SKRIPSI
Disusun oleh:
AHMAD HUDORI
NIM: 11150340000146
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Oleh:
Ahmad Hudori
NIM: 11150340000146
Dosen Pembimbing
Syahrullah, MA
NIP. 197808182009011016
i
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
v
4. Bapak Syahrullah, MA., sebagai dosen pembimbing dalam
menulis skripsi ini yang selalu ada dan meluangkan waktunya
untuk penulis. Terima kasih yang tiada terhingga atas
kesabaran dan keikhlasannya dalam membimbing penulis
sampai pada rampungnya penulisan ini. Atas segala perhatian
yang telah Bapak berikan tersebut saya hanya mampu
membalasnya dengan do’a, semoga kesehatan, kemudahan,
dan keberkahan dari Allah senantiasa mengiringi setiap
langkah perjalanan hidup Bapak.
5. Bapak Dr. Masykur Hakim, MA., selaku dosen Pembimbing
Akademik. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir, yang telah begitu banyak membekali ilmu dan
pengetahuan. Juga tak lupa saya haturkan terima kasih kepada
para karyawan Ushuluddin, Pak Toto dkk, yang sedikit banyak
sudah mempermudah segala urusan akademik kampus yang
berkaitan dengan saya maupun skripsi saya.
6. Orang tua tercinta, Bapak Abdul Fattah Fatoni dan Ibu Aam
Qoniah, yang saya panggil mereka Abah dan Ema. Kasih
sayang dan do’anya juga perhatiannya yang tulus dan tak
henti-henti untuk segala kesuksesan anaknya. Terima kasih
banyak atas segala energi yang selalu memompa agar skripsi
ini lekas saya tuntaskan. Kakak saya yang di rumah, a Fadli
dan a Hasim, juga teh Milah, yang juga tak luput mendo’akan.
7. Tarekat Al-Idrisyyah, Mursyid, Syaikh Akbar Muhammad
Fathurrahman, M.Ag terima kasih atas segala petuah dan do’a
yang telah diberikan. Tentu juga kepada Ust. Rijal, Kang
vi
Deden, jazakumullah atas semua masukan dan sarannya
selama proses penulisan skripsi ini. Barakallahfikum!.
8. Bapak Suryadinata, MA., selama menjadi Wakil Dekan III. Ibu
Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., dan Ibu Dr. Banun
Binaningrum, M.Pd., selama menjadi ketua Jurusan di prodi
Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Atas bimbingannya saya banyak
belajar dan mendapatkan motivasi selama beliau-beliau
menjabat di dekanat dan jurusan.
9. Teman-teman dari berbagai macam komunitas yang senantiasa
membersamai saya dalam bertumbuh dan berkembang selama
di Ciputat. Mereka-mereka adalah yang terkait dan terikat di
PMII Komfuspertum (Komisariat Fakultas ushuluddin dan
Perguruan tinggi umum). Teman kabinet HMJ (Himpunan
Mahasiswa Jurusan IAT-IH 2018), mereka adalah teman
organisasi yang penuh solidaritas dan loyalitas dalam
menjalankan roda organisasi, serta Mamang-bibi DERMAGA
(Dedikasi Riung Mahasiswa Garut). Kawan-kawan
seperjuangan Tafsir Hadis 2015. Juga kepada mereka yang
pernah hidup satu alamat dengan saya di perantauan, teman-
teman pondok pesantren Darus-Sunnah angkatan Mazaya,
Darussalam Garut, dan ibu bapak Aminuddin juga bude pakde
kost di rempoa sandratex.
10. Terakhir, kepada Nurul Astri, mang Zenal atas bantuan saran
dan kritikannya dalam memberikan ide penulisan skripsi ini.
Mang Utis adalah paman saya sendiri yang telah banyak
membantu dalam melogat kitab tafsir ini, teman organisasi M
Nurman M Y alias Ketum Numeng, juga Sekum Gus Faidzul
vii
Barakah, sebagai ketua dan sekretaris di PMII komisariat
fakultas ushuluddin dan perguruan tinggi umum
(Komfuspertum) press Ucup sebagai partner di HMJ Ilmu al-
Qur’an dan Tafsir, press Rizki sebagai Ketua Dema F
Ushuluddin, serta adek-adek Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia PMII angkatan 16,17,18 dan 19 yang selalu aktif
dan menyemangati dalam berproses untuk berprogress.
Besar harapan penulis, semoga skripsi yang penulis susun ini
dapat bermanfaat baik bagi penulis, para akademisi, maupun
masyarakat secara umum.
Wassalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh
Penulis
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
a. Padanan Aksara
ب b be
ث t te
ج j je
خ kh ka dan ha
د d de
ر r er
ز z zet
ix
س s es
ش sy es da ye
غ g ge
ف f ef
ق q ki
ك k ka
ل l el
م m em
ى n en
ً w we
ه h ha
ء ՚ Apostrof
x
ي y ye
b. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti dalam bahasa
Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal
rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih
aksaranya adalah sebagai berikut:
Vokal tunggal Vokal panjang Vokal rangkap
Fathah :a أ :ā ْى...´ : ai
Kasrah :i ى:ī ْو....´ : au
Dhammah :u و :ū
َي ai a dan i
ًَ au a dan i
c. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam
bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
xi
ىِي ī i dan garis di atas
d. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab
ّ dalam alih aksara ini
dilambangkan dengan sebuah tanda (َ),
dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf
yang diberi syaddah itu. Akan tetapi hal ini tidak berlaku jika
huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruh-huruf syamsiyyah. Misalnya,
ّ الtidak ditulis aḍ-Ḍarūrah melainkan al-Ḍarūrah,
kata ضرًرة
demikian seterusnya.
e. Ta Marbûṯah
Transliterasi untuk ta‟marbutah ada dua:
1. Ta‟marbutah hidup
Ta‟marbutah yang hidup atau mendapat harakat fathah,
kasrahdan dammah, transliterasinya adalah “t”.
2. Ta‟marbutah mati
Ta‟marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun,
transliterasinya adalah “h”.
3. Kalau pada kata terakhir denagn ta‟marbutah diikuti oleh kata
yang menggunkan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu
terpisah maka ta‟marbutah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
xii
No Tanda Vokal Latin Keterangan
3 طلحت Ṭalḥah
f. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak
dikenal, dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga.
Penggunaan huruf kapital seperti apa yang berlaku dalam EYD,
di antaranya: huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf
awal nama diri dan permulaan kalimat. Bilamanana nama diri itu
didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf
kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata
sandangnya.
Contohnya seperti Wa mā Muhammadun illā Rasūl,
Alhamdulillȃhirabil ‘ālamīn. Penggunaan huruf awal kapital
hanya untuk Allah bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap
demikian dan kalua tulisan itu disatukan dengan kata lain
sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital
tidak digunakan. Contohnya seperti: Naṣrunminallȃhi
wafathunqarīb, Lillāhi al-amrujamīʻan.
g. Hamzah
Dinyatakan di depan bahwa ditransliterasikan dengan
apostrof. Namun, itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di
xiii
tengah dan di akhir kata. Bila hamzah itu terletak di awal kata, isi
dilambangkan, karena dalam tulisan arab berupa alif. Contohnya
seperti: ta`khużūna, syai`un, inna.
xiv
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
xv
F. Sistematika Pembahasan ..................................... 18
xvi
79
1. Kehidupan Duniawi sebagai Ladang Akhirat
82
2. Mengakses Hal-hal Gaib ...............................
85
3. Menemukan Makna dan Keindahan Hidup ..
88
C. Universal ...........................................................
90
1. Kedudukan Manusia di Alam Semesta .........
92
2. Berperilaku Baik untuk Meraih Kebahagiaan
3. Membangun Keharmonisan Diri dengan
95
Semesta Alam………………………………
BAB V PENUTUP
101
A. Kesimpulan ........................................................
101
B. Saran ..................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 103
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 ................................................................ 62
Bagan 2 ................................................................ 66
Bagan 3 ................................................................ 78
Bagan 4 ................................................................ 90
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ Menyingkap Rahasia Kecerdasan
Berdasarkan al- Qur‟an dan Neurosains Mutakshir (Bandung: Mizan Pustaka,
2002), 21
2
Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ Menyingkap Rahasia Kecerdasan
Berdasarkan al- Qur‟an dan Neurosains Mutakshir, 26
1
2
3
Ah Yusuf dkk, Kebutuhan Spiritual (Konsep dan Aplikasi dalam
Asuhan Keperawatan) (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2016), 1
4
Riza Zahriah Falah, Membentuk Keshalehan Individual dan Sosial
Melalui Konseling Multikultural, STAIN Kudus, Journal Edukasi, Vol.7, 2016,
169
3
5
Harun Salman, Mutiara al-Qur‟an (Jakarta: Qaf Media Kreativa,
2016), 36
6
Amirullah Syarbini, Kunci Rahasia Sukses Menurut Al- Qur‟an
(Jakarta: Kompas Gramedia, 2002), 69
4
7
Abdul Mustaim, Pergeseran Epistimologi Tafsir (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2018), 76
8
Anshori, Ulumul Qur‟an (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), Cet ke-3,
217
5
9
Salim B. Pili, Tarekat Idrisyyah Sejarah dan Ajarannya
(Tasikmalaya: Mawahib Press, 2019), 71
6
buku (Ahmad bin Idris). Tafsir ini kemudiannya telah dicetak dan
diterbitkan oleh Dar Jawâmi‟ al-Kalim di Kaherah, Mesir, dengan
ketebalan sebanyak 192 halaman. Ṣāleh al-Jaʻfari mengatakan:
“telah hadir kepadaku Idris bin Muhammad Syarif r.a sebuah
tulisan yang tertuang didalamnya tafsir ayat-ayat Qur‟an milik
Ahmad bin Idris r.a dan ia dapati dari Hasan bin Sayyid Ali al-
Yamani al-Idrisy yang ia datangkan bersamanya dari Yaman”.10
Oleh sebab itu, penulis melihat wujudnya berbagai jenis
tafsir dengan berbagai jenis metodologi dan gaya
persembahannya. Antara ulama yang turut menceburi bidang
tafsir ini ialah Ahmad bin Idris, seorang ulama tasawwuf yang
terkenal dan merupakan pengagas kepada Tarekat al-Ahmadiyyah
al-Idrisiyyah. Secara umumnya, masyarakat kita hanya
mengenalinya sebagai seorang tokoh yang amat berjasa di dalam
dunia kesufian dan penyebaran dakwahnya melalui Tarekat al-
Ahmadiyyah al-Idrisiyyah, namun amat sedikit yang mengetahui
bahwa ia juga merupakan salah seorang mufassir al-Qur‟an.
Ketokohannya sebagai seorang mufassir dapat dilihat dengan
menelusuri tafsirnya yaitu al-Fūyūḍāt al-Rabbāniyyah bi Tafsīr
Ba‟ḍi al-Āyāt al-Qurʼāniyyah yang akan penulis bahas dalam
penelitian skripsi ini.
Mengenai dimensi spiritual yang terdapat dalam tafsir
al-Fūyūḍāt al-Rabbāniyyah bi Tafsīr Ba‟ḍi al-Āyāt al-
Qurʼāniyyah ini, akan diketahui bagaimana dimensi yang
ditawarkan oleh Ahmad bin Idris dengan nuansa tafsir sufistik
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Perumusan masalah merupakan ruang bagi peneliti
untuk mengidentifikasi masalah penelitian, untuk mendefinisikan
atau membatasi ruang lingkup penelitiannya dan menjelaskan
dari sudut mana masalah akan diteliti.11 Dalam penelitian ini
11
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif (Depok: Raja Grafindo, 2015)
Cet ke-2, 116
8
2. Pembatasan Masalah
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, penulis
merumuskan penelitian ini dengan kesesuaian tema yang dibahas
dan cakupan tafsir yang telah ditulis oleh Ahmad bin Idris dengan
menelaah Qur‟an sûrah al-Fâtihâh. Selain itu juga penulis ingin
mengetahui bagaimana korelasi antara makna tafsir dan juga
judul yang akan diteliti, sehingga dengan membatasi masalah
pada skripsi ini melahirkan rumusan masalah sebagai berikut :
9
2. Manfaat Penelitian
a. Agar memahami aktualisasi dimensi spritual yang dimaksud
pada Sūrah al-Fātiḥah di tafsir al-Fūyūḍāt al-Rabbāniyyah bi
Tafsīr Ba‟ḍi al-Āyāt al-Qurʼāniyyah karya Ahmad bin Idris
dapat diaktualisasikan
b. Agar menambah pengetahuan mengenai aspek spiritual yang
dimaksud pada Sūrah al-Fātiḥah di tafsir al-Fūyūḍāt al-
Rabbāniyyah bi Tafsīr Ba‟ḍi al-Āyāt al-Qurʼāniyyah karya
Ahmad bin Idris
c. Menambah khazanah keilmuan dalam bidang kajian tafsir
secara umum.
10
D. Tinjauan Pustaka
Mengenai kajian tentang Dimensi Spiritual secara umum
atau yang sedang penulis teliti pada al-Fūyūḍāt al-Rabbāniyyah
bi Tafsīr Ba‟ḍi al-Āyāt al-Qurʼāniyyah karya Ahmad bin Idris,
ada beberapa karangan atau penelitian yang penulis temukan baik
berbentuk skripsi, atau jurnal yang membahas kitab tafsir tersebut
antara lain:
Journal of Education and Social Sciences, Vol. 4, (June)
ISSN 2289-9855 yang ditulis oleh Mohd Zarizi Fauzan ibn Alias
dkk. Yang berjudul Metodologi Tafsir Sayyid Ahmad Bin Idris
dalam al-Fūyūḍāt al-Rabbāniyyah bi Tafsīr Ba‟ḍi al-Āyāt al-
Qurʼāniyyah dalam jurnal ini dijelaskan pengenalan dan
pendedahan kepada masyarakat mengenai sebuah kitab tafsir sufi
Isyari yaitu “al-Fūyūḍāt al-Rabbāniyyah bi Tafsīr Ba‟ḍi al-Āyāt
al-Qurʼāniyyah” karangan seorang ulama sufi yang hebat serta
tidak asing lagi di dunia nusantara ini yaitu Sayyid Ahmad bin
Idris al-Ḥasani. Umumnya mengetahui bahwa beliau merupakan
seorang tokoh yang terkenal di dalam dunia tasawuf dan
penyebaran dakwah Islam.
Husein Thabathaba‟i dalam bukunya yang berjudul
Mengungkap Rahasia al-Qur‟an (Mizan, 1404) yang membahas
kedudukan dan nilai al-Qur‟an dalam dunia muslim sebagaimana
diungkapkan oleh kitab suci itu sendiri, bukan sebagaimana
anggapan kita sebagai suatu penganut madzhab tertentu. Juga
dibahas mengenai penalaran (logika) al- Qur‟an, rahasia wahyu,
ayat ayat muhkam dan mutasyabih, ta‟wil dan tanjil serta nasikh
11
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library
research), yaitu penelitian yang menggunakan bahan- bahan
kepustakaan sebagai sumber data seperti buku, jurnal, majalah
dan lainnya, seperti yang telah disinggung terdahulu, kepustakaan
dalam sebuah proposal penelitian kualitatif dapat berisikan teori
dan konsep–konsep yang akan dipakai oleh peneliti untuk
menginterpretasikan data.12 Karya yang menjadi objek kajian dari
penelitian ini adalah tafsir al-Fūyūḍāt al-Rabbāniyyah bi Tafsīr
Ba‟ḍi al-Āyāt al-Qurʼāniyyah karya Ahmad bin Idris dengan
menelaah penafsiran Surah al-Fatihah pada kitab tafsir tersebut.
Adapun sifat penelitian adalah kualitatif karena tidak
menggunakan mekanisme statistika dalam mengolah data.13 Data
yang akan dianalisis dapat diuraikan secara komprehensif dengan
merujuk pada ilmu utama yakni ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan
ilmu yang mendukung lainnya seperti ilmu sosiologi dan
pendidikan.
2. Sumber Data
a. Primer
Kata primer (primary) merupakan lawan kata sekunder,
yang berarti utama, asli, atau langsung dari sumbernya. Secara
definisi data primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri
12
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif (Depok: Raja Grafindo, 2015),
Cet ke-2, 125
13
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-
ilmu sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), 23
15
b. Sekunder
Sekunder sesuai dengan arti kata sekunder “secondary”
yang berarti kedua, bukan secara langsung dari sumbernya. Data
sekunder sebagai data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain,
bukan oleh priset sendiri, untuk tujuan lain15. Adapun sumber
sekunder adalah buku-buku, jurnal, majalah, artikel, skripsi yang
berhubungan dengan objek penelitian tersebut. Ahmad Khalil
dengan judul Merengkuh Bahagia tentang al-Qur‟an, Tasawuf,
14
Istijanto, Riset Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2005), 32
15
Istijanto, Riset Sumber Daya Manusia, 27
16
16
Yuni Sare, Antropologi, (Jakarta: Grasindo, 2006), h. 117
17
5. Tahapan Penelitian
Tahapan Penelitian adalah proses penelitian yang
diuraikan dengan disesuaikan jenis penelitian yang akan
dilaksanakan.18 Baik jenis kegiatan maupun urutannya tergantung
pada permasalahan yang dihadapi, dan tergantung pada pada
17
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif, 120
18
Rudy Setiawan, Metodologi Penelitian Tekhnologi Informasi
(Malang: Seribu Bintang, 2018), 37
18
6. Teknik Penulisan
Adapun dalam teknik penulisan, penulis merujuk pada
Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta 2017 Keputusan Rektor Nomor 507 tahun
2017, serta penulis menggunakan Pedoman Transliterasi Arab-
Latin Keputusan Bersama Menteri Agama dan Mentri P dan K,
Nomor : 158 Tahun 1987 – Nomor : 0543/b/u/1987.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam membahas penelitian ini,
penulis membaginya menjadi lima bab, yaitu :
Bab Pertama adalah Pendahuluan. Di dalam bab ini
dijelaskan tentang latar belakang penelitian untuk mengetahui
substansi pembahasan yang akan penulis teliti, rumusan masalah
19
1
Luqman al-Hakim, Bioghrafi Syekh Ahmad bin Idris Al Fasi Al
Hasani (Tasikmalaya: Tarekat Al- Idrisiyyah, 2012), Cet II, 1
21
22
2
Rex. S. O‟Fahey, Enigmatic Saint: Ahmad bin Idris and the Idrisi
Tradition (Illionis: Northwestern University Press, 1991), 30
3
Luqman Al- Hakim, Bioghrafi Syekh Ahmad bin Idris Al Fasi Al
Hasani, 2
4
Seyyed Hossein, Nasr, Living Sufism (London: Unwin Paperbacks,
1980), 82
23
5
Trimingham, J. S, Islam in Sudan, Frank Cass and Co. Ltd (London,
Oxford University Press, 1949), 229
6
Muhammad Sa'id bin Jamaluddin al-Liagi, al-Ahzab al-'Urfaniyyah
wa al-Aufad at-Nuriyyah, h. 16
24
7
Luqman Al- Hakim, Bioghrafi Syekh Ahmad bin Idris Al Fasi Al
Hasani, 5
25
8
Rex. S. O‟Fahey, Enigmatic Saint: Ahmad bin Idris and the Idrisi
Tradition, Illionis, 83
9
Knut S. Vikor, Sufi and Scholar on New Edge: Muhammad bin Ali
Sanusi (t.tp: Northwestern University Press, 1995), 120
26
10
Luqman Al-Hakim, Bioghrafi Syekh Ahmad bin Idris Al Fasi Al
Hasani, 12
11
Ahmad bin Muhammad Sa'id al-Linggi, Fara'id al-Maathir
al-Marwiyyah li al-Tariqat al-Ahmadiyyah al-Kashidiyyah al-Dandafawiyyah
(Singapura: t.p, t.t), 34
27
Pendiri Tarekat :
a. Muhammad ibn „Alī as-Sanūsi, pendiri Tarekat as-Sanūsiyyah
b. Muhammad Utsmān al-Mirghani, pendiri Tarekat
Mirghaniyyah
c. Ibrāhīm ar-Rasyīd, pendiri Tarekat Rasyīdiyyah.12
12
Ensiklopedi Islam, jilid 3 (Jakarta: Departemen Agama, 1993), 1192
13
Luqman Al-Hakim, Bioghrafi Syekh Ahmad bin Idris Al Fasi Al
Hasani, 3
28
14
Luqman Al-Hakim, Bioghrafi Syekh Ahmad bin Idris Al Fasi Al
Hasani, 24
29
15
Arberry, A. J, The Sufi Orders in Islam, Jil. 2 (Cambridge: t.p, t.t),
120
30
16
Luqman Al- Hakim, Bioghrafi Syekh Ahmad bin Idris Al Fasi Al
Hasani, 31
17
Mac Michael, A History of the Arabs in the Sudan, Jil. 2,
Cambridge, 1922, 76
31
18
Luqman Al- Hakim, Bioghrafi Syekh Ahmad bin Idris Al Fasi Al
Hasani, 34
32
B. Bentuk Penafsiran
1. Metode Pnafsiran
Tafsir al-Fuyūḍāt al-Rabbāniyyah bi Tafsīr Ba‟ḍi al-
ʼĀyāt al-Qur‟āniyyah karya Ahmad bin Idris menggunakan
metode tahlili yakni metode tafsir ayat-ayat al-Qur‟an dengan
memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat
yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang
tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan
kecendrungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat
19
Rex. S. O‟Fahey, Enigmatic Saint : Ahmad bin Idris and the Idrisi
Tradition, 212-215
33
20
Nashiruddin Ba‟idan, Metodologi Penafsiran al-Qur‟an
(Yogyakarta: Glaguh UHIV, 1998), 31
21
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur‟an
(Bandung: Pustaka Setia, 2004), 94
34
2. Jenis Penafsiran
a. Penafsiran dengan al-Qur’an
Adapun sumber penafsiran yang dilakukan oleh Ahmad
bin Idris Penafsiran dengan Ayat al-Qur‟an Metode ini
merupakan metode yang paling jelas dan sering digunakan
oleh Ahmad bin Idris ketika melakukan penafsiran dalam kitab
tafsir ini. Sebagai contoh ialah penafsiran yang dilakukan pada
ayat:
22
Ahmad bin Idris, al-Fȗyȗdȃt al-Rabbȃniyyah bi Tafsir Ba‟di al-Ãyȃt
al-Qur‟âniyyah (t.tp: Dar Jawami‟ al-Kalim, t.t), 6-7
35
ِ ِ ِ ِِ م
ْ َت قُلُوبُ ُه ْم َوإِ َذا تُلي
ت ْ َين إِ َذا ذُكَر اللمهُ َوجل َ إَّنَا الْ ُم ْؤمنُو َن الذ
ِم
َعلَْي ِه ْم آيَاتُهُ َز َادتْ ُه ْم إِميَانًا َو َعلَى َرهِّبِ ْم يَتَ َومكلُو َن
“Sesungguhnya orang- orang yang beriman adalah
mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hatinya,
dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka
bertawakal ”24(QS. al-Anfal [8]: 2)
Ahmad bin Idris menyatakan bahwa yang dimaksudkan
pada ayat ini ialah tanda-tanda yang ditunjukkan dalam
al-Qur‟an dan pada alam semesta (al-Ayat al-Qur‟aniyyah wa
al-„Alamiyyah) yaitu jika kamu melihat kepada sekelian
makhluk-Nya (maka) akan bertambahlah imanmu, kerana
tanda-tanda itu telah dibacakan (ditunjukkan) ke atasmu. Allah
SWT berfirman:
ِ ِ ضو ِ
مها ِر
َ اخت ََلف اللمْي ِل َوالن ْ َ ِ إِ من ِِف َخ ْل ِق ال مس َم َاوات َو ْاْل َْر
ِِ ِ ِ ِ م
ُماس َوَما أَنْ َزَل اللمه
َ َوالْ ُف ْلك ال ِِت ََْتري ِف الْبَ ْحر ِبَا يَْن َف ُع الن
ض بَ ْع َد َم ْوِِتَا َوبَ م ِ ِمن ال مسم ِاء ِمن م ٍاء فَأ
ث َ َحيَا بِه ْاْل َْر ْ َ ْ َ َ
اب الْ ُم َس مخ ِرِ اح وال مسح ِ ْ َفِيها ِمن ُك هل َدابمٍة وت
َ َ ِ َص ِريف الهري َ ْ َ
ات لَِق ْوٍم يَ ْع ِقلُو َن
ٍ ض ََلي ِ
َ ِ ْي ال مس َماء َواْْل َْر
َ ْ َب
“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi; dan
(pada) pertukaran malam dan siang; dan (pada) kapal-kapal
yang belayar di laut dengan membawa benda-benda yang
bermanfaat kepada manusia; demikian juga (pada) air hujan
yang Allah turunkan dari langit lalu Allah hidupkan
23
Ibn Atsur, Tafsir Tahrir wa Tanwir, Dar Taniyah, Juz 1, 35
24
Kementerian Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an
Terjemah, 177
36
25
Kementerian Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an
Terjemah, 22
26
Ahmad bin Idris, al-Fūyūḍāt ar-Rabbāniyyah bi Tafsir Ba‟ḍi
al-Āyāt al-Qur‟āniyyah, 139-140
37
28
Diriwayatkan dari jalur Sayyidinâ „Umar al-Khatab R.A oleh
Muslim di dalam Ṣaḥīḥ Muslim, Kitab al-ʼĪmān, Bab Bayan al-Iman wa
al-Islam wa al-Iḥsân wa Wujūb ʼÎmān bi Itbat Qadr Allah Subhānahu Wa
Ta‟âla, Wa Bâyan ad-Dalîl „Alâ al-Tabarrî min Man La Yu‟min bi al-Qadr, wa
Ikhlas al-Qaul fi Haqqihi, hadis no. 8 (Muslim 2001, 27)
39
29
Ahmad bin Idris, al- Fȗyȗdȃt al-Rabbȃniyyah bi Tafsîr Ba‟di
al-Ayat al-Qur‟âniyyah,139-140
40
30
Kementrian Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an
Terjemah, 2
31
Ahmad bin Idris, Al-Fȗyȗdȃt ar-Rabbȃniyyah bi Tafsir Ba‟di
al-Ayat al-Qur‟âniyyah, 20-21
41
c. Corak Sufistik
Tafsir dengan metode sufistik merupakan bukti bahwa
umat Islam terus melakukan tajdid al-„ilm (pembaharuan
pengetahuan) dalam merespon relasi antara kalam Tuhan dan
konteks masyarakat di zamannya. Sahl Ibn „Abdullah
al-Tustari, seorang tafsir sufi, pernah mengatakan bahwa Allah
itu tak terbatas (unlimited), maka kandungan makna
kalam-Nya itu juga tak terbatas. Demikian penggalan
pernyataan yang dikutip oleh Badruddin al-Zarkasyi (w. 794
H) dalam karyanya al-Burhan fi „Ulûm al-Qur‟ân. Mungkin
karena hal inilah mengapa secara historis-faktual, seiring
dengan perjalanan sejarah peradaban umat Islam, tafsir
menggunakan berbagai pendekatan dan perangkat penafsiran.32
Tafsir al-Fuyȗdȃt al-Rabbȃniyyah bi Tafsîr Ba‟di al-ʼÂyât
al-Qur‟âniyyah karya Ahmad bin Idris ini, memang kental
dengan corak sufistik yang terdapat pada penafsirannya
sebagai contoh ketika Ahmad bin Idris menafsirkan:
ِ َّ فَفِرُّ وا إِلَى
ٌ َِّللا إِنِّي لَ ُك ْم ِم ْنهُ نَ ِذي ٌر ُمب
ين
32
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir al-Quran Studi
Aliran-aliran Dari Periode Klasik, Pertengahan, Hingga Modern-Kontemporer
(Yogyakarta: Adab Press. 2012), 10
42
33
Kementerian Agama Republik Indonesia, Mushaf al-Qur‟an
43
Terjemah, 522
34
Ahmad bin Idris, Al-Fȗyȗdȃt al-Rabbȃniyyah bi Tafsîr Ba‟di
al-Ayat al-Qur‟âniyyah, h. 20-21
35
Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir, Dari Klasik Hingga Modern
(Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), 221
44
BAB III
1
Hamdi, Telaga Bahagia Syaikh Abdul Qadir Jailani (Jakarta:
Republika, 2015), Cet.I, iii
45
46
2
Sanerya Hendrawan, Spiritualitas Managemen (Bandung: PT. Mizan
Pustaka, 2009), 19
47
al-Qur’ân dan Sunnah Nabi melalui sikap hidup yang baik. Hal
ini menyangkut kesucian batin dari segala aspek, menjaga
kejujuran, ketulusan, kesungguhan, kesederhanaan, kepedulian,
serta kemampuan untuk mencari dan memahami substansi Islam
dan maknanya yang paling dalam.3
Richards mendefinisikan spiritualitas sebagai komponen diri
yang menghasilkan makna-makna serta tujuan-tujuan dalam
hidup, menyajikan pengalaman transendensi pribadi dan
hubungannya dengan tatanan universal. Sejalan dengan definisi
tersebut, beberapa ahli berpendapat bahwa spiritualitas
berhubungan dengan orientasi serta pengalaman seseorang
terhadap elemen-elemen transendensi atau eksistensi dari
kehidupan, seperti pemaknaan (meaning), arah (direction), tujuan
(purpose), dan keterikatan (connectedness). Kadang diartikan
pula sebagai pencarian hal-hal suci dala hidup.4
Elkins mendeskripsikan spiritual dari perspektif humanis dan
eksistensial dengan menciptakan definisi dari tulisan-tulisan
Maslow, Dewey, dan Frankl tentang potensi-potensi positif
manusia. Menurutnya, spiritualitas dapat diartikan sebagai jalan
untuk menjadi dan mengalami kesadaran dimensi transendental
yang ditandai oleh nilai-nilai yang mampu diidentifikasi baik
yang datang dari diri sendiri, orang lain, alam, kehidupan maupun
3
Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kanca Dunia Modern
(Indramayu: Pustaka Indramayu, 1994), 30
4
Thoresen, M.J., Mahoney, Behavioral Self-Control (New York: Holt,
Rinehart and Winston), 30
48
5
Abel. S and Smith, What Is Science ? Preservice elementary
teachers conception of the nature of science. International Journal of Science
Education, 16(4), 1994 32
49
6
Saifuddin Aman, Tren Spirituaitas Milenium Ketiga (Tangerang:
Ruhama, 2013), 23
50
8
Yusuf al- Qardhawi, Pengantar Kajian Islam, (Jakarta: al-
Kautsar, 2013 ), 234
9
Nasaruddin Umar, Tasawuf Modern, (Jakarta: Republika, 2014),
Cet.I, 18
52
10
Saifuddin Aman, Tren Spirituaitas Milenium Ketiga, (Tangerang:
Ruhama, 2013), 22
11
Charles Tart, Introduction, Transpersonal Pschologies, (New York:
Harper & Row, 1975), 4
12
Imron, Aspek Spiritualitas dalam Kinerja, (Magelang: Unimma
Press, 2018), 31
13
Peter A, Angeles, Dictionary of Philosophy, (New York: Harper
Collins Publisher, 1981), 273
53
14
Saifuddin Aman, Tren Spirituaitas Milenium Ketiga, 80
15
Iwan Ardian, Konsep Spiritualitas dan Religiusitas dalam Konteks
Keperawatan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2, (Semarang: Jurnal Keperawatan
dan Pemikiran Ilmiah, 2016), 4
16
David A. Leeming, Ensyclopedia of Pscyhology and Religion, (New
York: Springer Reference, t.t), 872
54
17
Seyyed Hossein Nasr, The Knowledge and The Secret, terj.
Suharsono. et, al. dengan judul Inteligensi dan Spiritualitas Agama-agama,
(Depok: Insiasi Press, 2004), 185
18
Abdul Wahid Hasan, SQ Nabi, Aplikasi Strategi dan Model
Kecerdasan Spiritual (SQ) Rasulullah di Masa kini, (Yogyakarta: IRCisod,
2006), 288
55
19
Apley Graham, Apley‟s System of Ortchopaedics and Fractures
(USA: Oxford University Press, 2001), 39
20
Alberti, R.E and Emmons, M.L, Your Prefect Right: Panduan
Praktis Hidup Lebih Ekspresif dan Jujur pada Diri Sendiri (Jakarta: Elex
Media Computindo, 2000), 39
21
Pidi Baiq, Al-Asbun (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2010), 5
56
22
Mimi Doe, 10 Priciples for Spiritual Parenting (New York: Orbis
Book, 2000), 28
23
Abraham Maslow, Toward a Psychology of Being (Princeton: Von
Nostrand, 1968), iii-iv
57
24
Piedmont, R.L, Spiritual Transendence and the Scientific study of
Spirituality (Journal of Rehabilition, 67 (1):4-14, Alexandria: t.p, 2001), 30
25
Jalaluddin Rahmat, “SQ: Psikologi dan Agama”, Pengantar buku
Danah Zohar dan lan Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual
dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan (Jakarta:
Mizan, 2002), xxiii
26
David A. Leeming, Ensyclopedia of Pscyhology and Religion, 872
58
27
Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama (Jakarta:
Kalam Mulia, 1998), 72
28
Seyyed Hoseein Nasr, The Knowledge and the Sacred: Intelegensi
dan Spiritualitas Agama-agama, 185
59
ُيََره
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah
pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. (7) Dan barang
siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya
dia akan melihat (balasan) nya pula.” (8) (QS. al-Zalzalah [99]:
7-8)
Ayat-ayat di atas menggambarkan bahwa spiritualitas adalah
bentuk penghambaan individu kepada Allah SWT, sehingga
apapun yang dilakukan merupakan bentuk pengabdian dirinya
kepada Allah SWT. Karena pada hakekatnya setiap yang
dilakukan individu akan dibalas oleh Allah SWT.
Oleh karena itu bagi seorang muslim spiritualitas menjadi
sesuatu yang sangat penting. Ajaran ini justru menjadi jawaban
akan kebutuhan manusia sebagai makhluk yang memiliki dimensi
batin baik unsur Jasmaniyyah.29 Hal ini karena menurut Viktor
Frankle seperti yang dikutip Bastaman, eksistensi manusia
ditandai oleh tiga faktor, yakni kerohanian (spirituaity),
kebebasan (freedom), dan tanggungjawab (responsibility).30
Kebutuhan akan spiritualitas sesungguhnya bersifat
mendasar (asasi). Spiritualitas yang baik akan direspon oleh gen
manusia hingga menyebabkan dirinya berkualitas dalam
29
Imron, Aspek Spiritualitas dalam Kinerja, 37
30
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam:
Menuju Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), 36
60
31
Kazuo Murakami, The Divine Message of the DNA: Tuhan dalam
Gen Kita, terj. Winny Prasteyowaty (Bandung: Mizan, 2007), 31-37
32
Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Prespektif Islam (Jakarta:
Salemba Empat, 2011), 6
33
Hafidzuddin, Didin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam
Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), 5
BAB IV
1
Jonny Purba, Pengelolaan Lingkungan Sosial (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2005), 155
2
Piedmont, R.L, Spiritual Transendence and the Scientific Study of
Spirituality (Alexandria: Journal of Rehabilition, 67 (1):4-14, 2001), 7
61
62
PENGAMALAN
IBADAH
SPIRITUALITAS
KETERIKATAN UNIVERSAL
Bagan 1.1
Dimensi Spiritual
A. Pengamalan Ibadah
Semua bentuk ibadah yang dianjurkan oleh agama
merupakan proses pendekatan kepada Allah. Orang yang dalam
hidupnya dapat melakukan ibadah dengan sempurna, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif, maka pendekatan dirinya kepada
Tuhan akan lancar, berkualitas, dan lebih sempurna dibandingkan
orang yang tidak beribadah atau ibadahnya kurang sempurna.
Pengaruh utama dari ibadah yang dilakukan oleh seseorang
adalah memberikan ketenangan dalam hidupnya, memiliki
ketenteraman, dan ketenangan hati. Dengan kata lain, ketenangan
hidup dan ketenteraman hati orang yang beribadah dengan baik
63
3
M Tolchah Hasan, Dinamika Kehidupan Religius (Jakarta:
Listarafiska, 2004), 122
4
Mardani, Pendidikan Agama Islam (Depok: Kencana, 2017), 26
5
Muhammad Rawas Qa‟lah Jie, Mu‟jam Lughat al-Fuqaha: rabi-
injelsi-inransi (Beirut: Dar an- Nafa‟is, 1422 H/ 1996 M), Cet.I, 48
6
Muhammad Abdul Halim, Menafsirkan al-Qur‟an dengan al-Qur‟an
(Bandung: Marja, 2012), Cet.III, 39
64
7
M Abduh, Tafsir Qur‟anul Hakim, (Cairo: Darul Manar, 1366 H), 36
8
M Tolchah Hasan, Dinamika Kehidupan Religius, 62
65
PENGAMALAN
IBADAH
Bagan 2.1
Pengamalan Ibadah
11
Yusuf al-Qardhawi, Pengantar Kajian Islam (Mesir: Maktabah
Wahbah, 1996 M), 84
12
Piedmont, R.L, Does Spiritual Represent The Sixth Factor of
Personality? Spiritual Transendence and the Five Factor Model, Journal of
Personality, 1999, Desember, (67:6). Oxford: Blackwell Publishers, 989
67
15
Ahmad bin Idris, al-Fȗyȗḍȃt Al-Rabȃniyyah bi Tafsîr Ba‟ḍil Āyāt
al-Qur‟ȃniyyah (t.tp: Dar al-Jawami‟ al-Kalim, t.t), 6
16
Luqman Al- Hakim, Bioghrafi Syekh Ahmad bin Idris Al Fasi Al
Hasani (Tasikmalaya, Tarekat Al- Idrisiyyah, 2012) Cet II, 180
69
17
M. Fathurrahman, Resep Selamat Kebahagiaan, (Tasikmalaya:
Idrisiyyah Press, 2014), 391
18
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta Pusat: Lentera Hati,
2002), 29
70
الرِحي ِم
َّ الر ْْحَ ِن
َّ dimana disebutkan:
19
Saifuddin Aman, Tren Spirituaitas Milenium Ketiga, 31
20
Saifuddin Aman, Tren Spirituaitas Milenium Ketiga, 66-67
71
برز باسم اهلل الذي هوجممع مجيع األمساء من حيث الرْحن الرحيم و ذلك
أن اهلل سبحانه وتعايل ْحد نفسه بنفسه عنا رْحة بنا ملا علم أننا النقدر
21
Ahmad bin Idris, al-Fȗyȗḍȃt Al-Rabȃniyyah bi Tafsîr Ba‟ḍil Ȃyȃt
al-Qur‟ȃniyyah, 7
72
22
Abdul Wahhab, Tafsir Surat Al-Fatihah, (Ar-Riyadh: Maktabah
Haramein, 1408 H), 33
23
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 27
24
M Tholchah Hasan, Dinamika Kehidupan Religius, h.75
73
25
Yusuf Al-Qardhawi, Pengantar Kajian Islam, (Mesir: Maktabah
Wahbah, 1996 M), h. 56
26
Saifuddin Aman, Tren Spirituaitas Milenium Ketiga, h. 69
27
Ahmad Khalil, Merengkuh Bahagia Dialog al-Quran, tasawuf dan
Psikologi, h. 32
74
28
Saifuddin Aman, Tren Spirituaitas Milenium Ketiga, h. 35
29
M. Fathurrahman, Resep Selamat Kebahagiaan, h. 250
75
30
Ahmad bin Idris, Al- Fuyudhat al-Rabbaniyyah bi Tafsîr Ba‟di al-
Ayat al-Qura‟aniyyah, h. 6
31
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 32
77
B. Keterikatan
Menggambarkan suatu keyakinan atas salah satu bagian
terbesar kontribusi kehidupan manusia sangat diperlukan
dalam menciptakan kehidupan demi kelanjutan
keharmonisan.33
Manakala manusia bisa membuat kebaikan untuk sesama
dan kebaikan untuk semesta alam, maka ia berarti telah
melakukan harmonisasi semesta alam dan menyelaraskan diri
dengan semesta alam. Dan alam akan memberikan kebaikan
kepadanya. Inilah sebagian dari substansi spiritualitas yang
didambakan.34
Agama sesungguhnya memiliki peran yang sangat besar
urgensinya dalam mengeratkan hubungan antara manusia satu
sama lain, dalam status mereka sebagai hamba milik Tuhan
(Allah) yang telah menciptakan mereka, dan dalam status
mereka semua sebagai anak dan satu bapak (Adam
„alaihissalȃm) yang telah menurunkan mereka, terlebih lagi
32
Ahmad bin Idris, al-Fȗyȗdȃt Al-Rabȃniyyah bi Tafsîr Ba‟dil Ȃyȃt
al-Qur‟ȃniyyah, h. 7
33
Piedmont, R.L, Does Spiritual Represent The Sixth Factor of
Personality? Spiritual Transendence and the Five Factor Model, 989
34
Saifuddin Aman, Tren Spirituaitas Milenium Ketiga, 124
78
Kehidupan Duniawi
sebagai ladang Akhirat
KETERIKATAN
Bagan 2.2
Keterikatan
35
Yusuf Al-Qardhawi, Pengantar Kajian Islam, (Mesir: Maktabah
Wahbah, 1996 M), h. 22
79
36
Saifuddin Aman, Tren Spirituaitas Milenium Ketiga, 52
80
37
Ahmad bin Idris, al-Fȗyȗḍȃt al-Rabȃniyyah bi Tafsîr Ba‟ḍil Ȃyȃt al-
Qur‟ȃniyyah, 11
38
M. Fathurrahman, Resep Selamat Kebahagiaan, (Tasikmalaya:
Idrisiyyah Press, 2014), 361
39
Ahmad Khalil, Merengkuh Bahagia Dialog al-Quran, tasawuf dan
Psikologi, (Malang: Malang Press, 2007), 79
81
40
M. Tolchah Hasan, Dinamika Kehidupan Religius, 241
41
M. Fathurrahman, Resep Selamat Kebahagiaan (Tasikmalaya:
Idrisiyyah Press, 2014), 70
82
42
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, 48
83
ليكون أدل علي الغيبة إيل الشهود ومأن املعلوم صار عيانا
Ayat ini menunjukan bahwa Tuhan yang pada
ayat-ayat sebelumnya dibicarakan dhamir ghaib, Tuhan
yang dibicarakan itu menjadi yang diajak bicara, hanya
kepadamu artinya bahwa Allah itu mengajarkan atau
mengenalkan dirinya melalui sifat-sifatnya
Arrahmanurrahim, Rabbul „alamin, maliki yaumiddin
maka ketika sudah masuk ke dalam hati seorang yang
„arif yang mengetahui Tuhan setelah tadi dibicarakan
sifat-sifatnya, maka akan timbul rasa kagum rasa rendah
hati, kemudian rasa kagum dan rasa rendah hati ini
diwujudkan dengan meminta pertolongan dengan kalimat
43
Saifuddin Aman, Tren Spirituaitas Milenium Ketiga, 78
84
44
Ahmad bin Idris, al-Fȗyȗdȃt Al-Rabȃniyyah bi Tafsîr Ba‟dil Ȃyȃt
al-Qur‟ȃniyyah, 12
85
45
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, 68
46
E. Koeswara, Logoterapi, Psikoterapi Victor Fankl (Yogyakarta:
Kanisius, 1992), 58
86
أمساء اجللال واجلمال ملها بصدقه علي الربزخ وما بعد الذي الدنيا
بالنسبة ليوم القيامة مالرحم إيل الدنيا
47
Fathullah Gulen, Kunci-Kunci Rahasia Sufi (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), 30
87
48
Ahmad bin Idris, al-Fȗyȗḍȃt Al-Rabȃniyyah bi Tafsîr Ba‟ḍil Ȃyȃt
al-Qur‟ȃniyyah, 11
49
Ahmad Khalil, Merengkuh Bahagia Dialog al-Quran, tasawuf dan
Psikologi, 43
88
C. Universal
Islam adalah agama sepanjang zaman, untuk seluruh
umat manusia, bukan agama lokal, konsepnya (al-Qur‟an)
tidak diperuntukan pada zaman atau periode tertentu. Tidak
seperi agama-agama sebelumnya yang bersumber kepada kitab
Taurat, Zabur dan Injil. Taurat hanya diperuntukan bagi
pengikut Nabi Musa As. Zabur hanya diperuntukan bagi
pengikut Nabi Daud As. Dan Injil hanya diperuntukan bagi
pengikut Nabi Isa As. Tapi al-Qur‟an diperuntukan untuk umat
Nabi Muhammad Shalallahu „alaihi wassalam di sepanjang
kehidupannya.51
Kefakiran dan kemiskinan terkadang menjadi
penyebab manusia lupa akan nikmat Allah SWT yang
diberikan kepadanya. Padahal dalam keadaan bagaimanapun,
pasti anugerah Allah SWT lebih banyak dari kekurangan yang
dirasakannya. Manusia menderita bukan karena rizki yang
berkurang tetapi karena kurang bersyukur yang bersemayam
dihatinya. Kaum materialistis, kapitalis, dan hedonis
menjadikan materi segalanya. Apabila seseorang
berideologikan materialisme pasti akan dikuasai oleh kaum
kapitalis, tetapi orang yang menjadikan iman sebagai poros
50
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, 56
51
M. Fathurrahman, Resep Selamat Kebahagiaan, 391
89
UNIVERSAL
Membangun
Berperilaku Baik untuk
52 Keharmonisan Diri
Meraih
Zuhdi Kebahagiaan
Zaini, Sebuah Renungandengan
(Tangerang: Cantiga,
Semesta Alam 2018), 186
53
Piedmont, R.L, Does Spiritual Represent The Sixth Factor of
Personality ? Spiritual Transendence and the Five Factor Model, 989
90
Bagan 2.3
Universal
54
M Tolchah Hasan, Dinamika Kehidupan Religius, 122
55
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, 75
91
hidup atau mati sebagaimana tanah atau peti tempat benih itu
diletakan.56
Dalam hal ini Ahmad bin Idris mengatakan dalam kitab
tafsirnya al-Fūyūḍāt al-Rabbāniyyah bi Tafsīr Ba‟ḍi al-Āyāt
al-Qurʼāniyyah Arti dari pada ayat:
ف
َ ف نَ ْف َسهُ فَ َق ْد َعَر َ َم ْن َعَر: َو ُسئِ َل َس ْه ٌل َع ْن قَ ْولِِه:قَ َال
»ف َربَّهُ لِنَ ْف ِس ِهَ ف نَ ْف َسهُ لَِربيِه َعَّر
َ « َم ْن َعَّر: قَ َال،َُربَّه
“ia berkata: dan sahl pernah ditanya dari perkataanya:
barang siapa yang mengenal dirinya maka ia telah mengenal
Tuhannya, ia berkata: barang siapa yang memperkenalkan
dirinya untuk Tuhannya, Tuhan akan memperkenalkan untuk
dirinya.”58
Maksud dari hadis ini menurut Ahmad bin Idris ialah
jalan yang menghubungkan pengenalan atas diri pada
56
Ahmad Khalil, Merengkuh Bahagia Dialog al-Quran, tasawuf dan
Psikologi, h. 97
57
Ahmad bin Idris, al-Fȗyȗḍȃt Al-Rabȃniyyah bi Tafsîr Ba‟ḍil Ȃyȃt
al-Qur‟ȃniyyah, 15
58
Abu Naim Ahmad bin Abdillah, Hilyatul Auliya (Beirut: Darl-Kutb
al‟Alamiyah, 1409 H), 802
92
ِ ض
وب ُ َغ ِْري الْ َم ْغ
“Bukanlah jalan orang-orang yang dibenci”.
(Q.S Al-Fatihah [1]: 6)
فمنه غضب وسخط وطرد مغضبه علي اليهود ومن حنا حنوهم.علي مراثب
علي ما قصي اهلل يف حقهم وغضب ثادلب ومنه وقع لعامة الناس من
.اْلدود والزواجر عنها ومنه غضب غرية ومنه ما لقع ألوليئه
61
Hamdy, Telaga Bahagia Syaikh Abdul Qadir JailaniI, (Jakarta:
Republika, 2015), 167
62
Abu Bakar Ibn Muhammad Syata, Menapak Jejak Kaum Sufi
(Surabaya: dunia ilmu, 1997), Cet.I, 150
94
63
Ahmad bin Idris, al-Fȗyȗḍȃt Al-Rabȃniyyah bi Tafsîr Ba‟ḍil Ȃyȃt
al-Qur‟ȃniyyah, 15
64
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 87
65
Saifuddin Aman, Tren Spirituaitas Milenium Ketiga, h. 59
96
َ َوَال الضَّالي
ي
“ dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
(Q.S Al-Fatihah [1]: 7)
71
M. Tolchah Hasan, Dinamika Kehidupan Religius (Jakarta:
Listarafiska, 2004), 121
72
Piedmont, R.L, Does Spiritual Represent The Sixth Factor of
Personality? Spiritual Transendence and the Five Factor Model, Journal of
Personality, 1999, Desember, (67:6). Oxford: Blackwell Publishers, 989
99
73
Ahmad bin Idris, al-Fȗyȗḍȃt Al-Rabȃniyyah bi Tafsîr Ba‟ḍil Ȃyȃt
al-Qur‟ȃniyyah, 7
74
Piedmont, R.L, Does Spiritual Represent The Sixth Factor of
Personality? Spiritual Transendence and the Five Factor Model, 989
75
Ahmad bin Idris, al-Fȗyȗdȃt Al-Rabȃniyyah bi Tafsîr Ba‟dil Ȃyȃt
al-Qur‟ȃniyyah, 12
76
Piedmont, R.L, Does Spiritual Represent The Sixth Factor of
Personality ? Spiritual Transendence and the Five Factor Model, 989
77
Ahmad bin Idris, al-Fȗyȗḍȃt Al-Rabȃniyyah bi Tafsîr Ba‟ḍil Ȃyȃt
al-Qur‟ȃniyyah, 15
100
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Spiritual sangat erat kaitanya dengan nilai-nilai
kehidupan, karena spiritual merupakan penggerak hati akibat
hampa dan tandus dari siraman rûhaniyyah. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa spiritual yang terdapat dalam kitab
Tafsir al-Fȗyȗdȃt al-Rabbȃniyyah bi Tafsîr Ba’di al-Ãyȃt al-
Qur’ȃniyyah karya Ahmad ibn Idris terbagi ke dalam tiga
dimensi yaitu: Pertama, pengamalan ibadah dengan fokus
pada ayat satu sampai dengan tiga; Kedua, keterikatan yang
tertuang dalam ayat empat dan lima; dan Ketiga, universal
yang terurai pada ayat enam dan tujuh. Hasil dari dimensi-
dimensi ini melahirkan beberapa aspek yang termuat dalam
aktualisasi kehidupan, sehingga dimensi pengamalan ibadah
bisa menjawab aspek-aspek ibadah secara vertikal (hablun
minallȃh), dimensi keterikatan menjawab bagaimana
hubungan sosial dengan manusia lainnya (hablun minannȃs)
dan dimensi universal menjawab hubungan manusia dengan
alam semesta (hablun minal ‘ȃlam).
B. Saran
Penelitian skripsi ini terfokus pada dimensi spiritual
dalam tafsir al-Fȗyȗdȃt al-Rabbȃniyyah bi Tafsîr Ba’di al-
Ãyȃt al-Qur’ȃniyyah karya Ahmad ibn Idris dan terbatas pada
telaah Surah al-Fȃtihah. Masih terdapat sejumlah persoalan
101
102
103
104
O’Fahey, Rex. S, Enigmatic Saint: Ahmad bin Idris and the Idrisi
Tradition, Illionis: Northwestern University Press, 1991