(1632-1704)
DISUSUN OLEH :
UNIVERSITAS ANDALAS
TP 2022/2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Civil Society dan
Kekuasaan Politik : Perspektif John Locke” ini tepat pada waktunya.
Terselsaikannya makalah ini tidak bisa terlepas dari peran serta berbagai pihak yang turut
membantu. Pada kesempatan ini disampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang setulus
– tulus kepasa yang terhormat :
1. Bapak Dr. Asrinaldi. M.Si dan Ibu Irawati. S.IP., M.IP selaku dosen pengajar mata kuliah
Pemikiran Politik Barat.
2. Rekan – rekan yang membantu secara langsung maupun tidak langsung.
Disadari bahwa dalam penyusunannya makalah ini tidak luput dari berbagai kekurangan.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dalam rangka penyempurnaan-nya dari pembaca yang budiman.
16 April 2022
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis membahas tentang : (1) Latar Belakang, (2) Rumusan Masalah,
dan (3) Tujuan Penulisan.
Pemikiran manusia yang terus berkembang menjadi faktor utama mengalirnya ilmu
pengetahuan di seluruh dunia, termasuk di Eropa. Berbagai pemikiran tokoh-tokoh dan ilmuwan
Eropa telah membentuk sebuah dinamika perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak hanya itu,
Eropa juga pernah mengalami fase jatuhnya ilmu pengetahuan, yaitu pada masa Dark Ages yang
terus menyelimuti Eropa hingga abad 14. Pada masa tersebut, segala pengetahuan manusia
dibatasi oleh peraturan-peraturan gereja. Setiap orang akan dikenai sanksi apabila ia menentang
peraturan-peraturan atau kebijakan-kebjakan gereja.
Karya John Locke dan Karl Marx telah mengilhami revolusi – revolusi duni. Karya John
Locke mengilhami revolusi liberalis borjuasi Perancis dan revolusi Amerika. John Locke
mempunyai posisi tersendiri dikalangan tokoh – tokoh revolusi Perancis dan bapak – bapak
pendiri Amerika Serikat. Dan gagasannya tentang kemerdekaan dan kebebasan individu serta
hak – hak azazi manusia yang ditulis dalam karyanya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari
wacana politik demokrasi Amerika.
1
Pemikiran politik John Locke berupa gagasan liberal yang dikembangkannya tetap
bertahan meskipun aliran romantisme melanda Eropa abad XVIII. Gagasan John Locke dalam
beberapa segi mempengaruhi Montesquieu. Bagi Rosseau, Hegel dan Marx, pemikiran John
Locke menjadi objek intelektual penolakan mereka. Karya – karya intelektual ketiga tokoh
tersebut merupakan usaha kritik intelektual yang tajam terhadap gagasan – gagasan John Locke.
Ada banyak intelektual yang mempengaruhi pemikiran John Locke seperti Descartes
yang membangkitkan perhatian Locke pada filsafat, berjumpa ahli ilmu alam Robert Boyke.
Dalam pikirannya tentang negara dan hukum, dimana Filmer berpendapat bahwa masyarakat
sipil didirikan pada hak – hak ketuhanan seorang raja. Hal tersebut menurut John Locke
menentang ketentuan Tuhan, ia berpandangan bahwa sebuah kekuasaan tidaklah absolut, oleh
karena itu harus ada pembagian kekuasan agar tidak ada penyimpangan kekuasaan. Pemerintah
harus mengedepankan kepentingan setiap warga negaranya, melindungi, menjamin hak untuk
hidup dan hak – hak kepemilikan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
John Locke lahir 29 Agustus 1632 di Wrington, sebuah desa di Somerset Utara, Inggris
Barat. Ketika tinggal di Westminster, Locke dididik oleh guru – guru yang berhaluan politik
Royalis, musuh Puritan. Sosialisasi Locke dalam keluarga Calvinis (Puritan) dipengaruhi
pendidikan royalis yang membuat Locke beruntung mampu mengambil manfaat dari keduanya.
