Anda di halaman 1dari 38

“Dengan menyebut nama Allah

Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”


Etika Bercinta
ala NABI
Sebuah Pendekatan Kritik Hadis

Oleh :
Syakir Jamaluddin, M.A.

LPPI UMY
Etika Bercinta ala NABI
Sebuah Pendekatan Kritik Hadis

Oleh : Syakir Jamaluddin, M.A.

Desain sampul : Joko Supriyanto


Tata letak isi : Sukir M.

ISBN : 979-3708-16-6

Cetakan I : Oktober 2005


Cetakan II : April 2006
Cetakan III : April 2009
Cetakan IV : Desember 2010

Penerbit :
LPPI UMY
Jl. Ringroad Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta
Telp. (0274) 387 656, Ext 154, CP: (0274) 7432 234

Tak sepantasnya seorang muslim mengambil hak saudaranya


tanpa seijin darinya.
v

PENGANTAR PENULIS

‫بسم اهلل الرمحن الرحيم‬


Al-Hamdulillâh, segala puji bagi Allah Tuhan
semesta alam, yang telah mencurahkan kasih-sayang-
Nya kepada seluruh makhluk-Nya terutama manusia.
Dia muliakan manusia dengan memberinya naluri,
nafsu, rasa, akal, nurani, bahkan mengutuskan pada
setiap umat seorang Rasul dari kalangan manusia
juga dengan bekal petunjuk untuk dijelaskan kepada
seluruh umat manusia. Untuk itu shalawat serta
salam kepada Rasul penutup, Nabi Muhammad
saw yang telah berjuang dengan segenap jiwa dan
raganya, menyampaikan Risalah Ilahi dengan nasihat
dan keteladanan yang baik demi kebahagiaan umat
manusia, di dunia dan di akhirat kelak.
Buku yang berjudul Etika Bercinta Ala Nabi saw
ini pada awalnya adalah tesis penulis yang berjudul
Hadis-hadis tentang Etika Hubungan Seks Suami-Istri:
Sebuah Pendekatan Kritik Hadis. Supaya lebih luas
manfaatnya, penelitian ini kemudian disebarluaskan
dalam bentuk buku populer-ilmiah yang memang
disusun untuk menjawab kebutuhan masyarakat
tentang etika hubungan seks suami-istri dalam
perspektif Islam. Hal ini karena cukup banyak hadis
etika “bercinta” yang beredar di tengah masyarakat
kita, ternyata tidak dapat dipertanggungjawabkan
vi

kesahihannya. Padahal Nabi saw pernah bersabda:


“Barangsiapa berdusta atas namaku, maka hendaklah
dia menempati tempat duduk dari api neraka.” (HR.
al-Jamâ‘ah). Bisa jadi, penggunaan hadis-hadis
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan tersebut
yang justru membuat Islam disalahpahami dan
ditinggalkan karena kehilangan kekuatan referensi.
Buku yang membahas hadis-hadis tentang Etika
“Bercinta” (making love) ala Nabi saw ini menuntun
suami-istri untuk mendapatkan hubungan seks yang
sehat dan berkualitas, namun tetap sah dan beretika
yang sebenarnya telah dicontohkan oleh Nabi saw
melalui hadis-hadisnya yang otentik.
Meskipun banyak keterbatasan yang penulis
rasakan dalam penelitian ini, namun atas perkenan
Allah SWT dan berbagai bantuan moral dan
material dari berbagai pihak, akhirnya penulis
mampu menyelesaikan buku ini. Untuk itu, di
samping ungkapan rasa syukur yang tak terhingga
kepada Allah SWT, juga ungkapan rasa terima
kasih sedalam-dalamnya kepada orang-orang yang
telah memberikan kasih-sayangnya kepada penulis:
Ibunda Hj. Rillah Daeng Anneng dan ayahanda H.
Djamaluddin Laidjo Allâhu yarhamhuma, istriku
Aminah Setyaningsih dan anak-anakku tercinta,
kedua mertua: ibu Hj. Titik Mawarti dan bapak H.M.
Sugiarto Allâhu yarham, serta saudara-saudaraku
semua, H. Adham Arman sekeluarga, Mas Nasrullah
Larada sekeluarga, Bang Abdul Muis sekeluarga,
Sakiyah Hasan (Kiki), dan lain-lain.
vii

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan


kepada Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA., Dr. Yusuf
Rahman, MA., Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.,
Dr. Muhammad Masyhoeri Na‘im, MA. selaku
Pembimbing sekaligus Penguji tesis penulis di
Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, seluruh sivitas akademika
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ir.
H. Dasron Hamid, M.Sc. sebagai Rektor UMY, Dr.
Khoiruddin Bashori, M.Si. yang bersedia memberi-
kan kata sambutan buku ini, Prof. Dr. Yunahar Ilyas,
MA., Depdiknas RI yang ikut membantu mendanai
penelitian ini, Penerbit Suara Muhammmadiyah
yang telah menerbitkan pertama kali buku ini (2005),
teman-teman di Lembaga Pengkajian dan Pengamalan
Islam (LPPI) UMY, dan teman-teman dekat yang tidak
mungkin saya sebutkan satu persatu. Penulis ucapkan
banyak terima kasih atas bantuannya, semoga akan
berbalas kebaikan dari Allah SWT, âmîn.
Apapun hasil dari penelitian ini, penulis hanya
berharap semoga bermanfaat.

Yogyakarta, 25 April 2009

Wassalam,
Ttd.

Syakir Jamaluddin, MA.


viii

PENGANTAR PAKAR/PSIKOLOG

Al-Hamdulillâh, dengan senang hati kata


pengantar ini ditulis sebagai ungkapan rasa syukur
dan ikut berbahagia atas selesainya usaha keras
Saudara Syakir Jamaluddin, penulis buku ini dalam
meneliti hadis-hadis seks, sebuah usaha yang selama
ini sebetulnya banyak diharapkan oleh awam tetapi
belum banyak dilakukan oleh ahlinya. Dengan
menelaah buku ini pembaca akan mendapatkan
gambaran yang jelas mana hadis-hadis sahih
dan mana yang tertolak dalam kaitannya dengan
hubungan suami istri.
Seks bukanlah kata yang selalu terasosiasi
dengan perilaku kotor. Seks merupakan aspek penting
dalam kehidupan manusia. Allah seru sekalian
alam tidak hanya mengajarkan bagaimana manusia
menyembah Tuhan-Nya, tetapi juga membicarakan
tentang reproduksi, kreasi, kehidupan keluarga,
menstruasi, bahkan ejakulasi dalam Al-Qur’an.
Rasulullah Muhammad saw yang diutus sebagai
teladan, uswah hasanah, telah mendiskusikan banyak
aspek kehidupan seksual dengan para sahabat.
Islam mengakui kekuatan dorongan seksual,
akan tetapi masalah ini dibicarakan dalam Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul dengan cara yang serius, yakni
dalam konteks perkawinan dan kehidupan keluarga.
ix

Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Jangan kamu


menghampiri zina. Sesungguhnya zina itu sangat keji
dan jalan yang amat jahat” (QS. 17: 32). “Katakanlah,
sesungguhnya yang diharamkan Tuhanku hanya
segala yang keji, baik yang lahir ataupun yang batin,
maksiat dan melampaui batas tanpa kebenaran” (QS.
7: 33). “Perempuan-perempuan jahat untuk laki-laki
jahat, laki-laki jahat untuk perempuan-perempuan
jahat pula, perempuan-perempuan baik untuk laki-
laki baik, laki-laki baik untuk perempuan-perempuan
baik pula” (QS. 24: 26).
Ketika Al-Qur’an menyebut: “do not approach
adultery!” atau “jangan menghampiri zina!”, berarti
yang dilarang bukan hanya ‘illegal sex’ tetapi juga
hal-hal yang dapat mengarah kepada seks ilegal itu,
seperti dating, berdua-duaan dengan lawan jenis,
mengenakan busana yang memprovokasi hawa nafsu
(QS. 24:30-31), berkata dan berprilaku cabul dan
porno.
Islam hanya memperkenankan penyaluran
hasrat seksual melalui perkawinan yang sah.
Rasulullah saw bersabda, “Nikah adalah sunnahku.
Siapa yang menolak sunnahku bukan golonganku”
(HR. Al-Bukhari-Muslim). “Barang siapa menikah
maka ia telah melindungi separo agamanya. Karena
itu hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam
memelihara yang separonya lagi” (HR. Al-Hakim dan
al-Thahawi). “Wahai segenap pemuda, barangsiapa
yang mampu hendaklah menikah, sesungguhnya
perkawinan itu lebih dapat meredam gejolak mata
x

dan nafsu seksual, tetapi barang siapa yang belum


mampu maka hendaklah ia berpuasa karena (puasa
itu) benteng (penjaga) baginya” (HR. Al-Bukhari).
Ringkas kata, Islam melarang keras perzinaan
tetapi memberi jalan indah dalam “bercinta” yang
tetap sah, memuaskan, dan penuh berkah. Selamat
menikmati.

Yogyakarta, 22 Sya’ban 1426 H


26 September 2005 M.
Wassalam,

Ttd.

Dr. Khoiruddin Bashori, M.Si.


xi

PEDOMAN TRANSLITERASI DAN


SINGKATAN

Arab Latin Arab Latin Arab Latin

‫ء‬ ’ ‫ز‬ z ‫ق‬ q

‫ب‬ b ‫س‬ s ‫ك‬ k

‫ت‬ t ‫ش‬ sy ‫ل‬ l

‫ث‬ ts ‫ص‬ sh ‫م‬ m

‫ج‬ j ‫ض‬ dl ‫ن‬ n

‫ح‬ h ‫ط‬ th ‫و‬ w

‫خ‬ kh ‫ظ‬ zh ‫ه‬ h

‫د‬ d ‫ع‬ ‘ ‫ي‬ y

‫ذ‬ dz ‫غ‬ gh ‫ة‬ ah; at


(bentuk sambung)

‫ر‬ r ‫ف‬ f ‫ال‬ al-


(al-usrat al-
sa‘âdah)

Vokal Pendek Vokal Panjang Diftong

َ =a ‫ا‬ =â = aw

ِ =i ‫ى‬ =î = ay

ُ =u ‫و‬ =û = iyy (i pada akhir kata)

= uww (u pada akhir kata)


xii

Pengecualian:
Translit tidak diberlakukan pada istilah Arab
yang sudah menjadi bahasa/istilah yang lazim dipakai
dalam bahasa Indonesia, seperti: ‘Abdullah, bukan
‘Abd Allâh, atau bismillâh, bukan bi ism Allâh, atau
teks doa, misal: at-tahiyyâtu li-llâh atau lillâh bukan
al-tahiyyâtu li Allâh.

Singkatan:
HSR. : Hadis Sahih Riwayat.
HHR. : Hadis Hasan Riwayat.
HDR. : Hadis Daif Riwayat.
xiii

DAFTAR ISI

PENGANTAR PENULIS..............................................v
PENGANTAR PAKAR.............................................. viii
PEDOMAN TRANSLITERASI................................. ix
DAFTAR ISI............................................................... xiii

BAB I
PENDAHULUAN ...................................................... 1
Metode Penelitian....................................................... 12

BAB II
PANDANGAN ISLAM TENTANG SEKS........... 23
Islam di antara Dua Paham Ekstrim tentang Seks.... 23
Seks dan Perkawinan dalam Islam........................... 37
Kedudukan, Tujuan dan Manfaat Hubungan
Seks dalam Islam........................................................ 48
Bercinta karena Allah................................................. 53

Bab III
KUALITAS HADIS TENTANG ETIKA
HUBUNGAN SEKS SUAMI-ISTRI......................... 59
A. Hadis-hadis tentang Etika Sebelum Senggama ..61
1. Hadis tentang Etika Pertemuan Pertama......... 61
2. Hadis tentang Larangan Menunda dan
Menolak Ajakan Senggama................................ 75
3. Hadis tentang Menjaga Kebersihan, Penam-
pilan dan Keharuman Anggota Badan............. 88
4. Hadis tentang Doa Sebelum Senggama............ 92
5. Hadis tentang Larangan Bertelanjang saat
“Mendatangi” Istri............................................... 95
xiv

6. Hadis tentang Larangan Melihat Kemaluan


Pasangan Sahnya................................................ 102
7. Hadis tentang Permainan Pendahuluan
sebelum Senggama............................................ 110

B. Hadis-hadis tentang Etika Saat sedang


Senggama............................................................ 123
1. Hadis tentang Larangan Menyetubuhi Farj
Istri yang sedang Haid...................................... 123
2. Hadis tentang Larangan Menyetubuhi
Dubur Istri.......................................................... 125
3. Hadis tentang Variasi Teknik Senggama......... 133
4. Hadis tentang Senggama Terputus................... 144
5. Hadis tentang Larangan Terburu-buru
Mengakhiri hingga Istrinya Mendapatkan
Kepuasan.............................................................. 150

C. Hadis-hadis tentang Etika Pasca Senggama... 154


1. Do’a Ketika Orgasme......................................... 154
2. Hadis tentang Anjuran Berwudlu’ bila
hendak Mengulangi Senggama, atau
hendak Tidur...................................................... 155
3. Hadis tentang Mandi Wajib setelah
Senggama............................................................ 167
4. Hadis tentang Larangan Menceritakan
Pengalaman Senggama..................................... 182

BAB IV
PENUTUP................................................................. 189

DAFTAR PUSTAKA................................................ 193


BIODATA PENULIS................................................ 205
1

BAB I
PENDAHULUAN

Sebuah fakta menyadarkan masyarakat muslim


di belahan dunia bagian Timur, bahwa era globalisasi
dan teknologi informasi yang banyak mengekspos
kebebasan budaya Barat telah mendorong terjadinya
revolusi di segala bidang. Di antara revolusi tersebut
adalah revolusi seksual, melampaui batas etika dan
moralitas agama dan adat mereka selama ini.
Meskipun revolusi seksual telah terjadi hampir
satu abad di belahan dunia Barat sebagai akibat perla-
wanan (reaksi) terhadap penindasan fitrah seks oleh
Kristen Barat sejak masa St. Paul (abad 1 Masehi)1,
nampaknya hal ini baru dan sedang terjadi di belahan
dunia Timur. Perkembangan teknologi khususnya
1
Sayyid Muhammad Rizvi, Marriage & Moral in Islam,
(Toronto: Islamic Education & Information Centre, 1994. terj.
Muhammad Hashyim, Perkawinan dan Seks dalam Islam,
Jakarta: Lentera, 2000), Bab 1. Pada bab ini Rizvi (‘Arab: Ridlwi)
secara apik menjelaskan bahwa akibat dari pengekangan fitrah
2

