Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
Oleh
Ruslan Abdul Ghoni
NIM : 207034000504
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
Oleh
Ruslan Abdul Ghoni
NIM : 207034000504
Di Bawah Bimbingan
BERBARING (Kajian Sanad dan Matan Hadis) telah diajukan dalam sidang
pada 06 Oktober 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Tafsir-Hadis.
Sidang Munaqasyah
Anggota
Dari hasi penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kualitas hadis Ahmad
bin Hanbal tentang Penanggulangan Amarah dengan Cara Duduk atau Berbaring
adalah Shahih. Baik sanad maupun matan. Di samping itu, marah dan duduk atau
berbaring ini memiliki korelasi sikologis cukup dekat. Karena marah merupakan
ketegangan akal akibatnya perasaan semakin jengkel, maka dengan melakukan
aktivitas duduk atau berbaring secara sikologis sedikitnya dapat menenangkan
ketegangan akal sehingga membuka kesempatan berpikir positif dan secara
berlahan kemarahan menjadi reda. Di samping itu, dengan duduk dan berbaring
dapat membatasi keluasan untuk bertindak agresi.
i
KATA PENGANTAR
pujian terhadap sang Maha pemberi nikmat dan rahmat, Allah SWT. Dialah yang
telah mengukir jalan hidup yang beragam semata untuk kebaikan hamba. Kasih-
Nya yang tiada tara banding, sehingga seluruh makhluk-Nya dapat melaksanakan
aktivitas sehari-hari.
SAW. Ia adalah Rasul pemangku akhlak budi yang agung. Ungkapan katanya
laksana mutiara yang berharga, sehingga umat yang mengikutinya akan selamat di
dunia dan di akhirat. juga kepada keluarga, sahabat dan orang-orang yang selalu
Penulis menyadari akan keberhasilan skripsi ini tidak luput dari dukungan
berbagai pihak baik dalam segi moril maupun materil. Oleh sebab itu, penulis
kepada :
dan Filsafat, Bapak Dr. Bustamin, M.Si selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis.
Negeri ini.
i
2. Bapak Drs. H. Harun Rasyid, MA selaku pembimbing penulis. Dengan
3. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Tafsri Hadis yang
Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Perpusatakaan Pusat Studi Ilmu Al-
5. Tak lupa pula pernulis persembahkan ucapan terima kasih tak terhingga
kepada orang yang sangat penulis cintai, mereka adalah orang tua penulis
yang tak pernah lelah serta bosan memberikan nasehat, motivasi dan
selainnya. Terutama mereka yang satu generasi dengan penulis yang telah
universitas ini. serta seluruh pihak yang ikut terlibat dalam proses penulisan
suatu keyakinan bahwa di balik ini semua ada kekuatan Yang Maha Sempurna
lagi kuasa di atas ciptaan-Nya. Kesadaran atas kelemahan ini terbukti bahawa
i
penulis sangat bergantung kepada-Nya dalam segala hal. Manusia hanya bisa
berencana dan berusaha, selebihnya Allah jualah yang menentukan. Maka dalam
skripsi ini tentunya memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis
mengaharap serta menerima dengan kedua belah tangan akan kritik dan saran
Penulis
i
PEDOMAN TRANSLITERASI1
Konsonan
ب b be
ت t te
ث ts te dan es
ج j je
خ kh ka dan ha
د d de
ر r er
ز z zet
س s es
ش sy es dan ye
غ gh ge dan ha
1
Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik-Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Skripsi, Tesis, dan Disertasi)- yang di susun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center
for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007, hal. 47-51.
v
ف f ef
ق q ki
ك k ka
ل l el
م m em
ن n en
و w we
ھـ h ha
ء ‘ apostrof
ي y ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih
_َ_ a fathah
_ِ_ i kasrah
_ُ_ u dammah
__َ__ي ai a dan i
v
و َ__ au a dan u
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
Kata Sandang
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh
bukan ad-dîwân.
Syaddah (Tasydîd)
dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan
demikian seterusnya.
v
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf
Contoh:
1 ﻃﺮﯾﻘﺔ tarîqah
Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-
lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis
dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
PEDOMAN TRANSLITERASI.............................................................................iv
DAFTAR ISI..........................................................................................................viii
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................1
C. Tinjauan Pustaka..........................................................................8
D. Tujuan Penulisan..........................................................................8
E. Metodologi Penelitian..................................................................9
1. Pengumpulan Data.................................................................9
2. Metode Pembahasan..............................................................9
3. Teknik Penulisan....................................................................9
F. Sistematikan Penulisan...............................................................10
A. Pengertian Marah.......................................................................11
B. Pemicu Kemarhan......................................................................15
C. Ekspresi Marah..........................................................................19
B. Kegiatan I’tibar..........................................................................30
i
C. Penelitian Sanad........................................................................33
Psikologi....................................................................................50
BAB V. PENUTUP.......................................................................................54
A. Kesimpulan.................................................................................54
B. Saran-saran.................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................56
x
PEDOMAN TRANSLITERASI1
Konsonan
ﺏ b be
ﺕ t te
ﺙ ts te dan es
ﺝ j je
ﺥ kh ka dan ha
ﺩ d de
ﺭ r er
ﺯ z zet
ﺱ s es
ﺵ sy es dan ye
ﻍ gh ge dan ha
1
Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik -Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Skripsi, Tesis, dan Disertasi)- yang di susun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center
for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007, h. 47-51
v
ﻑ f ef
ﻕ q ki
ﻙ k ka
ﻝ l el
ﻡ m em
ﻥ n en
ﻭ w we
ﻫـ h ha
ﺀ ‘ apostrof
ﻱ y ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih
aksaranya adalah sebai beeriku:
v
Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ـَـﺎ â a dengan topi di atas
ــﻲ î i dengan topi di atas
ـــﻮ û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh
huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân
bukan ad-dîwân.
Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya kata اﻟﻀﱠُﺮْو َر ة, tidak
ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf
/t/ (lihat contoh 3).
v
Contoh:
Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-
lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis
dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al- Ghazâli, al-
Kindi bukan Al-Kindi.
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
PEDOMAN TRANSLITERASI..............................................................................v
DAFTAR ISI............................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
C. Tinjauan Pustaka..........................................................................9
D. Tujuan Penulisan........................................................................10
E. Metodologi Penelitian................................................................10
F. Sistematikan Penulisan...............................................................11
A. Pengertian Marah.......................................................................12
B. Pemicu Kemarhan......................................................................16
C. Ekspresi Marah...........................................................................20
C. Kegiatan I’tibar..........................................................................33
D. Penelitian Sanad.........................................................................35
i
A. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad.......................50
Psikologi....................................................................................55
BAB V PENUTUP.......................................................................................59
A. Kesimpulan.................................................................................59
B. Saran-saran.................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................61
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Hal ini mengingat bahwa
pribadi Nabi SAW merupakan perwujudan dari al-Qur’an yang ditafsirkan untuk
menolak hadis sebagai sumber kedua dalam ajaran Islam berarti ia menolak
umatnya untuk dipatuhi serta diamalkan. bila berpegang teguh kepada petunjuk-
Muhammad, sebagian dari ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut, surat al-
□asyr, 59: 7
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”.
1
Yusuf Qardhawi. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW. Penerjemah Muhammad
Al-Baqir. (Bandung : Karisma, 1993). Cet. I. h. 17
2
M.Syuhudi Ismail. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. (Jakarta: Bulan Bintang, 1992).
Cet. I. h. 9
2
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah” memberi petunjuk secara umum. Yakni semua perkara yang
diperintah dan yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW.3 Dengan demikian
Disamping itu, hadis memiliki fungsi yang sangat penting dalam ruang
dengan Hadis Rasulullah SAW. Fungsi hadis secara spesifik terhadap al-Qur’an
tidak lepas dari salah satu tiga hal : pertama, menetapkan dan memperkuat hukum-
hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur’an. Kedua, memberikan perincian dan
(pensyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlaq dan mentakhsis ayat al-Qur’an
yang masih ‘Aam. Ketiga, menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam al-
Qur’an.4 Fungsi hadis inipun diungkapkan dalam firman Allah SWT. Surat al-Na□l,
16: 44
g
3
3
M.Quraisy Shihab. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. (Jakarta
: Lentera Hati, 2002). Cet. I. h. 113
4
Fatehur Rahman. Ikhtishar Mushthalahul Hadis. (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1981). Cet.
III. h. 47-49
4
Fungsi hadis selainnya adalah sebagai sentral figur umat manusia dalam
menjaga keharmonisan seluruh alam. Sebagaimana tertera dalam al-Qur’an surat Al-
Anbiya : 107
Rasulullah memberikan wasiat kepada salah seorang sahabat untuk menjauhi hal-
hal yang dapat memicu kemarahan,5 dan bahkan ia memberi solusi dalam
seseorang tidak bisa mengendalikan diri ketika marah. Salah satu solusi tersebut
ِھْﻨٍﺪ َﻋْﻦ َأِﺑﻰ َﺣ ْﺮ ِب ْﺑِﻦ اَﻷْﺳَﻮِد َﻋْﻦ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َأْﺣ َﻤ ُﺪ ْﺑُﻦ َﺣ ْﻨَﺒٍﻞ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َأُﺑﻮ ُﻣ َﻌﺎِوَﯾَﺔ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َداُو ُد ْﺑُﻦ َأِﺑﻰ
َﻟَﻨﺎ ِإَذ ا َﻏ ِﻀَﺐ َأَﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َو ُھَﻮ َﻗﺎِﺋٌﻢ َﻓْﻠَﯿْﺠ ِﻠْﺲ َأِﺑﻰ َذ ﱟر َﻗﺎَل ِإنﱠ َرُﺳ ﻮَل ِﮫﱠﻠﻟا ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ َﻗﺎَل
َﻓِﺈْن َذ َھَﺐ َﻋ ْﻨُﮫ اْﻟ َﻐَﻀُﺐ َوِإﻻﱠ َﻓْﻠَﯿْﻀ َﻄِﺠ ْﻊ
“Menceritakan pada kami Ahmad bin Hanbal, menceritakan pada kami Abu
Muawiyah, menceritakan pada kami Daud bin Abi Hind, dari Abi Harb bin Abi Al-
Aswad, dari Abi Dzar. Ia berkata sesungguhnya Rasulullah bersabda pada kami,
“Apabila salah satu dari kalian marah dan dalam keadaan berdiri maka duduklah
jika itu dapat menghilangkan marah, jika tidak maka berbaringlah.”6
5
Al-H□fi□ Ibnu Hajar al-Asqal□n□. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.
Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h. 397
6
Ab□ D□ud Sulaim□n ibn Asy’asy al-Sijistani. Sunan Ab□ D□ud. (T.tp.: Dar Al-Fikr,
t.t). Juz IV, hadis ke-1874. h. 250
5
Marah merupakan tabi’at manusia. Jadi memiliki rasa marah bukan suatu
solusi pengendalian marah ini adalah dengan cara duduk atau berbaring.
seorang dapat menguasai emosi marah. Sebab pada saat seorang sedang marah,
kepada berlaku agresif dan emosi yang tak terkontrol. Akal pikiran dan hatinya
dirinya seperti lelah fisik dan mental, maupun orang lain seperti tindakan agresif
Kendati hadis sebagai penjelas al-Qur’an dan sebagai sentral figur manusia
dalam mengatasi marah, hadis tersebut perlu diteliti kembali kemurniannya agar
mengakibatkan kualitas hadis menjadi shahih, hasan, dhaif, dan bahkan maudu’.
Sentralnya adalah sanad dan matan hadis, keduanya merupakan unsur penting
yang saling berkaitan erat menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadis.
7
Muhammad Usman Najati. Al-Qur’an dan Psikologi. Penerjemah M.Zaka Al-Farisi
(Jakarta: Aras Pustaka, 2003). Cet. III. h. 83
8
M. Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di
dalam Alquran. (T.tp.: Erlangga. 2006). H. 162
9
Maksudnya agar terhindar dari pernyataan Nabi SAW. “Barang siapa yang secara
sengaja berbohong atas namaku maka hendaknya ia bersiap-siap menempati tempat duduknya di
neraka”. Lihat. Shahih Bukhari Kitab ‘Ilm Bab dosa seorang yang berbohong atas Nabi SAW.
Juz
I. h. 31
6
faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. faktor eksternal di antara yakni
adanya perbedaan pencatatan dan penghimpunan hadis Nabi SAW dengan sejarah
dalamnya.
Selain itu, dalam perjalanan sejarah telah terjadi pemalsuan hadis pada
peristiwa pergolakan politik antara kubu Muawiyah bin Abi Sufyan (w. 60 H/680
M) dan kubu Ali bin Abi Thalib (memerintah 35-40 H/656-661 M). Masing-
dilakukan oleh umat muslim tetapi juga oleh non muslim. Motivasi orang-orang
Kedua, menyesatkan umat Islam ; ketiga, membela ras, suku, negara dan imam ;
kelima, menjadikan orang lain lebih zahid ; keenam, perbedaan Mazhab dan
10
M.Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. (Jakarta : Bulan Bintang, 2005).
Cet. 3. h. xiii
11
Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad
Musyafiq. (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007). Cet. IV. h. 353
12
Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad
Musyafiq. (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007). Cet. IV. h. 354-362
7
tersebut ada yang bersifat sengaja dan ada yang bersifat tidak sengaja, meski
di atas, dalam rangka menetapkan hujjah yang benar-benar murni bersumber dari
suatu keniscayaan.
Adapun faktor yang mengemukakan dari sisi internal, adalah faktor yang
bersangkutan dari figur Nabi SAW sebagai figur sentral. Keberadaan Nabi dalam
berbagai posisi dan fungsinya menjadi acuan untuk memahami hadis. Karena
masyarakat manusia pada setiap generasi dan tempat, selain memiliki berbagai
manusia biasa.15 Dengan kata lain, Nabi SAW hidup tidak di ruang yang hampa.
Oleh karena itu, dalam memahami hadis tidak boleh mengabaikan kondisi Nabi
komunikasi itu berlangsung. Patut diingat bahwa pengaruh sosial merupakan hal
karena itu, untuk memahami hadis Nabi perlu mempertimbangkan beberapa hal :
13
M.Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. (Jakarta: Bulan Bintang, 2005).
Cet. 3. h. 111
14
M.Syuhudi Ismail. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. (Jakarta: Intimedia dan
Insan Cemerlang, Tanpa tahun). Cet. I. h. 189
15
M.Syuhudi Ismail. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual .(Jakarta: Bulan Bintang,
1994). Cet. I. h. 4
16
M.Syuhudi Ismail. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. (Jakarta: Intimedia dan
Insan Cemerlang, Tanpa tahun). Cet. I. h. 190
8
SAW tetapi lebih kepada kehati-hatian dalam pengambilan dasar hukum dalam
agama.
penelitian hadis baik sanad maupun matan. Dari sini akan nampak mana yang
benar-benar hadis dan mana yang bukan hadis, atau mana hadis yang kuat sebagai
hujjah dan mana hadis yang lemah. Setelah itu, bagaimana memahami pesannya
kualitas hadis melalui kritik sanad dan matan juga bagiaman memahami
Agar lebih fokus kepada satu kosentrasi dalam penulisan skripsi ini, penulis
1. Dalam melakukan penelitian ini, penulis akan meneliti hadis dari dua segi,
pada kitab Sunan Abu Daud dan Musnad Ahmad bin Hanbal. Dalam hadis
tersebut berisikan upaya dalam meredakan marah ketika berdiri dengan cara
duduk atau berbaring, dan di dalam dua kitab hadis tersebut pula berisikan
upaya meredakan marah dengan cara berwudu, dengan cara shalat, dan
dengan cara diam. Dari data ini, yang menjadi objek penelitian penulis
adalah hadis riwayat Ahmad bin Hanbal yang berisikan tentang upaya
atau berbaring ini belum ada yang meneliti secara khusus baik sanad
maupun matan.
pertanyaan :
dengan cara duduk atau berbaring dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal ?
2. Apa korelasi marah dengan duduk sehingga Rasulullah saw memilih metode
1
mengatasi kemarahan di saat beridir dengan cara duduk atau berbaring serta
C. Tinjauan Pustaka
dengan skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan
orang atau memiliki unsur kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan
menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat judul yang sama, sehingga
diharapkan kajian ini tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.
membahas permasalahan ini, yaitu Skripsi oleh Warsito dengan judul “Cara
Mengatasi Marah Perspektif Hadis” tahun 2006, no.1900. Skripsi ini membahas
Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini
berbeda dengan karya tersebut, karena penulis membahas lebih khusus pada 1
hadis tentang penanggulangan marah ketika berdiri dengan cara duduk atau
berbaring dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal, lalu dilakukan kritik sanad dan
D. Tujuan Penelitian
3. Untuk menambah khazanah keilmuan bagi penulis dan kaum muslimin pada
umumnya.
setrata satu (S1) pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN)
E. Metodologi Penelitian
1. Pengumpulan Data
pemabahsan skripsi.
2. Metode Pembahsan
3. Teknik Penulisan
Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman kepada buku yang
1
yang disusun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for Quality
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengklasifikasi menjadi lima bab dan
setiap bab dibagi menjadi beberapa sub-sub yang setiap sub saling berkaitan.
Bab ketiga berisi kegiatan penelitian sanad hadis. Yang terdiri dari, Kriteria
Keshahihan Sanad Hadis, Kegiatan Takhrij Hadis, Kegiatan I’tibar, dan Penelitian
Sanad
Bab keempat berisikan kegiatan penelitian matan hadis. Yang terdiri dari,
Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad, Meneliti Matan yang Semakna,
Bab kelima berisikan penutup. Yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
1
BAB II
A. Pengertian Marah
Marah dalam bahasa Arab yaitu Gha□ab. Kata Gha□ab berasal dari akar
jengkel, muak dan sangat tidak senang karena diri diperlakukan tidak sepantasnya.
dalam hati.3 Jadi, marah setiap orang adalah keadaan jiwanya, yang tampak secara
Sarlito Wirawan Sarwono, “Marah adalah emosi yang timbul terhadap suatu yang
manusia.5
bahwa perasaan kita sudah tersinggung oleh seseorang, atau sesuatu sudah tidak
1
Ahmad Warson Munawir. Al-Munawwar Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), h. 1008
2
EM Zul Fajri dan Ratu Aprilia Sanjaya. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (T.tp.: Difa
Publisher, t.t.), h. 550
3
Yadi Purwanto, dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
(PT. Refika Aditama : Bandung, 2006), h. 7
4
Sarlito Wirawan Sarwono. Pengantar Umum Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2000),
Cet. VIII. h. 53
5
Im□m Ab□ H□mid Mu□ammad bin Mu□ammad al-Ghaz□li. I□ya’ ‘Ul□muddin
(T.tp.: D□r Al-Diy□ni Littir□tsi, 1407 H/1987 M), Cet. I. Juz III. h. 175
1
baik. Misalnya, seorang akan marah apabila tidak jadi dipromosikan ke jabatan
lebih tinggi karena jabatan itu diberikan kepada orang lain.” 6 Dalam hal ini marah
sebagai suatu emosi yang disebabkan karena seseorang menghadapi suatu keadaan
bahwa “Marah merupakan suatu emosi yang membantu manusia dalam menjaga
dirinya. Pada waktu seseorang sedang marah, energinya guna melakukan upaya
upaya mencapai tujuannya. Terkadang penyaluran emosi marah ini bisa berupa
dengan pengalihan atau meluapkan pada hal lain yang tidak berhubungan dengan
tujuannya atau penyebab marahnya. Emosi marah ini bisa membuat macetnya
hal ini terdapat dua kategori marah, yaitu marah yang bersifat positif dan marah
yang bersifat negatif. Marah yang bersifat positif ialah marah yang terkendalikan
6
Rochelle Semmel Albin. Emosi Bagaimana mengenal, menerima dan mengarahkannya.
Penerjemah Sr. M. Brigid, OSF (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h. 50
7
Abdul Rahman Shaleh. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam (Jakarta:
Kencana, 2008), Cet. III. h. 176
8
Tristriadi Ardi Ardani. Psikiatri Islam (Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008), Cet. I. h.
