Anda di halaman 1dari 86

KUALITAS HADIS NABI TENTANG

PENANGGULANGAN MARAH DENGAN CARA


DUDUK ATAU BERBARING
(Kajian Sanad dan Matan Hadis)

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh
Ruslan Abdul Ghoni
NIM : 207034000504

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS


FAKULTAS USHULUDDIN DAN
FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
KUALITAS HADIS NABI TENTANG
PENANGGULANGAN MARAH DENGAN CARA
DUDUK ATAU BERBARING
(Kajian Sanad dan Matan Hadis)

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh
Ruslan Abdul Ghoni
NIM : 207034000504

Di Bawah Bimbingan

Drs. H. Harun Rasyid, MA.


NIP : 19600902 198703 1001

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS


FAKULTAS USHULUDDIN DAN
FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul KUALITAS HADIS NABI TENTANG

PENANGGULANGAN MARAH DENGAN CARA DUDUK ATAU

BERBARING (Kajian Sanad dan Matan Hadis) telah diajukan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada 06 Oktober 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Tafsir-Hadis.

Jakarta, 06 Oktober 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Ahmad Rifqi Mukhtar, MA Devi Afritasari, Lc.


NIP : 19690822 199703 1 002 NIP : 19720320 200003 2 001

Anggota

Drs. Maulana, M.Ag Drs. H. Harun Rasyid, MA


NIP :19650207 199903 1 001 NIP : 19600902 198703 1 001
ABSTRAK

Kualitas Hadis Nabi Tentang Penanggulangan Marah dengan Cara


Duduk atau Berbaring; Kajian Sanad dan Matan Hadis. Yang terdapat dalam
kitab Musnad A□mad bin □anbal.

Hadis adalah semua perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi Muhammad


SAW. Kedudukannya sangat penting dalam kehidupan karena ia merupakan
sentral figur umat manusia. Maka hadis sebagai pedoman hidup seyogianya
terjamin keotentikannya. Sementara dalam perjalanan sejarah telah terjadi
pergeseran, baik secara internal maupun eksternal, akibatnya status hadis bisa
berkualitas shahih, hasan, dha’if dan bahkan maudu’. Dalam hal ini penulis
mencoba mengungkap kualitas hadis tentang mengatasi marah, karena hampir
setiap hari dapat dilihat dan didengar pada media masa kekerasan yang
disebabkan seseorang tidak bisa mengendalikan diri ketika marah.

Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui dan menjaga keotentikan


sumber, dengan mengkaji bagaimana kualitas hadis dari segi sanad dan matan
hadis. Juga guna mengungkap korelasi marah dan duduk atau berbaring, sehingga
Rasulullah memerintahkan seorang yang marah dalam keadaan berdiri dengan
cara duduk atau berbaring. Dengan demikian, ajaran atau hujjah yang disandarkan
atas Nabi SAW tersebut dapat dipertanggung jawabkan.

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan


library Reseach sepenuhnya. Yaitu Dengan menelaah beberapa literatur yang
relevan dengan pokok pembahasan skripsi.

Dari hasi penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kualitas hadis Ahmad
bin Hanbal tentang Penanggulangan Amarah dengan Cara Duduk atau Berbaring
adalah Shahih. Baik sanad maupun matan. Di samping itu, marah dan duduk atau
berbaring ini memiliki korelasi sikologis cukup dekat. Karena marah merupakan
ketegangan akal akibatnya perasaan semakin jengkel, maka dengan melakukan
aktivitas duduk atau berbaring secara sikologis sedikitnya dapat menenangkan
ketegangan akal sehingga membuka kesempatan berpikir positif dan secara
berlahan kemarahan menjadi reda. Di samping itu, dengan duduk dan berbaring
dapat membatasi keluasan untuk bertindak agresi.

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirabbil’alamin, tiada yang patut terucap di lisan melainkan

pujian terhadap sang Maha pemberi nikmat dan rahmat, Allah SWT. Dialah yang

telah mengukir jalan hidup yang beragam semata untuk kebaikan hamba. Kasih-

Nya yang tiada tara banding, sehingga seluruh makhluk-Nya dapat melaksanakan

aktivitas sehari-hari.

Shalawat teriring salam semoga Allah sampaikan kepada Nabi Muhammad

SAW. Ia adalah Rasul pemangku akhlak budi yang agung. Ungkapan katanya

laksana mutiara yang berharga, sehingga umat yang mengikutinya akan selamat di

dunia dan di akhirat. juga kepada keluarga, sahabat dan orang-orang yang selalu

taat menjalankan risalahnya.

Penulis menyadari akan keberhasilan skripsi ini tidak luput dari dukungan

berbagai pihak baik dalam segi moril maupun materil. Oleh sebab itu, penulis

hendak menyampaikan ucapaan terima kasih serta apresisasi setinggi-tingginya

kepada :

1. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Faqih, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

dan Filsafat, Bapak Dr. Bustamin, M.Si selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis.

Bapak Ahmad Rifqi Mukhtar, MA selaku Pengelola Program Non Reguler

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Dan seluruh staf akademik Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat Yang telah memimpin, membina serta memotivasi

penulis selama melakukan studi di lembaga pendidikan Universitas Islam

Negeri ini.

i
2. Bapak Drs. H. Harun Rasyid, MA selaku pembimbing penulis. Dengan

dedikasi yang tinggi telah rela meluangkan waktu berharganya untuk

memberi motivasi, nasehat serta arahan yang berharga kepada penulis.

3. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Tafsri Hadis yang

telah mentransfer serta mendidik penulis dengan khazanah ilmu

pengetahuan umum mapun agama selama berada di lembaga pendidikan

Universitas Islam Negeri ini.

4. Seluruh staf perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Perpusatakaan Pusat Studi Ilmu Al-

Qur’an Jakarta yang telah memfasilitaori serta membantu penulis dalam

penggunaan buku-buku selama proses penulisan skripsi ini.

5. Tak lupa pula pernulis persembahkan ucapan terima kasih tak terhingga

kepada orang yang sangat penulis cintai, mereka adalah orang tua penulis

yang tak pernah lelah serta bosan memberikan nasehat, motivasi dan

memberikan dukungan materil hingga terwujudnya skripsi ini. semoga

senantiasa dilimpahkan rahmat oleh Allah SWT.

6. Sahabat-sahabt di kampus UIN Syarif Hidayatullah dan seluruh sahabat

selainnya. Terutama mereka yang satu generasi dengan penulis yang telah

bersama-sama merasakan manis dan getirnya proses pendidikan di

universitas ini. serta seluruh pihak yang ikut terlibat dalam proses penulisan

skripsi ini. sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih.

Kesadaran atas segala kelemahan sebagai manusia biasa menumbuhkan

suatu keyakinan bahwa di balik ini semua ada kekuatan Yang Maha Sempurna

lagi kuasa di atas ciptaan-Nya. Kesadaran atas kelemahan ini terbukti bahawa

i
penulis sangat bergantung kepada-Nya dalam segala hal. Manusia hanya bisa

berencana dan berusaha, selebihnya Allah jualah yang menentukan. Maka dalam

skripsi ini tentunya memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis

mengaharap serta menerima dengan kedua belah tangan akan kritik dan saran

yang membangun kepada seluruh pihak atas karya ilmiyah ini.

Jakarta, 08 September 2011

Penulis

i
PEDOMAN TRANSLITERASI1

Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

‫ا‬ tidak dilambangkan

‫ب‬ b be

‫ت‬ t te

‫ث‬ ts te dan es

‫ج‬ j je

‫ح‬ h h dengan garis bawah

‫خ‬ kh ka dan ha

‫د‬ d de

‫ذ‬ dz de dan zet

‫ر‬ r er

‫ز‬ z zet

‫س‬ s es

‫ش‬ sy es dan ye

‫ص‬ s es dengan garis bawah

‫ض‬ d de dengan garis bawah

‫ط‬ t te dengan garis bawah

‫ظ‬ z zet dengan garis bawah

‫ع‬ ‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

‫غ‬ gh ge dan ha

1
Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik-Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Skripsi, Tesis, dan Disertasi)- yang di susun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center
for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007, hal. 47-51.

v
‫ف‬ f ef

‫ق‬ q ki

‫ك‬ k ka

‫ل‬ l el

‫م‬ m em

‫ن‬ n en

‫و‬ w we

‫ھـ‬ h ha

‫ء‬ ‘ apostrof

‫ي‬ y ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih

aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

_َ_ a fathah

_ِ_ i kasrah

_ُ_ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫__َ__ي‬ ai a dan i

v
‫و‬ َ__ au a dan u

Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫ـَـﺎ‬ â a dengan topi di atas

‫ــﻲ‬ î i dengan topi di atas

‫ـــﻮ‬ û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh

huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân

bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan

berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,

demikian seterusnya.

v
Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf

/t/ (lihat contoh 3).

Contoh:

no Kata Arab Alih aksara

1 ‫ﻃﺮﯾﻘﺔ‬ tarîqah

2 ‫اﻟﺠﺎﻣﻌﺔ اﻹﺳﻼﻣﯿﺔ‬ al-jâm’ah al-islâmiyyah

3 ‫وﺣﺪة اﻟﻮﺟﻮد‬ wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain

yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-

lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis

dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata

sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-

Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

PEDOMAN TRANSLITERASI.............................................................................iv

DAFTAR ISI..........................................................................................................viii

BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...............................................................1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...........................................7

C. Tinjauan Pustaka..........................................................................8

D. Tujuan Penulisan..........................................................................8

E. Metodologi Penelitian..................................................................9

1. Pengumpulan Data.................................................................9

2. Metode Pembahasan..............................................................9

3. Teknik Penulisan....................................................................9

F. Sistematikan Penulisan...............................................................10

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH..................................11

A. Pengertian Marah.......................................................................11

B. Pemicu Kemarhan......................................................................15

C. Ekspresi Marah..........................................................................19

D. Penanggulangan Gejolak Amarah dalam Ilmu Psikologi.........21

BAB III. KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS..............................27

A. Kegiatan Takhrij Hadis..............................................................27

B. Kegiatan I’tibar..........................................................................30

i
C. Penelitian Sanad........................................................................33

BAB IV. KEGIATAN PENELITIAN MATAN HADIS...........................45

A. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad.......................46

B. Meneliti Susunan Lafal Matan yang Semakna..........................47

C. Meneliti Kandungan Matan.......................................................47

D. Memahami Kandungan Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu

Psikologi....................................................................................50

BAB V. PENUTUP.......................................................................................54

A. Kesimpulan.................................................................................54

B. Saran-saran.................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................56

x
PEDOMAN TRANSLITERASI1

Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan


‫ﺍ‬ tidak dilambangkan

‫ﺏ‬ b be

‫ﺕ‬ t te

‫ﺙ‬ ts te dan es

‫ﺝ‬ j je

‫ﺡ‬ h h dengan garis bawah

‫ﺥ‬ kh ka dan ha

‫ﺩ‬ d de

‫ﺫ‬ dz de dan zet

‫ﺭ‬ r er

‫ﺯ‬ z zet

‫ﺱ‬ s es

‫ﺵ‬ sy es dan ye

‫ﺹ‬ s es dengan garis bawah

‫ﺽ‬ d de dengan garis bawah

‫ﻁ‬ t te dengan garis bawah

‫ﻅ‬ z zet dengan garis bawah

‫ﻉ‬ ‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

‫ﻍ‬ gh ge dan ha

1
Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik -Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Skripsi, Tesis, dan Disertasi)- yang di susun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center
for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007, h. 47-51

v
‫ﻑ‬ f ef

‫ﻕ‬ q ki

‫ﻙ‬ k ka

‫ﻝ‬ l el

‫ﻡ‬ m em

‫ﻥ‬ n en

‫ﻭ‬ w we

‫ﻫـ‬ h ha

‫ﺀ‬ ‘ apostrof

‫ﻱ‬ y ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih
aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan


_َ_ a fathah
_ِ_ i kasrah
_ُ_ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:


Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
‫__َ__ي‬ ai a dan i
‫__َ__ و‬ au a dan u

v
Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
‫ـَـﺎ‬ â a dengan topi di atas
‫ــﻲ‬ î i dengan topi di atas
‫ـــﻮ‬ û u dengan topi di atas

Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh
huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân
bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya kata ‫اﻟﻀﱠُﺮْو َر ة‬, tidak
ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.

Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf
/t/ (lihat contoh 3).

v
Contoh:

no Kata Arab Alih aksara


1 ‫ﻃﺮﻳﻘﺔ‬ tarîqah

2 ‫ﺍﳉﺎﻣﻌﺔ‬ al-jâmî’ah al-islâmiyyah


‫ﺍﻹﺳﻼﻣﻴ ﺔ‬
3 ‫ﻭﺣﺪﺓ ﺍﻟ ﻮﺟﻮﺩ‬ wahdat al-wujûd

Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-
lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis
dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al- Ghazâli, al-
Kindi bukan Al-Kindi.

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK.................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

PEDOMAN TRANSLITERASI..............................................................................v

DAFTAR ISI............................................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...............................................................1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah..........................................8

C. Tinjauan Pustaka..........................................................................9

D. Tujuan Penulisan........................................................................10

E. Metodologi Penelitian................................................................10

F. Sistematikan Penulisan...............................................................11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH..................................12

A. Pengertian Marah.......................................................................12

B. Pemicu Kemarhan......................................................................16

C. Ekspresi Marah...........................................................................20

D. Penanggulangan Gejolak Marah dalam Ilmu Psikologi............23

BAB III KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS..............................28

A. Kriteria Keshahihan Hadis.........................................................28

B. Kegiatan Takhrij Hadis..............................................................29

C. Kegiatan I’tibar..........................................................................33

D. Penelitian Sanad.........................................................................35

BAB IV KEGIATAN PENELITIAN MATAN HADIS...........................49

i
A. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad.......................50

B. Meneliti Matan yang Semakna..................................................51

C. Meneliti Kandungan Matan.......................................................51

D. Memahami Kandungan Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu

Psikologi....................................................................................55

BAB V PENUTUP.......................................................................................59

A. Kesimpulan.................................................................................59

B. Saran-saran.................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................61

x
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


al-Sunnah dalam Islam merupakan penafsir atas al-Qur’an dalam praktik

atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Hal ini mengingat bahwa

pribadi Nabi SAW merupakan perwujudan dari al-Qur’an yang ditafsirkan untuk

manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.1

Hadis merupakan pedoman yang utama setelah al-Qur’an. Orang yang

menolak hadis sebagai sumber kedua dalam ajaran Islam berarti ia menolak

petunjuk al-Qur’an.2 Ia pun merupakan salah satu peninggalan Rasulullah kepada

umatnya untuk dipatuhi serta diamalkan. bila berpegang teguh kepada petunjuk-

petunjuk tersebut seorang tidak akan tersesat selama-lamanya. Pernyataan ini

semakin tidak meragukan setelah cukup banyak ayat al-Qur’an yang

memerintahkan orang-orang beriman untuk patuh dan mengikuti petunjuk Nabi

Muhammad, sebagian dari ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut, surat al-

□asyr, 59: 7

  َ ‫اﷲ‬  ‫اَﷲ‬              


    g   
 

  

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”.

Menurut Quraisy Shihab dalam tafsirnya tentang kalimat “Apa yang

1
Yusuf Qardhawi. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW. Penerjemah Muhammad
Al-Baqir. (Bandung : Karisma, 1993). Cet. I. h. 17
2
M.Syuhudi Ismail. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. (Jakarta: Bulan Bintang, 1992).
Cet. I. h. 9
2

diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,

maka tinggalkanlah” memberi petunjuk secara umum. Yakni semua perkara yang

diperintah dan yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW.3 Dengan demikian

mentaati petunjuk Nabi Muhammad merupakan suatu keniscayaan bagi orang

yang beriman. Mentaatinya berarti mentaati Allah SWT, sebagaimana yang

diutarakan dalam al-Qur’an surat al-Nis□’, 4: 80 berikut:

   g                


     
  ‫ﷲ‬
َ ‫ا‬



“Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati


Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak
mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”

Disamping itu, hadis memiliki fungsi yang sangat penting dalam ruang

lingkup kajian al-Qur’an yaitu untuk membuka maksud-maksud al-Qur’an adalah

dengan Hadis Rasulullah SAW. Fungsi hadis secara spesifik terhadap al-Qur’an

tidak lepas dari salah satu tiga hal : pertama, menetapkan dan memperkuat hukum-

hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur’an. Kedua, memberikan perincian dan

penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyid

(pensyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlaq dan mentakhsis ayat al-Qur’an

yang masih ‘Aam. Ketiga, menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam al-

Qur’an.4 Fungsi hadis inipun diungkapkan dalam firman Allah SWT. Surat al-Na□l,

16: 44

   g        
        
  

3

3
M.Quraisy Shihab. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. (Jakarta
: Lentera Hati, 2002). Cet. I. h. 113
4
Fatehur Rahman. Ikhtishar Mushthalahul Hadis. (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1981). Cet.
III. h. 47-49
4

“keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan


kepadamu al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”

Fungsi hadis selainnya adalah sebagai sentral figur umat manusia dalam

menjaga keharmonisan seluruh alam. Sebagaimana tertera dalam al-Qur’an surat Al-

Anbiya : 107

         


   


Artinya : “dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)


rahmat bagi semesta alam.”

