Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Holistic al-hadis, Vol. , No.

( – ) 2020, 1-141** Expression is faulty **

Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits

Ica Faizah
UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Email : icafaizah031099@gmail.com

Abstrak

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-7630


Jurnal Holistic al-hadis Vol. , No. (– ) 2020- 2

Dakwah merupakan usaha untuk mengajak manusia ke jalan Allah. Dalam


kajian ilmu filsafat dakwah dikenal istilah ontology ilmu dakwah. ontology
ialah ilmu tentang yang ada. Sedangkan ontologi dakwah membahas hal
yang ada atau sumber dari segala sesuatu maka dalam penerapan dakwah,
yang menjadi sumber dakwah adalah al-Qur’an dan hadist maka perlu
diperhatikan apa yang menjadi sumbernya. Sehingga dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan bagi para juru dakwah.

Kata kunci: dakwah, al-qur’an, dan hadits.

Pendahuluan

Nabi Muhammad adalah seorang nabi dan rasul terakhir yang diutus oleh
Allah untuk menyampaikan pesan-pesan ilahiyyah kepada manusia. Setelah
beliau wafat, tidak ada lagi rasul yang ditugaskan setelahnya. Di sisi lain,
Islam juga merupakan agama terakhir yang diturunkan Allah kepada
manusia, namun tidak berarti dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Maka eksistensi Agama Islam demikian pentingnya dakwah sehingga
menjadikan tugas ini sebagai pedoman dalam kehidupan.

Seperti kata-kata an-nida, tabligh, nasihat, tarbiyah, ta’lim, I’lan, amar


ma’ruf, nahi munkar, tabsyir dan tanzhir. Agaknya penggunaan kata yang
relatif banyak dalam penyebutan dakwah ini sebagai salahsatu indikasi
kesempurnaan dan kemukjizatan Al-Qur’an dan kekayaan khazanah Bahasa
Arab serta pentingnya dakwah dalam pandangan Al-Qur’an. Berdasarkan
uraian di atas, peneliti berpandangan bahwa masalah ini penting ditulis dan
diteliti dengan beberapa alasan. Pertama, untuk menemukan sekaligus
mengelaborasi pandangan al-Qur`an dan al-hadits terhadap dakwah, kedua,
untuk memperkaya khazanah tulisan terkait dakwah sehingga dapat
dijadikan sebagai referensi terutama oleh mahasiswa Fakultas Dakwah.
Tulisan singkat ini akan dibahas dalam satu karya yang berjudul Dakwah
dalam Perspektif al-Qur`an dan al-Hadits.

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-763


3 - Jurnal Holistic al-hadis Vol. , No. (– ) 2020
Author1, Author2, …

Berdasarkan masalah yang dibahas, maka penelitian ini tergolong pada


penelitian kepustakaan (Library Research). Dikatakan penelitian
kepustakaan karena semua data primer merupakan data tertulis khususnya
ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur`an dan alhadits.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti berpandangan bahwa masalah ini


penting ditulis dan diteliti dengan beberapa alasan. Pertama, untuk
menemukan sekaligus mengelaborasi pandangan al-Qur`an dan al-hadits
terhadap dakwah, kedua, untuk memperkaya khazanah tulisan terkait
dakwah sehingga dapat dijadikan sebagai referensi terutama oleh mahasiswa
Fakultas Dakwah. Tulisan singkat ini akan dibahas dalam satu karya yang
berjudul Dakwah dalam Perspektif al-Qur`an dan al-Hadits.

Studi teks dalam makna studi pustaka setidaknya dapat dibedakan:


Pertama: studi pustaka yang memerlukan olahan uji kebermaknaan empiris
di lapangan; Kedua, studi pustaka yang lebih memerlukan olahan filosofis
dan teoritik dari pada uji empirik. Studi pustaka yang pertama mempunya
kegunaan untuk membangun konsep teoritik yang pada waktunya tentu
memerlukan uji kebermaknaan empirik di lapangan. Dengan demikian studi
teks mencakup: pertama studi pustaka sebagai telaah teoritik suatu disiplin
ilmu, yang perlu dilanjutkan dengan uji empirik, untuk memperoleh bukti
kebenaran empirik. Studi pustaka yang kedua adalah studi teks yang
berupaya mempelajari teori linguistik atau studi kebahasaan atau studi
perkembangan bahasa yang biasa disebut sebagai studi sosiolinguistics.

