Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiratan Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat
serta karunia-Nya yang tak ternilai, kami dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah ini. Makalah yang berjudul “Liberalisme & Pluralisme” ini. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas presentasi kelompok mata kuliah Pendidikan
Agama Islam di Universitas Al-Azhar Indonesia.

Di dalam makalah ini kami membahas berbagai hal mengenai liberalisme


dan pluralisme dalam sudut pandang Agama Islam. Masalah yang diangkat mulai
dari masalah pemahaman, implikasi, serta pengaruh liberalisme dan pluralisme
dalam kehidupan masyarakat Islam, khususnya di Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang tercinta.

Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu kami menyampai kan permohonan maaf atas segala kesalahan dan
kekurangan dalam makalah ini. Kami pun berharap pembaca makalah ini dapat
memberikan kritik dan sarannya kepada kami sebagai bahan pembelajaran untuk
meningkatkan kualitas dari karya-karya kami yang akan datang.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini.

Jakarta, 7 November 2018

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 1


DAFTAR ISI .................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
1.3. Tujuan................................................................................................... 5
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Liberalisme ........................................................................................... 6
2.2. Pluralisme ............................................................................................. 8
2.3. Pandangan Islam Mengenai Liberalisme Dan Pluralisme .................... 9
BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan ........................................................................................... 18
3.2. Saran ..................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 22

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai suatu negara, Indonesia merupakan negara yang terdiri dari


berbagai macam suku, ras, agama serta bahasa. Kita bisa menyebut negara kita
sendiri sebagai suatu negara yang lengkap. Agama di Indonesia diakui
menjadi enam, yakni Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu.
Keragaman beragama ini lah menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara
yang unik, dan keunikan inilah yang tidak dimiliki oleh negara lain.

Indonesia, dimana mayoritas masyarakatnya merupakan pemeluk Islam,


adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Fakta di
lapangan ini yang kemudian hari menjadi seperti momok ideologi yang tidak
ada habisnya.

Menurut Lutfi Assyaukanie, mengungkapkan bahwa secara umum terdapat


tiga model pemerintahan yang dibayangkan dan didukung oleh tiga generasi
Muslim Indonesia: pertama, Negara Demokrasi Islam (NDI), yakni model
yang bertujuan menjadikan Islam dasar negara dan mendorong kaum Muslim
mengambil peranan utama dalam kehidupan sosial dan politik Indonesia.
Kedua, Negara Demokrasi Agama (NDA), yakni model yang menekankan
pentingnya kehidupan pluralis di Indonesia dan bertujuan menjadikan negara
pengawal semua agama. Ketiga, Negara Demokrasi Liberal (NDL), yang bisa
juga disebut Negara Demokrasi Sekuler. Model ini bertujuan membebaskan
agama dari dominasi negara (seperti yang diusung model kedua) dan
mengusung sekularisasi sebagai fondasi negara1. (Ideologi Islam & Utopia,
2017, P. 16)

1
Luthfi Assyaukanie, Ideologi Islam dan Utopia (Jakarta: FREEDOM INSTITUTE, 2011), hlm. 16

3
Masa sekarang ini merupakan era globalisasi, era dimana keterbukaan
menjadi suatu trending yang sangat dibutuhkan oleh khalayak ramai, banyak
suatu negara hancur karena tidak transparan dalam mengelola negaranya
sendiri. Dan negara kita dengan begitu banyak keanekaragaman Suku, Ras dan
Agama tentunya tidak luput tergerus di era globalisasi ini.