1
1
akal sehat dan marah yang bersifat negatif ialah marah yang tidak terkendalikan
akal sehat.
Marah merupakan bagian dari emosi dasar manusia. Term emosi dalam
pada individu akibat dari tingkat kemarahan yang tinggi. Seorang yang
membanting gelas karena merasa harga dirinya dilecehkan orang lain, dengan
mudah dikategorikan sedang dalam keadaan emosi. Dengan kata lain, orang yang
berubah nada suara, raut muka, atau tingkah lakkunya karena marah, biasanya
suatu yang menjijikan, kendati semua peristiwa tersebut masuk dalam kategori
emosi. Karena emosi lazim dipahami oleh masyarakat sebagai ekspresi marah.9
Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa Latin ‘movere’
‘ untuk memberi arti ‘bergerak menjauh.’10 Emosi adalah suatu perasaan dan
Oleh karena itu yang dimaksud dengan emosi di sini bukan terbatas pada
emosi atau perasaan marah saja, tetapi meliputi setiap keadaan pada diri seseorang
9
M.Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di
dalam Alquran (T.tp.: Erlangga. 2006), h. 15
10
M.Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di
dalam Alquran (T.tp.: Erlangga. 2006), h. 16
11
Agus Efendi. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful
intelligence atas IQ (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. I. h.
1
yang disertai dengan perasaan senang atau tidak senang, baik pada tingkatan yang
ditunjukan oleh Daniel Goleman yang mempunyai daftar emosi telatif lengkap,
Rasa takut (Fear) : cemas, takut, gugup, kawatir, waswas, perasaan takut
sekali, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, sampai dengan paling
terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub rasa terpesona, rasa puas, rasa
terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, sengan sekali, hingga yang paling
ekstrem, mania.
Malu (Shame) : rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, aib, hati hancur lebur,
B. Pemicu Kemarahan
kemarahan ini mulai sering terjadi dan memakan waktu lebih lama, hal itu tak bisa
lagi dipandang sekedar gejolak hidup biasa. Kemarahan sebagai pengganggu rutin
seorang sahabat agar dapat menghindari hal-hal yang dapat memicu kemarahan.
ﺎَﻟ َﺗْﻐ َﻀ ْﺐ: َﻗﺎَل، َﻓَﺮ ﱠد ِﻣَﺮ اًر ا. َﺗْﻐ َﻀ ْﺐ
Emosi marah bukan hal yang dilarang, karena ia merupakan naluri yang
tidak hilang dari tabi’at seseorang. maksud kata larangan di atas adalah sesuatu
“makna sabda Nabi SAW ‘Jangan marah’ adalah jauhi sebab-sebab yang
12
Agus Efendi. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful
intelligence atas IQ (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. I. h. 177
13
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 43
14
Al-H□fi□ Ibnu Hajar al-Asqal□n□. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.
kepadanya.”15
Oleh karena itu, seorang perlu terlebih dahulu mengenali hal-hal yang dapat
menyebabkan kemarahan. Secara garis besar sebab yang menimbulkan marah itu
A. Faktor Fisik
Faktor fisik antara lain: kelelahan yang berlebihan, zat-zat tertentu yang
seperti pada saat wanita sedang menstruasi. Berikut ini dampak-dampak lain yang
1. Tidur
dan bersikap tenang. Kurang tidur cenderung membuat orang lebih mudah jengkel
dan labil emosinya. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa orang dewasa rata-
rata butuh tidur minimal delapan jam sehari. Sementara remaja butuh lebih banyak
lagi. Kurang olah raga, jadwal tidur yang tidak teratur, stress yang tidak tertangani,
kesehatan seperti kelainan tidur (sleep apnea), dan kebiasaan tidur yang buruk
malam hari.
15
Al-H□fi□ Ibnu Hajar al-Asqal□n□. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.
Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h.400
16
Yadi Purwanto, dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 18
17
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.
1
2. Stres
Dengan tingkatan stress yang tinggi, seorang akan cenderung menjadi lebih
mudah jengkel dan memiliki daya tahan emosi yang lebih rendah. Tugas yang
terlalu banyak, tenggang waktu yang tidak realistis, perubahan hidup yang
3. Bahan-Bahan Kimia
Alkohol, kafein, dan bahan-bahan kimia lain yang masuk ke tubuh, bisa
memperhebat emosi secara dramatis. Tidak seperti slogan yang umum diketahui,
alkohol tidak serta-merta membuat konsumen merasa gembira dan rileks. Jika
seorang dari awal sudah merasa kesal, sedih atau gelisah, alkohol cendrung akan
memperhebat perasaan tersebut, karena bahan ini menekan pusat dalam otak yang
tingkat ketegangan dan dapat memperhebat rasa jengkel dan stress. Banyak pula
jernih, meningkatkan emosi, dan secara khusus terkait dengan sikap-sikap agresif.
4. Makanan
fleksibilitas dan memperkecil intensitas emosi. Ketika seorang lupa sarapan atau
makan siang misalnya, maka level gula darah akan menurun tajam. Begitupun
sebaliknya, mengonsumsi gula yang terlalu tinggi atau junk food dapat
2
konsisten. Akibatnya seorang menjadi lebih mudah marah dan letih, dan
meningkatkan daya tahan emosi dalam mengahapi apa pun yang muncul.
5. Penyakit
menurun. Saat sakit kepala, sakit perut, atau penderitaan kala terserang pilek atau
flu berat, sumber daya dalam diri kita terfokus kepada penyembuhan. Sebagai
seorang untuk dapat sepenuhnya terfokus pada aspek-aspek penting dari suatu
B. Faktor Psikis
concept yang salah” yaitu anggapan seseorang terhadap dirinya yang salah. Self
concept yang salah manghasilkan pribadi yang tidak seimbang. Karena seseorang
akan menilai dirinya sangat berlainan sekali dengan kenyataan yang ada. Self
1. Rasa rendah diri, yaitu menilai dirinya sendiri lebih rendah dari yang
18
Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 18-19
2
sekali marah.
sebenarnya. Jadi merupakan sifat kebalikan sifat dari rasa rendah diri. Orang
yang sombong terlalu menuntut banyak pujian bagi dirinya. Jika yang
3. Egoistis atau terlalu mementingkan diri sendiri, yang menilai dirinya sangat
marah karena selalu terbentur pada pergaulan sosial yang bersifat apatis
C. Ekspresi Marah
Sebenarnya marah adalah suatu emosi penting yang memberi tahu bahwa
Nofrans Eka Saputra dengan mengutip Greenberg dan Watson, 2002, bahwa
“Emosi marah bisa bersifat protektif, konstruktif, tetapi dapat juga bisa menjadi
destruktif.”19
resolusi masalah. Hal ini dikarenakan ketidak sadaran untuk melihat bahwa marah
atau cara seorang mengekspresikan kemarahan itu sendiri telah menjadi sebuah
19
Triantoro Safari dan Nofrans Eka Saputra. Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas
Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009), Cet.
I. h.73
2
tertentu bagi diri yang bersangkutan dan kehidupannya.20 Dampak marah tersebut
kesehatan21.
pada seseorang. Seperti pada perasaan marah merupakan emosi universal, namun
cara pengekspresian rasa marah pada satu budaya akan berbeda dengan cara
pengekspresian rasa marah pada budaya lainnya, entah itu terasa baik atau buruk,
untuk merasa jijik berlaku universal, namun penyebab timbulnya rasa jijik akan
jijik juga berbeda-beda pada tiap budaya. Pada beberapa budaya, orang merasa
jijik terhadap ulat (yang dianggap ahli botani sebagai hewan yang cantik, dan
ini:24
20
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 38-39
21
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.39-42
22
Carole Wade dan Carol Tavis. Psychology, 9th Edition. Penerjema Padang Mursalin
dan Dinastuti (Jakarta: Erlangga, 2007), Jilid 2. h. 129
23
Carole Wade dan Carol Tavis. Psychology, 9th Edition. Penerjemah Padang Mursalin
dan Dinastuti (Jakarta: Erlangga, 2007), Jilid 2. h. 130
24
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 69s
2
1. Pasif-Agresif
“melupakan” atau tidak menaati komitmen. Menjaga jarak ketika marah. Atau
2. Sarkasme
3. Kemarahan dingin
Kemarahan dingin yaitu menjauhkan diri dari orang lain selama beberapa
4. Permusuhan
suara, seperti lebih tertekan. Berlaku seolah-olah diburu waktu. Secara jelas
menunjukan tanda-tanda frustasi dan kekesalan terhadap orang lain yang lamban
5. Agresif
Agresif yaitu suara yang meninggi, melontarkan kata-kata keras dan atau
Jika seorang pernah diminta untuk santai, tenang, atau sabar ketika gejolak
ucapan menimbulkan efek yang jauh berbeda dari yang diharapkan, bahkan sering
kali justru memperburuk keadaan. Setidaknya, ucapan semacam itu tidak memiliki
pengaruh apa pun terhadap gejolak yang tengah dirasakan. Berpindah ke posisi
tenang begitu gejolak muncul bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan, karena itu
lahir.