Upaya menjaga keharmonisan masyarakat ini terlihat jelas ketika

Rasulullah memberikan wasiat kepada salah seorang sahabat untuk menjauhi hal-

hal yang dapat memicu kemarahan,5 dan bahkan ia memberi solusi dalam

mengatasinya ketika kemarahan terjadi. Hal ini sangat penting disampaikan

karena hampir setiap kerusakan, permusuhan dan bahkan pembunuhan disebabkan

seseorang tidak bisa mengendalikan diri ketika marah. Salah satu solusi tersebut

beliau sampaikan kepada Abu Dzar al-Ghifari

‫ِھْﻨٍﺪ َﻋْﻦ َأِﺑﻰ َﺣ ْﺮ ِب ْﺑِﻦ اَﻷْﺳَﻮِد َﻋْﻦ‬ ‫َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َأْﺣ َﻤ ُﺪ ْﺑُﻦ َﺣ ْﻨَﺒٍﻞ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َأُﺑﻮ ُﻣ َﻌﺎِوَﯾَﺔ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َداُو ُد ْﺑُﻦ َأِﺑﻰ‬
‫َﻟَﻨﺎ ِإَذ ا َﻏ ِﻀَﺐ َأَﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َو ُھَﻮ َﻗﺎِﺋٌﻢ َﻓْﻠَﯿْﺠ ِﻠْﺲ‬ ‫َأِﺑﻰ َذ ﱟر َﻗﺎَل ِإنﱠ َرُﺳ ﻮَل ِﮫﱠﻠﻟا ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ َﻗﺎَل‬
‫َﻓِﺈْن َذ َھَﺐ َﻋ ْﻨُﮫ اْﻟ َﻐَﻀُﺐ َوِإﻻﱠ َﻓْﻠَﯿْﻀ َﻄِﺠ ْﻊ‬
“Menceritakan pada kami Ahmad bin Hanbal, menceritakan pada kami Abu
Muawiyah, menceritakan pada kami Daud bin Abi Hind, dari Abi Harb bin Abi Al-
Aswad, dari Abi Dzar. Ia berkata sesungguhnya Rasulullah bersabda pada kami,
“Apabila salah satu dari kalian marah dan dalam keadaan berdiri maka duduklah
jika itu dapat menghilangkan marah, jika tidak maka berbaringlah.”6

5
Al-H□fi□ Ibnu Hajar al-Asqal□n□. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.
Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h. 397
6
Ab□ D□ud Sulaim□n ibn Asy’asy al-Sijistani. Sunan Ab□ D□ud. (T.tp.: Dar Al-Fikr,
t.t). Juz IV, hadis ke-1874. h. 250
5

Marah merupakan tabi’at manusia. Jadi memiliki rasa marah bukan suatu

yang dilarang tetapi hendaknya seorang dapat mengendalikannya. Salah satu

solusi pengendalian marah ini adalah dengan cara duduk atau berbaring.

Bicara tentang pengendalian marah, al-Qur’an juga memerintahkan agar

seorang dapat menguasai emosi marah. Sebab pada saat seorang sedang marah,

maka pemikirannya tidak berfungsi dan ia kehilangan kemampuan untuk

mengambil keputusan yang benar.7 Ketika seorang marah cendrung mengarah

kepada berlaku agresif dan emosi yang tak terkontrol. Akal pikiran dan hatinya

terkalahkan oleh motivasi marah yang memuncak. Akibatnya dapat merugikan

dirinya seperti lelah fisik dan mental, maupun orang lain seperti tindakan agresif

yang bisa mencederai atau mengancam nyawa orang lain.8

Kendati hadis sebagai penjelas al-Qur’an dan sebagai sentral figur manusia

dalam mengatasi marah, hadis tersebut perlu diteliti kembali kemurniannya agar

ajaran yang disandarkan kepada Nabi SAW dapat dipertanggung jawabkan.9

Sebab di dalam tubuh hadis tak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang

mengakibatkan kualitas hadis menjadi shahih, hasan, dhaif, dan bahkan maudu’.

Pokok permasalahan hadis secara umum adalah menyangkut kualitas hadis,

pemahaman hadis sampai pada aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Sentralnya adalah sanad dan matan hadis, keduanya merupakan unsur penting

yang saling berkaitan erat menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadis.

7
Muhammad Usman Najati. Al-Qur’an dan Psikologi. Penerjemah M.Zaka Al-Farisi
(Jakarta: Aras Pustaka, 2003). Cet. III. h. 83
8
M. Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di
dalam Alquran. (T.tp.: Erlangga. 2006). H. 162
9
Maksudnya agar terhindar dari pernyataan Nabi SAW. “Barang siapa yang secara
sengaja berbohong atas namaku maka hendaknya ia bersiap-siap menempati tempat duduknya di
neraka”. Lihat. Shahih Bukhari Kitab ‘Ilm Bab dosa seorang yang berbohong atas Nabi SAW.
Juz
I. h. 31
6

Sehingga kekosongan salah satunya akan berpegaruh, dan bahkan merusak

eksistensi dan kualitas suatu hadis.

Pergeseran keotentikan hadis tersebut secara umum diakibatkan oleh dua

faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. faktor eksternal di antara yakni

adanya perbedaan pencatatan dan penghimpunan hadis Nabi SAW dengan sejarah

pencatatan dan penghimpunan al-Qur’an.10 Untuk al-Qur'an, semua

periwayatanya berlangsung secara mutawatir. Sedang untuk hadits, sebagian

periwatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung ahad.

Dengan demikian ada kemungkinan-kemungkinan terjadi pemalsuan hadis di

dalamnya.

Selain itu, dalam perjalanan sejarah telah terjadi pemalsuan hadis pada

peristiwa pergolakan politik antara kubu Muawiyah bin Abi Sufyan (w. 60 H/680

M) dan kubu Ali bin Abi Thalib (memerintah 35-40 H/656-661 M). Masing-

masing ingin meligitimasi pendapatnya dengan al-Qur’an dan As-Sunnah sampai

melakukan pemalsuan hadis.11 Sesunggguhnya Pemalsuan ini bukan saja

dilakukan oleh umat muslim tetapi juga oleh non muslim. Motivasi orang-orang

melakukan pemalsuan hadis ialah untuk : Pertama, membela kepentingan politik ;

Kedua, menyesatkan umat Islam ; ketiga, membela ras, suku, negara dan imam ;

keempat, memikat hati orang yang mendengarkan kisah yang dikemukakannya ;

kelima, menjadikan orang lain lebih zahid ; keenam, perbedaan Mazhab dan

Teologi ; ketujuh, memperoleh perhatian dari penguasa.12 Dalam pemalsuan hadis

10
M.Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. (Jakarta : Bulan Bintang, 2005).
Cet. 3. h. xiii
11
Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad
Musyafiq. (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007). Cet. IV. h. 353
12
Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad
Musyafiq. (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007). Cet. IV. h. 354-362
7

tersebut ada yang bersifat sengaja dan ada yang bersifat tidak sengaja, meski

demikian, pemalsuan tetap merupakan perbuatan tercela.13 Berdasarkan fenomena

di atas, dalam rangka menetapkan hujjah yang benar-benar murni bersumber dari

Nabi Muhammad SAW. maka melakukan penelitian kemurnian hadis adalah

suatu keniscayaan.

Adapun faktor yang mengemukakan dari sisi internal, adalah faktor yang

bersangkutan dari figur Nabi SAW sebagai figur sentral. Keberadaan Nabi dalam

berbagai posisi dan fungsinya menjadi acuan untuk memahami hadis. Karena

masyarakat manusia pada setiap generasi dan tempat, selain memiliki berbagai

kesamaan, juga memiliki berbagai perbedaan. 14 Menurut petunjuk al-Qur’an, Nabi

Muhammad selain dinyatakan sebagai Rasulullah juga dinyatakan sebagai

manusia biasa.15 Dengan kata lain, Nabi SAW hidup tidak di ruang yang hampa.

Oleh karena itu, dalam memahami hadis tidak boleh mengabaikan kondisi Nabi

Muhammad SAW dan kondisi suatu masyarakat tertentu ketika kontak

komunikasi itu berlangsung. Patut diingat bahwa pengaruh sosial merupakan hal

yang sentral dalam interaksi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh

karena itu, untuk memahami hadis Nabi perlu mempertimbangkan beberapa hal :

pertama, bentuk matan dan cakupan petunjuknya ; kedua, fungsi Nabi

Muhammad saw ; dan ketiga, latar belakang terjadinya hadis.16

13
M.Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. (Jakarta: Bulan Bintang, 2005).
Cet. 3. h. 111
14
M.Syuhudi Ismail. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. (Jakarta: Intimedia dan
Insan Cemerlang, Tanpa tahun). Cet. I. h. 189
15
M.Syuhudi Ismail. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual .(Jakarta: Bulan Bintang,
1994). Cet. I. h. 4
16
M.Syuhudi Ismail. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. (Jakarta: Intimedia dan
Insan Cemerlang, Tanpa tahun). Cet. I. h. 190
8

Berdasarkan paradigma di atas, melakukan penelitian ulang hadis

merupakan suatu keniscayaan sebagai usaha menemukan kekeliruan dalam rangka

menemukan kebenaran. Penelitian ini bukan meragukan keseluruhan hadis Nabi

SAW tetapi lebih kepada kehati-hatian dalam pengambilan dasar hukum dalam

agama.

Berdasarkan uraian di atas menunjukan betapa pentingnya melakukan

penelitian hadis baik sanad maupun matan. Dari sini akan nampak mana yang

benar-benar hadis dan mana yang bukan hadis, atau mana hadis yang kuat sebagai

hujjah dan mana hadis yang lemah. Setelah itu, bagaimana memahami pesannya

untuk diaplikasikan. Oleh karena itu, penulis termotivasi untuk membahas

kualitas hadis melalui kritik sanad dan matan juga bagiaman memahami

kandungannya. Maka penulis menetapkan judul KUALITAS HADIS NABI

TENTANG PENANGGULANAGAN MARAH DENGAN CARA DUDUK

ATAU BERBARING ; Kajian Sanad dan Matan Hadis.


9

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar lebih fokus kepada satu kosentrasi dalam penulisan skripsi ini, penulis

merasa perlu membatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Dalam melakukan penelitian ini, penulis akan meneliti hadis dari dua segi,

yaitu sanad dan matan hadis.

2. Berdasarkan informasi yang penulis dapat dari kitab-kitab hadis, bahwa

hadis yang berbicara tentang penanggulan marah ini di antaranya terdapat

pada kitab Sunan Abu Daud dan Musnad Ahmad bin Hanbal. Dalam hadis

tersebut berisikan upaya dalam meredakan marah ketika berdiri dengan cara

duduk atau berbaring, dan di dalam dua kitab hadis tersebut pula berisikan

upaya meredakan marah dengan cara berwudu, dengan cara shalat, dan

dengan cara diam. Dari data ini, yang menjadi objek penelitian penulis

adalah hadis riwayat Ahmad bin Hanbal yang berisikan tentang upaya

penanggulangan marah ketika berdiri dengan cara duduk atau berbaring.

Alasannya, Ahmad bin Hanbal adalah muhadis yang kitabnya termasuk

dalam kutub al-Kutub al-Tis’ah, di dalamnya terdapat pula hadis-hadis

dha’if. Selain itu pembahasan penanggulangan marah dengan cara duduk

atau berbaring ini belum ada yang meneliti secara khusus baik sanad

maupun matan.

Setelah pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan dengan

pertanyaan :

1. Bagaimana kualitas sanad dan matan hadis tentang penanggulangan marah

dengan cara duduk atau berbaring dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal ?

2. Apa korelasi marah dengan duduk sehingga Rasulullah saw memilih metode
1

mengatasi kemarahan di saat beridir dengan cara duduk atau berbaring serta

bagaiamana pemahamannya ketika dikaitkan dengan ilmu psikologi ?

C. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini

dengan skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan

orang atau memiliki unsur kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan

menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat judul yang sama, sehingga

diharapkan kajian ini tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.

Berdasarkan hasil penelusuran, penulis menemukan ada satu karya yang

membahas permasalahan ini, yaitu Skripsi oleh Warsito dengan judul “Cara

Mengatasi Marah Perspektif Hadis” tahun 2006, no.1900. Skripsi ini membahas

tentang bagaimana cara-cara mengatasi kemarahan berdasarkan petunjuk Nabi,

yang dilakukan dengan cara mengumpulkan hadis-hadis yang berkaitan tanpa

memaparkan kualitas hadis, kamudian dipahami dengan ilmu psikologi.

Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini

berbeda dengan karya tersebut, karena penulis membahas lebih khusus pada 1

hadis tentang penanggulangan marah ketika berdiri dengan cara duduk atau

berbaring dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal, lalu dilakukan kritik sanad dan

matan hadis untuk mengungkap kualitas hadis. Kemudian memahamainya dengan

pendekatan ilmu psikologi.


1

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kualitas sanad dan matan hadis

2. Untuk mengethuai korelasinya antara marah dengan duduk dan bagaimana

pemahaman kandungan hadis ketika dikaitkan dengan ilmu psikologi.

3. Untuk menambah khazanah keilmuan bagi penulis dan kaum muslimin pada

umumnya.

4. Untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menyelesaikan gelar sarjana

setrata satu (S1) pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Metodologi Penelitian

1. Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan dan meneliti data dalam skripsi ini, penulis

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library Reseach) sepenuhnya.

Yaitu Dengan menelaah beberapa literatur yang relevan dengan pokok

pemabahsan skripsi.

2. Metode Pembahsan

Dalam pembahasan ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis,

yaitu sebuah metode dengan terlebih dahulu data yang diperoleh

dikumpulkan lalu digambarkan permasalahan yang dibahas lalu dianalisis

lebih lanjut, kemudian ditarik kesimpulan.

3. Teknik Penulisan

Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman kepada buku yang
1

berjudul Pedoman penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)-

yang disusun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for Quality

Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengklasifikasi menjadi lima bab dan

setiap bab dibagi menjadi beberapa sub-sub yang setiap sub saling berkaitan.

Sistematika penulisan tersebut berikut ini :

Bab pertama pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,

identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan

penelitian, metodologi penelitian, dan sistematikan penulisan.

Bab kedua berisikan tinjauan umum tentang Marah. Meliputi pengertian

Marah, Pemicu Kemarahan, Ekspresi Marah, dan Penanggulangan Gejolak

Marah dalam Ilmu Psikologi

Bab ketiga berisi kegiatan penelitian sanad hadis. Yang terdiri dari, Kriteria

Keshahihan Sanad Hadis, Kegiatan Takhrij Hadis, Kegiatan I’tibar, dan Penelitian

Sanad

Bab keempat berisikan kegiatan penelitian matan hadis. Yang terdiri dari,

Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad, Meneliti Matan yang Semakna,

Meneliti Kandungan Matan Hadis, dan Memahami Matan Hadis dengan

Pendekatan Ilmu Psikologi

Bab kelima berisikan penutup. Yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
1

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH

A. Pengertian Marah

Marah dalam bahasa Arab yaitu Gha□ab. Kata Gha□ab berasal dari akar

kata Gha□iba – Yagh□abu – Gha□aban berarti marah.1 Marah berarti gusar,

jengkel, muak dan sangat tidak senang karena diri diperlakukan tidak sepantasnya.

Marah-marah sebagai kata kerja yang berarti berkali-kali marah ; mengeluarkan

kata-kata atau menunjukan sikap sebagai pelampiasan marah.2

Menurut istilah, marah berarti perubahan internal atau emosional yang

menimbulkan penyerangan dan penyiksaan guna mengobati apa yang ada di

dalam hati.3 Jadi, marah setiap orang adalah keadaan jiwanya, yang tampak secara

nyata pada perubahan jasmaninya.

Beberapa perspektif lain tentang definisi marah diantaranya: Menurut DR.

Sarlito Wirawan Sarwono, “Marah adalah emosi yang timbul terhadap suatu yang

menjengkelkan.”4 Imam Ghazali menerangkan bahwa marah bagaikan nyala api

yang menyala berkobar-kobar, menyerang bergerak dan bergejolak dalam hati

manusia.5

Rochelle Semmel Albin, menjelaskan bahwa “Rasa marah menunjukkan

bahwa perasaan kita sudah tersinggung oleh seseorang, atau sesuatu sudah tidak
1
Ahmad Warson Munawir. Al-Munawwar Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), h. 1008
2
EM Zul Fajri dan Ratu Aprilia Sanjaya. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (T.tp.: Difa
Publisher, t.t.), h. 550
3
Yadi Purwanto, dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
(PT. Refika Aditama : Bandung, 2006), h. 7
4
Sarlito Wirawan Sarwono. Pengantar Umum Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2000),
Cet. VIII. h. 53
5
Im□m Ab□ H□mid Mu□ammad bin Mu□ammad al-Ghaz□li. I□ya’ ‘Ul□muddin
(T.tp.: D□r Al-Diy□ni Littir□tsi, 1407 H/1987 M), Cet. I. Juz III. h. 175
1

baik. Misalnya, seorang akan marah apabila tidak jadi dipromosikan ke jabatan

lebih tinggi karena jabatan itu diberikan kepada orang lain.” 6 Dalam hal ini marah

sebagai suatu emosi yang disebabkan karena seseorang menghadapi suatu keadaan

yang tidak disukainya, atau bertentangan dengan kemauannya.

