Anda di halaman 1dari 66

MAKNA TABAYYUN DALAM KONTEKS MODERN:

Kajian Penafsiran Al-Hujurat Ayat 6 Menurut Mutawalli


Al-Sya’rawi dan Quraish Shihab

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:
Ahmad Fauzi Maldini
NIM: 1112034000086

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
ABSTRAK

Ahmad Fauzi Maldini: “Makna Tabayyun dalam Konteks Modern: Kajian


Penafsiran Al-Hujurat Ayat 6 Menurut Mutawalli Al-Sya’rawi dan Quraish
Shihab”

Tabayyun merupakan proses penyeleksian atau memberikan kepastian


terhadap kebenaran dari informasi dan berita. Penelitian ini akan menganalisis
tabayyun menurut tafsiran Mutawalli Al-Sya’rawi dan Quraish Shihab dari Al-
Hujurat Ayat 6. Analisis ini berfokus pada perbedaan dari penafsiran dan
pengertian al-Sya’rawi dan Quiraish Shihab terhadap tabayyun di Surah Al-
Hujurat Ayat 6. Selain itu mengetahui implementasi tabayyun di media sosial
khususnya penyebaran hoax (kepalsuan berita).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode library


research berisikan sumber tertulis yang digunakan untuk memberikan analisis
terhadap masalah penelitian ini. Sumber datanya terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer berasal dari Al-Qur’an. Sedangkan data sekunder berasal
dari kitab tafsir karya Mutawalli Al-Sya’rawi dan kitab tafsir karya Quraish
Shihab. Analisis datanya bersifat deskriptif–komparatif melalui perbandingan
antara pendapat Mutawalli Al-Sya’rawi dan Quraish Shihab tentang tabayyun
dalam surah Al-Hujurat Ayat 6.

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa perbedaan penafsiran Surah


Al-Hujurat Ayat 6 dan tabayyun antara Mutawalli al-Sya’rawi dan Quraish Shihab
terletak pada penjelasan dan keterangannya. Pertama, Mutawalli al-Sya’rawi
mewajibkan semua berita untuk dilakukan proses tabayyun. Sedangkan Quraish
Shihab menggarisbawahi proses tabayyun hanya diperuntukkan bagi berita yang
penting. Kedua, tabayyun oleh al-Sya’rawi sebagai pencarian kebenaran tanpa
metode. Berbeda dengan Quraish Shihab menggunakan pihak tertentu untuk
membantu proses tabayyun. Implementasi tabayyun di media sosial sebagai
penyaringan atau memberikan kepastian terhadap kebenaran suatu berita dan
informasi.

Kata kunci : Tabayyun, Al-Hujurat, Mutawalli Al-Sya’rawi, Quraish


Shihab

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang telah

memberikan begitu banyak nikmat sehingga penulis mampu merampungkan

penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada baginda

nabi besar Muhammad Saw. dan keluarga beserta para sahabatnya, dan semoga

semua diakui sebagai umatnya dan mendapatkan syafaatnya di hari akhir kelak.

Amin.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan dapat rampung

tanpa izin Allah Swt. dan juga bimbingan, arahan, dukungan serta kontribusi dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan memberikan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA. selaku Rektor UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Bapak Dr. Eva Nugraha, MA. selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur`an dan

Tafsir yang dengan sabar mengarahkan dan memberi kesempatan yang

besar agar penulis dapat menuntaskan skripsi ini.

4. Bapak Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-

Qur`an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

membantu dalam bidang administrasi perkuliahan;

ii
5. Bapak Drs. Ahmad Rifqi Mukhtar, MA. selaku dosen pembimbing yang

dengan sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu,

arahannya, masukannya, dan bimbingannya kepada punulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Kusmana, MA, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang

telah menuntut penulis agar dapat menyelesaikan tugas-tugas

perkuliahan.

7. Bapak Ibu seluruh dosen Jurusan Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir maupun

dosen Jurusan lain di Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan ilmu

dan pengalamannya kepada penulis.

8. Kedua orang tua penulis, Bapak M. Nurdin Sucipto dan Ibu Kustini,

yang telah sabar dan hati-hati mendidik penulis dan selalu mendoakan

serta menuntun penulis, sehingga menjadi motivasi penulis untuk

menyelesaikan studi.

9. Seluruh keluarga penulis, adik-adik penulis Hafidz Maulana Sucipto dan

Nabila Silvia Rizki yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

10. Seluruh teman-teman yang ikut mendukung dan memotivasi penulis

selama proses belajar di Jurusan Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir sampai akhir

masa studi, yaitu Agus Khoirudin, Hirman Jayadi, Muhammad Rifa’i,

Saepul, Adityo Nurhudaya, Aang Istikori, Acep Sabik, Imam

Zamashyari, Syahroni, Muhammad Rizal Sidiq, Ali Muharam, Lia

Sasmitha.

11. Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

telah mendukung penulis dan memotivasi penulis.

iii
Skripsi ini adalah sebagai upaya penulis untuk memberikan sumbangsih

terhadap khazanah keislaman, namun penulis sadar bahwa banyak kekurangan

dan minimnya pengetahuan penulis sehingga penelitian ini jauh dari kata

sempurna, namun penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan

manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca sekalian.

Penulis memohon maaf kepada berbagai pihak atas segala kekeliruan dan

kesalahan yang pernah penulis perbuat, dan penulis memohon ampunan kepada

Allah Swt. atas dosa dan kekhilafan yang telah penulis lakukan. Semoga taufiq,

hidayah, inayah serta maghfirah-Nya selalu menyertai kita semua. Aamiin.

Ciputat, 13 Juli 2019

Ahmad Fauzi Maladini

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK……………………………………...…………………………..i

KATA PENGANTAR …………………………………………………….ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………….v

PEDOMAN TRANSLITERASI…………………………………………vi

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………..1


B. Perumusan dan Pembatasan Masalah……………………………..6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………7
D. Kajian Pustaka…………………………………………………….8
E. Metodologi Penelitian……………………………………………..9
F. Sistematika Penulisan……………….……………………………11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TABAYYUN………………..12

A. Pengertian Tabayyun……………………..………………………12
B. Ruang Lingkup Tentang Tabayyun………………………………16
C. Tabayyun dalam Al-Quran…………………………………….....19
D. Tafsir Ayat Al-Quran tentang Tabayyun…………………………19
E. Pandangan Mufassir Klasik dan Modern tentang Tabayyun ......... 21
BAB III MUTAWALLI AL-SYA’RAWI DAN QURAISH SHIHAB
BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN………………………………………....24

A. Biografi Mutawalli Al-Sya’rawi....................................................24


B. Biografi Quraish Shihab…………………………………………26
C. Karya dan Pemikiran Mutawalli Al-Sya’rawi…………………...28
D. Karya dan Pemikiran Quraish Shihab…………………………...29
BAB IV TABAYYUN DALAM KONTEKS MODERN..........................32

A. Pengertian Tabayyun Menurut Mutawalli Al-Sya’rawi dan


Quiraish Shihab………………………………………………....32
B. Tafsir Ayat Tabayyun Menurut Mutawalli al-Sya’rawi dan Quraish
Shihab…………………………………………………………...33
C. Tabbayun dalam Komunikasi di Media Sosial…………………..40
BAB V PENUTUP……………………………………………………….47

A. Kesimpulan……………………………………………………...47
B. Saran-saran……………………………………………………....48
DAFTAR PUSTAKA ....................................... …………………….........49

v
PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada

hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.

A. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

‫ا‬ Tidak dilambangkan

‫ب‬ b Be

‫ت‬ t Te

‫ث‬ ts Te dan es

‫ج‬ j Je

‫ح‬ h Ha dengan garis bawah

‫خ‬ kh Ka dan ha

‫د‬ d De

‫ذ‬ dz De dan zet

‫ر‬ r Er

‫ز‬ z Zet

‫س‬ s Es

vi
‫ش‬ sy Es dan ye

‫ص‬ s Es dengan garis bawah

‫ض‬ d De dengan garis bawah

‫ط‬ t Te dengan garis bawah

‫ظ‬ z Zet dengan garis bawah

‫ع‬ ‘ Koma terbalik di atas hadap kanan

‫غ‬ gh Ge dan ha

‫ف‬ f Ef

‫ق‬ q Qi

‫ك‬ k Ka

‫ل‬ l El

‫م‬ m Em

‫ن‬ n En

‫و‬ w We

‫هـ‬ h Ha

‫ء‬ ` Apostrof

‫ي‬ y Ye

vii
B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih

aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Voka Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َ a Fathah

َ i Kasrah

َ u Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuannya adalah sebagai berikut:

Tanda Voka Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫َي‬ ai a dan i

‫َو‬ au a dan u

C. Vokal Panjang

Alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab dilambangkan

dengan harakat dan huruf, ketentuannya adalah sebagai berikut:

Tanda Voka Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫ــــا‬ â a dengan topi di atas

viii
‫ـــــــي‬ î i dengan topi di atas

‫ــــــو‬ û u dengan topi di atas

D. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu alif dan lam, dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf

syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân

bukan ad-dîwân.

E. Syaddah (tasydid)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda (َ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang

yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata (‫ )الضَّرورة‬tidak ditulis

ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

ix
F. Ta Marbûtah

Transliterasi untuk ta marbûtah ada dua, yaitu: ta marbûtah yang hidup atau

mendapat harkat fathah, kasrah atau dammah maka transliterasinya adalah /t/.

Sedangkan ta marbûtah yang mati atau mendapat harkat sukûn, transliterasinya

adalah /h/.

Jika pada kata yang berakhir dengan ta marbûtah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta

marbûtah ditransliterasikan dengan ha /h/.

G. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (`) hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di

awal kata maka ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh:

‫ شيء‬: syai`un

‫ أمرت‬: umirtu

H. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan

yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara

lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,

nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

x
atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-

Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)

atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak

miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya, Abdussamad al-Palimbani tidak

ditulis ‘Abd al-Samad al-Palimbânî, Nuruddin al-Raniri tidak ditulis Nûr al-Dîn

al-Rânîrî.

I. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)

ditulis secara terpisah. Berikut adalah contoh alih aksara atas kalimat-kalimat

dalam bahasa Arab dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

Kata Arab Alih Aksara

‫ذهب اْلستاذ‬ dzahaba al-ustâdzu

‫يؤثركم للا‬ yu`tsirukum Allâh

‫الحركة العصريَّة‬ al-harakah al-‘asriyyah

‫أشهد أن َل إله إ ََّّل للا‬ asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

‫موَّلنا ملك الصَّالح‬ maulânâ malik al-sâlih

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Eksistensi Al-Quran memiliki banyak dimensi baik sebagai firman Allah

SWT maupun ajaran Islam. Dimensi tersebut tidak hanya berbicara tentang Islam

sebagai agama melainkan terkandung nilai-nilai kehidupan. Al-Quran tidak hanya

berisikan perintah atau petunjuk yang menghubungkan antara manusia dengan

Tuhan melainkan mengatur hubungan antar manusia serta manusia terhadap alam

sekitar. Pemahaman secara kaffah terhadap kandungan Al-Quran sangatlah

penting untuk membumikan maknanya dalam kehidupaan sehari-hari.1

Ajaran di dalam Al-Quran berlaku sepanjang zaman yang berkorelasi

dengan eksistensi manusia di dunia dan akhirat. Dengan kata lain Al-Quran dapat

dipandang sebagai kumpulan konsep yang dibutuhkan oleh manusia bisa sebagai

rujukan, landasan, atau penyaringan terhadap masalah tertentu. Begitupun dengan

arus globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan

di dunia tetap bisa dipandang dalam perspektif Al-Quran.2 Mudahnya informasi

yang tersebar melalui TV, radio, koran, media sosial, dan saluran lainnya adalah

bukti nyata globalisasi. Ditambah penggunaan internet sebagai kebutuhan utama

manusia dengan penyajian informasi tanpa batas dan terkadang tidak bisa

dipertanggungjawabkan.

