Anda di halaman 1dari 91

JAMAK TAKSÎR DAN CARA MENERJEMAHKANNYA

(Studi Kasus: Surah Ali Imran Terjemahan Tafsir al-Mishbah)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh
Farida

NIM: 107024001451

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/2011 M.
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 08 Desember 2011

Farida

NIM: 107024001451

i
JAMAK TAKSÎR DAN CARA MENERJEMAHKANNYA
(Studi Kasus: Surah Ali Imran Terjemahan Tafsir al-Mishbah)

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sastra (S.S)

Oleh :

Farida
NIM: 107024001451

Pembimbing

Prof. Dr. Achmad Satori Ismail


NIP. 195512061992031001

JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H / 2011 M

ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya kepada Penulis, sehingga skripsi yang merupakan syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Humaniora Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini dapat Penulis selesaikan.

Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw.,

keluarganya, dan para sahabatnya. Semoga kita semua mendapat syafa‟atnya di hari akhir. Amin

Dalam sekapur sirih ini, izinkanlah Penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Tarjamah, Dr. H. Ahmad Saehuddin, M.Ag dan Moch.

Syarif Hidayatullah, M.Hum.

3. Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, selaku pembimbing skripsi yang telah mengorbankan

waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing dan memberikan pengarahan kepada

Penulis.

4. Seluruh dosen Jurusan Tarjamah yang telah mendidik dan mengajarkan Penulis beraneka

ragam ilmu pengetahuan bahasa, budaya, sastra, dan terjemah. Di antaranya ialah, Prof.

Dr. Rofi‟i, Dr. Zubair, M.Ag, Dr. Muhammad Yusuf, Ma, Dr. Abdul Chaer, MA, Dr.

Ismakun Ilyas, MA, Drs. Ikhwan Azizi, MA, Ibu Karlina Helmanita, MA, Drs. Ahmad

Syatibi , M.Ag, dan lain-lain.

5. Ayahanda dan Ibunda tercinta, H. Margani (alm) dan Hj. Daroni yang selalu mendoakan

dan memberikan dukungan moral dan motivasi motivasi kepada saya.

iv
6. Teman-teman seperjuangan Jurusan Tarjamah angkatan 2007, Hani, Sa‟adah, Ismi, Sifa,

Aisyah, Ani, Wati, Syukron, Hilman, Rido, Reza, Anas, Arif, Rozak, Ibnu, Khoas, dan

yang lainnya.

7. Terima kasih juga kepada kedua keponakkanku tersayang, Taufan Aditya dan Reza

Saputra yang telah memberikan doa kepada saya. Terima kasih juga kepada semua

saudaraku yang telah banyak membantu dan memberi dukungan kepada saya terutama

iis.

8. Untuk kakak-kakak Hijau Daun yang selalu memberikan doa dan semangat kepada saya.

Aa Izal juga, dengan nasehatnya yang selalu saya ingat “jangan ngeluh kalau ingin

sukses”.

9. Penulis juga banyak mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang kenal dengan

Penulis, termasuk teman-teman KKS di Bogor dari Fakultas Syari‟ah dan Hukum,

Fakultas Fisip, Fakultas Adab dan Humaniora, dan Fakultas Dakwah.

Semoga karya ilmiah yang sangat sederhana ini bisa bermanfaat bagi para

penerjemah. Kritik dan saran dari semua khalayak pembaca sangat dinantikan demi

menyempurnakan skripsi ini.

Jakarta, 29 November 2011

Penulis,

Farida

v
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Pernyataan ........................................................................................................ i

Persetujuan Pembimbing ................................................................................ ii

Pengesahan ........................................................................................................ iii

Kata Pengantar ................................................................................................. iv

Daftar Isi ............................................................................................................ vi

Pedoman Transliterasi .................................................................................... ix

Abstrak ...............................................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 8

D. Tinjauan Pustaka ................................................................. . 8

E. Metodologi Penelitian ......................................................... 9

F. Sistematika Penulisan ......................................................... 11

vi
BAB II KERANGKA TEORI

A. Penerjemahan

1) Pengertian Penerjemahan.....................................................13

2) Metode Penerjemahan ........................................................ 15

B. Reduplikasi

1) Pengertian Reduplikasi .......................................................20

2) Bentuk-bentuk Reduplikasi ............................................. 21

C. Semantik

1) Pengertian Semantik ......................................................... 21

2) Jenis Semantik .................................................................. 22

3) Manfaat Semantik ............................................................. 23

D. Pembentukkan Jamak

1) Jamak dalam Bahasa Indonesia ........................................ 24

2) Jamak dalam Bahasa Arab ................................................ 25

E. Jamak Taksir

1) Pengertian Jamak Taksir .................................................... 25

2) Pola Jamak Taksir .............................................................. 26

vii
a. Jamak Qillah .................................................................. 26

b. Jamak Katsrah ............................................................... 27

c. Shigat Muntahal Jumu‟ .................................................. 33

BAB III Penerjemahan Al-qur’an

A. Pengertian Al-qur’an ......................................................... 34

B. Terjemahan Al-qur’an .......................................................36

C. Biografi

1) Riwayat Hidup Quraish Shihab........................................ 36

2) Karya-karya ..................................................................... 41

BAB IV ANALISIS

A. Analisis Pola Jamak Taksir Surah Ali-Imran .......................44

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................... 72

B. Saran .................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke dalam huruf latin.

Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin dalam Buku “Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.

1. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

‫ا‬ A ‫ط‬ T

‫ب‬ B ‫ظ‬ Z

‫ت‬ T ‫ع‬ „

‫ث‬ Ts ‫غ‬ Gh

‫ج‬ J ‫ف‬ F

‫ح‬ H ‫ق‬ Q

‫خ‬ Kh ‫ك‬ K

‫د‬ D ‫ل‬ L

‫ذ‬ Dz ‫م‬ M

‫ر‬ R ‫ن‬ N

‫ز‬ Z ‫و‬ W

ix
‫س‬ S ‫ة‬ H

‫ش‬ Sy ‫ء‬ `

‫ص‬ S ‫ي‬ Y

‫ض‬ D

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau

monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

A. Vokal tunggal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

----َ A Fathah

----ِ I Kasrah

-----ُ U Dammah

B. Vokal rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫ي‬---َ Ai a dan i

‫و‬---َ Au a dan u

x
C. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan

dengan harakat dan huruf, yaitu :

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫ي‬/‫ا‬----َ Â a dengan topi di atas

‫ي‬----ِ Î i dengan topi di atas

‫و‬---ُ Û u dengan topi di atas

3. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ‫ ال‬,

dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf

qamariyyah. Contoh : al-rijâl bukan ar- rijâl, al-dîwân bukan ad- dîwân.

4. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau Tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah

tanda---ّ dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku

jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang

diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata ‫ الضّرورة‬tidak ditulis ad-darûrah

melainkan al- darûrah, demikian seterusnya.

5. Ta Marbûtah

Jika huruf Ta Marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (contoh no.1). hal yang sama juga berlaku, jika Ta

xi
Marbûtah tersebut diikuti oleh (na‟t) atau kata sifat (contoh no.2). namun jika huruf Ta

Marbûtah tersebut diikuti kata benda, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf

/t/ (contoh no.3)

No. Kata Arab Alih Aksara

1 ‫طريقة‬ Tarîqah

2 ‫الجامعة اإلسالمية‬ al-jâmi’ah al-islâmiyah

3 ‫وحدة الوجود‬ wihdat al-wujûd

6. Huruf kapital

Mengikuti EYD bahasa Indonesia. Untuk proper name (nama diri, nama tempat, dan

sebagainya), seperti al-Kindi bukan Al-Kindi (untuk huruf “al” tidak boleh kapital).

xii
ABSTRAK

Farida.

NIM: 107024001451

Jamak Taksîr dan Cara Menerjemahkannya

(studi kasus: Surah Ali Imran Terjemahan Tafsir al-Mishbah)

Di bawah bimbingan Prof. Dr. Syatori, M.Ag.

Dalam meneliti kajian ini, Penulis menggunakan jenis atau metode riset kualitatif dengan
analisis deskriptif dengan studi kepustakaan. Dalam menghimpun sumber data, Penulis merujuk
sumber primer dan bahan sekunder yang dianggap penting demi pengayaan penelitian ini.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi teks/document research.
Observasi teks dalam hal ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu teks berupa data primer berupa
"Tafsir al-Mishbah " dan data sekunder seperti, buku-buku teori penerjemahan, wawasan
mengenai pola jamak taksir, buku yang berkaitan dengan semantik, dan kamus yang terkait
dengan pembahasan, sampai data-data yang terdapat di internet. Data primer merupakan sasaran
utama dalam analisis, sedangkan data sekunder diperlukan guna mempertajam analisis data
primer sekaligus dapat dijadikan bahan pelengkap ataupun pembanding.

Dalam penelitian yang Penulis lakukan ini, terdapat beberapa point yang dapat
dirumuskan; 1) bentuk pola jamak taksir 2) makna dari pola jamak taksir.

Banyak orang awam yang tidak mengetahui perubahan bentuk pola jamak taksir, karena
perubahan bentuk jamak taksir itu bervariasi. Sehingga, sering salah dalam menerjemahkannya.
Penerjemah sering menerjemahkan pola jamak taksir dengan bentuk reduplikasi (pengulangan),
sehingga banyak menimbulkan pemborosan kata (redundansi). Hal ini tidak dibenarkan dalam
bahasa Indonesia. Di samping itu pula, tidak semua bentuk reduplikasi bermakna jamak.

Dalam menerjemahkan pola jamak taksir harus disesuaikan dengan bentuk pola dan
berdasarkan dengan konteks. Konteks sangat mempengaruhi perubahan makna.

Penulis menarik kesimpulan bahwa hasil terjemahan Tafsir al-Mishbah terkait masalah
pola jamak taksir sudah cukup baik. Namun, masih ada beberapa kata yang diterjemahkan
dengan bentuk reduplikasi, sehingga terjadinya redundansi (pemborosan kata).

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menerjemah sering kali dianggap sebagai sesuatu yang mudah.

Padahal, orang yang mengerti bahasa sumber (Bsu) dan bahasa sasaran

(Bsa) yang merupakan komponen utama dalam penerjemahan belum tentu

menjadi jaminan bahwa dia bisa menerjemahkan dengan baik dan handal.1

Menerjemah merupakan seni yang rumit dan menuntut adanya

bakat serta pengetahuan mendalam tentang bahasa Ibu dan bahasa sasaran

yang akan diterjemahkan di samping menuntut penguasaan kosa kata

bahasa sasaran, rasa bahasa, susunan, dan strukturnya.2

Penerjemahan adalah upaya mengalihkan pesan dari satu bahasa ke

bahasa yang lain. Secara luas, terjemah dapat diartikan sebagai semua

kegiatan manusia dalam mengalihkan seperangkat informasi atau pesan

balik verbal maupun non-verbal, dari informasi asal atau informasi sumber

ke dalam informasi sasaran. Sedangkan, secara keseharian dalam

pengertian dan cakupan yang lebih sempit terjemah bisa diartikan sebagai

suatu proses pengalihan pesan yang terdapat dalam teks bahasa pertama

1
Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim al-An, Cara Mudah Menerjemahkan Arab Indonesia,
(Tangerang: Dikara, 2010), h. 7
2
Dr. Achmad Satori, Problematika Menterjemah (Suatu Tinjauan Linguistik Kontrastif), h. 1

1
atau bahasa sumber dengan padanannya di dalam bahasa kedua atau

bahasa sasaran.3

Ada dua perangkat yang wajib digunakan dalam penerjemahan

yaitu perangkat intelektual dan perangkat praktis. Perangkat intelektual

mencakup kemampuan yang baik dalam bahasa sumber dan bahasa

sasaran. Pengetahuan mengenai pokok masalah yang diterjemahkan,

penerapan pengetahuan yang dimiliki, serta ketrampilan. Perangkat praktis

meliputi kemampuan menggunakan sumber-sumber rujukan dan

pengetahuan mengenai konteks suatu teks.4

Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa

simbol bunyi yang dilakukan oleh alat ucap manusia.5

Setiap bahasa memiliki karakteristik tersendiri yang

membedakannya dengan bahasa yang lain. Demikian pula dengan bahasa

Arab yang memiliki sejumlah karakteristik yang membedakannya dengan

bahasa Indonesia.

Bahasa terdiri dari dua lapisan bentuk dan lapisan arti yang

dinyatakan oleh bentuk itu. Bentuk bahasa terdiri dari satuan-satuan yang

3
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah, Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik, (Bandung: Mandar
Maju,1994), h. 8
4
Rochaya Machali, Pedoman bagi Penerjemah, (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 11
5
Prof. Dr. Gorys Keraf, Komposisi, (Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi, 1994), h. 1

2
disebut dengan gramatikal. Satuan-satuannya itu ialah wacana, kalimat,

klausa, frasa, kata, dan morfem.

Bahasa Arab tergolong bahasa yang inflektif, artinya bahasa yang

mempunyai sejumlah perubahan bentuk, baik bertalian dengan aturan

pembentukkan kata maupun bertalian dengan fungsi sintaksis setiap kata.6

Berdasarkan ciri makna linguistik, tata bahasawan Arab membagi

perbendaharaan kata menjadi tiga kelas kata yaitu isim (nomina), fi‘il

(verba), dan harf (partikel).7

Nomina berdasarkan jumlah terbagi menjadi tiga, yaitu mufrad

(singular), mutsanna (dual), dan jamak (plural). Dalam bahasa Indonesia,

jamak ialah sesuatu yang memiliki arti lebih dari satu. Sedangkan, jamak

dalam bahasa Arab ialah sesuatu yang memiliki arti lebih dari dua atau

banyak.

Jamak dalam bahasa Arab terbagi menjadi tiga, (1) Jamak

Mudzakkar sâlim, ialah jamak yang menunjukkan makna laki-laki banyak

yang di-rafa‘-kan dengan wawu, di-nasab-kan dan di-jar-kan dengan ya

yang di-katsrah-kan huruf sebelumnya dan di-fathah-kan huruf

6
Prof. Dr. Aziz Fahrurrozi, MA dan Dr. Muhajir, MA, Gramatika Bahasa Arab, (Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), h. I
7
Ibid, h. x

3
sesudahnya.8 Misalnya, ٌ‫( ُيغْهِى‬muslimun) menjadi ٌَْ‫( ُيغْهًُِى‬muslimȗ na)

ketika rafa‘, ٍَْ‫( ُيغْهِ ًِي‬muslimȋ na) ketika nasab dan jar, (2) Jamak

Muannats sâlim, ialah jamak yang menunjukkan makna perempuan

dengan ketambahan alif dan ta.9 Misalnya, ٌٍِ‫( يُؤْي‬mukminun) menjadi

ٌ‫( يُؤْ ِيَُاخ‬mukminȃ tun). (3) Jamak Taksîr, ialah lafaẕ yang berubah dari

bentuk mufradnya.10 Misalnya, ٌ‫( وَنَذ‬waladun) menjadi ٌ‫والَد‬


ْ َ‫( أ‬aulȃ dun).

Cara merubah bentuk kata tunggalnya ialah (1) menambahkan

huruf tambahan pada bentuk tunggalnya, (2) mengurangi huruf aslinya, (3)

merubah harakat syakalnya.

