Anda di halaman 1dari 4

KEMENTRIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL – SURABAYA


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Jl. Ahmad Yani No.117 Surabaya, Telp. 031-8410298 Fax. 031-8413300, website: fish.uinsby.ac.id, email: info@sunan-ampel.ac.id

UJIAN TENGAH SEMESTER

Mata Kuliah : HUKUM INTERNASIONAL


Waktu : 90 menit

PETUNJUK
1. Sifat ujian open book.
2. Kerjakan soal sesuai dengan perintah.
3. Tulisan harus jelas dan bisa dibaca.

SOAL:
1. Jelaskan korelasi antara hukum internasional dengan kaedah hukum !
2. Hukum internasional menurut teori positivism adalah berdasarkan kehendak negara.
Namun teori ini memiliki beberapa kelemahan. Jelaskan kelemahan yang dimaksud,
minimal 3 !
3. Jelaskan Prinsip hukum “Law Making Treaties” dalam pembuatan perjanjian
internasional!
4. Pada tahun 1945, Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United Nations) berdiri, jelaskan
sikap negara-negara berkembang (Bangsa Asia dan Bangsa Afrika) terhadap
perkembangan hukum internasional !
5. Sikap-sikap negara berkembang pada nomor 4 tidak membuat mereka menolak
perkembangan hukum internasional ! Jelaskan beberapa langkah yang diambil oleh
Bangsa Asia dan Bangsa Afrika daam rangka mendukung perkembangan hukum
internasional (minimal 3) !

________________________GOOD LUCK_________________________________
KEMENTRIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL – SURABAYA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Jl. Ahmad Yani No.117 Surabaya, Telp. 031-8410298 Fax. 031-8413300, website: fish.uinsby.ac.id, email: info@sunan-ampel.ac.id

Nama : Farah Cindy Adilah


NIM : C93218082
Kelas : HPI-B

Jawaban !

