Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MAHRAM DALAM ISLAM


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fikih Munakahat-Mawaris
Dosen Pengampu : Dr. Hariman Surya Siregar, M.Ag

Disusun Oleh :
Dzaki Zaidi 1222020058
Elsa Hidya Putri 1222020061
Fahmi Fahrezi 1222020071

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT dengan segala kebesarannya telah
memberikan kami kesempatan serta kemampuan dalam menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Mahram dalam Islam”dengan tepat waktu dan sebaik-baiknya.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas terstruktur dari mata kuliah Fikih
Munakahat-Mawaris yang diberikan oleh dosen pengampu bapak Dr. Hariman Surya Siregar,
M.Ag dengan harapan mampu menambah wawasan bagi pembaca dan terkhusus bagi
pembuat makalah ini sendiri
Semoga Allah Swt selalu memberikan kita keberkahan dan petunjuk dalam setiap
langkah yang kita jalani.

Bandung, 20 Maret 2024

Penulis

I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ I

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ II

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

1.2 Latar Belakang ......................................................................................................... 1

1.3 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3

2.1. Pengertian Mahram .................................................................................................. 3

2.2. Pembagian Mahram ................................................................................................. 3

2.2.1. Mahram Mu’abbad ........................................................................................... 3

a. Mahram Mu’abbad (Nasab) ................................................................................. 4

b. Mahram Mu’abbad (Persusuan) ........................................................................... 4

c. Mahram Mu’abbad (Pernikahan) ......................................................................... 4

2.2.2. Mahram Ghairu Mu’abbad ............................................................................... 5

2.2.3. Mahram Nikah Menurut Perundang-undangan ................................................ 6

a. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 ...................................................................... 6

2.3. Dasar Hukum Mahram ............................................................................................. 7

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 12

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 12

3.2 Saran ...................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 13

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Segala sesuatu yang ada di bumi ini Allah menciptakannya berpasang-pasangann,


seperti siang dan malam, gelap dan terang, laki-laki dan Perempuan serta masih banyak yang
lainnya. Tujuan Allah menciptakan manusia juga berpasang-pasangan yaitu agar manusia
bisa saling melengkapi, melangsungkan pernikahan, dan memiliki keturunan nantinya.
Pernikahan merupakan proses dipersatukannya antara seorang laki-laki dan Perempuan.
Islam telah mengatur semuanya sebegitu detail dan bahkan islam mengatur siapa saja yang
boleh untuk dinikahi dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi. Allah Swt telah menjelaskan
dengan detail siapa saja yang boleh dan tidak boleh dinikahi.
Namun jika dilihat pada kondisi di lapangan saat ini banyak orang terkhusus yang
beragama islam tidak mengetahui batasan siapa saja yang boleh dan tidak boleh untuk
dinikahi. Banyak orang yang menikah hanya karena mengedepankan nafsu dan rasa tertarik
terhadap seseorang sehingga sampai harus mengesampingkan aturan yang sudah tertera
dalam islam, entah itu karena memang ketidaktahuan ataupun memang sengaja untuk
mengesampingkan semuanya. Misalnya pernikahan antara adik dan kakak yang dilakukan di
beberapa daerah, akibatnya terjadilah keturunan yang memiliki keterbatasan baik dalam
genetic ataupun psikomotorik. Realita yang terjadi tersebut dirasa sangat memprihatinkan
bagi kondisi saat ini, dimana mulai menipisnya rasa kaingintahuan orang mengenai aturan
dan batasan yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tergerak untuk membuat makalah
yang berjudul “Mahram dalam Fikih Munakahat” sebagai upaya dalam menjawab persoalan-
persoalan yang Tengah menjadi fenomena terkait permasalahan mahram dan pernikahan
seadarah yang masih sering terjadi berdasarkan pandangan hukum islam dalam bab fikih
munakahat.