Banyak orang awam yang tidak mengetahui perubahan bentuk

pola jamak taksîr, karena perubahan bentuk jamaknya itu bervariasi.

Sehingga, sering salah dalam menerjemahkannya. Banyak penerjemah

sering menerjemahkan pola jamak taksîr dengan bentuk reduplikasi

(pengulangan), sehingga banyak menimbulkan pemborosan kata

(redundansi). Hal ini tidak dibenarkan dalam bahasa Indonesia. Di

samping itu, tidak semua bentuk reduplikasi bermakna jamak.

8
Hifni Bek Dayyad, dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, Balaghah, Bayan, Ma’ani, dan
Bade’), (Jakarta: Darul Ulum Press, 1991), cet. Ke-3, h. 155
9
Ibid, h. 156
10
K. H. Moch. Anwar, Ilmu Nahwu Terjemahan Matan al-Ajurumiyyah dan ‘Imrithy Berikut
Penjelasannya, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), h. 19

4
Contoh kasus pola jamak yang diterjemahkan dengan bentuk

reduplikasi yang terdapat dalam terjemahan Tafsir al-Mishbah.

             

            



Sesungguhnya orang-orang yang membeli janji Allah dan sumpah-sumpah


mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bagian di
akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka, tidak akan
melihat kepada mereka pada Hari Kiamat dan tidak akan menyucikan
mereka dan bagi mereka siksa yang sangat pedih. (Q.S. Ali Imran: 77)

Pada ayat di atas, kata ْ‫ َأيًَْاَِهِى‬diterjemahkan dengan sumpah-

sumpah mereka. Kata ٌ‫ َأيْمَان‬diiringi dengan damîr ‫ هُى‬yang berarti mereka.

Kata tersebut kurang tepat diterjemahkan dalam bentuk reduplikasi, karena

terjadinya redundansi yakni pemborosan kata. Hal ini tidak dibenarkan

dalam gramatika bahasa Indonesia. Jadi, kata ٌ‫ َأيْمَان‬cukup diterjemahkan

dengan bentuk mufradnya saja yakni sumpah.

             

            

Jika kamu mendapat luka (pada perang Uhud), maka sungguh kaum (kafir) itu pun
mendapatkan luka yang serupa (pada perang Badar). Dan hari-hari (masa
kemenangan dan kegagalan) itu, Kami pergilirkan di antara manusia dan supaya
Allah mengetahui orang-orang yang beriman dan supaya sebagian kamu

5
dijadikan-Nya syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim. (Q.S. Ali
Imran: 140)

Kata ٌ‫ َايَاو‬merupakan bentuk jamak qillah. Pada ayat di atas, kata

ٌ‫ َايَاو‬diterjemahkan dengan „hari-hari‟. Kata tersebut kurang tepat

diterjemahkan dalam bentuk reduplikasi. Jamak qillah merupakan bentuk

jamak yang menunjukkan makna tiga hingga sepuluh. Di dalam bahasa

Indonesia untuk menunjukkan bentuk jamak yang tidak terlalu banyak

ialah menggunakan kata beberapa sebagai penanda jamaknya. Jadi,

terjemahan yang tepat dari kata ٌ‫ َايَاو‬ialah beberapa hari.

Contoh kasus lainnya ialah sebagai berikut:

ٍ‫الثَح ُكرُة‬
َ ‫عُْذِي َث‬
ِ َ‫و‬
Saya mempunyai tiga buku.

Jika bentuk jamak pada contoh di atas diterjemahkan dengan

bentuk reduplikasi, seperti saya mempunyai tiga buku-buku, maka

terjemahan akan terasa aneh dan itu juga tidak dibenarkan dalam

gramatika bahasa Indonesia.

Pada contoh di atas terlihat sekali perbedaan struktur gramatikal

antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia. Meskipun, dalam bahasa

Arab nomina di tulis dengan bentuk jamak, tetapi di dalam bahasa

Indonesia cukup diterjemahkan dengan bentuk mufradnya saja yakni buku,

karena bilangan tiga sudah menandakan jamak.

6
Dalam menerjemahkan pola jamak taksîr harus sesuai dengan

polanya dan konteks. Konteks sangat berperan penting dalam menentukan

makna. Terjemahan juga harus sesuai dengan bahasa sasaran (Bsa).

Dengan perbedaan struktur gramatikal itulah, penulis akan

membahas pola jamak taksîr berdasarkan analisis semantik secara

gramatikal. Maka, skripsi ini Penulis beri judul “Jamak taksîr dan Cara

Menerjemahkannya” (Studi Kasus: Surah Ali Imran Terjemahan

Tafsir al-Mishbah).

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Dalam pembatasan skripsi ini, Penulis akan membatasi penelitian

ini agar pembahasannya tidak terlalu melebar. Penulis hanya membahas

jamak taksîr yang berupa jamak qillah, jamak katsrah, dan shigat

muntahal jumu‘ yang terdapat dalam Tafsir al-Mishbah.

Adapun perumusan masalahnya ialah sebagai berikut:

1. Pola jamak taksir apa saja yang terdapat dalam surah Ali

Imran?

2. Apa sajakah makna pola jamak taksîr yang terdapat

dalam surah Ali Imran?

3. Bagaimana cara menerjemahkannya?

7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bentuk pola jamak taksîr apa saja yang

terdapat dalam surah Ali Imran.

2. Mengetahui makna pada setiap pola jamak taksîr.

3. Mengetahui cara menerjemahkan jamak taksîr.

Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis ialah dapat

mengetahui bagaimana cara menerjemahkan pola jamak taksîr, karena

tidak semua bentuk jamak taksîr diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi

dalam bahasa Indonesia. Sedangkan, secara praktis ialah penerjemah tidak

kebingungan dalam menerjemahkan bentuk jamak taksîr ke dalam bahasa

Indonesia serta dapat memberikan sumbangsih terhadap penerjemahan dan

pengetahuan bagi para penerjemah.

D. Tinjauan Pustaka

Pada skripsi ini Penulis menggunakan Tafsir al-Mishbah terjemahan Prof. Dr.

Quraish Shihab sebagai objek utama dalam penelitian ini. Penulis juga

menggunakan literatur-literatur yang berhubungan dengan pembahasan, seperti

Terjemahan Alfiyyah karya Bahaud Din Abdullah Ibnu „Aqil, Pedoman Bagi

Penerjemah karya Rochaya Machali, Seni Menerjemahkan karya Widyamartaya,

Pembentukkan Kata Dalam Bahasa Indonesia karya Harimurti Kridalaksana,

Gramatika Bahasa Arab karya Prof. Dr. Aziz Fahrurrozi, MA dan Dr. Muhajir,

MA, Tarjim al-An karya Moch Syarif Hidayatullah, dan lain sebagainya.

8
Penulis menemukan satu orang peneliti terdahulu yang membahas

tentang pola jamak taksîr. Peneliti tersebut bernama Agus Setyawan

dengan judul Pola Jamak taksîr dan Pemaknaannya Dalam Terjemahan

al-Quran Departemen Agama Terhadap Juz 30.

Ia membahas pola jamak taksîr yang berupa jamak qillah dan

jamak katsrah. Dia membahas semua pola jamak qillah, sedangkan jamak

katsrahnya tidak semua dibahas. Dalam pola jamak katsrah dia hanya

membahas pola yang berbentuk ٌ‫( فُعُىْل‬fu‘ûlun), ٌ‫( فُعَال‬fu ‘ââlun), ٌ‫فِعَال‬

(fi„âlun), dan ٌ‫( فُعُل‬fu„ulun). Sedangkan, Penulis membahas pola jamak

qillah, jamak katsrah, dan shigat muntahal jumu‘. Penulis membahas

bagaimana cara menerjemahkan pola jamak taksir ke dalam bahasa

Indonesia. Studi kasus yang digunakan juga berbeda, Penulis akan

menganalisis surah Ali Imran yang terdapat dalam Tafsir al-Mishbah.

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menggunakan metode

kualitatif, merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa

data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa.11 Penelitian ini bersifat

deskriptif, yakni menjelaskan atau mengungkapkan suatu masalah dan

keadaan sebagaimana adanya. Data-data yang terkait dengan pola jamak

11
Prof. Dr. Hj. T. Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006),
h. 11

9
taksîr akan dikumpulkan kemudian dideskripsikan sehingga, dapat

memberikan kejelasan terhadap objek yang diteliti.

Sedangkan, dalam pencarian data Penulis menggunakan beberapa

sumber yang terkait dengan permasalahan yang ada melalui data primer

dan data sekunder sebagai penunjangnya yang bersifat kepustakaan

(Library Research). Sumber utama yang digunakan oleh Penulis ialah

Tafsir al-Mishbah Terjemahan Prof. Dr. Quraish Shihab dan buku-buku

yang membahas tentang pola jamak taksîr. Sedangkan, data sekunder yang

Penulis gunakan ialah buku-buku yang terkait dengan pembahasan, seperti

Teori Semantik, Tarjim al-An, Pembentukkan Kata, Penerjemahan Arab

Indonesia, dan lain-lain sebagai penunjang pembahasan yang akan diteliti.

Data-data yang ada dikumpulkan dengan cara selective coding,

yaitu memilih secara selektif kasus-kasus yang sesuai dengan topik

pembahasan. Kemudian, data dikelompokkan sesuai dengan tempatnya.

Setelah itu, data diolah dengan menggunakan teori semantik gramatikal.

Penulisan skripsi ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh Tim Penulis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

10
F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, yakni

sebagai berikut:

Bab I, Penulis akan menulis pendahuluan yang berisi mengenai

latar belakang masalah. Dimana penting atau tidaknya judul ini untuk

diteliti sehingga menghasilkan suatu karya ilmiah. Lalu, menuliskan

perumusan masalah dan membatasinya, sehingga tujuan dari penelitian ini

tercapai. Penulis juga menulis tinjauan pustaka yang berfungsi sebagai

acuan atau referensi dalam penelitian ini. Selain itu, di dalamnya terdapat

metode penilitian yang digunakan dalam penelitian, agar para pembaca

tahu dan bisa menilai keilmiahan penelitian ini.

Bab II, merupakan kerangka teori yang terdiri dari lima sub bagian

yaitu: pertama, gambaran umum mengenai penerjemahan, kedua,

mengenai pengertian reduplikasi dan macam-macamnya, ketiga, berisikan,

teori semantik, keempat mengenai pembentukkan jamak, dan kelima,

mengenai teori jamak taksîr.

Bab III, berisi tentang penerjemahan al-Quran dan sekilas

mengenai biografi pengarang Tafsir al-Mishbah beserta karya-karyanya.

Bab IV, merupakan hasil analisis dari pola jamak taksîr dan cara

menerjemahkannya.

11
Bab V, adalah bab penutup yang berisi kesimpulan dari penelitian

yang telah dilakukan serta saran.

12
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Penerjemahan

1. Pengertian

Terjemah secara etimologis berasal dari bahasa Arab yang artinya

penjelasan. Sedangkan, secara terminologis terjemah adalah seni tentang

memindahkan makna dan uslûb (gaya ungkapan) dari satu bahasa ke bahasa

yang lain, dimana pembaca yang berbahasa sasaran melihat teks terjemahan

dan merasakannya seperti melihat pembicara aslinya dan merasakan gaya

bahasa teks aslinya.12

Eugene A. Nida dan Charles R. Taber, dalam buku mereka The Theory

and Practice of Translation, menerjemahkan merupakan kegiatan

menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekat-

dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber,

pertama-tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya. 13

12
Dr. Achmad Satori, op.cit., h. 4
13
A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 11

13
Newmark memberikan definisi tentang penerjemahan sebagai

mengalihkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan apa yang

dimaksud oleh pengarang.14

Larson menitik beratkan penerjemahan pada pengalihan makna dari

bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Pengalihan ini dilakukan dari bentuk

bahasa pertama ke dalam bentuk bahasa kedua melalui struktur semantik.

Maknalah yang dialihkan dan harus dipertahankan, sedangkan bentuk bahasa

boleh diubah.15

Menurut Brislin, penerjemah adalah sebuah bentuk umum yang mengacu

pada memindahkan pemikiran dan ide dari suatu bahasa (sumber) ke bahasa

yang lain (sasaran), baik bahasa itu dalam bentuk tertulis ataupun dalam

bentuk lisan, baik bahasa itu telah disusun secara ortografi ataupun belum

standar, ataupun baik satu atau dua bahasa itu berdasarkan tanda, seperti

isyarat untuk orang yang tuli.16

Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa penerjemahan adalah

memindahkan pesan teks dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, bukan

pemindahan struktur bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.

14
Dr. Frans Sayogi, M.pd, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 7
15
Suhendra Yusuf, op.cit., h. 9
16
Dr. Frans Sayogi, M.pd, op.cit., h. 9

14
Dalam teori penerjemahan, dua teks (bahasa sumber dan bahasa sasaran)

yang sepadan adalah dua teks yang isinya dipahami secara serupa oleh

penerima (pembaca atau pendengar) masing-masing dalam bahasa sumber dan

bahasa sasaran.

2. Metode Penerjemahan

Metode penerjemahan ialah teknik yang digunakan oleh seorang

penerjemah saat hendak memutuskan menerjemahkan suatu Tsu (teks

sumber).17

Menurut Machali, metode penerjemahan adalah cara melakukan

penerjemahan dan rencana dalam pelaksanaan penerjemahan. Metode

penerjemahan dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai perspektif

kebahasaan.18

Menurut Newmark ada dua orientasi dalam metode penerjemahan.

Pertama, metode penerjemahan yang diberi penekanan pada bahasa sumber

adalah:

1. Penerjemahan Kata Demi Kata

Penerjemahan ini dianggap penerjemahan yang paling dekat

dengan bahasa sumber. Dalam penerjemahan jenis ini urutan kata dalam

teks bahasa sumber tetap dipertahankan, dan kata-kata diterjemahkan

17
Moch. Syarif Hidayatullah, op.cit., h. 31
18
Dr. Frans Sayogie, M.Pd. op.cit., h. 83

15
menurut makna dasar diluar konteks. Kata-kata bermuatan budaya

diterjemahkan secara harfiah. Terjemahan kata demi kata berguna untuk

memahami bahasa sumber atau untuk menafsirkan teks yang sulit sebagai

proses awal penerjemahan.19

ٍ‫عُْذي أَ ْستَعَح أَ ْقالَو‬


ِ َ‫و‬

Dan di sisiku empat pulpen.

2. Penerjemahan Harfiah

Penerjemahan dilakukan dengan mengkonversi kontruksi

gramatika bahasa sumber ke dalam kontruksi bahasa penerima yang paling

dekat. Namun, kata-kata tetap diterjemahkan dengan satu demi satu tanpa

mempertimbangkan konteks pemakainnya.20

‫ضذَايا انضَنْضَال‬
َ ‫دغَاٌِ إِنًَ يُ ْغيَاكَ ْشذَا نِ ًُغَاعِذَج‬
ْ ‫إل‬
ِ ‫جَاءَ َسجُمٌ يٍِْ ِسجَالِ انثِشِ وَ ا‬

Datang seorang lelaki baik ke Yogyakarta untuk membantu korban-korban

goncangan.21

19
Ibid, h. 84
20
Syihabuddin, M.A, Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek), (Bandung: Humaniora,
2005), h. 71
21
Moch. Syarif Hidayatullah, op.cit., h. 31

16
3. Penerjemahan Setia

Penerjemahan setia mencoba menghasilkan kembali makna

kontekstual walaupun masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa

sumber. Kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan, tetapi

menyimpang dari struktur gramatikal bahasa sasaran. Penerjemahan jenis

ini berpegang teguh pada tujuan dan maksud bahasa sumber, sehingga

terlihat sebagai terjemahan yang kaku. 22 Metode ini berupaya untuk setia

sepenuhnya pada tujuan penulis.

