Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FIQIH MUNAKAHAT

MAHRAM DALAM ISLAM

KELOMPOK 6

Disusun oleh :

1. Dimas Abdurrochim (220201110008)


2. Rizky Salwa Putri Aisy (220201110009)
3. Fira Lutfiana Nisak (220201110032)

Dosen Pengampu :
Miftahus Sholehudin, M.H.I

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG


FAKULTAS SYARIAH PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
nikmat yang telah dilimpahkan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “MAHRAM DALAM ISLAM”.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari pada
mata kuliah Fiqih Munakahah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang mahram dalam islam.
Terselesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan beberapa pihak yang telah
memberikan dukungan kepada kami berupa motivasi, baik materi maupun moral. Oleh
karena itu, kami bermaksud mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Miftahus Sholehudin, M.H.I selaku dosen pengampu Mata Kuliah Fiqih Munakahah
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan penulisan yang baik dan benar,
sehingga kami sebagai penulis dapat menyusun makalah ini.
2. Dan teman-teman yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum mencapai kesempurnaan,


sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dari berbagai pihak
demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 2 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB 1.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB 2.........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A. Pengertian Mahram......................................................................................................3
1. Definisi Mahram..........................................................................................................3
2. Sejarah dan Perkembangan Mahram...........................................................................3
3. Tujuan Mahram dalam Islam.......................................................................................5
B. Dalil-dalil Mahram dalam Al-Qu’an dan Hadist.......................................................5
1. Dalil-dalil Mahram dalam Al-Qur’an..........................................................................5
2. Dalil-dalil Mahram dalam Hadist................................................................................8
C. Macam-Macam Mahram dalam Islam.......................................................................9
1. Mahram Muabbad.......................................................................................................9
2. Mahram Mu’aqqat.....................................................................................................14
D. Hikmah Mahram.........................................................................................................15
BAB 3.......................................................................................................................................17
PENUTUP................................................................................................................................17
Kesimpulan..............................................................................................................................17
Saran.........................................................................................................................................17

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah menegaskan bahwa ia telah menciptakan manusia berpasang-
pasangan laki-laki dan perempuan agar manusia bisa berkembang biak dan
mengembangkan keturunan. Seperti firman Allah pada surat An-Nisa’ ayat 1
yang berbunyi :

َّ َ‫ َوب‬U‫ق ِم ْنهَا َزوْ َجهَا‬


‫ث ِم ْنهُ َما ِر َجااًل َكثِ ْيرًا‬ ٍ ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْ ا َربَّ ُك ُم الَّ ِذيْ َخلَقَ ُك ْم ِّم ْن نَّ ْف‬
َ َ‫س َّوا ِح َد ٍة َّو َخل‬

١1 ‫َّونِ َس ۤا ًء ۚ َواتَّقُوا هّٰللا َ الَّ ِذيْ تَ َس ۤا َءلُوْ نَ بِ ٖه َوااْل َرْ َحا َم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‬

Artinya: Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu


dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari
keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan
(peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasimu.

Ayat ini menegaskan bahwa Nabi Adam a.s. dan Hawa tidak diciptakan melalui
proses evolusi hayati seperti makhluk hidup lainnya, tetapi diciptakan secara khusus
seorang diri, lalu diciptakanlah pasangannya dari dirinya. Mekanismenya tidak dapat
dijelaskan secara sains. Selanjutnya, barulah anak-anaknya lahir dari proses biologis
secara berpasangan-pasangan sesuai kehendak-Nya.

Dalam hukum perkawinan islam, sesorang ketika hendak melakukan


pernikahan terlebih dahulu menyeleksi dengan siapa ia boleh menikah dan
dengan siapa ia terlarang untuk menikah. Hal ini untuk menjaga agar
perkawinan yang dilangsungkan tidak melanggar aturan-aturan yang ada.
Terutama perempuan yang hendak dinikahi ternyata dilarang untuk dinikahi
yang dalam islam disebut degan mahram (orang yang haram dinikahi).

1
https://quran.kemenag.go.id/surah/4

1
Oleh karena itu perlu diperhatikan sebelum melangsungkan pernikahan
salah satunya mengenai mahram atau Wanita yang haram dinikahi agar hukum
pernikahan yang telah dilaksankan tidak batal secara tiba-tiba akibat kebenaran
bahwa kedua mempelai masih termasuk mahram.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari mahram?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan mahram?
3. Apa tujuan mahram dalam islam?
4. Bagaimana dalil-dali mahram dalam al-quran dan hadist?
5. Apa saja macam-macam mahram dalam islam?
6. Apa saja hikmah mahram?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi mahram
2. Untuk menngetahui sejarah dan perkembangan mahram
3. Untuk mengetahui tujuan mahram dalam islam
4. Untuk mengetahui dalil-dalil mahram dalam al-quran dan hadist
5. Untuk mengetahui pembagian mahram dalam islam beserta pengertiannya
6. Untuk mengetahui apa saja hikmah mahram

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mahram
1. Definisi Mahram
Secara Bahasa ‫رم‬UU‫ مح‬berasal dari kata ‫رم – حرماومحرما‬UU‫ يح‬- ‫رم‬UU‫ ح‬yang berarti
mencegah. Sedangkan ‫رم‬UUU‫ مح‬sendiri berarti yang terlarang atau haram.
Sedangakan mahram menurut istilah ada beberapa pendapat 2:

a. Abdul Barr Rahimahullah, adalah laki-laki yang haram bagi wanita karena
sebab nasab seperti bapak dan saudara laki-lakinya atau sebab pernikahan
seperti suami, bapak suami (mertua) dan anak laki-laki suami (anak tiri) atau
anak susuan, saudara sesusuan dan karena sebab yang lain
b. Al-Hafidẓ, mahram perempuan adalah orang yang diharamkan baginya atas
dasar ikatan (pernikahan) kecuali ibu hasil hubungan badan yang syubhat dan
wanita yang dilaknat
c. Ibnu Qudamah rahimahullah adalah semua orang yang haram untuk dinikahi
selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan, seperti
bapaknya, anaknya atau saudara laki-lakinya karena sebab nasab atau
sepersusuan.