Marah merupakan emosi dasar manusia yang tak terelakan. Ketika emosi
marah menguasai manusia, kamampuan untuk berpikir jernih tidak dapat bekerja
saat emosi marah meluap, pentinglah bagi seseorang untuk menahan serta
mengendalikan diri guna mengindari hal tersebut. Oleh karena itu, perlu metode-
metode untuk meredakan amarah dan kembali pada kondisi tenang dan rasional
25
Muhammad Utsman Najati. Psikologi Dalam Al-Quran Terapi Qurani dalam
Penyembuhan Gangguan Kejiwaan. Penerjemah M. Zaka Al-Farisi (Bandung: CV. Pustaka Setia,
2005), Cet. I. h. 119
26
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 156-174
2
Perubahan cara bernafas ini, yang disebut oleh Robert Nay sebagai
kemarahan yang lebih rendah, akan tetapi juga berguna untuk mengelola stres
jantung cenderung berdetak lebih cepat dari pada biasanya, maka dengan
melambatkan tingkat pernapasan akan membawa pada kondisi detak jantung jauh
relaksasi diartikan sebagai pertisipasi dalam aktivitas olah raga, melihat TV, dan
amarah, karena terapi ini efektif.27 Ketika seorang stres atau marah, otot-otot
untuk beraksi. Dr. Edmund Jacobson, seorang psikolog di tahun 1920-an yang
dikutip oleh Robert Nay dalam bukunya menemukan bahwa respon relaksasi yang
kurang lebih selama sepuluh sampai dua belas detik. Biasanya di mulai dengan
tangan dan jari-jari tangan dengan berkosentrasi pada apa yang dirasakan otot-otot
27
Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono, Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 76
2
sekuat mungkin
dalam benak berulang kali bagaimana yang dirasakan bagian tubuh itu ketika telah
sepenuhnya rileks. Relaksasi otogenik, “oto” berarti sendiri dan “genik” berarti
berubah, dari bahasa latin sangat mudah dipelajari dan terdiri dari dua hal:
b. Ulangi ucapan itu empat kali, nyatakan dengan lembut dan perlahan serta
Betapa imajinasi bisa sangat jelas. Mimpi terasa sangat nyata ketika seorang
merasakannya.
terhadap sesuatu yang memicu kemarahan dengan sikap baru yang tenang.
pada sesuatu yang lebih netral, menonton atau menyibukan pikiran bisa
dalam.
2
seorang bisa berhenti beraksi secara lisan belajar berpaling dengan duduk atau
berbaring sejenak untuk meraih kendali. Seperti yang dilakukan Todd, misalnya,
tidak bisa begitu saja meninggalkan tempat karena dia adalah orang penting di
rapat bisnis. Saat lainnya berbicara, dia bisa mencoba duduk, bersandar,
mengulang pikiran yang menenangkan setiap kali menarik napas seperti yang
mengirimkan sinyal posisi yang lebih rileks ini ke otak, dan tak lama kemudian
berkembangnya amarah menjadi agresi, dan orang lain akan merasa tidak terlalu
terancam. Sebaliknya, berdiri dan bergerak kesana kemari memberi sinyal ke otak
28
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.151
29
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 175-176
2
BAB III
standar kriteria keshahihan sanad hadis yang telah ditetapkan. Dalam hal ini Ibn
sanad dari hadis tertentu. Jadi, seluruh rangkaian sanad mulai dari
bersambung periwayatannya.4
1
Sanad menurut bahasa adalah sesuatu yang dipengangi (al-Mu’tamad). Disebut
demikian, karena matan bersandar dan berpegang kepada sanad. Sendangkan menurut istilah,
sanad adalah rangkaian para perawi yang menghubungkan pada matan. Lihat. Mahmud Tahhan,
Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1995), Cet. I. h. 98
2
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h. 276-277
3
Mukharij maksudnya ialah seorang yang menghimpun riwayat hadis dalam karya
tulisnya.
4
M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. 3. h. 131
5
Yang dimaksud Tsiqat adalah perawi hadis yang berstatus ‘□dil dan □□bi□. □dil
adalah orang yang lurus agamanya, baik pekertinya dan bebas dari kefasikan dan hal-hal yang
menjatuhkan keperwiraannya. Adapun □□bi□ adalah orang yang benar-benar sadar ketika
menerima hadis, paham ketika mendengar dan menghafalnya sejak menerima hingga
menyampaikannya. Lihat. Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu
Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998),
Cet. I. h. 276
3
mauquf.
sangat penting bagi orang yang memperlajari ilmu-ilmu syar’i, agar mampu
melacak suatu hadis sampai pada sumber aslinya.7 Maka untuk mengetahui hal
tersebut, dalam kegiatan takhrij hadis ini penulis mencoba menelusuri dengan
dua metode. Pertama, metode penelusuran lafaz dengan merujuk kepada kitab al-
Syar□f
matan hadis yang dimaksud penulis terdapat di dalam kitab berikut ini:
6
Kata takhrij menurut arti bahasa
ialah: اﺟﺘﻤﺎع أﻣﺮﯾﻦ ﻣﺘﻀﺎدﯾﻦ ﻓﻲ ﺷﻲء واﺣﺪ
Artinya: “Kumpulan dua perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah”
Sedangkan takhrij menurut istilah ialah:
اﻟﺤﺎﺟﺔ ﻋﻨﺪ ﻣﺮﺗﺒﺘﮫ ﺑﯿﺎِن ﺛﻢ ﺑﺴﻨﺪه أﺧﺮﺟْﺘ ﮫ اّﻟﺘﻲ اﻻﺻﻠّﯿﺔ ﻣﺼﺎدره ﻓﻰ اﻟﺤﺪﯾﺚ ﻣﻮﺿﻊ ﻋﻠﻰ
اﻟّﺪ ﻻﻟﺔArtinya: “menunjukan tempat hadis pada sumber-sumber aslinya, di mana hadis tersebut
telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan.
Menunjukan tempat hadis, berati menyebutkan kitab-kitab tempat hadis tersebut. misalnya,
perkataan ي أﺧﺮج ﺻﺤﯿﺤﮫ ﻓﻰ اﻟﺒﺨﺎر ﱡmaksudnya al-Bukhari telah mentakhrij dalam kitab Shahihnya.
lebih lanjut, lihat. Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah
Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 1-5
7
Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah Ridlwan
Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 7
8
Wingsing, Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alf□□ Al-Had□ts Al-Nabawiy (Madinah Laidn:
Maktabah Biril, 1936), Juz 4. h. 520
9
Hasil penelusuran dari kata ﻏﻀﺐdalam kamus Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alf□□ Al-
Had□ts menginformasikan bahwa hadis yang berbicara tentang penanggulangan marah cukup
banyak. Diantaranya penanggulangan marah dengan cara duduk atau berbaring (Musnad Ahmad
bin Hanbal, Juz 5. h. 152), dengan cara diam (Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 1. h. 239), dengan
cara berwudu (Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 4. h. 236), perintah ‘janganlah marah’ (Shahih
3
152 /5 : ﺣﻢ -
hadis yang tengah dicari hanya ada satu riwayat hadis, yakni terletak dalam
malalui penelusuran awal matan " "ﻓﻠﯿﺠﻠﺲ ﻗﺎﺋﻢ وھﻮ أﺣﺪﻛﻢ ﻏﻀﺐ إذاmenunjukan hasil
sebagai berikut:
sembilan kitab yang memuat riwayat hadis tersebut. Agar lebih jelas, penulis
Keterangan Lambang
Kitab Musnad A□mad bin Hanbal, Juz V / halaman 152. 152 /5: ﺣﻢ -
23
Bukhari, kitab □dab hadis ke-76, Sunan Tirmizi, kitab Birr hadis ke-73, Muatha Malik, kitab
Husnu al-Khuluqi hadis ke-11, Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 2 h. 175)
10
Ab□ H□jir Muhammad al-Sa’□d bin Basy□n□ Zaglul. Mausu’ah A□r□f al- Had□ts
al-Nabawi al-Syar□f (Beirut: D□r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t), Juz 1. h. 356
11
Lihat. Ab□ H□jir Muhammad al-Sa’□d bin Basy□n□ Zaglul. Mausu’ah A□r□f al-
Had□ts al-Nabawi al-Syar□f (Beirut: D□r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t), Juz 1. h. 16-
3
101
170
penulis, hanya terdapat dua riwayat hadis yaitu masing-masing terletak dalam kitab-
1. Sunan Ab□ D□ud, Juz IV, hadis ke-1874, halaman 250 (satu riwayat)
َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َأْﺣ َﻤ ُﺪ ْﺑُﻦ َﺣ ْﻨَﺒٍﻞ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َأُﺑﻮ ُﻣ َﻌﺎِوَﯾَﺔ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َداُو ُد ْﺑُﻦ َأِﺑﻰ ِھْﻨٍﺪ َﻋْﻦ َأِﺑﻰ َﺣ ْﺮ ِب ْﺑِﻦ اَﻷْﺳَﻮِد َﻋْﻦ
َأِﺑﻰ َذ ﱟر َﻗﺎَل ِإنﱠ َرُﺳ ﻮَل ِﮫﱠﻠﻟا ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ َﻗﺎَل َﻟَﻨﺎ ِإَذ ا َﻏ ِﻀَﺐ َأَﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َو ُھَﻮ َﻗﺎِﺋٌﻢ َﻓْﻠَﯿْﺠ ِﻠْﺲ
13
َﻓِﺈْن َذ َھَﺐ َﻋ ْﻨُﮫ اْﻟَﻐَﻀُﺐ َوِإﻻﱠ َﻓْﻠَﯿْﻀ َﻄِﺠ ْﻊ
َﻋْﻦ َأِﺑﻲ َﺣ ْﺮ ِب ْﺑِﻦ، َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َداُو ُد ْﺑُﻦ َأِﺑﻲ ِھْﻨٍﺪ، ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َأُﺑﻮ ُﻣ َﻌﺎِوَﯾَﺔ
َﻓَﺠ ﺎَء َﻗْﻮ ٌم، َﻛ ﺎَن َﯾْﺴِﻘﻲ َﻋ َﻠﻰ َﺣ ْﻮ ٍض َﻟُﮫ: َﻗﺎَل، َﻋْﻦ َأِﺑﻲ َذ ﱟر، َﻋْﻦ َأِﺑﻲ اَﻷْﺳَﻮِد، َأِﺑﻲ اَﻷْﺳَﻮِد
َﻓَﺠ ﺎَء اﻟﺮﱠُﺟ ُﻞ، َأَﻧﺎ: َأ ﱡﯾُﻜ ْﻢ ُﯾﻮِر ُد َﻋ َﻠﻰ َأِﺑﻲ َذ ﱟر َو َﯾْﺤ َﺘِﺴ ُﺐ َﺷ َﻌَﺮ اٍت ِﻣ ْﻦ َر ْأِﺳ ِﮫ ؟ َﻓَﻘﺎَل َرُﺟ ٌﻞ: َﻓَﻘﺎَل
، َﯾﺎ َأَﺑﺎ َذ ﱟر: َﻓِﻘﯿَﻞ َﻟُﮫ، ُﺛ ﱠﻢ اْﺿ َﻄَﺠ َﻊ، َو َﻛ ﺎَن َأُﺑﻮ َذ ﱟر َﻗﺎِﺋًﻤ ﺎ َﻓَﺠ َﻠَﺲ، َﻓَﺄْو َر َد َﻋ َﻠْﯿِﮫ اْﻟَﺤ ْﻮ َض َﻓَﺪ ﻗﱠُﮫ
12
Shah□h al-Bukh□ri, Shah□h Muslim, Sunan Ab□ D□ud, Sunan al-Nas□’i, Sunan
Tirmiz□, Sunan Ibni M□jah, Sunan al-D□rimi, Muatha M□lik, Musnad A□mad bin Hanbal
13
Ab□ D□ud Sulaim□n ibn Asy’asy Al-Sijistani, Sunan Ab□ D□ud (T.tp.: Dar Al-Fikr,
t.t.), Juz 4, h.
