Anda di halaman 1dari 18

2.

1 Identifikasi Masalah

2.2 Rule

3.1 Analisis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam perjanjian internasional tentu mengenal istilah suksesi Negara atau suksesi
pemerintah. Namun, dalam hal ini digunakan istilah suksesi Negara. Mungkin hal ini lebih
dikenal dengan perubahan atau pengalihan hak-hak dan kewajiban karena perubahan
kedaulatan suatu Negara kepada Negara lain. Namun, tidak satupun mutasi-mutasi territorial
yang mengakibatkan lenyapnya unsur konstruktif suatu Negara. Yang terjadi dalam suatu
suksesi Negara hanyalah reorganisasi dari masing-masing entitas sesuai dengan pengaturan
yang baru. Hal ini disebutkan dalam pasal 2 Konvensi Wina mengenai suksesi Negara. Yang
menjadi permasalahannya adalah dalam prakteknya tidak terdapat konsistensi mengenai
penerapan sejauh mana suatu Negara yang baru berhak dan berkewajiban melanjutkan hak-
hak dan kewajiban yang digantikan, sejauh mana hak dan kewajiban Negara yang digantikan
akan terhapus atau sejuahmana hak dan kewajiban suatu Negara yang digantikan masih
melekat. Selain itu, apa akibat yang ditimbulkan karena suksesi Negara ini kepada status
individu, barang-barang Negara, dan hukum kebiasaan yang ada di Negara tersebut. Negara
yang telah mengambil alih hak dan kewajiban demikian tunduk pada hukum internasional,
semata-mata karena sifatnya sebagai sebuah Negara bukan oleh alasan suatu doktrin suksesi
apapun.
Contoh kasus yang berhubungan dengan suksesi Negara yakni seperti yang kita
ketahui adalah perubahan kekuasaan territorial Uni Soviet yang dibagi atas beberapa Negara
lain seperti Rusia, Estonia, Lithuania, Latvia, Ukraina dan lainnnya. Adapun contoh kasus
yaitu Hongkong, dimana dahulu wilayahnya merupakan wilayah RRC yang dikuasai oleh
Inggris namun dikembalikan lagi setelah 99 tahun. Selain daripada kasus ini masih terdapat
kasus-kasus lain, yang tak jauh dari Indonesia yakni suksesi Negara Timor Leste. Dari kasus-
kasus tersebut akan dipaparkan mengenai kedaulatan yang sebelumnya dimiliki dan hak serta
kewajiban baru Negara tersebut serta sejauh mana hal tersebut dimiliki suatu Negara yang
digantikan dan tergantikan.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang
diajukan dalam makalah ini. Adapun yang menjadi permasalahan tersebut adalah :
a. Apa itu Suksesi Negara?
b. Apa saja macam-macam suksesi negara?
c. Bagaimana akibat hukum terhadap faktor- faktor ekstern suksesi negara?
d. Dalam hal identifikasi kasus, bagaimana suksesi negara antara Hongkong Dan
Republik Rakyat China terjadi? Bagaimana akibat hukumnya?
1.3.Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui apa itu suksesi negara.
b. Untuk mengetahui macam-macam terjadinya suksesi negara.
c. Untuk mengetahui akibat hukum dari negara yang mengalami suksesi negara.
d. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana suksesi di suatu negara dapat terjadi
menggunakan contoh kasus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Suksesi Negara

Suksesi adalah pergantian, baik pergantian negara atau pemerintah, sehingga akan
bersangkut paut dengan peralihan hak-hak dan kewajiban kewajiban negara yang telah
berubah atau kehilangan identitasnya kepada negara negara-negara atau kesatuan-kesatuan
lainnya dan atau dalam istilah lain suksesi mengimplikasikan akan adanya suatu perpindahan
kekuasaan dari kelompok atau pihak yang pertama kepada kelompok atau pihak kedua.
Dalam kaitan ini istilah suksesi negara merupakan merupakan istilah yang kurang tepat,
karena istilah tersebut mengandaikan analogi-analogi dalam hukum perdata ( hukum waris),
dimana dapat ditemukan dalam peristiwa kematian dan kepailitan, maka hak-hak dan
kewajiban akan beralih dari pihak pertama kepada orang lain.