1
Hasby Ash-Shiddieqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran, (Jakarta: Bulan Bintang,
1986). Hal. 205.
2
Muhyar Fanani, Membumikan Hukum Langit, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008). Hal.
60.

1
2

Kemajuan teknologi khususnya internet di samping memberikan dampak

positif juga berpengaruh negatif khususnya informasi hoax, fitnah, dan kepalsuan

lainnya. Tidak dipungkiri bahwa realitas ini dapat mengacaukan pikiran manusia .

Tidak jarang fitnah sebagai tindakan kebenaran, hiburan yang membungkus

maksiat, dan menyiarakan keburukan manusia sebagai hal yang biasa di muka

umum.3 Sederhananya kehidupan manusia selalui diramaikan dengan gosip, isu,

sampai perpecahan yang didasarkan pada informasi yang tidak benar atau penuh

kepalsuan. Dampaknya adalah kebencian, perpecahan, dan tindakan negatif

lainnya yang disebabkan informasi yang belum tentu kebenarannya.

Masalah kontemporer yang berhubungan dengan penghasutan,

perpecahan, dan ancamanan dunia adalah eksistensi ISIS sebagai organisasi

teroris yang berada di Timur Tengah. Salah satu upaya untuk menguatkan

pengaruhnya adalah merekrut umat Islam di dunia khususnya Indonesia melalui

media sosial untuk melakukan aksi terorisme dan radikal lainnya yang

mengancam dunia. ISIS memiliki Al-Hayat Media Center sebagai sayap media

untuk melakukan propaganda dengan membuat video yang disebarkan melalui

youtube. Video tersebut berisikan ajakan untuk berjihad, berdakwah, dan

menegakkan perintah Allah menurut ISIS.4

Penggunaan media sosial oleh ISIS berdampak signifikan dibuktikan

dengan banyaknya anggota baru. Sebanyak 130 warga negera Kanada, 1.200

warga negara Perancis, 600 warga negara Inggris, warga negera Australia

3
M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007). Hal.
377.
4
Gracia Yobel, Propaganda Media ISIS: Taktik Pembesaran Skala ISIS dengan
Pemanfaatan Sifat Natural Media, Fakultas Ilmu Politik, Universitas Katolik Parahyangan, 2016.
Hal. 5.
3

sebanyak 60 orang, dan lebih dari 600 warga negara Jerman telah terpengaruh

untuk bergabung dengan ISIS.5 Pada 2017 di Indonesia sebanyak 524 orang pria

dan 147 orang perempuan berada di kamp ISIS. Sebanyak itu juga menyatakan

kesetiannya pada ISIS untuk berjihad dan melakukan aksi terorisme. Mereka

dapat terpengaruh melalui video dan pesan yang diakses melalui youtube dan

twitter.6

Kejadian seperti ini bukanlah yang pertama terkait kemudahan dalam

memberikan berita palsu atau hoax. Al-Quran sendiri memberikan solusi terhadap

masalah global ini yakni melalui tabbayun. Tindakan tersebut berupa memberikan

pertimbangan atau meneliti kebenaran terkait informasi tertentu. Perintah

tabbayun tertuang pada Surah Al-Hujurat Ayat 6, sebagai berikut :

ِِ ٍ ِ ِ ِ ِ
٦ ‫ي‬
َ ْ ‫اعلَى َمافَ َع ْلتُ ْم نَادم‬ ْ ُ‫يَا اَيُّ َها الَّذيْ َن َآمنُ ْواإِ ْن َجاءَ ُك ْم فَاس ٌق بِنَبٍَإ فَتَبَ يَّ نُ ْوااَ ْن تُصْيبُ ْواقَ ْوًماِبَ َهالَة فَت‬
َ ‫صبِ ُح ْو‬

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman jika datang kepada kamu seorang
fasik membawa suatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya,
supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini
dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya)–sehingga menjadikan kamu
menyesali apa yang telah kamu lakukan.

5
Gracia Yobel, Propaganda Media ISIS: Taktik Pembesaran Skala ISIS dengan
Pemanfaatan Sifat Natural Media, Fakultas Ilmu Politik, Universitas Katolik Parahyangan, 2016.
Hal. 5.
6
Yusmadi, “Ini Jumlah Warga Indonesia yang Bergabung dengan ISIS”, Artikel diakses
pada 12 Mei 2019 dari www.tribunnews.com
4

Para ulama berpendapat bahwa turunnya ayat tersebut berkaitan dengan

kisahnya al-Walid Ibn Uqbah Abi Mu’ith yang mendapatkan tugas dari Nabi

Muhammad SAW. Tugas tersebut mengharuskan al-Walid pergi menuju Bani al-

Musthalaq untuk mengumpulkan zakat. Namun al-Walid tidak melakukan

perintah tersebut sebab menduga dirinya akan diserang. Sehingga dirinya kembali

kepada Rasullulah bahwa akan ada penyerangan dari Bani al-Musthalaq. Padahal

penyerangan tersebut tidak ada akhirnya zakat pun terkumpulkan.7 Sebenarnya

kejadian seperti ini sudah sering terjadi di masyarakat luas tanpa adanya

penyaringan terhadap informasi.

Di dalam Islam sendiri terdapat perkembangan yang bersamaan dengan

kemajuan teknologi. Perkembangan tersebut adalah munculnya beragam

penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran dengan corak, metode, dan perspektif

yang berbeda. Dimana penafsiran tersebut dipengaruhi dengan realitas dunia yang

selalu dinamis. Maksudnya ayat-ayat Al-Quran memiliki perubahan penafsiran

namun tidak mengalami perubahan terhadap isi atau tulisannya. Singkatnya

perkembangan zaman mengikuti kandungan Al-Quran khususnya penafsiran

tentang tabayyun yang bersumber dari Al-Hujurat Ayat 6.8

Tabayyun sebagai upaya manusia untuk menemtukan kejelasan dari berita

tertentu terkait kebenaran atau fakta secara seksama dan penuh kehatian. Perintah

untuk melakukan tabayyun adalah keharusan dalam kehidupan manusia yang

selalu ditandai dengan prasangka antar sesama. Aidh al-Qarni menjelaskan

tabayyun digunakan bagi umat muslim ketika hendak berjihad untuk melakukan

7
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: PT. Lentera Hati, 2009). Hal. 587.
8
Basri Iba Asghary, Solusi Al-Quran tentang Problema Sosial Politik Budaya, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1994). Hal. 225.
5

penyelidikan dan pengumpulan informasi terkait pihak yang diperangi.9 Selain itu

Surah Al-Hujurat Ayat 6 diartikan oleh Aidh al-Qani bahwa tabayyun sebagai

upaya untuk tidak mempercayai jika tidak mengetahui kebenaran dan memberikan

kepastian pada kejujurannya.10

M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah memandang tabayyun sebagai

pemilahan informasi tentang sesuatu yang penting atau tidak dan dapat dipercaya

atau tidak. Orang beriman tidak dituntut dalam penyelidikan informasi dari

siapapun yang tidak penting dan didengar tidak wajar. Hal tersebut hanyalah

membuat waktu bagi umat muslim. Kemudian tabayyun dapat diselesaikan dari

pihak lain yang jujur dengan integritas tinggi dalam penyampaian hal yang wajar,

benar, dan dapat dipercaya. Tujuan dari tabayyun adalah untuk menghindari atau

mencegah prasangka buruk dari individu yang tidak dapat bertanggung jawab. 11

Adapun tokoh lainnya yang menafsirkan Surah Al-Hujurat Ayat 6 atau

berisikan tabayyun adalah Mutawalli Al Sya’rawi. Beliau merupakan pakar

bahasa Arab dan mufassir kenamaan kontemporer. Dikenal sebagai mubaligh

kharismatik di Mesir, Arab, dan negara Timur Tengah lainnya. Tidak luput dari

pandangan layar kaca dan sering dijadikan rujukan karya-karyanya oleh ulama

besar dan akademisi. Tafsirannya terhadap ayat Al-Quran khususnya Surah Al-

Hujurat Ayat 6 disesuaikan dengan kondisi kontemporer.12

9
Amirah, Metode dan Corak Tafsir Muyassar Karya Aidh al-Qarni, Skripsi, Semarang,
2015. Hal. 70.
10
Aidh al-Qarni, Tafsir Al-Muyassar, (Jakarta: Qisti Press, 2008). Hal. 153.
11
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2009). Hal. 609.
12
Achmad, Metode Penafsirannya: Studi atas Surah al-Maidah Ayat 27-34, Jurnal al-
Daulah, Volume 1, Nomor 2, Juni 2013. Hal. 122.
6

Maka dari itu peneliti tertarik untuk menganalisis masalah ini secara

mendalam melalui judul Makna Tabayyun dalam Konteks Modern : Kajian

Penafsiran Al-Hujurat Ayat 6 Menurut Mutawalli Al Sya’rawi dan Quraish

Shihab. Pentingnya analisis ini untuk menghadapi realitas kebebasan informasi

yang tidak terbatas dan tidak adanya alat untuk melihat kebenaran di dalamnya.

Selain itu menganalisis penafsiran surah tersebut menurut Mutawalli Al-Sya’rawi

dan Quraish Shihab.

B. Identifikasi, Perumusan, dan Pembatasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah tabayyun

dalam konteks Al-Qur’an dan perspektif Mutawalli Al-Sya’rawi serta

Quraish Shihab. Adapun Surah Al-Hujurat dijadikan dasar dalam

menjelaskan makna dan implementasi tabayyun.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditetapkan rumusan

masalahnya adalah bagaimana pengertian tabayyun menurut tafsiran

Mutawali Al-Syarawi dan Quraish Shihab dari Surah Al-Hujurat Ayat 6 ?

3. Pembatasan Masalah

Penelitian agar tidak terlalu luas dan berfokus pada rumusan

masalah maka dibutuhkan pembatasan masalah. Tujuannya agar tetap


7

menjawab pertanyaan penelitian. Berikut adalah pembatasan masalah

dalam penelitian ini, yakni :

a. Ayat Al-Quran yang dijadikan obyek penelitian adalah Surah Al-

Hujurat Ayat 6.

b. Tabayyun sebagai metode untuk menentukan kebenaran dari

masalah sosial khususnya hoax, kepalsuan, dan lainnya.

c. Mutawalli Al Sya’rawi dan Quraish Shihab memberikan

pandangannya tentang tabayyun.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Untuk melakukan analisis dan mengetahui penafsiran Al-Hujurat

Ayat 6 menurut Mutawalli Al-Sya’rawi dan Quraish Shihab.

2. Tujuan Akademik

Meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya tafsir tentang tabayyun

dan Al-Hujurat Ayat 6, agar menjadikan hasil penelitian ini sebagai

referensi atau rujukan bagi penelitian selanjutnya.

