Anda di halaman 1dari 85

AYAT-AYAT TENTANG TABŻĪRDALAM AL-QUR’AN

(Kajian Tafsir Ruh al-Bayan Karya Ismail Haqi)

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Pada Fakultas Ushuluddin dan Adab
Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir
Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Oleh:
AHLUL FAKIH
NIM: 161320021

FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

2020 M/1442 H
i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI


Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya
tulis yang berjudul: Ayat-Ayat tentang Tabżīr dalam Al-
Qur’an (Kajian Tafsir Ruh al-Bayan Karya Ismail Haqi)
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Agama (S. Ag) yang diajukan pada Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir
Fakultas Ushuludin dan Adab Universitas Islam Negeri Sultan
Maulana Hasanuddin Banten ini sepenuhnya asli merupakan
hasil karya tulis ilmiah saya sendiri.
Adapun tulisan maupun pendapat orang lain yang terdapat
dalam skripsi ini telah saya sebutkan kutipannya secara jelas
sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku di bidang penulisan
karya ilmiah. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa seluruh
isi skripsi ini merupakan hasil perbuatan plagiarisme atau
mencontek karya tulis orang lain, saya bersedia untuk
menerima sanksi berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang
saya terima atau sanksi akademik lain sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
Serang, 17 November 2020

Materai 6000

Ahlul Fakih
161320021
ii

ABSTRAK
Nama: Ahlul Fakih, NIM: 161320021, Judul Skripsi: Ayat-Ayat
tentang Tab żīr dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Ruh al-Bayan
Karya Ismail Haqi), Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas
Ushuluddin dan Adab, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana
Hasanuddin Banten, Tahun 1442 H/2020 M.
Penulis melihat dalam masyarakat ataupun kalangan pelajar
masih banyak yang berperilaku tabdzir. Akan tetapi kebanyakan dari
masyarakat ataupun pelajar tersebut tidak menyadarinya. Selama ini
yang dapat kita ketahui dan yang dapat kita pahami tentang ayat-ayat
Tabżīrdalam al-Qur‟an hanya secara dohir saja, namun tidak
mengetahui bahwa di dalam ayat-ayat tentang Tabżīrterdapat makna
yang tersirat.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam skripsi ini adalah: 1) Bagaimana definisi Tabdzir?; 2) Apa Saja
Ayat-ayat Tabżīrdalam Al-Qur‟an?; 3) Bagaimana Penafsiran Ismail
Haqi terhadap ayat-ayat tentang Tabżīrdalam kitab tafsir Ruh al-
Bayan?.
Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian
kepustakaan (library research). Sumber data primer yang peneliti
gunakan adalah Kitab Tafsir Ruh al-Bayan karya Ismail Haqi,
sedangkan data sekundernya didapat dari berbagai literatur, baik tafsir,
buku, atau jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini. Setelah itu,
peneliti menggunakan metode analisis data yaitu metode tafsir
maudhu’i, menghimpun seluruh ayat al-Qur‟an yang berkaitan dengan
tabdzir.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa: Tabżīradalah hal yang berlebih-lebihan,
membuang-buang harta, atau pemborosan. Kata Tabżīrsendiri dalam al-
Qur‟an hanya terdapat dua ayat dalam satu surat dan kata tersebut
diulang tiga kali yaitu dalam surat al-Isra ayat 26 dan 27. Ismail Haqi
menjelaskan tentang tabdzir. Menurut Ismail Haqi yang dimaksud
dengan Tabżīradalah memberikan harta kepada selain yang telah
disebutkan pada al-Qur‟an surat al-Isra ayat 26 yaitu kepada kerabat
dekat, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. Dalam
penafsiran Ismail Haqi terdapat makna Isyarat yang tersimpan tentang
Tabżīryang menunjukan kepada nafsu.

Kata kunci: Tabdzir, Tafsir Ruh al-Bayan, Ismail Haqi


iii

ABSTRACT

Name: Ahlul Fakih, NIM: 161320021, Title: Verses about


Tabżīrin Quran (Study of Tafsir Ruh al-Bayan by Ismail
Haqi). Department of Quranic Knowledge and Interpretation,
Faculty of Ushuluddin and Adab, Sultan Maulana Hasanuddin
Banten State Islamic University, Year 1442 H/2020 M.
The author sees that in society or among students there are
still many who have Tabżīrbehavior. However, most of the
community or students are not aware of it. So far, what we can
know and what we can understand about the Tabżīrverses in the
Quran is only the dohir, but we don't know that in the verses
about Tabżīrthere is an implied meaning.
Based on the above background, the problem formulations
in this thesis are: 1) What is the definition of tabdzir?; 2) What
are the TabżīrVerses in the Quran?; 3) How is Ismail Haqi's
interpretation of the verses about Tabżīrin the Tafsir book of Ruh
al-Bayan?
In this thesis the writer uses library research method. The
primary data source that the researchers used was Ismail Haqi‟s
Book of Tafsir Ruh al-Bayan, while the secondary data were
obtained from various literatures, both interpretations, books or
journals related to this research. After that, the researcher used
the data analysis method, namely the maudhu‟i tafsir method,
compiling all the verses of the Quran related to tabdzir.
Based on the research that has been done, it can be
concluded that: Tabżīris an exaggeration, a waste of property, or
a waste. The word Tabżīritself in Quran contains only two verses
in one letter and the word is repeated three times, namely in surah
al-Isra verses 26 and 27. Ismail Haqi explains about tabdzir.
According to Ismail Haqi, what is meant by Tabżīris to give
wealth to other than what has been mentioned in the Quran al-
Isra verse 26, namely to close relatives, poor people and people
who are traveling. In Ismail Haqi's interpretation, there is the
meaning of stored signs about Tabżīrwhich shows lust.

Keywords: Tabdzir, Tafsir Ruh al-Bayan, Ismail Haqi.


‫‪iv‬‬

‫ص٘سج ذعش‪ٝ‬ذج‬

‫إسٌ‪ :‬إٔو اىفق‪ .ٔٞ‬سقٌ اىرسع‪ٞ‬و ‪ .ٔ2ٖٕٕٔٓٓٔ :‬اىَ٘ض٘ع‪ :‬آ‪ٝ‬اخ ػِ ذثز‪ٝ‬ش ف‪ٜ‬‬
‫اىقشآُ (دساسح ذفس‪ٞ‬ش سٗغ اىث‪ٞ‬اُ إلسَاػ‪ٞ‬و حق‪ .)ٜ‬قسٌ اىؼيٌ اىقشآُ ٗاىرفس‪ٞ‬ش‪ ،‬مي‪ٞ‬ح‬
‫أٗش٘ه اىذ‪ٗ ِٝ‬ا‪١‬دب‪ ،‬ظاٍؼح اىذٗىح اإلسالٍ‪ٞ‬ح اىسيطاُ ٍ٘الّا حسِ اىذ‪ ِٝ‬تاّرِ‪،‬‬
‫سْح ٕٗٗٔ ٕـ ‪.ً ٕٕٓٓ /‬‬
‫‪ٝ‬ش‪ ٙ‬اىَؤىف أّٔ ف‪ ٜ‬اىَعرَغ أٗ ت‪ ِٞ‬اىطالب ال ‪ٝ‬ضاه ْٕاك اىنص‪ٞ‬ش ٍَِ ىذ‪ٌٖٝ‬‬
‫سي٘ك ذثز‪ٝ‬ش‪ٍٗ .‬غ رىل‪ ،‬فئُ ٍؼظٌ اىَعرَغ أٗ اىطالب ى‪ٞ‬س٘ا ػي‪ ٚ‬ػيٌ تزىل‪ .‬حر‪ٚ‬‬
‫ا‪ٍ ،ُٟ‬ا ‪َٝ‬نِ أُ ّؼشفٔ ٍٗا ‪َٝ‬نِ أُ ّفَٖٔ ػِ آ‪ٝ‬اخ اىرثز‪ٝ‬ش ف‪ ٜ‬اىقشآُ ٕ٘ فقظ‬
‫اىذٕ‪ٞ‬ش‪ ،‬ىنْْا ال ّؼشف أّٔ ف‪ ٜ‬ا‪ٟٝ‬اخ ػِ اىرثز‪ٝ‬ش ْٕاك ٍؼْ‪ ٚ‬ضَْ‪.ٜ‬‬
‫تْا ًء ػي‪ ٚ‬اىخيف‪ٞ‬ح أػالٓ‪ ،‬فئُ ص‪ٞ‬ؾ اىَشنيح ف‪ٕ ٜ‬زٓ ا‪١‬طشٗحح ٕ‪ٍ )ٔ :ٜ‬ا ٕ٘‬
‫ذؼش‪ٝ‬ف اىرثز‪ٝ‬ش؟ ٕ) ٍا ٕ‪ ٜ‬آ‪ٝ‬اخ اىرثز‪ٝ‬ش ف‪ ٜ‬اىقشآُ؟‪ٍ )ٖ .‬ا ٕ٘ ذفس‪ٞ‬ش إسَاػ‪ٞ‬و حق‪ٜ‬‬
‫ى‪ٝ٠‬اخ ػِ ذثز‪ٝ‬ش ف‪ ٜ‬مراب اىرفس‪ٞ‬ش ىشٗغ اىث‪ٞ‬اُ؟‬
‫‪ٝ‬سرخذً اىناذة ف‪ٕ ٜ‬زٓ اىشساىح أسي٘ب اىثحس ف‪ ٜ‬اىَنرثاخ‪ .‬ماُ ٍصذس‬
‫اىث‪ٞ‬اّاخ ا‪١‬ساس‪ ٜ‬اىز‪ ٛ‬اسرخذٍٔ اىثاحصُ٘ ٕ٘ مراب إسَاػ‪ٞ‬و حق‪ ٜ‬ىرفس‪ٞ‬ش سٗغ‬
‫اىث‪ٞ‬اُ‪ ،‬ت‪َْٞ‬ا ذٌ اىحص٘ه ػي‪ ٚ‬اىث‪ٞ‬اّاخ اىصاّ٘‪ٝ‬ح ٍِ ٍخريف ا‪ٟ‬داب س٘اء ٍِ‬
‫اىرفس‪ٞ‬شاخ أٗ اىنرة أٗ اىَعالخ اىَرؼيقح تٖزا اىثحس‪ .‬تؼذ رىل اسرخذٍد اىثاحصح‬
‫أسي٘ب ذحي‪ٞ‬و اىث‪ٞ‬اّاخ ٕٗ٘ ٍْٖط اىَزٕة اىرفس‪ٞ‬ش ‪ ،‬ح‪ٞ‬س ظَؼد آ‪ٝ‬اخ اىقشآُ اىنش‪ٌٝ‬‬
‫اىَرؼيقح تاىرثز‪ٝ‬ش‪.‬‬
‫ٗتْا ًء ػي‪ ٚ‬اىثحس اىز‪ ٛ‬ذٌ إظشاؤٓ‪َٝ ،‬نِ االسرْراض أُ‪ :‬اىرثز‪ٝ‬ش ٕ٘ ٍثاىغح‪،‬‬
‫ٍض‪ٞ‬ؼح ىيََريناخ‪ ،‬أٗ إٕذاس‪ .‬ميَح "ذثز‪ٝ‬ش" ّفسٖا ف‪ ٜ‬اىقشآُ ذحر٘‪ ٛ‬ػي‪ ٚ‬آ‪ٝ‬ر‪ ِٞ‬فقظ‬
‫ف‪ ٜ‬حشف ٗاحذ ٗاىنيَح ذرنشس شالز ٍشاخ‪ٗ ،‬ذحذ‪ٝ‬ذا ً ف‪ ٜ‬س٘سج اإلسشاء ا‪ٟٝ‬راُ ‪ٗ ٕ2‬‬
‫‪ٝٗ .ٕ2‬ششغ إسَاػ‪ٞ‬و حق‪ ٜ‬ػِ "ذثز‪ٝ‬ش"‪ٗ .‬اىَشاد ف‪ ٜ‬اىرثز‪ٝ‬ش ػْذ إسَاػ‪ٞ‬و حق‪،ٜ‬‬
‫إػطاء اىَاه ىغ‪ٞ‬ش ٍا ٗسد ف‪ ٜ‬س٘سج اإلسشاء ‪ ٍِ ٕ2‬ا‪١‬قاسب ٗاىفقشاء ٗاىَسافش‪.ِٝ‬‬
‫ف‪ ٜ‬ذفس‪ٞ‬ش إسَاػ‪ٞ‬و حق‪ْٕ ،ٜ‬اك ٍؼْ‪ ٚ‬اإلشاساخ اىَخضّح ح٘ه اىرثز‪ٝ‬ش اىر‪ ٜ‬ذظٖش‬
‫اىشٖ٘ج‪.‬‬

‫ميَاخ ٍفراح‪ٞ‬ح‪ :‬ذثز‪ٝ‬ش‪ ,‬اىرفس‪ٞ‬ش سٗغ اىث‪ٞ‬اُ‪ ,‬إسَاػ‪ٞ‬وحق‪.ٜ‬‬


v

FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
‚SULTAN MAULANA HASANUDDIN‛
BANTEN

Nomor : Nota Dinas Kepada Yth.


Lamp : Skripsi Bapak Dekan Fak.
Hal : Usulan Munaqasyah Ushuluddin dan Adab
a.n. Ahlul Fakih UIN SMH Banten
NIM: 161320021 Di –
Serang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dipermaklumkan dengan hormat, bahwa setelah
membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami
berpendapat bahwa skripsi Saudara Ahlul Fakih, NIM:
161320021, yang berjudul: AYAT-AYAT TENTANG TABŻĪR
DALAM AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Ruh al-Bayan Karya
Ismail Haqi), telah memenuhi syarat untuk melengkapi ujian
munaqasyah pada Fakultas Ushuluddin dan Adab UIN Sultan
Maulana Hasanuddin Banten. Maka kami ajukan skripsi ini
dengan harapan dapat segera dimunaqasyahkan.
Demikian, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Serang, ... November 2020

Pembimbing I Pembimbing II

H. Endang Saeful Anwar, Lc. MA Agus Ali Dzawafi, M.Fil.I


NIP. 19750715 200003 1 004 NIP. 19770817 200901 1 013
AYAT-AYAT TENTANG TABŻĪRDALAM AL-QUR’AN
vi

(Kajian Tafsir Ruh al-Bayan Karya Ismail Haqi)


Oleh:
Ahlul Fakih
NIM: 161320021

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

H. Endang Saeful Anwar, Lc. MA Agus Ali Dzawafi, M.Fil.I


NIP. 19750715 200003 1 004 NIP. 19770817 200901 1 013

Mengetahui,
Dekan Fakultas Ketua Jurusan
Ushuluddin dan Adab Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir

Prof. Dr. H. Udi Mufrodi Mawardi, Lc, M.A Dr. H. Badrudin, M.A
NIP. 19610209 199403 1 001 NIP. 19750405 200901 1 014
vii

PENGESAHAN

Skripsi a.n. Ahlul Fakih, NIM: 161320021 yang berjudul


Ayat-Ayat tentang Tabżīr dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir
Ruh al-Bayan Karya Ismail Haqi) telah diajukan dan
disidangkan dalam sidang munaqasyah Universitas Islam
Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten pada hari ..., ...
November 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memeroleh Gelar Sarjana Agama Strata 1 (S1)
pada Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin
Banten.

Serang, ... November 2020

Sidang Munaqasyah,

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap


Anggoota,

...
...
NIP.
NIP.

Anggota

Penguji I Penguji II

... ...

NIP. NIP.
viii

Pembimbing I Pembimbing II

H. Endang Saeful Anwar, Lc. MA Agus Ali Dzawafi, M.Fil.I

NIP. 19750715 200003 1 004 NIP. 19770817 200901 1 013


ix

PERSEMBAHAN

Dengan segala rasa syukur, skripsi ini kupersembahkan


untuk diriku sendiri.
Dengan penuh rasa hormat, skripsi ini kupersembahkan
untuk kedua orang tuaku. Bapak Muhani yang
merupakan laki-laki hebat seorang imam yang selalu
bertanggung jawab untuk keluarga dan ibu Sariah
perempuan yang telah mengandung, melahirkan dan
mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang serta
ketulusannya.
Dengan rasa terima kasih skripsi ini kupersembahkan
untuk keluarga besarku yang selalu mendoakan dan
menyemangatiku. Tidak lupa kupersembahkan skripsi ini
untuk guru-guru, sahabat dan teman-temanku yang selalu
mendukungku.
x

MOTTO

“Jadilah orang yang dermawan tapi jangan menjadi pemboros.


