Anda di halaman 1dari 8

1

Book Review:

CIVIL SOCIETY & KONSTRUK DEMOKRASI


DALAM AYAT AL-QUR'AN
Oleh. Mahfuz Masduki
Judul Buku : Tafsir Tematis; Al-Qur'an & Masyarakat, Membangun
Demokrasi dalam Peradaban Nusantara.
Penulis
: Hasyim Muhammad
Editor
: Muammar Ramadhan & Zainal Abidin
Volume
: 198 hlm.
Penerbit
: TERAS, Sleman Yogyakarta.
Cetakan
: Cetakan I, November 2007.
ISBN
: 979-9781-22-1.
Sebagaimana diketahui masyarakat Muslim, bahwa sebagian pandangan
Barat selama ini sering menyamakan negara Islam dengan agama yang memiliki
gaya fundamentalistik, radikal teroris dan anti demokrasi. Hal itu sebagaimana
disimpulkan oleh beberapa pemikir Barat bahwa kebudayaan Islam tidak dibawa
dengan ide-ide kebenaran atau prinsip seperti yang dipahami oleh negara Barat.
Bahkan kebudayaan Islam, sebagaimana diakui sebagian masyarakat Barat
ditandai oleh kekuasaan yang personalisme dan pragmatisme di mana otoritas
mengambil keputusan tentang hukum hampir pasti dipaksakan kepada
masyarakatnya.1
Pandangan yang demikian, setidaknya menjadikan Hasyim Muhammad
mencoba untuk meluruskan dengan menurunkan sebuah buku, Tafsir Tematis; Al1 Gambaran tentang hal tersebut semakin menguat ketika mereka melihat fenomena politik yang
berkembang, seperti di Afganistan atau Aljazair. Sehingga kesimpulan Max Stackhouse yang
mengklaim Islam sebagai tradisi agama yang tidak sesuai dengan konsep-konsep masyarakat yang
demokratis semakin mendapat legitimasi.

Qur'an & Masyarakat, Membangun Demokrasi dalam Peradaban Nusantara.2


Buku ini mencoba untuk mengeksplorasi lebih jauh bahwa Islam juga mengenal
apa itu demokrasi dan apa itu civil society, sebuah sistem kepemerintahan yang
sudah diterapkan pada era muslim awal.3
Demokrasi, menurut Hasyim Muhammad, merupakan sistem yang
menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Dan Islam memberikan kontribusi yang
sangat besar terhadap nilai-nilai kemanusiaan ini. Dalam QS. Ali Imran (3): 159
dan QS. Asy Syura (42): 38, dijelaskan betapa Islam memerintahkan untuk
berdemokrasi. Prinsip demokrasi yang bersendikan kebebasan pendapat,
bermufakat, dan berserikat tidak diperlakukan sebagai kekufuran. Islam
mempersilahkan kepada siapa saja untuk mengadakan perkumpulan baik dibidang
ekonomi, sosial, politik dsb.4
Namun penting untuk dicatat, bahwa al-Qur'n mengandung nilai-nilai dan
ajaran yang bersifat etis mengenai aktifitas sosial politik umat manusia. Ajaran ini
mencakup

prinsip-prinsip

tentang

keadilan,

persamaan,

persaudaraan,

musyawarah, dan lain-lain. Ada beberapa ayat al-Qur'n yang menggambarkan


prinsip-prinsip di atas, atau secara implisit menampilkan sebagai ciri negara
demokrasi di antaranya adalah: 1). Keadilan (QS. 5:8); Berlaku adillah kalian
karena adil itu lebih dekat kepada taqwa, 2). Musyawarah (QS. 42:38); Sedang
urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka. Menegakkan
kebaikan dan mencegah kemungkaran (QS. 3:110); Kamu adalah umat yang
2 Hasyim Muhammad, Tafsir Tematis; Al-Qur'an & Masyarakat, Membangun Demokrasi dalam
Peradaban Nusantara, (Yogyakarta; Teras, 2007).
3 Hasyim Muhammad, Ibid, 64
4 Hasyim Muhammad, Ibid, 110-112.

terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar, dan berimanlah kepada Allah.
3). Perdamaian dan persaudaraan (QS. 49:10); Sesungguhnya orang-orang
yang beriman adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertaqkwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. 4).
Keamanan (QS. 2:126); Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo'a, Ya Tuhanku
jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa. 5). Persamaan (QS. 16:97 dan
40:40); Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik (QS. 16:97).
Dalam

Islam

juga

menyingung

masalah

civil

society

dengan

memperdulikan beberapa hak manusia yang paling dasar. Apa yang disebut
dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah keharusan
(dharurat) yang mana masyarakat tidak dapat hidup tanpa dengannya. Nabi saw
telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu
pada haji wada. Dari Abu Umamah bin Tsalabah, Nabi saw bersabda:
"Barangsiapa merampas hak seorang muslim, maka dia telah
berhak masuk neraka dan haram masuk surga." Seorang lelaki
bertanya: "Walaupun itu sesuatu yang kecil, wahay rasulullah ?"
Beliau menjawab: "Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR.
Muslim).
Islam berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia
sebagai hamba Allah tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan
undang-undangnya. Tetapi semua harus mengacu pada hukum Allah. Sampai
kepada soal shadaqah tetap dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya

Allah melarang bershadaqah (berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya..."
(QS. 2: 267).
Menurut Hasyim Muhammad, al-Qur'an memberikan hak pada setiap
orang untuk berbeda satu sama lain. Perbedaan merupakan keniscayaan bagi
setiap manusia, karena masing-masing dibentuk oleh lingkungan, status sosial,
pendidikan serta peradaban yang menyelimutinya. 5 Kesemuanya akan membentuk
karakter dan sikap, pandangan dan pemikiran yang berbeda satu sama lain. Yang
terpenting dan harus dijaga dalam al-Qur'an adalah toleransi pada setiap
komunitas atau individu yang berbeda tersebut
Perbedaan dikatakan Hasyim Muhammad- merupakan kehendak Allah
untuk menguji sejauh mana mereka mengaktualisasikan potensi yang diberikan
oleh Tuhan untuk kebaikan. Al-Qur'an akan memberikan balasan amal kebaikan
yang mereka lakukan. Karena itulah, al-Qur'an pada dasarnya telah menguraikan
panjang lebar akan hak-hak dasar tersebut, termasuk di dalamnya kebebasan.6
Ada hak-hak alamiah seperti; a). Hak Hidup Allah menjamin kehidupan,
diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS.
5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi:
"Apabila seseorang mengkafani mayat saudaranya, hendaklah
ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu mencacimaki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa
yang mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).
Ada juga b). Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi.
Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling
5 Hasyim Muhammad, Ibid, 136-139.
6 Hasyim Muhammad, Ibid, 139-158.

suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak


mengganggu hak-hak orang lain.7 Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu
menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu
memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10:
99).
Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara,
Allah memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap
kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim.
Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin pasukan: "Kamu
akan menemukan kaum yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam
dalam kesendirian beribadah kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah
mereka". Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk
tidak mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog) mereka serta tidak
melarang upacara-upacaranya.
Kerukunan hidup beragama bagi golongan minoritas diatur oleh prinsip
umum ayat "Tidak ada paksaan dalam beragama." (QS. 2: 256). Sedangkan
dalam masalah sipil dan kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka diatur
syariat Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai undangundang. Firman Allah:
"Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu minta
keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah
mereka. Jika engkau biarkan mereka, maka tidak akan
mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau menjatuhkan
putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil.
Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5:
42).
7 Hasyim Muhammad, Ibid, 155.