Menurut N Ngatmin (2012) dalam jurnal digital Universitas


Muhammadiyah Surakarta (UMS), menyebutkan dengan globalisasi, maka
batas geografis, kultural, religi dan kebangsaan semakin dekat dan merekat.
Dengan merekat nya hubungan manusia, maka diperlukan sebuah Ideologi
tunggal yang diharapkan mampu atau dapat menyatukan seluruh umat
manusia2.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh tim penulis dalam


menuliskan latar belakang masalah ini, dapat kita tarik kesimpulan bahwa di
era globalisasi ini apakah Ideologi kita Pancasila akan terganti dengan
Ideologi lain? Ataukah dengan Pluralisme? Atau bahkan dengan Liberalisme?
Dan mungkin saja kita menuju suatu negara yang selalu digaungkan oleh
organisasi masyarakat Islam tertentu yang mendesak diterapkan “Khilafah” di
negara ini.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang masalah yang sudah tim penulis jabarkan, maka
tim penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut,
1. Bagaimanakah pandangan Islam dalam menyikapi Pluralisme
dan Liberalisme yang menggerogoti negara-negara pada era
globalisasi ini?
2. Apakah solusi yang bisa diberikan oleh Islam mengenai hal
ini?

2
N Ngatmin, “Latar belakang masalah Pluralisme”, diakses dari
http://eprints.ums.ac.id/20751/2/Bab_I_Pendahuluan.pdf, P. 1, pada tanggal 19 November 2018
pukul 11:37

4
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, Makalah ini bertujuan untuk;
1. Menjelaskan apa makna sebenarnya dari pada Liberalisme
2. Menjelaskan apa makna sebenarnya dari pada Pluralisme
3. Menjelaskan pandangan Islam dalam menanggapi
permasalahan yang disebabkan oleh persepsi kaum Muslim
terhadap Pluralisme dan Liberalisme

5
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Liberalisme
Secara Etimologi Liberalisme berasal dari kata Liber yang berasal dari
bahasa latin yang berarti bebas dan bukan budak atau suatu keadaan Dimana
seseorang itu terbebas dari kepemilikan orang lain3.

Liberalisme di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan


sebagai suatu usaha menuju kebebasan, dari pengertian ini bisa kita
simpulkan bahwa liberalism erat kaitannya dengan hal-hal kebebasan.4

Menurut John Locke, secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu


masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para
individu. Menurut J.A.C Coady, yang memandang liberalisme dari bidang
sosial, mendefinisikannya sebagai suatu etika sosial yang membela
kebebasan (Liberty) dan persamaan (Equality) secara umum.5

Dari beberapa pengertian tersebut, tim penulis menyimpulkan bahwa


Liberalisme adalah suatu ideologi atau cita-cita mengenai masyarakat yang
bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham
liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari Pemerintah dan
Agama.

3
Nurmawati, “Menganalisa Isu Liberalisme dalam Konteks Islam”, diakses dari
https://www.academia.edu/30490716/MENGANALISIS_ISU_LIBERALISME_DALAM_KON
TEKS_ISLAM, pada tanggal 19 November 2018 pada pukul 12:56
4
Ebta Setiawan, “Liberalisme”, diakses dari https://kbbi.web.id/liberalisme, pada tanggal 19
November 2018 pada pukul 11.41
5
De Baron Martha, “Liberalisme dalam Islam”, diakses dari
https://www.kompasiana.com/dbmartha/552add726ea8341f17552cfb/liberalisme-dalam-islam,
pada tanggal 19 November 2018 pada pukul 11.44

6
Yang mendasari dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan,
Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty, and Property)6, Ada beberapa hal
pokok yang mendasari dari lahirnya paham liberalisme, yakni;

1. Kesempatan yang sama (Hold the Basic Equality of All Human


Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di
dalam segala bidang kehidupan, baik itu dari segi bidang politik,
agama, sosial, ekonomi, dan bahkan kebudayaan. Liberalisme
menganggap bahwa persamaan kesempatan adalah suatu hal yang
mutlak.
2. Treat the Others reason Equally, dengan adanya pengakuan
terhadap persamaan manusia, Dimana semua orang mempunyai
hak yang sama untuk mengajukan pendapat, maka dalam setiap
penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi dalam seluruh aspek
baik dari segi pandangan individu, masyarakat bahkan bernegara
haruslah dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan
persetujuan.
3. Pemerintah harus mendapatkan persetujuan dari yang diperintah
(Government by the Consent of the People or the Governed), dalam
hal ini pemerintah sebagai puncak kekuasaan suatu negara dalam
konteks liberalisme tidak boleh bertindak berdasarkan kehendaknya
sendiri , tetapi harus bertindak menurut kehendak dari individu-
individu yang dipimpin (rakyat).
4. Berjalannya hukum (The Rule of Law), Hukum berjalan dari mulai
tingkat rendah (dari sesame manusia) hingga tingkat tertinggi
(hukum yang ditetapkan oleh negara), maka dari itu untuk
menciptakan Rule of Law, harus ada patokan terhadap hukum
tertinggi, persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.

