Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan dini banyak terjadi dari dahulu sampai sekarang. Kebanyakan para
pelaku pernikahan dini tersebut adalah remaja desa yang memiliki tingkat pendidikan
kurang. Remaja desa kebanyakan malu untuk menikah pada umur 20 tahun keatas.
Anggapan remaja desa lebih memungkinkan untuk menikah diusia muda karena disana
ada anggapan atau mitos bahwa perempuan yang berumur 20 tahun keatas belum
menikah berarti “Perawan Tua”. Persoalan mendasar dari seorang anak perempuan yaitu
ketika dia memasuki usia dewasa, banyak orang tua menginginkan anaknya untuk tidak
menjadi perawan tua. Menjadi perawan tua bagi kebanyakan masyarakat dianggap
sebagai bentuk kekurangan yang terjadi pada diri perempuan. Untuk itu, dalam
bayangan ketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang menikahkan anaknya
pada usia muda. Kondisi itulah yang menjadikan timbulnya persepsi bahwa remaja desa
akan lebih dulu menikah dari pada remaja kota. Anggapan-anggapan tersebut muncul
karena kurangnya pengetahuan dari masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi
remaja. Pernikahan usia dini akan berdampak pada kualitas anak, keluarga,
keharmonisan keluarga dan perceraian. Karena pada masa tersebut, ego remaja masih
tinggi.Dilihat dari aspek pendidikan, remaja Di Dusun Nglamuk mayoritas lulusan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kebanyakan
dari mereka tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, dikarenakan faktor sosial
budaya dan tingkat pendidikan rata-rata orang tua mereka juga rendah, sehingga kurang
mendukung anak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Pernikahan Usia Dini
2. Batas Usia Pernikahan dalam Islam dan UUD 1945
3. Hukum Pernikahan Dalam Isalm
4. Persoalan Nikah Dalam Kuliah
5. Hukum Menunda Keturunan dalam Perkuliahan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan Usia Dini


Pernikahan adalah lambang disepakatinya suatu perjanjian (akad) antara seorang
laki-laki dan perempuan (dalam masyarakat tradisional hal itu juga merupakan
perjanjian antar keluarga) atas dasar hak dan kewajiban yang setara antara kedua belah
pihak.1 Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan,
demikian menurut pasal 26 KUH Perdata.2
Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1 bahwa perkawinan
adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan menurut agama Islam,3 Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah
yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri.
Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal
selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena
menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup
seseorang.
UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan hukum islam memandang bahwa
perkawinan itu tudak hanya dilihat dari aspek formal semata-mata, tetapi juga dilihat
dari aspek agama dan sosial. Aspek agama menetapkan tentang keabsahan perkawinan,
sedangkan aspek formal adalah menyangkut aspek administratif, yaitu pencatatan di
KUA dan catatan sipil.
Pernikahan dini (early marriage ) dalam wacana fiqh klasik biasa dikenal
dengan sebutan az-zawaj ash-shaghir/ah, sedang dalam tulisan kontemporer lazim

1 Subekti R., 1994, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa, hlm. 23.
2 Subekti R., 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradnya Paramita, hlm. 8
3 Kamus Besar Bahasa Indonesia mangartikan ‘Islam’ adalah agama yang diajarkan Nabi Muhammad
SAW dengan berpedoman kepada kitab suci Alquran yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah
SWT

2
disebut dengan sebutan az-zawaj al-mubakkir.4 Pernikahan dini dalam wacana fuqaha`
klasik dipahami sebagai sebuah perkawinan di mana pengantinnya belum menginjak
usia baligh. Tanda baligh/ah bagi anak laki-laki ditandai dengan mimpi basah ( ihtilam),
dan bagi anak perempuan ditandai dengan datangnya menstruasi, pernikahan dalam
rentang usia sebelum baligh/ah seperti ini, di masa kini lebih tepat disebut sebagai
pernikahan anak-anak.
Tujuan Pernikahan adalah untuk secara hukum mengesahkan hubungan seksual
antara laki-laki dan perempuan. untuk secara hukum mengatur hak dan kewajiban
masing-masing termasuk di dalamnya pelarangan atau penghambatan terjadinya
poligami. Untuk pendataan dan kepentingan demografi.
Kriteria keberhasilan suatu pernikahan, kebahagiaan suami isteri, hubungan
yang baik antara orang tua dan anak, penyesuaian yang baik antara anak-
anak, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan,
penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan, penyesuaian yang baik dari pihak
keluarga pasangan.

