Anda di halaman 1dari 29

Makalah

IDEOLOGI LIBERALISME DAN PANCASILA


DALAM PUSARAN IDEOLOGI

untuk memenuhi mata kuliah umum


Pendidikan Pancasila

Dosen pengampu :
Indriani, M.Pd

Kelompok 7 Sesi (0821):


1. Divia Putri (22002013)
2. Desfitri Ramadhani (220021011)
3. Muhammad Arel Ramadhan (22059085)
4. Luzy Syahrani (22086370)
5. Jefri adi (22086365)
6. Putri Nabila (22043017)
7. M Afdal Zikri (22086371)

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dengan membahas materi
“IDEOLOGI LIBERALISME dan PANCASILA DALAM PUSARAN
IDEOLOGI’’Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi
sehingga dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik dalam
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi menyempurnakan pembuatan
makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini, kami juga menyampaikan ucapan terimakasih
kepada dosen pengampu, Ibu Indriani, M.Pd beserta pihak-pihak yang telah mendukung
dan membantu dalam memberikan informasi tentang materi yang terkait. Semoga materi
ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan dan menjadi motivasi, khususnya bagi
kami.

Padang, 20 Maret 2023

Kelompok 7

i
Halaman Judul
Kata Pengantar ............................................................................................................................. 2
Daftar Isi ...................................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ............................................................................................................ 4
1.2.Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5
1.3.Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN
2.1.Konsep Dasar Ideologi Liberalisme ............................................................................. 7
2.2.Tokoh-Tokoh Liberalisme ............................................................................................ 8
2.3.Negara Yang Menganut Ideologi Liberal…………………………………………….9
2.4.Ciri-Ciri Ideologi Liberal ........................................................................................... 10
2.5.Pancasila Dalam Pusaran Idelogi ............................................................................... 26

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 28

DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………..........................29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Setiap bangsa di dunia ini selalu memiliki pijakan untuk berdiri. Pijakan tersebut
diibaratkan seperti pondasi pada sebuah bangunan. Jika suatu bangunan memiliki
pondasi yang tidak kuat, maka tidak menutup kemungkinan bangunan itu akan mudah
runtuh atau rusak saat sedikit saja terkena gangguan. maka pondasi itu haruslah kuat
dan kokoh. Demikianlah pijakan itu yang kita kenal dengan sebutan ‘ideologi’.
Idelogilah yang dijadikan dasar atas berdirinya suatu negara, karena jika suatu
bangsa/negara tidak memiliki alasan dan tujuan mengapa negara itu dapat terbentuk,
maka negara tersebut akan mudah untuk dikolonialisme oleh bangsa lain dan akan
mudah goyah terombang-ambing bahkan bisa saja menjadi runtuh. Begitu
pentingnyalah suatu ideologi bagi suatu bangsa.
Berhubungan dengan ideologi, terdapat banyak sekali ideologi bangsa di dunia
ini, seperti contohnya Indonesia dengan ideologi Pancasilanya, negara-negara yang
menganut komunisme, sosialisme, dan ada pula liberalisme yang mengedepankan hak
asasi individunya. Liberalisme bisa dianggap salah satu ideologi besar di dunia.
Pengaruhnya pun terasa dalam perkembangan berbagai paham utamanya pada masa-
masa globalisasi seperti saat ini yang mungkin tidak disadari secara langsung.
Liberalisme yang terbentuk atas dasar rasionalitas yang diciptakan para golongan
intelektual ini kian memasuki paham-paham yang ada melalui berbagai bidang bukan
hanya ekonomi, namun semakin merajalela pada berbagai dimensi kehidupan. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa setiap negara memiliki haknya masing-masing untuk
memilih paham yang mereka anut. Maka dari itu penulis menyusun makalah ini yang
berjudul “Ideologi Liberalisme” untuk mengetahui bagaimana terbentuknya ideologi
liberal ini dan apa yang menjadi kelebihan juga kekurangan dari ideologi ini,
perkembangannya, serta bagaimana ideologi ini dapat memengaruhi negara-negara lain
sampai pada dewasa ini.

1.2. Rumusan Masalah


a. Bagaimana konsep dasar Ideologi Liberalisme?
b. Bagaimana sejarah Ideologi Liberalisme?
c. Bagaimana perbandingan antara Ideologi liberalosme klasik dengan neoliberalisme?

d. Bagaimana Pancasila dalam pusaran ideologi

iii
1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui konsep dasar dari Ideologi Liberalisme
b. Untuk mengetahui bagaimana sejarah Ideologi Liberalisme
c. Untuk mengetahui perbandingan antara Ideologi Liberalisme klasik dengan
Neoliberalisme.

iv
1
2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Ideologi Liberalisme


Pengertian Liberalisme

Liberalisme adalah ideologi, pandangan filsafat dan tradisi politik yang didasarkan
pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Istilah
‘liberalisme’ diambil dari bahasa Latin yaitu liber, yang mempunyai arti bebas atau
merdeka. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas,
dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak
adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menolak
adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat
modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan
keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas (Sukarna, 1981).
Dalam hal ini dikatakan bahwa liberalisme adalah paham yang memperbolehkan
kebebasan dalam segala bidang bermasyarakat, seperti bidang ekonomi, agama atau
politik. Pada dasarnya liberalisme itu ingin mencita-citakan pada masyarakatnya
untuk mendapat kebebasan dalam berpendapat atau tidak adanya pembatasan untuk
pemerintah dan agama. Secara tidak langsung paham ini mengemukakan bahwa
dalam hidup ini ialah tentang individu, karena setiap individu mempunyai kebebasan
dalam bidang ekonomi, agama dan politik (Sukarna, 1981).

2.2 Tokoh-Tokoh Liberalisme

1. Rene Descartes
Menurutnya untuk memperoleh pengetahuan yang terang dan jelas maka terlebih
dahulu kita harus meragukan segala sesuatu .
2. Benedictus de Spinoza
Spinoza telah membuktikan bahwa Tuhan, substansi dan penyebab dalam dirinya,
ketiga-tiganya ini identik.
3. John Locke
Pemikiran Locke didasarkan pada premis semua pengetahuan datang dari
pengalaman. Ia berkata, “Pengetahuan kita itu kita peroleh lewat intuisi.
Eksistensi Tuhan, akallah yang memberitahukannya kepada kita”.

3
4. David Hume
Hume menyatakan, sebagaimana Locke, bahwa semua pengetahuan dimulai dari
pengalaman indera sebagai dasar, kesan adalah basis pengetahuan.
5. Herbert Spencer
Menurut Spencer, kita hanya dapat mengenali fenomena-fenomena atau gejala-
gejala. Memang benar di belakang gejala-gejala itu ada suatu dasar absolute,
tapi yang absolute itu tidak dapat kita kenal.
6. Hobbes (1588 – 1679) berpandangan bahwa dalam ‘’State of Nature’’, individu itu
pada dasarnya jelek (egois), sesuai dengan fitrahnya. Namun, manusia ingin hidup
damai. Oleh karena itu mereka membentuk suatu masyarakat baru, suatu
masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat perjanjian demi melindungi
hak-haknya dari individu lain di mana perjanjian ini memerlukan pihak ketiga
(penguasa) (Deliar, 1998).

2.3.1 Negara-negara yang Menganut Ideologi Liberal

Liberalisme dianut oleh negara-negara di berbagai benua, seperti di Benua


Amerika diantaranya dianut oleh Amerika Serikat, Argentina, Bolivia, Brazil, Cili,
Cuba, Kolombia, Ekuador, Honduras, Kanada, Meksiko, Nikaragua, Panama,
Paraguay, Peru, Uruguay, Venezuela Aruba, Bahamas, Republik Dominika,
Greenland, Grenada, Kosta Rika dan Puerto Rico Suriname. Liberlisme juga dianut
oleh beberapa negara di benua Eropa yaitu Albania, Armenia, Austria, Belgia,
Bulgaria, Kroasia, Cyprus, Republik Cekoslovakia, Denmark, Estonia, Finlandia,
Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Islandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luxembourg,
Macedonia, Moldova, Netherlands, Norwegia, Polandia, Portugal, Romania, Rusia,
Serbia Montenegro, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Switzerland, Ukraina dan
United Kingdom Belarusia, Bosnia-Herzegovina, Kepulauan Faroe, Georgia, Irlandia
dan San Marino. Sedangkan di benua Asia, negara yang menganut ideologi liberal
yaitu India, Iran, Israel, Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand, Turki
Myanmar, Kamboja, Hong Kong, Malaysia dan Singapura (Humaira, 2014).