3. Manfaat Penelitian

a) Mengetahui tafsir Al-Hujurat Ayat 6 menurut perspektif Mutawalli

Al-Sya’rawi dan Quraish Shihab.

b) Berkontribusi terhadap ilmu pengatahuan dan kajian teoritis

kepada akademisi serta masyarakat luas.

c) Bermanfaat praktis sebagai upaya atau metode untuk menemukan

kebenaran melalui tabayyun terhadap berbagai kepalsuan, hoax,


8

dan mencari kebenaran ditengah banyaknya informasi yang

beredar.

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan bentuk penelitian terdahulu berupa artikel,

jurnal, skripsi, dan tulisan lainnya. Tujuan kajian pustaka adalah memastikan

bahwa penelitian yang akan dilakukan tidak sama atau belum pernah dikerjakan

sebelumnya. Selain itu bisa juga dijadikan sebagai rujukan atau pedoman untuk

penelitian ini. Berikut adalah penelitian terdahulunya :

1. Jurnal Studi Quran, Studia Quranika dengan judul Studi Metodologi Tafsir

Asy-Sya’rawi oleh Hikmatiar Pasya. Tulisan tersebut membahas tentang

konsistensi Sya-rawi dalam menjelaskan Al-Quran sebagai dasar dan

keutamaan dalam realisasi kehidupan. Menggunakan corak adabi dan

i’jazi dalam menafsirkan Al-Quran sebagai upaya untuk memberikan

solusi atau gejala yang meletakkan Islam dan Al-Quran sebagai shalih

likuli zaman wa al’makan.

2. Jurnal Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Gunung Djati Bandung

dengan judul Perlindungan Anak dalam Tafsir Asy-Sya’rawi (Studi

Analisis atas Perlindungan Anak) oleh Yovik Iryana. Tujuan penelitian ini

adalah mengetahui bagaimana pendapat tafsir Syarawi terhadap

perlindungan anak. Jenis penelitian ini adalah library research dengan

ayat yang berkaitan dengan Al-Quran sebagai obyek penelitiannya.

Metode yang diterapkan adalah metode deskriptif analisis. Hasil penelitian


9

menunjukkan bahwa perlindungan anak wajib dilakukan oleh orang tua

baik secara fisik dan psikis.

3. Tesis UIN Alauddin Makassar oleh Nasrul Hidayat dengan judul Konsep

Wasatiyyah dalam Tafsir Al-Sya’rawi. Tujuan penelitian ini adalah tentang

penafsiran al-Sya’rawi terhadap kalimat-kalimatnya dalam kata wasat dan

derivasinya dalam al-Qur’an. Pendekatan tafsir dan metode kualitatif

adalah content analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penafsiran

al-Sya’rawi memberikan keyakinan terhadap kemuliaan Al-Qur’an. Di

dalamnya terdapat konsep keberagaman termasuk wasatiyyah.

E. Metodologi Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode library research berisikan

sumber tertulis yang digunakan untuk memberikan analisis terhadap masalah

penelitian ini. Pembahasan metode penelitian akan dijelaskan melalui beberapa

poin di bawah ini :

1. Sumber Data

Sumber data adalah awal informasi dan bukti yang diperoleh

dengan tujuan menjawab pertanyaan penelitian. Penelitian ini

menggunakan sumber data sebagai berikut :

a. Data Primer

Data primer atau sumber utama merupakan bentuk tulisan

yang berisikan gambaran, informasi, atau bukti. Penelitian ini akan

menggunakan Al-Quran dan beberapa karya tulis Mutawalli Al

Sya’rawi dan Quraish Shihab sebagai sumber primer.


10

b. Data Sekunder

Data sekunder sebagai informasi atau data berupa tulisan

orang tentang ayat Al-Quran dan tabayyun. Selain itu bersumber

tulisan yang diambil dari berbagai karya tulis Mutawalli Al

Sya’rawi dan Quraish Shihab tentang masalah ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini disebut dengan

teknik library research. Maksudnya pengumpulan data dilakukan dengan

membaca, memahami, memisahkan, dan menganalisis sumber tertulis dari

berbagai karya Mutawalli Al Sya’rawi dan Quraish Shihab.

3. Teknik Analisa Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif-

analitis dan analisis-komparatif. Penelitian deskriptif analitis sebagai

teknik analisis data yang memberikan gambaran secara mendalam melalui

pendekatan tertentu. Adapun analisis komparatif yaitu membandingkan

antara penafsiran Mutawalli Al-Sya’rawi dengan Quraish Shihab, lalu

menarik kesimpulan. Pengoperasiannya untuk menemukan perbedaan

dengan melihat beberapa karya dan pemikiran baik dari Mutawalli Al-

Sya’rawi maupun Quraish Shihab. Persamaanya diperoleh dengan

kontekstualisasi tabayyun dalam kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari

komunikasi antar individu atau kelompok.


11

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan tersusun dalam beberapa bagian yang dikenal dengan

sistematika penulisan. Berikut adalah sistematika penulisan dalam penelitian ini,

yakni :

Bab I pendahuluan berisikan latar belakang, identifikasi masalah,

perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian

pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II tinjauan umum tentang tabayyun, pengertian tabayyun, ruang

lingkup tentang tabayyun, tabayyun dalam Al-Qur’an, tafsir Ayat Al-Qur’an

tentang tabayyun, pandangan mufassir klasik dan modern tentang tabayyun.

Bab III membahas mutawalli Al-Sya’rawi dan Quraish Shihab: biografi

dan pemikiran berisi biografi Mutawalli Al-Sya’rawi, biografi Qurasih Shihab,

karya dan pemikiran Mutawalli Al-Sya’rawi, karya dan pemikiran Quraish

Shihab.

Bab IV membahas tabayyun dalam konteks modern berisi pengertian

tabayyun menurut Mutawalli Al-Sya’rawi dan Quraish Shihab, tafsir ayat

tabayyun menurut Mutawalli Al-Sya’rawi dan Quraish Shihab, tabayyun dalam

komunikasi di sosial media.

Bab V bagian penutup merupakan jawaban dari penelitian ini dan

beberapa saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TABAYYUN

A. Pengertian Tabayyun

Segi bahasa kata tabayyun sebagai masdar dari tabayyana. Adapun kata

dasarnya adalah bana, bayan yang artinya jelas dal al-Qamas al-Muhit. Berbeda

dengan kata tabayyana dalam al-Munjid Fi al-Lughah berarti jelas dan tampak.

Singkatnya secara bahasa tabayyun diartikan mencari kejelasan terhadap sesuatu

sampai mendapatkan kebenaran atau kejelasan.13 Terdapat beberapa beda

pendapat dalam memahami tabayyun secara tematik, sebagai berikut :

1. Dalam al-Mu’jam al-Wasit menyebutkan tabayyana berarti tampak dan

menjadi jelas. Konteks kalimatnya sebagai aktivitas yang memikirkan

sesuatu untuk menjadi jelas atau berarti tidak tergesa-gesa.

2. Muhammad Ma’sum menjelaskan kata tabayyana artinya mencari atau

meminta terhadap kejelasan tertentu.

3. Ibnu Manzur menjelaskan kata tabayyana sebagai sesuatu yang nyata atau

lazim. Jika menjadi fi’il muta’addi berartikan perenungan dan mencari

tanda sesuatu.14

Dapat diambil pernyataan bahwa kata tabayyun dari konteks bahasa

bermakna jelas atau nyata (kata kerja intransitif) dan aktivitas untuk mendapatkan

13
Majduddin al-Fairuzabadi, Al-Qamus Al-Muhit, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,
2009). Hal. 1192.
14
Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzur al-Ansari, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2005). Hal. 664.

12
13

kejelasan dan mencari tanda (kata kerja transitif). Berbeda dengan kata tabayyun

dalam konteks istilah berdasarkan beberapa pendapat, seperti :

1. Thohir Luth menjelaskan tabayyun sebagai bentuk klarifikasi terhadap

kejadian, berita, atau peristiwa tertentu melalui pelaku (seseorang).

Tujuannya untuk mendapatkan kebenaran dalam informasi tersebut.

2. Mawardi Siregar mendefinisikan tabayyun sebagai selektifitas untuk

mendapatkan berita atau informasi secara hati-hati, tidak tergesa-gesa, dan

diputuskan kebenarannya. 15

3. M. Zuhdi Zaini memaknai tabayyun sebagai menyeleksi berita untuk

memutuskan masalah dalam konteks sosial, politik, dan lainnya.

4. Kaserun A.S. Rahman sebagai penyusun Kamus Modern Arab-Indonesia

Al-Kamal menyebutkan tabayyun dengan penelitian. Menurutnya

tabayyun merupakan kegiatan penelitian untuk mencari informasi secara

hati-hati. Tujuannya untuk mendapatkan berbagai fakta dalam rangka

menguji kebenaran.16

Mengacu pada beberapa pernyataan di atas dapat dinyatakan tabayyun

secara istilah sebagai penyelidikan atau seleksi informasi secara hati-hati untuk

menentukan kebaikan, hukum, dan kebijakan. Majelis Ulama Indonesia (MUI)

melalui fatwanya pada Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Hukum dan Pedoman

Bermuamalah Melalui Media Sosial menyebutkan beberapa proses dalam

menentukan tabayyun, yakni :

15
Mawardi Siregar, Tafsir Tematik Tentang Seleksi Informasi, Jurnal At-Tibyan, Volume
2, Nomor 1, Januari 2017. Hal. 152.
16
Kaserun A.S. Rahman, Kamus Modern Indonesia-Arab Al-Kamal, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2010). Hal. 188.
14

1. Memiliki kepastian terhadap sumber informasi yang diperoleh, seperti


kelayakan, kebenaran, dan reputasi.

2. Memberikan kepastian terhadap muatan dari informasi seperti


pembahasannya.

3. Memastikan kesesuaian tempat dan waktu ketika penyamapain informasi


atau berita tersebut.

4. Bertanya langsung (tanpa perantara) kepada pemberi informasi.


.
5. Melakukan klarifikasi jika dibutuhkan dari pihak-pihak terkait.17

Implementasi tabayyun sangat penting untuk menyikapi banyaknya

informasi atau fakta yang beredar di masyarakat luas. Sementara itu, tabayyun

memiliki beberapa manfaat, meliputi :

1. Tidak melakukan penyebaran terkait berita atau informasi tanpa ada


kebenaran yang pasti.

2. Memperkuat ikatan silaturahmi antara saudara dan masyarakat luas.

3. Menghindarkan diri dari fitnah.

4. Menghindarkan diri dari kesalahpahaman yang terjadi.

5. Memastikan bahwa informasi atau data bersifat akurat dan valid.

6. Memberikan ketenangan pada jiwa dan psikologis manusia.

17
Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah
Melalui Media Sosial.
15

7. Terhindar dari kebohongan dan dosa besar sebab tidak ikut serta
menyebarkan kepalsuan atau hoax.18

Pembentukan akhlak individu dapat dilihat melalui implementasi tabayyun

dalam kehidupan sehari-harinya. Singkatnya tabayyun sebagai proses mencari

kebenaran dari banyaknya informasi atau data yang sudah tersebar di lapangan.

Nantinya umat muslim akan memutuskan berita yang dapat dikatakan valid atau

tidak valid. Islam sendiri memiliki beberapa cara tabayyun melalui riset, sebagai

berikut :

1. Riset Bayani

Pencarian informasi atau fakta yang berkaitan dengan fenomena

alam melalui pola dan prosesnya. Bentuk ini melihat bagaimana mahkluk

hidup atau proses alam tertentu dapat terjadi dengan penyebab tertentu.