B. Batas Usia Pernikahan dalam Islam dan UUD 1945


 Ketentuan batas minimal usia 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi
perempuan masih berlaku sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan
Pasal 7 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
 Prof Amin menerangkan selama ini, Kantor Urusan Agama (KUA) kerap
menolak perkawinan di bawah usia 18 tahun. Meski usia tersebut sesuai batas
yang ditetapkan UU Perkawinan, tetapi bertentangan dengan UU Perlindungan
Anak. UU Perkawinan menyebutkan usia perkawinan bagi perempuan 16 tahun
dan laki-laki 19 tahun. Sementara UU Perlindungan Anak menyatakan anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun.
 Pertama, hadis yang disampaikan oleh sahabat Abdullah ibn Mas’ud yang
mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

4 Lihat tulisan Hussein Muhammad, Fiqh Perempuan; Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender,
Cet. IV, ( Yogyakarta : LKiS, 2007 ), hlm. 89.

3
Artinya: Hai pemuda, siapa di antara kalian yang telah mampu maka
menikahlah. Menikah itu menundukkan pandangan dan lebih baik untuk
kemaluan. Namun siapa yang belum mampu maka hendaknya ia puasa, karena
itu lebih baik baginya. (HR. al-Bukhari)
Teks hadis lain tidak menggunakan kata ba’ah, tapi menggunakan kata thawl
sebagaimana terdapat dalam Riwayat Sahabat Utsman ibn ‘Affan yang
mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: Siapa di antara kalian yang memiliki kemampuan, maka menikahlah,
karena itu lebih baik untuk pandangannya dan kemaluannya. Jika tidak, maka
berpuasalah, karena itu lebih baik. (HR. al-Nasai).
Pesan Rasulullah Saw. di atas adalah menikah kepada yang subur dan memiliki
cinta kasih. Bahkan dalam sebuah kisah, Rasulullah Saw sampai tiga kali
menolak seorang pemuda yang ingin menikah tapi tidak memenuhi ketentuan di
atas. Berdasarkan penjelasan di atas, usia ideal untuk menikah adalah ketika
telah mampu secara finansial, walaupun menikah tidak harus kaya. Kedua
adalah siap secara mental. Yakni memiliki kesanggupan untuk menerima beban
baik jadi suami maupun menjadi istri. Terakahir adalah memiliki kesiapan
secara biologis. Sedangkan batasan usianya sangat tergantung pada masing-
masing orang.

C. Hukum Pernikahan Dalam Isalm


 Wajib: NIkah wajib adalah pernikahan bagi mereka yang telah mempunyai
kemauan dan kemampuan untuk membangun rumah tangga yang sakinah dan
apabila dia tidak melkukannya dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan
zina.
 Sunnat: Nikah sunat menurut pendapat jumhur ulama’.Yaitu pernikahan bagi
orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk membangun
rumah tangga tetapi jika tidak melaksanakannya juga tidak dikhawatirkan akan
berbuat zina
 Haram: Nikah yang haram adalah pernikaha bagi mereka yang tidak
mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan untuk membangun

4
rumah tangga dan melaksanakan kewajiban-kewajiban selama berumah tangga ,
sehingga apabila dia menikah akan menelantarkan istrinya dan istrinya atau
bahkan hanya menyakiti istrinya.
 Makruh: Nikah makruh adalah pernikahan seorang laki – laki yang
mempunyai kemauan untuk melakukanNya juga mempunyai kemampuan untuk
menahan diri dari perbuatan zina sehingga tidak memungkinkan tergelincir
untuk berbuat zina jika sekiranya tidak nikah. Namun orang ini tidak
mempunyai keinginan ntuk dapat memenuhi kewajiban sebagai suami istri yang
baik.
 Mubah: Nikah mubah adalah pernikahan bagi mereka yang punya kemampuan
dan kemauan untuk melakukannya, tetapi jika tidak melakukannya tidak
dikhawatirkan akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan
menelantarkan istri.

