Anda di halaman 1dari 8

TUGAS STUDI HADIST

TOKOH TOKOH LIBERALISME


1.JOHN LOCKE

Potret Locke pada tahun 1697


oleh Godfrey Kneller

Lahir 29 Agustus 1632


Wrington, Somerset, Inggris

Meninggal 28 Oktober 1704


Essex, Inggris

Era Filsafat Modern

Kawasan Filsuf Barat

Aliran Empirisme Inggris, Kontrak Sosial,


Hukum Alam
A.BIOGRAFI (john locke)
John Locke dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1632
di Wrington, Somerset.[6][10] Keluarganya berasal dari kelas menengah dan
ayahnya memiliki beberapa rumah dan tanah di sekitar Pensford, sebuah
kota kecil di bagian selatan Bristol.[10] Selain bekerja sebagai pemilik tanah,
ayah Locke bekerja juga sebagai pengacara dan melakukan tugas-tugas
administratif di pemerintahan lokal.[6][10]

Pada tahun 1647, Locke belajar di Sekolah Westminster, yang pada waktu
itu merupakan sekolah terkenal di Inggris.[6][10] Pendidikan di sana berpusat
pada pelajaran bahasa-bahasa kuno, yaitu pertama-tama bahasa Latin,
kemudian bahasa Yunani, dan juga bahasa Ibrani.[10] Setelah itu, pada
tahun 1652, Locke mendapat beasiswa untuk menempuh pendidikan
di Sekolah Gereja Kristus (Christ Church), Oxford, dan tinggal di sana
sejak bulan Mei 1652.[6][10]

Di sekolah itu, Locke kurang menyukai metode skolastik dalam berdebat


dan juga tema-tema metafisika dan logika.[6][10] Karena itu, Locke tidak
mendapatkan nilai yang mengesankan ketika ia mendapatkan gelar hingga
strata dua.[10] Ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca
karya-karya sastra, seperti drama, roman, dan sebagainya.[10]

Setelah itu, Locke mulai menyenangi bidang medis, sebagaimana tertulis di


dalam beberapa catatan pribadi Locke yang ditulis pada periode akhir
dekade 1650-an.[10] Ia membuat banyak catatan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan kesehatan dan pengobatan.[10]

Melalui minatnya dalam bidang medis, Locke mulai meminati filsafat


alam sejak tahun 1658.[10] Pada awal tahun 1660, ia berjumpa
dengan Robert Boyle yang akan banyak memengaruhinya kelak.[6][10] Sejak
tahun 1660, Locke menambah minatnya dengan membaca filsafat mekanis
yang baru muncul, yang dimulai dengan membaca karya Boyle.[10] Selain
itu, ia juga mulai rajin membaca karya-karya Descartes.[10]

Perhatian Locke pada waktu-waktu ini tidak terbatas pada bidang medis
dan filsafat alam saja, namun juga kepada bidang politik.[10] Situasi politik di
Inggris pada waktu itu memang sedang bergejolak.[10] Cromwell, yang pada
waktu itu telah mengubah sistem politik Inggris, meninggal pada tahun
1658 sehingga terjadi perubahan lagi di bawah pemerintahan Raja Charles
II.[10] Charles II menghendaki pemerintahan yang dengan kuat menguasai
negara dan gereja Inggris, dan Locke pada waktu itu mendukung
pemerintahan Charles II.[10] Pada bulan November hingga Desember 1660,
ia membuat suatu karangan singkat untuk menanggapi pandangan Edward
Bagshaw, yang menegaskan perlunya hakim sipil dalam menentukan
bentuk-bentuk ibadah keagamaan.[10] Kemudian pada tahun 1661-1662,
Locke menulis dua karya lagi dalam bahasa Latin.[10] Karya pertama
menegaskan lagi tesis yang dipakai untuk melawan argumentasi Bagshaw,
dan karya kedua berisi penolakan terhadap posisi Gereja Katolik
Roma yang menyatakan Alkitab perlu ditafsir tanpa ada kesalahan melalui
lembaga magisterium.[10] Di sini, Locke menggunakan teologi Gereja
Anglikan dalam mempertahankan pendapatnya.[10]