3
ِإَذ ا: ِإنﱠ َرُﺳ ﻮَل اِﷲ َﺻ ﻠﱠﻰ ُﮫﱠﻠﻟا َﻋ َﻠْﯿِﮫ َو َﺳ ﻠﱠَﻢ َﻗﺎَل َﻟَﻨﺎ: َﻓَﻘﺎَل: ُﺛ ﱠﻢ اْﺿ َﻄَﺠ ْﻌَﺖ ؟ َﻗﺎَل، ِﻟَﻢ َﺟ َﻠْﺴَﺖ
.14 َﻓِﺈْن َذ َھَﺐ َﻋ ْﻨُﮫ اْﻟَﻐَﻀُﺐ َوِإﻻﱠ َﻓَْﻠﯿْﻀ َﻄِﺠ ْﻊ، َﻏ ِﻀَﺐ َأَﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َو ُھَﻮ َﻗﺎِﺋٌﻢ َﻓْﻠَﯿْﺠ ِﻠْﺲ
Dalam kegiatan takhrij dengan dua metode ini menghasilkan redaksi hadis
seperti yang tertulis di atas, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud (Hadis
ke-4781) dan Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal yang akan dibahas
berikut ini.
Selanjutnya hadis yang menjadi objek penelitian penulis adalah hadis yang
diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal. Sebab meski ia sangat teguh memegang
keutamaan amal, atau yang tidak menyangkut hukum.15 Adapun redaksi hadis
َﻋْﻦ َأِﺑﻲ َﺣ ْﺮ ِب ْﺑِﻦ، َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َداُو ُد ْﺑُﻦ َأِﺑﻲ ِھْﻨٍﺪ، ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َأُﺑﻮ ُﻣ َﻌﺎِوَﯾَﺔ
َﻓَﺠ ﺎَء َﻗْﻮ ٌم، َﻛ ﺎَن َﯾْﺴِﻘﻲ َﻋ َﻠﻰ َﺣ ْﻮ ٍض َﻟُﮫ: َﻗﺎَل، َﻋْﻦ َأِﺑﻲ َذ ﱟر، َﻋْﻦ َأِﺑﻲ اَﻷْﺳَﻮِد، َأِﺑﻲ اَﻷْﺳَﻮِد
َﻓَﺠ ﺎَء اﻟﺮﱠُﺟ ُﻞ، َأَﻧﺎ: َأ ﱡﯾُﻜ ْﻢ ُﯾﻮِر ُد َﻋ َﻠﻰ َأِﺑﻲ َذ ﱟر َو َﯾْﺤ َﺘِﺴ ُﺐ َﺷ َﻌَﺮ اٍت ِﻣ ْﻦ َر ْأِﺳ ِﮫ ؟ َﻓَﻘﺎَل َرُﺟ ٌﻞ: َﻓَﻘﺎَل
، َﯾﺎ َأَﺑﺎ َذ ﱟر: َﻓِﻘﯿَﻞ َﻟُﮫ، ُﺛ ﱠﻢ اْﺿ َﻄَﺠ َﻊ، َو َﻛ ﺎَن َأُﺑﻮ َذ ﱟر َﻗﺎِﺋًﻤ ﺎ َﻓَﺠ َﻠَﺲ، َﻓَﺄْو َر َد َﻋ َﻠْﯿِﮫ اْﻟَﺤ ْﻮ َض َﻓَﺪ ﻗﱠُﮫ
ِإَذ ا: ِإنﱠ َرُﺳ ﻮَل اِﷲ َﺻ ﻠﱠﻰ ُﮫﱠﻠﻟا َﻋ َﻠْﯿِﮫ َو َﺳ ﻠﱠَﻢ َﻗﺎَل َﻟَﻨﺎ: َﻓَﻘﺎَل: ُﺛ ﱠﻢ اْﺿ َﻄَﺠ ْﻌَﺖ ؟ َﻗﺎَل، ِﻟَﻢ َﺟ َﻠْﺴَﺖ
. َﻓِﺈْن َذ َھَﺐ َﻋ ْﻨُﮫ اْﻟَﻐَﻀُﺐ َوِإﻻﱠ َﻓْﻠَﯿْﻀ َﻄِﺠ ْﻊ، َﻏ ِﻀَﺐ َأَﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َو ُھَﻮ َﻗﺎِﺋٌﻢ َﻓْﻠَﯿْﺠ ِﻠْﺲ
14
A□mad bin Hanbal, Musnad Al-Im□m A□mad bin Hanbal (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t.),
Jilid 5, h. 152
15
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jambatan,
1992), h.
3
B. Kegiatan I’tibar
jelas seluruh jalur sanad hadis yang diteliti, termasuk nama-nama periwayatannya,
skema18 serta diagram sanad. Hal ini guna memudahkan pemahaman dan
garis-garisnya jelas sehingga dapat dibedakan antara jalur sanad yang satu dan
periwayatan yang dicantumkan di dalam skema sanad harus cermat sehingga tidak
16
I’tibar merupakan bentuk masdar dari kata I’tabara. menurut bahasa al-I’tibar adalah
“peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatu yang sejenis”.
Sementara menurut istilah, al-i’tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu
hadis tertentu. lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta:
Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h. 51
17
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
Cet. I. h. 52
18
Dalam pembuatan skema ada tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian , yakni
(1) jalur seluruh sanad; (2) nama-nama periwayat seluruh sanad; dan (3) metode periwayatan
yang digunakan oleh masing-masing periwayat. Lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail,
Metodologi
Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h.
3
periwayat dan bahkan dapat menyebabkan kesalahan dalam menilai sanad yang
bersangkutan.19
Hanbal dan Abu Daud. Dengan demikian penulis membuat bagan berikut ini :
« » ِإَذ ا َﻏ ِﻀَﺐ َأَﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َو ُھَﻮ َﻗﺎِﺋٌﻢ َﻓْﻠَﯿْﺠ ِﻠْﺲ َﻓِﺈْن َذ َھَﺐ َﻋ ْﻨُﮫ اْﻟَﻐَﻀُﺐ َوِإﻻﱠ َﻓْﻠَﯿْﻀ َﻄِﺠ ْﻊ
ﻗﺎﻝ
أﺑﻲ ذّر
23.w( )H
(w.32
ﻋﻦ
أﺑﻲ اﻷﺳﻮد
96.w( )H
ﻋﻦ
ﺛﻨﺎ
Cet. I. h.52-
3
(164 H-241 H)
dengan gambaran umum, dan sebab-bebab kuat dan lemah perawi secara terinci. 20
yang mencantumkan hadis tersebut di dalam kitab karyanya, dua jalur sanad
tersebut berakhir pada Abu Dzar Al-Ghifari. Dengan demikian, tampak jelas
periwayatan yang berstaus syahid21 tidak ada, karena ternyata Abu Dzar
tersebut. maka sanad hadis tersebut termasuk Gharib22 bagian dari hadis Ahad
20
Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, penerjemah Ridlwan
Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 97
21
Syahid ialah hadis yang periwayat di tingkat sahabat Nabi SAW terdiri dari lebih
seorang. Lihat. M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. III. h. 145
22
Hadis Gharib merupakan salah satu bagian hadis Ahad (hadis yang diriwayatkan oleh
satu orang). Gharib secara bahasa berarti yang jauh dari kekerabatan. Sedangkan hadis Gharib
secara istilah ialah hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri. Lihat.
Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2005), Hal. 113
dan
3
terdapat perbedaan metode yang digunakan para periwayat dalam sanad hadis
tersebut.
Selanjutnya sanad yang akan diteliti adalah hadis yang diriwayatkan oleh
Ahmad bin Hanbal dengan alasan seperti yang telah diutarakan sebelumnya.
Adapun Urutan nama periwayat hadis Ahmad bin Hanbal di atas adalah
sebagai berikut:
Dalam kegiatan kritik sanad berikut ini akan diuraikan para perawi hadis
dalam skema sanad hadis tersebut dari mukharij Abdullah bin Hanbal dan Ahmad
1. Abdullah
Bernama lengkap ‘Abdullah bin A□mad bin Mu□ammad bin Hanbal bin
tahun 213 H dan wafat pada hari Minggu pada akhir siang bulan Jumadil Akhir
23
Ahmad bin Hanbal selain sebagai periwayat hadis juga sebagai mukharij. Namun
penghimpunan hadis-hadisnya tidak dilakukan sendiri, tetapi dengan cara memerintahkan
putranya (Abdullah bin Ahmad bin Hanbal) untuk menulis kitabnya. Oleh sebab itulah penulis
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 14. h.
3
menetapkan Abdullah sebagai mukharij dalam jalur Ahmad bin Hanbal.
