Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SUKSESI NEGARA

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Internasional

Dosen Pengampu : M Rizqi Azmi SH.MH

DISUSUN OLEH :

Puji Friatisa Putri

NPM : 211010486

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM RIAU PEKANBARU

TA 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Suksesi Negara”
ini tepat pada waktunya.

Terselesaikannya makalah ini tidak bisa terlepas dari peran serta berbagai pihak yang
turut membantu. Pada kesempatan ini disampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang
setulus – tulusnya kepada yang terhormat :

1. Bapak M Rizqi Azmi SH.MH selaku dosen pengajar mata kuliah Hukum Internasional.

2. Rekan – rekan yang membantu secara langsung maupun tidak langsung.

Disadari bahwa dalam penyusunannya makalah ini tidak luput dari berbagai kekurangan.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dalam rangka penyempurnaan-nya dari pembaca yang budiman.

Pekanbaru, 8 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................ 2

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Suksesi Negara .......................................................................................... 3


2.2 Bentuk – Bentuk Suksesi Negara ................................................................................ 3
2.3 Proses Terjadinya Suksesi Negara dan Jenis – Jenis Suksesi Negara ........................ 5
2.4 Akibat Hukum dari Suksesi Negara ............................................................................ 6
2.5 Suksesi Negara di Indonesia ....................................................................................... 11

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 12

3.2 Saran ................................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perjanjian internasional tentu mengenal istilah suksesi Negara atau suksesi
pemerintah. Namun, dalam hal ini digunakan istilah suksesi Negara. Mungkin hal ini lebih
dikenal dengan perubahan atau pengalihan hak-hak dan kewajiban karena perubahan kedaulatan
suatu Negara kepada Negara lain. Namun, tidak satupun mutasi-mutasi teritorial yang
mengakibatkan lenyapnya unsur konstruktif suatu Negara. Yang terjadi dalam suatu suksesi
Negara hanyalah reorganisasi dari masing-masing entitas sesuai dengan pengaturan yang baru.
Hal ini disebutkan dalam pasal 2 Konvensi Wina mengenai suksesi Negara.

Yang menjadi permasalahannya adalah dalam prakteknya tidak terdapat konsistensi


mengenai penerapan sejauh mana suatu Negara yang baru berhak dan berkewajiban melanjutkan
hak-hak dan kewajiban yang digantikan, sejauh mana hak dan kewajiban Negara yang digantikan
akan terhapus atau sejuahmana hak dan kewajiban suatu Negara yang digantikan masih melekat.
Selain itu, apa akibat yang ditimbulkan karena suksesi Negara ini kepada status individu, barang-
barang Negara, dan hukum kebiasaan yang ada di Negara tersebut. Negara yang telah mengambil
alih hak dan kewajiban demikian tunduk pada hukum internasional, semata-mata karena sifatnya
sebagai sebuah Negara bukan oleh alasan suatu doktrin suksesi apapun.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Suksesi Negara?

2. Apa saja bentuk suksesi negara?

3. Bagaimana proses terjadinya suksesi negara dan jenis-jenis suksesi negara?

4. Apa akibat hukum dari suksesi negara?

5. Bagaimana suksesi di Indonesia?

1
1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami maksud dari suksesi negara

2. Untuk mengetahui dan memahami maksud dari bentuk suksesi Negara

3. Untuk mengetahui dan memahami proses terjadinya suksesi negara dan jenis-jenis
suksesi negara.

4. Mengetahui dan memahami akibat hukum dari suksesi Negara

5. Mengetahui dan memahami contoh kasus dari suksesi negara

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Suksesi Negara

Suksesi adalah pergantian, baik pergantian negara atau pemerintah, sehingga akan
bersangkut paut dengan peralihan hak-hak dan kewajiban kewajiban negara yang telah berubah
atau kehilangan identitasnya kepada negara negara-negara atau kesatuan-kesatuan lainnya dan
atau dalam istilah lain suksesi mengimplikasikan akan adanya suatu perpindahan kekuasaan dari
kelompok atau pihak yang pertama kepada kelompok atau pihak kedua. Dalam kaitan ini istilah
suksesi negara merupakan merupakan istilah yang kurang tepat,karena istilah tersebut
mengandaikan analogi-analogi dalam hukum perdata ( hukum waris),dimana dapat ditemukan
dalam peristiwa kematian dan kepailitan, maka hak-hak dankewajiban akan beralih dari pihak
pertama kepada orang lain.

