Skripsi
Oleh
Zaenuri
NIM: 1110034000056
Zaenuri
ABSTRAK
Zaenuri
Bahaya Lisan : (Studi Kualitas Hadis Senda Gurau dalam Kitab Ihyâ`‘Ulûm
al-Dîn)
i
Kata Pengantar
Syukur yang sangat mendalam saya curahkan kepada Allah swt. Atas semua
yang telah Allah berikan selama ini kepada saya, baik nikmat, karunia, hidayah, dan
cobaan. Sehingga dengan mengucapkan Alhamdulillah akhirnya skripsi ini bisa saya
selesaikan.
Salawat serta salam, saya junjungkan untuk Nabi Muhammad saw. Sebagai
tauladan bagi kita semua, dengan akhlak mulianya sehingga kita patut untuk
sepenuhnya akan keterbatasan waktu, pengetahuan, dan biaya sehingga tanpa bantuan
dan bimbingan dari semua pihak tidaklah mungkin berhasil dengan baik. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini tidaklah berlebihan apabila penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada:
saya, yang tidak pernah lelah untuk memotivasi supaya bisa lebih
- Ibu Lilik Ummi Kaltsum, selaku ketua jurusan Tafsir Hadis beserta
kepada saya dari semester awal sampai semester akhir ini, beserta
- Kedua orang tua saya, H. Zawawi dan Hj. Ely Horyanti, yang sangat
ii
kehidupan ini, dan telah banyak berkorban untuk saya baik secara
- Seluruh keluarga saya, dari jalur baba dan mama, yang selalu
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK....................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
C. TinjauanPustaka ………………………………. 6
1. Isi Kitab......................................................... 17
2. Pendapat Ulama.......................................... 20
C. Pandangan Ulama…………………………….. 30
iv
C. Kritik Sanad Hadis ........................................... 39
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................... 89
B. Saran-saran ........................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
No. Huruf Arab Huruf Latin No. Huruf Arab Huruf Latin
15. ض D
Vokal Panjang
نا Â
ني Î
نو Û
vi
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ال
dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl.
Syaddah/tasydîd
Syaddah atau tasydîd yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah
tandaّ , dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu menggandakan
huruf yang diberitanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika
huruf yang menerima syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti
oleh huruf-huruf syamsiyyah. Contoh: الضّرورةtidak tertulis ad-darûrah
melainkan al-darûrah.
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Lisan merupakan karunia yang amat vital dan sangat penting pada manusia.
Lisan juga merupakan bagian tubuh yang paling banyak digunakan dalam keseharian.
Oleh karena itu sangat penting untuk menjaga lisan, apakah banyak kebaikannya
dengan menyampaikan yang hak ataupun malah terjerumus ke dalam dosa dan
menciptakan segala bahasa, lisanlah yang memberi suara semua pikiran dan cita,
lisanlah yang memperindah nyanyi dan irama, lisan yang memberi nasihat dapat
menerangkan gelora amarah dalam dada.1 Allah swt telah menyebutkan dalam
firman-Nya salah satu nikmat yang besar yang diberikan kepada manusia berupa
lisan:
“(Tuhan) yang Maha pemurah. Yang telah mengajarkan Al Quran. Dia
menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.” (QS. Ar-Rahmaan : 1-4)
Namun, masih banyak orang yang kurang menyadari akan bahaya lisan ini,
massal, baku hantam antar warga masyarakat, sampai keributan pun terjadi di
kalangan pejabat. Hal ini terjadi karena lisan yang tak dijaga dengan baik sehingga
1
Imam al-Ghazali, Bahaya Lidah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 2
2
Dikalustian Rizkiputra, Bahaya Lisan dan Pencegahannya dalam al-Qur‟an, (Skripsi S1, Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), no. 2886, h. 3
1
2
Agar umatnya tidak saling bertengkar dan terpecah belah karena lisan, Nabi
memberikan cara khusus untuk tidak menggunakan lisan kepada hal-hal yang bisa
menjerumuskan seseorang ke dalam bahayanya, yaitu dengan cara diam. Nabi saw
bersabda:
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah
menceritakan kepada kami Abu al-Ahwash dari Abu Hushain dari Abu Shalih dari
Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata,
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia menyakiti
tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah
dia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam.”
Di samping itu, al-Ghazali dalam bukunya menyatakan bahwa seseorang wajib
untuk memelihara lisan. Sebab, di antara anggota badan dan panca indera yang paling
Salah satu bahaya lisan yang telah menyebar di kalangan masyarakat Islam
dan sudah menjadi kebiasaan adalah senda gurau. Setiap hari dalam kehidupan zaman
sekarang ada saja senda gurau yang dimunculkan dalam setiap kesempatan baik itu
formal maupun non formal. Sebenarnya hal itu tidak dilarang dalam agama Islam,
namun yang menjadi masalah adalah sudah banyak sekali di zaman sekarang yang
senda gurau yang berlebihan dari para nara sumber yang biasanya dilakukan dengan
3
Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya „Ulumuddin, jilid III, (Beirut: Daar al-Fikr,
2002), h. 116. Lihat juga Muslim ibn Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, jilid I,
(Beirut: Daar al-Fikr), h. 68.
4
Imam al-Ghazali, Wasiat Imam Ghazali Minhajul Abidin (Jakarta: Darul Ulum Press, 1986), h. 140.
3
menggunakan lisan atau perbuatan yang bertujuan untuk membuat suasana menjadi
lebih hidup atau sebagai icebreaking dalam komunikasi yang membeku. Sekarang
banyak juga dalam acara televisi yang hampir disetiap chanel menampilkan acara-
acara berbentuk senda gurau yang berlebihan dengan hal-hal berbagai macam bentuk
yang terkadang membuat seseorang merasa sakit hati ataupun tersinggung, disadari
atau tidak hal-hal seperti itulah yang membuat senda gurau menjadikan bahaya pada
“Telah menceritakan kepada kami Ali bin Ishaq berkata; telah mengabarkan
kepada kami Abdullah telah mengabarkan kepada kami Az Zubair bin Sa'id lalu ia
menyebutkan hadits dari Shafwan bin Sulaim berkata; dan Shafwan bin Sulaim telah
menceritakan juga dari 'Atho` bin Yasar dari Abu Hurairah dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Seorang laki-laki mengatakan suatu
kalimat yang dengannya ia ingin menjadi bahan tertawaan orang-orang
disekelilingnya, maka ia akan masuk ke dalam neraka sejauh bintang-bintang di
langit."
pemeluk agama Islam seakan senang sekali dipertontonkan dengan sebuah acara
senda gurauan. Hal itu terbukti dengan banyaknya acara-acara senda gurau yang
salah satu acara yang di dalamnya banyak sekali senda gurauan, program YKS (Yuk
Keep Smile)6 lah yang dapat menyita perhatian public Indonesia dengan menempati
rating teratas. Dalam salah satu sumber meyebutkan “Banyak yang menilai bahwa
program YKS tidak mendidik dan dapat merusak moral. Selain itu program YKS juga
pernah berkali-kali mendapat teguran KPI karena dinilai melanggar norma kesopanan
5
Ahmad bin Hambal, Musnad li al-imam Ahmad ibn Hambal, (Beirut: Dar al-Fikri, 1991(.
6
Tayangan yang awalnya bernama “Yuk Kita Sahur” untuk mengisi program ramadhan di Trans TV
kini berubah nama menjadi “Yuk Keep Smile”.
4
dan membuat lawakan yang menyerang fisik dan kehormatan seseorang. Anehnya,
justru setelah mendapat teguran berkali-kali dari KPI, bukannya tenggelam dan mati
karena ditinggal sponsor (iklan) dan penontonnya, justru YKS semakin berkibar dan
menempati rating dan share yang semakin tinggi. Dan untuk kasus YKS, semakin
dihujat dan dicaci maki ternyata rating dan sharenya semakin menjulang ini membuat
tetapi itu bertujuan untuk sebuah maslahat, yaitu menyenangkan hati lawan bicara dan
beramah tamah dengannya bukan untuk senda gurau yang berlebihan apalagi dengan
mencela orang lain yang membuat seseorang sakit hati atau tersinggung.8
yang tidak tahu tentang senda gurau sebagai salah satu bahaya lisan dan tidak
memperhatikan terhadap masalah kecil ini. Bahkan masih banyak orang-orang yang
gurau dengan tidak baik di dalam setiap pembicaraan sehingga tanpa disadari akan
7
http://media.kompasiana.com/new-media/2014/01/06/yks-semakin-dihujat-ratingnya-semakin-
menjulang-624438.html diakses pada tanggal 10 Juli 2014
8
http://wika-online.blogspot.com/2013/01/humor-dalam-islam.html diakses pada tanggal 10 Juli 2014
9
Abî Hisyâm Muhammad bin „Isâ bin Tsaurah, Sunan Tirmîdzî, Beirut:Dâr al-Ma‟rifah, 2002.
5
Hadis sebagai salah satu pedoman bagi umat Islam selain al-Qur‟an, sudah
permasalahan yang ada di dalam segala aspek kehidupan yang terjadi pada manusia
salah satu kitab yang memuat berbagai hadis Nabi saw yang salah satunya hadis
tentang senda gurau yaitu kitab Ihyâ` „Ulûm al-Dîn karya Imam al-Ghazali. Imam al-
Ghazali yang di zamannya terkenal sebagai tokoh yang menjadi panutan masyarakat
saat itu, menjadi sandaran umat, menjadi hujjah, yang tentunya dalam perjalanan
diklaim sebagai kata-kata Nabi. Namun, di dalam kitab Ihyâ` „Ulûm al-Dîn ini al-
Ghazali banyak mengutip hadis-hadis Nabi dan sama sekali tidak menyertakan sanad-
Ibnu al-Jauzi salah satu ulama yang kontra terhadap al-Ghazali, beliau
mengkritik al-Ghazali dalam masalah hadis dengan memberikan julukan kepada al-
Ghazali sebagai “pencari kayu di malam hari”, maksudnya mengambil setiap yang
di dalam kitab Ihyâ` „Ulûm al-Dîn khususnya dalam poin senda gurau karena kitab ini
sering disajikan dalam pembelajaran oleh para kyai/ustadz kepada masyarakat atau
para santri dengan harapan masyarakat dan santri dapat memiliki moral yang tinggi.
Akan tetapi yang patut diperhatikan juga adalah apakah hadis-hadis tersebut dapat
10
Ahmad Satori Ismail, Pro-Kontra Pemikiran al-Ghazali, (Surabaya: Risalah Gusti, 1997), h.149
6
Penulis akan mencoba meneliti apa saja bahaya lisan yang di paparkan al-
Ghazali dalam kitabnya, dan dalam penelitian penulis, hal ini akan menjelaskan
bagaimana kualitas hadis senda gurau yang terdapat dalam kitab Ihyâ` „Ulûm al-Dîn
sehingga penelitian ini -dalam harapan penulis- akan membuka cara pandang
masyarakat luas umat Islam tentang lisan khususnya berkaitan dengan senda gurau
menurut al-Ghazali maupun para ulama. Karena itu, penulis akan membuat sebuah
penelitian hadis yang bertemakan “Bahaya Lisan: (Studi Kualitas Hadis Senda
Masalah lisan merupakan masalah yang cukup luas dan penting dalam
mengenai bahaya lisan. Namun demikian untuk menghindari pembahasan yang tidak
mengarah kepada maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini, maka penulis perlu
membatasi permasalahan skripsi ini, yang dimaksud bahaya lisan disini adalah lebih
menitik beratkan pada poin “senda gurau” saja. Menurut penulis pembahasan poin ini
menarik jika ditelusuri lebih dalam, banyak orang-orang yang meremehkan tentang
Kemudian di dalam kitab Ihyâ` „Ulûm al-Dîn terdapat cukup banyak memuat
hadis-hadis tentang senda gurau akan tetapi penulis akan membatasi empat hadis saja
yang akan diteliti kualitasnya (kritik sanad maupun matannya) karena kelima hadis
tersebut menarik untuk di bahas lebih lanjut dalam skripsi ini dan tentu kualitas
keempat hadis tersebut masih dipertanyakan dimana belum terdapat di dalam kitab
Ihyâ` „Ulûm al-Dîn itu sendiri, hadis ini juga yang mewakili dari poin senda gurau
ketiga menjelaskan Nabi juga bersenda gurau kecuali kebenaran dan tidak berlebihan.