Dalam cabang hukum internasional, istilah suksesi berurusan dengan konsekuensi-


konsekuensi hukum yang timbul akibat perubahan kedaulatan atas suatu wilayah.1 Menurut
Konvensi Wina 1978, mengenai Suksesi terhadap Traktat Pasal 2 (b) ‘ suksesi berarti
perpindahan tanggung jawab dari suatu negara kepada negara lain dengan kaitannya dengan
praktek hubungan internasional dari wilayah tersebut’. Pemahaman di atas menyebutkan
terjadinya perubahan kedaulatan atas suatu wilayah menunjukan pada luasnya peristiwa yang
termasuk dalam suksesi. Sehingga suksesi dapat meliputi arti penggabungan, pemisahan,
ataupun pembentukan suatu wilayah sebuah negara atau hal-hal lain yang memiliki
konsekuensi terjadinya perubahan kedaulatan.

Dalam terminologi yang lebih tepat, kedua istilah tersebut dipecah menjadi:

1. Pengalihan hak-hak dan kewajiban-kewajiban karena perubahan kedaulatan atas


wilayah oleh sebab-sebab ektern.
2. Pengalihan hak-hak dan kewajiban-kewajiban karena perubahan kedaulatan oleh
sebab-sebab intern, tanpa memperhatikan adanya perubahan wilayah.

1
Michael Akehurst, A Modern Introduction to International Law, London: George Allen and Uwin, 1982,hlm.
157
Persoalan- persoalan hukum internasional yang berkenaan dengan masalah suksesi
adalah:

1. Sampai sejauh mana hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara yang digantikan


(predecessor state) akan terhapus, atau, apabila hanya ada perubahan kedaulatan
terhadap sebagian wilayah negara itu, Sampai sejauh mana hak dan kewajiban
tersebut masih tetap melekat pada negara itu.
2. Sampai sejauh mana negara pengganti ( successor state) yaitu negara yang diserahi
seluruh atau sebagian kedaulatan tersebut, berhak atas hak-hak atau tunduk pada
kewajiban-kewajiban demikian.

Dalam praktek perubahan terhadap kedaulatan dari suatu wilayah terdapat berbagai
cara. Menurut O’Brien adalah suksesi dapat terjadi sebagai berikut:
1. Bagian dari negara A bergabung dengan negara B atau menjadi tergabung dalam
beberapa negara X, Y, Z
2. Bagian dari negara A menjadi suatu negara baru.
3. Seluruh wilayah dari negara X menjadi bagian negara Y.
4. Seluruh wilayah negara A terbagi menjadi beberapa negara baru.
5. Keseluruhan bagian dari negara X membentuk dasar bagi beberapa negara yang
berdaulat.

2.2.Akibat Hukum Pengalihan Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban (Suksesi) Karena Sebab-


sebab Ekstern

2.2.1 Suksesi hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap Traktat

Konvensi Wina, khususnya ketentuan pasal 2 lebih condong ke arah adanya


pengakuan terhadap kebiasaan internasional, dalam hal traktat, traktat yang lebih
diutamakan justru yang tidak tertulis.tidak terdapat garis perbedaan yang jelas yang dapat
ditarik antara pengalihan hak-hak dan kewajiban-kewajiban melalui berlakunya hukum
pengalihan hak-hak atu kewajian-kewajiban melalui penetapan atau novasi konvensi
(yaitu pihak atau pihak-pihak lainya dalam perjanjian terkait ), atau pembuatan traktat
baru. pasal 9 Ayat 1.
Apabila sebuah negara lenyap karena kehilangan semua wilayahnya, prima facie maka
tidak ada hak-hak dan kewajiban yang sifatnya pelaksanaan ( executory character )
berdasarkan traktat yang beralih kepada negara suksesor, kecuali:

1. Traktat-traktat yang secara langsung berkenaan dengan wilayah yang telah


berganti pemilik.
2. Konvensi-konvensi multilateral berkaitan dengan kesehatan, narkotika, hak-hak
manusia dan hal yang serupa, yang dimaksudkan untuk berlaku, meskipun ada
perubahn-perubahan terhadap wilayah.