6
“Liberalisme”, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Liberalisme, pada tanggal 19
November 2018 pada pukul 12:11

7
5. Negara hanyalah sebuah alat (The State is Instrument), Negara itu
sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang
lebih besar dibandingkan negara itu sendiri.

2.2 Pluralisme
Pluralisme terdiri dari dua kata, yakni Plural (Beragam) dan Isme
(Paham), secara singkat Pluralisme dapat diartikan sebagai pemahaman atas
keberagaman7. Pluralisme juga dapat diartikan sebagai kesediaan untuk
menerima keberagaman (Pluralitas), artinya untuk hidup secara toleran pada
tatanan masyarakat yang berbeda suku, golongan, agama, adat hingga
pandangan hidup.

Pluralisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991 : 777) secara


bahasa berarti keadaan masyarakat yang majemuk (berkenaan dengan
sistem sosial dan politiknya). Sedangkan dalam Hornby A. S (1989)
berdasar dari segi bahasanya, pluralisme memiliki pengertian, antara lain: a)
“Existence in one society of a number of groups that belong to different
races or have different political or religious beliefs” (keberadaan sejumlah
kelompok orang dalam satu masyarakat yang berasal dari ras, pilihan
politik, dan kepercayaan agama yang berbeda-beda). b) “Principle that these
different groups can live together peacefully in one society” (prinsip bahwa
kelompok-kelompok yang berbeda ini bisa hidup Bersama dalam satu
masyarakat).

Definisi dari Pluralisme sendiri sering kali disalah artikan menjadi


keberagaman paham yang tak jarang menimbulkan ambiguitas dari arti
sebenarnya.

Pengertian Pluralisme sering disamakan dengan Pluralitas (plurality),


sebagai ciri dari realitas keberagaman. Kedua pengertian ini sering

7
Wikipedia, “Pluralisme”, diakses pada https://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme, pada tanggal 19
November 2018 pukul 12:20

8
disamakan dan dipakai secara beriringan, namun, Anselm Kyongsuk Min
dalam Abu Du Wahid (2004 : 20) cenderung membedakan arti dari kedua
istilah tersebut. Dimana beliau mengartikan Pluralitas sebagai suatu realitas
nyata, sedangkan pluralisme adalah bentuk dari kesadaran atas realitas yang
ada tersebut.

Pada era globalisasi ini, Pluralitas masyarakat dapat kita lihat di


Indonesia sebagai adanya kemajemukan ras, suku dan etnis. Masing-masing
memiliki ciri-ciri dan kekhasannya dan berbeda satu kelompok dengan
kelompok lainnya. Lalu bagaimana dengan pluralisme dalam Agama?
Pluralisme Agama sendiri dapat kita artikan sebagai sebuah konsep yang
mempunyai cakupan makna yang luas, dan erat kaitannya dengan
penerimaan terhadap agama-agama yang lainnya.

Menurut Lutfi Assyaukanie, menyatakan bahwa titik pandang pluralis


yakni menganggap semua agama tepat, valid, dan sah. Pluralis percaya
bahwa tidak ada budaya yang “Salah” bagi orang yang menganut budaya
tersebut, dan begitu pulalah halnya dengan agama; semua agama sama saja,
punya tujuan sama, dan menyembah Tuhan yang sama8.

Pluralisme Agama tidak hanya berurusan dengan hubungan antar


agama, melainkan juga dengan kebebasan agama pada umumnya. Yang
dimaksud dengan kebebasan Agama.