2. Sejarah dan Perkembangan Mahram


Sebab-sebab turunnya ayat mahram dalam surat An-Nisaa’ ayat 23-24 3
Dikemukakan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij, Ibnu Juraij
berkata: “Saya bertanya kepada ‘Atha’ mengenai wa halāilu abnāikum alladzῑna
min ashlābikum, dia menjawab: “Kami pernah memperbincangkan, bahwa ayat
itu diturunkan mengenai nabi Muhammad saw ketika menikahi isteri Zaid bin
Haritsah (Zainab binti Jahsy)”. Orang-orang musyrik berkata yang tidak-tidak.
Maka turunlah ayat wa halāilu abnāikum alladzῑna min ashlābikum, dan turunlah
pula dua ayat yaitu surat al-Ahzāb: 4 dan surat al-Ahzāb: 40.
2
Arisman, Mahram dan Kawin Sesuku dalam Konteks Hukum Islam (Kajian Tematik Ayat-Ayat Hukum
Keluarga), Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 17, Nomor 1, Januari-Juni 2018, hal 48
3
Arisman, Mahram dan Kawin Sesuku dalam Konteks Hukum Islam (Kajian Tematik Ayat-Ayat Hukum
Keluarga), Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 17, Nomor 1, Januari-Juni 2018, hal 51-52

3
Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, al- Tirmidzi dan al-Nasa-i yang
bersumber dari Abi Sa’id al-Khudhri berkata: “Kami (para sahabat) mendapatkan
beberapa tawanan wanita yang sudah bersuami dari peperangan Authas. Mereka
enggan digauli oleh yang berhak terhadap tawanan itu. Lalu kami bertanya
kepada Nabi saw. Maka turunlah ayat ...wa al-muhshānāt min al-nisāi illa mā
malakat aimānukum. Nabi saw bersabda: “...kecuali harta rampasan yang
diberikan Alloh kepada kalian, maka halal bagi kita kemaluan-kemaluan
mereka”. Dikemukakan oleh al-Thabarani yang bersumber dari
Ibni Abbas. Ibnu Abbas berkata: “Ayat itu diturunkan pada waktu perang Hunain,
ketika Alloh memberikan kemenangan kepada orang-orang Islam dan
mendapatkan tawanan beberapa orang wanita ahli kitab yang sudah bersuami.
Ada seorang laki-laki (muslim) apabila hendak menggauli seorang wanita dari
tawanan tersebut, wanita itu selalu enggan dan berkata: ”Sesungguhnya saya
sudah bersuami”. Lalu bertanyalah ia kepada Rasulullah saw mengeni hal
tersebut. Maka turunlah ayat wa al-muhshānāt min al-nisāi sampai akhir ayat.
Firman Allah “walā
junāha ‘alaikum fῑmā tarādhaitum bihῑ min ba’di al-faridhah”. Dikemukakan
oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ma’mar bin Sulaiman dari bapaknya. Bapak
Jarir berkata: “orang Hadharamy menganggap bahwa orang laki-laki dibebani
membayar mahar dengan harapan dapat memberatkannya (sampai tidak dapat
membayar tepat pada waktunya untuk mendapatkan tambahan pemabayaran).
Maka turunlah ayat walā junāha ‘alaikum fῑmā tarādhaitum bihῑ min ba’di al-
faridhah.

Aqwal Mufassir

Imam al-Qurtubi menyebutkan bahwa mengawini isteri bekas ayah (ibu tiri)
adalah merupakan sebuah tradisi dan kebiasaan bagi sebagian kabilah-kabilah
Arab pada masa Jahiliyah tempo dulu, di mana mereka sering menggauli dan
mengambil alih isteri-isteri bekas ayahnya, seperti yang pernah dialami oleh Amr
bin Umayyah, di mana dia mengambil alih isteri bekas ayahnya, setelah ayah
tersebut meninggal dunia, hingga mempunyai anak yang diberi nama Musafir dan
Abu Mu’ith, begitu pula Sofwan bin Umayyah bin Khallaf yang mengambil isteri
bekas ayahnya, yaitu Fatihah binti al-Aswad bin al-Muthalib bin Asad. Kemudian
Allah menurunkan ayat ini sebagai larangan untuk mengulangi perbuatan

4
tersebut, hingga ia dianggap sebagai ٌ‫ فاحشة‬dan ‫مقتا‬, yaitu perbuatan yang sangat
jelek dan tidak disenangi. Kecuali perbuatan itu dilakukan pada masa lalu, hal ini
akan diampuni oleh Alloh dan tidak akan disiksa.
Menurut tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Qutub dikatakan, bahwa
wanita yang haram dinikahi itu sudah terkenal (masyhur) pada semua umat, baik
yang masih konservatif maupun yang sudah maju. Wanita-wanita yang haram
dinikahi menurut Islam adalah golongan wanita yang dijelaskan didalam surat
An-Nisa ayat 22-24. Sebagiannya diharamkan untuk selamanya (yakni,
selamanya tidak boleh dinikahi), dan sebagiannya diharamkan dinikahinya dalam
kurun waktu tertentu.
3. Tujuan Mahram dalam Islam
Mahram berfungsi sebagai salah satu wasilah untuk menjaga individu dan
masyarakat dari perbuatan yang keji dan kriminalitas yang beredar dimasyarakat.
Islam memang meletakkan penghalang-penghalang guna menjaga agar seorang
hamba tidak jatuh dalam kejelekan. Barang siapa yang tidak melampaui
penghalang tersebut dia akan selamat dari kehinaan dan kerendahan.
Termasuk tujuan syariat islam adalah menjaga keturunan. Sementara itu,
hukum-hukum syariat saling menguatkan dan menekankan. Kewajiban mahram
merupakan bentuk penjagaan terhadap kehormatan wanita dan nasab. Keberadaan
mahram akan meringankan wanita seperti membantu dalam memenuhi keperluan
dan membantu menyiapkan kebutuhan.