teknologi informasi yang begitu pesat di akhir abad


20M, ternyata berperan besar dalam mempercepat
terjadinya revolusi seks di dunia Timur. Meskipun
agama melarangnya, namun penelitian menunjukkan
bahwa dari 1,8 juta warga Indonesia yang mengakses
internet, 50% di antaranya ternyata tidak bisa
menahan diri untuk tidak membuka situs porno2.
Tahun 2005, seksolog Dr. Boyke Nugraha bahkan
mengungkapkan 100% siswa SMA di Jakarta telah
mengakses situs ini. Pada akhirnya, informasi tentang
peradaban dan perilaku seks Barat yang liberal dan
serba boleh (permissive), sangat sulit dihindari dan
telah membawa perubahan besar dan begitu cepat
terhadap perilaku seks masyarakat Timur.
alamiah seksual manusia oleh Gereja sejak masa St. Paul hingga
awal abad 20 M, maka Gereja Kristen kehilangan pengaruhnya
dalam urusan dunia. Revolusi seksual sudah tidak terelakkan
lagi setelah mendapat momentum dua Perang Dunia. Revolusi
pada tahap awalnya, membawa masyarakat dari satu ekstrim ke
ekstrim lainnya. Ibarat pegas baja (steel spring), fitrah bila ditekan
maka akan meloncat balik dengan kekuatan yang sama. Maka
muncullah moralitas seks baru di Barat meloncat ke ekstrim
lain dengan usul kebebasan seks tanpa batas (free sex), “seks
demi keasyikan”, “seks demi seks” yang menurut Bertrand Russel
penulis buku Marriage and Morals (1970), harus didukung
selama tidak ada yang disakiti dan tidak mengganggu kebebasan
orang lain. Baca pula S. Saed Akhtar Ridhwi, The Family Life of
Islam, (Teheran: World Organization for Islamic Services, 1980),
hlm 8-9; Murtadha Muthahhari, Sexual Ethics in Islam and in The
Western World, (Teheran: Islamic Propagation Mission, 1982)
Bab 1-3.
2
Richard Kartawijaya dalam Seminar Dies Natalis ke-46
Fisipol UGM, 19/9/2001 tentang Situs Porno dan Kesehatan
Mental. Lihat http://www.e-psikologi.com/dewasa/cybersex.htm
Pendahuluan 3

Sejatinya, yang terjadi ketika era teknologi


informasi dimulai adalah benturan peradaban (clash
of civilization) yang sangat kuat antara nilai kebebasan
seks Barat yang ditawarkan oleh penguasa teknologi
informasi, berhadapan dengan norma kesusilaan
seks masyarakat Timur sebagai pengguna teknologi
informasi. Bisa diduga bahwa peradaban masyarakat
Timur yang cenderung tertutup, pasif dan defensive
(bertahan) akan terdesak oleh derasnya arus informasi
peradaban Barat. Akibat dari semua ini bisa dilihat,
bahwa meskipun pada awalnya masyarakat Timur
--khususnya umat Islam di Indonesia-- tampaknya
masih “agak malu” membahas permasalahan seks
secara terbuka di forum pembelajaran umum, namun
mereka agaknya telah mempraktekkan beberapa “trick”
(permainan) seks bebas tersebut, seperti: perzinaan
(seks pranikah dan selingkuh)3, biseksual, senggama
pada dubur, oral seks dan semacamnya, melampaui
batas nilai etika yang selama ini diyakininya.
3
Penelitian membuktikan bahwa dari waktu ke waktu
prilaku seks bebas remaja Indonesia semakin meningkat. Sejak
tahun 1976 sebanyak 9,6% menyetujui seks pranikah, kemudian
dua tahun setelahnya (1978) sudah meningkat menjadi 10%.
Tahun 1981 meningkat lagi menjadi 17,02%. Sementara itu jika
meneropong aktifitas seks bebas remaja per-daerah, hasilnya
sangat variatif tergantung sejauhmana kebebasan seks di tengah
budaya masyarakat setempat. Penelitian pada pelajar SMU di
Jawa Tengah (1995) membuktikan 10% pernah melakukan
hubungan seks pranikah, di Jawa Timur (1992) sebanyak 47%,
remaja di Bali (1990) sebanyak 90%, dan setelah tayangan
pornografi bisa didapatkan dengan mudah, penelitian terbaru
(2003) menyebutkan bahwa 97,05 mahasiswi di Yogyakarta
4

Bisa jadi mereka melakukan “penyimpangan”


seksual -atau sebagian lainnya justru menganggapnya
sebagai variasi hubungan seks- memang dikarenakan
kualitas keberagamaan masing-masing individu ber-
beda. Keragaman kualitas keberagamaan mereka ini
dipengaruhi oleh kuatnya arus informasi yang meru-
bah pola perilaku mereka, bahkan telah dianggap
sebagai nilai. Sayangnya, kekuatan pengaruh negatif
dari informasi Barat ini ternyata tidak bisa diimbangi
oleh kekuatan informasi dari masyarakat Timur yang
mayoritas muslim. Meskipun dari segi kuantitas su-
dah cukup banyak media cetak (koran, majalah dan
buku) ataupun elektronik (TV, radio dan internet)
memaparkan ajaran Islam dalam segala aspeknya,
namun kekuatan pengaruh (kualitas) dari media dak-
wah ini kurang maksimal dan masih banyak menyi-
sakan pertanyaan yang harus dijawab.
Memang banyak faktor kenapa kekuatan infor-
masi dari masyarakat muslim kurang berpengaruh
bahkan terhadap audiens muslim sendiri. Kiranya
bukan tempatnya untuk memaparkan semua faktor

tidak perawan lagi, meskipun ini banyak yang mempertanyakan


validitasnya. Lihat Fuad Amsyari, Masa Depan Umat Islam
Indonesia: Peluang dan Tantangan, (Bandung: Mizan, 1993),
hlm 117; Marzuki Umar Sa’abah, Seks & Kita, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1998), hlm 33-34; Iip Wijayanto, Sex in the “Kost”,
(Yogyakarta: Tinta, 2003), hlm 36; Koran Kedaulatan Rakyat, 18
September 2003, hlm 1: Virginitas Mahasiswa. Menurut psikolog
Dadang Hawari bahwa 80% dari mereka yang sudah menyaksikan
tayangan pornografi ternyata telah melakukan penyimpangan
seks. (Hikmah Fajar di RCTI TV).
Pendahuluan 5

penyebab tersebut di sini. Namun salah satu di antara


banyak faktor tersebut bahwa informasi tentang
keislaman --termasuk dalam masalah seks-- yang
disampaikan oleh para muballigh dianggap tidak se-
suai dengan tuntutan kebutuhan mereka di masanya.
Permasalahannya bahkan tidak sekedar itu. Dalam
penelitian awal penulis terhadap beberapa referensi
tentang etika hubungan seks menurut Islam, ternyata
terdapat sejumlah hadis yang kesahihannya diragu-
kan bahkan tidak rasional. Hadis tersebut seringkali
dijadikan sebagai landasan hukum (hujjah) atau alat
justifikasi terhadap kemuliaan hubungan seks yang
diajarkan Islam, sekedar ingin membedakannya de-
ngan moralitas seks bebas yang diajarkan Barat.
Salah satu contoh ketidakrasionalan dari hadis
yang sering dikutip oleh para penulis buku tersebut
antara lain hadis tentang larangan melihat farj (ke-
maluan) istri karena dapat membutakan mata, yaitu:

‫ىل َف ْرج َز ْو َجتِِه َو َال َف ْرج َج ِاريَتِِه إَِذا‬َ ِ‫َال يَنْ ُظ َر َّن أَ َح ٌد ِمنْ ُك ْم إ‬
ِ ِ
‫َجا َم َع َها َفإِ َّن َذِل َك ُي ْو ِر َث اْل َع َمى‬
“Janganlah salah seorang di antara kalian melihat
kepada kemaluan istrinya dan kemaluan budaknya bila
menggaulinya, karena sesungguhnya hal tersebut dapat
menyebabkan kebutaan”.4
Yang amat disayangkan bahwa meskipun para
penulis sebenarnya menyadari matan hadis ini ber-
4
Al-Bayhâqi, Sunan al-Kubrâ, (Makkah: Maktabah Dâr
al-Bâz, 1414/1994), juz 7, hlm 94, no. 13318. Analisis terhadap
kualitas sanadnya akan dibahas pada Bab III nanti.
6

masalah, tetap saja mereka menjelaskan dengan


mengatakan: “Secara ilmu kedokteran, melihat vagina
atau lebih dalam lagi tidak akan merusak mata malah
tidak akan menyebabkan apa-apa, tetapi secara moral
dapat membutakan mata hati, merendahkan moral
dan martabat manusia.”5
Umumnya para penulis tersebut mencantum-
kan hadis larangan melihat farj di atas setelah menye-
butkan riwayat yang disandarkan pada ‘Â’isyah, ra.

5
Dr. Ali Akbar terkesan inkonsisten dalam hal ini
karena penjelasan tersebut disampaikannya setelah mengutip
pernyataan Syech Nefzawi dalam karyanya The Parfumed Garden
yang menyatakan bahwa Hasan bin Ishaq Sultan Damaskus
mempunyai kebiasaan melihat bagian dalam farj wanita, dan dia
sudah diperingatkan supaya jangan berbuat demikian. Tapi dia
malah mengatakan, “Apakah ada kesenangan yang melebihi ini?”
Akhirnya dia pun menjadi buta. Lihat Ali Akbar, Merawat Cinta
Kasih, (Jakarta: Pustaka Antara, 1992), hlm 80-81; Tulisan senada
disampaikan oleh Ma’ruf Asrori dan Anang Zamroni, Bimbingan
Seks Islami, (Surabaya: Pustaka Anda, 1997), hlm. 45- 47; M.
Syamsul Hasan dan A. Ma’ruf Asrori, Etika Jima’, (Surabaya: al-
Miftah, 1998), hlm 132-133; Kesan inkonsistensi juga terlihat
pada penjelasan M. Nipan Abdul Halim dalam Membahagiakan
Istri Sejak Malam Pertama, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2003), hlm 217-219 yakni setelah mengutip pernyataan Syekh
Muhammad Nawawi al-Jâwi (Marqât Su’ûd al-Tashdîq, hlm 66)
yang menyatakan “melihatnya lebih utama...”, selanjutnya beliau
jelaskan “namun demikian... tidak melihat farji istri tatkala
melakukan hubungan seks maka hal itu lebih terpuji dan lebih
mulia”. Padahal menurut pendapat yang mu’tabar (yang dapat
dipegangi) di kalangan Ahli Hadis bahwa tidak boleh mengutip
riwayat dla’îf dengan redaksi yang menunjukkan kesan mantap
bahwa riwayat daif ini merupakan hadis Nabi. Lihat Muhammad
‘Ajjâj al-Khathîb, Ushûl al-Hadîts, (Bayrût: Dâr al-Fikr, 1409), hlm
353-354.
Pendahuluan 7

yang menjelaskan etika Rasulullah saw menggauli


istrinya:

‫َما َرأَى ِميّن َو َما َرأَيْ ُت ِمنُْه‬


ِ
“Beliau tidak melihat punyaku, dan akupun juga tidak
melihat punyanya.”

Penulis menemukan bahwa ternyata sanad


kedua riwayat di atas pun bermasalah (baca: dla’îf).
Tetapi sekali lagi, riwayat ini tetap mereka jelaskan
dengan mengatakan bahwa: Ini berarti Rasulullah
saw tetap menghormati wanita beserta farajnya atau
menjelaskannya bahwa hal ini karena wanita pada
umumnya merasa malu untuk “dipandangi”.6
Masih ada sejumlah hadis yang diragukan
kesahihannya namun sering dijadikan referensi
oleh para peneliti lain tentang etika hubungan seks
menurut Islam. Kemungkinan munculnya penjelasan
mengenai seks dalam perspektif Islam seperti di atas
adalah reaksi awal yang bersifat spontan dan sporadis
akibat keterkejutan masyarakat muslim terhadap
nilai kebebasan seks. Mungkin inilah salah satu
sebab ajaran Islam terkebiri dan kehilangan kekuatan
6
Lihat misalnya buku tentang etika hubungan seks dalam
Islam, khususnya yang ditulis di Indonesia, seperti: Ma’ruf Asrori
dan Anang Zamroni, Bimbingan Seks Islami, hlm. 44-46; M
Syamsul Hasan dan A. Ma’ruf Asrori, Etika Jima’, hlm 131-133;
Nina Surtiretna, Bimbingan Seks Suami Istri: Pandangan Islam
dan Medis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hlm 40-41;
Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih, hlm 80-81. Analisis terhadap
kualitas hadisnya akan dibahas pada Bab III.
8

referensi tentang seks sebagai akibat dari penafsiran


terhadap riwayat yang tidak jelas sehingga Islam
ditinggalkan, karena dianggap tidak sesuai dengan
tuntutan dan realitas zaman7.
Di tengah situasi seperti ini, tampaknya
masyarakat muslim membutuhkan informasi tentang
seks yang sehat dan memuaskan (baca: berkualitas),
namun tetap sah dan beretika menurut keyakinan
mereka. Hanya saja, pada umumnya mereka
menemukan kendala ketika mencari referensi
7
Kesan bahwa ajaran Islam mengenai seksualitas mulai
ditinggalkan seiring dengan perkembangan teknologi informasi
yang mempengaruhi prilaku seksual masyarakat muslim, tampak
jelas pada tulisan Rahmat Sudirman yang mengatakan bahwa
konsepsi seksual Islam yang tertuang dalam teks-teks dogmatik
Islam, tidak lagi mampu menjelaskan dan membenarkan segala
prilaku seks yang dipraktekkan manusia (pribadi muslim). Pada
halaman berikutnya dia juga menjelaskan bahwa konsepsi
seksualitas Islam mengalami krisis plausabilitas (pen.: penjelasan
yang masuk akal) karena menghadirkan obyektivasi seksual yang
berbeda dengan tatanan sosio-kultural Islam. Krisis Plausabilitas
ini juga akan merembes ke dalam bidang praktek seksual yang
terwujud dalam bentuk praktek yang tidak sejalan dengan konsepsi
praktek seksual yang dikonstruksikan Islam. Lihat Rahmat
Sudirman, Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial:
Peralihan Tafsir Seksualitas, (Yogyakarta: Media Pressindo, 1999),
hlm 16-17, 182. Dalam penelitiannya ini, Rahmat menyimpulkan
bahwa telah terjadi pergeseran tafsir seksual dalam masyarakat
akibat perubahan nilai dan praktek seks yang terjadi di tengah
masyarakat. Meskipun penulis tidak sepenuhnya sependapat
dengan Rahmat, namun penulis bisa memahami kesimpulan
Rahmat di atas karena ia menganalisanya dari sumber referensi
yang didapatkannya. Satu-satunya kesalahan Rahmat dalam
penelitiannya tersebut adalah salah dalam memilih referensi
tentang seks dalam perspektif Islam.
Pendahuluan 9