2.3 Pandangan Islam mengenai Liberalisme dan Pluralisme


Pada era sekarang ini kita mengenal dengan sebutan “Islam
Liberal”, namun penyebutan ini merupakan suatu hal penuh dengan
kontradiksi dilihat dari kontekstualnya yang sudah bertentangan secara
diametral9.

8
Lufti Assyakanie, Ideologi Islam & Utopia, Jakarta (FREEDOM INSTITUTE, 2012), hlm. 209
9
diametral/di·a·met·ral/ /diamétral/ a seperti diameter; terbagi dua (oleh garis pemisah);
terpisah secara berhadap-hadapan

9
Islam liberal pada mulanya diperkenalkan oleh buku “Liberal
Islam : A Source Book” yang ditulis oleh Charles Kuzman (London,
Oxford University Press, 1988) dan buku “Islamic Liberalism : A Critique
of Development Ideologies ” yang ditulis oleh Leonard Binder (Chicago,
University of Chicago Press, 1998). Walaupun buku ini terbit tahun 1998,
tetapi idea yang mendukung liberalisasi telah muncul terlebih dahulu
seperti gerakan modernisasi Islam, gerakan sekularisasi dan sebagainya.

Istilah Islam Liberal sering kali digunakan untuk mendeskripsikan


atau merujuk pada kecenderungan tertentu dalam pemikiran Islam yang
dianggap sebagai non-ortodoks, yang progresif dan dinamis mengikuti
perkembangan jaman.

Kemunculan berbagai perbedaan pemikiran dalam Islam termasuk


ke dalamnya adalah hadirnya istilah paham Islam Liberal, sebenarnya
tidak lepas dari adanya perbedaan interpretasi di antara umat Islam sendiri.

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), Liberalisme Agama


adalah memahami nash-nash agama (Al-Quran dan Sunnah) dengan
menggunakan akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-
doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata. (Fatwa MUI
Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005/, P. Ketentuan Umum)

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pluralisme Agama


adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama
dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap
pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang
benar sedangkan agama lain salah. Pluralisme Agama juga mengajarkan
bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di
surga. (Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005/, P. Ketentuan
Umum)

10
Berdasarkan Fatwa ini MUI sudah menegaskan bahwa paham
Liberalisme dan Pluralisme adalah HARAM hukumnya untuk diikuti.
Fatwa MUI ini merupakan suatu hasil Ijtihad dari para ulama yang paham
akan hukum-hukum Islam sebagaimana mereka paham akan diri mereka
sendiri.

Menurut Agus Mufadin (Pluralisme Agama, “Studi Terhadap


Fatwa MUI”, 2007) dalam Tesis10 beliau menyebutkan bahwa Al-Quran
telah mengisyaratkan adanya Pluralisme Agama secara global, bahkan Al-
Quran menanamkan kaidah-kaidah mendasar bagi kenyataan Pluralisme
Agama. Bagian-bagian dari kaidah tersebut yang menopang Pluralisme
Agama dalam Al-Quran, pertama, adanya Pengakuan atas Eksistensi
Agama-agama, hal ini ketika menegaskan sikap penerimaan Al-Quran
terhadap agama-agama selain Islam untuk hidup berdampingan. Yahudi,
Kristen, dan agama-agama lainnya diakui eksistensinya oleh Islam. Seperti
terdapat dalam firman Allah, QS. Al-Baqarah [2]: 62.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi,


orang-orang Nasrani dan orang-orang Sabi’in, siapa saja (di antara
mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan
kebajikan, mereka mendapatkan pahala dari Tuhannya, tidak ada
rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.”

10
Agus Mahfudin. 2007. Pluralisme Agama (Studi Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia).
Tesis. Tidak diterbitkan. Kajian Islam PSTTI. Universitas Indonesia: Depok.

11
Kedua, adanya Kesatuan Pesan Ketuhanan, pesan itu adalah untuk
bertakwa kepada Allah seperti dalam QS. Al-Nisa’ [4], 131.

“Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan
sungguh, Kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi kitab suci
sebelum kamu dan (juga) kepadamu agar bertakwa kepada Allah. Tetapi
kamu ingkar, maka (ketahuilah), milik Allah-lah apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi, dan Allah Mahakarya, Maha terpuji.”.

Ketiga, Adanya prinsip Kebebasan Berkeyakinan. Salah satu


esensinya adalah larangan memaksakan agama, hal ini merupakan prinsip
dasar yang disebutkan dengan tegas dalam Al-Quran, QS. Al-Baqarah [2],
256

“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sesungguhnya telah


jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang
siapa ingkar kepada Tagut dan Beriman kepada Allah, maka sungguh dia

12
telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus.
Allah maha Mendengar, Maha Mengetahui.”.

Keempat, adanya kesatuan Ajaran Nabi-nabi, bahwa ajaran dasar


agama itu sama (sekalipun wujud lahiriahnya berbeda-beda) sejak dari Nabi
yang pertama sampai kepada Nabi yang terakhir. Inilah yang bisa kita
pahami dari firman Allah QS. As-Syura [42], 13.

“Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah


diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami Wahyukan
kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan
dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-
orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada
mereka. Allah memilih orang yang dia kehendaki kepada Agama tauhid dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-
Nya).”.

Dalam Tesisnya Agus Muhfudin (2007, p. 36), menjelaskan bahwa


pengertian konsep pluralisme yang agak rinci beserta dengan perbedaan-
perbedaan diungkapkan oleh Alwi Shihab (1999 : 41-43) yang
membandingkan dengan beberapa konsep yang memiliki makna hampir
sama, namun secara substansi berbeda. Diantaranya dapat dijelaskan
sebagai berikut:

13
Pertama, Pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan adanya
kemajemukan. Namun yang dimaksud adalah keterlibatan aktif terhadap
kenyataan kemajemukan dan keragaman tersebut.

Kedua, Pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme11.


Karena kosmopolitanisme menunjuk kepada suatu Realita dimana aneka
ragam agama, ras, bangsa hidup berdampingan di suatu lokasi.

Ketiga, Konsep pluralisme tidak sama dengan relativisme12 Seorang


Relitivis akan berpendapat bahwa hal-hal yang menyangkut kebenaran atau
nilai ditentukan oleh pandangan hidup serta perangkat berpikir seseorang
atau masyarakat. Bahwa dalam paham pluralisme terdapat unsur
relativisme, yakni unsur tidak mengklaim kepemilikan tunggal (monopoli)
atas suatu kebenaran.

Keempat, Pluralisme Agama bukanlah sinkretisme, yaitu menciptakan


agama baru yang kemudian memadukan unsur-unsur tertentu atau sebagian
komponen ajaran dari beberapa agama untuk dijadikan bagian integral dari
agama tersebut.

Konsep Pluralisme Agama pada awalnya muncul pertama kali


dikembangkan oleh Teolog Kristen, di antaranya adalah John Harwood
Hick.13 Dalam Harold Coward (1989 : 57-60) Hick memberikan pengertian

11
Kosmopolitanisme adalah ideologi yang menyatakan bahwa semua suku bangsa manusia
merupakan satu komunitas tunggal yang memiliki moralitas yang sama.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Kosmopolitanisme)

12
Relativisme secara umum berpendapat bahwa manusia, budaya, etika, moral, agama, bukanlah
perbedaan dalam hakikat, melainkan perbedaan karena faktor-faktor diluarnya.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Relativisme)

13
Hick adalah seorang filosof agama kontemporer yang concern terhadap masalah hubungan
antar agama dan sekaligus seorang teolog asal Inggris (dalam Agus Mahfudin. 2007. Pluralisme
Agama (Studi Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia). Tesis. Tidak diterbitkan. Kajian Islam
PSTTI. Universitas Indonesia: Depok.)