Menurut Konvensi Wina 1978, apabila bagian wilayah dimasukkan dalam wilayah negara
lain, maka :

1. Traktat-traktat negara yang digantikan tidak berlaku lagi dalam kaitan wilayah
yang beralih tersebut.
2. Traktat-traktat negara suksesor harus berlaku di wilayah yang beralih tersebut,
kecuali ditentukan lain secara tegas dalam traktat yang bersangkutan dan bila
diterapkan akan mengubah maksud dari traktat tersebut.

2.2.2 Suksesi dan Kontrak-Kontrak Konsesi

Kewajiban-kewajiban berdasarkan kotrak-kontrak konsesi berakhir karena


adanya perubahan kedaulatan yang disebabkan oleh lenyapnya negara lama. Hak-hak
yang dilaksanakan berdasarkan konsesi pun dapat saja bersesuaian dengan beberapa
kepentingan substansial yang mendukung negara suksesor, yang mana akan adil dan
wajar apabila pemegang konsesi itu akan terus menikmati hak-haknya. Pemegang
konsesi dalam teori, senantiasa diberi hak-hak untuk memperoleh ganti rugi atas dasar
syarat-syarat yang adil karena kehilangan hak-haknya, termasuk kehilangan hak-hak
pelaksanaan, yang dengan demikian hak-hak ini berakhirnya hanya tunduk kepada
suatu kewajiban negara suksesor untuk memberikan ganti rugi yang layak. Pemegang
konsesi seringkali dikatakan tetap berhak atas bunga dari uang yang ditanamkan dan
tenaga kerja yang digajinya, dan hal ini, baik diklasifikasikan sebagai hak-hak yang
diperoleh atau hak-hak lainya, harus dihormati oleh negara suksesor.
2.2.3 Suksesi dan Utang-utang Negara

Menurut konvensi Wina pasal 36 bahwa suksesi negara-negara tidak


mempengaruhi Hak-hak Kewajiban-kewajiban seperti Kreditur-kreditur.

Dengan demikian suatu perjanjian antara negara yang digantikan dan negara
suksesor yang mengatur bagian-bagian utang-utang negara yang harus beralih tidak
dapat diserahkan terhadap kreditur ketiga atau organisasi internasional kreditur.
Dalam hal tidak adanya perjanjian, harus beralih dalam proporsi yang adil,
menyangkut harta benda. Hak-hak dan kepentingan-kepentingan yang beralih kepada
negara-negara suksesor dalam hubunganya dengan Utang yang relevan ( pasal 37 ).

Dalam hal Perjanjian tidak boleh melanggar prinsip kedaulatan tetap dari
rakyat terhadap kekayaan dan sumber-sumber daya alamnya, juga pelaksanaanya
tidak boleh. Negara Suksesor yang telah memperoleh keuntungan dan pinjaman
dengan adanya pengalihan wilayah, harus bertanggungjawab atas utang-utang negara
yang digantikan.

2.2.4 Suksesi dan Hak-hak Hukum Perdata atau Hukum Nasional

Penghormatan atas Hak yang diperoleh harus dihormati oleh negara suksesor,
lebih khusus lagi apabila hukum nasional yang berlaku semasa negara lama masih
tetap berlaku, adalah untuk menjamin kesucian (sancity) hak-hak tersebut. Namun
hak-hak demikian tunduk kepada perubahan-perubahan yang mempengaruhinya
dengan adanya perubahan terhadap sistem hukum nasional yang dibuat oleh negara
suksesor.

2.2.5 Suksesi Dan Tuntutan-Tuntutan atas Perbuatan Melawan Hukum / tort atau
perbuatan pidana (Delict)

Tidak ada prinsip umum suksesi berkenaan dengan tanggung jawab deliktual
(delectual). Negara suksesor tidak terikat untuk menghormati suatu tuntutan yang
tidak dapat dinilai dengan uang (unliquidated claim ) bagi kerugian-kerugian akibat
perbuatan melawan hukum. Namun, apabila jumlah tuntutan dapat dinilai dengan
uang melalui perjanjian antar para pihak atau melaui suatu keputusan atau penetapan
pengadilan atau ketidakwajaran, maka negara suksesor terikat untuk memenuhi
jumlah tuntutan yang tidak dapat dinilai dengan uang ini.