Kata suksesi negara berasal dari kata state succession atau succession of state, yang
artinya adalah pergantian kedaulatan pada suatu wilayah. pergantian kedaulatan yang di maksud
adalah pergantian dari predecessor state (negara yang digantikan)kepada successor state
(negara yang menggantikan) dalam hal kedaulatan (tanggung jawab) atas suatu wilayah dalam
hubungan internasional.

Suksesi negara harus dibedakan dengan suksesi pemerintah. Manakala terjadi suksesi
atau pergantian pemerintah hukum internasional hanya menetapkan bahwa yang berlaku adalah
prinsip kontinuitas negara. Pergantian pemimpin atau pemerintah, perubahan sistem
pemerintahan bahkan perubahan nama dan bentuk negara tidak akan mempengaruhi hak dan
kewajiban suatu negara selama subjeknya masih tetap yang itu juga. Contohya perubahan nama
Birma menjadi Myanmar tidak menghapuskan semua hak dan kewajiban yag dibuat negara ini
dalam hubungan internasional.

2.2 Bentuk – Bentuk Suksesi

Dalam pandangan para sarjana, kejadian atau peristiwa yang dipandang sebagai suksesi
negara, yang bisa juga dikatakan sebagai bentuk-bentuk suksesi negara adalah:

3
1. Penyerapan(absorption), yaitu suatu negara diserap oleh negara lain. Jadi disini terjadi
penggabungan dua subjek hukum internasional. Contohnya, penyerapan Korea oleh
jepang tahun 1910.

2. Pemecahan(dismemberment), yaitu suatu negara terpecah- pecah menjadi beberapa


negara yang masing-masing berdiri sendiri. Dalam hal ini bisa terjadi,negara yang lama
lenyap sama sekali (contohnya, lenyapnya Uni Soviet yang kini menjadi negara-negara
yang masing-masing berdiri sendiri atau negara yang lama masih ada, tetapi wilayahnya
berubah karena sebagian wilayahnya terpecah- pecah menjadi sejumlah negara yang
berdiri sendiri (contohnya, Yugoslavia).

3. Kombinasi dari pemecahan dan penyerapan, yaitu satu negara pecah menjadi beberapa
bagian dan kemudian bagian- bagian itu lalu diserap oleh negara atau negara-negara lain.
Contohnya, pecahnya Polandia tahun 1795 yang beberapa pecahannya masing- masing
diserap oleh Rusia, Austria, dan Prusia.

4. Negara merdeka baru(newly independent states). Maksudnya adalah beberapa wilayah


yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah negara lain atau berada di bawah
jajahan kemudian memerdekakan diri menjadi negara-negara yang berdaulat.

5. Bentuk- bentuk lainnya yang pada dasarnya merupakan penggabungan dua atau lebih
subjek hukum internasional(dalam arti negara) atau pemecahan satu subjek hukum
internasional(dalam arti negara) menjadi beberapa negara.

Sementara itu, dalam perkembangannya, dalam Konvensi Wina 1978 merinci adanya lima
bentuk suksesi negara, yaitu :

1. Suatu wilayah negara atau suatu wilayah yang dalam hubungan internasional menjadi
tanggung jawab negara itu kemudian berubah menjadi bagian dari wilayah negara itu
( Pasal 15).

2. Negara merdeka baru(newly independent state), yaitu bila negara pengganti yang
beberapa waktu sebelum terjadinya suksesi negara merupakan wilayah yang tidak bebas
yang dalam hubungan internasional berada di bawah tanggung jawab negara negara yang
digantikan (Pasal 2 ayat 1f)

4
3. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat dari bergabungnya dua wilayah atau lebih
menjadi satu negara merdeka.

4. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat dari bergabungnya dua wilayah atau lebih
menjadi menjadi suatu negara serikat (Pasal 30 ayat 1).

5. Suksesi negara yang terjadi sebagai akibat terpecah- pecahnya suatu negara menjadi
beberapa negara baru(pasal 34 ayat 1).

2.3 Proses Terjadinya Suksesi Negara dan Jenis - Jenis Suksesi Negara

A. Proses Terjadinya Suksesi Negara

Ada dua cara terjadinya suksesi negara, yakni :

1. Tanpa kekerasan. Dalam hal ini yang terjadi adalah perubahan wilayah secara damai.
Misalnya beberapa negara secara sukarela menyatakan bergabung dengan suatu negara
lain dan menjadi bagian daripadanya. Atau sebaliknya, suatu negara tanpa melalui
kekerasan (misalnya perang saudara) secara sukarela memecah dirinya menjadi beberapa
negara yang masing-masing berdiri sendiri.

2. Dengan kekerasan. Cara terjadinya suksesi negara yang melalui kekerasan dapat berupa
perang ataupun revolusi.

B. Jenis-jenis Suksesi Negara

Jenis-jenis Suksesi Negara dibedakan menjadi 2,yaitu:

1. Universal succession (suksesi keseluruhan), terjadi apabila suatu Negara secara


keseluruhan dicaplok oleh Negara lain, baik karena ditaklukkan maupun karena
meleburkan diri kedalam Negara lain secara sukarela. Ini juga dapat terjadi kalau suatu
Negara pecah-belah menjadi beberapa Negara bagian yang masing-masing menjadi
“international person” ataupun dicaplok semua oleh Negara yang mengelilinginya.

2. Partial succession (suksesi sebagian), terjadi apabila sebagian daripada wilayah Negara
memisahkan diri dari kesatuan lewat revolusii dan menjadi “international person” sendiri
sesudah mencapai kemerdekaannya. Ini bisa juga terjadi kalau Negara memperoleh

5
sebagian dari wilayah Negara lain dengan cara sukarela(cession). Cara lain dari
terjadinya partial succession ialah kalau Negara yang berdaulat dan merdeka penuh
masuk ke dalam Negara federal.

2.4 Akibat Hukum dari Suksesi Negara

1. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Perjanjian

Aspek terpenting dari suksesi negara adalah pengaruh pergantian kedaulatan terhadap hak-
hak dan kewajiban yang muncul dari suatu perjanjian. Secara umum pasal 17 juga 24 Konvensi
Wina 1978 menetapkan bahwa perjanjian tidak beralih pada sukresor kecuali di tentukan lain
dalam devolution agreement. Ketentuan ini sejalan dengan pasal 34 Konvensi Wina 1969 tentang
Perjanjian Internasional yang terkenal dengan prinsip “pacta tertiis nec nocunt nec procent ”
bahwa perjanjian tidak menimbulkan hak dan kewajiban kepada pihak ke-3 tanpa
persetujuannya. Dengan demikian, doktrin clean slate yang diperjuangkan oleh kelompok newly
independent state pada dasarnya tidaklah bertentangan dengan hukum internasional. Negara baru
bisa melakukan pick and choose terhadap perjanjian yang dibuat oleh predecessor.

Untuk perjanjian yang berkaitan dengan wilayah atau disebutdispositivetreaty harus selalu
beralih pada suksesor. Masuk dalam kategori perjanjian dispositive adalah perjanjian perbatasan
dan servitude treaty. Tidak dapat diganggu gugatnya perjanjian perbatasan sebenarnya juga
sudah dinyatakan dalam pasal 26 ayat (2) Konvensi Wina 1969 yang dikenal sebagai rebus sic
stantibus principle. Penggunaaan doktrin rebus sic stantibus harus memenuhi syarat- syarat
sebagai berikut:

1. Perubahan suatu keadaan tidak ada pada waktu pembentukan perjanjian.

2. Perubahan tersebut adalah perihal suatu keadaan yang fundamental bagi perjanjian
tersebut.

3. Perubahan tersebut tidak dapat diramalkan sebelumnya oleh para pihak.

4. Keadaan yang berubah merupakan dasar yang penting atas mana diberikan
persetujuan terkaitnya negara peserta.

6
5. kibat perubahan tersebut harus radikal, sehingga merubah luas lingkup kewajiban
yang harus dilaksanakan menurut perjanjian itu.

Alasan menempatkan perjanjian perbatasan internasional dalam kedudukan posisi


tersendiri yang sangat kuat sehingga tidak dipengaruhi oleh alasan perubahan keadaan (rebus sic
stantibus) bahwa upaya mengakhiri perjanjian perbatasan dapat mengancam perdamaian,
membahayakan prinsip integrasiteritorial sebagaimana diatur dalama pasal 2 ayat (4) piagam
PBB yang dipandang sebagai prinsip fundamental dalam hubungan internasional. Suksesi negara
juga berkaitan dengan HAM Internasional. Bahwa perjanjian HAM berbeda dengan perjanjian-
perjanjian lain. Hal ini karena perjanjian HAM tidak mengatur masalah hubungan antar negara,
tetapi mengatur masalah hubungan antar standar minimum perlindungan terhadap manusia di
suatu wilayah.

Di samping perjanjian dispositif dalam hukum internasional juga dikenal perjanjian


politik atau sering juga disebut sebagai personal treaties. Contoh perjanjian ini adalah
extraditiontreaty, navigation treaty, friendship treaty, investment guarantee treaty, dan lain-lain.
Prinsip umum yang berlaku untuk kelompok perjanjian ini adalah tidak beralih pada suksesor
kecuali diatur lain oleh para pihaknya. Dalam perjanjianyang isinya semata- mata merupakan
kodifikasi dari prinsip-prinsip yang sudah dikenal dalam hukum kebiasaan internasional maka
negara suksesor akan terikat pada prinsip- prinsip tersebut seperti negara lain.

2. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Public Property Rights

Prinsip- prinsip suksesi negara dalam kaitannya dengan public property atau state
property dikembangkan oleh hukum kebiasaan internasional yang selanjutnya di kodifikasi
dalam Konvensi Wina 1983 tentang state property, arsip dan hutang. Prinsip umum secara luas
dalam hukum kebiasaan internasional adalah bahwa state property akan beralih pada suksesor.
Ini berarti tidak ada kewajibanh ukum pihak suksesor untuk mengembalikan ataupun membayar
ganti rugi aset-aset milik pemerintah lama. Ini diatur dalam hukum konvensional maupun hukum
kebiasaan internasional. Misalnya Indonesia tidak membayar ganti rugi kepada Belanda pasca
kemerdekaan, Singapura tidak membayar ganti rugi kepada Malaysia pasca berpisahnya
Singapura dari federasi Malaysia.

7
Secara umum dikatakan bahwa state property adalah property yang ada di bawah
kepemilikan langsung atau tidak langsung dari lembaga- lembaga eksekutif, legislatif, atau
yudikatif negara berdasarkan hukum nasional negara predecessor. Para ahli ukum internasional
sependapat bahwa yang dimaksud state property dapat berwujud gedung dan tanah milik negara,
alat- alat transportasi milik negara, pelabuhan- pelabuhan dan lain sebagainya. State property
tersebut di bedakan menjadi benda bergerak dan tidak bergerak. Menyangkut benda tidak
bergerak yang ada di wilayah yang beralih, prinsip umum yang berlaku adalah property itu akan
beralih pada suksesor.

Apabila benda tidak bergerak berada diluar wilayah yang beralih maka dianggap tetap
milik predecessor, seandainya negara ini tetap eksis, meskipun prinsip ini dapat dimodifikasi.
Tetapi, bila predecessornya tidak ada lagi maka praktik negara menunjukkan property
tersebutakan dibagi antara negara - negara suksesor yang ada.

3. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Privat Property

Privat property yang dimaksud menyangkut harta benda juga milik perseorangan atau
perusahaan yang bukan milik negara berdasarkan hukum nasional predecessor. Para ahli hukum
internasional sepakat bahwa privat property ini harus dihormati atau dilindungi oleh predecessor
state serta tidak dipengaruhi secara otomatis oleh suksesi negara yang terjadi. Dengan kata lain,
prinsip umum yang berlaku adalah sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian peralihannya
maka privat property tidak beralih pada suksesor. Dengan demikian bila suksesor ingin
mengambil alih benda tersebut harus dengan memberikan kompensasi pada pemiliknya, individu
maupun perusahaan.

4. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Arsip Negara

Prinsip umum yang berlaku untuk arsip yang berkaitan dengan wilayah yang akan beralih pada
suksesornya. Pasal 21 Konfensi Wina 1983 menetapkan bahwa arsip dari negara predecessor
beralih pada suksesor pada saat terjadinyasuksesi. Dalam hal tidak ada perjanjian maka
beralihnya arsip tersebut tanpa kompensasi. Selanjutnya Konvensi Wina 1983 juga mewajibkan
predecessor membantu proses penemuan dan pengembalian arsip-arsip yang berkaitan dengan
wilayah bekas jajahannya dalam kaitannya dengan newly independent state case.

8
Berdasarkan perjanjian perdamaian Itali 1947, Itali diwajibkan mengembalikan semua arsip dan
historical material yang berasal dari Etiophia setelah oktober 1935.

5. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Utang Negara

Masalah hutang negara adalah masalah yang paling sensitif dalam kasus terjadinya
suksesi negara karena pada umumnya menyangkut kewajiban pembayaran utang yang cukup
besar dari predecessor pada negara ketiga. Utang negara menurut Konvensi Wina 1983 adalah
sangat sulit memperoleh keseragaman penyelesaian masalah utang negara dalam tiap-tiap kasus
suksesi negara. Sebagai contoh setelah pemisahan Texas dari Mexico 1840, pembayaran ex
gratia dilakukan. Kasus ini dipengaruhi pendapat yang sedang berkembang saat itu bahwa
suksesor hanya memiliki kewajiban moral (ex gratia) terhadap kewajiban pembayaran utang
tersebut.

Starke berpendapat sudah selayaknya jika negara pengganti setelah memperoleh manfaat
utang-utang karena pengambilan wilayah, juga harus bertanggung jawab atas utang negara
predecessor-nya. Dalam upaya menciptakan keseragam demi kepastian hukum, Konvesi Wina
1983 melalui pasal 36 menyatakan bahwa suksesi negara tidak mempengaruhi hak dan
kewajiban kreditor. Pada umumya utang negara dapat dibagi menjadi utang pemerintah pusat
dan pemerintah daerah (local debt) dan penyelesaian utang dilakukan melalui perjanjian khusus
dalam perjanjian peralihan.

Dalam kondisi tidak ada perjanjian khusus dan predecessor masih eksis, praktik negara
menunjukkan bahwa predecessor tetap bertanggung jawab. Menyangkut utang daerah dan daerah
itu melepaskan diri maka suksesor wajib membayar utang tersebut. Pasal 37 masalah utang
diselesaikan melalui pembagian yang proporsional tergantung kesepakan para pihak.
Menyangkut newly independent state case pasal 38 menyatakan tidak ada utang negara
predecessor yang beralih pada suksesor.

6. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Kewarganegaraan

Brownlie menegaskan bahwa kewarganegaraan akan berubah ketika terjadi peralihan


kedaulatan atau suksesi negara. Untuk memperkuat praktik setelahperjanjian Versailess 1919
menunjukkan negara-negara yang baru terbentuk mendasarkan kewarganegaraan berdasarkan

9
pada tempat kelahiran juga tempat tinggal sehari-hari kecuali ada penolakan untuk itu. Dengan
demikian, warga dari predecessor yang tinggal diwilayah suksesor dapat memperoleh
kewarganegaraan suksesor sepanjang mereka tidak menyatakan penolakan.

Bila negara predecessor masih eksis sering membuat aturan dalam hukum nasionalnya
yang menyatakan warganya yang ada di wilayah yang memisahkan diri tetap berhak atas
kewarganegaraan predecessor. Sehingga penduduk bisa memilih kewarganegaraan yang
diinginkan apakah tetap predecessor atau berganti suksesor

7. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Keanggotaan Pada Organisasi


Internasional

Terpecahnya Uni soviet membentuk tiga negara Baltik, Georgia dan 11negara lainnya.
Yang mana 11 negara ini membentuk perserikatan negara-negara merdeka pada 21 desember
1991. Sebelum terpecahnya Uni Soviet, Bylorusia dan Ukraina telah membentuk federasi dengan
Uni Soviet. Saat pembentukan PBB dengan kepiawaian diplomasinya Uni Soviet berhasil
mengajukan kedua negara itu memperoleh kursi sebagai anggota PBB. Kedua “negara” ini
mendapat hak dan kedudukan yang sama dengan anggota PBB yang lain. Berbeda dengan negara
Republik Federal lainnya yang bukan anggota PBB.

Setelah terjadi suksesi negara di mana Uni Soviet sebagai predecessor sudah tidak ada
lagi, Republik Rusia diakui sebagai pewaris yang sah dari Uni Soviet. Akhirnya Rusia mewarisi
kursi Uni Soviet sebagai anggota tetap dewan keamanan PBB. Bylorusia dan Ukraina juga tetap
bisa melanjutkan keanggotaannya di PBB. Adapun 3 negara Baltik dan 9 negara lainnya harus
mendaftar diri sebagai anggota PBB.

8. Akibat Hukum Suksesi Negara Terhadap Claims In Tort Dan Delict

Prinsip yang umum berlaku dalam masalah ini bahwa suksesor dipandang tidak
berkewajiban untuk menerima tanggung jawab akibat tort atau delik yang dilakukan oleh
predecessor-nya, baik dalam kasus suksesi negara karena penaklukan ataupun berintegrasi secara
sukarela.

10
2.5 Suksesi Negara di Indonesia

Sejarah menunjukkan bahwa beberapa kali Indonesia menghadapi peristiwa suksesi


negara. Suksesi negara yang pertama adalah kemerdekaan indonesia dari pemerintah kolonial
Belanda, sehingga Indonesia dapat tergabung dalam kelompok newly independent state menurut
Konvensi Wina 1978 dan 1983 tentang suksesinegara. Kedua adalah diserahkannya Irian Barat
oleh Belanda pada Indonesiamelalui proses referendum di bawah pengawasan PBB. Ketiga
adalah lepasnya Timor- Timor sebagai provinsi ke-27 membentuk negara baru yang
merdeka.Berkaitan dengan suksesi pertama, meskipun telah memproklamasikan kemerdekaann
pada 17 Agustus 1945, baru pada tahun 1949 melalui Perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB)
Indonesia memperoleh pengakuan kedaulatan secara resmi dari Belanda.

Perjanjian KMB dilengkapi dengan perjanjian peralihan. Pasal 5 perjanjian KMB


mengatur mengenai kedudukan perjanjian internasional yang dibuat Belanda dalam
hubungannya dengan Republik Indonesia Serikat (RIS).Surat Departemen Luar Negeri RI
Nomor 12727, 19 Desember 1972 perihal" Partisipasi RI pada perjanjian-perjanjian yang dibuat
oleh Nederland dan dinyatakan berlaku untuk Hindia Belanda” semakian menegaskan bahwa
perjanjian yang dibuat predecessor tidak otomatis beralih pada Indonesia sebagai
suksesornya.Lepasnya Timor-Timor sebagai provinsi Indonesia yang ke-27 menjadi negara baru
yang merdeka merupakan kasus suksesi negra di Indonesia yang juga sangat menarik untuk
dibahas.

Sebagaimana diketahui hasil jajak pendapat 30 Agustus 1999 menunjukkan bahwa 78,5%
warga Timor-Timor menghendaki kemerdekaan. Dengan demikian, sejak 4 September 1999
Timor Timor bukan menjadi bagian wilayah Indonesia lagi. UNTAET atas nama PBB
menyerahkan kedaulatanTimor Leste pada tanggal 26 mei 2002 pukul 00.00 kepada bangsa
Timor Leste yang diwakili oleh Presiden Xanana Gusmano. Peristiwa ini menandakan terjadinya
suksesi negara yang mengandung implikasi yuridis bagi aset Indonesia uang beradadi Timor
Leste dalam posisi Ex post facto.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Suksesi adalah pergantian, baik pergantian negara atau pemerintah, sehingga akan
bersangkut paut dengan peralihan hak-hak dan kewajiban kewajiban negara yang telah berubah
atau kehilangan identitasnya kepada negara negara-negara atau kesatuan-kesatuan lainnya dan
atau dalam istilah lain suksesi mengimplikasikan akan adanya suatu perpindahan kekuasaan dari
kelompok atau pihak yang pertama kepada kelompok atau pihak kedua.

Bentuk – bentuk suksesi negara, antara lain penyerapan, pemecahan, kombinasi dari
pemecahan dan penyerapan, negara merdeka baru, bentuk – bentuk lainnya yang pada dasarnya
merupakan penggabungan dua atau lebih subjek hukum internasional. Proses terjadinya suksesi
negara ada dua cara, yaitu tanpa kekerasan dan dengan kekerasan.

Jenis – jenis suksesi negara dibedakan menjadi dua, yaitu suksesi keseluruhan dan
suskesi sebagian. Akibat hukum dari suksesi negara ini adalah pengaruh pergantian kedaulatan
terhadap hak- hak dan kewajiban yang muncul dari suatu perjanjian. Secara umum pasal 17 juga
24 Konvensi Wina 1978 menetapkan bahwa perjanjian tidak beralih pada sukresor kecuali di
tentukan lain dalam devolution agreement. Ketentuan ini sejalan dengan pasal 34 Konvensi Wina
1969 tentang Perjanjian Internasional yang terkenal dengan prinsip “pacta tertiis nec nocunt nec
procent ” bahwa perjanjian tidak menimbulkan hak dan kewajiban kepada pihak ke-3 tanpa
persetujuannya.

3.2 Saran

` Dengan adanya makalah ini, diharapkan para pembaca dapat mengoreksi penulisan jika
makalah tidak rekait pada materi yang diajarkan. Penulis akan selalu menerima saran dan kritik
dari para pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sefriani, S. H. , M. H. (2014). Hukum Internasional : Suatu Pengantar. PT. Raja Grafindo


Persada.

Jawahir, T. P. I. (2006). Hukum Internasional Kontemporer. PT Refiks Aditama.

13

Anda mungkin juga menyukai