1
1.3 Rumusan Masalah

Beberapa hal yang akan menjadi pembahasan dan menjadi pertanyaan dalam makalah
ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan mahram?
2. Mengapa harus mengetahui siapa saja yang menjadi mahram?
3. Bagaimana pandangan ulama terkait mahram?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Mahram

Mahram jika dilihat secara istilah adalah orang yang haram, dilarang atau dicegah
untuk dinikahi. (Qomarudin sholeh, 2002 : 146). Menurut Imam Ibnu Qudamah menyatakan
mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab,
persusuan dan pernikahan. (Imam Ibnu Qudamah, al mughniy : 470). Di dalam kehidupan
bermasyarakat mahram lebih dikenal dengan orang-orang yang tidak membatalkan wudhu
ketika bersentuhan atau juga orang-orang yang masih berada dalam keluarga.
Imam Ibnu Atsir berkata bahwa mahram itu merupakan orang-orang yang haram
dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman, dan lain-lain. Kemudian jika
dilihat secara bahasa, mahram ini berasal dari kata ‘harama’ memiliki arti mencegah atau
diharamkan atau dilarang.

2.2. Pembagian Mahram

Dalam fikih munakahat atau sebuah hukum yang membahas mengenai pernikahan,
mahram ini dibagi menjadi dua yaitu ada mahram mu’abbad dan mahram ghairu muabbad.
2.2.1. Mahram Mu’abbad
Amir syarifuddin dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perkawinan Islam :
Antara Fiqih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan” mengatakan bahwa
mahram mu’abbad adalah orang-orang yang haram melakukan pernikahan
selamanya. (Amir Syarifuddin, 2009 : 110). Dalam mahram mu’abbad ini ada 3 hal
yang menyebabkan mahram terjadi yaitu nasab, persusuan, dan pernikahan.

3
a. Mahram Mu’abbad (Nasab)
Ada 7 orang yang termasuk kedalam mahram mu’abbad ini atau orang-orang
yang haram untuk dinikahi untuk dijadikan pasangan hidup diantaranya yaitu :
 Ibu dan ibunya (Nenek), ibu dari bapak dan seterusnya sampai ke atas
 Anak dan cucu, dan seterusnya ke bawah
 Saudara Perempuan seibu bapak, sebapak, atau seibu saja
 Saudara Perempuan dari bapak
 Saudara Perempuan dari ibu
 Anak Perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya
 Anak Perempuan dari saudara Perempuan dan seterusnya.
b. Mahram Mu’abbad (Persusuan)
Sedangkan dari persusuan ada 2 orang yang haram untuk dinikahi diantaranya
yaitu :
 Ibu yang menyusuinya
 Saudara Perempuan yang menyusuinya
Secara etimologi ar radha(persusuan) berarti nama isapan susu dari payudara
secara mutlak pada manusia, sedangkan menurut terminology syara persusuan
adalah suatu nama unutk mendapatkan susu dari seorang Wanita atau nama
sesuatu yang didapatkan dari padanya sampai di dalam perut anak kecil atau
kepalanya. (Saipul Bahri, 2023). Imam syafi’I dan Sebagian pengikut madzhab
malik berpendapat bahwa hubungan susuan tetap terjadi meski susu tidak murni
selama tidak menghilangkan sifat dan bentuk air susu tersebut. (Muhammad
Jawad Mughniyah, 2001 : 343).
c. Mahram Mu’abbad (Pernikahan)
Terakhir yaitu yang haram dinikahi karena adanya sebab pernikahan. Sebab
pernikahan disini ada 4 orang yang haram dijadikan pasangan atau dinikahi yaitu:
 Ibu istri (mertua), ibu dari suami atau ibu sebab nasab atau sebab
persusuan
 Anak tiri, apabila sudah campur dengan ibunya
 Istri anak (menantu), karena nasab atau anak persusuan.
 Istri bapak (Ibu tiri)