24
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Guru dan Murid : ‘Abdullah bin Hanbal menerima hadis kepada 94 guru. di
antaranya : Ibr□h□m Bin Ism□’il bin Yahya bin Salamah bin Kuhail, Ibr□h□m
27 orang di antaranya : Al-Nas□’i, Ab□ Bakar A□mad bin Ja’far bin Hamdan
bin M□lik Al-Qathi’i Ab□ Husain A□mad bin Ja’far bin Mu□ammad bin
kats□ran28
2. Al-Q□d□ Ab□ Ya’la bin Farra’i berkata: ‘Abdullah ma□□□□ min Ilmi
25
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 14. h. 291
26
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 14. h. 286-289
27
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 14. 289-290
28
Artinya, “Abdullah telah menerima dan memberi ilmu yang banyak” ta’dil tersebut
termasuk dalam tingkatan ke-4 karena penta’dilan menunjukan adanya kedabitan tanpa adanya
isyarat akan keadilan. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2005), h. 88
29
Artinya, “Abdullah adalah seorang yang diberi nasib baik dari ilmu hadis atau dari
penghafal hadis” ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2 karena penta’dilan menunjukan
adanya sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat.
Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h.
4
tsabatan f□himan.30
Abdullah sebagai seorang yang tsiqat.31 Tidak ada seorang ulama pun yang
ini bersambung kepada Ahmad bin Hanbal. Hal ini dapat dilihat melalui metode
periwayatannya secara al-sama’,32 selain itu mereka berhubungan anak dan ayah
yang memiiki kesamaan tempat tinggal dan hidup semasa, bahwa Abdullah hidup
Bernama lengkap, A□mad bin Mu□ammad bin Hanbal bin Hilali bin Asad
dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabi’ul Awal tahun 164 H-241 H. dan wafat
sepeninggal
30
Ta’dil yang dilontarkan kepada Abdullah ini berkualitas ke-2 dalam tingkatan ta’dil.
Artinya, secara hukum periwayatan Abdullah tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat.
Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89
31
Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis
terhadapnya, menunjukan penta’dilan lebih banyak berada pada tingkatan ke-2 dengan
menyebutkan sifat yang menguatkan ketsiqahannya. Artinya, secara hukum ketsiqahan Abdullah
tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu
Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89
32
as-Sama’ ialah penerimaan hadis dengan cara mendengar langsung lafal hadis dari
guru hadis baik secara didiktekan atau disampaikan dalam pengajian. Mayoritas ulama
menempatkan cara menerimaan riwayat as-Sama’ berstatus tertinggi dalam periwayatan hadis.
33
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1 h. 445
4
Lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,
2005), Cet. III.
h. 60
33
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1 h. 445
4
setiap hari dan setiap malam sebanyak 103 raka’at dan terkadang mendekati 180
raka’at, pada saat sakit ia shalat setengah dari 103 raka’at. Saat kecil sudah hafal Al-
Qur’an36 dan selalu menghatamkan bacaan Al-Qur’an setiap satu pekan sekali.37
Guru dan Murid : A□mad bin Mu□ammad bin Hanbal menerima hadis
bin Sa’d Al-Zuhr□, Ibr□h□m bin syam□s Al-Samarqand□ Ibr□h□m bin Ab□
Ibr□h□m bin Ish□k, A□mad bin Hasan bin Junaidib Al-Tirmiz□, ‘Abdullah bin
34
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jambatan,
1992), h. 80
35
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1. h. 437
36
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jambatan,
1992), h. 80
37
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1. h. 458-459
38
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1. h. 437-440
39
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1 h. 440-442
4
al-Ra’si lebih hafal hadis Rasulullah dan tidak ada yang lebih mengetahui
2. Sh□leh bin A□mad bin Abdillah bin Sh□leh berkata: Ahmad itu
khairin.
3. Ab□ Bakr al-Marr□dzi berkata:43 Aku hadir pada saat Aba Tsauri
ditanya suatu hal, lalu ia berkata, ‘berkata Abu Abdillah Ahmad bin
Hanbal Guru kami, Imam kami, masalah tersbut begini dan begini.44
Ahmad sebagai seorang yang tsiqat.46 Tidak ada seorang ulama pun yang
40
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1 h. 456
41
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan pertama, dengan menggunakan bentuk
superlatif dalam penta’dilan atau dengan menggunakan wajan af’ala. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
42
Artinya, “Ahmad adalah seorang yang adil dan dabit, tetap di dalam hadis” ta’dil
tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2 karena penta’dilan menunjukan adanya sifat yang
menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
43
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1. h. 453
44
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-5, dengan tidak menunjukan adanya
pentsiqatan atau celaan. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
45
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-5, dengan tidak menunjukan adanya
pentsiqatan atau celaan. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
46
Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis
terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas tertinggi dalam tingkatan penta’dilan
karena di antara ta’dil ada yang menggunakan bentuk superlatif dalam penta’dilan atau dengan
menggunakan wajan af’ala Artinya, secara hukum ketsiqahan Ahmad bin Hanbal tersebut
4
bersambung kepada Abu Muawiyah. Hal ini dapat dilihat melalui metode
3. Abu Muawiyah
Guru dan Murid : guru Ab□ Mu’□wiyah cukup banyak. Di antarnaya Al-
A’masy, D□ud bin Ab□ Hind dan lain sebagainya. Demikian pula murid yang
menerima hadis darinya cukup banyak. Diantaranya adalah Ab□ Bakar bin Ab□
Ahmad bin Ali bin Hajr Al-Asqalani berkata:50 Abu Muawiyah adalah tsiqatun,
diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89
47
H□fi□ A□mad bin ‘Al□ bin Hajar Al-‘Asqal□n□, Taqr□b Al-Tahdz□b (T.tp.: D□r
Al-‘□simah, t.t.), Huruf مh. 840
48
H□fi□ A□mad bin ‘Al□ bin Hajar Al-‘Asqal□n□, Taqr□b Al-Tahdz□b (T.tp.: D□r
Al-‘□simah, t.t.), Huruf مh. 840 ; Footnote. Im□m Muslim bin Hajjaj, Kun□ wa Al-Asm□’
(T.tp.: Tanpa penerbit, 1404 H/1984), Cet. I. Jilid II. h. 759
49
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 34. h. 304
50
H□fi□ A□mad bin ‘Al□ bin Hajar Al-‘Asqal□n□, Taqr□b Al-Tahdz□b (T.tp.: D□r
Al-‘□simah, t.t.), Huruf مh. 840 ; Im□m Muslim bin Hajjaj, Kun□ wa Al-Asm□’ (T.tp.:
Tanpa penerbit, 1404 H/1984), Cet. I. Jilid II. h. 759
4
Abu Muawiyah sebagai seorang yang tsiqat.52 Tidak ada seorang ulama pun yang
Muawiyah ini bersambung kepada Daud bin Abi Hindi. Hal ini dapat dilihat
murid Daud dan jarak kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan
merekapun hidup semasa. Bahwa Abu Muawiyah hidup selama 24 tahun sebelum
Bernama lengkap, D□ud bin Ab□ Hind dan namanya D□n□r bin
‘Udz□fir, dikatakan □ahm□n Al-Qusyair□ Ab□ Bakr, dan Ab□ Mu□ammad Al-
Guru dan Murid : D□ud bin Ab□ Hind Cukup Banyak. Di antaranya adalah
Bisyr bin Numair, Bakr bin Abdillah Al-Muzan□, Al-Hasan Al-Basriy, Ab□
Harb bin Ab□ Al-Aswad. Dan lain sebagainya. Demikian pula murid yang
51
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan pertama, dengan menggunakan bentuk
superlatif dalam penta’dilan atau dengan menggunakan wajan af’ala. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
52
Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis
terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas tertinggi dalam tingkatan penta’dilan.
Artinya, secara hukum ketsiqahan Abu Muawiyah tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah.
Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h.
88-89
53
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 8. h. 461
4
□ahm□n, Ism□’□l bin ‘Ulaiyah, Asy’ats bin ‘Abdi Al-Malik, Ab□ Mu’□wiyah
Daud sebagai seorang yang tsiqat.62 Tidak ada seorang ulama pun yang
54
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 8. h. 462-464
55
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 8. h. 465
56
Artinya, “orang yang paling hafal di negeri Bashrah” ta’dil tersebut termasuk dalam
tingkatan pertama, dengan menggunakan bentuk superlatif dalam penta’dilan atau dengan
menggunakan wajan fu’□lu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
57
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang
menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
58
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya
penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2005), h. 88
59
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang
menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
60
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya
penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2005), h. 88
61
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang
menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
62
Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis
terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas tertinggi dalam tingkatan penta’dilan.
Karena Abu Hatim dan Nasa’i tergolong kelompok ulama jarh mutasyadid . Artinya secara
hukum ketsiqahan Daud bin Abi Hind tersebut sangat kuat dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-
Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89
4
metode tersebut, tetapi sanad dari Daud kepada Abi Harb bersambung juga,
karena Daud seorang periwayat tsiqat yang tidak pernah terbukti melakukan
tadlis.64 Selain itu, hubungan sebagai murid Abi Harb dan jarak kelahiran serta
wafat di antara keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. Bahwa Daud bin
Abi Hind hidup selama 28 tahun setelah wafatnya Abi Harb. Dengan demikian
hadis yang diriwayatkan Daud bin Abi Hind ini bersambung kepada Abi Harb.
5. Abi Harb
Bernama lengkap, Ab□ Harb bin Ab□ Al-Aswad Al-Dialy.65 Ab□ Harb
Guru dan Murid : guru Ab□ Harb cukup banyak, di antaranya adalah
‘Abdullah bin ‘Amar bin Al-‘□s, ‘Abdullah ibnu Fa□□lah Al-Laitsy, ‘Abdullah
bin Qais Al-Basriy, Ab□ Al-Aswad Al-Dialy. Dan lain sebagainya. Demikian
pula murid yang menerima hadis darinya cukup banyak, di antaranya adalah
63
Harf ﻋﻦyang disebut di atas dinamakan sebagai hadis mu’an’an. Sebgaian ulama
menyatakan, sanad hadis yang menggandung harf ﻋﻦadalah sanad yang terputus. Tetapi metode
tersebut bisa diterima jika memenuhi syaratnya. Yaitu dalam sanad tersebut tidak
menyembunyikan tadlis yang dilakukan oleh perawi, periwayatannya bersambung, periwayat
yang menggunakan ﻋﻦdapat dipercaya. Lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan
Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. 3. h. 72-73
64
Tadlis menurut bahasa berarti penyembunyian aib barang dagangan dari pemberli.