Jadilah orang yang hidup sederhana, tetapi jangan menjadi
orang yang kikir”.
-Ali bin Abi Thalib
xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ahlul Fakih dilahirkan di Pandeglang


tepatnya hari Kamis pada tanggal 28 November 1997, di
kampung Kadu Kendi, Desa Cilabanbulan, kecamatan Menes,
kabupaten Pandeglang, provinsi Banten, Indonesia. penulis adalah
anak ke dua dari enam bersaudara dari pasangan bapak Muhani
dan ibu Sariah.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN
Cilabanbulan 1 pada tahun 2005 sampai tahun 2010. Kemudian
pendidikan di MTS MALNU Pusat Menes pada tahun 2010
sampai tahun 2013. Pendidikan menengah atas di Madrasah
Aliyah MALNU Pusat Menes pada tahun 2013 sampai tahun
2016. Selanjutnya penulis melanjutkan studi di UIN Sultan
Hasanuddin Banten fakultas Ushuluddin dan Adab jurusan Ilmu
al-Qur‟an dan Tafsir di Serang program Strata 1.
Selama kuliah penulis mengikuti organisasi ekstra
kampus yaitu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
sebagai anggota pada tahun 2016. Selain kuliah penulis juga
belajar ilmu agama di podok pesantren Daar El-Rahamah
beralamatkan di jalan Bayangkara no 023 Sumber Agung
kelurahan Sumur Pecung Serang Banten, RT 01 RW 24. Selama
di pondok pesantren penulis termasuk ke dalam pengurus,
menjabat sebagai ketua bidang keamanan.
xii

KATA PENGANTAR

Bismillahirraḥmānirraḥīm.
Al-ḥamdulillahirabbilʻālamīn, puji syukur kami haturkan
kepada Allah Swt., yang telah menganugerahkan taufi,
pertolongan, hidayah, dan kemudahan sehingga penulis
mampu menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan salam
tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw., semoga kita
mendapatkan syafaat Rasulullah di hari kiamat nanti.
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Ayat-
Ayat tentang Tabżīr dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Ruh
al-Bayan Karya Ismail Haqi)”. Skripsi ini diajukan guna
memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan S1 pada
program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas
Ushuluddin dan Adab UIN Sultan Maulana Hasanuddin
Banten.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan di dalamnya. Hal tersebut
dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Terlepas dari
hal tersebut, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang secara langsung maupun tidak telah
membantu penulis dalam menyusun skripsi. Ucapan terima
kasih tersebut penulis tujukan kepada:
xiii

1. Bapak Prof. Dr. H. Fauzul Iman, M.A., selaku Rektor


UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten yang telah
memberikan pembinaan baik terhadap dosen maupun
mahasiswa.
2. Bapak Prof. Dr. H. Udi Mufrodi Mawardi, Lc., M.A,
selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Adab UIN Sultan
Maulana Hasanuddin Banten yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
3. Bapak Dr. H. Badrudin, M.A dan Bapak Agus Ali
Dzawafi, M.Fil.I, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan
Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir yang telah memberikan arahan,
mendidik, serta memberikan motivasinya kepada penulis.
4. Bapak H. Endang Saeful Anwar, Lc. MA sebagai
pembimbing I dan Bapak Agus Ali Dzawafi, M.Fil.I
sebagai Pembimbing II yang telah banyak meluangkan
waktu dan memberi arahan kepada penulis hingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Adab, yang telah
berbagi ilmu pengetahuannya kepada penulis selama masa
perkuliahan dan mengantarkan penulis hingga dapat
menyusun skripsi.
6. Kepada keluarga besar penulis, Bapak dan ibu tercinta,
yang selalu mendoakan memberikan kasih sayang dan
motivasi untuk menyelesaikan skripsi.
xiv

7. Kepada seluruh guru-guru, sahabat dan juga teman-teman


yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.
8. Seluruh mahasiswa Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, khususnya
kepada rekan-rekan IAT/A yang telah memberikan
semangat dan dukungannya kepada penulis.
9. Seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas
kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat ganda.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya, dan umumnya bagi para pembaca. A<mi>n.

Serang, ... November 2020

Penulis,

Ahlul Fakih
161320021
xv

PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan


istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa
Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi
yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai
berikut.

Arab Latin
Konsonan Nama Konsonan Nama
tidak tidak
‫أ‬ Alif dilambangkan dilambangkan
‫ب‬ Ba B Be
‫خ‬ Ta T Te
es (dengan titik di
‫ز‬ Sa s| atas)
‫ض‬ Jim J Je
ha (dengan titik di
‫غ‬ Ha h} bawah)
‫خ‬ Kha Kh ka dan ha
‫د‬ Dal D De
zet (dengan titik di
‫ر‬ Zal ż atas)
‫س‬ Ra R Er
‫ص‬ Zai Z Zet
‫ط‬ Sin S Es
‫ش‬ Syin Sy es dan ye
es (dengan titik di
‫ص‬ Sad s} bawah)
de (dengan titik di
‫ض‬ Dad d} bawah)
te (dengan titik di
‫ط‬ Ta t} bawah)
xvi

zet (dengan titik di


‫ظ‬ Za z} bawah)
koma terbalik di
‫ع‬ „Ain ...’... atas
‫ؽ‬ Gain G Ge
‫ف‬ Fa F Ef
‫ق‬ Qaf Q Ki
‫ك‬ Kaf K Ka
‫ه‬ Lam L El
ً Mim M Em
ُ Nun N En
ٗ Wau W We
ٓ Ha H Ha
‫ء‬ Hamzah ..’.. Apostrof
ٛ Ya Y Ye

2. Vokal rangkap atau diftong bahasa Arab yang


lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf,
transliterasinya dalam bahasa Latin dilambangkan dengan
gabungan huruf sebagai berikut.
a. Vokal rangkap ( ٗ‫ ) أ‬dilambangkan dengan gabungan
huruf aw, misalnya al-yawn.
b. Vokal rangkap ( ٛ‫ ) أ‬dilambangkan dengan huruf
gabungan ay, misalnya al-bayt.
3. Vokal panjang atau maddah bahasa Arab yang
lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya
dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf dan tanda
macron (coretan horisontal) di atasnya, misalnya ‫= اىفاذحح‬
al-fa>tih}ah), ( ً٘‫ = اىؼي‬al-‘ulu>m) dan ( ‫َح‬ٞ‫ = ق‬qi>mah).
xvii

4. Syaddah atau tasydid yang dilambangkan dengan tanda


syaddah atau tasydid, transliterasinya dalam tulisan Latin
dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf
yang bertanda syaddah itu, misalnya ( ‫ = حذ‬h}addun), ( ‫سذ‬
= saddun), ( ‫ة‬ّٞ ‫ = ط‬t}ayyib).
5. Kata sandang dalam bahasa Arab yang dilambangkan
dengan huruf alif-lam, transliterasinya dalam tulisan Latin
dilambangkan dengan huruf “al” jika diikuti oleh huruf
qomariah, atau huruf transliterasinya disesuaikan dengan
bunyinya, yakni huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama
dengan huruf yang langsung mengikuti kata andang itu
jika diikuti oleh huruf syamsiyah, terpisah dari kata yang
mengikuti dan diberi tanda hubung, misalnya ( ‫د‬
ِ ْٞ َ‫ = اىث‬al-
َ ‫ = اى‬as-sama>’).
bayt), ( ‫س ََاء‬
6. Ta marbu>t}ah atau yang dibaca seperti ber-harakat sukun,
transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan
huruf “h”, sedangkan ta marbu>t}ah yang hidup
dilambangkan dengan huruf “t”, misalnya ( ‫َّ ِح‬ٝ‫ ُش اىثَ ِش‬ْٞ ‫= َخ‬
ِ َّْ‫اىعَّْ ِح َٗاى‬
khoir al-bariyyah), ( ‫اط‬ ِ ٍَِِ = minal jinnati
wanna>s).
7. Tanda apostrof (’) sebagai transliterasi untuk huruf
hamzah hanya berlaku untuk yang terletak di tengah atau
akhir kata, misalnya ( ُ‫َح‬ٝ‫ = ُس ْؤ‬ru’yah), ( ‫ = فُقَ َٖاء‬fuqaha>’).
xviii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................ i
ABSTRAK ...................................................................................... ii
ABSTRACK................................................................................... iii
‫ذج‬ٝ‫ ص٘سج ذعش‬...................................................................................... iv
NOTA DINAS ................................................................................. v
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................. vi
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ........................................ vii
LEMBAR PERSEMBAHAN ....................................................... ix
MOTTO .......................................................................................... x
RIWAYAT HIDUP ....................................................................... xi
KATA PENGANTAR .................................................................. xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................. xv
DAFTAR ISI .............................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................... 5
D. Tinjauan Pustaka ........................................................... 6
E. Kerangka Pemikiran .................................................... 10
F. Metodologi Penelitian ................................................. 12
G. Sistematika Pembahasan ............................................. 16
xix

BAB II BIOGRAFI ISMAIL HAQI

A. Riwayat Hidup Ismail Haqi ...................................... 17


B. Sekilas Tentang Tafsir Ruh al-Bayan ....................... 22
C. Metodologi Tafsir Ruh al-Bayan .............................. 24

BAB III TABŻĪR MENURUT ULAMA

A. Definisi Tabżīr .......................................................... 33


B. Tabżīrdalam Kehidupan ............................................ 38
C. Perbedaan Tabżīr dan Israf ....................................... 47

BAB IV KAJIAN TAFSIR RUH AL-BAYAN


KARYA ISMAIL HAQI TERHADAP
AYAT-AYAT TABŻĪR

A. Ayat-Ayat Tabżīr dalam Al-Qur‟an .......................... 49


B. Penafsiran Ismail Haqi Terhadap Ayat-ayat
Tabżīr ........................................................................ 50
C. Analisis Terhadap Penafsiran Ismail Haqi ................ 57

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................ 60
B. Saran................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar dalam sejarah


nabi Muhammad Saw. Telah terbukti mampu menampakan sisi
kemukjizatannya yang luar biasa, bukan hanya keberadaannya
yang tidak pernah rapuh oleh tantangan zaman. Tetapi al-Qur’an
selalu mampu membaca setiap detik perkembangan zaman,
sehingga menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia.

Al-Qur’an tidak hanya berbicara tentang moralitas


universal dan masalah spiritual tetapi juga menjadi sumber ilmu
pengetahuan dan petunjuk sepanjang kehidupan umat manusia.
Al-Qur’an bagi kaum muslim adalah kalamullah yang
diwahyukan kepada nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril
secara berangsur-angsur selama kurang lebih dua puluh tiga tahun
lamanya.1

Memahami al-Qur’an merupakan kewajiban bagi umat


Islam, untuk memahami isi kandungan di dalamnya diperlukan
pemahaman terhadap kandungan al-Qur’an dan mengamalkannya
secara sungguh-sungguh dan konsisten. Sebagaimana diketahui
bahwa al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, suatu bahasa

1
Oom Mukarromah, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2013), p. 1

1
2

yang kaya akan kosakata. Oleh karena itu tidak mudah untuk
memahami isi kandungan yang ada dalam al-Qur’an.2

Oleh karena itu al-Qur’an dan penafsiran merupakan


satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Munculnya berbagai
model dan metode penafsiran terhadap al-Qur’an dalam
sepanjang sejarah umat Islam merupakan salah satu bentuk upaya
membuka dan menyingkap pesan-pesan yang ada dalam al-
Qur’an secara optimal sesuai kemampuan dan kondisi social
mufasir. Oleh karena itu hasil pemahaman terhadap al-Qur’an
dapat ditentukan oleh pengaruh kecenderungan pribadi serta
perangkat pemahaman yang dimiliki seorang mufasir. 3 Misalnya
dalam memahami ayat-ayat tentang Tabżīr.

Kata tabżīr dalam al-Qur’an hanya terdapat dua ayat


dalam satu surat dan kata tersebut diulang tiga kali yaitu dalam
surat al-Isra ayat 26-27.4 Pengertian Tabżīr itu sendiri adalah
menggunakan harta di dalam sesuatu yang tidak sepantasnya
dengan cara menginfakan harta tersebut dalam bentuk berlebihan.
Tabżīr juga dapat diartikan menggunakan sesuatu di dalam
perakara selain yang dihalalkan oleh Allah Swt. Contoh dalam
sebuah hadis yaitu:

2
Said Agil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,
(Jakarta: Ciputat Press, 2003), p. 1-2
3
Oom Mukarromah, Ulumul Qur’an, p. 1-2
4
Umi Alfiah, “Makna Tabżīr dan Israf Dalam Al-Qur’an”, Skripsi:
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam UIN Sunan Kalijaga, (Oktober, 2016), p. 5
3

‫سَي عه وثً صل هللا علًٍ َسلم اوً لال لسعذ ٌَُ ٌتُضأ ما ٌز‬
‫ وعم َان كىت على وٍش‬:‫أَ فً الُضُء سشف؟ فمال‬:‫السشفظ؟ فمال‬
)‫جاس)سَاي اته ماجً عه عمش‬

Artinya: “Diriwayatkan dari Nabi Saw, sesungguhnya


Nabi Saw berkata kepada Said, ketika itu Said sedang berwudu:
kemudian bertanya Nabi Saw apakah ini berlebihan? Said
menjawab: apakah dalam berwudu ada yang berlebihan?
Kemudian Nabi Saw menjawab: Ya, sekalipun engkau berwudu
di atas sungai yang mengalir. (HR. Ibnu Majah dari Ibnu
Umar)”.5

Sikap Tabżīr merupakan sikap tercela dan tidak disukai


oleh Allah Swt. Karena orang yang bersikap Tabżīr senantiasa
selalu berlebihan dalam melakukan Sesutu, baik dalam kebaikan
atau kejelekan. Sikap Tabżīr merupakan ajakan setan, sedangkan
setan adalah makhluk yang ingkar kepada Allah Swt. 6

Namun tidak dipungkiri masih banyak yang belum bisa


terhindar dari sikap Tabżīr. Dalam kehidupan sehari-hari sering
kali kita berperilaku Tabżīr misalnya dalam hal makanan dan
minuman kita sering kali berperilaku Tabżīr. karena hal tersebut
dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Tabżīr juga dapat
menimbulkan kerusakan baik pada seseorang yang bersifat Tabżīr

5
Ibnu Ajibah, Al-Bahr Al-Madid Fi Tafsir Al-Qur’an Al-Majid, (Al-
Qahirah: Hasan Abbas Zaki, 1999), jilid 3, p. 159
6
Umi Alfiah, “Makna Tabżīr dan Israf Dalam Al-Qur’an”, p. 3-4
4

maupun terhadap keluarga dan juga terhadap lingkungan yang


ada disekitarnya.7

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan maka


penulis tertarik untuk membahas ayat-ayat tentang Tabżīr dalam
al-Qur’an. Dikarenakan selama ini penulis melihat dalam
masyarakat ataupun kalangan pelajar masih banyak yang
berperilaku Tabżīr. Akan tetapi kebanyakan dari masyarakat
ataupun pelajar tersebut tidak menyadarinya. Selama ini yang
dapat kita ketahui dan yang dapat kita pahami tentang ayat-ayat
Tabżīr dalam al-Qur’an hanya secara dohir saja, namun tidak
mengetahui bahwa di dalam ayat-ayat tentang Tabżīr terdapat
makna yang tersirat.

