliau itu menulis tentang al-Qur‟anul
Karim A‟zāmu Mu‟jizat li an-Nabi jadi risalah sarjana muda Yunan Yusuf adalah
tentang tafsir al-Qur‟an yakni melihat mu‟jizat ke al-Qur‟an kemudian dia telusuri itu
kedalam bahasa Arab, darisitulah kemudian tersimpan semangat Yunan Yusuf untuk
nanti pada waktunya harus menulis tafsir, baru kemudian dipenghujung baru muncul
Alasan Yunan Yusuf menuliskan tafsir dari jus 30 bahwasannya Pada awal
Yunan Yusuf memulai tafsirnya dari awal surat al-Fatihah al-Baqarah, tetapi karena
surat al-Baqarah panjang maka Yunan merasa keletihan sendiri. Kemudian Yunan
pun berfikir dan disarankan juga oleh M. Quraish Shihab “kalau sulit dari awal,
kenapa tidak mulai dari ujung” katanya. Dikarenakan surat-surat pendek maka Yunan
Yusuf dapat menyelesaikan satu surat dalam 2 minggu dan itu membuatnya lebih
terdorong lagi.6 Maka dari itulah yang membuat Yunan Yusuf memulai dari juz 30
dan kemudian diberi nama Tafsir Juz „Amma As-Siraju‟l Wahhaj yang artinya cahaya
yang terang menderang (terang cahaya juz „amma), kemudian berurutan 29 Tafsir
hubungan sebab dengan akibat, hubungan dua hal yang sebanding atau berlawanan. Lihat didin
saefuddin buchori. pedoman memahami kandungan al-Qur‟ān. (bogor: Granada sarana pustaka, 2005)
cet. I, h.83.
4
Wawancara pribadi dengan M. Yunan Yusuf, Tangerang Selatan, 20 September 2016.
5
Wawancara pribadi dengan M. Yunan Yusuf.
6
Wawancara pribadi dengan M. Yunan Yusuf.
51
Khulūqun „Azhim Juz Tabarak, Tafsir al-Qur‟an Juz XXVIII Juz Qad Sami‟ Allah
Bun-Yānun Marshsūsh (Bangunan Kokoh Rapi), Tafsir Al-Qur‟an Juz XXVII Qāla
Famā Kharthbukum Hikmatun Balighah (hikmah yang menghujam) dan Tafsir Juz
dan bahasa Daerah, telah dirintis oleh para ulama dan mufassir sejak tahun 1928, hal
ini berdasarkan penelitian Departemen Agama pada tahun 1990.7 Kemudian alasan
mengapa Yunan Yusuf menuliskan tafsir ini dengan berbahasa Indonesia dikarenakan
mereka yang memahami bahasa Indonesia dalam persepsinya tafsir yang ditulis itu
lebih banyak berbahasa arab. Menurutnya, “tradisi menulis tafsir kita di Indonesia ini
masih sangat rendah, kalau dihitung-hitung tafsir-tafsir yang selesai ditulis sampai juz
30 dengan 114 surat yang sempurna, itu yang utuh menurut saya baru ada tafsir
Zainudin Hamidi kemudian tafsir Hamka dan tafsir Quraish Shihab”8 makadari itu
C. Sistematika Penulisan
tafsir,9 yaitu:
7
Henrizal Saidi Harahap, Skripsi Studi Kritis Terhadap Metodologi Tafsir Rahmat. Jurusan
Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
2004, hal.50.
8
Wawancara pribadi dengan M. Yunan Yusuf.
9
Henrizal Saidi Harahap, Skripsi Studi Kritis Terhadap Metodologi Tafsir Rahmat. Jurusan
Tafsir Haditsx Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
2004. lihat lebih jelas Nur Faizin Maswan, kajian diskriptif Tafsīr Ibnu Katsir (Yogyakarta: Menara
Kudus, 2002), Cet. Ke-1, h. 31-33.
52
1. Tartib Mushafi: sistematika tafsir yang sesuai dengan tartib susunan ayat-
ayat dalam mushaf, ayat demi ayat dan surat demi surat. Contoh: Tafsir
ath-Thabary.
hukum saja dalam tartib mushafy. Contoh: ahkam al-Qur‟an karya al-
Jashshāsh.