Locke memasuki Universitas Oxford dan mulai berkenalan dengan Edward Baghshawe
yang aktif mempropagandakan toleransi agama, kebebasan politik dan hak – hak alamiah, suatu
gagasan yang kemudian dilekatkan kepada Locke.
Locke berhenti mengajar filsafat Aristotels dan mulai mempelajari filsafat Descartes dan
metode Cartesian yang berbeda dengan aliran pemikiran sebelumnya. Locke mendiskusikan
berbagai persoalan filsafat dengan Shaftesbury yang kemudian dituduh terlibat aksi
pemberontakan yang menumbangkan kekuasaan raja Inggris dan penghujatan terhadap agama.
2.7 Monarki Absolut dan Hak Ketuhanan Raja : Locke Versus Filmer
3
Sebelum menulis karya – karyanya tersebut, kehidupan politik Inggris dan Perancis abad
XVII didominasi oleh wacana doktrin monarki absolut, dimana dalam konteks sejarah Inggris ini
merupakan jawaban terhadap kekacauan sosial politik akibat perang sauara dan perang – perang
agama. Monarki absolut dianggap jalan terbaik untuk mempersatukan kelompok – kelompok
yang bertikai dan menciptakan uniformitas agama. Karya Hobbes pun mengakui itu.
Monarki absolut didasarkan pada kepercayaan bahwa kekuasaan mutlak raja bersifat
ilahiah yang suci. Kepercayaan inilah yang dinamakan hak – hak ketuhanan raja dalam sejarah
pemikiran politik barat dan hak – hak ketuhanan raja ini sudah berkembang pada abad
pertengahan. Para teoretisi menganggap monarki absolut sebagai bentuk pemerintahan paling
sesuai dengan kodrat hukum alam karenamonarki absolut beralar pada tradisi otoritas paternal,
copy kerjaan tugas dan cerminan kekuasaan tunggal ilahi. Akan tetapi, John Locke menentang
monarki absolut karena dianggar bertentangan dengan prinsipnya, yaitu Civil Society.
Permusuhan intelektual terjadi terhadap Locke dan Sir Robert Filmer karena Filmer
merupakan pembela gigih paham absolutisme kekuasaan monarki Eropa abad XVII. Dalam
karya, Filmer menyatakan pembelaannya terhadap gagasan monarki absolut dan hak – hak
ketuhanan raja, dimana Filmer mengajukan argumentasi akademis yang kokoh dalam membela
doktrin tersebut. Filmer menganggap bahwa kekuasaan raja Inggris itu bersifat turun temurun,
yang menurutnya manusia itu ada yang superior dan inferior.
Locke membantah Filmer dengan mengatakan bahwa doktrin kekuasaan politik Filmer
yang berlandaskan kitab suci yang ironis bertolak belakang dengan teks kitab suci yang
sesungguhnya, yaitu Filmer menyetarakan posisi seorang tiran dengan posisi para pangeran
sejati. Kekuasaan menurut Locke merupakan produk perjanjian sosial antara warga masyarakat
dengan penguasa negara. Selain itu, John Locke menentang pendapat Filmer bahwa kekuasaan
penguasa merupakan hak alamiah patriarki.
Setelah menentang tesis Filmer, Locke membahas karya Two Treatises of Government
dengan mengemukakan asal – muasal pemerintahan yang menurutnya pemerintahan adalah suatu
keadaan ilmiah yang berisi hukum tuhan (hukum alam). Keadaan alamiah yang disusun oleh
John Locke berasal dari pemikir yang penuh nuansa teology.
4
Keadaan alamiah Locke merujuk pada keadaan manusia yang hidup dalam kedamaian,
selalu terobsesi untuk berdamai dan memiliki kemauan yang baik dan telah mengenal hubungan
– hubungan sosial. Keadaan ilmiah yang dikemukan John Locke jauh dari pandangan Hobbes
mengenai konsep dimana manusia selalu terobsesi untuk memerangi, melukai dan membunuh
sesama.
Keadaan ilmiah yang damai berubah setelah manusia menemukan sistem moneter dan
uang, yang menyebabkan terjadinya akumulasi kapital dan pembenaran atas hak – hak
kepemilikan. Semakin banyak manusia berproduksi barang – barang kebutuhan hidup, semakin
besar akumulasi kapital, sehingga kesenjangan sosial ekonomi dengan sendirinya tercipta.