B. Dalil-dalil Mahram dalam Al-Qu’an dan Hadist


1. Dalil-dalil Mahram dalam Al-Qur’an
 Firman Allah SWT dalam surat An-Nisaa’ ayat 22

٢٢ ࣖ ‫َواَل تَ ْن ِكحُوْ ا َما نَ َك َح ٰابَ ۤاُؤ ُك ْم ِّمنَ النِّ َس ۤا ِء اِاَّل َما قَ ْد َسلَفَ ۗ اِنَّهٗ َكانَ فَا ِح َشةً َّو َم ْقتً ۗا َو َس ۤا َء َسبِ ْياًل‬

Artinya: Janganlah kamu menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh


ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya
(perbuatan) itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk
jalan (yang ditempuh).

Ayat ini melarang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi pada zaman


jahiliyah, yaitu orang kawin dengan istri ayahnya setelah ayahnya itu
meninggal dunia.

5
Orang beriman dilarang untuk mengikuti dan untuk menegakkan
kebiasaan jahiliyah menikahi wanita yang dinikahi ayah mereka. Ayat
berikutnya untuk melamar semua orang yang dilarang menikah, beberapa
larangan berasal dari nasab keluarga, yang lain juga karena menyusui dan
menikah. 

 Firman Allah SWT dalam surat An-Nisaa’ ayat 23


‫ت‬ ِ ‫ت ااْل ُ ْخ‬ ُ ‫خ َوبَ ٰن‬ ُ ‫م َو َع ٰ ّمتُ ُك ْم َو ٰخ ٰلتُ ُك ْم َوبَ ٰن‬Uْ ‫وتُ ُك‬UUUUUَ
ِ َ ‫ت ااْل‬ ٰ ‫م َواَخ‬Uْ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم اُ َّم ٰهتُ ُك ْم َوبَ ٰنتُ ُك‬ ْ ‫ ِّر َم‬UUUUUُ‫ح‬
‫م ٰالّتِ ْي فِ ْي‬Uُ ‫ا ِٕىبُ ُك‬UUۤ َ‫ ۤا ِٕى ُك ْم َو َرب‬UU‫ت نِ َس‬
ُ ‫ا َع ِة َواُ َّم ٰه‬UU‫َّض‬
َ ‫وتُ ُك ْم ِّمنَ الر‬UUَ‫خ‬ٰ َ‫ ْعنَ ُك ْم َوا‬UU‫ض‬ ٰ
َ ْ‫َواُ َّم ٰهتُ ُك ُم الّتِ ْٓي اَر‬
ۖ ‫ا َح َعلَ ْي ُك ْم‬UUUَ‫وْ ا َدخَ ْلتُ ْم بِ ِه َّن فَاَل ُجن‬UUUُ‫اِ ْن لَّ ْم تَ ُكوْ ن‬UUUَ‫م ٰالّتِ ْي َد َخ ْلتُ ْم بِ ِه ۖ َّن ف‬Uُ ‫ ۤا ِٕى ُك‬UUU‫م ِّم ْن نِّ َس‬Uْ ‫وْ ِر ُك‬UUUُ‫ُحج‬
‫هّٰللا‬ ْ َ‫َو َحاَل ۤ ِٕى ُل اَ ْبن َۤا ِٕى ُك ُم الَّ ِذ ْينَ ِم ْن ا‬
َ ‫لَفَ ۗ اِ َّن‬U‫ ْد َس‬Uَ‫ا ق‬UU‫وْ ا بَ ْينَ ااْل ُ ْختَ ْي ِن اِاَّل َم‬UU‫اَل بِ ُك ۙ ْم َواَ ْن تَجْ َم ُع‬U‫ص‬
٢٣ ‫َّح ْي ًما ۔‬ ِ ‫َكانَ َغفُوْ رًا ر‬
Artinya: Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak
perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara
perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak
perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara
perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu
sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu
(anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri,
tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu)
istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula)
mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dalam ayat ini mencakup semua Wanita yang haram dinikahi. Allah SWT
menereangkan perempuan-perempuan yang haram dinikahi dan yang halal
dinikahi. Adapaun yang haram dinikahi itu terbagi menjadi dua, yaitu :
a. diharamkan untuk selamanya
b. diharamkan untuk sementara

 Firman Allah SWT dalam surat An-Nisaa’ ayat 24

6
‫ب هّٰللا ِ َعلَ ْي ُك ْم ۚ َواُ ِح َّل لَ ُك ْم َّما َو َر ۤا َء ٰذلِ ُك ْم‬ ْ ‫ت ِمنَ النِّ َس ۤا ِء اِاَّل َما َملَ َك‬
َ ‫ت اَ ْي َمانُ ُك ْم ۚ ِك ٰت‬ َ ْ‫َو ْال ُمح‬
ُ ‫ص ٰن‬

َ ‫صنِ ْينَ َغي َْر ُم ٰسفِ ِح ْينَ ۗ فَ َما ا ْستَ ْمتَ ْعتُ ْم بِ ٖه ِم ْنه َُّن فَ ٰاتُوْ ه َُّن اُجُوْ َره َُّن فَ ِري‬
ً‫ْضة‬ ِ ْ‫ بِا َ ْم َوالِ ُك ْم ُّمح‬U‫ۗ اَ ْن تَ ْبتَ ُغوْ ا‬

٢٤ ‫ْض ۗ ِة اِ َّن هّٰللا َ َكانَ َعلِ ْي ًما َح ِك ْي ًما‬


َ ‫م بِ ٖه ِم ۢ ْن بَ ْع ِد ْالفَ ِري‬Uُْ‫ض ْيت‬
َ ‫َواَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم فِ ْي َما تَ َرا‬

Artinya: (Diharamkan juga bagi kamu menikahi) perempuan-perempuan


yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang
kamu miliki) sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dihalalkan bagi kamu
selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu, yakni kamu mencari
(istri) dengan hartamu (mahar) untuk menikahinya, bukan untuk berzina.
Karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah
kepada mereka imbalannya (maskawinnya) sebagai suatu kewajiban.
Tidak ada dosa bagi kamu mengenai sesuatu yang saling kamu relakan
sesudah menentukan kewajiban (itu). Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana.

Dalam ayat ini yang haram dinikahi adalah wanita yang bersuami.

 Firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 3

َ‫م ٰذلِك‬Uَ ِّ‫ك َۚوحُر‬


ٌ ‫اَل َّزانِ ْي اَل يَ ْن ِك ُح اِاَّل زَانِيَةً اَوْ ُم ْش ِر َكةً ۖ َّوال َّزانِيَةُ اَل يَ ْن ِك ُحهَٓا اِاَّل َزا ٍن اَوْ ُم ْش ِر‬

٣ َ‫َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْين‬

Artinya: Pezina laki-laki tidak pantas menikah, kecuali dengan pezina


perempuan atau dengan perempuan musyrik dan pezina perempuan tidak
pantas menikah, kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki
musyrik. Yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.

Ayat ini menjelaskan bahwa orang beriman tidak pantas menikahi yang
berzina, begitupun sebaliknya. Ayat ini menjelaskan sesungguhnya laki-
laki pezina tidak boleh menikahi kecuali dengan perempuan musyrik dan
sebaliknya.

 Firman Alla SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 221

‫ت َح ٰتّى يُْؤ ِم َّن ۗ َواَل َ َمةٌ ُّمْؤ ِمنَةٌ خَ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر َك ٍة َّولَوْ اَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۚ َواَل تُ ْن ِكحُوا‬
ِ ‫ ْال ُم ْش ِر ٰك‬U‫َواَل تَ ْن ِكحُوا‬
ٰۤ
ٍ ‫ ۗ َولَ َع ْب ٌد ُّمْؤ ِم ٌن خَ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر‬U‫ۖ ال ُم ْش ِر ِك ْينَ َح ٰتّى يُْؤ ِمنُوْ ا‬
ِ َّ‫ك َّولَوْ اَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ اُول ِٕىكَ يَ ْد ُعوْ نَ اِلَى الن‬
‫ار‬ ْ

7
‫هّٰللا‬
ِ َّ‫َو ُ يَ ْدع ُْٓوا اِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِاِ ْذنِ ٖ ۚه َويُبَيِّنُ ٰا ٰيتِ ٖه لِلن‬
٢٢١ ࣖ َ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُوْ ن‬

Artinya: Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka


beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik
daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula
kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman)
hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman
lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada
manusia agar mereka mengambil pelajaran.

Dalam ayat ini, kaum muslimin tidak boleh mengadakan hubungan


perkawinan dengan orang musyrik baik mengambil atau diambil

2. Dalil-dalil Mahram dalam Hadist


 Haramnya anak wanita dari saudra laki-laki sepersusuan
‫صلَّى‬
َ ‫ي‬ Uَّ ِ‫س َأ َّن النَّب‬
ٍ ‫د ع َْن ا ْب ِن َعب َّا‬Uٍ ‫ ع َْن َجابِ ِر ْب ِن َز ْي‬Uُ‫ هَ َّم ا ٌم َح َّدثَنَا قَتَا َدة‬U‫د َح َّدثَنَا‬Uٍ ِ‫ هَ َّدابُ بْنُ َخال‬U‫و َح َّدثَنَا‬
‫ن‬Uْ ‫ضا َع ِة َويَحْ ُر ُم ِم‬ َ ‫ َأ ِخي ِم ْن ال َّر‬Uُ‫ة َح ْم َزةَ فَقَا َل ِإنَّهَا اَل تَ ِح ُّل لِي ِإنَّهَا ا ْبنَة‬Uِ َ‫د َعلَى ا ْبن‬Uَ ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل َّ َمُأ ِري‬
‫ن ال َّر ِح ِم‬Uْ ‫ضا َع ِة َما يَحْ ُر ُم ِم‬ َ ‫ال َّر‬
Dan telah menceritakan kepada kami Haddab bin Khalid telah
menceritakan kepada kami Hammam telah menceritakan kepada
kami Qatadah dari Jabir bin Zaid dari Ibnu Abbas bahwasannya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam ditawari dengan putrinya Hamzah, maka
beliau bersabda: "Sesungguhnya dia tidak halal untukku, kerena dia
adalah putri saudara sesusuanku, dan menjadi mahram (saudara) dari
sesusuan sebagaimana menjadi mahram (saudara) dari keturunan."
 Diharamkan dari persusuan sebagaimana diharamkan pernasaban
ْ‫ْن َأ ِبي َب ْك ٍر َعن‬ ِ ‫ت َعلَى َمالِكٍ َعنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ب‬ ُ ‫َح َّد َث َنا َيحْ َيى بْنُ َيحْ َيى َقا َل َق َرْأ‬
‫ان عِ ْن َد َها‬ َ ‫َع ْم َر َة َأنَّ َعاِئ َش َة َأ ْخ َب َر ْت َها َأنَّ َرسُو َل اللَّ ِه‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َك‬
‫ت َيا‬ُ ‫ت َعاِئ َش ُة َفقُ ْل‬ ْ َ‫ص َة َقال‬ َ ‫ت َح ْف‬ ِ ‫ُل َيسْ َتْأذِنُ فِي َب ْي‬ ٍ ‫ت َرج‬ َ ‫ص ْو‬ َ ‫ت‬ ْ ‫َوِإ َّن َها َس ِم َع‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ ‫ك َف َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬ َ ِ‫َر ُسواَل هَّلل ِ َه َذا َر ُج ٌل َيسْ َتْأذِنُ فِي َب ْيت‬
ٌ‫ان فُاَل ن‬ َ ‫ضا َع ِة َف َقالَ ْت َعاِئ َش ُة َيا َرسُو َل هَّللا ِ لَ ْو َك‬ َ َّ‫ص َة ِمنْ الر‬ َ ‫ُأ َراهُ فُاَل ًنا لِ َع ِّم َح ْف‬

8
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َن َع ْم‬
َ ِ ‫ضا َع ِة دَ َخ َل َعلَيَّ َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬ َ َّ‫َح ًّيا لِ َع ِّم َها ِمنْ الر‬
ُ‫ضا َع َة ُت َحرِّ ُم َما ُت َحرِّ ُم ْال ِواَل َدة‬
َ َّ‫ِإنَّ الر‬
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; Saya
membaca di depan Malik dari Abdullah bin Abu Bakar dari 'Amrah
bahwasannya Aisyah telah mengabarkan kepadanya bahwa waktu itu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada di sampingnya, sedangkan
dia ('Aisyah) mendengar suara seorang laki-laki sedang minta izin untuk
bertemu Rasulullah di rumahnya Hafshah, 'Aisyah berkata; Maka saya
berkata; "Wahai Rasulullah, ada seorang laki-laki yang minta izin
(bertemu denganmu) di rumahnya Hafshah". Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Saya kira fulan itu adalah pamannya Hafshah
dari saudara sesusuan." Aisyah bertanya; "Wahai Rasulullah, sekiranya
fulan tersebut masih hidup -yaitu pamannya dari saudara sesusuan- apakah
dia boleh masuk pula ke rumahku?" Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menjawab: "Ya, sebab hubungan karena susuan itu
menyebabkan mahram sebagaimana hubungan karena kelahiran."

