KELOMPOK 6
Disusun oleh :
Dosen Pengampu :
Miftahus Sholehudin, M.H.I
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
nikmat yang telah dilimpahkan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “MAHRAM DALAM ISLAM”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari pada
mata kuliah Fiqih Munakahah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang mahram dalam islam.
Terselesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan beberapa pihak yang telah
memberikan dukungan kepada kami berupa motivasi, baik materi maupun moral. Oleh
karena itu, kami bermaksud mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Miftahus Sholehudin, M.H.I selaku dosen pengampu Mata Kuliah Fiqih Munakahah
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan penulisan yang baik dan benar,
sehingga kami sebagai penulis dapat menyusun makalah ini.
2. Dan teman-teman yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB 1.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB 2.........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A. Pengertian Mahram......................................................................................................3
1. Definisi Mahram..........................................................................................................3
2. Sejarah dan Perkembangan Mahram...........................................................................3
3. Tujuan Mahram dalam Islam.......................................................................................5
B. Dalil-dalil Mahram dalam Al-Qu’an dan Hadist.......................................................5
1. Dalil-dalil Mahram dalam Al-Qur’an..........................................................................5
2. Dalil-dalil Mahram dalam Hadist................................................................................8
C. Macam-Macam Mahram dalam Islam.......................................................................9
1. Mahram Muabbad.......................................................................................................9
2. Mahram Mu’aqqat.....................................................................................................14
D. Hikmah Mahram.........................................................................................................15
BAB 3.......................................................................................................................................17
PENUTUP................................................................................................................................17
Kesimpulan..............................................................................................................................17
Saran.........................................................................................................................................17
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menegaskan bahwa ia telah menciptakan manusia berpasang-
pasangan laki-laki dan perempuan agar manusia bisa berkembang biak dan
mengembangkan keturunan. Seperti firman Allah pada surat An-Nisa’ ayat 1
yang berbunyi :
١1 َّونِ َس ۤا ًء ۚ َواتَّقُوا هّٰللا َ الَّ ِذيْ تَ َس ۤا َءلُوْ نَ بِ ٖه َوااْل َرْ َحا َم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِ ْيبًا
Ayat ini menegaskan bahwa Nabi Adam a.s. dan Hawa tidak diciptakan melalui
proses evolusi hayati seperti makhluk hidup lainnya, tetapi diciptakan secara khusus
seorang diri, lalu diciptakanlah pasangannya dari dirinya. Mekanismenya tidak dapat
dijelaskan secara sains. Selanjutnya, barulah anak-anaknya lahir dari proses biologis
secara berpasangan-pasangan sesuai kehendak-Nya.
1
https://quran.kemenag.go.id/surah/4
1
Oleh karena itu perlu diperhatikan sebelum melangsungkan pernikahan
salah satunya mengenai mahram atau Wanita yang haram dinikahi agar hukum
pernikahan yang telah dilaksankan tidak batal secara tiba-tiba akibat kebenaran
bahwa kedua mempelai masih termasuk mahram.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari mahram?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan mahram?
3. Apa tujuan mahram dalam islam?
4. Bagaimana dalil-dali mahram dalam al-quran dan hadist?
5. Apa saja macam-macam mahram dalam islam?
6. Apa saja hikmah mahram?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi mahram
2. Untuk menngetahui sejarah dan perkembangan mahram
3. Untuk mengetahui tujuan mahram dalam islam
4. Untuk mengetahui dalil-dalil mahram dalam al-quran dan hadist
5. Untuk mengetahui pembagian mahram dalam islam beserta pengertiannya
6. Untuk mengetahui apa saja hikmah mahram
2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mahram
1. Definisi Mahram
Secara Bahasa رمUU محberasal dari kata رم – حرماومحرماUU يح- رمUU حyang berarti
mencegah. Sedangkan رمUUU محsendiri berarti yang terlarang atau haram.