14
dan pemaknaan, Pluralisme Agama didefinisikan dengan cara menghindari
klaim kebenaran suatu agama atas agama lainnya secara normatif.

Dilihat dari sejarah Panjang umat Islam sebenarnya telah melahirkan


teladan bagi paham kemajemukan (pluralisme), yakni adalah peristiwa
hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.

Pada masa itu, penduduk Madinah amatlah beragam dalam kesukuan,


budaya, dan agama, sehingga kehadiran umat Islam kala itu menambah
khazanah komunitas agama yang ada di Madinah. Di antara mereka (agama-
agama yang ada sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah)
sering terjadi peperangan dan tidak pernah ada yang mampu untuk
menghentikannya. Harapan kemudian ditujukan kepada Nabi Muhammad
SAW, agar Nabi mampu menjadi pencegah, dan kesempatan ini
dimanfaatkan oleh beliau dengan sangat baik.

Solusi yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW adalah dengan


perjanjian yang terkenal dengan nama “Piagam Madinah” (Konsitusi
Madinah). Dalam Tesisnya Agus Mahfudin (2007, P. 57) menjelaskan
bahwa dengan hadirnya Piagam Madinah14 memberikan landasan bagi
terbentuknya sebuah federasi antara Sembilan kelompok15 yang berbeda-
beda.

Satu hal penting yang perlu dicatat dan diperhatikan adalah bahwa
Piagam Madinah tidak pernah menyebut agama negara. Oleh karena itu,
pada dasarnya Islam mengajarkan paham kemajemukan keagamaan
(religious plurality), Islam memiliki sikap yang unik dalam hubungan antar
agama, yakni toleransi, kebebasan, keterbukaan, kewajaran, keadilan dan

14
Isi lengkap dari Piagam Madinah dapat dilihat pada tautan berikut:
http://simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/TEKS%20PIAGAM%20MADINAH.pdf

15
Sembilan kelompok tersebut adalah satu kaum Muhajirin dari Quraisy dan yang delapan adalah
Banu Awf, Banu Sa’idah, Banu Al-Hars, Banu Jusyam, Banu Al-Najjar, Banu ‘Amr Ibn Awf, Banu Al-
Nabit, Banu Al-‘Aws. Ibid.

15
kejujuran. (Agus Mahfudin, “Pluralisme Agama (Studi Terhadap Fatwa
Majelis Ulama Indonesia), hlm. 59)

Dalam perkembangan pemahaman terhadap pluralisme di Indonesia


setidaknya dewasa ini semakin meresahkan dikarenakan arti dari inti sari
Pluralisme itu sendiri sudah bergeser dari pada yang seharusnya. Hal ini pun
mengundang tindakan tegas dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan
mengeluarkan fatwa HARAM mengikuti paham Pluralisme Agama. Fatwa
tersebut di dasarkan atas berkembangnya pemikiran atau gagasan-gagasan
yang dimunculkan oleh sebagian umat Islam yang ada di Indonesia. Dalam
Tesisnya Agus Mahfudin (2007, P. 66) mengemukakan bahwa menurut
istilah Majelis Ulama Indonesia tengah dihadapkan pada perang non-fisik
yang disebut ghazwul fikr (perang pemikiran). Perang pemikiran ini berdampak
luas terhadap ajaran, kepercayaan, dan keberagaman umat.

Pluralisme Agama menurut Majelis Ulama Indonesia, tidak lagi dimaknai


adanya kemajemukan agama, tetapi menyamakan semua agama. Maka
relativisme agama semacam ini jelas mendangkalkan keyakinan akidah. Paham
Pluralisme Agama juga dibelokkan kepada paham sinkretisme (pencampuradukan
ajaran agama), bahwa semua agama sama benar dan baik, dan hidup beragama
dinisbahkan seperti memakai baju dan boleh berganti-ganti.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia menegaskan pula, Pluralisme Agama


berbeda dengan Pluralitas Agama, karena Pluralisme Agama berarti kemajemukan
agama. Dalam fatwa ini Majelis Ulama Indonesia menjustifikasi berdasarkan
firman Allah SWT QS. Al-Imran [3], 19 dan 85:

16
“Sesungguhnya agama (yang diridai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih
orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan
kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa
yang kafir terhadap ayat-ayat Allah. Maka sesungguhnya Allah sangat cepat
hisab-Nya.”

