Disusun Oleh :
Dzaki Zaidi 1222020058
Elsa Hidya Putri 1222020061
Fahmi Fahrezi 1222020071
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT dengan segala kebesarannya telah
memberikan kami kesempatan serta kemampuan dalam menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Mahram dalam Islam”dengan tepat waktu dan sebaik-baiknya.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas terstruktur dari mata kuliah Fikih
Munakahat-Mawaris yang diberikan oleh dosen pengampu bapak Dr. Hariman Surya Siregar,
M.Ag dengan harapan mampu menambah wawasan bagi pembaca dan terkhusus bagi
pembuat makalah ini sendiri
Semoga Allah Swt selalu memberikan kita keberkahan dan petunjuk dalam setiap
langkah yang kita jalani.
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ I
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Rumusan Masalah
Beberapa hal yang akan menjadi pembahasan dan menjadi pertanyaan dalam makalah
ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan mahram?
2. Mengapa harus mengetahui siapa saja yang menjadi mahram?
3. Bagaimana pandangan ulama terkait mahram?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Mahram jika dilihat secara istilah adalah orang yang haram, dilarang atau dicegah
untuk dinikahi. (Qomarudin sholeh, 2002 : 146). Menurut Imam Ibnu Qudamah menyatakan
mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab,
persusuan dan pernikahan. (Imam Ibnu Qudamah, al mughniy : 470). Di dalam kehidupan
bermasyarakat mahram lebih dikenal dengan orang-orang yang tidak membatalkan wudhu
ketika bersentuhan atau juga orang-orang yang masih berada dalam keluarga.
Imam Ibnu Atsir berkata bahwa mahram itu merupakan orang-orang yang haram
dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman, dan lain-lain. Kemudian jika
dilihat secara bahasa, mahram ini berasal dari kata ‘harama’ memiliki arti mencegah atau
diharamkan atau dilarang.
Dalam fikih munakahat atau sebuah hukum yang membahas mengenai pernikahan,
mahram ini dibagi menjadi dua yaitu ada mahram mu’abbad dan mahram ghairu muabbad.
2.2.1. Mahram Mu’abbad
Amir syarifuddin dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perkawinan Islam :
Antara Fiqih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan” mengatakan bahwa
mahram mu’abbad adalah orang-orang yang haram melakukan pernikahan
selamanya. (Amir Syarifuddin, 2009 : 110). Dalam mahram mu’abbad ini ada 3 hal
yang menyebabkan mahram terjadi yaitu nasab, persusuan, dan pernikahan.
3
a. Mahram Mu’abbad (Nasab)
Ada 7 orang yang termasuk kedalam mahram mu’abbad ini atau orang-orang
yang haram untuk dinikahi untuk dijadikan pasangan hidup diantaranya yaitu :
Ibu dan ibunya (Nenek), ibu dari bapak dan seterusnya sampai ke atas
Anak dan cucu, dan seterusnya ke bawah
Saudara Perempuan seibu bapak, sebapak, atau seibu saja
Saudara Perempuan dari bapak
Saudara Perempuan dari ibu
Anak Perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya
Anak Perempuan dari saudara Perempuan dan seterusnya.
b. Mahram Mu’abbad (Persusuan)
Sedangkan dari persusuan ada 2 orang yang haram untuk dinikahi diantaranya
yaitu :
Ibu yang menyusuinya
Saudara Perempuan yang menyusuinya
Secara etimologi ar radha(persusuan) berarti nama isapan susu dari payudara
secara mutlak pada manusia, sedangkan menurut terminology syara persusuan
adalah suatu nama unutk mendapatkan susu dari seorang Wanita atau nama
sesuatu yang didapatkan dari padanya sampai di dalam perut anak kecil atau
kepalanya. (Saipul Bahri, 2023). Imam syafi’I dan Sebagian pengikut madzhab
malik berpendapat bahwa hubungan susuan tetap terjadi meski susu tidak murni
selama tidak menghilangkan sifat dan bentuk air susu tersebut. (Muhammad
Jawad Mughniyah, 2001 : 343).
c. Mahram Mu’abbad (Pernikahan)
Terakhir yaitu yang haram dinikahi karena adanya sebab pernikahan. Sebab
pernikahan disini ada 4 orang yang haram dijadikan pasangan atau dinikahi yaitu:
Ibu istri (mertua), ibu dari suami atau ibu sebab nasab atau sebab
persusuan
Anak tiri, apabila sudah campur dengan ibunya
Istri anak (menantu), karena nasab atau anak persusuan.
Istri bapak (Ibu tiri)
4
Dalam Al-Quran surat An-Nisa(4) ayat ke-22 Allah Swt berfirman :
ًاحشَة
ِ َف اِنﱠ ٗه كَانَ ف َ س ۤا ِء ا ﱠِﻻ َما قَ ْد
َ ۗ َسل َ َّو َﻻ تَ ْن ِك ُح ْوا َما نَ َك َح ٰابَ ۤا ُؤ ُك ْم ِّمنَ ال ِن
ࣖ
س ِب ْي ًﻼ َ س ۤا َء
َ ﱠو َم ْقتً ۗا َو
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi Wanita-wanita yang telah
dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau.