8 halaman yang mengomentari pada metode penulisan tafsir dari sisi runtun
penafsiran, kemudian menjelaskan latar belakang penamaan kitab tafsir ini dan
terdapat pada juz 30. Yunan Yusuf menjelaskan mengapa tafsirnya ini dibuat per satu
juz atau membukukannya dalam satu kitab terpisah dari juz lain. KemudianYunan
Yusuf menjelaskan susunan surah yang terbalik atau mundur, yakni dimulai dari juz
30 juz yang memuat kelompok terakhir dari surah-surah al-Qur‟an kemudian juz 29
28 27 dan seterusnya. Adapun surah-surah yang disajikan dalam kitab Tafsir Juz
„Amma As-Sirāju „l Wahhāj ini dimulai dari surah an-Naba dan diakhiri dengan surah
an-Nas, juz ini dikenal dengan nama Juz „Amma, karena juz ini memang diawali oleh
53
kandungan dari juz „amma itu lebih kepada pemberitaan al-Qur‟an tentang kaidah-
kaidah keimanan yang membawa kepada pemahaman untuk mengesakan Allah oleh
sebab itu karena dia turun ditengah masyarakat jahiliyyah gelap gulita, dzulumāt
maka al-Qur‟an datang dengan sirāj itu cahaya yang terang benderang, oleh sebab itu
semua surat surat yang ada di juz „amma ini makiyyah yang pada priode itu Nabi
sedang berjuang menegakkan aqidah,11 tuturnya. Maka dari itu Yunan beri nama ini
as-sirāju „l wahhāj untuk menggambarkan bahwa kandungan juz „amma itu tema
sentralnya itu adalah tentang aqidah. Dengan penggalan awal ayat pertama surah an-
a. Urutan surat menurut tartib mushafi dan nuzuly, lalu menjelaskan juga
10
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma, h.3
11
Wawancara pribadi dengan M. Yunan Yusuf, Tangerang Selatan, 09 Maret 2017.
12
Dari segi waktu turunnya Makiyah adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukan
di Mekkah, Madaniyah adalah yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun bukan di Madinah. Dari segi
tempat turunnya ada yang berpendapat Makiyah ialah yang turun di mekah dan sekitarnya seperti
Mina, Arafah dan Hudaibiyah, dan Madaniyah ialah yang turun di Madinah dan sekitarnya, seperti
Uhud, Quba‟ dan Sil‟. Dari segi sasarannya Makiyah adalah yang seruannya ditunjukan kepada
penduduk Makah dan Madaniyah adalah yang seruannya ditunjukan kepada penduduk Madinah.
54
Utsmani. Namun dalam urutan nuzul al-Qur‟an surat ini berada pada surat
b. Menyebutkan ruang lingkup isi surah tersebut secara global serta nama
ayat, 130 kata dan 690 huruf. Disamping nama an-Naba al-azhim, „Amma
peristiwa hari kiamat. Bahwa hari kiamat itu adalah keniscayaan yang
Menurut Ibnu Abbas jumlah ayatnya adalah 6 ayat. Jumlah kata yang
13
Manna‟ al-Qattan merumuskan definisi asbāb al-nuzūl sebagai berikut:
ٍآن بِ َشأْوِ ًِ ََ ْقثَ َُقُُْ ِع ًِ َكحا َ ِدثَ ٍة اََْ سُؤَال
ٌ ْماَوُ ِض َل قُش
Asbāb al-nuzūl adalah sesuatu yang dengan keadaan sesuatu itu al-Qur‟ān diturunkan pada
waktu sesuatu itu terjadi seperti suatu peristiwa atau pertanyaan.