Pembahasan

A. Pengertian Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Hadits

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-7630


Jurnal Holistic al-hadis Vol. , No. (– ) 2020- 4

a. Pengertian Dakwah Secara Bahasa.


Dakwah dalam bahasa Arab berasal dari kata (da'a, yad'u, da'watan),
berarti menyeru, memanggil, mengajak, menjamu (Mahmud yunus, 1989 : 127).
Atau kata da'a, yad'u, duaan, da'wahu, berarti menyeru akan dia (Luis Ma’luf,
1997: 216).

Asal kata dakwah dalam berbagai bentuknya (fi’il dan isim), terulang
dalam Al-Qur'an sebanyak 211 kali (Muhammad Fu’ad abdu albaqi, 1992: 326),
dengan rincian, dalam masdar terulang 10 kali, fi'il Madhi 30 kali, Fi'iI Mudhari'
112 Isim Fa'il 7 kali dan sedangkan dengan kata dua sebanyak 20 kali, Dakwah
dan yang seakar dengan kata Da’wah dalam bentuk Masdar 10 kali dan dalam
AIQur'an, yaitu dalam surat alBaqarah: 186, Al-a’raf: 5, Yunus: 10, 89, al-Rad :
14, Ibrahim : 44, AI-Anbiya': 15, ar-Rum 25, al-Ghafir: 43 Dalam bentuk fi’il
Madhi diulang 30 kali, antara lain dalam surat 186, ali-Imran: 38, al-Anfal: 24,
Yunus: 12, al-Rum: 25, alzumar 8,49, Fushilat: 33, ad-Dukhan: 22, al-Qamar: 10
dan lain-lain. Sedangkan kata da’wah dalam bentuk fi’il mudhari’ diulang
sebanyak 112 kali, antara lain dalam surat al-baqarah :271, ali-imran :104,
annisa’117 (dua kali ), al-an’am :52, 108, yunus 66, Hud :101, al-rad :14, an-
nahl : 20, al-isra’:67, Al-kahfi : 28, al-Hajj: 62, al-furqan :68, al-Qasash :41, al-
ankabut :42 dan lain sebagainya. Dalam bentuk fi’il amar diulang sebanyak 32
kali, antara lain : surat al-baqarah :61, 68, 70, al-a’raf :134, dan an-nahl:125, al-
hajj :67, al-qashash: 87 asy-syura : 15, ad-zukhruf :49 dan lain-lain. Dalam
bentuk Isim Fa'il diulang 7 kali, yaitu dalam surat al-Baqarah: 186, Thaha :108,
al-Ahzab : 46, al-Ahqaf. 31,32 dan al-Qamar: 6,7 Berdasarkan uraian di atas
ternyata kata dakwah dalam al-Quran dari berbagai bentuknya terdapat 211 kali,
ini menggambarkan bahwa dakwah itu sangat penting dan harus di lakukan oleh
umat Islam, baik secara individu ataupun secara kelompok, dengan terencana
dan propesional sesuai dengan tujuan dakwah itu sendiri.1 Berdasarkan
penelusuran terhadap ayat-ayat di atas ternyata tidak semua kata Da'wah yang
berarti ajakan dan seruan, bahkan ada yang berarti do’a dan permohonan.

1
Abdul Karim Zaidan. (alih bahasa M.asywadi syukur) dasar-dasar ilmu dakwah, Jakarta : madiun
dakwah

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-763


5 - Jurnal Holistic al-hadis Vol. , No. (– ) 2020
Author1, Author2, …

Namun menurut hemat penulis dakwah juga dapat di artikan menerangkan atau
menjelaskan, hal ini dapat kita lihat dalan surat al-Baqarah ayat 256.

‫ن ِبٱهَّللِ َف َق ِد‬ ِ ‫َى ۚ َف َمن َي ْك ُف ْر ِبٱل ٰ َّطُغ‬


ۢ ‫وت َو ُي ْؤ ِم‬ ْ ‫ِن‬
ِّ ‫ٱلغ‬ ُّ ‫ِّين ۖ َقد تَّ َب َّي َن‬
َ ‫ٱلر ْش ُد م‬ ِ ‫ٓاَل إِ ْك َرا َه فِى ٱلد‬
‫ِصا َم لَ َها ۗ َوٱهَّللُ َسمِي ٌع َعلِي ٌم‬َ ‫ى اَل ٱنف‬ ْ ْ ْ
ٰ ‫ٱس َت ْم َس َك ِبٱل ُع ْر َو ِة ٱل ُوث َق‬
ْ

