Anda di halaman 1dari 5

KEDUDUKAN AS SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM

I. PENDAHULUAN
1. Definisi Assunnah Assunnah menurut arti bahasa ialah jalan yang diikuti, baik maupun jelek. Arti ini sesuai dengan firman Allah SWT : Firman Allah SWT : Jalannya orang yang aku utus sebelum kamu dari para utusan-Ku Dan sabda Nabi SAW:

Sabda Nabi SAW : Barangsiapa yang berjalan di jalan kebaikan, maka ia akan mendapat

pahala dan pahalanya orang yang melakukan perjalanan baik itu hingga hari kiamat. Dan barangsiapa yang berjalan dijalan keburukan, maka ia akan mendapat dosa dan dosanya orang yang melakukan perjalanan buruk itu hingga hari kiamat . Assunnah menurut arti istilah syara ialah sesuatu yang datangnya dari ucapan, perbuatan dan ketetapan atau pengakuan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan mnurut ahli Ushul Fiqh mendefiniskan Assunnah secara terminologis ialah Segala sesuatu yang bersumber adri Nabi Muhammad SAW selain Al Quranul Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir yang dapat dijadikan sebagai dasar menetapkan hukum syara. Perbedaan Assunnah dengan Al Hadits, bahwa Al Hadits secara arti bahasa adalah berita atau kabar yang diucapkan Nabi Muhammad SAW. Dari pengertian Assunnah dan Al Hadits tersebut di atas, setidaknya ada satu pertanyaan penting yang akan dijadikan kajian lebih mendalam dalam makalah ini, yaitu: Mungkinkah Assunah menjadi dasar-dasar menetapkan hukum atau Syariat Islam ? Bagaimana kedudukan atau fungsi Assunah dalam menetapkan suatu Hukum Islam.

II. MACAM-MACAM ASSUNNAH

Assunnah ada empat macam, yaitu : 1. Sunnah Qauliyah (Sunnah yang bangsa ucapan), yaitu Hadits-Hadits atau berita-berita yang diucapkan Rasulullah SAW dalam berbagai topik, tujuan dan dalam keadaan yang berlainan, seperti sabda Nabi :

... ( Semua perbuatan tergantung pada niatnya)

2. Sunnah Filiyah (Sunnah yang bangsa perbuatan Rasulullah SAW), seperti perbuatan Rasulullah dalam melaksanakan shalat lima waktu, ibadah haji, zakat dan ibadah-ibdah lainnya dalam segala bentuk dan rukunnya. 3. Sunnah Taqririyah (ketetapan / pengakuan Rasulullah SAW terhadap segala ucapan atau perbuatan para sahabatnya), seperti Hadits tentang Muadz bin Jabal yang diutus Rasulullah SAW ke negeri Yaman. Rasulullah SAW bertanya: Dengan apa kamu akan memutuskan suatu perkara (terhadap kaum di negeri Yaman) ? . Muadz menjawab: Dengan Kitabullah (Al Quran), jika saya tidak mendapatkan, dengan Sunnah Rasul, jika tidak mendapatkan juga, maka berijtihad sesuai dengan pendapatku. Rasulullah SAW menyetujui pendapat Muadz bin Jabal ini dengan sabdanya : Segala puji bagi Allah yang telah memberi Taufiq kepada utusan-Nya sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul-Nya Ridloi. Kemudian Hadits ini yang menjadi dasar kuat, bahwa Assunnah atau Al Hadits dapat menjadi sumber hukum Islam otentik ke dua setelah Al Quran dengan segala fungsi dan kedudukannya. 4. Sunnah Hammiyah, yaitu keinginan Nabi Muhammad SAW untuk melakukan suatu hal, seperti keinginan untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharrom

III. KORELASI ASSUNNAH KEPADA AL QURAN


Korelasi atau hubungan Assunnah kepada Al Quran dari segi hukum-hukum Syarie ada empat macam : 1. Bayan Taqrir (keterangan sebagai penguat Al Quran). Hukum-hukum yang telah tersurat dalam Al Quran semakin diperkuat oleh Hadits-Hadits atau Assunnah Nabi SAW, seperti firman Allah SWT dalam surat Al Baqoroh ayat 188 yang mengharamkan makan hak-hak anak yatim dengan cara bathil. Diperkuat oleh Hadits Nabi SAW ketidak halalan menggunakan harta anak yatim, kecuali untuk menyenangkan anak yatim itu sendiri. 2. Bayan Tafsier (keterangan sebagai interpretasi ayat atau lafadz Al Quran). Dalam ayat-ayat Al Quran banyak yang menerangkan hukum yang bersifat mujmal (garis-garis besarnya / global)