Diambil dari kata “ad-dalsu” yaitu kegelapan atau percampuran kegelapan. Sementara Tadlis
menurut istilah adalah penyembunyian aib dalam hadis dan menampakan kebaikan pada
zhahirnya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan. Pengantar Studi Ilmu Hadis. Penerjemah Mifdhol
Abdurrahman (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2005), Cet. I. h. 139
65
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h. 231
66
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
□umr□n bin A’yun, D□ud bin Ab□ Hind, Ab□ Wahb Saif bin Wahb. Dan lain
sebagainya.67
3. Al-Dzahabi: Watsaqahu71
Abi Harb sebagai seorang yang tsiqat.72 Tidak ada seorang ulama pun yang
melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, Abi Harb menerima hadis dari Abi al-
Aswad dengan metode ‘an’anah. Meskipun Abi Harb memakai metode tersebut,
tetapi sanad dari Abi Harb kepada Abi al-Aswad bersambung juga, karena Abi
Harb seorang periwayat tsiqat yang tidak pernah terbukti melakukan tadlis. Selain
itu, hubungan sebagai murid Abi al-Aswad dan jarak kelahiran serta wafat di antara
keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. bahwa Abi Harb hidup selama 40
tahun setelah wafatnya Abi Al-Aswad. Dengan demikian hadis yang diriwayatkan
67
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jillid 33. h. 231
68
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h. 232
69
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya
penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2005), h. 88
70
Artinya “Ibnu Hajar menilainya sebagai seorang yang tsiqat”. ta’dil tersebut termasuk
dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-
Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
71
Artinya “Al-Dzahabi menilainya sebagai seorang yang tsiqat”. ta’dil tersebut termasuk
dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-
Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
72
Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis
terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas ketiga dalam tingkatan penta’dilan..
Artinya, secara hukum ketsiqahan Abi Harb tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat.
Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h.
4
6. Abi al-Aswad
Al-Basriy ia seorang Qadi di Bashrah. Ia bernama lengkap Z□lim bin ‘Amar bin
Sufy□n73 bin Jandal bin Ya’mar bin □ils bin Nuf□tsah bin ‘Ad□ bin Al-Dialy,
bin Ziyad.74
antaranya adalah Ubai bin Ka’ab, Al-Zubair bin ‘Aww□m, ‘Abdullah bin
‘Abb□s, ‘Abdullah bin Mas’□d, ‘Al□ bin Ab□ □□lib, ‘Umar bin Khat□b,
Mu’□dz bin Jabal, Ab□ Dzar Al-Ghif□ri dan seterusnya. Adapun jumlah
Ruqaisy, ‘Abdullah bin Buraidah, ‘Umar bin ‘Abdullah maula Gufrah, Yahya
Ab□ Bakr bin Ab□ Khaitsamah berkata: Abi Al-Aswad adalah Tsiqatun, dan dia
Abi al-Aswad sebagai seorang yang tsiqat.77 Tidak ada seorang ulama pun yang
73
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33 h. 38
74
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h. 38
75
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h. 37
76
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang
menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
77
Setelah melihat tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya,
Abu Dzar dengan metode ‘an’anah. Meskipun Abi al-Aswad memakai metode
tersebut, tetapi sanad dari Abi al-Aswad kepada Abu Dzar bersambung juga,
karena Abi al-Aswad seorang periwayat tsiqat yang tidak pernah terbukti
melakukan tadlis. Selain itu, hubungan sebagai murid Abu Dzar dan jarak
Bahwa Abi Al-Aswad hidup selama 37 tahun setelah wafatnya Abu Dzar. Dengan
demikian hadis yang diriwayatkan Abi Al-Aswad ini bersambung kepada Abu
Dzar.
7. Abu Dzar
Bernama lengkap, Jundub bin Jun□dah bin Sufy□n bin ‘Ubaid bin Waq□’ah bin
Har□m bin Ghif□r. Dikatakan dalam riwayat lain Jundub bin Jun□dah bin Qais
bin ‘Amar bin Mulail bin Su’air bin Har□m bin Ghif□r bin Mulail bin □amrah
ibnu Bakr bin ‘Abdi Man□h bin Kin□nah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin
Ily□s bin Mu□ar. Dan Ibunya bernama Ramlah binti Waq□’ah bin Bani Ghif□r
bin Mulail. Abu Dzar wafat di Rabdzah pada tahun 32 H / 652 M. saat itu ibnu
Mas’□d pun ikut menyolatkan. Kemudian Ibnu Mas’ud wafat sepuluh hari setelah
ketsiqahan Abu Aswad tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89
78
Nama lengkap Abu Dzar dan ayahnya terdapat kontroversi di kalangan ulama hadis,
Namun yang masyhur ialah Jundub bin Junadah bin Sufyan bin ‘Ubaid bin Waqi’ah bin Haram
bin Ghifar. Dikatakan dalam riwayat lain Jundub bin Junadah bin Qais bin ‘Amar bin Mulail bin
Shu’air bin Haram bin Ghifar bin Mulail bin Dhamrah ibnu Bakar bin Abdi Manah bin Kinanah
bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar. Lihat. Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-
Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h.
2
5
wafatnya Abu Dzar.79 Abu Dzar berkata : “Aku adalah orang Islam yang
Guru dan Murid, Abu Dzar berguru langsung kepada Nabi saw. Dan ia
sebanyak 77 orang, di antaranya adalah Ahnaf bin Qais, Usamah bin Salman,
Anas bin M□lik, Ahban (ia adalah anak perempuan Abi Dzar, namun ada yang
Abdullah bin Buraidah dari Ayahnya bahwa Rasulallah saw bersabda “Aku
mereka ya Rasulallah ? Nabi saw menjawab mereka adalah Ali, Abu Dzar,
kesamaan tempat tinggal, hubungan guru dan murid, dan pernyataan kecintaan
Nabi SAW terhadapnya, Maka hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar
79
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h. 298 ; Tim Penulis IAIN Syarif
Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jambatan, 1992), h. 51
80
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h. 294
81
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Dari penelitian sanad di atas dapat disimpulkan bahwa sanad Ahmad bin
Hanbal melalui Abu Mu’awiyah ini berkualitas shahih. Karena setelah penulis
antara mereka adanya hubungan murid dan guru secara estafet, tahun (lahir dan
wafat) dan beberapa tempat yang pernah mereka singgahi, mata rantai sanad hadis
penilaian para kritikus hadis terhadap para periwayat hadis telah menunjukan
bahwa mereka dinyatakan bereputasi baik atau Tsiqat terhindar dari syadz dan
‘illat. Jadi hadis yang diteliti ini telah memenuhi syarat kesahihan sanad hadis
menurut Ibn Al-Shalah.82 Dengan demikian, hadis riwayat Ahmad bin Hanbal
82
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h. 276
83
Shahih lidzatihi adalah hadis shahih yang memenuhi syarat-syaratny secara maksimal,
yaitu sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat, terhindar Syadz, dan terhindar
dari illat. Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h.
4
BAB IV
sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama pentingnya. Karena suatu hadis
barulah dinyatakan shahih, apabila sanad dan matan hadis itu sama-sama
yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas shahih ada dua macam,
yakni terhindar dari syudzudz (kejanggalan) dan terhindar dari ‘illah (cacat). Oleh
karena itu, kedua unsur tersebut harus menjadi acuan utama dalam meneliti matan
hadis.2
Dalam penelitian matan ini tidaklah mudah. Seperti yang telah diungkapkan
sanad hadis mempunyai tingkat akurasi yang tinggi, maka suatu hadis yang sanad-
nya shahih mestinya matan-nya juga shahih. Namun, pada kenyataannya, ada
hadis yang sanad-nya shahih tetapi matan-nya □a’□f. Hal ini terjadi sesungguhnya
bukanlah disebabkan oleh kaidah keshahihan sanad yang kurang akurat, melainkan
karena faktor-faktor lain. Seperti pertama, karena telah terjadi kesalahan dalam
1
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
Cet. I. h. 122-123
2
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
Cet. I. h. 124
5
sanadnya. Kedua, Meneliti susunan lafal matan yang semakna. Ketiga, meneliti
bahwa sanad hadis Ahmad bin Hanbal adalah berkualitas Shahih. Keshahihan
hadis ini dapat mewakili hadis-hadis yang dikeluarkan oleh mukharij lainnya.
Kualitas sanad Ahmad bin Hanbal tersebut merupkan gerbang pertama dalam
3
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
Cet. I. h. 124
4
Maksudnya seorang peneliti harus memiliki keahlian di bidang hadis, memiliki
pengetahuan yang luas dan mendalam tentang ajaran Islam, telah melakukan kegiatan mutala’ah
yang cukup, berakal cerdas sehinga mampu memahami pengetahuan secara benar, dan memiliki
tradisi keilmuan yang tinggi. Lihat. M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi
(Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h. 130
5
Matan menurut bahasa adalah اﻻرض ﻣﻦ وارﺗﻔﻊ ﻣﺎﺳﻠﺐartinya: Bumi yang keras dan
tinggi. Sedangkan menurut istilah, matan adalah perkataan yang menjadi ujung sanad. Lihat.
Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis. Penerjemah Ridlwan Nasir
(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 99
6
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
Cet. I. h. 121-122
5
dikomparasikan oleh penulis, antara matan hadis yang diriwayatkan Abu Daud
dan Ahmad bin Hanbal nampaknaya tidak ada perbedaan sedikit pun. Maka untuk
ternayata pada kedua matan hadis di atas memiliki persamaan baik dalam lafa□
maupun makna.
metode komparatif teks hadis dan al-Qur’an yang berkaitan dengan topik hadis
pesan al-Qur’an. Sehingga dengan metode ini dapat diketahui, apakah hadis
atau tidak dengan al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam pertama, atau dengan
akal sahat.