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya


telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Jadi ayat ini menerangkan bahwa dakwah itu cukup dengan menjelaskan
atau menerangkan dan tidak boleh dengan paksa. Dakwah berarti permohonan.
Dari pengertian dakwah yang terdapat dalam ayat-ayat di atas dapat
penulis ambil suatu kesimpulan bahwa dakwah yang berarti menyeru, memohon
ataupun mengajak dalam ayat tersebut bermaksud membawa manusia kepada
jalan dan situasi yang baik atau dengan kata lain, dakwah dalam arti
permohonan atau doa kepada Tuhan dan Allah menjanjikan akan
mengabulkannya, dengan syarat melakukan semua perintah Allah dan beriman
padanya. Kemudian dakwah yang berarti mengajak kepada ma’ruf yang diredhai
allah SWT dan melarang berbuat mungkar, perbuatan yang dibenci oleh Allah.2

B. Dakwah Ditinjau dari Segi Istilah


Secara istilah pengertian Dakwah sangat beragam, hal ini bergantung
pada sudut pandang dan pemahaman para pakar dalam memberi pengertian
dakwah itu, sehingga yang diberikan para pakar yang satu dengan yang lain
sering terdapat persamaan. Untuk lebih jelasnya beberapa defenisi dakwah
menurut para ahli.
1. Syekh Ali MahFudz. Di dalam kitabnya Hidayahtul Mursyidin,
mengintrodusir pengertian dakwah sebagaimana dikutib oleh Salmadanis dalam
2
Abdul Munir Mulkan, ideologi gerakan dakwah, episode kehidupan M. Natsir dan azhar basyir,
yogyakarta : press, 1996.

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-7630


Jurnal Holistic al-hadis Vol. , No. (– ) 2020- 6

bukunya filsafat Dakwah dan A. Rasyad Shaleh dalam bukunya Manajemen


Dakwah Islam, yaitu: Artinva: "Mendorong manusia agar berbuat kebajikan dan
petunjuk, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan melarang yang mungkar agar
mereka dapat kebahagiaan di Dunia dan di akhirat Jadi yang dimaksud oleh
Syeh Ali Mahjudz ini adalah sangat umum, yaitu mendorong manusia agar
berbuat kebajikan menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar.
1. Abu Bakar Aceh Menurut Abu Bakar Aceh yang dikutip oleh Totok
Jurnantorc dalam bukunya Psikologi Dakwah, menulis defenisi dakwah, adalab
perintah mengadakan seruan kepada manusia untuk kembali dan hidup
sepanjang ajaran Allah yang benar, dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan
nasehat yang baik. Jadi Abu bakar Aceh mendepenisikan dakwah, di awali
dengan kata-kata perintah mengadakan seruan kepada manusia.
2. Khadir Khatib Bandaro. Dalam bukunya yang berjudul Suatu Studi tentang
ilmu Dakwah, Tabligh, Menuju Para Da'i Profesional mensinyalir pengertian
dakwah sebagai aktivitas yang dilakukan dengan sadar dan senagaja dalam
upaya meningkatkan taraf hidup manusia yang sesuai dengan ketentuan Allah
dan Rasul oleh seseorang sekelompok orang secara sadar dan dalam upaya
menimbulkan pengertian, kesadaran dan pengalaman terhadap ajaran agama
Islam Jadi khaidir katib bandaro mendepenisikan dakwah, di awali -an kata-kata
aktivitas yang di lakukan dengan sadar dan di segaja.
3. M. Arifin. Memberikan batasan dakwah dalam pengertian suatu ajakan dalam
bentuk, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan
berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara Individual maupun
secara kelompok supaya timbul dalam dirinya satu pengertian, kesadaran, sikap,
penghayatan, serta penghayatan terhadap ajakan agama sebagai masage yang
disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur pelaksanaan (Arifin,
1994: 6).3
Jadi pada hakikatnya Arifin berusaha memberikan batasan dakwah dalam
pengertian yang sangat luas, dimana segala sesuatu upaya menyebar luaskan
dalam segala lapangan hidup manusia, tentu arikel-artikel kegarnaan di media