Liberalisme dalam berbagai Bidang


Kedahsyatan pengaruh paham Liberalisme menyebar hampir ke seluruh global
dan tentunya juga memberikan pengaruh pada berbagai aspek dalam kehidupan

4
bernegara dan bermasyarakat. Wujud dari pengaruh paham Liberalisme tersebut,
antara lain sebagai berikut (Syifa, 2017):
a. Bidang Politik
Pengaruh paham Liberalisme dalam bidang politik ditandai dengan munculnya
paham demokrasi dan nasionalisme nan menyebar di berbagai negara. Akibat dari
kemunculan demokrasi dan nasionalisme ini, antara lain memberikan suntikan
semangat buat meraih kemerdekaan bagi bangsa nan masih terjajah, mulai
diberlakukan PEMILU (Pemilihan Umum) buat memilih anggota parlemen dimana
pemilihnya ialah dari seluruh anggota masyarakat.
b. Bidang Ekonomi
Pengaruh paham Liberalisme dalam bidang ekonomi ditandai dengan
munculnya sistem perekonomian liberal nan menghendaki perdagangan bebas serta
menolak campur tangan pemerintah.
c. Bidang Agama
Pengaruh paham Liberalisme dalam bidang agama ditandai dengan adanya
kebebasan beragama bagi tiap individu tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak
manapun buat memeluk suatu agama tertentu.
d. Bidang Pers
Pengaruh paham Liberalisme dalam bidang pers ditandai dengan adanya
kebebasan berekspresi dan berkarya bagi artis serta kebebasan bagi wartawan buat
menulis dan memuat warta apapun nan benar-benar diketahuinya.
e. Bidang Sosial
Pengaruh paham Liberalisme dalam bidang sosial ditandai dengan adanya
emansipasi wanita serta penyetaraan gender nan menempatkan wanita sejajar dengan
pria serta mendapatkan kesempatan nan sama dalam berbagai hal, seperti pendidikan
dan karir.

2.4 Ciri Ciri Ideologi Liberalisme


Ciri-ciri Ideologi Liberal
1. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
2. Masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh.
3. Kebebasan berbicara,dan kebebasan pers.
4. Kekuasaan terhadap kekuasaan yang lain merupakan hal yang buruk. (Ramlan
Subakti, 1992 hlm .43).

5
Dari ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa ideologi liberal benar-benar
menagnut kebebasan akan hak-hak individu, dimana hak-hak tersebut meliputi hak
politk,ekonomi,sosial. Masyarakat yang mennganut ideologi liberal dapat
mensuarakan poendapatnya dengan bebas. Demokrasi merupakan sesuatu yang amat
penting di dalam negara yang menganut ideologi liberal seperti Amerika walaupun
Indonesia yang bukan negara liberal juga menganut paham demokrasi. Ideologi
Liberal terkadang juga memiliki dampak yang buruk dimana kebebasan yang terlalu
berlebihan bagi masyarakat. Liberalisme tidak dicpitakan dari orang-orang biasa
namun lahir dari golongan ilmiah yang ingin menambah pengetahuan pada masa
abad pertengahan.

Kelebihan dan Kekurangan Ideologi Liberalisme


Keunggulan Ideologi Liberal
1. Menumbuhkan kreatifitas masyarakat.
2. Individu bebas mengolah sumber daya yang dimiliki, sehingga dapat
mengembangkan diri.
3. Timbul Persaingan untuk maju sehingga menumbuhkan ekonomi.
4. Kontrol sosial dalam pers sehingga pemerintah dapat terkontrol segala kegiatanya.
5. Kebebasan politik di dalam masyarakat sehingga terjadi persamaan golongan.
(Ramlan, 1992, hlm.46)
Kekurangan demokrasi liberal
1. Timbul persaingan yang tidak sehat karena kebebasan karena persaingan.
2. Kebeasan Pers yang berlebihan menimbulkan gejolak dalam masyarakat
3. Eksploitasi manusia, karena di sini berasas kebeasan maka masyarakat menganggap
ekploitasi manusia merupakan hak kebebasan mereka
4. Politik yang tidak sehat, terkadang politik dalam demokrasi liberal menghalalkan
segala cara karena paham kebebasan
5. Monopoli terhadap laum miskin. (Ramlan, 1992, hlm.47)
Ideologi liberal memiliki kelebihan dan kekuranaga. Salah satu kelebihan dari
demokrasi liberal adalah kebebasan pers dan politik yang luar biasa, sehingga
masyarakat dapat bebas menentukan hak dan pilihanya, selain itu masyarakat dapat

6
mengembangkan potensi yang dimiliki dirinya sehingga timbul persaingan untuk
memnajukan negara. rata-rata negara yang menganutn ideologi liberal memiliki
tingkat kemajuan yang sangat tinggi seperti Amerika Serilat , dan negara-negara di
Eropa Barat. Salah satu bukti kebebasan politik.
Namun negara dengan demokrasi liberal juga memiliki kekurangan seperti
kebebasa pers yang terlalu berlebihan sehingga banyak berita-berita yang dibuat oleh
media yang menimbulkan konflik dalam masyarakat, selain itu dunia politik di
negara yang menagnut paham ideologi liberal memiliki kegiatan politik yang tidak
sehat karena kebebasan tersebut membuat para aktor politik bebas melakukan
apapun yang diiinginkanya untuk mencapai tujuan. Dalam ideologi liberal juga
membuat persaingan yang tidak sehat karena dalam ideologi liberal masyarakat
bebas dalam pengembangan ekonomi maka orang-orang dengan dana modal yang
tinggi dapat menguasai orang-orang biasa.

Sejarah Ideologi Liberalisme


Sejarah liberalisme dimulai dari zaman Renaissance, sebagai reaksi terhadap
ortodoksi religius. Saat itu kekuasaan gereja mendominasi seluruh aspek kehidupan
manusia. Semua aturan kehidupan ditentukan dan berada dibawah otonomi gereja.
Hasilnya, manusia tidak memiliki kebebasan dalam bertindak, otonomi individu
dibatasi dan bahkan ditiadakan. Kondisi ini memicu kritik dari berbagai kalangan,
yang menginginkan otonomi individu dalam setiap tindakan dan pilihan hidup.
Otonomi individu dipahami sebagai keterbebasan dari determinasi dan intervensi
eksternal, berupa pembatasan, pemaksaan atau berbagai bentuk ancaman dan
manipulasi, dalam melakukan tindakan. Menurut liberalisme, individu adalah
pencipta dan penentu tindakannya. Dengan konsep seperti ini, maka kesuksesan dan
kegagalan seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh tindakan-tindakannya dan
pilihan-pilihan terhadap tindakan tersebut. Intinya, manusia memiliki kebebasan
dalam hidupnya, manusia adalah pribadi yang otonom (Ahida, 2005).
Dalam perkembangannya, ada dua corak liberalisme, liberalisme yang dipelopori oleh
John Locke dan liberalisme yang dipelopori oleh Jean Jacques Rousseau. John Locke
berpendapat bahwa kebebasan yang menjadi nilai dasar liberalisme dipahami sebagai
ketidakhadiran intervensi eksternal dalam aktivitas-aktivitas individu. Kebebasan
adalah hak properti privat. Karenanya, pemerintah bersifat terbatas (minimal)
terhadap kehidupan warganya. Untuk itu harus ada aturan hukum yang jelas dan