4
Dalam Al-Quran surat An-Nisa(4) ayat ke-22 Allah Swt berfirman :
ً‫احشَة‬
ِ َ‫ف اِنﱠ ٗه كَانَ ف‬ َ ‫س ۤا ِء ا ﱠِﻻ َما قَ ْد‬
َ ۗ َ‫سل‬ َ ّ‫َو َﻻ تَ ْن ِك ُح ْوا َما نَ َك َح ٰابَ ۤا ُؤ ُك ْم ِّمنَ ال ِن‬

‫س ِب ْي ًﻼ ۝‬ َ ‫س ۤا َء‬
َ ‫ﱠو َم ْقتً ۗا َو‬
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi Wanita-wanita yang telah
dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau.
Sesungguhnya (perbuatan) itu sangat keji dan dibenci (oleb Allah) dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (Qs. An-Nisa : 22)
Ulama empat madzhab sepakat mengenai keharaman menikahi Wanita-wanita
sebab pernikahan tersebut baik dikarenakan hubungan nasab maupun karena
hubungan perkawinan. (Muhammad Jawad Mughniyah, 2001 : 326-328).

2.2.2. Mahram Ghairu Mu’abbad

Ghairu mu’abbad atau bisa dikenal juga dengan mahram muaqqat (halangan-
halangan sementara) adalah orang-orang yang haram untuk melakukan
pernikahan akan tetapi hanya untuk sementara sebab adanya sebab hal tertentu
yang kemudian jika sebab tersebut hilang maka menjadi halal untuk dijadikan
pasangan hidup atau dinikahi. Ada beberapa golongan yang termasuk ke dalam
mahram ini diantaranya yaitu :
 Menikahi dua orang dengan cara dikumpulkan bersama-sama, yaitu dua
Perempuan yang ada hubungan mahram, seperti dua Perempuan yang
bersaudara.
 Poligami melebihi dari 4 wanita yang dijadikan sebagai pendamping
hidup/istri.
 Adanya ikatan perkawinan (poliandri).
 Sedang dalam masa iddah, yang baru dicerai mati suaminya, yang dicerai
dan masih haid maka lamanya tiga kali suci, jika tidak sedang haid maka
tiga bulan, dan yang bercerai karena mati lamanya empat bulan sepuluh

5
hari, kemudian yang terakhir jika sedang hamil maka tunggu sampai
melahirkan.
 Sudah mendapatkan talak tiga kali.
 Menikahi seorang pezina.
 Berbeda agama, berdasarkan quran surat al-maidah ayat 5, ulama dalam
empat madzhab sepakat pernikahan berbeda agama boleh dilakukan jika
Perempuan yang hendak dinikahinya adalah ahli kitab dari golongan
Nasrani dan yahudi.

2.2.3. Mahram Nikah Menurut Perundang-undangan

Dalam peraturan perundang-undangan tentang perkawinan di Indonesia juga


diatur dalam beberapa bagian diantaranya :
a. Undang-undang No. 1 Tahun 1974
Undang-undang perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal II ayat 1
menyebutkan bahwa “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum agamanya masing- masing” kemudian pada pasal 8,9,10 dan 11
nya membahas masalah mahram dengan istilah larangan perkawinan.
 Pasal 8
 Berhubungan darah dalam satu garis keturunan lurus ke
atas atau ke bawah.
 Berhubungan darah dalam satu garis keturunan
menyamping, yaitu antara saudara, anatara seorang
saudara orang tuanya atau neneknya.
 Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu
dan ibu/bapak tiri
 Berhubungan susuan
 Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi daari
kemenakan dari istri dalam hal seorang suami beristri lebih

6
dari Saturday mempunyai hubungan yang oleh agama atau
peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.
 Pasal 9
 Seseorang yang masih terikat hubungan perkawinan
dengan orang lain tidak boleh kawin lagi kecuali dalam hal
terserbut dalam pasal 3 ayat 2 dan pasal 4 (tentang
poligami)
 Pasal 10
 Antara suami istri yang telah dua kali bercerai tidak boleh
menikah lagi, sepanjang tidak ada ketentuan lain dalam
agama dan kepercayaannya.
 Pasal 11
 Perempuan yang bercerai atau ditinggal mati suaminya
mempunyai masa tunggu tertentu yang diatur oleh negara
melalui hakim jika tidak ada ketentuan dalam agama.