55
memaparkan Asbāb al-Nuzūl dalam sebuh surat, ini bisa dilihat ketika ia
Adapun Asbab al-Nuzūl surah ini adalah, ketika telah tersebar berita
tentang diangkatnya Nabi Muhammad sebagai Rasul, timbul kehebohan
diantara orang-orang musyrikin Quraisy. Mereka saling tanya bertanya
tentang hal itu, sebagaimana yang termaktub dalam hadis berikut:
نما بعث انىبي: أخشجً ابه جشيش َابه أبي حاجم عه انحسه قال
صهّ هللا عهيً َ سهم جعهُا يحساءنُن بيىٍم فىضنث عم يحساءنُن عه انىبأ
انعظيم
“Bahwa Imam Ibn Jarir dan Imam Ibn Abi Hatim telah
mengetengahkan sebuah hadis melalui Al-Hasan yang telah menceritakan
bahwa setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, maka
orang-orang Quraisy sebagian diantara mereka saling bertanya kepada
sebagian yang lain. Kemudian turunlah ayat ini, melalui firman-Nya:
„tentang apakah mereka saling bertanya? Tentang berita besar‟”.
an-Naba:
tema-tema karena ini adalah Pesan dari munasabah, jadi dari masing-
diikat, sehingga jadi satu kesatuan dan tidak tercerai berai seperti yang
14
Wawancara pribadi dengan M. Yunan Yusuf.
15
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma h.481
16
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma h.484
57
17
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma, h.487
18
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma, h.489
19
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma, h.493
20
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma, h.496
58
dunia.
akhir surah tersebut. Seperti contoh pada natijah dalan surah an-Nās:24
21
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma, h.861
22
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma, h.865
23
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma, h.868
24
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma, h.861
59
D. Metode Penafsiran
Kemudian yang perlu dibahas juga dalam metode penulisan yakni metode
penafsiran. Ada empat metode yang popular dalam ilmu tafsir diantaranya ialah:
Tafsir Ijmaly (Global) yakni yang dimaksud dengan metode tafsir ijmaly ialah suatu
namun mencakup dengan bahasa yang popular, mudah dimengerti dan enak dibaca.
penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur‟an sehingga pendengar dan
pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar al-Qur‟an padahal yang didengar itu
tafsir.27 Kemudian Tafsir Tahlili (Analisis), yang dimaksud metode tahlili (analisis)
yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecendrungan mufassir yang
25
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma, h.871
26
M. Ja‟far Nashir, “Macam-Macam Metode Penulisan Al-Qur‟an”, artikel diakses pada
Kamis 15 September 2016 dari https://bambies.wordpress.com/2013/04/23/macam-macam-metode-
penafsiran-al-quran/ lihat lebih jelas Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-
Mawdhu‟l, Dirasat Manhajiyyah Mawdhu‟lyyah, (1977). hlm. 43 – 44.
27
Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdhu‟i, h.67.
60
yang memiliki redaksi dalam dua kasus atau lebih, memiliki redaksi yang berbeda
bagi satu kasus yang sama. Membandingkan ayat al-Qur‟an dengan hadis Nabi saw,
Tafsir Juz „Amma As-Sirāju „l Wahhāj ini menggunakan metode tahlili yang
mana penafsiran dengan metode tahlili juga tidak mengabaikan aspek asbab al-nuzūl
suatu ayat, munāsabah (hubungan) ayat-ayat al-Qur‟an antara satu sama lain. Dalam
diterima oleh Nabi, sahabat maupun ungkapan-ungkapan Arab pra Islam dari kisah
israi‟lliyat. Kemudian isi pada Tafsir Juz „Amma As-Sirāju „l Wahhāj ini juga
terdapat tema-tema dalam surat, akan tetapi bukan berarti tafsir ini menggunakan
metode maudhu‟i hanya saja Yunan meletakkan satu atau lebih dari dua tema tertentu
dalam setiap suratnya, yang mana tema tersebut adalah memudahkan para pembaca
untuk mengerti apa maksud pada ayat al-Qur‟an dan lebih jelasnya untuk menjawab
para orientalis yang bahwasannya mereka berkata al-Qur‟an itu tercerai berai. Yunan
28
Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdhu‟l, h.49.
29
M. Quraish Shihab. dkk., Sejarah dan Ulum al-Qur‟an, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1999.
hlm. 186–192.