7
lengkap dalam menjamin kebebasan sebagai hak properti privat ini. Corak liberalisme
ini kemudian mendasari dan menginspirasi munculnya libertarianisme yang
dipelopori oleh Alexis de Tocqueville, Friedrich von Hayek dan Robert Nozick
(Ahida, 2005).
Di sisi lain Rousseau berpendapat bahwa pemerintah harus tetap berfungsi menjamin
terlaksananya kebebasan individu dalam masyarakat. Corak liberalisme ini selanjutnya
mendasari dan menginspirasi munculnya liberalisme egalitarian, dengan tokohnya antara
lain John Rawls dan Ronald Dworkin. Liberalisme ini berusaha menyatukan ide
kebebasan dan kesamaan individu dalam masyarakat. Pemerintah dibutuhkan untuk
meredistribusikan nilai-nilai sosial dalam melaksanakan dan mencapai kebebasan
dan kesamaan individu-individu dalam masyarakat (Ahida, 2005).
Perbedaan terpenting antara liberalisme dan libertarianisme adalah pandangan
tentang kebebasan individu. Menurut libertarianisme, kebebasan yang menjadi hak
individu merupakan satu bentuk properti privat, tidak seorang pun atau apa pun yang
dapat merampas dan mencabutnya dari seseorang tanpa dianggap telah melanggar hak
orang tersebut. Seperti libertarianisme, liberalisme juga mengutamakan kebebasan.
Kebebasan menurut liberalisme tidak dapat dikorbankan untuk nilai yang lain, untuk
nilai ekonomi, sosial dan politik. Kebebasan hanya dapat dibatasi dan dikompromikan
ketika ia konflik dengan kebebasan dasar yang lain yang lebih luas. Karenanya,
kebebasan menurut liberalisme bukan sesuatu yang absolut, kebebasan hanya dapat
dibatasi demi kebebasan itu sendiri (Ahida, 2005).
Konsep otonomi individu dalam pandangan liberalisme tidak hanya berupa
kebebasan individu dalam bertindak dan memilih cara hidup yang baik. Namun, juga
untuk mengkritisi, merevisi dan bahkan meninggalkan nilai dan cara hidup yang telah
dipilihnya. Karena menurut liberalisme, siapa pun dapat keliru dalam pilihan hidupnya.
Tindakan seperti ini bebas dilakukan oleh siapa pun jika nilai dan pilihan hidupnya
semula tidak lagi tampak berharga untuk dikejar dan tidak lagi sesuai dengan nilai yang
mereka yakini saat ini. Dengan demikian, otonomi individu tidak harus ditundukkan oleh
keanggotaannya pada suatu kelompok, seperti kelompok agama, etnis dan sebagainya.
Mereka bebas untuk tetap berada atau menarik diri dari kelompoknya (Ahida, 2005).
Setiap orang bebas memilih konsep tentang hidup yang baik, meskipun sangat
berbeda dengan nilai dan pilihan hidup anggota komunitas yang lain. Namun, konsep
tersebut tidak boleh melanggar prinsip keadilan. Orang-orang dengan konsep hidup yang
berbeda-beda akan saling menghormati, bukan karena hal ini mempromosikan satu cara

8
hidup bersama. Namun, karena mereka mengakui bahwa tiap-tiap orang memiliki klaim
pertimbangan yang sama. Tidak ada tugas khusus yang ditetapkan komunitas terhadap
individu. Tidak ada kelompok atau praktek sosial tertentu yang memiliki kewenangan di
luar penilaian dan kemungkinan penolakan individu. Tidak ada yang “ditetapkan untuk
seseorang” atau tidak ada yang berwewenang memberikan penilaian terhadap seseorang
selain nilai yang ditetapkan oleh orang tersebut (Ahida, 2005).
Pengakuan terhadap otonomi atau kebebasan individu dalam bertindak
mengindikasikan adanya pengakuan terhadap pluralitas dalam masyarakat. Kebebasan
dan kesamaan perlakuan terhadap individu dalam bertindak dan memilih cara hidup akan
menghasilkan pluralitas nilai dan pilihan hidup. Setiap orang bebas untuk bertindak dan
memilih cara hidup yang baik menurutnya. Pengakuan terhadap pluralitas tindakan dan
pilihan hidup mendapat perlakuan yang sama. Untuk menjamin tercapainya kesamaan
perlakuan tersebut, maka liberalisme mengemukakan ide netralitas negara (Ahida,
2005).
Pemerintah menurut liberalisme harus bersikap netral terhadap konsep apa pun
tentang hidup yang baik, yang dianut dan dipilih oleh warganya. Pemerintah tidak boleh
memberikan prioritas pada satu nilai di atas nilai yang lain, atau tidak menyokong dan
mengabaikan salah satu nilai yang ada. Liberalisme menganggap bahwa intervensi
pemerintah untuk menyokong salah satu nilai atau pilihan hidup dan mengabaikan nilai
atau pilihan hidup yang lain, melanggar dan membatasi otonomi individu, yang menjadi
nilai liberalisme (Ahida, 2005).
Ide netralitas negara tidak membenarkan adanya tindakan atas dasar superioritas atau
inferioritas intrinsik dari berbagai konsep tentang kehidupan yang baik. Tidak boleh ada
tindakan yang secara sengaja atau tidak sengaja berusaha mempengaruhi penilaian-
penilaian orang tentang nilai dari berbagai konsep yang berbeda ini. Kebebasan
sebagai nilai yang esensial dalam kehidupan manusia akan terancam dengan adanya
pemaksaan suatu pandangan khusus tentang kehidupan yang baik pada setiap orang
(Ahida, 2005).
Netralitas negara yang bertujuan untuk menjamin kebebasan dan kesamaan individu
dalam masyarakat, dengan sendirinya mendorong berkembangnya cara hidup yang
bernilai dan mendorong tersingkirnya cara-cara hidup yang tidak bernilai. Netralitas
negara terhadap pluralitasnilai tersebut dengan sendirinya menyeleksi nilai-nilai yang
ada, mana yang tetap bertahan dan diminati banyak orang atau tersingkir karena tidak
menarik minat orang (Ahida, 2005).

9
Kegagalan sosialisme dan marxisme dalam mengatasi konflik pada masyarakat
seperti terlihat di Uni Soviet dan negara-negara lain di dunia menjadikan liberalisme
sebagai konsep yang dominan saat ini. Namun, ini tidak berarti liberalisme menjadi satu
ideologi yang tanpa cacat. Cacat inilah yang dilihat oleh komunitarianisme dan
memunculkannya dalam bentuk kritik terhadap liberalisme. Komunitarianisme
mengkritik nilai-nilai liberalisme yang dianggap tidak sensitif terhadap keanggotaan
pada satu kelompok, terutama kelompok kultural, yang menjadi perdebatan sengit dalam
filsafat politik saat ini (Ahida, 2005).

1. Perbandingan Ideologi Liberalisme Klasik dengan NeoLiberalisme


1. Liberalisme Klasik

Dalam konsep Liberalisme, individu merupakan pencipta dan penentu tindakannya.