Kemudian hadis keempat contoh tertawa Nabi ketika sedang bersenda gurau, berikut
hadis-hadis tersebut:
min Ahâdîts al-Basyîr al-Nadzîr karya „Abd al-Rahmân ibn Abû Bakar al-
Suyûtî.
b. Mencari data yang telah diperoleh dari kitab kamus dengan merujuk pada
c. Melakukan penelitian kritik sanad dari data yang diambil dari kitab asli,
Bagaimana kualitas keempat hadis di atas yang terdapat dalam kitab Ihyâ` „Ulûm
C. Tinjauan Pustaka
buku-buku atau skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah
dilakukan atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi
acuan penulis untuk tidak mengangkat pemasalahan yang sama, sehingga diharapkan
semua yang berkaitan dengan judul ini, penulis menemukan ada beberapa karya yang
membahas permasalahan bahaya lisan ini, yaitu: Buku karya Imam al-Ghazali, ”Bahaya
Lidah”, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), isi buku Bahaya Lidah karya Imam al-Ghazali ini
hanya menerjemahkan apa yang ada di kitab Ihyâ` „Ulûm al-Dîn menjadi bahasa
Indonesia saja. Skripsi oleh Eneng Maria Ulfa dengan judul “Etika Menjaga Lisan
dalam al-Qur‟an; Kajian Terhadap QS. Al-Nisa ayat 114 dan QS. Al-Hujuraat ayat
12”, tahun 2005, no. 429, isi skripsi ini sendiri adalah hanya kajian dari beberapa ayat
al-Qur‟an saja yang tercantum dalam judul. Skripsi oleh Dikalustian Rizkiputra dengan
judul “Bahaya Lisan dan Pencegahannya dalam al-Qur‟an”, tahun 2011, no. 2886,
adapun isi dari skripsi ini adalah kumpulan-kumpulan ayat al-Qur‟an yang berkaitan
Dari tinjauan diatas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini
berbeda dengan karya di atas, karena penulis membahas bahaya lisan yaitu hanya
9
memfokuskan kepada poin senda gurau dalam kitab Ihyâ` „Ulûm al-Dîn dan meneliti
yang terkumpul.
lisan terutama pada poin senda gurau, dan juga membuktikan data kualitas
hadis yang terdapat di dalam kitab Ihyâ` „Ulûm al-Dîn mengenai senda
gurau.
kesarjanaan Strata Satu (S-1) Sarjana Theologi Islam (S. Th. I) pada
Hidayatullah Jakarta.
dan informasi umum mengenai bahaya lisan dan khususnya menegenai senda gurau
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti bagi masyarakat
luas maupun masyarakat akademis dalam memahami konsep bahaya lisan ataupun
senda gurau yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian juga penelitian ini
diharapkan mendorong umat Islam untuk tidak bersenda gurau secara berlebihan dan
10
menyakiti hati orang lain. Sekaligus penulis dapat memberikan sumbangsih dalam
E. Metodologi Penelitian
memiliki relevansinya dengan masalah yang dibahas, baik itu yang bersumber dari
kesimpulan.
Ada dua jenis data dalam membuat skripsi ini, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer adalah sumber utama yang digunakan dalam pembahasan ini,
yaitu kitab Ihyâ` „Ulûm al-Dîn. Sedangkan data sekunder adalah data pendukung
F. Sistematika Penulisan
penyusunan dalam lima bab yang diawali dengan pemaparan tentang latar belakang
masalah, lalu pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
pada bab pertama ini dengan sistematika penulisan. Bab ini berusaha memberikan
gambaran singkat tentang masalah yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.
11
Pada bab kedua, penulis menguraikan secara rinci dari berbagai literatur
Pada bab ketiga, penulis membahas gambaran umum tentang lisan dan
mengkhususkan tentang senda gurau yang meliputi: pengertian senda gurau, etika
bersenda gurau, dan pendapat ulama tentang senda gurau. Bab ini menjelaskan
tentang lisan secara umum dan lebih khusus kepada senda gurau baik ditinjau dari
segi kebahasaan. Output yang diharapkan pada bab ini adalah dapat memahami
pengertian lisan atau senda gurau serta hikmahnya secara baik dan benar.
Pada bab keempat, penulis akan meneliti kualitas keempat hadis yang terdapat
dalam kitab Ihyâ` „Ulûm al-Dîn pada poin senda gurau dengan cara mengkritik sanad
dan matan hadis. Adapun output yang diharapkan adalah dapat memahami senda
gurau dengan berbagai bentuk dan dampaknya berdasrkan hadis yang ada sehingga
dapat mengetahui kualitas hadis Nabi yang berhubungan dengan senda gurau.
Pada bab kelima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan yang
didasarkan pada keseluruhan uraian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-
bab sebelumnya, dan juga memuat saran-saran yang diperlukan. Bab ini berusaha
mengetahui jawaban dari masalah tersebut. Selain itu juga, bab ini memberikan saran
agar memotivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembahasan ini.
BAB II
Nama lengkap beliau adalah Abû Hamîd Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad al-Ghazali, beliau lahir di Thus pada tahun 405 H. Beliau dijuluki Abû
Hamîd karena mempunyai putra bernama Hamîd yang meninggal sewaktu kecil. Hidup
dari keluarga yang sederhana, sebelum ayahnya wafat ia berpesan kepada sahabatnya
agar mendidik anaknya. Al-Ghazali menuntut ilmu bersama beberapa Imam lainnya di
Naisabur, dan sempat menjadi sahabat baik. Mereka adalah al-Kayya al-Haras, Abû al-
Muzhfar al-Khawwafi serta Abâ al-Ma‟âlî al-Juwainî (dari al-Juwainî juga al-Ghazali
Mereka bertiga sempat menjuluki al-Ghazali sebagai “lautan yang tak bertepi”
dan beliau juga terkenal dengan sebutan “al-Ghazzala”. Al-Ghazali wafat pada hari
Senin, 14 Jumadil Akhir 505/18 Desember 1111, di makamkan di Taban, Thus dan
makamnya banyak sekali orang yang datang untuk menziarahi. Menurut laporan adiknya,
al-Ghazali wafat sesudah berwudhu, sholat subuh kemudian minta diambilkan kain kafan
lalu ia mengambil dan menciumnya serta menutupkannya kepada kedua matanya seraya
berkata, tâ’atan li al-dukhûl ‘alâ al-malak, yang artinya aku rela dan patuh, silahkan
masuk wahai malaikat ku. Kemudian beliau menelentangkan kakinya dan menghadap
Setelah ayahnya meninggal dunia ia dan saudaranya dididik oleh Ahmad bin Muhammad
12
13
al-Razâkanî al-Tûsî, seorang sufi yang mendapat wasiat dari ayahnya untuk mengasuh
mereka, dan kepadanyalah pertama kali al-Ghazali mempelajari ilmu Fiqh. Namun,
setelah sufi tersebut tidak sanggup lagi mengasuh, mereka dimasukkan kesebuah
merantau ke Jurjan pada tahun 465 H, sebuah kota di Persia yang terletak antara kota
berguru kepada seorang fakih yang bernama Imâm Abû Nasr al-Ismâ‟ilîy.
pada tahun 470 H untuk belajar kepada salah seorang ulama Asy‟ariyah, yaitu Imâm Abû
al-Ma‟âlî al-Juwainî yang dijuluki sebagai Imâm al-Haramain dan mengikutinya sampai
gurunya tersebut meninggal dunia pada tahun 1016 M/478 H, al-Ghazali belajar
juga belajar tasawuf kepada dua orang sufi, yaitu Imâm Yusuf al-Nasaj dan Imâm Abû
„Alî al-Fadl bin Muhammad bin „Alî al-Farmazî al-Tûsî. Ia juga belajar hadis kepada
banyak ulama, seperti Abû Sahal Muhammad bin Ahmad al-Haisi al-Marwâzî, Abû al-
Fath Nasr bin „Alî bin Ahmad al-Hâkimî al-Tûsî, Abû Muhammad „Abdullah bin Ahmad
Abû al-Fityân „Umar bin Abî al-Hasan al-Ru‟asi al-Dahistani, dan Nasr bin Ibrâhim al-
Maqdisî.
14
seorang wazir (mentri) pada masa pemerintahan Sultan „Adûd al-Daulah Al-Arselan (455
H/1063 M-465 H/1072 M) dan Jalâl al-Daulah Mâlik Syah (465 H/1072 M-1092 M) dari
dinasti Salajiqah di al-„Askar sebuah kota di Persia. Wazir kagum atas pandangan-
perguruannya Nizham al-Mulk di Baghdad, yang lebih dikenal dengan perguruan atau
Madrasah Nizhamiyah. Al-Ghazali mengajar di Baghdad pada tahun 484 H/1091 M, pada
saat inilah al-Ghazali yang pada waktu itu berusia 34 tahun memeperoleh berbagai gelar
dalam dunia Islam dan mencapai puncak karirnya yang ia capai dalam usia yang masih
relatif muda.
meninggalkan Baghdad menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji kedua kalinya
pada tahun 488 H, setelah ia mewakilkan tugas kepada saudaranya dan terus melanjutkan
perjalanan ke Damaskus. Di sini ia hidup sebagai seorang zahid yang mendalami suasana
batin, meninggalkan kemewahan dan mensucikan diri dari dosa selama kurang dari dua
tahun lamanya. Kemudian pada akhir tahun 490 H/1098 M ia pergi ke Herbon dan Bait
dengan maksud untuk bertemu dengan salah seorang Amir dari pemerintahan
menuju tanah suci Mekkah dan Madinah. Selanjutnya ia kembali ke Naisabur dan
diangkat oleh Fakhr al-Mulk (putra Nizham al-Mulk) sebagai Perdana Mentri dari
Gubernur Khurasan, Sanjar yang merupakan salah seorang putra Malik Syah sebagai
15
Presiden dari perguruan di Naisabur pada tahun 1105 M. Tidak cukup lama di Naisabur,
al-Ghazali kembali ke Thus dan mendirikan madrasah yang mempelajari Teologi dan
Tasawuf, serta madrasah fiqhi yang khusus mempelajari ilmu hukum. Di sinilah al-
Karya-karya al-Ghazali
Beliau seorang yang sangat produktif menulis. Karya Ilmiah beliau sangat banyak
1) Arba’in fi Usûl al-dîn. Merupakan juz kedua dari kitab beliau Jawâhir al-Qur’ân.
2) Qawâ’id al-‘Aqâ`id, yang beliau satukan dengan Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn pada jilid
pertama.
3) Al-Iqtisâd fi al-I’tiqâd.
b. Kedua, dalam ilmu Ushul, Fiqh, Filsafat, Manthiq, dan Tasawuf, beliau memiliki karya
2) Mahak al-Nadzar.
4) Ma’ârif al-‘Aqliyah. Kitab ini dicetak dengan tahqiq Abdul Karim „Ali „Ustman.