ِ‫هُىَ َك ِثيْشُ انشَيَاد‬

Dia (lk) dermawan karena banyak abunya.23

4. Penerjemahan Semantik

Penerjemahan semantik berbeda dengan penerjemahan setia,

karena harus lebih memperhitungkan unsur estetika (antara lain kehidupan

bunyi) teks bahasa sumber dengan mengkompromikan makna selama

masih dalam batas kewajaran. Selain itu, kata yang hanya sedikit

mengandung muatan budaya dapat diterjemahkan dengan kata yang netral

atau istilah yang fungsional.24 Perbedaaan penerjemahan setia dan

22
Dr. Frans Sayogi, M.pd, op.cit., h. 85
23
Moch. Syarif Hidayatullah, op.cit., h. 32
24
Ibid

17
penerjemahan semantik adalah bahwa penerjemahan semantik lebih

fleksibel.

ِ‫سََايْدُ رَا ان َىجْ َهيٍِْ أَيَاوَ انفَصْم‬

Aku lihat si muka dua di depan kelas.25

Kedua, metode penerjemahan yang diberi penekanan pada bahasa

sasaran adalah:

5. Penerjemahan Adaptasi

Penerjemahan adapatasi adalah bentuk penerjemahan paling bebas

dan paling dekat ke bahasa sasaran. Penerjemahan jenis ini terutama untuk

drama dan puisi. Tema, karakter, dan alur biasanya tetap dipertahankan.

Kebudayaan bahasa sumber dikonversikan ke dalam kebudayaan bahasa

sasaran dan teks ditulis kembali. Dalam karangan ilmiah, logikanya

diutamakan, sedangkan contoh-contoh dikurangi atau ditiadakan.26

‫عاشد تعيذا ال ذخطى قذو‬

‫عُذ انيُاتيع تأعهً انُهش‬

Dia hidup jauh dari jangkauan

Di atas gemericik air sungai yang terdengar jernih27

25
Ibid.
26
Dr. Frans Sayogi, M.pd, op.cit.
27
Moch. Syarif Hidayatullah, op.cit., h. 33
18
6. Penerjemahan Bebas

Penerjemahan bebas adalah penulisan kembali tanpa melihat

bentuk aslinya. Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang

penerjemah biasanya mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks.

Dalam metode ini, biasanya berbentuk parafrasa yang dapat lebih panjang

atau lebih pendek dari aslinya. Metode ini sering kali digunakan untuk

keperluan media masa.28

ٍْ‫ذيَاجِ انُاط َأجًَْعي‬


َ ‫ظيْى يٍِْ أُصُىْلِ ان َفغَادِ ِن‬
ِ َ‫فِي أٌ انًَال أَصم ع‬

Harta sumber malapetaka29

7. Penerjemahan Idiomatik

Seorang penerjemah memproduksi pesan dalam teks Bsu (bahasa

sumber). Metode ini mengharuskannya untuk sering menggunakan kesan

keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya.

Dalam terjemahannya juga banyak terjadi distorsi nuansa makna, tetapi

lebih hidup dan lebih nyaman dibaca.30

28
Ibid, h. 33
29
Ibid
30
Ibid, h. 34

19
ٌ‫إل ِذذَادِ قُىَج‬
ِ ‫فِي ا‬

Bersatu kita teguh

Bercerai kita runtuh31

8. Penerjemahan Komunikatif

Metode ini mengharuskan penerjemah memperhatikan prinsip-

prinsip komunikasi (pembaca dan tujuan penerjemahan).

‫َرطىس يٍ َطفح ثى عهقح ثى يٍ يضغح‬

Kita tumbuh dari mani, lalu segumpal darah, dan kemudian segumpal

daging. (awam)

Kita berproses dari sperma, lalu zigot, dan kemudian embrio.

(terpelajar)32

B. Reduplikasi

1. Pengertian

Ada beberapa pengertian reduplikasi menurut berbagai pakar

kebahasaan, yaitu:

a. Proses pembentukkan kata dengan mengulang bentuk dasar, baik secara

utuh maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak.

31
Moch. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori Dan Permasalahan Penerjemahan, 2007, h. 59
32
Moch. Syarif Hidayatullah, op.cit., h. 34

20
b. Pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagiannya,

baik dengan variasi fonem maupun tidak.

c. Peristiwa pembentukkan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik

seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik

berkombinasi dengan afiks maupun tidak.

Hasil pengulangan disebut dengan kata ulang, sedangkan satuan

yang diulang merupakan bentuk dasar.

2. Bentuk-bentuk Reduplikasi

a. Dwipurwa, adalah pengulangan suku pertama pada leksem dengan

pelemahan vokal. Contoh: tetangga, lelaki, tetamu, dan sesama.

b. Dwilingga, adalah pengulangan leksem. Contoh: rumah-rumah, pagi-pagi,

dan barang-barang.

c. Dwilinga salin suara, adalah pengulangan leksem dengan variasi fonem.

Contoh: mondar-mandir, bolak-balik, compang-camping, dan corat-coret.

d. Dwiwasana adalah pengulangan bagian belakang dari leksem. Contoh:

pertama-tama, perlahan-lahan.33

C. Semantik

1. Pengertian Semantik

Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani

„sema‟ (kata benda) yang berarti „tanda‟ atau „lambang‟.34 Kata kerjanya

33
Harimurti Kridalaksana, Pembentukkan Kata Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 1996), h. 89
34
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 2

21
adalah „semaino‟ yang berarti „menandai‟ atau „melambangkan‟. Yang

dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik.

Istilah semantik baru muncul pada tahun 1984 yang dikenal

melalui American Philological Association „Organisasi Filologi Amerika‟

dalam sebuah artikel yang berjudul Reflected Meanings; A Point in

Semantics.35

Menurut Ferdinan de Saussure, tanda lingustik terdiri dari: 1)

Komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk bunyi-bunyi bahasa

dan 2) Komponen yang diartikan atau makna dari komponen pertama.36

Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, sedangkan yang

ditandai atau dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa

yang lazim disebut sebagai referen atau hal yang ditunjuk.37

Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu

semantik ialah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda

linguistik dengan hal-hal yang ditandainya dan ilmu tentang makna atau

arti.

2. Jenis Semantik

Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna

leksikal dan makna gramatikal.

35
Prof. Dr. T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 (Pengantar ke Arah Ilmu Makna), (Bandung: PT.
Refika Aditama, 1999), h. 1
36
Abdul Chaer, op.cit.
37
Ibid.

22
a. Makna Leksikal

Makna leksikal adalah makna kata yang berdiri sendiri baik sesuai

dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indra,

maupun makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita.38

Umpamanya kata tikus makna leksikalnya ialah sebangsa binatang

pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus.

b. Makna Gramatikal

Makna gramatikal adalah makna yang timbul sebagai akibat dari

proses gramatika seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.39 Jadi,

makna gramatikal ialah makna yang muncul sebagai akibat

digabungkannya sebuah kata dalam suatu kalimat.

3 Manfaat Semantik

Bagi seorang wartawan, reporter, ataupun orang-orang yang

berkecimpung dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan mereka akan

memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantik yaitu dapat

memudahkan dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat

dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. 40

Bagi peneliti bahasa dan bagi pelajar sastra, pengetahuan semantik

akan banyak memberi bekal teoritis yaitu untuk menganalisis bahasa yang

sedang dipelajari.

38
Ibid, h. 60
39
Ibid, h. 62
40
www.google.com

23
Sedangkan bagi pengajar sastra, pengetahuan semantik akan

memberi manfaat teoritis, maupun praktis. Secara teoritis, teori-teori semantik

akan membantu dalam memahami dengan lebih baik bahasa yang akan

diajarkannya. Manfaat praktisnya adalah kemudahan untuk mengajarkannya.

Bagi orang awam pemakaian dasar-dasar semantik tentunya masih

diperlukan untuk dapat memahami dunia yang penuh dengan informasi dan

lalu-lintas kebahasaan yang terus berkembang.

D. Pembentukkan Jamak

1. Jamak Dalam Bahasa Indonesia

Jamak adalah bentuk kata yang menyatakan lebih dari satu atau

banyak.41 Dalam bahasa Indonesia, bentuk jamak ditandai dengan: a.)

menambahkan kata bilangan, seperti tiga pulpen b.) menggunakan kata

yang bermakna jamak, seperti beberapa, berbagai, para, dan seluruh c.)

pengulangan leksem (reduplikasi), seperti rumah-rumah.

Beberapa ialah jumlah yang tidak tentu banyaknya (bilangan lebih

dari dua, tetapi tidak banyak).42 Contoh: Arya membeli beberapa buku

cerita.

Berbagai memiliki makna berjenis-jenis atau bermacam-macam.43

contoh: Pak Ali menjual berbagai macam buah-buahan segar.

41
Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h.
455
42
Ibid, h. 119
43
Ibid, h. 85

24
Para ialah kata penyerta yang menyatakan pengacuan ke

kelompok.44 Contoh: Para tamu sudah berdatangan.

Seluruh ialah menunjukkan suatu keutuhan.45 Contoh: Seluruh

umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri.

2. Jamak Dalam Bahasa Arab

Jamak ialah sesuatu yang memiliki arti lebih dari dua atau banyak.

Pembentukkan jamak dalam bahasa Arab terbagi menjadi tiga, yaitu,

jamak mudzakkar sâlim, jamak muannats sâlim, dan jamak taksîr.

E. Jamak taksîr

1. Pengertian

Jamak taksîr ialah jamak yang menunjukkan makna lebih banyak

daripada dua dengan mengalami perubahan yang jelas.46

Jamak taksîr itu ada dua macam, yaitu jamak qillah dan jamak

katsrah. Jamak qillah pada hakikatnya menunjukkan jumlah tiga hingga

sepuluh. Sedangkan, jamak katsrah menunjukkan jumlah di atas sepuluh

dan seterusnya.47 Jamak qillah memiliki empat wazan, yaitu ٌ‫( أَفْعِهَح‬af‘ilah)

seperti, lafaz ٌ‫( َأعِْهذَح‬aslihah), wazan ٌ‫( أَفْعُم‬af‘ulun) seperti, lafaz ٌ‫أَفْهُظ‬

(aflusun), wazan ٌ‫( فِعْهَح‬fi‘lah) seperti, lafaz ٌ‫( ِف ْريَح‬fityah), dan wazan ٌ‫أَفْعَال‬

44
Ibid, h. 828
45
Ibid, h. 1024
46
Bahauddin Abdullah Ibnu ‘Aqil, Terjemahan Alfiyyah 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006),
h. 855
47
Ibid.

25
(af‘ȃ lun) seperti, lafaz ٌ‫( أَفْشَاط‬afrȃ sun). Selain keempat wazan tersebut,

dinamakan jamak katsrah.

Shigat muntahal jumu‘ ialah setiap jamak yang ada dua hurufnya

setelah alif jamak taksirnya ‫( يَفَاعِم‬mafȃ ‘il), atau ada tiga huruf yang

huruf tengahnya sukun ‫عيْم‬


ِ ‫( يَفَا‬mafȃ ‘ȋ l). Seperti, ‫( دَسَاهِى‬darȃ him) dan

‫( َدََا َِيْش‬danȃ nȋ r).

2. Pola Jamak taksir

A. Jamak qillah

1. Wazan ٌ‫( أَفْعِهَح‬af‘ȋ lah)

Wazan af‘ȋ lah adalah bentuk jamak dari setiap isim

mudzakkar yang rubȃ ‘ȋ dan huruf ketiganya dibaca mad

(panjang), seperti lafaẕ ٌ‫غيْف‬


ِ َ‫( س‬raghȋ fun) bentuk jamaknya ٌ‫أَسْغِفَح‬

(arghifah).

Wazan af‘ȋ lah ditetapkan sebagai bentuk jamak dari isim

rubȃ ‘ȋ yang muḏ ȃ ‘af atau mu‘tal lam dari wazan fi‘ȃ lun.

Seperti, lafaẕ ‫( ِفَُا ٌء‬finȃ ’)bentuk jamaknya ٌ‫( أَ ْف ُِيَح‬afniyah).

2. Wazan ٌ‫( أَفْعُم‬af‘ulun)

Af‘ulun adalah bentuk jamak dari setiap isim tsulatsȋ yang

ber-wazan fa‘lun lagi sahȋh ‘ainnya, seperti lafaẕ ٌ‫( َفْظ‬nafsun)

bentuk jamaknya ‫( َأَْفُظ‬anfusun).

26
3. Wazan ٌ‫( فِعْهَح‬fi‘lah)

Wazan fi‘lah merupakan bentuk jamak yang telah diketahui

melalui dalil naqlȋ. Wazan ini tidak diberlakukan atas sesuatupun

di antara bentuk-bentuk jamak, akan tetapi hanya berdasarkan

hafalan. Seperti, lafaẕ ًَ‫( َفر‬fatȃ ) bentuk jamaknya ٌ‫( ِف ْريَح‬fityah).

4. Wazan ٌ‫( أَفْعَال‬af‘ȃ lun)

Sebagian di antara wazan fu‘alun bentuk jamaknya ialah

af‘ȃ lun. Seperti lafaẕ ٌ‫( سُطَة‬ruṯ abun) bentuk jamaknya ٌ‫أَسْطَاب‬

(arṯ ȃ bun).

B. Jamak katsrah

1. Wazan ٌ‫( فُعُم‬fu‘ulun)

Bentuk jamak ini berlaku untuk setiap isim rubȃ ‘ȋ, sebelum

huruf akhirnya terdapat huruf mad dengan syarat sahih huruf

akhirnya dan tidak di-muḏ a‘ȃ f-kan lagi. Dalam hal ini tidak ada

perbedaan antara mudzakkar dan muannats, seperti lafaẕ ٌ‫دًَِاس‬

(himȃ run) bentuk jamaknya ٌ‫( دًُُش‬humurun).

2. Wazan ٌ‫( فُعَم‬fua‘lun)

Bentuk jamak ini berlaku untuk setiap isim yang berwazan

ًَ‫( فُعْه‬fu‘lȃ ) dan ٌ‫( فُعْهَح‬fu‘lah). Misalnya, ٌ‫( غُشْفَح‬ghurfah) bentuk

27
jamaknya ٌ‫( غُشَف‬ghurafun) dan ‫( ُكثْشَي‬kubrȃ ) bentuk jamaknya ٌ‫ُكثَش‬

(kubarun).

3. Wazan ٌ‫( فِعَم‬fi‘alun)

Wazan ini berlaku untuk isim yang berwazan ٌ‫( فِعْهَح‬fi‘lah),

seperti lafaẕ ‫( ِكغْشَ ٌج‬kisrah) bentuk jamaknya ٌ‫( ِكغَش‬kisarun).

Tetapi adakalanya wazan ٌ‫( فِعْهَح‬fi‘lah) bentuk jamaknya

berwazan ٌ‫( فُعَم‬fu‘alun), seperti lafaẕ ٌ‫ذيَح‬


ْ ‫( ِن‬lihyah) bentuk

jamaknya ًً‫( ُنذ‬luhan).

4. Wazan ٌ‫( فُعَهَح‬fu‘alah)

Wazan ini berlaku untuk setiap wasaf yang berwazan ٌ‫فَاعِم‬

(fȃ ‘il), mu’tal lamnya dan untuk mudzakkar yang berakal, seperti

lafaẕ ٍ‫( سَاو‬rȃ min) bentuk jamaknya ٌ‫( سُيَاج‬rumȃ h).

5. Wazan ٌ‫( فَعَهَح‬fa‘alah)

Wazan ini berlaku untuk semua sifat yang berwazan ٌ‫فَاعِم‬

(fȃ ‘il) yang sahȋ h lamnya, juga untuk mudzakkar yang berakal,

seperti lafaẕ ‫م‬


ٌ ِ‫( كَاي‬kȃ milun) bentuk jamaknya ٌ‫( كًََهَح‬kamalah).

6. Wazan ًَ‫( فَعْه‬fa‘lȃ )

Wazan ini berlaku untuk setiap wasaf yang berwazan ٌ‫فَ ِعيْم‬

(fa‘ȋ lun) dan menunjukkan makna binasa atau sakit, seperti lafaẕ

ٌ‫( َق ِريْم‬qatȋ lun) bentuk jamaknya ًَ‫( َقرْه‬qatlȃ ).


28
Disamakan pula yang berwazan fa‘ȋ lun, seperti lafaẕ ٌٍِ‫صَي‬

(zaminun) bentuk jamaknya ًَُ‫( صَ ْي‬zamnȃ ).

7. Wazan ٌ‫( فِعَهَح‬fi‘alah)

Wazan ini berlaku untuk isim yang sahih lamnya, berwazan

fu‘lun, seperti lafaẕ ٌ‫( قُشْط‬qurtun) bentuk jamaknya ٌ‫( قِشَطَح‬qiratah).

Akan tetapi, bagi isim yang berwazan fi‘lun bentuk jamaknya harus

dihafalkan, seperti lafaẕ ٌ‫( قِشْد‬qirdun) bentuk jamaknya ٌ‫قِشَدَج‬

(qiradah).

8. Wazan ٌ‫( فُعَم‬fu‘aalun)

Wazan ini dapat dijadikan sebagai kias dalam wasaf yang

sahih lamnya, berwazan ٌ‫( فَاعِم‬fȃ ‘ilun) atau ٌ‫( فَاعِهَح‬fȃ ‘ilah), seperti

lafaẕ ٌ‫( ضَاسِب‬dȃ ribun) bentuk jamaknya ٌ‫( ضُشَب‬durrabun) dan

lafaẕ ٌ‫( صَائًَِح‬sȃ -imah) bentuk jamaknya ٌ‫( صُىَو‬suwwamun).

9. Wazan ٌ‫( فِعَال‬fi‘ȃ lun)

Wazan ini berlaku untuk isim yang berwazan fa‘lun dan

fa‘lah, seperti lafaẕ ٌ‫( ثَىْب‬tsaubun) bentuk jamaknya ٌ‫ِثيَاب‬

(tsiyȃ bun) dan lafaẕ ٌ‫( صَ ْعثَح‬sa‘bah) bentuk jamaknya ٌ‫صِعَاب‬

(si‘ȃ bun), wazan fa‘alun dan fa‘alah, seperti lafaẕ ٌ‫جثَم‬


َ (jabalun)

ِ (jibȃ lun) dan lafaẕ ٌ‫( سَ َقثَح‬raqabah) bentuk


bentuk jamaknya ٌ‫جثَال‬

jamaknya ٌ‫( سِقَاب‬riqȃ bun), wazan fi‘lun dan fu‘lun, seperti lafaẕ

ٌ‫( ِرَْة‬dzinbun) bentuk jamaknya ٌ‫( ِرََاب‬dzinȃ bun) dan lafaẕ ٌ‫سُيْخ‬
29
(rumhun) bentuk jamaknya ٌ‫( سِيَاح‬rimȃ h), berlaku untuk sifat yang

berwazan fa‘ȋ lun bermakna fȃ ‘ilun, baik terbebas dari ta atau

dibarengi dengan ta, seperti lafaẕ ٌ‫شيْى‬


ِ َ‫( ك‬karȋ mun) dan lafaẕ

ٌ‫( كَ ِشيًَْح‬karȋ mah) bentuk jamaknya ٌ‫( كِشَاو‬kirȃ mun), wazan

fa‘lȃ nun atau fa’lȃ nah, seperti lafaẕ ٌٌ‫طشَا‬


ْ َ‫‘( ع‬atsyȃ nun) bentuk

jamaknya ٌ‫‘( عِطَاػ‬itȃ syun) dan lafaẕ ٌ‫( َذْيَا َح‬nadmȃ nah) bentuk

jamaknya ٌ‫( َِذَاو‬nidȃ mun), dan wazan fu‘lȃ nun atau fu‘lȃ h, seperti

lafaẕ ٌ‫( خًُْصَا‬khumsȃ nun) dan lafaẕ ٌ‫( خًُْصَا َح‬khumsȃ nah)

bentuk jamaknya ٌ‫( خًَِاص‬khimȃ sun).

10. Wazan ٌ‫( فُعُىْل‬fu‘ȗ lun)

Wazan ini berlaku untuk setiap isim tsulasȋ yang berwazan

fa‘ilun, seperti lafaẕ ٌ‫( َكثِذ‬kabidun) bentuk jamaknya ٌ‫ُكثُىْد‬

(kubȗ dun), isim yang berwazan fa‘lun, seperti lafaẕ ٌ‫( فَهْظ‬falsun)

bentuk jamaknya ٌ‫( فُهُىْط‬fulȗ sun), isim yang berwazan fi‘lun,

seperti lafaẕ ٌ‫( دًِْم‬himlun) bentuk jamaknya ٌ‫( دًُُىْل‬humȗ lun),

isim yang berwazan fu‘lun, seperti lafaẕ ٌ‫جُْذ‬


ُ (jundun) bentuk

jamaknya ٌ‫ج ُىْد‬


ُ (junȗ dun), dan isim yang berwazan fa‘alun, seperti

lafaẕ ٌ‫( َأعَذ‬asadun) bentuk jamaknya ٌ‫( ُأعُىْد‬usȗ dun). Akan tetapi,

dalam wazan ini hanya dihafal (jumlahnya dapat dihitung).

30
11. Wazan ٌٌَ‫( فِ ْعال‬fi‘lȃ nun)

Wazan ini berlaku untuk isim yang berwazan fu‘ȃ lun,

seperti lafaẕ ٌ‫غالَو‬


ُ (ghulȃ mun) bentuk jamaknya ٌٌ‫غِهًَْا‬

(ghilmȃ nun), isim yang berwazan fu‘alun, seperti lafaẕ ٌ‫صُشَد‬

(suradun) bentuk jamaknya ٌٌ‫( صِشْدَا‬sirdȃ nun), dan isim yang

berwazan fu‘lun atau fa‘alun, seperti lafaẕ ٌ‫‘( عُىْد‬ȗ dun) bentuk

ِ (‘ȋ dȃ nun) dan lafaẕ


jamaknya ٌٌ‫عيْذَا‬ ٌ‫( ذَاج‬tȃ jun) bentuk

jamaknya ٌٌ‫( ِذ ْيجَا‬tȋ jȃ nun).

Wazan fi‘lȃ nun sedikit dipakai sebagai bentuk jamak dari

hal-hal selain tadi, seperti lafaẕ ٌ‫( أَر‬akhun) bentuk jamaknya

ٌٌ‫( ِإخْىَا‬ikhwȃ nun).

12. Wazan ٌٌَ‫( فُ ْعال‬fu‘lȃ nun)

Wazan ini berlaku untuk isim yang berwazan fa‘lun, seperti

lafaẕ ٌٍْ‫( تَط‬batnun) bentuk jamaknya ٌٌ‫طَُا‬


ْ ُ‫( ت‬butnȃ nun), wazan

fa‘ȋ lun, seperti lafaẕ ٌ‫غيْف‬


ِ َ‫( س‬raghȋ fun) bentuk jamaknya ٌٌ‫سُغْفَا‬

(rughfȃ nun), dan wazan fa‘alun, seperti lafaẕ ٌ‫( دًََم‬hamalun)

bentuk jamaknya ٌٌَ‫( دُ ًْال‬humlȃ nun).

13. Wazan ُ‫( فُ َعالَء‬fu‘alȃ -u)

Wazan ini berlaku untuk isim yang berwazan fa‘ȋ lun yang

berupa sifat untuk mudzakkar yang berakal dan tidak mu‟tal,

seperti lafaẕ ٌ‫شيْى‬


ِ َ‫( ك‬karȋ m) bentuk jamaknya ُ‫( كُشَيَاء‬kuramȃ -u),
31
lafaẕ yang serupa dengan fa‘ȋ lun menunjukkan hal yag bersifat

maknawi, seperti gharizah (insting), seperti lafaẕ ٌ‫‘( عَاقِم‬ȃ qilun)

bentuk jamaknya ُ‫‘(عُ َقالَء‬uqalȃ -u).

Wazan fu’alȃ -u ini diganti dengan memakai wazan af‘ilȃ -

u bagi isim yang di-muḏ ȃ ‘af-kan dan mu‟tal, seperti lafaẕ ٌ‫وَِني‬

(waliyyun) bentuk jamaknya ُ‫( أَوِْنيَاء‬auliyȃ -u). Terkadang wazan

af‘ilȃ -u ini dipakai pula untuk wazan fa‘ȋ lun, seperti lafaẕ ٌ‫صيْة‬
ِ َ

(nasȋ bun) bentuk jamaknya ُ‫صثَاء‬


ِ َْ‫( َأ‬ansibȃ -u).

14. Wazan ُ‫( فَىَاعِم‬fawȃ ‘ilun)

Wazan ini berlaku untuk isim yang berwazan fau‘ala,

seperti lafaẕ َ‫( جَىْهَش‬jauhara) bentuk jamaknya ُ‫( جَىَاهِش‬jawȃ hiru),

wazan fȃ ‘alun, seperti lafaẕ ٌ‫( طَاتَع‬tȃ ba‘un) bentuk jamaknya

ُ‫( طَىَاتِع‬tawȃ bi‘u), wazan fȃ ‘ilun yang maknanya ditujukan kepada

muannats yang berakal, seperti lafaẕ ٌ‫( دَائِض‬hȃ -idun) bentuk

jamaknya ُ‫( دَىَائِض‬hawȃ -idu), dan wazan fȃ ‘ilatun, seperti lafaẕ

ٌ‫دثَح‬
ِ ‫( صَا‬sȃ hibah) bentuk jamaknya ُ‫( صَىَادِة‬sawȃ hibu).

15. Wazan ُ‫فَعَائِم‬

Wazan ini berlaku untuk isim rubȃ ’ȋ yang sebelum huruf

akhir dibaca panjang, baik di muannatskan dengan ta atau tidak.

Seperti, lafaẕ ٌ‫( سِعانَح‬risȃ lah) bentuk jamaknya ُ‫سعَائِم‬


َ (rasȃ -ilu)

dan lafaẕ ٌ‫‘( عُقَاب‬uqȃ bun) bentuk jamaknya ُ‫‘(عَقَائِة‬aqȃ -ibu).


32
16. Wazan ‫ فَعَانِي‬dan ‫( فَعَهَي‬fa‘alȋ ) dan (fa‘alȃ )

Kedua wazan ini berlaku untuk isim yang berwazan fa‘lȃ -

u, seperti lafaẕ ُ‫( صَحْرَاء‬sahrȃ -u) bentuk jamaknya ‫صذَاسِي‬


َ

(sahȃ rȋ ) dan lafaẕ ُ‫‘( عَزْسَاء‬adzrȃ -u) bentuk jamaknya ‫عَزَاسَي‬

(‘adzȃ rȃ ).

17. Wazan ُ‫فَعَانِم‬

Wazan ini berlaku untuk isim rubȃ ‘ȋ yang tidak

mengandung huruf zȃ idah (tambahan), seperti lafaẕ ٌ‫جَعْفَر‬

(ja‘farun) bentuk jamaknya ُ‫( جَعَافِش‬ja‘ȃ firu).

18. Wazan ُ‫فَعَاِني‬

Wazan ini berlaku untuk isim tsulȃ sȋ yang huruf akhirnya

adalah ya yang ditasydidkan, seperti lafaẕ ٌ‫عي‬


ِ ‫( كُ ْش‬kursiyyun)

bentuk jamaknya ُ‫عي‬


ِ ‫( كَشَا‬karȃ siyyu).

C. Shigat muntahal jumu‘

Shigat muntahal jumu‘ ialah setiap jamak yang ada dua hurufnya

setelah alif jamak taksirnya ُ‫( يَفَاعِم‬mafȃ ‘ilu), atau ada tiga huruf yang

huruf tengahnya sukun ُ‫عيْم‬


ِ ‫( يَفَا‬mafȃ ‘ȋ lu). Seperti, ‫( دَسَاهِى‬darȃ himu)

dan ُ‫( َدََا َِيْش‬danȃ ‘nȋ ru).

33
BAB III

PENERJEMAHAN AL-QURAN

A. Pengertian al-Quran

Quran adalah risalah Allah kepada manusia semuanya. 48

Al-Quran menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Al-Quran

adalah masdar yang diartikan dengan arti isim maf‘ȗ l, yaitu “maqru’”

yang dibaca.

Menurut istilah ahli agama, ialah nama bagi kalamullah yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang ditulis dalam mushaf.49

Sebagian ulama berpendapat al-Quran, kalau dibaca “quran” dan

tidak membaca “al” di depannya adalah nama bagi segala yang dibaca.

48
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2002),
h. 11
49
Teungku M. Hasi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), cet- ke 3, h. 3

34
Bila disebut al-Quran, maka tertujulah kepada kalam Allah yang

diturunkan di dalam bahasa Arab.50

Sebagian ulama menyebutkan bahwa penamaan kitab ini dengan

nama quran di antara kitab-kitab Allah itu karena kitab ini mencakup inti

dari semua ilmu. Hal itu diisyaratkan dalam firman-Nya:

.ٍ‫يء‬
ْ ‫ش‬
َ ِ‫وََضَنَُْا عَهَ ْيكَ انكِرَابَ ذِثْيَاًَا نِكُم‬

“Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (quran) sebagai penjelasan bagi

segala sesuatu.” (Q.S. an-Nahl: 89)

Para ulama menyebutkan definisi quran yang mendekati maknanya

dan membedakannya dari yang lain, yakni quran ialah kalam atau firman

Allah yang diturunkan kepada Muhammad saw yang pembacaannya

merupakan suatu ibadah.51

al-Quran al-Karim turun sedikit demi sedikit, selama sekitar dua

puluh dua tahun lebih. Ayat-ayatnya berinteraksi dengan budaya dan

perkembangan masyarakat yang dijumpainya. Kendati demikian, nilai-

nilai yang diamanatkannya dapat diterapkan pada setiap situasi dan

kondisi.52

50
Ibid, h. 4
51
Ibid, h. 17
52
Quraish, Shihab Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, (Ciputat: Lentera
Hati, 2000), h. viii

35
B. Terjemahan Al-Quran

Ada dua cara dalam menerjemahkan alqur‟an, yakni:

1. Terjemah Harfiah

Yaitu mengalihkan lafaẕ -lafaẕ dari satu bahasa ke dalam lafaẕ -

lafaẕ yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa, sehingga susunan dan

tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.53

2. Terjemah Tafsiriyah atau Terjemah Maknawiyah

Yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa

terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan

kalimatnya.54

C. Biografi Quraish Shihab

1. Riwayat Hidup

Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rappang, Sulawesi Selatan

pada 16 Februari 1944. Ia berasal dari keluarga keturunan Arab yang

terpelajar. Ayahnya, Prof. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama

dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang

sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki

reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Sebagai putra

dari seorang guru besar, Quraish Shihab mendapatkan motivasi awal

dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir dari ayahnya.

53
Mannā Khalil al-Qattān, op.cit., h. 443
54
Ibid, h. 443

36
Quraish kecil telah menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap

al-Quran sejak umur 6-7 tahun. Ia harus mengikuti pengajian al-Quran

yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Selain menyuruh membaca al-

Quran, ayahnya juga menguraikan secara sepintas kisah-kisah dalam

al-Quran. Di sinilah, benih-benih kecintaannya kepada al-Quran mulai

tumbuh.

Pendidikan formalnya di Makassar dimulai dari sekolah dasar

sampai kelas 2 SMP. Pada tahun 1956, ia di kirim ke kota Malang

untuk “nyantri” di Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyah. Karena

ketekunannya belajar di pesantren, 2 tahun berikutnya ia sudah mahir

berbahasa arab. Pada tahun 1958 ia diterima di kelas dua I'dadiyah al-

Azhar (setingkat SMP/Tsanawiyah di Indonesia).

Muhammad Quraish Shihab meraih gelar Sarjana dari Fakultas

Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadis pada tahun 1967 dan meraih

gelar MA dari jurusan Tafsir al-Quran di Universitas al-Azhar Kairo,

Mesir di tahun 1969 dengan tesis berjudul al-I‘jaz at-Tasyri‘I al-

Quran al-Karim.55 Pada tahun 1973 ia dipanggil pulang ke Makassar

oleh ayahnya yang ketika itu menjabat rektor, untuk membantu

mengelola pendidikan di IAIN Alauddin. Ia menjadi wakil rektor

bidang akademis dan kemahasiswaan sampai tahun 1980.

55
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1994).

37
Di samping mendududki jabatan resmi itu, ia juga sering mewakili

ayahnya yang uzur karena usia dalam menjalankan tugas-tugas pokok

tertentu. Berturut-turut setelah itu, Quraish Shihab diserahi berbagai

jabatan, seperti koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII

Indonesia bagian timur, pembantu pimpinan kepolisian Indonesia

Timur dalam bidang pembinaan mental, dan sederetan jabatan lainnya

di luar kampus. Di celah-celah kesibukannya ia masih sempat

merampungkan beberapa tugas penelitian, antara lain Penerapan

Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia (1975) dan Masalah Wakaf

Sulawesi Selatan (1978).

Pada tahun 1982, meraih gelar Doktor dibidang ilmu-ilmu al-

Quran dengan yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan

Tingkat Pertama di Universitas yang sama dengan disertasi yang

berjudul Nazhm ad-Durar li al-Biqa‘i, Tahqiq Wa Dirasah.56

Pendidikan Tingginya yang kebanyakan ditempuh di Timur

Tengah, Al-Azhar, Kairo ini, oleh Howard M. Federspiel dianggap

sebagai seorang yang unik bagi Indonesia pada saat di mana sebagian

pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di Barat.

Tahun 1984 adalah babak baru tahap kedua bagi Quraish Shihab

untuk melanjutkan karirnya. Untuk itu, ia pindah tugas dari IAIN

Makassar ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini, ia aktif

mengajar di bidang Tafsir dan Ulum al-Quran di Program S1, S2 dan

56
M. Quraish Shihab, Lentera Hati, op.cit., h. 5

38
S3 sampai tahun 1998. Pengabdiannya dibidang pendidikan,

mengantarkannya menjadi Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta di

tahun 1992-1998. Kiprahnya tak terbatas di lapangan akademis, beliau

menjabat sebagai Ketua Majelis ulama Indonesia (Pusat), tahun 1985-

1998 menjabat sebagai anggota MPR-RI 1982-1987.

Pada tahun 1998 dipercaya sebagai Menteri Agama RI. Pada tahun

1989 beliau menjadi anggota Lajnah Pentashhih al-Quran Departemen

Agama. Beliau juga terlibat dalam beberapa organisasi professional,

antara lain Asisten Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim se-

Indonesia (ICMI), ketika organisasi ini didirikan. Selanjutnya, ia juga

tercatat sebagai Pengurus Penghimpunan Ilmu-ilmu Syari‟ah dan

Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama D epartemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Aktifitas lainnya yang ia lakukan adalah sebagai Dewan

Redaksi Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies,

Ulumul Quran, Mimbar Ulama, dan Refleksi Jurnal Kajian Agama dan

Filsafat.

Di samping kegiatan tersebut, Muhammad Quraish Shihab juga

dikenal sebagai penulis dan penceramah yang handal. Berdasarkan

latar belakang keilmuan yang kokoh yang ia tempuh melalui

pendidikan formal serta ditopang oleh kemampuannya menyampaikan

pendapat dan gagasan dengan bahasa yang sederhana, tetapi lugas,

rasional, dan kecenderungan pemikiran yang moderat, ia tampil

sebagai penceramah dan penulis yang bisa diterima oleh semua lapisan

39
masyarakat. Kegiatan ceramah ini ia lakukan di sejumlah masjid di

Jakarta, seperti Masjid al-Tin dan Fathullah, di lingkungan pejabat

pemerintah seperti pengajian Istiqlal serta di sejumlah stasiun televisi

atau media elektronik, khususnya di bulan Ramadȃ n. Beberapa stasiun

televisi, seperti RCTI dan Metro TV mempunyai program khusus

selama Ramadȃ n yang diasuh olehnya. 57

Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar al-Quran di

Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan

pesan-pesan al-Quran dalam konteks kekinian dan masa post modern

membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar al-Quran

lainnya. Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya

penggunaan metode tafsir maudu’i (tematik), yaitu penafsiran dengan

cara menghimpun sejumlah ayat al-Quran yang tersebar dalam

berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian

menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan

selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah

yang menjadi pokok pembahasan.

Beliau juga dikenal sebagai penulis yang sangat produktif. Lebih

dari dua puluh buku telah lahir dari tangannya. Diantaranya, yang

paling legendaris adalah “Membumikan” al-Quran, Lentera Hati, dan

Tafsir al-Mishbah. Sosoknya juga sering tampil di berbagai media

untuk memberikan siraman rohani dan intelektual. aktifitas utamanya

57
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/08/biografi-quraish-shihab.html

40
sekarang adalah Dosen Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)

Jakarta dan Direktur Pusat Studi al-Quran (PSQ) Jakarta.58

2. Karya-karya Quraish Shihab

1. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung

Pandang, IAIN Alauddin, 1984).

2. Untaian Permata Buat Anakku (Bandung: Mizan 1998).

3. Pengantin al-Quran (Jakarta: Lentera Hati, 1999).

4. Haji Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999).

5. Sahur Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan 1999).

6. Shalat Bersama Quraish Shihab (Jakarta: Abdi Bangsa).

7. Puasa Bersama Quraish Shihab (Jakarta: Abdi Bangsa).

8. Fatwa-fatwa (4 Jilid, Bandung: Mizan, 1999).

9. Satu Islam, Sebuah Dilema (Bandung: Mizan, 1987).

10. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987).

11. Pandangan Islam Tentang Perkawinan Usia Muda (MUI &

Unesco, 1990).

12. Kedudukan Wanita Dalam Islam (Departeman Agama).

13. Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1994).

14. Lentera Hati (Bandung: Mizan, 1994).

15. Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996).

16. Wawasan al-Quran (Bandung: Mizan, 1996).

58
M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 13

41
17. Tafsir al-Quran (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997).

18. Hidangan Ilahi, Tafsir Ayat-ayat Tahlili (Jakarta: Lentara Hati,

1999).

19. Jalan Menuju Keabadian (Jakarta: Lentera Hati, 2000).

20. Tafsir al-Mishbah (15 Jilid, Jakarta: Lentera Hati, 2003).

21. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; dalam Pandangan Ulama dan

Cendekiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004).

22. Dia di Mana-mana; Tangan Tuhan Di balik Setiap Fenomena

(Jakarta: Lentera Hati, 2004).

23. Perempuan (Jakarta: Lentera Hati, 2005).

24. Logika Agama; Kedudukan Wahyu & Batas-batas Akal Dalam

Islam (Jakarta: Lentera Hati, 2005).

25. Rasionalitas al-Quran; Studi Kritis atas Tafsir al-Manar (Jakarta:

Lentera Hati, 2006).

26. Menabur Pesan Ilahi; al-Qur'an dan Dinamika Kehidupan

Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006).

27. Wawasana al-Quran; Tentang Dzikir dan Doa (Jakarta: Lentera

Hati, 2006).

28. Asma' al-Husna; Dalam Perspektif al-Quran (Jakarta: Lentera

Hati).

29. Al-Lubab; Makna, Tujuan dan Pelajaran dari al-Fatihah dan Juz

'Amma (Jakarta: Lentera Hati).

30. Hadits Qudsi Pilihan (Jakarta: Lentera Hati).

42
31. Berbisnis dengan Allah; Tips Jitu Jadi Pebisnis Sukses Dunia

Akhirat (Jakarta: Lentera Hati).

32. Menjemput Maut; Bekal Perjalanan Menuju Allah Swt. (Jakarta:

Lentera Hati).

33. M. Quraish Shihab Menjawab; 101 Soal Perempuan yang Patut

Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati).

34. M. Quraish Shihab Menjawab; 1001 Soal Keislaman yang Patut

Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati).

35. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Jin dalam al-Quran (Jakarta:

Lentera Hati).

36. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Malaikat dalam al-Quran

(Jakarta: Lentera Hati).

37. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Setan dalam al-Quran (Jakarta:

Lentera Hati).

38. Al-Quran dan Maknanya (Jakarta: Lentera Hati).

39. Membumikan al-Quran Jilid 2; Memfungsikan Wahyu dalam

Kehidupan (Jakarta: Lentera Hati).

40. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, dalam sorotan al-Quran

dan Hadits (Jakarta: Lentera Hati, Juni 2011).

43
BAB IV

ANALISIS POLA JAMAK TAKSÎR

            1.

            

              

          

Dia-lah (Allah swt) yang menurunkan al-Kitab (yakni al-Quran) kepadamu di


antara (ayat-ayat)-nya ada yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi alQuran, dan
yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada
kecenderungan kepada kesesatan, maka mereka mengikuti dengan sungguh-
sungguh sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah (yakni
kekacauan dan kerancuan berpikir serta keraguan di kalangan orang-orang
beriman) dan untuk mencari-cari dengan sungguh-sungguh ta’wil-nya (yang
sesuai dengan kesesatan mereka), padahal tidak ada yang mengetahui ta’wil-nya
melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami
beriman dengannya semua dari sisi Tuhan Kami.” Dan tidak dapat mengambil
pelajaran (darinya) melainkan Ulul Albab. (Q.S. Ali Imran: 7)

               2.

 

44
Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami berpaling, sesudah Engkau beri
petunjuk kepada kami, dan anugerahkanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu,
karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (anugerah). (Q.S. Ali Imran: 8)

Kata ‫ قُلُوْب‬merupakan bentuk jamak katsrah yang memiliki makna di atas

sepuluh dan seterusnya. Kata ‫ قُلُوْب‬merupakan jamak dari kata ‫ قَهْة‬yang memiliki

arti hati. Kata tersebut tepat diterjemahkan dengan kata hati, karena jika

diterjemahkan dengan menggunakan bentuk reduplikasi yakni hati-hati, maka

maknanya akan berubah menjadi makna adjektif (sifat). Oleh karena itu, kata ‫قُلُوْب‬

harus diterjemahkan dengan mufrad.

             3.

    

Sesungguhnya orang-orang yang kafir, sekali-kali tidak akan berguna bagi mereka
harta benda mereka, tidak juga anak-anak mereka terhadap (siksa) Allah
sedikitpun. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka. (Q.S. Ali Imran: 10)
Maksud ayat di atas:

Sesungguhnya orang-orang yang kafir, yang menutupi tanda-tanda

keesaan dan kebesaran Allah, serta mengingkari petunjuk-petunjuk-Nya, dan

menduga bahwa harta benda dan anak-anak mereka dapat menghalangi mereka

dari siksa-Nya. Sebenarnya, sekali-kali tidak akan berguna bagi mereka harta

benda yang Allah serahkan kepada mereka, walau sebanyak apapun, dan demikian

pula anak-anak mereka, walau sebanyak dn sekuat apapun terhadap siksa Allah

45
sedikitpun. Mereka tidak dapat menolak siksa-Nya, bahkan mereka itu dalah

bahan bakar api neraka.59

Kata ٌ‫ أَيْىَال‬dan ٌ‫والَد‬


ْ َ‫ أ‬merupakan bentuk jamak dari kata ٌ‫ يَال‬dan ٌ‫وَنَذ‬. ٌ‫أَيْىَال‬

dan ٌ‫والَد‬
ْ َ‫ أ‬merupakan bentuk jamak qillah yakni ٌ‫ أَفْعَال‬yang menunjukkan makna

tiga hingga sepuluh. Kata ٌ‫ أَيْىَال‬pada ayat di atas diterjemahkan dengan harta

benda. Sedangkan, kata ٌ‫والَد‬


ْ َ‫ أ‬diterjemahkan dengan anak-anak.

Kata ٌ‫ أَيْىَال‬tepat diterjemahkan dengan harta benda, karena harta itu

sendiri sudah menunjukkan makna keseluruhan terhadap kekayaan yang dimiliki

oleh seseorang. Jadi, tidak perlu diterjemahkan dengan harta-harta, tetapi cukup

diterjemahkan dengan harta benda.

Kata ٌ‫والَد‬
ْ َ‫ أ‬diterjemahkan dengan reduplikasi yakni anak-anak. Kata

tersebut kurang tepat diterjemahkan dengan reduplikasi, karena terjadinya

redundansi (pemborosan kata) dan itu tidak dibenarkan dalam gramatika bahasa

Indonesia. Jika dilihat dari ayat di atas, yang dimaksud dengan ‫والَد‬
ْ َ‫ أ‬disini ialah

semua anak dari orang-orang kafir. Jadi, alternatif dari terjemahan kata ‫والَد‬
ْ َ‫أ‬

adalah dengan menggunakan kata semua sebagai penanda jamaknya.

          


    4.

   

59
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, op.cit., h. 20

46
Mereka seperti kebiasaan kaum Fir‟aun dan orang-orang yang sebelum mereka,
mereka mendustakan ayat-ayat Kami; karena itu Allah telah menyiksa mereka
disebabkan dosa-dosa mereka. Dan Allah sangat keras pembalasan-(Nya). (Q.S.
Ali Imran: 11)

Maksud ayat di atas:


Mereka mendustakan ayat-ayat Allah karena itu Allah menyiksa mereka

disebabkan dosa-dosa meraka. (Orang-orang kafir yang hidup sebelum mereka),

mereka semua mendustakan ayat-ayat yang tertulis dalam kitab suci.60

Kata ٌ‫ ُرَُىْب‬merupakan bentuk jamak dari kata ٌ‫ َرَْة‬yang memiliki arti dosa.

ٌ‫ ُرَُىْب‬merupakan bentuk jamak katsrah yang memiliki makna di atas sepuluh dan

seterusnya. Pada ayat di atas, kata ٌ‫ ُرَُىْب‬diterjemahkan dalam bentuk reduplikasi

yakni dosa-dosa. Kata tersebut kurang tepat diterjemahkan dengan dosa-dosa,

karena yang dimaksud dengan ayat di atas tentu semua dosa orang-orang kafir

yang mendustakan ayat-ayat Allah. Oleh karena itu, sebaiknya kata ٌ‫ُرَُىْب‬

diterjemahkan dengan menggunakan kata semua atau seluruh sebagai penanda

jamaknya. Jadi, terjemahan yang tepat dari kata ٌ‫ ُرَُىْب‬ialah semua dosa atau

seluruh dosa.

60
Ibid, h. 21

47
              5.

             

    

Sesungguhnya telah ada bukti bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu
(bertempur). Segolongan bertemu (berperang) di jalan Allah dan (segolongan)
yang lain kafir. Mereka melihat dengan penglihatan mata (sebanyak) dua kali
jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-
Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang
yang mempunyai pandangan. (Q.S. Ali Imran: 13)

Kata ‫ َأتْصَاس‬merupakan bentuk jamak qillah. Pada ayat di atas, kata ‫َأتْصَاس‬

diterjemahkan dengan orang-orang yang mempunyai pandangan. Kata ‫َأتْصَاس‬

merupakan bentuk jamak dari kata ٌ‫ تَصَش‬yang berarti „pandangan‟. Terjemahan di

atas sudah tepat, karena kata „orang-orang‟ sudah menunjukkan makna jamak,

jadi kata ‫ َأتْصَاس‬cukup diterjemahkan dengan pandangan saja.

          6.

         

      

Dijadikan indah bagi manusia kecintaan kepada aneka syahwat, yaitu wanita-
wanita, anak-anak lelaki, harta yang tidak terbilang lagi berlipat ganda dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan
hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (Q.S. Ali Imran:
14)
Maksud ayat di atas:

Kata ‫ قَنَاطِيْر‬adalah bentuk jamak dari ٌ‫ ِقُْطَاس‬. ada yang memahami kata

qinṯ ȃ r dalam bilangan tertentu, seperti 100 kg, atau uang dengan jumlah
48
tertentu, dan ada juga yang tidak menetapkan jumlah. qinṯ ȃ r menurut pendapat

kedua ini adalah timbangan tanpa batas. Ia adalah sejumlah harta yang

menjadikan pemiliknya dapat menghadapi kesulitan hidup, dan

membelanjakannya guna meraih kenyamanan bagi diri dan keluarganya.61

Istilah yang digunakan oleh ayat ini untuk menunjukkan binatang itu

adalah ‫َأَْعَاو‬. Binatang ternak yang dimaksud ialah sapi, kambing, domba, dan

unta, baik jantan maupun betina.62

Kata ‫ النسَاء‬dan ‫ ال َب ِنيْه‬merupakan bentuk jamak katsrah yang menunjukkan

makna di atas sepuluh dan seterusnya. Pada ayat di atas, kata ‫ ال ِنسَاء‬dan ‫ال َب ِنيْه‬

diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi. Kata tersebut kurang tepat

diterjemahkan dengan wanita-wanita dan anak-anak lelaki, karena terjemahan

tersebut terasa kaku didengar. Sebaiknya, kata ‫ ال ِنسَاء‬dan ‫ ال َب ِنيْه‬diterjemahkan

dengan menambahkan kata „para‟ sebagai penanda jamaknya. Jadi, terjemahan

yang tepat dari kata ‫ ال ِنسَاء‬dan ‫ ال َب ِنيْه‬ialah para wanita dan para anak lelaki.

Kata ‫ قَنَاطِيْر‬juga merupakan bentuk shigat muntahal jumu‘. Pada ayat di

atas, kata tersebut diterjemahkan dengan harta. Penerjemahan tersebut tepat,

karena harta itu sendiri sudah menunjukkan makna keseluruhan terhadap

kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. Jadi, tidak perlu diterjemahkan dengan

harta-harta, tetapi cukup diterjemahkan dengan harta.

61
Ibid, h. 27
62
Ibid, h. 28

49
Sedangkan, kata ‫ َأَْعَاو‬merupakan bentuk jamak qillah. Pada ayat di atas,

kata tersebut diterjemahkan dengan bentuk mufrad yakni binatang ternak.

Terjemahan di atas kurang tepat, karena yang dimaksud dengan ayat di atas adalah

berbagai jenis binatang ternak yakni sapi, kambing, domba, dan unta. Jadi,

terjemahan yang tepat dari kata ‫ َأَْعَاو‬ialah beberapa binatang ternak atau bisa juga

diterjemahkan dengan berbagai jenis binatang ternak.

              7.

           



Katakanlah, “ Inginkah kuberitahukan kepada kamu apa yang lebih baik dari yang
demikian itu?” Untuk orang-orang yang bertakwa, di sisi Tuhan merka ada surga
yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Dan
(mereka dianugerahi) pasangan-pasangan yang disucikan serta keridhaan yang
sangat besar bersumber dari Allah. Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya. (Q.S.
Ali Imran: 15)

Kata ‫ َأَْهَاس‬dan ‫ أَصْوَاج‬merupakan bentuk jamak qillah. Pada ayat di atas,

kedua kata tersebut diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi sebagai penanda

jamakya. Terjemahan di atas kurang tepat, karena jamak qillah itu memiliki

batasan yakni tiga hingga sepuluh. Sebaiknya, kata ‫ َأَْهَاس‬diterjemahkan dengan

menggunakan kata beberapa sebagai penanda jamaknya. Jadi, terjemahan yang

tepat dari kata ‫ َأَْهَاس‬dan ‫ أَصْوَاج‬ialah beberapa sungai dan beberapa pasangan.

Sedangkan kata ُ‫ ان ِعثَاد‬merupakan bentuk jamak katsrah yang menunjukkan

makna di atas sepuluh dan seterusnya. Pada ayat di atas, kata ُ‫ ان ِعثَاد‬diterjemahkan

50
dengan bentuk reduplikasi juga. Kata tersebut kurang tepat diterjemahkan dengan

hamba-hamba, karena jika dilihat dari arti sebelumnya yakni Allah Maha Melihat

tentu yang dimaksud ialah Allah Maha Melihat seluruh hamba-Nya, tidak ada

yang luput satupun dari penglihatan Allah swt. Kata ُ‫ ان ِعثَاد‬lebih tepat

diterjemahkan dengan menggunakan kata seluruh sebagai penanda jamaknya.

Jadi, terjemahan yang tepat dari kata ُ‫ ان ِعثَاد‬ialah seluruh hamba.

                8.

    

Allah menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia, para malaikat, dan
orang-orang yang berilmu (juga menyaksikan yang demikian). Dia yang
menegakkan keadilan (yang memuaskan semua pihak). Tiada Tuhan melainkan
Dia, Yang Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Ali Imran: 18)

Kata ‫الئِكَة‬
َ ‫ الْ َم‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata

tersebut diterjemahkan dengan para malaikat. Kata tersebut tepat diterjemahkan

dengan para malaikat, karena dalam bahasa Indonesia untuk menyatakan suatu

kelompok ialah menggunakan kata para sebagai penanda jamaknya.

         


      9.

  

Hal itu adalah karena mereka berkata: “ Neraka tidak akan menyentuh kami
kecuali beberapa hari yang dapat dihitung.” Dan apa yang selalu mereka ada-
adakan memperdaya mereka dalam agama mereka. (Q.S. Ali Imran: 24)

Kata ٌ‫ َايَاو‬merupakan bentuk jamak qillah. Pada ayat di atas, kata ٌ‫َايَاو‬

diterjemahkan dengan beberapa hari. Terjemahan di atas tepat, karena jamak


51
qillah ialah jamak yang menunjukkan makna tiga hingga sepuluh. Dalam bahasa

Indonesia, untuk menyatakan jumlah yang tidak terlalu banyak ialah

menggunakan kata beberapa sebagai penanda jamaknya.

            10.

               

  

Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali


dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat seperti itu,
niscaya dia tidak dengan Allah sedikit pun, kecuali menghindar dari sesuatu yang
kamu takuti dari mereka. Dan Allah memeperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-
Nya. Dan hanya kepada Allah tempat kembali (segala sesuatu). (Q.S. Ali Imran:
28
Maksud ayat di atas:

Kata wali disini mempunyai banyak arti, antara lain yang berwewenang

menangani urusan, penolong, sahabat kental, dan lain-lain yang mengandung

makna kedekatan.63

Ayat ini melarang orang-orang mukmin menjadikan orang-orang kafir

sebagai penolong mereka.

Kata ‫ أَوْنِياء‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata ‫أَوْنِياء‬

diterjemahkan dengan wali. Kata tersebut kurang tepat diterjemahkan dengan

wali, karena pengertian jamak katsrah itu sendiri ialah jamak yang menunjukkan

makna di atas sepuluh dan seterusnya. Oleh karena itu, sebaiknya terjemahannya

63
Ibid, h. 62

52
menggunakan kata para sebagai penanda jamaknya. Jadi, terjemahan yang tepat

dari kata ‫ أَوْنِياء‬ialah para wali.

                11.

      

Dia berkata: “Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” Allah berfirman: “Tandanya
bagimu adalah engkau tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali
dengan isyarat. Dan sebutlah Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di
waktu petang dan pagi hari. (Q.S. Ali Imran: 41)

Kata ٌ‫َايَاو‬ merupakan bentuk jamak qillah. Kata tersebut tidak

diterjemahkan dengan reduplikasi, meskipun dalam bsu kata tersebut berbentuk

jamak. Terjemahan di atas tepat, karena sebelum kata ٌ‫ َايَاو‬terdapat kata bilangan

yakni ‫الثَح‬
َ ‫ َث‬. Oleh karena itu, kata ٌ‫ َايَاو‬tidak diterjemahkan dengan reduplikasi

karena kata bilangan tiga sudah menunjukkan makna jamak, jadi kata ٌ‫ َايَاو‬tidak

perlu diterjemahkan dengan jamak pula meskipun dalam teks sumbernya

berbentuk jamak.

             12.

        


Itulah (sebagian) dari berita-berita (penting) yang gaib yang Kami wahyukan
kepadamu, padahal engkau tidak berada di sisi mereka, ketika mereka
melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka
yang akan memelihara Maryam. Dan engkau tidak berada di sisi mereka ketika
mereka bersengketa. (Q.S. Ali Imran: 44)

53
Kata ٌ‫ أَقْالَم‬merupakan bentuk jamak qillah yang ikut pada wazan ٌ‫أَفْعَال‬.

Pada ayat di atas kata ٌ‫ أَقْالَم‬diterjemahkan dalam bentuk reduplikasi yakni anak-

anak panah. Jika dilihat dari bentuk jamaknya, kata tersebut kurang tepat

diterjemahkan dengan anak-anak panah. Karena, jamak qillah ialah jamak yang

menunjukkan makna tiga hingga sepuluh. Dalam bahasa Indonesia, untuk

menyatakan jumlah yang tidak terlalu banyak ialah menggunakan kata beberapa

sebagai penanda jamaknya. Jadi, seharusnya kata ٌ‫ أَقْالَم‬diterjemahkan dengan

beberapa anak panah.

              13.

            

            

          

Serta Rasul kepada Bani Israil (Yang berkata kepada mereka): “Sesungguhnya
aku sungguh telah datang kepada kamu dengan membawa sesuatu tanda
(mukjizat) dari Tuhan kamu yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah (sesuatu
yang) berbentuk seperti burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi
seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta
sejak lahir dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati
dengan seizin Allah; serta aku beritahukan kepada kamu apa yang kamu makan
dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu
adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagi kamu, jika kamu orang-orang
mukmin. (Q.S. Ali Imran: 49)

Kata ًَ‫ىذ‬
ْ َ‫ ي‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata

tersebut diterjemahkan dengan bentuk mufrad yakni orang mati. Terjemahan di

atas tepat, karena kata mati menunjukkan makna sifat.

54
Kata ٌ‫ ُتيُىْخ‬merupakan bentuk jamak katsrah yang mengikuti wazan ٌ‫فُعُىْل‬.

Pada ayat di atas kata ٌ‫ ُتيُىْخ‬diterjemahkan dalam bentuk mufrad yakni rumah.

Kata tersebut tepat diterjemahkan dengan rumah, karena terdapat damȋ r ْ‫ َأ َْرُى‬yang

kembali kepada kata Bani Israil. Damȋ r ْ‫ َأ َْرُى‬memiliki makna jamak jadi, kata

ٌ‫ ُتيُىْخ‬tidak perlu diterjemahkan dengan jamak pula.

            14.

         

Maka ketika Isa merasakan dari sebagian mereka keingkaran, berkatalah dia:
“Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku menuju kepada Allah?” Para
hawariyyyun menjawab: “Kamilah para penolong (agama) Allah. Kami beriman
kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang
muslim (yang berserah diri). (Q.S. Ali Imran: 52)

Kata ‫ َأَْصَاس‬merupakan bentuk jamak qillah. Pada ayat di atas, kata ‫َأَْصَاس‬

diterjemahkan dengan penolong-penolong. Kata tersebut kurang tepat

diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi, karena jika dilihat dari ayat di atas yang

dimaksud dengan penolong-penolong disini ialah para hawariyyun (pengikut setia

Nabi Isa as. sebaiknya kata tersebut diterjemahkan dengan menggunakan kata

para sebagai penanda jamaknya. Jadi, terjemahan yang tepat dari kata ‫ َأَْصَاس‬ialah

para penolongku.

            15.

 

55
Adapun orang-orang yang beriman (dengan benar) dan (membuktikan kebeneran
iman mereka dengan) mengerjakan amal-amal saleh, maka Allah akan
menyempurnakan pahala amal-amal mereka. Dan Allah tidak menyukai orang-
orang zalim. (Q.S. Ali Imran: 57)

Kata ٌ‫ ُأجُىْس‬merupakan bentuk jamak katsrah yang mengikuti wazan ٌ‫فُعُىْل‬.

Pada ayat di atas, kata ٌ‫ ُأجُىْس‬diterjemahkan dengan kata pahala. Kata tersebut tepat

diterjemahkan dengan bentuk mufrad yakni pahala, karena pahala sudah

disandingkan dengan kata amal-amal mereka. Jika diterjemahkan dengan bentuk

reduplikasi, seperti pahala-pahala amal-amal mereka. Dalam bahasa Indonesia

tidak diperbolehkan, karena itu adalah pemborosan dalam menggunakan kata

(redundansi).

             16.