Abdul Rahman Shaleh, menyatakan bahwa “Sumber utama dari kemarahan

adalah hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk mencapai tujuannya.”7

Tristiadi Ardi Ardani sedikit menambahkan atas perspektif sebelumnya

bahwa “Marah merupakan suatu emosi yang membantu manusia dalam menjaga

dirinya. Pada waktu seseorang sedang marah, energinya guna melakukan upaya

fisik yang keras semakin meningkat. Hal ini memungkinkannya untuk

mempertahankan diri atau menaklukan segala hambatan yang menghadang dalam

upaya mencapai tujuannya. Terkadang penyaluran emosi marah ini bisa berupa

memusuhi hal-hal yang menghambat pencapaian tujuannya. Namun ada kalanya

dengan pengalihan atau meluapkan pada hal lain yang tidak berhubungan dengan

tujuannya atau penyebab marahnya. Emosi marah ini bisa membuat macetnya

kemampuan berpikir yang sehat.”8

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa marah adalah

bentuk ekspresi manusia untuk melampiaskan ketidakpuasan, kekecewaan atau

kesalahannya ketika terjadi gejolak emosional yang tidak terkendalikan. Dalam

hal ini terdapat dua kategori marah, yaitu marah yang bersifat positif dan marah

yang bersifat negatif. Marah yang bersifat positif ialah marah yang terkendalikan

6
Rochelle Semmel Albin. Emosi Bagaimana mengenal, menerima dan mengarahkannya.
Penerjemah Sr. M. Brigid, OSF (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h. 50
7
Abdul Rahman Shaleh. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam (Jakarta:
Kencana, 2008), Cet. III. h. 176
8
Tristriadi Ardi Ardani. Psikiatri Islam (Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008), Cet. I. h.

1
1

akal sehat dan marah yang bersifat negatif ialah marah yang tidak terkendalikan

akal sehat.

Marah merupakan bagian dari emosi dasar manusia. Term emosi dalam

pemakaian sehari-hari sangat berbeda dengan pengertian emosi dalam psikologi.

Emosi dalam pemakaian sehari-hari mengacu kepada ketegangan yang terjadi

pada individu akibat dari tingkat kemarahan yang tinggi. Seorang yang

membanting gelas karena merasa harga dirinya dilecehkan orang lain, dengan

mudah dikategorikan sedang dalam keadaan emosi. Dengan kata lain, orang yang

berubah nada suara, raut muka, atau tingkah lakkunya karena marah, biasanya

diperingatkan agar jangan bertindak emosional. Ungkapan semacam itu jarang

muncul pada peristiwa-peristiwa seperti kaget, ketakutan, senang, atau karena

suatu yang menjijikan, kendati semua peristiwa tersebut masuk dalam kategori

emosi. Karena emosi lazim dipahami oleh masyarakat sebagai ekspresi marah.9

Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa Latin ‘movere’

yang berarti ‘menggerakan, bergerak.’ Kemudian ditambahkan dengan awalan ‘e-

‘ untuk memberi arti ‘bergerak menjauh.’10 Emosi adalah suatu perasaan dan

pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian

kecenderungan untuk bertindak.11

Oleh karena itu yang dimaksud dengan emosi di sini bukan terbatas pada

emosi atau perasaan marah saja, tetapi meliputi setiap keadaan pada diri seseorang

9
M.Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di
dalam Alquran (T.tp.: Erlangga. 2006), h. 15
10
M.Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di
dalam Alquran (T.tp.: Erlangga. 2006), h. 16
11
Agus Efendi. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful
intelligence atas IQ (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. I. h.
1

yang disertai dengan perasaan senang atau tidak senang, baik pada tingkatan yang

lemah atau dangkal maupun pada tingkatan kuat atau mendalam.

Agar lebih jelas, di bawah ini merupakan jenis-jenis emosi. Seperti

ditunjukan oleh Daniel Goleman yang mempunyai daftar emosi telatif lengkap,

daftar emosi tersebut sebagai berikut :

Amarah (Anger) : beringas (fury), mengamuk (ourage), benci (resentment),

marah besar (wrath), jengkel (exasperation), kesal hati (indigination), terganggu

(vexation), rasa pahit (acrimony), berang (animosity), tersinggung (annoyance),

bermusuhan (irritability), kekerasan (hostility), kebencian patologis (violence).

Kesedihan (Sadness) : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani

diri, kesepian, ditolak, putus asa, depresi berat.

Rasa takut (Fear) : cemas, takut, gugup, kawatir, waswas, perasaan takut

sekali, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, sampai dengan paling

parah, fobia, dan panic.

Kenikmatan (Enjoyment) : bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang,

terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub rasa terpesona, rasa puas, rasa

terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, sengan sekali, hingga yang paling

ekstrem, mania.

Cinta (love) : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa

dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.

Terkejut (Surprise) : terkejut, terpana. Dan Jengkel (Disgust) : hina, jijik,

muak, benci, tidak suka, mau muntah, tidak enak perasaan.


1

Malu (Shame) : rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, aib, hati hancur lebur,

perasaan sedih atau dosa yang mendalam.12

B. Pemicu Kemarahan

Kemarahan merupakan suatu gejolak kehidupan. Jika seorang naik darah

atau berbuat kekeliruan, pekerkjaan dan kegiatan mungkin terganggu, suasana

kerja yang menyebalkan. Demikianlah kehidupan. Namun, jika episode-episode

kemarahan ini mulai sering terjadi dan memakan waktu lebih lama, hal itu tak bisa

lagi dipandang sekedar gejolak hidup biasa. Kemarahan sebagai pengganggu rutin

dapat sangat melelahkan dan merampas kenyamanan hingga perlu mengadakan

perubahan.13 Untuk menghindari gangguan itu, Rasulullah SAW berwasiat kepada

seorang sahabat agar dapat menghindari hal-hal yang dapat memicu kemarahan.

‫ َﻟﺎ‬: ‫ َﻗﺎَل‬، ‫ﺻﻨِﻰ‬


ِ ‫ َأ ْو‬: َ‫ﺳﻠﱠﻢ‬
َ ‫ﷲ ﻋَﻠَﯿِْﮫ َو‬
ُ ‫ﻲ اﷲُ ﻋَﻨْﮫُ َانﱠ رَﺟُﻼَ َﻗﺎَل ِﻟﻠﻨﱠﺒِﻲﱢ ﺻَﻠﱠﻰ ا‬
َ ِ‫ﻋَﻦْ َاﺑِﻲْ ُھﺮَﯾْﺮََة رَﺿ‬

‫ ﺎَﻟ َﺗْﻐ َﻀ ْﺐ‬: ‫ َﻗﺎَل‬،‫ َﻓَﺮ ﱠد ِﻣَﺮ اًر ا‬. ‫َﺗْﻐ َﻀ ْﺐ‬

Dari Abu Hurairah RA. “Seseorang berkata kepada Nabi SAW,

‘Berwasiatlah kepadaku’. Beliau bersabda. ‘Jangan marah’ orang itu

mengulanginya beberapa kali dan beliau bersabda, ‘Jangan marah’.”14

Emosi marah bukan hal yang dilarang, karena ia merupakan naluri yang

tidak hilang dari tabi’at seseorang. maksud kata larangan di atas adalah sesuatu

usaha untuk mengendalikannhya dengan latihan. Seperti pendapat Al-Khaththabi,

“makna sabda Nabi SAW ‘Jangan marah’ adalah jauhi sebab-sebab yang
12
Agus Efendi. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful
intelligence atas IQ (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. I. h. 177
13
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 43
14
Al-H□fi□ Ibnu Hajar al-Asqal□n□. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.

Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h.


1

menimbulkan kemarahan dan jangan mendekati hal-hal yang mengarah

kepadanya.”15

Oleh karena itu, seorang perlu terlebih dahulu mengenali hal-hal yang dapat

menyebabkan kemarahan. Secara garis besar sebab yang menimbulkan marah itu

terdiri dari faktor fisik dan faktor psikis.16

A. Faktor Fisik

Faktor fisik antara lain: kelelahan yang berlebihan, zat-zat tertentu yang

menyebabkan marah, hormon kelamin pun dapat mempengaruhi kemarahan

seperti pada saat wanita sedang menstruasi. Berikut ini dampak-dampak lain yang

dapat ditimbulkan oleh lima faktor terhadap ketahanan emosi.17

1. Tidur

Tidur yang cukup memulihkan kemampuan seorang untuk berfikir jernih

dan bersikap tenang. Kurang tidur cenderung membuat orang lebih mudah jengkel

dan labil emosinya. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa orang dewasa rata-

rata butuh tidur minimal delapan jam sehari. Sementara remaja butuh lebih banyak

lagi. Kurang olah raga, jadwal tidur yang tidak teratur, stress yang tidak tertangani,

obat-obatan tertentu, penggunaan alkohol yang berlebihan, masalah- masalah

kesehatan seperti kelainan tidur (sleep apnea), dan kebiasaan tidur yang buruk

termasuk di antara faktor yang mengganggu tercapainya tidur yang nyenyak di

malam hari.

15
Al-H□fi□ Ibnu Hajar al-Asqal□n□. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.
Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h.400
16
Yadi Purwanto, dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 18
17
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.
1

2. Stres

Dengan tingkatan stress yang tinggi, seorang akan cenderung menjadi lebih

mudah jengkel dan memiliki daya tahan emosi yang lebih rendah. Tugas yang

terlalu banyak, tenggang waktu yang tidak realistis, perubahan hidup yang

signifikan, ketidakpastian, kecemesan, dan daya kendali yang rendah akan

meningkatkan ketegangan, mendorong seorang semakin dekat ke zona berbahaya

ketika pemicu amarah yang tak terduga muncul.

3. Bahan-Bahan Kimia

Alkohol, kafein, dan bahan-bahan kimia lain yang masuk ke tubuh, bisa

memperhebat emosi secara dramatis. Tidak seperti slogan yang umum diketahui,

alkohol tidak serta-merta membuat konsumen merasa gembira dan rileks. Jika

seorang dari awal sudah merasa kesal, sedih atau gelisah, alkohol cendrung akan

memperhebat perasaan tersebut, karena bahan ini menekan pusat dalam otak yang

sedianya memungkinkan seorang mengendalikan emosi. Kafein memperbesar

tingkat ketegangan dan dapat memperhebat rasa jengkel dan stress. Banyak pula

obat-obatan terlarang yang melemahkan kemampuan seorang untuk berfikir

jernih, meningkatkan emosi, dan secara khusus terkait dengan sikap-sikap agresif.

Jadi adalah penting untuk meneliti efek samping sebelum mengonsumsi

bahan makanan dan obat-obatan yang mengandung bahan kimia.

4. Makanan

Nutrisi yang cukup dan memadai adalah keharusan untuk mempertahankan

fleksibilitas dan memperkecil intensitas emosi. Ketika seorang lupa sarapan atau

makan siang misalnya, maka level gula darah akan menurun tajam. Begitupun

sebaliknya, mengonsumsi gula yang terlalu tinggi atau junk food dapat
2

meningkatkan kecenderungan naik-turunnya suasana hati yang bisa

mempengaruhi kemampuan menghadapi pemicu amarah berikutnya secara

konsisten. Akibatnya seorang menjadi lebih mudah marah dan letih, dan

kemampuan untuk berpikir jernih menurun. Menyantap makanan yang seimbang

dan memastikan memperoleh vitamin dan mineral yang penting, akan

meningkatkan daya tahan emosi dalam mengahapi apa pun yang muncul.

5. Penyakit

Ketika seorang terserang penyakit atau merasakan sakit, daya fleksibilitas

menurun. Saat sakit kepala, sakit perut, atau penderitaan kala terserang pilek atau

flu berat, sumber daya dalam diri kita terfokus kepada penyembuhan. Sebagai

akibatnya energi yang tersisa untuk menghadapi kejadian-kejadian yang

menyesakan dada menjadi kecil. Kondisi tersebut dapat mengacaukan kosentrasi

seorang untuk dapat sepenuhnya terfokus pada aspek-aspek penting dari suatu

situasi yang bisa menyulut kemarahan.

B. Faktor Psikis

Faktor psikis yang menimbulkan marah adalah erat kaitannya dengan

kepribadian seseorang. terutama sekali menyangkut apa yang disebut “self

concept yang salah” yaitu anggapan seseorang terhadap dirinya yang salah. Self

concept yang salah manghasilkan pribadi yang tidak seimbang. Karena seseorang

akan menilai dirinya sangat berlainan sekali dengan kenyataan yang ada. Self

concept yang salah terdapat tiga bagian yaitu:18

1. Rasa rendah diri, yaitu menilai dirinya sendiri lebih rendah dari yang

sebenarnya. Orang semacam ini mudah sekali tersinggung karena segala

18
Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 18-19
2

sesuatu dinilai sebagai yang merendahkannya, akibatnya wajar. Ia mudah

sekali marah.

2. Sombong, yaitu menilai dirinya sendiri lebih dari kenyataan yang

sebenarnya. Jadi merupakan sifat kebalikan sifat dari rasa rendah diri. Orang

yang sombong terlalu menuntut banyak pujian bagi dirinya. Jika yang

diharapkan tidak terpenuhi, ia wajar sekali marahnya.

3. Egoistis atau terlalu mementingkan diri sendiri, yang menilai dirinya sangat

penting melebihi kenyataan. Orang yang bersifat demikian akan mudah

marah karena selalu terbentur pada pergaulan sosial yang bersifat apatis

(masa bodoh), sehingga orang yang egoistis tersebut merasa tidak

diperlakukan dengan semestinya dalam pergaulan sosial.

C. Ekspresi Marah

Sebenarnya marah adalah suatu emosi penting yang memberi tahu bahwa

seorang perlu menyelesaikan suatu masalah. Menurut Triantoro Safari dan

Nofrans Eka Saputra dengan mengutip Greenberg dan Watson, 2002, bahwa

“Emosi marah bisa bersifat protektif, konstruktif, tetapi dapat juga bisa menjadi

destruktif.”19

Sayangnya emosi marah pada perakteknya tidak dimanfaatkan sebagai

resolusi masalah. Hal ini dikarenakan ketidak sadaran untuk melihat bahwa marah

atau cara seorang mengekspresikan kemarahan itu sendiri telah menjadi sebuah

masalah. Sesungguhnya kemarahan menjadi masalah jika memiliki dampak

19
Triantoro Safari dan Nofrans Eka Saputra. Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas
Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009), Cet.
I. h.73
2

tertentu bagi diri yang bersangkutan dan kehidupannya.20 Dampak marah tersebut

dapat dilihat jika kemarahan berdampak buruk terhadap orang lain,

mempengaruhi efisiensi dan performa peribadi, dan memperngaruhi kualitas

kesehatan21.

Para ilmuan sepakat bahwa budaya menentukan penyebab munculnya emosi

pada seseorang. Seperti pada perasaan marah merupakan emosi universal, namun

cara pengekspresian rasa marah pada satu budaya akan berbeda dengan cara

pengekspresian rasa marah pada budaya lainnya, entah itu terasa baik atau buruk,

mengerikan atau menakjubkan, berguna atau destruktif. 22 Begitupun kemampuan

untuk merasa jijik berlaku universal, namun penyebab timbulnya rasa jijik akan

mengalami perubahan sejalan dengan tahapan perkembangan, dan penyebab rasa

jijik juga berbeda-beda pada tiap budaya. Pada beberapa budaya, orang merasa

jijik terhadap ulat (yang dianggap ahli botani sebagai hewan yang cantik, dan

dianggap sebagai santapan yang lezat oleh suku Dani di Papua).23

Beberapa karakteristik dalam ekspresi kemarahan atau dikenal dengan

istilah wajah-wajah kemarahan oleh W.Robert Nay, PH.D, di antaranya berikut

ini:24

20
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 38-39
21
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.39-42
22
Carole Wade dan Carol Tavis. Psychology, 9th Edition. Penerjema Padang Mursalin
dan Dinastuti (Jakarta: Erlangga, 2007), Jilid 2. h. 129
23
Carole Wade dan Carol Tavis. Psychology, 9th Edition. Penerjemah Padang Mursalin
dan Dinastuti (Jakarta: Erlangga, 2007), Jilid 2. h. 130
24
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 69s
2

1. Pasif-Agresif

Pasif-Agresif yaitu menahan pujian, perhatian, atau kepedulian. Mungkin,

“melupakan” atau tidak menaati komitmen. Menjaga jarak ketika marah. Atau

melakukan sesuatu yang diketahui dapat membuat kesal orang lain.

2. Sarkasme

Sarkasme yaitu melontarkan “banyolan” atau sindirian yang menyakitkan

orang lain. Membuka aib seseorang dihadapan orang lain atau

mempermalukannya di depan umum. Mengeraskan suara dan sikap yang dapat

membuat orang muak atau tidak senang.

3. Kemarahan dingin

Kemarahan dingin yaitu menjauhkan diri dari orang lain selama beberapa

waktu. Menjaga jarak. Menolak menunjukan apa yang menjadi masalah.

Cenderung menghindari pembicaraan emosional ketika marah.

4. Permusuhan

Permusuhan yaitu menunjukan suatu gejolak perasaan, meninggikan volume

suara, seperti lebih tertekan. Berlaku seolah-olah diburu waktu. Secara jelas

menunjukan tanda-tanda frustasi dan kekesalan terhadap orang lain yang lamban

atau tidak memenuhi ekspektasi kompetensi dan kinerja yang tinggi.

5. Agresif

Agresif yaitu suara yang meninggi, melontarkan kata-kata keras dan atau

menghina. Kutukan, sumpah serapah, dan tuduhan. Memiliki pikiran atau

gambaran mental untuk menyakiti orang lain. Menumpahkan kemarahan dengan

menyentuh, mendorong atau menendang, atau memukul.


2

D. Penanggulangan Gejolak Marah dalam Ilmu Psikologi

Jika seorang pernah diminta untuk santai, tenang, atau sabar ketika gejolak

amarah sedang memuncak. Permintaan-permintaan seperti di atas hanya sedikit

ucapan menimbulkan efek yang jauh berbeda dari yang diharapkan, bahkan sering

kali justru memperburuk keadaan. Setidaknya, ucapan semacam itu tidak memiliki

pengaruh apa pun terhadap gejolak yang tengah dirasakan. Berpindah ke posisi

tenang begitu gejolak muncul bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan, karena itu

akan menentang seluruh respons fisiologi yang mempersenjatai seorang sejak

lahir.