2.3. Dasar Hukum Mahram

Setiap hukum yang ada dan yang muncul tentu memiliki sesuatu yang bisa dijadikan
sebagai landasan atau dasar hukum itu sendiri. Begitupula dengan fikih munakahat ini, setiap
bagian setiap pembahasan tentu memiliki dasar hukumnya sendiri, baik itu berdasarkan dalil
Al-Quran, Hadits nabi dan juga ijtima atau pendapat dari para ulama ulama tersendiri.
Fikih munakahat yang membahas mengenai mahram bersandar terhadap dasar hukum
yang ada pada Al-Quran surat An-Nisa ayat 22,23 dan 24. Selain itu juga terdapat pada hadits
nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin yusuf, juga para ulama empat madzhab memiliki
pandangannya masinv-masing mengenai pembahasan mahram ini.

7
 Al-Quran surat An-Nisa(4) ayat ke-22 Allah Swt berfirman :

ۤ ۗ ۗ ۤ ۤ
ٗ ‫ف اِنﱠ‬
ِ َ‫ه◌ َﻛﺎ َن ﻓ‬
‫ﺎﺣ َﺸﺔً ﱠوَﻣ ْﻘﺘًﺎ َو َﺳﺎ َء‬ َ َ‫َوَﻻ تَـ ْن ِك ُح ْوا َﻣﺎ نَ َك َح ٰا َ ُؤُﻛ ْم ِّﻣ َن النِّ َسﺎ ِء اِﱠﻻ َﻣﺎ قَ ْد َﺳل‬

ࣖ ً ‫َﺳﺒِْﻴ‬
‫ﻼ۝‬
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi Wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu,
kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya (perbuatan) itu sangat keji
dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (Qs. An-Nisa : 22)

 Al-Quran surat An-Nisa(4) ayat ke-23 Allah Swt berfirman :

‫ﱵ‬ِّْٓ‫ﺖ َواُﱠﻣ ٰﻬﺘُ ُك ُم ا ٰل‬ ِ ‫ٰﺖ ْاﻻُ ْﺧ‬ُ ‫ٰﺖ ْاﻻَ ِخ َوﺑَـن‬ُ ‫ﺖ َﻋلَْﻴ ُك ْم اُﱠﻣ ٰﻬﺘُ ُك ْم َوﺑَـ ٰنـﺘُ ُك ْم َواَ َﺧ ٰوتُ ُك ْم َو َﻋ ّٰﻤﺘُ ُك ْم َو ٰﺧ ٰلﺘُ ُك ْم َوﺑَـن‬
ْ ‫ُﺣ ِّﺮَﻣ‬
ۖ ۤ ِ ِ ٰ ‫اَرضعن ُكم واَﺧ ٰوت ُكم ِﻣن ال ﱠﺮضﺎﻋ ِﺔ واُﱠﻣﻬٰﺖ نِس ۤﺎى ُكم ور ۤ ىﺒ ُكم ا‬
‫ﱵ َد َﺧلْﺘُ ْم ِِ ﱠن‬ ِْ ّ‫سﺎى ُك ُم ا ٰل‬
َ ‫ن‬
ّ ‫ن‬
ْ ‫ﻣ‬
ّ ‫م‬ْ ‫ﻛ‬
ُِ
‫ر‬ ‫و‬
ْ ‫ج‬
ُ ‫ﺣ‬
ُ ‫ﰲ‬
ْ ِ ‫ﱵ‬ ِ ‫ل‬
ّ
ْ ُ ُ ََ َ ْ َ ُ َ َ َ َ ّ ْ ُ َ َ ْ َ ْ َ ْ
ۙ ِ ۤ ۤ ِ
ِ ْ َ‫ﲔ ْاﻻُ ْﺧﺘ‬
‫ﲔ‬ ََْ‫ص َﻼﺑِ ُك ْم َواَ ْن َﲡْ َﻤعُ ْوا ﺑ‬ْ َ‫ﺎح َﻋلَْﻴ ُك ْم ۖ َو َﺣ َﻼى ُل اَﺑْـنَﺎى ُك ُم الﱠ ِذيْ َن ﻣ ْن ا‬ ِِ
َ َ‫ﻓَﺎ ْن ﱠﱂْ تَ ُك ْونُـ ْوا َد َﺧلْﺘُ ْم ﱠن ﻓَ َﻼ ُجن‬