C. Macam-Macam Mahram dalam Islam


1. Mahram Muabbad
Mahram muabbad adalah mahram yang tidak boleh dinikahi selamanya.
Larangan menikahi karena disebabkan oleh adanya hubungan nasab, besanan atau
sesusunan. Menurut mahdzab maliki ada 25 jenis perempuan yang haram dinikahi
selamanya. Yang berdasarkan hubungan nasab ada tujuh orang, yaitu: ibu, anak
perempuan, bibi dari pihak ibu, saudara perempuan, bibi dari pihak bapak, anak
perempuan saudara laki-laki, anak perempuan saudara perempuan. dan para
perempuan yang memiliki posisi yang sama dengan ketujuh orang perempuan ini
akibat persusuan.
Sedangkan yang berdasarkan hubungan besanan ada 4, yaitu: ibu mertua,
saudara perempuan istri, istri bapak, dan istri anak. Dan juga para perempuan
yang posisinya sama dengan posisi keempat perempuan ini akibat hubungan
susuan, serta para istri nabi SAW., istri yang diceraikan karena li’an (saling
melaknat), dan para perempuan yang dinikahi pada masa ‘iddahnya.4 Dan Dalil
yang dijadikan pijakan berdasarkan surat An-Nisa’ ayat 23:
4
Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Jilid 9, Hal 125.

9
‫ت َواُ َّم ٰهتُ ُك ُم ٰالّتِ ْٓي‬ ُ ‫خ َوبَ ٰن‬
ِ ‫ت ااْل ُ ْخ‬ ُ ‫م َو َع ٰ ّمتُ ُك ْم َو ٰخ ٰلتُ ُك ْم َوبَ ٰن‬Uْ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم اُ َّم ٰهتُ ُك ْم َوبَ ٰنتُ ُك ْم َواَخ َٰوتُ ُك‬
ِ َ ‫ت ااْل‬ ْ ‫حُرِّ َم‬

‫م ٰالّتِ ْي‬Uُ ‫ت نِ َس ۤا ِٕى ُك ْم َو َربَ ۤا ِٕىبُ ُك ُم ٰالّتِ ْي فِ ْي ُحجُوْ ِر ُك ْم ِّم ْن نِّ َس ۤا ِٕى ُك‬
ُ ‫ضا َع ِة َواُ َّم ٰه‬
َ ‫م َواَخ َٰوتُ ُك ْم ِّمنَ ال َّر‬Uْ ‫ض ْعنَ ُك‬
َ ْ‫اَر‬

‫ ْم َواَ ْن‬Uۙ‫ َدخَ ْلتُ ْم بِ ِه َّن فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم ۖ َو َحاَل ۤ ِٕى ُل اَ ْبن َۤا ِٕى ُك ُم الَّ ِذ ْينَ ِم ْن اَصْ اَل بِ ُك‬U‫َد َخ ْلتُ ْم بِ ِه ۖ َّن فَاِ ْن لَّ ْم تَ ُكوْ نُوْ ا‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫تَجْ َمعُوْ ا بَ ْينَ ااْل ُ ْختَ ْي ِن اِاَّل َما قَ ْد َسلَفَ ۗ اِ َّن َ َكانَ َغفُوْ رًا ر‬
٢٣ ‫َّح ْي ًما ۔‬

Artinya: Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak


perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan
ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara
laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang
menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua),
anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari
istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu
itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula)
mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
(kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Yang dimaksud dengan ibu pada awal ayat ini adalah ibu, nenek, dan
seterusnya ke atas, sedangkan anak perempuan adalah anak perempuan, cucu
perempuan, dan seterusnya ke bawah. Yang dimaksud dengan anak-anak istrimu
yang dalam pemeliharaanmu, menurut sebagian besar ulama, mencakup anak tiri
yang tidak dalam pemeliharaannya.5

a. Pengharaman karena hubungan nasab


Para perempuan yang diharamkan karena hubungan nasab untuk selama-
lamanya adalah perempuan yang diharamkan untuk seseorang karena
hubungan nasab kekerabatan. Ada empat macam:
1. Ibu dan nenek (ibunya ibu, atau ibunya bapak).
2. Anak perempuan, cucu perempuan dari anak perempuan, cucu perempuan
dari anak laki-laki meskipun dalam posisi cucu buyut.

5
https://quran.kemenag.go.id/surah/4

10
3. Saudara perempuan sekandung, atau saudara perempuan sebapak atau
seibu, anak perempuan saudara laki-laki dan saudara perempuan meskipun
mereka berada dalam posisi cucu buyut
4. Generasi pertama atau yang bertemu secara langsung dari anak-anak kakek
dan nenek. Mereka adalah bibi dari bapak dan ibu, baik itu bibi bagi
dirinya sendiri maupun bibi bapaknya atau ibunya, atau bibi salah satu
kakeknya atau neneknya.
Sedangkan generasi kedua atau yang tidak langsung dari keturunan kakek
dan nenek itu tidak diharamkan. Seperti anak-anak perempuan bibi dam
paman dari pihak bapak (sepupu), dan anak perempuan paman dan bibi
dari pihak ibu.6 Berdasarkan firman-Nya swt., surat al-Ahzaab: 50

َ‫ت يَ ِم ْينُكَ ِم َّمٓا اَفَ ۤا َء هّٰللا ُ َعلَ ْيك‬


ْ ‫ك ٰالّتِ ْٓي ٰاتَيْتَ اُجُوْ َره َُّن َو َما َملَ َك‬ َ ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّبِ ُّي اِنَّٓا اَحْ لَ ْلنَا لَكَ اَ ْز َو‬
Uَ ‫اج‬