Sesungguhnya (perbuatan) itu sangat keji dan dibenci (oleb Allah) dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (Qs. An-Nisa : 22)
Ulama empat madzhab sepakat mengenai keharaman menikahi Wanita-wanita
sebab pernikahan tersebut baik dikarenakan hubungan nasab maupun karena
hubungan perkawinan. (Muhammad Jawad Mughniyah, 2001 : 326-328).
Ghairu mu’abbad atau bisa dikenal juga dengan mahram muaqqat (halangan-
halangan sementara) adalah orang-orang yang haram untuk melakukan
pernikahan akan tetapi hanya untuk sementara sebab adanya sebab hal tertentu
yang kemudian jika sebab tersebut hilang maka menjadi halal untuk dijadikan
pasangan hidup atau dinikahi. Ada beberapa golongan yang termasuk ke dalam
mahram ini diantaranya yaitu :
Menikahi dua orang dengan cara dikumpulkan bersama-sama, yaitu dua
Perempuan yang ada hubungan mahram, seperti dua Perempuan yang
bersaudara.
Poligami melebihi dari 4 wanita yang dijadikan sebagai pendamping
hidup/istri.
Adanya ikatan perkawinan (poliandri).
Sedang dalam masa iddah, yang baru dicerai mati suaminya, yang dicerai
dan masih haid maka lamanya tiga kali suci, jika tidak sedang haid maka
tiga bulan, dan yang bercerai karena mati lamanya empat bulan sepuluh
5
hari, kemudian yang terakhir jika sedang hamil maka tunggu sampai
melahirkan.
Sudah mendapatkan talak tiga kali.
Menikahi seorang pezina.
Berbeda agama, berdasarkan quran surat al-maidah ayat 5, ulama dalam
empat madzhab sepakat pernikahan berbeda agama boleh dilakukan jika
Perempuan yang hendak dinikahinya adalah ahli kitab dari golongan
Nasrani dan yahudi.
6
dari Saturday mempunyai hubungan yang oleh agama atau
peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.
Pasal 9
Seseorang yang masih terikat hubungan perkawinan
dengan orang lain tidak boleh kawin lagi kecuali dalam hal
terserbut dalam pasal 3 ayat 2 dan pasal 4 (tentang
poligami)
Pasal 10
Antara suami istri yang telah dua kali bercerai tidak boleh
menikah lagi, sepanjang tidak ada ketentuan lain dalam
agama dan kepercayaannya.
Pasal 11
Perempuan yang bercerai atau ditinggal mati suaminya
mempunyai masa tunggu tertentu yang diatur oleh negara
melalui hakim jika tidak ada ketentuan dalam agama.
Setiap hukum yang ada dan yang muncul tentu memiliki sesuatu yang bisa dijadikan
sebagai landasan atau dasar hukum itu sendiri. Begitupula dengan fikih munakahat ini, setiap
bagian setiap pembahasan tentu memiliki dasar hukumnya sendiri, baik itu berdasarkan dalil
Al-Quran, Hadits nabi dan juga ijtima atau pendapat dari para ulama ulama tersendiri.
Fikih munakahat yang membahas mengenai mahram bersandar terhadap dasar hukum
yang ada pada Al-Quran surat An-Nisa ayat 22,23 dan 24. Selain itu juga terdapat pada hadits
nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin yusuf, juga para ulama empat madzhab memiliki
pandangannya masinv-masing mengenai pembahasan mahram ini.