D. Persoalan Nikah Dalam Kuliah


Hal-hal yang dapat menyulitkan pernikahan di masa kuliah,antara lain;
 Pertama adalah masalah pembagian peran. Mahasiswa yang telah menikah
akan menghadapi tugas-tugas kerumahtanggaan sesuai dengan perannya
sebagai suami atau istri, namun mahasiswa juga harus menjalankan perannya
sebagai mahasiswa, yaitu menghadiri perkuliahan, mengerjakan tugas,
mengikuti ujian, dan lain-lain. Untuk memenuhi tugas-tugasnya maka perlu
dilakukan pembagian waktu untuk memenuhi tugas-tugas kuliah dan
kerumahtanggaan secara bersamaan.
 Kedua masalah keuangan yang digunakan untuk mendanai kebutuhan
kehidupan yang dulunya dipakai untuk kepentingan pribadi sekarang
dialokasikan untuk kepentingan bersama.
 Ketiga masalah pengembangan diri yang dialami oleh mahasiswa yang tidak
memiliki kesempatan untuk berpengalaman lebih daripada teman-temannya
karena waktu untuk berkumpul semakin berkurang.

5
 Keempat masalah kelangsungan pendidikan dan perkuliahannya.5
Mahasiswa yang masih kuliah, berarti mereka sedang menjalani suatu
kewajiban, yaitu menuntut ilmu.Sedangkan menikah hukum asalnya adalah
tetap sunah baginya, tidak wajib, selama dia masih dapat memelihara kesucian
jiwa dan akhlaknya, dan tidak sampai terperosok kepada yang haram meskipun
tidak menikah. Karena itu, dalam keadaan demikian harus ditetapkan kaidah.

E. Hukum Menunda Keturunan dalam Perkuliahan


Ini kita pahami dari sabda Rasulullah saw., “Menikahlah dengan oang yang
pencinta/penyayang (al-wadûd) dan yang banyak memiliki keturunan (al-walûd),
karena aku akan bangga di hadapan umat-umat lain dengan jumlah kamu yang
banyak.” (HR Abu Dawud). Dari sudut pandang ini, menunda kehamilan sebaiknya
jangan dilakukan karena akan berpengaruh menjadikan jumlah umat ini sedikit, dan
itu berarti berlawanan dengan anjuran Nabi saw. itu.
Tetapi, anjuran itu tentu saja tidak harus dipahami begitu saja Ada kondisi-kondisi
tertentu yang membolehkan pasangan suami istri untuk menunda kehamilan. Syaikh
Utsaimin (ulama Arab Saudi), misalnya, berpandangan bahwa perempuan yang
masih kuliah dan sudah menikah dan berencana menunda kehamilan karena harus
fokus menyelesaikan kuliah terlebih dahulu, itu boleh saja. Kehamilan itu, katanya
lagi, merupakan hak bersama suami dan istri, mereka bisa mengatur kehamilan
karena alasan-alasan yang dapat dibenarkan. Ada riwayat yang bersumber dari Jâbir
r.a., salah seorang sahabat Nabi saw., bahwa ia mengatakan, “Kami pernah
melakukan ‘azl pada masa Al-Qur’an masih turun (maksudnya pada masa
Rasulullah saw. masih hidup).” (HR Bukhari dan Muslim). Dalam redaksi Muslim
ada penjelasan “dan ketika hal itu sampai kepada Rasulullah saw., beliau tidak
melarang kami.” Makna ‘azl itu sendiri –seperti dapat kita baca dalam Al-Mawsûah
al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (Ensiklopedi Fikih)—adalah mengeluarkan sperma
ketika melakukan hubungan suami istri di luar kemaluan istri untuk menghindari