2. Riset Istiqra’i

Pencarian fakta yang mengacu pada pola kebudayaan, adat istiadat,

dan kebiasaan di masyarakat. Biasanya ini dikenal dengan penelitian

sosial.

3. Riset Jadali

Tujuan pencarian ini untuk mendapatkan esesni kebenaran yang

bersumber dari pikiran manusian atau rasionalitas. Penggunaan ilmu

mantiq dan filsafat dibutuhkan dalam riset jadali.

4. Riset Burhani

18
Mawardi Siregar, Tafsir Tematik Tentang Seleksi Informasi, Jurnal At-Tibyan, Volume
2, Nomor 1, Januari 2017. Hal. 145.
16

Pencarian dalam bentuk eksperimen atau percobaan tertentu

melalui pemeriksaan laboratorium.

5. Riset Irfani

Pencarian yang dikhususkan untuk mempelajari esensi ilmu Islam.

Nantinya akan menghasilkan ilmu tasawuf.19

B. Ruang Lingkup tentang Tabayyun

Surah Al-Hujurat Ayat 6 menjelaskan tabayyun merupakan kewajiban

yang harus dijalankan sebagai bukti ketaatan kepada Allah SWT. Al-Quran

mendefinisikan tabayyun sebagai teliti terhadap berbagai berita yang diterima dari

pihak lain meskipun berasal dari mukmin. Adapun berita yang disebarkan oleh

individu atau kelompok yang tidak menyukai Islam sangat diharuskan melalui

proses tabayyun. Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk tidak

mengikuti segala berita atau informasi yang diketahui secara jelas. Hal tersebut

disebabkan segala sesuatu yang keluar dari mulut manusia akan dipertanggung

jawabkan di depan Allah SWT.20 Kata tabayyun dalam artinya memiliki beberapa

manfaat, sebagai berikut :

1. Tidak terburu-buru ketika mendapatkan berita

2. Tidak melakukan penuduhan kepada pihak lain

3. Tidak ada pertumpahan darah

4. Menciptakan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat

19
Siti Aminah, Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir, (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1993).
Hal. 15.
20
Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzur al-Ansari, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2005). Hal. 660.
17

5. Tidak ada kesalah pahaman21

Islam menegaskan kepada umat muslim untuk mencari kebenaran dalam

memberikan informasi. Jika tidak mengetahuinya maka jawablah tidak tahu atau

bukan pada bidangnya. Ini pernah terjadi ketika Nabi Muhammad SAW ditanya

terkait masalah pertanian namun beliau Nabi menjawab “Kalian lebih mengetahui

urusan dunia kalian (daripada aku)”. Begitupun saksi janganlah tidak berani atau

enggan untuk menunjukkan kebenaran dari keterangan ketika diminta kejelasan.

Umat muslim yang berani menyembunyikan kebenaran maka akan mendapatkan

dosa.22

Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk

menerapkan metodologi tabayyun, meliputi :

1. Mengembalikan permasalahan tertentu kepada Allah SWT dan Rasul

2. Memberikan pertanyaan kepada pemberi informasi utama

3. Meneliti atau memeriksa kembali secara berkelanjutan.

4. Melakukan pemeriksaan secara khusus dengan pengamatan secara

mendalam atau penyelidikan.

5. Melakukan pertemuan secara langsung dengan pihak terkait informasi

yang sudah tersebar.23

Quraish Shihab menjelaskan tabayyun sebagai pemilahan terhadap

berbagai berita penting terkait kebenaran atau tidaknya. Umat muslim tidak

21
Siti Aminah, Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir, (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1993).
Hal. 5.
22
M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007). Hal.
360.
23
Siti Aminah, Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir, (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1993).
Hal. 10.
18

diwajibkan untuk mendapatkan kebenaran dari suatu informasi yang bersifat tidak

penting atau masih diragukan. Begitupun dalam kehidupan manusia yang ditandai

beragam interaksi antar individu harus dilakukan dengan jelas. Hal tersebut tidak

lepas dari kekurangan manusia terbatas dalam menjangkau informasi yang begitu

luas.24 Realitas ini tidak lepas dari arus globalisasi yang ditandai dengan adanya

kebebasan dalam menyebarkan informasi. Bersamaan dengan itu akan

berkembang juga isu atau informasi yang tidak valid atau tidak benar.

Adapun penyebab umat muslim tidak melakukan tabayyun dipengaruhi

oleh beberapa faktor berikut :

1. Mengalami kelupaan

2. Terlalu terpercaya dengan informasi yang sudah beredar

3. Tidak memiliki kapasitas terkait metodologi tabayyun

4. Terpesona dengan masalah duniawi

Pemahaman tabayyun berdasarkan sudut pandang Mutawalli Al-Sya’rawi

memiliki persamaan dengan Quraish Shihab. Secara garis besarnya tabayyun

sebagai proses untuk memastikan kebenaran akan informasi yang sudah tersebar

kepada masyarakat luas. Umat Islam dianjurkan melakukan tabayyun untuk

menghindari perpecahan terkait penyebaran informasi atau berita yang berpotensi

merusak citra Islam.25

24
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2009). Hal. 588.
25
Mawardi Siregar, Tafsir Tematik Tentang Seleksi Informasi, Jurnal At-Tibyan, Volume
2, Nomor 1, Januari 2017. Hal. 130.
19

C. Tabayyun dalam Al-Qur’an

Kata tabayyun atau tabayyana di dalam Al-Quran disebutkan sebanyak

dua kali yakni Surah an-Nisa Ayat 94 dan Surah Al-Hujurat Ayat 6. Adapun kata

lainnya yang memiliki kesamaan dengan tabayyana atau tabayyun disebutkan

sebanyak sepuluh kali, seperti berikut :

1. Surah Al-Baqarah Ayat 109, Ayat 256, dan Ayat 259.

2. Surah Al-Anfal Ayat 6

3. Surah at-Taubah Ayat 114

4. Surah Al-Ankabut Ayat 38

5. Surah Muhammad Ayat 25 dan Ayat 32

6. Surah Ibrahim Ayat 45

7. Surah Sa’ba Ayat 1426

D. Tafsir Ayat Al-Qur’an tentang Tabayyun

Terdapat beberapa Ayat Al-Qur’an yang memberikan penjelasan tentang

tabayyun. Surah Al-Hujurat ayat 6 sebagai berikut:

ِِ ٍ ِ ِ ِ ِ
٦ ‫ي‬
َ ْ ‫اعلَى َمافَ َع ْلتُ ْم نَادم‬ ْ ُ‫يَا اَيُّ َها الَّذيْ َن َآمنُ ْواإِ ْن َجاءَ ُك ْم فَاس ٌق بِنَبٍَإ فَتَبَ يَّ نُ ْوااَ ْن تُصْيبُ ْواقَ ْوًماِبَ َهالَة فَت‬
َ ‫صبِ ُح ْو‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.

26
Ilmi Zadeh Fu’ad Abd Al Baqiy¸Fathurrahman Litalib Ayat al-Quran, (Bandung:
Diponegoro, 2007). Hal. 64.
20

Makna orang fasik dalam ayat tersebut bermakna individu yang keluar dari

batasan agama. Berasal dari kata fasaqar rutabu berarti kurma keluar dari

kulitnya. Kata penting lainnya adalah meneliti dalam mencari kejelasan tentang

pengetahuan tertentu.

Turunnya surah ini dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Salah satu yang

terbaik adalah riwayat Imam Ahmad dari jalur kepala suku Bani Mushthaliq, al-

Harits Ibu Dhirar al-Khuza’i, Ayah dari Juwairiyah Binti al-Harits Ummil

Mu’minin RA. al-Imam Ahmad Rahimahullah. Penuturan mendengar langsung

dari al-Harits Ibnu Dhirar al-Khuza’i RA mengatakan : “Aku mendatangi

Rasululluah SAW. Beliau mengajakku ke dalam Islam dan akupun menyetujuinya.

Aku berkata : “Wahai, Rasulullah. Aku akan pulang untuk mengajak mereka

berislam juga berzakat. Siapa yang menerima, aku kumpulkan zakatnya, dan

silahkan kirim utusan kepadaku pada saat ini dan itu, agar membawa zakat yang

telah kukumpulkan itu kepadamu.”27

Ketika zakat sudah terkumpul, Rasululluah SAW mengirimkan utusannya

namun tidak datang atau menahan diri. Al-Harits berpikiran bahwa ada hal yang

tidak berkenan di hati Rasulullah SAW sebab utusannya tidak kunjung datang. Al-

Harits juga berpikiran buruk kepada dirinya dan kaumnya. Padahal Rasulullah

SAW sudah mengirim utusan bernama al-Walid namun ditengah jalan mengalami

ketakuan dan mengatakan jika al-Harits tidak memberikan zakat dan hendak

membunuhnya. Ternyata setelah diselidiki terjadi salah paham antara al-Walid

dan al-Harits.

27
Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maraghi Juz XXVI, Hal. 209.
21

Munasabah ayatnya berasal dari Surah al-Isra’ Ayat 36 sebagai berikut :

٦٣ َ ِ‫صَر َوالْ ُف َؤ َاد ُك ُّل أُوَٰلَئ‬


‫ك َكا َن َعْنهُ َم ْسئُ ًوَل‬ َّ ‫ك بِِه ِع ْل ٌم ۚ إِ َّن‬
َ َ‫الس ْم َع َوالْب‬ َ َ‫س ل‬
َ ‫ف َما لَْي‬
ُ ‫َوََل تَ ْق‬

Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabannya.”

Al-Aufi menjelaskan ayat tersebut menegaskan bahwa tidak bisa

memberikan penuduhan terhadap sesuatu tanpa pengetahuan. Qatadah

menekankan kejujuran terhadap apa yang dilihat padahal tidak melihatnya.

Mengatakan sesuatu padahal tidak mendengarnya atau mengetahuinya tetapi

berpura-pura untuk tidak mengetahuinya. Padahal keseluruhan ini akan diminta

pertanggungjawaban di depan Allah SWT.28

E. Pandangan Mufassir Klasik dan Modern tentang Tabayyun

1. Pandangan Mufassir Klassik :

a) Tafsir Al-Marighi menjelaskan tentang tabayyun untuk tidak

melakukan penganiayaan terkait kebenaran yang berasal dari

individu atau kelompok tertentu. Penyesalan akan diperoleh jika

ada manusia secara sadar menyebarkan informasi atau berita palsu

kepada masyarakat luas. Adapun dampak yang ditimbulkan adalah

bencana atas peringatan terkait ketidakbenaran dan langsung

28
Qomarudin Saleh, dkk, Asbab Nuzul (Latar Belakang Histori Turunnya Ayat-ayat al-
Quran), (Bandung: Diponegoro, 1988). Hal. 468.
22

mempercayainya. Nantinya akan menyebabkan kesalahpahaman

dan secara langsung berpengaruh terhadap hancurnya umat Islam.29

b) Tafsir Al-Qurtubi Hamzah dan al-Kisa’i menjelaskan tabayyun

bertujuan untuk menjernihkan atau memberikan kejelasan terhadap

perkara tertentu sebelum melakukan perdebatan lebih panjang. 30

Tafsir Al-Muyassar karya Aidh al-Qarni menjelaskan tabayyun

menegaskan tabayyun untuk memurnikan ajaran Islam terhadap

perlawanannya kepada orang fasik. Memeriksa kebenaran secara

teliti dan menghindarkan musibah kepada suatu kaum adalah hal

terpenting dibandingkan memberikan kepercayaan kepada berita

tertentu.