30
M. Ja‟far Nashir, M.Ag, “Macam-Macam Metode Penulisan Al-Qur‟an”, artikel diakses
pada kamis 15 september 2016 dari https://bambies.wordpress.com/2013/04/23/macam-macam-
metode-penafsiran-al-quran/.
61
tema, tema dalam arti sesuai dengan munasabahnya. Maka dari itu Yunan Yusuf
mengelompokkan ayat-ayat ke dalam satu tema sehingga menjadi satu kesatuan dan
munasabah al-Qur‟an itu jadi kenapa kemudian mushaf utsmani membagi juz itu
membagi juz jadi 30 gitu ini ada sebuah rahasia, setelah ia baca ternyata benar bahwa
ada pesan yang paling utama disampaikan dalam juz ini yakni berita tentang kiamat,
artinya itu berita tentang keimanan. Oleh sebab itu ia katakan ini adalah terang cuaca
pertama kali yang diturunkan seperti itu, bukan diturunkan sebenarnya, pesan yang
disampaikan oleh juz 30 ini seperti itu. Karena dia surat-surat pendek ditulis di masa
E. Sumber Penafsiran
Dalam menafsirkan Juz „Amma ini Yunan Yusuf menggunakan lima sumber
utama atau sumber yang dijadikan pedoman. Kitab yang pertama yakni kitab tafsir
al-Mishbah karangan M. Quraish Shihab, kedua karya Buya Hamka yakni tafsir al-
Azhar, ketiga yakni Tafsir Fi Dzilāl al-Qur‟ān, keempat Tafsir Ibnu Katsīr dan yang
kelima Tafsir Jalalayn. Baginya dari kelima tafsir ini bisa dikombinasi untuk
Dua dari kelima mufassir sumber utama di atas pernah menjadi guru Yunan
Yusuf, baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang pertama adalah Buya
31
Wawancara pribadi dengan M. Yunan Yusuf.
32
Wawancara pribadi dengan M. Yunan Yusuf.
62
Hamka, yang secara lengkap nama beliau adalah Prof. Dr. Abdul Malik bin Abdul
Karim Amrullah. Ketika itu beliau adalah sebagai dosen tamu. Pada waktu itu beliau
Magister dan Program Doctor, Fakultas Pasca Sarjana, Institute Agama Negeri (yang
Jakarta. Dari kedua mufassir ini Yunan Yusuf mendapat bekal untuk memasuki
Dalam hal ini Yunan Yusuf juga mencantumkan penjelasan dari apa yang ia
dipakai oleh Buyah Hamka serta mencantumkan pula Muhamad Abduh dan Quraish
Shihab. seperti pada contoh yang terdapat dalam surat Al-„Alaq ayat 11:34
33
Wawancara pribadi dengan M. Yunan Yusuf.
34
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma,
h.582.
63
F. Corak Penafsiran
Dari hal itulah penekanan pada kecendrungan makna oleh mufassir dalam
35
Penjelasan corak tafsir corak tafsir secara umum adalah kekhususan suatu tafsir yang
merupakan dampak dari kecenderungan seorang mufassir dalam menjelaskan maksud-maksud ayat-
ayat al-Qur‟an. Akan tetapi, pengkhususan suatu tafsir pada corak tertentu tidak lantas menutup
kemungkinan adanya corak lain dalam tafsir tersebut, hanya saja yang menjadi acuan adalah corak
dominan yang ada dalam tafsir tersebut, karena kita tidak bisa memungkiri dalam satu tafsir memiliki
beberapa kecenderungan seperti pada tafsir-tafsir yang ada pada saat ini.
64
dinisbatkan pada suatu segi tertentu seperti: corak tafsir aṣ-ṣhūfī,36 tafsir al-falāsafi,37
tafsirnya Tafsir Juz „Amma As Sirāju „l Wahhāj cenderung tafsir al-adabi al ijtima‟l
yakni salah satu corak penafsiran al-Qur‟an yang cenderung kepada persoalan sosial
peristiwa itu. Apa gerangan yang akan disampaikan oleh Muhammad. Dia yang
mereka kenal liku-liku hidupnya itu, teman sepermainan di waktu kecil, sama-sama
berangkat masa kanak-kanak dan remaja, dan bermain sebagai kebiasaan para remaja
dikala itu. Kemudian juga tumbuh menjadi dewasa dan kemudian menikahi seorang
janda bernama Siti Khadijah. Apakah benar bahwa dia itu memang sudan menjadi
Rasul?
Dalam situasi deperti itulah Allah memberikan teguran “tentang apakah
mereka saling bertanya-tanya?” Layaknya sebuah berita yang menggemparkan,
orang pasti akan saling bertanya apa sebenarnya peristiwa itu. Biasanya ada saja
orang yang sok tahu lalu memberikan jawaban tentang apa sebenarnya peristiwa itu,
dan ada pula orang yang benar-benar tidak tahu sama sekali lalu bertanya untuk tahu
duduk perkara yang sebenarnya.
Teringatlah penulis (Yunan Yusuf) pada peristiwa yang terjadi pada tahun
1965. Ketika itu penulis masih duduk di kelas 3 Pendidikan Guru Agama Pertama
(PGAP) Muhammadiyah di Sibolaga. Sebagai aktifis Pelajar Islam Indonesia dan
Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Mendengar berita tentang terjadi kudeta oleh Untung
di Jakarta yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia, yang telah membunuh 7
orang Jendral, memang berita itu menyita perhatian. Berita tersebut menimbulkan
beberapa ragam tanda tanya dikalangan masyarakat. Ada yang bertanya karena
kebingungan, ada yang memang sudah tahu apa yang terjadi, tetapi masih juga ikut
mempertanyakannya, dan ada memang orang yang tidak tahu sama sekali.
Namun di kalangan anggota/aktifitas PII/IPM, peristiwa itu sudah jelas adalah
penghianatan yang dilakukan oleh PKI. Karena sebelumnya sudah terjadi peristiwa-
peristiwa kecil yang mengawalinya, seperti peristiwa Bandar Betsi dan peristiwa
Kanigoro. Memang tidak sepandanlah peristiwa itu dibandingkan. Namun untuk
mendekatkan pemahaman tentang betapa suasana yang digambarkan al-Qurān yang
dialami oleh Musyrikin Mekkah ketika mendengar berita tersebut, hampirlah seperti
apa yang dialami oleh oleh bangsa Indonesia ketika meletusnya Kudeta G.30./PKI.
Tafsir jenis ini lebih banyak mengungkapkan hal-hal yang ada kaitannya
“karena problem kita problem masyarakat Indonesia ini sangat kompleks apalagi
kalau kita kaitkan dengan pertumbuhan generasi muda kita sekarang ini”.42
menafsirkan sertia ayat al-Qur‟an Yunan Yusuf menjelaskan dengan panjang lebar
teori ilmiah dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an. Dalam hal ini Yunan Yusuf
mencoba memakai metode tahlili dengan membuat topik (maudu‟i) yang mana
43
M. Yunan Yusuf. Tafsir Juz „Amma As-Siraju „l Wahhaj: Terang Cahaya Juz „Amma, h
.435-436.
67
dengan literatur tafsir Indonesia yang lain yakni setiap suratnya terdapat satu atau
lebih dari dua tema tertentu. Yunan Yusuf mencoba melakukan yang menurutnya
belum dikerjakan oleh orang lain, sehingga nantinya Tafsir Juz „Amma As-Sirāju „l
menurutnya yang belum terlihat dari tafsir-tafsir yang lain itu adalah hubungan antar
ayat dan antar surat dalam satu kesatuan, penekanan pada munasabah, inter koneksi
diantara ayat-ayat itu.44 Kemudian dalam menafsirkan setiap ayat al-Qur‟an Yunan
Yusuf mengungkapkan secara panjang dan lebar dalam mengkaitkan fenomena yang
yang baik sesuai dengan penamaan juz XXX ini serta menjelaskan teori ilmiah dalam
َ ً نما بعث انىبي صهّ هللا عهي: أخشجً ابه جشيش َابه أبي حاجم عه انحسه قال
سهم جعهُا يحساءنُن بيىٍم فىضنث عم يحساءنُن عه انىبأ انعظي
Sebelum kalimat ابه جشيش ada sanad yang tidak disebutkan dan sebelum
kalimat أبي حاجم ada sanad yang tidak disebutkan kembali. Dan kalimat انعظي
seharusnya ditulis menjadi انعظيم. Sesuai dalam kitab al-Dār Al-Mansyur Fī Al-
44
Wawancara pribadi dengan M. Yunan Yusuf.
68
Tawīl Bi Al-Matsūr yang dikarang oleh Abdurahman bin Abi Bakar Jalal Al-Dīn Al-
Suyuṯy.
أخشج عبذ به حميذ َابه جشيش َابه انمىزس َابه أبي حاجم َابه مشدَيً عه انحسه
نما بعث انىبي صهّ هللا عهيً َسهم جعهُا يحساءنُن بيىٍم فىضنث { عم: قال
45
} يحساءنُن عه انىبئ انعظيم
Pada tafsir ini Yunan Yusuf juga menggunakan bahasa Indonesia dalam
bersifat lokal yang hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal saja, sedangkan bagi
non Indonesia tetap mengalami kesulitan karena bahasa Indonesia bukan bahasa
Internasional.
hadis) adalah semangat yang diusung oleh gerakan pembaharuan semenjak Ibnu
keniscayaan. Tafsīr Juz „Amma As-Sirāju „l Wahhāj Terang Cahaya Juz „Amma
ini membersitkan semangat tersenut dalam menghadapi era globalisasi. (Prof. Dr.
Fathurrahman Jamil, MA- Wakil Ketua Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah dan Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
45
Abdurahman bin Abi Bakar Jalal Al-Dīn Al-Suyuṯy, Al-Dār Al-Mansyur Fī Al-Tawīl Bi Al-
Matsūr Abdurahman Bin Abi Bakar Jalal Al-Dīn Al-Suyuṯy (Mauqu‟ Al-Tafasīr: T.tp.n.), bab I, juz 10,
h.179.
69
“…. Tindakan yang paling tepat dan paling dibutuhkan sekarang ini
kepada saudara Prof. Dr. M. Yunan Yusuf yang telah memasuki samudera yang
sangan dalam tanpa dasar dan sangat luas tanpa tepi.” (Prof. Dr. M. Quraish
Shihab, Direktur Pusat Studi Al-Qur‟an dan Guru Besar Ilmu Tafsir Universitas
Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, Guru Besar Pemikiran Islam (Ilmu Kalam,
Filsafat, dan Tasawwuf) pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
penafisran terhadap juz „amma dari berbagai disiplin ilmu, terutama disiplin Ilmu
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari sudut analisa yang penulis lakukan dalam kitab Tafsir Juz „Amma As-
Sirāju „l Wahhāj nampaknya sangat tepat kalau tafsir ini diperuntukkan untuk orang
Indonesia yang memang mengerti betul bahasa Indonesia, bahasa yang digunakan di
dalam kitab ini bahasa yang simple dan mudah difahami. Kemudian beliau membuat
tafsir ini atas dasar untuk menjawab kritik para orientalis tentang al-Qur‟an yang
mengatakan bahwa al-Qur‟an itu buku yang paling tidak teratur, isinya meloncat-
loncat, keterangannya berencar-pencar. Maka dari itu tafsir ini ditulis dengan
pendekatan yang disebut dengan ilmu munasabah. Ilmu munasabah itu adalah bahwa
al-Qur‟an itu secara keseluruhannya saling kait mengait, saling berjalin kelindang
merupakan satu kesatuan yang terpatri secara utuh. Jadi tidak tercerai berai, tidak
metode tahlili yang bertema, itu dilihat dari penyusunan surat dalam kitabnya dan
Dari segi corak atau kecenderungan penafsiran, Tafsir Juz „Amma As-Sirāju „l
Wahhāj dapat dikatagorikan dengan corak adab al-ijtima‟i, hal itu dapat dilihat dari
70
71
B. Saran
masih sangat minim dan bisa dikatakan kurang lengkap. Disamping itu para peneliti
dibanding orang asli Indonesia sendiri sebagai pewaris tradisi. Padahal khazanah
tafsir yang telah dirintis sejak beberapa abad lalu tersebut, sangat kaya dan terlalu
berharga untuk dilupakan begitu saja. Karena bagaimanapun tradisi penulisan tafsir
merupakan salah satu bagian penting dari sebuah peradaban penting di Indonesia.
Oleh karena itu, penelitian selanjutnya yang lebih komperhensif terhadap karya tafsir
Indonesia, penulis sarankan agar lebih memperhatikan lagi, karena masih banyaknya
wilayah kajian tafsir di Indonesia yang belum tersentuh oleh para peneliti.
Dari pembahasan dan kesimpulan yang penulis paparkan diatas, penulis akan
memberikan saran, kepada umat Islam secara umum, khususnya kepada peneliti yang
Mengingat metode dan corak penafsiran dalam karya-karya tafsir umat beragam. Bagi
yang ingin melanjutkan bahwa terdapat pembahasan dari tafsir M. Yunan Yusuf yang
belum dilakukan penelitian terhadapnya yakni tentang juz 28, 27, 26. Kepada peneliti
kajian ulum al-Qur‟ān dan tafsir, agar melanjutkan penelitian tentang M. Yunan
Yusuf ini sehingga dapat memperkaya kajian tafsir khususnya di literatur tafsir
Indonesia. Penulis menyadari bahwa uraian-uraian di atas masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak hal yang perlu dikaji lebih dalam. Untuk itu penulis
72
berharap semoga tulisan ini menjadi kontribusi awal untuk kajian-kajian selanjutnya
Website:
Izza Rohman, “Istilah-istilah Dalam Madzahib al-Tafsir” artikel diakses pada 29 Agustus
2017 dari https://quranicsciences.wordpress.com/2008/11/28/istilah-istilah-dalam-
madzahib-al-tafsir/
Corak atau pendekatan seperti apa sebenarnya yang ada dalam Tafsir Juz ‘Amma
as-Sirāju ‘l Wahhāj tersebut?
Adabil ijtima’i alasannya karena problem kita adalah problem masyarakat Indonesia ini
sangat kompleks apalagi kalau kita kaitkan dengan pertumbuhan generasi muda kita
sekarang ini (gejolak sosial saat ini).
Terbentuknya buku tafsir ini atau cetakan dan terbitan mana saja yang digunakan?
1 pena madani, mereka yang menyambut gagasan ini kemudian karena pena madani ini
sedikit mengalami persoalan saya pindah ke lentera hati pak Quraish Shihab. Nah
sekarang kemudian semua tafsir saya itu diterbitkan di lentera hati.
Langkah2 perjalanan menuliskan tafsir bangun jam 3 kemudian nulis solat subuh
kemudian menulis lagi sampai jam 6 pagi baru selesai kemudian malam sesudah solat
isya sampai jam 11 nah itu yang saya lakukan. Tapi disamping itu saya narasumber pada
halaqah tafsir yang ada di PSQ ini. Jadi saya kumpul-kumpulkan dah itu jadi ketika saya
ceramah disana kemudian tulis lalu simpan nanti pada waktunya akan keluarkan ketika
mau nullis yang berikutnya.
Siapa yang menjadi pedoman?
Ada 3 tafsir yang saya jadikan pedoman
Al-Mishbah, Al-Azhar, Dzilalil Qur’an
Bagi saya ketiga tiganya ini bisa di kombinasi untuk berikan penafsiran al-Qur‟an di
zaman modern. Disamping juga melihat tafsir-tafsir klasik. Bisa dikatakan tafsir modern
karena Melihat penafsiran di era modern.
Berapa lama waktu yang anda habiskan untuk menulis Tafsir Juz ‘Amma as-Sirāju
‘l Wahhāj ini?
Kurng lebih 6 bulan, umumnya 6 bulan
Lalu modal apa yang anda miliki untuk menafsirkan al-Qur’ān, selain buku yang 3
ini?
Al-Mishbah sebagai tafsir terbaru di Indonesia
Al-Azhar, tafsir tahlili pertama yang sempurna ditulis dari al-fatihah sampai an-nas,
selebihnya tafsir-tafsir yang muncul di Indonesia dalam bentuk terjemah seperti Mahmud
Yunus, departemen agama
Dzilalil Qur’an itu lebih bersifat taat asas dalam memahami aqidah Islam dalam
perkembangan peradaban modern yang dia sering istilahkan dengan jahiliyah modern itu
jadi dipergunakan pandangan pandangan itu agar penafsiran yan kita lahirkan ini tidak
bergeser kepada bentuk penafsiran liberalisme
Ibnu Katsir, tafsir yang lebih lengkap bil ma‟tsurnya, lebih lengkap riwayat-riwayat
hadisnya dan memang Ibnu Katsir itu sangat sedikit memasukkan pemikirannya kedalam
tafsir, dia lebih bayak memahami ayat-ayat itu berdasarkan hadis-hadis Nabi dengan
ma‟tsur
Tafsir Jalalayn, tafsir ini yang sangat popular yang banyak dibaca karna dia singkat
ringkas dan kalau kita letakkan pada jenis sebenarnya dia terjemahan, tafsir terjemahan
itu lebih menduduki kepada makna kosakata terjemahan kata di dalam al-Qur‟an dan dia
banyak dipelajari di pesantren-pesantren kita dan disamping itu juga al-Qurtubi, at-
Thabary berbagai tafsir yang dipergunakan.
Adakah ilmu lain yang anda masukkan dalam tafsir anda tersebut?
ilmu yang dipergunakan tentu ada dakwah disana,kemudian ada ilmu kalam karna
disiplin saya itu ilmu kalam nama sebenarnya itu adalah pemikiran islam pemikiran islam
itu ada ilmu kalam ada falsafat ada tasawuf gitu, bagi pembaca tafsir ini akan melihat
nuansa kalamnya kental tentu sejauh mana sangat tergantung pada peneliti tafsir ini.
Penamaan kitab Tafsir Juz ‘Amma As-Sirāju ‘l Wahhāj, apa alasan serta tujuannya?
Ini salah satu ayat dari surat „amma yatasā alūn, karena kandungan dari juz ‘amma itu
lebih kepada pemberitaan al-Qur‟an tentang kaidah-kaidah keimanan yang membawa
kepada pemahaman untuk mengesakan Allah oleh sebab itu karena dia turun ditengah
masyarakat jahiliyyah gelap gulita, dzulumāt maka al-Qur‟an datang dengan sirāj itu
cahaya yang terang benderang, oleh sebab itu semua surat-surat yang ada di juz ‘amma
ini makiyyah yang pada priode itu nabi sedang berjuang menegakkan aqidah, maka saya
berilah nama ini as-sirāju ‘l wahhāj untuk menggambarkan bahwa kandungan juz ‘amma
itu tema sentralnya itu adalah tentang aqidah. Saya ingin menghindari karna banyak
sekali sekarang ini orang tidak bisa membedakan lagi mana alif lam syamsyiah mana alif
lam qomariah bahkan mahasiswa uin pun tidak bisa membedakan itu sekarang, maka
untuk mengurangi supaya orang tidak membaca as-sirāju al-wahhāj nanti maka saya
ambil penyederhanaan itu sehingga orang harus baca as-sirāju ‘l wahhāj jangan as-sirāju
al-wahhāj. Nah aturan kan ini al-sirāj al-wahhāj. Supaya menghindari dan bisa
membedakan alif lam syamsyiah dan alif lam qomāriah.
Penulisan nama surat di awal dengan menghadirkan Bahasa Arab, Bahasa Inggris
dan Bahasa Indonesia, apa alasan dan tujuannya?
Untuk supaya tafsir ini juga bisa ditangkap orang-orang yang punya latar belakang
bahasa Inggris itu, apalagi dalam konteks sekarang ini dengan jeniverisme al-Qur‟an itu
karna dia sudah masuk kedalam multi peradaban sehingga seharusnya masuk ke dalam
penafsiran kedua bahasa itu tetapi tentu dengan memperkenalkan awal judul itu mudah
Smudahan orang menangkap serta memahami apa yang ada di dalam tafsir ini.