Anda di halaman 1dari 12

MENANAMKAN AQIDAH PADA ANAK

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Parenting

Dosen Pengampu: Ibu Mahdaniyal H. N., M.S.I

Disusun Oleh:

1. Viyya Muna (2102016016)


2. Amar Prawijo (2102016106)
3. Wafa Aulia (2102016117)
4. Shella Ainun Aulia MS. (2102016132)

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

TAHUN 2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidyahNya
sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Parenting yang berjudul
“Menanamkan Aqidah Pada Anak” ini tepat pada waktunya, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Sholawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada baginda kita Nabi
Muhammad SAW yang telah menyampaikan mu’jizat Al-Qur’an sebagai pedoman hidup yang
menuntun ke jalan yang benar sepanjang masa bagi umat manusia. Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Mahdaniyal H. N., M.S.I pada mata kuliah
Parenting.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mahdaniyal H. N., M.S.I selaku dosen pengampu
mata kuliahParenting, serta semua pihak yang membantu dalam penulisan makalah ini Sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran
yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
berguna untuk pembaca maupun penulis.

Semarang, 10 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................................... 2
.................................................................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Aqidah................................................................................................. 3
B. Tauhid: Perjanjian Primordial Manusia Dengan Allah.................................... 3
C. Peran Orang Tua Menanamkan Akidah............................................................. 5
D. Mengenalkan dan Menanamkan Akidah pada Anak........................................ 6

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penanaman Aqidah harus mendapatkan perhatian besar dari para orangtua.
Menanamkan ke dalam jiwa anak tentang ke-Esaan Allah SWT, dan menjauhkan mereka
dari perbuatan syirik. Ini dilakukan dengan menunjukkan dalil-dalil logis dan bukti-bukti
yang masuk akal bagi anak-anak tentang keberadaan Allah. Salah satu cara yang dapat
dicontohi dalam penanaman aqidah anak usia dini adalah mencontohi Lukmanul Hakim
yang telah sukses mendidik anaknya dalam penanaman aqidah. Kesuksesan Lukmanl
Hakim mendidik anaknya telah diabadikan dalam alquran yang tercantum pada surat
Lukman ayat 13 sampai 19. Dari ayat tersebut terdapat lima inti dalam mendidik anak di
usia dini yakni Penanaman aqidah, Berbakti kepada kedua orangtua, mendirikan sholat,
Akhlak, Amar ma’ruf dan Nahi mungkar.
Agama Islam sangat mengutamakan pentingnya penanaman Aqidah, dengan
Aqidah seseorang dapat hidup dengan baik dan tenteram karena kuatnya hubungnan
vertikal dengan Yang Maha Penicipta yaitu Allah SWT. Demikian pentingnya Aqidah
sehingga ajaran Islam lebih awal memperintahkan penanaman aqidah pada anak.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian Aqidah?
2. Apa itu Tauhid sebagai perjanjian primordial manusia dengan Allah?
3. Bagaimana peran orangtua menanamkan Aqidah?
4. Bagaimana mengenalkan & menanamkanAqidah pada anak?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Aqidah
2. Untuk mengetahui Tauhid sebagai perjanjian primordial manusia dengan Allah
1
M. Suyuti Yusuf, “Penanaman Aqidah Pada Anak”, Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Vol. 6 No. 1, Januari 2023,
hlm 664-672

iv
3. Untuk mengetahui peran orangtua menanamkan Aqidah
4. Untuk mengetahui pe mengenalkan & menanamkanAqidah pada anak

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aqidah
Kata Aqidah berasal dari bahasa arab yang akar dengan arti ‫ عـقـد يعـقـد عـقـيـد ة‬yaitu
katanya mengikat. Secara istilah, bahwa Aqidah adalah suatu dasar keyakinan yang harus
dipegang oleh orang yang mempercayainya. Sehingga, pengertian Aqidah Islam adalah
pokok-pokok kepercayaan yang harus diyakini kebenarannya oleh setiap muslim dengan
berpedoman pada dalil-dalil naqli dan aqli. Yaitu dalil dari Al-Quran dan alhadis serta
dalil dari akal sehat.2
Untuk memperkuat pernyataan di atas, dapat dilihat pada:
a) Surat al-Kahfi ayat 110
b) Surat Az-Zumar ayat 2-3-65
c) Surat An-Nahl ayat 36
d) Surat Al-A’raf ayat 59-65-73-85

B. Tauhid: Perjanjian Primordial Manusia Dengan Allah


Primordial adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, yaitu primus yang
berarti “pertama” dan ordiri yang berarti “tenunan” atau “ikatan”. KBBI menerjemahkan
primordial sebagai “termasuk dalam bentuk atau tingkatan yang paling awal” dan “paling
dasar”.3 Dengan demikian, primordial berarti ikatan pertama seorang manusia yang
dibawa semenjak awal penciptaannya. Diinformasikan dalam QS. al-A’raf: 172 bahwa
sebelum manusia lahir ke dunia ini, ia telah bersyahadat bahwa Allah adalah Tuhannya
sehingga tatkala manusia terlahir ke bumi, ia terikat oleh perjanjiannya dengan Allah tadi.
Itulah sebabnya, agama sejatinya merupakan suatu perjanjian (mitsaq) suci antara Allah
dengan hamba-Nya. Nurcholish Madjid menyebut perjanjian ini sebagai perjanjian

2
Ibid
3
https://kbbi.web.id/primordial

v
primordial,4 yaitu suatu perjanjian yang paling awal antara manusia dengan Allah tentang
pengakuan ketuhanan.
‫۟ا‬ ‫۟ا‬
‫َو ِإْذ َأَخ َذ َر ُّبَك ِم ۢن َبِنٓى َء اَد َم ِم ن ُظُهوِر ِهْم ُذ ِّر َّيَتُهْم َو َأْش َهَد ُهْم َع َلٰٓى َأنُفِس ِهْم َأَلْس ُت ِبَر ِّبُك ْم ۖ َقاُلو َبَلٰى ۛ َش ِهْد َنٓاۛ َأن َتُقوُلو َيْو َم‬
‫ٱْلِقَٰي َم ِة ِإَّنا ُكَّنا َع ْن َٰه َذ ا َٰغ ِفِليَن‬

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari


sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)". (QS. al-A’raf: 172)
Tauhid adalah ajaran yang tidak hanya dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
semata, akan tetapi juga oleh nabi- nabi sebelumnya. Dalam perjalanan waktu, misi
tauhid yang dibawa nabi-nabi terdahulu terdistorsi oleh umatnya yang cenderung pada
kepercayaan lokal, mitos, serta tradisi yang disakralkan. Di sinilah, tauhid Islam yang
merupakan lanjutan dari misi tauhid agama-agama samawi sebelumnya menjadi
penyempurna dari ajaran-ajaran tauhid terdahulu,5 sebagaimana yang ditegaskan QS. al-
Maidah: 3
Bertauhid tidak berhenti pada tingkatan percaya terhadap Allah. Lebih dari itu,
konsekuensi logis dari semangat tauhid adalah menghilangkan paham syirik, paham yang
menganggap Tuhan memiliki serikat atau sekutu. Orang-orang musyrik di Makkah,
dalam al-Quran, digambarkan bahwa mereka juga percaya kepada Allah (QS. al-Zumar:
38)
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka
terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak
mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat
menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku,

4
Didik Lutfi Hakim, “Monotheisme Radikal: Telaah atas Pemikiran Nurcholish Madjid”, Teologia, Vol. 25, No. 2,
2014, http://journal.walisongo.ac.id/index.php/teologia/article/download/383/349, 10.
5
Didik Lutfi Hakim, Monotheisme, 5.

vi
apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku".
Kepada-Nya-lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS. al-Zumar: 38)
Meski begitu, mereka tetap saja tidak dapat dilabeli sebagai mukminun dan
muwahhidun karena mereka menyekutukan Allah dengan berhala yang mereka ciptakan.
Padahal mereka sadar dengan sesungguhnya bahwa sekutu-sekutu itu merupakan ciptaan
Allah juga (QS. al-Zukhruf: 87) dan jelas bukan Allah sendiri. 6 Gambaran al-Qur’an
tentang tradisi masyarakat Arab di atas menunjukkan bahwa percaya pada Allah tidak
dengan sendirinya berarti tauhid karena percaya pada Allah itu masih memiliki
kemungkinan untuk percaya kepada yang lain-lain selaku peserta Allah dalam keilahian,
dan inilah problem manusia. Apabila manusia tidak melakukan ketundukan, kepasrahan
pada Tuhan secara utuh dan mutlak, niscaya manusia akan tunduk di hadapan yang
relatif.

C. Peran Orang Tua Menanamkan Akidah


Teori tabula rasa (dari bahasa Latin yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan
sebagai “blank slate”, dan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “kertas
kosong”)7 yang digulirkan oleh John Locke (1690), seorang filosof asal Inggris,
menyatakan bahwa tingkah laku anak-anak dibentuk oleh pengalaman, yaitu pengaruh
yang mengenai pada dirinya yang bersumber dari orang lain atau dari alam sekitar. Saat
usia sebelum anak mengenal pendidikan yang berasal dari luar keluarga, seperti sekolah,
orang tualah yang mendidik mereka. Pada waktu itu, kepribadian dan moral yang terdapat
dalam dirinya dapat dikatakan masih murni, maksudnya sifat-sifatnya tidak akan jauh
beda dengan sifat kedua orang tuanya. Akan tetapi, begitu mengenal dunia luar, maka
sifat yang ia miliki akan cenderung dipengaruhi lingkungan pendidikan dan lingkungan
bermainnya. Oleh karena itu, tingkah lakunya harus terus dipantau, dibimbing, dan
diarahkan oleh orang tua sebab pada masa-masa ini ia memiliki curiousity yang tinggi
pada lingkungan yang ada di sekitarnya. Selain pengamalan moral, orang tua perlu juga
untuk memberi pedoman hidup bagi anaknya agar nantinya ia dapat mengerti dan
memilah hal yang baik dan buruk, serta bagaimana seharusnya berperilaku.

6
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1992), 74.
7
Kumara Ari Yuana, 100 Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM-Abad 21 yang Menginspirasi Dunia Bisnis
(Yogyakarta: Andi, 2010), 170.

vii
Untuk merealisasikan hal ini, orang tua perlu untuk memberi pendidikan agama
pada anak sejak dini, sejak ia masih kecil. 8 Tidak dipungkiri, masih banyak orang tua
yang langsung menyuruh anaknya untuk melaksanakan perintah-perintah Allah tanpa
memperkenalkan-Nya terlebih dahulu pada sang anak. Mereka tidak menyadari arti
penting dari ajaran tauhid tersebut. Sementara itu, hal yang pertama kali diajarkan
Rasulullah ketika menyebarkan Islam, yaitu ilmu tauhid, ilmu mengenal Allah, sebab
bagaimana mungkin kaumnya bakal mengikuti ajakan untuk menjalankan perintah-
perintah Allah di kala mereka tidak mengenal sosok yang memberinya perintah.
Barangkali terlihat bagaimana sulitnya orang tua menyuruh anaknya untuk salat,
mengaji, atau menjalankan ibadah-ibadah lainnya. Hal ini besar kemungkinan terjadi
karena mereka belum dikenalkan pada penciptanya. Sebelum mengajak anak untuk
menjalankan perintah-perintah Allah, orang tua harus bisa mengenalkan Allah pada anak.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengenalkan Allah semenjak dini pada anak,
misalnya dari hal yang paling disukai anak-anak, yaitu dengan membacakan dongeng-
dongeng islami, mengenalkan asma-asma-Nya atau bisa juga dengan cara memberi
contoh dalam kehidupan sehari-hari. Misal, orang tua memberi pertanyaan, “Nak, kamu
pernah melihat jantungnya semut? Bayangkan, Nak, Allah bisa loh membuat jantung
dalam tubuh makhluk sekecil itu”. Mendengar penjelasan itu, maka anak pasti akan
terbetik rasa kagum dan kemudian tertarik untuk mengenal dzat Allah.
Memberi contoh yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, akan membuat anak
lebih mudah untuk menyadari akan adanya Allah, dzat yang begitu hebat dan pencipta
dari segalanya. Dalam kesadarannya ini, orang tua tidak akan khawatir kesulitan
menyuruh anak taat pada perintah-perintah Allah karena ia akan dengan senang hati
melakukannya sebab imannya telah tertanam dalamsanubarinya.

D. Mengenalkan dan Menanamkan Akidah pada Anak


Akidah menjadi pondasi dalam membentuk akhlak seorang anak. Layaknya
sebuah biji dan pohon, akidah yang baik akan melahirkan akhlak yang baik pula pada diri
anak, dan begitu juga sebaliknya. Seperti nasihat Lukmanul Hakim kepada anaknya, hal

8
Nuraini, “Peran Orang Tua dalam Penerapan Pendidikan Agama dan Moral Bagi Anak”, MUADDIB, Vol.03
No.01, 2013, http://journal.umpo.ac.id/index.php/muaddib/article/download/74/64, 64.

viii
paling dasar yang wajib ditanamkan kepada anak-anak adalah cinta kepada Allah sebagai
konsekuensi keimanan.
Keimanan tidak diwariskan begitu saja kepada anak-anak. Oleh karena itu,
sebagai orang tua perlu memahami berbagai cara yang dapat diambil untuk menanamkan
kecintaan anak kepada Allah sejak dini. Orang tua memiliki peran yang sangat penting
dalam proses pembentukan akidah anak-anaknya. Berikut ini merupakan dasar-dasar
penting yang harus dicamkan oleh orang tua agar akidah anak kokoh, yaitu:9
1. Menalqin anak untuk melafalkan kalimat Tauhid
Sejak awal indera anak berfungsi, bahkan semenjak dalam kandungan
seyogianya yang didengar oleh anak adalah kalimat Tauhid. Selanjutnya setelah
mendengar, maka ucapan pertama kali yang sebaiknya keluar dari lisan anak adalah
kalimat tauhid pula. Biarkan anak terbiasa dengan kalimat tauhid itu. Semakin
besar, anak akan semakin memahami kata-kata berikutnya yang akan menjadi
kebaikan untuknya.
2. Menanamkan cinta kepada Allah
Misalnya dengan cara mengajaknya bersyukur untuk kesempurnaan semua
anggota tubuh sehingga dapat beraktivitas dengan mudah.
3. Menanamkan cinta kepada Nabi, keluarga, sahabatnya
Mengajarkan anak untuk mencintai Nabi, keluarga dan sahabatnya tidak
hanya sebagai penanaman salah satu rukun iman, namun juga menanamkan
keteladanan, yaitu menanamkan budi pekerti mulia. Mencintai Rasul dapat
diajarkan pada anak melalui cerita-cerita tentang kelahiran rasul, masa kecilnya,
kepribadiannya, kejadian-kejadian luar biasa yang pernah dialaminya, dan
sebagainya menjelang anak tidur. Langkah berikutnya adalah dengan pembiasaan
mengikuti kebiasaan-kebiasaan Nabi, seperti: makan dengan tangan kanan,
mendahulukan kaki kanan ketika akan mengenakan sepatu, berujar dengan lembut,
berperilaku sopan dan santun, berusaha mengendalikan amarah, berdoa di setiap
akan melakukan aktivitas.
4. Mengajarkan al-Qur’an pada anak

9
Kamisah dan Herawati, “Mendidik Anak ala Rasulullah (Prophetic Parenting), Journal of Education Science
(JES), 5(1), 2019, https://jurnal.uui.ac.id/index.php/jes/article/view/358,41.

ix
Hiasi akhlak dan perangainya dengan nilai-nilai al-Qur’an, misalkan ajarkan
anak untuk berkata-kata lembut, penuh sopan kepada orang tuanya, jangan biarkan
ia berkata “ah” ketika dimintai tolong oleh orang tua apalagi sampai membentak.
Jadikan anak dekat dan butuh pada al-Qur’an.
5. Mendidik anak untuk tetap teguh serta rela berkorban demi akidah
Pada bagian ini, anak membutuhkan contoh langsung dari kedua orang
tuanya. Dimulai dari hal yang sederhana seperti televisi dimatikan saat adzan
dikumandangkan dan dilanjutkan dengan shalat jamaah di masjid. Meski anak
menangis sebab tidak rela televisi dimatikan, orang tua tetap harus menunjukkan
keteguhan dalam mendidiknya, begitu pula dengan semangat rela berkorban demi
akidah.

x
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Aqidah Islam adalah pokok-pokok kepercayaan yang harus diyakini
kebenarannya oleh setiap muslim dengan berpedoman pada dalil-dalil naqli dan aqli.
Yaitu dalil dari Al-Quran dan alhadis serta dalil dari akal sehat. Diinformasikan
dalam QS. al-A’raf: 172 bahwa sebelum manusia lahir ke dunia ini, ia telah
bersyahadat bahwa Allah adalah Tuhannya sehingga tatkala manusia terlahir ke bumi,
ia terikat oleh perjanjiannya dengan Allah tadi. Itulah sebabnya, agama sejatinya
merupakan suatu perjanjian (mitsaq) suci antara Allah dengan hamba-Nya.
Memberi contoh yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, akan membuat anak
lebih mudah untuk menyadari akan adanya Allah, dzat yang begitu hebat dan
pencipta dari segalanya. Dalam kesadarannya ini, orang tua tidak akan khawatir
kesulitan menyuruh anak taat pada perintah-perintah Allah karena ia akan dengan
senang hati melakukannya sebab imannya telah tertanam dalamsanubarinya.
Keimanan tidak diwariskan begitu saja kepada anak-anak. Oleh karena itu, sebagai
orang tua perlu memahami berbagai cara yang dapat diambil untuk menanamkan
kecintaan anak kepada Allah sejak dini. Orang tua memiliki peran yang sangat
penting dalam proses pembentukan akidah anak-anaknya. Berikut ini merupakan
dasar-dasar penting yang harus dicamkan oleh orang tua agar akidah anak kokoh,
yaitu:
1) Menalqin anak untuk melafalkan kalimat Tauhid
2) Menanamkan cinta kepada Allah
3) Menanamkan cinta kepada Nabi, keluarga, sahabatnya
4) Mengajarkan al-Qur’an pada anak

xi
5) Mendidik anak untuk tetap teguh serta rela berkorban demi akidah

DAFTAR PUSTAKA
Ari Yuana, Kumara. 2010. 100 Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM-Abad 21 yang Menginspirasi
Dunia Bisnis. Yogyakarta: Andi.
Madjid, Nurkholis. 1992. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina
Hakim, D., Luthfi. Monotheisme Radikal: Telaah atas Pemikiran Nurcholish Madjid. Jurnal
Teologia. 25(2)
Yusuf, M. Penanaman Aqidah Pada Anak. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan. 6(1)
Nuraini. Peran Orang Tua dalam Penerapan Pendidikan Agama dan Moral Bagi Anak. 3(1)

xii

Anda mungkin juga menyukai