‫َاجرْ نَ َم َع ۗكَ َوا ْم َراَةً ُّمْؤ ِمنَةً اِ ْن‬ ٰ َ ‫ك وب ٰنت ٰخ ٰلت‬


َ ‫ك الّتِ ْي ه‬ ِ ‫ت َع ٰ ّمتِكَ َوبَ ٰن‬
ِ ِ َ َ َ ِ‫ت خَال‬ ِ ‫ك َوبَ ٰن‬ ِ ‫َوبَ ٰن‬
َ ‫ت َع ِّم‬

‫صةً لَّكَ ِم ْن ُدوْ ِن ْال ُمْؤ ِمنِ ْي ۗنَ قَ ْد َعلِ ْمنَا َما‬
َ ِ‫ خَال‬U‫ت نَ ْف َسهَا لِلنَّبِ ِّي اِ ْن اَ َرا َد النَّبِ ُّي اَ ْن يَّ ْستَ ْن ِك َحهَا‬
ْ َ‫َّوهَب‬

٥٠ ‫ت اَ ْي َمانُهُ ْم لِ َك ْياَل يَ ُكوْ نَ َعلَ ْيكَ َح َر ۗ ٌج َو َكانَ هّٰللا ُ َغفُوْ رًا َّر ِح ْي ًما‬
ْ ‫ َعلَ ْي ِه ْم فِ ْٓي اَ ْز َوا ِج ِه ْم َو َما َملَ َك‬U‫فَ َرضْ نَا‬

Artinya: Wahai Nabi (Muhammad) sesungguhnya Kami telah menghalalkan


bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang
engkau miliki dari apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dianugerahkan
Allah untukmu dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki
bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak
perempuan dari saudara laki-laki ibumu, anak-anak perempuan dari saudara
perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu, dan perempuan mukminat yang
menyerahkan dirinya kepada Nabi jika Nabi ingin menikahinya sebagai kekhususan
bagimu, bukan untuk orang-orang mukmin (yang lain). Sungguh, Kami telah
mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan
hamba sahaya yang mereka miliki agar tidak menjadi kesempitan bagimu. Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.7
Menurut para imam empat mazhab: apabila seseorang telah
menikahi seorang anak perempuan maka haram baginya menikahi ibu anak

6
Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 9, Hal 126.
7
https://quran.kemenag.go.id/surah/33

11
perempuan untuk selama-lamanya.8 Dengan adanya pengharaman tersebut,
terputuslah rasa tamak dan terwujudlah persatuan dan pergaulan yang murni. Dengan
menikahi salah seorang dari perempuan akan menyebabkan terputusnya hubungan
silaturrahmi akibat adanya pertengkaran dan perselisihan yang biasanya terjadi di
antara pasangan suami-istri, dan yang menyebabkan terjadinya perbuatan haram,
sebagaimana yang dikatakan oleh al Kasani.9
M.Quraish Shihab menambahkan bahwa ketujuh
golongan yang disebutkan itu semuanya harus dilindungi dari rasa birahi, ia pun
menegaskan bahwa ada ulama yang berpandangan larangan pernikahan antara kerabat
sebagai upaya al qur’an memperluas hubungan antarkeluarga lain dalam, rangka
mengukuhkan satu masyarakat.10

b. Pengharaman Akibat Hubungan Besanan (kekerabatan dalam pernikahan /


musaharah)
Ada 4 macam pengharaman :

1. Istri orang tua


Adalah mereka yang memiliki hubungan ‘ashabah ataupun yang memiliki
hubungan kerabat. Baik perempuan tersebut telah digauli maupun belum
digauli, seperti istri bapak dan kakek yang merupakan bapaknya bapak,
atau-pun bapaknya ibu. Sebab pengharaman adalah memuliakan dan
menghormati orang tua dan nasab ke atasnya, serta mewujudkan kebaikan
keluarga.
2. Istri anak
Adalah perempuan-perempuan yang telah digauli maupun belum digauli,
bahkan setelah terjadi perpisahan dengan akibat perceraian maupun
kematian, seperti istri anak laki-laki, atau istri cucu dari anak laki-laki,
atau istri cucu dari anak perempuan, dan nasab ke bawahnya.
3. Orangtua istri dan nasab keatasnya
Tanpa memedulikan apakah dia telah menggauli istrinya, ataupun tidak,
seperti ibu mertua dan neneknya. Baik nenek dari pihak bapak ataupun
dari pihak ibu. Dengan hanya sekedar terjadinya akad pernikahan,
8
Syaikh al-‘allamah muhammad bin ‘abdurrahman ad-Dimasyqi. Fiqih empat madzhab. (jeddah: HASYIMI
PRESS, 2001), h.351.
9
Al-badaa’i:2/257.
10
M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu, Di atas Pelbagi Persoalan Ummat, (Bandung:Mizan,
2000), h.195.

12
diharamkan orang tua istri kepada suami. Akad pernikahan kepada orang
tua istri, walaupun telah terjadi perceraian dengannya, ataupun terjadi
kematian, adalah merupakan akad yang batil, dan sebagaimana juga telah
dijelaskandalam surat An-Nisa’ ayat 23.
4. Keturunan istri dan nasab kebawahnya
Maksudnya anak-anak tiri, jika seorang laki-laki telah menggauli istrinya.
Jika dia belum menggauli istrinya, kemudian dia berpisah dengannya
sebab perceraian, ataupun kematian, maka anak perempuan istri, atau
seorang anak perempuan dari keturunannya tidak diharamkan untuk suami.
Berdasarkan firman Allah SWT. “Anak-anak istrimu yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan ), maka tidak
berdosa kamu mengawininya” (an-Nisa’:23).