3
Abdul munir mulkan, dakwah perspektif al-qur'an, Jakarta : TMF, 2002.

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-763


7 - Jurnal Holistic al-hadis Vol. , No. (– ) 2020
Author1, Author2, …

elektronik termasuk aktivitas dakwah. Defenisi-defenisi tersebut di atas,


meskipun terdapat perbedaan perumusan, tetapi apabila dibandingkan satu sama
lain dapat dirumuskan bahwa dakwah adalah segala upaya untuk menyebar
luaskan Islam kepada orang lain dalam segala lapangan kehidupan manusia
untuk kebahagian hidup di dunia dan di akhirat, dengan kata lain segala aktivitas
yang dilakukan secara sadar dan sengaja oleh manusia beragama Islam dengan
baik dan tanggung jawab disertai akhlak yang mulia agar mereka memperoleh
sa'adah masa kini dan masa mendatang. Jadi menurut hemat penulis yang yang
dimaksud dengan defenisi-defenisi di atas adalah mengembalikan manusia
kepada fitrahnya, yang di maksud dengan fitrah di sini bukan sekedar
pengabdian yang berupa ibadah, tetapi adalah sangat mendetail, seperti mata,
telinga, tenaga, akal, hati, di manfaatkan masing-masing yang di motori denan
al-qur’an dan hadits.
b. Subjek dakwah Subjek adalah pelaku, atau orang yang melakukan. Dalam
bahasa Arab, subjek dakwali dikenal dengan istilah da'i (orang yang
berdakwah), seimbangan dengan Isim fa'il (orang yang melakukan pekerjaan).
Di dalam Al-Qur'an yang membicarakan masalah dakwah yang tersebar dalam
beberapa surat seperti yang telah diuraikan di atas, diperoleh gambaran
berkenaan dengan subjek/pelaku dakwah, di antaranya:
1. dalam surat Al-baqarah ayat 186:

‫ان ۖ َف ْل َي ْس َت ِجيبُوا۟ لِى َو ْليُ ْؤ ِمنُوا۟ ِبى‬ َ ‫َّاع إِ َذا د‬


ِ ‫َع‬ ِ ‫َع َو َة ٱلد‬ ُ ‫يب ۖ أُ ِج‬
ْ ‫يب د‬ ٌ ‫َوإِ َذا َسأَلَ َك ِع َبادِى َعنِّى َفإِنِّى َق ِر‬
َ ‫لَ َعلَّ ُه ْم َي ْر ُشد‬
‫ُون‬

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka


(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka
itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,
agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Diartikan dalam "permohonan"
atau "do'a", maka Subjek Dakwah dalam ayat ini adalah seorang hamba
(siapa saja) yang berdo'a kepada Allah. Dan ini digolongkan kepada subjek
dakwah Fardiyah (individu).

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-7630


Jurnal Holistic al-hadis Vol. , No. (– ) 2020- 8

2. Surah Yunus ayat 25


َ‫َار َّٰل‬ ۟ ُ ‫َوٱهَّللُ َيد‬
ٍ ‫ص ٰرَ ٍط ُّم ْس َتق‬
‫ِيم‬ ِ ‫ى‬
ٰ َ‫ٱلسِم َو َي ْهدِى َمن َي َشٓا ُء إِل‬ ِ‫ى د‬ٰ َ‫ْع ٓوا إِل‬

Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang


yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam) Dalam ayat ini kata
Dakwah Fi'il Mudhari', yang diartikan dengan "menyeru" maka yang menjadi
subjek Dakwah dalam ayat ini adalah Allah yang mengajak manusia kepada
Sorga (kesenagan akhirat).

B. Tujuan Dakwah Qur’an


Dalam pandangan Muhammad Husain Fadh Allâh, sejak permulaannya,
al-Qur’an diturunkan Allah SWT. sebagai kitab dakwah, yakni kitab yang
memuat ajakan untuk menuju Allah SWT. dan mengikuti jejak Rasul-Nya,
Muhammad SAW. Karena al-Qur’an berada dalam atmosfir dan realitas
dakwah, maka ia mendorong terlaksananya dakwah. Selain itu, al-Qur’an juga
menawarkan metode dan teknik pelaksanaannya, demikian pula menegaskan
tujuan yang hendak dicapai. Sebagai tambahan, al-Qur’an juga menunjukkan
jalan pembinaan dai dalam mengemban tugasnya. Menurut Sayyid Quthb,
sebagai sebuah kitab dakwah, al-Qur’an berfungsi sebagai pembangkit,
pendorong dan pengawas dalam pelaksanaan dakwah. Lebih dari itu, al-Qur’an
juga menjadi rujukan para penyeru dakwah dalam menyusun konsep gerakan
dakwah dan melakukan kegiatan dakwah.
Sebagai kitab dakwah, al-Qur’an tidak hanya menetapkan dakwah
sebagai kewajiban, memberikan tuntunan pelaksanaannya, tetapi juga telah
menggariskan arah dan tujuan dakwah yang akan dicapai. Dakwah
bagaimanapun bentuknya, demikian pula metodenya dan siapapun
pelaksananya, seharusnya diarahkan pada tujuan dakwah yang telah digariskan
al-Qur’an. Hal ini dimaksudkan untuk mempertajam fokus dan orientasi dakwah
dan menghindarkan bias-bias yang dapat mengaburkan hakikat tujuan dakwah
itu sendiri. Sejauh pengamatan penulis, tujuan dakwah Qur’ani antara lain dapat
dilihat sebagai berikut:

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-763


9 - Jurnal Holistic al-hadis Vol. , No. (– ) 2020
Author1, Author2, …

1. Mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang


benderang. Tujuan ini didasarkan pada firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah/
2: 257, “Allah Pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan
mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang
kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari
cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya.” Pada ayat sebelumnya disebutkan bahwa
seseorang yang ingkar pada Thagut dan beriman kepada Allah, maka ia
berpegang pada tali yang amat kuat dan tidak akan putus, tujuan dakwah
tersebut sangat sejalan dengan pengertian dakwah yang dikemukakan oleh
Bakhyul Khûlî dalam karyanya Tadzkirat al-Du’ât, yaitu dakwah adalah
memindahkan manusia dari suatu situasi kesituasi yang lain. Tentunya dari
situasi negatif ke situasi positif atau dari yang positif kepada yang lebih
positif lagi. Menurut al-Raghib al-Ishfahânî, istilah zhulumât dalam ayat ini
mengandung dua makna, yaitu pertama kegelapan, dan kedua kebodohan,
kemusyrikan dan kefasikan. Makna kedua menurutnya dapat dilihat dalam
Q.S. Ibrâhîm/14:5. Muhammad ‘Alî al-Shabunî melihat bahwa
lafazhzhulumât yang terdapat pada ayat 1 dan 5 surah Ibrâhîm bermakna
kebodohan, kesesatan dan kekafiran. Penafsiran yang lebih elaboratif berasal
dari Sayyid Quthb, dia menafsirkan lafalzhulumât pada ayat 1 surah Ibrahim
dengan “kegelapan akibat angan-angan, kegelapan yang berpangkal pada
tradisi, kegelapan akibat politeistis, kegelapan akibat kerancuan tata nilai dan
pertimbangan-pertimbangan.

Dalam ayat lain disebutkan bahwa pengutusan Rasul untuk


mengemban tugas yang sama yaitu mengeluarkan manusia dari belenggu
kegelapan kepada cahaya Allah. Allah berfirman dalam Q.S. Thalâq/65: 11“
(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah
yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh dari
kegelapan kepada cahaya...”4 Selanjutnya, di ayat lain diinformasikan
4
Bkhyul khuli tadzkirat ad-duat (Beirut Dar al-Kutub al-Arabiyyah), hlm. 17
Lihat Sayyid Quthb, Fi Zhilal al-Qur’an, vol. IV (Kairo: Dar al-Syuruq, 1992), hlm. 2085