5 Rochimatul Mukorroma dan Fathul Lubabin Nuqul, Pengambilan Keputusan Mahasiswa Menikah
Saat KuliahPada Mahasiswa UIN Malik Ibrahim Malang.(Surabaya: Promoting Harmony in Urban
Community: a Multi-Perspective Approach, 2012), h. 138

6
kehamilan. Riwayat ini pula yang dijadikan dasar oleh banyak ulama di Indonesia
dan di dunia Islam yang lain untuk membolehkan program Keluarga Berencana
(KB) dalam pengertian mengatur jarak kehamilan, bukan membatasi keturunan,
dengan menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom. Saya pribadi dalam hal ini
cenderung mengikuti pendapat ulama-ulama yang membolehkan dengan alasan
yang dapat dibenarkan, seperti Syaikh Utsaimin di atas.

Menikah muda memiliki beberapa kelebihan, antara lain:


1) Belajar bertanggung jawab sejak dini
Menikah Muda yang dipahami dengan benar bisa mengajarkan pelakunya akan
arti tanggung jawab. Bila sebelumnya seseorang hanya bertanggung jawab pada
dirinya sendiri, setelah menikah ia harus memiliki tanggung jawab kepada
keluarganya. Bila dilihat dari sisi tanggung jawab dan keteraturan hidup, mereka
yang sudah menikah akan memiliki kehidupan yang lebih teratur.6
2) Lebih bisa menjaga hati
Wajar bila kita memiliki ketertarikan terhadap seseorang yang dianggap
menarik, entah karena penampilan fisiknya, kecerdasannya, atau mungkin
kepribadiannya. Seseorang yang memilih untuk menikah muda, akan terhindar
dari harapan yang sia-sia dan tidak jelas. Sama seperti hal lainnya, cinta dua
manusia berbeda jenis juga memiliki siklus. Dengan siapapun kita bersama,
hampir bisa dipastikan akan selalu melewati siklus tersebut. Bedanya, ada
manusia yang bisa mengendalikan siklus cinta tersebut, tetapi ada yang tidak.7
Mengarahkan tujuan hidup pada kesucian dan ketulusan cinta akan membentuk
kepribadian yang tak berpamrih.8
3) Belajar dewasa
Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman,
pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup secara
mandiri.Orang dewasa terus berusaha meningkatkan pengalaman hidupnya agar

6 Aprilina Prastari & Miyosi ariefiansyah, Nikah Muda (Jakarta: Qibla, 20130, h. 13
7 bid, h. 17
8 Sukron Abdilah, Cinta Dunia Akhirat (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014), h.30

7
lebih matang dalam melakukan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.
Dengan menikah, seseorang akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa.
Karena pada hakikatnya semua proses pembelajaran adalah proses menerapi
pola pikir.
4) Belajar untuk bisa membuat keputusan
Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari
proses mental atau kognitifyang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan
di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan
selalu menghasilkan satu pilihan final. Keputusan dibuat untuk mencapai tujuan
melalui pelaksanaan atau tindakan serta membentuk pribadi-pribadi yang
berintegritas untuk menjamin agar kehidupan sosial berjalan sesuai dengan akal
sehat. Salah satu hal sulit yang dihadapi oleh sebagian besar manusia adalah
membuat keputusan. Begitu banyak pilihan yang ada di depan mata, sementara
waktu dan kapsitas kita sebagai manusia sengat terbatas. Menikah muda bisa
menjadikan wahana untuk belajar membuat keputusan dari apa pun yang kita
ambil. Seseorang yang meutuskan untuk menikah muda tentu sudah memikirkan
dengan baik mengapa ia meilih hal tersebut. Keberaniannya untuk memutuskan
sesuatu yang berpengaruh begitu besar dalam hidupnya, yang tidak dilandasi
karena factor emosional semata, merupakan langkah awal bahwa ia adalah
seseorang yang berani mengambil sikap untuk hal-hal yang menyangkut prinsip
hidup.
5) Mengurangi stress
Stres adalah keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima
sebagai suatu hal yang menantang, mengancam atau merusak keseimbangan
kehidupan seseorang.Seringkali stres didefinisikan dengan hanya melihat dari
stimulus atau respon yang dialami seseorang. Menurut Robert S. Fieldman,
stress adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang
mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu merespon
peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Peristiwa
yang memunculkan stress dapat saja positif, misalnya merencanakan perkawinan
atau yang negatif berupa kematian keluarga. Sesuatu didefinisikan sebagai