Terdapat dua prinsip penting dalam pemikiran John Locke, yaitu prinsip bahwa manusia
memiliki kemampuan untuk mengetahui hukum moral bahwa suatu otonomi moral akan
berdampak pada adanya keharusan semua manusia memiliki otoritas yang setara. Dan prinsip
akan kepercayaan dalam kompetisi kebajikan terhadap gagasan John Locke yang radikal.
Kekuasaan negara menurut John Locke dibentuk untuk menjaga hak – hak pemilikan
individual. Dalam istilah metodologis, hak – hak pemilikan merupakan variabel bebas terhadap
kekuasaan negara.
Dalam keadaan alamiah, hak – hak pemilikan belum ada. Hak – hak pemilikan individual
baru muncul dimana individu bekerja keras mengolah apa yang diberikan tuhan. Jadi pemilikan
menurut Locke ditentukan oleh kerja individu itu dan gagasan Locke mengingatkan pada
gagasan komunisme primitif dimana segala sesuatu diatas dunia ini milik bersama.
Adanya akumulasi kepemilikan, manusia semakin khawatir dan takut terhadap ancaman
atas hak – hak pemilikan dan dirinya, kemudian mendorong individu untuk menyerahkan
sebagian hak – hak alamiah kepada suatu kekuasaan yang John Locke sebut sebagai Supreme
Power.
Manusia membutuhkan proteksi terhadap dirinya dan kekayaan material. Dan menurut
John Locke, proteksi tersebut mendorong manusia untuk membuat perjanjian sosial yang
membuat individu sepakat untuk menyerahkan sebagian hak – hak alamiahnya kepada lembaga
5
kekuasaan berupa kekuasaan tertinggi seperti negara atau masyarakat politik. John Locke
mengemukakan beberapa prinsip mengenai kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan negara tidak
lain merupakan sebuah kepercayaan rakyat kepada penguasa untuk memerintah mereka.
Dominasi negara yang dominan dalam mengatur rakyat menurut John Locke hanya akan
menyebabkan hilangnya hak – hak rakyat dan ketidakberdayaan rakyat menghadapi kekuasaan
negara. Locke percaya bahwa setiap manusia atau individu mempunyai hak – hak dasariah yang
tidak bisa diganggu gugat dan keberadaan hak – hak itu mendahului penetapan oleh masyarakat
atau negara. Hak – hak dasar itulah yang disebut Hak Asasi Manusia (HAM).
John Locke berpendapat bahwa tujuan dasar dibentuknya kekuasaan politik adalah untuk
melindungi dan menjaga kebebasan sipil. Negara diperkenankan menggunakan kekerasan sejauh
demi tujuan tersebut. Kemudian, untuk mencegah timbulnya negara absolut dan terjaminnya
kehidupan civil society, John Locke berbicara mengenai peran strategis konstitusi dalam
membatasi kekuasaan negara, dimana konstitusi berfungsi penting bagi negara karena termuat
aturan – aturan dasar pembatasan kekuasaan dan hak – hak asasi warga negara.
Kekuasaan negara harus dibatasi dengan cara mencegah sentralisasi kekuasaan dengan
memisahkan kekuasaan politik kedalam tiga bentuk, yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan
legislatif dan kekuasaan federatif. Di Perancis, doktrin pemisahan kekuasaan Locke memperoleh
pembenaran teoretis dengan dipublikasikannya karya Montesquieu, L’Esprit de Lois (Semangat
Hukum) dimana Montesquieu mengemukakan teori trias politica yang gagasannya tidak jauh
berbeda dengan teori pemisahan kekuasaan Locke.
6
merupakan keyakinan subjektif individu dan hanya individu bersangkutan yang berhak
mendefinisikan benar atau tidaknya keyakinan yang dianutnya.
Gagasan toleransi agama ini dikemukakan Locke dalam sebuah surat panjang yang
ditulisnya dengan mengemukakan argumentasi mengapa toleransi agama harus ditegakkan.