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-7630


Jurnal Holistic al-hadis Vol. , No. (– ) 2020- 10

tentang Allah memberikan kitab kepada nabi-Nya, dengan kitab ini manusia
akan dikeluarkan dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang.
Firman Allah dalam Q.S. al-Mâidah/5: 16, “Dengan kitab itulah Allah
menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan,
dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap
gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan izin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus. ”Sebagai tambahan, Allah berfirman
dalam Q.S. al-Hadîd/57: 9 “Dia-lah yang menurunkan kepada hamba-Nya
ayat-ayat yang terang (al-Qur’an) supaya Dia mengeluarkan kamu dari
kegelapan kepada cahaya...
Mengeluarkan manusia dari situasi kekafiran kepada cahaya ketuhanan
menandai terutusnya Rasul-rasul Allah. Di saat syariat agama yang dibawa
oleh seorang Rasul, karena perjalanan waktu, mulai redup dan umat mulai
terperosok ke dalam kegelapan, maka Allah mengutus Rasul yang baru
untuk membawa mereka kepada cahaya ketuhanan. Kemunculan agama
Yahudi tidak lepas dari upaya ilahi menunjuki manusia ke arah kehidupan
sesuai dengan hidayah Allah setelah ajaran yang dianut masyarakat telah
dirasuki dengan berbagai paham-paham yang mengaburkan prinsip-prinsip
agama yang benar. Dalam kasus yang sama, kemunculan agama Nasrani
sesungguhnya dimaksudkan untuk menolong manusia yang telah
menyimpang jauh dari syariat yang tedapat dalam agama Yahudi. Dalam
pentas sejarah, Nabi Isa as. telah memainkan peran penting dalam
membimbing masyarakat dalam kehidupan yang penuh cinta kasih. Sebagai
tambahan, kasus serupa, kedatangan agama Islam, pada hakekatnya untuk
menyelamatkan manusia yang hanyut dalam arus jahiliyah. Dalam konteks
historisnya, Nabi Muhammad SAW. telah menunjukkan usaha keras dan
tidak mengenal lelah melepaskan manusia dari cengkeraman jahiliah menuju
kehidupan yang penuh rahmat dalam genggaman Islam.

2. Menegakkan fitrah insaniyah


Landasan teologis tujuan ini adalah Q.S. al-Rûm/30: 30 “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas)

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-763


11 - Jurnal Holistic al-hadis Vol. , No. (– ) 2020
Author1, Author2, …

fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.” Menurut Muhammad Asad, termafithrah berarti
kecondongan alami, melukiskan kemampuan intuitif untuk membedakan
antara yang benar dan yang salah, yang haq dengan yang bathil, hingga
makna keesaan dan eksistensi Tuhan. Dalam hadis riwayat Bukhari Muslim
disebutkan “Setiap anak yang lahir dilahirkan menurut fitrahnya, orang
tuanya lah yang menyebabkan. ia menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi.
”Dalam pandangan Muhammad Asad, ketiga formulasi agama ini, sangat
dikenal pada zaman Nabi, adalah mereka yang dikontraskan dengan
“disposisi alami” yang terdapat dalam kognisi instinktif pada Tuhan dan
penyerahan diri (Islam) kepada-Nya. Terma “orang tua” di sini memiliki
makna yang lebih luas yaitu pengaruh sosial (social influence) atau
lingkungan (environment).

3. Memotivasi untuk beriman


Dakwah bertujuan untuk mengantarkan obyek dakwah (mad’û) untuk
beriman kepada Allah dan mengesakan-Nya. Dalam bingkai akidah
islamiyah dikenal dua pengesaan kepada Allah. Pertama, pengesaan Allah
dalam arti meyakini bahwa penciptaalam semesta dan segala isinya adalah
Allah SWT. Pengesaan seperti ini disebut tauhîd rububiyah. Kedua,
pengesaan Allah dalam arti hanya tunduk, taat dan pasrah kepada-Nya.
Pengesaan ini disebut tauhid uluhiyah atau tauhid ilahiyah. Dasar tujuan
dakwah ini adalah firman Allah dalam Q.S. al-Fath/48: 8-9 “Sesungguhnya
Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan, supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan
(agama)-Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi
dan petang.” Nilai dan aspek dakwah dalam ayat ini terwakilkan dalam
fungsi rasul sebagai pembawa berita gembira (mubasysysiran) dan pemberi
peringatan (nazîran). Sementara ungkapan “litu’minu billahi wa rasulih”
yang mencerminkan tujuan dakwah yang akan dicapai, yaitu agar manusia
mempercayai Tuhan dan Rasul-Nya dengan iman yang baik, keimanan yang

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-7630


Jurnal Holistic al-hadis Vol. , No. (– ) 2020- 12

tegak di atas keyakinan, tidak mengandung persangkaan dan keraguan.