yang bersumber pada teks-teks hadis yang autentik


mengenai etika hubungan seksual dalam Islam di
tengah peradaban yang lebih bebas dan terbuka di
banding masa-masa sebelumnya.
Dalam pandangan penulis, keadaan semacam
ini tentu tidak bisa dibiarkan tanpa usaha proaktif
dari kelompok muslim sendiri untuk menjelaskan
dîn al-Islâm secara lebih kreatif dan lebih dinamis,
namun tetap merujuk pada sumbernya yang asli
yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Jadi pada dasarnya, penelitian ini bertujuan untuk
pertama, mengungkap kualitas riwayat atau hadis
tentang etika hubungan seks suami-istri --baik dari
segi sanad maupun matan-- sehingga bisa diketahui
bagaimana sesungguhnya pandangan Islam yang
bersumber dari hadis maqbûl mengenai kedudukan
dan etika hubungan seks antar suami-istri. Kedua,
menjaga umat dari berhujjah dan mengamalkan
hadis yang tidak layak dijadikan sebagai hujjah.
Berdasarkan pemikiran di atas, penelitian ini
bermaksud menjawab pertanyaan awal, bagaimana
kualitas hadis tentang etika “bercinta” ala Nabi?
Adapun yang dimaksud dengan Etika “Bercinta”
ala Nabi di sini adalah Etika atau Adab8 Hubungan
Seks Suami-Istri dalam Perspektif Hadis9. Ini karena
hubungan seks terkadang diartikan dengan “bercinta”
8
Etika (Inggris: ethic) dalam bahasa Arab berarti \ ‫َبى‬
ِ‫أد‬
ْ . Lihat Ilyâs, Qâmûs al-’Ashri (Injlîzi-’Arabi), (Bayrût:
‫أخالِقى‬
Dâr al-Jîl, ed. 29, 1988), hlm 254. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta:
10

dalam tanda kutip (Inggris: making love), sedangkan


“bercinta” yang sah menurut Nabi saw hanyalah
hubungan seks dalam ikatan perkawinan yang sah
antara laki-laki (suami) dan perempuan (istri).
Sudah terlampau banyak karya yang berbicara
tentang hubungan seks dengan berbagai tinjauan
antara lain: tinjauan medis, psikologi, sosial-budaya,
tinjauan mistik, etika, hukum dan tinjauan agama. Ada
pula yang membahas masalah hubungan seks dalam
satu pembahasan sekaligus dengan meninjaunya
dari dua-tiga aspek bahkan lebih, seperti: Bimbingan
Seks Suami Istri: Pandangan Islam dan Medis oleh dr.
Nina Surtiretna (Bandung: Rosdakarya, 1997), Seks
& Kita oleh Marzuki Umar Sa’abah (Jakarta: Gema
Insani Press, 1997), Konstruksi Seksualitas Islam
dalam Wacana Sosial: Peralihan Tafsir Seksualitas,
(Yogyakarta: Media Pressindo, 1999) oleh Rahmat
Sudirman, dan Sex and Society in Islam oleh
Musallam, BF. (Cambridge: 1983).
Karya yang muncul tentang seks dengan
tinjauan etika agama Islam saja sudah cukup banyak.
Dari sekian banyak referensi tentang etika hubungan
seks dalam Islam, sampai saat ini -sejauh eksplorasi
penulis- belum menemukan satu karya pun yang
Balai Pustaka, ed. 2, 1995), hlm 237, etika adalah ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).
9
Hadis adalah segala hal yang disandarkan kepada Nabi
saw, baik mengenai perkataan, perbuatan, persetujuan ataupun
sifat beliau. Lihat Mushthafa Ibrâhîm, dkk, al-Mu’jam al-Wasîth,
(Istanbûl: al-Maktabah al-Islâmiyah, tth), hlm 160.
Pendahuluan 11

membahas tuntas dan komprehensip mengenai


kualitas hadis-hadis tentang etika hubungan seks
suami-istri.
Umumnya para penulis buku tersebut
-khususnya yang beredar di Indonesia-, langsung
mengutip hadis tertentu untuk mendukung pendapat
mereka atau langsung menjelaskan matan hadisnya,
tanpa melakukan analisis terhadap hadis-hadisnya
hingga mengungkap kualitasnya. Di antara karya
yang penulis maksudkan antara lain: Etika Hubungan
Seksual dalam Islam oleh Lathifah Dahlan (Bandung:
1993), Etika Seksual (Pekalongan: TB. Bahagia,
1989) dan Moral Agama dalam Kehidupan Seksual
Suami Istri (Semarang: Mujahidin, 1981) keduanya
oleh Mahfudli Sahli, 30 Tuntunan Seksualitas Islami
oleh Muhammad Thalib (Bandung: Irsyad, 1997),
Bimbingan Seks Islami (Surabaya: Pustaka Anda,
1997) oleh Ma’ruf Asrori dan Anang Zamroni, serta
Etika Jima’ (Surabaya: al-Miftah, 1998) oleh M.
Syamsul Hasan dan A. Ma’ruf Asrori.
Sementara itu tokoh Syi’ah, Murtadha
Muthahhari dalam karyanya Sexual Ethics in Islam
and in the Western World (Teheran: 1982) dan Sayyid
Muhammad Rizvi dalam Marriage and Moral in Islam
(Toronto: 1994), lebih banyak menyoroti moralitas
seks di dunia Barat dengan membandingkannya
dengan konsep Islam menurut paham Syi‘ah dan
sama sekali tidak mengungkap kualitas hadisnya.
Lain halnya dengan karya ‘Abd al-Halîm Abu
Syuqqah dalam Tahrîr al-Mar’ah fi ‘Ashr al-Risâlah
193

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’ân al-Karîm
Injil
Âbâdi, Muhammad Syams al-Haqq al-’Adzîm, 1415.
‘Awn al-Ma’bûd, Bayrût: Dâr al-Kutub al-
’Ilmiyyah, cet ke-2.
Abu ‘Awwânah, Ya’qûb bin Ishâq al-Asfarâ’ini.
Musnad. Bayrût: Dâr al-Ma’rifah, tth.
Abu Dâwud, Sulaymân bin al-As’as al-Sijistâni. Sunan
Abi Dâwud. CD. Mawsû’at al-Hadîts
Abu Hafsh, ‘Umar bin Ahmad, 1408/1988. Nâsikh
al-Hadîts wa Mansûkhuh. al-Zarqâ’: Maktabat
al-Manâr.
Abu Hâtim al-Râzi, Abu Muhammad ‘Abd al-Rahmân
bin Abi Hâtim, 1959. Al-Jarh wa al-Ta’dîl. Al-
Hind: Mathba’ah Majlis Dâ’irât al-Ma’ârif al-
’Utsmâniyyah.
Abu Ishâq, Ibrâhîm bin Muhammad bin Khalîl,
1988/1408. Kitâb al-Ightibâth bi Ma’rifat Man
Rumiya bi al-Ikhtilâth. Tahqîq: Fawâz Ahmad,
Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Arabi.
Abu Ishâq, Ibrâhim bin Ya’qûb al-Jawazjâni, 1405.
Ahwâl al-Rijâl. Bayrût: Mu’assasat al-Risâlah,
Abu Nu’aym, Ahmad bin ‘Abdillah al-Ashbahâni,
1405. Hilyat al-Awliyâ’. (Bayrût: Dâr al-Kitâb
al-’Arabi.
Abu Syuqqah, ‘Abd al-Halîm. Tahrîr al-Mar’ah fi ‘Ashr
al-Risâlah (Juz 5). Dubay: Dâr al-Qalam, tth.
Abu Ya’la, Ahmad bin ‘Ali bin al-Mutsanna al-
Mawshili, 1984/1404. Musnad Abi Ya’la.
194