1
Abû Hamîd al-Ghazali, Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn, (Beirut: Daar al-Fikr, 2002), h.3-5
16
1. Isi Kitab
Al-Ghazali membagi kitabnya pada empat bagian, yaitu: pertama, Rub’ al-
‘Ibâdât. Bagian mengenai ibadah ini terdiri dari sepuluh pembahasan, yaitu: Kitab ilmu,
Kitab kaidah-kaidah i‟tikad, Kitab rahasia (hikmah) bersuci, Kitab hikmah salat, Kitab
hikmah zakat, Kitab hikmah puasa, Kitab hikmah haji, Kitab adab membaca Alquran,
Kitab dzikir dan doa, dan Kitab tartib wirid pada masing-masing waktunya.3
2
Abû Hamîd al-Ghazali, Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn, terj. Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, h.11
3
Abû Hamîd al-Ghazali, Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn, tahqiq: Badawi Thibanah, Juz I (Semarang: Karya Thaha
Putra, tt), 5
17
Kedua, rub’ al-‘Âdât. Bagian kedua ini merupakan pembahasan yang terkait
dengan pekerjaan sehari-sehari atau adat kebiasaan. Terdapat sepuluh hal adat yang ia
bahas pada bagian ini, yaitu: kitab adab makan, kitab adab perkawinan, kitab hukum
berusaha, kitab halal dan haram, kitab adab berteman dan bergaul dengan berbagai
golongan manusia, kitab „uzlah (pengasingan diri), kitab adab musafir, kitab mendengar
dan merasa, kitab amr ma‟ruf nahi munkar, dan kitab adab kehidupan dan akhlak
kenabian.4
Ketiga, rub’ al-muhlikât. Bagian ketiga ini merupakan bahasan yang terkait
dengan perbuatan-perbuatan yang membinasakan. Ada sepuluh bab yang mengisi bagian
ini, yaitu: kitab menguraikan keajaiban hati, kitab latihan diri, kitab bahaya hawa nafsu
perut dan kemaluan, kitab bahaya lidah, kitab bahaya marah, dendam, dan dengki, kitab
tercelanya dunia, kitab tercelanya harta dan kikir, kitab tercelanya sifat suka kemegahan
dan cari muka, kitab tercelanya sifat takabur dan menyombongkan diri, dan kitab
Keempat, rub’ al-munjiyât. Ini merupakan seperempat bagian terakhir yang ada
dalam kitab Ihya. Isinya terkait dengan perbuatan yang dianggap melepaskan dari
perbuatan tercela, atau dengan kata lain budi pekerti yang terpuji. Ada sepuluh bab dalam
bagian ini, yaitu: kitab taubat, kitab sabar dan syukur, kitab tajut dan harap, kitab fakir
dan zuhud, kitab tauhid dan tawakkal, kitab cinta kasih, rindu, lembut hati, dan rela, kitab
niat, benar, dan ikhlas, kitab muraqabah dan menghitung amalah, kitab tafakkur, dan
4
Abû Hamîd al-Ghazali, Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn, tahqiq Badawi Tabanah, h.389.
5
Abû Hamîd al-Ghazali, Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn, tahqiq Badawi Tabanah, h.402.
6
Abû Hamîd al-Ghazali, Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn, tahqiq Badawi Tabanah, h.535.
18
Di Indonesia, kitab Ihyâ` Ulûm al-Dîn ini sudah banyak dikenal oleh masyarakat.
Dalam pelacakan penulis, tahun 1963 merupakan tahun pertama kitab ini diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia. Hamka memberikan pengantar pada buku tersebut dan ia
menyatakan kesenangannya telah ada orang yang mau menerjemahkan kitab ini ke dalam
bahasa Indonesia, adapun yang menerjemahkan kitab ini adalah Isma‟il Ya‟kub dan
diterbitkan oleh penerbit Imbalo Medan.7 Setelah itu ada beberapa penerbit yang turut
serta menerjemahkan kitab ini, di antaranya Penerbit Pustaka Indonesia di Medan dengan
jumlah 9 jilid pada tahun 1976, Penerbit Faizan di Jakarta dengan jumlah 4 jilid pada
tahun 1984, Penerbit al-Syifa di Semarang pada tahun 1992, dan Penerbit Republika
Menurut Badawi8, kitab ini pada dasarnya terbagi menjadi tiga bahasan pokok,
a. Al-‘Aqliyah al-Syarî’ah
hukum-hukum yang berkaitan dengan persoalan fiqih dan usulnya, yang itu
dinukilkan dari sumber hukum Islam terbesar yaitu Alquran dan hadis, serta
disarikan dari pendapat para Imam madzhab, ditambahkan pula dari pendapat ahli
fikih, ulama syari‟ah, ulama hadis dan ta‟wil. Meski demikian, semuanya itu tidak
menyimpang dari sandaran hukum pokok yang utama dalam Islam, yaitu Alquran,
7
Abû Hamîd al-Ghazali, Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn, terjemahan Isma‟il Ya‟kub (Medan:Penerbit Imbalo,
1964), h.19-22.
8
Ia adalah orang yang mentahqiq kitab Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn
9
Abu Hafsa, Pintu Masuk Buku Ini, dalam Abû Hamîd al-Ghazali, Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn,
(Jakarta:Republika Penerbit, 2011), h. 13
19
b. Al-‘Aqliyah al-Falsafiyah
disandarkan pada kemampuan akal manusia untuk memahami, sebagai saran yang
telah Allah anugrahkan kepada setiap manusia yang mau menggunakan akal
sesuai aturan dan petunjuknya. Sekaligus sebagai pembenar dan saksi atas
kebenaran aturan hidup yang disampaikan, yang itu bertujuan untuk memudahkan
kita dalam menjalani hidup, serta seluruh aturan yang diperintahkan oleh Allah
swt. Di dalamnya penggunaan akal yang dimaksud disini adalah metode berfikir
yang dirancang untuk tidak menyimpang dari fithrahnya yang suci, dengan
c. Al-‘Aqliyah al-Shufiyyah
melalui cara-cara seperti bersikap zuhut terhadap urusan dunia, menucikan diri
dari segala bentuk urusan yang meragukan, maupun usaha pembersihan jiwa dari
ditentukan-Nya.11
10
Abu Hasfa, Pintu Masuk Buku Ini dalam Abû Hamîd al-Ghazali, Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn, h. 14
11
Abu Hasfa, Pintu Masuk Buku Ini dalam Abû Hamîd al-Ghazali, Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn, h. 14
20
baik atas kitab Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn. Buku ini disusun oleh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
penyimpangan besar lainnya) adalah hadis-hadis palsu dan batil (yang termaktub
Semua itu dinukil oleh penulisnya dari referensinya, meskipun bukan dia yang
Allah swt) dengan hadis palsu, dan tidak boleh tertipu dengan ucapan yang
2) Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah: “Dalam kitab ini terdapat hadis-hadis dan riwayat-
riwayat yang lemah bahkan banyak hadis yang palsu. Juga banyak kebatilan dan
rusak (menyimpang dari Islam) dari para ahli filsafat yang berkaitan dengan
12
Ibn al-Jauzi, Minhajul Qashidin, sebagaimana dikutip oleh: Ali Hasan Ali Abdul Hamid, Ihya
Ulumuddin Pandangan Ulama, terj. Yoga (Jakarta: Darul Qolam, tt), h. 14-17
13
Ibn Taimiyah, Majmu‟ Fatawa, Juz X, h. 552, sebagaimana dikutip oleh: Ali Hasan Ali Abdul
Hamid, Ihya Ulumuddin Pandangan Ulama, terj. Yoga (Jakarta: Darul Qolam, tt), h. 19
21
tauhid (Pengesaan Allah swt), kenabian dan hari kebangkitan. Maka, ketika
muslimin (untuk merusak agama mereka secara terselubung). Sungguh para Imam
(ulama besar) Islam telah mengingkari (kesesatan dan penyimpangan) yang ditulis
Sebenarnya orang yang menyebutkan sisi baik dari kitab Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn, juga
tidak sedikit. Buya Hamka, saat memberikan kata pengantar pada terjemahan kitab
pengaruh kitab Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn pada masyarakat Muslim dan Ulama di Indonesia.
Contohnya, penyebaran Islam di Kerajaan Pasai dipengaruhi juga oleh karya al-Ghazali
ini. Untuk contoh lainnya karya Seykh „Abd al-Shamad al-Falimbani, Sa’ir al-Salikin,
banyak dipengaruhi kitab Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn. Buya Hamka menambahkan, bahwa buku
Tasawuf Modern miliknya, “amat banyak mengambil buah renungan al-Ghazali ini”.15
Bila kitab ini memiliki kekeliruan besar tenyata tidak akan banyak orang yang akan
terpengaruhi olehnya. Namun apabila kitab ini sedikit kekeliruan, hal itu penulis pandang
14
Ibn Taimiyah, Majmu‟ Fatawa, Juz X, h. 552, sebagaimana dikutip oleh: Ali Hasan Ali Abdul
Hamid, Ihya Ulumuddin Pandangan Ulama, terj. Yoga, h. 20
15
Hamka, “Sambutan Terjemahan IHYA‟ ULUMUDDIN” dalam Abû Hamîd al-Ghazali,
Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn, terj. Tk. Ismail Yakub, Juz I (Medan: Penerbit Imbalo, 1964), h. 17-18
BAB III
Menurut Bahasa ٌ لِسَانberasal dari akar kata yang terdiri atas tiga huruf; lam-sin-
nun yang dihubungkan menjadi َ لَسَنdan mempunyai makna dasar yaitu panjang yang
agak lembut. Dalam lisân al-„arab, kata ٌ لِسَانdiartikan jârihat al-kalâm, yaitu
anggota badan yang bisa mengeluarkan perkataan. Sedangkan bentuk jamak dari lisan
adalah ْسن
ُ ْ“ اَلalsun” dan ْ“ اَلْسِنَهalsinah”. Samin Halabi, penulis buku kosakata
jamak tersebut. Jika kata lisan diposisikan sebagai mudzakar maka bentuk jamaknya
adalah ْ اَ ْلسِنَه, tetapi jika lisan diposisikan sebagai muannats maka bentuk jamaknya
adalah ْ اَ ْلسُن. Para ahli bahasa memaknai lisan sebagai salah satu organ tubuh yang
dimengerti oleh sesama manusia atau disebut juga bi tahrîk al-fasâhah, yaitu
Lisan Menurut Istilah adalah sekumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut
yang dapat membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Lisan
berada di dalam mulut manusia, dan bertetangga dengan gigi dan gusi. Lisan
1
Ibnu Mandzûr, Lisân al-„Arabi,juz 12 (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-„Arabi), h. 275-276.
Lihat juga: Sihabuddin, dkk, ed. Ensiklopedia al-Qur‟an; kajian kosa kata, vol II (Jakarta: Lentera
Hati, 2007), cet. 1, h. 520.
23
24
hanyalah segumpal otot lentur yang melintang dan panjang sehingga dapat
digerakkan atau dijulurkan. Normalnya, lisan memiliki ukuran 5-6 cm. Lisan juga
dikenal sebagai indera pengecap yang banyak memiliki struktur tunas pengecap.2
Pengertian Senda Gurau menurut bahasa ialah: Mazaha, yang berasal dari kata
4
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti senda
seloroh.5
Bersenda gurau merupakan salah satu cara yang di syari‟atkan dan sifat agar kita
disukai banyak orang. Juga merupakan salah satu perantara yang utama untuk dapat
dicintai orang lain dan cara yang mudah untuk memperoleh simpati hati mereka.
Terdapat unsur humor dalam senda gurau, karena biasanya senda gurau
menghasilkan sebuah tawa. Istilah humor sendiri merupakan kata- kata yang memiliki
2
Tunas pengecap adalah bagian pengecap yang ada di pinggir papilla, terdiri dari dua sel yaitu
sel penyokong dan sel pengecap. Sel pengecap berfungsi sebagai reseptor. Sedangkan sel penyokong
berfungsi untuk menopang. Terdapat lebih dari 10.000 tunas pengecap pada lidah manusiausianya
hanya seminggu. Tunas itu akan mati dan segera digantikan oleh sel-sel yang baru. Sel-sel reseptor
terdapat pada tonjolan-tonjolan kecil pada permukaan lidah (papila). Sel-sel inilah yang bias
membedakan rasa manis, asam, pahit, dan asin. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah.
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah. Diakses pada tanggal 8 Juni 2014.
4
Ibnu Mandzûr, Lisân al-„Arabi, (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-„Arabi), h. 92
5
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990),
h.812
6
Muhammad bin Ismail al-„Umrani, Ta‟aruf Cinta, h. 76
25
banyak makna. Pada Abad Pertengahan, humor menunjuk kepada suatu energi yang
berpikir untuk berhubungan dengan suatu keadaan emosional. Energi ini telah
dipercaya untuk menentukan kesehatan dan karakter. Menurut Freud, tujuan dari
lelucon atau humor adalah untuk memberikan kesenangan, memunculkan hal yang
Sedang Dalam literatur Islam masa lalu, cukup banyak tokoh-tokoh muslim
yang telah menghasilkan karya-karya humor. Namun humor dan canda mereka selalu
Hani al Arabiy. Para tokoh humor ini, digambarkan sebagai manusia-manusia unik.