2.2.6 Suksesi dan Nasionalitas

Prime Facie, orang-orang yang bertempat tinggal atau berdomisili di wilayah


yang berubah itu akan memperoleh kewarganegaraan negara suksesor. Pengalihan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban karena perubahan kedaulatan intern setiap terjadi
perubahan pemerintahan, maka pemerintah pengganti bertanggung jawab atas
tindakan-tindakan pemerintah sebelumnya.

Ian Brwonlie menyatakan bahwa sudah merupakan hal yang umum apabila
nasionalitas mengikuti kedaulatan. Anggapan ini mendapatkan dukungannya dari
perjanjian-perjanjian pasca 1919 yang juga dikukuhkan oleh praktek-praktek yang
dijalankan oleh Inggris dan AS. Akan tetapi, dalam praktek tdak memiliki keragaman
sebab hal itu sangat tergantung pada hukum nasional dari negara pewaris (successor)
dan pendahulu (predecessor). Disamping itu, dalam melakukan pembahasan atas
persoalan ini perlu dipertimbangkan mengenai ketentuan-ketentuan lain yang termuat
dalam hukum HAM dan Konvensi mengenai upaya untuk pengurangan
ketiadawarganegaraan 1961. Dalam UDHR dinyatakan bahwa semua orang berhak
atas nasionalitas dan dalam Konvensi 1961 dituntut bagi negara-negara yang
mengalami perubahan kedaulatan harus berupaya untuk menimbulkan persoalan
ketiadawarganegaraan (statelesness).

2.2.7 Suksesi dan Dana-Dana Umum serta Harta Benda Milik Umum

Pada umumnya diakui bahwa negara suksesor mengambil alih dana-dana


umum dan harta benda milik umum, baik benda bergerak maupun tidak bergerak, dari
negara pendahulunya. Prinsip ini diperluas kepada hak-hak monopoli (franchises) dan
hak-hak istimewa (privilege), juga terhadapat hak-hak yang bersifat hak milik atau
keuangan. Secara umum, negara suksesor semestinya mengambil alih harta benda
milik negara pendahulunya tanpa mengambil ganti rugi .2

2
Pasal 11 Konvensi Wina 1978
Apabila negara suksesor itu merupakan negara yang baru merdeka, maka berlaku kaidak-
kaidah sebagai berikut :3

1. Harta milik negara pendahulu yang tidak bergerak dan yang berada pada wilayah
yang beralih, akan berpindah kepada negara suksesor.

1. Harta benda yang tidak bergerak, yang menjadi milik yang beralih, harta benda
yang tidak bergerak yang berada diluar wilayah tersebut, tetapi keduanya milik
negara pendahulu, akan beralih kepada negara suksesor.

2. Harta benda tidak bergerak milik negara yang tidak berada pada tempat yang
dikemukakan dalam (b) dan berada diluar wilayah yang beralih, dan harta benda
bergerak yang untuk menciptakannya merupakan wilayah yang belum merdeka
memberikan sumbangan, maka akan beralih kepada negara suksesor dalam
proporsi sumbangannya.

3. Harta benda bergerak milik negara yang berkaitan dengan aktivitas negara yang
digantikan dalam hubugannya dengan wilayah yang beralih, akan beralih pada
negara suksesor.

Adapun tentang pemisahan diri sebagian atau bagian-bagian wilayah suatu negara, atau
pembubaran suatu negara, jika tidak dapat perjanjian, Maka berdasarkan pasal 17
Konvensi Wina, ketentuannya adalah sebagai berikut:

1. Harta benda tidak bergerak yang terdahulu akan beralih kepada negara suksesor di
wilayah dimana harta benda tersebut berada.

2. Harta benda bergerak milik negara yang terdahulu yang ada hubungannya dengan
aktivitas negara pendahulu tersebut dalam kaitan wilayah yang beralih, akan
beralih kepada negara suksesor.

3. Harta benda milik negara pendahulu selain daripada yang dikemukakan dalam (b)
akan beralih kepada negara suksesor dalam suatu proporsi yang adil.

Negara yang telah bubar membetuk dua negara atau lebih, dan kecuali negara-negara
suksesor itu memperjanjikan lain, maka ketentuanya adalah sebagai berikut :4

3
Pasal 15 Konvensi Wina 1978
4
Pasal 18 Konvensi Wina 1978
1. Harta benda tidak bergerak milik negara terdahulu akan beralih kepada negara
suksesor di wilayah dimana harta benda itu berada.