5
melihat kandungan hadis-hadis dan al-Qur’an yang sejalan dapat dinyatakan hadis
Ahmad bin Hanbal tersebut maqbul (dapat diterima) karena berkualitas shaihh
Hadis yang diteliti tidak bertentangan dengan hadis Nabi saw yang shahih
lainnya. Karena Penulis menemukan satu matan lain riwayat al-Bukhari dan
Muslim meskipun terdapat perbedaan lafaz matan hadis, namun hadis ini memiliki
topik dan kandungan yang sama dengan hadis Ahmad bin Hanbal. untuk
kritik sanad hadis yang dimaksud. Tetapi penulis tidak melakukannya mengingat
atas kesepakatan ulama hadis bahwa hadis al-Bukhari bernilai shahih, tidak perlu
diteliti atau dibahas kembali.7 Matan hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َﻋْﺒُﺪ ِﮫﱠﻠﻟا ْﺑُﻦ ُﯾﻮُﺳ َﻒ َأْﺧ َﺒَﺮ َﻧﺎ َﻣ ﺎِﻟٌﻚ َﻋ ِﻦ اْﺑِﻦ ِﺷَﮭﺎٍب َﻋْﻦ َﺳِﻌ ﯿِﺪ ْﺑِﻦ اْﻟُﻤ َﺴ ﯿﱠِﺐ َﻋْﻦ َأِﺑﻰ ُھَﺮْﯾَﺮ َة
، ﺎﻟﺼَﺮ َﻋ ِﺔ َﻗﺎَل » َﻟْﯿَﺲ اﻟ ﱠ- ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ- َأنﱠ َرُﺳ ﻮَل ِﮫﱠﻠﻟا- رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﮫ-
ﺸِﺪ ﯾُﺪ ِﺑ ﱡ
seseorang bukan dilihat dari fisik untuk melakukan sesuatu (pukulan). Namun
7
Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis. Penerjemah Ridlwan
Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 139
8
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah
Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h. 396
5
amarah yang muncul dari dalam dirinya sendiri. Menurut Ibnu Baththal,
“melawan jiwa lebih sulit dari pada melawan musuh, karena Nabi SAW
menjadikan orang yang menguasai dirinya ketika marah sebagai orang yang
paling kuat.”9
dalam redaksi ayat Al-Qur’an di atas menunjukan bahwa sifat orang yang
makna penuh dan menutupnya dengan rapat, seperti wadah yang penuh air lalu
ditutup rapat agar tidak tumpah. Ini mengisyaratkan bahwa perasaan tidak
9
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah
Amiruddin. (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008). Jilid 29. H. 401
5
balas, tetapi dia tidak memperturutkan ajakan hati dan pikiran itu, dia menahan
amarah …”10 Dengan demikian jelas bahwa marah harus bisa dikendalikan, meski
hal itu sangat menjengkelkan. Orang yang menuruti emosi marah bukanlah
tergolong orang-orang yang bertakwa seperti yang telah digambarkan oleh Allah
SWT. bahkan sifat muttaqin tersebut dapat meningkat lebih terpuji, jika seorang
3. Tidak bertentangan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan seperti yang akan
maka dapat disimpulkan bahwa kandungan hadis yang diteliti tidak bertentangan
10
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta
: Lentera Hati, 2002), vol 2. h. 221
5
Setelah diadakan penelitian hadis baik melalui sanad dan matan dengan
metode-metode yang telah ditetapkan oleh ulama hadis, sehingga dapat diketahui
masih relevan sampai saat ini ketika dikaitkan dengan ilmu psikologi.
apa yang ada dalam hati. Marah berasal dari reaksi emosional akut. Ditimbulkan
pengekangan diri, kekecewaan atau frustasi.11 Secara garis besar sebab yang
sebagaimana terungkap dalam hadis Nabi Muhamamd saw. yang artinya “Apabila
salah satu dari kalian marah dalam keadaan berdiri maka duduklah jika itu dapat
Dalam hadis tersbut menunjukan adanya hubungan antara jiwa dan fisik.
11
Hisham Thalbah, Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat alquran dan
Hadis (Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008), Cet. I. h. 66
12
Faktor fisik bisa diakibatkan oleh : Kelelahan yang berlebihan. - Zat tertentu yang
mengakibatkan marah. Jika otak kurang mendapatkan zat asam (oksigen) maka orang itu akan
lebih mudah marah. - Hormon seks misalnya estrogen pada wanita dapat mempengaruhi emosi
seseorang. Misalnya pada wanita yang sedang Haid. Faktor psikis : Terutama yang menyangkut
anggapan yang salah dari seorang terhadap dirinya. Seperti Rendah diri, ini ditandai dengan
menilai dirinya sendiri lebih rendah dari yang sebenarnya. Maka orang ini sensitif akan mudah
sekali tersinggung. - Tinggi diri, yang bersangkutan menilai dirinya lebih dari kenyataan
sebenarnya. Sombong terlalu menuntut pujian. Jika yang diharapkan tidak terpenuhi ia akan
marah. Iihat. Hisham Thalbah, Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat alquran dan
Hadis (Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008), Cet. I. h. 71-72
5
rahasia yang tinggi. Karakteristik tersebut bisa terlihat dari emosinnya, seperti
terlihat dari fisiknya, seperti perubahan raut muka, keluar keringat, tertawa,
cemberut, dan tanda lainnya. Terkadang perubahan terjadi sangat dalam yang
dirasakan oleh jiwa seseorang, seperti detak jantung yang bekerja cepat, sesak
nafas, dan lain-lain.13 pengaruh ini sudah dicontohkan oleh Allah dalam surat Al-
Nahl : 58
Emosi terlahir sebagai energi di dalam fisik akibat beban yang berlebihan.
mengerjakan sesuatu hal lain untuk mengalihkan rasa marah yang timbul.14
rileks otot-otot pada badanya, dengan cara yang santai agar dapat menghilangkan
13
Hisham Thalbah, Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat alquran dan
Hadis (Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008), Cet. I. h. 2
14
Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono, Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 71
5
Oleh karenaya, ketika dapat terlepas dari ketegangan otot, emosi marah pasti akan
mereda.15
adalah menumbuhkan kesadaran pada diri sendiri bahwa kemarahan tak akan
pernah mencapai tujuan apa pun. Seseorang yang berharap memenuhi suatu
keinginan mencapai tujuan tak akan pernah mencapainya dengan manjadi marah
yang jengkel terhadap pegawainya yang bodoh tidak dapat membuatnya lebih
cerdas dengan berbagai makian yang serba kasar. Tujuan itu lebih tercapai
untuk mengikuti suatu kursus tertentu. Jadi untuk setiap masalah atau keadaan
selaras ketimbang suatu peledakan emosi marah yang kasar. Strategi inilah yang
tindakan negatif. Untuk menghindari hal tersebut, seorang harus bisa meredakan
ketegangan akal. Salah satu cara efektif menghilangakan beban fisik atau
atau aktivitas lain yang bermanfaat atau lebih rileks. Seperti duduk bersandar,
15
Hisham Thalbah. Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat alquran dan
Hadis (Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008), Cet. I. h. 76
5
berbaring, berwudu, diam, dan mandi. Dengan melakukan pilihan metode dari
satu, dua atau lebih, seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah saw, apabila
seorang marah ketika berdiri maka hendaknya duduk, jika duduk tidak berhasil
meredakan amarah maka hendaknya seorang memilih alternatif lain yaitu dengan
pada kosentrasi atau aktivitas lain yang lebih rileks, sebab ‘duduk’ dan ‘berbaring;
serta meminimalisir gerakan yang dapat mencederai orang lain di saat gejolak
kemarahan terjadi. Metode pengalihan ini telah diungkpakan pula oleh W.Robert
16
W. Robert Nay, Ph.D, Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 156-174
5
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melewati seperangkat metode dalam kritik sanad dan matan, dalam
Duduk atau Berbaring” yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal. Penulis dapat
2. Adapun dari segai matan dalam hadis tersebut telah memenuhi kriteria ke-
Nabi lainnya atau dengan al-Qur’an. Sehingga matan hadis ini terhindar
dasarnya emosi terlahir akibat beban yang berlebihan baik berasal dari
ketegangan akal. Salah satu cara efektif menghilangakan beban fisik atau
B. Saran-saran
Kedudukan hadis Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-
3. Agar pembaca dapat mengkaji lebih dalam tentang pengaruh duduk atau
Akhirnya kepada Allah SWT. penulis berharap agar skripsi ini menjadi titik
sumber pengetahuan dan inspirasi yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan
DAFTAR PUSTAKA
Ab□ D□ud Sulaim□n ibn Asy’asy Al-Sijist□ni. Sunan Ab□ D□ud. T.tp.: Dar
Al-Fikr, t.t.
Ab□ H□jir Mu□ammad Al-Sa’□d bin Basy□ni Zaglul. Mausu’ah A□r□f Al-
H□d□ts Al-Nabawiy Al-Syar□f. Beirut: D□r Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, t.t.
al-‘Asqal□n□, A□mad bin ‘Al□ bin Hajar. Taqr□b Al-Tahdz□b. T.tp.: Penerbit
D□r Al-Asimah, t.t.
A□mad bin Hanbal. Musnad Al-Im□m A□mad bin Hanbal. Beirut: D□r Al-Fikr,
t.t.
Ardani, Tristriadi Ardi. Psikiatri Islam. Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008.
Cet. I.
Efendi, Agus. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful
intelligence atas IQ. Bandung: Alfabeta, 2005. Cet. I.
Fajri, EM Zul dan Sanjaya, Ratu Aprilia. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
T.tp.:Penerbit Difa Publisher, t.t.
Imam Muslim bin Hajjaj. Kuna wa Al-Asma. T.tp.: T.pn., 1404 H/1984. Cet. I.
Jilid II.
Ismail, M. Syuhudi. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan
Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang, 2005. Cet. III.
_, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 2005). Cet. III.
Maulana Muhammad Zakariya Al-Kanadi Halawi. Muatha M□lik. Beirut: Dar Al-
Fikr, 1394 H/1974 M. Cet. III.
Nasuhi, Hamid. dkk. Pedoman penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan
Disertasi). Ciputat:CeQDA, 2007. Cet. II.
Safari, Triantoro dan Saputra, Nofrans Eka. Manajemen Emosi Sebuah Panduan
Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda. Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2009. Cet. I.
Wade, Carole dan Tavis, Carol. Psychology, 9th Edition, Jilid 2. Penerjemah
Padang Mursalin dan Dinastuti. Jakarta: Erlangga, 2007.