Dari ucapan dan perbuatan mereka, semuanya mengandung pengajaran dan dakwah.
Jadi, di dalam Islam sama sekali tidak ada larangan humor dan cara bersenda gurau.
Tentu saja selama masih berada dalam koridor yang benar. Kita tidak diperbolehkan
bersenda gurau yang berlebihan hingga akhirnya jatuh pada ghibah atau olok-olok.7
1) Tidak menggunakan perkara yang bohong sebagai alat untuk manusia tertawa.
Artinya: Celaka orang yang bercakap kemudian berbohong supaya manusia ketawa.
Penghinaan itu juga termasuk cara seseorang itu meniru perbuatan orang lain. (sabah :
mengolok-ngolok).
Saidatina Aisyah RA berkata, "Aku telah meniru perbuatan seorang manusia." Lalu,
Baginda bersabda,
8
Muslim ibn Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Daar al-
Fikr).
9
Ahmad bin Hanbal, Musnad li al-imam Ahmad ibn Hanbal, (Beirut: Dar al-Fikri, 1991(.
27
Seorang lelaki yang lain mengambil anak panah dari busurnya, dan mengejutkan
lelaki yang mengantuk itu, menyebabkan dia terperanjat." Rasulullah SAW bersabda,
Tidak boleh bagi seorang muslim untuk menakutkan sesama saudara muslim.
4) Janganlah bergurau di tempat yang serius dan janganlah serius di tempat yang
bergurau.
Dalam Islam, ada tiga perkara yang dianggap diambil hukumnya walaupun dalam
“Tiga perkara yang mana diambil hukumnya sama dalam keadaan bergurau atau
serius yaitu nikah, cerai dan membebaskan hamba.”
10
Sulaiman bin al-„Asy‟asy Abu Dawud al-Sijistani al-Azdi, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dar
al-Fikr).
11
Sulaiman bin al-„Asy‟asy Abu Dawud al-Sijistani al-Azdi, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dar
al-Fikr).
12
Abî Hisyâm Muhammad bin „Isâ bin Tsaurah, Sunan Tirmîdzî, (Beirut:Dâr al-Ma‟rifah,
2002).
28
ketika mendengar bacaan al-Quran. Firman Allah SWT dalam surah an-Najm, ayat
59-61,
"Adakah kamu hai musyrikin rasa hairan dengan ayat-ayat suci al-Quran?
Kamu ketawa ketika mendengarnya, tidak menangis ketika mendengranya dan kamu
Saidina Ali RA juga pernah berkata, "Masukkan gurauan dalam kata-kata sekedar
b) Bercanda juga dianjurkan di antara saudara dan sahabat sebab hal itu dapat
13
Abî Hisyâm Muhammad bin „Isâ bin Tsaurah, Sunan Tirmîdzî, (Beirut:Dâr al-Ma‟rifah,
2002).
14
Yusuf Qardhawi, Fiqih Al-lahwi At-Tarawih, Terj. Dimas Hamsyah, Fiqih Hiburan,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005).
29
diterangkan dalam hadits riwayatkan Abdullah bin As-Saib dari Ayahnya dan
15
15
Sulaiman bin al-„Asy‟asy Abu Dawud al-Sijistani al-Azdi, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dar
al-Fikr).
30
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang yang bersenda gurau:
g) Bersanda gurau dengan orang yang lebih tua dan alim dengan sesuatu yang
pantas.
Nabi saw sedikit sekali bersenda gurau. Sekalipun bersenda gurau, beliau
hanya mengatakan perkataan yang benar. Umar bin Abdul Aziz ra berkata: “Berhati-
hatilah kalian terhadap senda gurau karena hal itu berbuntut pada dendam dan
menimbulkan keburukan.” Dikatakan pula, “Setiap sesuatu itu mempunyai benih, dan
sesungguhnya senda gurau itu awalnya manis tetapi berakhir dengan permusuhan.”16
Hassan Al-Banna telah menyusun dan merintis semula mengenai isu ini
dengan meletakkan suatu pesanan yang sangat berguna kepada para da‟i dan setiap
Muslim yang beriltizam dengan agama Islam ini. Beliau tidak meletakkan hukum
'haram' dalam gurauan dan ketawa. Namun, beliau seperti Baginda SAW dan Saidina
Ali RA, telah menyeru dan memperbaharui seruan melalui wasiatnya supaya umat
Islam ini kurangkan bergurau dan lebihkan amalan dan tindakan. Hal ini disebabkan,
dengan banyak ketawa atau gurauan, dapat menyebabkan hati dan fikiran 'mati'
daripada memikirkan nasib dan permasalahan ummah yang menderita akibat terus-
terusan dijajah.
16
Ali al-Dihami, Menjaga Hati, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 97
BAB IV
baru), lawan dari qadîm. Bisa juga diartikan dengan Qarîb (yang dekat), selain
itu juga bisa diartikan dengan khabar yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain dan ada kemungkinan benar
atau salahnya. Hadis merupakan sumber Islam kedua setelah Alquran. Dimana
ia adalah sinonim dari kata sunnah yaitu yang diartikan sebagai segala sesuatu
yang diambil dari Rasulullah saw, baik berupa perkataan, perbuatan, dan
penetapan.1
sesuatu yang masih global yang terdapat dalam Alquran, menerangkan yang
tidak terdapat dalam Alquran.2 Dalam referensi lain juga disebutkan bahwa
maupun penetapan pada hal-hal yang yang masih global dan sebagainya dalam
1
Fathur Rahman, Ikhtisar Mustalah Hadis, ( Bandung:PT Ma‟arif, 1974), h.24
2
Ending Syaifuddin Ansyari, Wawasan Islam: Pokok-pokok Pemikiran Islam dan
Umatnya, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1993), h.35
32
33
Alquran.4
bahaya lisan yang terdapat dalam kitab Ihyâ` „Ulûm al-Dîn, adapun redaksi
No Teks Hadis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
3
M.M Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, terj.‟Ali Mustafa Ya‟qub
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h.27
4
M.‟Ajâj al-Khâtib, Ushûl al-Hadîts, terj. M.Qadirun Nur, Ahmad Musyafiq
(Jakarta:Gaya Media Pertama, 2001), h.35
34
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Dan berikut adalah redaksi hadis yang dipilih untuk diteliti berdasarkan
.ٔ
.ٕ
.ٖ
.ٗ
35
1. Pengertian Takhrij
yang popular untuk kata at-takhrij itu ialah: (1) al-istinbât (hal mengeluarkan);
(2) al-tadrîb (hal melatih atau hal pembiasaan); (3) al-taujîh (hal
memperhadapkan).6
“Penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari
5
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), h.155
6
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007),
h. 39. Lihat juga Mahmud at-Tahhan, Usul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid, (Riyad: Maktabah al-
Ma‟arif, 1991), h.8
7
Mahmud at-Tahhan, Usul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid, h.10
8
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 41
36
Tanpa dilakukan kegiatan takhrij hadis terlebih dahulu, maka akan sulit
diketahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti, berbagai riwayat yang
telah meriwayatkan hadis itu, dan ada atau tidak adanya syahid atau muttabi‟
dalam sanad bagi hadis yang ditelitinya. Dengan demikian, ada tiga hal yang
Suatu hadis akan sangat sulit diteliti status dan kualitasnya bila terlebih
susunan sanad dan matan secara benar, maka hadis yang bersangkutan
usul hadis yang akan diteliti itu, maka kegiatan takhrij perlu dilakukan
terlebih dahulu.
Hadis yang akan diteliti mungkin memiliki lebih dari satu sanad.
Mungkin saja, salah satu dari sanad itu berkualitas daif, sedang yang
berkualitas daif dan yang berkualitas sahih, maka terlebih dahulu harus
c) Untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid dan muttabi‟ pada sanad
yang diteliti.
Ketika hadis diteliti salah satu sanad-nya, mungkin ada periwayat lain
yakni tingkat sahabat nabi, disebut sebagai syahid, sedang bila terdapat
Dalam penelitian sebuah sanad, syahid yang didukung oleh sanad yang
kuat dapat memperkuat sanad yang sedang diteliti. Begitu pula mutabi‟
yang memiliki sanad yang kuat, maka sanad yang sedang diteliti
dapat diketahui secara pasti seluruh sanad untuk hadis yang sedang
diteliti.9
9
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 41-43
38
rujukan berupa mushaf Alquran. Akan tetapi untuk menelusuri sebuah hadis,
tidak cukup hanya menggunakan sebuah kamus atau sebuah kitab hadis yang
musnad.
10
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 43
39
hadis.11
Kata i‟tibar (ُ )اإلِعْتِبَارmerupakan masdar dari kata َ )إعتب ر. Menurut
maksud untuk dapat diketahui sesuatu yang jelas.” Menurut istilah ilmu
hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat
tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah
tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis yang dimaksud.12
11
Abu Muhammad Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, (terj) Said Agil Husain al-
Munawar & H.A. Rifki Mukhtar, Metodelogi Takhrij hadis, (Semarang: Toha Putra Group, 1994),
h.78
12
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h.49
40
untuk mengetahui keadan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau
syahid. Yang disebut muttabi‟ (biasa juga disebut tabi‟ dengan jama‟
bukan sahabat Nabi. Pengertian syahid (dalam istilah ilmu hadis biasa
al-i‟tibar akan dapat diketahui apakah sanad hadis yang diteliti memiliki
jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadis. Dalam referensi lain,
sanad menurut bahasa ialah sandaran, tempat bersandar, atau dapat juga
kritik sanad hadis ini menyajikan biografi tiap sanad yang menjadi jalur
13
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h.50
14
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), cet ke-4, h. 168
41
apakah sanad tersebut termasuk yang positif (ta‟dîl) atau yang negatif
perawi yang menjadi rentetan sanad hadis, melalui kitab-kitab rijal hadis
matan memiliki kedudukan yang sama penting. Karena dalam suatu hadis
barulah dinyatakan sahih apabila sanad dan matan hadis itu sama-sama
harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas shahih adalah terhindar
15
Kamaruddin Amin, Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis, (Jakarta: PT
Mizan Publika, 2009), h.20.
16
Dr.Bustamin M.SI, Metode Kritik Hadis, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010
42
Dalam kegiatan penelitian matan ini, ada tiga langkah yaitu sebagai
berikut:
Dilihat dari segi obyek penelitian, matan dan sanad hadis memiliki
dipertentangkan.17
17
Dr.Bustamin M.SI, Metode Kritik Hadis, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010
43
Hadis Pertama
a. Teks Hadis
Langkah awal dalam melakukan kritik hadis adalah takhrij hadis, dalam
kegiatan takhrij ini penulis menelusuri melalui penggalan lafaz matan hadis
َ ٔ٨٘٨ََبر,ت
Penulis juga menelusuri kata dari lafaz kemudian ditemukan sebagai berikut:
ٔ9
٘٨ََبر,ت
Penulis juga menelusuri kata dari lafaz dan ditemukan sebagai berikut:
ٕٓ
٘٨ََبر,ت
18
A.J Weinsinck, Corcondance et Indices de la Tradition Musumane, diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfâdz al-
Hadîts al-Nabawî, jilid 3. (Brill:Leiden, 1955), h.237
19
A.J Weinsinck, Corcondance et Indices de la Tradition Musumane, diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfâdz al-
Hadîts al-Nabawî, h. 256
44
Berdasarkan hasil penelusuran di atas bahwa matan hadis tersebut terdapat pada:
Dengan demikian matan hadis ini hanya terdapat dari jalur Tirmidzi saja.
َ ٕ:ََٕٔٓٗ–َاركارََٕٓٔ–َخفاء٨ََٗٗمشكاف-ٔ١ََ–َاتحاف9ٙ٘,ت
20
A.J Weinsinck, Corcondance et Indices de la Tradition Musumane, diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfâdz al-
Hadîts al-Nabawî, h. 56
21
Abî Hisyâm Muhammad bin „Isâ bin Tsaurah, Sunan Tirmîdzî, Beirut:Dâr al-Ma‟rifah,
2002.
45
b. Kritik Sanad
1. Al-Tirmîdzî (w.279 H)
Nama lengkapnya adalah Imam al-Hâfidz Abû „Isa Muhammad bin „Isa
bin Saurah bin Mûsa bin al-Dahhâk Al-Sulami al-Tirmîdzî, salah seorang ahli
hadis kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyur lahir pada 279 H di
kota Tirmiz.
Juga ia belajar kepada Imam Muslim dan Abû Dâwud. Bahkan al-Tirmîdzî belajar
pula hadis dari sebagian guru mereka. Guru lainnya ialah Qutaibah bin Saudi
Arabia‟id, Ishâq bin Mûsâ, Mahmûd bin Ghailân. Sa‟îd bin „Abdur Rahmân,
Muhammad bin Basysyâr, „Alî bin Hajar, Ahmad bin Munî‟, Muhammad bin al-
Mahmûd „Anbar, Hammâd bin Syâkir, „Abd bin Muhammad al-Nasfî, al-Haisam
bin Kulaib al-Syasyi, Ahmad bin Yûsuf al-Nasafi, Abû al-„Abbâs Muhammad bin
Mahbûd al-Mahbûbî, yang meriwayatkan kitab Al-Jâmi‟ dari padanya, dan lain-
lain. Kekuatan hafalan Abû „Isa al-Tirmîdzî diakui oleh para ulama, keahliannya
Nama lengkapnya adalah: Ziyâd bin Ayyûb bin Ziyâd al-Baghdâdî Abû
Guru-gurunya: Ibrâhîm bin Abî al-„Abbâs, Ahmad bin Abî al-Hawariy, Adam bin
Ayyûb, Asbath bin Muhammad al-Qurasyiy, Ismâ‟il bin Ulaiyah, Ziyâd bin
„Abdullah al-Bakka‟i, Sa‟îd bin Zakariyâ al-Madaaniy, Sa‟îd bin „Amir al-
Dhuba‟i, Sa‟îd bin Muhammad al-Warrâq, dan Abî Sufyân Sa‟îd bin Yahyâ al-
Himyari.
„Abdullah bin Junaidi al-Khuttuliy, Ibrâhim bin Muhammad bin „Abbâd, Ahmad
bin Husain bin Muhammad bin Ahmad Junaidi al-Daqaqi dan Ahmad bin Ali al-
„Alai al-Juzijani.
3. Al-Muhâribi (w.195 H)
Guru-gurunya: Ibrâhim bin Muslim al-Hajari, Ismâ‟il bin Abi Khalid, Ismâ‟il bin
Rafi‟ al-Madani, Asy‟ats bin Tsawar, Bakr bin Khunais, Hajjâj bin Artah,
Sulaimân al-A‟masy, Salâm al-Tawîl, Salih bin Salih bin Hayy, „Abdullah bin
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
22
Sa‟îd bin Abî Sa‟îd al-Maqbûri, „Abdurraman bin Ziyâd bin An‟um al-Ifriqi,
„Abdussalam bin Harb, Fudail bin Ghazwân, Fitr bin Khalifah, Laits bin Abi
Sulaim, Muhammad bin Ishaq bin Yasar dan Musa bin Qais al-Farai.
Murid-muridnya: Ibrahim bin Yusuf al-hadhrami al-Sairafi, Ahmad bin Harb al-
Maushuli, Ahmad bin Muhammad bi Hanbal, Ishaq bin Musa al-Anshori, Ja‟far
bin Muhammad bin „Imran, Hasan bin „Arafah, Hamad bin Hasan bin „Anbah al-
Waraqi, Khalad bin Yahya, Daud bin Rusyaid, Abu Sa‟id Abdullah bin Sa‟id al-
Asyja, Sahal bin Utsman al-„Askari, Salid bin Suhail al-Nakhai, Muhammad bin
Salam al-Bikandi.
Pendapat Ulama:
Al-Nasa‟i: Tsiqah
Guru-gurunya: Asy‟asy bin Abi Sya‟tsa, Busyrâ, Tsabit bin „Ajlan, Hajjaj bin
Ubaid bin Yassar, Rabi‟ bin Annas, Zayid bin Artah, Sa‟id bin Amir, Syahr bin
Hautsab, Safwan bin Muhriz, Tawwus bin Kaisan, Talhah bin Musarrif, Abdul
Malik bin Abi Basyir al-Madaani dan I‟krimah maula Ibn Abbas.
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, jilid
23
Ulaiyah, Ismail bin „Ayyasy, Bakar bin Khunaisy, Tsa‟labah bin Suhail, Jarir bin
Abdul Hamid, Hasan bin Ibrahim, Abdurrahman bin Muhammad al-Muharibi dan
Pendapat Ulama:
Mu‟awiyah: Daif
Guru-gurunya: Abdullah bin Musawir, I‟krimah maula Ibn Abbas dan Hafshah
binti Sirin.
Murid-muridnya: Abû Hazim Junaid bin „Ala‟ bin Abi Dahrah al-Taimiy al-
Kufiy, Zuhair bin Muawiyah, Sufyan al-Tsauri, „Abdurrahman bin Muhammad al-
Muharibi, Laits bin Abi Sulaim dan Muhammad bin Humran al-Qisiy.
Pendapat ulama:
Muammal: Saduq
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
24
6. ‘Ikrîmah (w.104 H)
Guru-gurunya: Jabi‟r bin Abdullah, Hajjaj bin „Amr bin Ghaziyyah al-Ansari,
Hasan bin Ali bin Abi Talib, Safwan bin Umayyah, Abdullah bin Abbas,
Abdullah bin „Amr bin „Ash dan „Uqbah bin Amir al-Juhaniy.
Murid-muridnya: Aban bin Sam‟ah, Ibrahim al-Nakha‟i, Artah bin Abi Artah,
Ishaq bin Abdullah bin Jabir al-Adaniy, Ismail bin Abi Khalid, Ja‟far bin Rabi‟ah,
Abdul Malik bin Abi Basyir al-Bashriy al-Madaani, Utsman bih Hakim al-Anshari
Pendapat ulama:
Nama Lengkap : „Abd Allâh bin „Abbâs bin 'Abd al-Muṯ ṯ alib bin
Hâsyim.26 Ia lahir di Makkah tiga tahun sebelum hijrah. Dia adalah putra „Abbâs
bin 'Abd al-Muṯ ṯ alib bin Hâsyim, paman Rasulullah dan ibunya adalah Ummu
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
25
Al-Dzahabȋ : Sahâbat
Mengingat posisinya sebagai Sahâbat Nabi Saw, para ulama jarh wa ta‟dȋ l
kulluhum „udûl.
c. Kritik Matan
hadis. Hadis ini menjelaskan tentang larangan Nabi untuk melakukan perdebatan
yang sopan, tidak bertele-tele dalam pemakaian bahasa Arab, serta fokus
dari fiil madhi َِ ُيمَار-مَار. kata termasuk dari salah satu asmaul
kembali ke lafadz .
d. Kesimpulan kualitas hadis
sanad dari hadis tersebut adalah dipandang positif (ta‟dil), namun sanad
Laits bin Abi Sulaim bin Zunaim al-Qurasyi dinilai daif oleh kritikus
27
Dr.Bustamin M.SI. Metode Kritik Hadis, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010
52
Hadis Kedua
a. Teks Hadis
َ َٕٗٓ:َٖ,حم
Penulis juga menelusuri kata dari lafaz kemudian ditemukan sebagai berikut:
َٕٗٓ:َٖ,حم
Setelah menelusuri dari lafaz lain namun penulis tidak menemukan hasilnya.
Dengan demikian hadis ini hanya terdapat pada jalur Ahmad bin Hanbal saja.
َ َٖٕٖٔ,مطالب
53
b. Kritik Sanad
Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Ayah beliau seorang
mantan Gubernur Sarkhas di masa Dinasti Bani Umayyah, dan di masa Dinasti
ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai
negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya.
Di antara merekaadalah: Ismail bin Ja‟far, Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin
Abdillah bin Khalid, „Alî bin Ishâq al-Sulami, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin
Dinar Al-Sulami, Imam al-Syafi‟i., Waki‟ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan
28
Muqaddimah kitab sunan Ahmad bin Hanbal, Musnad li Imam Ahmad bin Hanbal,
Beirut:1996
55
Profil beliau: „Alî bin Ishâq al-Sulami maulâhum Abû al-Hasan al-Marwazi
al-Dârâkânî.
Râsyid, „Abdullah bin al-Mubârak, al-Fadl bin Mûsâ al-Sînânî, al-Nadr bin
Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin al-Khalîl al-Burjulânî, Abû Mas‟ûd Ahmad
bin al-Furât al-Râzî, Ahmad bin al-Barrâ`, Ishâq bin Abî Isrâ`îl, „Abbâs bin
Muhammad al-Duwarî, „Abdullah bin „Umar, Abû Bakar bin Muhammad bin
Al-Nasâ‟i : tsiqah
tsiqah.29
Menurut para kritkus hadis, mereka menilai bahwa „Alî bin Ishâq al-
pernyataan bahwa „Alî bin Ishâq al-Sulami pernah berguru dan menerima
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
29
Nama lengkap beliau adalah „Abdullah bin Mubârak bin Wâdih al-
Abân bin „Abdullah, Abân bin Yazîd, Ibrâhîm bin Sa‟d, Ibrâhîm bin
Tahmân, Ibrâhîm bin Abî „Ablah, Ibrâhîm bin „Uqbah, Ibrâhîm bin Nâfi‟,
Ibrâhîm bin Nasyît, Usâmah bin Zaid al-Laitsî, Ismâ‟îl bin Muslim al-
„Abd, Aswad bin Syaibân, Basyîr bin Muhâjir, Basyîr Abî Ismâ‟îl, Habîb
bin Sulaim, Harmalah bin „Imrân, Hazm bin Mihrân, Hasan bin „Amr,
Zubair bin Sa‟îd, Zubair bin „Abdullah, Zuhair bin Mu‟âwiyah, Sa‟îd bin
Ayyûb, Sa‟îd bin Iyyas, dan Abî Sinân Sa‟îd bin Sinân.
Adapun murid-muridnya adalah: Abû Ishâq Ibrâhîm bin Ishâq, Ibrâhîm bin
Ahmad bin al-Hajjâj, Bisyr bin al-Sariyy, Bisyr bin Muhammad, Hasan
bin Rabî‟, Hasan bin „Arafah, Hasan bin „Îsâ, Husain bin Hasan, „Alî bin
Ishâq, Sa‟îd bin Rahmah, Sa‟îd bin Sulaimân, Salamah bin Sulaimân,
Abû Hâtim : ia adalah faqih, „alim, ahli ibadah, zuhud, pemberani, dan
penyair
57
yang bernama Zubair bin Sa‟îd bin Sulaimân dan sanad mereka
bersambung (muttasil).
gurunya adalah: Safwân bin Sulaim, „Abdullah bin „Alî bin Yazîd, ;Abd
al-Hamîd bin Salîm, „Abd al-Rahmân bin Qâsim, Muhammad bin al-
Sa‟îd bin Zakariyyâ, Abû „Âsim al-Dahhâk bin Makhlad, „Abdullah bin
Al-Nasâ`î: da‟îf
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
30
Menurut para kritikus hadis, Zubair dinilai sebagai sanad yang daif,
namun demikian sanad Zubair dapat dikatakan bahwa riwayat hadis yang
langsung antara murid dan gurunya yang bernama Safwân bin Sulaim al-
Madani.
gurunya adalah: Anas bin Mâlik, Tsa‟labah bin Abi Mâlik, Jâbir bin
„Abdullah, Hamzah bin „Abdullah bin „Umar, Humaid bin „Abd al-
Rahmân, Dzakwân Abî Sâlih, Sâlim bin „Abdullah bin „Umar, Sa‟îd bin
Salamah, Sa‟îd bin Musayyab, Sulaimân bin Yasâr, „Urwah bin Zubair,
„Atâ` bin Yasâr, „Ikrimah maula Ibn „Abbâs, „Umar bin Tsâbit.
Zubair, Ziyâd bin Sa‟d, Zaid bin Aslam, Sufyân al-Tsauri, Sufyân bin
„Uyainah, Umayyah bin Sa‟îd, Mâlik bin Anas, Abû „Alqamah, dan „Abd
Al-Nasâ`î: tsiqah
tentang beliau, bisa dikatakan bahwa apa yang diriwayatkan dari seorang
Safwân bin Sulaim al-Madani ini benar karena beliau langsung dan
bertemu dengan gurunya yang bernama „Atâ bin Yasâr al-Hilâli, jadi hadis
Guru-gurunya adalah: Ubay bin Ka‟ab, Usâmah bin Zaid, Jâbir bin
„Abdullah, Zaid bin Tsâbit, Zaid bin Khâlid al-Juhâni, Khâwât bin Jubair
al-Ansâri, Rafâ‟ah bin „Arabah al-Juhâni, Abî Sahlah al-Saibi bin Khalad
al-Ansâri, „Âmir bin Saad bin Abî Waqas, „Abdullah bin „Amr bin „Âs,
Mu‟âwiyah bin Hakam al-Sulami, Abî Ayyûb al-Ansâri, Abî Dardâ`, Abî
bin Sawâdah al-Juzâmî, Bukair bin Asyja‟, Habîb bin Abî Tsâbit, Zaid bin
Aslim, Syarîk bin „Abdullah bin Abî Namir, Safwân bin Sulaim,
bin „Abdullah bin Sayâd al-Anshâri, „Amr bin Dînâr, Muhammad bin
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
31
Salamah bin „Abdurrahman bin „Auf dan Abû„Abdullah maula Ismâîl bin
„Ubaid.
PendapatUlama:
Menurut para kritikus hadis bahwa „Atâ bin Yasâr al-Hilâli adalah
orang yang tsiqah dan jika ditinjau dari sanad guru dan muridnya ada
hadis dari seorang „Atâ bin Yasâr al-Hilâli adalah bersambung (muttasil).
namanya, ada yang menyebutnya Ibn Ghanam,‟Abdullah Ibn „Amir, Ibn Shakhir.
Guru-gurunya adalah: Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Fadhl bin Abbas, Sa‟id bin
Musayyab, Usamah bin Zaid, Abu Rafi‟. Dan murid-muridnya diantaranya: Abu
Qais Ziyad bin Rabbah, Salim bin Abdullah, Abu Sa‟id al-Maqburi, Abu Sannan,
Amir bin Sa‟ad, Mujahid, Ikrimah, Abu al-Walid, Sa‟id bin Sam‟an.
Penilaian para ulama hadis terhadapnya, Ibnu Mas‟ud berkata bahwa Abu
Hurairah adalah sahabat yang banyak meriwayatkan hadis dan ia shalih. Jabir bin
penelusuran melalui kitab rijal hadis bahwa ia adalah salah satu sahabat Nabi
yang banyak meriwayatkan hadis dan ia shalih, sedangkan kullu shahabah „udul
c. Kritik Matan
neraka.
yang sopan, tidak bertele-tele dalam pemakaian bahasa Arab, serta focus
matan hadis diatas bahwa matan hadis di atas menjelaskan tentang balasan
bagi orang yang sengaja mengatakan sesuatu yang bertujuan agar menjadi
masuk neraka.
Matan hadis tersebut juga sesuai dengan kaidah bahasa Arab, salah
salah satu amil nawasikh, yaitu adapun tanda nasabnya yaitu dengan
sanad dari hadis tersebut adalah dipandang positif (ta‟dil), namun sanad
Zubair bin Sa’îd bin Sulaimân dinilai daif oleh kritikus hadis, jadi
Hadis Ketiga
a. Teks hadis
٘١ََّبر,ت
َٖٙٓ,َٖٗٓ,َٕ,حم
33
Dr.Bustamin M.SI. Metode Kritik Hadis, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010
63
Setelah ditelusuri semua lafaz namun penulis tidak menemukan hasilnya, dan
berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan bahwa hadis ini terdapat pada:
Telah menceritakan kepada kami Yunus telah menceritakan kepada kami Laits
dari Muhammad dari Sa'id bin Abi Sa'id dari Abu Hurairah dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Aku tidak berkata kecuali
kebenaran, " sebagian sahabatnya berkata; "Sesungguhnya engkau bercanda
dengan kami wahai Rasulullah, " maka beliau bersabda: "Aku tidak berkata
kecuali kebenaran."
b. Kritik Sanad
Dalam kritik sanad hadis ini, penulis menelusuri sanad yang dari jalur al-
1. Al-Tirmidzi (w.279 H)
Nama lengkapnya adalah Imam al-Hafidz Abu „Isa Muhammad bin „Isa bin
Saurah bin Musa bin ad-Dahhak As-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli hadits
kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyur lahir pada 279 H di kota
Tirmiz.
Juga ia belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar
pula hadits dari sebagian guru mereka. Guru lainnya ialah Qutaibah bin Saudi
Arabia‟id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan. Said bin „Abdur Rahman,
Muhammad bin Basysyar, „Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni‟, Muhammad bin al-
padanya, dan lain-lain. Kekuatan hafalannya Abu „Isa at-Tirmidzi diakui oleh para
Nama lengkapnya: Abbas bin Muhammad bin Hatim bin Waqid al-Dauri, Abu al-
Guru-gurnya: Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Mashur al-Sululi, Abi Ma‟mar Ismail
bin Ibrahim al-Hudzali, Hasan bin Musa al-Asyyab, Husain bin Ali al-Ju‟fi,
Husain bin Muhammad al-Marwazi, Khalid bin Makhlad, Khalaf bin Tamim
Sa‟di bin Amir a-Dhuba‟i, Sulaiman bin Daud al-Hasyimi, Ali bin al-Hasan bin
Syaqiq al-Marwazi, Muhammad bin Qosim al-Asadi, Abi Salamah Musa bin
Murid-muridnya: al-„Arba‟ah, Abu Husai Ahmad bin Ja‟far bin Muhammad bin
Ubaidillah ibn Munadi, Abu Abbas Ahmad bin Umar bin Suroj al-Qodhi, Abu
Husain Ahmad bin Yahya bin Utsman al-Adami dan Ismail bin Muhammad al-
Shoffari.
Pendapat Ulama:
Al-Nasai: Tsiqah. 34
Nama lengkapnya adalah Ali bin al-Hasan bin Syaqiq bin Dinar bin Misy‟ab al-
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, jilid
34
Guru-gurunya: Ibrahim bin Sa‟id, Ibrahim bin Tahman, Israil bin Yunus, Ja‟far
bin Sulaiman al-Dhuba‟i, Husain bin Waqid, Hamad bin Zaid, Kharijah bin
Mush‟ab, Sufyan bin Uyaynah, Syarik bin Abdullah, Abdullah bin Mubarok,
Abdul Warats bin Sa‟id, „Awan bin Musa, Qois bin Rabi‟, Abi Bakr bin „Ayyasy,
al-Marwazi, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Yassar al-Marwazi, Hisyam bin Abi
Daaroh, Abu Khoisyamah Zuhair bin Harb, Abbas bin Muhammad ad-Dauri, Abu
Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah, Muhammad bin Hatim bin
Yazi‟, Ali bin Hasan bin Syaqiq dan Muhammad bin Musa bin Hatim.
Pendapat Ulama:
diantaranya adalah: Abân bin Taghlîb, Abân bin „Abdullah, Abân bin Yazîd,
Ibrâhîm bin Sa‟d, Ibrâhîm bin Tahmân, Ibrâhîm bin Abî „Ablah, Ibrâhîm bin
„Uqbah, Ibrâhîm bin Nâfi‟, Ibrâhîm bin Nasyît, Usâmah bin Zaid al-Laitsî, Ismâ‟îl
bin Muslim al-„Abd, Aswad bin Syaibân, Basyîr bin Muhâjir, Basyîr Abî Ismâ‟îl,
Habîb bin Sulaim, Harmalah bin „Imrân, Hazm bin Mihrân, Hasan bin „Amr,
67
Zubair bin Sa‟îd, Zubair bin „Abdullah, Zuhair bin Mu‟âwiyah, Sa‟îd bin Ayyûb,
Adapun murid-muridnya adalah: Abû Ishâq Ibrâhîm bin Ishâq, Ibrâhîm bin
Syammâs, „Abdullah al-Khalâl, Ibrâhîm bin Musyajjar, Ahmad bin Jamîl, Ahmad
bin al-Hajjâj, Bisyr bin al-Sariyy, Bisyr bin Muhammad, Hasan bin Rabî‟, Hasan
bin „Arafah, Hasan bin „Îsâ, Husain bin Hasan, „Alî bin Ishâq, Sa‟îd bin Rahmah,
Abû Hâtim : ia adalah faqih, „alim, ahli ibadah, zuhud, pemberani, dan
penyair
Guru-guru Usamah bin Zaid al-Laitsi, Abu Zaid al-Madani: Aban bin Salih,
Ibrahim bin Abdullah bin Hunain, Ishaq maula Zaidah, Ba‟jah bin Abdullah
bin Badr al-Juhani, Ja‟far bin „Amr bin Ja‟far bin „Amr bin Umiyyah adh-
Dhumri, Hafsh bin Ubaidillah bin Anas bin Malik, Salim bin Saroj, Sa‟id bin
Abi Sa‟id al-Maqburi, Sa‟id bin Musayyab, Sulaiman bin Yassar, Salih ibn
Kaisan, Safwan bin Sulaim, Abdullah ibn Hanin, Abdullah bin Rafi‟ dan
Suwaib al-ramli, Ja‟far bin „Aun, Hatim bin Ismail al-Madani, Abu Usamah
68
Hammad bin Usamah, Abdullah bin Mubarok, Abdullah bin Wahab, Abdul aziz
bin Abdullah bin Abi Salamah al-Majisyun, Utsman bin „Amr bin Faris dan Isa
bin Yunus.
Pendapat Ulama:
Nama lengkap beliau adalah Sa‟id bin Abi Sa‟id, Kaisaan al-Maqburi, Abu Sa‟id
al-Madani.
Guru-gurunya: Anas bin Malik, Basyir bin Muharir, Jabir bin Abdullah, Jubair bin
Muth‟im, Salim maula an-Nashrobin, Sa‟id bin Abi Waqash, Syarik bin Abdullah
bin Abi Namir, Abdullah bin Rofi‟ maula Umu Salamah, „Urwah bin Zubair,
„Atho maula ibn Abi Ahmad, Ka‟ab bin Ujroh, Yazid bin Hurmuz dan Abi Ishaq
al-Qurasyi.
Murid-muridnya: Ibrahim bin Thohman, Abu Ishaq Ibrahim bin Fadhli al-
Makhzumi, Usamah bin Zaid al-Laitsi, Ishaq bin Abi Furot, Ismail bin Umayyah,
Ayyub bin Musa, Khalifah bin Ghoib al-Laitsi, Daud bin Khalid al-Laitsi, Zaid
bin Abi Unaisah, Abu Hazim Salamah bin Dinar al-Madani, Syu‟bah bin Hajjaj,
Abdullah bin Abdul Aziz al-Laitsi, Ali bin „Urwah ad-Damasqi, Laits bin Sa‟id,
Pendapat Ulama:
namanya, ada yang menyebutnya Ibn Ghanam,‟Abdullah Ibn „Amir, Ibn Shakhir,
beliau wafat pada tahun 57 H.37 Guru-gurunya adalah: Rasulullah, Abu Bakar,
Umar, Fadhl bin Abbas, Sa‟id bin Musayyab, Usamah bin Zaid, Abu Rafi‟.