‫ف ۗ اِ ﱠن ا َّٰ َﻛﺎ َن غَ ُف ْوًرا ﱠر ِﺣ ْﻴ ًﻤﺎ ۔‬


َ َ‫اِﱠﻻ َﻣﺎ قَ ْد َﺳل‬

Artinya : “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-


saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan
ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara
perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-
istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam
pemeliharaanmu151) dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur
dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula)
mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada

8
masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Qs. An-Nisa : 23)

 Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


ۤ ۤ ِ ِ
‫ٰب ا ِّٰ َﻋلَْﻴ ُك ْم ۚ َواُ ِﺣ ﱠل لَ ُك ْم ﱠﻣﺎ َوَرا َء ٰذلِ ُك ْم اَ ْن تَـ ْﺒـﺘَـغُْوا َِ ْﻣ َوالِ ُك ْم‬ ِ ْ ‫سﺎ ِء اِﱠﻻ َﻣﺎ َﻣلَ َك‬
َ ‫ﺖ اَْﳝَﺎنُ ُك ْم ۚ ﻛﺘ‬ َ ّ‫ٰﺖ ﻣ َن الن‬
ُ ‫صن‬
َ ‫۞ َوال ُْﻤ ْح‬
ۢ
‫ض ْﻴـﺘُ ْم ﺑِه ٖ◌ ِﻣ ْن ﺑَـ ْع ِد‬
َ ‫ﺎح َﻋلَْﻴ ُك ْم ﻓِ ْﻴ َﻤﺎ تَـ َﺮا‬ َ ْ‫ه◌ ِﻣ ْنـ ُﻬ ﱠن ﻓَﺎٰتُـ ْو ُﻫ ﱠن اُ ُج ْوَرُﻫ ﱠن ﻓَ ِﺮي‬
َ َ‫ﻀﺔً َۗوَﻻ ُجن‬ ٖ ِ‫اﺳﺘَ ْﻤﺘَـ ْعﺘُ ْم ﺑ‬
ْ ‫ﲔ ۗ ﻓَ َﻤﺎ‬
ِِ
َ ْ ‫ﲔ غَ ْ َﲑ ُﻣ ٰسفح‬ َ ْ ِ‫صن‬
ِ ْ‫ﱡﳏ‬
ۗ
‫ﻀ ِﺔ اِ ﱠن ا َّٰ َﻛﺎ َن َﻋلِ ْﻴ ًﻤﺎ َﺣكِ ْﻴ ًﻤﺎ‬َ ْ‫الْ َف ِﺮي‬

Artinya : “(Diharamkan juga bagi kamu menikahi) perempuan-perempuan yang bersuami,


kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki152) sebagai ketetapan
Allah atas kamu. Dihalalkan bagi kamu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu,
yakni kamu mencari (istri) dengan hartamu (mahar) untuk menikahinya, bukan untuk
berzina. Karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah kepada
mereka imbalannya (maskawinnya) sebagai suatu kewajiban. Tidak ada dosa bagi kamu
mengenai sesuatu yang saling kamu relakan sesudah menentukan kewajiban (itu).153)
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nisa : 24)