          

 

Siapa yang membantahmu dalam hal ini sesudah datang kepadamu ilmu, maka
katakanlah (kepadanya), “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak
kamu, isteri-isteri kamu, diri kami, dan diri kamu; kemudian marilah kita ber-
mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada
para pembohong.” (Q.S. Ali Imran: 61)

Kata ‫ أتُاء‬,‫َِغاء‬, dan ٌ‫ َأَْفُظ‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di

atas, kata ‫ أتُاء‬dan ‫ َِغاء‬sama-sama diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi

yakni anak-anak dan isteri-isteri. Terjemahan di atas kurang tepat, karena kata ‫أتُاء‬

dan ‫ َِغاء‬pada ayat di atas mempunyai makna semua anak dan isterinya Imran.

Kata ‫ أتُاء‬dan ‫ َِغاء‬sebaiknya, diterjemahkan dengan menggunakan kata semua

56
sebagai penanda jamaknya. Jadi, terjemahan yang tepat dari kata ‫ أتُاء‬dan ‫َِغاء‬

adalah semua anak dan semua isteri.

Sedangkan, kata ٌ‫ َأَْفُظ‬pada ayat di atas diterjemahkan dengan bentuk

mufrad yakni diri. Kata tersebut tepat diterjemahkan dengan bentuk mufrad,

karena menunjukkan makna diri sendiri.

              17.

              

   

Katakanlah: “Wahai Ahl al-Kitab, marilah menuju kepada suatu kalimat


(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita
sembah kecuali Allah dan kita tidak persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan
tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan
selain Allah.” Jika mereka berpaling, maka katakanlah: “Saksikanlah, bahwa kami
adalah orang-orang muslim berserah diri (kepada Allah).” (Q.S. Ali Imran: 64)

Kata ‫ستَاتًا‬
ْ َ‫ أ‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata ‫أَ ْستَاتًا‬

diterjemahkan dengan bentuk pengulangan yakni tuhan-tuhan. Kata tersebut

kurang tepat diterjemahkan dengan menggunakan bentuk reduplikasi. Jika dilihat

dari kata sebelumnya yakni sebagian yang lain, seharusnya kata ‫ستَاتًا‬
ْ َ‫ أ‬tidak perlu

diterjemahkan dengan tuhan-tuhan karena kata sebagian yang lain sudah

menandakan jamak. Jadi, kata ‫ستَاتًا‬


ْ َ‫ أ‬cukup diterjemahkan dengan bentuk mufrad

yakni tuhan.

57
             18.

           

  

Sesungguhnya orang-orang yang membeli janji Allah dan sumpah-sumpah


mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bagian di akhirat,
dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka, tidak akan melihat kepada
mereka pada Hari Kiamat dan tidak akan menyucikan mereka dan bagi mereka
siksa yang sangat pedih. (Q.S. Ali Imran: 77)

Maksud ayat di atas:


Ayat di atas berbicara tentang orang-orang yang yang berkhianat dan

berbohong, menggunakan sumpah mreka untuk meraih keuntungan material di

dunia.terjemahkan dengan bentuk mufradnya saja yakni sumpah.

             19.

 

Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruh kamu menjadikan malaikat-malaikat


dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran
disaat kamu telah menjai orang yang berserah diri (orang-orang muslim)? (Q.S.
Ali Imran: 80)

Kata ‫الئِكَة‬
َ ‫ الْ َم‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata

tersebut diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi yakni malaikat-malaikat. Kata

tersebut kurang tepat diterjemahkan dengan malaikat-malaikat, karena dalam

bahasa Indonesia untuk menyatakan makna kelompok ialah menggunakan kata

58
para sebagai penanda jamaknya. Jadi, terjemahan yang tepat dari kata ‫الئِكَة‬
َ ‫الْ َم‬

ialah para malaikat.

Kata ‫ستَاتًا‬
ْ َ‫ أ‬lihat halaman 48.

            20.

           

     

Katakanlah: “Kami beriman kepada apa yang diturunkan atas kami dan yang
diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, serta Yakub dan anak-anaknya, dan
apa yang diberikan kepada Musa, Isa, dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami
tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya lah
kami menyerahkan diri.” (Q.S. Ali Imran: 84)
Yang dimaksud dengan anak-anaknya disini ialah cucu-cucu Ishaq.64

Kata ‫سبَاط‬
ْ ‫ َأ‬merupakan bentuk jamak qillah. Pada ayat di atas kata tersebut

diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi yakni anak-anak. Kata tersebut kurang

tepat diterjemahkan dengan anak-anak, karena yang dimaksud dalam ayat di atas

adalah semua anaknya Nabi Yakub as. Jadi, seharusnya kata tersebut

diterjemahkan dengan semua anak atau seluruh anak.

            21.

             

64
Ibid, h. 140

59
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati, sedang mereka tetap dalam
kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas
sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengannya. Bagi mereka itulah siksa
yang sangat pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh sedikit penolongpun.
(Q.S. Ali Imran: 91)

Kata ٌ‫ كُفَاس‬merupakan bentuk jamak katsrah yang menikuti wazan ‫ فُعَال‬.

Pada ayat di atas, kata ٌ‫ كُفَاس‬diterjemahkan dengan kekafirannya. Kata tersebut

tepat diterjemahkan dengan kekafirannya, karena menunjukkan makna sifat.

            22.

        

Katakanlah: “Wahai Ahl al-Kitab, Mengapa kamu terus-menerus mengahalang-


halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya
menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikannya?” Allah sekali-kali tidak lalai
dari apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Ali Imran: 99)

Kata ‫ شُهَدَاء‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata

tersebut diterjemahkan dengan menyaksikannya. Terjemahan tersebut tepat,

karena jika dilihat dari kata sebelumnya yakni kata ْ‫ َأ َْرُى‬yang berarti jamak. Maka,

kata ‫ شُهَدَاء‬tidak perlu diterjemahkan dengan bentuk jamak pula.

             23.

   


        

           

Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mengharmoniskan hati kamu,
lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan
60
kamu telah berada di tepi jurang api (neraka), lalu Allah menyelamatkan kamu
darinya. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada kamu, supaya
kamu mendapat petunjuk. (Q.S. Ali Imran: 103)

Kata ‫ أَعْذَاء‬merupakan bentuk jamak qillah yang memiliki makna tiga

hingga sepuluh. Pada ayat di atas, kata tersebut diterjemahkan dengan bermusuh-

musuhan. Terjemahan di atas tepat, karena menyatakan makna saling.

Kata ‫ قُلُوْب‬Lihat halaman 38.

Kata ٌ‫ ِإخْىَا‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata ٌ‫ِإخْىَا‬

diterjemahkan dengan yakni orang-orang yang bersaudara. Jika dilihat dari dari

ayat di atas, terjemahan dari kata ٌ‫ ِإخْىَا‬kurang tepat diterjemahkan dengan bentuk

Reduplikasi. Karena, sebelumnya terdapat damȋ r ْ‫ َأ َْرُى‬yang bermakna jamak. Jadi,

kata ٌ‫ ِإخْىَا‬cukup diterjemahkan dengan orang yang bersaudara.

             24.
Milik Allahlah apa yang di langit dan apa yang di bumi; dan hanya kepada Allah
dikembalikan segala urusan. (Q.S. Ali Imran: 109)

Kata ٌ‫ أُيُىْس‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata

tersebut diterjemahkan dengan segala urusan. Jika dilihat dari bentuk jamaknya,

kata ٌ‫ أُيُىْس‬tepat diterjemahkan dengan menambahkan kata segala sebagai penanda

jamaknya. Karena, masalah atau urusan itu banyak sekali macam dan bentuknya.

61
              25.

            

          

Mereka diliputi kenistaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada tali (agama) dan tali (perjanjian) dengan manusia. Dan mereka
kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang
demikian itu karena mereka mengkufuri ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi
tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka (selalu) durhaka
dan melampaui batas. (Q.S. Ali Imran: 112)

Kata ‫ َأ َْ ِثيَاء‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata

tersebut diterjemahkan dengan para nabi. Terjemahan di atas tepat, karena dalam

bahasa Indonesia untuk menyatakan seseorang dalam jumlah banyak ialah

menggunakan kata para sebagai penanda jamaknya.

             26.

             

     

Wahai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu ambil menjadi teman


kepercayaan kamu orang-orang yang di luar kalanganmu, (karena) mereka tidak
henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang
menyusahkan kamu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa
yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah kami
terangkan kepamu ayat-ayat, jika kamu berakal. (Q.S. Ali Imran: 118)

Kata ٌِ‫ أَفْىَا‬merupakan bentuk jamak qillah. Pada ayat di atas, kata ٌِ‫أَفْىَا‬

diterjemahkan dengan mulut. Kata tersebut tepat diterjemahkan dengan bentuk

62
mufrad, karena diiringi oleh damȋ r ْ‫ هُى‬yang menunjukkan makna. Jadi, kata ٌِ‫أَفْىَا‬

cukup diterjemahkan dengan mulut.

Sedangkan kata ٌ‫ صُذُوْس‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di

atas, kata tersebut diterjemahkan dengan hati. Kata tersebut tepat diterjemahkan

dengan bentuk mufrad, karena jika diterjemahkan dengan menggunakan bentuk

reduplikasi hati-hati, maka maknanya akan berubah menjadi makna adjektif

(sifat). Oleh karena itu, kata ٌ‫ صُذُوْس‬harus diterjemahkan mufrad.

           27.

               

  

Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu,
dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai
kamu, mereka berkata: “Kami telah beriman” dan apabila mereka menyendiri,
mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu.
Katakanlah: “Matilah kamu karena kemarahanmu itu.” Sesungguhnya Allah
mengetahui segala isi hati. (Q.S. Ali Imran: 119)

Kata ٌ‫ َأََايِم‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata

tersebut diterjemahkan dengan menggigit ujung jari. Kata tersebut tepat

diterjemahkan dengan menggigit ujung jari tidak diterjemahkan dengan mengigit-

gigit ujung jari.

Kata ٌ‫ صُذُوْس‬lihat halaman 53.

              28.
63
Dan (ingatlah), ketika engkau berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu
dan menempatkan para mukmin di beberapa tempat untuk berperang. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Ali Imran: 119)

Kata ‫ يَقَاعِذ‬merupakan shigat muntahal jamak yang mengikuti Wazan

َ‫يَفَاعِم‬. Pada ayat di atas, kata tersebut diterjemahkan dengan beberapa tempat.

Kata tersebut tepat diterjemahkan dengan menambahkan kata beberapa sebagai

penanda jamaknya yakni beberapa tempat.

           29.

  

(Ingatlah) ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: “Apakah tidak akan
cukup bagi kamu bahwa Tuhan Pemelihara kamu membantu kamu dengan tiga
ribu malaikat yang diturunkan?” (Q.S. Ali Imran: 121)

Kata ‫الئِكَح‬
َ ‫ َي‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada kata sebelumnya

terdapat kata bilangan (jumlah) yakni ٍ‫الثَحَ ءَاالَف‬


َ ‫ َث‬. Kata ‫الئِكَح‬
َ ‫ َي‬tidak diterjemahkan

dengan malaikat-malaikat, karena sebelumnya terdapat kata bilangan (jumlah)

yakni ٍ‫الثَحَ ءَاالَف‬


َ ‫( َث‬tiga ribu).

Kata ٍ‫الثَحَ ءَاالَف‬


َ ‫ َث‬sudah menunjukkan makna jamak oleh karena itu, kata

‫الئِكَح‬
َ ‫ َي‬tidak perlu diterjemahkan dengan jamak pula. Jadi, kata ٍَِ‫الثَح ءَاالَفٍ ي‬
َ ‫َث‬

ِ‫الئِكَح‬
َ ًَ ْ‫ ان‬tepat diterjemahkan dengan tiga ribu malaikat.

            30.

    

64
Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang
kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu
malaikat yang memakai tanda. (Q.S. Ali Imran: 125)

Kata ‫الئِكَح‬
َ ‫ َي‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada kata sebelumnya

terdapat kata bilangan (jumlah) yakni ٍ‫خَ ًْغَحَ ءَاالَف‬. Kata ‫الئِكَح‬
َ ‫ َي‬tidak

diterjemahkan dengan malaikat-malaikat, karena sebelumnya terdapat kata

bilangan (jumlah) yakni ٍ‫( خَ ًْغَحَ ءَاالَف‬lima ribu).

Kata ٍ‫ خَ ًْغَحَ ءَاالَف‬sudah menunjukkan makna jamak oleh karena itu, kata

‫الئِكَح‬
َ ‫ َي‬tidak perlu diterjemahkan dengan jamak pula. Jadi, kata ٍَِ‫خَ ًْغَح ءَاالَف ي‬

ِ‫الئِكَح‬
َ ًَ ْ‫ ان‬tepat diterjemahkan dengan lima ribu malaikat.

            31.

 

Sesuungguhnya, telah berlalu sebelum kamu Sunnah-sunnah, karena itu


berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang mendustakan (pesan-pesan Allah). Ini adalah penerangan bagi seluruh
manusia, dan petunjuk serta peringatan bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S. Ali
Imran: 137)
Sunnah-sunnah disini ialah hukum-hukum kemasyarakatan yang tidk

mengalami perubahan.65 Sunnah tersebut antara lain adalah 1) yang melanggar

perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya akan binasa, dan yang mengikutinya

berbahagia, 2) yang menegakkan disiplin akan sukses, dan 3) hari-hari kekalahan

dan kemenangan silih berganti.

65
Ibid, h. 224

65
Kata ٌٍَُ‫ع‬
ُ merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata ٌٍَُ‫ع‬
ُ

diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi sebagai penanda jamakya yakni sunnah-

sunnah. Kata tersebut kurang tepat diterjemahkan dengan sunnah-sunnah. Dalam

bahasa Indonesia untuk menyatakan makna banyak bisa menggunakan kata

berbagai macam sebagai penanda jamaknya. Jadi, terjemahan yang tepat dari kata

ٌٍَُ‫ع‬
ُ adalah berbagai macam sunnah.

                32.

             



Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul. Sungguh, telah berlalu
sebelumnya beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke
belakang (murtad)? Barang siapa berbalik ke belakang, maka dia tidak dapat
mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan member
balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Q.S. Ali Imran: 144)

Kata ٌ‫سعُم‬
ُ merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata ٌ‫ُسعُم‬

diterjemahkan dengan beberapa rasul. Jika dilihat dari bentuk jamaknya,

sebenarnya kata tersebut kurang tepat diterjemahkan dengan beberapa rasul,

karena jamak kastrah memiliki makana di atas sepuluh dan seterusnya (tidak

terhingga). Seharusnya, kata tersebut diterjemahkan dengan menambahkan kata

para sebagai penanda jamaknya. Jadi, terjemahan dari kata ٌ‫سعُم‬


ُ adalah para rasul.

              33.

     

66
Tidak ada ucapan mereka selain ucapan (doa): “Tuhan Pemelihara kami,
ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan
dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan menangkanlah kami atas
kaum kafir.” (Q.S. Ali Imran: 147)

Kata ٌ‫ ُرَُىْب‬lihat halaman 39.

Kata ‫ أَقْذَاو‬merupakan bentuk jamak qillah. Pada ayat di atas, kata ‫أَقْذَاو‬

diterjemahkan dengan bentuk mufrad yakni pendirian. Terjemahan tersebut tepat,

karena setelahnya terdapat damȋ r ٍُْ‫ َذ‬yang berarti kami. Kata kami sudah

menandakan jamak jadi, kata ‫ أَقْذَاو‬tidak perlu diterjemahkan dengan bentuk jamak

pula.

              34.

            

                 

                 

            

       

Kemudian Dia menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk sejenak


setelah kesedihan yang meliputi segolongan kamu, sedang segolongan lagi
sungguh telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang
tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan Jahiliah. Mereka berkata: “Apakah
ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) itu seluruhnya dalam urusan
ini?” Katakanlah: “Sesungguhnya segala urusan di tangan Allah.” Mereka
menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu;
mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan)
dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (yakni dikalahkan) di sini.”
Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah
ditakdirkan akan mati terbunuh itu, keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.”
Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan
67
untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati.
(Q.S. Ali Imran: 154)

Kata ٌ‫ َأَْفُظ‬lihat halaman 47.

Kata ٌ‫ ُتيُىْخ‬lihat halaman 45.

Kata ‫ يَضَاجِع‬merupakan bentuk shigat muntahal jumu‘. Pada ayat di atas,

kata tersebut diterjemahkan dengan tempat. Terjemahan di atas tepat, karena

menunjukkan makna tempat.

Kata ‫ قُلُوْب‬lihat halaman 38.

kata ٌ‫ صُذُوْس‬lihat halaman 53.

            35.

              

           

Wahai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu menjadi seperti orang-orang


yang kafir (orang-orang munafik) itu yang mengatakan kepada saudara-saudara
mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di bumi atau mereka berperang:
“Seandainya mereka tetap bersama-sama kita, tentulah mereka tidak mati dan
tidak dibunuh.” Akibatnya Allah menimbulkan rasa penyesalan besar di dalam
hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang
kamu kerjakan. (Q.S. Ali Imran: 156)

Kata ٌ‫ ِإخْىَا‬tidak tepat diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi, karena

setelahnya terdapat damir ْ‫ هُى‬yang menunjukkan makna jamak. Jadi, kata ٌ‫ِإخْىَا‬

cukup diterjemahkan dengan bentuk mufrad yakni saudara.

68
Kata ً‫ غُض‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata tersebut

diterjemahkan dengan berperang. Terjemahan di atas tepat, karena menunjukkan

makna saling.

Kata ‫ قُلُوْب‬lihat halaman 38.

               36.

Sekali-kali janganlah engkau mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan


Allah adalah orang-orang mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan
dianugerahi rezeki. (Q.S. Ali Imran: 169)

Kata ‫ أَيْىَاخ‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata ‫أَيْىَاخ‬

diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi yakni orang-orang mati. Jika dilihat dari

kalimat sebelumnya yakni orang-orang yang gugur di jalan Allah, maka kata

‫ أَيْىَاخ‬tersebut kurang tepat diterjemahkan dengan orang-orang mati. Karena,

kalimat orang-orang yang gugur di sini sudah menunjukkan makna jamak, jadi

kata ‫ أَيْىَاخ‬cukup diterjemahkan dengan bentuk mufrad yakni orang mati.

Kata ‫ديَاء‬
ْ ‫ َأ‬merupakan bentuk jamak qillah. Pada ayat di atas, kata tersebut

diterjemahkan dengan hidup. Terjemahan di atas tepat, karena menunjukkan

makna sifat.

               37.

        

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan:


“Sesungguhnya Allah miskin dan kami orang-orang kaya.” Kami akan mencatat
69
perkataan mereka itu dan pembunuhan mereka terhadap nabi-nabi tanpa alasan
yang benar, dan Kami akan mengatakan: “Rasakanlah azab yang membakar!”
(Q.S. Ali Imran: 181)

Kata ‫غ ُِيَاء‬
ْ َ‫ أ‬dan ‫ َأ َْ ِثيَاء‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas,

kedua kata tersebut sama-sama diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi yakni

orang-orang kaya dan nabi-nabi.

Kata ‫غ ُِيَاء‬
ْ َ‫ أ‬kurang tepat diterjemahkan dengan orang-orang kaya. Karena

sebelumnya terdapat damȋ r ٍُْ‫ َذ‬yang berarti „kami‟. Kata kami sudah

menandakan jamak, jadi kata ‫غ ُِيَاء‬


ْ َ‫ أ‬cukup diterjemahkan dengan orang kaya saja.

Kata ‫ َأ َْ ِثيَاء‬juga kurang tepat diterjemahkan dengan nabi-nabi. Karena,

dalam bahasa Indonesia untuk menyatakan seseorang dalam jumlah banyak ialah

menggunakan kata para sebagai penanda jamaknya. Oleh karena itu, terjemahan

yang tepat dari kata ‫ َأ َْ ِثيَاء‬ialah para nabi.

            38.

          

Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi
kitab (yaitu): “Hendaklah kamu menerangkannya kitab itu kepada manusia, dan
jangan kamu menyembunyikannya.” Lalu kamu melemparkannya ke belakang
pungung mereka dan mereka membelinya dengan harga yang sedikit. Amatlah
buruk apa yang mereka beli. (Q.S. Ali Imran: 187)

Kata ‫ ظُهُىْس‬merupakan bentuk jamak katsrah yang mengikuti wazan ٌ‫فُعُىْل‬.

Pada ayat di atas, kata ‫ ظُهُىْس‬diterjemahkan dengan bentuk mufrad yakni

punggung. Kata tersebut tepat diterjemahkan dengan bentuk mufrad, karena

70
setelahnya terdapat damȋ r ْ‫ هُى‬yang bermakna mereka. Kata mereka sudah

menandakan jamak jadi, kata ‫ ظُهُىْس‬tidak perlu diterjemahkan dengan bentuk

jamak pula.

        39.

Janganlah sekali-kali engkau teperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir


bergerak di negeri-negeri. (Q.S. Ali Imran: 196)
Maksud ayat di atas:
Yang dimaksud dengan terperdaya oleh kebebasan disini ialah berpindah

dari suatu tempat ke tempat yang lain yang dilakukan dengan mudah dan santai

oleh orang-orang kafir di banyak negeri-negeri.66

Kata ‫ ِتالَد‬merupakan bentuk jamak katsrah. Pada ayat di atas, kata ‫ِتالَد‬

diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi yakni negeri-negeri. Kata tersebut

kurang tepat diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi. Untuk menyatakan jumlah

banyak yang tidak terhingga, dalam bahasa Indonesia bisa menggunakan kata

berbagai sebagai penanda jamaknya, tidak harus dengan pengulangan kata seperti

di atas. Jadi, terjemahan yang tepat dari kata ‫ ِتالَد‬ialah berbagai negeri.

66
Ibid, h. 318

71
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jamak taksîr ialah jamak yang menunjukkan makna lebih banyak

daripada dua dengan mengalami perubahan yang jelas. Jamak taksîr itu

ada dua macam, yaitu jamak qillah dan jamak katsrah. Jamak qillah pada

hakikatnya menunjukkan jumlah tiga hingga sepuluh. Sedangkan jamak

katsrah menunjukkann jumlah di atas sepuluh dan seterusnya.

Shigat muntahal jumu‘ ialah setiap jamak yang ada dua huruf

setelah alif jamak taksirnya atau ada tiga huruf yang huruf tengahnya

sukun.

Terjemahan Tafsir al-Mishbah terkait dengan pola jamak taksîr

sudah cukup baik. Namun, masih ada beberapa kata yang kurang tepat

dalam menerjemahkannya. Tidak sedikit pola jamak taksîr dalam Tafsir

al-Mishbah ini diterjemahkan dengan bentuk reduplikasi dan terjadinya

redundansi (pemborosan kata). Kata-kata yang diterjemahkan dengan

bentuk reduplikasi sebanyak (9,4%), beberapa (1,2%), para 1%), dan

mufrad (8%).

72
Dalam surah Ali Imran Tafsir al-Mishbah ini, terjemahan yang

tepat adalah ayat 7, 8, 13, 18, 24, 41, 49, 57, 91, 99, 103, 109, 112, 118,

119, 121, 124, 125, 147, 154, 156, dan 187.

Dalam menerjemahkan pola jamak taksîr harus sesuai dengan

konteks dan sesuai dengan bahasa sasaran (Bsa).

Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, Penulis memberikan

kesimpulan bahwa cara menerjemahkan pola jamak taksîr ialah sebagai

berikut:

1. Apabila jamak tersebut berupa jamak qillah yang tidak diiringi

dengan kata bilangan, maka terjemahannya menggunakan kata

beberapa sebagai penanda jamaknya. Akan tetapi, jika kata

bilangannya disebutkan, maka bentuk jamaknya cukup

diterjemahkan dengan bentuk mufrad saja (begitupun dengan

jamak katsrah). Contoh: ٌ‫ َأيَاو‬diterjemahkan dengan beberapa hari

dan ٍ‫الثَحَ َأيَى‬


َ ‫ َث‬diterjemahkan dengan tiga hari.

2. Apabila jamak tersebut berupa jamak qillah ataupun jamak katsrah

yang menyatakan makna keseluruhan, maka terjemahannya

menggunakan kata semua atau seluruh sebagai penanda jamaknya.

Contoh: ٌ‫عثَاد‬
ِ diterjemahkan dengan seluruh hamba.

3. Apabila jamak tersebut berupa jamak katsrah yang berupa nomina,

maka terjemahannya menggunakan kata berbagai sebagai penanda

jamaknya. Contoh: ٌ‫ ِتالَد‬diterjemahkan dengan berbagai negeri.


73
4. Apabila jamak tersebut berupa jamak katsrah dan menunjukkan

makna orang, maka terjemahannya menggunakan kata para sebagai

penanda jamaknya. Contoh: ٌ‫سعُم‬


ُ diterjemahkan dengan para rasul.

5. Apabila jamak tersebut jika diterjemahkan dalam bentuk

reduplikasi maknanya akan berbeda bukan lagi makna jamak yang

dimaksud, maka cukup diterjemahkan dengan bentuk mufradnya

saja. Contoh: ٌ‫ قُهُىْب‬diterjemahkan dengan hati.

6. Apabila jamak tersebut berupa jamak katsrah yang menyatakan

makna sifat, maka bentuk jamaknya diterjemahkan dengan bentuk

mufrad. Contoh: ٌ‫ كُفَاس‬diterjemahkan dengan kafir.

7. Apabila jamak tersebut berupa shigat muntahal jumu‘, maka

bentuk jamaknya diterjemahkan dengan bentuk mufrad. Contoh:

ٌ‫طيْش‬
ِ ‫ َقَُا‬diterjemahkan dengan harta.

8. Apabila jamak tersebut diikuti oleh damȋ r, maka bentuk jamaknya

diterjemahkan dengan bentuk mufrad. Contoh: ْ‫ُتيُىْذكُى‬

diterjemahkan dengan rumahmu.

B. Saran

Peneliti hanya membahas tentang pola jamak taksîr yang berupa

jamak qillah, jamak katsrah, dan shigat muntahal jumu‘. Peneliti tidak

membahas pola jamak taksîr yang berupa jam’ul jamak. Mungkin para

peneliti sesudahnya bisa meneliti pola jamak taksir yang berupa jam’ul

jamak tersebut.

74
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa.
2002.

Anwar, Moch. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Jurumiyyah dan ‘Imrithy Berikut
Penjelasannya. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Aqil, Bahauddin Abdullah Ibnu. Terjemahan Alfiyyah 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2006.

Ash-Shiddieqy ,Teungku M. Hasim. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir.
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2000. Cet.ke-3.

Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.

Dayyad, Hifni Bek,dkk. Kaidah Tata Bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, Balaghah, Bayan, Ma’ani,
dan Bade’). Jakarta: Darul Ulum Press. 1991. Cet. Ke-3.

Dewan Redaksi. Suplemen Ensiklopedi Islam 2. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve. 1994. hlm.
110-112.

Djajasudarma, T. Fatimah. Metode Linguistik. Bandung: PT. Refika Aditama. 2006.

Djajasudarma, T. Fatimah. Semantik 1 Pengantar Ke Arah Ilmu Makna. Bandung: PT. Refika
Aditama. 1999.

Fahrurrozi, Aziz dan Muhajir. Grametika Bahasa Arab. Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Hidayatullah, Moch. Syarif. Diktat Teori Dan Permasalahan Penerjemahan. 2007.

Hidayatullah, Moch. Syarif. Tarjim al-An. Tangerang: Dikara. 2010. Cet. Ke-4

Howard, M. Federspiel. Kajian al-Qura’an di Indoensia: Dari Mahmaud Yunus hingga Quraish
Shihab. Bandung: Mizan. 1996. hlm. 295-299

Keraf, Gorys. Komposisi. Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi. 1994.

Kridalaksana, Harimurti. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 1996.

Machali, Rochaya. Pedoman bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo. 2000.


Sayogi, Frans. Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Inddonesia. Jakarta: Lemabaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008.

Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Quran . Bandung: Mizan. 1994.

Shihab, M. Quraish. Menabur Pesan Illahi. Jakarta: Lentera Hati. 2006.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Ciputat:
Lentera Hati. 2000.

Syatori, Achmad. Problematika Menterjemah (Suatu Tinjauan Linguistik Kontrastif).

Syihabuddin. Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek). Bandung: Humaniora. 2005

Tim Penyusun Pusat. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2007.

Widyamartaya, A. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius. 1994.

Yagami, Wink.Biografi Quraish Shihab. http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/08/biografi-


quraish-shihab.html. diakses tanggal 29 September 2011.

Yusuf, Suhendra. Teori Terjemah, Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik. Bandung:


Mandar Maju. 1994.
Tabel Pola Jamak Taksir Yang Terdapat Dalam Surah Ali Imran.

No Bentuk Jamak Pola Makna

Qillah Katsrah Shigat Muntahal Jumu’

1. ‫أَّيَام‬ ٌ‫أَ ْفعَال‬ Beberapa hari

2. ٍ‫َثالَثَةَ أَّيَام‬ ٌ‫أَ ْفعَال‬ Tiga hari

3. ٌ‫عِبَاد‬ ٌ‫ِفعَال‬ Seluruh hamba

4. ٌ‫سم‬
ُ ‫ُر‬ ٌ‫ُف ُعم‬ Para rasul

5. ٌ‫ُقلُوْب‬ ٌ‫ُفعُ ْول‬ Hati

6. ٌ‫كُّفَار‬ ٌ‫ُفعَال‬ Kafir

7. ُ‫أَنْبِيَاء‬ ُ‫الء‬
َ ‫أَ ْف ِع‬ Para nabi

8. ُ‫قَنَاطِ ْير‬ ُ‫مَّفَاعِ ْيم‬ Harta

9. ُ‫مَضَاجِع‬ ُ‫عم‬
ِ ‫مَّفَا‬ Tempat

10. ‫مَوْتَى‬ ‫َف ْعلَى‬ Orang mati

11. ٌ‫أَنّْفُس‬ ٌ‫أَ ْف ُعم‬ Diri sendiri

12. ُ‫شهَدَاء‬
ُ ُ‫الء‬
َ ‫ُف َع‬ Menyaksikan

13. ٌ‫َمالَ ِئكَة‬ ٌ‫علَة‬


ِ ‫مَّفَا‬ Para malaikat

14. ٌ‫سُنَن‬ ٌ‫ُف َعم‬ Berbagai

macam sunnah

15. ٌ‫إِخْوَان‬ ٌ‫ِف ْعالَن‬ Bersaudara

Anda mungkin juga menyukai