c. Pengharaman akibat hubungan persusuan


Dasar hukum untuk pelarangan menikahi wanita karena faktor susuan adalah
QS. al-Nisa’ ayat 23:
ٰ
َ ْ‫َواُ َّم ٰهتُ ُك ُم الّتِ ْٓي اَر‬
َ ‫ض ْعنَ ُك ْم َواَ َخ ٰوتُ ُك ْم ِّمنَ ال َّر‬
d. ‫ضاعَة‬
Artinya: dan diharamkan pula untuk dinikahi (ibu-ibumu) yang menyusui
kamu dan saudara perempuan sepersusuan.11
Para perempuan yang diharamkan akibat hubungan persusuan adalah sama
dengan para perempuan yang diharamkan akibat hubungan nasab. Golongan
perempuan yang diharamkan akibat hubungan susuan ada 8, yaitu:
1. Ibu susuan dan para nenek
2. Anak perempuan susuan dan anak perempuannya, cucu perempuan, anak
laki-laki susuan, dan anak perempuannya meskipun turun.
3. Saudara-saudara perempuan dari susuan, dan keponakan perempuan dari
anak laki-laki susuan serta anak perempuannya meskipun turun.
4. Bibi dari pihak bapak,dan bibi dari pihak ibu susuan.
5. Ibu mertua dan neneknya dari susuan dan nasab ke atasnya.
6. Istri bapak, dan istri kakek dari susuan dan nasab ke atasnya.
7. Istri anak,istri cucu dari anak laki-laki dan anak perempuan susuan, dan
nasab dibawahnya.

11
Rusdaya Basri, Fiqh Munakahat, (Sulawesi Selatan: CV. KAAFFAH LEARNING CENTER, 2019), h.116.

13
8. Anak perempuan istri dari susuan, dan cucu dari anak-anaknya dan nasab
dibawahnya, jika istri telah digauli.

Madzhab maliki dan hanafi menilai bahwa penyusuan secara mutlak


mengharamkan pernikahan. Dan menurut madzhab Hambali menganggap
bahwa pengharaman tersebut lahir penyusuan terjadi tidak kurang dari tiga
kali.12 Tetapi, madzhab syafi’iyyah dan hanafilah bahwa dampak hukumnya
baru terjadi bila penyusuan itu terjadi sedikitnya lima kali penyusuan.13

2. Mahram Mu’aqqat
Mahram Muaqqat atau mahram ghoiru muabbad adalah orang-orang yang haram
melakukan pernikahan untuk sementara dikarenakan hal tertentu, bila hal tersebut
sudah tidak ada maka larangan itu tidak berlaku lagi. Beberapa sebab yang
menimbulkan hubungan mahram muaqqat antara lain adalah :

a. Larangan Menikahi dua orang saudara dalam satu masa


Jika keduanya dinikahkan dalam satu akad maka perkawinan
dengan kedua mempelai adalah batal. Jika perkawinan itu
dilakukan secara berurutan, maka perkawinan yang pertama sah
sementara yang lain dibatalkan 
b. Larangan poligami di luar batas
Batas poligami dalam Islam adalah empat orang, maka seorang
laki-laki yang telah memiliki istri empat tidak boleh menikah
dengan perempuan untuk yang kelima, kecuali sudah menceraikan
istrinya dengan talak ba‟in.
c. Larangan karena adamya ikatan perkawinan
Islam melarang keras laki-laki menikahi wanita yang masih
bersuami sehingga mengurangi poliandri
d. Larangan karena sedang dalam masa iddah
Masa tertentu yang harus dilalui oleh seorang Wanita yang telah
bercerau atau ditinggal meninggal suaminya untuk kemudian dapat
menikah kembali secara sah. Bagi perempuan yang dicerai atau
ditinggal meninggal dalam keadaan haid maka masa iddahnya
sampai tiga kali sucian, apabila dalam keadaan hamil maka masa
12
Wahbah Al-Zuhailiy, Al-Tafsir Al-Munir, Jil. IX, h. 81.
13
M. Quraishshihab, Tafsir Al-Misbah,Vol. 2, h. 473.

14
iddahnya sampai melahirkan, apabila ditinggal mati masa iddahnya
empat bulan sepuluh hari.
e. Larangan karena talak tiga
Seorang perempuan yang dicerai dengan talak tiga oleh suaminya
maka haram bagi bekas suaminya tersebut sebelum ada Muhallil.
Muhallil adalah laki-laki yang menikahi perempuan yang telah
ditalak tiga dengan tujuan menghalalkan suami pertama untuk
menikah kemabli dengan istri.
f. Larangan menikahi pezina
Larangan menikahi pezina sampai ia benar-benar berhenti
melakukannya dan bertaubat
g. Larangan menikah beda agama
Seorang wanita muslim haram menikahi laki-laki nonmuslim, akan
tetapi laki-laki muslim boleh menikahi perempuan ahli kitab dari
golongan yahudi dan nashrani

D. Hikmah Mahram
1. Hikmah dibalik Larangan Menikah di antara Mahram
a. Mencegah rusak dan hancurnya jalinan kasih sayang di antara mahram
b. Menghindari lahirnya generasi lemah
Apabila pernikahan antar kerabat dekat dilaksanakan secara berkelanjutan
tentunya akan tumbuh generasi baru yang lemah hingga sampai pada tataran
kepunahan atau terputusnya nasab atau garis keturunan14.
2. Hikmah Larangan Menikahi Perempuan karena Sepersusuan
Diantara nikmat yang diberikan Allah SWT bagi kita adalah memperluas
kekerabatan antar hubungan. Dimana pertumbuhan bayi dimulai dari asi, dia
mengisapnya dari seorang yang menyusuinya. Dan dengan itu bayi yang dirawatnya
mewarisi karakter darinya, seperti halnya seorang bayi mewarisi sosok ibu
kandungnya. Dengan larangan ini, hal itu ditunjukkan secara tidak langsung betapa
Allah menginginkan kebaikan yang banyak bagi hamba-Nya. Karena seperti yang
telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, larangan menikah dengan mahram
memiliki banyak kemudorotan. Begitu juga dengan larangan menikah karena

14
Akmal Abdul Munir, “Pemikiran Sayyid Sabiq Mengenai Hikmat Al-Tasyri’ Hukum Perkawinan Dalam Kitab
Fiqh Al-Sunnah,” Hukum Islam 21, no. 2 (2021): 320–49.