 Hadits Nabi Muhammad Saw :

‫ض‬ ٌ ِ‫ أَ ْﺧ ََﱪَ َﻣﺎل‬، ‫ف‬


ِ ‫ َﻋ ِن اﻷَ ْﻋ َﺮ‬،‫ َﻋ ْن أَِﰊ ال ِّزَ ِد‬،‫ك‬
ِ ‫ َﻋ ْن أَِﰊ ه ُ◌ َريْـ َﺮةَ َر‬،‫ج‬ ُ ُ‫َﺣ ﱠدثَـنَﺎ َﻋ ْﺒ ُد ﷲﱠِ ﺑْ ُن ي‬
َ ‫وﺳ‬
ِ ‫ﲔ اﳌَﺮ أَةِ و َﻋ ﱠﻤ‬ ِ
،‫ﺖه َ◌ا‬ َ ْ َ ْ َ‫ »ﻻَ ُْﳚ َﻤ ُﻊ ﺑ‬:َ‫صلﱠﻰ ﷲُ َﻋلَ ْﯽه◌ َو َﺳلﱠ َم قَﺎل‬ َ ‫ أَ ﱠن َر ُﺳ‬:ُ‫ي ﷲﱠُ َﻋ ْنه‬
َ ِ‫ول ﷲﱠ‬ َ
ِ‫وﻻَ ﺑ ْﲔ اﳌَﺮ أَة‬5 ‫ﺖه◌ا‬
ِ
ْ َ َ َ َ َ‫« َو َﺧﺎل‬
Artinya: ‘Abdullah ibn Yusuf menyampaikan kepada kami, Malik mengabarkan pada kami,
dari Abi al-Zinad, dari al-A’raj, dari Abi Hurairah ra: bahwasanya Rasulullah saw berkata:

9
Janganlah kamu mengumpulkan (dalam pernikahan) perempuan dengan bibinya (dari pihak
ayah) dan perempuan dengan bibinya (dari pihak ibu). (HR. Shahih Bukhari : 4820)

 Ijtima Para Ulama

Ketika menyebutkan pelarangan menikah karena susuan, Al-Qur’an tidak


menjelaskan secara detail seluk beluk pelarangan tersebut. Sehingga inilah yang
menyebabkan munculnya keragaman pendapat ulama mengenai tiga hal yang disebutkan di
atas, yaitu; ukuran air susu yang diminum, batas usia yang menyusu, serta cara menyusu

a. Ukuran air susu yang diminum


Dalam hal kadar susuan Imam Malik berpendapat bahwa hubungan susuan dapat
terjadi tanpa melihat berapa banyak si anak menyusu, asal jelas sudah menyusu maka
timbullah hubungan susuan. mazhab Hanabilah menganggap bahwa pengharaman
tersebut lahir penyusuan terjadi tidak kurang dari tiga kali. (Wahbah al-Zuhailiy, al Tafsir
Munir : 473). Jumhur Ulama‟ berpendapat bahwa hubungan susuan terjadi jika si bayi
menyusu paling sedikit lima susuan (pendapat paling rajih (M. Quraish Shihab : 473)

b. Batas usia menyusu


Batas usia yang menyusu dapat mencakup siapa pun yang menyusu sekalipun ia
telah dewasa. Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa penyusuan yang berdampak
hukum adalah yang terjadi sebelum seorang anak mencapai usia dua tahun. (M. Quraish
Shihab : 473). Ini didasari oleh firman Allah tepatnya QS. al-Baqarah/2: 233. Yang
artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”.
Pemahaman terhadap ayat tersebut didukung oleh hadis yang diriwayatkan oleh
alDaruqutniy dari ibn ‘Abbas;

‫ﻻ رضاع إﻻ ما كان في الحولين‬.

‘Tidaklah dianggap rada’ah kecuali dalam dua tahun”.