Adapun murid-murid beliau diantaranya: Abu Qais Ziyad bin Rabbah, Salim bin
Abdullah, Abu Sa‟id al-Maqburi, Abu Sannan, Amir bin Sa‟ad, Mujahid, Ikrimah,
Penilaian para ulama hadis terhadapnya, Ibnu Mas‟ud berkata bahwa Abu
Hurairah adalah sahabat yang banyak meriwayatkan hadis dan ia shalih. Jabir bin
36
Syihabuddin Ahmad bin Faharis Ibn Hajar al-„Atsqalani Al –Ishabah fi Tamyiz as-
Shahabah Juz 1 , Daar Kutub al-Ilmiyyah, Beirut:1852 .
37
Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizyi, Tahdzib al-Kamal Juz 12, Muassasah
Risalah:Beirut 1988, h. 290
70
penelusuran melalui kitab rijal hadis bahwa ia adalah salah satu sahabat Nabi
yang banyak meriwayatkan hadis dan ia shalih, sedangkan kullu shahabah „udul
Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Ayah beliau seorang
mantan Gubernur Sarkhas di masa Dinasti Bani Umayyah, dan di masa Dinasti
ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai
negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya.
Di antara merekaadalah: Ismail bin Ja‟far, Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin
Abdillah bin Khalid, „Alî bin Ishâq al-Sulami, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin
Dinar As-Sulami, Imam Asy-Syafi‟i., Waki‟ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah,
38
Muqaddimah kitab Ahmad bin Hanbal, Musnad li Imam Ahmad bin Hanbal,
Beirut:1996
71
2. Yunus (w.207 H)
Guru-gurunya: Harb bin Maymun al-Kabir, Hamad bin Zaid, Salih bin Ruman,
Laits bin Sa‟ad, Fulaih bin Sulaiman, Mush‟ab bin Hayan, Mu‟tamar bin
Murid-muridnya: Ibrahim bin Ya‟qub al-Juzjani, Ahmad bin Hanbal, Hajjaj bin
Sya‟ir, Abbas bin Muhammad al-Dauri, Ali ibn Madani, Mujahid bin Musa,
Muhammad bin Ismail bin „Ulayyah dan Ya‟qub bin Syaibah al-Sadusi.
Komentar Ulama:
3. Laits (w.175 H)
Nama lengkap: Laits bin Saad bin Abdurrahman al-Fahmi, Abu al-Harits
Guru-gurunya: Ibrahim bin Abi Ablah, Ayyub bin Musa, Bakr bin Sawadah,
Ja‟far bin Rabi‟ah, Harits bin Yazid al-Hadhromi, al-Harits bin Ya‟qub, Khalil bin
Murroh, Muhammad bin „Ajlan, Mu‟awiyah bin Salih dan Hisyam bin „Urwah.
72
Murid-muridnya: Ahmad bin Abdullah bin Yunus, Adam bin Abi Iyas, Asyhab
bin Abdul Aziz, Hajjaj bin Muhammad, Daud bin Manshur an-Nasa‟i, Sa‟id bin
al-Hakam bin Abi Maryam, Abdullah bin Abdul Hakam, Abdullah bin Mubarak
Komentar Ulama:
Al-„Ijli: Tsiqah
4. Muhammad (w.148 H)
Guru-gurunya: Abaan bin Salih, Ibrahim bin Abdullah bin Hunain, Anas bin
Malik, Bukair bin Abdullah bin Asyaj, Roja‟ bin Haywah, Zaid bin Aslam, Sa‟id
bin Abi Sa‟id al-Maqburi, Sulaiman Abi Hazim al-Asyja‟i, Suhail bin Abi Salih,
Murid-muridnya: Ibrahim bin Abi Ablah al-Maqdasi, Asbath bin Muhammad al-
Qurasyi, Ismail bin Ja‟far, Bakr bin Mudar, Hatim bin Ismail, Laits bin Saad,
Pendapat Ulama:
Uyaynah: Tsiqah
Ishaq: Tsiqah
Nama lengkap beliau adalah Sa‟id bin Abi Sa‟id, Kaisaan al-Maqburi, Abu
Sa‟id al-Madani.
Guru-gurunya: Anas bin Malik, Basyir bin Muharir, Jabir bin Abdullah, Jubair bin
Muth‟im, Salim maula al-Nashrobin, Sa‟id bin Abi Waqash, Syarik bin Abdullah
bin Abi Namir, Abdullah bin Rafi‟ maula Umu Salamah, „Urwah bin Zubair,
„Atha maula ibn Abi Ahmad, Ka‟ab bin Ujroh, Yazid bin Hurmuz dan Abi Ishaq
al-Qurasyi.
Murid-muridnya: Ibrahim bin Thahman, Abu Ishaq Ibrahim bin Fadhli al-
Makhzumi, Usamah bin Zaid al-Laitsi, Ishaq bin Abi Furat, Ismail bin Umayyah,
Ayyub bin Musa, Khalifah bin Ghaib al-Laitsi, Daud bin Khalid al-Laitsi, Zaid
bin Abi Unaisah, Abu Hazim Salamah bin Dinar al-Madani, Syu‟bah bin Hajjaj,
Abdullah bin Abdul Aziz al-Laitsi, Ali bin „Urwah ad-Damasqi, Laits bin Sa‟id,
Pendapat Ulama:
namanya, ada yang menyebutnya Ibn Ghanam,‟Abdullah Ibn „Amir, Ibn Shakhir,
beliau wafat pada tahun 57 H.40 Guru-gurunya adalah: Rasulullah, Abu Bakar,
Umar, Fadhl bin Abbas, Sa‟id bin Musayyab, Usamah bin Zaid, Abu Rafi‟.
Adapun murid-murid beliau diantaranya: Abu Qais Ziyad bin Rabbah, Salim bin
Abdullah, Abu Sa‟id al-Maqburi, Abu Sannan, Amir bin Sa‟ad, Mujahid, Ikrimah,
Penilaian para ulama hadis terhadapnya, Ibnu Mas‟ud berkata bahwa Abu
Hurairah adalah sahabat yang banyak meriwayatkan hadis dan ia shalih. Jabir bin
penelusuran melalui kitab rijal hadis bahwa ia adalah salah satu sahabat Nabi
yang banyak meriwayatkan hadis dan ia shalih, sedangkan kullu shahabah „udul
39
Syihabuddin Ahmad bin Faharis Ibn Hajar al-„Atsqalani Al –Ishabah fi Tamyiz as-
Shahabah Juz 1 , Daar Kutub al-Ilmiyyah, Beirut:1852 .
40
Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizyi, Tahdzib al-Kamal Juz 12, Muassasah
Risalah:Beirut 1988, h. 290
75
c. Kritik Matan
Kandungan hadis di atas adalah tentang pernyataan Nabi bahwa Nabi tidak
pernah mengatakan apa-apa kecuali kebenaran. Dalam kritik matan ini penulis
Bahasa yang digunakan oleh Nabi Muhammad saw adalah bahasa yang
sopan, tidak bertele-tele dalam pemakaian bahasa Arab, serta focus dalam satu
diatas bahwa matan hadis di atas menjelaskan tentang pernyataan bahwa Nabi
Teks matan hadis di atas juga sesuai dengan kaidah bahasa Arab, seperti
nasab.
41
Dr.Bustamin M.SI. Metode Kritik Hadis, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010
76
sanad dari hadis tersebut adalah dipandang positif (ta‟dil), jadi kualitas
Hadis Keempat
a. Teks hadis
َّٖجهَطب
ٕٗٓ,ٔٔٗ,َٕحم
َ
Berdasarkan hasil penelusuran di atas bahwa hadis ini terdapat pada:
ٕٗ
42
Muhammad Nasiruddin Albani, Sunan Ibnu Mâjah, penerjemah Iqbal Mukhlis,
Pustaka Azzam: Jakarta, 2007.
78
b. Kritik sanad
Nama lengkap beliau adalah al-Imam Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid
Majah.43
al-Bashri ash-Shairafi.
Guru-gurunya adalah: Umayah bin Khalid al-Azdi, Hasan bin Habib bin Nadbah,
Abi Qutaibah Salam bin Qutaibah, Abi „Ashim al-Dahhak bin Makhlad, Abi
Salamah, Musa bin Ismail, Waki‟ bin Haraj, Ya‟qub bin Ishaq al-Hadhrami dan
Harits bin Nailah al-Ashbahani, Ibrahim bin Hasyim al-Baghowi, Baqi bin
Makhlad al-Andalusi, Hasan bin Sufyan an-Nasa‟i, Muhammad bin Abdullah bin
Komentar Ulama:
43
Bustamin dan Hasanuddin, Membahas Kitab Hadis, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 75
79
“Mustaqim al-Hadits”
al-Bashri.
Guru-gurunya: Aban bin Yazid al-„Athor, Ibrahim bin Sa‟ad az-Zuhri, Ismail bin
Minqori, Bakar bin Abdul Aziz bin Abi Bakroh, Tamim bin Syarik bin Tamim bin
Abdullah al-Bashri, Abi Zuhair Tsabit bin Zuhair, Abdullah bin Mubarak, Abdul
Sedangkan murid-muridnya adalah: al-Bukhori, Abu Daud, Ibrahim bin Ishaq al-
Harbi, Ahmad bin Daud al-Maki, Ahmad bin Manshur ar-Romadhi, Ismail bin
Abdullah al-Ashbahani, Hasan bin Ali al-Khollal, Abbas bin Fadhil al-Asfathi,
Abdurrahman bin Abdul Wahab al-„Ammi dan Abu Hatim Muhammad bin Idris
ar-Razi.
Pendapat Ulama:
Guru-gurunya diantaranya adalah: Abân bin Taghlîb, Abân bin „Abdullah, Abân
bin Yazîd, Ibrâhîm bin Sa‟d, Ibrâhîm bin Tahmân, Ibrâhîm bin Abî „Ablah,
Ibrâhîm bin „Uqbah, Ibrâhîm bin Nâfi‟, Ibrâhîm bin Nasyît, Usâmah bin Zaid al-
Laitsî, Ismâ‟îl bin Muslim al-„Abd, Aswad bin Syaibân, Basyîr bin Muhâjir,
Basyîr Abî Ismâ‟îl, Habîb bin Sulaim, Harmalah bin „Imrân, Hazm bin Mihrân,
Hasan bin „Amr, Zubair bin Sa‟îd, Zubair bin „Abdullah, Zuhair bin Mu‟âwiyah,
Sa‟îd bin Ayyûb, Sa‟îd bin Iyyas, dan Abî Sinân Sa‟îd bin Sinân.
Adapun murid-muridnya adalah: Abû Ishâq Ibrâhîm bin Ishâq, Ibrâhîm bin
Syammâs, „Abdullah al-Khalâl, Ibrâhîm bin Musyajjar, Ahmad bin Jamîl, Ahmad
bin al-Hajjâj, Bisyr bin al-Sariyy, Bisyr bin Muhammad, Hasan bin Rabî‟, Hasan
bin „Arafah, Hasan bin „Îsâ, Husain bin Hasan,„Alî bin Ishâq, Sa‟îd bin Rahmah,
Abû Hâtim : ia adalah faqih, „alim, ahli ibadah, zuhud, pemberani, dan
penyair
Nama lengkapny: Abdul Hamid bin Shoifi Shuhaib bin Sinan al-Qurasyi,
at-Taimi.
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
44
Murid-muridnya: Jabir bin Ghanim as-Sulaqi al-Himshi, Dafa‟ bin Daghfal as-
kitab ats-Tsiqot
Hamid bin Shoifi, „Amr bin dinar al-Bashri dan Qohroman al-Zubair.
Pendapat Ulama:
Guru-gurunya: Nabi SAW, Ali bin Abi Tholib dan „Umar bi Khattab.
„Umar bin Khattab, Jabir bin Abdullah al-Anshori, Habib bin Shuhaib, Hamzah
bin Shuhaib, Ziyad bin Shoifi bin Shuhaib, Saad bin Shuhaib, Sa‟id bin
Musayyab, Sulaiman bin Abi Abdillah, Su‟aib bin „Amr bin Sulaim al-Anshori,
Sholih bin Shuhaib, Abdullah bin „Umar bin Khattab dan Ka‟ab al-Ahbar.
82
Pendapat Ulama:
Adz-Dzahabi : Shahabat. 45
Adapun susunan sanad melalui jalur yang mukharrijnya Ahmad bin Hanbal,
sebagai berikut:
Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Ayah beliau seorang
mantan Gubernur Sarkhas di masa Dinasti Bani Umayyah, dan di masa Dinasti
ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai
negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya.
Di antara merekaadalah: Ismail bin Ja‟far, Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin
Abdillah bin Khalid, „Alî bin Ishâq al-Sulami, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin
Dinar As-Sulami, Imam Asy-Syafi‟i., Waki‟ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah,
45
Syihabuddin Ahmad bin Faharis Ibn Hajar al-„Atsqalani Al –Ishabah fi Tamyiz as-
Shahabah Juz 1 , Daar Kutub al-ilmiyyah, Beirut:1852 .
46
Muqaddimah kitab Ahmad bin Hanbal, Musnad li Imam Ahmad bin Hanbal,
Beirut:1996
83
Guru-gurunya: Ibrahim bin Sa‟id, Ibrahim bin Abdullah bin al-Harits bin Hathib
al-Jumahi, Ishaq bin Sa‟id al-Qurasyi, Bakr bin Khunais, Zuhair bin Mu‟awiyah,
Syu‟bah bin al-Hajjaj, Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban, Abdullah bin
Murid-muridnya: Ibrahim bin Ya‟qub, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Kholil al-
Burjulani, al-Harits bin Muhammad bin abi Usamah, Hasan bin „Arafah, Abdullah
Tamîmî.
Guru-gurunya diantaranya adalah: Abân bin Taghlîb, Abân bin „Abdullah, Abân
bin Yazîd, Ibrâhîm bin Sa‟d, Ibrâhîm bin Tahmân, Ibrâhîm bin Abî „Ablah,
Ibrâhîm bin „Uqbah, Ibrâhîm bin Nâfi‟, Ibrâhîm bin Nasyît, Usâmah bin Zaid al-
Laitsî, Ismâ‟îl bin Muslim al-„Abd, Aswad bin Syaibân, Basyîr bin Muhâjir,
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl, jilid
47
Basyîr Abî Ismâ‟îl, Habîb bin Sulaim, Harmalah bin „Imrân, Hazm bin Mihrân,
Hasan bin „Amr, Zubair bin Sa‟îd, Zubair bin „Abdullah, Zuhair bin Mu‟âwiyah,
Sa‟îd bin Ayyûb, Sa‟îd bin Iyyas, dan Abî Sinân Sa‟îd bin Sinân.
Adapun murid-muridnya adalah: Abû Ishâq Ibrâhîm bin Ishâq, Ibrâhîm bin
Syammâs, „Abdullah al-Khalâl, Ibrâhîm bin Musyajjar, Ahmad bin Jamîl, Ahmad
bin al-Hajjâj, Bisyr bin al-Sariyy, Bisyr bin Muhammad, Hasan bin Rabî‟, Hasan
bin „Arafah, Hasan bin „Îsâ, Husain bin Hasan,„Alî bin Ishâq, Sa‟îd bin Rahmah,
Abû Hâtim : ia adalah faqih, „alim, ahli ibadah, zuhud, pemberani, dan
penyair
Nama lengkapnya: Abdul Hamid bin Shoifi Shuhaib bin Sinan al-Qurasyi,
at-Taimi.
Murid-muridnya: Jabir bin Ghanim as-Sulaqi al-Himshi, Dafa‟ bin Daghfal as-
Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizyi, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
48
Hamid bin Shoifi, „Amr bin dinar al-Bashri dan Qohroman al-Zubair.
Pendapat Ulama:
Guru-gurunya: Nabi SAW, Ali bin Abi Tholib dan „Umar bi Khattab.
„Umar bin Khattab, Jabir bin Abdullah al-Anshori, Habib bin Shuhaib, Hamzah
bin Shuhaib, Ziyad bin Shoifi bin Shuhaib, Saad bin Shuhaib, Sa‟id bin
Musayyab, Sulaiman bin Abi Abdillah, Su‟aib bin „Amr bin Sulaim al-Anshori,
Sholih bin Shuhaib, Abdullah bin „Umar bin Khattab dan Ka‟ab al-Ahbar.
86
Pendapat Ulama:
AdzDzahabi : Shahabat. 49
c. Kritik matan
Kandungan hadis di atas adalah tentang salah satu contoh canda tawa Nabi
bersama sahabat dan Nabi hanya tersenyum. Dalam kritik matan ini penulis akan
Matan hadis di atas mendapat dukungan dari hadis lain yang mukharrij-
nya lebih kuat, yaitu sebuah hadis yang mukharrijnya Ibnu Majah yang
kandungan matannya sama dengan hadis di atas. Adapun hadisnya adalah sebagai
berikut:
Ibnu Majah
٘ٓ
49
Syihabuddin Ahmad bin Faharis Ibn Hajar al-„Atsqalani Al –Ishabah fi Tamyiz as-
Shahabah Juz 1 , Daar Kutub al-ilmiyyah, Beirut:1852 .
50
Muhammad Nasiruddin Albani, Sunan Ibnu Mâjah, penerjemah Iqbal Mukhlis,
Pustaka Azzam: Jakarta, 2007.
87
Bahasa yang dipakai oleh Nabi Muhammad Saw adalah bahasa yang
sopan, tidak bertele-tele dalam pemakaian bahasa Arab, serta focus dalam satu
masalah yang dibahas dalam hadis tersebut. Memperhatikan matan hadis diatas
bahwa matan hadis di atas menjelaskan tentang salah satu contoh gurauan Nabi
Matan yang terdapat dalam hadis tersebut juga sesuai dengan kaidah
bahasa Arab, salah satu contohnya adalah lafadz lafadz dibaca nasab
karena kedudukannya sebagai maf‟ul bin, tanda nasabnya dengan fathah karena ia
sanad, diriwayatkan oleh perawi yang dhabit, tidak ada kejanggalan (Syadz)
88
maupun cacat („illat)51. Sesuai dengan penjelasan kritik hadis diatas dapat
disimpulkan bahwa semua sanad mempunyai hubungan antara guru dan murid
al-sanad), dan semua sanad dari hadis tersebut adalah dipandang positif (ta‟dil),
51
Dr.Bustamin M.SI. Metode Kritik Hadis, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010
BABV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dikaji dan diteliti, penulis berkesimpulan bahwa keempat hadis yang diteliti
dalam kitab Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn tidak semuanya berkualitas sahih. Berikut uraian
a. Hadis Pertama: Hadis ini menjelaskan larangan beranda gurau dan kualitas
beranda gurau dan kualitas hadis yang mukharrijnya Ahmad bin Hanbal
c. Hadis Ketiga: Hadis ketiga ini menjelaskan bahwa Nabi juga melakukan
senda gurau akan tetapi Nabi berkata tentang kebenaran dan kualitas hadis
yang mukharijnya Ahmad bin Hanbal dan al-Tirmidzi tersebut adalah sahih.
d. Hadis Keempat: Hadis ini menerangkan bagaimana cara Nabi tertawa dan
kualitas hadis yang mukharijnya Ibnu Majah dan Ahmad bin Hanbal tersebut
adalah sahih.
89
90
B. Saran-saran
Dari hasil uraian tentang hadis senda gurau yang menjadi tema dalam skripsi
b. Tidak terlalu berlebihan dalam senda gurau, karena senda gurau bisa
Penulis sepenuhnya sadar masih banyak terjadi kesalahan di dalam skripsi ini,
untuk itu diharapkan untuk para pembaca meneliti lebih lanjut mengenai judul atau
-------, Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn, tahqiq: Badawi Thibanah, Juz I (Semarang: Karya Thaha
Putra, tt)
------- Ihyâ` ‘Ulûm al-Dîn, terjemahan Isma‟il Ya‟kub (Medan: Penerbit Imbalo,
1964)
-------, Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn, terj. Ibnu Ibrahim Ba‟adillah (Jakarta: Republika Penerbit,
2011)
al-„Atsqalanî, Syihâb al-Dîn Ahmad bin Fahâris Ibn Hajar, al-Isâbah fȋ Tamyȋ z
al-Sahâbah, jilid 2, Beirut: Dâr al-Kitâb al-„Arabȋ
Azami, M.M, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, terj.‟Ali Mustafa Ya‟qub
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994)
Bustamin, Metode Kritik Hadis, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2010
------- dan Hasanuddin, Membahas Kitab Hadis, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010)
------- Wasiat Imam Ghazali Minhajul Abidin (Jakarta: Darul Ulum Press, 1986)
Hafsa, Abu, Pintu Masuk Buku Ini, dalam Abû Hamîd al-Ghazali, Ihyâ` ‘Ulûm al-
Dîn, (Jakarta:Republika Penerbit, 2011)
Hamid, Ali Hasan Ali Abdul, Ihya Ulumuddin Pandangan Ulama, terj. Yoga (Jakarta:
Darul Qolam, tt)
Hamka, “Sambutan Terjemahan IHYA‟ ULUMUDDIN” dalam Abû Hamîd al-
Ghazali, Ihyâ`‘Ulûm al-Dîn, terj. Tk. Ismail Yakub, Juz I (Medan: Penerbit
Imbalo, 1964)
Jarullah, Abdullah bin, Awas! Bahaya Lisan, Penerjemah Abu Haidar, Abu Fahmi
(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), cet. VI
al-Jawzi, Ibn, Minhajul Qashidin, sebagaimana dikutip oleh: Ali Hasan Ali Abdul
Hamid, Ihya Ulumuddin Pandangan Ulama, terj. Yoga (Jakarta: Darul
Qolam, tt)
Mandzûr, Ibnu, Lisân al-‘Arabi, juz 12 (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-„Arabi)
al-Mizyi, Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf, Tahdzîb al-Kamâl fȋ Asmâ` al-Rijâl,
Beirut: Mu`assasah Risalah, 1992.
Muhammad, Ahsin Sakho, dkk, ed., Tematis Ensiklopedi Al-Qur’an, jilid 3. Terjemah
al-Mausu’ah al-Qur’aniyah (Jakarta: PT. Kharisma Ilmu, t,t)
al-Naisaburi, Muslim ibn Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi, Shahih Muslim, jilid I,
(Beirut: Dar al-Fikr)
Sihabuddin, dkk, ed. Ensiklopedia al-Qur’an; kajian kosa kata, vol II (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), cet. 1.
at-Tahhan, Mahmud, Usul at-Takhrij wa Dirasah al-Asanid, (Riyad: Maktabah al-
Ma‟arif, 1991)
Tsaurah, Abî Hisyâm Muhammad bin „Isâ bin, Sunan Tirmîdzî, (Beirut:Dâr al-
Ma‟rifah, 2002).
http://media.kompasiana.com/new-media/2014/01/06/yks-semakin-dihujat-ratingnya-
semakin-menjulang-624438.html Di akses pada tanggal 10 Juli 2014
http://skyaddictshozza.blogspot.com/2012/06/bolehkah-senda-gurau.html Di akses
pada 1 September 2014
عن
)(w.68 H
عن
)(w.104 H
عن
)(w.118 H
عن
)(w.148 H
عن
)(w.195 H
حدثنا
)(w.252 H
حدثنا
)(w.279 H
عن
)(w.57 H
عن
)(w.103 H
عن
)(w.132 H
عن
)(w.152 H
اخبرنا
)(w.181 H
اخبرنا
)(w.213 H
حدثنا
)(w.241 H
قال
)(w.57 H
عن
)(w.123 H
عن
عن
)(w.153 H
)(w.148 H
عن
عن
)(w.181 H
)(w.175 H
حدثنا اخبرنا
حدثنا
حدثنا
خدثنا
)(w.279 H
قال
)(w.38 H
عن
)(w.100 H
عن
)(w.142 H
حدثنا
)(w.181 H
حدثنا حدثنا
قال
)(w.254 H
حدثنا حدثنا