Marah merupakan emosi dasar manusia yang tak terelakan. Ketika emosi

marah menguasai manusia, kamampuan untuk berpikir jernih tidak dapat bekerja

dengan baik. Terkadang muncul darinya beberapa tindakan atau perkataan

permusuhan yang kemudian akan disesalinya manakala marahnya mereda. 25 Pada

saat emosi marah meluap, pentinglah bagi seseorang untuk menahan serta

mengendalikan diri guna mengindari hal tersebut. Oleh karena itu, perlu metode-

metode untuk meredakan amarah dan kembali pada kondisi tenang dan rasional

ketika menemukan tanda-tanda mulai merasa marah dan kemarahan itu

memuncak melampaui kendali. Menurut W.Robert Nay. Ph.D ada beberapa

langkah dalam meredakan gejolak amarah yaitu:26

25
Muhammad Utsman Najati. Psikologi Dalam Al-Quran Terapi Qurani dalam
Penyembuhan Gangguan Kejiwaan. Penerjemah M. Zaka Al-Farisi (Bandung: CV. Pustaka Setia,
2005), Cet. I. h. 119
26
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 156-174
2

1. Napas Kehidupan: Pernapasan Diafragmatis untuk Mengelola Gejolak

Perubahan cara bernafas ini, yang disebut oleh Robert Nay sebagai

“pernapasan sinyal”, tidak hanya segera meredakan gejolak hingga ke skala

kemarahan yang lebih rendah, akan tetapi juga berguna untuk mengelola stres

sehari-hari, faktor yang memperhebat kemarahan. Ketika seorang tengah marah

jantung cenderung berdetak lebih cepat dari pada biasanya, maka dengan

melambatkan tingkat pernapasan akan membawa pada kondisi detak jantung jauh

lebih rileks dari sebelumnya.

2. Menegangkan Otot Tubuh Agar Menjadi Rileks

Relaksasi adalah salah satu teknik terapi perilaku. Kebanyakan masyarakat,

relaksasi diartikan sebagai pertisipasi dalam aktivitas olah raga, melihat TV, dan

rekreasi. Dipilihnya terapi relaksasi sebagai salah satu terapi mengendalikan

amarah, karena terapi ini efektif.27 Ketika seorang stres atau marah, otot-otot

bersiap untuk “bertarung atau mundur” dengan menegang, berancang-ancang

untuk beraksi. Dr. Edmund Jacobson, seorang psikolog di tahun 1920-an yang

dikutip oleh Robert Nay dalam bukunya menemukan bahwa respon relaksasi yang

mendalam bisa dicapai dengan mengajarkan pasien membedakan antara

ketegangan dengan relaksasi. Pendekatannya sangat sederhana. pasien

diperintahkan untuk menegangkan serangkaian kelompok otot, masing-masing

kurang lebih selama sepuluh sampai dua belas detik. Biasanya di mulai dengan

tangan dan jari-jari tangan dengan berkosentrasi pada apa yang dirasakan otot-otot

itu. Kemudian penegangan itu dikendurkan dan pasien memfokuskan perhatian

pada sensasi internal yang berhubungan dengan relaksasi. Pelemasan ini

27
Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono, Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 76
2

membantu meredakan gejolak kemarahan. Keadaan ini akan diperoleh setelah

melakukan langkah-langkah berikut sebanyak tiga atau empat kali:

a. Mengepalkan tangan sambil mengangkat dan mengencangkan bahu

sekuat mungkin

b. Menekankan bagian atas lengannya ke kedua sisi dadanya sambil

mengencangkan hingga pektoralnya (otot-otot dadanya) kaku.

c. Memasukan otot-otot perutnya

d. Mengernyitkan atau mengkerutkan wajah dan mencoba mengencangkan

otot-otot wajah sebanyak mungkin

3. Ucapan Otogenik: Menyatakan Niat

Relaksasi otogenik memanfaatkan kekuatan sugesti. Jika seorang mulai

memfokuskan kewaspadaan pada salah satu bagian tubuh anda, nyatakanlah

dalam benak berulang kali bagaimana yang dirasakan bagian tubuh itu ketika telah

sepenuhnya rileks. Relaksasi otogenik, “oto” berarti sendiri dan “genik” berarti

berubah, dari bahasa latin sangat mudah dipelajari dan terdiri dari dua hal:

a. Fokuskan perhatian sepenuhnya pada tiap bagian tubuh ketika

menyatakan suatu ucapan dalam kepala yang menggambarkan apa yang

dirasakan bagian tubuh berdasarkan pengalaman rileks sebelumnya.

Misalnya, kata “lancar dan sejuk” atau “hangat dan lemas”.

b. Ulangi ucapan itu empat kali, nyatakan dengan lembut dan perlahan serta

hubungkan dengan menarik napas penuh secara perlahan-lahan

hembuskan sambil menyatakan kalimat tersebut.


2

4. Khayalan: Membuka Jendela Mental Menuju Realitas yang Lebih Damai

Betapa imajinasi bisa sangat jelas. Mimpi terasa sangat nyata ketika seorang

baru saja terbangun, dengan mengulang peristiwa dalam pikiran membangkitkan

indra pengelihatan, penciuman, dan pendengaran seperti ketika pertama kali

merasakannya.

Memanfaatkan kemampuan untuk membuat bayangan itu nyata agar gejolak

kemarahan bisa diredakan. Membayangkan sebuah situasi secara jelas dapat

merangsang emosi-emosi yang serupa dengan apa yang benar-benar dialami.

Itulah sebabnya mengapa dengan hanya membayang-bayangkan pengalaman yang

memancing bisa memperpanjang rasa marah hingga berjam-jam atau bahkan

berhari-hari setelah kejadian sesungguhnya. Hendaknya sebaliknya,

membangkitkan bayangan yang positif bisa menjadi fondasi untuk bereaksi

terhadap sesuatu yang memicu kemarahan dengan sikap baru yang tenang.

5. Pengalihan yang Dapat Membantu

Hampir semua strategi yang manjur untuk mengalihkan fokus perhatian

pada sesuatu yang lebih netral, menonton atau menyibukan pikiran bisa

bermanfaat untuk melemahkan gejolak kemarahan. Pertimbangkanlah sejumlah

kemungkinan-kemungkinan yang mungkin bermanfaat ketika strategi-strategi

perbedaan kemarahan lainnya kurang berhasil menyejukan hati.

a. Berlahan lakukanlah hitungan mundur dari sepuluh hingga satu seraya

melepaskan ketegangan dan menghembuskan napas relaksasi yang

dalam.
2

b. Bacalah sebuah puisi, dengarkan bagian refain lagu kesukaan, atau

bacalah suatu kalimat yang memiliki makna spiritual misalnya sebuah

ayat Quran, Injil, atau Taurat.

c. Berkosentrasilah pada sesuatu yang menyibukan pikiran, misalnya

mencoba mengingat daftar belanjaan, perencanaan pesta.

Oleh sebab itu, ketika sensasi-sensasi tubuh akibat kemarahan yang

meningkat memberi sinyal bahwa seorang perlu meredakan gejolak tersebut.

seorang bisa berhenti beraksi secara lisan belajar berpaling dengan duduk atau

berbaring sejenak untuk meraih kendali. Seperti yang dilakukan Todd, misalnya,

tidak bisa begitu saja meninggalkan tempat karena dia adalah orang penting di

rapat bisnis. Saat lainnya berbicara, dia bisa mencoba duduk, bersandar,

mengendurkan otot-ototnya, dan melakukan pernapasan relaksasi, sambil

mengulang pikiran yang menenangkan setiap kali menarik napas seperti yang

digambarkan sebelumnya.28 Sebab sensor-sensor proprioseptif dalam tubuh

mengirimkan sinyal posisi yang lebih rileks ini ke otak, dan tak lama kemudian

ketegangan menyurut. Selain itu, duduk akan memperkecil kemungkinan

berkembangnya amarah menjadi agresi, dan orang lain akan merasa tidak terlalu

terancam. Sebaliknya, berdiri dan bergerak kesana kemari memberi sinyal ke otak

untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan level gejolak amarah.29

28
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.151
29
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 175-176
2

BAB III

KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS

A. Kriteria Keshahihan Sanad Hadis

Sanad1 hadis dapat dikatakan shahih jika telah sepenuhnya memenuhi

standar kriteria keshahihan sanad hadis yang telah ditetapkan. Dalam hal ini Ibn

Shalah telah menetapkan 4 standar keshahihan sanad hadis,2 yatiu:

1. Sanad hadis bersambung, yang dimaksud sanad bersambung ialah tiap-tiap

periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat

terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir

sanad dari hadis tertentu. Jadi, seluruh rangkaian sanad mulai dari

periwayat yang disandari oleh mukharij3 sampai pada Raulullah SAW

bersambung periwayatannya.4

2. Diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat5 (‘□dil lagi □□bi□)

3. Tidak mengandung Sy□dz, yang dimaksud sy□dz adalah penyimpanagan

oleh perawi tsiqat terhadap orang yang lebih kuat darinya.

1
Sanad menurut bahasa adalah sesuatu yang dipengangi (al-Mu’tamad). Disebut
demikian, karena matan bersandar dan berpegang kepada sanad. Sendangkan menurut istilah,
sanad adalah rangkaian para perawi yang menghubungkan pada matan. Lihat. Mahmud Tahhan,
Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1995), Cet. I. h. 98
2
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h. 276-277
3
Mukharij maksudnya ialah seorang yang menghimpun riwayat hadis dalam karya
tulisnya.
4
M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. 3. h. 131
5
Yang dimaksud Tsiqat adalah perawi hadis yang berstatus ‘□dil dan □□bi□. □dil
adalah orang yang lurus agamanya, baik pekertinya dan bebas dari kefasikan dan hal-hal yang
menjatuhkan keperwiraannya. Adapun □□bi□ adalah orang yang benar-benar sadar ketika
menerima hadis, paham ketika mendengar dan menghafalnya sejak menerima hingga
menyampaikannya. Lihat. Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu
Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998),
Cet. I. h. 276
3

4. Tidak mengandung ‘Illat, yang dimaksud ‘illat yakni seperti memursalkan

yang maushul, memutasilkan yang munqati’ ataupun memarfu’kan yang

mauquf.

B. Kegiatan Takhrij Hadis

Mengetahui masalah takhrij6 kaidah, dan metodenya adalah suatu yang

sangat penting bagi orang yang memperlajari ilmu-ilmu syar’i, agar mampu

melacak suatu hadis sampai pada sumber aslinya.7 Maka untuk mengetahui hal

tersebut, dalam kegiatan takhrij hadis ini penulis mencoba menelusuri dengan

dua metode. Pertama, metode penelusuran lafaz dengan merujuk kepada kitab al-

Mu’jam al-Mufahras li Alf□□ al-Had□ts al-Nabawiy. Kedua, metode awal matan

dengan merujuk kepada kitab Maus□’ah Al-A□r□f al-Had□ts al-Nabawiy al-

Syar□f

Adapun informasi yang dihasilkan dari kamus al-Mu’jam al-Mufahras li

Alf□□ al-Had□ts al-Nabawiy8 malalui penelusuran kata "9"‫ﻏﻀﺐ‬


menunjukkan

matan hadis yang dimaksud penulis terdapat di dalam kitab berikut ini:

6
Kata takhrij menurut arti bahasa
ialah: ‫اﺟﺘﻤﺎع أﻣﺮﯾﻦ ﻣﺘﻀﺎدﯾﻦ ﻓﻲ ﺷﻲء واﺣﺪ‬
Artinya: “Kumpulan dua perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah”
Sedangkan takhrij menurut istilah ialah:
‫اﻟﺤﺎﺟﺔ ﻋﻨﺪ ﻣﺮﺗﺒﺘﮫ ﺑﯿﺎِن ﺛﻢ ﺑﺴﻨﺪه أﺧﺮﺟْﺘ ﮫ اّﻟﺘﻲ اﻻﺻﻠّﯿﺔ ﻣﺼﺎدره ﻓﻰ اﻟﺤﺪﯾﺚ ﻣﻮﺿﻊ ﻋﻠﻰ‬
‫ اﻟّﺪ ﻻﻟﺔ‬Artinya: “menunjukan tempat hadis pada sumber-sumber aslinya, di mana hadis tersebut
telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan.
Menunjukan tempat hadis, berati menyebutkan kitab-kitab tempat hadis tersebut. misalnya,
perkataan ‫ي أﺧﺮج‬ ‫ ﺻﺤﯿﺤﮫ ﻓﻰ اﻟﺒﺨﺎر ﱡ‬maksudnya al-Bukhari telah mentakhrij dalam kitab Shahihnya.
lebih lanjut, lihat. Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah
Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 1-5
7
Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah Ridlwan
Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 7
8
Wingsing, Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alf□□ Al-Had□ts Al-Nabawiy (Madinah Laidn:
Maktabah Biril, 1936), Juz 4. h. 520
9
Hasil penelusuran dari kata ‫ ﻏﻀﺐ‬dalam kamus Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alf□□ Al-
Had□ts menginformasikan bahwa hadis yang berbicara tentang penanggulangan marah cukup
banyak. Diantaranya penanggulangan marah dengan cara duduk atau berbaring (Musnad Ahmad
bin Hanbal, Juz 5. h. 152), dengan cara diam (Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 1. h. 239), dengan
cara berwudu (Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 4. h. 236), perintah ‘janganlah marah’ (Shahih
3

152 /5 : ‫ﺣﻢ‬ -

Berdasarkan data dari kitab al-Mu’jam al-Mufahras, menunjukan bahwa

hadis yang tengah dicari hanya ada satu riwayat hadis, yakni terletak dalam

Musnad A□mad bin Hanbal, Juz V, halaman 152.

Sedangkan data yang dihasilkan kamus Maus□’ah Al-A□r□f10 yaitu

malalui penelusuran awal matan "‫ "ﻓﻠﯿﺠﻠﺲ ﻗﺎﺋﻢ وھﻮ أﺣﺪﻛﻢ ﻏﻀﺐ إذا‬menunjukan hasil

sebagai berikut:

‫ – ﻛﺌﯿﺰ‬1973 ‫ – ﺣﺐ‬8/23 ‫ – اﺗﺤﺎق‬5114 ‫ – ﻣﺸﻜﺎة‬3/162 ‫ – ﺳﻨﺔ‬152 :5/ ‫ – ﺣﻢ‬4781 : ‫د‬ -

8/70 2/101 – ‫ ﻋﺮ‬3/170 – ‫ﻣﺠﻤﻊ‬

Berdasarkan data dari kitab Maus□’ah Al-A□r□f ternyata menunjukan ada

sembilan kitab yang memuat riwayat hadis tersebut. Agar lebih jelas, penulis

sertakan makna dari lambang-lambang11 tersebut di bawah ini:

Keterangan Lambang

Kitab Sunan Ab□ D□ud : hadis ke-4781 4781 : ‫د‬ -

Kitab Musnad A□mad bin Hanbal, Juz V / halaman 152. 152 /5: ‫ﺣﻢ‬ -

kitab Syarh Al-Sunnah Lilbagaw□, Juz 3 / halaman 162 3/162 ‫ﺳﻨﺔ‬ -

Kitab Misyk□h Al-Masab□□ Littabr□z□, hadis ke-5114 5114 ‫ﻣﺸﻜﺎة‬ -

Kitab Itti□□f Al-S□dah Al-Muttaq□n lizzab□d□, Juz 8 / h. 8/23 ‫اﺗﺤﺎف‬ -

23

Kitab Maw□rid Al-Zam□n Lilhaitsam□, hadis ke-1973 1973 ‫ﺣﺐ‬ -

Kitab Kanzu Al-‘Umm□l Lilmuttaq□ Al-Hind□, Juz 2 / h. 2/101 ‫ ﻛﺌﯿﺰ‬-

Bukhari, kitab □dab hadis ke-76, Sunan Tirmizi, kitab Birr hadis ke-73, Muatha Malik, kitab
Husnu al-Khuluqi hadis ke-11, Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 2 h. 175)
10
Ab□ H□jir Muhammad al-Sa’□d bin Basy□n□ Zaglul. Mausu’ah A□r□f al- Had□ts
al-Nabawi al-Syar□f (Beirut: D□r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t), Juz 1. h. 356
11
Lihat. Ab□ H□jir Muhammad al-Sa’□d bin Basy□n□ Zaglul. Mausu’ah A□r□f al-

Had□ts al-Nabawi al-Syar□f (Beirut: D□r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t), Juz 1. h. 16-
3

101

Kitab Al-Mughn□ ‘an Hamli Al-Isf□ri Lil’ir□q□, Juz 3 / h. 3/170 ‫ﻋﺮ‬ -

170

Kitab Mujm’a Al-Zaw□id Lilhaitsam□, Juz 8 / halaman 70 8/70 ‫ﻣﺠﻤﻊ‬ -

Namun, riwayat yang terdapat dalam Al-Kutub al-Tis’ah12 yang dimaksud

penulis, hanya terdapat dua riwayat hadis yaitu masing-masing terletak dalam kitab-

kitab sebagai berikut :

1. Sunan Ab□ D□ud, Juz IV, hadis ke-1874, halaman 250 (satu riwayat)

2. Musnad A□mad bin Hanbal, Juz V, halaman 152 (satu riwayat).

Redaksi hadis dari hasil penelusuran tersebut adalah sebagai berikut :

a. Hadis Riwayat Abu Daud:

‫َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َأْﺣ َﻤ ُﺪ ْﺑُﻦ َﺣ ْﻨَﺒٍﻞ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َأُﺑﻮ ُﻣ َﻌﺎِوَﯾَﺔ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َداُو ُد ْﺑُﻦ َأِﺑﻰ ِھْﻨٍﺪ َﻋْﻦ َأِﺑﻰ َﺣ ْﺮ ِب ْﺑِﻦ اَﻷْﺳَﻮِد َﻋْﻦ‬