Ada juga, c). Hak Bekerja. Islam tidak hanya menempatkan bekerja
sebagai hak tetapi juga kewajiban.8 Bekerja merupakan kehormatan yang perlu
dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan
seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri."
(HR. Bukhari).
Dan Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist:
"Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah). d).
Hak Hidup. Islam melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang
disyariatkan oleh Allah. Di antara hak-hak ini adalah; Hak Pemilikan, Hak
Berkeluarga, Hak Keamanan, Hak Keadilan, Hak Saling Membela dan
Mendukung, Hak Keadilan dan Persamaan.9
Manusia, pada hakikatnya, secara kodrati dinugerahi hak-hak pokok yang
sama oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak pokok ini disebut hak asasi manusia
(HAM). Hak asasi manusia adalah sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang
melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan
harkat dan martabat manusia.
Pada gilirannya, hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia
sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, di mana hak-hak asasi ini
menjadi dasar daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain. Umumnya,
masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam (sebagai akibat dari pola
pendidikan ala Barat yang dikembangkan semenjak jaman penjajahan Belanda
8 Hasyim Muhammad, Ibid, 140..
9 Hasyim Muhammad, Ibid., 136-164.

dan diteruskan di era republik pasca proklamasi kemerdekaan hingga kini)


mengenal konsepsi HAM yang berasal dari Barat.
Masyarakat Indonesia, mengenal konsepsi HAM itu bermula dari sebuah
naskah Magna Charta, tahun 1215, di Inggeris, dan yang kini berlaku secara
universal

mengacu

pada

Deklarasi

Universal

HAM

(DUHAM),

yang

diproklamasikan PBB, 10 Desember 1948. Padahal, kalau mau bicara jujur serta
mengaca pada sejarah, sesungguhnya semenjak Nabi Muhammad S.A.W.
memperoleh kenabiannya (abad ke-7 Masehi, atau sekira lima ratus tahun/lima
abad sebelum Magna Charta lahir), sudah dikenalkan HAM serta dilaksanakan
dan ditegakkannya HAM dalam Islam.
Atas dasar itu, tidaklah berlebihan kiranya bila sesungguhnya konsepsi
HAM dalam Islam telah lebih dahulu lahir tinimbang konsepsi HAM versi Barat.
Bahkan secara formulatif, konsepsi HAM dalam Islam relatif lebih lengkap
daripada konsepsi HAM universal.
Konsep civil society lahir dan tumbuh dari daratan Eropa sekitar abad ke17 M dalam konteks masyarakat yang mulai melepaskan diri dari dominasi
agamawan dan para raja yang berkuasa atas dasar legitimasi agama. Agama saat
itu mulai tersekularisasi dalam arti wewenang dan legitimasi kekuasaan mulai
dilepaskan dari tangan agamawan.
Dengan demikian, civil society aslinya adalah bersifat sekularistik, yang
telah mengesampingkan peran agama dari segala aspek kehidupan. Dan tentu saja
civil society tidak dapat dilepaskan dari kesatuan organiknya dengan konsepkonsep Barat lainnya, seperti demokrasi, liberalisme, kapitalisme, rasionalisme,

dan individualisme. Maka adalah suatu anakronisme, tatkala Hasyim Muhamad


dalam buku ini, Tafsir Tematis; Al-Qur'an & Masyarakat, Membangun Demokrasi
dalam Peradaban Nusantara,10 mencoba lebih jauh menjelaskan akan keberadaan
civil society dalam al-Qur'an.11
Akan tetapi, menjadi menarik tatkala uraian yang diberikannya sangat
lugas dan apik. Buku ini pada dasarnya, sebagaimana dikatakan penulisnya,
Hasyim Muhammad, merupakan paduan dari dua judul tulisan yang berbeda.
Yang pertama berasal dari tulisan hasil penelitian Tafsir Tematis mengenai Civil
Society dalam al-Qur'an yang mengkaji ayat-ayat al-Qur'an tentang hak-hak
warga negara.
Adapun yang kedua, berasal dari tulisan tentang tradisi berdemikrasi
dalam sejarah Nusantara. Buku ini sangat tepat untuk dijadikan buku pegangan
Mahasiswa yang sedang menempuh perkuliahan pendidikan kewarganegaraan
dihubungkan dengan kajian al-Qur'an. Karena apa yang ditulis oleh Hasyim
Muhammad ini, selalu didasarkan atas kajian al-Qur'an bahkan juga dibumbui
dengan uraian hadis Nabi.

10 Hasyim Muhammad, Ibid,.


11 Hasyim Muhammad, Ibid, 63-83.

Anda mungkin juga menyukai