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi.”

17
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Liberalisme dan pluralisme sejatinya dapat kita lihat dengan jelas,
bahwa hal tersebut merupakan sebuah pandangan atau cara hidup yang
bertentangan dengan ajaran Agama Islam. Ide bahwa setiap orang memiliki
kebebasan yang tanpa batas sudah tentu jelas bertentangan dengan ajaran
agama dan juga Realita pada kehidupan. Karena sejatinya dalam kehidupan ini
sanggatlah diperlukan rasa dan kesadaran diri untuk tenggang rasa antar
manusia satu-sama lain. Yang secara tidak langsung menunjukkan bahwa hak-
hak kebebasan yang kita miliki dibatasi dengan hak-hak orang lain di
lingkungan sekitar kita, sehingga seharusnya dalam bersikap kita tetap harus
memperhatikan batasan-batasan yang ada sehingga tidak melukai orang lain.

Paham Liberal juga identik dengan sekularisme, dimana para


penganutnya mempercayai bahwa agama haruslah dipisahkan dari urusan lain
seperti kehidupan bermasyarakat dan juga politik dalam kehidupan negara.
Selain itu para penganut liberalisme pada umumnya meyakini bahwa ajaran
Islam dapat diterjemahkan atau ditafsirkan sesuai dengan akal-pikiran dan
logika masing-masing yang cenderung berdasar pada hawa nafsu. Mereka
menganggap ajaran Islam haruslah selalu diperbarui mengikuti perkembangan
zaman yang ada.

Di sisi lain para pluralis atau penganut pluralisme beranggapan bahwa


“Semua agama sama”. Mereka menganggap bahwa tidak seorang pun berhak
untuk melakukan klaim bahwa apa yang ia percayai adalah kebenaran yang
sejati. Pernyataan tersebut sangatlah ambigu, dan apabila kita telaah lebih
lanjut dengan akal sehat yang kita miliki, hal tersebut merupakan “Logical
Fallacies”, atau kecacatan logika. Karena sangatlah tidak masuk akal jika
seorang yang mengaku beragama tidak hidup dalam keyakinan bahwa agama
yang ia anut adalah yang paling benar. Jika setiap orang menganggap bahwa

18
semua agama adalah sama, lantas apa arti dari setiap orang memilih agama
mereka masing-masing?

Pada intinya liberalisme, sekularisme, dan juga pluralisme merupakan


sesuatu yang sangat bertentangan dengan ajaran Agama Islam. Berikut adalah
beberapa alasan yang dapat kami sampaikan :
1. Kebebasan yang tiada batas hanyalah sebuah isapan jempol
yang fana, karna pada hakikatnya kita hidup dunia sejak awal
sudah berada dalam ketentuan-ketentuan yang ada.
2. Pemisahan antara agama dan aspek kehidupan lain, terutama
Agama Islam adalah sebuah ide yang konyol bagi mereka yang
beragama. Karena Islam merupakan agama yang lengkap, yang
telah mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk di
dalamnya meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Islam adalah ajaran yang lengkap dan sempurna, sebagaimana
dalam firman Allah pada Surat Al-Maidah ayat 3.

َ ُ‫ْاليَ ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم َوأَتْ َم ْمت‬


‫علَ ْي ُك ْم‬
‫اْل ْس ََل َم دِينًا‬ ِ ْ ‫ضيتُ لَ ُك ُم‬
ِ ‫نِ ْع َمتِي َو َر‬
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu
untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah
Aku ridhai Islam sebagai agamamu…” [al-Mâidah/5:3]

3. Manusia yang meyakini agamanya tidak akan menganggap


agamanya sama dengan agama lain. Karena dengan melakukan
hal itu sama saja kita menyangsikan agama yang kita anut,
menghilangkan arti dari keyakinan itu sendiri.