‫َأِﺑﻰ َذ ﱟر َﻗﺎَل ِإنﱠ َرُﺳ ﻮَل ِﮫﱠﻠﻟا ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ َﻗﺎَل َﻟَﻨﺎ ِإَذ ا َﻏ ِﻀَﺐ َأَﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َو ُھَﻮ َﻗﺎِﺋٌﻢ َﻓْﻠَﯿْﺠ ِﻠْﺲ‬
13
‫َﻓِﺈْن َذ َھَﺐ َﻋ ْﻨُﮫ اْﻟَﻐَﻀُﺐ َوِإﻻﱠ َﻓْﻠَﯿْﻀ َﻄِﺠ ْﻊ‬

b. Hadis Riwayat Ahmad bin Hanbal:

‫ َﻋْﻦ َأِﺑﻲ َﺣ ْﺮ ِب ْﺑِﻦ‬، ‫ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َداُو ُد ْﺑُﻦ َأِﺑﻲ ِھْﻨٍﺪ‬، ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َأُﺑﻮ ُﻣ َﻌﺎِوَﯾَﺔ‬

‫ َﻓَﺠ ﺎَء َﻗْﻮ ٌم‬، ‫ َﻛ ﺎَن َﯾْﺴِﻘﻲ َﻋ َﻠﻰ َﺣ ْﻮ ٍض َﻟُﮫ‬: ‫ َﻗﺎَل‬، ‫ َﻋْﻦ َأِﺑﻲ َذ ﱟر‬، ‫ َﻋْﻦ َأِﺑﻲ اَﻷْﺳَﻮِد‬، ‫َأِﺑﻲ اَﻷْﺳَﻮِد‬

‫ َﻓَﺠ ﺎَء اﻟﺮﱠُﺟ ُﻞ‬، ‫ َأَﻧﺎ‬: ‫ َأ ﱡﯾُﻜ ْﻢ ُﯾﻮِر ُد َﻋ َﻠﻰ َأِﺑﻲ َذ ﱟر َو َﯾْﺤ َﺘِﺴ ُﺐ َﺷ َﻌَﺮ اٍت ِﻣ ْﻦ َر ْأِﺳ ِﮫ ؟ َﻓَﻘﺎَل َرُﺟ ٌﻞ‬: ‫َﻓَﻘﺎَل‬

، ‫ َﯾﺎ َأَﺑﺎ َذ ﱟر‬: ‫ َﻓِﻘﯿَﻞ َﻟُﮫ‬، ‫ ُﺛ ﱠﻢ اْﺿ َﻄَﺠ َﻊ‬، ‫ َو َﻛ ﺎَن َأُﺑﻮ َذ ﱟر َﻗﺎِﺋًﻤ ﺎ َﻓَﺠ َﻠَﺲ‬، ‫َﻓَﺄْو َر َد َﻋ َﻠْﯿِﮫ اْﻟَﺤ ْﻮ َض َﻓَﺪ ﻗﱠُﮫ‬

12
Shah□h al-Bukh□ri, Shah□h Muslim, Sunan Ab□ D□ud, Sunan al-Nas□’i, Sunan
Tirmiz□, Sunan Ibni M□jah, Sunan al-D□rimi, Muatha M□lik, Musnad A□mad bin Hanbal
13
Ab□ D□ud Sulaim□n ibn Asy’asy Al-Sijistani, Sunan Ab□ D□ud (T.tp.: Dar Al-Fikr,

t.t.), Juz 4, h.
3

‫ ِإَذ ا‬: ‫ ِإنﱠ َرُﺳ ﻮَل اِﷲ َﺻ ﻠﱠﻰ ُﮫﱠﻠﻟا َﻋ َﻠْﯿِﮫ َو َﺳ ﻠﱠَﻢ َﻗﺎَل َﻟَﻨﺎ‬: ‫ َﻓَﻘﺎَل‬: ‫ ُﺛ ﱠﻢ اْﺿ َﻄَﺠ ْﻌَﺖ ؟ َﻗﺎَل‬، ‫ِﻟَﻢ َﺟ َﻠْﺴَﺖ‬

.14 ‫ َﻓِﺈْن َذ َھَﺐ َﻋ ْﻨُﮫ اْﻟَﻐَﻀُﺐ َوِإﻻﱠ َﻓَْﻠﯿْﻀ َﻄِﺠ ْﻊ‬، ‫َﻏ ِﻀَﺐ َأَﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َو ُھَﻮ َﻗﺎِﺋٌﻢ َﻓْﻠَﯿْﺠ ِﻠْﺲ‬

Dalam kegiatan takhrij dengan dua metode ini menghasilkan redaksi hadis

seperti yang tertulis di atas, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud (Hadis

ke-4781) dan Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal yang akan dibahas

berikut ini.

Selanjutnya hadis yang menjadi objek penelitian penulis adalah hadis yang

diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal. Sebab meski ia sangat teguh memegang

hadis, tidak jarang terbukti ia memakai hadis-hadis □a’□f selama kedaifannya

tidak disebabkan kebohongan perawinya, pada hal-hal yang menyangkut

keutamaan amal, atau yang tidak menyangkut hukum.15 Adapun redaksi hadis

tersebut berikut ini:

‫ َﻋْﻦ َأِﺑﻲ َﺣ ْﺮ ِب ْﺑِﻦ‬، ‫ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َداُو ُد ْﺑُﻦ َأِﺑﻲ ِھْﻨٍﺪ‬، ‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َأُﺑﻮ ُﻣ َﻌﺎِوَﯾَﺔ‬

‫ َﻓَﺠ ﺎَء َﻗْﻮ ٌم‬، ‫ َﻛ ﺎَن َﯾْﺴِﻘﻲ َﻋ َﻠﻰ َﺣ ْﻮ ٍض َﻟُﮫ‬: ‫ َﻗﺎَل‬، ‫ َﻋْﻦ َأِﺑﻲ َذ ﱟر‬، ‫ َﻋْﻦ َأِﺑﻲ اَﻷْﺳَﻮِد‬، ‫َأِﺑﻲ اَﻷْﺳَﻮِد‬

‫ َﻓَﺠ ﺎَء اﻟﺮﱠُﺟ ُﻞ‬، ‫ َأَﻧﺎ‬: ‫ َأ ﱡﯾُﻜ ْﻢ ُﯾﻮِر ُد َﻋ َﻠﻰ َأِﺑﻲ َذ ﱟر َو َﯾْﺤ َﺘِﺴ ُﺐ َﺷ َﻌَﺮ اٍت ِﻣ ْﻦ َر ْأِﺳ ِﮫ ؟ َﻓَﻘﺎَل َرُﺟ ٌﻞ‬: ‫َﻓَﻘﺎَل‬

، ‫ َﯾﺎ َأَﺑﺎ َذ ﱟر‬: ‫ َﻓِﻘﯿَﻞ َﻟُﮫ‬، ‫ ُﺛ ﱠﻢ اْﺿ َﻄَﺠ َﻊ‬، ‫ َو َﻛ ﺎَن َأُﺑﻮ َذ ﱟر َﻗﺎِﺋًﻤ ﺎ َﻓَﺠ َﻠَﺲ‬، ‫َﻓَﺄْو َر َد َﻋ َﻠْﯿِﮫ اْﻟَﺤ ْﻮ َض َﻓَﺪ ﻗﱠُﮫ‬

‫ ِإَذ ا‬: ‫ ِإنﱠ َرُﺳ ﻮَل اِﷲ َﺻ ﻠﱠﻰ ُﮫﱠﻠﻟا َﻋ َﻠْﯿِﮫ َو َﺳ ﻠﱠَﻢ َﻗﺎَل َﻟَﻨﺎ‬: ‫ َﻓَﻘﺎَل‬: ‫ ُﺛ ﱠﻢ اْﺿ َﻄَﺠ ْﻌَﺖ ؟ َﻗﺎَل‬، ‫ِﻟَﻢ َﺟ َﻠْﺴَﺖ‬

. ‫ َﻓِﺈْن َذ َھَﺐ َﻋ ْﻨُﮫ اْﻟَﻐَﻀُﺐ َوِإﻻﱠ َﻓْﻠَﯿْﻀ َﻄِﺠ ْﻊ‬، ‫َﻏ ِﻀَﺐ َأَﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َو ُھَﻮ َﻗﺎِﺋٌﻢ َﻓْﻠَﯿْﺠ ِﻠْﺲ‬

Artinya : “Menceritakan padaku ‘Abdullah, menceritakan padaku ayahku,


menceritakan padaku Abu Mu’awiyah, menceritakan padaku Daud bin Abi
Hind dari Abu Harb bin Abu Aswad dari Abu Aswad dari Abu Dzar.
Berkata Abu Aswad, waktu itu Abu Dzar sedang berjalan ke kolamnya,
kemudian datang sekelompok orang : siapa di antara kalian yang inginkan

14
A□mad bin Hanbal, Musnad Al-Im□m A□mad bin Hanbal (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t.),
Jilid 5, h. 152
15
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jambatan,
1992), h.
3

Abu Dzar dan menghitung-hitung rambut kepalanya, seorang laki-laki : aku,


kemudian laki-laki itu menuju kolam dan mengetuk kolam, pada waktu itu
Abu Dzar berdiri maka ia duduk lalu ia berbaring, maka laki-laki itu
menghampirinya dan berkata : hai Abu Dzar mengapa tadi kamu duduk dan
kemudian berbaring ? maka Abu Dzar berkata : Sesungguhnya Rasulullah
Saw bersabda kepada kami, jika di antara kalian marah dan dalam keadaan
berdiri maka duduklah jika itu bisa menhilangkan marah, jika tidak maka
berbaringlah.”

B. Kegiatan I’tibar

Setelah melakukan Takhrij al-hadis dalam penelitian sanad ini penulis

melakukan kegiatan I’tibar.16 I’tibar dilakukan untuk memperlihatkan dengan

jelas seluruh jalur sanad hadis yang diteliti, termasuk nama-nama periwayatannya,

dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang

bersangkutan.17 Dalam melakukan i’tibar dapat dibantu dengan pembuatan

skema18 serta diagram sanad. Hal ini guna memudahkan pemahaman dan

efektifitas kegiatan penelitian terhadap hadis yang dimaksud.

Dalam hal ini diperlukan sikap kecermatan di dalam melakukan kegiatan

penelitian hadis. Menurut M. Syuhudi Ismail, dalam melukiskan jalur-jalur sanad,

garis-garisnya jelas sehingga dapat dibedakan antara jalur sanad yang satu dan

jalur sanad yang lainnya. Nama-nama periwayat dan lambang-lambang

periwayatan yang dicantumkan di dalam skema sanad harus cermat sehingga tidak

mengalami kesulitan tatkala dilakukan penelitian terhadap masing-masing

16
I’tibar merupakan bentuk masdar dari kata I’tabara. menurut bahasa al-I’tibar adalah
“peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatu yang sejenis”.
Sementara menurut istilah, al-i’tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu
hadis tertentu. lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta:
Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h. 51
17
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
Cet. I. h. 52
18
Dalam pembuatan skema ada tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian , yakni
(1) jalur seluruh sanad; (2) nama-nama periwayat seluruh sanad; dan (3) metode periwayatan
yang digunakan oleh masing-masing periwayat. Lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail,
Metodologi
Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h.
3

periwayat dan bahkan dapat menyebabkan kesalahan dalam menilai sanad yang

bersangkutan.19

Informasi di atas menunjukan terdapat dua mukharij yakni Ahmad bin

Hanbal dan Abu Daud. Dengan demikian penulis membuat bagan berikut ini :

SKEMA SANAD HADIS

« ‫» ِإَذ ا َﻏ ِﻀَﺐ َأَﺣ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َو ُھَﻮ َﻗﺎِﺋٌﻢ َﻓْﻠَﯿْﺠ ِﻠْﺲ َﻓِﺈْن َذ َھَﺐ َﻋ ْﻨُﮫ اْﻟَﻐَﻀُﺐ َوِإﻻﱠ َﻓْﻠَﯿْﻀ َﻄِﺠ ْﻊ‬

‫َر ُﺳﻮل ِﮫﱠﻠﻟا َﺻ ّﻠﻰ اُﷲ َﻋ َﻠﯿِﮫ َو َﺳ ﻠﱠﻢ‬

‫ﻗﺎﻝ‬
‫أﺑﻲ ذّر‬
23.w( )H
(w.32
‫ﻋﻦ‬

‫أﺑﻲ اﻷﺳﻮد‬
96.w( )H

‫ﻋﻦ‬

‫أﺑﻲ ﺣﺮب ﺑﻦ أﺑﻲ‬


‫اﻷﺳﻮد‬
‫ﻋﻦ‬
‫داود ﺑﻦ أﺑﻲ ھﻨﺪ‬
731.w( )H
(w.137
‫ﺛﻨﺎ‬
‫أﺑﻮ ﻣﻌﺎوﯾﺔ‬
591.w( )H
(w.195

‫ﺛﻨﺎ‬

( ‫أﺑﻲ )َأْﺣ َﻤ ُﺪ ْﺑُﻦ َﺣ ْﻨَﺒٍﻞ‬


19
(w.164 H-241 H)
M.Syuhudi Ismail, Met odologi Penelitian Hadis Nabi akarta: Bulan Bintang, 1992),

Cet. I. h.52-
3

(164 H-241 H)

‫ﺣﺪﺛ ﻨﺎ‬ ‫ﺣﺪﺛ ﲏ‬

‫أﺑﻮ داود‬ ‫ﻋﺒﺪ اﷲ‬


202
(213 H-275
H-290 (213 H-290
H H)

C. Penelitian Sanad Hadis Ahmad bin Hanbal

Meneliti Sanad berarti mempelajari rangkaian para perawi dalam sanad

dengan cara mengetahui biografi masing-masing perawi, kuat dan lemahnya

dengan gambaran umum, dan sebab-bebab kuat dan lemah perawi secara terinci. 20

Seperti yang akan dijelaskan berikut ini.

Setelah memperhatikan skema seluruh sanad di atas, terdapat dua mukharij

yang mencantumkan hadis tersebut di dalam kitab karyanya, dua jalur sanad

tersebut berakhir pada Abu Dzar Al-Ghifari. Dengan demikian, tampak jelas

mulai dari periwayatan pertama sampai terakhir dapat diketahui bahwa

periwayatan yang berstaus syahid21 tidak ada, karena ternyata Abu Dzar

merupakan satu-satunya sahabat yang meriwayatkan hadis yang tengah diteliti

tersebut. maka sanad hadis tersebut termasuk Gharib22 bagian dari hadis Ahad

yang perlu diteliti keorsinilannya.

20
Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, penerjemah Ridlwan
Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 97
21
Syahid ialah hadis yang periwayat di tingkat sahabat Nabi SAW terdiri dari lebih
seorang. Lihat. M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. III. h. 145
22
Hadis Gharib merupakan salah satu bagian hadis Ahad (hadis yang diriwayatkan oleh
satu orang). Gharib secara bahasa berarti yang jauh dari kekerabatan. Sedangkan hadis Gharib
secara istilah ialah hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri. Lihat.
Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2005), Hal. 113

dan
3

Kemudian lambang-lambang metode periwayatan yang terdapat dalam hadis

tersebut di antaranya adalah □addatsana, ‘an, dan q□la. itu menunjukan,

terdapat perbedaan metode yang digunakan para periwayat dalam sanad hadis

tersebut.

Selanjutnya sanad yang akan diteliti adalah hadis yang diriwayatkan oleh

Ahmad bin Hanbal dengan alasan seperti yang telah diutarakan sebelumnya.

Adapun Urutan nama periwayat hadis Ahmad bin Hanbal di atas adalah

sebagai berikut:

1. Periwayat I : Ab□ Dzar al-Ghif□ri

2. Periwayat II : Ab□ Aswad Al-□i□ly

3. Periwayat III : Ab□ Harb bin Ab□ Al-Aswad

4. Periwayat IV : D□ud bin Ab□ Hind

5. Periwayat V : Ab□ Mu’□wiyah Mu□ammad bin Khaz□m

6. Periwayat VI : A□mad bin Hanbal

Dalam kegiatan kritik sanad berikut ini akan diuraikan para perawi hadis

dalam skema sanad hadis tersebut dari mukharij Abdullah bin Hanbal dan Ahmad

bin Hanbal.23 seterusnya hingga periwayat pertama :

1. Abdullah

Bernama lengkap ‘Abdullah bin A□mad bin Mu□ammad bin Hanbal bin

Hilali bin Asad al-Syaib□ni, Ab□ ‘Abdirrahm□n al-Baghd□di.24 Lahir pada

tahun 213 H dan wafat pada hari Minggu pada akhir siang bulan Jumadil Akhir

23
Ahmad bin Hanbal selain sebagai periwayat hadis juga sebagai mukharij. Namun
penghimpunan hadis-hadisnya tidak dilakukan sendiri, tetapi dengan cara memerintahkan
putranya (Abdullah bin Ahmad bin Hanbal) untuk menulis kitabnya. Oleh sebab itulah penulis
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 14. h.
3
menetapkan Abdullah sebagai mukharij dalam jalur Ahmad bin Hanbal.
24
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-

Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 14. h.