2. Harta benda bergerak milik negara yang sebelumnya terletak diluar wilayahnya,
akan beralih kepada negara suksesor dalam proporsi yang adil.

3. Harta benda bergerak milik negara pendahulu yang berkaitan dengan


aktivitas negara tersebut dalam hubunganya dengan wilayah-wilayah yang
beralih, akan beralih kepada negara suksesor terkait.

4. Harta benda bergerak milik negara pendahulu selain yang termasuk dalam huruf
( c ) akan beralih kepada negar suksesor ke dalam proporsi yang adil.

2.2.8 Suksesi dan Pemerintahan

Pergantian pemerintahan ini dalam suatu negara dapat terjadi dari pemerintah
lama kepada pemerintah baru. Pergantian pemerintah ini dapat terjadi secara
konstitusional dan tidak konstitusional. Dalam hukum internasional apabila terjadi
pergantian pemerintahan, maka hak dan kewajiban pemerintah lama kepada
pemerintah baru berlaku prinsip kontinuitas (berkelanjutan, melanjutkan), artinya
meskipun terjadi pergantian yang sifatnya intern dalam organisasi pemerintahan atau
susunan kenegaraannya, negara tersebut tetap terikat hak dan kewajiban
internasionalnya. Perubahan intern tidak perlu mempengaruhi/merubah hak dan
kewajiban internasional dari negara yang bersangkutan.

Terjadinya pergantian pemerintahan secara inskonstitusional (tidak sesuai


dengan konstitusi), maka prinsip kontinuitas tidak berlaku secara mutlak (penuh).
Untuk mengadakan hubungan internasional dan bisa diterima sebagai masyarakat
internasional diperlukan adanya pengakuan. Oleh karena itu, bila pemerintah yang
baru diterima sebagai pengganti pemerintah lama meskipun cara memperolehnya
secara inskonstitusional, hak dan kewajiban internasional dari pemerintah yang lama
beralih kepada pemerintahan yang baru (pengganti). Namun bila kemudian terjadi
perubahan susunan organisasi pemerintah dan susunan kenegaraan secara
fundamental (mendasar) maka hak dan kewajiban internasional tidak beralih kepada
pemerintahan baru.
2.2.9 Suksesi dan Keanggotaan dalam Organisasi Internasional

Suksesi atas keanggotaan Organisasi Internasional tergantung pada apakah


negara tersebut baru terbentuk ataukah negara tersebut merupakan negara lama yang
memiliki bentuk yang berbeda. Adapun prinsip-prinsip yang terkait dengan persoalan
suksesi atas keanggotaan organisasi internasional itu contohnya juga dinyatakan oleh
the Sixth (legal) Commitee Majelis Umum PBB( Perserikatan Bangsa-Bangsa).
Pertama, keanggotaan PBB tidak berhenti oleh karena hanya disebabkan oleh
perubahan dan pergantian konstitusi dan perbatasan. Disamping perlu untuk diketahui
secara jelas personalitas hukumnya. Kedua, dalam hal suatu negara menjadi ‘baru’
maka negara tersebut diharuskan mengikuti aturan sebagaimana layaknya negara
‘baru’ ingin menjadi negara anggota kecuali telah mendapat izin sesuai dengan
ketentuan yang terdapat dalam Piagam. Terakhir adalah pertimbangan harus
didasarkan pada pertimbangan yang sebaik-baiknya.
BAB III

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS KASUS

3.1. Identifikasi Kasus

Factual state succession dalam kasus suksesi Hongkong oleh Inggris, dimulai dari
peristiwa kalahnya China dari Perang Candu I dan Perang Candu II melawan Inggris. Pada
Perang Candu I, China dipaksa menyerahkan wilayah hongkong kepada Inggris berdasarkan
perjanjian Nanking, sedangkan Perang candu II diakhiri dengan disetujuinya konvensi Peking
1860, dimana isinya Inggris memperoleh sewa selama 99 tahun terhadap wilayah Hongkong
oleh penguasa Cina. Jika dihitung maka kekuasaan Inggris terhadap wilayah Hongkong akan
berakhir pada tahun 1997, dan tentunya wilayah Hongkong akan kembali dalam kekuasaan
Cina.