Tahqîq: Husayn Salîm Asad, Dimasyq: Dâr al-


Ma’mûn li al-Turâts.
Agama-agama: Agama + Kristen Riwayat Hidup
Paulus, http://www.pesantrenonline.com/
ag…/detail Agama.
Ahmad bin ‘Ali bin al-Mutsanna Abu Ya’la al-
Mawshuli, 1984/1404. Musnad Abi Ya’la.
Tahqîq: Husayn Salîm Asad, Dimasyq: Dâr al-
Ma’mûn li al-Turâts.
Al-Albâni, Muhammad Nâshir al-Dîn, 1985/1405.
Silsilat al-Ahâdîts al-Dla’îfah wa al-Mawdlû’ah
wa Atsaruha al-Sayyi’ fi al-Ummah. Bayrût: al-
Maktab al-Islâmi.
Al-’Amili, al-Syâhid al-Tsâni Zayn al-Dîn, 1391.
Wasâ’il al-Syi’ah. Bayrût: Dâr Ihyâ’ al-Turâts,
al-’Arabi.
Amini, Ibrahim, 1988. Bimbingan Islam untuk
Kehidupan Suami-Istri (terjemahan dari:
Principles of Marriage Family Ethics). Bandung:
Al-Bayan.
Amsyari, Fuad, 1993. Masa Depan Umat Islam:
Peluang dan Tantangan. Bandung: Mizan.
Asmu’i, MS, 2004. Oral sex dalam Pandangan Islam
dan Medis. Jakarta: Abla Publisher.
Asrori, A. Ma’ruf dan Zamroni Anang, 1997. Bim-
bingan Seks Islami. Surabaya, Pustaka Anda.
Asrori, A. Ma’ruf dan M. Syamsul Hasan, 1998. Etika
Jima’: Posisi dan Variasinya. Surabaya: al-
Miftah.
Al-Baghdâdi, Ahmad bin ‘Ali al-Khathîb, 1974. Taqyîd
al-’Ilm. Ttp: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-’Arabî.
Daftar Pustaka 195

---------. 1357. al-Kifâyah fî ‘Ilm al-Riwâyah. India.


Al-Bayhâqi, Ahmad bin al-Husayn bin ‘Ali bin Mûsâ
Abû Bakr, 1414/1994. Sunan al-Bayhaqi al-
Kubrâ. Makkah: Maktabah Dâr al-Bâz.
Al-Bazzâr, Ahmad bin ‘Amr bin ‘Abd al-Khâliq,
1409. Musnad al-Bazzâr 4-9. Bayrût/Madînah:
Mu’assasat ‘Ulûm al-Qur’ân/Maktabat al-
’Ulûm wa al-Hikâm.
Bucaille, Maurice, 1992. Asal Usul Manusia Menurut
Bibel, Al-Qur’an, Sains. Bandung: Mizan.
Al-Bukhâri, Muhammad bin Ismâ’îl Abu ‘Abdillah
al-Jufi’, 1987/1407. Shahîh al-Bukhâri. Tahqîq:
Mushthafa Diyb al-Bughâ, Bayrût: Dâr Ibn
Katsîr - al-Yamâmah.
Burhân al-Dîn, Ibrâhîm bin Muhammad bin Khalîl,
1988/1408. Kitâb al-Ightibâth bi Ma’rifat Man
rumiya bi al-Ikhtilâth. Tahqîq: Fawâz Ahmad,
Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Arabi.
Cawthorne, Nigel, 2006. Rahasia Kehidupan Seks
Para Paus (Sex Lives of The Popes), Yogyakarta,
Alas Publishing.
Compact Disc (CD), 1419/1999. Al-Maktabah al-
Alfiyah li al-Sunnah al-Nabawiyyah. Versi 1,5,
Yordan: al-Turâts.
Compact Disc (CD). Mawsûat al-Hadîts al-Syarîf.
Versi 2,00, Mesir: Shakhr. (Memuat al-kutub
al-tis’ah atau sembilan kitab hadis induk yang
terdiri al-kutub al-sittah + Musnad Ahmad,
Sunan al-Dârimi dan al-Muwaththa’ al-Imâm
Mâlik)
Dahlan, Lathiefah, 1993. Etika Hubungan Seksual
dalam Islam. Bandung: tnp.
196

Al-Daylami, Abu Syujâ’ Syayruwayh bin Syahradâr,


1987. Firdaws al-Akhbar. Tahqîq: Fawwâz
Ahmad, Bayrût: Dâr al-Kuttâb al-’Arabi.
Al-Daynûri, Muhammad bin ‘Abdillah Ibn Qutaybah,
1966. Ta’wîl Mukhtalaf al-Ahâdîts. Tahqîq:
Muhammad Zuhayr al-Najjâr. Al-Qâhirah:
Maktabah al-Kulliyah al-Azhariyah.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, edisi ke-2.
Al-Dzahabi, Syams al-Dîn Muhammad bin Ahmad,
1413/1992. al-Kâsyif. Jeddah: Dâr al-Qiblah li
al-Tsaqâfah al-Islâmiyyah/Muassasah ‘Uluw.
---------. 1995. Mîzân al-I’tidâl fi Naqd al-Rijâl.
Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah.
---------. 1406. Man Tukullima fîh, Zarqâ: Maktabat
al-Manâr.
Al-Fanjari, Ahmad Syawqi, 1996. Nilai Kesehatan
dalam Islam. terjemah oleh: Ahsin Wijaya,
Jakarta: Grafika, cet. 1.
Forum Kajian Kitab Kuning (FK3), 2003. Wajah
Baru Relasi Suami-Istri: Telaah Kitab ‘Uqûd
al-Lujjayn li Muhammad Nawawi bin ‘Umar
al-Banteni. Yogyakarta: LKiS, cet-2, Judul asli
Syarh ‘Uqûd al-Lujjayn fi Bayân Huqûq al-
Zawjayn, Jâkarta: Lajnah Dirâsat Kutub al-
Turâts, tth.
Al-Ghimâri, Ahmad bin Muhammad al-Shiddîq,
1994. Hushûl al-Tafrîj bi Ushûl al-Takhrîj.
Riyâdl: Maktabah Thabariyah.
Al-Hâkim, Muhammad bin ‘Abdullah al-Naysâbûri,
1411/1990. al-Mustadrak ‘ala al-Shahîhayn.
Daftar Pustaka 197