Pada tahun 1661, Locke diangkat menjadi dosen di


sekolah Gereja Kristus tempatnya belajar dulu.[6][10] Ia mengajar bahasa
Yunani dan bahasa Latin.[6][10] Kemudian pada tahun 1664, ia menjadi
petugas sensor dalam bidang filsafat moral.[6][10] Selama periode ini, Locke
melanjutkan minatnya pada bidang pengobatan dan filsafat alam.
[10]
Kemudian Locke belajar kepada Thomas Willis selama tahun 1661-1662
dan mempelajari kimia pada tahun 1663 kepada Boyle.[10] Selain itu, Locke
juga membantu penelitian-penelitian yang mereka lakukan.[10]

Pada tahun 1665, Locke mendapat kesempatan untuk


menjadi sekretaris Walter Vane yang bertugas melakukan misi diplomatik
ke beberapa negara.[6][10] Locke meninggalkan Inggris pada bulan
November dan kembali pada bulan Februari.[10] Melalui surat yang
dikirimnya, tampak bahwa Locke menikmati kunjungan luar negeri
pertamanya itu.[10] Setelah itu, Locke ditawarkan pekerjaan menjadi
sekretaris untuk pekerjaan diplomasi ke Spanyol namun ia menolak.[6]
[10]
Sekembalinya Locke ke Oxford, ia melanjutkan studinya dalam bidang
kimia dan fisiologi.[10]

Pada tahun 1666, Locke bertemu dengan Lord Ashley yang di kemudian
hari membuat perubahan besar dalam hidup Locke.[10] Pada tahun 1667,
Locke pindah dari Oxford menuju London untuk bekerja di rumah Lord
Ashley.[3][6][10] Locke tinggal di sini selama delapan tahun.[10] Selama di
London, Locke juga membaca buku-buku pengobatan, namun di situ ia
mendapatkan pengalaman langsung dalam soal-soal klinis karena ia
menjadi asisten dari Thomas Sydenham yang adalah seorang dokter.[6]
[10]
Locke menemani Sydenham dalam perjalanan-perjalanannya dan juga
membuat catatan-catatan tentang soal-soal kesehatan.[10] Di sini, Locke
membuat catatan yang akhirnya dibukukan dengan judul De Arte Medica,
yang di dalamnya dipakai pendekatan empiris.[10]

Pada tahun 1668, Lord Ashley mengalami gangguan kesehatan yang


cukup parah.[10] Locke melakukan operasi terhadap liver Lord Ashley dan
keadaannya semakin membaik.[10] Karena itu, Lord Ashley menganggap
Locke sebagai penyelamat hidupnya.[10] Setelah itu, untuk mendukung studi
Locke dalam bidang kimia, Lord Ashley menyediakan laboratorium di
rumahnya.[10]

Selain meningkatkan kemampuan dalam bidang kesehatan dengan praktik


langsung bersama Sydenham, perkenalan Locke dengan Lord Ashley juga
menambah pengalaman Locke dalam bidang politik.[10] Setahun setelah
datang ke London, Locke menulis "Essay tentang Toleransi" yang isinya
amat berbeda dengan dua karya yang ia tulis pada tahun 1660-1662.
[10]
Pada tahun 1669, Lord Ashley melibatkan Locke dalam urusan
pendirian koloni baru di Carolina, khususnya dalam
membuat konstitusi Carolina.[6][10] Locke menjalani tugasnya dalam
membantu Lord Ashley hingga ia meninggalkan Inggris
menuju Prancis pada tahun 1675.[6][10]

B.PEMIKIRAN (john locke)

Salah satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah


filsafat adalah mengenai proses manusia mendapatkan pengetahuan. Ia
berupaya menjelaskan bagaimana proses manusia mendapatkan
pengetahuannya.[11] Menurut Locke,[2][8][12] seluruh pengetahuan bersumber
dari pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi empirisme yang
menolak pendapat kaum rasionalis yang mengatakan sumber pengetahuan
manusia yang terutama berasal dari rasio atau pikiran manusia. Meskipun
demikian, rasio atau pikiran berperan juga di dalam proses manusia
memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, Locke berpendapat bahwa
sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia
itu belum berfungsi atau masih kosong. Situasi tersebut diibaratkan Locke
seperti sebuah kertas putih (tabula rasa) yang kemudian mendapatkan
isinya dari pengalaman yang dijalani oleh manusia itu. Rasio manusia
hanya berfungsi untuk mengolah pengalaman-pengalaman manusia
menjadi pengetahuan sehingga sumber utama pengetahuan menurut
Locke adalah pengalaman.
C.ULAMA YANG MENENTANG PENDAPAT JOHN LOCKE.

Beberapa ulama yang mungkin memiliki pandangan kritis terhadap teori Locke tentang
asal-usul pengetahuan manusia melalui pengalaman sensorik antara lain:

1.Al-Ghazali: Seorang filosof dan ulama Islam terkenal dari abad pertengahan yang secara
kritis membahas pemikiran filsafat dan epistemologi. Meskipun tidak secara langsung
menanggapi Locke, namun karyanya sering kali mencoba menggabungkan ajaran-ajaran
Islam dengan filsafat, termasuk pemikiran tentang sumber-sumber pengetahuan. Al-
Ghazali menekankan pentingnya pengalaman batin dan akal sebagai sumber pengetahuan
yang tidak hanya bergantung pada pengalaman sensorik semata.

2.Ibnu Taimiyah: Seorang ulama besar dalam sejarah Islam yang terkenal dengan karyanya
dalam bidang teologi dan fiqh. Meskipun tidak secara langsung menanggapi Locke, namun
pandangannya tentang pengetahuan dan akal dapat dianggap sejalan dengan kritik terhadap
pandangan empirisme mutlak yang dianut oleh Locke.

2.THOMAS ROBERT MALTHUS


Thomas Robert Malthus

Kategori: Sejarah & Masyarakat


Sepenuhnya:Thomas Robert Malthus
Dilahirkan:13/14 Februari 1766, Rookery, dekat Dorking, Surrey , Inggris
Meninggal:29 Desember 1834, St. Catherine, dekat Bath, Somerset
Karya Terkemuka:“Esai tentang Prinsip Kependudukan yang Mempengaruhi
Perbaikan Masyarakat di Masa Depan, dengan Catatan Mengenai Spekulasi
Tuan Godwin, M. Condorcet, dan Penulis Lainnya”
“Prinsip Ekonomi Politik”

A.BIOGRAFI (Thomas Robert malthus )

Kehidupan
Malthus dilahirkan dalam sebuah keluarga yang kaya. Ayahnya, Daniel,
adalah sahabat pribadi filsuf dan skeptik David Hume dan kenalan
dari Jean-Jacques Rousseau. Malthus muda dididik di rumah hingga ia
diterima di Jesus College, Cambridge pada 1784. Di sana ia belajar banyak
pokok pelajaran dan memperoleh penghargaan dalam deklamasi
Inggris, bahasa Latin dan Yunani. Mata pelajaran utamanya
adalah matematika. Ia memperoleh gelar magister pada 1791 dan terpilih
menjadi fellow dari Jesus College dua tahun kemudian. Pada 1797, ia
ditahbiskan dan menjadi pendeta Anglikan di desa.

Malthus menikah pada 1804; ia dan istrinya mempunyai tiga orang anak.
Pada 1805 ia menjadi profesor Britania pertama dalam bidang ekonomi
politik di East India Company College di Haileybury di Hertfordshire. Siswa-
siswanya menyapanya dengan sebutan kesayangan "Pop" (yang dapat
berarti "papa") "Populasi" Malthus. Pada 1818, ia terpilih
menjadi Fellow dari Perhimpunan Kerajaan.

Malthus menolak dibuat fotonya hingga tahun 1833 karena ia merasa malu
karena sumbing. Masalah ini kemudian diperbaiki lewat operasi, dan
Malthus dianggap sangat tampan. Sumbingnya juga meluas hingga ke
dalam mulutnya yang memengaruhi bicaranya. Cacat ini adalah bawaan
sejak lahir yang cukup lazim di lingkungan keluarganya.

B.PEMIKIRAN (Thomas Robert malthus)


Pada tahun 1798 Malthus menerbitkan edisi pertama secara anonimEsai
tentang Prinsip Kependudukan yang Mempengaruhi Perbaikan
Masyarakat di Masa Depan, dengan Catatan Spekulasi Bapak Godwin,
M. Condorcet, dan Penulis Lainnya . Pekerjaan itu mendapat
pemberitahuan luas. Secara singkat, kasar, namun mencolok, Malthus
berpendapat bahwa harapan manusia yang tak terbatas akan kebahagiaan
sosial pastilah sia-sia, karena jumlah penduduk akan selalu cenderung
melebihi pertumbuhan produksi. Pertambahan jumlah penduduk akan
terjadi, jika tidak dikendalikan, dalam deret geometri, sedangkan
kebutuhan hidup akan meningkat hanya dalam deret aritmatika. Populasi
akan selalu bertambah hingga batas penghidupan. Hanya “keburukan”
(termasuk “tindakan perang”), “kesengsaraan” (termasukkelaparan atau
kekurangan makanan dan kesehatan yang buruk), dan “pengendalian
moral” (yaitu, berpantang) dapat menghambat pertumbuhan yang
berlebihan ini.

C.ULAMA YANG MENENTANG PEMIKIRAN THOMAS MALTHUS.


Pendapat Thomas Malthus tentang kebahagiaan manusia, terutama terkait
dengan teori Malthusianisme tentang pertumbuhan populasi dan
keterbatasan sumber daya, belum secara khusus direspon oleh ulama Islam
dalam karyanya. Malthus dikenal karena teorinya tentang pertumbuhan
populasi yang melebihi pertumbuhan sumber daya yang terbatas, yang
menurutnya akan menyebabkan kelaparan, kemiskinan, dan penderitaan
manusia.
Ulama Islam biasanya fokus pada aspek-aspek keagamaan, moralitas, dan
perintah Allah dalam karyanya, sementara pandangan Malthus lebih
terkait dengan aspek demografi, sosial, dan ekonomi. Namun demikian,
ulama Islam sering kali menekankan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan
sosial, dan kesejahteraan umat manusia dalam karya-karya mereka.
Mungkin saja ulama Islam, dalam pandangan mereka tentang nilai-nilai
keagamaan dan kemanusiaan, dapat memiliki kritik atau pandangan yang
berbeda terhadap pemikiran Malthus, terutama jika teori Malthus tentang
pertumbuhan populasi dan keterbatasan sumber daya dianggap terlalu
pesimistis atau tidak mempertimbangkan aspek-aspek lain yang
berpengaruh pada kebahagiaan manusia.
Ulama Islam cenderung menekankan pentingnya solusi yang adil dan
berkelanjutan terhadap masalah-masalah sosial dan ekonomi, termasuk
dalam konteks kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Mereka mungkin
menyoroti pentingnya faktor-faktor seperti distribusi yang adil, tanggung
jawab sosial, dan keadilan dalam upaya memperbaiki kondisi manusia,
yang bisa berbeda dengan pandangan yang dianut oleh Malthus dalam
analisisnya.

Anda mungkin juga menyukai