Pada tahun 1997 di Hongkong terjadilah suksesi Negara dimana beralihnya kekuasaan
dimana beralih dari kekuasaan Inggris menjadi kekuasaan Republik Rakyat Cina (RRC),dan
tentunya dalam mengakhiri kekuasaan Inggris di Hongkong dilakukan dengan banyak proses
yang melibatkan kedua belah pihak dengan mengirimkan delegasi dari masing- masing
negara baik dari negara Inggris dan RRC, bertujuan untuk menghasilkan suatu perjanjian
yang menandakan berakhirnya kekuasaan Inggris di Hongkong dan terciptalah Deklarasi
Beijing 26 September 1984 yang menyatakan bahwa pengembalian Hongkong terlaksana
pada tanggal 1 Juli 1997 dengan menerapkan One Country Two System (satu negara dua
sistem).

3.2. Analisis Kasus

Apabila kita menganalisis sebuah kasus hukum internasional yang berkaitan dengan
suksesi maka akan berfokuskan kepada factual state succession atau fakta fakta yang terjadi
dan menimbulkan terjadinya suksesi dan legal state succession atau akibat hukum dari
terjadinya suksi. Akibat hukum ini biasanya berkaitan dengan apakah negara baru (succesor
state) atau negara yang menggantikan dapat menggantikan keseluruhan hak dan kewajiban
dari negara lama (predecessor state). Hal ini sesuai dengan pendapat dari Starke bahwa, “...
dalam masalah suksesi negara yang dimasalahkan terutama adalah mengenai pemindahan
hak-hak dan kewajiban dari negara yang telah berubah atau kehilangan identitasnya kepada
negara atau satuan lainnya yang menggantikannya. Perubahan atau hilangnya identitas itu
disebabkan oleh perubahan seluruh atau sebagian dari kedaulatan negara itu.”. Hal- hal yang
dapat menjadi penyebab terjadinya suksesi menurut O’brien, yaitu:

1. Bagian dari negara A bergabung dengan negara B atau menjadi tergabung


kedalam beberapa negata X,Y,dan Z

2. Bagian dari negara A menjadi satu negara baru

3. Seluruh wilayah dari negara X menjadi bagian dari negara Y

4. Seluruh wilayah negara A terbagi menjadi beberla negara bari Y, X, dan Z

5. Keseluruhan bagian dari negara X membentuk dasar bagi bagi beberap negara
baru yang berdaulat5

Menurut Konvensi Wina 1978 mengenai suksesi terhadap Traktat Pasal 2 (b) “
suksesi berarti perpindahan tanggung jawab dari suatu negara kepada negara lain dengan
kaitannya dengan praktek hubungan internasional dari wilayah tersebut”. Pemahaman di atas
menyebutkan terjadinya perubahan kedaulatan atas suatu wilayah menunjukan pada luasnya
peristiwa yang termasuk dalam suksesi. Sehingga suksesi dapat meliputi arti penggabungan,
pemisahan, ataupun pembentukan suatu wilayah sebuah negara atau hal-hal lain yang
memiliki konsekuensi terjadinya perubahan kedaulatan

Sesuai dengan factual state succession, penyebab terjadinya suksesi yang dialami oleh
Hongkong adalah berpindahnya bagian wilayah dari negara Inggris yaitu Hongkong dimana
mereka memiliki kekuasaan selama 99 tahun atas daerah Hongkong dan berakhir pada tahun
1997, kemudian Hongkong beralih menjadi bagian dari negara Republik Rakyat China
(RRC). Hal itu merupakan bentuk pengimplementasian dari berlakunya Deklarasi Beijing
1984, serta berdasarakan Konvensi Wina 1978 mengenai suksesi terhadap Traktat Pasal 2 (b),
suksei yang dialami oleh Hongkong termasuk dalam penggabungan wilayah Hongkong
kedalam kedaulatan RRC.

Tentunya dengan terjadinya factual state succession akan menimbulkan legal state
succession atau akibat hukum dari peristiwa suksesi tersebut,biasanya akibat hukum dari

5
John O’brien,International Law,London:Cavendish,2001.h.588
suksesi berkaitan dengan peralihan hak dan kewajiban negara dari negara lama (Predecessor
state) terhadap negara baru (Successor state), akibat hukum terhadap nasional,timbulnya
suksesi pemerintahan, akibat hukum akan kekayaan negara, serta akibat hukum terhadap
pengakuan.