Tahqîq: Muhammad ‘Abd al-Qâdir. Bayrût:


Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah.
Al-Hanafi, Yûsuf bin Mûsa. Mu’tashir al-Mukhtashar.
Qâhirah/Bayrût: ‘Âlam al-Kutub/Maktabat al-
Mutanabbi, tth.
Al-Haytsami, ‘Ali bin Abi Bakr. Majma’ al-Zawâ’id,
1407. Qâhirah/Bayrût: Dâr al-Rayyân li al-
Turâts/Dâr al-Kitâb al-’Arabi.
Ibn ‘Abd al-Barr, Abu ‘Amr Yûsuf bin ‘Abdillah bin
‘Abd al-Barr, 1387. Al-Tamhîd li Ibn ‘Abd
al-Barr. Tahqîq: Mushthafa Muhammad al-
’Ulwi dan Muhammad ‘Abd al-Kabîr al-Bakri,
Maghrib: Wizârat ‘Umûm al-Awqâf wa al-
Syu’ûn al-Islâmiyyah.
Ibn Abi Hâtim, ‘Abd al-Rahmân bin Muhammad al-
Râzi, 1405. ‘Ilal Ibn Abi Hâtim. Bayrût: Dâr al-
Ma’rifah.
---------. ‘Abd al-Rahmân bin Muhammad bin Abi
Hâtim al-Râzi. 1953/1271. al-Jarh wa al-Ta’dîl,
(Bayrût: Dâr Ihyâ al-Turâts al-’Arabi.
Ibn Abi Syaybah, Abu Bakr ‘Abdullah bin Muhammad,
1409. Mushannaf Ibn Abi Syaybah. Riyâdl:
Maktabat al-Rusyd.
Ibn ‘Adi, Abu Ahmad ‘Abdullah al-Jurjâni, 1409/1988.
al-Kâmil fi Dlu’afâ’ al-Rijâl. Tahqîq: Yahya
Mukhtâr al-Ghazâwi, Bayrût: Dâr al-Fikr, cet.
ke-3.
Ibn Hajar, Abu al-Fadll Ahmad bin ‘Ali bin Hajar
al-’Asqalâni, 1379. Fath al-Bâri. Tahqîq:
Muhammad Fu’âd ‘Abd al-Bâqi, Bayrût: Dâr
al-Ma’rifah.
198

---------. 1986/1406. Lisân al-Mîzân. Bayrût:


Mu’assasat al-A’lami li al-Mathbû’ât.
---------. 1352. Nukhbat al-Fikar fi Mushthalah Ahl al-
Atsar. Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah.
---------.1986/1406. Tahdzîb al-Taqrîb. Tahqîq: Abu
‘Awwâmah, Syiriya: Dâr al-Rasyîd.
---------. 1997/1417. Talkhîsh al-Habîr fi Takhrîj
Ahâdîts al-Râfî’i al-Kabîr, Riyâdl: Maktabah
Nizak Mushthafa al-Bâz.
---------. 1986/1406. Taqrîb al-Tahdzîb. Tahqîq:
Muhammad ‘Awwâmah, Sûriya: Dâr al-
Rasyîd.
---------. Thabaqât al-Mudallisîn. al-Fidâ’ Ismâ’îl al-
Dimasyqi. Tafsîr al-Qur’ân al-’Adzîm. Bayrût:
Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-’Arabi, tth.
Ibn Khuzaymah, Muhammad bin Ishâq, 1390. Shahîh
Ibn Khuzaymah. Tahqîq: Muhammad Musthafa
al-A’dzami, Bayrût: al-Maktab al-Islâmi.
Ibn al-Qayyim, Muhammad bin Abi Bakr Ayûb al-
Zur’i, 1995/1415. Hâsyiyah Ibn al-Qayyim.
Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah, cet. Ke-2
Ibn Râhawayh, Ishâq bin Ibrâhîm bin Makhlad, 1412/
1991. Musnad Ibn Râhawayh. Tahqîq: ‘Abd al-
Ghafûr bin ‘Abd al-Haq al-Bilûsyi, Madînah:
Maktabat al-Îmân.
Ibn al-Shalâh, Abu ‘Amr ‘Utsmân bin ‘Abd al-Rahmân,
1972. ‘Ulûm al-Hadîts. Madînah: al-Maktabah
al-’Ilmiyyah
Ibrâhîm, Mushthafa dkk, al-Mu’jam al-Wasîth,
Istanbûl: al-Maktabah al-Islâmiyah, tth.
Daftar Pustaka 199

Al-’Ijli, Ahmad bin ‘Abdullah bin Shâlih, 1405/1985.


Ma’rifat al-Tsiqât. Tahqîq: ‘Abd al-’Alîm ‘Abd
al-’Adzîm, Madînah: Makabat al-Dâr.
Ilyâs, 1988. Qâmûs al-’Ashri (Injlîzi-’Arabi). Bayrût:
Dâr al-Jîl, edisi 29.
Ilyas, Yunahar, 1999. Kuliah Akhlak. Yogyakarta:
LPPI-UMY.
Ismail, M. Syuhudi. 1988. Kaedah Keshahihan Sanad
Hadis. Jakarta: Bulan Bintang.
Al-Jashshâsh, Abu Bakr Ahmad al-Râzi, 1414/1993.
Ahkâm al-Qur’ân. Bayrût: Dâr al-Fikr.
Kedaulatan Rakyat, Surat Kabar Harian, 18 September
2003. Virginitas Mahasiswa.
Khallâf, ‘Abd al-Wahhâb, 1388/1968. ’Ilm Ushûl
al-Fiqh. Qâhirah: Maktabat al-Da’wat al-
Islâmiyah.
Al-Khathîb, Muhammad ‘Ajjâj, 1409/1989. Ushûl al-
Hadîts. Bayrût: Dâr al-Fikr.
Al-Kinani, Ahmad bin Abi Bakr, 1403. Mishbâh al-
Zujâjah. Bayrût: Dâr al-’Arabiyyah.
Lecky, William Edward Hartpole (WEH), 1869.
History of European Morals. New York: D.
Appleten & Company, atau RA. Kessinger
Publishing co. 2003; akses via internet: http://
etext.lib.virginia.edu/raiton/yankee/lecky.html
Al-Mizzi, Abu al-Hajjâj Yûsuf bin al-Zakiy, 1980/
1400. Tahdzîb al-Kamâl. Tahqîq: Basysyâr
‘Awwâd Ma’rûf, Bayrût: Mu’assasat al-Risâlah.
Al-Mubârakfûri, Muhammad ‘Abd al-Rahmân bin
‘Abd al-Rahîm. Tuhfat al-Ahwadzi. Bayrût: Dâr
al-Kutub al-’Ilmiyyah, tth.
200

Al-Munâwi, ‘Abd al-Ra’ûf, 1356. Faydl al-Qadîr.