Dengan konsep seperti ini, maka kesuksesan dan kegagalan seseorang ditentukan oleh
dirinya sendiri, oleh tindakan-tindakannya dan pilihan-pilihan terhadap tindakan tersebut.
Intinya, manusia memiliki kebebasan dalam hidupnya, manusia adalah pribadi yang
otonom. Liberlisme klasik dipelopori oleh beberapa ahli, salah satunya adalah konsep
Liberalisme yang dipelopori oleh John Locke yang berpendapat bahwa kebebasan yang
menjadi nilai dasar liberalisme dipahami sebagai ketidakhadiran intervensi eksternal
dalam aktivitas-aktivitas individu. Kebebasan adalah hak properti privat. Dalam konsep
ini John Locke mengatakan bahwa pemerintah harus bersifat terbatas terhadap warga
negaranya sehingga diperlukan hukum yang jelas dan lengkap untuk menjamin kebebasan
setiap individu. Liberalime klasik yang dipelopori oleh John Locke ini berpandangan
bahwa kebebasan tidak dapat dikorbankan untuk nilai yang lain, seperti ekonomi, sosial,
dan politik. Kebebasan hanya bisa dibatasi dan dikompromikan ketika ia konflik dengan
kebebasan dasar yang lain yang lebih luas. Oleh karena itu, kebebasan menurut
liberalisme bukan sesuatu yang absolut, kebebasan hanya dapat dibatasi demi kebebasan
itu sendiri.
Liberalisme klasik memandang bahwa konsep otonomi individu tidak hanya berupa
kebebasan individu dalam bertindak dan memilih cara hidup yang baik, namun setiap
warga negara diberi kebebasan untuk mengkritisi, merevisi, dan bahkan meninggalkan
nilai dan cara hidup yang telah dipilihnya, hal ini disebabkan karena adanya pemikiran
bahwa siapapun dapat keliru dalam pilihan hidupnya. Tindakan seperti ini bebas
dilakukan oleh siapa pun jika nilai dan pilihan hidupnya semula tidak lagi tampak

10
berharga untuk dikejar dan tidak lagi sesuai dengan nilai yang mereka yakini saat ini.
Dengan demikian, otonomi individu tidak harus ditundukkan oleh keanggotaannya pada
suatu kelompok, seperti kelompok agama, etnis dan sebagainya. Mereka bebas untuk
tetap berada atau menarik diri dari kelompoknya. Setiap orang diberi kebebasan untuk
memilih konsep yang menurutnya baik, meskipun pilihan tersebut berbeda dengan nilai
dan pilihan yang di[ih oleh orang lain. Namun kebebasan yang mereka pilih tidak boleh
bertentangan dengan prinsip keadilan. . Orang-orang dengan konsep hidup yang berbeda-
beda akan saling menghormati, bukan karena hal ini mempromosikan satu cara hidup
bersama. Namun, karena mereka mengakui bahwa tiap-tiap orang memiliki klaim
pertimbangan yang sama. Adanya pengakuan terhadap kebebasan setiap individu ini
menghasilkan pluralitas dalam masyarakat. Kebebasan dan kesamaan perlakuan
masyarakat dalam bertindak dan memilih cara hidup tentu akan menghasilkan masyarakat
yang pluralis baik dalam hal nilai maupun dalam pilihan hidup. Pengakuan terhadap
pluralitas tindakan dan pilihan hidup mendapat perlakuan yang sama. Untuk menjamin
tercapainya kesamaan perlakuan tersebut, maka liberalisme mengemukakan ide netralitas
negara (Aida, 2005, hlm. 95-97).
Dalam konsep Liberlisme pemerintah harus bersikap netral terhadap konsep apa pun
mengenai pilihan yang dipilih oleh masyarakat. Pemerintah tidak boleh memberikan
prioritaskan terhadap satu nilai yang dianggapnya paling tepat untuk masyarakat dan
mengabaikan nilai yang dipilih oleh masyarakatnya. Ide netralitas negara tidak
membenarkan adanya tindakan atas dasar superioritas atau inferioritas intrinsik dari
berbagai konsep tentang kehidupan yang baik. Tidak boleh ada tindakan yang secara
sengaja atau tidak sengaja berusaha mempengaruhi penilaian-penilaian orang tentang
nilai dari berbagai konsep yang berbeda ini. Kebebasan sebagai nilai yang esensial dalam
kehidupan manusia akan terancam dengan adanya pemaksaan suatu pandangan khusus
tentang kehidupan yang baik pada setiap orang. Netralitas negara yang bertujuan untuk
menjamin kebebasan dan kesamaan individu dalam masyarakat, dengan sendirinya
mendorong berkembangnya cara hidup yang bernilai dan mendorong tersingkirnya cara-
cara hidup yang tidak bernilai. Netralitas negara terhadap pluralitas nilai tersebut dengan
sendirinya menyeleksi nilai-nilai yang ada, mana yang tetap bertahan dan diminati
banyak orang atau tersingkir karena tidak menarik minat orang (Aida, 2005, hlm. 97-98).
Dilihat dari penjelasan diatas dapat dikataka bahwa Liberlisme Klasik merupakan
kebebasan yang diberikan individu dalam menentukan pilihan nilai yang dianggap baik
untuk dirinya. Kebebasan dalam Liberlaisme tidak hanya terpaku pada kebebasan salah

11
satu nilai saja seperti nilai ekonomi, sosial, maupun agama. Namun dalam konsep
Liberalisme Klasik memandang bahwa kebebasan merupakan pilihan yang bebas dalam
menentukan nilai-nilai yang dianggap baik untuk dirinya. Peran pemerintah dalam konsep
Liberalisme Klasik ini adalah bersikap netral terhadap pilihan nilai yang dipilih
masyarakat. Tidak boleh pemerintah mengintervensi pilihan yang sudah dipilih
masyarakat. Pemerintah juga dilarang membatasi dan mendoktrin nilai-nilai yang
dianggap baik oleh pemerintah kepada masyarakat. Karena baik buruknya nilai akan
terlihat sendirinya seiring dengan perkembangan hidup masyarakat, sehingga masyarakat
akan merasakan sendiri apakah nilai yang dipilihnya tepat atau tidak. Adanya pembatasan
peran pemerintah dalam mengintervensi pilihan nilai yang dipilih masyarakat
memunculkan ide netralitas negara, yaitu pemerintah harus bersikap netral pada pilihan
yang dipilih oleh masyarakat, dimana pemerintah tidak boleh memprioritaskan salah satu
nilai yang dianggap paling baik oleh masyarakat.
2. Neo Liberalisme

Bagaimana pengertian Neo Liberalisme? Kata Neo dalam neoliberalisme


sebenarnya menunjuk kepada bangkitnya kembali bentuk aliran ekonomi liberalisme
lama yang cikal bakalnya dipicu oleh karya Adam Smith yang menumental, The Wealth
of Nations, di tahun 1976. Filsuf moral asal Inggris itu, yang juga bapak mazhab
ekonomi klasik atau yang lebih populer disebut dengan perumus kapitalisme modern,
mempropagandakan pentingnya penghapusan intervensi negara atau pemerintah dalam
mekanisme ekonomi. Sebagai gantinya Smith, menganjurkan agar Pemerintah
membiarkan mekanisme pasar bekerja dengan logikanya sendri, melakukan deregulasi,
serta menghilangkan segala bentuk hambatan (tarif dan nontarif) dan restriksi (Al
Muchtar, 2016, hlm 78-79).
Kompetisi dan kekuatan individu yang bekerja dalam mekanisme pasar akan
menciptakan keteraturan ekonomi. Smith menggunakan teorinya tentang “tangan-tangan
tersembunyi” (invisible hand) yang menurutnya bakal mengatur dan mengorganisir
seluruh relasi dan kehidupan ekonomi dan juga mendorong setiap individu untuk
mencari sebanyak-banyaknya keuntungan ekonomi. (Khudori, Neoliberalisme
menumpas petani, Yoyakarta, Resisr Book, 2004, Hal 16) Bagaimana kebangkitan
ideologi Neo liberalisme? Dapat dijelaskan bahwa kelahiran Neoliberalisme krisis
ekonomi yang melanda dunia pada tahun 1970-an meruntuhkan asumsi-asumsi
sosialisme demokrasi yang diusung oleh Keynes. Krisis yang terjadi ditengarai muncul