A. Akibat Hukum Suksesi yang Terjadi di Hongkong

Legal state succession atau akibat hukum yang paling mendasar dari terjadinya
suksesi ini ialah adanya perbedaan sistem dari negara lama (Predecessor state) yaitu Inggris
yang menerapkan sitem kapitalis dengan negara pengganti ( Successor state) China yang
menerapkan sistem komunis. Dimana warga Hongkong takut akan adanya pembatasan-
pembatasan terhadap hak- hak privat, akan tetapi pemerintah China menjanjikan bahwa
Hongkong tetap bisa mempertahankan sistem kapitalisnya selama 50 tahun kedepan terhitung
sejak tahun 1997 sesuai dengan isi Deklarasi Beijing 1984, selain itu China menerapkan One
Country Two System (satu negara dua pemerintahan) akibat Deklarasi Beijing,Hongkong
menjadi daerah administratif khusus, dimana Hongkong memiliki sistem negara sendiri dan
dasar hukum sendiri (basic law).

Hal ini memperlihatkannya adanya perpindahan hak dan kewajiban dari Predecessor
state terhadap Successor state, dimana hak- hak yang beralih seperti hak negara lama
menciptakan mata uang digantikan dengan daerah itu sendiri yang menciptakan mata uang,
lalu hak negara untuk menguasai wilayah tertitorial darat, laut, udara serta kekayaan yang
terkandung didalamnya. Sedangkan peralihan kewajiban dari Predecessor state terhadap
Successor state ialah kewajiban negara untuk memelihara keamanan dan ketertiban serta
melakukan pembangungan pada daerah yang berganti.

 Suksesi terhadap Pemerintahan dan Nasionalitas

Akibat dari Deklerasi Beijing, selain Hongkong menjadi wilayah kedaulatan RRC
juga menyebabkan Hongkong menjadi negara yang semi merdeka dimana ia dapat mengatur
daerahnya sendiri dan memiliki hukum nasional yang berlaku khusus untuk daerahnya (Basic
Law), dan bahkan Hongkong memiliki bendera kebangsaan sendiri, mata uang sendiri,
paspor, dan sistem perekonomian kapitalis. Suksesi negara juga menyebabkan terjadi suksesi
pemerintahan akan tetapi dalam suksesi pemerintahan ini tidak adanya perbedaan karena jika
terjadi suksesi pemerintahan, maka hak dan kewajiban pemerintah lama kepada pemerintah
baru berlaku prinsip kontinuitas (berkelanjutan, melanjutkan), artinya meskipun terjadi
pergantian yang sifatnya intern dalam organisasi pemerintahan atau susunan kenegaraannya,
negara tersebut tetap terikat hak dan kewajiban internasionalnya. Perubahan intern tidak perlu
mempengaruhi/merubah hak dan kewajiban internasional dari negara yang bersangkutan.

 Suksesi terhadap Harta Benda Milik Umum

Peralihan Kekayaan negara dalam artian harta benda milik negara dari Predecessor
state terhadap Successor state, berdasarkan pasal 11 Konversi Wina 1978, bahwa secara
umum, negara suksesor semestinya mengambil alih harta benda milik negara pendahulunya
tanpa mengambil ganti rugi. Pada umumnya diakui bahwa negara suksesor mengambil alih
dana-dana umum dan harta benda milik umum, baik benda bergerak maupun tidak bergerak,
dari negara pendahulunya. Prinsip ini diperluas kepada hak-hak monopoli (franchises) dan
hak-hak istimewa (privilege), juga terhadapat hak-hak yang bersifat hak milik atau keuangan.
Pada Kasus suksesi yang terjadi di Hongkong menggunakan dasar hukum pasal 11 Konversi
Wina 1987 karena bentuk suksesinya merupakan penggabungan sebagian wilayah kedaulatan
Predecessor state kepada Successor state, bukan merupakan pemecahan atau merdekanya
negara baru.