Menurut Locke semua manusia secara kodrati bebas merdeka sejak dilahirkan kedunia. Tuhan
tidak mendiskriminasi manusia atas dasar perbedaan agama, keturunan atau pemilikan kekayaan.
Menurut Locke, ada tiga hal penting yang berkaitam erat dengan kewajiban toleransi.
yang pertama, tidak ada gereja yang secara kaku terikat oleh kewajiban untuk mempertahankan
manusia pembangkang dan keras kepala. Locke menegaskan bahwa individu yang ingkar pada
agama harus dikucilkan karena akan terus melakukan pelanggaran hukum yang pada akhirnya
menghancurkan kehidupan bermasyarakat.
Kedua, seorang pun tak berhak secara pribadi, dengan cara apapun mencurigai orang lain
dalam menikmati hak – hak sipilnya hanya karena ia termasuk anggota gereja lain dan beragama
lain. John Locke juga mengemukakan perlunya toleransi timbal balik gereja dan pemerintahan
sipil. Menurut Locke, pemerintahan sipil tidak bisa memberikan hak – hak kekuasaannya kepada
gereja dan sebaliknya.
Ketiga, kekuasaan gereja sepenuhnya bersifat gerejawi, maka kekuasaan itu harus tetap
terbatas pada batas – batas gereja.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Monarki absolut didasarkan pada kepercayaan bahwa kekuasaan mutlak raja bersifat
ilahiah yang suci. Kepercayaan inilah yang dinamakan hak – hak ketuhanan raja dalam sejarah
pemikiran politik barat dan hak – hak ketuhanan raja ini sudah berkembang pada abad
pertengahan. Para teoretisi menganggap monarki absolut sebagai bentuk pemerintahan paling
sesuai dengan kodrat hukum alam karenamonarki absolut beralar pada tradisi otoritas paternal,
copy kerjaan tugas dan cerminan kekuasaan tunggal ilahi. Akan tetapi, John Locke menentang
monarki absolut karena dianggar bertentangan dengan prinsipnya, yaitu Civil Society.
Setelah menentang tesis Filmer, Locke membahas karya Two Treatises of Government
dengan mengemukakan asal – muasal pemerintahan yang menurutnya pemerintahan adalah suatu
keadaan ilmiah yang berisi hukum tuhan (hukum alam). Keadaan alamiah yang disusun oleh
John Locke berasal dari pemikir yang penuh nuansa teology.
Dalam keadaan alamiah, hak – hak pemilikan belum ada. Hak – hak pemilikan individual
baru muncul dimana individu bekerja keras mengolah apa yang diberikan tuhan. Jadi pemilikan
menurut Locke ditentukan oleh kerja individu itu dan gagasan Locke mengingatkan pada
gagasan komunisme primitif dimana segala sesuatu diatas dunia ini milik bersama. Kekuasaan
negara harus dibatasi dengan cara mencegah sentralisasi kekuasaan dengan memisahkan
kekuasaan politik kedalam tiga bentuk, yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan
kekuasaan federatif. Di Perancis, doktrin pemisahan kekuasaan Locke memperoleh pembenaran
teoretis dengan dipublikasikannya karya Montesquieu, L’Esprit de Lois (Semangat Hukum)
dimana Montesquieu mengemukakan teori trias politica yang gagasannya tidak jauh berbeda
dengan teori pemisahan kekuasaan Locke.
Gagasan toleransi agama ini dikemukakan Locke dalam sebuah surat panjang yang
ditulisnya dengan mengemukakan argumentasi mengapa toleransi agama harus ditegakkan.
Menurut Locke semua manusia secara kodrati bebas merdeka sejak dilahirkan kedunia. Tuhan
tidak mendiskriminasi manusia atas dasar perbedaan agama, keturunan atau pemilikan kekayaan.
8
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan para pembaca dapat mengoreksi penulisan jika
makalah tidak rekait pada materi yang diajarkan. Penulis akan selalu menerima saran dan kritik
dari para pembaca.
9
DAFTAR PUSTAKA
10