Dalam hal ini penulis akan meneliti ayat-ayat tentang


Tabżīr dengan menggunakan tafsir Ruh al-Bayan karya Ismail
Haqi. Penulis tertarik menggunakan tafsir tersebut dikarenakan
menurut penulis Ismail Haqi merupakan salah satu ulama tafsir
yang memiliki pengetahuan yang sangat luas, Dalam hal
penafsirkan sebuah ayat-ayat al-Qur’an tidak hanya ditafsirkan
secara dohir saja namun ada juga menafsirkan secara tersirat
tentang makna yang terkandung di dalamnya.

7
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz VII, Cet. II, (Jakarta: Citra Serumpun
Padi, 2001), P. 213
5

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis


mendapati rumusan masalah yang berkaitan dengan tema “Ayat-
Ayat Tentang Tabżīr Dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Ruh Al-
Abayan Karya Ismail Haqi)”, yaitu sebagi berikut:

1. Bagaimana definisi Tabżīr?


2. Apa Saja Ayat-ayat Tabżīr dalam Al-Qur’an?
3. Bagaimana Penafsiran Ismail Haqi terhadap ayat-
ayat tentang Tabżīr dalam kitab tafsir Ruh al-
Bayan?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang ditulis adalah


sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui definisi Tabżīr


b. Untuk mengetahui ayat-ayat Tabżīr dalam al-
Qur’an
c. Untuk mengetahui Penafsiran Ismail Haqi
terhadap ayat-ayat tentang Tabżīr dalam kitab
tafsir Ruh al-Bayan.
6

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapat dari penelitian tentang “Ayat-Ayat


Tentang Tabżīr Dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Ruh Al-bayan
Karya Ismail Haqi)”, adalah sebagai berikut:

a. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat


memberikan informasi ilmiah dalam ilmu
pengetahuan, terutama dalam hal yang berkaitan
dengan “Ayat-Ayat Tentang Tabżīr Dalam Al-
Qur’an (Kajian Tafsir Ruh Al-Abayan Karya Ismail
Haqi)”.
b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat
menambah khazanah pustaka dan dapat dijadikan
bahan acuan bagi mahasiswa berikutnya di UIN
Sultan Maulana Hasanuddin Banten.

D. TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, maka


terdapat beberapa hasil karya ilmiah yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu:

Penelitian terkait dengan pembahasan ini yaitu skripsi


yang disusun oleh Idris jurusan Tafsir Hadis fakultas Ushuluddin
IAIN Sunan Ampel Surabaya yang berjudul “Makna Tabżīr
dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 26-27”. Skripsi ini
membahas makna Tabżīr dan mengidentifikasi bentuk-bentuk
7

perilaku Tabżīr, hubungan antara hak nafkah terhadap kerabat


dekat menurut para muffasir dan sarjana muslim dan juga
batasan-batasan Tabżīr.8 Persamaan skripsi yang disusun oleh
Idris dengan penulis ialah sama-sama membahas tentang Tabżīr
dan perbedaannya dalam segi penafsiran, yaitu skripsi yang
disusun oleh Idris lebih umum, ia menafsirkan ayat-ayat Tabżīr
menurut pendapat para Muffasir. Sedangkan penulis menyusun
skripsinya lebih khusus kepada satu penafsir yaitu kajian tafsir
Ruh al-Bayan karya Ismail Haqi.

Selanjutnya skripsi yang disusun oleh Aris Muh Sadzili


jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta yang berjudul “Konsep Israf dalam Tafsir AI-
Qura’an al-Azim karya Ibnu Katsir”. Skripsi ini membahas
tentang Konsep Israf, ayat-ayat yang berhubungan dengan Israf
dan penafsiran Ibnu katsir terhadap konsep Israf dalam kitabnya
Tafsir aI-Qur’an al-Adzim.9 Persamaan skripsi yang disusun oleh
Aris Muh ialah sama-sama menggunakan satu tafsir namun
berbeda penafsir, ia menafsirkan skripsinya dengan tafsir karya
Ibnu Katsir sedang penulis menafsirkan dengan kitab tafsir karya
Ismail Haqi dengan tafsirnya Ruh al-Bayan. Perbedaan skripsi
yang Aris Muh dan penulis dari segi pembahasan, yaitu dalam

8
Idris, “Makna Tabżīr dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 26-27”,
skripsi: Jurusan Tafsir Hadis fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel
surabaya, (Surabaya, 2012), p. 58-66
9
Aris Muh Sadzili, “Konsep Iasraf Dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim
Karyan Ibnu Katsir”, Skripsi: Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN
Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: 2005), p. 89-90
8

skripsi Aris Muh membahas tentang Israf. Sedangkan penulis


sendiri dalam hal ini akan membahas tema tentang ayat-ayat
tentang Tabżīr dengan kitab Ruh al-Bayan karya Ismail Haqi.

Skripsi yang disusun oleh Umi Alfiah program studi


Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Makna
Tabżīr dan Israf dalam Al-Qur’an”. Dalam skripsinya ia
membahas tentang pengertian dan perbedaan Tabżīr dan Israf
dalam al-Qur’an serta dampak dan akibat dari perilaku Tabżīr dan
israf.10 Persamaan skripsi yang disusun oleh Umi Alfiah ialah
sama-sama membahas tentang Tabżīr namun ia juga membahas
israf dalam al-Qur’an, sedangkan penulis akan membahaas
khusus penafsiran ayat-ayat tentang Tabżīr dalam tafsir Ruh al-
Bayan karya Ismail Haqi.

Tesis yang disusun oleh Sapuan, program studi Ilmu Al-


Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya yang berjudul
“Tafsir Sufistik Atas Ayat-ayat Kematian Studi Atas Kitab Tafsir
Ruh al-Bayan Karya Ismail Haqi”. Dalam tesisnya dijelaskan
tentang biografi Ismail Haki, metode dan corak penafsiranya. 11
Persamaan tesis dengan skripsi penulis ialah sama dari segi
penafsirannya menggunakan tafsir Ruh al-Bayan. Perbedaan

10
Umi Alfiah, “Makna Tabżīr Dan Israf Dalam Al-Qur’an”, Skripsi:
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta, 2016), p. 83-84
11
Sapuan, “Tafsir Sufistik Ayat-ayat Kematian Studi Atas Kitab
Tafsir Ruh Al-Bayan Karya Ismail Haqi”, Tesis: Program Studi Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, (Febuari, 2018), p. 12-22
9

tesis yang disusun oleh Sapuan membahas tentang ayat-ayat


kematian, sedangkan penulis sendiri membahas tentang ayat-ayat
tentang Tabżīr.

Jurnal penelitian dan pengabdian masyarakat UNSIQ


disusun oleh Samsul Rahman yang berjudul “Ittijah Al-Manahij
Khoms Fi Tafsir Ruh Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an”. Dalam
jurnalnya Samsul Rahman membahas khusus tentang kitab tafsir
Ruh al-Bayan. Dipaparkan juga lima ciri ittijah khas tafsir Ruh
al-Bayan yaitu: israiliyat sebagai alat bantu penafsirannya,
keutamaan amal dan mistik, tawil terhadap sifat-sifat maturidiah,
sanjungan terhadap Muhyidin Ibnu Arobi dan Al-Halaj dan
seruan Ismail Haqi terhadap Wahdah Al-Wujud.12 Persamaan
jurnal dengan skripsi penulis ialah sama-sama menggunakan
tafsir yang sama yaitu tafsir Ruh al-Bayan. Sedangkan
perbedaanya jurnal yang ditulis Samsuul Rahman khusus meneliti
tafsir Ruh al-Bayan, Sedangkan penulis sendiri membahas
tentang penafsiran ayat-ayat Tabżīr dalam kitab tafsir Ruh al-
Bayan.

E. KERANGKA PEMIKIRAN

Tabżīr dapat diartikan boros, tidak berguna, sia-sia,


terbuang-buang karena tidak berguna. Kata Tabżīr juga dapat
diartikan pemborosan yang dapat menghabiskan harta dalam

12
Samsul Rahman, “Ittijah Al-Manahij Khoms Fi Tafsir Ruh Al-
Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an”, Manarul Qur’a: Jurnal Penelitian dan Pengabdian
Masyarakan UNSIQ, Vol. 14, No. 1 (Desember, 2015), p. 132-139
10

jumlah yang berlebihan. Karena itu semua tindakan dan


perkataan yang termasuk dalam kategori Tabżīr itu harus
dihindari, kata-kata yang kita gunakan dalam sehari-hari juga bisa
jadi Tabżīr jika tidak ada manfaatnya dan tidak berguna.13

Menurut Imam Ja’far Shadiq, beliau berkata “Seseorang


yang menggunakan hartanya bukan di jalan Allah berarti menyia-
nyiakan hartanya”. Beliau juga pernah ditanya “Apakah
menggunakan harta halal secara berlebihan juga dianggap
Tabżīr? Beliau menjawab, Ya! Orang yang Tabżīr adalah orang
yang mengeluarkan harta tanpa menyisakan untuk dirinya”.14

Ibnu Zauji dalam tafsirnya Zadu al-Masir menjelaskan


bahwa ada dua pendapat ulama tentang makna tabsdzir. Beliau
mengatakan,

‫ اوً إوفاق المال فً غٍشحك لالً اته مسعُد‬:‫ احذٌماال‬:‫فً التثزٌش لُالن‬
‫ لُ أوفك الشجل مالً كلً فً حك ما كان مثزٌشا‬:‫َاته عثاس َلال مجاٌذ‬
‫ الىفمح فً غٍش‬:‫التثزٌش‬:‫َأوفك مذا فً غٍشحك كان مثزٌشا لال الزجاج‬
‫طاعحهللا َكاوت الجاٌلٍح تىحشاإلتل َتثزٌش األمُال تطلة تزالك‬
ً‫الفخشَالسمعح فأمش هللا عز َجل تالىفمح فً َجٍٍا فٍما ٌمشب مى‬
:‫اوً اإلسشاف المتلف للمال ركشي الماَسدي َلال اتُ عثٍذج‬:ً‫َالثاو‬
‫المثزس ٌُالمسشف المفسذ العائث‬

13
Faisal Saleh, dkk, Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur’an dan Hadis,
(Jakarta: 2013), p. 209
14
Salman Nano, dkk, Seri Tafsir Untuk Anak Muda Surah Al-Isra’,
(Jakarta: 2005), p. 62
11

“Tentang makna Tabżīr ada dua pendapat: pertama,


membelanjakan harta diluar kebutuhan yang dibenarkan. Ini
merupakan pendapat Ibnu Masud dan Ibnu Abbas”. Mujahid
salah satu ulama tafsir periode tabi’in mengatakan. “Andaikan
ada orang yang membelanjakan seluruh hartanya dijalur yang
benar, dia bukan orang yang mubadzir. dan jika menafkahkan
bahan makanan satu cakupan tangan di luar jalur yang
dibenarkan maka dia termasuk orang yang mubadzir”. Az-Zajjaj
mengatakan,” sikap Tabżīr adalah membelanjakan harta untuk
selain ketaatan kepada Allah. Dulu masyarakat jahiliah
menyembelih Unta, menghambur-hamburkan harta dalam rangka
membanggakan diri dan mencari popularitas. Kemudian Allah
perintahkan membelanjakan harta untuk beribadah dalam
rangka mencari keridoan Allah”. Kedua, makna sikap Tabżīr
adalah menghambur-hamburkan yang menghabiskan harta. Ini
keterangan yang disampaikan Al- Mawardi. Abu Ubaidah
mengatakan, “Orang yang mubadzir adalah orang yang
berlebihan, yang menghabiskan dan menghancurkan harta”.15

Jadi yang menjadi ukuran bukan sedikit atau banyaknya


harta yang dibelanjakan, melainkan sasaran belanja. Karena itu
orang yang tabdir adalah saudara-saudara setan, karena mereka
membelanjakann harta untuk kebatilan, kejahatan dan maksiat.
Mereka adalah teman-teman setan. Demikian pula saudara-

15
Faisal Saleh, dkk, Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur’an dan Hadis,
p. 209-2010
12

saudara setan yang pemboros itu tidak menjalankan hak nikmat,


sedangkan haknya adalah membelanjakan untuk taat dan
kebenaran, tanpa melebihi batas dan tanpa pemborosan.16

F. METODE PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan


langkah-langkah yaitu sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian
Dalam melakukan penelitian, penulis
menggunakan jenis penelitian perpustakaan (library
research). Penelitian ini merupakan suatu metode data
dan informasi dengan pustaka, dengan asumsi yang
diperlukan dalam pembahasan skripsi yang terdapat di
dalamnya.17
2. Sumber data penelitian

Sumber data yang dijadikan dalam penelitian


ini berupa sumber data primer dan data sekunder yaitu:

a. Data primer
Sumber data primer yaitu sumber data pertama
yang dijadikan bahan kajian yang sesuai permasalahan.
Dalam penelitian ini data yang akan digunakan

16
Sayyid Kutub, Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-
Qur’an, (Jakarta: Robbani Press, 2000), p. 51
17
Winarso Surachman, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung:
Tariritiso, 1998), p. 13
13

bersumber dari kitab tafsir Ruh Al Bayan karya Ismail


Haqi.
b. Data sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data
pendukung yang berkaitan dengan permasalahan.18
Selanjutnya dalam peneltian ini data yang digunakan
bersumber dari buku-buku, karya ilmiah dan juga
menggunakan sumber-sumber lain yang berkaitan
dengan pembahasan.
3. Pendekatan penelitian
Peneliti berusaha mengkaji, meneliti dan
mengkaji dengan menggunakan metode tafsir maudhu’i.
Metode tafsir maudhu’i yaitu menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-
ayat yang saling berhubungan satu sama lain dalam
suatu pembahasan tertentu dengan memperhatikan
susunan tertib ayat, penjelasan-penjelasan ayat dan
korelasinnya dengan ayat lain. Kemudian dari diambil
kesimpulan.19
Menurut Qurais Shihab untuk mencapai tujuan
tersebut seorang mufasir harus menempuh langkah-
langkah tersebut:

18
Winarso Surachman, Pengantar Peneltian Ilmiah, p. 80
19
Endad Musadad, Studi Tafsir di Indonesia: Kajian Atas Tafsir
Karya Ulama Nusantara, (Serang: IAIN SMH Banten, 2011), p. 21-22
14

a. Menetapkan topik permasalahan yang akan dibahas


b. Menghimpun ayat-ayat yang menyangkut masalah
tersebut
c. Menyusun urutan ayat sesuai dengan masa turunnya
dan memisahkan antara periode Mekkah dan
Madinah
d. Memahami korelasi antara ayat-ayat tersebut, baik
dari segi hubungannya dengan ayat sebelumnya atau
sesudahnya menurut urutan mushaf.
e. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis nabi
yang menyangkut masalah tersebut.
f. Menyusun pembahasan atau outline dalam satu
kerangka yang sempurna.
g. Menyusun kesimpulan dan menggambarkan
jawaban al-Qur’an secara komprehensif
menyangkut masalah atau topik yang dibahas.20
4. Teknik pengumpulan data

Adapun cara-cara yang digunakan oleh peneliti


untuk mengumpulkan data-data yaitu kutipan langsung
dan tidak langsung, sesuai dengan penelitian yang akan
dilakukan, kemudian penulis mengumpulkan data-data
dari sejumlah buku-buku, karya ilmiah dan juga
menggunakan sumber-sumber lain yang berkaitan

20
Endad Musadad, Studi Tafsir di Indonesia: Kajian Atas Tafsir
Karya Ulama Nusantara, p. 22
15

dengan pembahasan, ataupun maktabah yang berbentuk


digital.
5. Analisis data
Data yang diperlukan baik yang bersifat pokok
atau pendukung dikumpulkan dengan cara
mendokumentasikan data yang didapatkan dari sumber-
sumber data primer atau data sekunder. Serta mengkaji
berdasarkan pada metode deskriptif analisis, yang
diharapkan nantinya penulis dapat menyajikan data-data
yang ada secara sistematis dan objektif.
16

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Sistematika pembahasan merupakan gambaran umum dari


seluruhan isi skripsi yang penulis bahas. Untuk memudahkan pemahaman
dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis menyusun menjadi lima bab,
yaitu:

BAB I, pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan


masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka
pemikiran, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II, mencakup tentang bioggrafi Ismail Haqi yang meliputi


riwayat hidup Ismail Haqi, sekilas tentang tafsir Ruh al Bayan dan
metodologi tafsir Ruh al-Bayan

BAB III, berisi tentang definisi Tabżīr, Tabżīr dalam kehidupan dan
perbedaan Tabżīr dan israf

BAB IV, berisi tentang ayat-ayat Tabżīr dalam al-Qur’an,


penafsiran Ismail Haqi dalam kitab Ruh al-Bayan terhadap ayat-ayat Tabżīr
dan analisis terhadap penafsiran Ismail Haqi.
Bab V, penutup, berisi kesimpulan dan saran-saran.
BAB II

BIOGRAFI ISMAIL HAQI

A. Riwayat Hidup Ismail Haqi


Ismail Haqi lahir di Idwes, Turki pada hari Senin bulan
Zulqa‟dah tahun 1063 H. Nama lengkap beliau ialah Ismail Haqi
Affandi bin Mustofa bin Barium bin Shah Khida Bandah al-
Burusawi. Ia belajar sebagaimana layaknya murid lainnya belajar
bahasa Arab, dalam musyawarah sehingga ia terbiasa dengan
karakter penuntut Ilmu.
Ismail Haqi belajar seputar bahasa Arab, ilmu Nahwu
dan Sorof, ia juga belajar Balagoh serta cabang-cabangnnya. Di
Sekolah ia terkenal dengan ketangkasan dan kecerdasannya serta
berprestasi dalam belajar. Di kota Konstantinopel ia belajar
bahasa Arab, bidang tafsir, hadis dan fiqh, dan ilmu-ilmu
keislaman secara umum.1
Pada usia 7 tahun, Ismail Haqi ditinggal wafat oleh
ibunya. Pada usia 10 tahun, ia dibimbing dan dididik oleh Syeh
Abdul al-Baqi Afandi, seorang wakil mursid tarekat dari Syekh
Usman Fadli. Selama kurang lebih 7 tahun Ismail Haqi menekuni

1
Mani „Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian
Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006), p. 170

17
18

berbagai disiplin ilmu keislaman seperti nahwu, sorof, mantik,


bayan, fiqih, ilmu kalam, tafsir dan hadis.2
Kemudian Ismail Haqi pindah dari Konstantinopel ke
Brussa, ia juga memproklamasikan metodologinya dalam
reformasi dan berjuang di dalamnya. Oleh karena perjuangan itu
ia dibuang ke Teckfur Togh dan ia menerima banyak siksaan. Ia
dianiaya serta hartanya habis, penyiksaan itu terus-menerus
hingga beberapa tahun lamanya. Kemudian ia kembali ke Brussa
dan bermukim di sana sampai ia wafat yaitu pada tahun 1127 H/
1715M.3

Adapun di antara guru-guru Ismail Haqi yaitu sebagai


berikut:

1. Syekh Abdul Baqi Afandi al-Islam Muhamad ibn Abd


al-Halim al-Shahir Zadah
2. Syekh Usman Fadli ibn Fathullah al-Shamni
3. Syekh Ibrohim ibn Muhamad ibn Shihab al-Din
Ahmad ibn Abd al-Qodir
4. Syekh Abd al-Gani ibn Ismail ibn Abd al-Gani al-
Nabulisi.

2
Sapuan,”Tafsir Sufistik Ayat-Ayat Kematian Studi Atas Kitab
Tafsir Ruh Al-Bayan Karya Ismail Haqi”, Tesis: Program Studi Ilmu Al-Quran
dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, (Februari, 2018), p. 22
3
Mani „Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian
Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, p. 170
19

Adapun karya-karya Ismail Haqi di antaranya yaitu:

1. Kitab ar-Risalah al-Khaliyah


2. Kitab Risalah al-Khullah
3. Kitab Sharh Nukhbat al-Fikr
4. Kitab Furuq Haqqi
5. kitab Sharh Arbaun Hadis4
6. Kitab Tafsir Ruh al-Bayan
7. Kitab al-Khithab
8. Kitab Tashil Thariq al-Ushul Li Taisir al-Wusul,
9. Kitab Risalah al-Haliliah
10. Kitab al-Furuq
11. Kitab Ruh al-Matsnawiy
12. Kitab Sharh al-Mukodimah al-Kaydaniah Fi al-
Fiqih
13. Kitab Muhammadiyyah Syarkhiy
14. Kitab Sharah al-Ushul al-Ashrah
15. Kitab Ta‟likat „Ala Tafsir al-Fatihah Li al-
Baydawi
16. Kitab Sharh Shu‟ab al-Iman
17. Kitab Sharh al-Hayat
18. Kitab Hayat al-Bal
19. Kitab Suluk al-Muluk
20. Kitab al-Anwar

4
Mani „Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian
Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, p. 172-173
20

21. Kitab al-Huruf


22. Kitab al-Risalah al- Jami‟iyyah Li al-Masail al-
Nafi‟ah
23. Kitab al-Silsilah al-Jalwatiyah
24. Kitab al-Furuk al-Lughawiyah
25. Kitab al-Fadl
26. Kitab al-Kabir
27. Kitab al-Najah
28. Kitab Majmu‟at al-Abror
29. Kitab Muzil al-Ahzan
30. Kitab Nawadir al-Sawn
31. Kitab al-Najah Fi al-Tasawuf Wa al-Tauhid
32. Kitab al-Natijah
33. Kitab Ta‟likat „Ala Tafsir an-Naba‟ Li al-Baydawi
34. Kitab Asrar al-Hajj dan al-Haq ash-Sharih Wa al-
Kasyf ash- Shahih.5

Adapun pusaka Ismail Haqi yang abadi ialah kitab tafsir,


yaitu tafsir bahasa, bayan dan sufi. Ia mengumpulkan
keistimewaan-keistimewaan tafsir, yang menetapkan asbabun
nuzul, atsar sahabat, qiroat, bahasa dan keistimewaan tafsir sufi.6

5
Samsul Rahman, “Ittijah Al-Manahij Khoms Fi Tafsir Ruh Al-
Bayan Fi Tafsir Al Qur‟an”. Manarul Qur‟an: Jurnal Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat UNSIQ, Vol. 14, No 1, (Desember, 2015), p. 120
6
Mani „Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian
Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, p. 173
21

Sejumlah ulama berpandangan terhadap Ismail Haqi di


antaranya, Muhamad Zahir al-Kauthari menurutnya Ismail Haqi
merupakan seorang alim , ahli tafsir, pakar usul fiqih, ahli fiqih,
kompeten dalam ilmu kalam, dan seorang sufi. Salah satu ulama
Turki menyatakan, Ismail Haqi adalah tokoh tafsir terkemuka,
alim, seorang sufi, seorang yang mempunyai derajat tinggi lagi
luhur serta penyampaian yang kuat.

Syekh Usman Fadl guru dari Ismail Haqi, berkata


kepada Ismail Haqi ketika memberikan kitab: “Ambilah kitab ini,
kitab ini adalah hasil jerih payahku. Aku berharap Allah Swt akan
memberimu anugerah yang lebih banyak dan sempurna daripada
kitabku ini, guru Ismail Haqi tidak mendoakan agar menyusun
kitab tafsir yang lebih sempurna daripada kitab tafsirnya, kecuali
Ismail Haqi benar-benar telah memenuhi kriteria seorang
mufasir.7

E. Van Dosel, berkata Ismail Haqi adalah seorang alim


yang berkebangsaan Turki, seorang sufi, ahli syair dan termasuk
salah satu ulama yang berjasa terhadap kejayaan pemerintahan
Ottoman. Ismail Haqi banyak menulis kitab-kitab baik berbahasa
Arab ataupun bahasa Turki.

7
Sapuan,”Tafsir Sufistik Ayat-Ayat Kematian Studi Atas Kitab
Tafsir Ruh Al-Bayan Karya Ismail Haqi”, Tesis: Program Studi Ilmu Al-Quran
dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, p. 8-9
22

Dalam catatan Ilham, Ismail Haqi termasuk salah satu


tokoh sufi yang mulia, seorang yang waro, zuhud, alim, pakar
fikih, mempunyai pengetahuan yang luas, iman yang kokoh serta
dalam, luas dan tajam akal pikirannya. 8

B. Sekilas Tentang Tafsir Ruh al-Bayan

Tafsir Ruh al-Bayan merupakan karya tafsir yang utuh,


menafsirkan ayat-ayat al-Quran 30 juz berdasarkan mushaf
usmani. Tafsir ini terdiri dari 10 jilid dan masih memuat 3
bahasa, yaitu bahasa Arab, Turki dan Persia.

Tafsir Ruh al-Bayan ditinjau dari sumber penafsirannya


menghimpun 3 jenis penafsiran, yaitu Bi al-Matsur, Bi al-Ra‟yi
dan Bi al-Ishari. Sedangkan dari segi penjelasannya digolongkan
kedalam tafsir muqaran. Dalam memberikan penjelasan banyak
mengutip pendapat para ulama yang ahli di bidangnya. Di
samping ia juga menggunakan pendapat sendiri. Dari segi
keluasan tergolong ke dalam tafsir tafsili yaitu penafsiran dengan
menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an secara mendetail dan terperinci
dengan uraian yang panjang dan lebar sehingga cukup jelas.9
Sebelum berhasil menulis kitab tafsirnya, ia berguru
kepada Syekh Ibnu Afan, seorang guru besar yang berdomisili di
Konstatinopel, Turki. Latar belakang penulisan tafsir Ruh al-

8
Sapuan,”Tafsir Sufistik Ayat-Ayat Kematian Studi Atas Kitab
Tafsir Ruh Al-Bayan Karya Ismail Haqi”, Tesis: Program Studi Ilmu Al-Quran
dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, p. 9
9
M. Ridwan Nasir, Perspektif Baru Metode Tafsir Muqaran dalam
Memahami Al-Qur‟an, (Surabaya: Imtiyaz, 2011), p. 14-15
23

Bayan di awali dengan inisiatif dan petunjuk Ibnu Afan


mengilhami Ismail Haqi untuk mencoba membaca berbagai
literatur, khususnya literatur yang membantunya untuk
mewujudkan tafsir impian gurunya, maka ia tidak pernah
meninggalkan literatur-literatur yang sohih, kemudian ia memulai
menulis tafsirnya yang sarat akan ketasawufannya, serta tasawuf
yang lebih maju daripada sebelumnya. 10
Riwayat lain tentang latar belakang penulisan tafsir Ruh
al-Bayan diawali dengan mimpi, dalam hal ini ia bercerita bahwa:
suatu malam aku bermimpi bertemu dengan ayah ruhaniku,
Syekh al-Akhbar Muhyidin Ibn al-Arobi. Beliau memberiku
petunjuk dan saat itu pula Rasulullah Saw hadir. Rasullulah Saw
menyentuh punggungku dengan lembut sambil memerintahkan
menulis tafsir al-Qur‟an agar bisa bermanfaat untuk umat.
Kemudian aku berdoa kepada Allah Swt dan memohon wasilah
kepada Rasulullah Saw agar aku diberikan taufik kemampuan
menulis sebuah kitab tafsir.11
Di akhir kitab tafsirnya Ismail Haqi berkata, “Dan telah
sempurna kitab Ruh al-Bayan, kira-kira sesuai dengan batas
turunnya wahyu, di mana aku mengisahkan keterbatasan-
keterbatasan kisah-kisah di seluruh Bumi. Dan tangan-tangan
kitab memutarku dari panjang ke lebar hingga Allah Swt

10
Samsul Rahman, Ittijah Al-Manahij Khoms Fi Tafsir Ruh Al-
Bayan Fi Tafsir Al Qur‟an, p. 128
11
Wali Zar, Al-Janib Al-Ishari Fi Tafsir Ruh Al-Bayan Li Ismail
Haqi, (Desertasi: Universitas Terbuka: Al-Alamah Iqbal, Islamabad, 2000), p.
198
24

menempatkan aku di makam keutuhan. Dengan izin Allah kitab


ini tamat pada hari kamis, 14 Jumadil Ula yang terangkai dalam
bulan-bulan di tahun 1117.12

C. Metodologi Tafsir Ruh al-Bayan

Metode penafsiran dalam tafsir Ruh al-Bayan dapat


dikelompokan berdasarkan titik tekan dan sudut pandang sebagai
berikut:

1. Metode tafsir dari segi penafsiran

Dalam menafsirkan al-Qur‟an langkah-langkah yang


ditempuh sebagai berikut:

a. Menafsirkan al-Qur‟an dengan al-Qur‟an

Contoh dalam surat al-Fatihah ayat 7 yaitu:

‫صساط الريه اوعمج عليٍم‬


“Yaitu jalan yang telah Engkau beri nikmat
kepadanya”.

Ditafsirkan dengan surat an-Nisa ayat 69:

‫فبَلئك مع الريه اوعم هللا عليٍم مه الىبييه َالصديقيه َالشٍداء‬


‫َالصبلحيه‬

12
Mani „Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian
Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, p. 174
25

“Maka mereka itu akan bersama-sama dengan


orang yang diberi nikmat oleh Allah Swt yaitu para nabi,
para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati sahid
dan orang-orang soleh”.

Penafsiranya yaitu: yang dimaksud dengan orang-


orang yang diberi nikmat oleh Allah Swt adalah para nabi,
siddiqin, suhada, dan orang-orang soleh.13

b. Menafsirkan al-Qur‟an dengan Hadis nabi Muhamad


Saw
Contohnya ketika menafsirkan surat al-Baqarah
ayat 225, ditafsirkan dengan hadis riwayat Muslim yaitu:
“Sesungguhnya Allah tidak akan pernah tidur dan
tidak pantas bagi-Nya untuk tidur.”
c. Menfsirkan al-Qur‟an dengan pendapat sahabat
Contohnya surat al-Baqarah ayat 206:
‫َاذا قيل لً احق هللا اخرحً العزة بب الثم فحسبً جٍىم َلبئس المٍبد‬
“Dan apabila dikatakan kepadanya,
”Bertakwalah kepada Allah, bangkitlah kesombongannya
untuk berbuat dosa. Maka pantaslah baginya Neraka
Jahanam, dan sungguh (Neraka Jahanam) itu tempat
tinggal yang buruk”.

13
Abu Sari, ”Penafsiran Ayat-Ayat Bay‟at dalam Tafsir Ruh Al-
Bayan Karya Ismail Haqi dan Al Al-Madid Karya Ibnu Ajibah”, Tesis:
Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, (Juli,
2016), p. 45
26

Ditafsirkan dengan perkataan Ibnu Masud yaitu:


“Termasuk dosa besar di sisi Allah jika dikatakan kepada
seseorang, “Bertakwalah kepada Allah”. Orang itu lalu
menjawab: uruslah diri sendiri”.14
d. Menafsirkan al-Qur‟an dengan pendapat tabiin
Contohnya surat al-Isra ayat 44 yaitu:
‫حسبح لً السمبَاث السبع َاالزض َمه فيٍه َان مه شيء اال‬
‫يسبح بحمدي َلكه الحفقٍُن حسبيحٍم‬
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di
dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu
pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi
kamu tidak mengerti tasbih mereka.”

Ditafsirkan dengan perkataan Mujahid yaitu:


“Semua makhluk bertasbih kepada Allah, baik yang
mempunyai nyawa maupun yang tidak.”

e. Menafsirkan al-Qur‟an dengan ijtihad sendiri


Contohnya dalam surat al-Haqqoh ayat 11 yaitu:
‫اوب لمب طغب المبء حملىكم فى الجبزيت‬
“Sesungguhmya ketika air naik (sampai ke
gunung), Kami membawa (nenek moyang) kamu ke dalam
kapal”.

14
Abu Sari, Penafsiran Ayat-Ayat Bay‟at dalam Tafsir Ruh Al-
Bayan Karya Ismail Haqi Dan Al Al-Madid Karya Ibnu Ajibah, p. 46
27

Ditafsirkan dengan ijtihadnya yaitu: “Ketika


ketinggian air sudah melampaui batas lebih tinggi dari apa
saja yang ada di muka bumi sampai 500 hasta. Hal ini
terjadi karena kaum nabi Nuh As. sudah keterlaluan dan
terus-menerus melakukan kerusakan. Maka Allah Swt
membawa ayah-ayah kalian wahai manusia, sedang kalian
masih berada di punggung mereka seakan-akan wujud
kalian terbawa saat itu.15
Ayat ini memberikan ketegasan atas karunia-Nya,
seakan Allah Swt menyatakan: karena dengan selamatnya
ayah-ayah kalian, maka menjadi sebab lahirnya kalian di
perahu nabi Nuh As. Maksudnya ialah mengangkat
mereka di atas permukaan air hingga surutnya air,
kemudian Allah Swt selamatkan mereka, dan perahu yang
mereka naiki hanyalah menjadi sebuah sebab.16
f. Menafsirkan al-Qur‟an dengan pendekata sufi
Contohnya penafsiran surat al-Baqarah ayat 15:
‫هللا يسخٍزئ بٍم َيمدٌم في طغيبوٍم يعمٍُن‬

“Allah akan memperolok-olokan mereka dan


membiarkan mereka terombang-ambing dalam
kesesatan”.

15
Abu Sari, Penafsiran Ayat-Ayat Bay‟at dalam Tafsir Ruh Al-
Bayan Karya Ismail Haqi Dan Al Al-Madid Karya Ibnu Ajibah, pp. 46-47
16
Abu Sari, Penafsiran Ayat-Ayat Bay‟at dalam Tafsir Ruh Al-
Bayan Karya Ismail Haqi Dan Al Al-Madid Karya Ibnu Ajibah, pp. 47-48
28

Pada ayat ini:‫ َيمدٌم في طغيبوٍم يعمٍُن‬mengandung


makna isyarat: bahwa bagi seseorang tidaklah patut
tertipu dengan usia yang panjang, tidak pula oleh harta
yang melimpah.17
2. Metode tafsir dari segi cara penjelasan
Bila dilihat dari cara penjelasannya tafsir Ruh al-
Bayan dapat digolongkan ke dalam tafsir muqaran hal ini
dapat dilihat dari langkah-langkah yang ditempuh yaitu:
a. Menafsirkan al-Qur‟an secara berurutan sesuai
mushaf usmani
b. Menjelaskan ayat al-Qur‟an dengan al-Qur‟an,
pendapat nabi, sahabat, tabiin dan juga pendapat
mufasir itu sendiri.18
3. Metode tafsir dari segi keluasan penjelasan dan tartib
ayat

Jika dilihat dari keluasan penjelasan tafsir Ruh al-Bayan


tergolong ke dalam metode tafsir tahlili yaitu menafsirkan al-
Qur‟an secara mendetail dan terperinci sesuai dengan urutan
mushaf, dalam tafsir ini juga menjelaskan dengan disiplin ilmu
al-Qur‟an seperti makki, madani dan lain-lain.19

17
Abu Sari, Penafsiran Ayat-Ayat Bay‟at dalam Tafsir Ruh Al-
Bayan Karya Ismail Haqi dan Al Al-Madid Karya Ibnu Ajibah, p. 48
18
Badrudin, Paradigma Metodologis Penafsiran Al-Qur‟an: Kajian
Madzhahib Tafsir, (Serang: Pustaka Nurul Hikmah, 2018), p. 137
19
Endad Musadad, Studi Tafsir di Indonesia: Kajian Atas Tafsir
Karya Ulama Nusantara, pp. 1 8-19
29

Adapun corak tafsir Ruh al-Bayan sebagai berikut:

1. Corak lughowi yaitu dalam tafsirnya setelah


menyebutkan ayat al-Qur‟an selalu menjelaskan
makna-maknanya. Dalam hal ini, sering menuturkan
makna mufradat dan „irab.
2. Corak fikih yaitu dalam mengulas ayat-ayat ahkam
lebih banyak membahas madzab yang dianutnya, dan
juga membahas madzab yang lainnya.
3. Corak i‟tiqodi sunni, Ismail Haqi ketika membahas
tentang ayat-ayat teologi, khususnya membahas
tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah Swt, Ismail
Haqi mentawil ayat tersebut mengikuti tawil ulama
khalaf, yaitu tidak menisbatkan jisim kepada Allah
Swt. Karena dengan menisbatkan jisim kepada-Nya,
berpotensi menyamakan Allah Swt dengan makhluk
dan hal tersebut sangatlah mustahil.
4. Corak ishari, tafsir Ruh al-Bayan lebih didominasi
oleh tafsir ishari yaitu menjelaskan melalui
pendekatan intuinsi. Kecenderungan penafsiran ini
disebut dengan tafsir ishari atau tafsir sufi.20 Adapun
pengambilan makna yang tersirat dari ayat-ayat al-
Qur‟an dan hadis-hadis nabi Muhamad Saw
sepanjang masih sesuai dengan syara‟ bukanlah

20
Sapuan, Tafsir Sufistik Ayat-Ayat Kematian Studi Atas Kitab
Tafsir Ruh Al-Bayan Karya Ismail Haqi, p. 20-21
30

sebuah hawa nafsu, melainkan semua itu murni


pengetahuan yang muncul setelah derajat ma‟rifat.21

Pandangan ulama terhadap tafsir Ruh al-Bayan


diantaranya, Muhamad Ali Iyazi mengatakan tafsir ini adalah
tafsir yang di dalamnya ada makna yang lembut, banyak
mengandung pelajaran yang dapat diambil, kalimat-kalimat di
dalamnya tersusun dengan indah dan banyak mengungkap
isyarat-isyarat yang terkandung pada ayat tanpa
mengesampingkan makna dohirnya.

Ketika menafsirkan ayat, sering menampilkan pendapat


para pakar, syair-syair bahasa Turki dan Persia sebagai
pendukung dari uraiannya. Muhamad Zaid al-Kawthari
mengatakan, bahwa tafsir Ruh al-Bayan adalah tafsir yang di
dalamnya mengandung banyak kisah-kisah yang bisa
melembutkan dan menyentuh hati.22

Muhamad ibn Abdurahman al-Maghrawi mengatakan,


tafsir Ruh al-Bayan hanyalah bertujuan untuk menyebarkan
madzabnya yang menyimpang. Orang yang kagum karena
melihat tafsir Ruh al-Bayan itu cukup besar, berarti orang
tersebut telah tertipu.23

21
Sapuan, Tafsir Sufistik Ayat-Ayat Kematian Studi Atas Kitab
Tafsir Ruh Al-Bayan Karya Ismail Haqi, p. 22
22
Sapuan,Tafsir Sufistik Ayat-Ayat Kematian Studi Atas Kitab
Tafsir Ruh Al-Bayan Karya Ismail Haqi, p. 22-23
23
Sapuan,Tafsir Sufistik Ayat-Ayat Kematian Studi Atas Kitab
Tafsir Ruh Al-Bayan Karya Ismail Haqi, p. 23
31

Sudah menjadi hal yang biasa dalam setiap sebuah karya


terdapat sebuah pandangan baik itu positif atau negatif. Termasuk
salah satu karya Ismail Haqi yaitu kitab tafsir Ruh al-Bayan yang
tidak luput dari pandangan positif dan negatif. Berdasarkan
pemaparan di atas yang berpandangan positif yaitu: Muhamad Ali
Iyazi dan Muhamad Zaid al-Kawthari. Sedangkan yang
berpandangan negatif yaitu: Muhamad ibn Abdurahman al-
Maghrawi.

Adapun kelebihan dari tafsir Ruh al-Bayan diantaranya


yaitu:

- Menampilkan berbagai aspek balagoh, „irab dan


makna mufrodat serta tidak berlebihan
- Menuturkan tentang kajian ilmu al-Qur‟an, seperti
asbabun nuzul, makki, madani, qiraat, nasikh,
mansukh, mutlaq, muqayyad, „am, khos dan lain-lain.
- Setelah menjelaskan makna z}ahir ayat, selalu di
sertai makna batin ayat, sehingga tafsir ini mampu
membumingkan nilai-nilai tasawuf melalui
penafsirannya.
- Banyak mengandung faidah, hikmah serta kisah-
kisah yang dapat menyentuh hati dan dapat
memperkokoh iman dan memperkuat keyakinan.24

24
Abu Sari, Penafsiran Ayat-Ayat Bay‟at dalam Tafsir Ruh Al-
Bayan Karya Ismail Haqi dan Al-Madid Karya Ibnu Ajibah, p. 56-57
32

Sedangkan kekurangan dari tafsir Ruh al-Bayan


diantaranya yaitu:

- Kurangnya dalam menjelaskan tentang munasabah


antara ayat maupun surat dengan ayat atau surat
sebelumnya
- Terkadang terlalu luas dalam mengungkap tentang
makna ishari
- Sulit dipahami bagi para pemula dalam penafsiran
yang berbahasa Turki dan Persia.25

25
Abu Sari, Penafsiran Ayat-Ayat Bay‟at dalam Tafsir Ruh Al-
Bayan Karya Ismail Haqi dan Al Al-Madid Karya Ibnu Ajibah, p. 57
BAB III

TABŻĪR MENURUT ULAMA

A. Definisi Tabżīr

Kata Tabżīr adalah bentuk isim fa‟il jama‟ dari badzara


yubadziru Tabżīran yang artinya hal yang berlebih-lebihan,
membuang-buang harta, atau pemborosan. Oleh karena itu, jika
seseorang menafkahkan atau membelanjakan semua hartanya
dalam kebaikan atau hak, maka ia bukanlah pemboros. Seperti
halnya Abu Bakar ra. menyerahkan hartanya kepada Nabi Saw,
dalam rangka jihad di jalan Allah Swt.1 Namun menggunakan
harta untuk maksiat, kesombongan dan harga diri termasuk ke
dalam kategori orang yang boros. 2

Menurut ulama bahasa dalam kitab al-Furuq al-


Lughawiyyah bahwa Tabżīr ialah sebagai pembelanjaan harta
pada hal-hal yang tidak semestinya dan bukan pada tempatnya
)ّ‫)اَفاق انًال فيًا اليُبغي اتالفّ في غيش يٕضع‬.3

Kata Tabżīr bisa diartikan sebagai menggunakan suatu


harta tidak pada tempatnya. Contohnya menggunakan harta untuk

1
Departemen Agama, Al-Qur‟an Bayan, (Jakarta: Bayan Qur‟an,
2009), p 72
2
Muhamad Nawawi Al-Jawi, Tafsir Al-Munir, Terj. Bahrun Abu
Bakar, dkk, cet. II, jilid. III, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017), p. 520
3
Perpustakaan Nasional RI, Pembangunan Ekonomi Umat: Tafsir
Al-Qur‟an Tematik, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012), p. 226

33
34

membeli minuman keras, baik untuk dikonsumsi sendiri atau


orang lain.4

Tabżīr bisa diartikan juga sebagai perilaku membuang-


buang harta atau membelanjakannya kepada hal yang tidak
berguna.5 Contohnya seperti di sebuah desa ada seseorang yang
mencalonkan diri menjadi lurah. Ketika kampanye ia membeli
kaos, sembako dan juga membagi-bagikan uang yang bertujuan
untuk mendapatkan kebanggaan, popularitas dan juga dukungan
yang banyak.

Tabżīr dan sikap berlebihan dan juga boros bisa dibilang


serupa, karena semuanya sama-sama pada penggunaan sesuatu
yang tidak perlu. Karena semua itu adalah tindakan yang harus
dihindari.

Para ulama mempunyai definisi tentang Tabżīr


diantaranya, Imam asy-Syaukani menurutnya Tabżīr merupakan
perilaku dalam menggunakan harta sampai berlebihan, sehingga
mempersulit dirinya sendiri.6

4
Ahmad Mustofa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. Bahrun Abu
Bakar. juz VI. cet. II. (Semarang: Karya Toha, 1992), P. 237
5
Mahmud Yunus, Tafsir Qur‟an Karim, Cet. LXXII. (Jakarta: Hida
Karya Agung, 2002), p. 405
6
Tim Baitul Kilmah, Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur‟an dan
Hadis, cet. I, jilid. VI, (Kamil Pustaka, 2013), p. 211
35

Imam Syafi‟i mengatakan bahwa Tabżīr itu ialah


membelanjakan harta tidak pada jalanya.7 Dapat kita pahami
bahwa membelanjakan harta tidak pada jalannya yaitu
membelanjakan harta pada sesuatu yang tidak halal atau halal
namun melampaui batas.

Imam Malik berkata, bahwa Tabżīr ialah mengambil


harta dari jalannya yang pantas, tetapi mengeluarkannya dengan
jalan yang tidak pantas. Mujahid berkata walaupun seluruh
hartanya dihabiskan untuk jalan yang benar, tidaklah ia mubadzir
tetapi walaupun hanya seikat padi dikeluarkanya, padahal tidak
pada jalan yang benar, itu sudah mubadzir.8

Qotadah berkata Tabżīr ialah menafkahkan harta pada


jalan maksiat kepada Allah Swt, pada jalan yang tidak benar dan
merusak. Firman Allah Swt: ٍ‫اٌ انًبزس يُكإَا اخٕاٌ انشيطي‬
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara setan”
yaitu saudara dalam keborosan, kebodohan, pengabaian terhadap
ketaatan, dan kemaksiatan kepada Allah Swt. Karena setan itu
telah mengingkari nikmat Allah Swt yang diberikan kepadanya
dan sama sekali tidak mau berbuat taat kepada Allah Swt. Bahkan
cenderung durhaka dan menyalahkan-Nya.9

7
Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar, cet. II, juz.
XIII dan XIV, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), p. 48
8
Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar, p. 48
9
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, terj. Abdul Ghoffar, cet. IV, jilid.
V, (Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2008), p. 158
36

Ibnu Taimiyah berkata dalam mendefinisikan melampaui


batas yaitu menambah-nambah dalam memuji atau mencela
melebihi dari yang layak diberikan kepadanya. Syekh Abdul
Muhsin al-„Ubaikan berkata dalam menjelaskan melampaui batas
yaitu berlebihan dalam segala sesuatu dan mengangkatnya
melebihi kedudukannya, serta memberi melebihi dari hak yang
harus diperoleh.10

Yusuf Qardawi mengemukakan bahwasanya melampaui


batas atau berlebih-lebihan ialah salah satu perbuatan yang
dibenci oleh Allah, karena perbuatan ini merupakan salah satu
ciri dari tokoh-tokohnya orang Nasrani, yang mana mereka
sangat melampaui batas dalam berbuat. Al-hafidz Ibnu Hajar
berkata: “Berlebihan terhadap sesuatu dan bersikap radikal di
dalamnya serta melampaui batas”.

Imam Abdurahman bin Hasan Abu Syekh, cucu Syekh


Islam Muhamad bin Abdul Wahab, penulis kitab Fatul Majid
Kitab at-Tauhid, ia berkata: “berlebih-lebihan dalam
mengagungkan baik dengan ucapan maupun keyakinan,
maksudnya ialah janganlah kamu mengangkat kedudukan
makhluk yang telah Allah Swt tetapkan kepadanya. Ibnu Manjhur
berkata dalam lisan al-Arabi: “asalnya berlebihan ialah
mengangkat dan melampaui batas dalam segala sesuatu”, sampai

10
Farina,”Rasionalitas Muslim Terhadap Perilaku Israf Dalam
Dalam Konsumsi Perspektif Ekonomi Islam,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis,
2019-ejurnal.uin-suka.ac.id, p. 21
37

ia mengatakan: “Berlebihan dalam agama melebihi dengan amat


sangat sampai melampaui batasnya”.11

Sayyid M Nuh berkata bahwa berlebih-lebihan atau


melampaui batas yaitu berarti tinggi, melebihkan, atau kaku
dalam segala perkara dengan menambah-nambah dalam memuji
atau mencelanya sehingga melebihi kebenaran yang
sesungguhnya.12

Ibnu Zauji dalam tafsirnya Zadu al-Masir menjelaskan


bahwa ada dua pendapat ulama tentang makna tabsdzir yaitu:
“Tentang makna Tabżīr ada dua pendapat: pertama,
membelanjakan harta diluar kebutuhan yang dibenarkan. Ini
merupakan pendapat Ibnu Masud dan Ibnu Abbas”. Mujahid
salah satu ulama tafsir periode tabi‟in mengatakan. “Andaikan
ada orang yang membelanjakan seluruh hartanya dijalur yang
benar, dia bukan orang yang mubadzir. dan jika menafkahkan
bahan makanan satu cakupan tangan di luar jalur yang dibenarkan
maka dia termasuk orang yang mubadzir”. Az-Zajjaj mengatakan:
“Sikap Tabżīr adalah membelanjakan harta untuk selain ketaatan
kepada Allah. Dulu masyarakat jahiliah menyembelih unta,
menghambur-hamburkan harta dalam rangka membanggakan diri
dan mencari popularitas. Kemudian Allah perintahkan

11
Farina,”Rasionalitas Muslim Terhadap Perilaku Israf Dalam
Dalam Konsumsi Perspektif Ekonomi Islam,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis,
2019-ejurnal.uin-suka.ac.id, p. 22
12
Sayyid M Nuh, Penyebab Gagalnya Dakwah, Terj. Nur Aulia,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1992), p. 188
38

membelanjakan harta untuk beribadah dalam rangka mencari


keridoan Allah”. Kedua, makna sikap Tabżīr adalah
menghambur-hamburkan yang menghabiskan harta. Ini
keterangan yang disampaikan Al- Mawardi. Abu Ubaidah
mengatakan, “Orang yang Tabżīr adalah orang yang berlebihan,
yang menghabiskan dan menghancurkan harta”.13

Menurut Ibnu Mas‟ud, infak yang bukan pada


tempatnya disebut dengan Tabżīr. Karenanya Allah Swt melarang
berlebih-lebihan dalam berinfak, dan menyuruh melakukannya
secara seimbang. Demikian juga yang dikatakan oleh Ibnu
Abbas.14

B. Tabżīr dalam Kehidupan

Dalam sehari-hari kita mudah sekali melihat orang-orang


berperilaku Tabżīr, dan boleh jadi kita termasuk dalam perilaku
itu tanpa disadari. Misalnya dalam hal sederhana seperti
berpakaian, membelanjakan uang, makan, minum beragama dan
lain-lain.

Ungkapan al-Qur‟an untuk tidak Tabżīr sejalan dengan


teori ekonomi. Dalam teori ekonomi ada istilah popular yang
disebut dengan nilai guna.15 Setiap kita menggunakan sesuatu,

13
Faisal Saleh, dkk, Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur‟an dan Hadis,
p. 209-2010
14
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, p. 157
15
Nilai guna adalah kepuasan dan kenikmatan yang diperoleh
seseorang dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
39

semisal pakaian, makanan dan minuman ada kepuasan yang


diperoleh. Sebagi contoh jika seseorang makan sepiring nasi
ketika ia lapar maka tingkat kepuasannya positif. Akan tetapi jika
ia menambah dua piring atau tiga piring itu disebut dengan
Tabżīr, yang diperoleh akan menjadi negatif. Karena bisa jadi
akan menimbulkan mual atau muncul rasa tidak nyaman
lainnya.16

Oleh karena itu orang-arang yang boros dalam


menggunakan harta mereka dengan berlebihan dan tidak adil
menyerupai perbuatan setan,17 yaitu dalam bermaksiat,
membangkang, dan berlebihan. Sifat setan adalah mengingkari
nikmat Allah Swt dan melupakan semua kebaikan-Nya.18 Firman
Allah Swt dalam surat Yasin ayat 62 yaitu:

‫ٔنمذ اضم يُكى جبال كثيشا‬

“Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebagian


besar di antara kamu”.

16
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur‟an
Tematik, (Januari, 2014), p. 267
17
Seatan adalah mahluk yang sama dengan mahluk-mahluk lainnya
namun ia diciptakan oleh Allah dari api dan tidak dapat dilihat dengan
penglihatan manusia
18
Aid al-Qorni, Tafsir Muyassar, Terj. Tim Qisthi Press, (Jakarta:
Kisthi Press, 2005), p. 490
40

Sering kali kita juga berperilaku konsumtif.19


Memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produknya untuk
barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Padahal
perilaku ini hanya berdasarkan kepada keinginan untuk
mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang
diperlukan secara berlebihan.20

Begitupun sering kali kita menggunakan harta dalam


kehidupan secara tidak tepat. Oleh karena itu Rasulullah Saw
bersabda:

ِ‫ال تٕل لذو عبذ يٕو انميايت حتٗ يسال عٍ عًشِ فيًا افُا‬
ًّ‫ٔعٍ عهًّ فيًا فعم ٔعٍ يانّ يٍ ايٍ اكتسبّ ٔفيًا اَفمّ ٔعٍ جس‬
ِ‫فيًا ابال‬

“Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba


pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai
pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskan,
tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang
hartanya; darimana diperoleh dan ke mana dibelanjakannya,
serta tubuhnya untuk apa digunakannya.” (HR. Turmudzi,
Darimi dan Abu Ya‟la)

19
Perilaku konsumtif adalah perilaku untuk mengkonsumsi barang-
barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan dengan tujuan
mencapai kepuasan maksimal
20
Asti Asri, “Pengaruh Kepercayaan Diri Terhadap Perilaku
Konsumtif Pada Siswa Kelas XI Sma Negeri I Babelan,” Jurnal Penelitian dan
Pengukuran Psikologi, Vol. 1, No. 1 (Oktober, 2012), p. 199
41

Hadis ini menunjukan kewajiman mengatur penggunaan


harta dengan menggunakannya untuk hal-hal yang baik, diridoi
Allah Swt dan tidak berlebihan. Karena pada hari kiamat nanti
manusia akan dimintai pertanggungjawaban tentang harta yang
digunakan selagi ada di dunia.21

Begitupun Allah Swt berfirman dalam surat al-Furqan


ayat 67 yaitu:

‫ٔانزيٍ ارا اَفمٕا نى يسشفٕ ٔنى يمتشٔا ٔكاٌ بيٍ رنك لٕايا‬

“Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan yang maha


pengasih) orang-arang yang apabila menginfakan (harta),
mereka tidak berlebihan, dan tidak pula kikir, diantara keduanya
secara wajar”.22

Sebab jika berlebih maka pemberiannya dinilai


pemborosan. Di sisi lain harus dibedakan antara berlebihannya
kedermawanan dan berlebihnya pemberian, karena keduanya
berbeda. Oleh karena itu sejak dahulu dikenal ungkapan yang
oleh sementara orang dinisbatkan kepada nabi Muhamad Saw:

‫الخيش في انسشف ٔالسشف في انخيش‬

21
Tim Baitul Kilmah, Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur‟an dan
Hadis, p. 210
22
At-Thayyib Al-Qur‟an Terjemah Transliterasi Per Kata dan
Terjemah Perkata, p. 365
42

“Tidak ada kebaikan dalam pemborosan dan tidak ada


pemborosan dalam kebaikan”.23

Dalam praktik agama pun tidak boleh Tabżīr, karena


dalam agama Islam sendiri ibadah itu dimudahkan, firman Allah
Swt dalam surat al-Baqarah ayat 185 yaitu:

‫يشيذهللا بكى انيسشٔاليشيذ بكى انعسش‬

"Allah Swt menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak


menghendaki kesulitan bagimu".

Nabi Muhamad Saw bersabda yaitu:

ٍ‫ٔعٍ ابٗ ْشيشة سضٗ هللا عُّ عٍ انُبي ملسو هيلع هللا ىلص لال اٌ انذي‬

‫ ٔنٍ يشاد انذيٍ اال غهبّ فسذدٔا ٔلاسبٕا ٔابششٔا ٔاستعيُٕا‬،‫يسش‬

‫بانغذٔة ٔانشٔحت ٔشيئ يٍ انذنجت‬

‫ سذدٔا ٔلاسبٕا ٔغذٔا‬:ّ‫ ٔفٗ سٔايت ن‬.)ٖ‫(سٔاِ انبخاس‬

‫ٔسٔخٕا ٔسيئ يٍ انذنجت انمصذ تبهغٕا‬

" Dan dari Abu Hurairah ra"., dari nabi Muhamad Saw
beliau bersabda: “Sesungguhnya agama itu mudah dan siapa
saja yang mempersulit agama, maka ia akan kalah. Maka
luruskanlah, dekatkanlah diri kalian (kepada Allah Swt),

23
M. Quraish Shihab, Wasathiyyah Wawasan Islam Tentang
Moderasi Beragama, (Ciputat: Lentera Hati, 2020), p. 29
43

terimalah kabar gembira dan minta tolonglah kalian (kepada


Allah Swt) di waktu siang, akhir siang dan mintalah atas segala
sesuatu kepada Allah Swt di waktu akhir malam” (HR. Bukhori).
Dan di dalam riwayat lain Rasullullah Saw bersabda:
“Luruskanlah, dekatkanlah dirimu dan pergunakan waktu pagi
dan waktu sore serta sedikit waktu malam. Fokuslah pada tujuan,
niscaya akan sampai pada tujuan”.24

Dapat kita pahami dalam hadis ini bahwa jangan


bersikap berlebihan atau melampaui batas dalam setiap hal,
karena semuanya ada waktunya dari mulai bangun tidur sampai
tidur lagi dan janganlah mempersulit agama, karena jika kita
mempersulit maka akan sulit dan ajakan untuk selalu meminta
tolong (berdoa hanya kepada Allah Swt).

Hadis nabi Muhamad Saw yang lainya yaitu:

ٗ‫ جاء ثالثت سْط انٗ بيٕث اصٔاج انُب‬:‫ٔعٍ اَس سضي هللا عُّ لال‬

ٍ‫ ايٍ َح‬:‫ملسو هيلع هللا ىلص يسانٌٕ عٍ عبادة انُبٗ ملسو هيلع هللا ىلص فهًا اخبشٔا كآَى تمهْٕا ٔلانٕا‬

‫ ايا اَا‬:‫يٍ انُبٗ ملسو هيلع هللا ىلص ٔلذ غفشنّ يا تمذو يٍ رَبّ ٔيا تاخشلال احذْى‬

‫ ٔلال‬،‫ ٔاَا اصٕو انذْشابذا ٔالافطش‬:ٔ‫ ٔلال االخش‬،‫فاصهٗ انهيم ابذا‬

ّ‫ فجاء سسٕل هللا صهٗ هللا عهي‬.‫ ٔاٌ اعتضل انُساء فال اتضٔج ابذا‬:‫االخش‬

‫ ايا ٔهللا اَٗ الخشاكى هلل‬،‫ اَتى انزيٍ لهتى كزا ٔكزا‬:ٕ‫ٔسهى انيٓى فمان‬

24
Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin, (al- Haromain, 2012), p. 88
44

ًٍ‫ ف‬،‫ ٔاتضٔج انُساء‬،‫ ٔاصهٗ ٔاسلذ‬،‫ ٔافطش‬،‫ٔاتماكى نّ نكُٗ اصٕو‬

.)ّ‫سغب عٍ سُتٗ فهيس يُٗ (يتفك عهي‬

“Dari Anas ra., ia berkata: “Datang tiga orang ke

rumah isteri Nabi Saw, kemudian mereka mempertanyakan

tentang ibadahnya Nabi Saw. Setelah diberitahu kepada ketiga

wanita tersebut tentang ibadahnya Nabi Saw, mereka

menganggap seakan-akan amal ibadahnya Nabi Saw itu hanya

sedikit.

Dan mereka berkata: “Di manakah tempat kami

dibandingkan Nabi Saw, padahal telah diampuni semua dosa

Nabi Saw baik yang telah lalu maupun yang akan datang?”

berkata salah satu dari mereka: “Saya akan selamanya solat

sepanjang malam”. yang lain berkata: “Saya akan berpuasa

selamanya”. Kemudian yang lainya berkat: “Saya akan

menjauhkan diri dari perempuan dan tidak akan menikah

selamanya”.

Kemudian datang Rasulullah Saw dan bersabda kepada

mereka: “Apakah kalian tadi yang berbicara begini dan begitu?


45

Demi Allah sesungguhnya diriku (nabi Muhamad Saw) benar-

benar orang yang paling takut dan paling takwa diantara kalian

kepada Allah Saw. Akan tetapi aku berpuasa, berbuka, solat,

tidur dan aku juga menikahi perempuan. Maka barang siapa

yang benci terhadap sunahku, maka ia bukan termasuk umatku

(HR. Mutafaq „alaih25).26

ّ‫عٍ ابٍ يسعٕد سضي هللا عُّ اٌ انُبي صهٗ هللا عهي‬
)‫ْهك انًتُطعٌٕ لانٓا ثالثا (سٔاِ يسهى‬:‫ٔسهى لال‬

“Dari Ibnu Masud ra, ia berkata: Nabi Saw bersabda:


binasahlah bagi orang-orang yang keterlaluan dan berlebih-
lebihan. Nabi Saw mengulangi sabdanya sebanyak tiga kali”.
(HR.Muslim).27

Dapat kita klasifikasikan bentuk-bentuk perbuatan yang


menjurus kepada perilaku Tabżīr diantaranya yaitu:

1. Menganggap kemewahan hidup sebagai suatu


kesenangan dan kebahagiaan serta berusaha
meraihnya sampai tidak memperdulikan ajaran
agama

25
Mutafaq „alaih maksudnya adalah Bukhari dan Muslim
26
Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin, p. 89
27
Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin, p. 88
46

2. Mencari harta yang berlimpah dengan tidak


memperdulikan antara jalan yang haram dan halal.
Sehingga menimbulkan kecurangan, kejahatan
penipuan dan tindakan-tindakan lainnya yang dapat
merugikan diri sendiri maupun orang lain
3. Menggunakan harta secara berlebihan tanpa
memikirkan manfaat atau tidaknya
4. Kikir dalam membelanjakan harta untuk berbuat
kebaikan.28
5. Berlebihan dalam beribadah.29
Sehubungan dengan ini Allah Swt berfirman dalam surat
al-Furqan ayat 67 yaitu:
‫ٔانزيٍ ارا اَفمٕا نى يسشفٕا ٔنى يمتشٔا ٔكاٌ بيٍ رنك لٕايا‬
“Dan orang-orang yang apabila menginfakan (harta),
mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara
kedunya secara wajar”.30

Islam sendiri telah memberikan batasan-batasan dan


ketentuan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam upaya
menghindari sikap Tabżīr. Di antara ketentuan itu ialah:

28
http://aswajamudabawean.wordpress.com/2016/11/27israf-boros-
dan-Tabżīr-menghambur2kan-harta/, diakses pada 16, sep, pukul 09.42
29
Musawi Al-Khomaini, Telaah Atas Hadis-Hadis Mistis dan
Akhlak, (Bandung: Mizan Puataka), p. 154
30
At-Thayyib Al-Qur‟an Terjemah Transliterasi Perkata dan
Terjemah Perkata, p. 365
47

1. Islam melarang makan, minum, berpakaian,


beribadah atau hal lain yang bersangkutan dengan
kehidupan secara berlebihan
2. Islam menganjurkan hidup sederhana, yaitu hidup
sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan tanpa
berlebihan dan sewajarnya. 31

Oleh karena itu Islam merupakan agama yang paling


baik dalam kehidupan karena segala sesuatu ada ketentuanya.
Ketentuan ini bukan untuk mempersulit kehidupan namun
bertujuan untuk keselamatan hidup baik di dunia atau kehidupan
di akhirat.

C. Perbedaan Tabżīr dan Israf

Tabżīr dan israf memiliki makna dan pengertian yang


berbeda, secara umum Tabżīr berasal dari kata badzara yubadziru
Tabżīran yang artinya pemborosan dan sia-sia. Sedangkan israf
berasal dari kata asrafa yusrifu israfan yang artinya berlebih-
lebihan.32

Dikatakan Tabżīr jika mengeluarkan sesuatu untuk hal


yang sia-sia dan dikatakan israf apabila mengeluarkan sesuatu

31
http://wakidyusuf.wordpress.com/2017/02/11/akhlak-tercela-8-
Tabżīr, diakses pada 13, sep, pukul 22.13
32
Umi Alfiah, “Makna Tabżīr dan Israf Dalam Al-Qur‟an”,
Skripsi: Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, (Oktober, 2016), p. 4
48

secara berlebihan maka itu bisa menimbulkan kesia-siaan


(Tabżīr). Selain itu perbedaan di antara keduanya ialah bahwa
Tabżīr lebih kepada suatu wujud akibat dari adanya perilaku
israf.33

33
Umi Alfiah, “Makna Tabżīr dan Israf Dalam Al-Qur‟an, p. 83-84
BAB IV

KAJIAN TAFSIR RUH AL-BAYAN KARYA ISMAIL


HAQI TERHADAP AYAT-AYAT TABŻĪR

A. Ayat-Ayat Tabżīr dalam Al-Qur’an

Kata tabżīr dalam al-Quran hanya terdapat dua ayat


dalam satu surat dan kata tersebut diulang tiga kali yaitu dalam
surat al-Isra ayat 26-27:

)١( ‫ال رجزسرجزيشا‬ٚ ً‫اثٓ اٌسجي‬ٚ ٓ‫اٌّسىي‬ٚ ٗ‫ حم‬ٝ‫اد را اٌمشث‬ٚ


)٢( ‫سا‬ٛ‫اْ اٌشيطيٓ ٌشثٗ وف‬ٛ‫ا اخ‬ٛٔ‫اْ اٌّجزسيٓ وب‬

”Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga


kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan
janganlah kamu hamburkan (hartamu) secasra boros.
Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara
setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”.1

Adapun asbabun nuzul surat al-Isra ayat 26 dan 27 ialah


ketika diturunkan Allah Swt, Rasulullah Saw langsung
memberikan tanah fadak2 kepada Fatimah. (HR. Thabrani dan
yang lain dari Abi Sa’id al-Khudri. Ibnu Marduwaih
meriwayatkan hadis serupa dari Ibnu Abbas).

1
At-Thayyib Al-Qur’an Terjemah Transliterasi Per Kata dan
Terjemah Perkata, (Jakarta: Cipta Bagus Segara, 2012), p. 284
2
Tanah fadak adalah tanah hasil rampasan perang

49
50

Menurut pendapat Ibnu Katsir, keterangan asbabun


nuzul dalam hadis ini sangat musykil, sulit dipahami. Sebab
seakan-akan dalam riwayat ini mengisahkan bahwa ayat ini turun
di Madinah. Padahal kenyataannya turun di Mekkah.3

B. Penafsiran Ismail Haqi Terhadap Ayat-Ayat Tabżīr


Adapun penafsiran Tabżīr dalam surat al-Iara ayat 26-
27 yaitu:

)١( ‫ال رجزسرجزيشا‬ٚ ً‫اثٓ اٌسجي‬ٚ ٓ‫اٌّسىي‬ٚ ٗ‫ حم‬ٝ‫اد را اٌمشث‬ٚ


)٢( ‫سا‬ٛ‫اْ اٌشيطيٓ ٌشثٗ وف‬ٛ‫ا اخ‬ٛٔ‫اْ اٌّجزسيٓ وب‬

“Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga


kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan
janganlah kamu hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara
setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”.4
ٜ‫) ا‬ٝ‫احذ ِٓ اِزٗ (را اٌمشث‬ٚ ً‫يذخً فيٗ و‬ٚ ‫ق‬ٍٛ‫اد) يب افضً ِخ‬ٚ(

‫ُ٘ اٌّحبسَ ِطٍمب‬ٚ ‫اٌمشاثخ‬

(Berikanlah) wahai makhluk yang mulia (nabi Muhamad


Saw), ayat ini mencakup setiap orang dari seluruh umat nabi
Muhamad Saw (keluarga-keluarga yang dekat) yang dimaksud

3
Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an,
(Jakarta: Rajawali, 1989), p. 265
4
At-Thayyib Al-Qur’an Terjemah Transliterasi Per Kata dan
Terjemah Perkata, p. 284
51

kerabat, mereka adalah mahrom, yaitu seseorang yang tidak boleh


dinikahi secara mutlak.5
ٓ‫اٌذي‬ٌٛ‫ا‬ٚ ‫ٌذ‬ٌٛ‫الديخ وب‬ٚ ُٙ‫اء وبٔذ لشاثز‬ٛ‫ حٕيفخ سحّٗ هللا س‬ٝ‫ػٕذ اث‬

‫ا‬ٛٔ‫ ارا وب‬ٜ‫٘ي إٌفمخ ا‬ٚ )ٗ‫اد (حم‬ٛ‫االخ‬ٚ ‫اح‬ٛ‫الديخ وبالخ‬ٚ ٖ‫ غيش‬ٚ‫ا‬

‫ٔفمخ‬ٚ ‫الدٖ اٌصغبس اٌفمشاء‬ٚ‫ اٌفميش االٔفمٗ ا‬ٍٝ‫ اػٍُ أٗ اليجت ػ‬،‫فمشاء‬

‫ وبفشح‬ٚ‫ فميشح ِسٍّخ ا‬ٚ‫جزٗ غٕيزخ ا‬ٚ‫ص‬

Menurut Imam Abu Hanifah ra baik kekerabatan


tersebut dari sudut hubungan wiladiyah seperti hubungan anak
dan kedua orang tuanya dan bukan wiladiyah seperti saudara laki-
laki dan perempuan. (Haknya) yaitu nafkah apabila memberi
nafkah kepada anak-anak kecilnya yang miskin, memberi nafkah
kepada istri yang kaya atau fakir baik istrinya muslim atau kafir.
ْ‫ا ئج االصٍيخ روشا وب‬ٛ‫ صبحت إٌصبة اٌفبضً ػٓ اٌح‬ٛ٘ٚ ٕٝ‫اِباٌغ‬ٚ

‫اٌجذاد ارا‬ٚ ‫ب ِٓ االجذاد‬ّٙ‫ حى‬ٝ‫ِٓ ف‬ٚ ٓ‫ي‬ٛ‫ فيجت ػٍيٗ ٔفمخ االث‬ٝ‫أث‬ٚ‫ا‬

‫ا‬ٛٔ‫ا ر ِخ فبْ وب‬ٛٔ‫٘زا ارا وب‬ٚ ٓ‫وبفشي‬ٚ‫ا ِسٍّيٓ ا‬ٛٔ‫اء وب‬ٛ‫ا فمشاء س‬ٛٔ‫وب‬

‫حشثب اليجت‬

Adapun yang dimaksud orang kaya adalah orang yang


mempunyai nisob zakat, yang memiliki kelebihan daripada
kebutuhan-kebutuhannya yang bersifat primer baik laki-laki atau

5
Ismail Haqi, Tafsir Ruh Al-Bayan: jilid. V, (Libanon: Bairut), p.
105
52

perempuan. Maka wajib atas orang kaya memberi nafkah kepada


orang tua dan kepada kakek atau nenek apabila mereka fakir, baik
status mereka muslim atau kafir (kafir dimi), jika mereka kafir
harbi maka tidak wajib memberi nafkah.6
ٓ‫اٌذي‬ٌٛ‫ ا‬ٜٛ‫ سحُ ِحشَ ِّب س‬ٜ‫يجت ٔفمخ وً ر‬ٚ .ٓ‫ا ِسزبءِي‬ٛٔ‫اْ وب‬ٚ

‫اليحسٓ اٌىست ٌحشلخ‬ٚ ّٝ‫ اػ‬ٚ‫ صِٕب ا‬ٚ‫ ا‬ٝ‫ أث‬ٚ‫اْ وبْ فميشا صغيشا ا‬

‫اٌؼظّبء‬ٚ ‫ٔٗ ِٓ اٌششافبء‬ٛ‫ ٌى‬ٚ‫فبْ وبْ لبدسا ػٍيٗ اليجت ارفبلب ا‬

Dan wajib bagi orang kaya memberi nafkah kepada


orang yang punya hubungan dzirohim7 dengan catatan apabila
mereka fakir, masih kecil sudah tua atau buta dan tidak mampu
dalam bekerja, jika ada dzirohim mampu untuk bekerja maka
tidak wajib bagi orang kaya memberi nafkah, mengenai hal
tersebut telah sepakat para ulama. Atau karena sebab dzirohim
orang yang mulia.
‫ سبئش‬ٍٝ‫ّب ػ‬ٌٙ ‫ اٌىست رشجيحب‬ٍٝ‫ػ‬ ‫يٓ ِغ اٌمذسح‬ٛ‫رجت ٔفمخ االث‬ٚ

‫ الة‬ٍٝ‫ اٌىست الرسمخ ٔفمزٗ ػ‬ٍٝ‫طبٌت اٌؼٍُ ارا ٌُ يمذس ػ‬ٚ َ‫اٌّحبس‬

‫ارا وبْ ٌٍفميش‬ٚ ‫ االة‬ٍٝ‫الثٓ صِٕب ثبٌغب ػ‬ٚ ‫وبٌضِٓ فبْ ٔفمخ اٌجٕذ ثبٌغخ‬

ٓ‫ي‬ٛ‫ الث‬ٍٝ‫اثٓ غٕي فبٌٕفمخ ػ‬ٚ ‫اة غٕي‬

6
Ismail Haqi, Tafsir Ruh Al-Bayan, p. 105
7
Dirohim adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selain dari
pada orang tua
53

Wajib memberikan nafkah kepada orang tua yang


mampu bekerja sebagai bentuk pengunggulan atas seluruh
mahrom.8 Adapun bagi penuntut ilmu, jika mereka tidak mampu
untuk bekerja maka tidak gugur memberikanya nafkah seorang
ayah kepada penuntut ilmu tersebut, seperti orang yang sudah tua,
karena sesungguhnya memberi nafkah kepada anak laki-
laki atau perempuan yang sudah tua, itu wajib atas orang tuanya.
Apabila ada seseorang fakir punya ayah yang kaya dan seorang
anak yang kaya, maka mereka wajib memberikan nafkah kepada
orang tuanya.9
‫ي‬ٛ‫الد فٕفمخ االص‬ٌٛ‫ا‬ٚ ‫جيزٗ وّبسجك‬ٚ‫الٔفمخ ِغ اخزالف اٌذيٓ اال ثبٌض‬ٚ

ٓ‫ع اٌفمشاءِسٍّي‬ٚ‫ٔفمخ اٌفش‬ٚ ‫ع االغٕيبء‬ٚ‫ اٌفش‬ٍٝ‫ال ػ‬ٚ‫اٌفمشاء ِسٍّيٓ ا‬

ٍُ‫ ٔفمخ اخيٗ اٌّس‬ٝٔ‫ إٌصشا‬ٍٝ‫ي االغٕيبء فال رجت ػ‬ٛ‫ االص‬ٍٝ‫ال ػ‬ٚ‫ا‬

‫ ٔفمخ‬ٝ‫يؼزجش ف‬ٚ ‫ّب‬ٕٙ‫الء ثي‬ٌٛ‫ ٌؼذ ا‬ٝٔ‫ اٌّسٍُ ٔفمخ اخيٗ اٌصشا‬ٍٝ‫ال ػ‬ٚ

‫ اٌشحُ يؼزجش‬ٜ‫ ٔفمخ ر‬ٝ‫ف‬ٚ ‫ػب اال لشة فباللشة‬ٚ‫فش‬ٚ ‫ال‬ٛ‫الد اص‬ٌٛ‫لشاثخ ا‬

‫ٔٗ ا٘ال ٌالسس‬ٛ‫و‬

Dan tidak wajib memberi nafkah apabila berbeda agama


kecuali karena sebab pernikahan. Adapun memberi nafkah
kepada seorang fakir yang muslim, pertama kali wajib atas orang
yang kaya, apabila anaknya fakir maka wajib nafkah atas orang

8
Mahrom adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi
9
Ismail Haqi, Tafsir Ruh Al-Bayan, p. 105
54

tuanya yang kaya. Tidak wajib apa memberi nafkah seorang


nasrani kepada saudaranya yang muslim, begitu juga
sebaliknya.10
ُٙ‫ُ صٍز‬ٙ‫اليجت إٌفمخ ٌشحُ ٌيس ثّحشَ ارفبلب وبثٕبء اٌؼُ ثً حم‬ٚ

‫ ثبة إٌفمخ‬ٝ‫اٌزفصيً ف‬ٚ ‫افمخ‬ٌّٛ‫ا‬ٚ ‫حسٓ اٌّؼب ششح‬ٚ ‫اصيبسح‬ٚ ‫دح‬ٌّٛ‫ثب‬

‫اٌصٍخ يطيالْ االػّبس‬ٚ ‫ اٌحذيش (اٌجش‬ٝ‫ ف‬ٚ ٗ‫ع فبسجغ اٌي‬ٚ‫ اٌفش‬ٝ‫ف‬

‫اٌصٍخ‬ٚ ‫اْ اٌجش‬ٚ ‫َ فجبسا‬ٛ‫اْ وبْ اٌم‬ٚ )‫اي‬ِٛ‫يىثشاْ اال‬ٚ ‫يؼّشاْ اٌذيبس‬ٚ

‫َ اٌميبِخ‬ٛ‫ٌيخففبْ اٌحسبْ ي‬

Tidak wajib memberikan nafkah kepada orang yang


tidak berhak menerima warisan seperti anak-anak paman. Akan
tetapi hak mereka adalah menyambung silaturahmi, dikunjungi
dan bagusnya pergaulan. Dalam sebuah hadis: “Dan adapun
kebaikan dan silaturahimi itu memperpanjang umur,
memakmurkan rumah dan memperbanyak harta”. Sesungguhnya
kebaikan dan silaturahmi itu untuk meringankan hisab pada hari
kiamat.11
‫ب حك وّب لبي‬ٌٙٚ ‫ اٌمٍت‬ٝ‫ لشث‬ٜٚ‫ب ِٓ ر‬ٙٔ‫ إٌفس فب‬ٌٝ‫ االيخ اشبسح ا‬ٝ‫ف‬ٚ

‫ سيبضخ‬ٝ‫ ال رجبٌغ ف‬ٕٝ‫اٌسالَ (اْ ٌٕفسه ػٍيه حمب) اٌّؼ‬ٚ ‫ػٍيٗ اٌصالح‬

‫ب‬ٙ‫حم‬ٚ ‫رضؼف ػٓ حًّ اػجبء اٌششيؼخ‬ٚ ًّ‫ر‬ٚ َ‫بد٘ب ٌئال رسب‬ٙ‫ج‬ٚ ‫إٌفس‬

10
Ismail Haqi, Tafsir Ruh Al-Bayan, p. 105
11
Ismail Haqi, Tafsir Ruh Al-Bayan, p. 105
55

‫ب‬ٙ‫حفظ‬ٚ ٓ‫اٌّسى‬ٚ ‫االٔبس‬ٚ ‫اٌٍّجس‬ٚ ‫ي‬ٛ‫ اٌّب و‬ٝ‫ب ػٓ اٌسشف ف‬ٙ‫سػبيز‬

‫يالد إٌجّيخ‬ٚ‫ اٌزب‬ٝ‫اٌزفشيظ وّب ف‬ٚ ‫ االفشاط‬ٝ‫ػٓ طشف‬

Dan di dalam hal ini terdapat sebuah isyarat yang

menunjukan kepada nafsu. Bahwa sesungguhnya nafsu itu bagian

dari pada kerabat dekat hati. Maka nafsupun memiliki hak.

Sebagaimana Nabi Saw bersabda: “Sesungguhnya bagi nafsu itu

memiliki hak”.

Maknanya adalah janganlah berlebihan dalam melatih

nafsu dan mujahadah12. Karena agar supaya tidak bosan nafsu

dan lelah di dalam menanggung kesulitan-kesulitan syariat. Dan

hak nafsu juga harus dijaga dari makan, berpakaian, perempuan

dan tempat tinggal daripada sisi berlebihan dan menyia-

nyiakan.13

‫ّب ِّب وبْ ِفزشضب ثّىخ‬ٙ‫ّب حم‬ٙ‫ار‬ٚ ٜ‫اثٓ اٌسجيً) ا‬ٚ ٓ‫اٌّسىي‬ٚ(

‫ْ ٔصبة‬ٚ‫اٌفميش ِٓ ٌٗ شيئ د‬ٚ ٌٗ ‫ اٌّسىيٓ ِٓ ال شيئ‬.‫ثّٕضٌخ اٌضوبح‬

ٗ‫ ِٓ ٌٗ ِبي الِؼ‬ٛ٘ ‫ب‬ٌٙ َ‫ اٌّالص‬ٜ‫اثٓ اٌسجيً ا‬ٚ .‫ليً ثبٌؼىس‬ٚ

ٌٗ‫اٌّسبفش إٌّمطغ ػٓ ِب‬ٛ٘ٚ

12
Mujahadah adalah bersungguh-sungguh
13
Ismail Haqi, Tafsir Ruh Al-Bayan, p. 105
56

(Juga kepada orang miskin dan orang yang dalam


perjalanan) berikanlah haknya, yaitu diberikan hak zakat. Yang
dimaksud orang miskin adalah orang yang tidak memiliki apa-
apa. Dan orang fakir adalah orang yang punya harta tapi di bawah
nisob14, Menurut pendapat yang lain sebaliknya. Sedang Ibnu
sabil adalah seseorang yang senantiasa berada di jalan atau orang
yang memiliki harta tetapi hartanya tidak bersamanya.

ْ‫اُ٘ ِّٓ ال يسزحمٗ فب‬ٛ‫ ِٓ س‬ٌٝ‫الرجزس رجزيشا) ثصشف اٌّبي ا‬ٚ(

ٝ‫ص اٌحذ ف‬ٚ‫ رجب‬ٛ٘ ٜ‫اِب االسشاف اٌز‬ٚ ٗ‫ضؼ‬ِٛ ‫ غيش‬ٝ‫اٌزجزيش رفشيك ف‬

ٜ‫ب وً اٌجسظ) سؼذ‬ٙ‫الرجسط‬ٚ( ٌٗٛ‫ ػٕٗ ثم‬ٝٙٔ ‫صشفٗ فمذ‬

(Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan secara


boros) janganlah berlebihan dalam menggunakan harta kepada
seorang selain mereka yang tidak berhak menerimanya. Adapun
Tabżīr adalah memberikan harta kepada selian yang telah di
sebutkan pada al-Qur’an. Sedang israf adalah melampaui batas
dalam menggunakannya.15
ُٙ‫ ا٘الن أفس‬ٝ‫ُ ف‬ٙٔ‫ا‬ٛ‫ اػ‬ٜ‫اْ اٌشيبطيٓ) ا‬ٛ‫ا اخ‬ٛٔ‫(اْ اٌّجزسيٓ وب‬

ٗ‫وبْ اٌشيطبْ ٌشث‬ٚ( ‫اٌؼصيبْ وّبلبي‬ٚ ‫ وفشاْ إٌؼّخ‬ٝ‫ٔظشاءُ٘ ف‬ٚ

ٗ‫ اٌىفشثٗ ال يشىش ٔؼّز‬ٝ‫سا) ِجبٌغب ف‬ٛ‫وف‬

14
Nisob adalah batas minimal wajib zakat
15
Ismail Haqi, Tafsir Ruh Al-Bayan, p. 105
57

(Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah


saudara setan) penolong-penolong setan dalam membinasakan
diri mereka sendiri, sekutu setan dalam kufur nikmat dan dalam
maksiat. Firman Allah Swt: (Dan ada siapa setan kepada
Tuhannya itu kufur). Yaitu tidak pernah bersyukur atas nikmat
yang telah diberikan oleh Allah Swt kepada setan.16

C. Analisis Terhadap Penafsiran Ismail Haqi


Dari pemaparan Ismail Haqi dalam kitab Ruh al-Bayan
tentang penafsiran Tabżīr dalam surat al-Isra ayat 26-27 di atas,
dapat di analisis oleh penulis bahwa dalam kehidupan kita tidak
boleh berperilaku Tabżīr. Karena perilaku ini dapat merugikan
baik untuk diri sendiri, kerabat, maupun bagi orang lain.
Dalam pemaparanya surat al-Isra ayat 26, Ismail Haqi
menjelaskan hak-hak kerabat, orang-orang miskin, dan ibnu sabil.
Yang dimaksud kerabat di sini adalah orang-orang yang haram
untuk dinikahi. Adapun hak mereka adalah mendapatkan nafkah
dan hak orang miskin dan ibnu sabil adalah diberikan zakat.
Menurut Imam Abu Hanifah ra baik kekerabatan
tersebut dari sudut hubungan wiladiyah seperti hubungan anak
dan kedua orang tuanya dan bukan wiladiyah seperti saudara laki-
laki dan perempuan. Haknya yaitu nafkah, dengan catatan apabila
anak-anak kecilnya miskin, memberi nafkah kepada istri yang
kaya atau fakir baik istrinya muslim atau kafir.

16
Ismail Haqi, Tafsir Ruh Al-Bayan, p. 105
58

Dipaparkan juga hak seorang penuntut ilmu untuk


mendapatkan nafkah dari ayahnya dengan syarat jika mereka
tidak mampu untuk bekerja. Dalam pemaparannya juga
dijelaskan bahwasanya tidak wajib memberi nafkah apabila
berbeda agama, kecuali karena sebab pernikahan.

Tidak wajib juga memberikan nafkah kepada orang yang


tidak berhak menerima warisan seperti anak-anak paman. Akan
tetapi hak mereka adalah menyambung silaturahmi, dikunjungi
dan bagusnya pergaulan.

Selanjutnya Ismail Haqi menjelaskan tentang Tabżīr dan


israf. Menurut Ismail Haqi yang dimaksud dengan Tabżīr adalah
memberikan harta kepada selain yang telah disebutkan pada al-
Qur’an. Sedang israf adalah melampaui batas dalam
menggunakannya.

Artinya dapat dipahami bahwa tidaklah termasuk ke


dalam perilaku Tabżīr apabila tidak disebutkan dalam al-Qur’an,
yaitu dalam surat al-Isra. Maka selain daripada yang terdapat di
dalam ayat tersebut bisa dikatakan bukan termasuk Tabżīr.

Selanjutnya Ismail Haqi memaparkan penafsirannya yaitu


pada surat al-Isra ayat 27. Bahwa orang yang termasuk ke dalam
perilaku Tabżīr ialah penolong-penolong setan, yaitu dalam
membinasakan diri mereka sendiri, sekutu setan dalam kufur
nikmat dan dalam maksiat. Firman Allah Swt: “Dan ada siapa
59

setan kepada tuhannya itu kufur”. Yaitu tidak pernah bersyukur


atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt kepada setan.

Dalam penafsiran Ismail Haqi terdapat makna isyarat


yang tersimpan tentang Tabżīr yang menunjukan kepada nafsu.
Bahwa sesungguhnya nafsu itu bagian dari pada kerabat dekat
hati. Maka nafsupun memiliki hak. Sebagaimana Nabi Saw
bersabda: “Sesungguhnya bagi nafsu itu memiliki hak”.
Maknanya adalah janganlah berlebihan dalam melatih nafsu dan
mujahadah. Karena agar supaya tidak bosan nafsu dan tidak lelah
di dalam menanggung kesulitan-kesulitan syariat. Dan nafsu
mempunyai hak yaitu harus dijaga dari makan, berpakaian,
perempuan dan tempat tinggal dan lain-lain. Agar nafsu bisa
terhindar dari perilaku Tabżīr.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan pembahasan tentang ayat-
ayat Tabżīr dalam al-Qur’an kajian tafsir Ruh al-Bayan karya
Ismail Haqi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Kata Tabżīr adalah bentuk isim fa’il jama dari badzara-
yubadziru-Tabżīran yang artinya hal yang berlebih-lebihan,
membuang-buang harta, atau pemborosan. Secara umum Tabżīr
dapat diartikan sebagai perilaku membuang-buang harta atau
membelanjakannya kepada hal yang tidak berguna.
Kata Tabżīr sendiri dalam al-Quran hanya terdapat dua
ayat dalam satu surat dan kata tersebut diulang tiga kali yaitu
dalam surat al-Isra ayat 26-27. Pada ayat 26 terdapat dua kata,
yaitu ‫ تبذر‬dan ‫ تبذيزا‬dan juga pada ayat 27 yaitu ‫المبذرين‬

Ismail Haqi menjelaskan tentang Tabżīr dan israf.


Menurut Ismail Haqi yang dimaksud dengan Tabżīr adalah
memberikan harta kepada selian yang telah di sebutkan pada al-
Qur’an.

Artinya dapat dipahami bahwa tidaklah termasuk


kedalam perilaku Tabżīr apabila tidak disebutkan dalam al-
Qur’an, yaitu dalam surat al-Isra ayat 26. Maka selain daripada
yang terdapat di dalam ayat tersebut bisa dikatakan bukan
termasuk Tabżīr.

60
61

Dalam penafsiran Ismail Haqi terdapat makna Isyarat


yang tersimpan tentang Tabżīr yang menunjukan kepada nafsu.
Bahwa sesungguhnya nafsu itu bagian dari pada dzawilqurba
hati. Maka nafsupun memiliki hak. Sebagaimana Nabi Saw
bersabda: “sesungguhnya bagi nafsu itu memiliki hak”.
Maknanya adalah janganlah berlebihan dalam melatih nafsu dan
mujahadah. Karena agar supaya tidak bosan nafsu dan tidak lelah
di dalam menanggung kesulitan-kesulitan syariat. Dan nafsu
mempunyai hak, yaitu nafsu harus dijaga dari makan, berpakaian,
perempuan dan tempat tinggal dan lain-lain. Agar nafsu bisa
terhindar dari perilaku Tabżīr

B. Saran-saran
Pembahasan yang telah dibahas oleh penulis pastinya
masih banyak kekurangannya. Akan tetapi ini semua merupaka
hasil usaha yang telah dilakukan penulis. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Terutama dapat menambah
wawasan tentang Tabżīr dan juga dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Penulis sendiri mengharapkan sebuah kritik dari
pembaca apabila ditemukan kesalahan-kesalahan baik dari segi
penulisan dan pemahaman. Dan juga penulis mengharapkan
saran-saran yang akan menyempurnakan karya ilmiah ini.
Sehingga pantas dijadikan sebagai rujukan ilmiah bagi pelajar
terutama mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
DAFTAR PUSTAKA

Ajibah, Ibnu. 1999. Al-Bahr Al-Madid Fi Tafsir Al-Qur’an Al-


Majid. jilid 3. Al-Qahirah Hasan Abbas Zaki.
Alfiah, Umi. 2016. Makna Tabżīr dan Israf Dalam Al-Qur’an.
(Skripsi Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan
Kalijaga)
Al-Jawi, Muhamad Nawawi. 2017. Tafsir Al-Munir. terj. Bahrun
Abu Bakar, dkk. cet. II. jilid III. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.

Al-Khomaini, Musawi. Telaah Atas Hadis-hadis Mistis dan


Akhlak. Bandung: Mizan Pustaka.
Al-Maraghi, Mustofa. 1992. Ahmad Tafsir Al-Maraghi. terj.
Bahrun Abu Bakar. juz VI. cet. II. Semarang: Karya Toha.
Al-Qorni, Aid. 2005. Tafsir Muyassar. terj. Tim Qisthi Press.
Jakarta: Kisthi Press.
Amrullah, Abdul Malik Abdul Karim. 1983. Tafsir al-Azhar. cet.
II. juz. XIII dan XIV. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Asri, Asti. Pengaruh Kepercayaan Diri terhadap Perilaku
Konsumtif pada Siswa Kelas XI SMA Negeri I Babelan.
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi. Vol. 1. No. 1.
(Oktober, 2012)
At-Thayyib. 2012. Al-Qur’an Terjemah Transliterasi Per Kata
dan Terjemah Perkata. Jakarta: Cipta Bagus Segara.
Az-Zuhaeli, Wahbah. Tafsir Al-Munir. terj, Abdul Hayyie al-
Katani, dkk. cet. I. jilid. VIII, Jakarta: Gema Insani.
Badrudin. 2018. Paradigma Metodologis Penafsiran Al-Qur’an:
Kajian Madzhahib Tafsir. Serang: Pustaka Nurul Hikmah.
Departemen Agama. 2009. Al-Qur’an Bayan. Jakarta: Bayan
Qur’an.
Farina. Rasionalitas Muslim Terhadap Perilaku Israf Dalam
Dalam Konsumsi Perspektif Ekonomi Islam, (Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, 2019-ejurnal.uin-suka.ac.id)
Hamka. 2001. Tafsir Al-Azhar. Juz VII. Cet. II. Jakarta: Citra
Serumpun Padi.
Haqi, Ismail. Tafsir Ruh Al-Bayan. Jilid. V. Libanon: Bairut.
http://aswajamudabawean.wordpress.com/2016/11/27israf-boros-
dan-Tabżīr-menghambur2kan-harta/, (diakses pada 16
September 2020)
http://wakidyusuf.wordpress.com/2017/02/11/akhlak-tercela-8-
Tabżīr, (diakses pada 13 September 2020)
Husin, Said Agil. 2003. Al-Qur’an Membangun Tradisi
Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Press.
Idris. 2012. Makna Tabżīr dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat
26-27. (Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin
IAIN Sunan Ampel Surabaya)
Katsir, Ibnu. 2008. Tafsir Ibnu Katsir. terj. Abdul Ghoffar. cet.
IV. jilid. V. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I.
Kutub, Sayyid. 2000. Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an: Di Bawah
Naungan Al-Qur’an. Jakarta: Robbani Press.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. 2014. Tafsir Al-Qur’an
Tematik. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Mahali, Mudjab. 1989. Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-
Quran. Jakarta: Rajawali.
Mahmud, Mani Abdul Halim. 2006. Metodologi Tafsir Kajian
Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Mukarromah, Oom. 2013. Ulumul Qur’an. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Musadad, Endad. 2011. Serang: IAIN SMH Banten.
Nano, Salman, dkk. 2005. Seri Tafsir Untuk Anak Muda Surah
Al-Isra’. Jakarta: Al-Huda.
Nasir, M. Ridwan. 2011. Perspektif Baru Metode Tafsir Muqaran
dalam Memahami Al-Qur’an. Surabaya: Imtiyaz.
Nawawi, Imam. 2012. Riyadhus Shalihin. al- Haromain.
Nuh, Sayyid M. 1992. Penyebab Gagalnya Dakwah. terj. Nur
Aulia. Jakarta: Gema Insani Press.
Perpustakaan Nasional RI. 2012. Pembangunan Ekonomi Umat:
Tafsir Al-Qur’an Tematik, Jakarta: Kementrian Agama RI.

Rahman, Samsul. Ittijah Al-Manahij Khoms Fi Tafsir Ruh Al-


Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an. Manarul Qur’a: Jurnal
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UNSIQ. Vol. 14.
No 1. (Desember, 2015)
Sadzili, Aris Muh. 2005. Konsep Iasraf Dalam Tafsir Al-Qur’an
Al-Adzim Karyan Ibnu Katsir. Skripsi Jurusan Tafsir
Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Saleh, Faisal, dkk. 2013. Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur’an
dan Hadis. cet. I. jilid. VI. Jakarta: Kamil Pustaka.
Sapuan. 2018. Tafsir Sufistik Ayat-Ayat Kematian Studi Atas
Kitab Tafsir Ruh Al-Bayan Karya Ismail Haqi. Tesis
Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan
Ampel Surabaya.
Sari, Abu. 2016. Penafsiran Ayat-Ayat Bay’at dalam Tafsir Ruh
Al-Bayan Karya Ismail Haqi dan Al-Madid Karya Ibnu
Ajibah. Tesis Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
UIN Sunan Ampel Surabaya.
Shihab, M. Quraish. 2020. Wasathiyyah Wawasan Islam Tentang
Moderasi Beragama. Ciputat: Lentera Hati.
Surachman, Winarso. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah.
Bandung: Tariritiso.
Yunus, Mahmud. 2002. Tafsir Qur’an Karim cet. LXXII. Jakarta:
Hida Karya Agung.
Zar, Wali. 2000. Al-Janib Al-Ishari Fi Tafsir Ruh Al-Bayan Li
Ismail Haqi. Desertasi Universitas Terbuka: Al-Alamah
Iqbal, Islamabad.

Anda mungkin juga menyukai