Sedangakan mahram menurut istilah ada beberapa pendapat 2:
a. Abdul Barr Rahimahullah, adalah laki-laki yang haram bagi wanita karena
sebab nasab seperti bapak dan saudara laki-lakinya atau sebab pernikahan
seperti suami, bapak suami (mertua) dan anak laki-laki suami (anak tiri) atau
anak susuan, saudara sesusuan dan karena sebab yang lain
b. Al-Hafidẓ, mahram perempuan adalah orang yang diharamkan baginya atas
dasar ikatan (pernikahan) kecuali ibu hasil hubungan badan yang syubhat dan
wanita yang dilaknat
c. Ibnu Qudamah rahimahullah adalah semua orang yang haram untuk dinikahi
selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan, seperti
bapaknya, anaknya atau saudara laki-lakinya karena sebab nasab atau
sepersusuan.
3
Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, al- Tirmidzi dan al-Nasa-i yang
bersumber dari Abi Sa’id al-Khudhri berkata: “Kami (para sahabat) mendapatkan
beberapa tawanan wanita yang sudah bersuami dari peperangan Authas. Mereka
enggan digauli oleh yang berhak terhadap tawanan itu. Lalu kami bertanya
kepada Nabi saw. Maka turunlah ayat ...wa al-muhshānāt min al-nisāi illa mā
malakat aimānukum. Nabi saw bersabda: “...kecuali harta rampasan yang
diberikan Alloh kepada kalian, maka halal bagi kita kemaluan-kemaluan
mereka”. Dikemukakan oleh al-Thabarani yang bersumber dari
Ibni Abbas. Ibnu Abbas berkata: “Ayat itu diturunkan pada waktu perang Hunain,
ketika Alloh memberikan kemenangan kepada orang-orang Islam dan
mendapatkan tawanan beberapa orang wanita ahli kitab yang sudah bersuami.
Ada seorang laki-laki (muslim) apabila hendak menggauli seorang wanita dari
tawanan tersebut, wanita itu selalu enggan dan berkata: ”Sesungguhnya saya
sudah bersuami”. Lalu bertanyalah ia kepada Rasulullah saw mengeni hal
tersebut. Maka turunlah ayat wa al-muhshānāt min al-nisāi sampai akhir ayat.
Firman Allah “walā
junāha ‘alaikum fῑmā tarādhaitum bihῑ min ba’di al-faridhah”. Dikemukakan
oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ma’mar bin Sulaiman dari bapaknya. Bapak
Jarir berkata: “orang Hadharamy menganggap bahwa orang laki-laki dibebani
membayar mahar dengan harapan dapat memberatkannya (sampai tidak dapat
membayar tepat pada waktunya untuk mendapatkan tambahan pemabayaran).
Maka turunlah ayat walā junāha ‘alaikum fῑmā tarādhaitum bihῑ min ba’di al-
faridhah.
Aqwal Mufassir
Imam al-Qurtubi menyebutkan bahwa mengawini isteri bekas ayah (ibu tiri)
adalah merupakan sebuah tradisi dan kebiasaan bagi sebagian kabilah-kabilah
Arab pada masa Jahiliyah tempo dulu, di mana mereka sering menggauli dan
mengambil alih isteri-isteri bekas ayahnya, seperti yang pernah dialami oleh Amr
bin Umayyah, di mana dia mengambil alih isteri bekas ayahnya, setelah ayah
tersebut meninggal dunia, hingga mempunyai anak yang diberi nama Musafir dan
Abu Mu’ith, begitu pula Sofwan bin Umayyah bin Khallaf yang mengambil isteri
bekas ayahnya, yaitu Fatihah binti al-Aswad bin al-Muthalib bin Asad. Kemudian
Allah menurunkan ayat ini sebagai larangan untuk mengulangi perbuatan
4
tersebut, hingga ia dianggap sebagai ٌ فاحشةdan مقتا, yaitu perbuatan yang sangat
jelek dan tidak disenangi. Kecuali perbuatan itu dilakukan pada masa lalu, hal ini
akan diampuni oleh Alloh dan tidak akan disiksa.
Menurut tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Qutub dikatakan, bahwa
wanita yang haram dinikahi itu sudah terkenal (masyhur) pada semua umat, baik
yang masih konservatif maupun yang sudah maju. Wanita-wanita yang haram
dinikahi menurut Islam adalah golongan wanita yang dijelaskan didalam surat
An-Nisa ayat 22-24. Sebagiannya diharamkan untuk selamanya (yakni,
selamanya tidak boleh dinikahi), dan sebagiannya diharamkan dinikahinya dalam
kurun waktu tertentu.
3. Tujuan Mahram dalam Islam
Mahram berfungsi sebagai salah satu wasilah untuk menjaga individu dan
masyarakat dari perbuatan yang keji dan kriminalitas yang beredar dimasyarakat.
Islam memang meletakkan penghalang-penghalang guna menjaga agar seorang
hamba tidak jatuh dalam kejelekan. Barang siapa yang tidak melampaui
penghalang tersebut dia akan selamat dari kehinaan dan kerendahan.
Termasuk tujuan syariat islam adalah menjaga keturunan. Sementara itu,
hukum-hukum syariat saling menguatkan dan menekankan. Kewajiban mahram
merupakan bentuk penjagaan terhadap kehormatan wanita dan nasab. Keberadaan
mahram akan meringankan wanita seperti membantu dalam memenuhi keperluan
dan membantu menyiapkan kebutuhan.
٢٢ ࣖ َواَل تَ ْن ِكحُوْ ا َما نَ َك َح ٰابَ ۤاُؤ ُك ْم ِّمنَ النِّ َس ۤا ِء اِاَّل َما قَ ْد َسلَفَ ۗ اِنَّهٗ َكانَ فَا ِح َشةً َّو َم ْقتً ۗا َو َس ۤا َء َسبِ ْياًل
5
Orang beriman dilarang untuk mengikuti dan untuk menegakkan
kebiasaan jahiliyah menikahi wanita yang dinikahi ayah mereka. Ayat
berikutnya untuk melamar semua orang yang dilarang menikah, beberapa
larangan berasal dari nasab keluarga, yang lain juga karena menyusui dan
menikah.
Dalam ayat ini mencakup semua Wanita yang haram dinikahi. Allah SWT
menereangkan perempuan-perempuan yang haram dinikahi dan yang halal
dinikahi. Adapaun yang haram dinikahi itu terbagi menjadi dua, yaitu :
a. diharamkan untuk selamanya
b. diharamkan untuk sementara
6
ب هّٰللا ِ َعلَ ْي ُك ْم ۚ َواُ ِح َّل لَ ُك ْم َّما َو َر ۤا َء ٰذلِ ُك ْم ْ ت ِمنَ النِّ َس ۤا ِء اِاَّل َما َملَ َك
َ ت اَ ْي َمانُ ُك ْم ۚ ِك ٰت َ َْو ْال ُمح
ُ ص ٰن
َ صنِ ْينَ َغي َْر ُم ٰسفِ ِح ْينَ ۗ فَ َما ا ْستَ ْمتَ ْعتُ ْم بِ ٖه ِم ْنه َُّن فَ ٰاتُوْ ه َُّن اُجُوْ َره َُّن فَ ِري
ًْضة ِ ْ بِا َ ْم َوالِ ُك ْم ُّمحUۗ اَ ْن تَ ْبتَ ُغوْ ا
Dalam ayat ini yang haram dinikahi adalah wanita yang bersuami.
Ayat ini menjelaskan bahwa orang beriman tidak pantas menikahi yang
berzina, begitupun sebaliknya. Ayat ini menjelaskan sesungguhnya laki-
laki pezina tidak boleh menikahi kecuali dengan perempuan musyrik dan
sebaliknya.
ت َح ٰتّى يُْؤ ِم َّن ۗ َواَل َ َمةٌ ُّمْؤ ِمنَةٌ خَ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر َك ٍة َّولَوْ اَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۚ َواَل تُ ْن ِكحُوا
ِ ْال ُم ْش ِر ٰكUَواَل تَ ْن ِكحُوا
ٰۤ
ٍ ۗ َولَ َع ْب ٌد ُّمْؤ ِم ٌن خَ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِرUۖ ال ُم ْش ِر ِك ْينَ َح ٰتّى يُْؤ ِمنُوْ ا
ِ َّك َّولَوْ اَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ اُول ِٕىكَ يَ ْد ُعوْ نَ اِلَى الن
ار ْ
7
هّٰللا
ِ ََّو ُ يَ ْدع ُْٓوا اِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِاِ ْذنِ ٖ ۚه َويُبَيِّنُ ٰا ٰيتِ ٖه لِلن
٢٢١ ࣖ َاس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُوْ ن
8
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َن َع ْم
َ ِ ضا َع ِة دَ َخ َل َعلَيَّ َقا َل َرسُو ُل هَّللا َ ََّح ًّيا لِ َع ِّم َها ِمنْ الر
ُضا َع َة ُت َحرِّ ُم َما ُت َحرِّ ُم ْال ِواَل َدة
َ َِّإنَّ الر
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; Saya
membaca di depan Malik dari Abdullah bin Abu Bakar dari 'Amrah
bahwasannya Aisyah telah mengabarkan kepadanya bahwa waktu itu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada di sampingnya, sedangkan
dia ('Aisyah) mendengar suara seorang laki-laki sedang minta izin untuk
bertemu Rasulullah di rumahnya Hafshah, 'Aisyah berkata; Maka saya
berkata; "Wahai Rasulullah, ada seorang laki-laki yang minta izin
(bertemu denganmu) di rumahnya Hafshah". Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Saya kira fulan itu adalah pamannya Hafshah
dari saudara sesusuan." Aisyah bertanya; "Wahai Rasulullah, sekiranya
fulan tersebut masih hidup -yaitu pamannya dari saudara sesusuan- apakah
dia boleh masuk pula ke rumahku?" Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menjawab: "Ya, sebab hubungan karena susuan itu
menyebabkan mahram sebagaimana hubungan karena kelahiran."
9
ت َواُ َّم ٰهتُ ُك ُم ٰالّتِ ْٓي ُ خ َوبَ ٰن
ِ ت ااْل ُ ْخ ُ م َو َع ٰ ّمتُ ُك ْم َو ٰخ ٰلتُ ُك ْم َوبَ ٰنUْ ت َعلَ ْي ُك ْم اُ َّم ٰهتُ ُك ْم َوبَ ٰنتُ ُك ْم َواَخ َٰوتُ ُك
ِ َ ت ااْل ْ حُرِّ َم
م ٰالّتِ ْيUُ ت نِ َس ۤا ِٕى ُك ْم َو َربَ ۤا ِٕىبُ ُك ُم ٰالّتِ ْي فِ ْي ُحجُوْ ِر ُك ْم ِّم ْن نِّ َس ۤا ِٕى ُك
ُ ضا َع ِة َواُ َّم ٰه
َ م َواَخ َٰوتُ ُك ْم ِّمنَ ال َّرUْ ض ْعنَ ُك
َ ْاَر
ْم َواَ ْنUۙ َدخَ ْلتُ ْم بِ ِه َّن فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم ۖ َو َحاَل ۤ ِٕى ُل اَ ْبن َۤا ِٕى ُك ُم الَّ ِذ ْينَ ِم ْن اَصْ اَل بِ ُكUَد َخ ْلتُ ْم بِ ِه ۖ َّن فَاِ ْن لَّ ْم تَ ُكوْ نُوْ ا
هّٰللا
ِ تَجْ َمعُوْ ا بَ ْينَ ااْل ُ ْختَ ْي ِن اِاَّل َما قَ ْد َسلَفَ ۗ اِ َّن َ َكانَ َغفُوْ رًا ر
٢٣ َّح ْي ًما ۔
5
https://quran.kemenag.go.id/surah/4
10
3. Saudara perempuan sekandung, atau saudara perempuan sebapak atau
seibu, anak perempuan saudara laki-laki dan saudara perempuan meskipun
mereka berada dalam posisi cucu buyut
4. Generasi pertama atau yang bertemu secara langsung dari anak-anak kakek
dan nenek. Mereka adalah bibi dari bapak dan ibu, baik itu bibi bagi
dirinya sendiri maupun bibi bapaknya atau ibunya, atau bibi salah satu
kakeknya atau neneknya.
Sedangkan generasi kedua atau yang tidak langsung dari keturunan kakek
dan nenek itu tidak diharamkan. Seperti anak-anak perempuan bibi dam
paman dari pihak bapak (sepupu), dan anak perempuan paman dan bibi
dari pihak ibu.6 Berdasarkan firman-Nya swt., surat al-Ahzaab: 50
صةً لَّكَ ِم ْن ُدوْ ِن ْال ُمْؤ ِمنِ ْي ۗنَ قَ ْد َعلِ ْمنَا َما
َ ِ خَالUت نَ ْف َسهَا لِلنَّبِ ِّي اِ ْن اَ َرا َد النَّبِ ُّي اَ ْن يَّ ْستَ ْن ِك َحهَا
ْ ََّوهَب
٥٠ ت اَ ْي َمانُهُ ْم لِ َك ْياَل يَ ُكوْ نَ َعلَ ْيكَ َح َر ۗ ٌج َو َكانَ هّٰللا ُ َغفُوْ رًا َّر ِح ْي ًما
ْ َعلَ ْي ِه ْم فِ ْٓي اَ ْز َوا ِج ِه ْم َو َما َملَ َكUفَ َرضْ نَا
6
Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 9, Hal 126.
7
https://quran.kemenag.go.id/surah/33
11
perempuan untuk selama-lamanya.8 Dengan adanya pengharaman tersebut,
terputuslah rasa tamak dan terwujudlah persatuan dan pergaulan yang murni. Dengan
menikahi salah seorang dari perempuan akan menyebabkan terputusnya hubungan
silaturrahmi akibat adanya pertengkaran dan perselisihan yang biasanya terjadi di
antara pasangan suami-istri, dan yang menyebabkan terjadinya perbuatan haram,
sebagaimana yang dikatakan oleh al Kasani.9
M.Quraish Shihab menambahkan bahwa ketujuh
golongan yang disebutkan itu semuanya harus dilindungi dari rasa birahi, ia pun
menegaskan bahwa ada ulama yang berpandangan larangan pernikahan antara kerabat
sebagai upaya al qur’an memperluas hubungan antarkeluarga lain dalam, rangka
mengukuhkan satu masyarakat.10
12
diharamkan orang tua istri kepada suami. Akad pernikahan kepada orang
tua istri, walaupun telah terjadi perceraian dengannya, ataupun terjadi
kematian, adalah merupakan akad yang batil, dan sebagaimana juga telah
dijelaskandalam surat An-Nisa’ ayat 23.
4. Keturunan istri dan nasab kebawahnya
Maksudnya anak-anak tiri, jika seorang laki-laki telah menggauli istrinya.
Jika dia belum menggauli istrinya, kemudian dia berpisah dengannya
sebab perceraian, ataupun kematian, maka anak perempuan istri, atau
seorang anak perempuan dari keturunannya tidak diharamkan untuk suami.
Berdasarkan firman Allah SWT. “Anak-anak istrimu yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan ), maka tidak
berdosa kamu mengawininya” (an-Nisa’:23).
11
Rusdaya Basri, Fiqh Munakahat, (Sulawesi Selatan: CV. KAAFFAH LEARNING CENTER, 2019), h.116.
13
8. Anak perempuan istri dari susuan, dan cucu dari anak-anaknya dan nasab
dibawahnya, jika istri telah digauli.
2. Mahram Mu’aqqat
Mahram Muaqqat atau mahram ghoiru muabbad adalah orang-orang yang haram
melakukan pernikahan untuk sementara dikarenakan hal tertentu, bila hal tersebut
sudah tidak ada maka larangan itu tidak berlaku lagi. Beberapa sebab yang
menimbulkan hubungan mahram muaqqat antara lain adalah :
14
iddahnya sampai melahirkan, apabila ditinggal mati masa iddahnya
empat bulan sepuluh hari.
e. Larangan karena talak tiga
Seorang perempuan yang dicerai dengan talak tiga oleh suaminya
maka haram bagi bekas suaminya tersebut sebelum ada Muhallil.
Muhallil adalah laki-laki yang menikahi perempuan yang telah
ditalak tiga dengan tujuan menghalalkan suami pertama untuk
menikah kemabli dengan istri.
f. Larangan menikahi pezina
Larangan menikahi pezina sampai ia benar-benar berhenti
melakukannya dan bertaubat
g. Larangan menikah beda agama
Seorang wanita muslim haram menikahi laki-laki nonmuslim, akan
tetapi laki-laki muslim boleh menikahi perempuan ahli kitab dari
golongan yahudi dan nashrani
D. Hikmah Mahram
1. Hikmah dibalik Larangan Menikah di antara Mahram
a. Mencegah rusak dan hancurnya jalinan kasih sayang di antara mahram
b. Menghindari lahirnya generasi lemah
Apabila pernikahan antar kerabat dekat dilaksanakan secara berkelanjutan
tentunya akan tumbuh generasi baru yang lemah hingga sampai pada tataran
kepunahan atau terputusnya nasab atau garis keturunan14.
2. Hikmah Larangan Menikahi Perempuan karena Sepersusuan
Diantara nikmat yang diberikan Allah SWT bagi kita adalah memperluas
kekerabatan antar hubungan. Dimana pertumbuhan bayi dimulai dari asi, dia
mengisapnya dari seorang yang menyusuinya. Dan dengan itu bayi yang dirawatnya
mewarisi karakter darinya, seperti halnya seorang bayi mewarisi sosok ibu
kandungnya. Dengan larangan ini, hal itu ditunjukkan secara tidak langsung betapa
Allah menginginkan kebaikan yang banyak bagi hamba-Nya. Karena seperti yang
telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, larangan menikah dengan mahram
memiliki banyak kemudorotan. Begitu juga dengan larangan menikah karena
14
Akmal Abdul Munir, “Pemikiran Sayyid Sabiq Mengenai Hikmat Al-Tasyri’ Hukum Perkawinan Dalam Kitab
Fiqh Al-Sunnah,” Hukum Islam 21, no. 2 (2021): 320–49.
15
hubungan darah. menikahi seorang saudara sepersusuan, tentu ada pengaruh yang
tidak jauh berbeda menikah dengan wanita yang diharamkan (mahram).
3. Hikmah Larangan Menikahi Perempuan karena Pernikahan
a. Ibu dari istri yang dinikahi didudukkan pada posisi yang sama dengan ibu
kandungnya sendiri yang harus dihormati. Sehingga sangat tidak pantas jika dia
menjadikan mertuanya sebagai madu bagi istrinya karena darah dagingnya yang
tercipta melalui pernikahan memiliki hubungan nasab.
b. Ikatan pernikahan menghadirkan jalinan kasih sayang antar keluarga masing-
masing, yaitu dari suami dan istri, yang tidak sepatutnya diiringi dengan
kecurigaan dan rasa cemburu.
4. Hikmah Diperbolehkan Menikahi Perempuan Ahlul Kitab
a. Untuk menghilangkan sekat-sekat di antara Ahlul Kitab dan umat Islam
b. Menjadi sarana untuk menjalin sebuah hubungan, pergaulan, serta pendekatan
antar sesama keluarga yang dapat memberikan mereka ruang untuk mempelajari
Islam, mengetahui kebenaran ajaran Islam serta hal-hal yang berkenaan
dengannya.
c. Sebagai salah satu sarana untuk mengajaknya agar mengikuti petunjuk dan agama
yang benar.
5. Hikmah Pengharaman Seorang Muslimah Menikah dengan Laki-Laki nonMuslim
a. Seorang suami memiliki hak untuk mengatur istrinya, dan seorang istri
berkewajiban menaati suaminya apabila dia menyuruh melakukan suatu
kebaikan. Artinya, seorang suami (nonMuslim) berhak untuk mengatur dan
menguasainya. Sementara orang nonMuslim tidak memiliki hak untuk mengatur
orang Muslim, baik laki-laki maupun perempuan.
b. Sesungguhnya orang kafir tidak mengakui agama yang dianut oleh perempuan
Muslimah, bahkan dia mengingkari kitab sucinya dan menentang pembawa
risalah kitab sucinya. Dengan kondisi seperti ini, tidak akan mungkin rumah
tangga dapat berlangsung dengan tenang karena di dalamnya akan terus terjadi
perselisihan
16
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Mahram adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti
bapak, anak, saudara, paman (sebab nasab), sepersusuan, dan pernikahan. Secara garis besar
larangan-larangan perkawinan dalam Syara’ itu dibagi dua, yaitu; mahram muaabad
(diharamkan selamanya) dan mahram muaqqat (diharamkan sementara).
Wanita yang haram dinikahi selamanya yaitu: Ibu, Anak perempuan, Saudara
perempuan, Bibi dari pihak ayah (saudara perempuan ayah), Bibi dari pihak ibu (saudara
perempuan ibu), Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan), Anak perempuan saudara
perempuan, Ibu istri (ibu mertua), Anak perempuan dari isteri yang sudah didukhul
(dikumpul), menantu perempuan,ibu tiri,saudara sepersusuan.
Wanita yang haram dinikahi sementara yaitu: Mengumpulkan dua perempuan yang
bersaudara, Mengumpulkan seorang isteri dengan bibinya dari pihak ayah ataupun dari pihak
ibunya. Isteri orang lain dan wanita yang menjalani masa iddah.
Demikian pengertian mahram dan golongannya yang perlu diketahui. Ada baiknya
kita mengetahui perkara tersebut terutama bagi yang sedang mencari jodoh. Orang yang
sedang memilih calon pendamping hidup sebaiknya mengetahui apakah wanita tersebut boleh
dinikahi ataukah termasuk wanita yang haram dinikahi untuk menghindari
terjadinya pernikahan sedarah.
SARAN
Penulis menyadari bahwa penulis masih sangat jauh sekali dari kata-kata sempurna,
untuk kedepannya penulis akan lebih jelas dan lebih fokus lagi dalam menerangkan
penjelasan mengenai makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih lengkap dan lebih
banyak lagi, dan tentunya bisa untuk dipertanggung jawabkan. Untuk saran yang akan kalian
berikan kepada penulis, bisa berupa kritikan-kritikan dan saran-saran kepada penulis guna
untuk menyimpulkan kepada kesimpulan dari pembahasan makalah yang sudah dijelaskan
didalam makalah. Untuk bagian-bagian akhir dari makalah ialah daftar pustaka.
17
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. (2018). Mahram dan Kawin Sesuku dalam Konteks Hukum. (Kajian Tematik Ayat-
Ayat Hukum Keluarga). Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 17, Nomor 1.
Akmal Abdul Munir. (2021). “Pemikiran Sayyid Sabiq Mengenai Hikmat Al-Tasyri’ Hukum
Perkawinan Dalam Kitab Fiqh Al-Sunnah.” Hukum Islam. vol 21, no. 2.
Shihab, M. Quraish. (2000). Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu, Di atas Pelbagi Persoalan
Ummat. Bandung: Mizan.
Basri Rusyada. (2019). Fiqh Munakahat. Sulawesi Selatan: CV. KAAFFAH LEARNING
CENTER.
Tim Pembukuan Ma’had Al-Jamiah Al-Aly. (2021). Syarah Fathul Qorib Diskursus
Munakahah (Fiqih Munakahah). Malang: UIN Maliki Press.
Sarwat, Ahmad. (2018). Wanita Yang Haram Dinikahi. Jakarta Selatan: Rumah Fiqih
Publishing.
Wahbah az-zuhaili. (2002). Fiqih islam wa adillatuhu. Jil IX. Damaskus: darul fikir.
Al-badaa’I : 2/257.
Wahbah Al-Zuhailiy. (2018) Al-Tafsir Al-Munir. Jil. IX. Jakarta: Gema Insani.
M. Quraishshihab. (2010). Tafsir Al-Misbah: pesan, kesan, dan keserasian al-qur’an. VolCet.
III; Ciputat: Lenterahati.
18