10
c. Cara Menyusu
Mengenai cara menyusui, Jumhur Ulama‟ berpendapat bahwa apapun cara yang
ditempuh asalkan susu perempuan itu sampai dikerongkongan anak maka terjadilah
hubungan susuan.
d. Kemurnian Susu
Berkaitan dengan kemurnian air susu, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa susu
yang telah bercampur dengan zat lain tidak dapat menimbulkan hubungan susuan. Imam
Syafi‟i dan sebagian pengikut madzhab malik berpendapat bahwa hubungan susuan
tetap terjadi meski susu tidak murni selama tidak menghilangkan sifat dan bentuk air
susu tersebut. (Muhammad Jawad Mughniyah, 2001 : 343). Semua ulama sepakat
mengani keharaman menikahi seseorang yang memiliki hubungan persusuan, tetapi
berbeda pendapat dalam menentukan terjadinya hubungan persusuan.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjabaran materi mengenai mahram tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Mahram merupakan seseorang yang haram untuk dinikahi sampai kapanpun
2. Kita harus mengetahui siapa saja yang menjadi mahram kita, sebab untuk
menghindari kasus pernikahan sedarah serta untuk mengetahui siapa saja yang boleh
bersentuhan dengan kita secara langsung.
3. Para ulama terkhusus ulama 4 madzhab berpendapat pada tujuan yang sama, yaitu
pernikahan dengan sesama mahram itu dilarang, mereka hanya berbeda pandangan
dan pendapat dalam menentukan siapa saja yang menjadi mahramnya dan siapa yang
bukan

3.2 Saran

Demikian makalah ini kami susun dengan segala pertimbangan yang matang, semoga
bermanfaat, mampu menambah wawasan pengetahuan pembaca serta semoga mampu
menjawab permasalahan yang membuat pembaca bertanya-tanya terkhusus yang berkaitan
dengan topik pembahasan di dalam makalah ini. Kami mohon maaf atas segala kekurangan
dan kelemahan yang ada dalam penyampaian penulisan kami, segala kesalahan akan selalu
menjadi titik bangkit kami dalam terus memperbaikinya, sekian kami ucapkan terima kasih
banyak yang sebesar-besarnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Al-Karim

Al-Quran kemenag Republik Indonesia

Atiyatul Ulya. 2013. Konsep Mahram Jaminan Keamanan atau Pengekangan Perempuan,
Jakarta:Jurnal Al-Fikr Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Imam Ibnu Qudamah. Al mughniy, Beirut : Dar al-kitab al arabiy

M. Quraish Shihab. 2009. Tafsir al-Misbah. Jakarta:Jakarta Lentera Hati

Muhammad Ali. 2020. Fiqih Munakahat, Lampung:Laduny Alifatama

Muhammad Jawad Mughniyah. 2001. Fiqih Lima Mazhab, terj Al Fiqh,, Ala al-mazahid al-
khamsah, Jakarta;Kencana

Qomarudin Sholeh. 2022. Ayat-ayat larangan dan perintah, Bandung : CV Diponegoro

Rusdaya Basri. 2019. Fiqih Munakahat 4 Mazhab dan Kebijakan Pemerintah, Parepare,
Sulawesi Selatan : CV Kaaffah Learning Center

Saipul Bahri. 2023. Konsep Mhramiyah dalam Islam (Analisis Pertimbangan Pimpinan Al
misba Al Aziziyah Samalanga terhadap Peraturan Santriwati, Bireueun Aceh : Al-Ilmu,
Jurnal Keagamaan dan Ilmu Sosial, dapat diakses pada :
https://jurnal.kopertais5aceh.or.id/index.php/AIJKIS/index

Sulaiman Rasjid. 1995. Buku Fiqih Islam, Bandung : PT Sinar Baru Algenaindo

Undang-undang Dasar 1945 No.1 Tahun 1974 Pasal II

Wahbah al-Zuhailiy. 1991. Tafsir al-Munir. Damaskus : Dar al-Fikr Damsyiq.

13

Anda mungkin juga menyukai