12
sebagai akibat dari intervensi negara yang terlalu jauh dalam urusan ekonomi. Intervensi
yang sedianya ditujukan untuk menjamin kesejahteraan sosial justru telah menimbulkan
inefisiensi dan menyebabkan krisis. Dalam kondisi semacam ini, para pemikir liberal
berupaya mengembalikan doktrin liberalisme kepada liberalisme klasik ala Adam Smith
dan David Ricardo yang percaya unregulated market akan meningkatkan efisiensi dan
mendorong pertumbuhan dan menghasilkan kemakmuran global. Meskipun demikian,
kebangkitan pemikiran liberalisme klasik (neo classical economy) atau yang kemudian
lebih dikenal sebagai neoliberalisme memiliki sejumlah perbedaan mendasar dengan
liberalisme klasik. Liberalisme klasik ala Adam Smith klasik menentang bentuk-bentuk
monopoli baik oleh negara maupun kelompok bisnis Namun dalam pandangan
liberalisme klasik peran negara tetap dibutuhkan terutama untuk menciptakan
lingkungan yang dapat menjamin hak-hak individu. Sementara neoliberal berada pada
posisi yang lebih ’mencurigai’ peran negara sehingga dari segi apa pun kekuasaan
negara perlu tetap dikontrol (Al Muchtar, 2016, hlm 78-80).
Bagaimana paham dasar dari Neoliberalism ini dapat dijelaskan bahwa bisa
dikatakan merupakan ideologi yang berisi cara pandang dalam bidang ekonomi untuk
mewujudkan kesejahteraan. Atas pandangan ini Neoliberalisme yang juga dikenal
sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi politik yang
mengurangi atau menolak campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik.
Sedangkan pendekatannya dengan menggunakan pada metode pasar bebas, pembatasan
yang sedikit terhadap perilaku bisnis dan hak-hak milik pribadi, Bagaimana keunggulan?
Ternyata dalam prakteknya Neoliberalisme melalui ekonomi pasar bebas berhasil
menekan intervensi pemerintah. Untuk meningkatkan efisiensi korporasi, neoliberalisme
berusaha keras untuk menolak atau mengurangi kebijakan hak-hak buruh seperti upah
minimum, dan hak-hak daya tawar kolektif lainnya. Bagaimana latar pemikiran
filsafatnya? Neoliberalisme bertolak belakang dengan sosialisme, proteksionisme, dan
environmentalisme. Secara domestik, ini tidak langsung berlawanan secara prinsip
dengan poteksionisme, tetapi terkadang menggunakan ini sebagai alat tawar untuk
membujuk negara lain untuk membuka pasarnya. Kelemahannya dapat membawa
dampak negatif dimana Neoliberalisme sering menjadi rintangan bagi dunia bisnis untuk
meujudkan keadilan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu lainnya mengabaikan
mendukung hak-hak buruh dan keadilan sosial yang seharusnya menjadi prioritas
terbesar dalam hubungan internasional (Al Muchtar, 2016, hlm 80-81).
Aktualisasinya tampak bahwa Neoliberalisme dianggap dari tindak lanjut

13
imperialisme (penjajahan) atau biasa disebut neoimperialisme. Hal ini disebabkan karena
penjajahan dengan model peperangan dan memakan senjata sudah tidak dapat lagi
diterima, dan akan mudah menimbulkan perlawanan dari negeri terjajah. Sehingga
diperlukan konsep lain agar, penjajah tetap bisa menguasai dan mengendahkan ekonomi
di Negara lemah. Dulu liberalisme melakukan penjajahan memakai senjata, namun
sekarang memakai cara dan instrument yang tidak tampak dan halus (Al Muchtar, 2016,
hlm 81).
Perlu diketahui bahwa pada prinsipnya bagaimana Negara maju dan kaya
membuat cara agar tetap mendapat keuntungan yang lebih banyak dari perkembangan
Negara miskin (Negara berkembang). Sedangkan Inti dari penjajahan tetap pada
penguasaan ekonomi, di mana negeri yang terjajah memberikan keuntungan sebesar-
besar kepada Negara penjajah. Prakteknya dengan menggunakan instrumen lain seperti
hutang (bunga hutang yang harus dibayar) atau liberalisasi perdagang. Di mana Negara
miskin dan berkembang sudah pasti akan kalah dalam persaingan, sehingga hanya
menjadi negara konsumen. Rakyat di negara miskin atau berkembang bekerja keras
untuk mendapatkan uang agar bisa membeli produk-produk yang ditawarkan oleh
Negara penjajah Dalam tulisan yang berjudul Memahami Neoliberlisme, Sebuah Riview
Singkat Dias Prasongko, Apa itu Neolibemlisme? Dikemukakan bahwa Dalam teori
ekonomi politik, neoliberalisme merupaknn paham yang mengemukakan kebendaan
manusia bisa sangat menguntungkan dan bermanfant ketika kita membuka ruang
terhadap setiap orang untuk mengembangkan dirinya melalui kompetisi yang bebas (Al
Muchtar, 2016, hlm 81-82).
Selanjutnya dikemukakan bahwa kompetisi yang bebas tersebut dalam melaksanakan
persaingan bebas melalui mekanisme pasar bebas. Dalam hal ini neoliberalisme
memiliki ciri private property right keberadaan pasar bebas sempurna dan perdagangan
bebas. Keberadaan pasar disini diyakini mampu untuk mengurus dirinya sendiri,
sehingga ia tidak membutuhkan campur tangan dari Negara. Oleh sebab itu, menurut
Giersch (dikutip oleh Baswir, 2009: 2 dalam (Al Muchtar, 2016, hlm 82)) pelaksanaan
kebijakan ekonomi neoliberal ini memiliki tujuan untuk pengembangan kebebasan
individu untuk bersaing secara bebas-sempurna dipasar. Dan Kepemilikan pribadi
terhadap faktor-faktor produksi diakui. Dikemukakan ciri dari neoliberalisme (Wibowo,
2009 dalam (Al Muchtar, 2016, hlm 82)). sebagai berikut;
1. Dalam logika neoliberalisme, mekanisme pasar dibutuhkan untuk menciptakan
efisiensi dan efektifitas.

14
2. Dalam melaksanakan mekanisme pasar tersebut, tentunya dibutuhkan aturan-atutan
yang mampu menyokong keberaadaa mekanisme pasar agar tetap berada pada jalur
yang benar.
3. Dibutuhkanlah institutional framework merupakan seperangkat aturan yang dikelola
melalui suatu organisaional untuk menjaga agar pasar bebas yang sempurna bisa
terlaksana dan bebas dari distorsi oleh Negara.
Bagaimana perkembangan pernikiran neoliberalisme? Perkembangan Pemikiran
Liberalisme berakar pada tradisi pemikiran liberal yang rnenempatkan individualisme,
rasionalitas, kebebasan, dan equality sebagai nilai-njlai yang paling mendasar. Asurnsi-
asurnsi Dasar Liberalisme sebagai berikut;
1. lndividualisme: manusia sebagai individu merupakan hal yang paling mendasar
dalam pandangan kaum liberal. Karena hakekat manusia merupakan makhluk yang
penuh damai dan mempunyai kemauan bekerja sama, kompetitif secara konstruktif,
dan rasional.
2. Equality: setiap individu lahir setara. Namun setiap individu mempunyai
kemampuan dan kemauan yang berbeda-beda. Karenanya kaum liberal percaya akan
adanya ‘equality of opportunity’ yang memberikan setiap individu kesempatan yang
sama untuk mewujudkan potensi mereka masing masing.
3. kebebasan: kebebasan individu untuk mencapai apa yang terbaik bagi dirinya perlu
mendapat jaminan. kebebasan individu tersebut dijzimin malalui mekanisme pasar
(invisible hand-Adam Smith)
4. Peran negara minimalis: peran negara yang kuat dan aktif dapat mengancam
kebebasan individu karenanya campur tangan negara dalam pasar akan merugikan
masyarakat.
5. Kaum Liberal memandang ketegangan laten antara egara dan pasar merupakan
kontlik antara penindasan dan kebebasan, kekuasaan dan hak individu, dogma
otokratik dan logika rasional. Sumber: Heywood, 2002 dan Mas’oed, 1998, dalam
(Al Muchtar, 2016, hlm 83-84)
Bagaimana kaitannya dengan peran negara?
Kaitannya dengan peran negara. neoliberalisme, negara diharuskan untuk
memberikan jaminan terhadap hak kebebasan individu melalui peraturan-peratumn yang
jelas. Ditegaskannya bahwa hak-hak kebebasan yang dimiliki setiap individu, seperti
kebebasan berpendapat, bertindak, berekspresi dan memilih harus dilindungi.
Dengan demikian negara wajib melakukan monopoli dalam hal ini bisa melalui

