Anda di halaman 1dari 115

“FUNGSI AL-TAHWÎL DALAM SAHÎH

MUSLIM”

Oleh :
Zulkarnain

NIM : 104034001188

Jurusan Tafsir Hadis


Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
2011
“Fungsial-Ta h wîlDalamSah îh
Muslim”

Skripsi
Diajukan kepada fakultas Ushuluddin sebagai syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Ushuluddin (S.ud)

Oleh :
Zulkarnain
NIM : 104034001188

Di bawah Bimbingan

Dr. Bustamin, M.Si


NIP. 19630701 199803 1
003

Jurusan Tafsir Hadis


Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
2011

i
PENGESAHAN PANITIAN UJIAN

sah Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Juni 2011. Skripsi ini telah di

Sidang Munaqasah
Ketua merangkap anggota sekretaris merangkap anggota

Dr. Bustamin, M.Si Dr. Lili Ummi Kalsum, MA NIP:19711003199


NIP: 19630701 199803 1 003

Anggota

Rifkqi Muhammad Fathi, MA Maulana, MA


NIP: 19770120 200312 1 003 NIP: 19650207 199903 1 001

Pembimbing

Dr. Bustamin, M.Si


NIP: 19630701 199803 1 003

ii
KATA PENGANTAR
‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﯾﻢ‬

Puja dan puji syukur patut diucapkan kepada Allah Swt. Pemiliki segala

pujian, "tempat" untuk mengadu dan "tempat" untuk meminta pertolongan, karena

telah menganugerahkan nikmat yang tak terhingga, sehingga penulis dapat

merampungkan penyusunan skripsi ini. Salawat dan salam semoga tertuju kepada

utusan pemegang cahaya dan pembawa rahmat yakni, Nabi Muhammad Saw.

Beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Amîn

Penulis menyadari, bahwa dalam proses penulisan dan perampungan skripsi,

ada berbagai pihak yang berperan dan telah banyak membantu, karenanya dengan

segala hormat penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Bustamin, M.Si., selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan

waktu untuk mengoreksi karya sederhana dari penulis pemula.

2. Seluruh dosen di Jurusan Tafsir Hadis, terima kasih karena telah mau

berbagi ilmu dan ide kepada penulis, semoga semuanya tetap tersimpan di

dada penulis dan bermanfaat. Amîn

3. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada pak Imam Prasojo, ibu Gita, ibu Fuji dan Yayasan Nurani Dunia,

yang telah menyumbangkan banyak materi, sehingga penulis dapat

menjenjang pendidikan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah dan di Ma`had

Dârussunnah al-`Âli li `Ulûm al-Hadîts

4. Guruku syeikh Ali Mustafa Yakub, selaku Mudîr Ma`had Dârussunnah

yang telah banyak memberikan pencerahan untuk penulis dalam hal

iii
hukum dan hadis. Tak lupa juga kepada para staf pengajar yang telah

berbagi ilmu dan pandangan.

5. guruku dan orang tuaku KH. Maman Abdurrahman selaku Mudîr Ma`had

al-Taqwa Tasikmalaya dan Ibu Ajengan beserta staf pengajar yang telah

menjadi pintu gerbang ilmu bagi penulis.

6. Abangku Zaki Wali yang telah memberikan kebebasan kepada penulis

untuk berangkat ke tanah Jawa.

7. Teman-teman di DarSun, Taufik Masyriqan, Zaimul Ihsan, Nasruddin

Ramli, Syamsul Bahri, Yazid Saghof (maaf kalau gelar kiyainya tidak

penulis tulis) Arrozi Hasyim, Lia Rosmala, Faiqatul Mala, Azizah Ghafur,

Husnul Huluq, Izzah Shalihah, Siti Mardhiyah, Rikza Ahmad, Kamal

Fuad, Syarif Hidayatullah. Juga tak lupa Ade Purnama, enchun alias

Asmi, Asep Komar, serta temanku yang terjauh yang suka ngomel-ngomel

Nanik Susiani dan teman-temanku yang lain, mohon maaf karena tidak

disebutkan namanya satu-persatu.

Ciputat, Juni 2011

iv
ABSTRAK

Sejak abad pertama hijriyah, para ulama salaf ahli hadis telah konsen
dalam mencari jalur periwayatan atau sanad dari hadis-hadis yang mereka dengar
dengan bertanya langsung kepada orang yang menerimanya. Tujuannya adalah
agar kevalidan data benar-benar akurat dan dapat dijadikan referensi dalam
permasalahan agama. Penelusuran serta pencarian jalur periwayatan pun berlanjut,
walau mereka harus keluar dari kampung halaman, lalu berpindah-pindah dari
tempat satu ke tempat yang lain, yang di sana terdapat orang atau kelompok yang
mereka bisa mendengar dan menyaksikan langsung hadis-hadis dibacakan dan
dicatat.
Pencatatan tentu dilakukan oleh mereka dalam bentuk tulisan dan kekuatan
hafalan, agar ratusan periwayat yang telah ikut andil dalam penyebaran hadis
tidak bercampur dalam rantai periwayatan. Dalam pengumpulan rantai
periwayatan hadis, tidak jarang dari mereka mendapati adanya titik temu dari
siapa suatu hadis yang sudah tersebar itu bermuara, sebelum sampai kapada Nabi
sebagai pemilik hadis. Di antara mereka yang paling jeli dalam melihat titik temu
itu adalah imam Muslim. Ia kemudian berinisiatif untuk menggabungkannya. Hal
ini terlihat jelas dari karyanya al-Musnad al-Sahîh atau Sahih Muslim. Di
dalamnya banyak hadis-hadis yang dirangkum jalur periwayatannya agar tidak
terjadi pengulangan penyebutan matan hadis, seperti dilakukan sering oleh amîr
al-mukminîn fi al-hadîts yang lain.
Demi menjaga agar tidak terjadi “percampuran” periwayatan hadis, maka
imam muslim menggunakan simbol “h” yang telah populer dikalangan ahli hadis,
sebagai pengganti dari kata al-tahwîl, sekaligus sebuah bukti bahwa di dalam jalur
periwayatan tersebut terdapat perpindahan dari periwayatan satu ke periwayatan
yang lain atau dari sanad satu ke sanad yang lain. Berangkat dari al-tahwîl inilah,
rasa keingintahuan penulis muncul, bukan yang erat kaitannya dengan arti letiral
dan devinitif baku kata al-tah wîl, melainkan fungsi apa yang berada di baliknya,
sehingga lahirlah tulisan sederhana ini.

v
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
‫ﺍ‬ Tidak dilambangkan
‫ﺏ‬ B Be
‫ﺕ‬ T Te
‫ﺙ‬ Ts Te dan es
‫ﺝ‬ J Je
‫ﺡ‬ H H dengan garis dibawah
‫ﺥ‬ Kh Ka dan ha
‫ﺩ‬ D De
‫ﺫ‬ Dz Ka dan ha
‫ﺭ‬ R Er
‫ﺯ‬ Z Zet
‫ﺱ‬ S Es
‫ﺵ‬ Sy Es dan ye
‫ﺹ‬ S Es dengan garis di bawah
‫ﺽ‬ D De dengan garis di bawah
‫ﻁ‬ T Te dengan garis di bawah
‫ﻅ‬ Z Zet dengan garis di bawah
‫ﻉ‬ ‘ Koma terbalik di atas hadapan kanan
‫ﻍ‬ Gh Ge dan ha
‫ﻑ‬ F Ef
‫ﻕ‬ Q Ki
‫ﻙ‬ K Ka
‫ل‬ L El
‫ﻡ‬ M Em
‫ﻥ‬ N En
‫ﻭ‬ W We
‫ﻩ‬ H Ha
‫ﺀ‬ ` Apostrof
‫ﻱ‬ Y Ye
B. Huruf Vokal
1. vokal tunggal
Tanda vocal Arab Tanda vocal latin Keterangan
‫َــ‬ A Fathah
‫ِــ‬ I Kasrah
‫ُــ‬ U Dammah
2. Vokal Rangkap
Tanda vocal arab Tanda vocal latin Keterangan
‫َــ ﻱ‬ Ai A dan i
‫َــ ﻭ‬ Au Ada dan u
3. Vokal Panjang
Tanda vocal arab Tanda vocal latin Keterangan
‫ـَـﺎ‬ Â A dengan topi di atas
‫ﻲ‬ ‫ِـ‬ Î I dengan topi di atas
‫ﻭ‬ ‫ُـ‬ Û U dengan topi di atas

vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING.........................................i

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI......................................................ii

KATA PENGANTAR..........................................................................................iii

ABSTRAK.............................................................................................................v

PEDOMAN TRANSLITERASI.........................................................................vi

DAFTAR ISI........................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................1
B. Batasan Masalah dan Rumusan.......................................................4
C. Tinjauan Pustaka.............................................................................5
D. Tujuan Penelitian.............................................................................6
E. Metode Penelitian............................................................................6
F. Sistematika Penulisan......................................................................7
BAB II IMAM MUSLIM DAN SAHIHNYA....................................................10
A. Biografi imam Muslim...................................................................10
B. Riwayat Pendidikan Imam Muslim...............................................13
C. komentar para Ulama Terhadap Imam Muslim.............................20
BAB III MENGENAL KITAB SAHIH MUSLIM...........................................23
A. Metodologi Penyusunan Hadis........................................................23
B. Pandangan para ulama Mengenai Hadis-Hadis yang Terdapat
dalam Kitab Sahih Muslim...............................................................38
BAB IV METODE PENYUSUNAN SANAD DALAM SAHIH MUSLIM 44
A. at-Tah wîl dan fungsinya.................................................................44
B. Variasi Jumlah At-tah wîl dalam Sahîh Muslim............................49
C. Mutâbi‘dan fungsinya....................................................................53
D. Perbedaan dan kesamaan antara At-tah wîl dan Mutâbi‘...............56
BAB V PENUTUP...........................................................................................64
A. Kesimpulan.....................................................................................64

vii
B. Saran-saran64
DAFTAR PUSTAKA66

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kata hadis1 dalam perkembangan maknanya lebih cenderung kepada segala

sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw apapun itu, baik berupa

ucapan, perbuatan dan lain-lain2 yang di mata umat Islam mendapat porsi

istimewa dalam daftar urutan referensi utama sumber kedua hukum Islam setelah

al-Qur`an. Dan secara umum hadis tersusun atas dua unsur pokok yang tidak

dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, yaitu sanad3 dan matan.4

Sudah tidak dipungkiri lagi bahwa hadis-hadis yang sampai kepada kita

tidak semata-mata datang dengan sendirinya atau dengan kata lain, adanya hadis

hanya berdasarkan ucapan orang-orang sekarang, bahwa nabi telah melakukan ini

dan itu. Akan tetapi, hadis yang dibaca oleh umat Islam sekarang ini telah

melewati proses panjang dari waktu ke waktu dengan melalui beberapa generasi

1
Hadis juga dapat bermakna; yang baru, ucapan atau perkataan, khabar,cerita dan
wawancara atau interview. (Atabik Ali Ahmad Zuhdi Muhdlor,Kamus kontemporer Arab-
Indonesia, (Multi Karya Grafika Pondok Pesantren Krapyak: Yogyakarta,) cet 8, h. 747)
2
Muhammad `Ajâj al-Khatib, Usûl al-Hadîts, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003), cet
3, h. 2
3
Sanad secara bahasa dapat berarti penopang , penyangga, wewenang dan sumber yang
dapat diandalkan (Atabik Ali Ahmad Zhuhdi Muhdlar Kamus kontemporer Arab-Indonesia, , h.
1093), sedangkan secara istilah adalah al-ikhbâr `an t orîqil matan, artinya: berita-berita yang
berasal dari matan (al-SuyûtîTadrîb al-Râwi editor; abd al-wahab Abd al-lat if, (Qâhirah:
maktabah dâr al-turats,2005 ) cet. 5 h.36. Mengenai pengertian sanad, penjelasan yang sangat baik
menurut penulis, adalah sebagaimana apa yang dikatakan oleh syeikh utsamin yaitu al-rijâlu
alladzîna ja` al matn min torîqihim, artinya: orang-orang yang mendatangkan (ja`) matan melalui
jalur mereka. lihat Muhammad Salih al-Utsaimin, syarh nuzhatun nazar fi taudihi nukhbatil fikr,
(Qâhirah, maktabah sunnah, 2002), cet 1, h. 39
4
Adapun matan secara bahasa artinya teks atau yang tertulis lihat Kamus kontemporer
Arab-Indonesia, Atabik Ali Ahmad Zhuhdi Muhdlar, h. 1617. Sedangkan menurut istilah yaitu;
huwa ma yantahî ilahi ghâyatu al-sanad minal kalam artinya: ucapan yang disandarkan kepada
orang kepada sanad yang terakhir, oleh lihat al-Suyûtî tadrîb al-rawi. H 36. Atau sebagaimana
yang dikatakakan oleh al-`Utsimin " al-fazul hadîts allatî tataqawwamu bihâ al-ma‘ânî", artinya:
lafaz-lafaz hadis yang dengannya menjadi kuatlah makna-makna, lihat Muhammad Salih al-
`Utsaimin, syarh nuzhatun nazar fi taudihi nukhbatil fikr, h. 36

1
2

terdahulu dengan cara disampaikan dari seorang guru kepada murid-muridnya

atau sebaliknya5, lalu oleh mereka juga disampaikan kepada kemurid-muridnya

lagi, kemudian murid selanjutnya dan seterusnya. Rantai perjalanan hadis ini

dikenal dengan sebutan jalur periwayatan atau yang lebih dikenal dengan istilah

sanad.

Dalam Islam sistem sanad sangatlah dibutuhkan, karena dengannya dapat

diketahui bahwa hadis yang disampaikan orang adalah berasal dari Nabi saw

benar-benar terbukti, sehingga nilai-nilai ajaran agama Islam dapat terjaga

kemurniannya.

Pentingnya sanad dalam menjaga kemurnian ajaran agama Islam, sejak

awal pernah disinggung oleh Ibn Mubarak. Ia mengatakan. “Isnad bagian dari

agama tanpa Isnad maka orang akan mengatakan apa yang dia kehendaki”6

Jika kembali kepada sejarah, sebenarnya “embrio” untuk meneliti

kebenaran sebuah informasi dari si pembawa berita dalam hal ini adalah seorang

periwayat sudah ada semenjak pada masa Nabi7, begitu juga pernah terjadi pada

masa Abu Bakar r.a8 dan puncaknya terjadi setelah adanya fitnah atau peristiwa

5
Yang penulis maksudkan adalah, bahwa seorang guru terkadang menerima hadis bukan
dari gurunya lagi sebagaimana lumrahnya, melainkan sebaliknya dari muridnya sendiri. Ibn al-
Salâh Dalam kitabnya Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts menulis sebuah judul ma`rifatu
akâbir al-rruwah min al-asâghir. Pada bab itu ia mencontohkan; Ibnu al-qâsim `Ubaidillah ibnu
Ahmad al-Azhary dalam beberapa riwayatnya menerima hadis dari muridnya yaitu al-Khatîb al-
Baghdady. lihat Ibn al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts ( Bairut: Dâr al-kutub al-
`lmiyyah, 2006), cet 2, h. 312
6
Redaksi selangkapnya sebagai berikut,
(‫ﺷﺎﺀ‬  ‫ﺎ‬‫ َ ﻣ‬ ‫ﻦ‬ ‫ ﹶﻟﻘﹶﺎ ﹶﻝ ﻣ‬ ‫ﺎﺩ‬ ‫ﺳﻨ‬ ‫ِﺪ‬ ‫ ﺒﻋ‬ ‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ‬ ‫ﻧﻪ‬ ‫ ِﻙ ﺃﹶ‬ ‫ﺎﺭ‬ ‫ ِﻦ ﺍﳌﹸﺒ‬ ‫ ﺍ ِﷲ ﺑ‬ ‫ﻻﹶﻦ‬ :‫ﻋ‬ ‫) ﹶﻟﻮ‬،‫ِﻦ‬li‫ﻳ‬h‫ِﺪ‬a ‫ﻟ‬t ‫ﻦ ﺍ‬Ib ‫ﻣ‬nِ‫ﺎﺩ‬ ‫ﻨ‬ ‫ِﺍﻹﺳ‬
‫َﺷﺎﺀ‬ ‫ﺍ ِﻹ‬
al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts, h. 271
7
kritik akan kebenaran sebuah berita dengan menanyakan langsung kepada sumber berita
pernah dilakukan oleh Umar r.a ketika ia mendengar kabar tentang Rasulullah yang telah
menceraikan istri-istri beliau dari tetangganya sendiri, Umayyah ibn Zaid. Lihat Muslim, sah îh
Muslim, (Darul Fikr, 2002), cet 1, h. 692
8
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2004) cet 4, h. 2
3

terbunuhnya Usman r.a, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ibn Sirin “pada

mulanya kaum muslimin tidak menanyakan sanad namun setelah terjadinya

fitnah, apabila mendengar hadis mereka selalu menanyakan dari siapa hadis itu

diperoleh. Apabila diperoleh dari ahl al-sunnah hadis itu diterima sebagai dalil

dalam agama, dan apabila diperoleh dari orang-orang penyebar bid`ah, hadis itu

ditolak”9

Sangat urgent-nya sistem sanad dalam menyebarkan hadis,

“mengharuskan” para Amîr al-Mukminîn fi al-H adîts10, seperti; Imam Malik,

Ahmad ibn Hanbal, Bukhari, Muslim, S âhib al-Sunan dan lain-lain, ketika

meriwayatkan sebuah hadis mereka menyebutkan jalur-jalur sanadnya, hal ini

dengan jelas dapat dilihat dari karya-karya mereka.

Adanya sebuah sanad memberikan indikasi, bahwa apa yang diberitakan

tentang semua tindak-tanduk Nabi saw adalah benar adanya. Akan tetapi, sanad-

sanad yang bersambung sampai kepada Nabi saw masing-masing memiliki tingkat

kualitas yang berbeda-beda, dari tingkat yang paling sahîh11 yang dalam 'ulûm al-

9
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis,. H. 2, mengutip dari buku, karya Nur al-Din Itr.
Manhaj al-Naqd fi ‘ulum al-H adîts, (Damascus: Darul Fikr 1981), h. 55 dan Mustafâ Mu’min.,
Qasamat al-‘Alam al-Islami al-Mu‘ashir, (Darul Fath, 1974), h. 12-13
10
Julukan ini diberikan kepada orang yang menjadi tokoh pada masanya dalam bidang
hafalan dan dirayah hadis, sehingga menjadi tokoh dan imam pada masanya. Lihat: Muhammad
'Ajâj al-Khatib, Usul al-Hadîts, h. 411
11
Hadis sahih sebagaimana yang dikatakan oleh al-Baiqûnî adalah:
 ‫ ﺃﹶﻭ‬...

ِ  ‫ﺎ ﺍﻟ‬ ‫ﻬ‬
‫ ﹾﻞ‬ ‫ﻳﻌ‬ ‫ﻭ‬ ‫ ﹾﺬ ﹶﺃ‬ ‫ﻞﹾ ) ﺸ‬ ‫ﺼ‬ ‫ﻣﺎ ﺍﺗ‬  ‫ﻮ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺢ ﻭ‬  ‫ﺼﺤﻴ‬
 ‫ﻭ‬ ) ‫ ِﻣﺜـِﹾﻠﻪ‬ ‫ﻦ‬ ‫ِﺑﺎﻂﹲ ﻋ‬ ‫ﻝﹲ ﺿ‬ ‫ﺪ‬ ‫ ِﻳﻪ ﻋ‬ ‫ ِﻭ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﻳ‬ ‫ ِِﻄﻪ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﺿ‬
Artinya:
‫ِِﻠﻧﹾﻘ‬
... ‫ﻪ‬
Urutan hadis yang pertama yaitu hadis sahih, yang dimaksud dengan hadis sahih adalah,
hadis yang bersambung sanadnya, yang tidak ada syaz ataupun 'illat, serta semua sanadnya bersifat
`âdil dan dâbit (terjaga hafalannya,). Lihat 'Umar ibn Mahammad ibn Fatûh al-Baiqûnî, manzumah
al-Baiqûnî, (markaz al-khidmât wa al-Abhâts al-tsaqâfiyyah, 1987) h. 1
4

hadîts dikenal dengan sebutan silsilah al-dzahab 12


sampai ke tingkat yang paling

lemah (daîf) yaitu maud û' atau hadis palsu 13, sehingga dengan demikian, setiap

hadis yang memiliki jalur sanad belum tentu benar-benar berasal dari Nabi saw.

Ketika meriwayatkan dan menampilkan jalur sanad dari sebuah hadis,

secara umum tidak ada perbedaan signifikan di antara para mukharrij ,


14

khususnya yang kitab mereka dikategorikan kedalam kelompok al-kutub al-

sittah15. Akan tetapi, imam Muslim dengan kitab Sahîh-nya menunjukkan ciri

khas tersendiri dalam menampilkan jalur periwayatan dari hadis-hadis yang beliau

terima. Di sana akan banyak dijumpai percabangan jalur sanad dari hadis-hadis

yang diriwayatkannya, sedangkan di kitab S ahîh al-Bukhâry maupun Kutub al-

Sunan lainnya sangat jarang dijumpai.

Percabangan jalur sanad tersebut lebih dikenal dalam ilmu hadis dengan

istilah al-tah wîl. dan insya Allah pembahasan mengenai al-tah wîl inilah yang

akan penulis jadikan sebagai tema utama dalam penyusunan skripsi ini

12
Artinya rantai emas maksudnya adalah, bahwa sebuah sanad yang memiliki jalur
sanad yang tersahih atau terkuat. Lihat, Ahmad ‘Umar Hasyim, qawâ‘id us ûl al-hadîts, (Beirut:
Ilmu al-Kutub, 1997), cet 2, h. 38
13
Yang dimaksud dengan hadis maudhu` adalah
‫ ﹶﻠُﱠﺍﷲﻠ‬ ‫ﺘ‬ ‫ﺨ‬ ‫ﺍﻟﹾﻜﹶ ِﺬﺏ‬‫ﻭ‬
Artinya:
‫ﻴ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻠﺍ‬
 ‫ﻟﹶ‬‫ﺏ‬‫ﻮ‬‫ ﺍﻟﹶﺼ‬ ‫ ﻨﻉ‬ ‫ﹶﻤﳌ‬ ‫ﺍﻮ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﺼ‬ ‫ﻖ‬
 ‫ﺭ ﱠﺳﻠ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﻋ‬ ‫ِِﻪﺳﷲ‬ ِ
‫ﺍ‬ ‫ﻰﻝِﺻ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻰ‬
Yaitu, sebuah hadis palsu yang dibuat-buat (oleh seseorang, lalu kemudian)
disandarkan kepada Rasul saw. Lihat Mahmûd Tahhân, Taisîr Mustalah al-Hadîts (Beirut: Dâr al-
fikr, tth) h. 75
14
Maksudnya: orang yang mengeluarkan (meriwayatkan) Hadits-hadits. A.Qadir Hassan,
Ilmu Mushthalah Hadits (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2002), cet, VII, h. 430
15
Secara etimologi kutub al-sittah artinya enam kitab, dalam ulum hadis istilah kutub al-
sittah selalu dialamatkan kepada enam imam dengan karya-karya mereka yaitu imam al-Bukhari
dengan S ahîh al-Bukhâry, imam Muslim dengan S ahîh Muslim, Abû Dâud dengan sunan Abî
Dâud, Abû 'Isâ al-Tirmidzî dengan Sunan al-Tirmidzi, imam al-Nasâ’i dengan Sunan Al-Nasâ’i
dan imam Ibn Mâjah dengan sunan Ibn Mâjah. pada awalnya hanya ada 5 kitab hadis (kutub al-
Khamsah) yang menjadi rujukkan utama oleh para ulama selain sunan Ibn Majah, kemudian
datang Abû Fadal ibn Tâhir dan memasukkan Sunan Ibnu Majah kedalam referensi utama hadis,
sehingga berjumlah menjadi enam. lihat: Muhammad 'Ali Baidun,, Syurût al-A`immah al-sittah,
5

(dar al-kutub al-'ilmiyah, 2000), cet 1, h. 13


6

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dari beberapa literatur buku ‘ulûm al-hadîts yang penulis ketahui, di sana

ketika mambahas tema yang bernama sanad, sangat jarang dijumpai pengarang

menyinggung masalah al-tahwîl. Apabila dibahas atau disinggung juga, itu hanya

sebatas pengertiannya saja atau rumus yang digunakan sebagai tanda adanya

percabangan dan siapa yang pertama kali menggunakan kata al-tah wîl. Serta

perbedaan para ulama dalam penggunaan rumus " h (‫) ﺡ‬16 apakah rumus tersebut

adalah sebagai simbol dari kata al-tah wîl ataukah dari kata al-h adîts ( ‫)ﺍﳊﺪﻳﺚ‬.17

Dan mereka manaruh pembahasan tersebut pada bab tertentu dengan bertemakan

al- rumz atau simbol-simbol dalam hadis.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis akan membatasi

permasalahan hanya pada fungsi al-tah wîl yang terdapat pada sanad sebuah

hadis. Sebagaimana diketahui bahwa hadis-hadis al-tah wîl bukan hanya terdapat

dalam satu kitab ata dua kitab hadis saja melainkan tersebar di banyak kitab, oleh

karenanya agar lebih terfokus pada pembahasan fungsi al-tah wîl ini, maka perlu

kiranya penulis membarikan perumusan masalah yaitu, bagaimana fungsi al-

Tahwîl dalam Sahîh Muslim?

C. Tinjauan Pustaka

Sekedar untuk menguatkan judul skripsi yang penulis angkat, penulis

berusaha mencari data-data dari skripsi yang pernah ditulis oleh para mahasiswa

Ibn Katsîr, al-Bâ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, Editor: Ahmad
16

Muhammad Syâkir, (Beirut: Darul Fikr, 2005), cet 1, h. 98


17
Ibn Katsîr, al-Bâ‘its al-Hatsîts Syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, h. 98
7

Ushuluddin khususnya jurusan tafsir hadis dalam kolektif judul skripsi pada

Perpustakaan Ushuluddin dan Filsafat dan juga Perpustakaan Umum UIN Syarif

Hidayatullah atau pun tesis dan disertasi dengan membaca katalog daftar sikripsi

sampai melacaknya melalaui data komputer yang ada di tiap-tiap perpustakaan,

tetap penulis belum menemukan judul skripsi, tesis dan disertasi yang

mengangkat tema serupa seperti yang diajukan oleh penulis. Terkecuali

pembahasan al-tahwîl yang pernah ditulis oleh ulama-ulama terdahulu seperti Ibn

al-Salâh Al-Nawawî dan al-Syakhawî yang penulis temukan dalam kitab-kitab

mereka. Dengan demikian judul dan tema yang penulis angkat adalah judul dan

tema baru yang belum ditulis oleh mahasiswa jurusan tafsir hadis sebelumnya

yang berkaitan dengan fungsi al-tahwîl.

D. Tujuan Penilitian

Guna melengkapi salah satu persyaratan pada akhir program S1 Fakultas

Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah dalam meraih gelar

S.Ud (Sarjana Ushuluddin).

Untuk mengetahui fungsi dari percabangan atau al-tahwîl dari sebuah sanad

yang tentunya dapat mempengaruhi kwalitas hadis melalui sanad tersebut, bukan

hanya hadis-hadis yang terdapat dalam Sahîh Muslim, tetapi juga pada kitab-kitab

hadis yang lain.


8

Karena pembahasan al-tah wîl sangat jarang dalam kitab-kitab 'ulûm al-

hadîts, maka penulis ingin mengangkatnya yang mudah-mudahan dapat menjadi

subangsih tersendiri terutama bagi penulis dan orang lain yang membacanya.

E. Metode Penilitian

Dalam proses penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis melakukannya

dengan metode sebagai berikut:

1. pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan langkah awal yang penulis lakukan, yaitu

dengan menggunakan metode kajian kepustakaan (Library Research). Untuk

mendapatkan data yang valid sesuai dengan tuntutan akademis, maka penulis

menyandarkan dalam penulisan skripsi ini pada referensi-referensi primer

diantaranya yaitu: kitab sahih Muslim sendiri, karena ia merupakan objek kajian

penulis. secara keseluruhan skripsi yang penulis angkat berbicara mengenai salah

satu cabang dari ‘ulûm al-h adîts dengan demikian, untuk membahasnya juga,

tentunya penulis menggunakan referensi primer ‘ulûm al-h adîts, dalam hal ini

buku-buku yang penulis gunakan adalah, seperti: Muqaddimah Ibnu al-S

alah, Tadrîb al-Râwi dan lain-lain. Untuk mendapatkan informsi yang lebih

akurat, penulis juga tidak melupakan referensi sekunder sebagai tambahan data,

seperti: Qawa‘id Usul Hadîts, Ilmu Mushthalah Hadits dan lain-lain

2. Setelah pengumpulan data dari referensi primer dan sekunder, maka

penulis akan meneliti dan menganalisis data-data tersebut, kemudian mengambil

kesimpulannya. proses yang penulis ambil lebih dikenal dengan istilah metode

deskriptif analisis.
9

3. Agar tidak terjadi penjilplakan judul oleh penulis, maka penulis mencoba

mencari-cari skripsi, tesis atau disertasi yang sekiranya memiliki objek penelitian

yang sama sesui dengan judul skripsi yang penulis angkat di Perpustakaan

Ushuluddin dan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah. Setelah dicari,

ternyata belum ada yang menulis tema yang sama, sesuai dengan judul skripsi

penulis yang penulis angkat.

4. Dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku pedoman

penulisan Skripsi, Tesis, Desertasi yang diterbitkan oleh UIN Jakarta press

cetakan pada tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Adapun untuk menjaga sistematika penulisan, sehingga terfokus pada

kajian yang dimaksud dan selanjutnya dapat memberikan gambaran dari

pembahasan dalam skripsi ini, maka penulisan membaginya kedalam lima bab,

yaitu:

Bab pertama, berupa pendahuluan. Pada bab ini, penulis mencoba

menguraikan latar belakang masalah yang merupakan alasan penulis memilih

judul skripsi ini, kemudian batasan dan rumusan masalah, lalu tinjauan pustaka

yang di dalamnya penulis mencoba mencari karya-karya berupa skripsi, tesis dan

disertasi yang di dalamnya membahas tentang al-tah wîl, tujuan penelitian,

kemudian metodologi penelitian serta sistematika penulisan.

Karena fokus pembahasan penulis berhubungan dengan imam Muslim

sebagai seorang penulis, maka pada bab kedua ini, penulis membicarakan biografi

imam muslim yang berisikan di mana ia dilahirkan serta pada tahun berapa ia
1
0

dilahirkan. Selain itu juga penulis membicarakan pada dinasti siapa hidup dan di

mana ia dimakamkan. Pada bab ini juga, penulis mencoba melacak kapan imam

Muslim menerima hadis pertama, siapa guru-gurunya yang pernah ia terima hadis

dari mereka, serta murid-muridnya dan juga karya-karya.

Pada bab ketiga, penulis mencoba memperkenalkan lebih jauh tentang

kitab sahih muslim yang di dalamnya membahas metode penyusunan hadis-

hadisnya, agar dapat diketahui dalam kelompok mana klasifikasi kitab tersebut,

selain itu juga penulis mengutip pandangan para ulama berkaitan dengan hadis-

hadis serta bagaimana komentar para ulama terhadap hadis-hadis tersebut dan

klasifikasi sanad yang dipaparkan olehnya dalam mukadimahnya.

Selanjutnya bab keempat, di dalamnya penulis membahas mengenai

pengertian al-tah wîl dari sisi bahasa dan istilah, beserta contoh dan fungsi-

fungsinya. Sebagai bahan perbandingan, penulis juga membahas tentang mutâbi’

beserta contoh dan fungsinya.

Bab kelima, adalah penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran


BAB II

IMAM MUSLIM DAN SAHIHNYA

A. Biografi Imam Muslim

Setidaknya ada tiga point dasar pada judul skripsi yang penulis angkat, yang

menjadi objek kajian penulis. Pertama, imam Muslim sebagai seorang tokoh

pakar hadis sekaligus pengarang kitab Sahih Muslim. kedua, kitab S ahîh

Muslim- nya sendiri dan ketiga adalah Al-tah wîl. Oleh karena imam Muslim

adalah seorang tokoh, ada baiknya penulis memaparkan lebih dulu biografinya,

sebelum mengupas salah satu karya terbesarnya.

Sebagaimana yang telah banyak dibicarakan orang, bahwa cara untuk

mengetahui kekredibilitasan1 seseorang dalam bidang tertentu, yaitu diantaranya

dengan mengetahui sosiokultur di mana tempat ia dilahirkan dan dibesarkan,

kemudian mengetahui latar belakang pendidikan orang tersebut. Hal itu perlu

diketahui, karena dari pendidikanlah, pola pemikiran seseorang mulai terbangun.

Dan dikarenakan yang dibahas pada kesempatan ini adalah hadis, maka selain dari

pendidikan untuk mengetahuinya juga, dapat dilihat dari bagaimana penilaian

orang-orang terkemuka pada masa itu terhadapnya, tentunya yang sebidang

dengan tokoh tersebut. Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah dengan

melakukan penelitian Terhadap pemikiran-pemikiran orang tersebut, yang

1
Ada lima syarat yang harus dimiliki sebuah hadis, dan itu juga sudah menjadi sebuah
ketentuan baku yang dibuat oleh para ulama untuk menentukan kualitas hadis tersebut, yaitu:
bersambungnya sanad, `adil,dôbit, tidak memiliki syaz dan tidak memiliki `illat. `Abd al-Majîd
Mahmûd Matlûb, Mabâhîts fî 'Ulûm al-Qur`ân wa al-Hadîts, (Qâhirah: Muassasah al-Mukhtâr:
2004), cet 1. h. 283
Dari kelima syarat di atas yang berkaitan khusus dengan sanad hanya ada tiga, yaitu:
bersambungannya sanad, 'âdil dan dôbit. Seseorang dapat disebut kredibel jika dia memiliki dua
kriteria utama yaitu 'âdil dan dâbit.

10
11

tersebar didalam karya-karyanya. Singkat kata, "pohon" sejarah orang tersebut

harus diketahui secara utuh dan menyeluruh.

Apa yang penulis katakan di atas, tentu sangat berlaku juga terdahap imam

Muslim yang memiliki nama lengkap, Muslim ibn al-Hajjâj ibn Muslim al-

Qusyairî al-Naisabûrî. Dia adalah seorang pakar hadis yang diakui oleh para

ulama pada masanya, bahkan mayoritas umat Islam pada abad ke 3 H dan sampai

sekarang pun masih tetap diakui. Ia lahir pada tahun 204 H atau pada tahun 206 H

menurut persi yang lain. Di salah satu kabilah di Arab yang lebih dikenal dengan

Naisabur.2

Naisabur adalah sebuah kota diantara beberapa kota terpenting yang ada di

Iran3. Orang-orang di luar kota tersebut menyebutnya Nasyâwûr 4. al-Hamawî

pernah berkata "Naisabur adalah kota yang sangat besar, tanahnya memiliki

potensi mengandung hasil bumi yang sangat berharga dan ia adalah kota dimana

banyak dilahirkan para ulama yang belum pernah pernah saya melihatnya sebelum

saya berkeliling kota Madinah yang serupa dengannya ."5

Di awal abad ketiga Hijriyah, Naisabur merupakan salah satu daerah yang

masih di bawah kekuasaan bani Abbasiyah, yang pada tahun kelahiran imam

Muslim masih dipimpin oleh khalifah al-Ma`mun (198-218 H)6. Ia adalah salah

2
Muslim ibn al-hajjâj, Sahîh Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, (al-Qâhirah:
Dâr al-Hadîts t.t.h), juz 1 h.‫أ‬
3
Syauqi, Atlas Hadits, (Jakarta: al-Muhira, t.t.h) h. 156
4
Abû ‘Abdullâh Yâqût ibn ‘Abdillah al-Hamawî al-Rûmî al-Baghdâdî, Mu‘jam al-
Buldân, (Beirut: Dâr Sâdir, tth) jld 5, h 331
5
Abû ‘Abdullâh Yâqût ibn ‘Abdillah al-Hamawî al-Rûmî al-Baghdâdî, Mu‘jam al-
Buldân, h. 331
6
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam3, (Jakarta: al-Husna Zikra, 2000), cet 3, h.
129
12

seorang putra Hârûn al-Rasyîd yang pernah membawa kekhalifahan Abbasiah

berada pada masa keemasan.

Apabila sejarah kekuasaan dinasti Abbasiyah digambarkan seperti bentuk

pyramid, maka al-Ma`mun-lah adalah orang yang berada pada puncak pyramid

tersebut, sebagaimana yang dikatakan oleh Hitti dalam bukunya History af The

Arabs "diktum yang dikutip oleh seorang penulis antologi, al-Tsa`labî, (w1038 M)

bahwa dari para khalifah Abbasiyah "sang pembuka" adalah al-Manshur "sang

penengah" adalah al-Ma`mûn dan "sang penutup" adalah al-Mu`tadid memang

mendekati kebenaran".7

Al-Ma`mun dalam sejarah dicatat, sebagai seorang khalifah yang suka akan

intelektual dan ilmu, ini merupakan sebuah karakter yang berbanding terbalik

dengan saudaranya al-Amin yang suka akan hiburan. Oleh kerena kecintaanya

kepada ilmu ia lalu membangun sebuah gedung yang dinamakan Bait al-Hikmah,

disana ia mengumpulkan buku-buku yang ditulis oleh penulis luar kemudian

memerintahkan untuk diterjemahkan. Dari sini ilmu pengetahuan berkembang

pesat dan melahirkan al-Kindi sebagai tokoh filosof muslim.8

Sebelum melihat akan kemunduran kekuasaan bani Abbasiyah pada 20

tahun kemudian yang ditandai dengan naiknya al-Mu`tadid sebagai khalifah,

imam Muslim lebih dulu wafat, pada bulan Rajab tahun 261 hijriyyah di usianya

yang ke 57 tahun dan dimakamkan di kota kelahirannya9

7
Philip K.Hitti, History af The Arabs. Penerjemah : R Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi, 2006) cet 1. h. 369-370
8
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam3 , h. 137
9
al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, (Maktabah al-Shafa t.t.h), juz 8, h. 307
13

B. Riwayat Pendidikan Imam Muslim

Dari beberapa buku târikh yang penulis sempat buka, seperti kitab Siyar

A‘lam al-Nubalâ , Tahzîb al-Kamâl, Tahzîb al-Tahzîb dan lain-lain, penulis belum

menemukan pada usia berapa imam Muslim mulai mengenal dunia pendidikan di

masa kanak-kanaknya. penulis hanya menemukan dari catatan imam Al-Dzahabî

yang menurutnya, imam Muslim pada tahun 218 H (pada usia 14 tahun) beliau

sudah menerima (simâ)10 hadis dan guru pertama yang ia terima hadis darinya

adalah Yahyâ ibn Yahyâ al-Tamîmî11.

Masih adanya ketidakjelasan mengenai kapan imam Muslim mulai

mendapatkan pendidikan, tidak menunjukkan bahwa ia tidak menerima

pendidikan di usia dini sama sekali, sebagaimana ulama-ulama terdahulu, sebelum

atau yang semasa dengannya. Sedangkan apa yang dikatakan oleh al-Dzahabî di

atas, menurut asumsi penulis adalah bahwa, bisa jadi pada usia itu ia baru

10
Al-Samâ‘ yang berarti mendengar, dalam istilah hadis dikenal sebagai kegiatan seorang
guru yang membaca hadis baik dari hafalan atau kitabnya sedangkan hadirin mendengarnya baik
majelis itu imla' atau untuk yang lain. Lihat . Muh ammad `Ajâj al-Khatib, Us ûl al-Hadîts,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003), cet 3, h. 204
Berkaitan dengan usia ideal untuk mempelajari hadis, M.M Azami di dalam bukunya
Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, mencoba menjelaskannya secara gamblang dengan
mengutip perkataan ulama terdahulu yang ia catat dari berbagai sumber. Seperti perkataan al-
Tsauriy “Umumnya orang-orang beribadah dahulu dua puluh tahun, kemudian baru belajar dan
menulis hadis”. Ia juga mengutip perkataan al-Zubairi “Saya lebih senang apabila umur sebelum
dua puluh tahun itu dipakai untuk menghafal al-Qur`an dan ilmu-ilmu wajib yang lain”. Selain
perkataan kedua tokoh dia atas, Azami juga mencatat ucapan al-Zuhri ketika berbicara dengan
Ibnu ‘Uyaiynah yang pada waktu itu berusia lima belas tahun-,”Saya tidak pernah melihat anak
yang belajar hadis yang lebih muda dari pada kamu”. Sebelum memberikan komentar, Azami
menyisipkan dalam catatannya perkataan Musa ibn Harun, menurutnya, orang-orang Basrah
belajar dan menulis hadis ketika berumur sepuluh tahun, orang-orang Kufah belajar dan menulis
hadis ketika berumur dua puluh tahun, sedangkan orang-orang Syam belajar dan menulis hadis
ketika berumur tiga puluh tahun.
Melihat ucapan-ucapan ulama di atas, Azami memberikan komentar “Tampaknya
ketentuan di atas tidak merupakan patokan umum, hanya saja kecenderungan yang lazim pada saat
itu adalah murid mulai belajar hadis pada umur dua puluh tahun”. Lihat Muhammad Mustafâ
Azami, Hadis Nabawi dan SejarahKodifikasinya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), cet 4, h. 505-
506
11
al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, juz 8, h. 269
14

mendapat kesempatan untuk men-sima' hadis secara langsung yang dapat beliau

riwayatkan atau sampaikan juga kepada orang lain.12

Apa yang penulis katakan di atas, mengenai pendidikan imam Muslim

dapat dibuktikan dengan sejarah Abbasiyah, dimana pada masa itu kecintaan akan

ilmu sangat digalakkan oleh pemerintah, khususnya pada masa pemerintahan al-

Ma`mun dari tahun 198 sampai dengan tahun 218 H, tepatnya di akhir kekuasaan

pada periode pertama. Pernyataan penulis tersebut, bersandar pada apa yang

dikatakan oleh A.Syalabi dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam 3, ketika ia

membagi masa pemerintahan Abbasiyah menjadi tiga periode, yaitu: periode

pertama (132-232H), periode kedua (232-590H) dan periode ketiga (590-656H).13

Untuk mengetahui gambaran umum pemerintahan Abbasiyah pada periode

pertama, sekaligus menggambarkan bagaimana atmosfir pendidikan dan ilmu

pengetahuan pada masa kelahiran imam Muslim, penulis akan mengutip apa yang

dikatakan oleh A.Syalabi, menurutnya:

"pada periode ini kekuasaan berada di tangan para khalifah di


seluruh kerajaan Islam kecuali di Andalusia. Para khalifah di
zaman tersebut merupakan para pahlawan-pahlwan yang
memimpin angkatan tentara dan mengarungi peperangan.
Kebanyakan mereka adalah ulama-ulama yang mengluarkan fatwa
dan berijtihad, cinta akan ilmu pengetahuan, merapatkan hubungan

12
Kegiatan menerima dan mendengar hadis, dalam ilmu hadis dikenal dengan istilah
tahammul al-hadîts, sedangkan kegiatan meriwayatkan atau menyampaikan hadis diistilahkan
dengan kata " ada` " . Mengenai tah ammul al-h adîts mayoritas para ulama cenderung
memperbolehkan anak kecil untuk ikut dalam kegiatan mendengar hadis dan ada pula sebagian
ulama yang tidak memperbolehkan, sedangkan mengenai ada` sendiri, ulama ahli hadis, usul dan
fikih sependapat bahwa, orang yang riwayatnya dapat dijadikan hujjah, adalah apabila ia beragama
Islam, bâligh bersifat `âdil dan d âbit. Lihat Muhammad `Ajaj al-Khatib, Usûl l al-Hadîts, h.200-
203
13
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3 , h. 3
15

dengan kaum keluarga dan menyampaikan pidato yang berapi-


api."14
Sudah menjadi sebuah tradisi para ulama terdahulu, yaitu mereka tidak

hanya menimba ilmu dari seorang guru saja atau beberapa orang guru yang ada di

daerah, di mana tempat mereka lahir dan dibesarkan, akan tetapi mereka juga

sering melakukan rih lah ilmiah ke berbagai daerah untuk menambah ilmu

pengetahuan agama, khususnya yang berkaitan dengan hadis, sehingga terkadang

mereka harus melewati beberapa negeri hanya untuk mendapatkan sebuah hadis

yang benar-benar valid dan autentik, yaitu dengan mendengar langsung dari sang

guru.15

A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3 , h. 3


14

Dimukadimah sahihnya, imam Muslim mengatakan:


15

‫ﻞﹸ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﺍﳌﹸﺮ‬ ‫ﺎﻝﹸ" ﻭ‬ ‫ﺳ‬ ‫ِﺮ ِﻣﻦ ِﺍﻹﺭ‬ ‫ﺎ ٍﻉ ﻏﹶﻴ‬ ‫ﻤِﺳ‬
‫ٍﺔ‬ ‫ﺤﺠ‬ ‫"ِﺑ‬
Artinnya: ke-irsala-lan (dengan adanya data yang valid bahwa sesorang) tidak mendengar
hadis secara langsung (dari gurunya) atau yang dinamakan dengan hadis mursal, menurut pendapat
kami dan pendapat para pakar dalam bidang hadis adalah sesuatu yang tidak dapat dijadikan
hujjah(tidak dapat dijadikan sebagai dalil). Lihat Muslim ibn al-Hajjâj, Sahîh Muslim, (Beirut: Dâr
al-Fikr, 1992), h. 21
Dari pernyataan imam Muslim di atas dengan jelas diketahui bahwa, ia sangat berhati-hati
dalam menerima dan menyeleksi hadis, ia tidak akan menerima hadis kecuali hadis tersebut benar-
benar ittis al atau bersabung. tetapi sebelumnya, masih di dalam muqaddimah sahihnya, secara
jelas ia tidak serta-merta menolak hadis mursal atau hadis " 'an 'anah " (hadis yang sanadnya
menggunakan ” 'an " yang berindikasi akan adanya ketidakbersambungan sanad), karena
menurutnya, masih ada kemungkinan hadis tersebut sanadnya bersambung, dengan alasan apabila
ada dua orang yang hidup pada satu masa, maka mereka memiliki kemungkinan untuk bertemu.
Sebagaimana perkataannya di bawah ini:
‫ﻭﻯ‬  ‫ ﺭ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺜﹰﺎ ِﻣِﺜﹾِﻠﻪ ﻋ‬ ‫ِﻳﺪ‬

‫ٍﻞ ﻛ ﱠﹸﻞ ﺃﹶﱠﻥ‬ ‫ﺟ‬ ‫ﺛ ٍﹰﻘﺔ ﺭ‬


‫ﻥﹶ ﺃﹶﻥﹾ‬ ‫ﻜﹸﻮ‬ ‫ﺎ ﻳ‬ ‫ٍﺮ ﻲِﻓ ﻛﹶﺎﻧ‬ ‫ﺼ‬ ‫ﺍ ٍِﺣﺪ ﻋ‬ ‫ﻭ‬
‫ﻙ‬ ‫ﺔﹲﺎ‬ ‫ﻨ‬ ‫ِﻨﺔﺩﹲﻻﹶﻟﹶﻫ‬ ‫ﻴ‬ ‫ِﺇﻥﹾ ﱠﻥ ﺑ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﻣﺔﹲ ﻢ‬ ‫ﺇﱠﻻﻻﹶ ِﺯ‬
Artinya: sesungguhnya setiap para perawi yang tsiqah dan dia meriwayatkan sebuah
hadis yang ia terima dari seorang perawi yang tsiqah juga dan adanya kemunkinan perawi tersebut
bertemu dan mendengar darinya dikarenakan keduanya berada dalam satu masa, walaupun tidak
ada berita yang pasti bahwa keduanya pernah bertemu dan tidak pula mereka berbicara secara
langsung, maka riwayat tersebut adalah benar dan menjadikan ia sebagai dalil merupakan sebuah
keharusan, kecuali terdapat sebuah keterangan yang jelas bahwa perawi tersebut tidak pernah
16

Hal serupa pula dilakukan oleh imam Muslim dengan semangat muda

sebagai seorang pemuda yang haus akan ilmu, terutama ilmu hadis, membuat ia

tidak hanya belajar dan mencari hadis dari para guru yang ada di daerahnya saja,

akan tetapi ia juga sering berpergian ke daerah-daerah lain yang di sana terdapat

para ulama hadis dan adapun tempat-tempat yang yang pernah ia singgahi adalah

Hijâz, Misr, syâm dan dan irâq dan lain-lain.16

1. Guru-Guru Imam Muslim

Pengembaraannya ke berbagai daerah dengan tujuan utama untuk mencari

hadis, seperti yang telah di sebutkan di atas, secara tidak langsung

mempertemukan beliau dengan beberapa orang guru di suatu tempat dengan latar

belakang penguasaan ilmu yang berbeda-beda pula, sehingga dengan demikian ia

tidak hanya memiliki satu guru saja. Baik guru dalam bidang ilmu tafsir, hadis,

fikih atau ilmu-ilmu agama yang lain.

Di kota Mekah imam Muslim berguru kepada al-Qa`nabî, ia merupakan

guru besar baginya, sedangkan di kufah dia berguru kepada Ahmad ibn Yûnus dan

yang lainnya. Menurut catatan al-Mizzî ada sekitar 218 orang yang pernah

menjadi guru imam muslim, di antaranya adalah Ibrâhîm ibn khâlid al-Yasykurî,

Ibrâhîm ibn Dinâr al-Tamâr, Ibrâhîm ibn Ziyâd sabalâni, Ibrâhîm ibn Sa‘îd al-

Jauharî, Ahmad ibn Ja‘far al-Ma‘qarî, Ahmad ibn Janâb al-Missîsî, Ahmad ibn

bertemu dan tidak pernah mendengar satu hadis pun dari orang yang ia sandarkan hadisnya.
Muslim ibn al-hajjâj, Sahîh Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1992), h. 21
Ia mencontohkan
"Contohnya hadis yang diriwayatkan kepada kami yang disandarkan kepada Hisyam ibn
`Urwah dari bapaknya(`Urwah) dari 'Âisyah dan sudah menjadi sebuah kepastiaan sebagaimana
yang kami tahu bahwa Hisyâm terbukti mendengar dari bapaknya dan bapaknya terbukti juga
mendengar dari 'Âisyah dan sebagaimana yang kita ketahui bahwa 'Âisyah sudah pasti terbukti
mendengar dari Nabi saw., Maka dengan demikian Hisyâm boleh tidak menyebutkan dalam
riwayat tersebut kalau ia menerima dari bapaknya." Muslim ibn al-hajjâj, Sahîh Muslim, h. 22
16
Tsauqî Abû Khalîl, Atlas al-Hadîts al-Nabawî, (Beirut: Dar al-fikr, 2006), cet 3, h. 12
17

Jawwâs al-Hanafî Qutaibah ibn sa‘id, al-Qa‘naî, Ahmad ibn Hanbal, Isma‘îl ibn

Abi Uwais, Yahya ibn Yahya, Abû Bakar, ‘Usman ibn Abû Syaibah, ‘Abdullah

ibn Asma’dan lain-lain17

2. Murid-Murid Imam Muslim

Bukan hanya memiliki banyak guru, sebagai seorang yang telah memiliki

nama di papan teratas dari deretan para pakar hadis, ia juga memiliki banyak

murid dan di antaranya adalah Abu Isa al-Tirmidzî, Ibrâhîm ibn Ishâq al-sairafî,

Ibrâhîm ibn Abu talib, Ibrâhîm ibn Muhammad ibn hamzah, Ibrâhîm ibn

Muhammad ibn Sufyân, al-faqîh18,dan lain-lain

Sejarah telah mencatat bahwa imam Muslim adalah seorang tokoh yang

sangat selektif dalam memilih hadis sekaligus tokoh yang dijadikan referensi

untuk penilaian jarh dan ta‘dil para ulama ahli hadis pada masanya dan ulama

terdahulu. Masih dalam catatan sejarah, diketahui bahwa imam al-Tirmîdzî

adalah salah seorang tokoh yang kekredibilitasannya sudah tidak diragukan lagi,

pemilik al-jâmi‘ sekaligus murid langsung dari imam Muslim.

Walaupun al-Tirmîdzî adalah muridnya langsung sebagaimana yang telah

masyhur di kalangan ahli hadis, bahwa hadis-hadis yang diriwayatkan oleh imam

Muslim sudah tidak diragukan lagi akan kesahihannya. Bisa dibayangkan

bagaimana rantai emas sanad dari kedua tokoh tersebut akan terjalin antara guru

dan murid. Harapan dari bayangan terjalinnya rantai tersebut, hanya sebatas

logika positif yang tergambar, karena masih dalam catatan sejarah pula, imam al-

Tirmîdzî ternayta diketahui tidak pernah meriwayatkan hadis dari gurunya


17
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asma` al-Rijâl, Muhaqqiq: Syaikh Ahmad ‘Ali ‘Abir dan
Husain Ahmad Agha, (Beirut: Dar al-Fikr) juz 18 h.70-72
18
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asma` al-Rijâl, juz 18 h. 72
18

tersebut, kecuali hanya satu hadis. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dikatakan

oleh al-Dzahabî, menurutnya ”imam al-Tirmidzî tidak pernah meriwayatkan

sebuah hadis pun yang beliau terima dari imam Muslim kecuali satu hadis saja”.19

Dari penuturan al-Dzahabî di atas, penulis mencoba melacak hadis yang

dimaksud olehnya dalam sunan al-Tirmîdzî dan penulis menemukan sebuah hadis

yang sanadnya berasal dari imam Muslim, hadis tersebut insya Allah adalah

sebagai berikut :

‫ﺛﻳ‬‫ﹶ‬ ‫ﺪ‬ ‫ٍﻤﺣﺪ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﺔﹶ‬ ‫ﺎِﻳﻭ‬ ‫ﻣﻌ‬ ‫ﺑﻮ‬ ‫ﺃﹶ‬  ‫ ﻨﺣ‬ ‫ﹶﺛ‬ ‫ ٍﺝ ﺪ‬‫ﻦ‬ ‫ ﺣ‬‫ِﻠﻢﺴ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﺠ‬ ‫ ﺣ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺑ‬
 ‫ﺤﻰﻴ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺤ‬ ‫ﻳﻦ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻰﻴ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﺤ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﹶﺛ‬‫ﺎﺪ ﻨ‬
 ‫ ﱠﻢﺳﻠ‬ ‫ ﻴﹶﻠﻋ‬  ‫ ﻭ‬ ُ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻮﹸﻝ ِﺍﷲ‬ ‫ﺳ‬  ‫ﹶﺔ ﻋ‬ ‫ ﹶﺳﻠﻤ‬ :‫ﻗﹶﺎﻝﹶ‬،‫ﺮﹶﺓ‬  ‫ﻳ‬ ‫ﺮ‬ ‫ ﺃﹶِﻲﺑ ﻫ‬ ‫ ﺃﹶِﻲﺑ‬ ‫ﻋﻤ ﺮ‬ ‫ﺑ ِﻦ‬
 ‫ﱠﺻﻠﻰ‬ ‫ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭ‬ ‫ﻦ‬  ‫ﻋﻦ‬ ‫ﻭ‬
‫ِﻪ‬
‫ﺎﻥﹶ‬ ‫ﻀ‬ ‫ﺮﻣ‬ ‫ﺎﻥﹶ ِﻟ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﺷﻌ‬ ‫ﻮﺍ ِﻫﻠﹶﺎ‬ ‫ﺼ‬ ‫ﹶﺃﺣ‬
20

‫ﹶﻝ‬
Artinya:
Telah bercerita kepada kami Muslim ibn Hajjâj (ia berkata) telah bercerita

kepada kami Yahyâ ibn Yahyâ (ia mengatakan) telah bercerita kepada kami Abû
Mu‘âwiyah dari Muhammad ibn ‘Amr dari Abû Salamah dari Abu Hurairah ia

berkata: Rasulullah saw telah bersabda "sempurnakan bulan Sya‘ban (menjadi 30


hari, dengan begitu awal) bulan Ramadhan dapat ditentukan "
3. Karya-karya Imam Muslim

Perjalanan imam Muslim dengan menempuh jarak yang sangat panjang

dari satu negeri ke negeri yang lain dengan menggunakan kendaraan seadanya

pada waktu itu, entah itu menggunakan kuda, onta atau lainnya, tentunya dapat

menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Walaupun demikian

perjalanannya bukanlah merupakan suatu hal yang sia-sia dimata imam Muslim,
19

al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, juz 8, h. 300


19

Muhammad ibn 'Isâ Abû 'Isâ al-Tirmizi, al-Jâmi` al-Sahîh al-Tirmizi, editor, Ahmad
20

Muhammad Syâkir dkk, (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-`Arabi, tth) juz, 3, h. 71
20

karena dari hasil perjalanannya, ia dapat menulis di lembaran-lembaran sejarah

tentang dirinnya sendiri dengan menciptakan sebuah karya yang berjuta-juta orang

membacanya yakni al-Musnad atau al-musnad al-S ahîh atau pun yang lebih

dikenal dengan sahih Muslim.

Menurut Subhi al-Sâlih, "imam Muslim sangat bangga akan kitab Sahîh-

nya, mengingat jerih-payah yang ia curahkan ketika mengumpulkannya". Hal

tersebut sangatlah wajar dan dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk imam

Muslim. Di salah satu kesempatan ia perberkata "seandainya para ahli hadis

mereka menulis hadis selama 200 tahun, maka poros mereka adalah Musnad ini"21

Kitab S ahîh Muslim adalah salah satu kitab hadis tersahih setelah bukhari.

Di dalamnya terdapat 3033 hadis, jumlah tersebut adalah hasil seleksi selama

kurang lebih 15 tahun22, dari tiga ratus ribu hadis yang ia kumpulkan dengan cara

mendengar langsung. Keunggulan S ahîh Muslim dari beberapa sisi jika

dibandingkan dengan kitab-kitab hadis yang lain membuat banyak para ulama

melirik terhadap kitab tersebut untuk mereka syarahi.

Sebuah kitab hadis yang belum ada yang dapat menyainginya dari sisi

kesistematisan penetapan hadis-hadis, hingga tidak terjadi pengulangan di sana

sini dan dari sisi memudahkan para pembaca hadis dalam melihat jalur

periwayatan sebuah hadis dengan cara merangkum jalur-jalur sanad yang banyak

menjadi satu. Dan akan penulis bicarakan lebih jauh tetang kitab tersebut pada bab

selanjutnya insya Allah.

21
al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala`, juz 8, h. 306
20
Muhammad `Ajaj al-Khatib, Usûl al-Hadîts, h. 283
21

Selain karya menomental tersebut, dia juga mengarang beberapa karya yang

tak kalah pentingnya dalam kajian ilmu hadis di antaranya yaitu: Al-Musnad al-

Kabîr ‘Ala al-Rijâl, Kitâb al-Jâmi‘ al-Kabîr ‘Ala al-Abwâb, Kitâb al-Asâmî` wa

al-Kunyâ, Kitâb al-Musnad al-Sahîh, Kitâb al-Tamyîz, Kitâb al-‘Ilal, Kitâb al-

Wuhdân, Kitâb al-Afrâd, Kitâbal-Aqrân, dan lain-lain. 23


Secara pribadi, penulis

belum melihat kitab-kitab beliau tersebut di atas selain kitab sahihnya.

C. Komentar Para Ulama Terhadap Imam Muslim

Subjudul yang penulis angkat di atas, adalah sebuah judul yang menurut

penulis sendiri merupakan pemborosan kertas dan waktu untuk menulisnya.

Alasanya sederhana, karena menurut penulis apalah artinya menulis ulang

komentar para ulama terdahulu untuk menggambarkan kualitas seorang tokoh

sekaliber imam Muslim yang dengan hanya melihat sebuah karyanya saja semua

orang mungkin akan secara apriori mengakui kapasitasnya sebagai seorang

muhaddits.

Walaupun demikian, penulis merasa hal tersebut perlu dilakukan sebagai

kelengkapan biografi beliau dan sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu mata

rantai yang dapat melengkapi rantai sejarah imam Muslim.

Penulis mulai dengan mengutip apa yang pernah dikatakan oleh para ulama

yang hidup semasa dengannya, sebagaimana yang ditulis oleh Ibnu Hajar dalam

kitabnya Tahdzîb al-Tahdzîb. menurutnya Abu Amar al-Mustamli pernah berkata

"pada tahun 251 hijriyyah Ishâq ibn Mansûr meng-imla`-kan hadis kepada kami

dan pada waktu itu imam Muslim juga hadir, dia sangat mengagumi Ishâq ibn

21
Muhammad `Ajaj al-Khatib, Usûl al-Hadîts, h. 283
22

Mansûr. dan ketika saya masih meminta agar saya dapat meng-imla`-kan hadis,

Ishâq ibn Mansûr kemudian melihat kepada Muslim lalu berkata " Allah tidak

akan menghilangkan kebaikan kepada Umat Islam selama Dia tetap

mengkekalkanmu.24

Dari ucapan Ishaq ibn Amar di atas, penulis menangkap bahwa dia jauh-

jauh hari sudah memprediksikan imam Muslim bakal menjadi orang yang sangat

mulia dengan menciptakan karya-karya yang sangat dibutuhkan orang dan ucapan

itu sudah terbukti dimana kitab sahih Muslim adalah salah satu kitab yang banyak

dicari orang untuk dijadikan referensi utama dalam berbagai tulisan mereka.

Kapasitas imam Muslim sebagai seorang pakar dalam bidang hadis baik

dari segi sanad maupun matan menjadikan ia selalu ditanyai orang seputar hadis.

Seperti dalam soal menjarah dan menta`dil para periwayat, ia pernah didatangi

oleh orang-orang sekelas Abu Zur`ah dan Abu hatim yang dikenal sebagai kritikus

hadis untuk menanyakan kwalitas para periwayat hadis yang hidup sezaman

dengan imam Muslim.25

Dan orang-orang hidup pada zaman sekarang dapat melakukan hal yang

serupa dengan membuka hasil dari karya imam Muslim, dimana kajian-kajian

keislaman yang mengharuskan dicantumkannya hadis-hadis Nabi saw pada

catatan-catatan tertentu. Dan catatan-catatan berupa hadis-hadis tersebut hampir

semua termuat dalam kitab sahih Muslim26. Oleh karena itu adalah wajar jika ada

24
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asmai al-Rijâl, juz 18 h. 150
25
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asmai al-Rijâl, juz 18 h. 72
26
al-hafiz Abû Quraisy pernah berkata, suatu ketika kami sedang berada di samping Abû
Zur'ah al-Râzi, kemudian datanglah Muslim ibn al-Hajjaj dan Abu zur`ah langsung mengucapkan
salam kepadanya, setelah Muslim duduk sebentar dan melakukan diskusi kecil dengan Abû Zur'ah
lalu ia pergi dan saya bertanya kepada Abû Zur'ah apakah orang itu telah mengumpulkan empat
23

yang beranggapan bahwa, imam Muslim merupakan salah satu dari empat orang yang menjaga Du
Al-Dzahabî dalam kitab Siyar-nya membarikan gelar kepada imam Muslim dengan berbagai macam

puluh ribu hadis dalam sahihnya? Abû Zur'ah menjawab ; dan dia hampir tidak menyisahkan
sedikitpun, inilah yang saya tidak habis pikir. Lihat al-Dzahabî, Siyar A`lam al-Nubalâ h. 302
27
al-Dzahabî, Siyar A`lam al-Nubalâ, juz 8, h. 300
28
al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, juz 8, h. 296
29
Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Taqrîb al-Tahdzîb (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Illmyah: 1995), cet
, 2. Juz 2, h.178
BAB III

MENGENAL KITAB SAHIH MUSLIM

A. Metodologi Penyusunan Hadis

Di kalimat terakhir pada bab kedua di atas, penulis telah menyingung apa

yang pernah dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya Taqrîb al-Tahdzîb, yaitu ia

memberi gelar kepada imam Muslim, sebagai imamnya para penulis. Pernyataan

tersebut bukanlah tanpa alasan, karena bukti dari perkataan Ibnu Hajar dapat

dilihat pada salah satu karya terbesarnya, seperti kitab Sahîh-nya sendiri. Sebuah

karya yang dapat dijadikan inspirasi bagi para penulis setelahnya dalam segi

metodologi penulisan hadis.

Muhammad Fuad ‘Abd al-Bâqi sebagai salah seorang peniliti yang

memberikan tah qîq-kan kepada kitab sahihnya mengatakan ”kitab sahih Muslim

adalah sebuah kitab (Hadis) yang belum ada yang menyainginya dari sisi

sistimetika, merangkum jalur hadis tanpa menambah ataupun menguranginya dan

menjaga perpindahan sanad yang dapat disatukan tanpa ada penambahan

sedikitpun dan beliau selalu berhati-hati dalam menjaga kesalahan lafaz dalam

periwayatan hadis baik dari segi matan maupun sanad walaupun hanya sehuruf ” 1

Membuka dan membaca awal kitabal-S ahîh, ternyata memiliki daya tarik

tersendiri bagi para pembacanya dibandingkan dengan kitab-kitab yang lain,

karena sebelum memulai menulis hadis-hadis yang tersusun sesuai dengan judul

bab per-bab, imam Muslim terlebih dahulu menulis abstraksi tentang apa yang

1
Komentar Muhammad Fuad di atas, dapat dilihat pada kata sambutan beliau dalam
kitab sahih Muslim yang beliau tahqîq lihat Muslim ibn al-hajjâj,S ahih Muslim, Editor:
Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, (al-Qâhirah: Dâr al-Hadîts, t.t.h), juz 1 h. ‫د‬

23
24

akan ia tulis. Isi dari abstraksi sebagaimana yang terlihat di awal kitab pada

muqaddimah, bukanlah suatu hal yang akan menggambarkan secara umum isi

kitab tersebut, akan tetapi ia memaparkan mengenai pengklasifikasian para

periwayat dari jalur sanad yang ia riwayatkan hadisnya. 2

Pemaparan mengenai tingkatan para periwayat oleh imam Muslim,

memiliki relefansi jika dilihat dalam konteks sejarah pada masanya. Perang

ideologi di interent umat muslim masih hangat-hangatnya, hingga tidak

mengherankan jika banyak tersebarnya hadis-hadis palsu yang berisikan tentang

keutamaan suatu kelompok tertentu.3

a. Penamaan Kitab Sahih Muslim

Dalam muqaddimah kitab tersebut, sesuai dengan apa yang penulis ketahui,

bahwa imam Muslim tidak berikan nama terhadap kitab sahihnya itu. Akan tetapi,

di beberapa tempat dari buku sejarah, beliau menyebutkan nama kitab tersebut,

terkadang dengan nama al-Musnad dan terkadang pula dengan nama yang

lengkap yaitual-Musnad al-S ahihsebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Mizzî

dalam Tahzîb al-Kamal.

2
Contohnya seperti dalam muqaddimahnya, ia mengatakan:
Setelah hadis-hadis dari kelompok pertama, maka kami akan mengikutkan hadis-hadis
yang di dalam sanadnya terdapat beberapa (perawi) yang tidak memiliki sifat al-hifz dan al-
itqân
......., seperti; ‘Ata` ibn al-Sâib, Yâzid ibn Abû Ziyâd dll. Lihat Muslim ibn al-Hajjâj,
Sahîh Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1992), h. 4
3
Perang antar aliran atau mazhab tertentu,sehingga membuat para pengikutnya menjadi
fanatic terhadap kelompok masing adalah salah satu faktor penyebab timbulnya hadis-hadis
palsu. Hal itu dikarenakan, mereka ingin menyampaikan bahwa kelompok merekalah yang paling
baik dan menyerukan agar orang lain masuk kedalam kelompok mereka, untuk mewujudkan hal
tersebut, mereka lalu membuat hadis-hadis palsu yang disandarkan kepada Nabi saw, berkaitan
keutamaan kelompok mereka. Selain karena fanatanik kelompok, ada factor-faktor lain penyebab
timbulnya hadis palsu, yaitu: membuat hadis-hadis fadâil a'mâl agar umat mau bertaqarrub
kepada Allah, karena kebencian terhadap Islam, ingin mendapat perhatian pemerintah, mencari
kekayaan dan ingin tenar. Lihat Mahmûd Tahan, Taisîr Mustalah al-Hadîts (Beirut: Dâr al-fikr,
t.t.h), h. 76- 77
25

 ‫ﺍﳌﹶﺎﺳ‬:

 ‫ ﺃﹶِﻲﺑ ﺳ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺴﻴ‬ ‫ ﺍﳊﹸ‬ ‫ ٍﻤﺪﻗﹶﺎﺑﻝﹶﻦ‬ ‫ﺤﻣ‬ ‫ ِﺮﺟﺴﻲ‬



 ‫ِﻤﻌﺖ‬
4
‫ ﺍﻟﺼ‬ ‫ﻮﻝ ِﻣﺙِﻦ‬ ‫ﻘﹸﺬﹶﺍ‬ ‫ﻫﻳ‬: ‫ﺪ‬ ‫ﺖ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻔﹾﺴ‬ ‫ﻨﹸﳌ‬ ‫ِ ﺍﺻ‬
Artinya:
‫ﺢ‬‫ِﻴﺤ‬ ‫ﺔ‬
‫ﻼﹶ‬
al-Husain ibn Muhammad al-Mâsarjisî mengatakan bahwa dia telah

mendengar bapaknya mengatakan saya telah mendengar Muslim mengatakan "al-

Musnad al-Sahîh yang saya karang ini terdiri dari tiga ratus ribu hadis yang

didengar secara langsung"

  ‫ ِّﻜﻲ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻋ‬‫ ﻣ‬‫ﺎﻥ ﺑﻦ‬ ‫ﺍﻤ‬ ‫ﺪﻠﺒ‬ِ ‫ﺴ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻣ‬: ‫ﻝ‬ ‫ﻮﺖ‬
 ‫ﻳ‬ :‫ﺳ‬ ‫ﺖ‬ ‫ﺮﺿ‬
‫ﻌ‬
5
 ‫ﻋﻠﻲ‬ ‫ﺃﹶﻲِﺑ‬،‫ﻞﹶﺔ‬‫ﻋ ﱡ‬ ‫ﺯﹸﻜﺭ‬ ‫ﺎ ﻓﹶ‬ ‫ ﻣ‬ ‫ﺎﺭ‬ ‫ﺃﹶﺷ‬ ‫ﻲِﻓ‬
Artinya:

Makkî ibn ‘Abdân berkata bahwa ia telah mendengar Muslim berkata "saya

pernah perlihatkan kitab al-Musnad-ku ini kepada Abu Zur‘ah, maka setiap apa

yang ia isyaratkan kepada saya dalam kitab ini (terdapat hadis-hadis) yang

memiliki cacat dan sebab-sebab tertentu maka saya tinggalkan"

Walaupun demikian, nama kitab sahih Muslim adalah nama yang lebih

dikenal orang dibandingkan dengan nama kitab al-Musnad al-Sahih. Seperti nama

kitab Sah ih al-Bukahri lebih dikenal orang dibandingkan dengan nama lengkap

kitab tersebut yaitu al-Jâmi‘ al-Musnad al-s ahîh al-Mukhtasar min umûri

Rasûlillah sallahu `alaihi wa sallam wa sunanihi wa ayyâmihi6.


26
b. Ketentuan Dasar Penerimaan Hadis

4
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asmai al-Rijâl, Muhaqqiq: Syaikh Ahmad ‘Ali ‘Abir
dan Husain Ahmad Agha, (Beirut: Dar al-Fikr), juz 18 h. 301
5
al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asmai al-Rijâl, juz 18 h. 301
6
Mahmûd Tahhân, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, (Riyadh : maktabah al-
Ma`arif, 1991), cet, 2, h. 97
27

Masih di dalam muqaddimah-nya, imam Muslim selain mengklasifikasikan

hadis sesuai dengan tingkatan para periwayatnya, yang insya Allah akan dibahas

pada bagian selanjutanya dari bab ini, beliau juga menulis enam bab yang secara

global menurut penulis isinya adalah bentuk peringatan kepada para pembaca

untuk benar-benar meneliti orang-orang yang mengaku bahwa hadis-hadis yang

diucapkan mereka adalah benar-benar dari Nabi saw.

Pada bab pertama, imam Muslim menulis dengan judul bab wajib

meriwayatkan hadis yang bersumber dari para periwayat yang telah terkenal

kekredibilitasnya atau kesahihannya dan meninggalkan para periwayat pendusta

atas Rasulullah saw. Ia mengatakan;

‫ﻑ‬ ‫ﻴ ِﺢ‬‫ ِﺤ‬ ‫ﻦ ﺻ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﻋﻠ ﱢ‬  ‫ﺍ ِﺟﺐ‬ ‫ ﺃﹶ ﱠﻥ ﺍﻟﻮ‬،‫ﻌﺎﱃ‬ ‫ﺗ‬ ‫ ُﺍﷲ‬ ‫ﻓﹶﹶﻘﻚ‬ ‫ ﻭ‬،‫ﻠﹶﻢ‬ ‫ﺍﻋ‬ ‫ﻭ‬
‫ﺮ‬  ‫ﹸﻛﻞ‬
‫ﻟﺍ‬ ‫ﹶﻰ ﺃﹶ ٍﺪﺣ ﻋ‬
‫ﻤ‬ ‫ﺘ‬ 

 ‫ﻴ‬‫ِﻴ ﺰ‬
‫ﻬﺎ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻦ ِﻟﹶﻨﻣ‬ ‫ﻱ‬‫ﻗِﻴِﻠﻭ‬ِ ‫ﺎﺮ‬ ‫ﻳﻨ‬ ‫ ﺃِﺛﹶﻘﺎﻥﹾ ِﺕﻻﹶﺍﻟ‬ ‫ﻬﺎ ﻭ‬ ‫ِﻤ‬ ‫ ِﺳﻴﻘ‬  ‫ﺎﺕ ﻭ‬ ‫ﻭﺍﻳ‬  ‫ﺍﻟﺮ‬
‫ِﻣ‬
 .‫ﻦﻴﻑ‬‫ِﺮﻤ‬ ‫ِﻬﻋ‬  ‫ﺘ‬ ‫ﺎﻤ‬ ‫ ﱠﻦﻻ ﺍﻟﹾﻣ‬ ِ
 ‫ﹾﻟﺍﻭﻤ‬ ‫ ِ ﺪﻳﻦ‬ ‫ ِﻢ‬ ‫ﻬ‬ ‫ ِﻫﻞ ﺍﻟﺘ‬ ‫ﺎ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﺓ ﻲِﻓ ِﻣﻨ‬ ‫ﺎﺭ‬ ‫ ﺘﺴ‬ ‫ِﻘﻲ‬ ‫ﺘ‬ ‫ﻨ‬ ‫ ﺃﹶﻥﹾ ﻳ‬ ‫ﻪ ﻭ‬ ‫ﺎِﻗﹶﻠﻴ‬ ‫ ﻧ‬ ‫ﺍﻟ‬ ‫ﺨﺎﺭِِﺟ‬  ‫ﺔﹶ ﻣ‬ ‫ِﺻﺤ‬
‫ﻌ‬ ‫ﻦ ﺃﹶ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﻭ‬ ‫ِﻪ‬
‫ﻧ‬
ِ‫ﺪﻉ‬ ِ‫ﻫ ِﻞ ﺍﻟﺒ‬ ‫ ﹶﺃ‬ ‫ِﻣﻦ‬.
Artinya:

”ketahuilah semoga Allah memberikan taufik kepadamu, sesungguhnya

wajib kepada semua orang (yang belajar hadis) mengetahui perbedaan antara

sahih dan cacadnya riwayat-riwayat. Keredibilitasa pada periwayatnya agar


28
terhindar dari periwayat yang muttahham. Tidak boleh seorangpun meriwayatkan

suatu hadis tanpa ia mengetahui sahihnya tempat periwayatan serta terjaganya

yang penukilan dan harus menjauhi orang-orang yang muttaham dan orang-orang

yang diancam masuk neraka dari golongan pembuat hadis-hadis palsu.”7

7
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 6
29

Setelah mengeluarkan pernyataan diatas, beliau mengatakan ”dan adapun

dalilnya atas perkataan kami diatas adalah firman Allah

‫َﺎﺀﻛﹸ‬ ‫ ﺟ‬ ‫ﺎ ِﺳﻖ‬ ‫ﺎ ﻳ‬ ‫ﻬ‬ ‫ ﺃﹶﻳ‬ ‫ﻳﻦ‬‫ﻨﻮﺍ ﱠﺍ ِﻟﺬ‬ ‫ﻢ ِﺇﻥﹾ ﺁﻣ‬

‫ﻦ‬ ‫ﻴ‬ ‫ِﻣﺍﺎﺮﺩﺕ‬ِ ‫ ) ﻧﺠ‬6 ( ‫ﻮ‬ ‫ِﺒﺤ‬ ‫ﺼ‬ ‫ﻠﹶﻰ ﻓﹶﺘ‬ ‫ﺎ ﻋ‬ ‫ ﻣ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻌﻠﹾﺘ‬ ‫ﻓﹶ‬

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik

membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak

menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya

yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu .

(282 ‫ﻴ‬‫ﺟﻠﹶ‬ ‫ﻧﹶﺎ ﺭ‬‫ﻜﹸﻮ‬‫ﻢ ﻳ‬ ‫ِﻓﹶﺎ ﹾﻥ ﹶﻟ‬


‫ِﻦﺍ‬
 ‫ﺟ‬  ‫ﻬ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﻟ ﹶﻓﺸ‬
‫ِﺀﺍﹲﺪﻞ‬
‫ﺗﻮ‬ ‫ﹶﺮﺍﺿ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺗﻣ‬ ‫ ﺍﻭﻦ‬ ‫ﻣ‬

) ،‫ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬: ‫ﻤﻦ‬ ‫ِﻦﹶﻥِﳑ‬

Artinya:

Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki

dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai (ridhai) dari

para saksi

‫ﻭ‬ ‫ﺫٍﻭﹶﻑ‬ ‫ﻭﺍ‬‫ ِ ﻬﺪ‬ ‫ٍﻑ ﺃﹶﻭ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻌﺮ‬ ‫ﻤ‬ ‫ ِﺑ‬ ‫ﻫﻦ‬  ‫ ﹶﻓﺎِﺭﻗﹸﻮ‬ ‫ﻬﻦ‬ ‫ ﹶﻠﺟ‬ ‫ﻭ‬  ‫ﻌﺮ‬  ‫ ﻤِﺑ‬ ‫ﻫﻦ‬ ‫ﻮ‬ ‫ ﺃﹶ ﹸﻜ‬ ‫ﻐﻦ‬ ‫ﺑﻠﹶ‬ ‫ِﻓﺎﺫﹶﺍ‬
 ‫ﺃﹶﻱﺷ‬ ‫ ِﺴ‬ ‫ﹶﻓﺄﹶﻣ‬
‫‪30‬‬
‫)ﺍﻟﻄﻼﻕ‪( 2 :‬‬ ‫ِﻣ‪‬ﻨﻜﹸﻢ ‪ ‬ﻋ ‪‬ﺪ ٍﻝ‬
31

Artinya:

Apabila mereka (para istri yang ditalak) telah mendekati akhir idahnya,

maka rujuklah (kembali kepada) mereka dengan baik atau lepasanlah mereka dan

persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu.(QS. al-talâq: 2)

Kemudian imam Muslim mengatakan ”maka pengambilan dalil dari ayat-

ayat yang telah kami sebutkan adalah bahwa berita yang dibawa oleh orang-orang

yang dikenal fasik adalah gugur atau tertolak dan persaksian orang-orang yang

tidak adil juga ditolak”8

Tidak hanya dalil al-Qur`an yang ia jadikan dalil tetapi ia juga

mengeluarkan hadis-hais Nabi saw sebagai penguat dari pernyataannya di atas,

seperti hadis-hadis berikut dibawah ini:

 ‫ ِﻳﺪ‬ ‫ ﺤِﺑ‬ ‫ ﻛﹶ ِﺬﺏ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﺮﻱ ﺃﹶﻧ‬  ‫ ﻳ‬ ‫ﺣﺪ‬ ‫ﻲ‬ ‫ﻨ‬ ‫ ﻋ‬‫ﻣﻦ‬  ‫ُﷲ ﻋ‬ ‫ﻠﻢ‬‫ﺳ ﱠ‬ ‫ ﻭ‬  ‫ﺭﺳ‬ ‫ﱠﻠﻰ ﺍ‬ ‫ِﺍﷲ ﺻ‬  ‫ﻋﻦ‬
‫ٍﺚ‬ ‫ﺙ‬
‫ﹶ‬ ‫ِﻪﻴ‬ ‫ﻠﹶ‬ ‫ﻮ ِﻝ‬

9
‫ﻦﻴ‬ ‫ ﺍﻟﻜﹶﺎ ِﺫِﺑ‬ ‫ﺣﺪ‬ ‫ ﺃﹶ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﹶﻓﻬ‬

Artinya:

Dari Rasulullah saw, berliau bersabda " orang berbicara mengatas namakan

saya, yang diyakini ia berdusta, maka dia adalah salah seorang dari para pendusta"

Pada bab kedua, beliau membawakan hadis-hadis yang berisikan ancaman

bagi orang-orang yang berdusta atas nama Nabi Muhammad, seperti hadis-hadis

dibawah ini:

8
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 6
9
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 6
32

‫ﺎ‬ ‫ِﻠﻴ‬ ‫ﻊ ﻋ‬ ‫ ِﻤ‬ ‫ﻪ ﺳ‬ ‫ﺍ ٍﺵ ﹶﺃﻧ‬ ‫ِﺣﺮ‬


 ‫ﻋﻦ‬ ‫ ِﻌﻲ‬ ‫ﺑ‬ ‫ ﺑ ِﻦ ﺭ‬  ‫ِﻲﺿ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻋ‬ ‫ ﺭ‬ ‫ﻝﹸ ﹶﻝ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻳ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺭﺳ‬
 ‫ﺨﹸُﻄﺍﷲﺐ‬ ‫ﹶﻗﺎ‬

 ‫ﺎﺭ‬ ‫ِﻠِﺞ ﺍﻟﻨ‬ ‫ ﻳ‬ ‫ﹶﻠﻲ‬ ‫ ﻋ‬ ‫ ﻳ‬ ‫ ِﹾﻜﺬﺏ‬‫ﻣﻦ‬  ‫ﻪ‬‫ ِﻧﻓﹶﺈ‬ ‫ﻠﹶﻲ‬ ‫ ﻋ‬ ‫ﻮﺍ ﺗ‬ ‫ﹾﻜﺬ‬
10
‫ ِﺑ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﻴ ِﻪ ﻻﹶ ﻭ‬ ‫ﻋﻠﹶ‬ ‫ﱠﻠﻰ ﺍ‬ ‫ﺻ‬
‫ﱠﻢﻠ‬ ‫ُﷲ‬

Artinya:

Ali Ra. Pernah berkhutabah dalam khutbahnya dia berkata: Rasulullah saw

telah bersabda "janganlah kalian berdusta atas namaku karena orang yang

berdusta atas namaku maka akan dilemparkan kedalam api neraka"

‫ﻮﻝﹶ ﺃﹶ ﱠﻥ‬  ‫ﺳ‬ ‫ﱠﻰﻠﺻ ِﺍﷲ ﺭ‬ ‫ِﻪ ُﺍﷲ‬ ‫ﻋﹶﻠﻴ‬ ‫ﱠﻢﺳ‬ ‫ ﻠ‬ ‫ﻭ‬

 11
‫ﺎ ِﺭ ِﻣﻦ‬‫ﺍﻟﻨ‬

Artinya:

Rasulullah saw bersabda: barang siapa yang dengan sengaja berdusta atas

namaku maka tempat kembalinya adalah di dalam neraka

Sekedar untuk menguatkan apa yang telah dipaparkan pada bab pertama

dan kedua. Pada bab ketiga ini, imam Muslim membawakan hadis marfu`, mauquf

dan maqtu yang mencerikatan larangan untuk meriwayatkan hadis-hadis yang

didengar oleh seseorang, tanpa meneliti terlebih dahulu apakah hadis tersebut

sahih atau tidak. berikut adalah hadis-hadis yang dimaksud:


10
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h.
7
11
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h.
33

10
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h.
7
11
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h.
34

‫ﺮﺓﹶ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺮﻫ‬ ‫ﻋ‬


‫ِﷲ‬ ‫ﺑﺍ‬
‫ ﺃِﻗﹶﺑﺎﻲﻝﹶ‬ ‫ﻤ‬ ‫ُﻟﺳﹾﷲ‬ ‫ﻭ‬
 ‫ﺑ‬‫ﻴِﹶﻠﻋﺬ‬ ‫ﻮﻝﹸ ﺍ ﹾ ﹶﻛ‬ ‫ﻰﺳ‬‫ِﻛﺀ‬‫ﺻﱠﻰﻠﹶﺭﻔ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺮ‬
‫ِﻪ‬
‫ﺎ‬

12
 ‫ ِﻤﻊ‬ ‫ ﺳ‬ ‫ﺙﹶ ﹸﻜﻞ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺤ‬ ‫ﻳ‬
‫ﱢ‬
‫ﺑِ ﻣﺎ‬

Artinya:

Dari Abu Hurairah ra. Dia berkata, Rasulullah saw bersabda "Cukuplah

seseorang disebut sebagai pembohong jika dia menceritakan setiap yang ia

dengar"

‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﹶﳋ‬ ‫ﻤﺮ‬  ‫ ﻋ‬ ‫ ﺑﻦ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﻲ ﺍ ﺗ‬ ‫ ِﺿ‬‫ﺭ‬


‫ﺎﺏ‬
ِ ‫ﱠﻄ‬ ‫ﹶﺎﻰﻟ‬

‫ﻊ‬‫ ِﱢﻞﹸﻜﻤ‬ ‫ﺎ ِﺑﺳ‬‫ ﻣ‬13 ‫ﺙﹶ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺤ‬ ‫ﻳ‬

Artinya:

" Umar ra. Berkata Cukuplah seseorang disebut sebagai pembohong jika dia

menceritakan setiap apa yang ia dengar ".

‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ‬ ‫ﺑﻦ‬‫ ٍﺐ ِﺍ‬ ‫ﻫ‬ ‫ ﻲِﻟ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻭ‬ ‫ﻣﺎِﻟﻚ‬  ‫ﻠﻢ‬ ‫ ِﺍ ﹶﻋ‬ ‫ﻪ‬
13
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h.
8
14
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h.
35

‫ﺍ‬ ‫ﺑﺪ‬ ‫ ﹶﺃ‬ ‫ﻮ‬ ‫ ﻫ‬ 14


‫ ِﻤﻊ‬‫ﻻﹶ ﺳ‬‫ﻥﹸ ﻭ‬‫ ﹸﻜﻮ‬‫ﺎ ﻳ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺇِﻣ‬

Artinya:

Ibn Wahab mengatakan, bahwa imam Malik pernah berkata kepadaku

"ketahuilah! sesungguhnya tidak akan selamat seseorang yang mengatakan setiap

12
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 8

13
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h.
8
14
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h.
36

apa yang ia dengar dan dia tidak akan menjadi seorang pemimpin selamanya

ketika dia mesih tetap suka menceritakan setiap apa yang ia dengar"

Selain itu juga imam Muslim mewanti-wanti kepada kepada para pembaca

kitab sahihnya, agar berhati-hati dalam menerima hadis dari orang-orang yang

dianggap lemah. Warning ini ditulisnya pada bab ke empat dalam mukadimahnya

Selanjutnya pada bab kelima imam menulis sebuah judul yang menjelaskan

bahwa sanad adalah bagian dari agama (anna al-Isnad min al-din) dan

periwayatan harus dari para periwayat yang kredibel, dan untuk mengatakan

kekurangan (menjarh)dari seorang periwayat dalam batas-batas yang masih dalam

batas-batas tertentu bukanya hanya boleh hukumnya, bahkan wajib hukumnya dan

perbuatan seperti itu bukanlah dinamakan gibah yang diharamkam, justeru hal

tersebut dapat menjaga adanya celaan terhadap kemulyaan syariaat.

Pernyataan imam Muslim pada bab kelima di atas menurut penulis adalah

bentuk pengaminannya terhadap pernyataan-pernyataan para pendahulunya yang

mengatakan, bahwa sanad bagian dari agama, seperti Ibnu Sirrin, Tawus, sa`ad

ibn Ibrahim, Ibnu Mubarrak dan lain-lain. Berikut ini adalah kutipan dari

pernyataan keempat tokoh terbut:

‫ ﺍﹶﺬ‬ ‫ ﻫ‬ ‫ ﻟﹾ ِﻌﹾﻠﻢ‬15 ‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﺪ‬‫ﻤ‬‫ﺤ‬‫ ﻣ‬‫ ﺑﻦ‬‫ﻦ‬‫ ِﺮﻴﻳ‬‫ ِﺳ‬: ‫ِﺇ ﱠﻥ‬

Artinya:

Muhammad Ibn Sirin berkata: sesungguhnya (sanad) adalah bagian dari

masalah agama, maka telitilah orang-orang yang hadis mereka kalian terima

15
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 36
37

‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻳﻦ ِﺍﺑ‬‫ ِﺮﻴ‬‫ ِﺳ‬:  ‫ﻮﺍ ﹶﻟـﻢ‬ ‫ﻮﻧ‬ ‫ﻜﹸ‬ ‫ﻥﹶ ﻳ‬ ‫ﻟﹸﻮ‬

‫ﺪ ﻓﹶﻼﹶ‬ ‫ﻫ‬ ‫ ِ ﺇﻟ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ ﹶﻈﺮ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺜﹸﻬ‬ ‫ ِﺪﻳ‬  ‫ﺆ‬ ‫ِﺔ ﻓﹶﻴ‬ ‫ﻨ‬ ‫ ﺍﻟﺴ‬ ‫ﺮ ﺇِﹶﻰﻟ‬ ‫ ﹶﻈ‬ ‫ﺎﻟﹸﻜﹸﻢ‬ ‫ﺭِﺟ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻮﺍ ﻟﹶﻨ‬‫ﻤﺳ‬
ِ‫ﻨ ﹶﻰ ِﻞ ﺃﹶ ِﻉ ﺍﻟﹾﺒ‬ ‫ ﻳ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﹸﺬﺧ‬ ‫ﻫ ِﻞ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﹶﻓ‬
‫ﺃﹶ‬

16
‫ﺧﹸﺬ‬  ‫ﺆ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﹸﺜﻬ‬ ‫ ِﻳﺪ‬‫ﺣ‬

Artinya:

Ibn sirin berkata: (pada mulanya) kaum muslimin tidak menanyakan sanad,

namun setelah terjadinya fitnah (apabila mendengar hadis mereka selalu

mengatakan). Sebutkan kepada kami sanad-sanad kelian. Apabila diperoleh dari

Ahlus-sunnah, hadis itu diterima sebagai dalil dalam agama, dan apabila diperoleh

dari orang-orang penyebar bid`ah, hadis itu ditolak

‫ ِﺍﷲ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺒ‬ ‫ ﹶﻗﺎﻝ ﻋ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻳﺳ‬ ‫ِﻹ‬ ‫ﻦ ِﻣ ﺍﻦ‬ ‫ ِﻙ ﺑ‬ ‫ﺎﺭ‬ ‫ﺒ‬‫ ﺍﹾﻤﻟ‬ ‫ﻳ ِﻦ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺍﻟ‬
‫ ﹸﻝ‬ ‫ﻮﺩ‬ ‫ﺎﹸﻘ‬ ‫ﻻﹶ‬

17
‫ﺎ‬ ‫ﺎَﺀ ﻣ‬ ‫ﺷ‬

Artinya:

Abdullah ibn Mubarrak pernah berkata: al-Isnad bagian dari agama,

seandainya tidak ada Isnad maka sudah dipastikan seseorang akan mengatakan

setiap yang dia ingin

17
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 37
38
Dan pada bab enam dari muqaddimah-nya, imam Muslim menulis judul

bab sihah al-Ihtijaj bi al-hadits mu`an`an. Bab ini berisikan pernyataan-

16
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 10

17
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 38
39

pernyataannya akan kebolehan berhujjah dengan hadis mu`an`an tentunya dengan

pernyaratan-persyaratan tertentu dan Masih menurutnya, pernyatan tersebut

adalah pernyataan yang disepakati oleh para ahli ilmu periwayatan baik yang

klasik maupun yang kontemporer. Sekaligus pada bab ini, ia mengkritik orang-

orang yang berseberangan dengan pendapatnya.18

c. Susunan dan Jumlah Bab Perbab dalam Sahih Muslim

Untuk mengetahui secara global isi dari kitab sahih muslim. Penulis

mencoba mengutip setiap tema yang terdapat dalam kitab tersebut, sebagaimana

yang terlihat pada bagan dibawah berikut:

‫ب‬
ِ ‫اﻟ ِﻜﺘَﺎ‬ ِ‫ﺳ ُﻢ ا ِْ َﻟﻜﺘَﻗرُﺎﻢب‬
ْ ‫ِإ‬ ‫ب‬
ِ ‫ُ اﻟ ِﻜﺘَﺎ‬ ِ ‫ِإ ْﺳ ُﻢ ا ِ ْ َﻟﻜﺘَر‬
‫ﻗﺎﻢب‬

18
Berikut ini adalah terjemahan dari kritikan beliau terhadap orang-oranh yang
berseberangan dengannya.
Sesungguhnya setiap perawi yang tsiqah meriwayatkan sebuah dari seseorang yang
kwalitasnya sama dengan dia dan ada kemungkinan si perawi bertemu dengan orang dan
mendengar langsung dari dia disebabkan mereka berdua hidup sezaman walaupun belum ada
informasi yang pasti bahwa mereka pernah berkumpul dan tidak ada juga informasi yang pasti
bahwa mereka pernah berbicara secara verbal maka dengan demikian periwayatan tersebut sahih
dan berhujah dengan riwayat tersebut adalah harus. Kecuali terdapat petunjuk yang sangat jelas,
yang mengindikasikan si perawi tidak pernah bertemu dengan orang tersebut atau dia tidak
pernah medengar satu hadis pun dari dia dan masalah lain yang masih samara dan memungkinkan
untuk kami bahas (jadi kasus periwayatan seperti ini menurut kami adalah) periwayatan yang
diterima dengan cara mendengarkan langsung, kecuali ada keterangan lain seperti yang telah
dijelaskan diatas. Dan dikatakan kepada orang yang telah membawakan pandangan baru,
kami akan memaparkannya untuk ditolak: "anda telah mengatakan bahwa hadis ahad yang
diriwayatkan oleh seorang yang tsiqah yang didapat dari orang yang tsiqah juga adalah bisa
dijadikan hujjah dan wajib diamalkan kemudian setelah itu anda mengatakan (periwayatan
tersebut) dapat diterima kecuali dengan syarat kedua orang tersebut pernah ketemu sekali atau
lebih atau rawi tersebut pernah mendengar hadis secara langsung dari dia. Apakah anda
mendapatkan syarat ini yang anda mensyaratkannya dari seseorang yang harus diikuti
ucapannya? Kalau tidak ada lalu mana dalil dari ucapanmu itu.Apabila dia mengaku syarat
yang ia tetapkan adalah merupakan kutipan dari ucapan para ulama terdahulu maka
mentalah buktinya. Dan sudah tentu dia tidak akan mendapatkan jalannya ataupun orang
lain. Selanjutnya jika dia masih tetap mengaku bahwa apa yang ia sangka adalah dalil yang
dapat dijadikan hujjah, maka katakan kepada dia, dalil macam seperti apalagi? Apabila dia
masih berdalih dengan mengatakan "saya mengatakan hal tersebut karena saya telah
menemukan riwayat yang diriwayatkan oleh para perawi dulu maupun sekarang yang belum jelas
jalur periwayatannya dan perawi tersebut juga belum pernah mendengar" lihat Muslim ibn al-
hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 21
‫‪40‬‬

‫ﺍﻟﻘِﺘﹶﻛ ‪‬ﺎﺴ ‪‬ﺎ ‪‬ﻣﺏ ‪‬ﺔ‬


‫‪1‬‬ ‫‪28‬‬
‫ﺍ‬
‫ِِﻹﻛ‬
‫ﻳ ‪‬ﺘ ‪‬ﺎﻤ ‪‬ﺎﺏ ‪‬ﻥ‬ ‫ﻭ ‪‬ﺍﳌـُ ‪‬ﺤﺎﻭِﻟِ‪‬ﻘﺍﺑِﺭﲔﺼ ‪ِ ‬ﺎﺹ‬

‫ﻭ ‪‬ﺍﻟﺪ ‪‬ﻳ ‪‬ﺎﺕ‬

‫ِﻛﺘ ‪‬ﺎﺏ ‪ ‬ﺍﻟ ﱠﻄﻬ ‪‬ﺎﺭ ‪‬ﺓ‬ ‫ِﻛﺘ ‪‬ﺎﺏ ‪ ‬ﺍﳊﹸﺪ ‪‬ﻭ ‪‬ﺩ‬
‫‪2‬‬ ‫‪29‬‬

‫ﺍ ﻴﳊِﹶﻛ‪‬ﺘ ‪‬ﺎﺾﺏ ‪‬‬


‫‪3‬‬ ‫‪30‬‬
‫ﺍ‬
‫ﹾﻗَِﻷﻛ‬
‫ﺘ ‪‬ﻴِﺎﻀ‪‬ﺏ ‪‬ﺔ‬
‫ِﻛﺘ ‪‬ﺎﺏ ‪ ‬ﺍﻟﺼ ‪‬ﻼﹶﺓ‬ ‫ِﺘﻛ ‪‬ﺎﺏ ‪ ‬ﺍﻟﻠﹸﻘﹶ ﹶﻄﺔ‬
‫‪4‬‬ ‫‪31‬‬

‫ِﺪ ﺘِﻛ‪‬ﺎﺏ ‪‬ﺴ ‪‬‬ ‫ِﻭﻛﺍﳉ ‪‬ﺘﺍ ‪‬ﻬ ‪‬ﺎﺎﻟﺩﺴ ‪‬ﻴ ‪‬ﺏ ‪‬ﺮ‬
‫‪5‬‬ ‫‪32‬‬

‫ﺍﻭﺎ ‪ِ‬ﳌﹶﺟ‬

‫ﻣ ‪‬ﻟﺍ ‪‬ﻮﺍﺼ ‪ِِ ‬ﺿﺓﻼﹶﻊ‬


‫ﺍﺻ ‪‬ﺘﳌِﻛ‪‬‬
‫‪6‬‬ ‫‪33‬‬
‫ﺍ‬
‫ﺏ ‪‬ﺴ ‪‬‬ ‫ِِﻹﻛ‬
‫ﺮ‬ ‫ﺘ ‪‬ﻣ ‪‬ﺎﺭ ‪‬ﺓﺏ ‪‬‬

‫ﻭ ‪‬ﻗﹶﺼ ‪ِ‬ﺮﻫ ‪‬ﺎ‬


‫ﺍ ِﻛﺘ‪‬ﺎ ﻤ ‪‬ﺏ ‪‬ﻌ ‪‬ﺍﺔﹸﳉ‬
‫‪7‬‬
‫‪34‬‬ ‫ﻟ ﻭ ‪‬ﺼ ‪‬‬
‫ﺍِﻛ‬
‫ﻴ ‪‬ﺘ ﱠ‪‬ﺪﺬﺎﻟ‬
‫ﺑ ‪‬ﺎﺏ‬
‫‪41‬‬

‫‪‬‬
‫ِﺋﺢ‬
‫‪42‬‬

‫ﻭ ‪‬ﺍﻣ‪‬ﻳ ‪‬ﹾﺆﻟ ِ‪‬ﻛﺎﻣﹶﺤ ‪‬ﻦ ‪‬ﻴ ‪ ‬ﹸﻮﻞ ‪‬ﺍﻥ‬

‫ﺻ ‪ِ ‬ﺘﻛ‪‬ﺎﻼﹶﺓِﺏ ‪‬ﺍﻟِﻴﻌ‪‬ﺪ ‪‬ﻳ ‪‬ﻦ‬ ‫ﺍ ﺘَِﻷﻛ‪‬ﺎﺿ ‪‬ﺎﺏ ‪ِ‬ﻲﺣ‬


‫‪8‬‬ ‫‪35‬‬

‫ﺘِﻛ‪ِ‬ﺍﺎﻹﺏ ‪‬ﻼﹶﺳ ِ‪‬ﺘﺓﺻ ‪‬ﺴ ‪‬ﺎﹶﻘﺀ‬ ‫ِﻛﺘ ‪‬ﺎ ﺷ ‪‬ﺏ ‪‬‬


‫‪9‬‬ ‫‪36‬‬

‫ِﺮ‬
‫ﺍ ‪َ‬ﺔﺑﻷ‬
‫ﻟﻜﺘِﹸﻛ‪‬ﺎﺴ ‪‬ﻮﺏ ‪‬ﻑ‬ ‫ﻟﻭﺍ ِﱢﺍ‪‬ﻛﻠ‬
‫‪37‬‬
‫‪10‬‬
‫ﺍ‬
‫ﺒ ‪‬ﺘﻟ ‪‬ﺰﺎ ‪‬ﻳ ‪‬ﻨ ‪‬ﺱﺏ ‪‬ﺔ‬
‫ِﻛﺘ‪‬ﺎ ﻨ ‪‬ﺏﺍﺰِ‪‬ﹶﳉﺋﺎ‬ ‫ِﻛﺘ‪‬ﺎ ﺩ ‪‬ﺏ ‪‬ﺍ َﺍﺏﻷ‬
‫‪11‬‬ ‫‪38‬‬

‫ﺍﻟﺍﺰ ‪‬ﺘِﻛ‪ ‬ﺎﹶﻛﺓﺏ ‪‬‬ ‫ﻟﺴ ‪‬ﺘِﻛ‪‬ﺎ ﹶﻼﻡﺏ ‪‬‬


‫‪12‬‬
‫‪39‬‬

‫‪13‬‬ ‫ِﻣﻦ ﺍﻷَ ﻟﺼ ‪ ‬ﻴِﻛ‪‬ﺘ ‪‬ﺎﻡﺏ ‪‬‬ ‫‪40‬‬


‫ﹾﻟِﺏ‬
‫‪َ‬ﺍﻛﺘﺩﻷ ‪‬ﺎﹶﻔﺎﺏ ‪‬‬
‫ﺍ‬
‫ﻅ‬
‫ﻭ ﻏﹶ‪ِ ‬ﺮﻴﻫﺎ‬
‫ﺍ ﺍ ﺘِِﻹﻛ‪‬ﻋ ﹶِﻘ‪‬ﺘﺎﺎﺏ ‪‬ﻑ‬ ‫ﻟﺸ ‪ ‬ﺘِﻛ‪‬ﻌﺎﺮﺏ ‪‬‬
‫‪14‬‬
‫‪41‬‬

‫ﺍ ﺘﳊِﹶﻛ‪‬ﺎﺞ ‪‬ﺏ ‪‬‬ ‫ﻟﺍﺮ ‪‬ﺘِﻛ‪‬ﺅ ‪‬ﻳﺎ ‪‬ﺎﺏ ‪‬‬


‫‪15‬‬ ‫‪42‬‬

‫ﻨﻟﺍ ‪‬ﺘِﻛ‪‬ﺎ ﹶﻜﺎﺏ ‪‬ﺡ‬


‫‪16‬‬ ‫‪43‬‬
‫ﺍﻟ‬
‫ِﻔﹶﻛ‬
‫ﺘ ‪‬ﺎ ‪ِ‬ﺋﺏﺎﻀ‬
‫‪‬‬
‫ِﻞ‬
‫ﺍِﺘﻟﻛ‪‬ﺮ ‪‬ﺎ ‪‬ﺿﺎﺏ ‪‬ﻉ‬ ‫ِﹶﻓﺍﻟﻛ‬
‫‪17‬‬ ‫‪44‬‬
‫‪43‬‬

‫ﺘ ‪‬ﺎﻀ ‪‬ﺼ ِ‪‬ﺋﺎﺏ ‪‬ﺤ ‪ِ‬ﺑﺎﻞ‬


‫‪‬‬
‫ِﺔ‬
‫‪44‬‬

‫ﻋ‪‬‬ ‫‪‬ﻨ ﺍ ‪‬ﻬﺭ ‪‬ﻢ‬


‫‪‬‬
‫ُ ِﷲﺿ ‪‬ﻲ‬
‫ﺍﻟ ﺘِﱠﻄﻛ‪‬ﺎﹶﻼﻕﺏ ‪‬‬ ‫ِﻟﻛِﻭﺍ ﺒﺍ‪‬ﻟ‬
‫‪18‬‬ ‫‪45‬‬

‫ﺘ ‪‬ﺮ ‪‬ﺎﺼ ‪‬ﻼﹶﺏ ‪‬ﺓ‬

‫ﻭﺍﻵﺩﺍﺏ‬
‫ﱢِﻟﻠﺍﻛ‬ ‫ﺍﻟ ﺘِﹶﻘﻛ‪‬ﺪ ‪‬ﺎﺭﺏ ‪‬‬
‫‪19‬‬ ‫‪46‬‬

‫ﺘ ‪‬ﻌ ‪‬ﺎﻦﺏ ‪‬‬


‫‪20‬‬ ‫‪47‬‬
‫ﺍﻟ‬ ‫ﺍﻟ‬
‫ِِﻌﻛ‬ ‫ﹾﻠِِﻌﻛ‬
‫ﺘ ‪‬ﺘ ‪‬ﺎﻖﺏ ‪‬‬ ‫ﺘ ‪‬ﺎﻢﺏ ‪‬‬
‫ﺒﻟﺍ ‪‬ﻴِﻛ‪‬ﺘ ‪‬ﺎﻮﻉﺏ ‪‬‬ ‫ِﺍﻟﺪﻟﺬﻭﻛ ‪‬ﺘ ‪‬ﺎﻛﹾﻋ ‪ ‬ﺎﺮﺀﺏ ‪‬‬
‫‪21‬‬ ‫‪48‬‬

‫ﹶﻔﺎﺭ ﻭ ‪‬‬
‫ﻟﺍ‬
‫ﺘ ‪‬ﻭ ‪‬ﻮ ‪‬ﺑﺍ ‪ِ‬ﺳﺔﻹ‬
‫‪‬‬
‫ِﺘﻐ ‪‬‬
‫ِﻛﺘ ‪‬ﺎﺏ ‪ ‬ﺍﳌﹶﺴ ‪‬ﺎﻗﹶﺔ‬ ‫ِﻛﺘ ‪‬ﺎﺏ ‪ ‬ﺍﻟﺘ ‪‬ﻮ ‪‬ﺑ ‪‬ﺔ‬
‫‪22‬‬ ‫‪49‬‬

‫ﺍﻟ ﺘِﹶﻔﻛ‪‬ﺮِﺋ‪‬ﺎﺏﺍ ‪‬ﺾ ‪‬‬ ‫ِﻨﳌِﺍﺻﹸﻛ‪‬ﺘ ‪ ‬ﹶﻔﺎِﻓﻖﺏ ‪ِ ‬ﺕ‬


‫‪23‬‬ ‫‪50‬‬

‫ِ ِﻣﻬﻢ ‪ ‬ﻭ ‪‬ﺃﹶﺣ ‪‬‬


‫ﻜﹶﺎ‬
‫ﺒِﺍﳍﻛ‪‬ﺘ ‪‬ﺎﺎﺕﺏ ‪‬‬ ‫ﺍ ﻭ ‪‬ﻨِﹶﳉﻛ‪‬ﺘ ‪‬‬
‫‪24‬‬ ‫‪51‬‬
‫‪45‬‬

‫ِﺔﹶﻔِﺔﺻﺎ‬
‫ﺏ‪‬‬
46

 ‫ﺎﻫ‬ ‫ﺃﻬﹶ‬ ‫ ِﻤﻭ‬ ‫ِﻌﻴ‬‫ﻧ‬


‫ِﻠ‬
‫ﺎ‬ ‫ﻬ‬
 ‫ﺔﺏ‬‫ِﻴﺎﺻ‬‫ﺘِﻛ‬ ‫ﺃﹶﻟﺍﻮ‬
25 52
 ‫ﻟﺷﺍ‬
 ‫ﻁﻦﺍﺏ‬‫ﺘ ِﺎ‬ ‫ﺘ‬ ‫ﺮ‬

‫ﺔ‬ ‫ﺎﻋ‬ ‫ﺍﻟﺴ‬


‫ﻨﻟﺍﺭ‬ ‫ﺎ ﺬﹶﺏ‬ ‫ِﻛﺘ‬ ‫ﻖﺋﺎ‬ِ ‫ ﻗﺪﹶﺏ‬ ‫ﺮﺎﻟ‬ ‫ﺍﻫ‬ ‫ ﺘﻭ‬‫ِﻛ‬ ‫ﻟﺰﺍ‬
26 53

‫ﺮﻴ‬‫ﻔ ِﹾﺴ‬ ‫ ﺍﻟﺘ‬ ‫ﺎﺏ‬ ‫ِﻛﺘ‬


27 54
‫ﺍ‬
‫َِﻷﻛ‬
‫ﻥ‬ ‫ﺎﺏ‬ ‫ﺎﻤ‬ ‫ﺘ‬ ‫ﻳ‬

Jika dilihat dari susunan kitab perkitab (bukan berarti buku) yang terdapat

dalam kitabnya, maka sahih muslim termasuk dalam klasifikasi kitab, yang diberi

nama denganal-Jawâmi`.sebagaimana beberapa kitab yang digolongkan dalam


kategori al-Jawâmi` seperti: Jâmi‘ al-Razâq, Jâmi‘ al-Tsurî, Jâmi‘ al-Tirmiz î dan

lain-lain.19

Sedangkan dimaksud denganal-jâmi`di sini adalah setiap kitab hadis yang

menghimpun hadis-hadis sesuai dengan berbagai macam tema yang terdapat

didalamnya20, dengan kata lain, al-jâmi` tidak hanya memuat hadis-hadis yang

berkaitan dengan salah satu cabang ilmu dalam Islam, seperti Akidah, Hukum,

tata krama,tafsir sejarah dan lain-lain21.

21
Mahmûd Tahhân, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, h.
97
47

19
Mahmûd Tahhân, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, (Riyadh : maktabah al-
Ma`arif, 1991) cet, 2, h. 97
20
Mahmûd Tahhân, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, h. 97

21
Mahmûd Tahhân, Usûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, h.
97
48

B. Pandangan Para Ulama Mengenai Hadis-Hadis Yang Terdapat Dalam

Kitab Sahih Muslim

Telah menjadi kesepakatan para ulama, bahwa kitab sahih Muslim

merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih setelah al-qur`an dan hal ini

tidak terjadi perbedaan pandangan di kalangan mereka. Apabila dilihat dari sisi

mana yang paling sahih di antara keduanya, maka disini terjadi pembagian dua

kelompok, yaitu ; kelompok jumhur yang mengatakan kitab sahih Bukhari lebih

unggul dari sahih Muslim, karena imam al-Bukhari memberikan 2 syarat untuk

penulisan hadis, pertama: seorang periwayat harus semasa dengan gurunya.

Kedua: ia benar-benar mendengar hadis secara langsung dari gurunya tersebut.

Sedangkan imam Muslim tidak menjadikan syarat yang kedua sebagai syarat. 22

Kelompok kedua adalah minoritas, yang meyakini bahwa sahih Muslimlah

yang tersahih. Kelompok ini diwakili oleh ulama-ulama Maghrib dan Abu ‘Ali,

al-Naisâbûrî23. Abu ‘Ali pernah mengatakan “tidak ada satu kitab hadis pun

dibawah pelataran langit yang lebih sahih dari sahih Muslim” 24

Walaupun pernyataan dua kelompok terakhir telah mendapatkan kritikan

dari Ibnu Katsîr dan al-Suyûti, akan tetapi Muhammad Fuad ‘Abd al-Bâqi sedikit

membarikan pembelaan terhadap kelompok terakhir tersebut, dia mengatakan

“walaupun sahih al-Bukhari adalah yang tersahih dan itu adalah pendapat jumhur

ulama, akan tetapi kitab imam Muslim dari sisi ketelitian yang berkaitan dengan

22
Ibn Katsîr, al-Bâ ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, Editor: Ahmad
Muhammad Syâkir, (Beirut: Darul Fikr, 2005), cet 1, h. 20
23
Ibn Katsîr, al-Bâ ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîts, h. 20
24
al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, (Maktabah al-Shafa t.t.h), juz 8, h
301
49

sanadnya, dialah yang lebih baik”25. Dan hal-hal yang ada kaitannya sanad dari

kitab sahih Muslim, akan penulis bahas pada bab berikutnya, insya Allah.

Selain terjadi perbedaan pendapat pada masalah di atas, terjadi pula

perbedaan pandangan dalam menafsirkannya pengelompokkan hadis-hadis dalam

sahih Muslim, menjadi tiga kelompok, sebagaimana yang terdapat di awal

muqaddimah dari kitabnya.

Mengenai perbedaan pendapat ini, penulis mencukupkan pembahasan

dengan apa yang telah dipaparkan oleh imam al-suyûthî dalam kitabnya Tadrîb al-

Râw fî Syarh al-Taqrîb al-Nawâwî26, sebagaimana berikut:

" Imam muslim dalam mukadimah sahihnya, membagi hadis-hadis

yang ia riwayatkan menjadi tiga ketegori.

1. hadis yang diriwayatkan oleh para hâ fiz dan al-mutqinûn

2. hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat mastûr tetapi

kapasitas mereka masih di bawah kelompok kedua

3. dan hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat lemahal-

Matrukûn.

Para ulama berbeda pendapat mengenai maksud dari pembagian

kategori tersebut.

Menurut ak-Hakim dan al-Baihaqi: yang diinginkan oleh Muslim

adalah antisipasi, sebelum dia menyebutkan kelompok kedua, terlebih

dahulu ia menyebutkan kelompok pertama.

25
Muslim ibn al-hajâj, Sahih Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, juz 1, h ‫ﺩ‬
26
al-Suyûti, Tadrîb al-râwi, editor; abd al-wahab Abd al-latif, (Qâhirah: maktabah
dâr al-turats,2005 ) cet. 5, h. 71-72
50

(akan tetapi statement dia atas di sanggah oleh al-Qâd i al-`iyâd),

menurutnya: ucapan ini bersumber dari guru-guru al-Hâkim, dan orang-

orang banyak mengikutinya. Menurutku bukan seperti itu, lebih tepatnya

yaitu bahwa, imam Muslim setelah meyebutkan kelompok pertama,

kemudian menyebutkan hadis dari kelompok kedua sebagai mutâba`ah

dan al-isytisyhâd. Atau sekiranya belum ada sesuatu yang dimaksud oleh

hadis dari kelompok pertama, maka ia menyebutkan hadis dari kelompok

ketiga"

Ahmad Umar Hasyim dalam bukunya yang berjudul ushûl al-H adîts,

menulis sebuah sub judul "bantahan terhadap terhadap orang yang mengatakan

bahwa terdapat periwayat-periwayat dhaîf dan matrûk dalam hadis-hadis yang

diriwayatkan oleh imam Muslim"

Beliau mengatakan "apabila ada yang mengatakan, bahwa dalam sahih

muslim terdapat para periwayat yang tergolong lemah dan kelompok pertengahan

yang tidak memiliki kreteria sahih, maka jawabanya adalah sebagai berikut"

1. adapun yang dimaksud dengan sanad-sanad tersebut adalah, bahwa

mereka ada yang mengatakan lemah dan ada pula yang mengatakan tsiqah.

2. sanad-sanad tersebut hanyalah sebagaimutâba`ahdansyawâhidbukan

asal sanad yang ia sebutkan. Jadi yang pertama imam Muslim adalah hadis asal

yang sahih, kemudian ia mengikutkan hadis-hadis yang lain dengan sanad yang
51

sebagiannya lemah. Dengan tujuan untuk menguatkan serta menambahkan hal-hal

yang lain.27

3.Bisa jadi ada seorang periwayat yang tiba-tiba menjadi d a'if disebabkan

ikhtilât (bercampurnya hafalan, dikarenakan usia lanjut) setelah imam Muslim

menerima hadis darinya. Seperti Ahmad ibn Abdurrahman ibn Akhi ibn Abdullah

ibn Wahab yang bercampur hafalannya, pada tahun 150 H, setelah imam Muslim

keluar dari kota Mesir.

4. Membawakan hadis-hadis lemah setelah menyebutkan hadis sahih adalah

dengan tujuan, agar hadis-hadis lemah tersebut naik derajat (menjadi hasan li

ghairihi).28

penulis akan memberikan contoh hadis yang dapat dilihat dalam sahihnya,

pada bab " Bâb Istihbâb Tahsîn al-saut bil-Qurân29.

 ‫ﻫِﺮﻱ‬ ‫ﺰ‬  ‫ﺔﹶ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻴ‬ ‫ ﻋ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ ﺣ‬ ‫ﺣﺮ‬ ‫ ﻗﹶﺎﻻﹶ‬ ‫ﺑﻦ‬  ‫ﺮ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺯﻫ‬  ‫ ﻭ‬ ‫ِﺎﻗﺪ‬ ‫ﻭ ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻤﺮ‬  ‫ﹶﺛﻲِﻨ ﻋ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬
‫ ﺍﻟ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﺎﹸﻥ‬ ‫ﻴﺳﹾﻔ‬ ‫ٍﺏ‬
‫ِﻪ‬ ‫ﻴﻠﹶ‬ ‫ٍﺀُﷲ ﻋ‬ ‫ﻲ‬ ‫ِﻟﺸ‬:‫ِﺫﻥﻗﹶﺍﺎﻝ ُﹶﷲ‬ ‫ ﺃﱠﺳﻠﹶﻢ‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﻠﻰ ﻭ‬‫ﺒـِﻲ ﺻ ﱠ‬ ‫ﻠﹸﻎﹸ ِﺑِﻪ ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻲ ﻳ‬ ‫ﺔﹶ ﺃﹶِﺑ‬ ‫ﻠﹶﻤ‬ ‫ ﹶﺃﻲِﺑ ﺳ‬ ‫ﻋﻦ‬
‫ٍﺮﺓ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻫﺮ‬ ‫ﺍ‬  ‫ﻋﻦ‬
‫ﺁ ِﻥ‬ ‫ ِﺑﺎﻟﹾ ﹸﻘﺮ‬ .‫ﲎ‬ ‫ﻐ‬ ‫ﻳﺘ‬ ‫ﻲ‬ ‫ِﺒ‬ ‫ﺎ ﹶﺃِﺫ ﹶﻥ ِﻟﻨ‬ ‫ﻣ‬
Artinya:

Telah bercerita kepada saya ‘Amar al-Nâqid dan Zuhair Ibn Harb, mereka

berdua berkata, telah bercerita kepada kami Sufyan Ibn ‘Uyaiynah dari al-Zuhry

dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata (berdasarkan) apa yang Nabi saw

sampaikan kepadanya yaitu; Hal yang (sangat) dianjurkan oleh Allah swt

27
Ahmad Umar Hasyim, qawâ‘id usûl al-hadîts, (Beirut: Ilmu al-Kutub, 1997), cet 2, h.
48-49
28
Ahmad Umar Hasyim, qawâ‘id usûl al-hadîts, h. 48-49
29
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 351-352
52

(sebagaimana juga) dianjurkan oleh Nabi saw adalah membaguskan suara ketika

membaca al-Qur`an.

 ‫ﺮ‬ ‫ ﺒﺧ‬  ‫ﻫ‬‫ﻦ ﻭ‬ ‫ﺍ ﺑ‬ ‫ﻰ ﺃﹶ‬ ‫ﻴ‬‫ﺤﻳ‬  ‫ﺑﻦ‬ ‫ﻠﹶﺔﹸ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺛﹶﻲِﻨ ﺣ‬ ‫ﺣﺪ‬  ‫ﻭ‬
‫ﺛﻮ‬‫ﹶ‬ ‫ﺪ‬ ‫ ﻳﺣ‬ ‫ﻲﺡ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻧ‬
‫ﻧ‬

‫ﺒ‬ ‫ ٍﺐ ﺃﹶﺧ‬ ‫ﺲ‬ ‫ﻧ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻳ‬ ‫ِﻲﻨﺲ‬
‫ﺬﹶﺍ ﺍِﻹ‬ ‫ ﻲِﻧﺮ ٍﺏ ِﺑﻬ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﺎ ٍﺐ ﺃﹶﺧ‬‫ﺍ ﺑ ِﻦ ِﺷﻬ‬  ‫ﻋﻦ‬‫ﹶﺎﻼﺩِﻛ‬ِ ‫ ﻨﻤ‬‫ِﺳ‬ ‫ﻭﻫ‬ ‫ﻤﺮ‬  ‫ ﻋ‬ ‫ﺧ‬  ‫ﻫ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ ﻦ‬ ‫ﻠﹶﻰ ﺃﹶ ﺍﺑ‬ ‫ ِﺍﺒﺪ َﻷ ﻋ‬ ‫ ﻋ‬ ‫ﺑﻦ‬
‫ﺎ‬ ‫ﻧ‬‫ﺮﺒ‬
‫ﲎ ِﺑﺎﻟﹾﻘﹸﺮﺁ ِﻥ‬.  ‫ﻐ‬ ‫ﺘ‬ ‫ ﻳ‬ ‫ﻨﻲِﺒ‬ ‫ﺄﹾِﺫﻥﹸ ِﻟ‬ ‫ﻤﺎ ﻳ‬ ‫ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻛﹶ‬
Artinya:

Telah bercerita kepada saya Harmalah Ibn Yahya, (ia berkata) telah

mengabarkan kepada kami Ibn Wahb (Ia mengatakan) telah mengabarkan

kepada kami Yunus (al- Tahwîl) telah bercerita kepada saya Yunus Ibn al- A‘lâ

(ia berkata) telah mengabarkan kepada kami ‘Amr keduanya

(bersumber) dari Ibn Syihâb dengan sanad ini berkata: “

Sebagaimana yang dianjurkan oleh Nabi saw adalah membaguskan suara

ketika membaca al- Qur`an”

 ‫ﺪ‬ ‫ﻳ ِﺰﻳ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﹶﺛﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ ٍﺪ ﺣ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺤ‬ ‫ ِﻦ ﻣ‬ ‫ﻳ ِﺰ)ﺑ‬‫ﻌﺩِﺰ‬ ‫ﺍﻟﹾﳍﹶﺎ‬ ‫ ﺍﺪ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﺎ‬‫ﻨ ﺍ‬ ‫ﺛﻮﹶ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻭﺣﻫ‬ ‫ﻦ ﺍﳊﹶﻜﹶ ِﻢ‬ ‫ﺑ‬  ‫ﺮ‬ ‫ﺪﺛﹶﻲِﻨ ِﺑﺸ‬  ‫ﺣ‬
‫ﻮﻝﹶ‬  ‫ﺭﺳ‬  ‫ﺮﺍٍـﺓ ﺃﹶُﷲﻧ‬‫ﻳﻰ‬  ‫ﱠﻠﺮ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻲﺻ‬ ‫ﺍـﺃـﹶِﺑِﷲ‬ ‫ﻦـ‬ ‫ﺔﹶ ﻋ‬ ‫ﻠﹶﻤ‬ ‫ ﺃﹶِﺑﻲ ﺳ‬ ‫ﻋﻦ‬ َ  ‫ﻋﻦ‬ (
‫ﻢ‬ ‫ﺮﺍِﻫﻴ‬ ‫ﺑ‬ ِ‫ﻦـِ ﺇ‬ ‫ ِﺪ ﺑ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻣﺤ‬ ‫ِﻤﻊ‬ ‫ ﺳ‬ ‫ﻪ‬
‫ﺮ‬ ‫ﻬ‬  ‫ﺠ‬ ‫ِﺑﺎﻟﹾ ﹸﻘﺮﺁ ِﻥ ﻳ‬  ‫ﻮ‬  ‫ ﺍﻟﺼ‬ ‫ﻲ‬ ‫ُﷲ ِﻟﺸ‬ ‫ﻲ ﺣ‬ ‫ﻨِﺒ‬ ‫ﺎ ﺃﹶِﺫﻥﹶ ِﻟ‬ ‫ﻝﹸ ﹶﺃﺫِﻥﹶ ﺍ ﻣ ﻣ‬ ‫ﻳ ﹸﻘﻮ‬ ‫ﻢ‬ ‫ِﻪ‬ ‫ﻋﻠﹶﻴ‬
ِ‫ﻦ ِﺑ‬ ‫ٍﺀ ﺴ‬ ‫ﺎ‬ :‫ﱠﻠ‬ ‫ﻭﺳ‬
 ‫ﲎ‬ ‫ﺘﻐ‬ ‫ﻪ ِﺕ ﻳ‬

Artinya:
53

Telah bercerita kepada saya Bisyr Ibn al-Hakam (ia berkata) telah bercerita
kepada kami ‘Abd al-‘Azîz Ibn Muhammad (ia berkata) telah bercerita kepada
kami Yazîd ia adalah anak al-Hâdi dari Ibrâhîm dari Abu Salamah dari Abu
Hurairah, sunguh ia telah mendengar Nabi saw bersabda “Hal yang (sangat)
dianjurkan oleh Allah swt (sebagaimana juga)aku anjurkan Nabi saw adalah
membaguskan suara ketika membaca al-Qur`an dengan keras
54

 ‫ﺮ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻲِﻧ ﻋ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺧ‬ ‫ ٍﺐ ﹶﺃﺑ‬ ‫ﻭﻫ‬  ‫ﺑﻦ‬ ‫ ِﺍﷲ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻤﻲ ﻋ‬  ‫ﺛﹶﻨﺎﹶ ﻋ‬ ‫ﺣﺪ‬ ‫ ٍﺐ‬ ‫ﻫ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ ﺍ‬ ‫ ﹶِﺃﺧﻲ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ﺪﺛﹶﻲِﻨ ﺍ‬  ‫ﺣ‬ ‫ﻭ‬
‫ ﱠﺻﻠﻰ‬ ‫ٌﺍﺀ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻪ ﺳ‬ ‫ﻮ ﹶﻝ ﺍ ِﷲ ِﹾﻣﺜﻠﹸ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ِﺇﱠﻥ ﺭ‬ ‫ﺑ ِﻦ ﺍﻟﹾﻬ ﻭ‬ ‫ﻦ ﺍ‬ ‫ﺎِﺩ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﺬﹶﺍ ِﺍﻹﺳ‬ ‫ ٍﻚ ِﺩ ﻬِﺑ‬ ‫ ٍﺢ ﻋ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﻦ ﺷ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﻮﹸﺓ‬ ‫ﻣﺎِﻟ‬
‫ﺎ‬  ‫ﻴ‬ ‫ﻭﺣ‬
‫ِﻤﺳ ﻊ‬ ‫ ﹸﻘﻞﹾ‬ ‫ﻢ ﻳ‬ ‫ﻟﹶ‬ ‫ﻢ ﻭ‬ ‫ﱠﻠ‬ ‫ﺳ‬ ‫ِﻪ ﻭ‬ ‫ﻠﹶﻴ‬ ‫ﺍ ُﷲ ﻋ‬
Artinya:
Keponakanku yaitu Ibn Wahb Telah bercerita kepada saya (ia berkata)

telah berceita kepada saya pamanku ‘Abdllah Ibn Wahb (ia berkata) telah

bermengabarkan kepada saya ‘Umar Ibn Malik dan Haiwah Ibn Syuraih dari ibn

al-Hâdi dengan sanad hadis ini (yang matannya sesuai dengan hadis yang di atas)

terkecuali didalamnya tidak disebutkan (kata) telah mendengar.

 ‫ﻦ‬ ‫ﻋﺪ‬ ‫ِﻋﺳﻰﻲﺣ‬ ‫ﺍ‬ ‫ﺯ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻭ‬ ‫ٍﺮ ﻣ‬‫ﻦﻴ‬‫ِﺑﺜ‬ ‫ﻛﹶ‬ ‫ِﺑﻜﹶﻲﻢ‬ ‫ﺎ ﺍﻟﹾﺤ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺣﺪ‬  ‫ﻭ‬
‫ﺛﹶ‬
‫ﹶﺃ ﺍﹶ َﻷ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﹶﻘﹸﻰﻞ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻫ‬‫ﺤﻳ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻨ‬
 ‫ﻭﺳ‬ ُ‫ﺎ ﹶﺃﺫِﻥﹶ ﺍﷲ‬ ‫ﻴ ِﻪ ﻣ‬ ‫ﻋﻠﹶ‬  ُ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻮ ﹸﻝ ِﺍﷲ ﹶﻗﺎﻝﹶ ﺭ‬  ‫ﻦ‬ ‫ ﻋ‬،:‫ﺮٍﺓ ﻗﹶﺎﻝﹶ‬  ‫ﻳ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺔﹶ ﻫ‬ ‫ﹶﻠﻤ‬ ‫ ﹶﺃﻲِﺑ ﺳ‬ ‫ﻋﻦ‬
‫ﻢ‬ ‫ﱠﻠ‬ ‫ﱠﺻﻠﻰ‬  ‫ﺳ‬ ‫ﺃﹶﻲِﺑ‬
‫ﺮ ﺑِﻪ‬  ‫ﻬ‬ ‫ﺠ‬ ‫ ِﺑﺎﹾﻟ ﹸﻘﺮﺁ ِﻥ ﻳ‬ ‫ﲎ‬ ‫ﻐ‬ ‫ﻳﺘ‬ ‫ﻲ‬ ‫ﻨِﺒ‬‫ﻪ ِﻟ‬ ‫ٍﺀ ﻛ ﹶﺄ ِﺫﻧ‬‫ﻲ‬ ‫ِﻟﺸ‬
Artinya:
Telah bercerita kepada kami al-Hakam ibn Mûsâ (ia berkata) telah berceita
kepada kami Haql dari al-Auza‘iy dari Yahya ibn Abu Katsîr dari Abu Salam dari
Abu Hurairah ( ia berkata) Rasulullah saw bersabda Hal yang (sangat) dianjurkan
oleh Allah swt (sebagaimana juga) saya anjurkan juga oleh Nabi saw adalah
membaguskan suara ketika membaca al-Qur`an dengan keras
Muhammad ibn Ibrahim al-Halby dalam bukunya mengatakan " ketahuilah,

bahwa terkadang dimasukkan ke dalam bab mutâba`ah dan isti syhâd riwayat

yang hadisnya tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil……. Dan dalam kitab

Bukhari dan Muslim terdapat kelompok al-Du'afâ` yang disebutkan oleh mereka

dengan tujuan sebagai al- mutâba'ah dan al-Syawâhid ".30


55
30
Muhammad ibn Ibrâhîm al-Halbî al-Hanafî, Qafwu al-Âtsar fî Safwah, (Beirut: Dar-
Alfikr, 1970), cet 1, h.64
BAB IV

METODE PENYUSUNAN SANAD DALAM SAHIH MUSLIM

A. Al-tahwîl dan Fungsinya

Di bagian awal penulis telah menyinggung bahwa, jika dibandingkan

dengan kitab-kitab hadis yang ditulis oleh para ulama, baik yang terdulu maupun

yang sekarang, secara sekilas memang tidak ada perbedaan yang mendasar dari

cara mereka menyusun hadis. Akan tetapi imam Muslim dengan kitab Sahîh-nya

menunjukkan ciri khas tersendiri ketika menyusunnya, terutama dalam

menampilkan jalur periwayatan dari hadis-hadis yang beliau terima. Di sana akan

banyak dijumpai percabangan jalur sanad dari hadis-hadis yang diriwayatkannya,

sedangkan di kitab s ahîh al-Bukhâri maupun Kutub al-Sunan akan jarang

dijumpai Percabangan inilah yang lebih dikenal dengan istilah al-tah wîl, yang

secara bahasa dapat berarti perpindahan.

a. Pengertian al-Tahwîl

Dalam literatur kitab-kitab hadis, al-tah wîl biasanya disimbolkan dengan

huruf (‫' )ﺡ‬h'. Di kalangan ulama, masih ada yang bersilang pendapat, tentang

apakah huruf h tersebut adalah singkatan dari kata h âil (pemisah), al-tah wîl

( pemindahan), sahha (selamat/benar) atau al-h adîts (khabar). 1


Selain

perselisihan pandangan tersebut, menurut al-Nawâwy, " belum juga diketahui,

siapa yang pertama kali menggunakan rumus 'h' tersebut."2

1
Syams al-Dîn Muhammad ibn ‘Abd al-Rahmân al-Syakhâwî, Fath al-Mugîts Syarh al-
fiyah al-hadîts, (Libanan: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1403 H) cet 1, juz 2
2
al-Suyûtî,Tadrîb al-Râwi, editor; abd al-wahab Abd al-lat if, (Qâhirah: maktabah dâr al-
turats,2005 ) cet. 5, h. 372

44
45

Sedangkan secara istilah, penulis belum menemukan para muhadditsûn

terdahulu memberikan definisi secara gamblang, sebagaimana mereka

memberikan definisi pada hadis sahîh, h asan, mursal maud ú` dan lain-lain.

Penulis hanya menemukan mereka menjelaskan maksud simbol 'h' ketika

membahas rumus yang sering digunakan oleh para periwayat dalam kitab-kitab

mereka. Seperti dalam kitab fath al-Mugîts, terdapat sebuah judul al-Isyârah bi al-

Rumz, di sana al-Syakhâwî mengatakan ” para ahl-al h adîts ketika mereka

menulis hadis atau mengarang sebuah kitab dan mereka menemukan adanya

pertemuan dua buah sanad atau lebih, maka ketika mereka mau berpindah dari

sanad satu ke sanad yang lain, mereka menulis dengan rumus H (‫)ﺡ‬.3

Sesungguhnya huruh H (yang sering disebutkan dalam sanad-sanad hadis)

maknanya adalah al-tahwîl yakni perpindahan dari sanad satu ke sanad yang lain4

begitulah yang dikatakan Ibn al-salâh dalam Muqqadimah-nya. Hal senada juga

dikatakan oleh al-Nawâwî, menurutnya ”apabila sebuah hadis memiliki satu sanad

atau lebih (biasanya para ahli hadis) menulis pada perpindahan sanad tersebut

dengan rumus H”5

Dari ucapan al-Sakhâwi, Ibn al-Salâh dan al-Nawâwî di atas, dapat

diketahui bahwa yang menjadi fokus dari pembahasan mereka dan para ulama

terdahulu adalah rumus 'h' yang sering digunakan oleh para muhaddits, bukan

permasalahan tentang al-Tahwîl itu sendiri dari sisi istilah dan fungsinya.

3
al-Suyûtî,Tadrîb al-Râwi, h. 372
4
Ibn al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-Salâh fî'ulûm al-hadîts, ( Bairut: Dâr al-kutub al-
`lmiyyah, 2006), cet 2, h. 230
5
al-Suyûtî, Tadrîb al-Râwi, h. 372
46

Walaupun al-Tah wîl dari sisi istilah belum ada ulama yang

membakukannya, tetapi menurut penulis, ucapan Ibn al-salâh di atas dapat

dijadikan sebagai pengertian secara istilah kata tersebut.

b. Fungsi al-Tahwîl

Sebelum penulis memberikan contoh-contoh hadis yang memiliki al-tahwîl

sekaligus dengan variasi jumlahnya. Selanjutnya penulis akan memaparkan

terlebih dahulu al-tahwîl berdasarkan fungsinya.

Untuk dapat mengetahui fungsinya, langkah pertama yang dilakukan

penulis adalah dengan mengumpulkan sanad-sanad hadis yang ber-al-tahwîl,

kemudian dianalisis. Dan diantara fungsinya adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan jalur periwayatan yang banyak menjadi satu jalur sanad.

Contohnya:

‫ﺎ‬ ‫ﻨﹶﺛ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺎ ﺡ ﺣ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ٍﺮ ﺍ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻧ‬  ‫ﺒ‬ ‫ﻴﻦ‬ ‫ﺑﺷ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ ﺣ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺪ ﹶﺃﺪ ﹾِﻜﺮ ﺃﹶﺑ‬ ‫ﺤﻤ‬
‫ﺔﺑ‬  ‫ﻣ‬ 
‫ﹶ‬ ‫ﹶِﺛﺑ‬
 ‫ ﺎﻲ‬ ‫ﻨ‬
‫ﺣ‬
‫ﻦ‬‫ﺑ‬ ‫ِﷲﺙ‬
ِ ‫ﺪﹶ ﺍﳊﺎ ِﺭ‬ ‫ﻰ‬ ‫ﻦﻲﹾﳌﹸﺜﹶﻨ‬‫ِﺑﺃﹶ‬ ‫ﺎ ﺍﺡ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﻭ‬
‫ﺪ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻳﺣ‬

‫ﹶﺛ‬ ‫ِﻨﺣ‬
‫ﺍ‬‫ﹶﺛﺎ)ﻲﻨ ﺎ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻨ‬
‫ﺡ‬ ‫ﺎﻦ‬ ‫ﺧ‬ ‫ﺑ‬
‫ﻴ ﺍ‬ ‫ﺍﺪ‬ (‫ﺒ‬ ‫ﻋ‬
‫‪47‬‬
‫) ‪‬ﺤﻳ‪‬ﻴ ‪‬ﻰ ِﲏ ‪‬ﺣﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ‪ِ ‬ﺳﻌ‪ٍ ‬ﻴﺪ‬
‫‪‬ﻤﺎﺣ ‪‬ﺩ ‪‬ﺪ ‪‬ﻨﹶﺛ ‪‬ﺎ ﹶﻗﺎﻻﹶ ﻛﹶﺎِﻣ ٍﻞ ﻭ ‪‬ﺃﹶﺑ ‪‬ﻮ ‪‬‬
‫ﺛﹶِﻲﻨ ﺡ ﺃﹶﻳ ‪ ‬ﻮﺏ ‪ ‬ﻋﻦ ‪ ‬ﺟ ‪ِ‬ﻤ‪‬ﻴﻌ ‪‬ﺎ‬
‫‪ ‬ﺣﺡﺪ ‪‬‬
‫ﺛ‬
‫ﻨ( ‪‬ﺎ ﻋ ‪‬ﺜﹾﻤ ‪‬ﺎﻥﹶ ﺍ ‪‬ﺑﻦ ‪ ‬ﻳﻌ‪ِ‬ﻲﻨ‬
‫ﺍ ‪ِ‬ﺑﻦ‬ ‫‪‬ﻋﻦ‪ ‬ﻧﺎﻓِ ٍﻊ ﻫ ‪‬ﻋﺆ ‪‬ﻦ ‪ِ ‬ﻻﹶﺀ ﱡ‬
‫ﹸﻛﻞ‬
‫‪6‬‬

‫‪6‬‬
‫‪Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, (Dar al- Fikr, 2002), cet 1, juz 2, h. 188‬‬
48

2. Menghindari adanya pengulangan materi matan dari madar7 sanad hadis

tertentu

Contohnya:

‫ﺔ‬ ‫ﺣﻔﹾﺼ‬ ‫ ﺃﹶ‬ ‫ﻋﻤ‬  ‫ﻋﻦ‬  ‫ﻟﻚ ﻧ‬ ٍ ‫ِﺎ‬ ‫ ﻣ‬ ‫ﹾﺃﺕ‬ ‫ﻰﻴ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﹶﻗﺮ‬‫ﺤﻳ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﻰﻴ‬‫ﺤﻳ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﹶﺛ ﻨ‬ ‫ﺣﺪ‬
‫ﹰ‬ ‫ ﺮ ﱠﻥ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﺍ ﺑِﻦ‬ ‫ِﻋﺎﹶٍﻠﻰﻓﻊ‬
  ‫ﺆﱢﺫ ﹸﻥ ِﻣﻦ‬   ‫ﱠﻠﻢ‬ ‫ﺳ‬ ‫ِﻪﻭ‬ ‫ ﻴﹶﻠﻋ‬ ‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ِﺇﺫﹶ ﺍ‬ ُ‫ﻝﹸ ﺍ ِﷲ ﺍﷲ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺳ‬ ‫ ﺃﹶﱠﻥ ﺭ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﺗ‬‫ﺮﺒ‬ ‫ ﺃﹶﺧ‬‫ﻦﻴ‬‫ ِﺆﻨﻣ‬  ‫ﻡ ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﹸﺃ‬
 ‫ﺖ ﺍﻟﹾﻤ‬ ‫ﹶﺳﻜ‬ ‫ﱠﺻﻠﻰ‬
‫ﻦﻴ‬ِ‫ﺘﹶﻴﻔ‬‫ِﺧﻔ‬ ‫ﻼﹶﺓﹸ‬ ‫ ﺍﻟﺼ‬ ‫ﺗﻘﹶﺎﻡ‬ ‫ﺒﻞﹶ ﺃﹶﻥﹾ‬ ‫ﻗﹶ‬ ‫ ِﻦ‬  ‫ ﺭ‬ ‫ﻛﹶﻊ‬ ‫ ﺭ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﺪﺍ ﺍﻟﺼ‬ ‫ﺑ‬ ‫ ِﺢ ﻭ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻼﹶِﺓ ﺍﻟﺼ‬ ‫ﺍ َﻷﺫﹶﺍِﻥ ِﻟﺼ‬
‫ﻴ‬ ‫ﺘ‬ ‫ﺢ ﹾﻛﻌ‬
  ‫ﺮ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻫ‬ ‫ ﺯ‬ ‫ ٍﻌﺪﻭ‬ ‫ ﺍﻟﱠﻠﻴ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﺑ ِﻦ‬ ‫ٍﺢ‬ ‫ﻣ‬ ‫ ﺭ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ﺍ‬ ‫ﺒﺔﹸ ﻭ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻗﹸﺘ‬ ‫ﻰﻴ ﻭ‬‫ﺤﻳ‬ ‫ﻦ‬  ‫ﻰﻴ ﺑ‬‫ﺤﻳ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺣﺪ‬  ‫ﻭ‬
‫ﹶﺛﻲﻨ‬ِ ‫ﺣﺡﺪ‬ ‫ﺳ‬ ‫ ِﺚ‬
 ‫ﺣ‬ ‫ﺣﺪ‬ ‫ ٍﺏ ﺡ ﻭ‬ ‫ﺮ‬ ‫ ﺣ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ﺮ‬  ‫ﻰ‬ ‫ﺣ ِﺪﺍﺎﻗﹶ ِﷲﻻﹶ ﺑ‬ ‫ﺪﺍ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻋ‬ ‫ ﻭ‬‫ﺑﻦ‬
‫ﹶﺛ‬  ‫ﻴ ِﷲ‬‫ٍﺪ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻴﻋ‬‫ﻌﺳ‬ِ ‫ﻦ‬ ‫ ٍﺮﺏ ﻦﻋ‬
 ‫ﺪ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻴ‬
 ‫ﻴ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺯ‬ ‫ﻳﻲﺤ‬ ‫ﻨ‬
8
 ‫ﻣﺎِﻟﻚ‬ ‫ﺎ‬ ‫ ﹶﻛﻤ‬ ‫ ﻧ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﺎِﺩ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻬ ﹶﺬﺍ ِﺍﻹﺳ‬ ‫ ِﺑ‬ ‫ﻋﻦ‬  ‫ﻢ‬ ‫ ﻛﹸﱡﻠﻬ‬ ‫ﻮﺏ‬  ‫ﻴﻞﹸ ﺃﹶﻳ‬‫ ِﺎﻋ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺎ ﺇِﺳ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺣﺪ‬
‫ِﺎٍﻓﻊ ﻗﹶﺎﻝﹶ‬
Pada hadis di atas yang menjadi madar sanad nya adalah Nâfi` sebagaimana

yang yang dikatakan oleh imam Malik

Meminjam istilah yang digunakan oleh Juynboll dalam bukunya teori common link,
7

madar yang berarti poros, maksudnya adalah, bahwa adanya periwayatan sebuah hadis yang
melalui beberapa jalur sanad, akan tetapi kesemuanya hanya disandarkan kepada seorang perawi
saja. Lihat Ali Masrur, Teory Common Link G.H.A Juynboll Melacak Akar Kesejarahan Hadis
Nabi, (Yogyakarta, LKiS: 2007) cet I h. xix
Contohnya:
Nabi N N bi

Jabir Jabir Jabir


Mutalib
Seorang laki-laki dari banî Salamah Mutalib

Amr ibn Abî Amr


Budak yang dimerdekakan oleh Mutalib
49
Abd al Azîz ibn Muhammad Ibrâhîm ibn Muhammad Sulaimân ibn Hilâl

Dari bagan di atas, yang menjadi madarnya adalah Amar ibn Abî Amr. Lihat, Ali
Masrur, Teory Common Link G.H.A Juynboll Melacak
Al-Syafî’i Al SyafîAkar
i Al Syafî’i
Kesejarahan Hadis Nabi, h. 59
8
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 322
50

3.Dengan mudah dapat diketahui adanya penambahan meteri matan dari

salah satu jalur sanad walaupun berasal dari madar yang sama

Contohnya:

 ‫ﻋﻦ‬ ‫ِﻪ‬ ‫ ﺃﹶِﺑﻴ‬‫ﻋﻦ‬  ‫ﺎﻡ‬ ‫ﹶﺓ ِﻫﺸ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﺮ‬ ‫ ﻋ‬ ‫ ﺑﻦ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬‫ﺪ‬ ‫ ﺎﻤ ﹶﻥ ﺣ‬  ‫ﺓﹸ ﺑﻦ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﺎ ﻋ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ ﺣ‬ ‫ِﺎﻗﺪ‬ ‫ﻭ ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻤﺮ‬  ‫ﻨﺎ ﻋ‬ ‫ﺛﹶ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬
‫ﻴ‬ ‫ﹶﻠﺳ‬
‫ﻲﺘ‬ ‫ ﹾﻛﻌ‬ ‫ ِﻤﻊ‬ ‫ِﺮ ِﺇ ﹶﺫﺍ ﺳ‬ ‫ِﻪ ﺍﹾﻟ ﹶﻔﺠ‬ ‫ ﻴﹶﻠﻋ‬  ‫ﻠﻲ ﺭ‬‫ﺼ ﱢ‬ ‫ ﻳ‬ ‫ﻠﻢ‬‫ﺳ ﱠ‬ ‫ ﻭ‬ ُ‫ﻮﹸﻝ ِﺍﷲ ﺍﷲ‬ ‫ﺳ‬  ‫ﺭ‬  ‫ﺔﹶ ﻗﹶﺎﻟﹶﺖ‬ ‫ِﺎﺋﺸ‬ ‫ﻋ‬:
‫ﱠﺻﻠﻰ‬ ‫ﻛﹶﺎﻥﹶ‬
 ‫ِﻋﻠﻲ‬  ‫ﺎ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ ٍﺮ ﺣ‬ ‫ ﺍﺨ‬ ‫ﻳﲏ‬ِ ‫ﻌﻭ‬
‫ﺠ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﱢﺑ‬
‫ﻭ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﺎﺴ‬‫ﻤﻣ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻦ‬

‫ﻳ‬ ‫َﺍﹾﻷﺡﺍﹶﺫ( ﹶﻥ‬ ‫ﺎﻩ‬ ‫ﻨﹶﺛ‬ ‫ﺣﺪ‬  ‫ ﻭ‬‫ ﺑﻦ‬‫ِﻠﻲ‬‫ ﺛﹶﻨِ ِﻴﻪ ﻋ‬ ‫ﺪ‬ )‫ٍﺮﺣ‬
 ‫ﻋﻦ‬  ‫ ٍﺐ ِﺪ ِﺍﷲ ﺑﻦ‬ ‫ﻳ‬ ‫ ﻛﹸﺮ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻭﺃﹶﺑ‬ ‫ٍﺮ‬ ‫ﻴ‬‫ﻤﻧ‬  ‫ﺑﻦ‬ ‫ﺍ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﻨﹶﺛ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﺑﻜِﹾﺮ ﻭ‬  ‫ﻮ‬ ‫ ﺃﹶﺑ‬ ‫ﹶﺛﻨ‬ ‫ﺣﺪ‬ ‫ٍﺔ‬ ‫ﺎﻣ‬ ‫ ﺃﹸﺳ‬ ‫ﻮ‬ ‫ ٍﺐ ﺃﹶﺑ‬ ‫ﻳ‬ ‫ ﹸﻛﺮ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﹶﺃﺡﺑ‬
‫ﺒ‬ ‫ﻋ‬  ‫ﺎﻩ‬ ‫ﺎ‬
‫ِﻲﻓ‬‫ﺚ ﻭ‬ ِ  ‫ ِﺪﻳ‬ ‫ ﺣ‬ ‫ﺎِﺩ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻬ ﹶﺬﺍ ﺍﹾ ِﻹﺳ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ ِﻫ‬ ‫ﻬﻢ‬ ‫ﻩ‬ ‫ﺎﻨ‬ ‫ﹶﺛ‬ ‫ﺣﺪ‬  ‫ ﻭ‬ ‫ﻊ‬ ‫ ِﻴﻛ‬ ‫ﺎ ﻭ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ ﺣ‬ ‫ِﺎﻗﺪ‬ ‫ﺮﻭ ﺍﻟﻨ‬  ‫ﻤ‬ ‫ٍﺮ ﻋ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺡﻧ‬
‫ٍﺸﺎﻡِﺑ‬  ‫ﹸﱡﻛﻠ‬
9
‫ﺮ‬  ‫ ﺍﹾﻟ ﹶﻔﺠ‬ ‫ﺔﹶ ِﺇ ﹶﺫﺍ ﹶﻃﹶﻠﻊ‬ ‫ﺎﻣ‬ ‫ﺃﹶِﻲﺑ ﺃﹸﺳ‬
Pada hadis ke dua hadis di atas, yang menjadinya madar adalah Hisyâm dan

penambahan yang terdapat pada jalur riwayat Abû Usâmah, yaitu lafaz idzâ tala'a

al-fajru.. Karena hadis asal atau pertamanya dalam Sahih Muslim adalah sebagai

berikut:

 ‫ﻋﻦ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ِﻪ‬ ‫ ﺃﹶِﺑﻴ‬ ‫ﻭﹶﺓ‬  ‫ﺮ‬ ‫ﺸ ﻋ‬  ‫ﺣﺪ‬ ‫ﺎﻥﹶ ِﻫ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺳﻠﹶﻴ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ﺓﹸ‬ ‫ﺒﺪ‬ ‫ﺎ ﻋ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ ﺣ‬ ‫ِﺎﻗﺪ‬ ‫ﻭ ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻤﺮ‬  ‫ﺎ ﻋ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬
  ‫ﺑﻦ‬  ‫ﺎ ﻡﺎ‬ ‫ﻨﹶﺛ‬
10
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 322
51
‫ﻲﺘ‬ ‫ ﹾﻛﻌ‬ ‫ ِﻤﻊ‬ ‫ِﺮ ِﺇ ﹶﺫﺍ ﺳ‬ ‫ِﻪ ﺍﹾﻟ ﹶﻔﺠ‬ ‫ ﻴﹶﻠﻋ‬  ‫ﻠﻲ ﺭ‬‫ﺼ ﱢ‬ ‫ﻢ ﻳ‬ ‫ﻠ‬‫ﺳ ﱠ‬ ‫ ﻭ‬ ُ‫ﺍﷲ‬ ‫ ﹸﻝ ِﺍﷲ ﻛﹶﺎﻥﹶ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﺭ‬  ‫ﺔﹶ ﻗﹶﺎﻟﹶﺖ‬ ‫ِﺎﺋﺸ‬ ‫ﻋ‬:
‫ﱠﺻﻠﻰ‬
10
‫ﺎ‬‫ﻬﻤ‬ ‫ﹸﱢﻔﺨ‬ ‫ﻳ‬‫ﺍﹾﻷَﺫﹶﺍﻥﹶ َﻭ‬
4. memberikan efisiensi penyebutan jalur sanad sebuah hadis sekaligus

menunjukkan adanya mutâb’ah dari hadis tersebut

Contohnya:

‫ﺎ ﺡ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺣﺪ‬   ‫ﺎﻥﹸ ﻭ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻴ‬ ‫ ﺷ‬ ‫ﻦ‬ ‫ ﺑ‬ ‫ﺣﺪ‬  ‫ﻭ‬ ‫ ﻓﹶﺮ‬ ‫ﻴ‬‫ﺤﻳ‬  ‫ﺑﻦ‬  ‫ﺎﻩ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﻴﻰـ ﻢ‬ ‫ﻳﺤ‬
‫ﺥ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻨﹶﺛ‬ ‫ﻰ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻧ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﺃﹶﺧ‬
‫ﹶﺎﺔ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﹶﺛﻤ‬ ‫ﹶﻠﺪﺳ‬ ‫ﺎ ﺡ ﻴﻊ ﺣ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺑﹾﻜِﺮ ﺃﹶﺑ‬ ‫ﺎﺩ‬ ‫ﻦ‬‫ﺣﻤﺑ‬
‫ﹶﺃ‬
 ‫ ﹶﺔﻲ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺷ‬
‫ﻦﻲ‬ ‫ﺑ‬
‫ﺎ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﺪ ﻭ‬ ‫ﻤ‬  ‫ﺤﻣ‬  ‫ﻰﻨ ﺑﻦ‬ ‫ﺜﹶ‬‫ﺍﹾﻤﻟ‬
9
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 322

10
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 1, h. 322
52

‫ﺎ‬ ‫ﻫﻲﻤ‬‫ﺑِﹶﺃﹶﻼ‬ ‫ِﻋﻛﻦ‬ ‫ﹶﺔ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﺷﻌ‬  ‫ﺪ‬ ‫ﺡ ﺣ‬


‫ﺎ‬ ‫ﻨﹶﺛ‬
‫ِﺀﹶﻻ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻋﺆ‬ ‫ﻫ‬ ‫ِﻤﻠﻚ‬ ‫ﺒ ِﺪﺍﻟﹾ‬‫ِﺮ ﺑ ِﻦ ﻋ‬‫ِﻤﻴ‬
 ‫ ﹶﻠﻋ‬ ُ‫ ﺍﷲ‬ ‫ﱠﻢﻠﺳ‬  ‫ِﻞ ﻭ‬
Adapun hadis yang dimaksud, adalah sebagai berikut:
‫ِﻪﻴ‬ ‫ﻤِﺑ‬
‫ﹾ‬

‫ِﻦ‬‫ﻤﺣ‬  ‫ﻋﻦ‬  ‫ﺒ ِﺪﺍﻟﺮ‬ ‫ﺒ ﻋ‬ ‫ ﻋ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ٍﺮ‬‫ ِﻤﻴ‬‫ﺑ ِﻦ ﻋ‬ ‫ِﻤﻠﻚ‬ ‫ِ ﺪﺍﹾﻟ‬ ‫ﻴ‬‫ ِﺳﻌ‬ ‫ﺔﹶ‬ ‫ﺍﻧ‬ ‫ﻮ‬ ‫ ﻋ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﺎ ﺃﹶﺑ‬ ‫ﹶﺛﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻦ ﺣ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﺔﹸ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻨﺎ ﻗﹸﺘ‬ ‫ﺛﹶ‬ ‫ﺣﺪ‬
‫ٍﺪ‬
ِ ‫ ﻗﹶﺎ‬ ‫ﻫﻮ‬  ‫ﺓﹶ ﻭ‬ ‫ﺑﻜﹾﺮ‬ ‫ﺑ ِﻦ ﺃﹶِﻲﺑ‬ ‫ِ ﺪ ِﺍﷲ‬
‫ﻴ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﺽﺇِﹶﻰﻟ ﻋ‬ ‫ِﺑﻦ‬ ‫ ﺃﹶِﻲﺑ‬ ‫ﺐ‬ ‫ﺮﹶﺓ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻛﹶﺘ‬ ‫ﺑﻜﹾ‬ )‫ﻭﻛﹶﺘ‬  ‫ ﻟﹶﻪ‬ ‫ﺖ‬ ‫( ﺒ‬
‫ﺃﹶِﻲﺑ‬ 
‫ﺍِﻮﺑ‬  ‫ﺳ‬‫ ﺭ‬ ‫ﺖ‬ ‫ِﻤﻌ‬
‫ﺎﻥ‬ ‫ﺒ‬ ‫ ﹶﻏﻀ‬ ‫ﺤﹸﻜﻢ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﺖ‬ ‫ﺃﹶﻧ‬ ‫ ﻭ‬‫ﻦﻴ‬ ‫ ﺍﺛﹾﻨ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻴ‬ ‫ ﺑ‬:  ‫ﺎﱠﻠﻰﻥﹸﺃُﺍﹾﻥِﹶﷲِﻲﻧﺈ ﺳ‬ ‫ ﺘﺻ‬ ‫ِﺴﷲﹶﺠﻝﺴ‬
‫ﻻ‬
‫ﹶ‬
 ‫ﻭ‬ ‫ِﻢﹸﻪﻜ‬‫ﻴﹶﻠﺤ‬ ‫ﻋ‬ ‫ ﻏﹶ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻫ‬ ‫ ِﻦﻴ ﻭ‬ ‫ ﺍﺛﹾﻝﹸﻨ‬ ‫ﻦﻮ‬ ‫ﹸﻘ‬ ‫ﻳ‬‫)ﻳ ﺑ ﻴ‬ ‫ﺎﻻﹶﻥﹲ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻀ‬
11
.

‫ﻢ‬ ‫ﺪ‬‫ﻠﱠﺣ‬ ‫ﹶﺃﺳ‬


B. Variasi Jumlah At-tahwîl Dalam Sahîh Muslim

Setelah mejelaskan tentang fungsi al-tah wîl, selanjutnya penulis akan

menampilkan contoh-contoh hadis yang memiliki percabangan sanad yang penulis

kutip langsung dari kitab sahih Muslim. Disana akan terlihat dengan jelas variasi12

jumlah percabangan sanad, dari hadis yang hanya memiliki dua jalur sanad

sampai yang memiliki sepuluh jalur sanad sebagaimana yang telihat dibawah ini:

1. yang memiliki dua percabangan sanad

13
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 100
53
‫ﻴ ﺮ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺑ ِﻦ ﻧ‬  ‫ﺤﻤ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺒ ِﺍﺪ‬ ‫ ﻋ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻕ ﺑ ﺍﺑ‬  ‫ﻢ ﻭ‬ ‫ﻴ‬‫ﺮ ِﺍﻫ‬   ‫ﹶﺔ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺷ‬ ‫ ﺃﹶِﻲﺑ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ﺎﻥﹸ‬ ‫ﺜﹾﻤ‬ ‫ﺎ ﻋ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬
‫ﺪ ِﷲ‬  ‫ ِﺇﺑ‬ ‫ﻦ‬ ‫ ﺤﺎ‬ ‫ﺳ‬
‫ِﺇﻭ‬
 ‫ﺣﺪ‬  ‫ﺒ‬ ‫ﺓﹸ ﻋ‬ ‫ﺔﹶ ﺪ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻴ‬ ‫ ِﺃﹶﻲﺑ ﺷ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ ﺍ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺑ‬  ‫ﺪ‬ ‫ﺣﺟ‬  ‫ﻭ‬
‫ﺎ‬ ‫ﻨﹶﺛ‬ ‫ِﻤ‬
‫ﺎ‬ ‫ﻌﺎ‬ ‫ﻨﻴ‬ ‫ﹶ‬
‫ﹶﺃ‬
َ‫ﻋﻦﺶ ﺍﻷ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻴﺡﻊﻋ‬‫ِﻭﺮﻛ‬ ‫ ﹾﻜ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﺑ‬
‫ﺎﺃﺑﻲِﹶﻝﻗ‬
 ‫ﺳﻭ‬ ‫ﹶ‬
‫ﹶﻠﺍ‬
 ‫ ﱠﺻﻠﻰ ﺍ‬ ‫ﺶ ِﷲ‬‫ﻋﻤ‬ ‫َﻷ‬ ‫ ﹾﻋﺍ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻋﻊﻦ‬ ‫ﻴ‬‫ِﻛ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻭ‬ ‫ ﹶﻥﻦ‬ ‫ﻤﺎﻋﻞ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺋ‬
:‫ِﺪُﺒﷲﺍﷲ‬
‫ﺎ ِﺱ‬ ‫ ﺍﻟﻨ‬‫ﻦﻴ‬ ‫ﻀﻰ ﺑ‬ (13‫ﻣﺎِﺀ‬ ‫ﺪ‬ ‫ِﺔ ِﻲﻓ ﺍﻟ‬ ‫ﺎﻣ‬ ‫ ﺍﹾ ِﻟﻘﻴ‬ ‫ﻮﻡ‬  ‫ﻳ ﻳ‬   ‫ﻠﻢﺳ‬‫ ﱠ‬ ‫ِﻪ ﻭ‬ ‫ﻋﻠﹶﻴ‬ )
‫ﻣﺎ‬ ‫ﻭ ﹸﻝ ﻘﹾ‬
‫ﺃﹶ‬

Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 133.


11

Agar lebih jelas lagi jalur sanad dari contoh-contoh hadis yang memiliki variasi jumlah
12

al-Tahwîl, maka penulis telah membuat bagan dari masing-masing jalur sanad tersebut dan dapat
dilihat pada bagian lampiran-lampiran.

13
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 100
‫‪54‬‬

‫‪2. yang memiliki tiga percabangan sanad‬‬

‫ﺇِ ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ِﺇﺑ ‪ ‬ﺮِﺍﻫﻴﻢ ‪ ‬ﺃﹶﺧ ‪‬ﺒ ‪‬ﺳﺤ ‪‬ﺎﻕ ‪ ‬ﺍ ‪‬ﺑﻦ ‪‬‬ ‫‪‬ﺣﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎﻩ ‪ ‬ﻋ ‪‬ﺜﹾﻤ ‪‬ﺎﻥﹸ ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺃﹶِﻲﺑ ﺷ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒ ‪‬ﺔﹶ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﹶﺛ ‪‬ﻨ ‪‬ﺮ ‪‬ﻧﺎ ‪‬ﺎﺟ ‪‬ﻭ ‪‬‬
‫ِﺮ‬
‫ﻳ ‪‬ﺣﺮ ‪‬ﺪ ‪‬ﺡ‬
‫‪‬ﻋﻤ ‪‬ﺶ ‪‬‬ ‫‪‬ﺣﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪ ‬ﺳﻔﹾﻴ ‪‬ﺎﻥﹸ ﹸﱡﻛﻠﻬ ‪‬ﻢ ‪‬‬ ‫ﺍ ‪‬ﺑﻦ ‪ ‬ﺃﹶِﻲﺑ ‪‬ﻨﹶﺛ ‪‬ﺎ ﺟ ‪ِ‬ﻳﺮ ‪‬ﺮ ‪ ‬ﻋﻤ ‪ ‬ﻭ ‪‬ﺑﻦ ‪ ‬ﻳﻮ ‪‬ﻧ ‪‬ﺲ ‪‬‬
‫ﻋﻦ ﺍ َﻷ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﺴﻰ‬ ‫ﺮﺡ ِﻋﻴ‬
‫َﻟﹶﻷ ‪‬ﺴﻰ ﺍ ‪‬ﺑِﻦ ‪‬ﻳﻮ ‪‬ﻧ ‪‬ﺲ‬ ‫ﻭ‪‬ﻲِﻓ ﺳ ‪‬ﻨ ‪‬ﺎﺩِ ‪‬ﺣﺪ ‪‬ﻬ ﹶﺬﺍ‬
‫ﻧ ‪‬ﻪ( ‪ِ ‬ﺳ) ‪‬ﻦ ‪‬ﻳﻟِﹾﺍﺮﺟ‪ٍ‬ﺘﹶﻘﺮ‪ ‬ﹶﻞ ‪ ‬ﻴِﻭﻋ ـﻢ‪ ‬ﻳ ‪‬‬ ‫ِﺍﻹِﺚ ِﺑ‬ ‫‪‬ﻳ‬
‫ﹾﺬﻛﹸﺮ ‪‬ﺍ‬ ‫‪14‬‬
‫ﺃﹶ ‪‬ﻭﻝﹶ‬

‫‪3. yang memiliki empat percabangan sanad‬‬

‫ﺣ ‪‬ﺵﺪ ‪‬ﹶﺛ‪‬ﺑ ‪‬ﺣ ‪‬ﻤﺪ ‪‬‬ ‫ِﺒﺣ ‪‬ﺎﻥﹸ ﻮ ‪ ‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬‬
‫ﻨ ‪‬ﻦ ‪‬ﺎ ﺃﹶ ‪‬ﺣﺪ ‪‬ﻨﹶﺛ ‪‬ﺎ ِﺧﺮ‪‬ﺍ‬ ‫ﺎ‬
‫ﺃﹶﺧ ‪‬ﺒ ‪‬ﺮ ‪‬ﻧ ‪‬ﺎ ِﺇ‪‬ﺑ ‪‬ﺮِﺍﻫ‪‬ﻴ ‪‬ﻢ ِﻦﺇﺑ ‪‬ﺡ ‪‬ﺳﺤ ‪‬ﻭ ‪‬ﺎﺣ ‪‬ﻕ ‪‬ﺪ ‪‬ﻨﹶﺛ ‪‬ﺎ ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﻋ ‪‬ﺒ ‪‬ﻴ ِﺪ ِﺍﷲ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﹶﺛ ‪‬ﺎﻨ‬ ‫ﺯ ‪‬ﻛﹶﺮ ‪‬ﻳﺎَﺀ‬
‫ﹾﺜ ‪‬ﻌ ِﻤﻲ ‪ِ ‬ﺍﻤﻟ ﹾﻘ ‪‬ﺪﺍﻡ‪ ‬ﺑﻦ‪ ‬ﺍﻟﹾﻤ ‪ ‬ﺼ ‪‬ﻌﺐ‪‬‬
‫ﺑﻦ ‪ ‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶ ‪‬ﻨﺎ ﺍﻟ ﹶﻔ ‪‬ﻤﺣ‪ِ  ‬ﻀﻞ‬
‫ﺎﺩ ‪‬‬
‫ﺍﻟﻨ‪ِ‬ﻲﺒ‪ِ ‬ﻋﺮ ‪‬ﹶﻓﺠ ‪‬ﹶﺔ ‪ ‬ﻋِﻦ ‪ ‬ﹶﻼﻗﺔ‬
‫ﻋﻦ‬
‫(ﻓﹶﺎﻗﹾ ‪‬ﺘﻠﹸﻮ ‪‬ﻩ‪ 15‬‬

‫‪4.Yang memiliki lima cabang‬‬


‫ﻗﹸﺘ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒ ‪‬‬

‫‪15‬‬
‫‪Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 200‬‬
‫‪55‬‬
‫‪ ‬ﻴِﺳﻌ‪‬ﺪ‬
‫‪‬ﺣﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ‬ ‫ِﻳﺮ‪‬ﺮ ‪‬‬
‫ﺎ ﺡ ﻭ ‪ِ ‬ﻴﻛ ‪‬ﻊ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ﺷ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒ ‪‬ﺔﹶ‬
‫ِ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ‪‬ﺣﺎِﺗﻢ ﺑﻦ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺤﻤ ‪‬ﺪ‬
‫ﺡ ﺃﹶﻧ ‪‬ﻴ ‪‬ﺴ ‪‬ﺔﹶ ِﺃﹶﻲﺑ ﺑ ِﻦ ﺯ ‪‬ﻳ ‪‬ﺪ‬
‫ﹸﻛﻞ‬
‫‪‬ﺳﻠﹶﻤ ‪‬ﺔ ﻫ ‪‬ﺆ ‪‬ﻻﹶِﺀ ‪ ‬ﱡ‬
‫ﻋﻦ ‪‬‬ ‫ﹶ‬
‫ﺑﻦ‪ ‬ﻤﺣ‪‬ﺎﺩ‪ِ ‬ﺇﻻﱠ ﺃﹶﺣ ‪ٍ ‬ﻝﺔﹶﺛﻼﺍﻮ‬
‫ﻤ ‪‬ﺎِﺩ ﺃﹸ ‪‬ﻧﻴ ‪‬ﺴ ‪‬ﺔﹶ ِﺃﹶﻲﺑ ﺑِﻦ ﻭ ‪‬ﺯ ‪ِ ‬ﻳﺪ‬
‫‪14‬‬
‫‪Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 100‬‬

‫‪15‬‬
‫‪Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 200‬‬
‫‪56‬‬

‫‪ ِ ‬ﺳﻔﹾﻴ‪‬ﺎﻥﹸ ﻭ‪ ‬ﺯﺍ ‪‬‬


‫ﺔ ﻲﻓ ﺄﹶﻓﺩ‬
‫ﹶ(ﺇ‬
‫ِ ‪‬ﻳﻋ ِﻩ‪‬ﻄﺎ ‪‬ﻬ ‪‬ﺎ‬
‫‪16‬‬
‫(‬ ‫ﻭ ‪ِ‬ﺇﱠﻻ ) ﻧ ‪‬ﻤ ‪‬ﻴ ‪ٍ‬ﺮ ‪‬ﺎ ﹶﻓﺎﺳ ‪‬ﺘ ‪‬ﻤ ِ‪‬ﻊﺘ ‪‬‬
‫‪5. Yang memiliki enam cabang‬‬

‫ﻳ ‪‬ﺤ ‪‬ﻴ ‪‬ﻰـ ﻢ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎﻩ ‪‬ﻤﺣ‪‬ﺎﺩ‪ ‬ﺑ ‪‬ﻦ ‪‬ﺤﻳ‪‬ﻰﻴ ‪‬ﻭﺥ ﺑ ‪ ‬ﻦﺷ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒ ‪‬ﺎﻭ ‪‬ﻥﹸﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﻨﹶﺛ ‪‬ﺎ ﺡ ‪‬ﺣﺪ ‪‬‬
‫ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ﹶﻓﺮ ‪‬‬ ‫ﹶﺃﺧ ‪‬ﺒ ‪‬ﺮ ‪‬ﻧ ‪‬ﺎ‬
‫ﺛﹶ ‪‬ﻨﺎ ﺷ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒ ‪‬ﹶﺔ ﹶﺃ ﹶﻠ‪ِ‬ﻲﺑﻤﺳ‪‬ﺑﺔﹶ ﹶﺃﻦ‬
‫‪‬‬
‫ِﺑ ‪ ‬ﹾﻜﻲﺑ‪‬ﺑ ِﺮﻦ ‪ ‬ﺃﹶ ‪‬ﺑﻮ ‪ ‬ﻭﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶ ‪‬ﻨﺎ ﺡ‬
‫ﺣ‪‬ﺪ‪‬ﺛﹶﻨ‪‬ﺎ ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺜﹶ‪‬ﻰﻨ ﺑ ‪‬ﻦ ‪‬ﻣ ‪‬ﺤﻤ ‪‬ﺪ ‪‬‬
‫ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶ ‪‬ﻨﺎ ﺣ ‪‬ﺴ ‪‬ﻦﻴ‪ ‬ﻦ‪ ‬ﻋ ﺯ ‪ِ‬ﺍﺋﺪ ‪‬ﺓﹶ ‪‬ﻋ ﹸﻛ ‪‬ﻫﺆ ‪‬ﻻﹶﺀ‬ ‫ﻛﹸﺮ ‪‬ﻳ‬ ‫‪ٍ ‬ﺐ‬ ‫ﹶِﻼﻛ‬
‫‪‬ﻦ ﱡﻞ‬ ‫ﺑ‪ ‬ﻠِ‬ ‫ﻋ ‪‬ﺒ ِﺪﺍﹾﻟ ‪ِ‬ﻤﻠﻚ ِﻤﻴ ‪‬ﺮ ﺑ ِﻦ ﻭ ‪‬ﻫ ‪‬ﻤ ﺪ‪ ‬ﺎﺣ ﹶ‪‬ﺛ‬
‫ﻲ‪‬‬ ‫ﻨ ‪‬ﺎﻦﻋ ‪‬ﺃ‬
‫ﹶﺡ ‪‬ﻮﺑ‬
‫‪‬‬
‫‪‬ﻌﺷ‬
‫‪‬‬
‫‪‬ﺔﺒ‬
‫ﹶ‬
‫‪‬ﻋﻦ ‪‬‬
‫‪17‬‬
‫‪Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 123‬‬
‫‪18‬‬
‫‪Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 129‬‬
57
17
‫ﺔﹶ‬ ‫ﺍﻧ‬ ‫ﻮ‬ ‫ ِﺚ ﺃﹶِﻲﺑ ﻋ‬ ‫ ِﺣﺪﻳ‬ ‫ ِﹾﻤِﺑﺜ ِﻞ‬ ‫ﱠﻠﻢﺳ‬  ‫ﻭ‬

6. Yang memiliki tujuh cabang

 ‫ﺎﻩ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺔﹸ ﺣ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻴ‬ ‫ ﻗﹸﺘ‬ ‫ﻴﺪ ﺑﻦ‬‫ﺳِﻌ‬  ‫ﻤﺤ‬  ‫ﻭ‬
‫ ﺪ‬‫ﻣ ﻦ‬
 ‫ﻮ‬ ‫ﺑﻜﹾﺮ ﺃﹶﺑ‬  ‫ﺔﹶ ﺃﹶِﻲﺑ ﺑﻦ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺷ‬
 ‫ﻋﻦ‬ ‫ﻴ ِﺪﺍﷲ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﺛﹶﻲِﻨ ﺡ ﻋ‬ ‫ﺣﺪ‬
‫ﺮ‬ ‫ﻋﻤ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﹶﺛﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﺡﻦ‬ ‫ﺑﺍ‬  ‫ﺣﺪ‬ ‫ﺮﺏ‬  ‫ﻴ ﹸﻞ ِﺇ ﺣ‬‫ ِﺎﻋ‬‫ﻤﺳ‬
‫ﺃﹶِﻲﺑ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻨﹶﺛ‬
‫ﺎ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﻴﺎ ﹸﻥ ﻭ‬ ‫ﺳﻔﹾ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﻴﻞ‬‫ ِﺎﻋ‬ ‫ﻤ‬
‫ﺮ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻣﻌ‬  ‫ﻋﺏﻦ‬  ‫ﻳﻮ‬ ‫ﺃﹶ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ﺍ‬ ‫ﻳﺞ ﻭ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺟ‬
‫ ﱠﺻﻠﻰ‬  ‫ﱠﻠﻢﺳ‬ ‫ِﻪ ُﺍﷲ‬ ‫ﻠﹶﻴ‬ ‫ ﻋ‬‫ ﻭ‬
‫ﻮ‬
‫ﺑﻦ‬ 18
‫ﺚﹶ‬‫ ٍ ﺍﻟﻠﹶﻴ‬‫ﺳﻌ ﺪ‬ ‫ِ ﻲﻓ ﻓﹶِﺈﱠﻥ‬

16
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 128

17
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 123
18
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 129
‫‪58‬‬

‫‪7. Yang memiliki delapan cabang‬‬

‫‪ ‬ﻤﻧ ﻴ ‪ٍ‬ﺮ ﺍﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﻭ ‪ ‬ﺣﺪ ‪ ‬ﺣﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ﺡ‬ ‫ﺷ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒ ‪‬ﺔﹶ ِﺃﹶﻲﺑ ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺑ ‪‬ﹶﺛ ‪‬ﺎﻨ ﺃﹶﺑ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ِﹾﻜﺮ‬
‫ﻨﹶﺛ ‪‬ﺎ‬
‫ﻰ ﺍﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﻭ ‪ ‬ﺣﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ﺡ ِﺃﹶﻲﺑ‬
‫ِﲏ ) ‪‬ﺤﻳ‪‬ﻴ ‪‬ﻰ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ‪ِ ‬ﻴﺳﻌ ‪‬ﺪ‬
‫ﺇِﺳ ‪‬ﻤ ‪ِ ‬ﻴﺎﻋ ‪‬ﻞﹸ‬ ‫‪‬ﺑﻦ‪ ‬ﺣ ‪ ‬ﺮ ٍﺏ ‪‬ﺣﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ‬ ‫ﻛﹶﺎﻣٍﻞ ﻗﹶﺎﻻ ‪‬ﺣﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ‪‬ﻲﺑ‪‬ﻦﺡ ‪‬ﺯ ‪‬ﻫ ‪‬ﻴ‪‬ﻳ ‪ٍ‬ﺮﺪ‪ ‬‬
‫ﻭ ‪‬ﺃﹶﺑ ‪‬ﻮ ‪ِ ‬‬
‫ﻭ‪‬‬ ‫ﻭﺣ ‪‬ﻤ ‪‬ﺣ ‪‬ﺎﺪ ‪‬ﺩ ‪‬‬ ‫ﹶ‬
‫ﻨ‬
‫ﻭ ‪ ‬ﺣﺪ ‪‬ﺛﹶِﻲﻨ‬
‫ﹶﺃ‬
‫ﻳ ‪‬ﺡﻮ ‪ ‬ﻋﺏ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺟ ‪ِ ‬ﻤ‪‬ﻴﻌ ‪‬ﺎ‬
‫‪ ‬ﺣﺡﺪ ‪‬‬
‫ﺛ‬
‫ﻨ( ‪‬ﺎ ﻋ ‪‬ﺜﹾﻤ ‪‬ﺎﻥﹶ ﺍ ‪‬ﺑﻦ ‪ ‬ﻳﻌ‪ِ‬ﻲﻨ‬
‫‪‬ﺍﻤ ‪‬ﺑ ﻧ‪‬ﺎِﻓﻊ ﻫ ‪‬ﻋﺆ ‪‬ﻦ ‪‬ﱡﹶﹸﻻِﻞﻛﺀ ‪‬ﻋﻦ ‪‬‬
‫‪19‬‬

‫ﺮ ‪ِ‬ﻦ ‪‬‬
‫‪8. Yang memiliki sembilan cabang‬‬

‫‪‬ﺭﻣ ‪‬ﺢ ‪‬ﺑﻦ‪ ‬ﻭﻣ ‪‬ﺤ ‪‬ﻤ ‪‬ﺪ ‪ ‬ﻳ ‪‬ﺤﻳ‪‬ﺤ ‪‬ﻴﻰ ﺑﺣ ‪‬ﻦ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ‬
‫ﺔﹸ‬
‫ﺣ ‪‬ﻭ ‪‬ﺪ ‪‬ﻫ ‪‬‬ ‫ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ‪ ‬ﺑ ‪ِ ‬ﻫﺸ ‪‬ﺎﻡ ‪ ‬ﺃﻭﹶﺑ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﺍﻟﺮ ‪ِ‬ﺑﻴ ‪ِ‬ﻊ ﻭ ‪‬ﺑﹶﺃ ‪‬ﻮ ‪ٍ ِ ‬ﻣﻞ ‪‬‬
‫ﻛﹶﺎ ﻮﺍ ﻨ ‪‬ﻮ ‪‬ﺎ)ﺍ ‪‬ﺑ ‪‬ﺣﻦ ‪‬ﻤ( ‪‬ﺯﺎ ‪‬ﺩ ‪‬ﺪﻳ‬ ‫ﺧﹾ ﻦ ‪‬‬
‫ﻗﹶﺎﻟﹸ‬ ‫ﻠ ﻒ‬
‫‪19‬‬
‫‪Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188‬‬
‫‪20‬‬
‫‪Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 208‬‬
‫‪59‬‬
‫‪‬ﻤﺳ‪ِ ‬ﺎﻋ‪‬ﻴﻞ ﺡﺣ ‪ ‬ﹶﺪﺃ ‪‬‬
‫ﹶ‪‬ﺛﻳ‬
‫ﻨ ‪‬ﺎﻮﺏﺣ ‪‬ﺮ ‪‬ﻋﻦ ‪‬ﺏ ﺑ‪‬ﻦ‪ ‬ﺯ‪‬ﻫ‪‬ﻴ‪‬ﺮ‪ ‬ﻭ‪‬ﺣ‪‬ﺪ‪‬ﺛﹶﻨ‪‬ﺎ‬
‫‪‬ﻮ ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ﺡ ِﺃﹶﻲﺑ ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ‬
‫ﺡ ‪ِ‬ﻌ‪‬ﻴﺪ‬ ‫ﺪﺍﷲ ﺍﻟﹾـﻤ‪‬ﺜﹶ‪‬ﻰﻨ‬ ‫ﺑ ‪‬ﻦ ﻭ‪‬ﻋ‪‬ﺒ‪‬ﻴ ‪ِ ‬‬
‫‪‬ﺠ ‪‬ﺮ ‪‬ﺑﻦ‪ِ ‬ﻋﻠﻲ ‪ ‬ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪ِ‬ﺛﹶﻲﻨ‬
‫ﺃﹶِﻲﺑ‬
‫ﺡ ﹸﺃﻣ ‪‬ﻴ ‪‬ﺔﹶ ﺣ ‪‬ﺪ ‪ِ ‬ﺇ ‪ِ ‬ﺑﻦ ‪‬ﺳ ‪‬ﻤ ِﺎﻋ‪‬ﻴﻞ‬
‫ِﹶﺛﻲﻨ‬
‫‪‬ﻋﻘﹾﺒ ‪‬ﺔ ﻣ ‪‬ﻮ ‪  ‬ﺳﻰ ﺃﹶﺧ ‪‬ﺮﺒ‪ِ‬ﻲﻧ‬
‫ﺑﻦ ‪‬‬
‫( ﺯ ‪‬ﻳﺪ ﺍ ‪‬ﺑﻦ ‪ ‬ﻳﻌ‪ِ‬ﻲﻨ ) ﺃﹸﺳ ‪‬ﺎﻣ ‪‬ﺔﹸ‬
‫ﺣ ‪ِ ‬ﺪ‪‬ﻳﺚ ِﻲﻓ ﻭ ‪ ‬ﺯﺍﺩ ‪ ‬ﻧ ‪ِ‬ﺎﻓٍﻊ‬
‫‪ ‬ﻟـ ‪‬ﻤﺴ ‪‬‬ ‫‪20‬‬
‫ِﻟﻔﹶﺍﺠ ‪‬ﺪﺮ ‪‬ﺱ ‪ِ ‬ﻲﺑ ﹶﻓ ﹶﻄﻔﱠﻒ‬

‫‪19‬‬
‫‪Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188‬‬
‫‪20‬‬
‫‪Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 208‬‬
‫‪60‬‬

‫‪9. Yang memiliki sepuluh cabang‬‬

‫‪‬ﺳِﻌ‪‬ﻴﺪ ‪‬ﺑﻦ ‪ ‬ﻗﹸﺘ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒ ‪‬ﹸﺔﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ‬ ‫‪‬ﻌﺢِﻭﺪﺚ‪‬ﺍ‪‬ﺑ ‪ِ‬ﻦﺑﻦ ‪‬‬
‫ﻦﺡﻟﺍ ‪‬‬
‫ﻣ ‪ ‬ﻴﺳ ‪‬‬
‫ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺍﻟـﻤ ‪‬ﺜﹶ ‪‬ﻰﻨ ﻭ ‪‬ﺍ ‪‬ﺑﻦ ‪‬‬
‫ﹶﺔ ِﺃﹶﻲﺑ‪ ‬ﺑﻦ ‪ ‬ﺑﻜﹾﺮ ﺃﹶﺑ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ‬
‫ﻭ ‪‬ﺃﹶﺑ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﻛﹶﺎ‬ ‫‪‬ﹶﺃﺳﺡﻦ ‪‬ﺑ ‪‬ﻤ( ‪‬ﺎﻮ ‪‬ﻋ‬ ‫ﺯ ‪‬ﻫ ‪‬ﻴ ‪‬ﺮ ‪ ‬ﺑﻦ‪ ‬ﺣ ‪ ‬ﺮﺏ‬
‫ِﻣﻞ‬ ‫ﺍ ‪‬ﻴ ‪‬ﹶﺮﺔﻟ ‪ ِ‬ﺑﻞ‬ ‫ﺡ ﺣ ‪‬ﻤّ‪‬ﺎ ‪‬ﺩ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬‬
‫ﻴ ‪‬ﻊ ‪‬ﻭﻳ ‪ ‬ﻌﺣ ‪‬ﺪ‬ ‫ﺎ ﻗﹶﺎﻻﹶ‬
‫‪‬‬
‫ِﻨﺣ ﹶ‪‬ﺛ‬
‫ﻨ ‪‬ﺪ ‪‬‬
‫ﻨ) ‪‬‬
‫ﺎ ‪‬ﺑ‬
‫ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﻋ ‪‬ﺒ ‪‬ﺪ ِﺍﷲ ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶِﻲﻨ ﻮ ‪ ‬ﺳﻰ ﺑ‪ِ ‬ﻦ ﻭ ‪‬‬ ‫‪‬ﻮِﻟﺍﺏﺴ ‪ ‬ﺃﹶﺨ ‪‬ﻳ ‪‬ﺘ ‪‬ﻴ ‪ِ‬ﺎﻮﻧﺏﻲ‬
‫ﹶﺃ‬
‫ﻳ‪‬‬
‫ﺛﹶﻨ‪‬ﺎ ‪‬ﻧﻌ‪‬ﻴ‪‬ﻢ ﺃﹶ‪‬ﺑﻮ‪‬ﹶﺃ ﺍﺧ ‪‬ﺒﻟ ‪‬ﺪ ‪‬ﺮ ‪‬ﺍ ‪‬‬
‫ﻧ‬
‫ﺭ ِﻣﻋ ‪‬‬
‫ﻟﺍ‪ِ‬ﺪﻲﺒ‬
‫ﺮ ‪ ‬ﺣ ‪‬ﻤ ِﻦ‬
‫‪‬ﻭﻣ ‪‬ﻮ ‪‬ﻭ ‪‬ﻋ ‪ ‬ﺒﺳ ﺍ‪ِ‬ﷲﺪﻰﻴ‬
‫‪21‬‬
‫‪Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 106‬‬
61
‫ﺑﻦ‬ ‫ﻋﻘﹾ‬ ‫ﺔﹶ‬ ‫ﺎ ﺡ ﺒ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬
‫ﺞ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﺟﺮ‬ ‫ِﻲﻧ‬‫ﺮﺒ‬ ‫ﻴﻞ ﹶﺃﺧ‬‫ﻤِﺎﻋ‬  ‫ﺇِﺳ‬
‫ﺑ ِﻦ‬  ‫ ﻴﺳﹾﻔ‬ ‫ ﺃﹶِﻲﺑ‬ ‫ِﺤﻲ‬
‫ﺎﹶﻥ‬ ‫ﻤ‬
 ‫ﻢ‬ ‫ ﹸ ﱡﻛﻠﻬ‬‫ﻋﻦ‬  ‫ِﺎ ٍﻓﻊ‬ ‫ﺑ ِﻦ ﻧ‬ ‫ﺍ‬
‫ﻋﻦ‬
‫ﻣِﻟﺎ‬  ‫ﻬ‬ ‫ﻀ‬ ‫ﺑﻌ‬ ‫ ﹶﻝ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺃﹶﱠﻥ ﻏﹶﻴ‬
21

‫ﻚ‬ ‫ﻢ‬
C. Mutâbi‘ dan Fungsinya

Mutâbi‘secara bahasa artinya yang mengikuti, sedangkan menurut istilah,

penulis hanya menemukan para pakar hadis mendefinisikannya dengan cara

memberikan gambaran mengenai apa itu mutâbi‘, seperti yang telah contohkan

oleh Ibn Katsîr, ia mengatakan ” misalnya Hammâd ibn Salamah meriwayat

(sebuah hadis yang ia terima) dari Ayyûb dari Muhammad ibn Sîrîn dari Abû

Hurairah dari Nabi saw dan apabila ada periwayat lain yang meriwayatkan dari

Ayyûb selain Hammad atau selain Ayyûb dari Muhammad atau selain

21
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 106
62

Muhammad dari Abû Hurairah atau selain Abû Hurairah dari Nabi saw maka

inilah yang disebut dengan mutâb'ât ”22

Hal senada juga dikatakan oleh al-Dahlawî ”apabila ada seorang periwayat

meriwayatkan sebuah hadis dan periwayat lain juga meriwayatkan hadis yang

sama maka hadis yang kedua disebut sebagai hadîts mutâbi‘ ”23

Gambaran yang diberikan oleh Ibn Katsîr tentang mutâbi‘ secara tidak

langsung, ia telah membagi mutâbi‘ kepada dua bagian yaitu: tamm / akmal 24 dan

qasir.25 Agar jelas pengertian dari ke dua pembagian mutâbi‘ tersebut penulis

akan memberikan contohnya, sebagaimana yang penulis kutip dari buku karya A.

Qadir Hasan, dia mengatakan;

"jelasnya begini: Umpamanya ada satu hadis, diriwayatkan imam

Mâlik dari Zuhri, Zuhri dari Urwah, Urwah dari ‘Âîsyah dan

‘Âîsyah dari Nabi saw.

Ringkasnya:

1. Mâlik

2.Zuhri

3‘Urwah

4.‘Âîsyah

5.Nabi saw

22
Ibnu Katsîr, al-Bâ ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulum al-Hadîts, Editor: Ahmad
Muhammad Syâkir, (Beirut: Darul Fikr, 2005), cet 1, h. 44
23
Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, editor: salmân al-husain al-Nadawî,
(Beirut: al-basyâir al-Islâmiyah, 1986), cet 2, h. 56
24
Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 57
25
A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2002),
cet, VII, h.302
63

Mula-mula kita periksa, apakah ada selain imam Mâlik meriwayatkan dari Zuhri atau tidak? tern
Sanadnya jadi begini:

1.Salih 2.Zuhri 3.‘Urwah


‘Âîsyah

Nabi saw

Maka Salih itu, dikatakan mutâbi‘ yang tamm (sempurna), karena ia menguatkan periwayat yan
Kalausekiranya tidak adayangmenguatkan imam Malik, hendaklah kita periksa, apakah ada
tidak? ternyata ada, yaitu: `Ubaidullah, umpannya sanadnya jadi

begini:

1. Mâlik

2. `Ubaidullah

3. `Urwah

4. ‘Âîsyah

5. Nabi saw

`Ubaidullah disebut mutâbi‘ qas ir, karena ia bukan membantu

periwayat yang pertama


64

Jika tidak ada yang membantu Mâlik dan Zuhri, kita periksa pula,

apakah ada yang membantu `Urwah? Kalau ada, maka yang

menguatkan itu disebut mutâbi‘ qas ir dan seterusnya keatas

sampai kepada ‘Âîsyah."26

Dalam literatur kitab-kitab hadis, biasanya hadis-hadis yang disebutkan


pada urutan kedua, ketiga dan seterusnya, disebut sebagai mutâbi‘ dan apabila
hadis tersebut makna dan lafazya sesuai dengan hadis yang pertama maka sering

dikatakan mitsluhu ( ‫) ﻣﺜﻠﻪ‬, jika kesusuainya hanya terletak pada maknanya bukan
pada lafaznya, maka sering dikatakannah wuhu( ‫) ﳓﻮﻩ‬ 27
dan adapun fungsi

Mutâbi' sendiri adalah sebagai penguat. 28 Masih menurut al-Dahlawi, bahwa


disyaratkan dalam mutâba'ah yaitu; dua buah hadis yang disebutkan tersebut
harus bersumber dari seorang sahabat yang sama.29 Dan menurutnya juga, tidak
ada keharusan bahwa, mutâbi' harus memiliki derajat yang sama dengan hadis
asal30.
Berdasarkan pernyataan dari al-Dahlawi di atas, dapat dikatakan bahwa,

mutâbi' bisa berderajat sama dengan hadis asal dan bisa juga berasal dari hadis

yang derajatnya dibawah hadis asal. Penjelasan lebih lanjut akan dibahas pada

point berikutnya

D. Perbedaan dan kesamaan antara Al-Tahwîl dan Mutâbi‘

Pada bagian terakhir dari pembahasan bab ke empat ini, penulis telah

melakukan sedikit aktifitas anilisis, mengenai hadis-hadis yang ber-al-tahwîl dan

hadis-hadis yang termasuk dalam kategori mutâbi'. Dan hasilnya adalah bahwa

26
A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits, h.302-303
27
Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56
28
Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56
29
Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56
30
Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56
65

tidak ada perbedaan mendasar antara hadis yang ber-al-tahwîl dan hadis yang

masuk kategori mutâbi'. Yaitu, tujuannya sama-sama untuk menguatkan.