15
hubungan darah. menikahi seorang saudara sepersusuan, tentu ada pengaruh yang
tidak jauh berbeda menikah dengan wanita yang diharamkan (mahram). 
3. Hikmah Larangan Menikahi Perempuan karena Pernikahan
a. Ibu dari istri yang dinikahi didudukkan pada posisi yang sama dengan ibu
kandungnya sendiri yang harus dihormati. Sehingga sangat tidak pantas jika dia
menjadikan mertuanya sebagai madu bagi istrinya karena darah dagingnya yang
tercipta melalui pernikahan memiliki hubungan nasab.
b. Ikatan pernikahan menghadirkan jalinan kasih sayang antar keluarga masing-
masing, yaitu dari suami dan istri, yang tidak sepatutnya diiringi dengan
kecurigaan dan rasa cemburu.
4. Hikmah Diperbolehkan Menikahi Perempuan Ahlul Kitab
a. Untuk menghilangkan sekat-sekat di antara Ahlul Kitab dan umat Islam
b. Menjadi sarana untuk menjalin sebuah hubungan, pergaulan, serta pendekatan
antar sesama keluarga yang dapat memberikan mereka ruang untuk mempelajari
Islam, mengetahui kebenaran ajaran Islam serta hal-hal yang berkenaan
dengannya.
c. Sebagai salah satu sarana untuk mengajaknya agar mengikuti petunjuk dan agama
yang benar.
5. Hikmah Pengharaman Seorang Muslimah Menikah dengan Laki-Laki nonMuslim
a. Seorang suami memiliki hak untuk mengatur istrinya, dan seorang istri
berkewajiban menaati suaminya apabila dia menyuruh melakukan suatu
kebaikan. Artinya, seorang suami (nonMuslim) berhak untuk mengatur dan
menguasainya. Sementara orang nonMuslim tidak memiliki hak untuk mengatur
orang Muslim, baik laki-laki maupun perempuan.
b. Sesungguhnya orang kafir tidak mengakui agama yang dianut oleh perempuan
Muslimah, bahkan dia mengingkari kitab sucinya dan menentang pembawa
risalah kitab sucinya. Dengan kondisi seperti ini, tidak akan mungkin rumah
tangga dapat berlangsung dengan tenang karena di dalamnya akan terus terjadi
perselisihan

16
BAB 3

PENUTUP

KESIMPULAN
Mahram adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti
bapak, anak, saudara, paman (sebab nasab), sepersusuan, dan pernikahan. Secara garis besar
larangan-larangan perkawinan dalam Syara’ itu dibagi dua, yaitu; mahram muaabad
(diharamkan selamanya) dan mahram muaqqat (diharamkan sementara).
Wanita yang haram dinikahi selamanya yaitu: Ibu, Anak perempuan, Saudara
perempuan, Bibi dari pihak ayah (saudara perempuan ayah), Bibi dari pihak ibu (saudara
perempuan ibu), Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan), Anak perempuan saudara
perempuan, Ibu istri (ibu mertua), Anak perempuan dari isteri yang sudah didukhul
(dikumpul), menantu perempuan,ibu tiri,saudara sepersusuan.

Wanita yang haram dinikahi sementara yaitu: Mengumpulkan dua perempuan yang
bersaudara, Mengumpulkan seorang isteri dengan bibinya dari pihak ayah ataupun dari pihak
ibunya. Isteri orang lain dan wanita yang menjalani masa iddah.
Demikian pengertian mahram dan golongannya yang perlu diketahui. Ada baiknya
kita mengetahui perkara tersebut terutama bagi yang sedang mencari jodoh. Orang yang
sedang memilih calon pendamping hidup sebaiknya mengetahui apakah wanita tersebut boleh
dinikahi ataukah termasuk wanita yang haram dinikahi untuk menghindari
terjadinya pernikahan sedarah.

SARAN
Penulis menyadari bahwa penulis masih sangat jauh sekali dari kata-kata sempurna,
untuk kedepannya penulis akan lebih jelas dan lebih fokus lagi dalam menerangkan
penjelasan mengenai makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih lengkap dan lebih
banyak lagi, dan tentunya bisa untuk dipertanggung jawabkan. Untuk saran yang akan kalian
berikan kepada penulis, bisa berupa kritikan-kritikan dan saran-saran kepada penulis guna
untuk menyimpulkan kepada kesimpulan dari pembahasan makalah yang sudah dijelaskan
didalam makalah. Untuk bagian-bagian akhir dari makalah ialah daftar pustaka.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. (2018). Mahram dan Kawin Sesuku dalam Konteks Hukum. (Kajian Tematik Ayat-
Ayat Hukum Keluarga). Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 17, Nomor 1.

Akmal Abdul Munir. (2021). “Pemikiran Sayyid Sabiq Mengenai Hikmat Al-Tasyri’ Hukum
Perkawinan Dalam Kitab Fiqh Al-Sunnah.” Hukum Islam. vol 21, no. 2.

Syaikh al-‘allamah muhammad bin ‘abdurrahman ad-Dimasyqi. (2001). Fiqih empat


madzhab. Jeddah: HASYIMI PRESS.

Shihab, M. Quraish. (2000). Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu, Di atas Pelbagi Persoalan
Ummat. Bandung: Mizan.

Basri Rusyada. (2019). Fiqh Munakahat. Sulawesi Selatan: CV. KAAFFAH LEARNING
CENTER.

Tim Pembukuan Ma’had Al-Jamiah Al-Aly. (2021). Syarah Fathul Qorib Diskursus
Munakahah (Fiqih Munakahah). Malang: UIN Maliki Press.

Sarwat, Ahmad. (2018). Wanita Yang Haram Dinikahi. Jakarta Selatan: Rumah Fiqih
Publishing.

Sabiq, Sayid. (2018). Fiqih Sunnah. Jakarta: PT Pustaka Abdi Negara.

Wahbah az-zuhaili. (2002). Fiqih islam wa adillatuhu. Jil IX. Damaskus: darul fikir.

Al-badaa’I : 2/257.

Wahbah Al-Zuhailiy. (2018) Al-Tafsir Al-Munir. Jil. IX. Jakarta: Gema Insani.

M. Quraishshihab. (2010). Tafsir Al-Misbah: pesan, kesan, dan keserasian al-qur’an. VolCet.
III; Ciputat: Lenterahati.

18

Anda mungkin juga menyukai