15
kekerasan untuk mempertahankan kebebasan tersebut. Dalam konteks logika
neoliberisme. Negara harus melindungi kebebasan individu sama halnya pada paham
dasar liberalisme yang menentang absolutisme pada masa kelahirannya. Peraturan dalam
hal ini bisa mengambil contoh yakni berupa peraturan bagi setiap individu berhak untuk
melaksanakan perdagangan bebas melalui mekanisme Pasar bebas, memberikan pajak
yang ringan, dan menciptakan stabilitas politik. Selain itu, Negara dalmn hal ini hanya
boleh bertindak untuk memberikan dan meyediakan fasilitas kepada para pengusaha
swasta dari lokal sampai global (Wibowo, 2009 dalam (Al Muchtar, 2016, hlm 85)).
Disamping itu, Negara tidak boleh memberikan intervensi terhadap keberadaan pasar,
untuk mencegah distorsi dan inefisiensi. Dengan demikinn, secara teori, neoliberalisme
mengubah relasi Negara dengan warganegra menjadi produsen dan konsumen.
Diyakininya bahwa neoliberalisme merupakan satu-satunya jalan menuju kemakmumn
dunia. Di sisi lain, neoliberalisme juga menjadi sasaran kritik dan dituding sebagai
sumber kehancuran dan degradasi berbagai aspek kehidupan. Bagaimana neoliberalisme
hubungannya dengan demokrasi? Menurut paham ini demokrasi dianggap sebuah
hambatan bahkan ancaman. Dinilai dapat menganggap bahwa demokrasi dapat
mengacam bagi terbentuknya dan keberlangsungan pasar bebas. Sebab demokrasi dapat
memberikan keleluasaan kepada pemerintah pihak pelaku bisnis lain di luar pasar untuk
melakukan tindakan yang bertentangan dengan penciptaan pasar bebas sehingga
mengancam hak-hak dan kebebasan individu. Menurut paham ini demokmsi dapat
memberikan ruang bagi mengintervensi melalui peraturan-peraturan yang tidak berpihak
pada individu (Al Muchtar, 2016, hlm 85-56).
Di samping itu, keberadaan demokrasi dianggap sebagai barang yang mahal.
Demokrasi hanya mungkin ada keti ka keberadaan kelas menengah yang sudah sangat
kuat untuk menciptakan stabilitas politik. Sedangkan keberadaan neoliberalisme harus
disokong oleh para elit bisnis dan ahli dalam pemerintahan. Mereka lebih menyukai pla-
pola yang lebih teknokrasi melalui proses peradilan dari pada melalui mekanisme
demokrasi melalui saluran parlemen yang cenderung berbelit-belit dan tidak efisien.
Bagaiman aktualisasi kebijakan ekonomi yang mencerminkan aktualisasi dari pada
neoliberalisme, dikemukakan oleh Sumber: Mas’oed: 2002 p. 5 7 sebagai berikut:
1. Price Decontrol: Penghapusan kontrol atas harga komoditi, faktor produksi, dan
mata uang.
2. Final Discipline: Pengurangan defisit anggaran pemerintah atau bank sentral ke
tingkat yang bisa dibiayai tanpa memakai inflationary financing.

16
3. Public Expenditure Priorities: Pengurangan belanja pemerintah, dan pengalihan
belanja dari bidang-bidang yang secara politis Sensitif, seperti administrasi
pemerintahan, pertahanan, subsidi yang tidak terarah, dan berbagai kegiatan yang
boros ke pembiayan infrastruktur, kesehatan primer masyarakat, dan pendidikan.
4. Tax Reform: Perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi perpajakan,
mempertajam insentif bagi pembayar pajak, pengurangan penghindaran dan
manipulasi aturan pajak, dan pengenaan pajak pada asset yang ditaruh di luar negeri.
5. Financial Liberalization: Tujuan jangka pendeknya adalah untuk menghapus
pemberian tingkat bunga bank khusus bagi peminjam istimewa dan mengenakan
tingkat bunga nominal yang 1ebih tinggi dari tingkat inflasi. Tujuan jangka-
panjangnya adalah penciptaan tingkat bunga bank berdasar pasar demi memperbaiki
efisiensi alokasi kapital.
6. Excange rates: Untuk meningkatkan ekspor dengan cepat, negara-negara
berkembang memerlukan tingkat nilai tukar matauang yang tunggal dan kompetitif.
7. Trade Liberalization: Pembatasan perdagangan luar negeri melalui kuota
(pembatasan secara kuantitatif) harus diganti tarif (bea cukai), dan secara progresif
mengurangi tarif sehingga mencapai tingkat yang rendah dan seragam (kira-kira 10%
sampai 20%).
8. Domestic Savings: Penerapan disiplin fiscal/APBN, pengurangan belanja
Pemerintah, reformasi perpajakan, dan liberalisasi finansial sehingga sumberdaya
negara bisa dialihkan sektor-sektor privat dengan produktivitas tinggi, dimana
tingkat tabungannya tinggi, Model pertumbuhan neo-klasik sangat menekankan
pentingnya tabungan dan pembentukan kapital bagi pembangunan ekonomi secara
cepat.
9. Foreign Direct Ivestment: Penghapusan hambatan terhadap masuknya perusahaan
asing. Perusahaan asing harus boleh bersaing dengan perusahaan nasional secara
setara; tidak boleh ada pilih-kasih.
10. Privatization: Perusahaan negara harus diswastakan.
11. Deregulation: Penghapusan peraturan yang menghalangi masuknya perusahaan baru
ke dalam suatu bidang bisnis dan yang membatasi persaingan; kecuali kalau
pertimbangan keselamatan atau perlindungan lingkungan hidup mengharuskan
pembatasan itu.
12. Property Rights: Sistem hukum yang berlaku harus bisa menjamin perlidungan hak
milik atas tanah, kapital, dan bangunan (Al Muchtar, 2016, hlm 86-88).

17
Perbandingan Ideologi Liberalisme Klasik dengan NeoLiberalisme
1. Asumsi Dasar Filosofis mengenai Kemanusiaan
Liberalisme yang merupakan antitesis dari realisme berangkat dari asumsi
dasar tentang pandangan positif tentang manusia. Ide dan asumsi dasar liberalisme
adalah keyakinan terhadap kemajuan yang dibawa oleh modernitas. Pandangan
positif atas sifat manusia, bahwa manusia memiliki akal dan pikiran; fitrah manusia
adalah “baik”. Penyelesaian masalah-masalah internasional melalui aksi sosial yang
lebih kolaboratif dan kooperatif daripada konfliktual. Perang adalah masalah
internasional yang memerlukan usaha kolektif atau multilateral; bukan tidak
terhindarkan dan sering dapat dicegah dengan menghapuskan lembaga yang
mendorongnya (Jackson & Sorensen, 2005, p. 139 dalam (Perwira, 2012).
Sedangkan perspektif neoliberalisme tidak terlalu mempermasalahkan human
nature tapi lebih melihat manusia dari hasil perbuatannya. Bahwa manusia terkadang
bisa memiliki sifat yang baik, namun di saat yang lain, manusia bisa menjadi jahat.
Neoliberalisme juga berbeda dengan liberalisme dalam kadar ‘keutopiaannya’ karena
neoliberalisme tidak seidealis liberalisme klasik. Neoliberalisme mengadopsi nilai-
nilai dasar liberalisme klasik dengan berbagai penyempurnaan dalam kerangka
behavioralisme. Konstruksi ilmiah yang ditekankan oleh kaum behavioralis
mengakibatkan aliran ini sudah lebih ’realis’ dengan menerima bahwa tidak semua
manusia itu baik (Liberalisme dan Neoliberalisme, 2009 dalam (Perwira, 2012).
2. Sistem Internasional
Sistem internasional bukanlah suatu inti dari sudut pandang liberal.
Liberalisme melihat bahwa sistem internasional bukanlah suatu struktur tapi sebuah
proses dimana terjadi interaksi dari beberapa bagian yang berbeda dan dimana
banyak aktor belajar dari interaksi. Konsep dari sistem internasional memiliki
pengertian normatif, seperti sebuah arena dan proses untuk berinteraksi secara
positif. Pada buku Power and Interdependence, ahli politik, Robert Keohane dan
Joseph Nye menggambarkan bahwa sistem internasional adalah sistem yang
independen di mana aktor-aktor sensitif tehadap pengaruh dan mudah menyerang
untuk saling bereaksi satu sama lain (Liberalisme dan Neoliberalisme, 2009 dalam
(Perwira, 2012).
Institusi neoliberalisme melihat bahwa sistem internasional adalah anarki
ketika setiap negara anggota beraksi menurut kepentingannya sendiri. Mereka

18
melihat produk dari interaksi antara para aktor sebagai potensi positif (Liberalisme
dan Neoliberalisme, 2009 dalam (Perwira, 2012). Selain itu, perlu adanya hierarki
yang didukung oleh aturan-aturan dan hukum internasional (Perwita & Yani, 2005,
p. 27 dalam (Perwira, 2012). Meskipun sistem internasional masih memiliki karakter
anarkis, sifatnya dapat lebih dikonseptualisasikan sebagai anarki yang tertib dan
sistem secara keseluruhan sebagai “masyarakat anarkis” karena kerja sama, bukan
konflik, sering hasil yang dapat diamati dalam hubungan antar negara.
3. Tujuan Utama
Tujuan utama dari liberalisme adalah pembentukan kepentingan bersama dari
tiap-tiap individu. Oleh karenanya, Bentham menegaskan bahwa liberalisme terfokus
pada hukum internasional yang menjadi landasan kepentingan rasional negara-
negara konstitusional dalam membentuk kebijakan luar negerinya (Jackson &
Sorensen, 2005, p. 142 dalam (Perwira, 2012). Organisasi internasional akan
meletakkan hubungan antarnegara pada landasan institusional yang kuat dan
interdependensi akan menimbulkan suatu proses kemajuan yang mengubah perang
dan penggunaan kekuasaan semakin diabaikan, kerja sama, dan perdamaian yang
akan dicapai melalui hubungan internasional yang kooperatif (Jackson & Sorensen,
2005, p. 58 dalam (Perwira, 2012). Kepentingan selain keamanan seperti ekonomi
dan isu sosial juga dipertimbangkan.
Neoliberalisme melihat kerjasama dan konflik sebagai fokus perhatian. Pilar
utama kerja sama neoliberalisme menekankan pada kerja sama internasional,
perdagangan bebas, dan industrialisasi. Kaum neoliberalis lebih menekankan pada
isu-isu ekonomi dan politik yang bersifat kooperatif dibanding konflik. Baik liberalis
maupun neoliberalis sama-sama memfokuskan agendanya pada kerja sama,
interdependensi, legitimasi organisasi internasional, dan penyelenggaraan
perdagangan bebas (Setiawan, 2008 dalam (Perwira, 2012).
4. Aktor Hubungan Internasional
Aktor yang dalam teori liberalisme ini adalah state dan non-state. Hal ini
dikarenakan teori liberalisme menganggap individu sebagai aktor non-state bisa
berusaha untuk memakmurkan dirinya sendiri. Sedangkan negara bertindak sebagai
pengawas dan pembuat aturan-aturan untuk semua tindakan yang dilakukan oleh
individu agar tidak terjadi suatu penyelewengan (Liberalisme dan Neoliberalisme,
2009 dalam (Perwira, 2012). Liberalisme menantang asumsi yang ada bahwa negara
bangsa hanya satu-satunya aktor penting dalam politik dunia.

19
Neoliberalisme berusaha memperbarui liberalisme dengan menerima bahwa
negara adalah aktor kunci dalam hubungan internasional, tetapi tetap berpendapat
bahwa aktor non-negara (NSAs) dan organisasi-organisasi antar pemerintah (IGOs)
juga memiliki peranan penting. Seperti ditekankan oleh perspektif institusionalis
neoliberal, aktor-aktor non-negara memainkan peranan penting dalam kerja sama
internasional yang menjadi karakter Tatanan Ekonomi Internasional Liberal
(Perwira, 2012).
5. Stabilitas dan Kedamaian Internasional
Kant berpendapat bahwa perdamaian adalah keadaan normal; perdamaian
dapat terus-menerus (Burchill, 2005, p. 58 dalam (Perwira, 2012). Damai menurut
liberalisme adalah keadaan hakikat semua negara. Damai yang dimaksud tidak hanya
berarti ketiadaan perang seperti yang terjadi pada Perang Dingin tetapi damai berarti
adanya kerja sama dalam suatu harmoni.
Pandangan liberal berasumsi bahwa perdamaian dunia bisa terwujud, jika
hanya manusia bisa menyelidiki kapasitas-kapasitas alasan mengapa manusia
berbagi sumber daya yang dimiliki, untuk digunakan dalam penentuan mekanisme
yang paling efektif dalam pembentukan pemerintahan dunia. Karenanya,
international law harus dibuat untuk mengatur international exchanges (Liberalisme
dan Neoliberalisme, 2009 dalam (Perwira, 2012). Hans Kóchler menyatakan bahwa
hak-hak asasi manusia adalah dasar legitimasi hukum internasional.
Dalam tulisannya mengenai liberalisme, Walt mengulas mengenai
perkembangan teori democratic peace. Teori ini berpendapat, meskipun demokrasi
tampak “mensponsori” perang namun ia jarang melakukan peperangan di antara
negara. Karena norma-norma demokrasi menentang penggunaan kekerasan sesama
mereka (Perwira, 2012).
Teoritisi stabilitas hegemoni merupakan salah satu konsep yang ditawarkan
neoliberalisme dalam menjaga stabilitas internasional. Konsep ini membedakan
definisi hegemoni dengan menekankan kapasitas kekuatan militer untuk
mengendalikan tatanan dunia dan kapasitas kekuatan ekonomi untuk menentukan
dan mendikte aturan yang mengendalikan perdagangan, keuangan dan investasi
internasional. Selain stabilitas hegemoni, dikenal juga konsep complex
interdependence. Holsti menyebutkan, interdependensi kompleks sebagai sebuah
“holistik”, konsepsi sistem yang melukiskan politik dunia sebagai jumlah interaksi
banyak bagian dalam “masyarakat global” (Perwira, 2010)

20
2.5 Pancasila Dalam Pusaran Ideologi

ology Negara dalam arti cita-cita Negara atau cita-cita yang menjadi basis suatuteori
atau system kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa bersangkutan pada
hakikatnya merupakan asas kerohanian. Istilah basis ini sendiri disamakan dengan
fundamen,
filsafat, pemikiran yang mendalam, jiwa dan hasrat yang mendalam, dan perjuangan s
uatu bangsaselalu mempunyai karakter sendiri yang datang dari kepribadian
bangsa.Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV
dinyatakan bahwa,
…“
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
RepublikIndonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan
Yang Maha Esa,Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang dipimpinoleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatukeadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
Sudah seharusnya seluruh masyarakat menjadikan pancasila sebagai pedoman
tatanan berkehidupan yang bermoral dan berakhlak mulia. Dibuktikan
dengan diakuinya keberadaanPancasila dan pemaparan realita petingnya menjadikan
Pancasila sebagai ideologi negaraIndonesia, maka tuntunan menganut Ideologi
Pancasila sangat diharuskan kepada seluruhmasyarakat Indonesia.

Pancasila sebagaimana kita yakini merupakan jiwa, kepribadian dan pandangan


hidup bangsa Indonesia. Disamping itu juga telah dibuktikan dengan kenyataan sejara
h bahawaPancasila merupakan sumber kekuatan bagi perjuangan karena menjadikan
bangsa Indonesia bersatu. Karena Pancasila merupakan ideologi dari negeri kita.
Dengan adanya persatuan dankesatuan tersebut jelas mendorong usaha dalam
menegakkan dan memperjuangkankemerdekaan. Ini membuktikan dan meyakinkan
tentang Pancasila sebagai suatu yang haruskita yakini karena cocok bagi bangsa
Indonesia.Ideologi Pancasila memiliki arti bahwa pancasila adalah penjelmaan filsafat
pancasilaitu sendiri. Maka pancasila sebagai ideologi Negara dalam arti cita-cita
negara, atau cita-citayang menjadi basis bagi suatu teori atau system kenegaraan
untuk seluruh rakyat dan bangsaIndonesia pada hakikatnya merupakan asas
kerokhanian, yakni asas yang memiliki derajattertinggi sebagai nilai hidup
kebangsaan dan kenegaraan. Maka dengan demikian Pancasilayang merupakan asas
kerokhanian harus menjadi pandangan dunia, pandangan
hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, d
ilestarikan,diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.Pancasila
dijadikan ideology dikarenakan, Pancasila memiliki nilai-nilai falsafahmendasar dan
rasional. Pancasila telah teruji kokoh dan kuat sebagai dasar dalam mengatur

kehidupan bernegara. Selain itu, Pancasila juga merupakan wujud dari consensus
nasionalkarena negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah desain negara moderen
yang disepakatioleh para pendiri Negara Republik Indonesia kemudian nilai
kandungan Pancasiladilestarikan dari generasi ke generasi.Fungsi ideology Pancasila
bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia yaitu (1)Pancasila dapat memberikan
legitimasi dan rasionalisasi terhadap perilaku dan hubungan-hubungan social dalam
masyarakat, (2) Pancasila merupakan dasar atau acuan pokok bagisolidaritas social
dalam kehidupan kelompok atau masyarakat, (3) Pancasila dapatmemberikan

21
motivasi untuk bertindak secara individu. Secara ringkas dapat dijelaskan
bahwaPancasila merupakan salah satu unsur pengikat atau pemersatu bangsa
Indonesia.Fungsi pancasila sebagai ideologi negara juga sebagai alat
menyelenggarakan pemerintahan, visi, misi, dan program pembangunan nasional sena
ntiasa didasarkan padaempat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka
Tunggal Ika, dan NegaraKesatuan Republik Indonesia atau NKRI. Pilar-pilar
kebangsaan inilah yang seharusnyamenjadi prinsip dan acuan kepemimpinan
pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah sertamasyarakat pada umumnya, dalam
konteks persatuan dan kesatuan. Pilar pertama adalahPancasila, selain sebagai dasar
negara, Pancasila juga sebagai pandangan hidup juga sebagaiideology negara. Sebagai
dasar negara, Pancasila menjadi fondasi tegaknya negara.Sementara sebagai
pandangan hidup bangsa, Pancasila mencerminkan nilai-nilai yang hidupdi antara
sanubari masyarakat kita. Sebagai ideologi, Pancasila memberikan arah dan
pelitakehidupan berbangsa termasuk pembangunan nasional kita.

nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama, kare
na itu juga berfungsi sebagai sarana pemersatu masyarakat yang dapatmempersatukan
berbagai golongan masyarakat di Indonesia. Pancasila yang merupakanideologi
terbuka menunjukkan nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari
luar,melainkan digali dan diambil dari moral dan budaya masyarakat itu sendiri.
selain itu juga pancasila dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang,
melainkan merupakan hasilmusyawarah dari konsensus masyarakat tersebut serta
nilai yang terkandung dalam pancasilasifatnya dasar secara garis besar saja sehingga
tidak langsung operasional. Pengajaran dalamnilai-nilai Ideologi Pancasila
mengarahkan kehidupan yang tertatani dengan baik sesuaidengan cita-cita bangsa
Indonesia.

22
BAB
PENUTUP

A. Kesimpulan
Liberalisme adalah paham yang memperbolehkan kebebasan dalam segala
bidang bermasyarakat, seperti bidang ekonomi, agama atau politik. Pada dasarnya
liberalisme itu ingin mencita-citakan pada masyarakatnya untuk mendapat kebebasan
dalam berpendapat atau tidak adanya pembatasan untuk pemerintah dan agama. Dari
ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa ideologi liberal benar-benar menagnut
kebebasan akan hak-hak individu, dimana hak-hak tersebut meliputi hak
politk,ekonomi,sosial. Masyarakat yang mennganut ideologi liberal dapat
mensuarakan poendapatnya dengan bebas. Ideologi liberal memiliki kelebihan dan
kekuranagan.
Salah satu kelebihan dari demokrasi liberal adalah kebebasan pers dan politik
yang luar biasa, sehingga masyarakat dapat bebas menentukan hak dan pilihanya.
Namun negara dengan demokrasi liberal juga memiliki kekurangan seperti kebebasa
pers yang terlalu berlebihan sehingga banyak berita-berita yang dibuat oleh media
yang menimbulkan konflik dalam masyarakat.
Liberalisme yang merupakan antitesis dari realisme berangkat dari asumsi dasar
tentang pandangan positif tentang manusia. Ide dan asumsi dasar liberalisme adalah
keyakinan terhadap kemajuan yang dibawa oleh modernitas. Sedangkan perspektif
neoliberalisme tidak terlalu mempermasalahkan human nature tapi lebih melihat
manusia dari hasil perbuatannya

B. Saran
Indonesia sebagai sebuah Negara yang berdaulat yang memiliki dasar
Negara Pancasila sebagai Ideologinya harus terus mempertahankan eksistensi
ideologinya dari nilai nilai Ideologi bangsa lain yang berkembang dan masuk ke
Indoneisa, dengan cara merevitalisasi nilai pancasila dalam pelaksanaan
pemerintahan sangat perlu dilakukan, revitalisasi yang dimaksud bukan hanya
sebatas structural melainkan urgensi yang lebih diutamakan dalam aspek kultural
untuk menjadikan Indonesia Negara yang lebih baik

23
DAFTAR PUSTAKA

Ahida, R. (2005). Liberalisme dan Komunitarianisme. [online]. diakses dari


download.portalgaruda.org.article. (22 November 2017).
Aida, Ridha (2005). Liberalisme Dan Komunitarianisme: Konsep Tentang Individu Dan
Komunitas. DEMOKRASI Vol. IV No. 2, hlm. 95-105
Al Muchtar. (2016). Ideologi pancasila. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.
Humaira. (2014). Macam-macam ideologi beserta negara penganutnya. [online]. Diakses dari:
https://yunialhumaira.wordpress.com/2014/06/03/macam-macam-ideologi-beserta-
negara-penganutnya-semester-1/. (2 November 2017)
Noer, Deliar. 1998. Pemikiran Politik di Negeri Barat. Jakarta: Penerbit Mizan.
Perwira, P. (2012). Teori Hubungan Internasional Liberalisme dengan Neo Liberalisme.
[Online]. Tersedia: http://putrinyaperwira-fisip09.web.unair.ac.id/artikel_detail-
64021-Teori%20Hubungan%20Internasional-
Liberalisme%20dan%20Neoliberalisme.html. [4 November 2017]
Ramlan, S.(1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Pt Grasindo.
Syifa. (2017). Pengaruh paham liberalisme dalam berbagai bidang. [online]. Diakses dari:
https://www.binasyifa.com/869/06/27/pengaruh-paham-liberalisme-dalam-berbagai-
bidang.htm. (2 November 2017)
Sukarna. 1981. Ideologi : Suatu Studi Ilmu Politik. Bandung: Penerbit Alumni.

24

Anda mungkin juga menyukai