Hanya saja, walaupun dari sisi untuk menguatkan tidak ada perbedaan, akan

tetapi penyebutan matan hadis dengan sanad yang digabungkan lebih mudah,

apabila memiliki madar yang sama. Karena tidak membutuhkan pengulangan

pengucapan matan atau redaksi dari hadis tersebut. Inilah yang menjadi perbedaan

antara penyebutan sanad yang digabungkan dengan jalur al-tahwîl dan sanad yang

tidak digabungkan dengan jalur mutâba'ah.

Sekedar gambaran mengenai perbedaan kecil di atas, penulis akan mengutip

sebuah hadis yang memiliki al-tahwîl, kemudian menjabarkannya menjadi mutâbi'

dan syawâhid sebagaimana contoh di bawah ini.

‫ﺎ‬ ‫ﻨﹶﺛ‬ ‫ﺣﺪ‬  ‫ﻦ‬ ‫ﺚﹸ ﻋ‬ ‫ٍﺢ ﺍﻟﱠﻠﻴ‬ ‫ﺭﻣ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﻭ‬  ‫ﺣﺪ‬ ‫ﺔﹸ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺎ ﻗﹸﺘ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺣﺪ‬ ‫ٍﺪ‬‫ﺳِﻴﻌ‬ ‫ﺚ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﺡﺍﻟﻠﹶﻴ‬
 ‫ﺪ‬ ‫ﺤﻤ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻨﹶﺛ‬
‫ﻠﱠﻭﺳ‬‫ٍﻉ‬ ‫ﺍﻭ‬ ‫ﺭﻪ‬ِ ‫ﻴ‬ ‫ﹶﻠﻢﻋ‬ ‫ﹸﻜ‬  ‫ِﻲﺒ‬‫ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻋﻤ ﺮ‬ ‫ﺑ ِﻦ‬‫ﻦ ﺍ‬ ‫ِﺎ ٍﻓﻊ‬ ‫ﻧ‬:
 ‫ﻋ ِﻦ‬  ‫ﻋ‬
ُ‫ ﱠﺻﻠﻰ ﺍ ﻠﱡ‬ )‫ﻝﺎﻗﻻﹶ‬‫ ﹸﻜﻢ ﺃﹶ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﻧ‬
‫ﹸﻛﷲ‬
‫ﺭﺍ‬  ‫ﻭﺍﱠﻟ‬ ‫ﺘِﻪ‬ ‫ ِﻴﺭﻋ‬ ‫ﺭٍﺍﻉ‬  ‫ﻦ‬ ‫ﻝﹲ ﻋ‬ ‫ﺌﹸﻮ‬ ‫ﺴ‬ ‫ ﻣ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻫ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﺱ‬ ِ ‫ﺎ‬‫ ﺍﻟﻨ‬ ‫ﺮ‬‫ﱠﻟﺬﻱ ِﻴﻣ‬ ِ ‫ﻦ ﺍ‬ ‫ﻮ ﹲﻝ ﻋ‬ ‫ﺌﹸ‬‫ﺴ‬‫ﻣ‬
‫ﺮ ﹸﺟﻞ ٍﻉ‬ ‫ﻋﹶﻠﻰ‬ 
‫ﺘِِﻪ ﻓﹶﺎﻟ‬‫ ِﻋﻴ‬‫َﻸ ﺭ‬
‫ﺑ‬ ‫ ِﺖ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻋﹶﻠﻰ ﺑ‬ ‫ﻟﹶﺔﹲ‬ ‫ﺌﹸﻮ‬ ‫ﺴ‬ ‫ ﻣ‬ ‫ ِﻫﻲ‬ ‫ﹶﻟﺪِﻩ ﻭ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﺎ ﻭ‬ ‫ﻌِﻠﻬ‬  ‫ﺃﹶﺓﹸ ﺔﹲ‬ ‫ﺮ‬‫ﻭﺍﹾﻤﻟ‬  ‫ﻢ‬ ‫ﻨﻬ‬ ‫ﻮﹲﻝ ﻋ‬ ‫ﺌﹸ‬ ‫ﺴ‬ ‫ﻮ ﻣ‬  ‫ﻫ‬ ‫ِﺘ ﻭ‬‫ﻴ ﻪ‬ ‫ﻫ ِﻞ ﺑ‬ ‫ﻋﹶﻠﻰ ﺃﹶ‬
‫ﺭِﻴﺍﻋ‬
‫ﺍ ٍﻉ ﻭ‬‫ ﺭ‬ ‫ﹸﻜﻢ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﺍ ٍﻉ‬ ‫ﺭ‬  ‫ﺒﺪ‬ ‫ ﹾﻟﺍﻭﻌ‬  ‫ﻬﻢ‬  ‫ﻨ‬ ‫ﻋ‬
‫ﱡﹸﻛ‬ ‫ِِﺪ‬
‫ﻮﹲﻝ ﹶﻓ ﱡﻠﹸﻜ‬ ‫ﺌﹸ‬‫ﺴ‬‫ﻢ ﻣ‬ ‫ﻠ ﹸﻜ‬ ‫ﺎ ِﻝ‬ ‫ﻋﹶﻠﻰ ﻣ‬ ‫ﻪ ﺃﹶﻻﹶ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻮﹲﻝ ﻋ‬ ‫ﺌﹸ‬ ‫ﺴ‬ ‫ﻮ ﻣ‬  ‫ﻫ‬ ‫ﻩ ﻭ‬
31
‫ﺘِِﻪ‬‫ ِﻋﻴ‬‫ﻦ ﺭ‬ ‫ﻋ‬ (
66
Apabila sanad hadis tersebut dipisahkan, maka hasilnya adalah sebagai

berikut:

‫ﻋﻤ ﺮ‬ ‫ﺑ ِﻦ‬‫ﻦ ﺍ‬ ‫ﺍﷲ‬ ِ


ُ ‫ ﱠﺻﻠﻰ‬ ‫ﺎ ٍﻓﻊ‬ ‫ ﻧ‬ ‫ﻦ‬:  ‫ِﻲﺒ‬‫ﺍﻟﻨ‬  1  .‫ﺚﹲ ﻋ‬ ‫ﺎ ﹶﻟﻴ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬
 ‫ﻋ‬ ‫ِﻋﻦ‬ ‫ٍﻴﺪ‬‫ِﺳﻌ‬
‫ﺱ‬ ِ ‫ﺎ‬ ‫ﺘِﻪ ﺍﻟﻨ‬ ‫ ِﻋﻴ‬ ‫ ﺭ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ ﱠﺍِﻟﺬﻱ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﻮﻝﹲ ﻓﹶﺎﻟﹾ ِﹶﺄﻣﻴ‬   ‫ﺍﻉٍ ﱡﻠﹸﻛﻜﹸﻢ‬‫ﻢ ﺭ‬  ‫ ﹶﻗﺎﻝﹶ‬ ‫ﻪ‬ ‫ ﺃﹶﻧ‬ ‫ِﻪ ﻭ‬ ‫ﻋﻠﹶﻴ‬ )‫ﺃﹶﻻﹶ‬
‫ﻋﹶﻠﻰ‬ ‫ﹸﺌ‬ ‫ﻣﺴ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﱡﻠﹸﻛ ﹸﻜ‬  ‫ﱠﻠﻢﺳ‬

31
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 187
‫‪67‬‬

‫ﺭ ‪‬ﺍ ﻋ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺭ ‪ِ‬ﻴﻋ‪ِِ‬ﺘﻪ ٍﻉ ﻭ ‪‬ﻫ ‪ ‬ﻮ ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸﻮ ‪ ‬ﻭﺍﱠﻟ ‪ ‬ﺭﺍ ‪‬ﻋﻠﹶ ﺑ ‪‬ﻴ ‪‬ﺘِﻪ ﺃﹶ ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ ‪‬ﻨ ‪‬ﻬ ‪‬ﻢ ‪ ‬ﻭﻫ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﻤﺮ ‪‬ﺃﹶﺓﹸ‬
‫‪ ‬ﻟﹾﺍﻭ‬ ‫ِﻫﻞ‬ ‫ﻝﹲ ﺮ ﹸﺟﻞ ٍﻉ ﻰ‬
‫‪‬ﺑ ‪ِ ‬ﻴﺖ ‪‬ﺑ ‪‬ﻌِﻠﻬ ‪‬ﺎ ﺔﹲ ‪ِِ ‬ﻩﺪ ﻭ‪ِ ‬ﻫ ‪ ‬ﻋ ‪‬ﻨ ‪ ‬ﻬﻢ ‪ ‬ﻲ ﻣ ‪‬ﺴ ‪ ‬ﺭ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻟﻌ‪‬ﹾﺍﻭ‪‬ﺒﺪ ‪ ‬ﻋﹶ ﻭ ‪ ‬ﻫﻮ ‪ ‬ﻣِﺎﻝ ﺳ ‪‬ﻴﺪِﻩ‬ ‫‪‬ﺭ ِﺍﻋﻴ‬
‫ﻠﻰ‬ ‫ﹸﺌﻮ ‪‬ﹲﹶﺔﻟ‬ ‫ﻭ ‪‬ﹶﻟ‬ ‫ﻋﹶﻠﻰ‬
‫‪‬ﻣﺴ ‪‬ﹸﺌ ‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ‪‬ﻨ ‪‬ﻪ‪ ‬ﹶﺃﹶﺎﻟ ﹶﻓ‬
‫ﱡﹸﻜ‬
‫ﻠ ﹸﻜ ‪‬ﻢ ﺭ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻭ‪ ‬ﹸ ﱡﻛﻠﻜﹸﻢ ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺴ‪‬ﹸﺌﻮ ‪‬ﻝﹲ ‪‬ﻋ ‪‬ﻦ ﺭ‪ِ ‬ﻋﻴ‪‬ﺘِﻪ(‬
‫‪ 2.‬ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ‪‬ﺤﻤ ‪‬ﺪ ‪‬ﺑﻦ‪ ‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ﺍﻟﱠﻴﻠ ‪‬ﺚﹸ ‪‬ﺭﻣ ‪ٍ‬ﺢ ‪‬ﻋ ‪‬ﻨﻟِﺍِ‪‬ﻲﻦﻋﻦﺑﻦﺒ ‪‬ﻋﻦ ‪ ‬ﻧ‪ِ ‬ﺎﻓٍﻊ ‪‬ﻋ ‪‬ﺻﻤ ‪‬‬
‫ﻠﱠ‬ ‫‪ ‬ﻣ‬
‫ﺮ ‪‬ﻰ‪:‬‬
‫ﹾﹶﺄﻣﻴ ‪ ‬ﺮ ﺍﱠﻟِﺬﻱ ‪ ‬ﻴِﺭﻋ‪ ‬ﻋﻠﹶ‬ ‫ﻭ‪ ‬ﱡﻠﹸﹸﻛﻜ ‪‬ﻢ ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﻝﹲ ﱡﻠﹸﻛ ﹸﻜﻢ ‪ ‬ﺭ‪‬ﺍ ٍﻉ ‪‬ﻋﻦ‪ ‬ﻓﹶﺎﻟ ِ‬ ‫ﺃﹶﻻﹶ)ﺍﷲُ ﻭ ‪  ‬ﻴﹶﻠﻋ ‪ ‬ﺃﹶﻧ ‪‬ﻪ ‪ ‬ﹶﻗﺎﻝﹶ ‪‬‬
‫ﻰ‬ ‫ِِ ﺘ‬ ‫ﱠﻢﻠﺳ ‪‬‬ ‫ِﻪ‬
‫ﻪ‬
‫ﻭ ‪‬ﻫ ‪ ‬ﻮ ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸﻮ ‪‬ﻝﹲ ﺭ ‪ِ ‬ﻴﻋ ‪ِ‬ﻪﺘ ‪‬ﻋﻦ ‪ ‬ﻭﺍﱠﻟ ﻋ ‪‬ﹶﻠﻰ ﺃﹶ ‪ِ ‬ﻫﻞ ﺑ ‪‬ﻴ ‪ِ‬ﺘﻪ ﻭ ‪‬ﻫ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﺟﹸﻞ ﺭ ‪ٍ ‬ﺍﻉ ﻋ ‪‬ﻨ ‪ ‬ﻬﻢ ‪ ‬ﻣﺴ ‪‬ﺌﹸﻮ ‪‬‬ ‫ﺍﻟ ‪‬ﻨﺎ ‪‬‬
‫ﹲﻝ‬ ‫ﺮ‬ ‫ٍﻉ‬ ‫ﺭﺍ‬
‫ِﺱ‬
‫‪‬ﻭﺍﹾﻟ ‪‬ﻤﺮ ‪‬ﺃﹶﺓﹸ ‪‬ﺭﺍﻋ ‪‬ﺑﻌ ‪ِ‬ﻠﻬ ‪‬ﺎ ﻭ ‪‬ﻭ ‪‬ﹶ ِﻟﺪﻩ ﻭ ‪ِ‬ﻫ ﺔﹲ ﻋ ‪‬ﹶﻠﻰ ﺑ ‪‬ﻴ ‪ِ ‬ﺖ ﻋ ‪‬ﻨ ‪ ‬ﻬﻢ ‪ ‬ﻲ ﻣ ‪‬ﺴ ‪  ‬ﹾﻟﺍﻭﻌ ‪‬ﺒ ﺪ‪ٍ  ‬ﻉ ‪‬ﻋﻠﹶ ﺳ ‪ِ ‬ﻴﺪِﻩ ‪‬ﻣِﺎﻝ‬
‫‪ ‬ﺍﺭ ﻰ‬ ‫ﹸﺌﻮ ‪‬ﹲﹶﺔﻟ‬ ‫ﻴ‬
‫ﻭ ‪ ‬ﻫﻮ ‪ ‬ﻣ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ‪‬ﻨ ‪‬ﻪ‪ ‬ﺃﹶﻻﹶ ﹶﻓ‬
‫ﱡﹸﻜ‬
‫ﻠ ﹸﻜ ‪‬ﻢ ﺭ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻭ‪ ‬ﹸ ﱡﻛﻠﻜﹸﻢ‪ ‬ﻣ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ ‪ ‬ﻦ ﺭ‪ِ ‬ﻋﻴ‪‬ﺘِﻪ(‬

‫‪Jika melihat sanad dari kedua hadis tersebut diatas, maka dapat dikatakan‬‬

‫‪bahwa kedua sanad tersebut dapat digolongkan ke dalam hadis yang memiliki‬‬

‫‪sanad 'âlî. Adapun yang dimaksud dengan sanad 'âli adalah satu hadis yang‬‬

‫‪periwayat-periwayat sanadnya sedikit, terbanding dengan sanad lain dari hadis itu‬‬
68
juga. Lawan dari sanad 'âlî adalah sanad nâzil, yaitu: satu hadis yang periwayat-
32

periwayat sanadnya banyak terbanding dengan sanad lain dari hadis itu juga.33

Selain berdasarkan jumlah sanadnya sedikit, kedua hadis tersebut di atas

juga disebut 'âlî, dikarenakan kedekatan zamannya dengan Nabi. Disebabkan

kedekatan inilah, sehingga menurut ibn Kasîr, bahwa sanad 'âlî lebih jauh jarak

kesalahannya jika dibandingkan dengan sanad nâzil.34

Berikut di bawah ini adalah hadis-hadis mutâba`ah dari kedua hadis

tersebut di atas, sekaligus dengan sanad-sanad nâzil-nya. Disebut nâzil, jika

dihitung dari jumlah para periwayat yang ada pada sanad-sanadnya lebih banyak

32
A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits, h. 332
33
A.Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits, h. 332
34
Ibnu Katsîr, al-Bâ ‘its al-Hatsîts syarh Ikhtisar ‘Ulum al-Hadîts, h.112
69

yaitu melalui 5 orang periwayat sabelum sampai kepada Nabi saw, jika

dibandingkan dengan kedua sanad di atas, yang hanya berjumlah 4 orang

periwayat, sebelum sampai kepada Nabi saw.

‫ﺎ ﺡ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺣﺪ‬ ‫ٍﺮﻴ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺛﺎﹶ ﻧ‬ ‫ﺪ‬ ‫ ﺣ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﺑﻦ‬‫ِﺍ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﻮﻭ‬  ‫ ِﺮ ﺃﹶﺑ‬ ‫ﹶﺛ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺔﹶ ﺃﹶِﻲﺑ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺷ‬
‫ﺑﹾﻜ‬ ‫ﺎﻨ‬
‫ﻦ‬‫ﺑ‬  ‫ﻭﻳ‬ ‫ِﺙ‬ ‫ﺜ‬‫ﺍﹾﻤﻟ‬ ‫ﻰﻨ‬ ‫ﹶ‬ ‫ﺍ‬ ‫ﻨﺎ‬ ‫ﺛﹶ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﻭ‬
‫ﺪ‬ ‫ﻌﺣ‬  ‫ِﺡ‬
 ‫ﻲ‬ ‫ﺑِﻦ‬
‫ﺛ‬‫ِﻨﺣ ﹶ‬
‫ﺛﺎﻲ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻨ‬
)‫ﻨ‬ ‫ﹶ‬
‫ﻋ‬ ‫ﺎﺡﻦ‬ ‫ﺑﺧ‬ ‫ﺎ‬

‫ِﻟ‬
‫ﹾ‬ ‫ﻴﺪ‬ ‫ﺍ‬ (‫ﺒ‬
 ‫ﺍﺤﺪ‬ ‫ﻟ‬
‫ﺭ‬
 ‫ﻳﻌ‬ ‫( ﺍﹾﻟ ﹶﻘﻄﱠﺎﻥﹸ‬
‫ﻨ‬
 ‫ﺳﺤ‬ ‫ﻳ‬ )‫ﺎ‬‫ﻨﹶﺛﻲ‬ ‫ﺣﺪ‬ ِ
‫ِﻌ‬
‫ﻴﺪ‬‫ﻰ‬ٍ ‫ﻴ‬
 ‫ﻮ‬ ‫ﺃﹶﺑ‬ ‫ﺎ ﹶﻗﺎﻻﹶ ﻛﹶﺎِﻣ ٍﻞ ﻭ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬
‫ﺎ‬ ‫ﻴﻌ‬‫ِﻤ‬ ‫ ﺟ‬ ‫ﻋﻦ‬  ‫ﻮﺏ‬  ‫ﺛﹶِﻲﻨ ﺡ ﺃﹶﻳ‬
‫ِﻲﻨ‬‫ﻳﻌ‬  ‫ﺑﻦ‬ ‫ﺎﻥﹶ ﺍ‬ ‫ﺜﹾﻤ‬ ‫ﺎ ﺡ ( ﻋ‬
‫ِﺑﻦ‬ ‫ ﺍ‬35 ‫ﻻِﹶﺀ ﱡ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻋﺆ‬ ‫ ﻧﺎﹶﻓِ ٍﻊ ﻫ‬‫ﻋﻦ‬
‫ﹸﻛﻞ‬
70
Hadis diatas disebut sebagai tâbi', dikarenakan dua alasan, pertama: ia

disebutkan kedua setelah hadis yang pertama, yang berstatus `âlî. Kedua pada

akhir kalimatnya, imam Muslim menggunakan kata " Mitsl 36


" atau seperti. Ini

menunjukkan bahwa lafaz dan makna matan hadis pertama dengan hadis kedua

adalah sama.

Apabila dipecah-pecahkan, sanad hadis mutâbi` diatas, dengan pengulangan

penyebutan matannya, maka hasilnya adalah sebagai berikut:

 ‫ﹶﺛﺮﻨ‬ ‫(ﺣﹾﺪﻜ‬ ‫ﺑ‬1 ‫ﻭ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻮ‬ )‫ﺑ‬ ‫ ﺃﹶِﻲﺑ ﺃ‬ ‫ﺤﻤ‬ ‫ﺑﻦ‬
‫ﹶﺔ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺎ ﺷ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺣﺪ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﺪ‬
‫ ﹶﻗﺎﻝﹶ‬‫ﻪ‬ ‫ﻢ ﺃﹶﻧ‬ ‫ﻠﱠﺳ‬  ‫ ﻴﹶﻠﻋ‬  ‫ ﻭ‬ ُ‫ ﺍﷲ‬ ‫ِﻲﺒ‬‫ ﺃﹶﻻﹶ) ﺍﻟﻨ‬ ‫ﹸﻜﻢ‬ :‫ﺑﻦﻦ‬ ‫ ﺍﻋ‬  ‫ﺮ‬ ‫ﻋﻤ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻦﺮﻧﺎِﹶﻓﻊﻋ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻋ‬
‫ِﻪ‬ ‫ﱠﺻﻠﻰ‬ ‫ﺭٍﺍﻉ‬ ‫ﱡﻠﹸﻛ‬
 ‫ﻋ‬ ‫ﺘِﻪ‬ ‫ ِﻋﻴ‬ ‫ﺎ ِﺱ ﺭ‬ ‫ ﻠﻋﹶﻰ ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻮﹲﻝ‬ ‫ﺌﹸ‬‫ﺴ‬‫ ﻣ‬ ‫ﻫﻮ‬  ‫ﺍ ٍﻉ ﻭ‬‫ ﺍﱠﻟِﺬﻱ ﺭ‬‫ﺮﻴ‬‫ِِﺘﻪ ﻓﹶﺎﻟﹾﹶِﺄﻣ‬‫ ِﻴﻋ‬ ‫ ﺭ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻝﹲ ﻋ‬ ‫ﺌﹸﻮ‬ ‫ﺴ‬ ‫ﻢ ﻣ‬ ‫ ﱡﻛﻠﹸ ﹸﻜ‬ ‫ﻭ‬
‫ﻦ‬
‫ﺭ ِﺍﻋﻴ‬  ‫ﹶﺮﻟﻤ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﹾﻟ‬ ‫ ﺍﻭ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻬ‬‫ﻢﻠﻬ‬ِ ‫ﻌ‬  ‫ﺑ‬‫ِﺖﻋ ﻨ‬  ‫ﺘِﻪ‬ ‫ﻴ‬ ‫ ِﻫﻞ ﺑ‬  ‫ﺍ ٍﻉ‬ ‫ﻭﺍﱠﻟﺮ ﺭ‬
‫ﻋﹶﻠﻰ ﺃﹶ ﻩﹸﺓﹶﺃِﺪ‬ ‫ﺟﻞﹸ‬
 ‫ﻠﹶﻰﺴ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﹲﻮﺔ‬ ‫ﻭﻫ‬ ِ
‫ﹸﺌ‬
‫ ﹲﻝ‬ ‫ﻴﻮ‬ ‫ﺑ‬

35
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188
36
Al-Dahlawî, Muqaddimah fî usûl al-hadîts, h. 56
‫‪71‬‬

‫ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ﹶﻓ ﱡﻠﹸﻜﻜﹸﻢ ‪‬‬ ‫ﺳ ‪‬ﻴ‬ ‫ﻭ‪ِ ‬ﻫﻲ ‪ ‬ﻋ‪‬ﻨ ‪ ‬ﻬ ‪‬ﻢ ‪‬ﻣﺴ ‪ ‬ﺭ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻟﻌ‪‬ﹾﺍﻭ‪‬ﺒﺪ ‪‬‬
‫ِِﺪ‬ ‫ﺌﹸﻮ ‪‬ﹲﹶﺔﻟ‬
‫ﻩ ﻭ ‪‬ﻫ ‪ ‬ﻮ ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ ‪‬ﻨ ‪‬ﻪ ﺃﹶﻻﹶ ‪‬ﻋﹶﻠﻰ ﻣ ‪‬ﺎ ِﻝ‬
‫ﻭ‪‬ﻛﹸ(ﱡﻠ ﹸﻜﻢ ‪ ‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ‪‬ﻋ ‪‬ﻦ ﺭ‪ِ ‬ﻋﻴ‪‬ﺘِِﻪ‬
‫‪‬ﺮ ‪ِ ‬ﺍ‪‬ﺑ ِﻦ ﻋ ‪‬ﺒ ‪‬ﻴ ِﺪ ِﺍﷲﻋ ‪‬ﻦﺃﹶِﻲﺑ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﻭ ﺎ‪‬ﹶﺣﺛ ‪‬ﻧ)ﺪ ‪‬ﹶﻤﺛ ‪2‬ﻨ ‪‬ﺎ‪‬ﻴ(ﺮ ﺍ ‪‬ﺑﻦ ‪‬‬
‫‪‬ﻋﻦ ﺍﻟﻨ‪ِ‬ﻲﺒ ﺍﷲُ ‪ ‬ﻭ ‪‬ﺳ ‪‬ﱠﻠﻢ ‪ ‬ﺃﹶﻧ ‪‬ﻪ ‪ ‬ﻗﹶﺎ ﹶﺃﹶﻝﹶﻻ) ‪ ‬ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ﱡﻠﻛﹸﻜﹸﻢ ‪ ‬ﻭ ‪ ‬ﱡﻠﹸﻛﻜﹸﻢ ‪ ‬ﻮﻝﹲ ‪‬ﻋﻦ‪ ‬ﺭ ‪ِ‬ﻴﻋ ‪ِ‬ﺘﻪ‬
‫‪‬ﻣﺴ ‪‬ﺌﹸ‬ ‫ﻴﹶﻠﻋ ‪ِ‬ﻪ‬ ‫ﱠﺻﻠﻰ‬
‫ﻓﹶﺎﹾﻟ ِﻴﹶﺄﻣ ‪‬ﺮ ‪ ‬ﺍﻟﱠ ِﺬﻱ ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻭ ‪‬ﻫ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ‪ ‬ﹶﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨ ‪‬ﺎ ِﺱ ِﻋﻴ ‪ِ‬ﺘﻪ ‪‬ﻋﻦ ‪ ‬ﻭﺍﱠﻟ ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ‪ ‬ﻫِﻞ ﺑ‪‬ﻴ‪‬ﺘِﻪ ﻭ ‪ ‬ﻫﻮ ‪ ‬ﻋﹶﻠﻰ‬
‫ﹶﺃ‬ ‫ﺭ ‪ ‬ﺮ ﺟﻞﹸ‬
‫ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ‪‬ﻨ‪ ‬ﻬﻢ‪ ‬ﻤﺮ ‪‬ﺃﹶﺓﹸ ‪‬ﺭﺍﻋ ‪‬ﺑ ‪ِ‬ﻌﻠﻬ ‪‬ﺎ ﻭ ‪ ‬ﻭﻟِﹶﺪﻩ ﻭ ‪ِ ‬ﻫﻲ ‪ ‬ﺔﹲ ﻋ ‪‬ﹶﻠﻰ ﺑ ‪‬ﻴ ‪ ‬ﻋ ‪‬ﻨ ‪‬ﻬ ‪‬ﻢ ‪ ‬ﻣﺴ ‪‬ﹸﺌﻮ ‪ ‬ﺪ ﺭ‪‬ﺍﻉٍ‬
‫ﻟﻌ‪‬ﹾﺍﻭ‪‬ﺒ‬ ‫ﹲﹶﺔﻟ‬ ‫ِﺖ‬ ‫ﻴ‬ ‫‪ ‬ﻟﹾﺍﻭ‬
‫‪‬ﻋﹶﻠﻰ ‪‬ﻣﺎ ِﻝ ﺳ‪ِ ‬ﻴﺪِﻩ ﻭ ‪ ‬ﻫﻮ ‪ ‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ‪‬ﻨ‪‬ﻪ‪ ‬ﺃﹶﻻﹶ ﹶﻓ‬
‫ﱡﹸﻜ‬
‫ﻠ ﹸﻜ ‪‬ﻢ ﺭ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻭ‪‬ﻛﱡﹸﻠﻜﹸﻢ‪ ‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ‪‬ﻋ ‪‬ﻦ ﺭ‪ِ ‬ﻋﻴ‪ِ‬ﺘِﻪ(‬
‫) ‪‬ﺧﺎﻟِﺪ ﺣ‪‬ﺪ‪‬ﺛﹶﻨ‪‬ﺎ ﺍﻟﹾﻤ‪‬ﺜﹶ‪‬ﻰﻨ ‪‬ﺍ ﺑ ‪‬ﻦ ‪‬ﻭﺣ) ‪‬ﺪ ‪‬ﹶﺛ ‪3‬ﺎﻨ(‬
‫‪‬ﻢ ﺃﹶﻧ ‪‬ﻪ‪ ‬ﹶﻗﺎ‬ ‫‪‬ﻋﹸﻜﻰﻦﻢ ‪‬ﺍ ﻧﺭ ‪‬‬
‫ِ ﺍﻓﻉﹶﺎُﷲ ﹶﻝ ﻋ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺭ ‪ِ ‬ﻴﻋ‪ِِ‬ﺘﻪ ﻓﹶﺎﻟﹾﹶِﺄﻣ‪‬ﺮﻴ‪ ‬ﱠﺍﻟِﺬﻱ ‪‬ﱠﻠﺳ ﻭ‪ ‬ﱡﻠﹸﻛ ﹸﻜﻢ ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸﻮ ‪‬ﻝﹲ ﺭ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻭ ‪ ‬ﻫﻮ ‪ ‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ‪ ‬ﻠﻋﹶﻰ ﺍﻟﻨ ‪‬ﺎ ِﺱ ﺭ ‪ِ ‬ﻋﻴ ‪‬ﺘِﻪ ‪‬ﻋﻦ ‪‬‬
‫ٍ ‪‬ﻋﻴﹶﻠﻊ ‪ِ‬ﺃﹶﻋﻻﻪﹶﻦ) ﻭ ‪ ‬ﻨﻟﺍﻋ‪ِ‬ﺍﻲﺮﺒﻤ‪ِ‬ﹸﻛﺑﻦ ‪‬‬
‫ﻠﱡﺻ‬
‫ﻠ‬
‫ﻭ ‪‬ﻫ ‪ ‬ﹲﺔﻮ ﻣ ﻠ‪‬ﹶﺴﻋ ﻰ‪‬ﹸﺌ ﺑ‪‬ﻮ ‪‬ﻴ ‪ِ‬ﻋﻝﹲﺖ‪‬ﻨ ‪‬ﺑ ‪‬ﻬ ‪ ‬ﺭ ِﺍﻋﻴ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ‪‬ﺟﻞﹸ‬
‫ِ ﻠﻌ‬
‫ﻢ ‪‬ﻬ ‪‬ﺎ ﻟ‪‬ﺍﻭ‬
‫ﹾ ‪‬ﻭ ‪‬ﻤﻭ ‪‬‬
‫ﻩ ‪‬ﻋﹶﻠﻰ ﺃﹶ ‪‬ﻫ ِﻞ ﺑ ‪‬ﻴ ‪‬‬
‫ِِﺘ‬
‫‪72‬‬
‫‪‬ﻭﺍﱠﻟﺮ‬
‫ﹸﻜﻢ ‪ ‬ﺭ‪‬ﺍﻉٍ ﹶﻓ‬ ‫ﻭ ‪ِ ‬ﻫﻲ ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸﻮ ‪‬ﻟﹶﺔﹲ ﻋ ‪‬ﻨ ‪‬ﻬ ‪‬ﻢ ‪ ‬ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻟﻌ‪‬ﹾﺍﻭ‪‬ﺒ ‪‬ﺪ ‪ ‬ﺳ ‪ِ ‬ﻴﺪِﻩ ‪‬ﻋﹶﻠﻰ ﻣ ‪‬ﺎ ِﻝ ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ ‪‬ﻨ ‪‬ﻪ ﺃﹶﻻﹶ ﻭ ‪‬ﻫ ‪ ‬‬
‫ﱡﻠﹸﻜ‬ ‫ﻮ‬
‫(ﻭ ‪ ‬ﹸ ﱡﻛﻠﻜﹸﻢ ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ‪‬ﻋ ‪‬ﻦ ﺭ ‪ِ ‬ﻋﻴ ‪‬ﺘِﻪ‬
‫ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶ ‪‬ﻨﺎ ﺑ ‪ ‬ﻦﻋ ‪‬ﺒ ‪‬ﻴ ‪‬ﺪﺍﷲ ﻭ ‪  ‬ﻴِﺳﻌ‪ ‬ﺣ)ﺪ ‪‬ﹶﺛ ‪4‬ﻨ( ‪‬ﺎ‬
‫ٍﺪ‬
‫ﹸﻜﻢ ‪ ‬ﺃﹶﻻﹶ) ﺍﻟﻨ‪ِ‬ﻲﺒ ‪ ‬ﺍﷲُ ‪ ‬ﻭ ‪  ‬ﻴﹶﻠﻋ ‪ ‬ﻠﱠﺳ ‪‬ﻢ ﺃﹶﻧ ‪‬ﻪ‪ ‬ﹶﻗﺎﻝﹶ‬ ‫ﺍ ‪‬ﺑ ِﻦ ﻧﹶﺎﻓِﻊ ‪‬ﻋﻦ ‪‬ﻋﻦ‪ ‬ﻋﻤ ‪‬ﺮ‬
‫ِﻪ‬ ‫ﱠﺻﻠﻰ‬ ‫ﺭٍﺍﻉ‬ ‫ﱡﻠﹸﻛ‬ ‫‪‬‬
‫ﱠﻟﺬﻱ ﻋ ‪ِ ‬ﻴﻣ‪‬ﺮ ‪ ‬ﺭ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻭ ‪ ‬ﻫﻮ ‪ ‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ﹶﻠﻰ ﺍﻟﻨ ‪‬ﺎ ِﺱ ﺭ ‪ِ ‬ﻋﻴ ‪‬ﺘِﻪ ‪‬ﻋﻦ ‪‬‬ ‫ﻭ ‪ ‬ﱡﻛﻠﹸﻜﹸﻢ ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺴ ‪  ‬ﻓﹶﺎ َﻷ ﺭ ‪ِ ‬ﻋﻴ ‪ِ‬ﺘِﻪ ‪‬ﻋﻦ ‪ ‬ﺍ ِ‬
‫ﻮﹲﻝ‬
‫ﺌﹸ‬
‫ِﺖﻋ ﻨ‪‬ﺑ ‪ ‬ﻌ ِ‪‬ﻢﻠﻬ‪‬ﻬ ‪‬ﺎ ‪ ‬ﺍﻭ ‪‬ﹾﻟ ‪‬ﻭ ‪‬ﹶﺮﻟﻤ ‪ ‬ﺭ ِﺍﻋﻴ‬ ‫‪‬ﻭﺍﱠﻟﺮ ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ‪ِ  ‬ﻫﻞ ﺑ ‪‬ﻴ ‪‬ﺘِﻪ ‪‬‬
‫ﻋﹶﻠﻰ ﺃﹶ ﻩﹸﺓﹶﺃِﺪ‬ ‫ﺟﻞﹸ‬
‫ِ ‪‬ﻭﻫ ‪‬ﹲﻮﺔ ‪‬ﻋ ‪‬ﻣ ‪‬ﻠﹶﻰﺴ ‪‬‬
‫ﹸﺌ‬
‫ﺑ ‪‬ﻴﻮ ‪ ‬ﹲﻝ‬
‫ﺳ ‪‬ﻴ ‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ ‪‬ﻨ ‪‬ﻪ ‪ ‬ﹶﺃﻟﹶﺎ ﹶﻓ ﹸﱡﻜﻠﻜﹸﻢ ‪ ‬ﺴ ‪‬ﺭﺍ‬ ‫ﻭ‪ِ ‬ﻫ ﻋ ‪‬ﻨ ‪ ‬ﻬﻢ ‪ ‬ﻲ ﻣ ‪‬ﺴ ‪ ‬ﺭ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻟﻌ‪‬ﹾﺍﻭ‪‬ﺒﺪ ‪ ‬ﻋﹶ‬
‫‪‬ﹸﺌ ٍﻉ‬ ‫ِﻩﺪ‬ ‫ﻠﻰ‬ ‫ﹸﺌﻮ ‪‬ﹲﹶﺔﻟ‬
‫ِ ﻭ ‪‬ﻫ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﻣ ‪ ‬ﻣِﺎﻝ‬
‫(ﻭ ‪ ‬ﹸ ﱡﻛﻠﻜﹸﻢ ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ‪‬ﻋ ‪‬ﻦ ﺭ ‪ِ ‬ﻋﻴ ‪‬ﺘِﻪ‬
‫‪‬ﺪﺛﹶﻨ‪‬ﹶﻗﺎ ﻻﹶ ﻛﹶﺎ‬
‫ِﻣﻞ‬
‫ٍ ﺃﹶ‪‬ﺑﻮ‪ ‬ﻭ ﺍﻟﺮ‪‬ﺑِﻴ‪‬ﻊ ﹶﺃ)ﺑ ‪‬ﻮ ‪5‬ﻭ(ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﻨﹶﺛ ‪‬ﺎ‬
‫ﺍﻟﻨ‪ِ‬ﻲﺒ ﺍﷲُ ‪ ‬ﻭ ‪  ‬ﻴﹶﻠﻋ ﺃﹶﻧ ‪‬ﻪ ‪ ‬ﻗﺃﺎﹶﻝﹶﻻﹶ ) ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻭ ‪ ‬ﱡﻠﹸﻛ ﹸﻜﻢ ‪ ‬ﻣ ‪ ‬ﱡﻠﹸﻛﻜﹸﻢ ‪ ‬ﻮﹲﻝ ﻋ‪‬ﻦ‪‬‬ ‫‪‬ﻋﻦ ‪ :‬ﻋﻤ ‪‬ﺮ‬
‫ﺴ ‪‬ﺌﹸ‬ ‫‪‬ﱠﻠﻢﺳ ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﱠﺻﻠﻰ‬
‫ِﻪ‬
‫ﺭ ‪ِ ‬ﻋﻴ ‪‬ﺘِﻪ ﻓﹶﺎ َﻷ ِﻣﻴ ‪‬ﺮ ‪ ‬ﺍﱠﻟِﺬﻱ ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻭ ‪‬ﻫ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ‪ ‬ﹶﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨ ‪‬ﺎ ِﺱ ﺭ ‪ِ ‬ﻋﻴ ‪‬ﺘِﻪ ‪‬ﻋﻦ ‪ ‬ﻭﺍﱠﻟ ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ‪ِ  ‬ﻫﻞ ﺑ ‪‬ﻴ ‪‬ﺘِﻪ ‪‬‬
‫ﻋﹶﻠﻰ ﹶﺃ‬ ‫ﺟﻞﹸ‬ ‫ﺮ‬
‫‪73‬‬

‫ِِﻩﺪ ﻭ‪ِ ‬ﻫ ﻋ ‪‬ﻨ ‪ ‬ﻬﻢ ‪ ‬ﻲ ﻣ ‪‬ﺴ ‪  ‬ﹾﻟﺍﻭﻌ ‪‬ﺒﺪ ‪‬‬ ‫‪‬ﻭﻫ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ ‪‬ﻨ ‪ ‬ﻬﻢ ‪ ‬ﻤﺮ ‪‬ﺃﹶﺓ ‪‬ﺭِﺍﻋﻴ ‪‬ﺑ ‪‬ﻌِﻠﻬ ‪‬ﺎ ﻭ ‪ ‬ﻋﹶﻠﻰ ﺑ ‪‬ﻴ ‪‬‬
‫ﹸﺌﻮ ‪‬ﹲﺔﹶﻟ‬ ‫ﻭ ‪‬ﻟﹶ‬ ‫ِﺖ‬ ‫ﺔﹲ‬ ‫ﹸ ‪ ‬ﻟﹾﺍﻭ‬
‫‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ ‪ ‬ﻋﹶﻠﻰ ﻣ ‪‬ﺎ ِﻝ ﺳ ‪‬ﺭ ‪ِ ‬ﻋﻴ ‪‬ﺘِﻪ( ‪‬‬ ‫ﻭ ‪‬ﻫ ‪ ‬ﻮ ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ ‪‬ﻨ ‪‬ﻪ ﺃﹶﻻﹶ ﹶﻓ ﻠﱡﹸﻜ ﹸﻜ ‪‬ﻢ ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻭ ‪‬ﻛﱡﹸﻠﻜﹸﻢ ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ‬ ‫ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ‬
‫ﻦ‬ ‫ِﻩﻴﺪ‬
‫ِ‬
‫‪‬ﺪ‪‬ﺛﹶ‪‬ﻨﺎ ﺣ‪ ‬ﺮﺏ ‪‬ﺑﻦ‪ ‬ﺯ‪‬ﻫ‪‬ﻴ‪‬ﺮ ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ) ‪‬‬
‫ﹶﺛ‬
‫ﻨ ‪6‬ﻲ(‬
‫ﺭ ‪‬ﺍ ﱡﻠﻛﹸﻜﹸﻢ ‪ ‬ﻭ ‪ ‬ﱡﻠﹸﻛﻜﹸﻢ ‪ٍ ‬ﻉ ﻋ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﻣﺴ ‪‬ﺌﹸﻮ ‪ ‬ﹲﻝ‬ ‫ﺍﷲ ﺃﹶﻻﹶ) ﻭ ‪‬ﺳ ‪‬ﱠﻠﻢ ‪ ‬ﺃﹶﻧ ‪‬ﻪ ‪ ‬ﻗﹶﺎﻝﹶ ‪‬ﻴﹶﻠﻋِ‪‬ﻪ‬ ‫ﺍ ‪‬ﻋﺑﻦ‪:‬ﻋ ‪‬ﻤ ‪‬ﺮ ﺍﻟﻨ‪ِ‬ﻲﺒ ﺻ ‪‬ﱠﻠﻰ ُ‬
‫ﺭ‪ِ ‬ﻋﻴ‪ِ‬ﺘِﻪ ﻓﹶﺎﻷَ ِﻣﻴ ‪ ‬ﺮ ﺍﻟﱠ ِﺬﻱ ﺍﻟﻨ ‪‬ﺎ ِﺱ ﺭ ‪‬ﺍ ‪‬ﻋﹶﻠﻰ ﻭ ‪‬ﻫ ‪ ‬ﻮ ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ﺭ ‪ِ‬ﻴﻋ‪ِِ‬ﺘﻪ ‪‬ﻋﻦ ‪ ‬ﻭﺍﱠﻟ ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ‪ ‬ﻫ ِﻞ ﺑ ‪‬ﻴ ‪ِ‬ﺘﻪ‬
‫‪‬ﻋﹶﻠﻰ ﺃﹶ‬ ‫ﺮ ﺟﻞﹸ‬ ‫ٍﻉ‬
‫ﻭ ‪‬ﻫ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﻋ ‪‬ﻨ ‪ ‬ﻬﻢ ‪ ‬ﻣﺴ ‪‬ﹸﺌﻮ ‪ ‬ﻭﺍﹾﻤﻟ‪‬ﺮ ‪‬ﺃﹶﺓﹸ ‪‬ﺭِﻴﺍﻋ‪‬ﺔﹲ ‪‬ﺑﻌ ‪ِ‬ﻠﻬ ‪‬ﺎ ‪‬ﻋﹶﻠﻰ ﺑ ‪‬ﻴ ‪ِِ ‬ﻩﺪ ﻭ‪ِ ‬ﻫ ‪ ‬ﻋ ‪‬ﻨ ‪ ‬ﻬﻢ ‪ ‬ﻲ ﻣ ‪‬ﺴ ‪  ‬ﹾﻟﺍﻭﻌ ‪‬ﺒﺪ ‪‬‬
‫ﹸﺌﻮ ‪‬ﹲﺔﹶﻟ‬ ‫ﻭ ‪‬ﹶﻟ‬ ‫ِﺖ‬ ‫ﹲﻝ‬
‫ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻩِﺪ ﻭ ‪‬ﻫ ‪ ‬ﻮ ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ ‪‬ﻨ ‪‬ﻪ ﺃﹶﻻﹶ ﹶﻓ ﻠﱡﹸﻜ ﹸﻜ ‪‬ﻢ ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻭ ‪‬ﻛﱡﹸﻠﻜﹸﻢ ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺴ ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ﻋ ‪ ‬ﻋﹶﻠﻰ ﻣ ‪‬ﺎ ِﻝ ﺳ ‪‬ﻴ ‪ ‬ﺭ ‪ِ ‬ﻋﻴ ‪‬ﺘِﻪ( ‪‬‬
‫ﻦ‬ ‫‪‬ﹶﺛ‬
‫‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶ ‪‬ﻨﺎ ‪‬ﺭﺍﻓﹶ ‪‬ﺑﻦ‪ ‬ﺤﻤ ‪‬ﺪ ‪‬ﻭﺣ ‪‬ﺪ) ِ‬
‫‪ ‬ﻣ ﻨ ‪7‬ﻲ(‬ ‫ٍﻊ‬
‫ﺃﹶﻻﹶ) ﺍﻟﻨ‪ِ‬ﻲﺒ ﱡﻠﹸﻛ ﹸﻜﻢ ‪ ‬ﺍﷲُ ‪ ‬ﻭ ‪  ‬ﻴﹶﻠﻋ ‪ ‬ﻢ ﺃﹶﻧ ‪‬ﻪ ‪‬‬ ‫ﺍ‪‬ﺑ ِﻦ ﻋ ‪‬ﹾﺜﻤ ‪‬ﺎﻥﹶ ‪‬ﻋﻦ ﻧﺎِﹶﻓﻊﻋ ‪‬‬
‫ِﻪ ﹶﻗﺎﻝﹶ ‪ ‬ﱠﻠﺳ‬ ‫ﱠﺻﻠﻰ‬ ‫ﻦ(‬
‫ﻭ ‪ ‬ﻋﻦ‪ ‬ﻓﹶﺎ َﻷ ِﻣ‪‬ﺮﻴ‪ ‬ﺍﱠﻟِﺬﻱ ﺭ ‪‬ﻴِﻋ‪ ‬ﺭ‪‬ﺍ ٍﻉ ﻭ ‪ ‬ﻫﻮ ‪ ‬ﻣ‪‬ﺴ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ‪ ‬ﹶﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨ ‪‬ﺎ ِﺱ ﺭ ‪ِ ‬ﻋﻴ ‪‬ﺘِﻪ ‪‬ﻋﻦ ‪‬‬ ‫ﺭ ‪‬ﺍ‬
‫ِﻪﺘ‬ ‫ﱡﹸﻛ‬
‫ِ‬ ‫ﻠ ﹸﻜﻢ ‪ ‬ﻣ‪ ‬ﺴ‪‬ﺌﹸ ‪‬ﻮﹲﻝ ٍﻉ‬
‫ِﺖﻋ ﻨ‪‬ﺑ ‪ ‬ﻌ ِ‪‬ﻢﻠﻬ‪‬ﻬ ‪‬ﺎ ‪ ‬ﺍﻭ ‪‬ﹾﻟ ‪‬ﻭ ‪‬ﹶﺮﻟﻤ ‪ ‬ﺭ ِﺍﻋﻴ‬ ‫‪‬ﻭﺍﱠﻟﺮ ﺭ ‪‬ﺍ ٍﻉ ‪ِ  ‬ﻫﻞ ﺑ ‪‬ﻴ ‪‬ﺘِﻪ ‪‬‬
‫ﻋﹶﻠﻰ ﺃﹶ ﻩﹸﺓﹶﺃِﺪ‬ ‫ﺟﻞﹸ‬
‫ِ ‪‬ﻭﻫ ‪‬ﹲﻮﺔ ‪‬ﻋ ‪‬ﻣ ‪‬ﻠﹶﻰﺴ ‪‬‬
‫ﹸﺌ‬
‫ﺑ ‪‬ﻴﻮ ‪ ‬ﹲﻝ‬
74
 ‫ﺍ ٍﻉ ﹶﻓ ﱡﻠﹸﻜﻜﹸﻢ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﻉ‬
ٍ ‫ ﺍ‬‫ﺪ ﺭ‬  ‫ﹸﺌﻮ‬ ‫ﻣﺴ‬  ‫ﻢ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻨ‬ ‫ ﻋ‬ ‫ ِﻫﻲ‬‫ﻭ‬
‫ِِﺪ‬ ‫ﺒ‬‫ﹾﺍﻭ‬‫ﻟﻌ‬ ‫ﹲﹶﺔﻟ‬
‫ﺎ ِﻝ‬ ‫ﻋﹶﻠﻰ ﻣ‬ ‫ﻪ ﺃﹶﻻﹶ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻮﹲﻝ ﻋ‬ ‫ﺌﹸ‬ ‫ﺴ‬ ‫ﻮ ﻣ‬  ‫ﻫ‬ ‫ﻩ ﻭ‬
‫ﺘِﻪ‬ ‫ ِﻋﻴ‬ ‫ﻦ ﺭ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻮﹲﻝ‬ ‫ﺌﹸ‬ ‫ﺴ‬ ‫ ﻣ‬ ‫ ﹸ ﱡﻛﻠﻜﹸﻢ‬ ‫(ﻭ‬
 )‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﻭﻦ‬ ‫ٍﺪﹸﻥ ﺑ‬ ‫ﻴ‬ ‫ِﻭﻌ‬ ‫ﺳﺭ‬ ‫ﺎ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻲﻳ‬ِ‫ﺎ َﺍﻷﻠ‬‫ﹶﺛﻨ‬‫ﺪ‬‫ ﺣ‬
‫ﹶﺛ‬
8 (‫ﺎ‬ ‫ﻨ‬
 ‫ﹸﹶﻴﻠﻛﻋ‬ ‫ﻭ‬  ‫ﻋﻦ‬ ‫ﻋ ِﻦ‬ ‫ﺑ ِﻦ‬ ‫ﺮ ﺍ‬  ‫ﻤ‬ ‫ﻋ‬:
 ‫ﺴ‬ ‫ﻢﻠ‬‫ﺳﻣ ﱠ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻭ‬ ‫ِﺒ‬ ‫ﺍﻟﻨ‬
‫ﹶﺃﹸﺌ‬
‫ﺍُﺍﻉٍﷲ‬ ‫ﻰﺭ‬ ‫ ﱠﻢﻠﺻ‬ ‫ﺎﻗﹶﹲﻝ ﺃﹶﻻﹶ) ﱡﻠﹸﻛﻲ ﹸﻜ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻧ‬
 ‫ِﻞ‬ ‫ ﹶﺃﻫ‬ ‫ﺍ ٍﻉ‬ ‫ﻭﱠﺍﻟ ﺭ‬  ‫ﻋﻦ‬ ‫ﺘِﻪ‬ ‫ ِﻋﻴ‬ ‫ﺎ ِﺱ ﺭ‬ ‫ ﹶﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨ‬ ‫ﻮﹲﻝ‬ ‫ﺌﹸ‬ ‫ﺴ‬ ‫ ﻣ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺍ ٍﻉ ﻭ‬ ‫ ﺍﻟﱠِﺬﻱ ﺭ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺘِﻪ ﻓﹶﺎ َﻷ ِﻣﻴ‬ ‫ ِﻋﻴ‬ ‫ ﺭ‬ ‫ﻋﻦ‬
‫ﻋﹶﻠﻰ‬ ‫ﺮ ﺟﻞﹸ‬
 ‫ﺒﺪ‬ ‫ ﹾﻟﺍﻭﻌ‬  ‫ﺴ‬ ‫ﻲ ﻣ‬  ‫ﻢ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻨ‬ ‫ ﻋ‬ ‫ ِﻫ‬‫ﺎ ِِﻩﺪ ﻭ‬ ‫ِﻠﻬ‬ ‫ﺑﻌ‬  ‫ﻴ‬ ‫ﻋﹶﻠﻰ ﺑ‬  ‫ﺌﹸﻮ‬ ‫ﻣﺴ‬  ‫ﻬﻢ‬  ‫ﻨ‬ ‫ ﻋ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻫ‬ ‫ِﺍﻪﺘﻋﻴﻭ‬ ‫ﺭﻴ‬ ‫ﺃﹶﺓﹸ ﺑ‬ ‫ﺮ‬‫ﻭﺍﹾﻤﻟ‬
‫ﹲﺔﹶﻟ‬ ‫ﹸﺌﻮ‬ ‫ﹶﻟ‬ ‫ﻭ‬ ‫ِﺖ‬ ‫ﺔﹲ‬ ‫ﹲﻝ‬
 (‫ﺘِﻪ‬ ‫ ِﻋﻴ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺎ ِﻝ ﺳ‬ ‫ﻋﹶﻠﻰ ﻣ‬  ‫ﻮﹲﻝ ﻋ‬ ‫ﺌﹸ‬ ‫ﺴ‬ ‫ ﻣ‬ ‫ﻛﱡﹸﻠﻜﹸﻢ‬ ‫ﺍ ٍﻉ ﻭ‬ ‫ﻢ ﺭ‬ ‫ﻪ ﺃﹶﻻﹶ ﹶﻓ ﻠﱡﹸﻜ ﹸﻜ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻮﹲﻝ ﻋ‬ ‫ﺌﹸ‬ ‫ﺴ‬ ‫ﻮ ﻣ‬  ‫ﻫ‬ ‫ﺍ ٍﻉ ﻩِﺪ ﻭ‬ ‫ﺭ‬
‫ﻦ‬
Sedikit keterangan tambahan, walaupun tidak ada hubungannya dengan

judul skripsi yang menulis anggkat, akan tetapi perlu dibicarakan, karena menurut

penulis memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan ketelitian imam Muslim

dalam menulis dan menyusun hadis-hadis.

Setelah melakukan bercobaan pemisahan jalur masing-masing sanad hadis

di atas, sehingga tiap-tiap sanad dapat berdiri sendiri beserta penyebutan


75

matannya masing-masing, dengan cara demikian, maka dapat dikatakan bahwa

adalah lebih efisien dan lebih memudahkan jika mengumpulkan jalur-jalur

periwayatan yang berasal dari satu sumber dengan tidak mengulang penyebutan

kembali matan hadisnya.

Selanjutnya, setelah melihat dan mengetahui mana yang disebut hadis `âlî

dan hadis nâzil dari hadis-hadis yang telah penulis paparkan di atas. Menurut

penulis, dapat dibenarkan apa yang menjadi statemen Muhammad Fuad ‘Abd al-

Bâqi yang mengatakan bahwa, "kitab imam Muslim dari sisi ketelitian yang

berkaitan dengan sanadnya, dia lah yang lebih baik"37 (jika dibandingkan dengan

imam Bukhari). Karena menurut penulis, bisa saja imam Muslim memasukkan

sanad hadis `âlî ke dalam sanad hadis nâzil atau pun sebaliknya, sehingga

penyebutan sanad-sanadnya pun dapat digabungkan, dikarenakan memiliki lafaz

serta makna matan hadis yang sama dan juga bersumber dari satu madar yang

sama.

Kenyataannya, imam Muslim tidak melakukan hal tersebut, ia tetap

memilah, mana hadis yang berstatus lebih dan mana yang kurang seperti `âlî dan

nâzil, kemudian menyusunnya sesuai dengan urutan tingkatan tertinggi lalu

terendah.

Selanjutnya hadis di bawah ini masih tetap statusnya sebagai mutâ`bi :

 ‫ﻴ‬ ‫ﺒ‬ ‫ ٍﺮ ِﺪ ِﺍﷲ ﻋ‬ ‫ﺑﻦِﺸﺑ‬ ‫ﺴﻦ‬ ‫ٍﺮﻴ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻦ ﻧ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﺪ ِﺍﷲ ﺍ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﺎ ﻋ‬ ‫ﺛﹶﻨ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬  ‫ﹶﺛ‬ ‫ﺣﺪ‬  ‫ ﺍﹾﺤﻟ‬  ‫ﺳ ﻭ‬ ‫ﻮ ِﺇ‬‫ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺃﹶﺑ‬
 ‫ﻋﻦ‬ ‫ﺎﻨ‬  ‫ﺤﺎﻕ‬
38 ِ
‫ﺎﻓٍﻊ‬ ‫ﻦ ﻧ‬ ‫ﻋ‬ ‫ ِﺚ‬‫ ﻳِﺣﺪ‬ ‫ ِﺚ‬ ‫ِﺑﻦ ﺍﱠﻟﻠﻴ‬ ‫ﻋ ِﻦ ﺍ‬ ‫ ﹶﺬﺍ ِﺜﻣﹾﻞﹸ‬ ‫ ﻬِﺑ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺎﻓِ ٍﻊ ﻋ‬‫ﻦ ﻧ‬ ‫ﻋ‬

75
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188
76
37
Muslim ibn al-hajâj,S ahih Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, (al-Qâhirah:
Dâr al-Hadîts t.t.h), juz 1, h ‫ﺩ‬

76
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188
77

Sedangkan posisi kedua hadis di bawah, hanyalah sebagai syâhid terhadap

hadis-hadis yang telah disebutkan di atas, karena keduanya diriwayatkan secara

maknawi.

 ‫ﻬﻢ‬ ‫ﻴ ٍﺪ‬‫ ِﺳﻌ‬ ‫ٍﺮ‬ ‫ﺠ‬ ‫ ﺣ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ﺍ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ﺔ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻗﹸﺘ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﻮﺏ‬  ‫ ﺃﹶﻳ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ﻰﻴ‬‫ﺤﻳ‬ ‫ﻰﻴ ﻭ‬ ‫ﺤ‬ ‫ ﻳ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ﻰﻴ‬‫ﺤﻳ‬ ‫ﻨﺎ‬ ‫ﺛﹶ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻭﺣ‬
‫ﹸﱡﻛﻠ‬
 ُ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻋﻤ‬ ‫ﻮﻝﹸ ﺍ ِﷲ‬  ‫ﺳ‬ ‫ ﹶﻗﺎﻝﹶ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭ‬ ‫ﺑ ِﻦ‬ ‫ﺑِﻦ ﺍ‬ ‫ﺎٍﺭِﷲ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻋﻦ ِﺩﻳ‬ ‫ﺒ ِﺍﺪ‬ ‫ ﻋ‬ ‫ﺎِﻋ‬‫ﻤﺳ‬ ‫ﺑ ِﻦ‬ ‫ ﺇِ ﹶﻞ‬ ‫ﻋﻦ‬
‫ﱠﺻﻠﻰ‬  ‫ﺮ‬ ‫ﻋ ِﻦ‬  ‫ﻴ ﻌ ﹶﻔ‬
 ‫ٍﺮ‬
‫ﺟ‬
 ‫ ِﻦ‬‫ﹸﹶﺔﻠﻣ ﺍﺑ‬ ‫ﺮ‬  ‫ﺛﹶِﻲﻨ ﺣ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺣ‬ ‫ ﻭ‬ ‫ﺲ‬ ‫ﻧ‬ ‫ﻮ‬ ‫ِﻲﻧ ﻳ‬‫ﺮﺒ‬ ‫ ٍﻫﺐ ﺃﹶﺧ‬  ‫ ﻭ‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫ﻧﹶﺎ ﺍ‬ ‫ﺮ‬ ‫ﺒ‬ ‫ﻰﻴ ﹶﺃﺧ‬‫ﺤﻳ‬  ‫ﺑﻦ‬  ‫ﱠﻠﻢﺳ‬  ‫ﺡ‬
 ‫ﻋﻦ‬ ‫ﹶﻠﻋ‬
‫ﻴ‬

‫ِﻪ ﻭ‬
‫ﻝﹸ‬ ‫ﻳﻘﹸﻮ‬ ‫ ﻴﹶﻠﻋ‬  ‫ ﻭ‬ ُ‫ﺍﷲ‬  ‫ﺳ‬ ‫ ِﺍﷲ‬  ‫ﺎﻟِِﻢ ﺑ‬‫ﻦ ﺳ‬  ‫ ِﻤﻌ‬ ‫ِﻪ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺳ‬ ‫ ﺃﹶِﺑﻴ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺪ ِﺍﷲ ﻋ‬ ‫ﺒ‬ ‫ ِﻦ ﻋ‬ ‫ﺏ ﻋ‬
ٍ ‫ﺎ‬‫ِﺷﻬ‬
 ‫ﱠﻢﻠﺳ‬  ‫ﱠﺻﻠﻰ‬ ‫ﻮﻝﹶ‬ ‫ﺭ‬
‫ِﻪ‬ ‫ﺖ‬

‫ ِﻦ‬ ‫ ﺍﺑ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ ِﺚ‬‫ِﻳﺪ‬ ‫ ِﺎﻓ ٍﻊ ﺣ‬‫ ِﻳﺚ ﻧ‬‫ ِﺪ‬ ‫ﻨﻝﹶﻰِﻲﻓ ﺣ‬ ‫ﺎ‬ ‫ ﹶﻗﻌﻤ‬ ‫ ِﺮ ِﺑﻱ‬‫ﻫ‬‫ﺍﻟﺰ‬
‫ﺘﻪ‬‫ﻋﻴ‬‫ﻦ ﺭ‬ ‫ﻋ‬  ‫ﻣﺎ ٍﻝ ﺃﹶِﺑﻴ‬ ‫ﻮﹲﻝ‬ ‫ﺌﹸ‬ ‫ﺴ‬ ‫ ﻣ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺟ ﻭ‬ ‫ﺍ ٍﻉِﻲﻓ‬ ‫ ﺭ‬ ‫ﺍﻟﺮ‬
39 ِِ ِ

‫ِﻪ‬ ‫ﹸﻞ‬

77
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188
78

78
Muslim ibn al-hajjâj, Sahih Muslim, juz 2, h. 188
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Di akhir bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan dari apa yang telah bahas

yang berkaitan dengan fungsi al-Tahwîl, yaitu:

1. huruf ‫"ﺡ‬h" yang bermakna al-Tah wîl adalah simbol adanya perpindahan
sanad dal sebuah hadis.
2. Ada pun fungsi al-Tah wîl yaitu; Mengumpulkan jalur periwayatan yang
banyak menjadi satu jalus sanad, kedua; Menghindari adanya pengulangan
materi matan dari madar sanad hadis tertentu, ketiga; Dengannya dapat
diketahui adanya adanya penambahan materi matan dari salah satu jalus sanad,
walaupun berasal dari madar yang sama, keempat lebih memberikan efisiensi
penyebutan jalur sanad sebuah hadis sekaligus menunjukkan adanya mutâb’ah
dari hadis tersebut
3. hadis-hadis yang sanadnya memiliki al-Tah wîl yang terdapat dalam Sahîh

Muslim adalah merupakan pengumpulan jalur periwayatan hadis dengan

tingkat derajat sanad hadis yang sama, sehingga tidak terjadi pengulangan

matan hadis.

4. hadis-hadis yang sanadnya memiliki al-tah wîl tidak memiliki perbedaan

mendasar dengan hadis-hadis yang berstatus sebagai mutâbi`, yaitu sama-sama

berfungsi sebagai penguat.

B. Saran-Saran

Apa yang telah penulis bahas di dalam skripsi ini, masih sangat jauh dari

kesempurnaan, jika yang memiliki kejelian dalam memandang, tentu di sana akan

terlihat “ruang-ruang” kosong kalimat dan pembahasan yang perlu ditambah atau pun

dikurangi, terutama yang berkaitan dengan al-tah wîl dan sanad yang terdapat dalam

64
65

hadis-hadis sahih muslim dan penulis sadar akan hal itu, ketika membaca ulang

lembar demi lembarnya.

Sebuah harapan dari penulis, akan lebih baik, jika ada yang ingin meneliti lebih

jauh system penulisan hadis dalam sahih muslim, agar tertutup ketidaksempurnaan

penulis akan hal itu, selain untuk menambah dan mengembangkan perbendaharaan

literatur penelitian sanad khususnya al-tah wîl, karena disana masih ada banyak

mutiara yang belum tersentuh oleh “tangan-tangan” kreatif para peneliti.

Wallahu a`lam.
DAFTAR PUSTAKA

Abû Khalîl, Tsauqî, Atlas al-Hadîts al-Nabawî, Beirut: Dar al-fikr, 2006

Al- ‘Asqalânî, Ibn Hajar, Taqrîb al-Tahdzîb, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Illmyah: 1995

Azami, Muhammad Mustafa, Hadis Nabawi dan SejarahKodifikasinya, Jakarta:


Pustaka Firdaus, 2009

Al-Baghdâdî, Abû ‘Abdullâh Yâqût ibn ‘Abdillah al-Hamawî al-Rûmî, Mu‘jam al-
Buldân, Beirut: Dâr Sâdir, tth
Baidhun, Muhammad 'Ali,, Syurût al-A`immah al-sittah, dar al-kutub al-'ilmiyah,
2000

Al-Baiqûnî, 'Umar ibn Mahammad ibn Fatûh, manzumah al-Baiqûnî, (markaz al-
khidmât wa al-Abhâts al-tsaqâfiyyah, 1987

Al-Dahlawî, Muqaddimah fî us ûl al-hadîts, editor: salmân al-husain al-Nadawî,


Beirut: al-basyâir al-Islâmiyah, 1986

Al-Dzahabî, Siyar A`lâm al-Nubala, Maktabah al-Shafa t.t.h

Al-Hanafy, Muhammad ibn Ibrâhîm al-Halby, Qafwu al-Âtsar fî Safwah, Beirut: Dar-
al-fikr, 1970

Hassan, A.Qadir, Ilmu Mushthalah Hadits,Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2002

Hasyim, Ahmad Umar, qawâ‘id usûl al-hadîts, Beirut: Ilmu al-Kutub, 1997

Hitti, Philip K., History af The Arabs. Penerjemah : R Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi, Jakarta: Serambi, 2006

Ibn al-hajjâj, Muslim, Sahîh Muslim, Editor: Muhammad Fuad Abd al-Bâqi, al-
Qâhirah: Dâr al-Hadîts

Ibn al-Salâh, Muqaddimah Ibn al-S alâh fî'ulûm al-hadîts, Bairut: Dâr al-kutub al-
`lmiyyah, 2006

Ibn Katsîr, al-Bâ‘its al-H atsîts syarh Ikhtisar ‘Ulûm al-H adîts, Editor: Ahmad
Muhammad Syâkir, Beirut: Darul Fikr, 2005

Al-Khatib, Muhammad `Ajâj, Usûl al-Hadîts, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003

Masrur, Ali, Teory Common Link G.H.A Juynboll Melacak Akar Kesejarahan Hadis
Nabi, Yogyakarta, LKiS: 2007

Matlûb, `Abd al-Majîd Mahmûd, Mabâhîts fî 'Ulûm al-Qur`ân wa al-Hadîts, Qâhirah:


Muassasah al-Mukhtâr: 2004

66
67

Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fi asma` al-Rijâl, Muhaqqiq: Syaikh Ahmad ‘Ali ‘Abir
dan Husain Ahmad Agha, Beirut: Dar al-Fikr

Mu’min, Mustafa, Qasamat al-‘Alam al-Islami al-Mu‘ashir, Darul Fath: 1974

Muhdlor, Atabik Ali Ahmad Zuhdi, Kamus kontemporer Arab-Indonesia, Multi


Karya Grafika Pondok Pesantren Krapyak: Yogyakarta t.t.h

Muslim, sahîh Muslim, Darul Fikr, 2002 t.t.h

Nur al-Din,. Manhaj al-Naqd fi ‘ulum al-Hadîts, Damascus: Darul Fikr 1981

Al-Suyûtî Tadrîb al-Râwi editor; abd al-wahab Abd al-lat if, Qâhirah: maktabah dâr
al-turats, 2005

Al-Syakhâwî, Syams al-Dîn Muhammad ibn ‘Abd al-Rahmân,Fath al-Mugîts Syarh


al-fiyah al-hadîts, Libanan: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1403 H

Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam3, Jakarta: al-Husna Zikra, 2000

Syauqi, Atlas Hadits, Jakarta: al-Muhira t.t.h

Tahhân , Mahmûd, Taisîr Mustalah al-Hadîts , Beirut: Dâr al-fikr, t.t.h

---------- Mahmûd, Us ûl al-Takhrîj wa dirasah al-Asânid, Riyadh : maktabah al-


Ma`arif, 1991

A-Tirmizi Muhammad ibn 'Isâ Abû 'Isâ, al-Jâmi` al-S ahîh al-Tirmizi, Muhaqqiq,
Ahmad Muhammad Syâkir dkk, Beirut: Dar Ihya al-Turats al-`Arabi, t.t.h

Al- ‘Utsaimin Muhammad Salih, syarh nuzhatun naz ar fi taudihi nukhbatil fikr,
Qâhirah: maktabah sunnah, 2002

Yaqub, Ali Mustafa, Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004


‫‪Lampiran 1‬‬

‫ﺍﷲ ﺻ ‪‬ﱠﻠ ﺍﷲ ﻋ ‪‬ﻠﹶﻴ ‪‬ﻪ ‪‬ﺳ ‪‬ﻮ ‪‬ﻝ ‪‬ﻭﺳ ‪‬ﱠﻠ‬ ‫ﺷ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒﺔﹶ ﻭ‪ِ‬ﺇﺳ ‪‬ﺤ ‪‬ﺎﻕ ‪ ‬ﺑ ‪‬ﻦ ‪ِ ‬ﺇ‪‬ﺑﺮ ‪ِ‬ﻴﺍﻫ ‪‬ﻢ ‪ ‬ﻭ ‪‬ﻣ ‪‬ﺤ ‪ ‬ﻤﺪ ﺍﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﻋﺜﹾﻤ ‪‬ﺎﻥ ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺃﹶِﻲﺑ‬ ‫‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ‬
‫ﻭ ‪‬ﺣ ‪ ‬ﹶ ‪‬ﺪﺛ ‪‬ﻨﺎ ﹶﺃ ‪‬ﻋﺑ ‪‬ﺒﻮ ‪ِ ‬ﺍﺪ ‪‬ﺑ ِﺑﹾﺮﻜﷲ ‪‬‬
‫َِﺍﻦ‬
‫ﻷﺡ ‪‬ﻋ ‪‬‬
‫ﻧ‬
‫ﻤ ‪‬ﻤ ‪‬ﺮﻴﺶ ‪‬ﺟ ِﻤﻴ ‪‬ﻌ ‪‬ﺎ ‪‬ﻋﻦ ‪ِ  ‬ﻭﻛ‪‬ﻴﻊ ﻋ ‪‬ﻦ‬
‫‪‬ﻋﺒ ‪‬ﺪﺍﷲ‬ ‫ﺍﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺃﹶِﻲﺑ ﻋ ‪‬ﺒ ‪‬ﺪﺓﹸ ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺳﻠﹶﻴ ‪‬ﻤ ‪‬ﺎ ﹶﻥ ﻭ ‪ِ  ‬ﻭﻛ‪‬ﻴﻊ ﻋ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺷ ‪‬ﺒﻴ ‪‬ﹶﺔ ﺣ ‪ ‬ﺛ ‪ ‬ﻋﻤ ‪‬ﺶ ‪‬ﻋ ‪‬ﻦ ﺃﹶِﻲﺑ‬
‫ﹾَﺍﻷ‬ ‫ﻨﹶﺪ ‪‬ﺎ‬
‫‪ :‬ﻭﺍِﺋﻞ ﻋ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﻋﺒ ‪ِ ‬ﺍﺪﺃﹶﷲﻭ ‪‬ﻝﹸﻗﹶﺎﻣ ‪‬ﻝﹶﺎ )ﹶﻗﺎﻝﹶ ﺭ ‪‬ﺳ ‪ ‬ﻮ ﹸﻝ ِﺍﷲ ﱠﻢ ‪ ‬ﺍﷲُ ‪ ‬ﻋﻠﹶ ‪‬ﻴ ِﻪ ‪‬ﻭﺳ ‪‬ﻠ‬
‫ﱠﺻﻠﻰ‬
‫ﺑ ﻭ ‪‬ﺍﺋﻞ‬ ‫ﹾﻘﻀ ‪   ‬ﺍﻟﻨ ‪‬ﺎ ‪   ‬ﺍﻟﹾﻘ ‪‬ﺎﻣ ‪‬ﺔ ﻓ ﺍﻟﺪ ‪‬ﻣ ‪‬ﺎ (‬

‫ﹾﺍﻷَ ‪‬ﻋﻤ ‪‬‬

‫‪‬ﻭﻛﻴ ‪‬‬

‫‪ ‬ﺤ ‪‬ﻤ ‪‬ﺪ ‪ ‬ﺍﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﻋ ‪‬ﺒﺪﺍﷲ ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﻤﻧ‪‬ﻴ ‪‬ﺮ‬ ‫ﺳ ‪ ‬ﺤﺎﻕ ‪ ‬ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺇ ‪‬ﺑﺮ ‪‬ﺍﻫﻴ ‪‬‬ ‫‪‬ﺑ ‪‬ﻦ ﺃﹶﺑ ﺑ ‪ ‬ﻦ ‪‬ﺷﻴ ‪‬ﺒﺳ‪‬ﻠﹶ‪‬ﺜ‪‬ﹾﻤﻴﻤ ‪‬ﺎﻥﹶ ‪‬ﺒ ‪‬ﺪ ‪‬ﺓﹸ‬

‫ﺑ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﺑ ﹾﻜﺮ ﺍ ‪‬ﺑ ‪‬ﻦ ﺃﹶﺑ ﺷ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒ ‪‬ﺔﹶ‬

‫‪‬‬
‫‪Lampiran 2‬‬

‫ﺍﷲ ﻪ ﻭ ‪ ‬ﻝ ﺍﷲ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪‬ﺮ‪‬ﺟ ِﺮﻳ‪‬‬ ‫ﻨ‪‬ﺪ‪‬ﺎ ﺣ‪‬ﹶﺛﻨ‪‬ﺪ‪‬ﻭﺣ‪‬‬


‫ﺛﺎ‪‬ﹶ‬ ‫ﹸﻥ‪‬ﺒﺔﹶ ﺣ‪‬ﻴ‪‬ﺃﹶﻲِﺑ ﺷ ‪‬ﻦ‪‬ﺑ‬

‫ِ‬
‫‪‬ﻳﺮ‪‬ﺟﺮ‪ ‬ﺎ‪‬ﻧ‪‬ﺮﺒ‪‬ﺧ‪ ‬ﺃﹶ‬ ‫‪‬ﺍ ِﻫﻴﻢ‪‬ﺑﺮ‪‬ﻦِ‪‬ﺇ ﺑ‪‬ﺍ ‪‬ﺎﻕ‪‬ﺤ‪‬ﺎﺲ ﺡ ِﺇﺳ‪‬ﹶﺛﻨ‪‬ﺪ‪‬ﻧ‪‬ﺣﻮ‪ ‬ﻳ‪‬ﻭ‪‬ﻦ‪‬ﺴﻰ ﺑ‪ِ ‬‬
‫ﻭﻋﻴ‪‬‬

‫ﺍﷲ‬ ‫ﺃﹶِﻲﺑ ‪‬ﻦ‪‬ﻲِﻓ ﺑ‪‬ﺍِﺎﺩ ﻭ‪‬ﺳﻨ‪ ‬ﻬﺬﹶﺍ ِﺍﻹ‪ ‬ﻤﺶ ِﺑ‪ ‬ﻋ‪ ‬ﻦ ﺍ َﻷ‪‬ﻋ ‪‬ﻢ‪‬ﺎﻥﹸ ﹸﻛﱡﻠﻬ‪‬ﻔﹾﻴ‪‬ﺎ ﺳ‪‬ﺛﹶﻨ‪‬ﺪ‪‬ﻤﺮ ﺣ‪ ‬ﻋ‪‬‬
‫ﻳٍﺮ‪‬ﺟِﺮ‪‬‬ ‫‪‬ﺪِﺘ‪‬ﺍﺣ‪)‬ﻦِ َﺳ‪‬ﻷ ‪(‬ﻪ‪‬ﺲ ﻧ‪‬ﻧ‪‬ﻮ‪ِ ‬ﻦ ﻳ‪‬ﺴﻰ ﺍﺑ‪ِ ‬ﻭﻋﻴ‪‬‬
‫ﹶِﻳﻞﺚ ﻟﹶﹾ‪‬ﻘ‬

‫ﻭﻕ‬ ‫‪‬‬

‫ﺍﷲ ﺍﺑﻦ ﻣﺮ ‪‬‬

‫‪‬ﻋﻤ‪َ ‬‬

‫ﺎﻥﹸ‪‬ﻔﹾﻴ‪‬ﺳ‬ ‫‪‬ﺲ‪‬ﻮﻧ‪ ‬ﻳ ‪‬ﻦ‪‬ﺴﻰ ﺑ‪ِ ‬ﻋﻴ‬ ‫‪ِ ‬‬


‫ﻳﺮ‪‬ﺮ‪‬‬

‫‪‬ﻤﺮ‪ ‬ﻋ‪ ‬ﹶﺃِﻲﺑ ‪‬ﻦ‪‬ﺍﺑ‬ ‫‪‬ﺎﻕ‪‬ﺤ‪ِ ‬ﺍﻫﻴ ﺳ‪‬ﺑﺮ‪ِ‬ﺇ ‪‬ﺍﺑ‬ ‫‪‬ﺒ‪‬ﺷﻴ‪ ‬ﻦ ﺃﹶِﻲﺑ‪ ‬ﺑ‪ ‬ﺎﻥﹸ‪‬ﺜﹾﻤ‪‬‬

‫‪‬‬
‫‪Lampiran 3‬‬

‫ِ‪ ‬ﻨ ﻟﻢ‪‬ﱠﻲﺒﺍﻠ‪‬‬


‫‪‬ﻭﺳ ‪ ‬ﻠﹶﻴ ‪‬ﱠﻠﻰ ُﷲ ﻋ ‪‬ﺻ‬ ‫‪‬ﺑ ‪‬ﻦ ﺃﹶﺣ ‪‬ﻤ ‪ ‬ﺪﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ‬
‫ﻦ ﺇِ ‪ ‬ﺎ ﺑ ‪‬ﹶﺛﻨ ‪‬ﺪ ‪‬ﺣ ‪‬ﻭ ‪‬ﺎﺡﻕ ‪‬ﺳﺤ ‪‬‬ ‫ﺯ ‪‬ﻛﹶﺮ ‪َ‬ﻳﺎﺀ ﺑﻦ ‪‬‬
‫ﻤ ‪‬ﺃﹶﺧ ‪ ‬ﺒﺼ ‪‬ﻌ ‪‬ﺮ ‪‬ﻧ ‪‬ﺎﺐ ‪ِ ‬ﺇﺑ ‪‬ﺮ ‪ِ ‬ﺍﻫ‪‬ﻴﻢ ‪‬‬
‫‪‬ﻓﹶﺠ ‪‬‬
‫‪‬ﺣﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ‪‬ﺣﺠ ‪‬ﺎﺝ ‪‬‬
‫ﻭ ‪‬ﺭ ‪‬ﺟ ‪‬ﻞﹲ ﺍﻟﹾ ‪‬ﻤﺨ ‪‬ﺘ ‪‬ﺎِﺭ‬
‫ﺑ‪ِ ‬ﻠﹶﺎﻗﹶﺔﹶ ﻳِ‬
‫ﻢ ‪ ‬ﻋﻠﹶ ‪ِ ‬ﻴﻪ ُﺍﷲ‬

‫ﻞﹸ ﺇ ﺍ‪ِ‬ﻴﺋ ‪‬ﺳﺮ ‪‬‬ ‫ﺎﻥ ﺒ‪ ‬ﺷﻴ ‪‬‬


‫‪‬‬ ‫ﺑ ﺍﻟﹾﻤ ‪‬ﺨ ‪‬ﺘﺎِﺭ ﻋ ‪‬ﺒﺪ ‪ِ ‬ﺍﷲ‬ ‫ﺑ ‪ ‬ﻮ ‪‬ﺍﻧ ‪‬ﺔﹶ‬
‫ﺟﻞ‬
‫ِﺍ‪‬ﺒِﷲ ﻴ‪‬ﺪ ‪‬ﻮﺳ ‪   ‬ﺑ‬ ‫ﺎﻥﹸ ﺒ‪ِ ‬‬
‫‪‬ﺼ ‪ ‬ﻤ ‪ ‬ﺍﹾﻟ ‪ِ ‬‬
‫ﻌﻤﻲ ‪ ‬ﺜﹾ ‪‬ﻟﹾﺨ ‪‬ﺍﻡ ﻟِ‪‬ﻤﻘﹾﺪ ‪ ‬ﺑ‬ ‫ﻌﺐ ‪‬‬
‫ٍﻳﺪ ‪‬ﺯ ‪‬ﺑﻦ ‪‬ﺎﺩ ‪‬ﻤﺣ ‪‬‬

‫‪‬‬
‫ﻴﻢ ‪ِ‬ﺍﻫ ‪‬ﺑﺮ ‪‬ﺇ ﺑ‪ ‬ﺤﺎﻕ ‪‬‬
‫ﺳ ‪‬‬ ‫ﺎَ ‪‬ﺮـﻳ ‪ ‬ﺯ ﹶﻛ ‪  ‬ﻟﻘﹶﺎِﺳﻢ‬ ‫ﺍﺵ ‪ ‬ﻤ ﺑ ﺧ ‪‬ﺣ‬
‫ِﻞ ‪‬ﻟ ﹶﻔﻀ ‪ ‬ﺎﺭِﻡ ﺑ ‪‬‬

‫‪ ‬ﺣ‬
‫ﺎﺝ ‪‬ﺠ‬

‫‪‬‬
‫‪Lampiran 4‬‬

‫ﺭﺳﻮ ﺍﷲ ﻠﻰ ﺍﷲ ﻠﻴ‬ ‫‪ِ ‬ﻌﻴ ‪‬ﺪ ﺑﻦ ‪ ‬ﻗﹸ ‪‬ﺘﻴ ‪‬ﺣ ‪‬ﺒ ‪‬ﺔﹸﺪ ‪‬ﺛﹶ ‪‬ﻨﺎ‬
‫ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶ ‪‬ﻨﺎ ﺡ ‪‬ﻭ ِﻛﻴ ‪‬ﻊ‬
‫ﻦ ‪ ‬ﻋ ‪‬ﺒ ‪‬ﺪ ‪ِ ‬ﺍﷲ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﹶﺛ ‪‬ﻨﺎ‬
‫ﻌﺐ‬ ‫ﺍﺑ‬
‫ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻲِﻨ ﺡ‬
‫ﺑ ِﻦ ﻦ ‪‬ﻨ ‪ِ ‬ﺍﺬﹶﺎﺩﻛﹸﻬ ‪‬ﻴ ‪‬‬
‫ﻳ ‪‬ﺳﻮ ‪ ‬ﺍﺑ ﹶﻔﹶﻠﹶﺔﹶ‬ ‫ٍﻞِ ﱠﺈﻥ ﺳ ‪‬ﻠﹶ ‪‬ﻤﺔ‬
‫) ﺳ ‪‬ﻠﹶ ‪‬ﻤﹶـﺔ‬
‫ﹶﺔﻤﹶﻠ‪‬ﺳ ﻞ ‪‬ﻴ ﺑ‪ ‬ﹸﻬ‬ ‫(‬ ‫ﺑِﻦ‬
‫) ﻧ ‪‬ﻣﺎﻤ ِ‪‬ﻟﻴ ‪ٍ ‬ﺮﻚ ‪ ‬ﻭﻲِﻓ‬ ‫ِﻓ(ﻲِﺑ ‪‬ﻬﺎ ﻓﹶﺎﺳ ‪‬ﺘ ‪‬ﻤ ‪ِ‬ﺘﻊ ‪ ‬ﻴ ‪ٍ‬ﻊ ﺭِﻭ ‪‬ﺍ ‪ِ‬ﻳﺔ‬
‫ﺑﺍﻦ‬
‫ِ ﹶﻛ‬
‫ﺎﻥ ‪‬ﻔﹾﻴ ‪‬‬
‫ِﺴِﺭ‬
‫ﻴ ‪‬ﻭ ‪‬ﺍ ‪‬ﻳِِﻞﺔ ‪‬ﻭﱠﺇﻻ‬

‫ِﻴ‬
‫‪‬ﻭﻛ ‪‬‬
‫‪‬‬
‫(‬ ‫ﺑِ ) ﻴ‪‬‬

‫‪ ‬ﹶﻠﻤ ‪ ‬‬ ‫ﺑ ِﺑ ﻧ ‪‬ﻴ ‪‬ﺴ ‪‬ﺔﹶ ‪‬ﻳ‬

‫ﻬﺑ‪‬ﺰ‬ ‫) ﻳﻌ ‪ِ‬ﻨ ﺍﺑ ‪  ‬ﻤٍﺮﻭ ( ‪‬ﺒ ‪‬ﻴﺪ ‪ِ ‬ﺍﷲ‬


‫‪‬ﺟِﺮ‪‬ﻳﺮ ‪ ‬ﺍﻟﹾﺄﹶ ‪‬ﻋﻤ ‪‬‬
‫ﻗﻲ ‪‬ﻔﹶﺮ ﺍﻟﺮ ‪‬ﻌ ‪ِ  ‬‬
‫‪ِ‬ﺮ ‪‬ﺑﺸ ‪ ِ ‬ﻤﺣ‪‬‬
‫ﺍﻟﺮ‪ ‬‬ ‫ﺍﷲ ‪‬ﺒﺪ ‪‬‬
‫ﺑ ‪  ‬ﻴ‪ ‬ﺮ‬ ‫ﺒﺔﹸ ﻴ‪ ‬ﺘ‪ِ ‬ﻌﻴ ‪ ‬‬
‫‪ ‬ﺷﻴ ‪ ‬ﺃِﺑ ‪ ‬ﺑﻜﹾﺮ ﺑ‬
‫ﻮ ﺑ‪ ‬ﺒ‪‬‬

‫‪‬ﺣ ‪‬ﺑﻦ ‪‬ﺪ ‪‬ﺤﻤ ‪‬‬


‫ِﺎٍﻢﺗ‬

‫ﻣﺴﻠ‬
‫‪Lampiran 5‬‬

‫ﺍﷲ ﺻ ‪‬ﱠﻠﻰ ‪‬ﻠﹶ ﻪ‪‬ﻴ ‪‬ﺳ ‪‬ﱠﻠ‬ ‫ﺍﻟ ‪‬‬ ‫ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺷ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒ ‪‬ﺎ ﹸﻥ ﹶﻓﺮ ‪‬ﻭ ‪ ‬ﻭﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ‬ ‫ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﻳ ‪‬ﺤ ‪‬ﻰﻴ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﹶﺛﻨ ‪‬ﺎﻩ‪ ‬ﻧ‪‬ﺎ ﻳ ‪‬ﺤ ‪‬ﻰﻴ‬
‫ُ‬
‫ﺥ‬
‫ﺷ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒﺔﹶ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ﺑﻦ ‪ ‬ﺃﹶﻲِﺑ ‪‬ﻭ ِﻛﻴﻊ ‪‬‬ ‫ﺣ ‪‬ﻤ ‪‬ﺎﺩ ‪ ‬ﺑ ‪‬ﻦ ‪‬ﻭ ‪ ‬ﺃﹶﺣ‬
‫‪‬‬
‫ِﺑ ‪‬ﺪﻲﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ‪ ‬ﺃﹶﺳﺡﹶﻠ ‪‬ﻤﺑ‪‬ﻮ ‪‬ﹶﺔ ﺑ ‪‬ﻜﹾ ِﺮ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﻨﺛﹶ ‪‬ﺎ‬
‫)ﺃﹶﺑﻴ ‪ ‬ﺃﺑ ﺑ ‪‬ﻜﹾﺮ ‪‬ﺓ(‬ ‫ﺡ ﺳ ‪‬ﻔﹾ ‪‬ﻴﺎﻥﹶ ﻋ ‪‬ﻦ ‪‬‬
‫ﺎ ﻣ ‪‬ﻌ ‪‬ﺎٍﺫ ﺑﻦ ‪ ‬ﻋ ‪‬ﺒ ‪‬ﻴ ‪‬ﺪ ‪ِ ‬ﺍﷲ‬
‫‪‬ﻤﺣ‪ ‬ﺒ ‪ِ ‬ﻦ ﺃﹶﻲِﺑ ﺑﻜﹾﺮ ‪‬ﺓﹶ‬ ‫‪ ‬ﻋ ‪ِ‬ﻠﻲ ‪ ‬ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺣ ‪‬ﺴ ‪‬ﻴ ‪‬ﻦ ‪‬‬
‫ﻟﺍﺮِﺪ‪‬‬
‫‪‬ﺓ ﺃﹶﻲِﺑ ﺑ ‪ِ ‬ﻦ ﻋ ‪‬ﺒ ‪ِ ‬ﺪﺍﻟ ‪‬ﺮﺣ ‪‬ﻤ ‪‬ﻦ‬
‫‪ِ ‬ﻤﻴ‪ِ ‬‬ ‫‪ ‬ﺍﻧ‪‬‬ ‫ﺣ‪‬ﺪ ‪‬ﺚ‬
‫‪ِ ‬ﻤﻠ ﺑ ِﻦ‬
‫‪‬ﺒ ‪ِ‬ﺍﻟﹾﺪ‬

‫‪‬ﺸ‪‬ﻴ‪‬‬
‫‪‬ﺳﻔﹾﻴ ‪‬ﺎ‬ ‫‪‬ﺳﻠﹶﻤ ‪‬ﺔﹶ‬ ‫‪‬ﻤ‪‬ﺎ ﺑ ‪‬‬
‫ﺷ ‪‬ﻌ ‪‬ﺒ ‪‬‬ ‫‪‬ﺴ ‪‬ﻴ‪  ‬ﺑ ‪‬ﻠﻲ‬
‫ﺃﺑ‬
‫ﺤﻳ‪‬ﻴ ‪‬ﻰ ﺑ ‪ ‬ﺤﻳ‪‬ﻴ ‪‬ﻰ‬
‫‪‬ﻛﻴ‬ ‫‪‬ﺷﻴ ‪‬ﺒ ‪‬ﺎﻥ ﺑ ‪ ‬ﺮ ‪‬ﻭ ‪‬ﺥ‬ ‫ﺯ‪‬ﺍﺋﺪ‬
‫‪‬ﺟﻌ ‪‬ﻔﹶ‬ ‫ﺑ ‪‬ﺤﻣ‪‬ﻤ ‪‬‬ ‫ﺃﺑ ) ‪‬ﻌ‪‬ﺎﺫ(‬
‫ﺪ‪‬‬

‫ﺑ‬ ‫‪‬ﻴﺒ ‪‬ﺪ ‪‬ﺍﷲ ‪‬ﻌ‪‬ﺎ‬ ‫‪‬ﺤﻣ‪‬ﻤ ‪‬ﺪ ‪ ‬ﺑ ‪ ‬ﺍﻟﹾ ‪‬ﻤﺜﹶﻨ ‪‬‬ ‫ﺃﺑ‬
‫‪  ‬ﹸ ‪‬ﺮﻳ ‪‬ﺐ‬ ‫‪ ‬ﺑﻜﹾﺮ ﺑ ‪ ‬ﻲﺑ ‪‬ﺷﻴ ‪‬ﺒ‪‬‬
Lampiran 6

‫ﻣﺴﻠ‬
‫‪Lampiran 7‬‬

‫ﱠﻠ‪‬‬
‫‪‬ﻭﺳ ‪ ‬ﻠﹶﻴ ‪ ‬ﱠﻠ ﷲ ‪ ‬ﻟ‪‬‬ ‫‪‬ﺤﻤ ‪‬ﺪ ‪ ‬ﺳ ‪ِ‬ﻌ‪‬ﻴﺪ ﺑﻦ ‪ ‬ﻗﹸﺘ ‪‬ﻴﺒ ‪‬ﺔﹸ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﹶﺛﻨ ‪‬ﺎﻩ ‪ ‬ﺑﻦ ‪ ‬ﻭ ‪‬ﻣ ‪‬‬
‫ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﹶﺛﻨ ‪‬ﺎ ﺷ ‪‬ﻴ ﺒ‪ ‬ﺔﹶ ﹶﻗﺎﻻﹶ‬
‫ﺡ‬ ‫ِ‬
‫ﻛﹶﺎﻣﻞ ‪ ‬ﻋ‪ِ‬ﻠﻲ ‪ ‬ﺎﺩ ‪ ‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶ ‪‬ﻨﺎ‬
‫ﺑ ‪‬ﻤ ‪‬‬ ‫ﹶﻲﺑ ﺍ ‪‬ﺑ ‪‬ﻦ ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﹶﺛﻨ ‪‬ﺎ ‪‬ﻋ ‪‬ﻦ ‪‬‬
‫ﻧﺎﻓ‬ ‫ﻣ ‪‬ﻌﻤ ‪‬ﺮ ﻋ ‪‬ﻤ ‪‬ﺮ ﺍﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺃﹶﻳ ‪‬ﻮ ‪‬ﺏ‬
‫ﻣ ‪‬ﺎِﻟﻚ ﺣ ‪ِ ‬ﺪﻳ ‪ِ ‬ﺚ ﺃﱠﹶﻥ ﻏﹶﻴ ‪‬ﺮ ‪‬‬

‫‪‬ﻮ ‪‬ﺳ ‪‬‬ ‫ﺇﺳ ‪‬ﻤ ‪‬ﺎﻋﻴ ‪‬ﻞﹶ ﺑ ‪ ‬ﺃﻣ ‪‬ﻴ ‪‬ﺔﹶ‬ ‫‪ ‬ﻳ‪‬‬
‫ﺏ ‪‬ﻮ‬

‫ﺎﻥﹸ ‪‬ﻔﹾﻴ ‪‬‬


‫‪‬ﺒ ‪‬ﺪ ‪‬ﺍﻟﺮ ‪‬ﺯ ‪‬ﺍ‬ ‫‪‬‬‫ﺎﺩﻤ‪‬ﺳ‬ ‫‪ )‬ﻌ ‪‬ﺎﻋﻴ‬
‫ﻲﻞ‬ ‫‪ ‬ﻨ ﺍﺑ‬
‫ﻠﹶﻴ ‪‬‬ ‫(‬
‫‪‬‬ ‫ﺪﺍﷲ ‪‬ﺒﻴ ‪‬‬
‫ﺑ ‪  ‬ﺟﺮ ‪‬ﻳ ‪‬‬ ‫ﺃﻳ ‪‬ﻮ ‪‬‬ ‫ﻤﺣ‪‬‬ ‫ﱠﻴﻟﻠ ‪‬ﺚ ﺑ ‪‬ﺳﻌ ‪‬‬
‫‪ ‬ﺤﻤ ‪ ‬ﺑ ‪‬‬ ‫‪‬ﺃﻲﺑ ﺑﺍ‪‬‬
‫ﻤ‪‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺏ ‪‬ﺮ ﺑ‪ ‬ﺣ ‪‬ﺯﻫ ‪‬‬
‫ﺑﹶﺃ‪ِ ‬‬
‫‪‬ﻞ ‪‬‬
‫ﹶﺎﻣ‬ ‫‪‬ﺍﻟ ﺑ‪‬‬
‫ﺮﺑِﻴ ‪‬‬ ‫ِ‬ ‫‪)‬‬
‫ﻴ ‪‬ﻤﻧـ ـ‬ ‫‪‬ﺃﹶﺑ ( ﻲ‬ ‫ﻬ ‪‬ﺴ ‪‬ﻣ ‪ ‬ﺑ ‪‬ﻠﻲ ‪‬‬
‫ﺘ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒﺔﹸ ﺑ ‪ ‬ﺳﻌﻴ ‪‬ﺪ‬ ‫‪‬ﺤ ‪‬ﻤ ‪‬ﺪ ‪ ‬ﺑ ‪ ‬‬
‫‪ ‬ﻌﻤ‪‬‬ ‫‪ ‬ﻲﺑ ‪ ‬ﺑﻜﹾ ﺑ ‪‬ﻮﺑ ﺃ‪‬‬
‫ﺒ ‪‬ﺷﻴ‬
‫‪‬ﺍﺑ‬
‫ﻴ ‪‬ﻤﻧ‬ ‫ﻠ‬
‫‪Lampiran 8‬‬

‫ﻟ ‪ ‬ﱠ‪‬ﻠﻰ ﺍﷲ ‪‬ﻠﹶﻴ ‪ِ‬ﻪ ﻭ ‪‬ﺳ ﱠ‪‬ﻠﻢ ‪ ‬ﺎ ‪‬ﺷﻴ ﺒ‪ ‬ﹶﺔ ِﺃﹶﻲﺑ ‪‬ﺑﻦ ‪ ‬ﺑﻜﹾ ِﺮ ﹶﺃ ‪‬ﺑ ‪‬ﺣ ‪‬ﺣﻨﹶ ‪‬ﻮﺪﺛ ‪‬ﺎﺍﹾ ‪‬ﺪﺛﹶﺜ ‪‬ﹸﳌﻨﺎ ‪‬ﻰﻨ‬ ‫ﺍ ‪‬ﺑ ‪‬ﻦ ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶ ‪‬ﻨﺎ ﺡ ﺃﹶِﻲﺑ ﻧ ‪ ‬ﻤ ‪ٍ ‬ﺮﻴﺣ ‪ ‬ﺪﺛﹶ ‪‬ﻨﺎ ﺍ ‪‬ﺑﻦ ‪ ‬ﻭ ‪ ‬ﺣﺪ ‪ ‬ﻨﹶﺛ ‪‬ﺎ ﺡ‬
‫‪‬ﻦ ‪‬ﻳﻌ ‪ِ‬ﻲﻨ ) ‪‬ﺧِﺎﻟﺪ‬
‫ﺑ‪ ‬ﻤ‪ ‬‬ ‫ﺍﻟﺮ‪ِ‬ﺑﻴ ‪ِ‬ﻊ ﺃﹶﺑ ‪ ‬ﻮ ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﹶﺛﻨ ‪‬ﺎ‬
‫ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﻣ ‪‬ﺤ ‪ ‬ﻤﺪ ‪ ‬ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪ِ‬ﺛﹶﻲﻨ‬
‫ِ‬
‫ﻧﺎﻓ‬ ‫ﺛﹶﻲﻨ ﻭ ‪‬ﻫ ‪ٍ ‬ﺐ ﺍﺑ ‪‬ﺣ ‪‬ﻦ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ‬

‫ﺃﹸﺳ ‪‬ﺎﻣ ‪‬ﺔ‬ ‫ﻟﻀ ‪‬ﺤ ‪ ) ‬ﻳﻌ ‪‬ﻨ ﺍﺑ ‪ ‬ﺜﹾﻤ ‪‬ﺎ (‬ ‫ِﻤﻴ ‪‬ﻌ ‪‬ﺎ ‪  ‬ﻳﺃ ‪‬ﻮ ‪‬‬ ‫ﺇِﺳ ‪‬ﻤ ‪ِ ‬ﻴﺎﻋ ‪‬ﻞ‬ ‫‪‬ﺒ ‪ِ ‬ﻴﺪﺍﷲ ﺑ ‪‬ﻤ‪‬‬

‫ﺳ ‪‬ﻤ ‪ِ ‬ﻴﺎﻋ ‪ ‬ﹸﻞ‬ ‫‪‬ﻤ ‪‬ﺎﺩ ‪ ‬ﻳ‪‬ﺪ‬ ‫ﺤﻳ‪‬ﻴ ‪‬ﻰ ) ﻌ ‪‬ﲏ(ﺍﻟﻘﹶ ﱠﻄﺎ‬ ‫‪‬ﺍ‬ ‫ﺑ ‪ ‬ﺃﻲِﺑ ﺪ ‪‬ﻳ ‪ِ  ‬‬
‫ﺧﺎﻟ ) ﻳﻌ‪ِ‬ﻨ‬
‫ﺑ‪  ‬ﻫ‪‬ﺐ‬
‫‪ ‬ﺤﻤ ‪ ‬ﺑﺸ‬
‫ﺑ‪‬‬ ‫ﹶﳊﺎِﺭ‬
‫ﺑ ‪‬ﻴ‪‬‬
‫ﺍ‬ ‫ﺑ ‪  ‬ﻧ ‪‬ﻤ ‪‬ﻴ ‪‬‬ ‫ﺑ ﺷ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒ ‪‬ﺔﹶ‬ ‫ﺃﺑ ‪ ‬ﺑ ﹾ‬
‫ﺑ‪‬‬

‫‪ ‬ﻌ ﻴ‪ ‬ﺪ َﻷ ‪‬ﻳِﻠﻲ ‪ ‬ﺎﺭ ‪‬ﻭ ‪‬‬ ‫ﻣ ‪‬ﺤ ‪‬ﻤ ‪‬ﺪ ‪ ‬ﺑ ‪ِ  ‬ﺍﻓ‬ ‫‪‬ﺮ‪‬‬ ‫ﻴ ‪‬‬ ‫ﻟﺮ ‪ِ‬ﺑ ‪ِ ‬ﻴﻊ ‪‬ﻭﺃﹶﺑ ‪ ‬ﺑ ِ‬
‫ﹶﺎﻣﻞ‬ ‫ﺑ ‪ ‬ﻴﺒ ‪‬ﺪ ‪‬ﺍﷲ ‪ِ ‬ﻴﺳﻌ ‪‬‬ ‫ﺑ‪  ‬ﹸﳌﺜﹶﻨ ‪‬ﻰ‬
‫ﺯ ‪‬ﻫ ‪‬‬

‫ﺴﻠﻢ‬
‫‪Lampiran 9‬‬

‫ﻟﻨ‪ِ‬ﻲﺒ‪ ‬ﱠﻠﻰ ﷲ ‪‬ﻠﹶﻴ ‪ ‬ﻭﺳ ‪‬ﱠﻠ‬ ‫ﺑﻦ ‪ ‬ﻳ ‪‬ﺤ ﻴ‪ ‬ﻰ ﻭ ‪‬ﻣ ‪‬ﺤ ‪‬ﻤ ‪‬ﺪ ‪ ‬ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺭ ‪‬ﻣ ‪‬ﺢ ﻭ ‪‬ﻗﹸﺘ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒﺔﹸ ﺑﻦ ‪ ‬ﺳ ‪ِ‬ﻌ‪ٍ ‬ﻴﺪ ﻋ ‪ِ ‬ﻦ ﺍﱠﻟﻴﻠ ‪ِ ‬ﺚ ﺑ ‪ِ ‬ﻦ ﺳ ‪‬ﻌ ‪ٍ‬ﺪ ﺡ ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﹶﺛﻨ ‪‬ﺎ ﺧ ‪‬ﻠﹾﻒ ‪ ‬ﺑ ‪‬ﻦ ‪ِ ‬ﻫﺸ ‪‬ﺎﻡ ﻭ ‪‬ﺃﹶﺑ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﺍﻟﺮ ‪ِ‬ﺑ ‪ِ‬ﻴﻊ ‪‬ﻭﹶﺃﺑ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﻛِﹶﺎٍﻣﻞ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮ ‪‬ﺍ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﻨﺛﹶ ‪‬ﺎ ﻳ ‪‬ﺤ ﻴ‪ ‬ﻰ‬
‫ﺮﻮ ‪ ‬ﺍ ‪‬ﺑ) ‪‬ﻦﺣ ‪‬ﻭ ‪‬ﻤ ‪‬ﺎ ‪‬ﺣﺩﺪ ‪‬ﺛﹶ ‪‬ﻨﺣ ‪‬ﺎﺪ ‪‬ﻨﺛﹶ ‪‬ﺡﻳﺃﹶﺎ ‪ ‬ﻮﻋ ‪‬ﺏﻦ ‪ِ ‬ﺇﺳ ‪‬ﻤ ‪‬ﺎ ِﻴﻋ ‪‬ﻞ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶ ‪‬ﻨﺎ ﺣ ‪‬ﺮ ‪‬ﺏ ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺯ ‪‬ﻫ ‪‬ﻴ ‪‬ﺮ ‪ ‬ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﻨﺛﹶ ‪‬ﺎ‬

‫ِ ‪‬ﻤ‪ ‬‬ ‫ﺡ ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬‬ ‫ﺷ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒ ‪‬ﺔﹶ ﹶﺃﻲِﺑ ﺍﺑ ‪‬ﻦ ‪‬‬
‫ﺛﹶِﻨﻲ‬ ‫‪‬ﺮ ﺃﹶﻲِﺑ ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﻋِﻠﻲ ‪‬‬
‫ﺑ‪‬‬
‫‪ ‬ﻮﺳ ‪‬ﻰ ﺃﹶﺧ ‪‬ﺒ ‪‬ﺮ ‪ِ‬ﻧﺟ ‪‬ﻲﺮ ‪‬ﻳ ‪‬ﺢ‬
‫ِ‬
‫ﻧﺎﻓ‬ ‫ٍﻚ ﺣ ‪ِ‬ﻳﺪ ‪ِ ‬ﺚ ﻤِﺑ ‪‬ﻌ ﻨ‪ ‬ﻰ‬

‫ﺃﹸﺳ ‪‬ﻌ ‪ِ‬ﻨﻣﺎ ‪‬ﻲ ) ﻳ ﺑ‪‬‬ ‫‪‬ﻣﻮ ‪‬ﺳ ‪‬ﻰ ﺑ ‪ ‬ﻘﹾﺒ ‪‬‬ ‫‪ ‬ﺇِﺳ ‪‬ﻤ ‪‬ﺎِﻋﻴ ‪‬ﻞ ﺑ ‪ ِ ‬ﺃﻣـ ‪‬ﻴ ‪‬‬ ‫‪‬ﺒ ‪ِ ‬ﻴﺪﺍﷲ‬

‫ﺑ ‪  ‬ﻫ‪‬ﺐ‬ ‫‪‬ﺮ ‪‬ﻳ‪‬‬ ‫‪ِ‬ﻠ ‪ ‬ﻲِﺑ ﺑ ‪ ‬ﺠ‪‬‬ ‫‪‬ﻰ ) ‪‬‬ ‫ﺑﺃ ‪ ‬ﹸﺃﺳ ‪‬ﺎﻣ ‪‬‬ ‫ﺃﹶﺑِ‬ ‫ﻳ ‪‬ﻮ ‪‬ﺏ ‪‬‬
‫ﺑ ﻲِﺑ ‪‬ﻤ‪‬‬ ‫ﺣ ‪ ‬ﻤﺪ ‪ ‬ﺑ‬ ‫ﺍﻟﱠﻠ‪‬ﻴﺚ ﺑ ِﻦ ﺳ ‪‬ﻌ ‪‬ﺪ‬
‫ﻫ ‪ ‬ﺤﻳ‪‬ﻴ‬

‫ﺑ ‪ِ ‬ﻌﻴ ‪‬ﺪ ِﻠﻲ ‪ ‬ﺎﺭ ‪‬ﻭ ‪‬‬ ‫‪‬ﺒﺪ ‪‬ﺍﻟﺮ ‪‬ﺯ ‪‬‬ ‫‪ ‬ﺤﻤ ‪‬‬
‫‪‬ﻴ ‪‬ﺒ ‪‬ﺔﹶ‬ ‫ﺑﺃ‪  ‬ﺑﻜﹾ ﺑﺍ ‪ ‬ﺃﺑ‬ ‫ﺑ‪ ‬‬
‫‪‬ﺪ ‪‬ﺍﷲ ﺑ ‪ ‬ﺳ ‪‬ﻌ ‪‬‬ ‫ﺇِﺳ ‪‬ﻤ ‪ِ ‬ﻴﺎﻋ ‪‬ﻞ‬ ‫‪‬ﻤﺣ‪‬ﺎﺩ ‪ ) ‬ﻫ ‪ ‬ﺍﺑ ‪ ‬ﻳ‪‬ﺪ‬
‫ﻳ ‪‬ﺤ ‪‬ﻴ ‪‬ﻰ ﺑ‬ ‫‪‬ﺤ ‪‬ﻤ ‪‬ﺪ ‪ ‬ﺑ ‪ ‬ﻣ ‪‬‬ ‫ﻗﹸ ‪‬ﺘﻴ ‪‬ﺒ ‪ ‬ﺳ ‪‬ﻌﻴ ‪‬ﺪ‬
‫ﻣ ‪ ‬ﺤﻤ ‪ ‬ﺑ ‪  ‬ﺍِﻓ‬
‫‪‬ﻫ ‪‬ﻴ ‪  ‬ﺣ ‪‬ﺮ ‪‬‬

‫ﺃﺑ‪  ‬ﹶﺎﻣﻞ‬ ‫‪‬ﹾﻠﻒ ﻫﺸ ‪‬‬


‫ﺃﺑ ‪‬ﻮ ‪ ‬ﺮ ‪‬ﺑﻴ ‪‬‬

‫ﺴ‬
‫‪Lampiran‬‬
‫‪10‬‬

‫ﻭ ‪‬ﺳ ﱠ‪‬ﻠﻢ ‪‬‬


‫ﻨﻟ‪ِ‬ﻲﺒ‪ ‬ﷲ ‪‬ﻠﹶﻴ ‪ ‬ﱠﻠﻰ‬ ‫ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶ ‪‬ﻨﺎ ﺍﺑ ‪‬‬ ‫ﻗﹶﺎﻻﹶ ﺍﻟـﻤ ‪‬ﹶﺜﻨ ‪‬ﻰ ﻭ ‪‬ﺍﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺣ ‪‬ﺮ ‪ٍ ‬ﺏ ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﺯﻫ ‪‬ﻴ ‪‬ﺮ ‪ ‬ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻨ ‪‬ﺎ ‪‬ﺢ ‪‬‬
‫‪‬ﻦ‬ ‫(ﺍﻭ‬
‫ﺑ ﻦ‪‬ﹶﻟﻘ ‪‬ﺎﱠﻄ‪‬ﻴِﺳﹸﻌ‪‬ﻥﻭ ‪‬ﺪﻫ ‪‬ﺑ ‪‬ﻮ ‪‬ﻦ) ‪‬ﹸﻗ ‪‬ﻳﺘ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒ ‪‬ﺤ ‪‬ﻴﹸﺔ ‪‬ﺣ ‪‬ﻰﺪ ‪‬ﹶﺛ ‪‬ﻨﺎﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﹶﺛ‬
‫ﻨ ‪‬ﺎ‬
‫ﻧ ‪‬ﻤ ‪‬ﻴ ‪‬ﺮ ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬‬
‫ﻨﹶﺛ ‪‬ﺎ ﺃﹶﺑ ‪‬ﻮ ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﹶﺛﻨ ‪‬ﺎ‬
‫ِ ﺑ ‪ ‬ﻤ‪ ‬‬ ‫ِﻴﺑ ‪‬ﻊ‬
‫‪ ‬ﺍﺪ ِﺡﺃﹸِﻋﻣﺭ‪‬ﻣ ‪‬ﺒ ‪‬ﻴ ‪ ‬ﺑﻟﻲﹶﺍِﺔﺪ‪‬ﺑ ‪‬ﺮ ‪ِ‬ﻦ ‪‬ﺣ ‪ ‬ﻤﻋ ‪‬ﺒ‪ِ‬ﻦﺪ ‪ِ ‬ﺍﷲ ﻭ ‪‬ﺣ ‪‬ﺪ ‪‬ﺛﹶﻲِﻨ‬
‫ﻨ ‪‬ﺎ ﺭ ‪ِ‬ﺍﻓﻊ ﺑ ‪‬ﻦ ‪‬‬
‫ﻧﺎﻓ‬ ‫‪‬ﻟﺎ ﻋ ‪‬ﻚﻤ ‪ ‬ﺮ ﺑﺍ ‪ِ‬ﻦ‬ ‫ِ‬
‫ﻗﻴ ‪‬ﻤ ‪‬ﺘ ‪ ‬ﻌﻀ ‪ ‬ﺎ ﻨ ‪ ‬ﹶﺎﻠﺛﹶ ‪ ‬ﻫ‬
‫‪‬ﺑ ‪ ‬ﻤ ‪‬‬

‫‪‬ﺒﻴ ‪‬ﺪﺍﷲ‬
‫ﺃﻳ ‪‬ﻮ ‪‬‬ ‫‪‬ﻤ‪‬ﺎ‬ ‫ﻌ ‪‬ﻲِﻨ ﺑ ‪  ‬ﻠﹶﻴ ‪‬ﺔﹶ‬ ‫ﺇ ‪‬ﻤﺳ‪‬‬ ‫‪‬ﻘﹾﺒ ‪‬ﺔﹶ‬ ‫ﻴ ‪‬ﺪ ﷲ‪ ‬ﻮﺳ ‪‬‬ ‫ﺇﺳ ‪‬ﻤ ‪‬ﺎﻋﻴ ‪‬ﻞﹸ ﺃﻣ ‪‬ﻴ ‪‬ﺔﹶ‬ ‫‪‬ﻨ ﹶﻈﻠﹶ ﺃﻲﺑ ‪‬ﺳﻔﹾﻴ ‪‬ﺎ‬

‫ﻳ ‪‬ﻮ ‪   ‬ﻮﺳ ‪‬‬ ‫ﻴ ‪‬ﻞ)‬ ‫‪‬ﺒﻴ ‪‬ﺪﺍﷲ ﺑ ‪ ‬ﻤ ‪ ‬‬


‫‪‬ﺮ‪‬ﺏ‬ ‫ﻴ‪‬‬
‫‪‬ﻔﹾﻴ ‪‬‬ ‫ﺍﺑ ‪ ‬ﺮ ‪‬ﻳ ‪‬ﺞ‬
‫‪‬ﺘ ‪‬ﻴﺎﻲِﻧ‬ ‫ﻳ ‪‬ﻮ ‪‬ﺏ ‪‬‬ ‫ﺯ ‪‬ﻫ ‪‬‬ ‫ﺃﻧ‬ ‫‪‬ﺎﻟ‬

‫ﺃﺳ‬ ‫‪‬ﺪ‪‬ﺍﻟ ‪ ‬‬ ‫ﺑ‬


‫‪‬ﺎﻣ ‪ ‬ﺑ ‪ ‬ﻳ ‪‬‬ ‫‪‬ﻮ ‪ ‬ﻧﻌ ‪‬ﻴ ‪‬‬ ‫ﺑﺃ ‪ ‬ﹶﺎﻣﻞ‬ ‫ﺃﺑ ‪ ‬ﺮﺑِﻴ ‪ِ ‬‬
‫‪‬ﻠﻲ ‪‬‬ ‫ﺃﻲﺑ‬ ‫ﺤ ‪‬ﻴ ‪‬ﻰ ) ‪‬ﻭﻫ ‪ ‬ﺍﻟﻘﹶﻄﺎﻥ (‬ ‫ﺍﻟﻠﻴ ‪‬ﺚ ﺑ ‪‬ﻌ ‪‬‬
‫ﺑ ‪‬ﺴ‪‬ﻬ‪‬‬

‫ﺑ ‪‬ﻦ ‪ ‬ﻣ‪‬ﺏ ‪‬ﺮ ‪ ‬ﻴ ‪‬ﻫ ‪‬‬ ‫‪‬ﺍﻓِ‬ ‫‪ ‬ﺤﻤ ‪‬‬ ‫ﺑ ‪ ‬ﺒ ‪‬ﺪ ‪‬ﺍﻟﺮ ‪ ‬ﻤﺣ‪ ‬ﺍﻟﺪ ‪‬ﺍِﺭِﻣﻲ ‪ ‬ﺒﻋ ‪‬ﺪ ‪‬ﺍﷲ‬
‫‪‬ﻴ‪‬ﺒ‪‬‬ ‫ﺘ ‪‬ﻴ ‪‬ﺒﺔﹸ ‪‬ﻌﻴ ‪‬‬
‫ﺑ ‪ ‬ﻭﻫ ‪‬ﺐ‬ ‫ﺑ‪‬‬ ‫ﺑﺃ‪  ‬ﺑﻜﹾ‬ ‫ﺍﺑ‪ ‬ﻤ‪‬ﻴ‪‬‬
‫ﺃﺑ‬ ‫ﺑ‪‬‬

‫ِ‬
‫ﱠﻄﺎﻫ ﺑ ‪‬ﻮ ‪‬‬

Anda mungkin juga menyukai