3

tahun 290 H kemudian dimakamkan di makam “B□bu al-Tibani.” Sebagai

penghormatan terakhir sebelum dimakamkan, anak saudaranya bernama Juhair

bin Shaleh ikut menshalatkan zenajahnya.25

Guru dan Murid : ‘Abdullah bin Hanbal menerima hadis kepada 94 guru. di

antaranya : Ibr□h□m Bin Ism□’il bin Yahya bin Salamah bin Kuhail, Ibr□h□m

bin Al-Hajj□j Al-Sy□m□, Ibr□h□m bin Al-Hasan Al-B□hil□ Al-Maqrai,

A□mad bin Ibr□h□m Al-Dauraq□, A□mad bin Ibr□h□m Al-Mausl□, A□mad

bin Mu□ammad bin Ayub Sh□hib Al-Magh□z□, Ab□hi A□mad bin

Mu□ammad bin Hanbal dan lain sebagainya. Adapun Murid-muridnya berjumlah

27 orang di antaranya : Al-Nas□’i, Ab□ Bakar A□mad bin Ja’far bin Hamdan

bin M□lik Al-Qathi’i Ab□ Husain A□mad bin Ja’far bin Mu□ammad bin

‘Ubaidillah Ibnu Al-Mun□di, A□mad bin Salman dan seterusnya.26

Komentar ulama kritikus hadis terhadapnya27 sebagai berikut:

1. Ibr□h□m bin Mu□ammad bin Basyar berkata: qad wa’□ ‘ilman

kats□ran28

2. Al-Q□d□ Ab□ Ya’la bin Farra’i berkata: ‘Abdullah ma□□□□ min Ilmi

al-□adits aw min hif□ al-had□ts29

25
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 14. h. 291
26
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 14. h. 286-289
27
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 14. 289-290
28
Artinya, “Abdullah telah menerima dan memberi ilmu yang banyak” ta’dil tersebut
termasuk dalam tingkatan ke-4 karena penta’dilan menunjukan adanya kedabitan tanpa adanya
isyarat akan keadilan. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2005), h. 88
29
Artinya, “Abdullah adalah seorang yang diberi nasib baik dari ilmu hadis atau dari
penghafal hadis” ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2 karena penta’dilan menunjukan
adanya sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat.

Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h.
4

3. Ab□ Bakr Al-Kh□tib berkata: Abdullah adalah seorang yang tsiqatan

tsabatan f□himan.30

Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat disimpulkan

Abdullah sebagai seorang yang tsiqat.31 Tidak ada seorang ulama pun yang

melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, hadis yang diriwayatkan Abdullah

ini bersambung kepada Ahmad bin Hanbal. Hal ini dapat dilihat melalui metode

periwayatannya secara al-sama’,32 selain itu mereka berhubungan anak dan ayah

yang memiiki kesamaan tempat tinggal dan hidup semasa, bahwa Abdullah hidup

selama 28 tahun sebelum wafatnya Ahmad.

2. Abi (Ahmad bin Hanbal)

Bernama lengkap, A□mad bin Mu□ammad bin Hanbal bin Hilali bin Asad

Al-Syaib□n□, Ab□ ‘Abdillah Al-Marwazi, kemudian Baghd□d□. Ab□

dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabi’ul Awal tahun 164 H-241 H. dan wafat

di sana.33 Ayah Mu□ammad bin Hanbal wafat saat ia masih kecil,

sepeninggal

ayahnya kemudian ia diasuh oleh ibnunya dengan kehidupan yang sangat

30
Ta’dil yang dilontarkan kepada Abdullah ini berkualitas ke-2 dalam tingkatan ta’dil.
Artinya, secara hukum periwayatan Abdullah tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat.
Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89
31
Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis
terhadapnya, menunjukan penta’dilan lebih banyak berada pada tingkatan ke-2 dengan
menyebutkan sifat yang menguatkan ketsiqahannya. Artinya, secara hukum ketsiqahan Abdullah
tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu
Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89
32
as-Sama’ ialah penerimaan hadis dengan cara mendengar langsung lafal hadis dari
guru hadis baik secara didiktekan atau disampaikan dalam pengajian. Mayoritas ulama
menempatkan cara menerimaan riwayat as-Sama’ berstatus tertinggi dalam periwayatan hadis.
33
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1 h. 445
4
Lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,
2005), Cet. III.
h. 60

33
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1 h. 445
4

sederhana.34 Ahmad pernah melakukan perjalanan pendidikannya ke berbagai

daerah di antaranya Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam, dan

Jazirah.35 Ia pun merupakan seorang yang tekun beribadah, mengerjakan shalat

setiap hari dan setiap malam sebanyak 103 raka’at dan terkadang mendekati 180

raka’at, pada saat sakit ia shalat setengah dari 103 raka’at. Saat kecil sudah hafal Al-

Qur’an36 dan selalu menghatamkan bacaan Al-Qur’an setiap satu pekan sekali.37

Guru dan Murid : A□mad bin Mu□ammad bin Hanbal menerima hadis

kepada 129 guru, di antaranya, Ibr□h□m bin Kh□lid Al-Shan’□n□, Ibr□h□m

bin Sa’d Al-Zuhr□, Ibr□h□m bin syam□s Al-Samarqand□ Ibr□h□m bin Ab□

Al-‘Abbas Al-Baghd□d□, Ish□q bin Y□suf Al-Azraq, Ab□ Mu’□wiyyah bin

Kh□zim Al-□ar□ri, dan seterusnya.38 Adapun murid yang menerima hadis

darinya sebanyak 85 orang di antaranya, Al-Bukh□ri, Muslim, Ab□ D□ud,

Ibr□h□m bin Ish□k, A□mad bin Hasan bin Junaidib Al-Tirmiz□, ‘Abdullah bin

A□mad bin Mu□ammad bin Hanbal. Dan seterusnya.39

Komentar ulama kritikus hadis terhadapnya sebgai berikut:

34
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jambatan,
1992), h. 80
35
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1. h. 437
36
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jambatan,
1992), h. 80
37
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1. h. 458-459
38
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1. h. 437-440

39
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1 h. 440-442
4

1. A□mad bin Salamah al-Nais□b□riy berkata:40 Aku tidak melihat Aswad

al-Ra’si lebih hafal hadis Rasulullah dan tidak ada yang lebih mengetahui

fiqih serta maknanya dari ayahnya ‘Abdullah bin Hanbal41

2. Sh□leh bin A□mad bin Abdillah bin Sh□leh berkata: Ahmad itu

Tsiqatun, Tsabtun f□ al-□ad□ts.42 Ia orang yang mulia, orang yang

mengerti dalam hadis, Ia mengikuti □ts□r, Sh□hibu al-Sunnah wa

khairin.

3. Ab□ Bakr al-Marr□dzi berkata:43 Aku hadir pada saat Aba Tsauri

ditanya suatu hal, lalu ia berkata, ‘berkata Abu Abdillah Ahmad bin

Hanbal Guru kami, Imam kami, masalah tersbut begini dan begini.44

4. ‘Abdullah bin D□ud Al-Khuraibi berkata: Ahmad adalah paling Utama

di Masanya45. Dengan pandangan yang sama berkata pula Ab□ Ish□k

Al-Fazari, dan Nasr bin ‘Al□.

Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat disimpulkan

Ahmad sebagai seorang yang tsiqat.46 Tidak ada seorang ulama pun yang

40
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1 h. 456
41
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan pertama, dengan menggunakan bentuk
superlatif dalam penta’dilan atau dengan menggunakan wajan af’ala. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
42
Artinya, “Ahmad adalah seorang yang adil dan dabit, tetap di dalam hadis” ta’dil
tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2 karena penta’dilan menunjukan adanya sifat yang
menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
43
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 1. h. 453
44
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-5, dengan tidak menunjukan adanya
pentsiqatan atau celaan. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
45
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-5, dengan tidak menunjukan adanya
pentsiqatan atau celaan. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
46
Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis
terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas tertinggi dalam tingkatan penta’dilan
karena di antara ta’dil ada yang menggunakan bentuk superlatif dalam penta’dilan atau dengan

menggunakan wajan af’ala Artinya, secara hukum ketsiqahan Ahmad bin Hanbal tersebut
4

melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, hadis yang diriwayatkan Ahmad ini

bersambung kepada Abu Muawiyah. Hal ini dapat dilihat melalui metode

periwayatannya secara al-sama’. Selain itu, hubungan sebagai murid Abu

Muawiyah dan jarak kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan

merekapun hidup semasa. Bahwa Ahmad hidup selama 31 tahun sebelum

wafatnya Abu Muawiyah.

3. Abu Muawiyah

Bernama lengkap, Ab□ Mu’□wiyah Mu□ammad bin Khaz□m Al-□ar□ri,

Al-K□f□.47 Ia menetap di Kufah, Ab□ Mu’□wiyah wafat di usia ke-82 tahun,

tepatnya 195 H.48

Guru dan Murid : guru Ab□ Mu’□wiyah cukup banyak. Di antarnaya Al-

A’masy, D□ud bin Ab□ Hind dan lain sebagainya. Demikian pula murid yang

menerima hadis darinya cukup banyak. Diantaranya adalah Ab□ Bakar bin Ab□

Syaibah, A□mad bin Mu□ammad bin Hanbal, dan lain sebagainya.49

Komentar ulama terhadapnya antara lain :

Ahmad bin Ali bin Hajr Al-Asqalani berkata:50 Abu Muawiyah adalah tsiqatun,

A□f□□ al-N□s li□ad□ts al-A’masy51

diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89
47
H□fi□ A□mad bin ‘Al□ bin Hajar Al-‘Asqal□n□, Taqr□b Al-Tahdz□b (T.tp.: D□r
Al-‘□simah, t.t.), Huruf ‫ م‬h. 840
48
H□fi□ A□mad bin ‘Al□ bin Hajar Al-‘Asqal□n□, Taqr□b Al-Tahdz□b (T.tp.: D□r
Al-‘□simah, t.t.), Huruf ‫ م‬h. 840 ; Footnote. Im□m Muslim bin Hajjaj, Kun□ wa Al-Asm□’
(T.tp.: Tanpa penerbit, 1404 H/1984), Cet. I. Jilid II. h. 759
49
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 34. h. 304
50
H□fi□ A□mad bin ‘Al□ bin Hajar Al-‘Asqal□n□, Taqr□b Al-Tahdz□b (T.tp.: D□r
Al-‘□simah, t.t.), Huruf ‫ م‬h. 840 ; Im□m Muslim bin Hajjaj, Kun□ wa Al-Asm□’ (T.tp.:
Tanpa penerbit, 1404 H/1984), Cet. I. Jilid II. h. 759
4

Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat disimpulkan

Abu Muawiyah sebagai seorang yang tsiqat.52 Tidak ada seorang ulama pun yang

melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, hadis yang diriwayatkan Abu

Muawiyah ini bersambung kepada Daud bin Abi Hindi. Hal ini dapat dilihat

melalui metode periwayatannya secara al-sama’. Selain itu, hubungan sebagai

murid Daud dan jarak kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan

merekapun hidup semasa. Bahwa Abu Muawiyah hidup selama 24 tahun sebelum

wafatnya Daud bin Abi Hindi.

4. Daud bin Abi Hindi

Bernama lengkap, D□ud bin Ab□ Hind dan namanya D□n□r bin

‘Udz□fir, dikatakan □ahm□n Al-Qusyair□ Ab□ Bakr, dan Ab□ Mu□ammad Al-

Basr□.53 D□ud bin Ab□ Hind wafat di Bashrah pada 137 H.

Guru dan Murid : D□ud bin Ab□ Hind Cukup Banyak. Di antaranya adalah

Bisyr bin Numair, Bakr bin Abdillah Al-Muzan□, Al-Hasan Al-Basriy, Ab□

Harb bin Ab□ Al-Aswad. Dan lain sebagainya. Demikian pula murid yang

menerima hadis darinya cukup banyak. Di antaranya adalah Ibr□h□m bin

51
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan pertama, dengan menggunakan bentuk
superlatif dalam penta’dilan atau dengan menggunakan wajan af’ala. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
52
Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis
terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas tertinggi dalam tingkatan penta’dilan.
Artinya, secara hukum ketsiqahan Abu Muawiyah tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah.
Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h.
88-89
53
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 8. h. 461
4

□ahm□n, Ism□’□l bin ‘Ulaiyah, Asy’ats bin ‘Abdi Al-Malik, Ab□ Mu’□wiyah

Al-□ar□ri. Dan lain sebagainya.54

Komentar ulama kritikus hadis terhadapnya55 sebagai berikut.

1. Ibnu Mub□rak berkata: dia itu “□uf□□ al-Basriyy□n”56

2. ‘Abdullah bin A□mad bin □anbal berkata: tsiqatun tsiqatun57

3. Ish□q bin Mans□r berkata: tsiqatun58

4. A□mad bin ‘Abdullah Al-‘Ijlyy berakta: Tsiqatun Jayyid al-Isn□di dan

dia adalah laki-laki yang shaleh59

5. Ab□ □atim dan Al-Nas□’□ berkata: tsiqatun60

6. Ya’q□b bin Syaibah berkata : tsiqatun tsabtun61

Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat di simpulkan

Daud sebagai seorang yang tsiqat.62 Tidak ada seorang ulama pun yang

54
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 8. h. 462-464
55
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 8. h. 465
56
Artinya, “orang yang paling hafal di negeri Bashrah” ta’dil tersebut termasuk dalam
tingkatan pertama, dengan menggunakan bentuk superlatif dalam penta’dilan atau dengan
menggunakan wajan fu’□lu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
57
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang
menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
58
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya
penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2005), h. 88
59
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang
menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
60
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya
penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2005), h. 88
61
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang
menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
62
Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis
terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas tertinggi dalam tingkatan penta’dilan.
Karena Abu Hatim dan Nasa’i tergolong kelompok ulama jarh mutasyadid . Artinya secara
hukum ketsiqahan Daud bin Abi Hind tersebut sangat kuat dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-
Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89
4

melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, Daud menerima hadis dari Abi

Harb dengan metode periwayatannya ‘an’anah.63 Meskipun Daud memakai

metode tersebut, tetapi sanad dari Daud kepada Abi Harb bersambung juga,

karena Daud seorang periwayat tsiqat yang tidak pernah terbukti melakukan

tadlis.64 Selain itu, hubungan sebagai murid Abi Harb dan jarak kelahiran serta

wafat di antara keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. Bahwa Daud bin

Abi Hind hidup selama 28 tahun setelah wafatnya Abi Harb. Dengan demikian

hadis yang diriwayatkan Daud bin Abi Hind ini bersambung kepada Abi Harb.

5. Abi Harb

Bernama lengkap, Ab□ Harb bin Ab□ Al-Aswad Al-Dialy.65 Ab□ Harb

wafat 109 H. Ia menetap di Bashrah dan hadisnya sangat dikenal di sana.66

Guru dan Murid : guru Ab□ Harb cukup banyak, di antaranya adalah

‘Abdullah bin ‘Amar bin Al-‘□s, ‘Abdullah ibnu Fa□□lah Al-Laitsy, ‘Abdullah

bin Qais Al-Basriy, Ab□ Al-Aswad Al-Dialy. Dan lain sebagainya. Demikian

pula murid yang menerima hadis darinya cukup banyak, di antaranya adalah

63
Harf ‫ ﻋﻦ‬yang disebut di atas dinamakan sebagai hadis mu’an’an. Sebgaian ulama
menyatakan, sanad hadis yang menggandung harf ‫ ﻋﻦ‬adalah sanad yang terputus. Tetapi metode
tersebut bisa diterima jika memenuhi syaratnya. Yaitu dalam sanad tersebut tidak
menyembunyikan tadlis yang dilakukan oleh perawi, periwayatannya bersambung, periwayat
yang menggunakan ‫ﻋﻦ‬dapat dipercaya. Lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan
Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. 3. h. 72-73
64
Tadlis menurut bahasa berarti penyembunyian aib barang dagangan dari pemberli.
Diambil dari kata “ad-dalsu” yaitu kegelapan atau percampuran kegelapan. Sementara Tadlis
menurut istilah adalah penyembunyian aib dalam hadis dan menampakan kebaikan pada
zhahirnya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan. Pengantar Studi Ilmu Hadis. Penerjemah Mifdhol
Abdurrahman (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2005), Cet. I. h. 139
65
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h. 231
66
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-

Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h.


4

□umr□n bin A’yun, D□ud bin Ab□ Hind, Ab□ Wahb Saif bin Wahb. Dan lain

sebagainya.67

Komentar ulama terhadapnya68 sebagai berikut:

1. Ibnu □ibb□□n menceritakannya di dalam kitab al-tsiq□t69

2. Ibn Hajar menambahkan: bahwa Ibnu ‘Abdul Bar Watsaqahu70

3. Al-Dzahabi: Watsaqahu71

Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat disimpulkan

Abi Harb sebagai seorang yang tsiqat.72 Tidak ada seorang ulama pun yang

melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, Abi Harb menerima hadis dari Abi al-

Aswad dengan metode ‘an’anah. Meskipun Abi Harb memakai metode tersebut,

tetapi sanad dari Abi Harb kepada Abi al-Aswad bersambung juga, karena Abi

Harb seorang periwayat tsiqat yang tidak pernah terbukti melakukan tadlis. Selain

itu, hubungan sebagai murid Abi al-Aswad dan jarak kelahiran serta wafat di antara

keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. bahwa Abi Harb hidup selama 40

tahun setelah wafatnya Abi Al-Aswad. Dengan demikian hadis yang diriwayatkan

Abi Harb ini bersambung kepada Abi Al-Aswad.

67
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jillid 33. h. 231
68
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h. 232
69
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya
penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2005), h. 88
70
Artinya “Ibnu Hajar menilainya sebagai seorang yang tsiqat”. ta’dil tersebut termasuk
dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-
Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
71
Artinya “Al-Dzahabi menilainya sebagai seorang yang tsiqat”. ta’dil tersebut termasuk
dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-
Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
72
Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis
terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas ketiga dalam tingkatan penta’dilan..
Artinya, secara hukum ketsiqahan Abi Harb tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat.

Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h.
4

6. Abi al-Aswad

Bernama Ab□ Al-Aswad Al-Dialy. Pendapat lain mengatakan Al-Dualy

Al-Basriy ia seorang Qadi di Bashrah. Ia bernama lengkap Z□lim bin ‘Amar bin

Sufy□n73 bin Jandal bin Ya’mar bin □ils bin Nuf□tsah bin ‘Ad□ bin Al-Dialy,

Ab□ Al-Aswad wafat pada tahun 69 H. semasa hidupnya ia pernah ikut

peperangan Jamal bersama Ali sampai memporak-porandakan wilayah Ubaidillah

bin Ziyad.74

Guru dan Murid : Ab□ Al-Aswad menerima hadis dari 10 Guru, di

antaranya adalah Ubai bin Ka’ab, Al-Zubair bin ‘Aww□m, ‘Abdullah bin

‘Abb□s, ‘Abdullah bin Mas’□d, ‘Al□ bin Ab□ □□lib, ‘Umar bin Khat□b,

Mu’□dz bin Jabal, Ab□ Dzar Al-Ghif□ri dan seterusnya. Adapun jumlah

muridnya sebanyak lima orang di antarnaya : Sa’□d bin ‘Abdirrahman bin

Ruqaisy, ‘Abdullah bin Buraidah, ‘Umar bin ‘Abdullah maula Gufrah, Yahya

bin Ya’mar, Anaknya Ab□ Harb bin Ab□ Al-Aswad.75

Komentar ulama kritikus hadis antara lain :

Ab□ Bakr bin Ab□ Khaitsamah berkata: Abi Al-Aswad adalah Tsiqatun, dan dia

orang yang pertama berbicara dalam Nahwu.76

Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat di simpulkan

Abi al-Aswad sebagai seorang yang tsiqat.77 Tidak ada seorang ulama pun yang

73
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33 h. 38
74
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h. 38
75
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h. 37
76
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang
menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
77
Setelah melihat tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya,

menunjukan penta’dilan memiliki kualitas kedua dalam tingkatannya. Artinya, secara


5

melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, Abi al-Aswad menerima hadis dari

Abu Dzar dengan metode ‘an’anah. Meskipun Abi al-Aswad memakai metode

tersebut, tetapi sanad dari Abi al-Aswad kepada Abu Dzar bersambung juga,

karena Abi al-Aswad seorang periwayat tsiqat yang tidak pernah terbukti

melakukan tadlis. Selain itu, hubungan sebagai murid Abu Dzar dan jarak

kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan merekapun hidup semasa.

Bahwa Abi Al-Aswad hidup selama 37 tahun setelah wafatnya Abu Dzar. Dengan

demikian hadis yang diriwayatkan Abi Al-Aswad ini bersambung kepada Abu

Dzar.

7. Abu Dzar

Bernama lengkap Ab□ Dzar Al-Ghif□ri78 Sahabat Rasulallah saw.

Bernama lengkap, Jundub bin Jun□dah bin Sufy□n bin ‘Ubaid bin Waq□’ah bin

Har□m bin Ghif□r. Dikatakan dalam riwayat lain Jundub bin Jun□dah bin Qais

bin ‘Amar bin Mulail bin Su’air bin Har□m bin Ghif□r bin Mulail bin □amrah

ibnu Bakr bin ‘Abdi Man□h bin Kin□nah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin

Ily□s bin Mu□ar. Dan Ibunya bernama Ramlah binti Waq□’ah bin Bani Ghif□r

bin Mulail. Abu Dzar wafat di Rabdzah pada tahun 32 H / 652 M. saat itu ibnu

Mas’□d pun ikut menyolatkan. Kemudian Ibnu Mas’ud wafat sepuluh hari setelah

ketsiqahan Abu Aswad tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89
78
Nama lengkap Abu Dzar dan ayahnya terdapat kontroversi di kalangan ulama hadis,
Namun yang masyhur ialah Jundub bin Junadah bin Sufyan bin ‘Ubaid bin Waqi’ah bin Haram
bin Ghifar. Dikatakan dalam riwayat lain Jundub bin Junadah bin Qais bin ‘Amar bin Mulail bin
Shu’air bin Haram bin Ghifar bin Mulail bin Dhamrah ibnu Bakar bin Abdi Manah bin Kinanah
bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar. Lihat. Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-
Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h.

2
5

wafatnya Abu Dzar.79 Abu Dzar berkata : “Aku adalah orang Islam yang

keempat”. Ia masuk Islam saat berada di Mekah kemudian ia kembali ke kota

kaumnya sampai akhirnya ia menetap di Madinah.80

Guru dan Murid, Abu Dzar berguru langsung kepada Nabi saw. Dan ia

pun meriwayatkan hadis dari Mu’□wiyah bin Ab Sufy□n. Adapun muridnya

sebanyak 77 orang, di antaranya adalah Ahnaf bin Qais, Usamah bin Salman,

Anas bin M□lik, Ahban (ia adalah anak perempuan Abi Dzar, namun ada yang

mengatakan “Ahban” adalah anak saudaranya, Jubair bin Nufair Al-Hadram□,

Abu Al-Aswad Al-Diali, Ab□ Salam Al-Aswad. Dan seterusnya.81

Komentar ulama terhadapnya,

Abdullah bin Buraidah dari Ayahnya bahwa Rasulallah saw bersabda “Aku

diperintahkan mencintai empat orang dari sahabatku, dan Allah telah

mengabarkan kepada ku bahwa ia mencintai mereka. Ayahnya berkata, siapakah

mereka ya Rasulallah ? Nabi saw menjawab mereka adalah Ali, Abu Dzar,

Sulaiman, dan Miqdad”.

Berdasarkan metode periwayatan as-sama’ yang digunakan Abu Dzar,

kesamaan tempat tinggal, hubungan guru dan murid, dan pernyataan kecintaan

Nabi SAW terhadapnya, Maka hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar

bersambung kepada Nabi Muhammad SAW.

Kesimpulan Hasil Penelitian Sanad

79
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h. 298 ; Tim Penulis IAIN Syarif
Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jambatan, 1992), h. 51
80
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-
Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h. 294
81
Jam□luddin Ab□ Al-Hajjaj Y□suf Al-Maraz□, Tahdz□b Al-Kam□l f□ Asm□ Al-

Rij□l (T.tp.: Muassasah Al-Ris□lah, t.t.), Jilid 33. h. 295-


4

Dari penelitian sanad di atas dapat disimpulkan bahwa sanad Ahmad bin

Hanbal melalui Abu Mu’awiyah ini berkualitas shahih. Karena setelah penulis

melakukan penelitian, berdasarkan metode periwayatan yang mereka gunakan di

antaranya al-sama’, ‘an’anah dan q□la, kemudian berdasarkan data historis di

antara mereka adanya hubungan murid dan guru secara estafet, tahun (lahir dan

wafat) dan beberapa tempat yang pernah mereka singgahi, mata rantai sanad hadis

Ahmad bin Hanbal dinyatakan bersambung. Adapun hasil mencermati beberapa

penilaian para kritikus hadis terhadap para periwayat hadis telah menunjukan

bahwa mereka dinyatakan bereputasi baik atau Tsiqat terhindar dari syadz dan

‘illat. Jadi hadis yang diteliti ini telah memenuhi syarat kesahihan sanad hadis

menurut Ibn Al-Shalah.82 Dengan demikian, hadis riwayat Ahmad bin Hanbal

ini berkualitas Sah□□ lidz□tihi.83

82
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h. 276
83
Shahih lidzatihi adalah hadis shahih yang memenuhi syarat-syaratny secara maksimal,
yaitu sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat, terhindar Syadz, dan terhindar
dari illat. Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah

Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h.
4

BAB IV

KEGIATAN PENELITIAN MATAN HADIS

Bicara tentang hubungannya dengan status kehujahan hadis, maka penelitian

sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama pentingnya. Karena suatu hadis

barulah dinyatakan shahih, apabila sanad dan matan hadis itu sama-sama

berkualitas shahih.1 Pernyataan yang dikemukakan ulama bahwa unsur-unsur

yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas shahih ada dua macam,

yakni terhindar dari syudzudz (kejanggalan) dan terhindar dari ‘illah (cacat). Oleh

karena itu, kedua unsur tersebut harus menjadi acuan utama dalam meneliti matan

hadis.2

Dalam penelitian matan ini tidaklah mudah. Seperti yang telah diungkapkan

oleh M.Syuhudi Ismail misalnya, apabila dinyatakan bahwa kaidah kesahihan

sanad hadis mempunyai tingkat akurasi yang tinggi, maka suatu hadis yang sanad-

nya shahih mestinya matan-nya juga shahih. Namun, pada kenyataannya, ada

hadis yang sanad-nya shahih tetapi matan-nya □a’□f. Hal ini terjadi sesungguhnya

bukanlah disebabkan oleh kaidah keshahihan sanad yang kurang akurat, melainkan

karena faktor-faktor lain. Seperti pertama, karena telah terjadi kesalahan dalam

melaksanakan penelitian matan. Kedua, karena terjadinya kesalahan dalam

melaksanakan penelitian sanad. Ketiga, karena matan hadis yang bersangkutan

telah mengalami periwayatan secara makna yang ternyata

1
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
Cet. I. h. 122-123
2
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
Cet. I. h. 124
5

mengalami kesalahpahaman.3 Untuk itu, kecermatan4 seorang peneliti sangatlah

dibutuhkan dalam penelitian matan hadis.

Setelah dilakukan penelitian sanad (kritk sanad) pada pembahasan

sebelumnya, dilanjutkan dengan penelitian matan (kritik matan) guna mengetahui

kualitas matan tersebut. Adapun langkah-langkah dalam metodologi kegiatan

penelitian matan5 yakni : pertama, meneliti matan dengan melihat kualitas

sanadnya. Kedua, Meneliti susunan lafal matan yang semakna. Ketiga, meneliti

kandungan matan hadis.6

A. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad.

Berdasarkan hasil penelitian sanad dalam kegiatan kritik sanad di atas,

bahwa sanad hadis Ahmad bin Hanbal adalah berkualitas Shahih. Keshahihan

hadis ini dapat mewakili hadis-hadis yang dikeluarkan oleh mukharij lainnya.

Kualitas sanad Ahmad bin Hanbal tersebut merupkan gerbang pertama dalam

kegiatan kritik matan hadis mengenai “Penanggulangan Amarah Ketika Berdiri

dengan Cara Duduk atau Berbaring.”

3
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
Cet. I. h. 124
4
Maksudnya seorang peneliti harus memiliki keahlian di bidang hadis, memiliki
pengetahuan yang luas dan mendalam tentang ajaran Islam, telah melakukan kegiatan mutala’ah
yang cukup, berakal cerdas sehinga mampu memahami pengetahuan secara benar, dan memiliki
tradisi keilmuan yang tinggi. Lihat. M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi
(Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h. 130
5
Matan menurut bahasa adalah ‫ اﻻرض ﻣﻦ وارﺗﻔﻊ ﻣﺎﺳﻠﺐ‬artinya: Bumi yang keras dan
tinggi. Sedangkan menurut istilah, matan adalah perkataan yang menjadi ujung sanad. Lihat.
Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis. Penerjemah Ridlwan Nasir
(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 99
6
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
Cet. I. h. 121-122
5

B. Meneliti Susunan Lafal Matan yang Semakna

Susunan matan hadis yang pertama berkaitan dengan penanggulangan

amarah perspektif Nabi Muhammad SAW. Setelah diperhatikan serta

dikomparasikan oleh penulis, antara matan hadis yang diriwayatkan Abu Daud

dan Ahmad bin Hanbal nampaknaya tidak ada perbedaan sedikit pun. Maka untuk

memperjelas persamaan matan hadis tersebut berikut ini:

‫ﻄ ِﺠْﻊ )رواه أﺑﻮ‬


َ ‫ﻋﻨْﮫُ اﻟْ َﻐﻀَﺐُ َِوإﱠﻻ َﻓﻠْ َْﯿﻀ‬
َ َ‫ن َذَھﺐ‬
ْ ‫َُوھَﻮ َﻗﺎﺋِﻢٌ َْﻓﻠﯿَﺠِْﻠﺲْ َﻓِﺈ‬ ْ‫ إِ َذا َﻏﻀِﺐَ أَﺣَﺪُﻛُﻢ‬-
(‫داود‬

‫ﻄ ِﺠْﻊ )رواه أﺣﻤﺪ ﺑﻦ‬


َ ‫ﻋﻨْﮫُ اﻟْ َﻐﻀَﺐُ َِوإﱠﻻ َﻓﻠْ َْﯿﻀ‬
َ َ‫ن َذَھﺐ‬
ْ ‫َُوھَﻮ َﻗﺎﺋِﻢٌ َْﻓﻠﯿَﺠِْﻠﺲْ َﻓِﺈ‬ ْ‫ إِ َذا َﻏﻀِﺐَ أَﺣَﺪُﻛُﻢ‬-
(‫ﺣﻨﺒﻞ‬

Dengan demikian, jika ditempuh metode muq□ranah (perbandingan)

ternayata pada kedua matan hadis di atas memiliki persamaan baik dalam lafa□

maupun makna.

C. Meneliti Kandungan Matan Hadis

Sebagai acuan dalam meneliti kandungan matan hadis penulis menggunakan

metode komparatif teks hadis dan al-Qur’an yang berkaitan dengan topik hadis

yang tengah diteliti. Metode itu dilakukan dengan langkah membandingkan

kandungan matan hadis dengan hadis-hadis shahih, kandungan hadis dengan

pesan al-Qur’an. Sehingga dengan metode ini dapat diketahui, apakah hadis

tersebut bertentangan atau tidak dengan hadis-hadis shahih lainnya, bertentangan

atau tidak dengan al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam pertama, atau dengan

akal sahat.
5

Setelah diteliti, penulis berkesimpulan bahwa hadis Nabi tentang

penanggulangan amarah dengan cara duduk atau berbaring ini dapat

dipertanggung jawabkan. Sebagai tolok ukur dalam penelitian matan dengan

melihat kandungan hadis-hadis dan al-Qur’an yang sejalan dapat dinyatakan hadis

Ahmad bin Hanbal tersebut maqbul (dapat diterima) karena berkualitas shaihh

dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Tidak bertentangan dengan hadis shahih

Hadis yang diteliti tidak bertentangan dengan hadis Nabi saw yang shahih

lainnya. Karena Penulis menemukan satu matan lain riwayat al-Bukhari dan

Muslim meskipun terdapat perbedaan lafaz matan hadis, namun hadis ini memiliki

topik dan kandungan yang sama dengan hadis Ahmad bin Hanbal. untuk

membandingkan kandungan matan yang sejalan tersebut idealnya dilakukan

kritik sanad hadis yang dimaksud. Tetapi penulis tidak melakukannya mengingat

atas kesepakatan ulama hadis bahwa hadis al-Bukhari bernilai shahih, tidak perlu

diteliti atau dibahas kembali.7 Matan hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut:

‫َﺣ ﱠﺪَﺛَﻨﺎ َﻋْﺒُﺪ ِﮫﱠﻠﻟا ْﺑُﻦ ُﯾﻮُﺳ َﻒ َأْﺧ َﺒَﺮ َﻧﺎ َﻣ ﺎِﻟٌﻚ َﻋ ِﻦ اْﺑِﻦ ِﺷَﮭﺎٍب َﻋْﻦ َﺳِﻌ ﯿِﺪ ْﺑِﻦ اْﻟُﻤ َﺴ ﯿﱠِﺐ َﻋْﻦ َأِﺑﻰ ُھَﺮْﯾَﺮ َة‬

، ‫ﺎﻟﺼَﺮ َﻋ ِﺔ‬ ‫ َﻗﺎَل » َﻟْﯿَﺲ اﻟ ﱠ‬- ‫ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬- ‫ َأنﱠ َرُﺳ ﻮَل ِﮫﱠﻠﻟا‬- ‫ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﮫ‬-
‫ﺸِﺪ ﯾُﺪ ِﺑ ﱡ‬

« ‫ﺸِﺪ ﯾُﺪ اﻟﱠِﺬ ى َﯾْﻤ ِﻠُﻚ َﻧْﻔَﺴُﮫ ِﻋ ْﻨَﺪ اْﻟَﻐَﻀِﺐ‬


‫ِإﻧﱠَﻤ ﺎ اﻟ ﱠ‬

Artinya : “Diriwayatkan pula oleh Abu Hurairah “Bahwa Rasulallah saw.


suatu saat bersabda “Bukanlah disebut orang kuat, orang yang kuat pukulannya.
Orang yang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan dirinya dikala marah,”8

Kandungan hadis al-Bukhari ini dengan tegas menyatakan bahwa kekuatan

seseorang bukan dilihat dari fisik untuk melakukan sesuatu (pukulan). Namun
7
Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis. Penerjemah Ridlwan
Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 139
8
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah
Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h. 396
5

bagaimana upaya seorang mengendalikan diri dalam rangka meredakan gejolak

amarah yang muncul dari dalam dirinya sendiri. Menurut Ibnu Baththal,

“melawan jiwa lebih sulit dari pada melawan musuh, karena Nabi SAW

menjadikan orang yang menguasai dirinya ketika marah sebagai orang yang

paling kuat.”9

2. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an

Meskipun di dalam al-Quran tidak membahas secara khusus tentang isi

pokok kandungan hadis di atas, tetapi di dalam Al-Qur’an menyinggung

permasalahan yang sama dengan hadis tersebut. yaitu motivasi untuk

mengendalikan amarah. Oleh karena itu, dinyatakan tidak bertentangan dengan

pesan-pesan Al-Qur’an, seperti pada ayat:

‫ ﻭ‬           


‫ﺍﷲ‬        

  


 

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang


maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali-
Imran : 134).