 Suksesi terhadap Keanggotaan dalam Organisasi Internasional

Pengaruh dari suksesi terhadap pengakuan wilayah Hongkong dimata dunia


Internasional dapat dilihat dari segi keanggotaanya sebagai anggota organisasi
internasional.Dimana untuk menjadi anggota organisasi internasional, perlu adanya
pengakuan dari negara lain. Pada prinsip-prinsipnya berdasarkan the Sixth (legal) Commitee
Majelis Umum PBB( Perserikatan Bangsa-Bangsa). Pertama, keanggotaan PBB tidak
berhenti oleh karena hanya disebabkan oleh perubahan dan pergantian konstitusi dan
perbatasan. Disamping perlu untuk diketahui secara jelas personalitas hukumnya. Kedua,
dalam hal suatu negara menjadi ‘baru’ maka negara tersebut diharuskan mengikuti aturan
sebagaimana layaknya negara ‘baru’ ingin menjadi negara anggota kecuali telah mendapat
izin sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Piagam. Terakhir adalah pertimbangan
harus didasarkan pada pertimbangan yang sebaik-baiknya. Pada point pertama dijelaskan
bahwa tidak adanya pengaruh dari berhentinya suatu wilayah menjadi anggota PBB karena
terjadi perubahan dan pergantian konstitusi, jadi pada intinya wilayah Hongkong tetap diakui
dimata dunia internasional dan dapat melakukan hubungan internasional dengan negara-
negara lain. Akan tetapi yang beda dari pengakuan pada masa Hongkong dibawah
Predecessor state dengan Successor state, adalah pada tahun sebelum 1997 Hongkong diakui
sebagai wilayah kedaulatan Inggris berdasarkan Konvensi Peking sedangkan setelah tahun
1997 hingga sekarang Hongkong diakui sebagai bagian dari RRC berdasarkan Deklarasi
Beijing.
BAB IV

KESIMPULAN

Suksesi adalah pergantian, baik pergantian negara atau pemerintah, sehingga akan
bersangkut paut dengan peralihan hak-hak dan kewajiban kewajiban negara yang telah
berubah atau kehilangan identitasnya kepada negara negara-negara atau kesatuan-kesatuan
lainnya dan atau dalam istilah lain suksesi mengimplikasikan akan adanya suatu perpindahan
kekuasaan dari kelompok atau pihak yang pertama kepada kelompok atau pihak kedua.

Dalam praktek perubahan terhadap kedaulatan dari suatu wilayah terdapat berbagai
cara. Menurut O’Brien adalah suksesi dapat terjadi sebagai berikut:

1. Bagian dari negara A bergabung dengan negara B atau menjadi tergabung dalam
beberapa negara X, Y, Z
2. Bagian dari negara A menjadi suatu negara baru.
3. Seluruh wilayah dari negara X menjadi bagian negara Y.
4. Seluruh wilayah negara A terbagi menjadi beberapa negara baru.
5. Keseluruhan bagian dari negara X membentuk dasar bagi beberapa negara yang
berdaulat.
Akibat hukum terhadap negara yang mengalami suksesi dapat berupa:
1. Suksesi hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap Traktat.
2. Suksesi dan Kontrak-Kontrak Konsesi.
3. Suksesi dan Utang-utang Negara
4. Suksesi dan Hak-hak Hukum Perdata atau Hukum Nasional.
5. Suksesi Dan Tuntutan-Tuntutan atas Perbuatan Melawan Hukum / tort atau
perbuatan pidana (Delict).
6. Suksesi dan Nasionalitas.
7. Suksesi dan Dana-Dana Umum serta Harta Benda Milik Umum
8. Suksesi dan Pemerintahan
9. Suksesi dan Keanggotaan dalam Organisasi Internasional.

Sedangkan dalam kasus suksesi Hongkong, yang terjadi adalah bagian dari negara A
bergabung dengan negara B. Dimana disetujuinya konvensi Peking 1860, dimana isinya
Inggris memperoleh sewa selama 99 tahun terhadap wilayah Hongkong oleh penguasa Cina,
kemudian Inggris mengembalikan Hongkong kepada Cina, dan beralihlah kekuasaan Inggris
menjadi kekuasaan Republik Rakyat Cina (RRC) yang otomatis terjadi peralihan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban. Adapun akibat hukum yang muncul dengan adanya suksesi Hongkong,
yaitu:

1. Suksesi terhadap Pemerintahan dan Nasionalitas


2. Suksesi terhadap Harta Benda Milik Umum
3. Suksesi terhadap Keanggotaan dalam Organisasi Internasional
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai