Anda di halaman 1dari 96

HADIS-HADIS CINTA DALAM RUMAH TANGGA

RASULULLAH SAW (Kajian Tematik)

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Rika Nurlela
NIM. 1113034000093

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
HADIS-HADIS CINTA DALAM RUMAH TANGGA

RASULULLAH SAW (Kajian Tematik)

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Munaqasah Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Di susun oleh:
Rika Nurlela
1113034000093

Pembimbing

Dr. M. Isa H.A Salam, M.Ag


NIP:195312311986031001

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
ABSTRAK
Rika Nurlela (1113034000093)
“Hadis-Hadis Cinta dalam Rumah Tangga Rasulullah saw (Kajian
Tematik)”
Banyak sekali perbincangan terkait masalah cinta dikalangan masyarakat maupun
dunia Pendidikan, karena dalam perkembangannya, cinta menurut pandangan
umum dan agama sangat berbeda. Perdebatan sengit tentang cinta itu sendiri
dikalangan masyarakat sangat banyak, maka dari itu perlu dipahami secara
tekstual dan kontekstual dengan cara mentakhrij hadis tersebut dan mencari
makna hadisnya.
Dalam skripsi ini penulis memaparkan mengenai bukti kecintaan Rasulullah saw
dalam rumah tangga, Seperti diketahui bahwa Rasulullah saw tidak hanya
memiliki satu dan dua istri melainkan duabelas istri, maka dengan itu di dalam
skripsi ini saya ingin memaparkan tentang hadis-hadis bagaimana Rasulullah saw
memperlakukan istrinya dan apa saja bukti kecintaannya.
Penelitian skripsi ini merupakan jenis penelitian kepustakaan, untuk itu,
digunakan bahan-bahan kepustakaan dengan sumber primer riwayat Abu Hurairah
dari Sahih Al-Bukhari dan Sahih Muslim. Dalam mengolah data, langkah pertama
yang dilakukan adalah mentakhrij hadis dengan metode takhrij menurut lafaz-
lafaz yang terdapat dalam hadis. Kemudian langkah kedua, mencantumkan hadis-
hadis seputar hadis perlakuan cinta Rasulullah saw dengan istrinya, mencari dan
mencatat syarah hadis tersebut sehingga mengetahui makna dan maksud hadis
tersebut.
Kesimpulan dalam skripsi ini adalah bahwa Rasulullah saw memperlakukan
istrinya dengan mandi Bersama istri, bersenda gurau dengan istri, membantu
pekerjaan istri, dan mengundi nama istri ketika hendak bepergian.

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa tercurah limpahkan kepada Allah swt yang

telah memberikan berbagai nikmat kepada kita semua, khusunya kepada penulis.

Dengan rahmat dan kuasa-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat beserta salam marilah kita panjatkan kepada Nabi Muhammad saw

yang telah membawa kita semua dari zaman jahiliyah menuju zaman islamiyah

seperti saat ini.

Penulis persembahkan ini untuk orang tua tercinta bapakku H.Jalaluddin

Sayuti (alm) meskipun ragamu sudah tidak ada tapi engkau selalu dan akan terus

ada dihati, dan mamahku tersayang Siti Mariam dan emak H.saimah yang selalu

mendoakan, mengingatkan dan menyemangati penulis sampai akhirnya penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini, terimakasih telah menjadi orang tua yang luar

biasa hebat.

Sebagai seorang hamba yang memiliki banyak kekurangan. Penulis merasa

bahwa skripsi ini dikerjakan sendiri, tentu mengalami banyak kesulitan. Skripsi

ini tidak akan terwujud tanpa adanya motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak

pihak. Maka tidak lupa penulis ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis mengikuti perkuliahan di

Fakultas hingga akhir.

ii
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. (selaku Ketua Jurusan) dan Dra. Banun

Bina Ningrum, M.Pd. (selaku Sekretaris Jurusan) ka Hani Hilyati, S.Thi

yang selalu memberikan kemudahan, baik dalam hal administrasi maupun

dalam hal yang lainnya.

4. Bapak Dr. M.Isa H.A Salam, M.Ag, selaku pembimbing penulis yang

dengan kesabaran, ketelitian dan kepercayaannya kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan ucapan terimakasih banyak

pula kepada ketua merangkap penguji sidang bapak Dr.Bustamin, S.E,

M.Si dan penguji siding 2 ibu Ala‟I Nadjib, M.A, yang sudah

menyempatkan waktu dan bersedia menguji sidang penulis pada tanggal

09 Februari 2018, semoga Allah selalu melindungi beliau semua, aamiin

5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin, civitas akademik dan para dosen yang

telah mengajarkan dan memberikan penulis ilmu pengetahuan. Semoga

Allah senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada beliau semua.

6. Bapa dan ibu di perpustakaan Fakultas maupun di perpustakaan utama

yang telah di repotkan oleh penulis selama penulisan skripsi ini.

7. Ucapan terimakasih banyak untuk kakak-kaka ku Miftahul Janah,bang

aceng, bang ojak, bang maul, mpok haji mamay, mpok haji ihat, ka

neneng, ka nur, ka iis dan adiku Rosyidah terimakasih banyak untuk

support nya. Semoga skripsi ini dapat menjadi kebanggaan kalian. Ika

sayang kalian semua

iii
8. Keluarga besarku di Karawang dan Jakarta kebon jeruk terimakasih untuk

selalu memberi semangat dan dukungannya yang tidak bisa di sebutkan

satu persatu tapi kalian semua adalah keluarga yang sangat luar biasa :*

9. Dan teruntuk kamu Fuad Aziiz Al Ghaffari terimakasih selalu memberi

dukungan dan sudah setia menemani penulis dikala susah dan senang.

Semangat terus buat kamu dan juga untuk keluarga besar kamu makasih

ya udah selalu menyemangati, semoga Allah senantiasa menjaga kalian

semua, memberikan kesehatan, dan rezeki yang berkah.

10. Keluarga besar sahabat-sahabati KOMFUSPERTUM, Sahabat-sahabat di

Warkop Pengkolan, Keluarga besar KMIK (Kumpulan Mahasiswa Islam

Karawang), Dan keluarga besar Ma‟had Al-Ittihad Cianjur yang kuliah di

Uin, KKN DEVELOPER 202, sahabat-sahabat pok-pok coy (Vina Tri

Novianti, S.H, Ratna Oetami Putri, S.Sos, Adl Shaid Datu Maki, S.Si,

Nuraini, S.Hum), serta para senior dan junior semua makasih ya kalian

sudah banyak mendoakan dan menyemangati penulis yang selalu ngeledek

kapan wisuda? Alhamdulillah akhirnya penulis wisuda juga dan

terimakasih sangat atas support dan dukungan kalian

11. Khusus Sahabat-sahabat seperjuangan Tafsir Hadis 2013 dan Tafsir Hadis

(C) Gina Handayani, Raudhotul Awaliyah, Syifa Fauziah, Andini Nabila,

Aldila Maudina, bang Esa, Yazid dan yang lainnya yang sedang berusaha

untuk mendapat gelar S.Ag semoga kalian cepet wisuda juga ya.

12. Ucapan terimakasih juga untuk teman-teman yang sudah bersedia laptop

atau notebooknya di pinjam oleh penulis, si unyil Rara, Fildzah Nida,

iv
Nur‟aida, ka Rasyidi, Kholis, Novel, Aldila. Terimakasih banyak ya

semoga kebaikan kalian di balas oleh Allah

13. Teruntuk ka Umi Hasanah, S.Ag, Siti Nurjanah, S.Pd, Siti Annisa

Mahfudzoh, S.H, Dwi Rahayu, S.OS, ka Ali Akbar, S.Ag, ka Razhy

maholtra, S.Pd, Syarifah Zahrina Firda, Umi Latifah, S.Ip ka In

Tansurullah, ka Indah Nursyahida Karomah, sahabat-sahabat iiv

nurholipah,S.Pd, goeng, Yosi Masroah, Yanti, Cicih hamidah,

Nursyaadah, sahabat-sahabat alumni Nurussalam dan Al-Ittihad yang

sudah selalu menyemangati penulis agar cepat selesai skripsinya.

14. Dan teruntuk semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini,

terimakasih untuk kalian semua, semangat berjuang.

Penulis sangat menyadari atas kekurangan dan keterbatasan skripsi ini. Oleh

karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan. Dan akhirnya semoga skripsi

ini dapat bermanfaat untuk semua kalangan.

Ciputat, 09 Februari 2018

Penulis

v
PEDOMAN TRANSLITERASI

Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K

Nomor: 158 tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987

1. Konsonan

No. Arab Latin No. Arab Latin

1 ‫ا‬ tidak dilambangkan 16 ‫ط‬ ṭ

2 ‫ب‬ b 17 ‫ظ‬ ẓ

3 ‫ت‬ t 18 ‫ع‬ ʻ

4 ‫ث‬ ṡ 19 ‫غ‬ g

5 ‫ج‬ j 20 ‫ف‬ f

6 ‫ح‬ ḥ 21 ‫ق‬ q

7 ‫خ‬ kh 22 ‫ك‬ k

8 ‫د‬ d 23 ‫ل‬ l

9 ‫ذ‬ ż 24 ‫م‬ m

10 ‫ر‬ r 25 ‫ن‬ n

11 ‫ز‬ z 26 ‫و‬ w

12 ‫س‬ s 27 ‫ه‬ h

13 ‫ش‬ sy 28 ‫ء‬ ‟

14 ‫ص‬ ṣ 29 ‫ي‬ y

15 ‫ض‬ ḍ

2. Vokal Pendek

-َ-- = a ‫كتت‬ kataba


-َ-- = i ‫صُئم‬ su‟ila
-َُ -- = u ُ‫يَ ْرهَب‬ yażhabu

vi
3. Vokal Panjang

a. Fatḥah + alif, ditulis ā (a garis di atas)

‫جاهلية‬ ditulis jāhiliyyah

b. Fatḥah + alif layyinah, ditulis ā (a garis di atas)

‫يسعى‬ ditulisyasʻā

c. Kasrah + yā‟ mati, ditulis ī (i dengan garis di atas)

‫مجيد‬ ditulis majīd

d. Ḍammah + wāu mati, ditulis ū (u dengan garis di atas)

‫فروض‬ ditulis furūd

4. Diftong

ْ َ‫ = ا‬ai
ُ‫ي‬ ُ َ‫ = َكيْف‬kaifa

ُ‫ = اَ ْو‬au ُ‫=ح ْو َل‬


َ ḥaula

5. Kata Sandang (‫)ال‬

Kata sandang dilambangkan dengan „al-‟, baik diikuti huruf syamsiyyah

maupun huruf qamariyyah.

6. Tasydid(-َ--)

Syiddah atau tasydīd dilambangkan dengan menggandakan huruf yang

diberi syiddah. Namun, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda

syiddah tersebut terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf

َّ ‫ ان‬aḍ-ḍarūrah melainkan
al-syamsiyyah. Misalnya, kata tidak ditulis ‫ضرُوْ رح‬

al-ḍarūrah.

7. Tā‟ Marbūṭah

vii
a. Bila berdiri sendiri atau dirangkai dengan kalimat lain yang menjadi

naʻt atau sifat, ditulis h

Contoh:

‫جسية‬ ditulis jizyah

‫الجامعةُاإلسالمية‬ ditulis al-jāmiʻah al-islāmiyyah

(ketentuan ini tidak berlaku terhadap kata-kata serapan bahasa

Indonesia dari bahasa Arab seperti zakat, salat, dan sebagainya, kecuali

dikehendaki lafal aslinya)

b. Bila diharakati karena berangkaian dengan kata lain, ditulis t

Contoh:

‫نعمةُهللا‬ ditulis niʻmat Allāh

‫زكاةُالفطر‬ ditulis zakāt al-fiṭr

8. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis menurut

penulisannya, contoh:

‫ذويُالفروض‬ ditulis żawī al-furūḍ

‫اهلُالسنة‬ ditulis ahl al-sunnah

viii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................... vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Identifikasi, dan Perumusan Masalah ................................... 6

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 6

D. Tinjauan Pustaka ................................................................... 7

E. Metodologi Penelitian ........................................................... 9

F. Sistematika Penulisan ........................................................... 11

BAB II DESKRIPSI CINTA DAN NAMA-NAMA ISTRI NABI

A. Definisi Cinta ........................................................................ 13

1. Asal Muasal Cinta .......................................................... 16

2. Proses Lahirnya Cinta .................................................... 20

3. Keajaiban Cinta .............................................................. 22

4. Fungsi Cinta ................................................................... 24

B. Istri-Istri Rasulullah .............................................................. 25

1. Siti Khadijah binti Khuwailid R.A ................................. 25

2. Saudah binti Zam‟ah R.A ............................................... 25

3. Aisyah binti Abu Bakar R.A .......................................... 27

4. Hafsah binti Umar R.A .................................................. 28

ix
5. Zainab binti Khuzaimah R.A ......................................... 30

6. Ummu Salamah binti Zadir Rakab R.A ......................... 30

7. Zainab binti Jahsy R.A ................................................... 31

8. Juwairiyah binti Huyaiy R.A ......................................... 31

9. Shafiyyah binti Huyaiy R.A ........................................... 32

10. Ummu Habibah binti Abu Sufyan R.A .......................... 33

11. Mariyah Al-Qibhtiyyah R.A .......................................... 34

12. Maimunah binti Al-Harits R.A ...................................... 35

BAB III CINTA MENURUT PANDANGAN ULAMA

A. Cinta Menurut Mufassir ....................................................... 37

B. Cinta Menurut Sufi ............................................................... 41

BAB IV KAJIAN HADIS TENTANG CINTA

A. Hadis Mandi Bersama .......................................................... 47

B. Hadis Membantu Pekerjaan Istri ........................................... 48

C. Hadis Tidur dipangkuan Istri yang Haid ............................... 49

D. Hadis Bersenda Gurau dengan Istri ...................................... 51

E. Takhrij Hadis ........................................................................ 53

F. Asbāb al-Wurūd ................................................................... 67

G. Analisa Teks Hadis .............................................................. 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 77

B. Saran ...................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 79

ix
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk Allah yang diberi rasa cinta dan kasih

sayang, sehingga manusia mampu menjadikan dirinya makhluk yang saling

kasih mengasihi. Hal tersebut adalah salah satu proses mendekatkan diri pada-

Nya. Inilah tujuan yang mendasarinya. Namun yang terjadi di zaman sekarang

banyak manusia mengatasnamakan cinta-Nya terhadap orang lain telah

membuat suatu kedzaliman, ini tentu tidak diharapkan oleh ajaran islam.1

Rasulullah saw bersabda:

Abu Quraib menceritakan kepada kami, Suwaid bin Amr Al Kalbi


menceritakan kepada kami, dari Hamad bin Salamah dari Ayyub dari
Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah, menurut ku Abu Hurairah
meriwayatkan hadis secara marfu‟ kepada rasul ia (Abu Hurairah)
berkata: “Cintailah kekasihmu sekedarnya saja (sebab) boleh jadi suatu
hari nanti ia akan menjadi orang yang kamu benci. Bencilah orang yang
kamu benci sekedarnya saja (sebab) boleh jadi suatu hari ia akan menjadi
orang yang kamu cintai

Cinta penuh nafsu bisa juga menandakan penderitaan, angan-angan,

penyakit jiwa, ketagihan atau ketertarikan yang menyebabkan kematian.

Pandangan ini menganggap bahwa cinta penuh nafsu menuntun pada

1
Al- ghazali, Rindu dan Cinta Kepada Allah, (Jakarta: Khatulistiwa Press), h.2
2
Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih Sunan at Tirmidzi, (Jakarta: Pustaka Azzam),
buku 2, h. 562

1
2

kehancuran diri dan membuat gila. Dua pandangan berbeda ini telah

didominasi pemikiran barat mengenai cinta kasih dan gairah sejak zaman

yunani kuno. Kedua pandangan ini mengakui kekuatan cinta yang luar biasa

dan peran utamanya di dalam keberadaan manusia.3

Pada dasarnya cinta itu bisa berdampak positif dan negatif. Dampak

positif cinta bisa menyebabkan manusia lupa daratan lupa segalanya karena

sedang di mabuk asmara. Dampak cinta negatif adalah jika salah satu

pasangan nya dikecewakan maka akan timbul rasa dendam dan ada pula

sampai membunuh.

Cinta yang hakiki itu cinta yang datang nya dari Allah dan akan

kembali kepada Allah. Jika mencintai karena Allah maka apapun yang

diminta pasti Allah akan mengkabulkan.

“Jika kamu cinta kepada Allah, maka turutlah aku dan Allah akan
mencintai kamu.”(Surah Ali Imran: 30)

Cinta Tuhan lebih luas daripada jangkauan pikiran, dan harus

dirasakan oleh lebih banyak manusia yang peka saat menangkap getaran

kerinduan terdalam jiwa, kita menyadari bahwa pelukan tuhan adalah hal

yang selalu kita cari.4

Sebenarnya Islam sangat menjunjung cinta dan kasih sayang.

Pengamalan Islam secara tepat menjadi solusi dalam mengatasi krisis cinta

3
Mary Valentine dan John Valentine, Romantic Intelligent: agar anda lebih cerdas dalam
cinta.... h.82
4
Holden Miranda, Boundless Love (cinta tanpa batas), (Jakarta: Hikmah PT. Mizan
Publika, Agustus 2006), cet.1, h.159
3

dan kasih sayang. Allah swt mengutus Nabi Muhammad saw sebagai figur

manusia terbaik. Beliau telah membuktikan kemampuannya dalam membawa

manusia dari keterbelakangan pemikiran dan kerendahan akhlak menuju

pencerahan dan kemuliaan. Dari kehidupan yang diselimuti kebencian,

dendam dan kemurkaan, menuju kehidupan yang diberkahi dengan

memaafkan.5

“Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk


(menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Qur‟an Surah Al-Anbiya:107)

Dalam semua aspek dan dimensi kehidupan, junjungan tercinta

Muhammad saw secara cukup gamblang telah menyontohkan bagaimana

seharusnya kita sebagai umatnya, bersikap dan berprilaku agar rahmat dan

keberkahan hidup keluarga dan kekerabatan, hubungan antara tuan dengan

pembantu, atasan dengan bawahan, kehidupan bertetangga, persahabatan dan

relasi sosial yang lebih luas dengan non muslim, berkenaan dengan interaksi

dan transaksi bisnis, sebagai pemimpin dakwah, militer maupun sebagai

pemimpin sosial dan politik (umat).

Mengingat begitu tulusnya cinta atau kasih sayang yang mendasari

setiap pergaulan Nabi, termasuk kemampuannya menghadapi beragam

persoalan melalui pendekataan perasaan tertinggi ini, maka dapat dikatakan

bahwa beliau meiliki kasih sayang yang tulus dalam semua aspek

kehidupannya.

5
Muhammad Sopian, Manajemen Cinta Sang Nabi, (Jakarta: Cakrawala publishing, 2011),
h.xxvii
4

Perwujudan cinta dan kasih sayang yang ditunjukan Rasulullah saw

mengandung keutamaan-keutamaan yang sering kali menggunggah kesadaran

orang lain untuk memahami kebenaran Islam sehingga hidayah

menghampirinya. Hal ini terjadi karena cinta dan kasih sayang beliau miliki

di dalam hatinya cinta karena keimanan dan keislaman. Pembahasan cinta ini

dimaksudkan untuk mengetahui seperti apa bukti cinta dan kasih saying nya

dalam aspek kehidupan rumah tangganya.

Cinta menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah suka sekali,

kasih sekali, ingin sekali, berharap sekali, (khawatir/risau). Atau perasaan

tertarik pada seseorang atau benda tanpa selalu didasari nafsu seks.6

Cinta dalam ilmu psikolog Robert Sternberg (dalam Snyder dan

Lopez,2007) dalam teorinya cinta adalah perpaduan dari tiga komponen: (1)

hasrat, atau daya tarik fisik dan dorongan romantis, (2) keintiman,atau

perasaan dekat dan keterkaitan, dan (3) komitmen, yang melibatkan

keputusan untuk memulai dan mempertahankan hubungan. Cinta adalah

sebuah bangunan tiga dimensi yang terdiri dari pikiran, emosi, dan daya tarik

fisik.7

Para sahabat dan ta‟biin mengetahui bahwa pernikahan beliau dengan

sejumlah wanita itu terjadi pada masa-masa akhir dari kehidupan beliau,

setelah 30 tahun beliau melewati masa mudanya. Bahkan, pada masa

mudanya, beliau hanya menikahi seorang istri dan itupun seperti nenek-nenek

6
Tim penyusun Kemendikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1990), h.141
7
Mary Valentine, John Valentine, Romantic Intelligent: agar anda lebih cerdas dalam
cinta, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, September 2010), Cet.1, h.26
5

karena usia nya jauh dari usia beliau yaitu Khadijah. Disamping itu, orang

yang memperhatikan kehidupan Rasulullah saw juga mengetahui bahwa

pernikahan beliau itu bukanlah karena didorong oleh nafsu seks yang sangat

kuat dan mencari kepuasan dari banyak wanita, namun karena ada tujuan lain

yang lebih besar dari tujuan yang dicapai pernikahan pada umumnya.8

Sikap Rasulullah saw dalam memperlakukan Ummahatul Mu‟min

sangat mulia. Demikian pula sikap istri-istri beliau dalam menjalani

kehidupan rumah tangga. Mereka sangat setia, qanaah, sabar tawadhu, dan

memenuhi hak-hak suami dan kewajibannya sebagai istri.9 Dalam penelitian

ini penulis ingin memaparkan mengenai hadis-hadis cinta dalam rumah

tangga Rasulullah saw dan apa saja hadis-hadis cinta tersebut.

Allah menciptakan Adam dan Hawa, surga dan neraka, langit dan

bumi, baik dan buruk, siang dan malam, matahari dan bulan panas dan dingin,

seutas senyuman dan setetes air mata, sepasang dan sepasang. Ini tentunya

agar kehidupan dan segala isinya menjadi sempurna, agar kenikmatan terus di

nikmati tanpa henti. Sebagai makhluk, semua berhak untuk menikmatinya,

menanggungnya, khawatir dan gelisah karenanya. Dengan cinta manusia akan

menjadi tangguh dalam menghadapi badai kehidupan yang terpenting adalah

siapa yang dicintai.10

8
Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Robbani Press,
1998M), Cet.1
9
Abu Abdullah Abdul Salam bin Muhammad bin Umar Alawi, Shahih Bukhari, (Maktabah
Al Rusyd: 2006), Cet. Ke 2, h.956
10
El-Fakhrani Yusra, Kitab Cinta, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h.4
6

B. Permasalahan

Sebelum mengetahui permasalahan yang akan dikaji, penulis akan

terlebih dahulu membatasi permasalahan ke dalam beberapa bagian, yaitu:

1. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat

diidentifikasikan beberapa masalah, diantaranya:

a. Mengapa Rasulullah saw dapat dikatakan sebagai rumah tangga yang

harmonis?

2. Pembatasan Masalah

Banyak yang Rasulullah cintai misalkan Cinta Rasululullah kepada

Allah, cinta Rasulullah kepada para sahabat dan tabi‟in, dan cinta

Rasulullah kepada ummat, akan tetapi di dalam skripsi ini penulis hanya

akan membahas cinta nabi terhadap isterinya

Berdasarkan identifikasi masalah diatas juga kajian ini akan

difokuskan pada kajian hadis-hadis tentang hadis-hadis cinta Rasulullah

terhadap istrinya yang terdapat dalam al-kutub al-sittah.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah di atas,

pembahasan dalam penelitian ini akan difokuskan pada beberapa masalah:

a. Apa saja hadis-hadis cinta Rasulullah saw, dan apa kandungan hadis

tersebut?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian yang saya lakukan adalah:


7

a. Menjelaskan dan mengetahui kecintaan Rasulullah saw bersama istri-

istrinya

b. Mendapatkan gambaran mengenai harmonisan rumah tangga nabi bersama

istrinya.

c. Untuk menyelesaikan gelar Sarjana Strata 1 di Uin Syarif Hidayatullah

Jakarta

D. Tinjauan Pustaka

Skripsi Fakultas Ushuluddin jurusan Aqidah Filsafat: “Mahabbah

(cinta) Syaikh Ibn Qayyim Al-Jauziyyah (sebuah kajian ajaran tasawuf syaikh

ibn qayyim al-jauziyyah).” Dalam skripsi ini berisi salah satu konsep ajaran

tasawuf syaikh ibn qayyim al-jauziyyah adalah mahabbah. Konsep mahabbah

(cinta) yang di jelaskan ibn qayyim adalah sebuah persinggahan (maqam)

yang menjadi ajang perlombaan bagi mereka yang senang berlomba dalam

kebaikan, yang menjadi sasaran orang beramal shalih, dan yang menjadi

curahan orang-orang yang mencintai.

Skripsi Fakultas Ushuluddin jurusan Perbandingan Agama: “Cinta

Kasih (bhakti) Kepada Tuhan Menurut Sampradaya Hare Krishna.” Dalam

skripsi ini dijelaskan bahwa tidak hanya islam yang mengajarkan cinta dan

kasih sayang dalam agama lain pun diajarkan cinta kasih bhakti kepada

sesuatu yang lebih dihormati. Sampradaya hare Krishna ini adalah salah satu

wadah keagamaan tersebut yang mana didalamnya tersaji praktek hidup rohani

yang dilengkapi dengan bukti-bukti rohani.


8

Skripsi dari fakultas psikologi: “Pengaruh Cinta, Tipe Cinta dan Self-

Esteem Terhadap Subjective Well-Being Pada Pasangan Menikah” terbit

Tahun 2013. Dalam skripsi ini maksud dari subjective well-being adalah

konsep yang luas meliputi emosi pengalaman yang menyenangkan, rendahnya

tingkat mood negatif, dan kepuasan, hidup yang tinggi (diener, oishi, lucas,

2003). Dalam pasangan pernikahan, disarankan pula agar suami dan istri dapat

selalu saling menghargai, agar keduanya dapat memperoleh atau bahkan

meningkatkan self-esteem yang di miliki, dan selalu menjaga keintiman yang

baik antara kedua pihak, karena keintiman adalah kunci dari hubungan

pernikahan. Pasangan dalam pernikahan juga disarankan untuk selalu

memiliki waktu untuk Bersama, baik dalam mengerjakan pekerjaan rumah

tangga maupun dalam waktu senggang bersama.

Skripsi dari Fakultas Psikologi tahun 2013: Pengaruh Self-Disclosure

dan Cinta Terhadap Kepuasan Pernikahan Suami Istri. Di dalam skripsi ini

menjelaskan self artinya diri sendiri, dan closure artinya penutupan,

pengakhiran, sehingga disclosure artinya terbuka atau keterbukaan. Dengan

demikian self-disclosure adalah pengungkapan diri terhadap orang lain

komunikasi merupakan salah satu aspek penting dalam menjalin suatu

hubungan, terlebih untuk pasangan suami istri.

Skripsi dari Fakultas Ushuluddin tahun 2009: Psikologi Cinta Dalam

Kisah Yusuf Dan Zulaikha (Telaah atas surat Yusuf 23-32). Dalam skripsi ini

cinta Yusuf dan Zulaikha dilatarbelakangi oleh daya tarik fisik karena

ketampanan Yusuf. Ketertarikan Zulaikha karena kedekatan fisik dalam satu


9

ruangan membuat mereka memiliki kontak batin yang sangat kuat. Teori

kedekatan ini menjelaskan bahwa semakin dekat jarak fisik, semakin besar

kemungkinan bahwa dua orang mengalami kontak secara berulang akan tetapi,

cinta Yusuf kepada Allah menjadi control diri. Cintanya kepada Zulaikha

tidak melanggar batasan-batasan hukum Tuhan. Control diri yang dimiliki

Yusuf berupa ilmu, kesetiaan, keikhlasan dan keteguhan imannya.

Banyak sekali karya yang membahas seputar cinta akan tetapi

penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya bahwa,

penelitian ini di fokuskan pada bagaimana cara Rasulullah saw

memperlakukan istrinya dalam kehidupan rumah tangga sehingga dikatakan

sebagai keluarga yang harmonis, dan apa makna hadis mengenai cinta

Rasulullah saw.

E. Metodologi Penelitian

Dalam menyusun penelitian ini penulis menggunakan metode

kualitatif, yang meliputi tiga aspek metode penelitian.11. Adapun langkah-

langkah dalam metodologi penelitian tersebut, antara lain:

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penulisan karya

ilmiah itu ada dua macam, diantaranya:

1. Penelitian lapangan (Field Research)

11
Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah, 2008), h.121
10

Penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan

meninjau secara langsung untuk memperoleh data melalui pengamatan

langsung pada objek yang akan diteliti dan mengumpulkan dua primer

dengan melakukan wawancara dengan beberapa responden yang yang

bersangkutan.

2. Penelitian kepustakaan (library research)

Library research adalah penelitian, penyelidikan terhadap buku-

buku yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas, kemudian dari setiap

bacaan yang yang didapat penulis cantumkan dan tuangkan dalam tulisan.12

Dengan demikian, penulis menggunakan sumber primer dari kitab Shahih al-

Bukhari serta kitab-kitab hadis yang termasuk alam al-Kutub al-Sittah, yang

memuat hadis-hadis tersebut dan syarh hadis. Adapun penelitian sekunder dalam

penelitian ini penulis merujuk kepada kitab-kitab Syarah Hadis, Fiqih, Artikel,

Jurnal-Jurnal, serta buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan penulis.

Dalam hal pengumpulan data ini, penulis menggunakan metode

penelitian kepustakaan (Library Research), metode ini merupakan sebuah

metode yang menekankan pada aspek yang terdapat dalam buku-buku riset

yang sesuai dengan pembahasan, dan cenderung menggunakan analisis dan

lebih menampakan proses maknanya.13 Tujuannya adalah untuk memahami

secara luas dan mendalam terhadap suatu masalah.

2. Metode Pembahasan

12
Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1996), h.10
13
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika,
2012), h.7
11

Metode pembahasan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

analitis tematik. Deskriptif analitis yaitu, sebuah metode yang bertujuan

memecahkan masalah yang ada, dengan menggunakan tekhnik deskriptif

yakni penelitian, Analisa, dan klarifikasi.14 Bahan-bahan yang penulis

kemukakan kemudian penulis deskripsikan dan analisis untuk kemudian

dari kerangka tersebut penulis menarik keseimpulan. Sedangkan metode

tematik yaitu dengan cara mengumpulkan hadis-hadis yang berhubungan

dengan perlakuan nabi terhadap istri dalam rumah tangganya, dengan

mencari Asbab al-Wurud nya hadis-hadis tersebut dan mencari Syarah

hadisnya.

3. Metode Penulisan

Adapun tekhnik penulisan skripsi ini disandarkan buku15 pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,Tesis, dan Disertasi) Akademik Program

Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013-2014. Sebagai pedoman

transliterasi, saya menggunakan pedoman transliterasi Arab-Indonesia

berdasarkan Surat Keputusan bersama Menteri Agama, Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 1987.

F. Sistematika Penulisan

Penulis membagi penulisan skripsi ini dalam lima bab:

14
Winaro Suharmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1994), h.138-139
15
Tim Penulis: Hamid Nasuhi, Ismatu Ropi, Oman Fathurahman, M.Syairazi Dimyati,
Netty Hartati dan Syopiansyah Jaya Putra, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah [Skripsi, Tesis, dan
Disertasi] (Jakarta: CeQda2007)
12

Bab pertama, merupakan bab Pendahuluan, menjelaskan Latar

Belakang Masalah, Identifikasi dan Pembatasan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Metodologi Penelitian, Kajian Pustaka, dan Sistematika Penulisan.

Bab kedua, Definisi Cinta, Asal Muasal Cinta, Proses Lahirnya Cinta,

Keajaiban Cinta, Fungsi Cinta. Istri-Istri Rasulullah, Siti Khadijah binti

Khuwailid R.A, Saudah binti Zam‟ah R.A, Aisyah binti Abu Bakar R.A,

Hafsah binti Umar R.A, Zainab binti Khuzaimah R.A, Ummu Salamah binti

Zadir Rakab R.A, Zainab binti Jahsy R.A, Juwairiyah binti Huyaiy R.A,

Shafiyyah binti Huyaiy R.A, Ummu Habibah binti Abu Sufyan R.A, Mariyah

Al-Qibhtiyyah R.A, Maimunah binti Al-Harits R.A

Bab ketiga, memaparkan tentang cinta menurut pandangan ulama,

dintaranya menurut Mufassir, dan ulama sufi

Bab keempat, Hadis Mandi Bersama, Hadis Membantu Pekerjaan Istri,

Hadis tidur dipangkuan Istri yang sedang Haid, dan Hadis Bersenda Gurau

dengan Istri, Takhrij Hadis, dan Analisa teks Hadis

Bab kelima, Penutup yang berisi Kesimpulan penelitian yang mampu

menjawab permasalahan yang sedang dibahas dan Saran, dan Daftar Pustaka.
13

BAB II

TINJAUAN UMUM CINTA DAN NAMA-NAMA ISTRI RASULULLAH

A. Definisi Cinta

Manusia adalah cermin terbesar dari nama, sifat dan perbuatan Allah

swt. Mereka adalah cermin bersinar, buah kehidupan yang mengagumkan,

sumber bagi seluruh alam semesta. Manusia membawa rahasia suci yang

membuat mereka sama dengan seluruh alam semesta dengan segala kekayaan

karakter, suatu kekayaan yang dapat di kembangkan menuju kesempurnaan.1

Menurut bahasa kata “cinta” diartikan dengan suka sekali, sayang,

kasih sekali dan ingin sekali.2 Terdapat juga arti yang disamakan dengan cinta

yaitu kata “Asmara” yang diadopsi dari bahasa sansekerta “smar” yang

bermakna ingat, memikirkan atau membayangkan.3 Cinta dalam bahasa arab

adalah al-hubbu yang asal dari kata habba lawan kata benci al-bagdu artinya

yang sangat dicintai.4 Didalam kehidupan manusia cinta sangat berpengaruh

penting karena cinta membuat manusia menjadi lemah dan kuat, yang miskin

menjadi kaya karena ia berusaha mencari nafkah untuk orang yang ia cintai.

Cinta jika diartikan secara terminologi sangatlah sulit. Para pakar dari

kalangan Filosof, Psikologi dan mufassir pun tidak bisa mendeskripsikannya.

Sebagian dari mereka beralasan bahwa makna cinta itu sendiri sudah

dibelokan makna dasarnya.

1
Fethullah Gulen, Cinta dan Toleransi, (Ciputat: Bukindo Erakarya Publishing, 2011),
h.119
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h.168
3
Muhammad Ngatenan, Kamus Etimologi Bahasa Indonesia, h.63
4
Ibn Mandhur, Lisan Al-Arab (Beirut: Dar Shadir), Cet.1. juz.1, h.289
14

Ahli psikologi pun Scott Peck berpendapat bahwa menurutnya bila

seseorang mengkaji cinta berarti dia mulai bermain-main dengan misteri.

Dalam pengertian yang sesungguhnya, dia telah mengkaji yang tidak dapat

dikaji dan memahami sesuatu yang tidak dapat dipahami. Menurutnya cinta

terlalu luas, terlalu dalam untuk mendapatkan pemahamannya, diukur ataupun

diberi batasan dengan kata-kata.5 Intinya menurut Peck definisi cinta sebagai

keinginan untuk mengembangkan diri sendiri dengan memelihara

pertumbuhan spiritual sendiri dan pertumbuhan spiritual orang lain.

Kemudian,“cinta” Secara psikologis, cinta adalah sebuah emosi dari

kasih sayang. Dalam konteks filosofi, ada yang berpendapat bahwa cinta

merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan

kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang

dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati,

perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan,

mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.

Erich Fromm, seorang psikolog Jerman yang konon dikenal ahli dalam

masalah cinta menjelaskan, bahwa kebutuhan manusia yang paling dalam

adalah kebutuhan untuk mengatasi keterpisahannya dan meninggalkan penjara

kesendiriannya. Kegagalan untuk mengatasi keterpisahan ini yang akan

menyebabkan gangguan kejiwaan. Fromm mengungkapkan idenya mengenai

cinta sebagai jawaban dari masalah tersebut.

5
M. Scott Peck, Tiada Mawar Tanpa Duri. Penterjemah Drs. Firmus Kudadiri dan Andre
Karo-Karo, (Yogyakarta: Erlangga, 1990), Cet.11, h.55
15

Banyak sekali definisi atau andangan, bahkan ungkapan-ungkapan

kita, tentang cinta yang tidak jelas, bahkan justru sangat keliru. Memang,

boleh jadi ia puitis, indah terdengar tetapi sulit kita tangkap maknanya

sehingga tidak mudah untuk diupayakan kehadirannya. Namun, agaknya tidak

jauh dari kebenaran pandangan yang menyatakan bahwa cinta adalah “dialog

dan pertemuan dua „aku‟ serta hubungan timbal balik yang melahirkan

tanggung jawab kedua „aku‟ itu.

Seorang ibu yang mencintai anaknya tidak akan memaksakan agar

kasih sayangnya itu sama dengan dirinya, atau kelanjutan dari pribadinya.

Karena jika demikian, yang ada hanya satu “aku”. Jika benar ia mencintainya,

maka ia akan membantu agar anaknya pun memiliki kepribadiannya sendiri

sesuai dengan kecenderungan dan potensinya. Dengan demikian, sang anak

memiliki “akunya” sendiri agar dapat bercinta dan dicintai. Mencintai suami

isteri dan siapa saja demikian halnya. Cinta menuntut pengakuan eksistensi,

bahkan pengakuan kepribadian seorang kekasih. Selanjutnya karena cinta,

mengharuskan adanya dua “aku”, maka yang mementingkan dirinya bukanlah

seorang yang bercinta, yang menyukai harta pun tidak dapat dinamai

mencintainya menurut penjelasan di atas karena harta tidak memiliki ke “aku”

an. Rasa kasihan pun bukan cinta, walau ada dua aku, karena kedudukan

mereka berbeda yang satu memberi dan yang lainnya hanya menerima.6

6
M.Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur‟an dan Nasihat Perkawinan Untuk Anak-anakku,
(Jakarta: Lentera Hati, 2015), h.35
16

1. Asal Muasal Cinta

Pada awal penciptaan manusia, hamparan semesta ini hanya ada

Adam, tetapi kemudian Hawa tercipta, dan akhirnya lahirlah cinta. Asal

mula cinta itu ada sejak zaman nabi Adam dan Hawa Allah swt

menciptakan Adam sendirian di surga, sehingga ia tidak sanggup

menanggung semua kenikmatannya. Akhirnya dengan sepenuh jiwa,

Adam memohon kepada Allah swt agar dilimpahi jiwa yang lain yang

memberi kebahagiaan sepanjang hidup. Dengan limpahan itu, Adam

berbagi setiap ungkapan dan kesempatan, menjadi selimut hati di waktu

siang dan malam, dan bisa menghirup udara dan harumnya bunga. Maka

terciptalah Hawa, dan bersamanya cinta dipuja. Sebelum Hawa tercipta

tidak ada perasaan dan gejolak yang kita sebut dengan nama cinta.7

Adam sering disebut guru cinta pertama, karena Adam adalah

manusia pertama yang Allah ciptakan. Cinta telah di mulai dan terus

berlanjut bahkan Adam telah mewariskannya kepada kita hingga saat ini

dan untuk selamanya.

Hikmah yang tersembunyi dari terciptanya cinta bersamaan

dengan terciptanya Adam dan Hawa.Adam dan Hawa adalah lahirnya

berbagai wujud hubungan yang tulus, nyata, murni, dan sejati. Pertama,

hubungan penciptaan Adam dan Hawa dengan Allah hubungan cinta

antara sang pencipta dengan hambanya. Kedua, hubungan penciptaan

Adam dan Hawa adalah hubungan antara lelaki dan wanita. Ketiga,

7
Yusra el-Fakhrani, Kitab Cinta, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007), h.9-10
17

hubungan penciptaan Adam dan Hawa adalah hubungan cinta antara ayah

dan anak. Keempat, hubungan penciptaan Adam dan Hawa ada kaitannya

dengan pepohonan, hubungan manusia dan alam semesta. Atas nama cinta

dan mahadaya cinta, mulailah kisah penciptaan manusia hingga pada batas

masa yang tidak bisa diketahui kecuali karena kehendak-Nya.

Dahulu, di zaman Yunani Kuno, pernah berkumpul sekian banyak

filosof dalm satu jamuan makanan malam yang dihadiri antara lain, oleh

Socrates (399-470SM) dan Aristofanes (450-388SM), seorang penyair dan

filosof Yunani. Mereka berbicara tentang “cinta”. Sekian banyak pendapat

yang muncul Aristofanes mengemukakan pendapat bahwa Manusia pada

mulanya tidaklah seperti keadaannya sekarang. Dahulu manusia berbentuk

bulat, memiliki empat tangan dan empat kaki, satu kepala dengan dua

wajah yang dapat memandang kedua arah. Dia juga mempunyai empat

telinga, mereka sangat kuat sehingga berani melawan para dewa, yang

kemudian memutuskan untuk “membelah manusia seperti membelah

apel”. Singkat kata manusia selalu rindu untuk menemukan belahan

dirinya.

Sejak itu lahir potensi cinta yang menemukan belahannya hidup

dalam kebahagiaan dan cinta. Pertemuan itu bermula dari pertemuan dari

pertemuan jiwa yang dapat terjadi seketika atau setelah upaya sungguh-

sungguh. Dapat juga terjadi kekeliruan dalam pertemuan sehingga lahir

kebencian. Itulah kisah dari asal muasal lahirnya cinta menurut pandangan
18

Aristofanes, penyair yunani yang jenaka, yang diceritakan kembali oleh

Plato (427-347SM) yang dia sendiri tidak mempercayai mitos itu.

Anehnya, ada saja yang mempercayainya, bahkan ada sebagian

ulama islam yang menganut pendapat serupa. Memang membahas soal

cinta untuk para ulama bukan tabu, bahkan bercinta pun tidak dilarang

agama. Rasulullah saw bercinta dan selalu mengenang cintanya yang

pertama dan utama, yakni kepada Khadijah ra.

Sebagian ulama Islam yang terpengaruh dengan mitos Yunani

Kuno di atas ada yang menyatakan bahwa setiap bagian dari jiwa raga

manusia yang bertemu dengan bagiannya yang lain, maka akan terjalin

hubungan mesra antar keduanya. Tingkat kemesraan itu berbeda-beda

sesuaikondisi kelembutan perasaan masing-masing. Ada tiga macam

hubungan kemesraan.

Pertama, pertemuan ruh dengan ruh yang merupakan akibat dari

pertemuan matahari dan bulan pada kemunculannya di gugus yang sama,

dan ketika itu cinta tidak dapat terelakkan.

Kedua, hubungan mesra akibat adanya kesenangan yang

dirasakan satu pihak dari pihak lain. Memang, lanjut penganut pendapat ni

mengutip satu hadis Nabi: “Jiwa manusia terbawa untuk menyukai siapa

yang berbuat baik kepadanya dan membenci siapa yang bersikap buruk

padanya.”

Ketiga, karena adanya persamaan dan persesuaian. Semakin

banyak persamaan, semakin kuat cinta, demikian pula sebaliknya.


19

Adalagi yang berkata bahwa cinta lahir karena pertemuan dua

jiwa. Mereka menyatakan bahwa jiwa lebih dulu wujud daripada jasmani:

‫االرواح جنود مجندة ماتعارف منها ائتلف وماتناكرمنها اختلف‬


“Jiwa berkelompok-kelompok, yang saling berkenalan akan menyatu
dan yang tidak saling berkenalan akan berselisih” (HR Bukhari
Muslim)
Ada lagi yang mendukung mitos Yunani itu dengan menoleh

kepada firman Allah yang tidak hanya sekali dinyatakan-Nya, dalam QS

Adz Dzariyat: 49 bahwa

‫وجي ِن لَعَلَّ ُكم َت َذ َّك ُرو َن‬ ٍ ِ


َ ‫َوم ن ُك ِّل َشيء َخ لَقنَا َز‬
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah.”

Demikian juga firman-Nya bahwa lelaki adalah “sebagian”

demikian juga dengan perempuan baru “sebagian” dan dengan perkawinan

mereka menyatu dan menjadi sempurna. Adalagi yang menduga bahwa

cinta lahir dari adanya hormon cinta pada diri manusia yang bergelora

oleh satu dan lain.

Murtadha Muthari, ulama dan pemikir Muslim asal Iran, (1920-

1979 M) dalam bukunya “Nizham Huquq al-Mar‟ah, mengutip uraian

Will Durant, sarjana Amerika kenamaan (1885-1981 M), bahwa lagu cinta

bermula dengan mendekatnya masa baligh/dewasa ketika bulu rambut

wajah (cambang) dan dagu (jenggot) serta bulu dada pemuda mulai

tumbuh. Demikian juga “pecahnya suara” mempunyai kaitan dengan seks.

Adapun perempuan, awal masa kedewasaannya ditandai dengan jari-

jarinya memperoleh kelembutan dengan gerak geriknya memancing


20

perhatian. Pinggulnya pun mulai membesar, guna mempermudah fungsi

keibuannya.

Demikian juga muncul penojolan yang jelas pada dadanya sebagai

persiapan melaksanakan fungsi penyusuan anak. Will Durant yang

pendapatnya dikutip atas kemudian menegaskan bahwa “tidak ada yang

mengetahui secara pasti,” ada pakar yang menyatakan bahwa semua itu

adalah hormon-hormon yang melahirkan perubahan fisik dan psikis, yang

menimbulkan pengaruh beraneka ragam pada jiwa termasuk dorongan

cinta.

2. Proses Lahirnya Cinta

Kelirulah orang yang berkata “Aku jatuh cinta” karena ini

mengesankan kebetulan tanpa proses dan usaha, bahkan ini mengesankan

keterpaksaan. Kalimat itu keliru, sebab cinta harus diusahakan dengan

sungguh-sungguh. Siapa yang hendak bercinta, maka ia harus memiliki

kemahiran, seseorang dapat menarik simpati dan kekaguman yang

mengantar kepada lahirnya cinta. Sungguh benar ungkapan yang

menyatakan bahwa tidak ada lelaki atau perempuan yang tidak memiliki

potensi mencintai dan dicintai, yang ada hanyalah lelaki atau perempuan

yang tidak pandai melakukan hal-hal yang mengundang rasa kagum dan

cinta orang lain.

Cinta sebelum mencapai puncaknya mengalami sekian banyak fase:

Fase pertama, adalah kedua belah pihak yang akan mencintai dan

dicintai merasakan atau tidaknya kedekatan antara mereka berdua.


21

Biasanya kesamaan latar belakang sosial budaya membantu lahirnya

kedekatan tersebut, dan ketika itu akan dapat timbul dorongan untuk saling

memperkenalkan diri secara lebih terbuka. Kesamaan latar belakang itu

amat penting, karena tidak mudah timbul kedekatan tersebut tanpa

persamaan latar belakang. Dari sini penulis mengerti mengapa agama

menganjurkan persamaan latar belakang, tingkat pendidikan, dan

kedudukan sosial calon suami istri.

Jika fase pertama ini dapat dilalui, maka kedekatan tersebut

meningkat pada fase kedua, yang ditandai dengan apa yang dinamai

“pengungkapan diri” dimana masing-masing merasakan ketenangan dan

rasa aman untuk berbicara tentang dirinya lebih dalam lagi, yakni tentang

harapan, keinginan dan cita-citanya, bahkan kekhawatirannya. Sekali lagi

persamaan latar belakang pendidikan, agama dan sosial budaya akan dapat

mendorong dan mempercepat proses ini hingga mereka dapat beralih ke

fase berikutnya.

Fase ketiga melahirkan “saling tergantungan.”Pada fase ini

masing-masing mengandalkan bantuan yang dicintainya untuk memenuhi

kebutuhan dan keinginan pribadinya. Karena masing-masing merasa dari

dalam lubuk hati yang terdalam bahwa ia memerlukan pasangannya dalam

kegembiraan dan kesedihannya.

Ketiga sepasang kekasih telah sampai pada tahap ini, maka ketika

itu tibalah pada tahap awal fase keempat, yaitu puncaknya ketika

seseorang mengorbankan segala yang dimilikinya demi kebutuhan


22

kekasihnya. Pengorbanan tersebut dilakukan dengan senang hati. Sungguh

tepat dan jitu pandangan yang menyatakan bahwa: “Manusia mengalami

cinta pada saat ia mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional yang

dicintainya dan pemenuhan tersebut juga merupakan kebutuhan emosional

baginya”. Dalam arti, memenuhi kebutuhan kekasih, bila tidak dibarengi

oleh rasa cinta yang mendalam kepadanya, serta dorongan dari lubuk jiwa,

maka ketika itu belum lagi seseorang mencapai puncak cinta sejati. Fase-

fase sebelumnya boleh jadi telah dapat dinamai “cinta”, namun fase

terakhir inilah yang disebut cinta sejati, atau apa yang dinamai oleh al-

Qur‟an dengan mawaddah.8

3. Keajaiban Cinta

Manusia menjadi lebih bersemangat hidup. Manusia menjadi

banyak teman, saudara dan kenalan. Atas nama cinta, jutaan kisah cinta

manusia dari sepanjang zaman yang berbeda-beda membuktikan bahwa

cinta mampu membangun peradaban umat manusia, kota dan Negara.

Cinta dapat mengubah seseorang yang kasar menjadi lembut, dapat

membuat seseorang yang putus asa menjadi lebih bersemangat. Ketika

seserang sudah mengenal cinta pasti dunia berasa milik berdua saja.

Cinta adalah salah satu bagian dari ibadah, karena manusia

memanfaatkan salah satu anugerah Allah kepada umat. Cinta membuat

manusia lebih suci dan lebih tenang, sehingga mendekatkan jarak antara

dirinya dengan sang pencipta. Cinta juga dapat menunda ketuaan kita, hal

8
M.Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur‟an dan Nasihat Perkawinan Untuk Anak-anakku,
(Jakarta: Lentera Hati, 2015), h.40
23

ini dapat dibuktikan bila seseorang berusia 50 tahun tampak masih berusia

40 tahun karena keajaiban cinta dan keistimewaannya.9

Allah adalah pemilik kasih dan sayang. Manusia sering merasa

teramat sakit jiwa terluka, sering kali luka di hati membuat tidak berdaya.

Luka di hati seolah tak pernah bisa pulih seperti semula. Namun, saat kasih

sayang menyentuh hati dan jiwa, barulah manusia pulih dan bangkit dari

putus asa. Jiwa menjadi tentram, hati kembali lembut seperti sedia kala,

tubuh kembali rasakan manisnya kehidupan.10

Penting untuk manusia memiliki cinta, mengekspresikan perasaan

cinta. Jika manusia mencinta maka kita hidup, jika manusia mencinta

maka manusia telah menikmati salah satu dari sekian banyak nikmat

Allah, jika manusia mencinta maka manusia telah menggunakan hak

manusia dalam hidup, dan jika manusia mencinta maka manusia adalah

hamba yang dikehendaki-Nya.

Tidak ada hubungan yang lebih indah, lebih dekat, dan lebih tinggi

dalam kehidupan daripada sebuah ruang yang mempertautkan hati seorang

lelaki dengan seorang wanita, yaitu ruang cinta.Allah swt menciptakan

cinta di antara lelaki dan wanita untuk sebuah misi yang sangat mulia,

yaitu agar kehidupan terus mengalir dan menjadi sempurna. Rasulullah

saw bersabda: “Maha suci Allah lah yang menciptakan hati dan

menundukannya, seperti hati yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan

seperti hati yang mencintai segala sesuatu.”

9
Yusra el-Fakhrani, Kitab Cinta, h.50
10
Adem Ozbay, Askperest Hamba Cinta, (Jakarta: PT. Zaytuna Ufuk Abadi, 2015), h.41
24

4. Fungsi cinta

Fungsi ini telah digarisbawahi secara amat jelas dan popular oleh

al-Qur‟an, yang di istilahkannya dengan mawaddah wa rahmah, dan

terhadap anak dengan qurrat a‟yun (penyejuk mata). Karya-karya besar

manusia lahir oleh dorongan cinta, salah satu keajaiban dunia, Taj Mahal,

lahir dari cinta seorang suami kepada isterinya. Syair-syair Homerus,

sastrawan Yunani kenamaan pun lahir atas dorongan cinta. Piramida yang

berdiri tegar di Mesir dan Meksiko juga dibangun oleh motivasi cinta.

Cinta sejati selalu mencipta, tidak pernah rusak.

Hubungan anak dan orangtua juga harus didasari oleh cinta kasih.

Banyak sekali bukti yang dapat dikemukakan tentang kebutuhan akan

cinta mencintai. Tanpa cinta dan hubungan erat, bayi akan terhambat

perkembangannya, kehilangan kesadaran, dan bahkan menjadi makhluk

idiot dan mati. Itu bias terjadi walaupun fisiknya sempurna, makanannya

bergizi dan hidup dalam lingkungan yang bersih. Situasi tempat orangtua

cekcok, bercerai, atau meninggal, sehingga cinta kasih tidak dirasakan,

jauh lebih merusak perkembangan jiwa anak daripada yang disebabkan

oleh penyakit. Begitu hasil kesimpulan Dr.Griffit Banning dari suatu

penelitian terhadap 200 orang Kanada yang dikutip oleh Leo FBuscaglia

dalam bukunya yang berjudul Love.


25

B. Istri-Istri Rasulullah saw

1. Siti Khadijah binti Khuwailid R.A

Sebagaimana termaktub di dalam buku-buku sejarah kehidupan

Nabi Muhammad saw, beliau ditinggal wafat ayahandanya sewaktu masih

berada di dalam kandungan. Berdasarkan wasiat datuknya, beliau diasuh

oleh pamannya, Abu Thalib. Hingga usia dewasa dan menikah dengan

Khadijah binti Khuwailid r.a, beliau hidup di bawah naungan pamannya

yang memperlakukannya sebagai anak kandungannya sendiri.11

Lima belas tahun sudah pernikahan Rasulullah dan Khadijah,

selama itu kehdiupan suami istri ini sangat harmonis, tidak pernah terjadi

permasalahn yang mengganggu pikiran dan perasaan, kedua belah pihak.

Hubungan yang telah terjalin dengan cinta dan kasih saying itu bukan

hanya menjadi teladan bagi semua rumah tangga di Makkah, melainkan

juga dibicarakan oleh sejarah sepanjang zaman.

Nikmat kebahagiaan yang dikaruniakan Allah swt itu di karuniai

dengan kelahirn dua orang putera dan empat orang putri yaitu, Al-Qasim,

Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum dan Fatimah Az-Zahra.

Suratan takdir berkehendak lain suami istri ini sangat sedih karena kedua

anak laki-lakinya wafat dalam usia kanak-kanak.

2. Saudah binti Zam’ah R.A

Asal mula Saudah binti Zam‟ah menikah dengan Rasulullah adalah

dari Khaulah binti Hakim As-Salamiyyah, teman dari Khadijah. Khaulah

11
Al-Hamid Al-Husaini, Baitun Nubuwah: Rumah Tangga Nabi Muhammad, (Jakarta:
Pustaka Hidayah, 1993), h. 63
26

datang kepada Rasulullah dengan lemah lembut dan himbauan baik.

Khaulah melihat Rasulullah sangat kesepian sepeninggalnya Khadijah,

lalu Khaulah menyarankan agar beliau mau beristri lagi. Akhirnya

Khaulah datang membawa nama dua calon untuk diajukan kepada beliau.

Aisyah binti Abu Bakar yang masih remaja putri dan Saudah binti Zam‟ah

seorang janda.

Setelah bebrapa berfikir akhirnya Rasulullah meminta Khaulah

untuk agar mewakili beliau melamar kedua-duanya. Pertam dia datang

kerumah Abu Bakar untuk melamar Aisyah, setelah itu ia pergi kerumah

Zam‟ah, ayah Saudah. Penduduk Makkah gempar mendengar berita

lamaran Rasulullah kepada Sudah binti Zam‟ah. Berita tersebut nyaris

tidak dipercayai orang. Saudah adalah seorang janda tua, tidak ada lagi

sisa-sisa kecantikannya, apakah wanita seperti itu akan menggantikan

Khadijah binti Khuwailid, seorang wanita yang berkedudukan terhormat

ditengah masyarakat Quraisy.12

Saudah tanpa bimbang dan ragu meyakini bahwa bagian yang

diterimanya dari Rasulullah saw adalah belas kasihan, bukan kemesraan

cinta sebagaimana yang diperoleh seorang istri dari suaminya.

Sebagaimana yang diriwayatkan, Saudah berbadan gemuk dan tampak

berat berjalan, namun ia adalah seorang periang dan ucapan-ucapannya

sering menimbulkan gelak tawa orang yang mendengarnya. Saudah juga

12
Al-Hamid Al-Husaini, Baitun Nubuwah: Rumah Tangga Nabi Muhammad, …… h. 90
27

seorang wanita yang yang berperasaan lugu dan berfikir sederhana hingga

tampak amat terbelakang.

Bagaimanapun juga beliau saw sebagai suami tetap mencurahkan

kasih sayang kepada Saudah. Beliau bersikap cermat dan hati-hati agar

istrinya tidak tersentuh perasaannya karena berolah perlakuan tidak

semestinya. Maksimun yang dapat beliau lakukan adalah menjaga keadilan

menghadapi semua istrinya dalam hal bergilir, tidur dan pemberian nafkah.

Mengenai perasaan tidak mungkin dipaksakan. Saudah r.a hidup ditengah

keluarga Rasulullah saw hingga saat beliau pulang ke hariban Allah swt.

Menurut kabar beliau dikaruniai umur panjang dan meninggal pada masa

kekhalifahan Umar bin Khathab.

3. Aisyah binti Abu Bakar R.A

Aisyah adalah istri Rasulullah yang paling dicintai dan disayangi.

Seorang gadis dari laki-laki sahabat terdekat Rasulullah saw (Abu Bakar

Ash-Shidiq). Ibu Aisyah adalah Ummu Ruman bin Amir al-kinaniyah.13

Seorang ibu yang amat bijaksana sehingga mampu mengantarkan anak

perempuannya menjadi wanita pilihan Rasulullah saw. Nabi pernah

menyannjung Ummu Ruman “Siapa yang ingin melihat bidadari, lihatlah

Ummu Ruman.”

Demikianlah Aisyah, lahir dari seorang ibu dan bapak yang amat

mulia. Adik dari Abdurrahman seorang laki-laki yang tegar dan teguh

memegang sunnah dengan menolak bai‟at kepada Yazid putra Muawiyah

13
Abū al-Hasan Ali bin Muhammad al Jazari, „Usud al Ghabah fi Ma‟rifah al Sahābah,
(Dār al Fikr: Beirut, 1989), jilid 6, h.331
28

menjadi khalifah. Bersama seorang kakak yang demikian kukuh inilah

Aisyah menjalani kehidupannya semasa kecil.14

Sedangkan kaka perempuannya tidak kalah kesatriaannya dengan

kakaknya yang laki-laki. Asma adalah nama kakak perempuannya, seorang

perempuan yang begitu tabah dari kekejaman al-Hajjaj. Ia bernama

Abdullah bin Zubair, anak lelakinya berusaha bertahan atas penekanan dari

pejabat Bani Umayyah yang demikian hebat.15

4. Hafsah binti Umar R.A

Ketika umur delapan belas tahun Hafsah telah menjanda karna

ditinggal meninggal oleh suaminya yaitu Khunais bin Huzhfah bin Qais

bin Adiy As-Sahmiy Al-Qurasyiy. Ayah Hafsah yaitu Umar bin Khatab

RA sangat kasian dan sedih melihat masa muda Hafsah yang ditinggal

oleh suaminya, nyaris kehilangan gairah hidup. Mulailah Umar

mencarikan teman hidup bagi puterinya.

Setelah sekian lama berfikir dan menimbang-nimbang akhirnya

Umar pun berinisiatif untuk menjodohkan kepada sahabat karibnya,

sahabat Nabi terkemuka dan sekaligus mertua beliau yaitu Abu Bakar

Ash-Shidiq RA. Mengenai perbedaan jauh usia antara Abu Bakar dan

Hafsah bukan soal dan tidak aneh di kalangan masyarakat Arab pada masa

itu.

14
Sulaiman An-Nadawi, Aisyah R.A The Greatest Woman, (Jakarta: Qisthi Press, 2007), h.
16
15
Abdurrahman Umairah, Wanita-Wanita Penyebab Turunnya Ayat, (Solo: CV Pustaka
Mantiq, 1993), h.42
29

Setelah Umar menemui Abu Bakar dan menceritakan kecemasan

nya mengenai nasib putrinya, Hafsah agar Abu Bakar bersedia menerima

Hafsah sebagai istri. Akan tetapi betapa kecewanya Umar ketika dalam

pertemuannya dengan Abu Bakar tidak berbicara sama sekali, bahkan

mengalihkan pembicaraan lain. Habislah sudah kesabaran Umar. Dari

rumah Abu Bakar ia pergi ke rumah Utsman bin Affan RA, yang ketika itu

belum lama di Ruqayyah binti Muhammad saw.

Setelah menemui Utsman, Umar pun mengatakan apa yang ingin

disampaikan sama seperti Umar menyampaikan kepada Abu Bakar,

setelah selesai menyampaikan lalu Utsman pun meminta waktu untuk

dapat memberi jawaban mengenai soal itu. Akan tetapi beberapa hari

kemudian Utsman memberi jawaban “Sekarang saya belum ingin

mempunyai istri.” Akhirnya Umar pun kecewa untuk kedua kalinya.

Akhirnya Umar pun bejalan keluar dan menuju kediaman Rasulullah saw,

setelah mengutarakan keinginan nya kepada Rasulullah saw seperti yang

sudah Umar sampaikan dengan Utsman bin Affan dan Abu Bakar Ashidiq,

dengan hati yang gembira Rasulullah saw pun memberikan jawaban yang

membuat Umar sangat gembira, langsung lah tanpa bimbang ragu ia

berdiri menjabat tangan beliau seraya bersyukur atas kesediaan beliau

menikahi putrinya Hafsah.

Umar pun meninggalkan kediaman Rasulullah saw menuju

kediaman Abu Bakar dan Utsman memberitahukan apa yang telah menjadi

keputusan Rasulullah saw. Akhirnya dua sahabat itu kemudian pergi


30

Bersama-sama menuju kediaman Aisyah RA, untuk memberitahu rencana

pernikahan Hafsah dan Rasulullah saw. Beberapa hari kemudian

berlangsunglah pernikahan Rasulullah saw dan Hafsah binti Umar, yaitu

pada bulan Sya‟ban tahun ke 3 Hijriah.16

5. Zainab binti Khuzaimah R.A

Zainab binti Khuzaimah sering di sebut Ummul Masakin, (ibunya

orang-orang miskin) karena Zainab sering sekali memberikan makanan

kepada kaum miskin dan dhuafa. Beberapa lama setelah Rasulullah saw

menikahi Hafsah, keluarga beliau bertambah lagi dengan seorang istri

bernama Zainab binti Khuzaimah bin al-Harits RA, tidak banyak informasi

yang diberitakan oleh para penulis sejarah islam klasik mengenai

pernikahan keduanya. Hanya beberapa riwayat dan itu pun tidak lepas dari

perbedaan bahkan saling berlawanan. Hal itu antara lain karena masa

kekeluargaannya yang singkat dengan Rasulullah saw, disebabkan oleh

penyakit yang mengakibatkan kematiannya.

6. Ummu Salamah binti Zadir Rakab R.A

Tempat tinggal “Ummul Masakin” di rumah kediaman Nabi sudah

kosong, lama tidak berpenghuni hingga saatnya Rasulullah saw menikah

lagi dengan Ummu Salamah, wanita anggun dan cantik. Sebagaimana di

riwayatkan oleh Ibnu Sa‟ad “Ummu Salamah pernah mengatakan bahwa:

“Rasulullah saw menikahiku, lalu aku pindah ke tempat bekas kediaman

Zainab binti Khuzaimah.

16
Al-Hamid Al-Husaini, Baitun Nubuwah: Rumah Tangga Nabi Muhammad, (Jakarta:
Pustaka Hidayah, 1993), h. 133
31

Kehadirannya ditengah keluarga Nabi ternyata menimbulkan

kecemasan dan kerisauan pada dua orang istri Rasulullah saw yang masih

muda-muda yaitu Aisyah dan Hafsah. Karena Ummu Salamah madu

mereka yang baru, seorang wanita yang walaupun tidak semuda mereka

tetapi berparas cantik, berasal dari keturunan mulia, anggun dan cerdas.

Pernikahan Rasulullah saw dengan Ummu Salamah terjadi di bulan

Syawal tahun ke 4 Hijriah.

7. Zainab binti Jahsy R.A

Kurang lebih setahun setelah Ummu Salamah menjadi keluarga

Nabi, datang lagi keluarga beliau yang baru, yang akan menjadi sasaran

kecemburuan Aisyah lebih dari yang lain, pengantin baru itu ialah Zainab

binti Jahsy. Seorang wanita muda, berparas cantik, lagi berdarah

bangsawan. Ibunya bernama Umaimah binti Abdul Muthalib, bibi Nabi

saw.

8. Juwairiyah binti Huyaiy R.A

Setelah Rasulullah saw menikahi Zainab binti Jahsy, beliau sibuk

menghadapi tugas-tugas kewajiban yang penting dan besar, yaitu selama

pertengahan kedua tahun ke 5 Hijriah. Akhirnya ayahnya Juwairiyah

memeluk agama Islam dengan mengikrarkan dua kalimat syahadatdi

depan Rasulullah saw. Seketika itu beliau melamar putrinya kemudian

memberi mahar (mas kawin) 4000 dirham.

Pernikahan Rasulullah saw dengan Juwairiyah pada tahun ke 6

Hijriah, cepat tersebar di kalangan penduduk Madinah. Mereka


32

mendoakan wanita yang memperoleh kemuliaan melalui pernikahannya

dengan Rasulullah saw. Pernikahan Juwairiyah dengan Rasulullah saw

sungguh berdampak sosial sangat positif, baik bagi dirinya sendiri maupun

bagi kaumnya.

Juwairiyah dikarunai usia Panjang. Ia hidup hingga masa

kekuasaan dinasti Bani Ummayah terkonsolidasi mantap dan kuat, yaitu

awal pertengahan kedua abad ke 1 Hijriyah. Juwairiyah wafat dalam usia

70 tahun, mengenai tahun wafatnya ada yang mengatakan 50 Hijriah dan

ada pula yang mengatakan tahun 56 Hijriah.

9. Shafiyyah binti Huyaiy R.A

Awal tahun ke 7 Hijriah ditandai dengan kesiagaan kaum msulimin

untuk menghadapi peperangan menentukan di kendang kaum Yahudi

Khaibar. Pada pertengahan kedua bulan Muharram tahun ke 7 Hijriah

Rasulullah memimpin pasukan dengan kekuatan cukup besar berangkat ke

Khaibar, semua benteng di Khaibar dapat direbut satu demi satu, kekayaan

dan tanah-tanah perkebunan mereka disita sebagai rampasan perang

termasuk kaum wanitanya.17

Di antara para wanita Yahudi itu terdapat seorang yang dihormati

oleh kaumnya, bernama Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab, keturunan

Nabi Harun a.s saudara Nabi Musa a.s ibunya bernama Brrah binti

Syamwal. Ketika itu usianya baru 17 tahun akan tetapi meskipun masih

muda ia sudah menikah dua kali. Suami pertama bernama Salam bin

17
Sesuai dengan hukum perang yang berlaku pada masa itu di semua negeri
33

Misyka, seorang prajurit berkuda terkenal dan juga seorang penyair. Suami

keduanya ialah kinanah bin Ar-Rabi bin Abil Haqiq, pemimpin kaum

Yahudi yang bermukim di dalam benteng “Qumush” benteng terkuat di

Khaibar.

Setelah memenangkan perang Khaibar, Rasulullah saw pulang ke

Madinah membawa berbagai macam rampasan perang. Di tengah

perjalanan beliau menikah dengan putri pemimpin Yahudi Khaibar,

Shafiyyah binti Huyay.

10. Ummu Habibah binti Abu Sufyan R.A

Setelah memenangkan peperangan Khaibar tersebut Rasulullah

saw dan pasukannya kembali pulang, di pertengahan jalan bertemu dengan

Ja‟far bin Abi Thalib (saudara sepupu) berada di tengah kerumunan orang,

beliau segera turun dari tunggangannya, dipeluk dan dicium keningnya

sedemikian mesra. Kemudian Ja‟far pun menyalami satu demi satu dari 16

orang sahabat yang baru kembali ke Habasyah. Dia antara 16 orang itu ada

beberapa orang wanita, termasuk di dalamnya Ummu Habibah binti Abi

Sufyan bin Harb, puteri seorang pemimpin Quraisy yang gigih memusuhi

Nabi, Islam dan kaum muslimin.

Sebagaimana diriwayatkan oleh berbagai sumber, Ummu Habibah

adalah istri Rasulullah saw yang pernikahannya dilakukan secara tidak

langsung, yakni melalui seorang wakil. Ketika itu Rasulullah saw berada

di Madinah, sedangkan Ummu Habibah yang ditinggal oleh suaminya di

tanah rantau, masih berada di Habasyah mempertahankan keimanannya.


34

11. Mariyah Al-Qibhtiyyah R.A

Tidak telalu jauh dari perumahan para Ummu Mu‟minin terdapat

sebuah rumah yang dihuni oleh itri Rasulullah saw yang statusnya tidak

sama dengan istrinya yang lain. Akan tetapi ia beruntung daripada istrinya

Nabi lain, karena ia melahirkan putera beliau yang bernama Ibrahim.

Istri beliau ini tidak tinggal di perumahan keluarga Nabi yang

terletak dekat masjid Nabawi. Ia tinggal di sebuah dataran tinggi Mesir,

dikenal dengan nama Hifin dekat kota kuno Ashina yang terletak sebelah

timur bengawan Nil, Mariyah dilahirkan. Ayahnya seorang Qibthiy (mesir

asli) bernama Syam‟un, sedangkan ibunya berdarah Romawi dan

beragama Nasrani.18

Pada tahun ke 7 Hijriah Rasulullah saw Bersama kaum muslimin

pulang dari Hudaibiyah, setelah menandatangani perjanjian gencatan

senjata dengan pihak musyrikin Quraisy. Tidak lama setiba kembali ke

Madinah beliau menerima kedatangan Hathib bin Balta‟ah yang membawa

jawaban Muqauqis dan dua orang yang di hadiahkan kepada beliau serta

barang-barang lainnya, beliau tidak menikahi kedua wanita itu, hanya

Mariyah sedangkan sirin beliau hadiahkan kepada Hasan bin Tsabit.

Tersiarlah kabar bahwa Rasulullah mempunyai seorang sariyyah,

seorang wanita muda dari Mesir, berwajah manis, berambut kriting dan

berpenampilan menarik, wanita dari negri Nil yang di hadiahkan oleh

penguasa Qibth kepada beliau. Para istri beliaupun mendengar kabar

18
Al-Hamid Al-Husaini, Baitun Nubuwah: Rumah Tangga Nabi Muhammad, ….. h. 226
35

demikian, atas kebijakan beliau Mariyah sementara dititipkan di rumah

Haritsah bin Nu‟man, tidak seberapa jauh dari masjid Nabawi.

12. Maimunah binti Al-Harits R.A

Awal mula pernikahan Rasulullah dengan Maimunah r.a adalah

ketika beliau saw di Makkah, dan beliau tidak beroleh perpanjangan waktu

di Makkah, akhirnya memerintahkan rombongan kaum muslimin supaya

segera meninggalkan Makkah, sedangkan Barrah akan segera menyusul

diantar oleh bujang Al-Abbas, Abu Rafi‟. Tidak seberapa jauh dari

pinggiran kota Makkah, di sebuah tempat dekat Tan‟im bernama Sirf,

Rasulullah saw Bersama rombongan berhenti, menyambut kedatangan

Barrah yang menyusul.

Sejak itulah Barrah hidup di bawah naungan Rasulullah saw

sebagai Ummul Mu‟minin. Setelah istirahat seperlunya akhirnta beliau dan

rombongan melanjutkan perjalanan pulang ke Madinah, pada bulan

Syawwal tahun ke 7 Hijriah. Nama “Barrah” oleh beliau diganti dengan

“Maimunah” yang artinya “Wanita yang dikaruniai keberuntungan” nama

baru tersebut dipilih sesuai dengan waktu berlangsungnya pernikahan,

yaitu di saat-saat beliau Bersama kaum muslimin dapat berkunjung ke

Makkah untuk pertama kalinya semenjak tujuh tahun lalu, tanpa gangguan

dan aman.

Maimunah r.a hadir tengah keluarga Rasulullah saw dengan

perasaan puas dan bersyukur atas nikmat Islam yang dikaruniakan Allah

kepadanya. Serta beroleh kemuliaan menjadi istri Rasulullah saw.


36

Segala sesuatu yang dilakukan Rasulullah saw pasti dengan cinta

dan kesukaan, maka Rasulullah adalah makhluk yang menjadi panutan.


BAB III
CINTA MENURUT PANDANGAN ULAMA

Para ulama pun ikut andil dalam memaknai cinta ini. Karena setiap yang

bernyawa pasti membutuhkan cinta dan kasih sayang. Semua ulama mempunyai

pandangan dan pemahaman tersendiri akan tetapi hampir semua cinta yang

mereka maksud itu tertuju hanya untuk Allah semata.

Itulah pentingnya rasa cinta dalam kehidupan manusia baik dalam

menjalankan agamanya maupun dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya.

Tetapi al-Qur‟an mengajarkan bahwa cinta kepada selain tuhan tidak boleh

melebihi cinta kepada-Nya, atau cinta kepada selain Tuhan harus diarahkan untuk

mewujudkan cinta kepada-Nya.1

A. Pandangan Ulama Tafsir

Secara umum sudah diketahui, bahwa orang yang mencintai sesuatu

akan mengarahkan tenaga, kekuatan dan apa yang dimilikinya bahkan jiwanya

untuk tujuan yang diperjuangkan yaitu kekasihnya. Setiap hewan maupun

manusia, adalah sebagai instrument yang mampu menjaga keturunan mereka.2

Tidak ada salahnya jika manusia manfaatkan khazanah literatur tafsir

untuk menguak hakikat cinta dan keinginan untuk memiliki, sehingga tidak

akan terjadi saling berbeda faham dalam menyikapi kedua rasa tersebut serta

bisa menempatkan keduanya sesuai dengan proporsinya masing-masing.

Dalam berbagai ayat, Quraish Shihab mengidentifikasi bentuk-bentuk

cinta yang tertanam disetiap diri seorang muslim, dikaruniakan kepada mereka
1
Tebba Sudirman, Tafsir Al-Qur‟an Nikmatnya Cinta, (Ciputat: Pustaka Irvan, November
2006), Cet.1, h.2
2
M Quraish Shihab, Pengantin al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h.76

37
38

sebagai bekal dalam menjalani kehidupan yang mampu memberikan motivasi

untuk berkembang menuju kondisi yang lebih baik dan lebih terarah.

Dengan orientasi cinta sebagai obyek dan prioritas yaitu menjadikan

seluruh aspek cinta memiliki orbit yang berpusat pada cinta kepada Allah swt

sebagai pusat keimanan. Adapun karakter cinta yang harus dimiliki setiap

kaum muslim berdasarkan dari sebagian ayat-ayat al-Qur‟an adalah cinta yang

dimiliki tingkatan tertinggi kepada Allah swt lalu kemudian mencintai segala

sesuatu hanya karena-Nya. Dalam Al Qur‟an surah Al Imran 14

ِ ِ‫بو‬
ِ ‫ٱلفض َِّة َوٱل َخ‬ َّ ‫ٱلم َقنطَ َرةِ ِم َن‬ ِ ِ ِ ‫ت ِمن ٱلن‬ ِ َّ ‫ب‬ ِ ‫ُزيِّ َن لِلن‬
‫َنع ِم‬
ََٰ ‫ٱلم َس َّوَمة َوٱأل‬
ُ ‫يل‬ َ ِ ‫ٱلذ َى‬ ُ ‫ين َوٱل َق َٰنَطي ِر‬
َ ‫ِّساء َوٱلبَن‬
َ َ ‫ٱلش َه ََٰو‬ ُّ ‫َّاس ُح‬
ِ ِ َ ِ‫رث َٰذَل‬
ِ ‫وٱلح‬
ِ ‫ٱلم‬
‫ا‬ ُ ‫ٱلح يَ َٰوة ٱلدُّنيَا َوٱللَّوُ عن َدهۥُ ُح‬
ََ ‫سن‬ َ ‫ك َم َٰتَ ُع‬ َ َ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga).”

Redaksi ayat diatas menegaskan bahwa dalam setiap diri manusia

telah ditanam benih-benih cinta yang sewaktu-waktu bisa tumbuh ketika

menemukan kecocokan jiwa. Cinta dalam islam tidak dilarang, bahkan cinta

merupakan anugerah yang harus disyukuri dengan mengekspresikan dan

membinanya sesuai norma-etik syariat sehingga cinta tetap lurus menuju

ridha-Nya.

Cinta yang dianugerahkan oleh Allah swt kepada hambanya

sebagaimana yang terdapat dalam tafsir al-Misbah terdapat beberapa bentuk

sesuai dengan obyek yang dicintai yaitu; cinta kepada Allah, Nabi dan Rasul,

keimanan dan amal shalih, orang tua dan kerabat dekat, pasangan hidup dan
39

anak keturunan bahkan cinta terhadap kesenangan hidup, merupakan fitrah

manusia yang tertanam dalam diri mereka.

Cinta kepada Allah adalah tingkatan cinta yang tertinggi, yang

berbentuk pada keimanan, ketaatan, dan ibadah kepada-Nya, sedangkan

kecintaan seorang hamba pada selain-Nya adalah dalam rangka ketaatan dan

kecintaan kepada-Nya. Kecintaan kepada Allah adalah bentuk keimanan

seorang muslim, sehingga berdasarkan rukun iman, maka bentuk cinta ini

memiliki proritas yang pertama sedangkan kecintaan kepada Rasul adalah

sebagai dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan dengan kecintaan

kepada Allah (QS.Al-Imran:31)

‫غفر لَ ُكم ذُنُوبَ ُكم َوٱللَّوُ غَ ُف ْوَر َّرِح ْي َم‬


ِ ‫قُل إِ ن ُكنتم تُ ِحبُّو َن ٱللَّو فَٱتَّبِع ونِي ي ِحب ُكم ٱللَّو وي‬
ََ ُ ُ ُ ُ َ ُ
Katakanlah “Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu Allah maha
pengampun lagi maha penyayang.”

Di dalam tafsir al-Misbah, Quraish Shihab tidak memberikan

gambaran tentang urutan cinta secara rinci, maka urutan cinta dalam skripsi

ini lebih berdasarkan keterkaitan antar ayat bermuatan nilai-nilai cinta, dan

urutan-urutan tersebut dalam rangka memudahkan pembahasan, maka setiap

bentuk cinta selain cinta kepada Allah swt dan Rasul pada dasarnya memiliki

posisi yang setara dalam diri setiap muslim. Kekuatan cinta mampu

mendorong manusia dalam menjalankan segala kewajiban di dunia ini,

termasuk menyiapkan generasi-generasi yang tangguh dan kokoh melalui

jalur pendidikan, yang berorientasi pada pengembangan potensi dasar yang

terdapat di setiap diri anak.


40

Ciri yang paling luar biasa dari mereka yang telah mengabdikan diri

kepada Allah untuk mendapatkan ridha-Nya dan meraih cita-cita untuk dapat

mencintai dan dicintai-Nya adalah bahwa mereka tidak pernah mengharapkan

imbalan apapun baik material maupun spiritual.3 Seperti yang diketahui

bahwa kisah cinta antara yusuf dan zulaikha ada dalam Al-Qur‟an ketika

Allah swt menceritakan seorang istri raja mesir yang mengekspresikan

cintanya terhadap Yusuf as. Suatu ekspresi yang tidak hanya diungkapkan

dengan kata-kata dan rayuan namun ekspresi yang sanggup menguji keimanan

Yusuf as untuk terjerumus dalam kemaksiatan. Besarnya cinta Zulaikha

terhap Yusuf as sehingga mampu menguji keimanannya.

Tentu saja ujian yang dimotivasi oleh cinta bukanlah hal yang biasa.

Meskipun Yusuf as itu adalah seorang manusia biasa yang sama-sama

mempunyai hasrat seperti manusia biasa lainnya, namun beliau adalah

seorang nabi yang Allah bekali dengan kesempurnaan parasyang menawan,

kesempurnaan ilmu dan keimanan.

Cinta adalah kekuatan terbesar di semesta, lebih dari sekedar

penyembuh kalbu. Cinta adalah wahana keagungan-Nya, sarana kasih sayang-

Nya.Cinta mengusung pemahaman dan kedekatan, kearifan serta

kenyamanan. Ungkapkan cinta dalam do‟a karena doa adalah pembasuh

kalbu, karena ia membawa manusia ke dalam aliran cinta yang menyucikan,

yang mengalir di inti penciptaan, aliran “Allah mencintai mereka dan

merekapun mencintai-Nya.”

3
Fethullah Gulen, Cinta dan Toleransi, (Ciputat: Bukindo Erakarya Publishing, 2011),
h.103
41

B. Pandangan Ulama Sufi

1. Rabi’ah Al-Adawiyah

Cinta menurut kaum Sufi adalah seseorang yang mencinta manusia

untuk mendapatkan cinta-Nya, Mereka datang untuk merasakan manisnya

keadaan cinta ini dalam hakikat keberadaan mereka. Cinta inilah yang

senantiasa menarik kembali manusia kepada-Nya.

Tugas seorang pejalan ruhani adalah berupaya untuk tetap berada

dalam lingkaran cinta itu, memerangi ego yang berusaha menjauhkan.

Perlahan manusia semakin sadar akan lingkaran cinta, akan cinta-Nya

pada manusia yang sesungguhnya merupakan substansi dari kebutuhan

manusia akan pencipta-Nya Secara bertahap manusia merasakan

kedekatan-Nya dan menyadari bahwa rasa itu selalu ada. Cinta

membiarkan manusia melupakan-Nya, Dalam kehidupan manusia menjerit

menyeru-Nya, dalam tangis manusia datang kepada-Nya. Kemudian

manusia menyadari, air mata adalah kedekatan, dan kedalaman rindu

adalah derajat keintiman manusia dengan-Nya.4

Masing-masing orang akan mengalami kontradiksi cinta,

mengenali manis pahitnya, kebahagiaan dan kehancurannya. Akan tetapi,

lingkaran cinta mendahului awal dan menyudahi akhir. Disanalah cinta

mengenali dirinya dan kita merupakan bagian dari pengenalan ini. “Dia

mencintai mereka, dan mereka mencintai-Nya,” adalah inti dari kalbu

4
Lyewellyn Vaughan Lee, Lingkaran Cinta Sufi, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2003), h.14
42

manusia, dan aroma jiwanya. Memasuki lingkaran cinta berarti memasuki

ikatan suci yang memberi makna pada kehidupan.

Cinta dalam bahasa arab disebut al-hubb dalam dunia sufi sering

disebut dengan al-mahabbah. Mahabbah adalah perasaan kedekatan

dengan tuhan melalui cinta. Orang yang jiwa nya telah mencapai pada

tingkatan mahabbah maka terisi oleh kasih sayang dan cinta kepada Allah,

sehingga tampak tidak ada lagi celah untuk mencintai yang lainnya seperti

Rabi‟ah al-Adawiyah. Cinta memancarkan kekuatan inovasi yang disebut

dengan “manifestasi” kaum sufi dalam setiap perkataan mereka, dan

“visi” para penyair dalam puisi-puisi kaum sufi.

Dalam pembacaan tasawuf, kecintaan kepada Allah adalah puncak

perjalanan manusia, puncak tujuan seluruh maqam, setelah mahabbah

(cinta), tidak ada lagi maqam lain kecuali buah mahabbah itu, seperti

syauq (kerinduan), uns (kemesraan), dan rida. Tidak ada maqam sebelum

mahabbah kecuali pengantar-pengantar kepadanya, seperti tobat, sabar dan

zuhud. Pengikut Tasawuf sepenuhnya yakin bahwa mengenal Allah adalah

pintu kecemerlangan dan kebaikan serta dasar kebahagiaan dunia dan

akhirat. Kaum sufi menganggap sebagai mahabbah sebagai modal utama

sekaligus muhibbah dari Allah untuk menuju jenjang tujuan yang lebih

tinggi.

Mahabbah menurut arti bahasa adalah saling cinta-mencintai.

Dalam kajian Tasawuf, mahabbah berarti mencintai Allah dan

mengandung arti patuh kepada-Nya dan membenci sikap yang melawan


43

kepada-Nya, mengosongkan hati dari segala-galanya, kecuali Allah, serta

menyerahkan seluruh diri kepada-Nya.

Rabiah lahir di Basrah, pada saat kejayaan kota tersebut, dari

keluarga yang taat, di sebuah perkampungan kumuh. Sejak kecil dia yatim

piatu, ia pernah diculik dan dijual enam keping perak, dan dia hidup

menjadi budak.5 Konsep cinta menurut Rabi‟ah Al-Adawiyyah adalah

Cinta Allah (Mahabbatullah) dalam kerinduannya terhadap ilahi.

Menyempurnakan dan meningkatkan versi zuhud, al-Khauf wa Raja‟ dari

tokoh Sufi, Hasan Al-Basri (w. 110 H). Cinta yang suci murni adalah lebih

tinggi dan lebih sempurna dari pada al-khauf wa Raja‟ (takut dan

pengharapan) karena cinta yang suci murni tidak mengharapkan apa-apa

dari Allah, kecuali rida-Nya. Menurut Rabi‟ah Adawiyah al-hubb itu

merupakan cetusan dari perasaan rindu dan pasrah kepada-Nya. Perasaan

cinta yang menyelinap dalam lubuk hati Rabi‟ah Adawiyah menyebabkan

dia mengorbankan seluruh hidupnya untuk mencintai Allah.

Rabi‟ah adalah Sufi pertama yang memperkenalkan konsep

mahabbah. Dalam syair-syairnya Rabi‟ah menjelaskan bahwa dirinya

mencintai Allah swt dengan dua bentuk cinta: yaitu cinta yang disebut

hawa nafsu, dan cinta yang karena memang Allah pantas untuk dicintai.

Dalam konsep mahabbah Rabi‟ah ini menurut Al-Ghazali, seorang hamba

dapat meraih makrifat jika seseorang sudah mencintai Allah. Rabi‟ah

dengan konsep mahabbahnya dapat meraih derajat makrifat. Dan

5
Widad el Sakkakini, Pergulatan Hidup Perempuan Suci Rabi‟ah Al-Adawiyah, (Surabaya:
Risalah Gusti2000), Cet.2, h.xvii
44

meluaplah rasa cinta yang mendalam kepada Allah, dan Allah mencintai

hamba-Nya seperti kecintaan Rabi‟ah.6

Rabi‟ah dalam cintanya yang „sejati‟ mengartikan sebagai hanya

cinta milik Allah beserta kebajikan kemurahan hati-Nya, artinya mencintai

dia untuk keindahan dan kebagusan-Nya yang dijadikan-Nya jelas bagi

Rabi‟ah untuk melihat. Dan hal itu lebih tinggi dari dua jenis cinta.

Kemudian Abu Hamid al-Ghazali (w.505 H/1111 M) juga menyebutkan

juga menyebutkan makrifat berbarengan dengan mahabbah karena

mahabbah timbul dari makrifat. Tetapi mahabbah baginya bukan

mahabbah yang di ucapkan Rabi‟ah al-Adawiyah (w.185 H/801 M). Bagi

al-Ghazali Mahabbah ialah cinta seseorang kepada yang berbuat baik

kepadanya, cinta yang timbul dari kasih dan rahmat Tuhan kepada

manusia yang memberi manusia kehidupan, rezeki, kesenangan dan

sebagainya. Makrifat artinya pengetahuan, maksudnya pengetahuan

tentang Tuhan dari dekat, sehingga hati dan sanubari dapat melihat Tuhan.

makrifat dapat ditemukan dasarnya dalam hadis dan al-Qur‟an.7

Dikalangan sufi ada perbedaan pendapat mengenai kedudukan

makrifat, yaitu apakah hal (kondisi spiritual) ataukah maqam (jenjang

spiritual). Abdul Qasim bin Muhammad al-Junaid (w.298H/910M)

berpendapat bahwa makrifat adalah hal. Sedangkan abdul Qasim Abdul

Karim Hawazin al-Qusayairi berpendapat bahwa makrifat adalah maqam.8

6
Al-Barsany, Tasawuf Tarekat dan Para Sufi, h. 147
7
Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik “Jembatan Menuju Makrifat”, (Jakarta: Prenada
Media, 2004), h.86
8
Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik, h.84
45

Cinta Rabi‟ah kepada Allah begitu memenuhi seluruh jiwanya

sehingga ia menolak seluruh tawaran untuk menikah. Dia mengatakan

dirinya adalah milik Allah yang dicintainya. Oleh karena itu, siapa saja

yang ingin menikahinya harus meminta izin dahulu kepada-Nya.Ada yang

bertanya kepadanya “Apakah engkau mencintai Nabi Muhammad? Ia

menjawab “Saya cinta kepada Nabi Muhammad, tetapi cintaku kepada

khalik memalingkan diriku dari cinta kepada makhluk.”

2. Jalaluddin Rumi

Nama lengkapnya adalah Jalaluddin Muhammad ibn Muhammad

al-Bakhi (606-672 H). Beliau adalah seorang sufi besar, dan ahli sufi yang

terkenal dengan bait-bait puisi nya yang indah dan menyayat hati yang ia

ambil dari pengalaman religi dan spiritualnya. Menurut Rumi, yang

pertama kali diciptakan oleh tuhan adalah cinta. Rumi berpendapat bahwa

cinta adalah kekuatan kreatif yang fundamental. Cintalah menurut Rumi

yang memberikan kesatuan partikel-partikel materi, yang membuat

tumbuh-tumbuhan hidup dan hewan berkembang biak.9

Menurut rumi ada dua ajaran yang sangat menonjol pada tasawuf,

yaitu cinta dan kearifan. Dimana menurut Rumi adalah tokoh yang

terkemuka dalam hubungannya dengan ajaran pertama, yaitu cinta. Dalam

karya-karya Rumi cinta menjadi tema sentral. Kita akan mudah

menemukan ajaran-ajaran cinta dalam tiap karya Rumi, terutama dalam

9
Mulyadhi Kartanegara, Renungan Mistik Jalal al-Din Rumi, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1987),
h.54-55
46

Diwan. Didalam pengertian nya Rumi menempatkan cinta pada Tuhan

menjadi prinsip ajarannya.10

Rumi menjelaskan bahwa cinta adalah sesuatu yang sakral dan

agung, ia tidak diperoleh dari luasnya pengetahuan yang dimiliki

seseorang. Konsep mahabbah menurut rumi adalah rasa cinta yang tidak

diliputi oleh rasa takut atas siksa-Nya, akan tetapi bertujuan untuk melihat-

Nya senang dengan keindahan-Nya yang azali.11

Kearifan memang merupakan ajaran umumnya para sufi, tidak

hanya Rumi, semua semua sufi memiliki kearifan. Ia identik dengan

sufisme. Maka seorang sufi yang tidak memiliki kearifan, akan diragukan

kesufiannya. Karena bagi seorang sufi seperti Jalaludin Rumi, kearifan

adalah adalah wujud dari iman. Menurut R.A Nichloson Tasawuf

Mengenal Cinta Ilahiah (terj.A.Nashir Budiman), cinta yang

menyembuhkan kebanggaan dan kesombongan, serta obat bagi seluruh

kelemahan diri.

Menurut ulama sufi mencintai manusia pada hakikatnya sama

denga mencintai Tuhan. Karena manusia dan alam jagat ini adalah salah

satu perwujudan-Nya.

10
Jalaluddin Rumi, Kearifan Cinta, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2001), h.xvi-xvii
11
Al-Barsany, Tasawuf Tarekat dan Para Sufi, h.190
BAB IV
KAJIAN HADIS-HADIS CINTA DALAM RUMAH TANGGA

RASULULLAH SAW

Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat memenuhi

kebutuhannya, lahir dan batin, tanpa bantuan orang lain. Dari sini diperlukan kerja

sama serta interaksi. Namun demikian semakin dekat hubungan, semakin banyak

tuntutan, dan semakin tidak mudah untuk memeliharanya. Termasuk dalam hal ini

hubungan pernikahan. Masalah ini tidak semudah apa yang diduga orang,

hubungan ini bukan angka-angka yang dapat dihitung atau diprediksi.

Membangun rumah tangga tidak semudah membangun rumah, menyusun

bata di atas bata. Tidak juga seperti membuat tanaman, merangkai bunga di

samping bunga, apalagi seperti memasukan binatang kedalam kandang. 1 Akan

tetapi dalam rumah tangga kita sebagai manusia dapat mengolahnya dengan baik

sehingga terhindar dari kekerasan dan hal-hal yang dapat membuat rumah tangga

berantakan.

A. Hadis Suami Istri Mandi Bersama

Salah satu bukti kecintaan Rasulullah terhadap istrinya juga adalah

mandi Bersama. Rasulullah saw bersabda:

ِّ ‫الزْى ِر‬
‫ي عَ ْن ُع ْرَو َة‬ ٍ ْ‫ال َح َّد ثَ َنا ابْ ُن أَبِي ِذئ‬
ُّ ‫ب عَ ْن‬ ٍ َ‫آد ُم بْ ُن أَبِي إِي‬
َ َ‫اس ق‬ َ ‫َح َّد ثَ َنا‬

Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas berkata, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi'b dari Az Zuhri dari 'Urwah dari
Aisyah ia berkata “Aku mandi bersama Nabi SAW dari satu bejana, dari
sebuah bejana yang di sebut faraq.”2

1
M Quraish Shihab, Pengantin Al Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2015), Cet 1, h.11
2
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bāri, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), h.399

47
48

ُ ‫( لب ُل نوُ انفر‬yang disebut faraq) dalam riwayat imam malik dari Az-
‫ق‬

Zuhri terdapat tambahan lafaz ‫“ مه انجنبثخ‬dari junub”, yakni sebab junub. Ibnu

Atsir berkata, “Apabila dibaca Al-Faraq maka yang dimaksud adalah suatu

bejana dengan isi sebanyak enam belas rithl. Apabila dibaca Al-Faraq, maka

yang dimaksud adalah suatu bejana dengan sebanyak dua puluh rithl. Namun

perkataan Ibnu Atsir ini tidak terkenal (gharib).

Aisyah memperkirakan isi bejana tersebut tersebut sebanyak 8 rithl.

Namun yang shahih adalah pendapat pertama, karena perkiraan tersebut tidak

bisa mengalahkan ukuran yang ditetapkan dengan pasti. Pendapat yang

mengatakan bahwa 1 faraq adalah 3 sha‟ dikuatkan oleh hadis yang

diriwayatkan oleh Ibnu hibban dari Atha dari Aisyah dengan lafadz, “dengan

ukuran 6 qisth”. Tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka, bahwa 1

faraq sama dengan 16 rithl, jadi benar bahwa 1 sha‟ adalah 5/3 rithl.3

Ad-Dawudi berargumentasi dengan Hadits ini untuk membolehkan

seorang suami meihat aurat istrinya, demikian juga sebaliknya. Ini diperkuat

dengan apa yang diriwayatkan Ibnu Hibban melalui Sulaiman bin Musa ketika

ditanya tentang soerang suami melihat kemaluan istrinya.

B. Hadis Membantu Pekerjaan Istri

Di antara nilai kebaikan yang ada pada diri Rasulullah saw dalam

hubungannya dengan istri-istrinya adalah bantuan beliau terhadap istrinya

dalam rumah tangga meskipun banyak beban yang di pikulnya.

3
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bāri,……. h.400
49

ِ ِ ِ ُ ْ‫عَن َاالسو ِاد بن ي ِزي َد ساَل‬


‫صنَ ُع‬ َ ‫ت َعائ َشةَ َرض َى اهللُ عَ ْن َها َم ا َكا َن النَّبِى‬
ْ َ‫صلَى اهللُ عَلَيْو َو َسلَ َم ي‬ َ ْ َ ْ َْ ْ
ِ
‫ كاَ َن يَ ُك ْو ُن فِى م ْهنَ ِة اَ ْىلِوِ فاذَا َس ِم َع االذَا َن َخ َر َج‬: ‫ت‬
ْ َ‫ال بَ ْي ِت؟ قَال‬
Dari Al Aswad bin Yazid, aku bertanya kepada Aisyah RA, “Apakah yang
biasa di kerjakan Nabi dirumah? Dia menjawab, “Beliau biasa melakukan
pekerjaan keluarganya, dan apabila mendengaar adzan beliau keluar.”4

Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa beliau seperti manusia

biasa: mencuci pakaian, memerah susu, kambing dan melayani dirinya sendiri.

Beliaupun menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sendalnya, dan

mengerjakan sebagaimana yang dikerjakan orang lain di rumahnya.5

Ibnu Hajar mengatakan, “Dalam hadis itu disebutkan kata mihnah

yang mempunyai arti bahwa Nabi melayani keluarganya. Kata mihnah yang

ditafsiri dengan Khidmah (pelayan) adalah tafsiran dari Adam ibn Abi Iyas,

guru Imam Bukhari. Rasulullah saw melayani keluarganya karena beliau

adalah orang yang paling baik dalam bergaul dengan mereka, bukan karena

tidak memiliki pelayan. Orang yang mempelajari sejarah kehidupan Nabi saw

akan menemukan beberapa kitab-kitab sirah menyebutkan mengenai lebih

dari sepuluh pembantu perempuan dan ini belum ditambah pembantu-

pembantu laki-laki.6

C. Hadis Tidur dipangkuan Istri yang sedang Haid

Nabi selalu berlaku lembut dan penuh cinta kepada istrinya dalam

keadaan apapun. Ketika Aisyah haid, beliau tidak merasa risih berada di dalam

kamarnya, beliau membaca al-Qur‟an sambil tidur di pangkuan Aisyah, malah

4
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bāri, …… h.562
5
Abdussami‟ Al-Anis, Pelajaran Berharga dari Rumah tangga Rasulullah, (Bekasi:
Maknakata Publishing, 2012), h.39
6
Lihat Ibnu Atsir, Usd al-Ghabah fi Asma Ash-Shahabbah. Ibnu Said, ath-Thabaqat al-
Kubra, 1/497, Ibnu Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, 5/315
50

beliau membaca al Qur‟an sambil bertelekan (menumpukan tangan). Begitu

pula semua istri Nabi. Dengan tanggap mereka menyambut perlakuan Nabi itu

dengan sambutan yang tidak kalah lembutnya. Aisyah berkata, “Saat itu

Rasulullah saw sedang dalam peperangan. Setiba di rumah, aku segera

menyambutnya, kupegang tangannya dan ku katakan, “Segala puji bagi Allah

yang telah menolongmu, memenangkanmu, dan memuliakanmu.”7

‫صلَّي اهللُ عَلَيْوِ َو َسلَّ َم كاَ َن يَ ّت ِك ُ ُ فِي‬ َّ ‫أن َعائِ َشةَ َح َّد ثَ ْت َه ا أ‬
َ ‫َن النَّبِ َّي‬ َّ َ‫َن أُمَّةُ َحدَّثَ ْت ُو‬َّ ‫ص ِفيَّةَ أ‬
َ ‫ص ْوِربْ ِن‬
ُ ْ‫عَ ْن َمن‬
‫ض ثُ َّم يَ ْق َرأُ ال ُق ْرآ َن‬ٌ ِ‫َوأَنَا َحائ‬
Telah diriwayatkan dari Manshur bin Shafiyah bahwasanya Ibunya
menceritakan kepadanya, Aisyah bercerita kepadanya “Sesungguhnya
Nabi SAW biasa bersandar di pangkuanku sementara aku dalam keadaan
haid, kemudian setelah itu beliau SAW membaca Al-Qur‟an.”8

Adapun hubungan riwayat ini dengan hadits Aisyah adalah dari sisi

bahwa wanita yang membawa Al-Qur‟an dengan cara memegang pengikatnya

(tanpa menyentuhnya) adalah sama dengan wanita haid yang hafal Al-Qur‟an,

dimana ia juga membawa Al-Qur‟an dalam hatinya. Karena membawa mushaf

dapat mengurangi nilai penghormatan (terhadap Al-Qur‟an), sedangkan

“bersandar” menurut kebiasaan tidaklah dinamakan “membawa”.

‫( ثُ َّم ٌ ْمرأُ انمُرْ آن‬kemudian beliau SAW membaca Al-Qur‟an). Berdasarkan

riwayat ini maka yang dimaksud dengan bersandar pada hadis di atas adalah

meletakkan kepala di pangkuan istrinya (Aisyah). Ibnu Daqiq Al`Id berkata,

”Perbuatan ini merupakan isyarat bahwa wanita yang sedang haid tidak boleh

membaca Al-Qur‟an, sebab jika dibolehkan tentu tidak akan timbul suatu

7
Ibn al-Sani: 532
8
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bāri, ……. h.498
51

anggapan adanya larangan bagi seseorang membaca Al-Qur‟an sambil

menyandarkan kepala di pangkuannya.”.

Hadis ini juga menerangkan diperbolehkannya menyentuh wanita yang

sedang haid, karena badan dan pakaiannya adalah suci selama tidak terkena

najis. Hadis ini memberi keterangan bolehnya seseorang membaca Al-Qur‟an

di dekat tempat yang ada najis, sebagaimana yang di katakan oleh An-

Nawawi. Hadis ini juga merupakan dalil bolehnya seorang yang sakit

menyandarkan dirinya kepada wanita yang sedang haid apabila badan dan

pakaian wanita itu tidak najis, demikian yang dikatakan oleh Al-Qurtubi.

Tidak ada seorangpun yang berbeda pendapat bahwa orang yang

mencintai seorang, akan patuh kepada yang di cintainya. Dia akan selalu

berusaha untuk melakukan apa yang disenangi kekasihnya serta menjauhkan

apa yang di benci kekasihnya. Dengan demikian dia menemukan kelezatan

dan kenikmatan yang tak dapat dilukiskan.

D. Hadis Bersenda Gurau dengan Istri

Salah satu metode yang digunakan Rasulullah saw dalam menangani

masalah dalam keluarganya adalah dengan senyuman dan senda gurau, karena

dengan senyuman dan senda gurau akan merubah suasana. Metode senyum

dan senda gurau ini mampu membuat suasana menjadi suasana yang riang

serta mampu menghilangkan ketegangan yang dapat mengubah masalah

menjadi memuncak dan sulit diselesaikan.9

9
Abdussami‟ al-Anis, Pelajaran Berharga dari Rumah Tangga Rasulullah, (Bekasi,
Maknakata Publishing, 2012), h.79
52

‫صلَّي اهللُ عَلَيْوِ َو َسلَّ َم‬ ِ ِ ٍِ


َ ‫ا ْن َكا َن النّبِ ُّي‬:ُ‫س بْ َن َمالكَ رض َي اهللُ عَنْوُ يَ ُق ْول‬ ُ ‫س ِم ْع‬:
َ َ‫ت أَن‬ َ ‫ال‬ ِ ‫عَ ْن أ بِي ال تّ َّي‬
َ َ‫اح ق‬
‫يَا أبَاعُ َم ْي ٍرَما فَ َع َل ال نُّ َغ ْي ُر‬:‫صغِيْ ٍر‬ ِ ٍ ‫ول أل‬ ِ
َ ‫َخ لي‬ ُ ‫احتَّي يَ ُق‬َ َ‫لَيُ َخالظُن‬
Dari Abu At-Tayyah, Dia berkata: Aku mendengar Anas bin Malik R A
berkata, “Nabi S A W biasa bergaul dengan kami hingga pernah berkata
kepada saudaraku yang masih kecil “Wahai Abu Umair apa yang
dilakukan nughair (burung kecil).”10

Diantara bentuk kelembutan terhadap Aisyah adalah beliau sering

mencandai Aisyah dan membuatnya tertawa. Ketika malam tiba beliau juga

sering mengobrol untuk menyenangkan hatinya Cinta dan kelembutan adalah

rahasia kebahagiaan hidup rumah tangga, rumah tanpa cinta, bagaikan tubuh

tanpa ruh. Ketika penghuni sebuah rumah kehilangan cinta, hidup mereka

berada di ujung tanduk. Di atas pondasi cinta inilah rumah Nabi berdiri, cinta

yang memenuhi hati seluruh istrinya tanpa terkecuali. Bukan hanya cinta

sebagai seorang Nabi, tetapi cinta sebagai seorang suami yang sangat

berkesan. Suami yang ketika di rumah memberikan keteduhan dan ketika

pergi menyisakan

Rumah Nabi adalah rumah cinta. Semua istri beliau mencintai beliau

dengan tulus, sebagaimana beliau mencintai mereka semua. Mereka

memandang Nabi dengan pandangan takjub dan penuh pengagungan,

sedangkan Nabi memandang para istrinya dengan pandangan cinta dan kasih

sayang.11

Bagaimana kelembutan Nabi saw kepada semua istrinya, sungguh

tidak terlukiskan kata-kata, tidak henti-hentinya beliau mencandai mereka

dengan lembut, mencintai mereka dengan tulus, beliau tidur bersama mereka.

10
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bāri,……..h.420
11
Nizar Abzhah, Bilik-Bilik Cinta Muhammad, (Jakarta: Penerbit Zaman, 2009), h.330
53

Secara bergantian sesuai malam giliran masing-masing tidak ada yang di

istimewakan, tidak ada yang di abaikan. Semua di perlakukan serupa, semua

mendapatkan cinta dan kepuasan sama.

E. Takhrīj Hadīs

Secara etimologi kata Takhrīj berasal dari kata ‫خرج – ٌ ْخ ُر ُج – ُخرُو ًجب‬

mendapat tambahan tasydid/syiddah pada ra („ain fi‟il) menjadi ‫ ٌ ْخ ُر ُج تخرُوْ ًجب‬- ‫خرج‬

yang berarti menampakan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan dan

menumbuhkan.12 Maksudnya menampakan sesuatu yang tidak atau sesuatu yang

masih tersembunyi, tidak terlihat dan masih amatir, yang di karang oleh Mahmūd

Thahān dalam kitab Usūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd.13

Menurut istilah takhrīj adalah menunjukan asal beberapa hadis pada

kitab-kitab yang ada (kitab-kitab induk hadis) dengan menerangkan hukum atau

kualitasnya.14 Menurut Muhaditsin Takhrīj adalah menunjukan atau

mengemukakan letak asal pada sumbernya yang asli, yakni kitab hadis yang di

dalamnya dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing.15

1. Hadis Mandi Bersama

12
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2013), cet.ke 2, h.5
13
Mahmūd Thahān, Tasyīr Musthalah al-Hadīs, (Indonesia: Al-Haramain,tt) h.37
14
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, …… h.129
15
M.Agus Solahuddin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Jakarta: Pustaka Setia, tt), h.19
16
Arnold John Wensinck, Mu‟jam Al Mufahras Li Alfāż al Ḥadīṡ Al Nabawī, (Leiden:
Maktabah Barbal, 1963)
54

٦٤
a. Shahih Bukhari

ْ ‫ي عَ ْن ُع ْرَوةَ عَ ْن َعائِ َشةَ قَال‬


‫َت‬ ِّ ‫الزْى ِر‬
ُّ ‫ب عَ ْن‬ ٍ ْ‫ال َح َّد ثَ َنا ابْ ُن أَبِي ِذئ‬ َ َ‫اس ق‬ ٍ َ‫آد ُم بْ ُن أَبِي إِي‬
َ ‫َح َّد ثَ َنا‬
ُ ‫صلَّى اللَّوُ عَلَيْ ِو َو َسلَّ َم ِم ْن إِنَ ٍاء َو ِاح ٍد ِم ْن قَ َد ٍح يُ َق‬
‫ال لَوُ الْ َف َر ُق‬ ِ
َ ‫أَغْتَسلُ أَنَا َوالنَّبِ ُّي‬
Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas berkata, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi'b dari Az Zuhri dari 'Urwah
dari 'Aisyah berkata, "Aku pernah mandi bersama Nabi shallallahu
'alaihi wasallam dari satu ember terbuat dari tembikar yang disebut
Al Faraq."18

b. Shahih Muslim

‫ث َو َح َّد ثَ َن ا‬ ُ ْ‫ث َو َح َّد ثَ َن ا ابْ ُن ُرْم ٍح أَ ْخ بَ َرنَا اللَّي‬ ٌ ‫يد َح َّد ثَ َنا ل َْي‬ ٍ ِ‫ح َّد ثَ َن ا قُ ت ي بةُ بن سع‬
َ ُ ْ َْ َ َ
‫ قَالُوا َح َّد ثَ َن ا‬ ٍ ‫يد َوأَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَبِي َشيْبَةَ َو َع ْم ٌرو النَّاقِ ُد َوُزَى ْي ر بْ ُن َح ْر‬ ٍ ِ‫قُ ت ي بةُ بن سع‬
َ ُ ْ َْ َ
ُ
‫صلَّى اللَّوُ عَلَيْوِ َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫َت َكا َن رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ ْ ‫ي َع ْن ُع ْرَوةَ عَ ْن َعائِ َشةَ قَال‬ ُّ ‫ان كِ ََل ُى َما عَ ْن‬
ِّ ‫الزْى ِر‬ ُ َ‫ُس ْفي‬
ِ ‫اْلنَ ِاء الْو ِاح ِد وفِي ح ِد‬ ِ ِ ُ ‫ي ْغت ِسل فِي الْ َق َد ِح وىو الْ َف ر ُق وُك ْن‬
‫يث ُس ْفيَا َن‬ َ َ َ ِْ ‫ت أَغْتَسلُ أَنَا َو ُى َو في‬ َ َ َُ َ ُ َ َ
‫ال ُس ْفيَا ُن َوالْ َف َر ُق ثَََلثَةُ آصُ ٍع‬
َ َ‫ال قُ تَ ْيَبةُ ق‬ َ َ‫ِم ْن إِنَ ٍاء َو ِاح ٍد ق‬
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah
menceritakan kepada kami Laits lewat jalur periwayatan lain telah
menceritakan kepada kami Ibnu Rumh telah mengabarkan kepada
kami al-Laits lewat jalur periwayatan lain dan telah menceritakan
kepada kami Qutaibah bin Sa'id dan Abu bakar bin Abi Syaibah, Amr

17
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Miftah Al-Kunuz As-Sunnah Nabawi, (Leiden: Maktabah
Barbal, 1934)
18
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bāri, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), h.399
55

bin an-Naqid, Zuhair bin Harb mereka berkata, telah menceritakan


kepada kami Sufyan keduanya dari az-Zuhri dari Urwah dari Aisyah
dia berkata, "Rasulullah dahulu mandi dalam baskom, yaitu satu
faraq. Sedangkan saya pernah mandi bersama beliau dalam satu
bejana." Dan dalam hadits Sufyan, "Dari satu bejana". Qutaibah
berkata, "Sufyan berkata, 'Satu faraq adalah tiga Sha‟

c. Sunan An-Nasa‟i

19

Telah mengabarkan kepada kami Suwaid bin Nashr dia berkata; telah
menceritakan kepada kami Abdullah dari Ma'mar dari Az-Zuhri.
Dalam jalur periwayatan yang lain disebutkan; Dan telah
memberitakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dia berkata; telah
menceritakan kepada kami Abdur Razak berkata; Telah memberitakan
kepada kami Ma'mar dan Ibnu Juraij dari Az-Zuhri dari 'Urwah dari
Aisyah Radliyallahu'anha, dia berkata; " Aku pernah mandi bersama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari satu bejana, dan bejana
itu seukuran satu faraq."

d. Sunan Abu Daud

20

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah Al-Qa'nabi


dari Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah radliallahu 'anha

19
Abu Abd Ar-Rahman Ahmad bin Syu‟aib bin Sunan bin Bahr al-Khurasany An-Nasa‟i,
Sunan An-Nasa‟i, (Beirut: Al-Maktabah Ilmiyah.tt)
20
Abu Daud Sulaiman bin Asy‟at bin Ishaq bin Basyir, Sunan Abu Daud, (Beirut: al-
Maktabah al-Asyriyah)
56

bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa mandi


junub dengan air dari satu bejana, yaitu sebanyak satu Faraq. Abu
Dawud berkata; Dan diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah seperti hadits
Malik. Abu Dawud berkata; Ma'mar berkata; dari Az-Zuhri di dalam
hadits ini, Aisyah berkata; Saya bersama Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam biasa mandi dari satu bejana yang berisi air kira-kira
satu Faraq. Abu Dawud berkata; Saya pernah mendengar Ahmad bin
Hanbal berkata; Satu Faraq adalah enam belas ritl. Dan saya juga
pernah mendengarnya berkata; Sha' Ibnu Abi Dzi`b Adalah lima
pertiga ritl. Abu Dawud bertnya; Siapa yang mengatakan 8 ritl? Dia
menjawab; Yang demikian itu tidak terhafal. Abu Dawud berkata;
Saya juga mendengar Ahmad bin Hanbal berkata; Barang siapa yang
mengeluarkan zakat fitrah dengan ukuran lima pertiga ritl, maka
sudah terpenuhi. Ada yang bertanya; Kurma Shaihani itu berat. Dia
balik bertanya; Apakah kurma Shaihani itu lebih baik? Dia menjawab;
Tidak tahu.

e. Sunan Ad-Darimi

21

Telah mengabarkan kepada kami Ja'far bn 'Aun telah mengabarkan


kepada kami Ja'far bin burqan dari Az Zuhri dari 'Urwah dari Aisyah
radliallahu 'anha ia berkata: "Aku pernah mandi bersama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dengan satu bejana, (yang di maksud
adalah) al faraq (wadah yang menampung enam belas rithl) ".

f. Kesimpulan Takhrij

Setelah dilakukan Takhrīj hadis, dapat diketahui bahwa terdapat lima

hadis mengenai mandi bersama yang terdapat dalam lima sumber kitab.

Berdasarkan redaksi sanad hadis dari kelima hadis yang ditemukan bahwa

semuanya itu sama matan hadisnya meskipun dalam segi sanad berbeda

21
Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman, Sunan Ad-Darimi, (Daarl Mughni
Linnasyri wa Tauzii‟, 2000)
57

akan tetapi semua hadisnya sama-sama diriwayatkan oleh Aisyah, dan tidak

ada pertentangan pendapat dari segi maknanya.

Tabel 3.1

Sumber Kitab Bab Jumlah Hadis

‫خ‬ ‫نجبس‬,‫حٍض‬,‫غضم‬ 3, 2, dan 1 hadis

‫م‬ ‫حٍض‬ 5 hadis


‫ن‬ ‫غضم‬,‫طهبرح‬ 1 dan 2 hadis

‫د‬ ‫طهبرح‬ 2 hadis

‫دي‬ ‫وضىء‬ 1 hadis

2. Hadis Membantu Pekerjaan Istri


22
‫كيف كان يصنع رسول اهلل عليو وسلم‬
, , , , : ‫حم‬
a. Shahi Bukhari

َ َ‫َس َو ِد ق‬ ِ ِ
‫ْت‬
ُ ‫ال َسأَل‬ ْ ‫يم عَ ْن ْاأل‬ َ ‫ال َح َّد ثَ َن ا ال‬
َ ‫ْح َك ُم عَ ْن إ بْ َراى‬ َ َ‫ال َح َّد ثَ َن ا ُش ْعبَةُ ق‬ َ ‫َح َّد ثَ َن ا‬
َ َ‫آد ُم ق‬
َ‫َت َكا َن يَ ُك و ُن فِي ِم ْهنَ ِة أ َْىلِوِ تَ ْعِني ِخ ْد َمة‬
ْ ‫صنَ ُع فِي بَ ْيتِ ِو قَال‬ ِ
َ ‫َكا َن النَّبِ ُّي‬
ْ َ‫صلَّى اللَّوُ عَلَيْو َو َسلَّ َم ي‬
ِ‫ت الصَّ ََلةُ َخ رج إِلَى الصَّ ََلة‬ َ ‫فَِإذَا َح‬
ْ ‫ض َر‬
ََ
Telah menceritakan kepada kami Adam berkata, telah menceritakan
kepada kami Syu'bah berkata, telah menceritakan kepada kami Al
Hakam dari Ibrahim dari Al Aswad berkata, "Aku pernah bertanya
kepada 'Aisyah tentang apa yang dikerjakan Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam ketika berada di rumah. Maka 'Aisyah pun menjawab,
"Beliau selalu membantu keluarganya, jika datang waktu shalat maka
beliau keluar untuk melaksanakannya.

22
Arnold John Wensinck, Mu‟jam Al Mufahras Li Alfāż al Ḥadīṡ Al Nabawī, (Leiden:
Maktabah Barbal, 1963)
23
Muhammad bin Ismāil Abū Abdullah al-Bukhārī, Shahīh Bukhārī, (Dar Tauqa al-Najāta,
2000), juz 1, h.136
58

b. Shahih Muslim

‫اح َح َّد ثَ َن ا‬ ِ ‫ث َح َّد ثَ َنا أَبُو ال تَّ َّي‬ِ ‫الربِي ِع سلَيما ُن بن دَ او َد الْعتَ ِك ُّي ح َّد ثَ َن ا َعب ُد الْوا ِر‬
َ ْ َ َ ُ ُ ْ َ ْ ُ َّ ‫ثَ َنا أَبُو‬
ِ ‫ث عَ ْن أَبِي ال تَّ َّي‬ ِ ‫ظ لَوُ ح َّد ثَ َن ا َعب ُد الْوا ِر‬ ٍ ِ‫مال‬
‫اح َع ْن‬ َ ْ َ ُ ‫وخ َوال لَّ ْف‬ َ ‫ك ح و َح َّد ثَ َن ا َش ْيبَا ُن بْ ُن فَ ُّر‬ َ
‫ال لَوُ أَبُو‬ ُ ‫خ يُ َق‬ ٌ َ‫َّاس ُخلًُقا َوَكا َن لِي أ‬
ِ ‫َح َس َن الن‬ ِ
ْ ‫صلَّى اللَّوُ عَلَيْو َو َسلَّ َم أ‬
ِ ُ ‫ال َكا َن رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ َ‫ك ق‬ ٍ ِ‫مال‬
َ
ِ
‫ال‬
َ َ‫آه ق‬ُ ‫صلَّى اللَّوُ عَلَيْ ِو َو َسلَّ َم فَ َر‬ ِ ُ ‫ال فَ َكا َن إِذَا جاء رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ َ َ َ‫يما ق‬ ً ‫ال َكا َن فَط‬ َ َ‫َح ِسبُوُ ق‬ َ َ‫عُ َميْ ٍر ق‬
ْ ‫ال أ‬
‫ب بِو‬ ُ ‫ْع‬َ ‫ال فَ َكا َن يَ ل‬ َ َ‫أَبَا عُ َميْ ٍر َما فَ َع َل ال نُّ َغ ْي ُر ق‬
Telah menceritakan kepada kami Abu Ar Rabi' Sulaiman bin Dawud Al
'Ataki; Telah menceritakan kepada kami 'Abdul Warits; Telah
menceritakan kepada kami Abu At Tayah; Telah menceritakan kepada
kami Anas bin Malik; Demikian juga telah menceritakan dari jalur
yang lain; Dan telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh;
Dan lafazh ini miliknya; Telah menceritakan kepada kami 'Abdul
Warits dari Abu At Tayah dari Anas bin Malik ia berkata; "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam adalah manusia yang paling baik
akhlaknya. Aku mempunyai saudara laki-laki yang bernama Abu
Umair. Perawi mengatakan; aku mengira Anas juga berkata; 'Kala itu
ia masih disapih." Biasanya, apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam datang dan melihatnya, maka beliau akan menyapa: 'Hai
Abu Umair, bagaimana kabar si nughair (burung pipit). Abu Umair
memang senang bermain dengan burung tersebut.

c. Sunan Abu Daud

ٍ ِ‫س بْ ِن مال‬ ٌ ِ‫يل َحدَّثَ َن ا َح َّما ٌد َح َّد ثَ َن ا ثَاب‬ ِ ِ


‫ول‬ُ ‫ال َكا َن َر ُس‬َ َ‫ك ق‬ َ ِ َ‫ت عَ ْن أَن‬ َ ‫وسى بْ ُن إ ْس َمع‬ َ ‫َح َّد ثَ َنا ُم‬
‫ب بِ ِو‬ ِ ‫خ‬ ِ ِ
َ ‫صغ ٌير يُ ْكنَى أَبَا عُ َميْ ٍر َوَكا َن لَوُ نُ َغ ٌر يَ ل‬
ُ ‫ْع‬ َ ٌ َ‫صلَّى اللَّوُ عَلَيْو َو َسلَّ َم يَ ْد ُخ ُل عَلَْي َن ا َولي أ‬ َ
ٍ
‫ات‬َ ‫ال َما َشأْنُوُ قَالُوا َم‬َ ‫آه َح ِزينًا فَ َق‬ ُ ‫ات يَ ْوم فَ َر‬ َ َ‫صلَّى اللَّوُ عَلَيْوِ َو َسلَّ َم ذ‬ ِ
َ ‫فَ َد َخ َل عَلَيْو النَّبِ ُّي‬
‫يَا أَبَا عُ َميْ ٍر َما فَ َع َل ال نُّ َغ ْي ُر‬
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il berkata, telah
menceritakan kepada kami Hammad berkata, telah menceritakan
kepada kami Tsabit dari Anas bin Malik ia berkata, "Suatu kali
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang kepada kami,

24
Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014), cet. 5,
h.98
25
Abu Daud Sulaiman bin Asy‟at bin Ishaq bin Basyir, Sunan Abu Daud, (Beirut: al-
Maktabah al-Asyriyah), juz 3, h.15
59

sementara kami mempunyai adik kecil yang dijuluki Abu Umair.


Burung kecil miliknya yang biasa ia ajak main bersama mati. Lalu
suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam masuk dan menemuinya
sedang bersedih, beliau bertanya: "Apa yang sedang terjadi
dengannya?" orang-orang menjawab, "Burung kecilnya mati." Beliau
lantas bersabda: "Wahai Abu Umair, apa yang sedang dilakukan oleh
burung kecilmu?

d. Sunan At-Tirmidzi

‫ح َّذثنب‬

Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan kepada


kami Waki' dari Syu'bah dari Al Hakam dari Ibrahim dari Al Aswad
bin Yazid berkata: Aku bertanya kepada Aisyah; Apa yang dilakukan
Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam saat masuk rumah? Ia menjawab:
Beliau mengerjakan pekerjaan keluarganya dan bila tiba (waktu
shalat), beliau beranjak untuk shalat. Berkata Abu Isa: Hadits ini
hasan shahih.

e. Sunan Ibnu Majah

ٍ ِ‫ت أَنَس بْن مال‬ ِ َ َ‫اح ق‬ ِ ‫يع َع ْن ُش ْعبَةَ عَ ْن أَبِي ال تَّ َّي‬ ِ ٍ ِ
‫ك‬ َ َ َ ُ ‫ال َسم ْع‬ ٌ ‫َح َّد ثَ َنا عَل ُّي بْ ُن ُم َح َّمد َح َّد ثَ َنا َوك‬
‫صغِي ٍر يَا أَبَا عُ َميْ ٍر َما‬ ِ ٍ ‫ول ِأل‬ َ ‫صلَّى اللَّوُ عَلَيْ ِو َو َسلَّ َم يُ َخالِطُنَا َحتَّى يَ ُق‬ ِ ُ ‫َكا َن رس‬
َ ‫َخ لي‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ
‫ب بِو‬ ِ ِ َ َ‫ال نُّ َغ ي ر ق‬
ُ ‫ْع‬ َ ‫يع يَ ْع ني طَْي ًر ا َكا َن يَ ل‬ ٌ ‫ال َوك‬ ُْ
Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan kepada
kami Waki' dari Syu'bah dari Al Hakam dari Ibrahim dari Al Aswad
bin Yazid berkata: Aku bertanya kepada Aisyah; Apa yang dilakukan
Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam saat masuk rumah? Ia menjawab:
Beliau mengerjakan pekerjaan keluarganya dan bila tiba (waktu
shalat), beliau beranjak untuk shalat. Berkata Abu Isa: Hadits ini
hasan shahih.

26
Muhamma bin Isya bin Syurah bin Musa bin Ad-Dhahak at-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi,
(Syirkah: al-Maktabah al-Baqi), juz 4, h.234
27
Muhammad Nashiruddin al-Albani, Sunan Ibnu Majah, (Riyadh: Maktabah al-Ma‟rif
Linnasyri Wai Tauzi‟1996 ), juz 2, h.1226
60

f. Musnad Ahmad bin Hambal

َ َ‫َس َو ِد ق‬ ِ ِ
‫ْت‬
ُ ‫ال َسأَل‬ َ ‫ْح َك ِم عَ ْن إ بْ َراى‬
ْ ‫يم عَ ْن ْاأل‬ َ َ‫َح َّد ثَ َنا ُم َح َّم ُد بْ ُن َج ْع َف ٍر ق‬
َ ‫ال َح َّد ثَ َنا ُش ْعبَةُ عَ ْن ال‬
‫َت َكا َن يَ ُك و ُن فِي ِم ْهنَ ِة أ َْىلِ ِو فَِإذَا‬
ْ ‫صلَّى اللَّوُ عَلَيْ ِو َو َسلَّ َم فَ َقال‬ ِ ُ ‫ف َكا َن يصنَع رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ ُ ْ َ َ ‫َك ْي‬
‫صلَّى‬
َ َ‫الص ََلةُ َخ َر َج ف‬ َّ ‫ت‬ ْ ‫ض َر‬َ ‫َح‬
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, dia berkata,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Al-Hakam dari Ibrahim
dari Al-Aswad, dia berkata; "Saya bertanya kepada Aisyah mengenai
bagaimana Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam beraktivitas dalam
rumah." Maka (Aisyah) Berkata; "Beliau selalu membantu pekerjaan-
pekerjaan isterinya, dan bila telah datang waktu shalat, maka beliau
berangkat untuk shalat."

g. Kesimpulan Takhrij

Setelah dilakukan Takhrīj hadis, dapat diketahui bahwa terdapat enam

hadis mengenai membantu pekerjaan istri yang terdapat dalam enam sumber

kitab. Berdasarkan redaksi sanad hadis dari keenam hadis yang ditemukan

bahwa semuanya itu sama matan hadisnya meskipun dalam segi sanad

berbeda akan tetapi semua hadisnya sama-sama diriwayatkan oleh Aisyah,

dan tidak ada pertentangan pendapat dari segi maknanya.

Meskipun dalam pencarian dengan Takhrīj, hanya menemukan dari

kitab Mu‟jam Al Mufahras Li Alfāż al Ḥadīṡ Al Nabawī akan tetapi setelah

di lihat langsung kedalam kitab al-kutub al-sittah ada banyak hadis

mengenai membantu pekerjaan istri, maka dari itu penulis mencantumkan

semua hadis yang di temukan.

28
Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009)
61

3. Hadis Tidur Dipangkuan Istri

a. Shahih Bukhari

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim Al Fadll bin Dukain


bahwa dia mendengar Zuhair dari Manshur bin Shafiyah bahwa
Ibunya menceritakan kepadanya, bahwa 'Aisyah menceritakan
kepadanya, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyandarkan
badannya di pangkuanku membaca Al Qur'an, padahal saat itu aku
sedang haid.31

29
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Miftah Al-Kunuz As-Sunnah Nabawi, (Leiden: Maktabah
Barbal, 1934)
30
Arnold John Wensinck, Mu‟jam Al Mufahras Li Alfāż al Ḥadīṡ Al Nabawī, (Leiden:
Maktabah Barbal, 1963)
31
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fath al-Bāri, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), jilid 2, h.497
62

b. Sunan An-Nasa‟i

‫ص وٍر عَ ْن‬ ُ ‫يم َو َعلِ ُّي بْ ُن ُح ْج ٍر َواللَّْف‬


ُ ْ‫ظ لَوُ قَ َاال َحدَّثَ َن ا ُس ْفيَا ُن عَ ْن َمن‬
ِ ِ ِ
َ ‫أَ ْخ بَ َرنَا إ ْس َح ُق بْ ُن إ بْ َراى‬
ِ ِ
‫ض‬ٌ ِ‫ول اللَّوِ صَلَّى اللَّوُ عَلَيْ ِو َو َسلَّ َم فِي ح ْج ِر إِ ْح َدانَا َوى َي َحائ‬
ِ ‫َت َكا َن رأْس ر ُس‬
َ ُ َ ْ ‫أ ُِّم ِو عَ ْن عَائِ َشةَ قَال‬
‫َو ُى َو يَ ْق َرأُ الْ ُق ْرآ َن‬
Telah mengabarkan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan Ali bin Hujr
lafazhnya dari dia, keduanya berkata; telah menceritakan kepada
kami Syufyan dari Manshur dari ibunya dari Aisyah Radliyallahu'anha
dia berkata; "Kepala Rasulullah saw di pangkuan salah satu dari kami
(istri-istri Nabi) yang sedang haidl, sementara beliau membaca Al
Qur'an."32

Sunan Ibnu Majah

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya berkata, telah


menceritakan kepada kami Abdurrazzaq berkata, telah memberitakan
kepada kami Sufyan dari Manshur bin Shafiah dari ibunya dari
Aisyah, ia menuturkan; "Pernah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam meletakkan kepalanya di pangkuanku sambil membaca Al
Qur`an, padahal aku sedang haid.33

d. Sunan Ad-Darimi

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir telah


menceritakan kepada kami Sufyan dari Manshur bin Abdurrahman
dari Shafiyyah dari Aisyah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi

32
Abu Abd Ar-Rahman Ahmad bin Syu‟aib bin Sunan bin Bahr al-Khurasany An-Nasa‟i,
Sunan An-Nasa‟i, (Beirut Al-Maktabah Ilmiyah. tth), h.378
33
Muhammad Nashiruddin al-Albani, Sunan Ibnu Majah, bab Taharah, (Riyadh: Maktabah
al-Ma‟rif Linnasyri Wai Tauzi‟1996 ), hadis nomor 626
63

wasallam pernah meletakkan kepalanya di atas pangkuanku, lalu


beliau membaca (Al Quran), sementara saya dalam keadaan haid.34

e. Musnad Ahmad bin Hanbal

ُ ْ‫ص ِفيَّةُ بِن‬


‫ت َشيْبَةَ عَ ْن‬ ِ َ َ‫ْح َجبِ ِّي ق‬
َ ‫ال َح َّد ثَ ْت ني أ ُِّمي‬ َ ‫ص وٍر ال‬
ُ ْ‫س َح َّد ثَ َن ا َد ُاو ُد عَ ْن َمن‬ُ ُ‫َح َّد ثَ َنا يُون‬
ِ
‫ض‬ٌ ِ‫صلَّى اللَّوُ عَلَيْوِ َو َسلَّ َم يَ َّت ِك ُ ُ فِي ح ْج ِري َوأَنَا َحائ‬ ِ ُ ‫َت َكا َن رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ ْ ‫َعائِ َشةَ أَ نَّ َها قَال‬
‫ الْ ُق ْرآ َن‬kepada
Telah menceritakan kepada kami Yunus telah menceritakan ُ‫فَ يَ ْق َرأ‬
kami Daud dari Manshur Al Hajabi berkata; telah menceritakan
kepadaku Ummu Shafiyah binti Syaibah dari Aisyah berkata;
"Rasulullah shallaallahu 'alaihi wa sallam pernah bersandar di
pangkuanku sambil membaca Al Qur'an, sementara aku sedang haid.35

f. Kesimpulan Takhrij

Setelah dilakukan Takhrīj hadis, dapat diketahui bahwa terdapat lima

hadis mengenai tidur dipangkuan istri yang terdapat dalam lima sumber kitab.

Berdasarkan redaksi sanad hadis dari kelima hadis yang ditemukan bahwa

semuanya itu sama matan hadisnya meskipun dalam segi sanad berbeda akan

tetapi semua hadisnya sama-sama diriwayatkan oleh Aisyah, dan tidak ada

pertentangan pendapat dari segi maknanya.

Tabel 3.2

Sumber Kitab Bab Jumlah Hadis

34
Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman, Sunan Ad-Darimi, (Daarl Mughni
Linnasyri wa Tauzii‟, 2000)
35
Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009)
64

‫خ‬ ‫ حج‬,‫حٍض‬ 2 dam 1 hadis

‫ن‬ ‫ صٍبم‬,‫ حٍض‬,‫طهبره‬ 3, 4 dan 1 hadis

‫دي‬ ‫طبنك‬,‫طهبره‬ 4 dan 1 hadis

‫جو‬ ‫ طبنك‬,‫طهبره‬ 2 dan 1hadis

‫حم‬ ‫طهبره‬ 4 hadis

4. Hadis Senda Gurau dengan Istri

‫كان رسول اهلل يخالطنا‬


‫ اد‬: ‫جو‬
‫ اد‬: ‫خ‬
‫ صَلة‬: ‫ت‬
) ( : ‫حم‬

‫ياابا عمير مافعل النغير‬


‫ اد‬: ‫خ‬
‫ اد‬: ‫م‬
‫ اد‬: ‫د‬
‫ صَلة‬: ‫ت‬
: ‫بر‬
‫ اد‬: ‫جو‬
) ( : ‫حم‬

36
Arnold John Wensinck, Mu‟jam Al Mufahras Li Alfāż al Ḥadīṡ Al Nabawī, (Leiden:
Maktabah Barbal, 1963)
37
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Miftah Al-Kunuz As-Sunnah Nabawi, (Leiden: Maktabah
Barbal, 1934)
65

a. Shahih Bukhari

ُ‫ك َر ِض َي اللَّو‬ ٍ ِ‫ت أَنَس بْن مال‬ ِ َ َ‫ ق‬،‫اح‬ ِ ‫ َح َّد ثَ َنا أَبُو ال تَّ َّي‬،ُ‫ َح َّد ثَ َن ا ُش ْعبَة‬،ُ‫آدم‬َ ‫َح َّد ثَ َنا‬
َ َ َ ُ ‫ َسم ْع‬:‫ال‬
‫ َما‬،‫صغِي ٍر يَا أَبَا عُ َميْ ٍر‬ ِ ٍ ‫ول ِأل‬
َ ‫ َحتَّى يَ ُق‬،‫صلَّى اهللُ عَلَيْ ِو َو َسلَّ َم لَيُ َخالِطُنَا‬
َ ‫َخ لي‬ َ ‫إِ ْن َكا َن النَّبِ ُّي‬
‫ال نُّ َغ ْي ُر‬
Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada
kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami Abu At Tayyah dia
berkata; saya mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata;
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasa bergaul dengan kami, hingga
beliau bersabda kepada saudaraku yang kecil: "Wahai Abu Umair,
apa yang dilakukan oleh Nughair (nama burung)

b. Sunan Ibnu Majah

‫س‬َ َ‫ت أَن‬ ُ ‫ َس ِم ْع‬:‫ال‬ ِ ‫ عَ ْن أَبِي ال تَّ َّي‬،َ‫ عَ ْن ُش ْعبَة‬،‫يع‬


َ َ‫ ق‬،‫اح‬ ِ
ٌ ‫ َح َّد ثَ َن ا َوك‬:‫ال‬َ َ‫َح َّد ثَ َنا عَلِ ُّي بْ ُن ُم َح َّم ٍد ق‬
‫ يَا‬:‫صغِي ٍر‬ ِ ٍ ‫ول ِأل‬
َ ‫ يُ َخالِطُنَا َحتَّى يَ ُق‬:‫صلَّى اهللُ عَلَيْوِ َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ َكا َن رس‬: ‫ول‬ ٍ ِ‫مال‬
َ ‫َخ لي‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ ُ ‫ك يَ ُق‬ َ
ِ‫ ي عِني طَ ي ر ا َكا َن ي ْلعب بِو‬:‫ وِكيع‬:‫ال‬
َُ َ ًْ ْ َ ٌ َ َ َ‫عُ َميْ ٍر َما فَ َع َل ال نُّ َغ ْي ُر؟ " ق‬
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad telah
menceritakan kepada kami Waki' dari Syu'bah dari Abu At Tayyah dia
berkata; saya mendengar Anas bin Malik berkata; "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam duduk bersamaku sampai beliau bersabda
kepadaku: "Wahai Abu 'Umair Apa yang di perbuat Nughair (burung
kecil)?" Waki berkata; "Yang di maksud adalah seekor burung yang
biasa bermain dengannya."

c. Sunan Abu Daud


ٍ ِ‫س بْ ِن مال‬ ٌ ِ‫ َح َّد ثَ َن ا ثَاب‬،‫ َح َّد ثَ َنا َح َّما ٌد‬،‫يل‬ ِ ِ
‫ َكا َن‬: ‫ال‬َ َ‫ ق‬،‫ك‬ َ ِ َ‫ عَ ْن أَن‬،‫ت‬ َ ‫وسى بْ ُن إ ْس َماع‬ َ ‫َح َّد ثَ َنا ُم‬
ِ ‫خ‬ ِ ِ ِ
‫ب‬ُ ‫صغ ٌير يُ ْكنَى أَبَا عُ َميْ ٍر َوَكا َن لَوُ نُ َغ ٌر يَ ْل َع‬َ ٌ َ‫ يَ ْد ُخ ُل عَلَ ْي َنا َولي أ‬:‫صلَّى اهللُ عَلَيْو َو َسلَّ َم‬ َ ‫اللَّو‬
ٍ
»‫ « َما َشأْنُوُ؟‬:‫ال‬ َ ‫ فَ َق‬،‫آه َح ِزينًا‬ ُ ‫ات يَ ْوم فَ َر‬ َ َ‫صلَّى اهللُ عَلَيْ ِو َو َسلَّ َم ذ‬ ِ
َ ‫ فَ َد َخ َل عَلَيْو النَّبِ ُّي‬،‫ات‬
َ ‫فَ َم‬
‫ال يَا أَبَا عُ َميْ ٍر َما فَ َع َل ال نُّ َغ ْي ُر‬ َ ‫ فَ َق‬،‫ات نُ َغ ُرُه‬ َ ‫َم‬

38
Muhammad bin Ismāil Abū Abdullah al-Bukhārī, Shahīh Bukhārī, kitab Adab, bab
Bergaul, (Dar Tauqa al-Najāta, 2000), juz 8, h.30
39
Muhammad Nashiruddin al-Albani, Sunan Ibnu Majah, kitab adab, bab senda gurau,
(Riyadh: Maktabah al-Ma‟rif Linnasyri Wai Tauzi‟1996 ), juz 2
40
Abu Daud Sulaiman bin Asy‟at bin Ishaq bin Basyir, Sunan Abu Daud, kitab Adab,
(Beirut: al-Maktabah al-Asyriyah), Juz 4, h.293
66

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il berkata, telah


menceritakan kepada kami Hammad berkata, telah menceritakan
kepada kami Tsabit dari Anas bin Malik ia berkata, "Suatu kali
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang kepada kami,
sementara kami mempunyai adik kecil yang dijuluki Abu Umair.
Burung kecil miliknya yang biasa ia ajak main bersama mati. Lalu
suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam masuk dan menemuinya
sedang bersedih, beliau bertanya: "Apa yang sedang terjadi
dengannya?" orang-orang menjawab, "Burung kecilnya mati." Beliau
lantas bersabda: "Wahai Abu Umair, apa yang sedang dilakukan oleh
burung kecilmu?"

d. Sunan Tirmidzi
َ َ‫اح الضُّبَعِ ِّي ق‬
ُ ‫ال َس ِم ْع‬ ِ ‫ عَ ْن أَبِي ال تَّ َّي‬،َ‫ عَ ْن ُش ْعبَة‬،‫يع‬ ِ
‫س بْ َن‬َ َ‫ت أَن‬ ٌ ‫ال َح َّد ثَ َن ا َوك‬
َ َ‫ ق‬،‫َح َّد ثَ َنا َىنَّا ٌد‬
‫صغِي ٍر يَا أَبَا‬ ِ ٍ ‫ول أل‬ُ ‫ َحتَّى َكا َن يَ ُق‬،‫صلَّى اللَّوُ عَلَيْوِ َو َسلَّ َم يُ َخالِطُنَا‬ ِ ُ ‫ول َكا َن رس‬
َ ‫َخ لي‬ َ ‫ول اهلل‬ َُ ُ ‫يَ ُق‬
ِ‫ط لَنَا فَصلَّى عَلَيو‬ٌ ‫ض َح بِ َسا‬ ِ ُ‫ ون‬:‫ال‬
ْ َ َ َ َ‫ ق‬، ‫َما فَ َع َل ال نُّ َغ ْي ُر‬
Telah menceritakan kepada kami Hannad berkata; telah menceritakan
kepada kami Waki' dari Syu'bah dari Abu At Tayyah Adl Dluba'i ia
berkata; aku mendengar Anas bin Malik berkata; "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam selalu bergaul dengan kami, hingga beliau bersabda
kepada adikku: "Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan oleh Nughair
(nama burung)?" Anas berkata; "Karpet milik kami di gelar, lalu beliau
shalat di atasnya.

e. Kesimpulan Takhrij

Setelah dilakukan takhrij hadis, dapat diketahui bahwa terdapat

beberapa hadis dalam kutub al-sittah, dapat diketahui bahwa terdapat empat hadis

mengenai bergurau dengan istri yang terdapat dalam empat sumber kitab.

Berdasarkan redaksi sanad hadis dari kelima hadis yang ditemukan bahwa

semuanya itu sama matan hadisnya meskipun dalam segi sanad berbeda akan

41
Muhammaf bin Isya bin Syurah bin Musa bin Ad-Dhahak at-Tirmidzi, Sunan At-
Tirmidzi, kitab Shalat, (Syirkah: al-Maktabah al-Baqi), hadis nomor 305
67

tetapi semua hadisnya sama-sama diriwayatkan oleh Aisyah, dan tidak ada

pertentangan pendapat dari segi maknanya.

Tabel 3.3

Sumber Kitab Kitab Bab

‫خ‬ ‫اد ة‬ ‫انمزاح‬

‫د‬ ‫صالح‬ ‫انمزاح‬

‫د‬ ‫صالح‬ ‫مبجبء فى انرجم ٌتكى ونٍش نو ونذ‬

‫جو‬ ‫اد ة‬ ‫مبجبء فً انمزاح‬

F. Asbab al-Wurud Hadis

Perlu diketahui bahwa tidak semua hadis memiliki Asbāb al-wurūd.42

Mengenai hadis mandi Bersama, hadis membantu pekerjaan istri, hadis tidur

dipangkuan istri, dan hadis senda gurau yang dibahas oleh penulis dalam

penelitian ini tidak dicantumkan penulis, sebab memang tidak ada Asbāb al-wurūd

setelah penulis menulusuri dua kitab, yaitu: al-Luma‟fi Asbāb Al-Wurūd Al-Hadīs

karya Jalaludin As-Suyuti dan latar belakang historis timbulnya hadis-hadis Rasul

karya Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-Damsyiqi, penulis tidak

menemukan adanya keterangan tentang Asbāb al-wurūd dalam hadis tersebut.

G. Analisa Teks Hadis

42
Menurut Said Agil Munawwar, dalam bukunya Asbabul Wurud (studi kritik hadis nabi
pendekatan sosial historis kontekstual), menjelaskan bahwa asbabul wurud secara etimologi
merupakan susunan idhafa yang berasal dari kata asbab dan al-wurud, kata asbab adalah bentuk
yang menghubungkan kepada suatu yang lain, atau penyebab terjadinya suatu. Sedangkan kata
wurud merupakan isim dari Masdar warada yaridu, wurudan yang artinya datang atau sampai.
Dengan demikian asbabul wurud adalah sebab-sebab munculnya suatu hadis.
68

Rasulullah saw tidak pernah menambah dan tidak mengurangi

perkataan. Kata-kata beliau tidak pernah menyinggung ataupun meremehkan

seseorang, beliau selalu menghargai nikmat dari Allah swt. Rasulullah saw

membagi waktunya menjadi 3 bagian; pertama, bagian untuk beribadah

kepada Allah swt, kedua, bagian untuk keluarga beliau dan ketiga bagian

untuk beliau sendiri.43

Jika kita menelusuri perjalanan hidup Rasulullah, manusia akan

mendapatkan pengetahuan tauladan cinta Rasulullah saw kepada istri,

bagaimana Rasulullah saw mendudukkan status wanita. Anda akan tahu

hakikat cinta dalam sebuah bangunan rumah tangga. Jika romantis itu identik

dengan memberikan hadiah kepada pasangan, membahagiakan hati pasangan,

serta bergembira dan bermesraan bersama pasangan, maka sesungguhnya

sejak 14 abad yang lalu Rasulullah saw telah memberikan banyak contoh

romantis bagi manusia alam potret kehidupan rumah tangga beliau bersama

istri-istrinya. Jauh sebelum Wiliam Shakespere sempat menulis cerita

romantis Romeo dan Juliet.

Di depan telah disinggung kisah perjalanan hidup istri-istri Nabi

berikut kecintaan mereka yang tulus dalam kepada beliau. Termasuk

bagaimana ketika diberi pilihan antara talak dan tetap bersama Nabi dengan

kondisi hidup beliau yang serba tidak cukup, mereka dengan tegas dan tanpa

keraguan secuil pun lebih memilih Nabi.44

43
Mutawalli Al Sya‟rawi, kedudukan Muhammad saw, (Jakarta: PT. Gramedia, 2011), h.54
44
Bilik-bilik Cinta Muhammad, (Jakarta: ...), h.305
69

Rasulullah saw menggauli para istrinya dengan baik, menemani

mereka dengan baik, dermawan, beliau pun duduk bersama istrinya, bercakap-

cakap dan berlaku adil kepada istrinya pada semua hal yang mampu beliau

lakukan.

Abu ja‟far berkata: maksud ayat ‫“ ون ْه تضْتط ٍْعُىْ ا ا ْن تعْذنُىْ ا‬dan kamu

sekali-kali tidak akan berlaku adil di antara istri-istrimu.” Adalah “Hai kaum

suami, tidaklah kamu sekali-kali mampu berlaku adil di antara istri-istrimu

dalam kecintaanmu terhadap mereka, walaupun kamu berlaku adil di antara

mereka, karena kecintaan hatimu terhadap sebagian mereka, tidak seperti

kecintaanmu kepada pemiliknya.

Rasulullah saw bersabda:

45

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa


memiliki dua istri, kemudian ia lebih cenderung kepada salah satu dari
keduanya dibandingkan kepada yang lainnya, maka pada hari kiamat kelak,
ia datang dan separuh tubuhnya jatuh.”

Sebagian orang membenci cinta, bukan lantaran karena mereka

tidak memiliki potensi yang cukup untuk mempraktekannya, akan tetapi

karena cinta dalam pandangan mereka melawan kepentingan-kepentingannya.

Cinta tidak pernah memasok harga sedangkan benci selalu menawarkan harga.

Cinta adalah sebuah perasaan yang tercurah bagaikan hujan yang menyejukan.

45
Muhammad Nasiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Ibnu Majah, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2007), h.221
70

Kebencian selalu mendorong manusia untuk menyembunyikan keburukannya,

dan melindungi diri mereka dari kejahatannya.

Manusia saat ini sangat membutuhkan bentuk rasa cinta seperti

perlakuan Rasulullah saw terhadap istrinya. Sesunguhnya kedalaman dan

kesungguhan cinta hakiki diukur dari pengorbanan dan cobaan yang dilalui

untuk mencapai kekasih yang kita cinta. Karena orang yang sangat mencintai

sanggup berkorban dengan jiwanya untuk mendapatkan orang yang dia cinta,

tidak ada sedikitpun perasaan bahwa ia sedang berkorban akan tetapi ia

merasakan seakan-akan sedang melunasi hutang yang wajib ia bayar.

Apakah kaum pria masih juga tidak mencontoh Rasulullah saw, sang

suami yang setia kepada istrinya bahkan setelah istrinya wafat. Seharusnya

mereka tidak menjadi seperti orang yang minim sekali kesetiaannya, yaitu

orang yang hanya memikirkan keuntungannya sendiri dari istrinya. Dia tidak

menjaga hak istrinya kecuali selama dia membutuhkannya, selama istrinya

masih muda, cantik jelita, sehat dan kaya.

Tetapi begitu istrinya menjadi tua, sakit atau miskin, dia berpaling. dia

melupakan cinta kasih yang dahulu terbina antara dia dengan istrinya. dia

tidak menghargai betapa istrinya telah bersabar dalam menunaikan hak-

haknya. Bentuk kurangnya kesetiaan yang lain, misalnya pada saat sakit

menjelang wafat, suami menceraikan istrinya agar tidak mendapat warisan.

Contoh yang lain, misalnya suami sering pergi meninggalkan istrinya tanpa
71

ada keperluan untuk bepergian. Dan masih banyak lagi bentuk-bentuk

kurangnya kesetiaan yang menunjukan keburukan prilaku seseorang.46

Adapun Rasulullah saw adalah termasuk orang-orang yang mulia, yang

memiliki kesetiaan, beliau menjaga cinta kasih, tidak melupakan kebaikan

kebaikan sekalipun sudah sangat lama. Bagi orang yang mulia ini salah satu

hal yang paling mereka jaga adalah hak istri yang telah memberi mereka

kebaikan, keikhlasan dan pergaulan yang baik. Bisa dilihat dilihat dari sikap

orang yang mulia ini menjaga cinta kasih, menyebut kebaikan-kebaikan istri-

istri mereka, mendoakan mereka, dan mendampingi serta menghibur saat

mereka sakit, tua, atau mengalami musibah. Bahkan mereka menjaga hak istri

setelah istri meninggal. Semua sikap tersebut adalah yang di miliki Rasulullah

saw dalam memperlakukan istri-istrinya.

Termasuk sikap kurang setia kepada istri adalah apa yang dilakukan

oleh sebagian orang yaitu ketika menikahi istri kedua, dia melupakan jasa-jasa

dan pergaulan istri pertama. Sikap seperti ini bersunber dari tabiat yang buruk

dan jiwa yang keji. Sebab jika ingin adil, seharusnya dia mengingat kebaikan-

kebaikan istri pertama dan tidak melupakan pergaulannya yang baik.

Seharusnya ia ingat betapa istrinya itu setia mendampinginya menghadapi

cobaan dan kesulitan, betapa istrinya membahagiakannya, betapa dia telah

memberi ketenangan dan kasih sayang dalam rumah tangga. Jika suami tidak

menyukai salah satu sifat istri maka tegurlah ia dan pasti masih ada sifat lain

yang suaminya suka dari istrinya.

46
Isham Muhammad Asy-Syarif, Beginilah Nabi Mencintai Istri, (Jakarta: Gema Insani,
2005), h.55-56
72

Kaum muslimin sepakat bahwa Rasulullah saw tidak diberi taklif

untuk mencintai istri-istrinya secara sama rata karena selain Allah swt tidak

ada yang sanggup mencintai secara sama rata. Beliau hanya diperintahkan

untuk berlaku adil dalam perlakuan lahiriah, dan itu betul-betul sudah beliau

realisasikan. Oleh karena itulah pada saat sakit Rasulullah saw masih juga

digotong untuk menginap dirumah istri-istrinya secara bergiliran sesuai jadwal

masing-masing.

Rasulullah saw menekankan bahwa pernikahan yang didasarkan

semata karena cinta hanya akan menyenangkan beberapa waktu, karena acap

kali apa yang dinamakan cinta bukan cinta sejati, melainkan nafsu terselubung

yang segera memudar. Sedangkan pernikahan yang didasarkan harta akan

dapat menyengsarakan pada sebagian besar masa, karena tiada yang dapat

menjamin kesinambungan harta. Dan hanya pernikahan yang berdasarkan

kesamaan agama dan pandangan hidup yang akan membahagiakan sepanjang

masa. Ini karena tuntunan agama langgeng melintasi batas usia manusia, dan

pandangan hidup akan menyertai manusia sepanjang hidupnya.47

Dalam kehidupan Rasulullah saw menunjukan betapa kecintaan Nabi

saw kepada mereka mengakar di lubuk hati, hingga mereka berebut untuk bisa

selangkah lebih kepada beliau. Kalau saja beliau tidak menunjukan rasa cinta

kepada mereka, mana mungkin mereka akan berusaha sebegitu rupa untuk

mendapat hati beliau dan berbuat sebaik-baiknya untuk meraih rida beliau.

Bahkan ketika disodori pilihan talak setelah mereka mendesak Nabi saw agar

47
Nizar Abazhah, Bilik-Bilik Cinta Muhammad, (Jakarta: Zaman, 2007), h.50
73

memberi kehidupan yang layak dan turun pula beberapa ayat terkait dengan

desakan merekaini tidak satupun di antara mereka menerima pilihan ini,

bahkan tanpa ragu sedetik pun mereka tetap memilih beliau. Selintas pun tidak

tersirat di benak mereka pikiran untuk berpaling dan meninggalkan beliau.48

Nabi tidak pernah mengekang naluri mereka, juga tidak pernah

memaksa keluar dari karakter dasar mereka. Bahkan, beliau meluruskan

dengan cara memberi ruang untuk mengungkapkan pendapat dan melepaskan

diri dari segala bentuk kesusahan. Tentu saja selama hal itu dalam batas

normal dan masuk akal.

Istri Nabi saw menerima siapapun wanita yang berkunjung

kerumahnya. Tidak dibedakan yang miskin dan yang kaya. Semua

diperlakukan sama disambut dengan ramah dan diajaknya bicara tanpa beban

dan kesulitan. Semua tahu nabi menyuruh mereka begitu.

Sejarah hidup Nabi saw tidak pernah mencatat adanya keganjilan dan

kelainan pada diri beliau juga kecenderungan untuk melakukan

penyimpangan. Bahkan jika mau beliau bisa menikah dengan siapa saja

perempuan yang masih perawan dan berparas cantik, tidak akan ada yang

mencegah dan melarangnya.

Kuatnya pijakan keimanan dan akhlak serta dalamnya makna cinta dan

rasa tanggung jawab yang Nabi saw, membuat fondasi kehidupan rumah

tangga beliau berdiri kokoh. Para penghuninya merasakan kebahagiaan yang

hakiki dan sarat keteladanan meskipun sebelumnya, kehidupan rumah

48
Bilik-Bilik Cinta Muhammad, .... h.153-154
74

tangganya sempat di warnai kekisruhan dan konflik akibat sikap dan prilaku

sejumlah istrinya dan fitnah dari luar.

Rasulullah saw meneladankan pentingnya menerapkan kemuliaan

akhlak yang di bangun di atas dasar keimanan. Dengan landasan ini, bukti

segala persoalan yang muncul di dalam kehidupan berumah tangga dapat di

atasi dengan baik.49 Memikul tanggung jawab dimana gunung pun enggan

untuk memikulnya adalah sebuah dasar anugrah Tuhan yang diperuntukan

untuk manusia. Syarat terpenuhi karunia ilahidan karunia dengan arti hakiki

adalah kemampuan untuksampai kepada cinta yang hakiki.

Karena pertentangan dan perseteruan dalam jiwa manusia mencair dan

berakhir hanya pada cinta hakiki tersebut. Manusia yang sempurna akan

menyucikan jiwanya dahulu dari kecenderungan-kecenderungan hewani

dengan cerminan kebaikan yang diacontoh dari tokoh panutannya. Hatinya

berubah ibarat kebun yang lengkap yang menyerupai kebun yang jendela

hatinya terbuka melihat pemandangan ilahi.

Demikian juga dengan yang saling mencintai, khususnya pada fase-

fase pertama cinta mereka. Bisa saja cinta yang terbina antara keduanya,

beralih menjadi benci, jika ada sikap dan perlakuan yang dirasakan sangat

tidak wajar dari pasangannya. Ketika itu hubungan yang tadinya mesra

berubah menjadi konflik seolah-olah mereka adalah musuh yang sangat

dibenci. Rasa sakit yang dialami ketika saat itu sangat parah, melebihi

sakitnya perlakuan yang lebih buruk dari orang lain yang tadinya merupakan

49
Amru Yusuf, Istri Rasulullah Contoh dan Teladan, (Jakarta: Gema Insani, 1997), cet.1,
h.68
75

musuh. Itulah sebabnya, dikatakan bahwa “cinta dapat layu, bahkan mati”.

Ketika itu pula agama tidak hanya menuntut terjalinnya cinta antara suami

istri, tetapi di atas cinta dan mawaddah ada rahmat dan amanah yang harus

terus menerus dipupuk dan dipelihara.

Hanya, hati memang berada di luar batas kemampuan manusia.

Bagaimanapun Nabi berusaha meletakan hati di posisi netral, tetap saja ia

condong ke kiri atau ke kanan. Hal ini membuat beliau cemas dan gelisah, lalu

mengadukannya kepada Tuhan mengakui kelemahannya ini beliau lalu

berdo‟a, “Ya Allah, inilah pembagianyang mampu kulakukan maka janganlah

kau siksa aku dalam apa yang tak mampu kulakukan.”

Keharmonisan Rasulullah saw dalam rumah tangganya itu di ciptakan

sendiri dan di dukung dengan istrinya pula yang romantis. Sesuatu itu tidak

akan berjalan baik ketika dikerjakan sendiri.50

50
Ahmad Rofi Usmani, Kisah-Kisah Romantis Rasulullah, (Jakarta: PT. Mizan Pustaka,
2007), h.9-10
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Telah dikemukakan bahwa pengenalan dapat mengantar kepada

ditemukannya benih cinta. Memang puncak cinta memerlukan proses panjang

dan memerlukan tali temali pengikat yang kokoh. Kasih sayang pun harus di

tingkatkan kualitasnya karena dalam tahap ini, pasangan menjadi teman

terbaik, teman berdiskusi dalam berbagai situasi, dan semua kegiatan

dikaitkan dengan upaya menyenangkan pasangan.

Dalam skripsi ini penulis dapat menyimpulkan beberapa perlakuan

yang dapat dipetik dari bab sebelumnya, mengapa keluarga Rasulullah di cap

sebagai keluarga yang harmonis, diantaranya:

1. Seseorang harus memperlakukan istrinya dengan lembut dalam

perkataan maupun perbuatannya dan membahas hal-hal yang sekiranya

dapat menimbulkan keharmonisan.

2. Seorang suami sesekali boleh bersenda gurau dengan istri serta

mengungkapkan kecintaan kepadanya.

3. Makan Bersama istri, mandi Bersama, membantu pekerjaan istri,

Pelukan cinta istri teladan, Membantu memecahkan persoalan yang

dihadapi suami,

4. Menemani suami berjuang dijalan Allah, Tidak saling menyingkab aib,

Menerima masukan pemikiran istri, Menenangkan hati istri yang

gundah

76
77

5. Memahami gelagak perasaan istri, Selalu mendoakan suami ketika

hendak berperang

6. Seorang suami sekiranya memiliki istri lebih dari satu dia tidak boleh

melupakan kebaikan dan istri yang pertama yang sudah berjuang dari

nol.

Dan itulah beberapa hal menarik yang mungkin sangat mudah

dilakukan, akan tetapi perbuatan itulah yang membuat rumah tangga

Rasulullah saw begitu harmonis. Patutlah sebagai manusia biasa meniru dan

melakukan hal seperti itu kepada pasangan masing-masing, agar termasuk

kedalam keluarga yang bahagia.

Semoga dengan mempelajari, mengetahui dan mengamalkan hadis-

hadis tentang hadis-hadiscinta ini, menjadi manusia yang dapat mencintai

Allah dan mencintai sesama dengan seutuhnya dan dapat pula di cintai oleh

nabi Muhammad saw.

B. Saran-saran
Ketika mengambil pelajaran dan memahami dalam hadis hendaknya

tidak hanya ditinjau dari segi tekstualnya saja melainkan segi kontekstualnya

juga, sehingga bisa lebih jelas dan sistematis. Penulis mengharapkan adanya

penelitian lebih lanjut mengenai cinta ini dalam konteks dan pemahaman

dengan menggunakan metode yang lain.

Menurut penulis banyak sekali kisah cinta menarik nabi yang belum

dibahas, seperti bagaimana ia mencintai kaumnya, mencintai Allah swt dan

bahkan mencintai istri-istrinya pun belum sepenuhnya dibahas lebih dalam di


78

skripsi ini. Dan penulis berharap untuk generasi selanjutnya mendalam lagi

membahas tentang sosok Nabi Muhammad saw.


DAFTAR PUSTAKA

Abazhah, Nizar. Bilik-bilik Cinta Muhammad, Jakarta: Zaman, 2009

Ad Damsyiqi, Ibnu Hamzah Al Husaini Al Hanafi. Asbab al Wurud, Kalam


Mulia, 2004

Anis, Abdus sami. Metode Rasulullah Mengatasi Problematika Rumah Tangga,


Jakarta: Qisthi Press, 2013

Al-Anis, Abdussami‟. Pelajaran Berharga dari Rumah Tangga Rasulullah, Bekasi:


Maknakata Publishing, 2012

Ashghary, Basri Iba. Solusi al-Qur‟an tentang Problem Sosial Politik Budaya,
Jakarta: PT Reineka Cipta, 1994

Aziz, Abdul Muslim.“Mahabbah (Cinta) Syaikh Ibn Qayyim Al-Jauziyyah


(sebuah kajian ajaran Tasawuf Syaikh ibn Qayyim al-Jauziyyah)” Skripsi
fakultas Ushuluddin dan filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2007

Basuki, Edi. “Perspektif Al-Qur‟an Tentang Cinta; Studi Analisis Penggunaan


Kata Hubb dalam Al-Qur‟an,” Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005

Buku Pedoman Transliterasi 2013, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan terjemahnya, 2000

Departemen Pendidikan Sosial dan Kebudayaan. KamusBesar Bahasa Indonesia.


Jakarta: Balai Pustaka, 1990

El-Fakhrani, Yusra. Kitab cinta: mengubah hidup anda penuh cinta &
mengajarkan bagaimana anda mencinta? Penerjemah Zainuddin
A.Naufal, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007

Enslikopedi al-Qur‟an: Kajian Kosa kata. Jakarta: Lentera Hati, 2007

Faisal.“Konsep Cinta; Studi Analisis Terhadap Ayat-Ayat Cinta Dalam Tafsir Al-
Maraghi” Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004

Fromm, Eric. The Art of Loving, Penerjemah Syafi‟ Aliel‟h, Jakarta: Fresh book,
2005

Gullen, Fethullah. Cinta dan Toleransi, Tangerang: Bukindo Erakarya Publishing,


2011

79
80

Hadjar, Ibnu. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan, Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada, 1996

Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Salemba


Humanika, 2012

Husain, Syaikh Muhammad. The Great Women, terj. Malik Supar &
Mujiburrahman. Jakarta: Al-Kautsar, 2007

Ibn Qayyim Al-Jauziyyah. Madraj al-Salikin bain manazil Iyyaka Na‟budu


waIyyaka Nasta‟in, Beirut: Daarul Fikr, 1991

Insan, Rahem Nurrohiem. Gue Cinta Rasul, Yogyakarta: Diva Press, 2014

Imanul haq, Maman Fakieh. Zikir Cinta, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara,
2008

Imam al-Muhaqiq Ibn al-Fadl Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim ibn
Atha‟allah as-Sakandariy. Syarh al-hikam,2004

Isham bin Muhammad, Asy Syarif. Meneladani Kehidupan Rasulullah dan Para
Istrinya, Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2007

Isham bin Muhammad, AsySyarif. Beginilah Nabi Mencintai Istri, Jakarta: Gema
Insani, 2005

Kartanegara, Mulyadhi. Renungan Mistik Jalal al-Din Rumi. Jakarta: Pustaka


Jaya, 1987

Kamdani, Adib. Kemesraan Nabi Bersama Istri. Solo: Pustaka Arafah, 2006

Khalid, Amru. Belajar Hidup Dari Hidup Rasulullah, Jakarta: Maghfirah, 2005

Malik, Candra. Makrifat Cinta, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2017

Mandhuur. Ibnu, Lisan al-Arab, Beirut: Dar Shadir

Muhammad, Sopian. Manajemen Cinta Sang Nabi, Jakarta: Cakrawala


Publishing, 2011

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Surabaya:


Pustaka Progresif, 1997

Muslim al-Hajjaj al-Qusyairi, Abi al-Husain al-Naisaburi. Sha Muslim, Bab


Fadhilah Sa‟ad bin Ab Waqas, Maktabah al-Syamilâh

Mutawali, Al- Sya‟rawi. Kedudukan Muhammad saw, Jakarta: PT. Gramedia,


2011
81

Nasiruddin Al Albani Muhammad. Shahih Sunan Ibnu Majah, Pustaka Azzam,


2007

Nasuhi, Hamid dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis,


danDisertasi), Tangerang: CeQda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007

Nasution, Harun. Falsafah dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang,
1995

Ozbay, Adem. Askperest Hamba Cinta, Jakarta: PT. Zaytuna Ufuk Abadi, 2015

Peck, M. Scott. Tiada Mawar Tanpa Duri. Penerjemah Drs. Firmus Kudadiri dan
Drs. Andre Karo-karo, Jogja: Erlangga, 1990

Ratnasari, Yayah. “Kajian Hadis-Hadis tentang Karakteristik Istri-Istri


Rasulullah,” Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008

Rofi, Ahmad Usmani. Kisah-kisah Romantis Rasulullah, Bandung: Mizania


Pustaka, 2017

Rofi, Ahmad Usmani. Rumah Cinta Rasulullah, Bandung: Mizan Pustaka, 2007

Rumi, Jalaluddin. Kearifan Cinta “Renungan Sufistik sehari-hari kutipan Fihi ma


Fihi”, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2001

Shihab, M. Quraish. Pengantin al-Qur‟an dan nasihat perkawinan untuk anak-


anakku, Ciputat: Lentera Hati, 2015

Suharmad Winaro, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito, 1994

Sulaiman, Tasirun. Bukan Cinta Biasa, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara,
2011

Sulaiman bin al-Asy‟ats as-Sijistani Abu Daud. Sunan Abu Daud, Maktabah al-
Syamilâh

Taqiyuddin, Hafidz. Argumen Keadilan dalam Hukum Waris Islam: Studi Konsep
„Awl dan Radd. Tangerang Selatan Cinta Buku Media, 2014

Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989

Tebba, Sudirman. Tafsir Al-Qur‟an: Ayat-Ayat Seks, Jakarta: Pustaka Irvan, 2006

Tebba, Sudirman. Kecerdasan Sufistik “jembatan menuju makrifat”, Jakarta:


Prenada Media, 2004
82

Terry R. George, Leslie W. Rue. Dasar-dasar Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara,


1992

Umar, Abu Basyir. Potret Pernikahan Nabi, Jakarta: Pustaka Iltizam, 2008

Umairah, Abdurrahman. Wanita-Wanita Penyebab Turunnya Ayat, Solo: CV


Pustaka Mantiq, 1993

Vaughan, lyewellyn Lee. Lingkaran Cinta Sufi, Bandung: Pustaka Hidayah, 2003

Yusuf, Amru. Istri Rasulullah Contoh dan Teladan, Jakarta: Gema Insani, 2007

Anda mungkin juga menyukai