Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan

A. Latar Belakang
B. Masalah Penelitian
C. Definisi Konsep
D. Metode Penelitian

Pembahasan

A. Kajian Teori
B. Penyajian Data
C. Temuan Penelitian
D. Analisa dan Kajian Keislaman
E. Kesimpulan

Pandemi covid-19 yang lalu menyerang sejumlah negara tak terkecuali Indonesia. Gerak
orang mulai dibatasi untuk mencegah penyebaran virus. Masalah itu bagi kalangan berada
mungkin masih dapat diatasi sebab mereka memiliki cadangan makanan, simpanan uang serta
fasilitas yang memadai di rumah masing-masing. Namun berbeda dengan nasib orang-orang
yang hidup dengan serba keterbatasan disaat keadaan semakin genting. Jangankan dalam
situasi sebagaimana dirasakan hari ini, pada situasi normal saja mereka mesti bercucuran
keringat dan membanting tulang mencari nafkah agar dapur mereka tetap berasap.

Sebut saja kaum marginal atau masyarakat ekonomi lemah yang mengandalkan
sambungan hidup dari penghasilan perhari. ada yang bekerja sebagai pemulung, buruh kasar,
pengemudi ojek, pedagang kaki lima dsb. Mereka bertarung melawan kerasnya kehidupan di
atas bumi yang kaya ini mengapa mereka harus bersusah payah dan bertaruh nyawa hanya
untuk demi sesuap nasi.

Kaum miskin perkotaan adalah bagian dari kutukan ideologi kapitalisme. Bagaimana
tidak bila ideologi ini selalu bertujuan untuk menumbuh kekayaan pada golongan yang
memiliki akses terbesar ekonomi dan sebaliknya memarjinalisasi kelompok masyarakat yang
tidak memiliki akses baik pengetahuan kesempatan ataupun ekonomi itu sendiri. Karena itu
program end poverty selalu menjadi tujuan semu rencana pembangunan Global baik itu
Millenium Development Goals atau MDGS atau Sustainable Development Goals atau SDG
itu di masa normal apalagi di masa pandemi covid-19 ini.
laporan World Bank menyebutkan bahwa wabah corona akan membuat negeri miskin
yang akan menjadi lebih miskin dan negeri kaya pun menghadapi resesi ekonomi. Dalam
masa covid saja golongan marjinal makin menderita karena lapangan pekerjaan informal
yang ditekuninya jelas makin sulit diharapkan sebagai sandaran nafkahnya. Pemerintah
memang punya program jaring pengaman sosial melalui kartu sembako, kartu pra kerja, dan
subsidi listrik namun bisa dipastikan tidak semua kaum marginal mendapatkan manfaatnya
sekalipun pemerintah mengatakan penyerapan anggaran program Pemulihan Ekonomi
Nasional atau PEN mencapai 83 triliun dari 127 triliun dana kelompok miskin pun
sebenarnya sudah bermasalah karena acuannya adalah tolok ukur pemerintah secara sepihak
bukan realitas kondisi masyarakat itu belum lagi anggaran yang dikucurkan pemerintah
200.000 sampai 600 ribu perbulan tidak akan cukup untuk memenuhi pembelian kebutuhan
pokok membayar transpor membeli energi dan kuota internet untuk kebutuhan sekolah anak-
anak mereka.

Sungguh kita merindukan sistem Islam pemerintahan yang sigap mengatasi wabah
sekaligus memiliki sistem pencegahan kemiskinan yang dijamin oleh Khilafah karena
pelaksana hukum syariat. kita tahu bahwa hukum syariat akan selalu membawa berkah
kepada seluruh dunia. sehingga Dengan demikian karena Khilafah itu sebagai negara Global
Dia memiliki kemampuan untuk merangkum seluruh sumber daya yang ada di seluruh dunia
termasuk kekayaan alam yang terbentang dari wilayah kaukasus, timur tengah, Nusantara
hingga Afrika. kemiskinan struktural yang disebabkan kesalahan penerapan kapitalisme jelas
tidak akan terjadi jika Khilafah itu nanti Tegak yang pertama kali diatur adalah jangan sampai
kekayaan hanya terkonsentrasi pada kelompok yang memiliki akses luas. Sebagaimana
firman Allah di dalam surat Al-Hasyr ayat 7:

‫ْيَك اَل َيُكْو َن ُد ْو ًةَل ۢ َبَنْي اَاْلْغِنَيۤاِء ِم ْنْۗمُك َو َم ٓا ٰا ٰتىُمُك الَّرُس ْو ُل َفُخ ُذ ْو ُه َو َم ا ٰهَنىْمُك َع ْنُه َفاْنُهَتْو ۚا َو اَّتُقوا اَهّٰلل ۗ ِا َّن اَهّٰلل َش ِد ْيُد اْلِع َقاِۘب‬..…

(Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah.
Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. Al-Ḥasyr [59]:7

supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kamu karena itu
kepemilikan sudah diatur dengan jelas mana yang menjadi milik umum, milik negara dan
mana yang boleh dimiliki oleh private.
Selanjutnya negara juga mengatur sistem distribusi kekayaan secara adil bahkan kemudian
ada proses yang disebut sebagai ihya'ul mawat menghidupkan tanah bisa seseorang memiliki
tanah secara cuma-cuma karena dia mampu untuk mengelolanya. negara juga menjamin
pemenuhan kebutuhan primer termasuk pendidikan dan kesehatan secara gratis dan yang tak
kalah Penting Tidak ada pajak yang berlaku massal atau pungutan yang tak penting.

Save the Children dan Tifa Foundation melakukan penelitian pemenuhan HAM terhadap
kelompok rentan dan marginal pada masa Covid-19 di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Penelitian ini dilakukan di sepuluh desa/kelurahan yang terpapar COVID-19, dengan tingkat
perekonomian cukup rendah dan mengalami permasalahan hak asasi manusia, termasuk hak
anak. Dalam penelitian ini, sebanyak 600 keluarga disurvei dan 177 orang terlibat dalam
Diskusi Kelompok Terarah selama bulan Mei sampai Juli 2021. Selama Pandemi COVID-19,
sebanyak 84,39% responden menyatakan kesulitan memenuhi kebutuhan makanan sehari-
hari. 100% responden yang berpendapatan di bawah 2 juta rupiah mengalami penurunan
pendapatanmulai dari 100 ribu rupiah hingga 500 ribu rupiah Sebagian besar responden
menyatakan telah mendapatkan penyuluhan terkait COVID-19. Tapi 9,25% responden di
Jawa Timur dan 4,88% di NTB menyatakan tidak mendapatkannya. Kelompok rentan dan
miskin membutuhkan bantuan sosial, tetapi memiliki hambatan mengakses informasi. Akses
terhadap informasi dan bantuan sosial sudah seharusnya dibuka seluas-luasnya bagi mereka.
Namun demikian, masih ditemukan adanya pembedaan perlakuan yang muncul, seperti
informasi yang lebih mudah didapat oleh mereka yang memiliki hubungan baik dengan
pemangku kebijakan di level desa. Hal tersebut memicu ketidakmerataan pembagian bantuan
sosial. Pendataan bantuan sosial masih kurang komprehensif sehingga kelompok rentan
seperti anak-anak, perempuan dan penyandang disabilitas, tidak mendapatkan perhatian
khusus di masa pandemi atau sama sekali tidak mendapatkan bantuan. Di bidang pendidikan,
2% responden menyatakan anak-anak putus sekolah selama COVID-19 karena.. tidak ada
biaya (60%) ketidakmampuan fisik dan mental (16%) tidak ada sekolah yang dekat atau
sesuai kebutuhan anak (7%) 30,29% menyatakan beasiswa membuat anak mereka dapat
lanjut sekolah. Selain dari biaya sendiri (13,71%) dan Kartu Indonesia Pintar. Dampak
lanjutan terkait anak-anak yang putus sekolah akibat pandemi adalah perkawinan anak (di
bawah 18 tahun) Tercatat, selama pandemi perkawinan anak meningkat hingga 24.000 di
seluruh Indonesia. Salah satu faktor penyebab perkawinan anak adalah kondisi ekonomi. Dari
total responden perempuan, 14,33% merupakan kepala keluarga. Kebijakan pembatasan
sosial dan penutupan sekolah selama COVID-19, menyebabkan beban domestik atau
pengasuhan yang dilakukan perempuan di rumah meningkat secara signifikan Salah satu
contohnya, mengatur makanan di rumah agar cukup untuk semua anggota keluarga. Terlebih
lagi, bagi mereka yang juga menanggung beban ekonomi keluarganya. Perempuan-
perempuan di NTB dan Jawa Timur kekurangan informasi mengenai lembaga terkait yang
menangani kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual. 71,96% perempuan di NTB dan
Jawa Timur tidak mengetahui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dapat
mendampingi kasus kekerasan terhadap perempuan dan Komnas Perempuan. Sementara itu,
76,35% perempuan di Jawa Timur dan NTB juga tidak mengetahui Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Perempuan korban KDRT juga tidak
memanfaatkan layanan pengaduan karena khawatir suami mereka akan dipenjara dan
pendapatan keluarga akan berkurang jika dilaporkan. Terkait kebijakan penanganan pandemi,
Sebagian besar responden memilih untuk tidak melaporkan ketidakpuasan atau keluhan
mereka kepada pihak-pihak terkait, umumnya karena mereka tidak mengetahui caranya.
Ketika menghadapi masalah terkait kebijakan selama masa COVID-19, kelompok
masyarakat rentan biasanya lebih sering menyampaikan keluhan kepada tetangga atau rekan,
ketimbang menanyakan langsung ke pemerintah desa atau melalui berbagai layanan keluhan
yang tersedia seperti layanan keluhan di Dinas Kominfo, layanan anak dan perempuan, atau
Forum Anak. Sebagian masyarakat akhirnya membiarkan saja situasi ini menjadi kebiasaan.
Situasi ini terjadi pada pelanggaran hak anak, perempuan, bantuan sosial, pemutusan
hubungan kerja sepihak bagi buruh, atau kerja tidak dibayar. Apa yang kita semua bisa
lakukan untuk berbagai permasalahan hak asasi manusia yang masih terjadi?

Jipang harganya berapaan bisa lebih biasa harganya mimpi maribu gini kalau yang pingin ya
belinya di Jawa Tengah

ndak pernah habis pernah enggak belum ada corona habis

ya saja aku ini terus terang aja sini lagi Mengalami penurunan lah saya nggak bisa mentarget
Mbak Soalnya kalau jualan kayak gini kan enggak bisa kayak untuk pedagang umum yaitu
resiko andai kata barang rusak ya dibuang.

Oh ya nggak cukup kan hihihi ini kulakannya kalau ndak banyak, kalau nggak banyak yang
gak cukup ongkosnya mahal pokoknya pulang pergi nggak nggak kos tidurnya numpang di
pos jaga pagi tidurnya Iya sembarang tempat tidurnya

ini kalau pulang jangka waktunya berapa lama ambil barangnya lagi ?
6 hari baru pulang ke habis pulang

kadang kalau namanya mengalami kerugian pun nggak mungkin akan rugi terus

ya ada kalanya memang namanya orang dagang seperti itu

resikonya itu kayak jalan nggak mungkinlah jalan lurus terus dia Adakalanya ya ya pokoknya
Alhamdulillah di Wonokromo Ya beginilah ngggowes Hehehe iya

cape lah tapi ya udahlah nggak papa lah ya

apa harapan ibu pada pemerintah dengan kondisi saat ini?

Ndak pengen nggak pengen pengen berharap nggak bener ya Nggak apa-apa nggak apa-apa
saya cari sendiri nih Sudah akan alhamdulillah cukup dikasih makan, kalau dikasih ya mau
tapi saya nggak mau minta-minta.

Anda mungkin juga menyukai