7
Al-Quran surat An-Nisa(4) ayat ke-22 Allah Swt berfirman :
ۤ ۗ ۗ ۤ ۤ
ٗ ف اِنﱠ
ِ َه◌ َﻛﺎ َن ﻓ
ﺎﺣ َﺸﺔً ﱠوَﻣ ْﻘﺘًﺎ َو َﺳﺎ َء َ ََوَﻻ تَـ ْن ِك ُح ْوا َﻣﺎ نَ َك َح ٰا َ ُؤُﻛ ْم ِّﻣ َن النِّ َسﺎ ِء اِﱠﻻ َﻣﺎ قَ ْد َﺳل
ࣖ ً َﺳﺒِْﻴ
ﻼ
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi Wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu,
kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya (perbuatan) itu sangat keji
dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (Qs. An-Nisa : 22)
ﱵِّْٓﺖ َواُﱠﻣ ٰﻬﺘُ ُك ُم ا ٰل ِ ٰﺖ ْاﻻُ ْﺧُ ٰﺖ ْاﻻَ ِخ َوﺑَـنُ ﺖ َﻋلَْﻴ ُك ْم اُﱠﻣ ٰﻬﺘُ ُك ْم َوﺑَـ ٰنـﺘُ ُك ْم َواَ َﺧ ٰوتُ ُك ْم َو َﻋ ّٰﻤﺘُ ُك ْم َو ٰﺧ ٰلﺘُ ُك ْم َوﺑَـن
ْ ُﺣ ِّﺮَﻣ
ۖ ۤ ِ ِ ٰ اَرضعن ُكم واَﺧ ٰوت ُكم ِﻣن ال ﱠﺮضﺎﻋ ِﺔ واُﱠﻣﻬٰﺖ نِس ۤﺎى ُكم ور ۤ ىﺒ ُكم ا
ﱵ َد َﺧلْﺘُ ْم ِِ ﱠن ِْ ّسﺎى ُك ُم ا ٰل
َ ن
ّ ن
ْ ﻣ
ّ مْ ﻛ
ُِ
ر و
ْ ج
ُ ﺣ
ُ ﰲ
ْ ِ ﱵ ِ ل
ّ
ْ ُ ُ ََ َ ْ َ ُ َ َ َ َ ّ ْ ُ َ َ ْ َ ْ َ ْ
ۙ ِ ۤ ۤ ِ
ِ ْ َﲔ ْاﻻُ ْﺧﺘ
ﲔ ََْص َﻼﺑِ ُك ْم َواَ ْن َﲡْ َﻤعُ ْوا ﺑْ َﺎح َﻋلَْﻴ ُك ْم ۖ َو َﺣ َﻼى ُل اَﺑْـنَﺎى ُك ُم الﱠ ِذيْ َن ﻣ ْن ا ِِ
َ َﻓَﺎ ْن ﱠﱂْ تَ ُك ْونُـ ْوا َد َﺧلْﺘُ ْم ﱠن ﻓَ َﻼ ُجن
8
masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Qs. An-Nisa : 23)
9
Janganlah kamu mengumpulkan (dalam pernikahan) perempuan dengan bibinya (dari pihak
ayah) dan perempuan dengan bibinya (dari pihak ibu). (HR. Shahih Bukhari : 4820)
10
c. Cara Menyusu
Mengenai cara menyusui, Jumhur Ulama‟ berpendapat bahwa apapun cara yang
ditempuh asalkan susu perempuan itu sampai dikerongkongan anak maka terjadilah
hubungan susuan.
d. Kemurnian Susu
Berkaitan dengan kemurnian air susu, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa susu
yang telah bercampur dengan zat lain tidak dapat menimbulkan hubungan susuan. Imam
Syafi‟i dan sebagian pengikut madzhab malik berpendapat bahwa hubungan susuan
tetap terjadi meski susu tidak murni selama tidak menghilangkan sifat dan bentuk air
susu tersebut. (Muhammad Jawad Mughniyah, 2001 : 343). Semua ulama sepakat
mengani keharaman menikahi seseorang yang memiliki hubungan persusuan, tetapi
berbeda pendapat dalam menentukan terjadinya hubungan persusuan.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjabaran materi mengenai mahram tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Mahram merupakan seseorang yang haram untuk dinikahi sampai kapanpun
2. Kita harus mengetahui siapa saja yang menjadi mahram kita, sebab untuk
menghindari kasus pernikahan sedarah serta untuk mengetahui siapa saja yang boleh
bersentuhan dengan kita secara langsung.
3. Para ulama terkhusus ulama 4 madzhab berpendapat pada tujuan yang sama, yaitu
pernikahan dengan sesama mahram itu dilarang, mereka hanya berbeda pandangan
dan pendapat dalam menentukan siapa saja yang menjadi mahramnya dan siapa yang
bukan
3.2 Saran
Demikian makalah ini kami susun dengan segala pertimbangan yang matang, semoga
bermanfaat, mampu menambah wawasan pengetahuan pembaca serta semoga mampu
menjawab permasalahan yang membuat pembaca bertanya-tanya terkhusus yang berkaitan
dengan topik pembahasan di dalam makalah ini. Kami mohon maaf atas segala kekurangan
dan kelemahan yang ada dalam penyampaian penulisan kami, segala kesalahan akan selalu
menjadi titik bangkit kami dalam terus memperbaikinya, sekian kami ucapkan terima kasih
banyak yang sebesar-besarnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Al-Karim
Atiyatul Ulya. 2013. Konsep Mahram Jaminan Keamanan atau Pengekangan Perempuan,
Jakarta:Jurnal Al-Fikr Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Muhammad Jawad Mughniyah. 2001. Fiqih Lima Mazhab, terj Al Fiqh,, Ala al-mazahid al-
khamsah, Jakarta;Kencana
Rusdaya Basri. 2019. Fiqih Munakahat 4 Mazhab dan Kebijakan Pemerintah, Parepare,
Sulawesi Selatan : CV Kaaffah Learning Center
Saipul Bahri. 2023. Konsep Mhramiyah dalam Islam (Analisis Pertimbangan Pimpinan Al
misba Al Aziziyah Samalanga terhadap Peraturan Santriwati, Bireueun Aceh : Al-Ilmu,
Jurnal Keagamaan dan Ilmu Sosial, dapat diakses pada :
https://jurnal.kopertais5aceh.or.id/index.php/AIJKIS/index
Sulaiman Rasjid. 1995. Buku Fiqih Islam, Bandung : PT Sinar Baru Algenaindo
13