2. Pandangan Mufassir Modern :

a) Tafsir Mutawalli Al-Sya’rawi tentang tabayyun menitik beratkan

pada kelompok fasik yang harus disikapi secara kehatian ketika

mengirimkan berita atau informasi. Tabayyun juga melindungi

dari suatu berita yang bernuansa maksiat atau tindakan yang

dilarang oleh Allah SWT. Hukum bagi individu yang menyebarkan

kembali berita atau informasi tanpa tabayyun akan mendapatkan

penyesalan, dosa, dan menyebarkan kebodohan. Dengan kata lain

Mutawalli al-Sya’rawi menyuruh untuk melakukan proses

tabayyun terhadap seluruh berita atau informasi.

b) Tafsir Quraish Shihab tentang tabayyun menegaskan bahwa berita

yang wajib dilakukan proses tabayyun adalah berita yang benar.

29
Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maraghi Juz XXVI, Hal. 209.
30
Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azam, 2009). Hal. 27.
23

Sedangkan berita palsu diwajibkan untuk tidak diikuti atau tidak

disebarkan. Proses tabayyun harus dilakukan dengan menghadiri

beberapa pihak yang terlibat dalam penyebaran berita atau

informasi tersebut.
BAB III

MUTAWALLI AL-SYA’RAWI DAN QURAISH SHIHAB : BIOGRAFI

DAN PEMIKIRAN

A. Biografi Mutawali al-Sya’rawi

Nama lengkap Al-Sya’rawi adalah Syeikh Muhammad Mutawalli Al-

Sya’rawi al-Husaini sebagai salah satu penyeru agama Islam. Kelahirnya

bertepatan dengan penguasaan Inggris di Mesir pada 15 April 1911 M atau berada

di Dinasti Fatimiyyah. AL-Sya’rawi lahir pada 16 April 1911 di Desa Daqadus,

Mesir dan wafatnya pada Hari Rabu 22 Juni 1998 pada usia 87 tahun. Ayahnya

merupakan pedagang terhormat dengan ilmu pengetahuan yang tinggi dan

keturunan langsung dari jalu Hasan bin Ali.27

Al-Sya’rawi memulai pendidikan dengan menghafal Al-Qur’an dari

Syeikh Abdul Majid Pasha. Pada usia 11 tahun dirinya telah hafal dan menguasai

sal-Quran yang kemudian dilanjutkan pada tingkat sekolah dasar al-Azhar di

Zaqaziq tahun 1926. Melanjutkan sekolah menengah pertama di al-Azhar dengan

menyelesaikan tsanawiyyah pada 1932. Dirinya mengambil jurusan Bahasa Arab

ketika kuliah pada 1937 dan berhasil menyelesaikannya pada 1941. Bersamaan itu

berhasil mendapatkan lisensi untuk mengajar dan pendidikan A’lamiyyah pada

1943. Al-Syarawi dipandang sangat cerdas dan berbakat jika dilihat dari usia

mudahnya atau tepatnya pada Madrasah Ibtidaiyyah. Aktivitas yang sering

27
M. Yunus Badruzzaman, Tafsir Asy-Sya’rawi: Tinjauan Terhadap Sumber, Metode,
dan Ittijah, Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. Hal. 40,

24
25

dilakukan adalah memberikan ceramah di beberapa mesjid khususnya di Bulan

Ramadhan.28

Beberapa sekolah yang pernah diajar oleh Al-Sya’rawi, seperti Ma’had al-

Azhar Thanta, Ma’had Alexandria, dan Ma’had Zaqaziq. Dirinya dijadikan

sebagai ketua misi al-Azhar di al-Jazair pada 1966 dan menjadi dosen di jurusan

Tafsir Hadits di Fakultas Syariah Universitas Malik Abdul Aziz di Makkah pada

1950. Profesinya menjadai dosen berjalan selama sembilan tahun dan menjadi

wakil kepala sekolah di al-Azhar. Al-Sya’rawi pernah dijadikan direktur dalam

pengembangan dakwah Islam di departemen waqaf pada 1961. Karir puncaknya

dimulai ketika sudah mulai terkenal sebagai da’i pada 1961 dan menjadi pengisi

acara statisun televisi Mesir yakni Nur ala Nur.29

Setiap ceramahnya selalui direkam atau ditulis oleh muridnya yang

bernama Muhammad al-Sinrawi dan Abd al-Waris al-Dasuqi. Adapun beberapa

hadits yang tertuang pada Tafsir asy-Sya’rawi ditakhrij oleh Ahmad Umar

Hasyim yang diterbitkan oleh Ahbar al-Yaum Idarah al-Kutub wa al-Maktabah

pada 1991. Dengan kata lain kitab tafsir tersebut merupakan kumpulan ceramah

atau pidato yang dituangkan dalam bentuk tulisan oleh muridnya. Adapun

beberapa karya Mutawalli al-Sya’rawi, meliputi :

28
M. Yunus Badruzzaman, Tafsir Asy-Sya’rawi: Tinjauan Terhadap Sumber, Metode,
dan Ittijah, Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. Hal. 45,
29
Kong Chian, Tokoh Islam di Mesir Meninggal, National Library Singapore, 1998. Hal.
22.
26

1. Al-Mukhtar Al-Qur’an an al-Karim

2. Syeikh Asy-Sya’rawi Haula Imran al-Mujtama

3. AL-Islam wa al-Fikr wa al-Ma’ashi

4. Al-Islam wa al-Mar’ah

5. Qashash Al-Qur’an

6. Min Faidl Al-Qur’an

7. Labaik Allahumma labaik

8. Ath-Thariq ila Allah

9. Asy-Syura wa at-Tasyri fi al-Islam

10. Al-Fatawa30

B. Biografi Quraish Shihab

Quraish Shihab dilarihkan di Rappang, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan

pada 16 Februari 1944. Beliau dikenal sebagai cendekiawan muslim Ilmu Al-

Qur’an dan pernah menjadi Menteri Agama pada 1998. Ayahnya bernama

Abdurrahman Shihab yang masih sangat terkenal sebagai tokoh agama di

Sulawesi Selatan dan menjadi guru besar di IAIN Alaudin. Sejak kecil Quraish

Shihab dihabiskan waktunya dengan mempelajari al-Quran dan rajin mengikuti

pengajian yang diadakan oleh ayahnya. Beberapa disipin ilmu yang dipelajari

semasa dewasanya seperti Tauhid, Akhlak, Fiqh, dan Hadits. Beliau mengakui

30
Muhammad Ali Ayazi, Mufassirun Hyatuhum wa Manhajum, (Taheran: Mu’assasah at-
Taba’ah wa an-Nasyr, 1373). Hal. 268.
27

bahwa ada dua tokoh yang mempengaruhi pemikirannya, yakni Al-Habib Abdul

Qadir bin Ahmad Bil Faqih dan Syekh Abdul Halim Mahmud.31

Sejak kecil hingga dewasa beliau sudah terlihat bakatnya untuk Bahasa

Arab sehingga ayahnya mengirimkan Quraish Shihab dan adiknya bernama Alwi

Shihab ke Al-Azhar, Kairo pada 1958. Mendapatkan gelar Lc atau strata satu pada

1967 dari Fakultas Ushuluddin dengan Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas Al-

Azhar. Selanjutnya menyelesaikan gelar MA dari universitas yang sama pada

1969 dengan judul tesis (Kemukjizatan Al-Qur’an Al-karim dari Segi Hukum).

Selain itu beliau juga sering mendapatkan pendidikan informal di luar universitas

dengan berguru kepada Syekh Abdul Halim Mahmud.32

Setelah menyelesaikan pendidikanya di luar negeri beliau mengajar di

Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasca Sarjan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk seluruh tingkatan pendidikan sampai 1998. Quraish Shihab menjabat

sebagai Rektor UIN Jakarta selama dua periode yakni 1992-1996 dan 1997-1998.

Setelah itu barulah diangkat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Arab dan Mesir

di Kairo.33 Terhitung terdapat beberapa jabatan yang pernah didudukinya, seperti :

31
Mahbub Junaidi, Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, (Sukoharjo: Angkasa Solo,
2011). Hal. 25.
32
Mahbub Junaidi, Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab, (Sukoharjo: Angkasa Solo,
2011). Hal. 38.
33
Badiatur Roziqin, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta: E-Nusantara,
2009). Hal. 272.
28

1. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)

2. Anggota Lajnah Pentashih Al-Quran Departemen Agama

3. Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional

4. Pengurus Perhimpunan Ilmu Syariah

5. Pengurus Konsorsium Ilmu Agama Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan

6. Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)34

Aktivitas keilmuan yang masih diikuti hingga sekarang berkaitan dengan

kegiatan ilmiah baik dalam maupun luar negeri. Aktif memberikan kuliah,

ceramah, atau pidato di setiap instansi pendidikan.

C. Karya dan Pemikiran Mutawalli Al-Sya’rawi

Adapun beberapa karya Mutawalli Al-Sya’rawi, meliputi :

1. Al-Mukhtar Al-Qur’an an al-Karim

2. Syeikh Asy-Sya’rawi Haula Imran al-Mujtama

3. AL-Islam wa al-Fikr wa al-Ma’ashi

4. Al-Islam wa al-Mar’ah

5. Qashash Al-Qur’an

6. Min Faidl Al-Qur’an

7. Labaik Allahumma labaik

34
Badiatur Roziqin, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta: E-Nusantara,
2009). Hal. 270.
29

8. Ath-Thariq ila Allah

9. Asy-Syura wa at-Tasyri fi al-Islam

10. Al-Fatawa35

Pemikiran Mutawalli Al-Sya’rawi dipengaruhi metode penafsiran dan

kaidah kebahasaan yang digunakan untuk merekonstruksi setiap ayat di Al-

Qur’an. Al-Sya’rawi menggunakan tafsir bil’arayi. Pemikirannya lebih banyak

pada kebahasaan Al-Qur’an sehingga dalam penyampaiannya sangat ringan dan

mudah dapat dipahami. Mengaitkan satu ayat dengan ayat lainnya untuk

merekonstruksi dengan tujuan mudah dipahami dalam tafsirnya. Mutawalli Al-

Sya’rawi mendefinisikan Al-Qur’an sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW dan

ajaran yang dapat memberikan pengaruh negatif terhadap peradaban dan

kehidupan di masa depan.36

D. Karya dan Pemikiran Quraish Shihab

Terdapat beberapa karya tulis Quraish Shihab, sebagai berikut :

1. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Berbagai Persoalan

2. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat.

3. Hidangan Illahi Ayat-ayat Tahlil

35
Muhammad Ali Ayazi, Mufassirun Hyatuhum wa Manhajum,

(Taheran: Mu’assasah at-Taba’ah wa an-Nasyr, 1373). Hal. 268.


36
Wedra Aprison, Pandangan M. Quraish Shihab tentang Posisi al-Quran dalam
Pengembangan Ilmu, MADANIA, Volume 21, Nomor 2, Desember 2017.
30

4. Tafsir al-Quran al-Karim Tafsir atas Surat-surat Pendek

berdasarikan Urutan Turunnya Wahyu

5. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al- Qur’an

6. Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab Seputar Tafsir Al-Qur’an

7. Tafsir al-Manar

8. Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan

9. Perempuan, dari Cinta sampai Seks, dari Nikah Mut’ah sampai

Nikah Sunnah, dari bias lama sampai bias baru

10. Untaian Permata Buat Anakku: Pesan Al-Qur’an untuk

Mempelai

11. Kaidah Tafsir

12. Menyingkap Tabir Illahi: Asma al-Husna dalam

Perspektif Al-Qur’an

13. Mistik, Seks, dan Ibadah

14. Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-batas Akal

dalam Islam

15. Mukjizat Al-Qur’an

Pemikiran Quraish Shihab tentang Al-Qur’an lebih dipahami secara

rasional dan moderat. Segala sesuatu di dunia dikontekskan dalam sudut pandang

Al-Qur’an khususnya dunia kontemporer. Al-Qur’an merupakan pandangan hidup

berisikan petunjuk, akidah, dan syariah yang terdapat prinsip dari bergai persoalan
31

kehidupan. Akidah diperkuat dengan hukum, sejarah dikonfirmasikan dengan

nasehat, dan menguatkan berbagai tandai Allah SWT. Quraish Shihab menegakan

keterkaitan ilmu pengetahuan dengan Al-Qur’an secara proporsional. Tujuannya

memberikan pengaruh di masa depan.37

37
Quraish Shihab, Membumikan al-Quran: Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,
(Bandung: Mizan, 1994). Hal. 44.
BAB IV

TABAYYUN DALAM KONTEKS MODERN

A. Pengertian Tabayyun Menurut Mutawalli Al-Sya’rawi dan Quraish

Shihab

Mutawalli Al-Sya’rawi mengartikan tabayyun sebagai pijakan umat Islam

dalam memberikan penilaian kebenaran berita atau informasi. Bagian yang

dipertegaskan dalam proses tabayyun adalah kehatian dan jangan tergesa-gesa

ketika meneliti kebenaran berita. Penyesalan akan diterima bagi individu yang

langsung mempercayai berita tanpa mengetahui bagaimana kebenarannya.

Pelaksanaan tabayyun akan meningkatkan keimanan seseorang dan diwajibkan

bagi individu yang menerima kabar atau informasi. Apabila tabayyun dilanggar

berdampak pada retaknya hubungan antar pribadi atau masyarakat.44

Quraish Shihab menyatakan tabayyun sebagai proses untuk meneliti

terhadap informasi atau berita yang berasal dari kelompok fasik. Proses tersebut

secara cermat tentang siapa yang menyampaikannya, apakah suka berdusta atau

tidak, dan dapat dipercaya atau tidak. Kemudian orang yang menyampaikan pesan

tersebut belum tentu mengetahui kebenarannyanya dan asal beritanya. Hal inilah

yang mengharuskan umat Islam meneliti terlebih dahulu sebelum

mempercayainya atau memberikan hukum yang jelas.45

44
Muhammad Mutawalli al-Syarawi, Tafsir al-Syarawi, (Al-Azhar: Akhyar
Alyaum,1961). Hal. 14443.
45
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran,
(Jakarta: Lentera Hati, 2008). Hal. 236.

32
33

Dengan kata lain, kita bisa menyatakan bahwa seluruh berita yang sudah

tersebar harus diteliti terlebih dahulu. Terlepas dari apakah berita tersebut akan

merugikan atau menguntungkan masyarakat luas. Tujuannya agar tidak

mencelakakan atau membohongi kebenaran yang sudah ada. Nantinya akan

merasakan penyesalan dan mendapatkan pertanggungjawaban di depan Allah

SWT. Selain itu dua pengertian di atas menegaskan tabayyun sebagai adab dan

kebiasaan yang harus dibiasakan oleh umat Islam dalam memberikan penilaian

terhadap berita tertentu.

B. Tafsir Ayat Tabayyun Menurut Mutawalli Al-Sya’rawi dan Quraish

Shihab

1. Tafsir Ayat Tabayyun Menurut Mutawalli Al-Sya’rawi

Surah Al-Hujurat Ayat 6 sebagai berikut :

ِِ ٍ ِ ِ ِ ِ
‫ي‬
َ ْ ‫اعلَى َمافَ َع ْلتُ ْم نَادم‬ ْ ُ‫يَا اَيُّ َها الَّذيْ َن َآمنُ ْواإِ ْن َجاءَ ُك ْم فَاس ٌق بِنَبٍَإ فَتَبَ يَّ نُ ْوااَ ْن تُصْيبُ ْواقَ ْوًماِبَ َهالَة فَت‬
َ ‫صبِ ُح ْو‬
٦

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman jika datang kepada kamu


seorang fasik membawa suatu berita, maka selidikilah (untuk
menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu
kaum dengan perkara yang tidak diingini dengan sebab kejahilan
kamu (mengenainya)–sehingga menjadikan kamu menyesali apa yang
telah kamu lakukan.

Mutawalli Al-Sya’rawi menafsirkan Surah Al-Hujurat Ayat 6 untuk

panggilan khusus terhadap orang yang beriman. Panggilan khusus tersebut


34

ditujukan untuk orang ketiga. Al-Syarawi meneliti bahwa Al-Qur’an belum

melihat tiga urutan nama tersebut. Terdapat hal dalam surat tersebut sebagai

sesuatu yang penting dan harus disampaikan. Kita bisa melihat surah al-Luqman

seperti yang ingin disampaikan oleh Luqman sebagai sesuatu yang penting dan

disampaikan kepada anaknya. Yā ayuhaladzīna āmanū berarti sesuatu yang

penting dan ditegaskan untuk umat muslim.46

Sesuatu yang disampaikan sama pentingnya dengan menyamapaikan

agama. fasiq dalam surah al-Hujurat Ayat 6 mengacu pada sifat yang keluar dari

barisannya atau bukan golongan Islam sebagai individu yang tidak menjalankan

perintah Allah SWT. Kelompok fasiq harus dikeluarkan dalam Islam sebab akan

mendapatkan kerugian atau musibah yang memberikan bahaya kepada umat

Islam. Orang yang beriman sulit untuk melakukan kesalahan dan dijaga

46
Muhammad Mutawalli al-Syarawi, Tafsir al-Syarawi, (Al-Azhar: Akhyar
Alyaum,1961). Hal. 14443.
35

keimanannya dengan tujuan tidak mendapatkan kerugian atau hal yang tidak

diinginkan.

Ketika orang beriman bertindak seperti orang fasiq atau melanggar

perintah Allah SWT maka individu tersebut belenggu dari kefasikan tersebut.

Imbalannya individu tersebut akan mendapatkan kerusakan atau kesakitan abadi.

Fasiq diartikan sebagai tindakan bodoh yang dapat menghancurkan umat Islam.

Apabila mendapatkan kabar dari kelompok fasiq jangan langsung menerima atau

mempercayaianya. Akan tetapi, tetapi dibutuhkan dengan melihat secara tabayyun

atau mencari penetapan dari kabar orang fasik tersebut.47

Tujuannya untuk memastikan apakah kabar tersebut sesuai fakta atau

sebaliknya. Proses tabayyun harus sampai pada hal mendasar atau mengetahui apa

yang sebenarnya terjadi. Setelah mengetahuinya baru bisa memberikan hukuman

atau penilaian terhadap berita tersebut. Jangan tergesa-gesa untuk kabar tersebut

sebab akan melakukan tindakan yang dilarang oleh Allah SWT. Apa yang

diterima dan kemudian di sebarkan ke lainnya tanpa tabayyun akan menciptakan

kebodohan di masyarakat.

Allah SWT menyuruh kita untuk tabayyun sebab manusia memiliki akhlaq

yang mudah mengalami perubahan. Terkadang ada manusia yang benar memiliki

sifat jujur namun suatu hari bisa berbohong. Ada juga manusia yang sering

berbohong tapi bisa mengatakan kejujuran di lain waktu. Realitas ini sangatlah

wajar mengingat manusia selalu berubah dalam memantapkan hatinya. Dalam

47
Muhammad Mutawalli al-Syarawi, Tafsir al-Syarawi, (Al-Azhar: Akhyar
Alyaum,1961). Hal. 14443.
36

konteks ini hukum tabayyun adalah kewajiban bagi setiap umat Islam. Adapun

hukum dan keputusan yang diambil harus sesuai dengan fakta dari berita yang

ada. Nantinya tidak akan merasa mendzalimi atau kecerobohan terhadap orang

lain.

Proses tabayyun akan menjelaskan berita tersebut berisikan maksiat

kepada Allah SWT. Sebab sesungguhnya orang fasik sangat mudah dalam

melakukan maksiat atau sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT. Orang fasik tidak

merasa bersalah atau berdosa ketika menyebarkan berita palsu atau kebohongan.

Jika menyebarkan kabar palsu akan menyesatkan atau menyalahkan orang lain.

Umat Islam yang melakukan kesalah ini maka bertobatlah sebab akan segara

diampuni oleh Allah SWT.48

Terdapat dua jenis kesalahan atau perbuatan maksiat di dalam umat Islam.

Pertama, manusia yang tanpa direncanakan melakukan maksiat (di luar perintah

Allah) atas dasar kebodohannya. Kedua, manusia yang secara sengaja dan

merencankan untuk melanggar perintah Allah SWT. Firman Allah SWT

menjelaskan bahwa manusia yang melakukan kesalahan tanpa direncanakan lebih

mendapatkan ampunan dan diterima tobatannya dibandingkan sebaliknya. Adapun

tobat atau meminta ampunan yang tidak diterima ketika manusia mulai datang

kematian atau sekaratul maut. Begitupun manusia yang meninggal dalam keadaan

kafir tidak akan diterima ampunan dan tobatannya. Penyesalan terhadap perbuatan

48
Muhammad Mutawalli al-Syarawi, Tafsir al-Syarawi, (Al-Azhar: Akhyar
Alyaum,1961). Hal. 14443.
37

maksiatnya adalah tingkat pertama dalam pertobatan. Perintah tabayyun dari

orang fasik sebagai nasihat dan sebab turunnya ayat ini (al-Hujurat Ayat 6). 49

2. Tafsir Ayat Tabayyun Menurut Quraish Shihab

Surah Al-Hujurat Ayat 6 sebagai berikut :

ِِ ٍ ِ ِ ِ ِ
‫ي‬
َ ْ ‫اعلَى َمافَ َع ْلتُ ْم نَادم‬ ْ ُ‫يَا اَيُّ َها الَّذيْ َن َآمنُ ْواإِ ْن َجاءَ ُك ْم فَاس ٌق بِنَبٍَإ فَتَبَ يَّ نُ ْوااَ ْن تُصْيبُ ْواقَ ْوًماِبَ َهالَة فَت‬
َ ‫صبِ ُح ْو‬
٦

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman jika datang kepada


kamu seorang fasik membawa suatu berita, maka selidikilah (untuk
menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu
kaum dengan perkara yang tidak diingini dengan sebab kejahilan
kamu (mengenainya)–sehingga menjadikan kamu menyesali apa yang
telah kamu lakukan.

Surah Al-Hujurat Ayat 6 menjelaskan tentang etika dalam bersikap

terhadap individu atau kelompok lain khususnya terhadap orang fasik. Sebagian

besar ulama mempercayai bahwa turunnya surat ini disebabkan adanya kasus al-

Walid Ibn Uqban Ibn Abi Mu’ith yang mendapatkan tugas dari Nabi Saw.

Tujuannya untuk mengambil zakat ke Bani al-Musthalaq sehingga masyarakatnya

menunggu di luar untuk menyambut Walid. Namun yang ada Walid tidak menjadi

mengambilnya sebab menduga akan diserang. Kembali kepada Nabi Muhammad

SAW dan menceritakan masalahnya.50

49
Muhammad Mutawalli al-Syarawi, Tafsir al-Syarawi, (Al-Azhar: Akhyar
Alyaum,1961). Hal. 14443.
50
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, (Jakarta:
Lentera Hati, 2008). Hal. 239.
38

Sementara itu, Nabi Muhammad SAW marah dan mengirimkan informan

untuk menyelidikinya. Ternyata terdapat kesalahan antara Walid dengan

masyarakat Bani al-Musthalaq. Ternyata masyarakat tersebut justru ingin

melaksanakan ibadah berjamaah dan mengumandangkan adzan. Penjelasan ini

menyatakan bahwa sudah keharusan untuk kebenaran dilakukan pengujian terkait

kepastian atau keyakinannya. Nantinya tidak akan terjadi kesalahan informasi

yang membuat sebagian besar orang merasa salah paham.

Quraish Shihab menyatakan bahwa ayat tersebut menggunakan kata in/

jika, sebagai penjelasan terkait sesuatu yang jarang terjadi. Maksudnya orang

fasik mendatangi kaum muslimin jarang terjadi sebab kaum muslimin sulit untuk

dibohongi. Ditambah orang beriman pasti melakukan penelitian atau penyelidikan

ketika mendapatkan suatu informasi dari kelompok fasik. Kata fasiq dari fasaqa

menjelaskan lukisan buah yang telah rusak dan terkelupas dari kulitnya. Bisa

diartikan individu yang telah keluar dari agama atau disebut durhaka.51

Kata naba sebagai berita penting berbeda dengan kata khabar sebagai

sesuatu yang umum baik berita penting atau tidak penting. Maksudnya orang

muslimin tidak memiliki kewajiban untuk mencari berita yang tidak benar atau

tidak dipertanggung jawabkan. Kata bi jahilah diartikan sebagai tidak mengetahui

atau bermaksud tindakan individu yang tidak mampu mengendalikan dirinya

untuk melakukan tindakan tertentu. Sederhananya Surah Al-Hujurat dipandang

sebagai pedoman oleh umat Islam untuk memastikan kebenaran dari suatu

informasi yang ada.

51
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, (Jakarta:
Lentera Hati, 2008). Hal. 236.
39

Kata tushbihu yang bermakna ‘masuk di waktu pagi’ yang lebih diartikan

‘menjadi’. Tafsirnya menjelaskan kesalahan yang dapat dilakukan oleh seorang

muslimin. Dipertegas dengan kata selanjutnya fatushbihu ala ma fa’altum

nadimin berarti segara menjadi manusia yang penuh penyesalan. Maksudnya umat

muslim yang sudah menyebarkan berita atau informasi tanpa ada kebenaran maka

akan mendapatkan penyesalan. Dimana tindakan tersebut harus

dipertanggungjawabkan di depan Allah SWT.

Kata fasiq yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kabar berita atau

informasi jika turun di tengah masyarakat muslim tetap harus dilakukan

penyelidikan. Jika terjadi kesulitan untuk menemukan sumber atau bukti

kebenaran tersebut. Ditambah sulitnya mengetahui orang fasik berada maka berita

tersebut tidak wajib atau tidak penting untuk diterima. Maksudnya tidak perlu

diadakan penelusuran lebih lanjut untuk proses tabayyun. Penafsiran ini berkaitan

dengan perkataan Sayyidina Ali ra, bahwa “bila kebaikan meliputi satu masa

beserta orang-orang di dalamnya, lalu seorang berburuk sangka terhadap orang

lain yang belum pernah melakukan cela, maka sesungguhnya ia telah

menzaliminya. Tetapi, apabila kejahatan telah meliputi satu masa disertai

banyaknya yang berlaku zalim, lalu seseorang berbaik sangka terhadap orang

yang belum dikenalnya, maka ia akan sangat mudah tertipu,”

Penyaringan berita atau informasi sangat membutuhkan orang lain sebagai

pihak yang dikonfirmasi. Tidak semua pihak bisa dijadikan verifikasi dari berita

melainkan harus memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi. Ayat tersebut
40

memerintahkan kita bahwa ilmu pengetahuan harus melawan jahalah atau

kebodohan. Logika dan pertimbangan rasional harus dikedepankan sesuai

ketetapan Allah SWT. Diingatkan juga tingkat kebenaran tidak bisa ditetapkan

berdasarkan banyaknya individu yang mengedarkan informasinya. Terdapat faktor

lainnya yang harus dikritisi. Kata tushbihu yang diartikan sebagai masuk di waktu

pagi dan bermaksud menjadi. Ayat tersebut bermaksud dampak dari penyebaran

kebohongan adalah penyesalan yang terdalam.52

Banyak atau sedikitnya informasi yang sudah tersebar bisa jadi sama

sekali tidak memiliki pemahaman tentang persoalan yang ada. Sebaliknya bisa

menjadi kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan ketika sudah memenuhi

berbagai persyaratan.

C. Tabayyun dalam Komunikasi di Sosial Media

Bagian ini tentunya bersifat subyektif dalam memberikan sudut pandang

terhadap tabayyun dan Surah Al-Hujurat Ayat 6 berkaitan dengan Media Sosial.

Tabayyun sangatlah penting untuk menghadapi tantangan modernisasi dan

globalisasi yang tidak dapat dibendung. Kandungan surah tersebut secara

langsung memberikan perintah kepada umat muslim untuk meneliti atau

memeriksa kembali terkait berita yang disebarkan oleh siapapun khususnya

orang-orang fasik. Namun perlu diingat bahwa pelaksanaan tabayyun juga berlaku

untuk kaum muslimin yang tidak dapat dipercaya.

Penafsiran tabayyun oleh Mutawalli al-Sya’rawi menitikberatkan pada

kelompok fasik yang harus disikapi secara kehatian ketika mengirimkan berita
52
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, (Jakarta: Lentera
Hati, 2008). Hal. 239.
41

atau informasi. Tabayyun juga melindungi dari berita yang bernuansa maksiat

atau tindakan yang dilarang oleh Allah SWT. Hukum bagi individu yang

menyebarkan kembali berita atau informasi tanpa tabayyun akan mendapatkan

penyesalan, dosa, dan menyebarkan kebodohan. Dengan kata lain Mutawalli al-

Sya’rawi menyuruh untuk melakukan proses tabayyun terhadap seluruh berita

atau informasi.

Berbeda dengan Quraish Shihab yang menegaskan bahwa berita yang

wajib dilakukan proses tabayyun adalah berita yang benar. Sedangkan berita palsu

diwajibkan untuk tidak diikuti atau tidak disebarkan. Proses tabayyun harus

dilakukan dengan menghadiri beberapa pihak yang terlibat dalam penyebaran

berita atau informasi tersebut. Mutawalli Al-Sya’rawi menambahkan bahwa

ketika kebenaran sudah diketahui melalui tabayyun maka harus diberikan

hukuman atau sifat pada berita tersebut. Tujuannya agar tidak mendzalimi

individu yang benar atau memberikan kebenaran pada individu yang

menyebarkan kepalsuan.

Sebagai contoh studi kasus kebebasan pers dan kebebasan berbicara di

Indonesia yang sudah terlindungi oleh undang-undang khususnya kebebasan di

media sosial. Kebebasan tersebut berbanding lurus dengan banyaknya informasi

yang tersebar baik dapat dipercaya maupun tidak dipercaya sehingga potensi

kebohongannya jauh lebih besar. Dinamika seperti ini sudah suatu keharusan

untuk menerapkan tabayyun. Jika realitas ini tidak diberikan perhatian serius akan

melahirkan kebudayaan kebohongan atau hoax. Seluruh aspek kehidupan tidak

lepas dari potensi kebohongan mulai dari sosial, ekonomi, dan politik. Aktualisasi

tabayyun dalam kerangka pemikiran Islam lebih dikedepankan dibandingkan


42

upaya lainnya. Namun masalah yang dihadapi sekarang adalah kebiasaan

tabayyun yang terbilang masih rendah di masyarakat luas. Maksudnya masyarakat

Indonesia terlalu malas dan enggan untuk membaca buku atau menelusuri sumber

data tersebut. Mereka cenderung memilih menjadi penerima informasi atau berita

tanpa melalui penyaringan atau proses tabayyun.

Surah Al-Hujurat Ayat 6 dijadikan salah satu rujukan untuk melaksanakan

tabayyun oleh sebagian besar ulama atau pemikir Islam klasik dan modern. Salah

satunya adalah Mutawalli Al-Sya’rawi. Surah Al-Hujurat Ayat 6 dengan sebagai

berikut :

ِِ ٍ ِ ِ ِ ِ
٦ ‫ي‬
َ ْ ‫اعلَى َمافَ َع ْلتُ ْم نَادم‬ ْ ُ‫يَا اَيُّ َها الَّذيْ َن َآمنُ ْواإِ ْن َجاءَ ُك ْم فَاس ٌق بِنَبٍَإ فَتَبَ يَّ نُ ْوااَ ْن تُصْيبُ ْواقَ ْوًماِبَ َهالَة فَت‬
َ ‫صبِ ُح ْو‬

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik


membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Al-Syarawi mengartikan tafsir surah tersebut mengarah pada kewajiban

setiap umat muslim untuk memeriksan suatu kebenaran dari informasi atau berita.

Tujuannya untuk menghindari dari musibah atau bahaya yang akan membuat

umat muslim menyesal. Senada dengan Quraish Shihab dalam memahami makna

Surah Al-Hujurat Ayat 6 bahwa pemeriksaan berita (tabayyun) suatu kewajiban

bagi umat muslim terhadap kelompok fasik. Surah tersebut secara tidak langsung

sebagai perintah untuk menganjurkan umat muslim dalam berhati-hati ketika

mendapatkan berita atau informasi.


43

Adapun manfaat yang akan didapat dari menerapkan tabayyun, meliputi

meminimalisir kesalahpahaman, tidak saling menuduh, mencegah pertumpahan

darah, dan menciptakan kerukunan antar perbedaan. Quraish Shihab menegaskan

untuk tidak menyebarkan informasi yang tidak benar sebab hal tersebut termasuk

dalam kebohongan. Hukum dari kebohongan adalah dosa yang akan membawa

pelaku kebohongan tersebut masuk ke dalam neraka. Al-Syarawi berpendapat

bahwa surah Al-Hujurat Ayat 6 sebagai sesuatu yang akan didapat oleh umat

muslim yakni kehancuran atau kemusnahan jika menerima berita atau informasi

yang tidak dapat dipercayakan.

Pembahasan sebelumnya sudah memberikan definisi terkait tabayyun baik

menurut Mutawalli Al-Sya’rawi maupun Quraish Shihab. Singkatnya tabayyun

merupakan metode atau cara untuk memeriksa kembali, memastikan, dan

menelusuri terkait berita (informasi) yang tersebar luas di masyarakat umum.

Tujuannya untuk memastikan bahwa informasi tersebut memiliki kebenaran dan

dapat dipertanggung jawabkan. Konsep tabayyun dalam Islam sangat sesuai untuk

dikontekstualkan di masa modernisasi ini. Kemudahan untuk mengakses

informasi dari berbagai sumber tanpa adanya batasan adalah karakteristik

modernisasi di Indonesia.

Kecanggihan gadget atau smartphone yang dimiliki oleh semua kalangan

tanpa memandang umur ikut serta dalam memberikan kelancaran akan eksistensi

modernisasi. Segala sesuatu di negara lain akan mudah diketahui melalui gadget

secara mudah Permasalahan penting yang berkembang bersamaan dengan

modernisasi adalah penyebaran hoax atau kepalsuan informasi. Sebagian besar

orang mengetahui jika fenomena hoax bukanlah sesuatu yang baru melainkan
44

sudah ada sejak zaman Nabi Adam AS. Iblis membohongi Nabi Adam AS

sehingga mengharuskan dirinya diturunkan ke bumi oleh Allah SWT.53

Pada dasarnya smartphone merupakan media komunikasi yang menunjang

aktivitas mereka dalam kehidupan sehari-hari. Whatsapp, facebook, instagram,

dan twitter adalah media sosial yang sebagian besar dimiliki oleh masyarakat

Indonesia. Keuntungan dari media sosial adalah memberikan kemudahan, murah,

dan cepat untuk berkomunikasi secara efektif. Sementara itu, penyebaran

informasi secara luas dan cepat terjadi di media sosial tanpa ada batasan.

Kalangan anak-anak, remaja, dan orang tua pasti menggunakan media sosial yang

dapat diakses melalui smartphone mereka.

Masalahnya adalah dampak negatif yang ditimbulkan dari eksistensi media

sosial disamping sisi positifnya. Media sosial akan menyebarkan informasi

terkini, seperti berita, kejadian baru, sejarah, dan seluruh aspek kehidupan

lainnya. Misalkan, mencari data dan informasi tentang konten Al-Qur’an melalui

media sosial pasti memiliki banyak pilihan. Banyaknya konten tersebut

berbanding lurus dengan sumber yang didapat baik dapat dipercaya maupun tidak

dapat dipercaya. Maksudnya terkadang ada berita atau informasi yang dikaitkan

dengan ayat Al-Qur’an namun sumbernya tidak jelas atau tidak bisa

dipertanggung jawabkan. Memastikan kebenarannya haruslah melalui tabayyun.

Kebohongan (hoax) berlanjut di masa Nabi Muhammad SAW dan akan

terus berlangsung sampai akhiru umat manusia. Hoax bisa digambarkan seperti

bom yang bisa meledak dan membunuh satu generasi manusia. Sulitnya

mengatasi masalah hoax Rasulullah SAW menegaskan kepada umat Islam untuk

53
Iffah Al-Walidah, Tabayyun di Era Generasi Millennial, Jurnal Living Hadis, Volume
2, Nomor 1, Oktober 2017. Hal. 323.
45

melakukan pemeriksaan terhadap kebenaran dari informasi atau berita yang

tersebar. Mursalin Basyah menyebutkan hoax akan sulit diketahu sebab

cenderung masuk akal dan menyentuh tingkatan emosional sehingga individu

yang menerimanya tidak menyadarinya.54

Tabayyun adalah solusi kontekstual dan faktual dalam menghadapi dunia

yang selalu diwarnai dengan modernisasi. Melalui tabayyun dapat mengetahui

keaslian dan kebenaran dari informasi yang sudah tersebar. Selain itu bisa

mencegah terjadinya perpecahan di Indonesia melalui proses tabayyun. Ditambah

sebagian besar masyarakat Indonesia sangat mudah percaya jika terdapat

informasi atau berita yang belum diketahui kebenarannya. Dalam konteks ini

tabayyun sebagai urgensi penting selain metode untuk menemukan kebenaran

juga sebagai tindakan preventif untuk menguatkan Indonesia.

Salah satu perbedaan penafsiran Mutawwali Al-Sya’rawi dengan Quraish

Shihab terkait surah Al-Hujurat ayat 6 ini adalah Mutawalli Al-Syarawi

memandang setiap informasi yang disampaikan sama pentingnya dengan

menyebarkan perintah agama. Namun, jika tidak melakukan tabayyun lalu

menyebarkan informasi tersebut, maka ada berkontribusi menanamkan kebodohan

kepada masyarakat, jika informasi tersebut tidak benar. Sedangkan Quraish

Shihab memandang bahwa butuh orang lain untuk mengkonfirmasi berita yang

didapatkan. Tetapi, terkadang tidak semua orang yang dimintakan konfirmasi bisa

memberikan penjelasan dengan benar. Bisa jadi informasi yang disampaikan

salah. Karena itu, untuk menangkal berita yang tidak benar diperlukan ilmu

54
B. Afwadzi, Membangun Integrasi Ilmu-ilmu Sosial dan Hadis Nabi, Jurnal Living
Hadis, Volume 1, Nomor 1, 2016. Hal. 135.
46

pengetahuan. Karena berita bohong bersumber dari kebodohan, sedangkan

kebodohan dapat dilawan dengan ilmu pengetahuan.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mutawalli Al-Sya’rawi dan Quraish Shihab dalam menafsir Surah Al-

Hujurat Ayat 6 bahwa meneliti terkait kebenaran informasi atau berita bersifat

wajib. Proses mencari kebenaran tersebut adalah tabayyun yang bisa dipandang

sebagai perintah Allah SWT untuk diterapkan. Dampak mudah percayanya

kepada berita atau informasi yang tidak jelas akan membuat umat Islam akan

menemukan kehancuran. Sederhananya tabayyun adalah wajib bagi umat muslim

untuk digunakan ketika memastikan kebenaran informasi atau berita. Adapun

pihak yang memberikan informasi kebohongan akan mendapatkan dosa yang akan

mendapatkan pembalasan di akhirat.

Adapun perbedaan penafsiran Surah Al-Hujurat Ayat 6 dan tabayyun

antara Mutawalli al-Sya’rawi dan Quraish Shihab terletak pada penjelasan dan

keterangannya. Pertama, Mutawalli al-Sya’rawi mewajibkan semua berita baik

penting maupun tidak penting harus dilakukan proses tabayyun untuk mencari

kebenarannya. Sedangkan Quraish Shihab menggarisbawahi proses tabayyun

hanya diperuntukkan bagi berita yang penting. Kedua, tabayyun oleh Mutawalli

Al-Sya’rawi diartikan sebagai pencarian kebenaran tanpa dijelaskan metodenya.

Berbeda dengan Quraish Shihab menggunakan pihak tertentu yang dipercayai

untuk membantu proses tabayyun.

47
48

B. Saran

Saran penelitian ini diberikan kepada beberapa pihak baik berupa

masukan, rekomendasi, atau sejenisnya. Pertama, saran untuk pihak akademisi

atau peneliti adalah lebih mengembangkan penelitian ini dengan melihat ayat lain

yang menjelaskan tentang tabayyun. Kedua, saran untuk instansi pemerintah dan

agama untuk lebih mengedepankan tabayyun dalam melihat berbagai masalah

yang terjadi khususnya di Indonesia. Ketiga, saran untuk masyarakat luas agar

tidak terlalu percaya terhadap berbagai informasi yang tersebar luas tanpa ada

kejelesan yang pasti.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad. “Metode Penafsirannya: Studi atas Surah al-Maidah Ayat 27-34”.

Jurnal al-Daulah. Volume 1. Nomor 2, Juni 2013.

Afwadzi, B. “Membangun Integrasi Ilmu-ilmu Sosial dan Hadis Nabi”. Jurnal

Living Hadis. Volume 1. Nomor 1, 2016.

Akbar, Ali. “Kajian Terhadap Tafsir Ruh Al-Ma’ani Karya Al- Alusi”. Jurnal

Ushuluddin. Volume XIX. Nomor 1, Januari 2013.

Al-Ansari, Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzur. Lisan al-Arab.

Beirut: Dar al Kutub al-Ilmiyyah, 2005.

Aminah, Siti. Pengantar Ilmu Al-Quran dan Tafsir. Semarang: CV. Asy-Syifa,

1993.

Amirah. Metode dan Corak Tafsir Muyassar Karya Aidh al- Qarni. Skripsi.

Semarang, 2015.

Asghary, Basri Iba. Solusi Al-Quran tentang Problema Sosial Politik Budaya.

Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Ayazi, Muhammad Ali. Mufassirun Hyatuhum wa Manhajum.

Taheran: Mu’assasah at-Taba’ah wa an-Nasyr, 1373.

Al-Baqiy, Ilmi Zadeh Fu’ad Abd. Fathurrahman Litalib Ayat al- Quran. Bandung:

Diponegoro, 2007.

Badruzzaman, M. Yunus. “Tafsir Asy-Sya’rawi: Tinjauan Terhadap Sumber,

Metode, dan Ittijah”. Disertasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004.

Chian, Kong. Tokoh Islam di Mesir Meninggal. National Library Singapore,

1998.

Al-Fairuzabadi, Majduddin. Al-Qamus Al-Muhit. Beirut: Dar al- Kutub al-

49
50

Ilmiyyah, 2009.

Al-Fandi, M. Sabit dkk. Da’Irah al’Ma’arif al-Islamiyah.

Taheran: Janhar, T.th.

Fanani, Muhyar. Membumikan Hukum Langit. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008.

Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah

Melalui Media Sosial.

Junaidi, Mahbub. Rasionalitas Kalam M. Quraish Shihab.

Sukoharjo: Angkasa Solo, 2011.

Kasman. “Pemetaan Tafsir Abad Pertengahan”. Jurnal Ilmu Ushuluddin.

Volume 8. Nomor 2, Juli 2009.

Manzur, Ibnu. Lisan al-Arab. Kairo: Dar al-Mishriyah, T.th. Masyhuri. “Merajut

Sejarah Perkembangan Tafsir Masa Klasik:

Sejarah Tafsir dari Abad Pertama sampai Abad Ketiga Hijriyah”. Jurnal

Hermeunetik. Volume 8. Nomor 2, Desember 2014.

Al-Qarni, Aidh. Tafsir Al-Muyassar. Jakarta: Qisti Press, 2008.

Rahman, Kaserun A.S. Kamus Modern Indonesia-Arab Al- Kamal. Surabaya:

Pustaka Progressif, 2010.

Roziqin, Badiatur dkk. 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia.

Yogyakarta: E Nusantara, 2009.

Al-Syarawi, Muhammad Mutawalli. Tafsir al-Syarawi. Al-Azhar:

Akhyar Alyaum, 1961.

Ash-Shiddieqi, Hasby. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran.

Jakarta: Bulan Bintang, 1986.

Setianingsih, Yeni. “Melacak Pemikiran Al-Alusi dalam Tafsir Ruh Al-Ma’ani”.


51

Jurnal Kontemporer. Volume 5. Nomor 1, Agustus 2017.

Shihab, M. Quraish. Secercah Cahaya Ilahi. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007.

....... Tafsir Al-Misbah. Jakarta: PT. Lentera Hati, 2009.

Siregar, Mawardi. “Tafsir Tematik Tentang Seleksi Informasi”.

Jurnal At-Tibyan. Volume 2. Nomor 1, Januari 2017.

Tim Forum Karya Ilmiah Raden. Al-Quran Kita: Studi Islam, Sejarah, dan Tafsir

Kalamullah. Kediri: Lirboyo Press, 2000.

Al-Walidah, Iffah. “Tabayyun di Era Generasi Millennial”. Jurnal Living Hadis.

Volume 2. Nomor 1, Oktober 2017.

Yobel, Gracia. “Propaganda Media ISIS: Taktik Pembesaran Skala ISIS dengan

Pemanfaatan Sifat Natural Media. Fakultas Ilmu Politik. Universitas

Katolik Parahyangan, 2016.

Yusmadi. “Ini Jumlah Warga Indonesia yang Bergabung dengan ISIS”. Artikel

diakses pada 12 Mei 2019 dari www.tribunnews.com

Anda mungkin juga menyukai