Dakwah mendorong orang agar beriman dengan sebenar-benarnya. Ciri-ciri
orang beriman seperti ini antara lain apabila disebut nama Allah hatinya
gemetar, jika dibacakan ayat-ayat Allah imannya bertambah, dan
bertawakkal kepada Allah. Disamping itu, mereka mendirikan salat dan
menafkahkan sebagian rezeki yang diberikan Allah (Q.S. al-Anfâl/8: 2-3).
Orang-orang yang beriman sebagian mereka menjadi penolong sebagian
yang lain, mereka menyuruh mengerjakan yang ma’rûf dan mencegah yang
munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah
dan Rasul-Nya (Q.S. al-Tawbah/9: 71). Orang-orang yang beriman dengan
sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa
mereka pada jalan Allah (Q.S. al-Hujurât/49: 15).5
Dakwah diarahkan pada upaya pembinaan keimanan yang berbasis pada
tauhid. Menurut Osman Bakar, kesadaran beragama orang Islam pada
dasarnya adalah kesadaran akan keesaan Tuhan. Memiliki kesadaran akan
keesaan Tuhan berarti meneguhkan kebenaran bahwa Tuhan adalah satu
dalam Esensi-Nya, Nama-nama dan Sifat-sifat-Nya, dan dalam Perbuatan-
Nya. Satu konsekuensi penting dari pengukuhan kebenaran sentral ini adalah
bahwa orang harus menerima realitas obyektif kesatuan alam semesta.
Kosmos terdiriatas berbagai realitas yang membentuk suatu kesatuan, karena
ia mesti memanifestasikan ketunggalan sumber dan asal-usul metafisiknya
yang dalam agama disebut Tuhan. Pada kenyatannya, al-Qur’an dengan
tegas menekankan bahwa kesatuan kosmis merupakan bukti yang jelas akan
keesaan Tuhan (Q.S. al-Anbiyâ’/21: 22). Agar lebih fungsional, dakwah
diarahkan pada upaya mewujudkan keimanan yang dapat memotivasi
kehidupan. Menurut Syahrin Harahap, ada empat ciri keimanan yang
berfungsi sebagai motivasi ke arah dinamika dan kreativitas.

Kesimpulan

5
Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997) hlm. 28

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-763


13 - Jurnal Holistic al-hadis Vol. , No. (– ) 2020
Author1, Author2, …

Dakwah dalam perspektif Al-Qur’an dan hadits sudah dapat menjelaskan


unsur-unsur dakwah baik dari segi da’I, mad’u, media, metode dan tujuan
dakwah sehingga dapat digunakan dalam tantanan praktis dalam pelaksanaan
dakwah.
Dalam pelaksanaan dakwah harus merujuk pada sumber yang kuat, salah
satunya al-Qur’an dan hadits. Sebenarnya persoalan dakwah sudah ada sejak
zaman dahulu sekaligus dengan penyelesaiannya tetapi perlu dilihat lagi
secara kontekstual, sesuai dengan tantangan zaman sekarang ini.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan. (alih bahasa M.asywadi syukur) dasar-dasar ilmu dakwah,
Jakarta : madiun dakwah
Abdul Munir Mulkan, ideologi gerakan dakwah, episode kehidupan M. Natsir dan
azhar basyir, yogyakarta : press, 1996.

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-7630


Jurnal Holistic al-hadis Vol. , No. (– ) 2020- 14

Abdul munir mulkan, dakwah perspektif al-qur'an, Jakarta : TMF, 2002.


Arifin, psikologi dakwah, suatu pengantar, Jakarta, bumi aksara, 1994.
Asep Muhiddin, dakwah dalam perspektif al-qur'an, Bandung : Pustaka Setia, 2002
Mahmud yunus, Kamus Arab Indonesia, Yayasan penyelenggara penterjemah/penafsir
qur'an, Jakarta : PT. Hidakarya Agung ; 1989
Luis Ma'luf, almunjid fi al-lughat, Dar al masyriq, Beirut, 1997
Muhammad Fu'ad 'abdu al-baqi, Al mu'jam, Almufahras li alfazsh al-qur'an Dar al-
ma'rifah, Beirut, 1992.
Departemen Agama RI, al-qur'an dan terjemahnya, semarang : CV Toha Putra : 1990.
Bkhyul khuli tadzkirat ad-duat (Beirut Dar al-Kutub al-Arabiyyah).
Lihat Sayyid Quthb, Fi Zhilal al-Qur’an, vol. IV (Kairo: Dar al-Syuruq, 1992).
Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997).
https://tafsirweb.com/693-quran-surat-al-baqarah-ayat-186.html
https://tafsirweb.com/1022-quran-surat-al-baqarah-ayat-256.html
https://tafsirweb.com/3299-quran-surat-yunus-ayat-25.html

Holistic al-hadis Print ISSN: 2460-8939, Online ISSN: 2622-763

Anda mungkin juga menyukai