8
peristiwa yang menekan (stressfull event) atau tidak, bergantung pada respon
yang diberikan oleh individu. Dengan adanya pernikahan, segala permasalahan
dapat terselesaikan.Suami-isteri dapat saling membantu dalam menyelesaian
permsalahan yang ada. Dan hal ini akan mengurangi stress yang dialami oleh
keduanya.
6) Belajar untuk meraih kesuksesan dari nol
Salah satu konsekuensi yang harus siap ditanggung dari menikah muda adalah
kondisi ekonomi keluarga yang mungkin belum mapan. Menikah muda bisa
dijadikan sebagai wahana untuk berjuang dari nol. Pelaku menikah muda harus
siap dengan kondisi yang tidak nayaman karena masih dalam masa
perjuangan.Di masa-masa penuh perjuangan itulah kita bisa mengetahu seberapa
beasar cinta dan ketulusan pasangan hidup kita. Karena semua orang
menginginkan kesuksesan hidup di masa depan. Kesuksesan yang dimaksudkan
itu biasanya menyeluruh, yaitu meliputi kehidupan spiritual, social, ekonomi,
intelektual, kesehatan, dan lain-lain. Namun perlu diingat bahwa kesuksesan apa
pun di dunia akan sia-sia jika tidak terkait dengan kebajikan.
Selain beberapa kelebihan menikah muda, terdapat pula beberapa
kekurangannya, yakni:
1) Rentan terhadap perceraian dan perselingkuhan
Dua hal yang sangat ditakuti dalam kehidupan rumah tangga adalah perceraian
dan perselingkuhan. Sebenarnya, tak hanya mereka yang menikah di usia muda
saja yang rentan terhadap kedua hal tersebut. Namun, kesempatan untuk
melakukan hal tersebut ungkin akan lebih banyak dilakukan oleh pasangan
menikah muda yang asal menikah. Hal ini bisa terjadi bila menikah dilakuakan
hanya karena mengikuti tren, pernikahan terjadi karena “kecelakaan” untuk
menutupi aib.9
2) Rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga
Konflik dalam rumah tangga kerap muncul dari ketidakjujuran. Kejujuran dalam
rumah tangga akan menciptakan hubungan yang harmonis. Sedangkan emosi
yang masih labil, ego yang masih tinggi, dan segala macam “nafsu” biasanya