Mesir: al-Maktabah al-Tijâriyah al-Kubra.
Al-Mundziri, ‘Abd al-’Adzîm bin ‘Abd al-Qawiy,
1406. Risâlah fî al-Jarh wa al-Ta’dîl, Kuwayt:
Maktabah Dâr al-Aqshâ.
Mushthafa, Ibrâhîm, dkk. al-Mu’jam al-Wasîth.
Istanbûl: al-Maktabah al-Islâmiyah, tth.
Muslim bin al-Hajjâj, 1404. al-Kunâ wa al-Asmâ’.
Tahqîq: ‘Abd al-Rahîm Muhammad, Madînah:
al-Jâmi’ah al-Islâmiyah.
Muthahhari, Murtadha, 1402/1982. Sexual Ethics
in Islam and in The Western World. Teheran:
Islamic Propagation Mission. akses via internet:
http://www.al-islam.org/sexualethics/1.htm;
Sudah diterjemahkan oleh M. Hashem. 1999.
Etika Seksual dalam Islam. Jakarta: Lentera,
cet. Ke-iv.
Al-Nasâ’i, Ahmad bin Syu’ayb, 1411/1990. al-Sunan
al-Kubra. Tahqîq: ‘Abd al-Ghaffâr dan Sayyid
Kasrawi, Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah.
Al-Nawawi, Abu Zakariyâ Yahya bin Syaraf, 1392.
Syarh al-Nawâwi ‘ala Shahîh Muslim. Bayrût:
Dâr Ihyâ’ al-Tuirâts al-’Arabi, cet ke-3, juz 3.
Al-Naysâbûri, Muslim bin al-Hajjâj Abu al-
Hushayn al-Qusyayri. Shahîh Muslim. Tahqîq:
Muhammad Fu’âd ‘Abd al-Bâqi. Bayrût: Dâr
Ihyâ al-Turâts al-’Arabiy, tth.
Al-Qardlâwi, Yûsuf, 1991. Kayfa Nata’âmal ma’a al-
Sunnah al-Nabawiyyah. Riyâdl: Maktabat al-
Mu’ayyad & al-Ma’had al-’Âlami li al-Fikri al-
Islami
Daftar Pustaka 201

Al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr,


1372. Tafsîr al-Qurthubi. Tahqîq: Ahmad ‘Abd
al-’Alîm, Qâhirah: Dâr al-Sya’bi.
Ridhwi, S. Saed Akhtar, 1980. The Family Life of Islam.
Teheran: World Organization for Islamic
Services.
Rizvi, Sayyid Muhammad, 1415/1994. Marriage and
Moral in Islam. Toronto: Islamic Education
& Information Centre, HYPERLINK “http://
www.al-islam.org/” http://www.al-islam.
org/; Sudah diterjemahkan oleh Muhammad
Hashyim. 2000. Perkawinan dan Seks dalam
Islam. Jakarta: Lentera, cet. Ke-v.
Roman Catholic Church Sex Abuse Scandal, http://
en.wikipedia.org/wiki/Roman_Catholic_
Church_sex_abuse_scandal
Russel, Bertrand, 1970. Marriage and Morals. New
York: Liveright.
Sahli, Mahfudli, 1989. Etika Seksual. Pekalongan: TB.
Bahagia.
---------. 1981. Moral Agama dalam Kehidupan
Seksual Suami Istri. Semarang: Mujahidin.
Al-Sakhâwi, Abu al-Khayr Muhammad bin ‘Abd al-
Rahmân, 1969. Fath al-Mughîts. Tahqîq: ‘Abd
al-Rahmân ‘Utsmân, Qâhirah, al-Maktabah al-
Salafiyah.
Sa’abah, Marzuki Umar, 1998. Seks & Kita. Jakarta:
Gema Insani Press.
Sâbiq, al-Sayyid, 1403/1983. Fiqh al-Sunnah. Bayrût:
Dâr al-Fikr.
202

Al-Shan’âni, ‘Abd al-Razzâq bin Hammâm Mushannaf


‘Abd al-Razzâq, 1403. Tahqîq: Habîb al-Rahmân
al-A’dzami, Bayrût: al-Maktab al-Islâmi.
Shihab, M. Quraish, 2000. Tafsir al-Mishbâh. Jakarta:
Lentera Hati, vol. 2
----------. 1992. Membumikan Al-Qur’an, Bandung:
Mizan.
Al-Sibâ’i, Musthafâ, 1966. al-Sunnah wa Makânatuha
fi al-Tasyrî’ al-Islâmi, Ttp: Dâr al-Qawmiyyah.
Sudirman, Rahmat, 1999. Konstruksi Seksualitas
Islam dalam Wacana Sosial: Peralihan Tafsir
Seksualitas. Yogyakarta: Media Pressindo.
Surtiretna, Nina, 1997. Bimbingan Seks Suami Istri:
Pandangan Islam dan Medis. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Al-Subki, Tâj al-Dîn Abu Nashr ‘Abd al-Wahhâb bin
Taqiy al-Dîn ‘Ali, 1398/1978. Qâ’idah fi al-Jarh
wa al-Ta’dîl. Tahqîq: Abu Ghuddah, Kairo: Dâr
al-Wa’iy.
Al-Suyûthi, Jalâl al-Dîn ‘Abd al-Rahmân bin Abi Bakr
bin Muhammad. al-Asybâh wa al-Nadzâ’ir fi
Qawâ’id wa Furû’ Fiqh al-Syâfi’iyyah. Riyâdl:
Maktabat Nazâr Mushthafa al-Bâz, tth.
-----------, al-Jâmi’ al-Shaghîr. Tahqîq: Muhammad
‘Abd al-Ra’ûf al-Munâwi, Jeddah: Dâr Thâ’ir al-
’Ilm, tth.
---------, 1379/1959. Tadrîb al-Râwi. Tahqîq: ‘Abd
al-Wahab ‘Abd al-Lathîf, Mesir: Maktabat al-
Qâhirah.
Al-Thabari, Muhammad bin Jarîr, 1405. Tafsîr al-
Thabari. Bayrût: Dâr al-Fikr.
Daftar Pustaka 203

Thabbârah, ‘Afîf ‘Abd al-Fattâh, 1978. Rûh al-Dîn al-


Islâmi. Bayrût: Dâr al-’Ilm li al-Malâyîn.
Al-Thabaththaba’i, Muhammad Kadzîm al-Yazdi,
1972/1392. al-’Urwat al-Wutsqa. Teheran: Dâr
al-Kutub al-Islâmiyyah.
Al-Thabrâni, Abu al-Qâsim Sulaymân bin Ahmad,
1404/1983. al-Mu’jam al-Kabîr. Mûshal:
Maktabat al-’Ulûm wa al-Hikâm.
---------. 1415. al-Mu’jam al-Awsath. Qâhirah: Dâr
al-Haramayn.
---------. 1405/1985. al-Mu’jam al-Shaghîr. Tahqîq:
Muhammad Syakûr Mahmûd, Bayrût/’Ammân:
al-Maktab al-Islâmi/Dâr ‘Ammâr.
Thahhân, Mahmûd, 1982. Ushûl al-Takhrîj wa Dirâsât
al-Asânîd. Qâhirah: Dâr Kutub al-Salâfiyah.
Thalib, Muhammad, 1997. 30 Tuntunan Seksualitas
Islami. Bandung: Irsyad Baitus Salam.
Wijayanto, Iip, 2003. Sex in the “Kost”. Yogyakarta:
Tinta
Yûsuf bin Mûsa al-Hanafi. Mu’tashir al-Mukhtashar.
Qâhirah/Bayrût: ‘Âlam al-Kutub/Maktabat al-
Mutanabbi, tth
Al-Zuhayli, Wahbah. Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuh,
Bayrût Dâr al-Fikr, tth.
---------, al-Tafsîr al-Munîr. Pakistan: al-Maktabah al-
Ghafâriyah, tth.

Anda mungkin juga menyukai