yang membutuhkan penjelasan/interpretasi yang lebih sempurna dari Hadits Nabi, seperti hal-hal yang terkait dengan teknik pelaksanaan Shalat lima waktu, pemotongan kedua tangan pencuri dan lain-lain. 3. Bayan Tasyri (keterangan sebagai penentu hukum sendiri). Hukum-Hukum yang tidak gamblang dijelaskan dalam Al Quran dan masih menimbulkan berbagai interpretasi, maka Assunnah bertindak sebagai penentu hukum dalam masalah ini, seperti batalnya wudlu seorang lelaki, apabila menyentuh kulit atau bersetubuh dengan isterinya. Maka Al Hadits menjelaskan, bahwa yang dimaksud menyentuh adalah hakiki bukan bermakna majazi (bersetubuh). Kalau kemudian beberapa ulama madzhab tetap berbeda pendapat dalam hal ini, maka harus kembali kepada siapa madzhab yang kita anut. 4. Bayan Nasakh adalah dalil yang membatalkan pengamalan dengan ssesuatu hukum syara sebab adanya dalim setelahnya.

IV. KEHUJJAHAN ASSUNAH


Kehujjahan Assunah atau argumentasi otentik bahwa Assunnah dengan sanad atau riwayat yang sahih yang dimaksudkan untuk tasyari datang dari kesepakatan para Ulama. Assunnah dapat dijadikan hujjah dan hukum Islam bagi umat Islam. Artinya hukum-hukum yang datang dari Sunnah-Sunnah Rasululllah SAW dapat didijadikan undang-undang syariat yang wajib diikuti. Dalil kehujjahan Assunnah bersumber dari Al Quran, seperti firman Allah :

)403 : ( )113 (
Dalil kedua bersumber dari Hadits-Hadits Nabi SAW yang menetapkan bahwa Assunnah adalah sama dengan Al Quran sebagai sumber hukum Islam kedua yang hukumnya wajib bagi kaum muslimin mengikuti dan mengamalkannya, seperti yang diterangkan di atas dalam Hadits shahih riwayat Muadz bin Jabal. Di samping itu dalil-dalil yang diterangkan Al Quran atau Al Hadits, juga telah menjadi ijma (kesepakatan sahabat) akan wajibnya mengikuti dan

mengamalkan Assunnah. Mereka harus taat pada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana dalam firman Allah QS. Annisa: 29, 8, Al Hasyer: 7 dan Al Ahzab: 36 Sedangkan kedudukan Assunnah menurut ahli Ushul Fiqh yang telah disepakati ummat Islam adalah sebagai sumber hukum syara dan tuntunan. Hal itu, hingga sekarang sanadnya shohih yang mendatangkan suatu kepastian, keyakinan kebenarannya sehingga dapat menjadi hujjah (argumentasi hukum yang kuat) dalam membentuk hukum syara setelah Al Quran.

V. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, kami dapat menyimpulkan bahwa : 1. Assunnah adalah suatu ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi SAW dan menjadi dalil hukum syara 2. Assunnah ditinjau dari segi kedudukannya sebagai sumber hukum kedua setelah Al Quran ada empat macam, yaitu : Sunnah Qauliyah, Filiyah, Taqririyah dan Hammiyah 3. Para Ulama sepakat, bahwa Assunnah sebagai sumber hukum Islam ke dua setelah Al Qurannul Karim yang wajib diikuti dan diamalkan oleh setiap umat manusia dengan alasan sandnya shahih dan diyakini kebenarannya hingga sekarang. 4. Assunnah ditinjau dari segi dalalahnya ada dua, yaitu Qothie dan Dzonny 5. Korelasi Assunnah kepada Al Quran sebagai Bayan Tafsir, Taqrir,Tasyri dan Nasakh

VI PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun dengan sangat sederhana dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami senantiasa mengharapkan kritik, saran dan masukan dari para pembaca demi bertambahnya pengetahuan kami dibidang ini. Akhirnya, kami memohon kepada Allah SWT, semoga apa yang kami lakukan ini memperoleh barokah dan ridlo-Nya. Amin ! Referensi :

1. Ushul Fiqh, Metodologi Hukum Islam. Prof. Drs. Djazuli, 2. Ushul Fiqh I, Departemen Agma R.I. tahun 1986 3. Terjemah Ushul Fiqh Untuk Siswa/wi MAK, Drs. KH. Muhammad Muhsin Amir, 2009 4. Teks Book Dirasat Islamiyah (Al Quran, Al Hadits, Fiqh dan Pranata Soial), Tim penyusun Teks Book Dirasat Islamiyah, Koordinator: Drs. H. Abdul Jabbar Adlan

Anda mungkin juga menyukai