9 Amatullah Binti Abd Al-Muthallib, Suami Idaman (Solo: Tinta Medina, 2016), h. 27

9
akan memicu hal-hal yang tak diinginkan, salah satunya adalah kekerasan dalam
rumah tangga. Tak hanya fisik, tetapi juga psikis. Dan, bukan hanya suami
yang bisa melakukannya, isteri pun bisa.
3) Rentan terhadap permusuhan tak berujung
Ketidakmampuan beradaptasi, baik pada pasangan maupun keluarga psangan,
biasanya akan membuat permusuhan tak berujung, baik nampak maupun
terselubung. Ego yang masih di atas langit, keinginan untuk dipahami dan bukan
memahami, serta tidak adanya toleransi bisa membuat hati sakit dan berujung
pada dendam. Sudah harus disadari bagi semua pasangan muda, bahwa kita tak
hanya menikah dengan kelebihan pasangan, tetapi juga dengan kekurangannya,
kita juga tak hanya menikah dengannya saja, tetapi juga “menikah” dengan
seluruh keluarga besarnya.
4) Stres dan depresi
Suka atau tidak, kondisi sebelum dan sesudah menikah pasti berbeda.Bila
sebelumnya kita hanya memikirkan diri sendiri, maka setelah menikah semua
keputusan, sekecil apa pun itu, pasti berdampak pada keluarga. Kondisi tersebut
membuat pasangan suami-isteri tak bisa berbuat semaunya sendiri.Dan, hal
tersebut tentu sangat kontra dengan sifat kebanyakan kaum muda yang masih
suka semau guedan tak suka diatur. Kekurangpahaman status dan kewajiban
baru tersebut membuat pelaku nikah muda mudah stress bahkan depresi.
5) Karier tidak bisa berkembang
Menikah muda tak berarti harus mengubur mimpi untuk jadi lebih baik dan
menggapai cita-cita.Walupun memang tak bisa dimungkiri, dalam praktiknyam
tugas seorang wanita yang sudah menikah dan keukeuh memperjuangkan cita-
citanya akan lebih berat daripada yang tidak. Biasanya, seorang wanita yang
sudah menikah akan malas untuk memperjuangkan impiannya dan memilih
untuk menyerah. Dari situlah pada akhirnya timbul anggapan bahwa menikah
bisa menghambat impian dan cita-cita.10

10 Aprilina Prastari & Miyosi ariefiansyah, Nikah Muda (Jakarta: Qibla, 2013), h. 29

10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ada berbagai penyebab pernikahan dini contohnya adalah karena hamil diluar
nikah (kecelakaan), ingin menghindari dosa (seks bebas), dan ada juga paksaan dari
orangtua.Pernikahan dini diperbolehkan dalam agama hal itu karena apabila si remaja
tidak bisa menahan nafsu, jadi lebih baik dia menikah. Ada berbagai dampak yang
disebabkan oleh pernikahan dini.Dampak biologis, Dampak psikologis, Dampak sosial,
Dampak perilaku seksual menyimpang, Dampak terhadap suami, Dampak terhadap
anak-anaknya, Dampak terhadap masing-masing keluarga. Pada dasarnya, Rumah
tangga dibangun oleh komitmen bersama dan merupakan pertemuan dua pribadi
berbeda namun hal ini sulit dilakukan pada usia remaja. Hal tersebut memacu konflik
yang bias berakibat pisah rumah atau perceraian itu semua karena emosi remaja masih
labil terkadang masalah-masalah rumah tangga juga bisa menyebabkan neoritis depresi
sehingga remaja mengalami kebingungan dalam memikirkan kehidupan keluarga.
Remaja tidak bisa membagi waktu antara sekolah dan keluarga, sehingga menjadi
depresi berat.

Saran
Pernikahan dini bisa menyebabkan kanker leher Rahim. Untuk itu perempuan yang aktif
secara seksual di anjurkan untuk melakukan tes pap smear dua sampai tiga tahun sekali.
Sebelum melakukan pernikahan dini, hendaknya kita dapat memikirkan resiko yang
akan terjadi. Dan juga melakukan persiapan yang akan dibutuhkan dalam pernikahan
tersebut. Apabila ada masalah dalam keluarga pernikahan dini, hendaknya diselesaikan
baik-baik atau minta tolong dan saran pada orang yang lebih tau dan berpengalaman.

11
DAFTAR PUSTAKA

Indra, Hasbi, dkk. 2004. Potret Wanita Shalehah. Jakarta: Penamadani.


Kurniawan, Irwan. 2013. Fiqih Empat Mazhab (Terjemah Rahmah al-Ummah fi Ikhtilaf
al-A’immah). Bandung: Hasyimi.
Narulita, Sari. 2014. Membentuk Keluarga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah. Cibubur:
PT. Variapop Group.
Rasjid, H. Sulaiman. 2013. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam). Bandung: Sinar Baru
Algensindo Bandung.
Thaifuri, Muhammadun. 2012. Terjemah Attarghib wat Tarhib. Surabaya: Menara Suci

12

Anda mungkin juga menyukai