Menurut Quraish Shihab, di antara beberapa sifat-sifat orang muttaqin

dalam redaksi ayat Al-Qur’an di atas menunjukan bahwa sifat orang yang

bertakwa adalah yang mampu menahan amarah. “… Kata ‫ اﻟﻜﺎﻇﻤﯿﻦ‬mengandung

makna penuh dan menutupnya dengan rapat, seperti wadah yang penuh air lalu

ditutup rapat agar tidak tumpah. Ini mengisyaratkan bahwa perasaan tidak

bersahabat masih memenuhi hati yang bersangkutan, pikiran masih menuntut

9
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah
Amiruddin. (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008). Jilid 29. H. 401
5

balas, tetapi dia tidak memperturutkan ajakan hati dan pikiran itu, dia menahan

amarah …”10 Dengan demikian jelas bahwa marah harus bisa dikendalikan, meski

hal itu sangat menjengkelkan. Orang yang menuruti emosi marah bukanlah

tergolong orang-orang yang bertakwa seperti yang telah digambarkan oleh Allah

SWT. bahkan sifat muttaqin tersebut dapat meningkat lebih terpuji, jika seorang

dapat memaafkan kesalahan musuh walaupun ia memiliki kemampuan

membalasnya. Seperti dalam firman Allah SWT.

            


       
   

“dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-


perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.” (QS. Asy-
Syura : 37)

              


 

“Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, Sesungguhnya (perbuatan )


yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. Asy-Syura : 43)

3. Tidak bertentangan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan seperti yang akan

dijelaskan pada sub selanjutnya.

Dengan demikian, setelah dilakukan penelitian matan hadis dengan metode

muq□ranah baik dengan hadis-hadis Nabi lainnya maupun dengan al-Qur’an,

maka dapat disimpulkan bahwa kandungan hadis yang diteliti tidak bertentangan

dengan kedua sumber tersebut. sehingga dapat dikatakan kualitas keshaihan

matan dapat dipertanggung jawabkan.

10
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta
: Lentera Hati, 2002), vol 2. h. 221
5

D. Memahami Kandungan Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu Psikologi

Setelah diadakan penelitian hadis baik melalui sanad dan matan dengan

metode-metode yang telah ditetapkan oleh ulama hadis, sehingga dapat diketahui

bahwa kualitas keduanya dapat dipertanggung jawabkan. Selanjutnya perlu

adanya pemahaman terhadap kandungan matan hadis. Untuk menemukan

pengetahuan apakah pesan-pesan Nabi Muhammad SAW 14 abad yang silam

masih relevan sampai saat ini ketika dikaitkan dengan ilmu psikologi.

Dalam psikologi, marah berarti perubahan internal atau emosional yang

dapat menimbulkan perilaku yang agresif sebagai pelampiasan guna mengobati

apa yang ada dalam hati. Marah berasal dari reaksi emosional akut. Ditimbulkan

oleh sejumlah situasi yang merangsang, termasuk ancaman, agresi lahiriah,

pengekangan diri, kekecewaan atau frustasi.11 Secara garis besar sebab yang

menimbulkan marah itu terdiri dari faktor fisik dan psikis.12

Sesungguhnya jiwa dan fisik memiliki korelasi sikologis. Hal ini

sebagaimana terungkap dalam hadis Nabi Muhamamd saw. yang artinya “Apabila

salah satu dari kalian marah dalam keadaan berdiri maka duduklah jika itu dapat

menghilangkan marah, jika tidak maka berbaringlah.”

Dalam hadis tersbut menunjukan adanya hubungan antara jiwa dan fisik.

Jiwa manusia memiliki karakteristik yang dilengkapi dengan kemampuan dan

11
Hisham Thalbah, Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat alquran dan
Hadis (Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008), Cet. I. h. 66
12
Faktor fisik bisa diakibatkan oleh : Kelelahan yang berlebihan. - Zat tertentu yang
mengakibatkan marah. Jika otak kurang mendapatkan zat asam (oksigen) maka orang itu akan
lebih mudah marah. - Hormon seks misalnya estrogen pada wanita dapat mempengaruhi emosi
seseorang. Misalnya pada wanita yang sedang Haid. Faktor psikis : Terutama yang menyangkut
anggapan yang salah dari seorang terhadap dirinya. Seperti Rendah diri, ini ditandai dengan
menilai dirinya sendiri lebih rendah dari yang sebenarnya. Maka orang ini sensitif akan mudah
sekali tersinggung. - Tinggi diri, yang bersangkutan menilai dirinya lebih dari kenyataan
sebenarnya. Sombong terlalu menuntut pujian. Jika yang diharapkan tidak terpenuhi ia akan
marah. Iihat. Hisham Thalbah, Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat alquran dan
Hadis (Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008), Cet. I. h. 71-72
5

rahasia yang tinggi. Karakteristik tersebut bisa terlihat dari emosinnya, seperti

sedih, senang, takut, kecemasan, duka, kegelisahan, kesusahan dan perasaan

lainnya. Perasaan tersebut muncul ketika menghadapi peristiwa-peristiwa

menyakitkan dalam hidupnya karena adanya perubahan kondisi psikologi yang

terlihat dari fisiknya, seperti perubahan raut muka, keluar keringat, tertawa,

cemberut, dan tanda lainnya. Terkadang perubahan terjadi sangat dalam yang

dirasakan oleh jiwa seseorang, seperti detak jantung yang bekerja cepat, sesak

nafas, dan lain-lain.13 pengaruh ini sudah dicontohkan oleh Allah dalam surat Al-

Nahl : 58

   
           
      
  

Artinya : “dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan


(kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia
sangat marah”.

Emosi terlahir sebagai energi di dalam fisik akibat beban yang berlebihan.

Oleh karena itu sebaiknya diupayakan dapat memanfaatkan emosi untuk

mengarahkannya kepada aktivitas yang bermanfaat. Seperti sebagian psikiater

menganjurkan teknik substitusi, yaitu proses mengantikan dengan ketenangan dan

kebencian dengan kasih sayang. Atau teknik pengalihan perhatian, yaitu

mengerjakan sesuatu hal lain untuk mengalihkan rasa marah yang timbul.14

Adapula yang menggunakan cara dengan bantuan oleh spiritual. Ia membuat

rileks otot-otot pada badanya, dengan cara yang santai agar dapat menghilangkan

ketegangan otot fisiknya, sebab emosi berhubungan dengan ketengangan akal.

13
Hisham Thalbah, Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat alquran dan
Hadis (Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008), Cet. I. h. 2
14
Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono, Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 71
5

Oleh karenaya, ketika dapat terlepas dari ketegangan otot, emosi marah pasti akan

mereda.15

Persepsi mendasar yang harus dipahami dalam mengendalikan kemarahan

adalah menumbuhkan kesadaran pada diri sendiri bahwa kemarahan tak akan

pernah mencapai tujuan apa pun. Seseorang yang berharap memenuhi suatu

keinginan mencapai tujuan tak akan pernah mencapainya dengan manjadi marah

dan melakukan perbuatan-perbuatan yang kasar. Sebagai contoh, seorang atasan

yang jengkel terhadap pegawainya yang bodoh tidak dapat membuatnya lebih

cerdas dengan berbagai makian yang serba kasar. Tujuan itu lebih tercapai

misalnya dengan membimbingnya secara sabar atau menyuruh dan membiayainya

untuk mengikuti suatu kursus tertentu. Jadi untuk setiap masalah atau keadaan

yang dapat menimbulkan kemarahan tentu ada cara-cara penyelesaian yang

selaras ketimbang suatu peledakan emosi marah yang kasar. Strategi inilah yang

pertama-tama harus dimengerti, dikembangkan, ditanamkan samapi diinsyafi

sesadar-sadarnya dalam pikiran setiap orang. Kalau seseorang sudah dapat

mencapai tujuannya, maka langkah-langkah pengendalian berikutnya yang telah

digambarkan pada bab II sebelumnya akan terasa mudah.

Oleh karena keadaan emosi sangat berhubungan dengan ketegangan akal,

sehingga dapat mengacaukan pikiran yang normal, dan menciptakan tindakan-

tindakan negatif. Untuk menghindari hal tersebut, seorang harus bisa meredakan

ketegangan akal. Salah satu cara efektif menghilangakan beban fisik atau

ketegangan adalah dengan mengalihkan atau mengarahkannya kepada kesibukan

atau aktivitas lain yang bermanfaat atau lebih rileks. Seperti duduk bersandar,

15
Hisham Thalbah. Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat alquran dan
Hadis (Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008), Cet. I. h. 76
5

berbaring, berwudu, diam, dan mandi. Dengan melakukan pilihan metode dari

satu, dua atau lebih, seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah saw, apabila

seorang marah ketika berdiri maka hendaknya duduk, jika duduk tidak berhasil

meredakan amarah maka hendaknya seorang memilih alternatif lain yaitu dengan

cara berbaring. Hal ini merupakan pengalihan kosentrasi yang menjengkelkan

pada kosentrasi atau aktivitas lain yang lebih rileks, sebab ‘duduk’ dan ‘berbaring;

merupakan kegiatan yang dapat mengistirahatkan ketegangan-ketegangan otot

serta meminimalisir gerakan yang dapat mencederai orang lain di saat gejolak

kemarahan terjadi. Metode pengalihan ini telah diungkpakan pula oleh W.Robert

Nay. Ph.D yaitu

“…Hampir semua strategi yang manjur untuk mengalihkan fokus perhatian


pada sesuatu yang lebih netral, menonton atau menyibukan pikiran bisa
bermanfaat untuk melemahkan gejolak kemarahan. Pertimbangkanlah
sejumlah kemungkinan-kemungkinan yang mungkin bermanfaat ketika
strategi-strategi peredaan kemarahan lainnya kurang berhasil menyejukan
hati…”16

16
W. Robert Nay, Ph.D, Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan
Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 156-174
5

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melewati seperangkat metode dalam kritik sanad dan matan, dalam

mengkaji hadis tentang “Penanggulangan Amarah Ketika Berdiri dengan Cara

Duduk atau Berbaring” yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal. Penulis dapat

menyimpulkan sebagai berikut:

1. Setelah dilakukan penelitian sanad hadis tentang “Penanggulangan

Amarah Ketika Berdiri dengan Cara Duduk atau Berbaring” yang

diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal melalui jalur Abu Mu’awiyah

(w.195 H). Sanad hadis tersebut berkualitas Shahih.

2. Adapun dari segai matan dalam hadis tersebut telah memenuhi kriteria ke-

shahih-an matan. Di sana tidak terdapat pertentangan dengan hadis- hadis

Nabi lainnya atau dengan al-Qur’an. Sehingga matan hadis ini terhindar

dari syudzudz (kejanggalan) dan ‘illat (cacat).

3. Sedangkan hasil kesimpulan terhadap analisis kandungan matan hadis

adalah sebagai berikut :

Ketika pemahaman Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal tentang

“penanggulangan marah disaat berdiri dengan cara duduk” ini dikaitkan

dengan ilmu psikologi tidaklah terdapat pertentangan. Bahkan berdiri

dengan duduk memiliki korelasi sikologis cukup dekat. yaitu pada

dasarnya emosi terlahir akibat beban yang berlebihan baik berasal dari

luar maupun dalam diri sehingga terjadi ketegangan akal, akibatnya


6

dapat mengacaukan pikiran yang normal, hingga tercipta tindakan-

tindakan negatif. Oleh karena itu, seorang harus bisa meredakan

ketegangan akal. Salah satu cara efektif menghilangakan beban fisik atau

ketegangan adalah dengan mengalihkan kepada aktivitas lain yang lebih

rileks. Seperti duduk atau berbaring. Dengan demikian ketegangan otot

akan teristirahatkan serta membuka kesempatan bekerjanya pikiran yang

normal, sehingga kemarahan menajdi reda.

B. Saran-saran

Kedudukan hadis Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-

Qur’an mempunyai peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu

penulis menghimbau sebagai berikut :

1. Diharapkan semua pihak di antaranya lembaga akademis, pemerintahan

dan ulama setempat ikut berpartisipasi memberikan perhatian yang

penuh terhadap pembinaan masyarakat untuk membekali pengetahuan

tentang hadis. agar pengetahuan, pemahaman dan pengamalan hadis

dimasyarakat dapat tersebar dengan baik,

2. Agar pembaca dapat menindak lanjuti penelitian kualitas sanad dan

matan terhadap hadis-hadis tentang cara mengatasi marah lainnya.

3. Agar pembaca dapat mengkaji lebih dalam tentang pengaruh duduk atau

berbaring terhadap peredaan emosi marah

Akhirnya kepada Allah SWT. penulis berharap agar skripsi ini menjadi titik

sumber pengetahuan dan inspirasi yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan

bagi pembaca pada umumnya.


6

DAFTAR PUSTAKA

Ab□ D□ud Sulaim□n ibn Asy’asy Al-Sijist□ni. Sunan Ab□ D□ud. T.tp.: Dar
Al-Fikr, t.t.

Ab□ H□jir Mu□ammad Al-Sa’□d bin Basy□ni Zaglul. Mausu’ah A□r□f Al-
H□d□ts Al-Nabawiy Al-Syar□f. Beirut: D□r Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, t.t.

al-‘Asqal□n□, A□mad bin ‘Al□ bin Hajar. Taqr□b Al-Tahdz□b. T.tp.: Penerbit
D□r Al-Asimah, t.t.

, Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah Amiruddin. Jakarta:


Pustaka Azzam, 2008. Cet II.

A□mad bin Hanbal. Musnad Al-Im□m A□mad bin Hanbal. Beirut: D□r Al-Fikr,
t.t.

Albin, Rochelle Semmel. Emosi Bagaimana mengenal, menerima dan


mengarahkannya. Penerjemah M. Brigid. Yogyakarta: Kanisius, 1986.

Ardani, Tristriadi Ardi. Psikiatri Islam. Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008.
Cet. I.

Efendi, Agus. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful
intelligence atas IQ. Bandung: Alfabeta, 2005. Cet. I.

Fajri, EM Zul dan Sanjaya, Ratu Aprilia. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
T.tp.:Penerbit Difa Publisher, t.t.

al-Ghaz□li, Ab□ H□mid Mu□ammad bin Mu□ammad. Ihy□’ ‘Ul□mudd□n.


T.tp.: D□r
Al-Diy□ni Littir□tsi, 1407 H/1987 M. Cet. I.

Hude, M. Darwis. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia


di dalam Alquran. T.tp.:Erlangga, 2006.

Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-damsyiqi. Asbab Al-Wurud. Penerjemah


Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim. Jakarta: Kalam Mulia, 2002. Cet. I.

Imam Muslim bin Hajjaj. Kuna wa Al-Asma. T.tp.: T.pn., 1404 H/1984. Cet. I.
Jilid II.

Ismail, M. Syuhudi. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan
Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang, 2005. Cet. III.

_, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 2005). Cet. III.

_, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta: Bulan Bintang,


1994. Cet. I.
6

_, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. Jakarta: Intimedia dan Insan


Cemerlang, t.t. Cet. I.

_, Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Cet. I.

al-Khatib, Muhammad Ajaj. Ushul Al-Hadits. Penerjemah Qodirun Nur dan


Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pertama. 1998.

Maulana Muhammad Zakariya Al-Kanadi Halawi. Muatha M□lik. Beirut: Dar Al-
Fikr, 1394 H/1974 M. Cet. III.

Munawir, Ahmad Warson. Al-Munawwar Kamus Arab – Indonesia. Surabaya:


Pustaka Progressif, 1997.

al-Maraji, Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf. Tahdz□bu Al-Kam□l f□ Asm□ Al-


Rij□l. T.tp.: Penerbit Muassasah Ar-Risalah, t.t.

Najati, Muhammad Usman. Al-Qur’an dan Psikologi. Jakarta: Aras Pustaka,


2003. Cet. III.

, Psikologi Dalam Al-Quran Terapi Qurani dalam Penyembuhan


Gangguan Kejiwaan. Penerjemah M.Zaka Al-Farisi. Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2005. Cet. I.

Nasuhi, Hamid. dkk. Pedoman penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan
Disertasi). Ciputat:CeQDA, 2007. Cet. II.

Nay, W.Robert, Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan


Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali.
Diterjemahkan oleh Leinovar Bahfein. Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2007. Cet. I.

Purwanto, Yadi dan Mulyono, Rachmat. Psikologi Marah Perspektif Psikologi


Islami. Bandung: PT. Refika Aditama, 2006.

Qardhawi, Yusuf. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW. penerjemah


Muhammad Al-Baqir. Bandung: Karisma, 1993. Cet. I.

Rahman, Fatehur. Ikhtishar Mushthalahul Hadis. Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1981.


Cet. III.

Safari, Triantoro dan Saputra, Nofrans Eka. Manajemen Emosi Sebuah Panduan
Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda. Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2009. Cet. I.

Sarwono, Sarlito Wirawan. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang,


2000. Cet. VIII.

Shihab, M.Quraisy. Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an).


Jakarta: Lentera Hati, 2002. Cet. I.

Shaleh, Abdul Rahman. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam.


Jakarta: Kencana, 2008. Cet. III.
6

Tahhan, Mahmud. Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis. Penerjemah


Ridlwan Nasir, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995. Cet. I.

Thalbah, Hisham. Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat Al-Quran


dan Hadis. Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008. Cet. I.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta:


Jambatan, 1992.

Wade, Carole dan Tavis, Carol. Psychology, 9th Edition, Jilid 2. Penerjemah
Padang Mursalin dan Dinastuti. Jakarta: Erlangga, 2007.

Wingsing, Al- Mu’jam al-Mufahras li Alf□□ al-Had□ts al-Nabawiy. Madinah


Laidn: Maktabah Biril, 1936.

Anda mungkin juga menyukai