1. Korelasi antara kaidah hukum dan hukum internasional ada pada sebuah hukum yang
mengacu pada organisasi dan institusi internasional yang mengatur hubungan satu sama
lain, serta dengan negara dan individu.
Beberapa dalam sebuah aturan hukum berlaku untuk individu dan organisasi non-
pemerintah, selama hak dan kewajiban individu dan organisasi non-pemerintah relevan
dengan warga negara internasional.
Dalam hukum ini, merupakan suatu bagian dari hukum yang mengatur adanya
kegiatan dalam badan hukum di tingkat internasional dan terdapat prinsip-prinsip yang
diamati dalam sebuah hubungan antar negara.
2. Kelemahan teori ini adalah :
a. Teori ini bersifat kaku (statis)
b. Positivisme pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak yang
dapat dijadikan obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah bergantung kepada
panca indera. Padahal perlu diketahui bahwa panca indera manusia adalah
terbatas dan tidak sempurna. Sehingga kajiannya terbatas pada hal-hal yang
nampak saja,padahal banyak hal yang tidak nampak dapat dijadikan bahan
kajian.
c. Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat
menemukan pengetahuan yang valid.
3. Prinsip - Prinsip dalam Perjanjian Internasional
a. Pacta Sun Servanda, yaitu para pihak yang terkait pada suatu perjanjian, harus
mentaati perjanjian yang telah dibuatnya (perjanjian internasional mengikat dan
berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak).
b. Good Fith (itikat baik), yaitu semua pihak yang terikat pada suatu perjanjian
internasional harus beritikad baik untuk melaksanakan isi perjanjian.
c. Rebus Sic Stantibus, yaitu suatu perjanjian internasional boleh dilanggar dengan
syarat adanya perubahan yang fundamental, artinya jika perjanjian internasional
KEMENTRIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL – SURABAYA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Jl. Ahmad Yani No.117 Surabaya, Telp. 031-8410298 Fax. 031-8413300, website: fish.uinsby.ac.id, email: info@sunan-ampel.ac.id
tersebut dilaksanakan maka akan bertentangan dengan kepentingan umum pada
negara bersangkutan.
4. Negara-negara berkembang yang jumlahnya sekitar 145 dengan sistem pemerintahan
yang saling berbeda tidak selalu mempunyai pandangan dan sikap yang sama terhadap
hukum internasional. Namun dalam banyak hal terutama bagi Negara-negara Asia dan
Afrika terdapat kesamaan pandangan terhadap sistem hukum tersebut.
Sebelumnya negara-negara Asia dan Afrika mempunyai sikap yang kritis terhadap
hukum internasional dengan alasan sebagal berikut:
a. Pengalaman pahit yang dialami di waktu berada di bawah hukum internasional di zaman
kolonial karena ketentuan-ketentuan hukum yang dibuat pada waktu itu hanya untuk
kepentingan kaum penjajah. Bahkan akibatnya masih dirasakan sampai zaman sesudah
kemerdekaan.
b. Negara-negara tersebut belum lahir waktu dibentuknya hukum internasional. Dengan
demikian nilai-nilai, kebudayaan dan kepentingan mereka tidak tercerminkan dalam
hukum internasional waktu itu. Ketentuan-ketentuan hukum internasional tersebut dibuat
tanpa partisipasi negara-negara Asia dan Afrika yang keseluruhannya didasarkan atas
nilai-nilai dan kepentingan Eropa dan karena itu tidak sesuai dengan kepentingan negara-
negara tersebut.” Oleh karena hukum internasional tersebut merupakan produk
kebudayaan Eropa, sehingga tidak dapat bersikap tidak memihak terhadap sengketa-
sengketa yang terjadi antara Negara-negara Eropa dan Afrika.
c. Dalam hal tertentu, negara-negara Barat menggunakan hukum internasional untuk
memelihara status quo dan mempertahankan ‘kolonialisme.” Hukum internasional pada
waktu itu tidak banyak membantu pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri kecuali
setelah suatu negara memulai perjuangan kemerdekaannya.
d. Di antara negara-negara Asia dan Afrika, banyak yang berada dalam keadaan miskin
dan karena itu berusaha keras untuk memperbaiki keadaan ekonomi mereka. Di antara
negara-negara tersebut ada pula yang mempraktekkan sistem ekonomi sosialis yang
tentunya bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum internasional klasik.
e. Jumlah wakil-wakil dari Asia dan Afrika dalam berbagai badan hukum PBB seperti
Mahkamah Internasional, Komisi Hukum Internasional dan Biro-biro Hukum berbagai
organisasi internasional, sampai akhir-akhir ini sangat sedikit, sehingga menyebabkan
mereka tidak terwakili secara memadai dalam badan-badan tersebut dan tidak dapat
berpartisipasi dalam menciptakan norma-norma hukum internasional.
KEMENTRIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL – SURABAYA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Jl. Ahmad Yani No.117 Surabaya, Telp. 031-8410298 Fax. 031-8413300, website: fish.uinsby.ac.id, email: info@sunan-ampel.ac.id
Itulah antara lain faktor-faktor yang menyebabkan negara-negara Asia dan Afrika
sebelumnya sangat kritis terhadap hukum internasional. Tetapi itu bukan berarti bahwa
negara-negara tersebut menolak hukum internasional.
5. Beberapa langkah yang diambil oleh Bangsa Asia dan Bangsa Afrika daam rangka
mendukung perkembangan hukum internasional :
a. Langkah pertama yang diambil oleh negara-negara yang baru merdeka adalah
mencalonkan diri untuk menjadi anggota PBB dan Badan-badan khusus lainnya.
Sebagai anggota, negara-negara baru tersebut ikut merumuskan ketentuan-ketentuan
baru untuk memperjuangkan dan melindungi kepentingan mereka.
b. Walaupun sudah merdeka, banyak negara-negara baru tersebut masih lemah, baik
dari segi ekonomi maupun dan segi militer. Satu-satunya perlindungan terhadap
intervensi asing adalah pengandalan dari dukungan terhadap hukum internasional.
Oleh karena itu negaranegara tersebut selalu merujuk pada prinsip-prinsip hukum
internasional yang mendasari hubungannya dengan negara-negara lain.
c. Negara-negara berkembang pada hakekatnya mendukung hukum internasional
mengingat besarnya manfaat yang diperoeh melalui kerjasama internasional untuk
mempercepat terlaksananya pembangunan nasional di berbagai bidang. Dukungan
mulai nampak nyata dari partisipasi aktif negara-negara tersebut dalam berbagai
forum untuk merumuskan dasar-dasar kerjasama dalam bidang-bidang yang baru.
Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa pada mulanya negara-negara
berkembang sangat kritis terhadap hukum internasional yang sama sekali tidak
mencerminkan nilai-nilai kebudayaan dan kepentingan mereka. Tetapi segera setelah
lahir, dengan aktif negara-negara tersebut berperan serta dalam berbagai forum dunia
untuk ikut merumuskan berbagai ketentuan hukum yang selanjutnya juga mencer-
minkan pandangan dan kepentingan dunia ketiga. Forum PBB dan berbagai forum
dunia lainnya telah dapat dimanfaatkan oleh negara-negara berkembang untuk
mengakhiri era kolonialisme dan memperjuangkan kepentingan mereka di bidang
ekonomi dan sosial. Usaha-usaha ini masih tetap dilanjutkan untuk merombak
ketentuan-ketentuan yang masih berbau kolonial di samping upaya untuk
mewujudkan suatu tatanan dunia baru yang bebas dari perang, ketidakadilan,
kemiskinan dan keterbelakangan. Karena mayoritas negara di dunia dewasa ini
terdiri dan negara-negara berkembang, maka dapatlah diharapkan bahwa selanjutnya
hukum internasional akan lebih memperhalikan aspirasi dan kepentingan negara-
negara dunia ketiga.

Anda mungkin juga menyukai