19
4. Islam agama yang sempurna, di dalam ajarannya
menyampaikan berbagai hal termasuk tentang toleransi antar
umat beragama. Islam juga mengajarkan untuk saling
menghormati antar umat beragama, menjamin hak asasi setiap
pemeluk agama, dan tidak sedikit pun ada paksaan bagi setiap
orang untuk memeluk Agama Islam. Hal ini bukan berarti kita
membenarkan agama lain, apalagi sampai mengikuti apa yang
mereka lakukan. Sebagaimana dalam surat Al-Kafirun dinyatakan
“Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku.”

Perlu kita sadari, bahwa paham Liberalisme dan Pluralisme adalah


salah satu bahaya laten yang mengancam akidah umat muslim di era
globalisasi ini. Terlebih banyak aktivis liberal dan juga pluralis yang
bersembunyi dibalik nama Islam dalam menyesatkan umat, seperti salah
satunya penggunaan istilah “Islam Liberal”. Hal ini membuat umat muslim
lebih sulit untuk mengenali serta mengantisipasi fitnah-fitnah keji dari mereka
yang sebenarnya telah menolak ajaran Islam, dan berusaha melakukan
pemurtadan terhadap umat.

3.2 Saran
Di era globalisasi ini, ancaman terhadap akidah dan keyakinan umat
dapat datang dari berbagai arah. Bentuk serangan yang datang pun beragam.
Mulai dari mereka yang secara terang-terangan memusuhi Islam, framing dan
pengiringan opini di media terhadap umat muslim, hingga “musuh dalam
selimut” seperti pergerakan Islam Liberal.

Untuk menghadapi hal tersebut, penulis menyarankan untuk kita


semua memulai menanamkan dasar akidah yang kuat, kepada sanak-saudara
kita terutama sejak usia dini. Konsisten dalam upaya “Amar ma’ruf nahi
munkar”. Persatuan dan ukhuwah antar umat juga harus diperkuat
sebagaimana firman Allah pada QS Ali Imran ayat 103 yang berbunyi :

20
َ ‫ص ُموا بِ َح ْب ِل هللاِ َج ِميعًا َوالَ تَفَ َّرقُوا َوا ْذ ُك ُروا نِ ْع َم‬
‫ت‬ ِ َ ‫َوا ْعت‬
‫صبَ ْحتُم‬ َ َّ‫علَ ْي ُك ْم ِإ ْذ ُكنت ُ ْم أَ ْعدَآ ًء فَأَل‬
ْ َ ‫ف بَيْنَ قُلُو ِب ُك ْم فَأ‬ َ ِ‫هللا‬
‫ِب ِن ْع َم ِت ِه ِإ ْخ َوانًا‬
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-
orang yang bersaudara. (QS Ali Imran:103)

Semoga kita semua termasuk dalam golongan yang senantiasa


Istiqomah,, yang senantiasa berada di bawah naungan, perlindungan, serta
kasih sayang Allah SWT. Dan semoga hidup kita merupakan hidup yang
membawa keberkahan, dimana kita merupakan bagian dari roda penggerak
untuk mewujudkan Islam Rahmatan Lil Alamin demi meraih Ridho dari Allah
SWT. Semoga pada akhir cerita kehidupan di dunia yang singkat ini, kelak
dapat kita tutup dengan nafas terakhir yang disertai ucapan “La ilaha ilallah”.

Kami sebagai penulis dan penyusun makalah ini, tentu berharap agar
apa yang telah kami tuliskan dapat membawa manfaat bagi para pembaca.
Kami juga memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang ada,
serta menantikan berbagai kritik dan saran untuk kami kedepannya.

Terima kasih, dan Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

21
DAFTAR PUSTAKA

Assyaukanie, Lutfi. 2011, Ideologi Islam dan Utopia. Jakarta: Freedom Institute.
Mahfudin, Agus. 2007, Pluralisme Agama (Studi terhadap Fatwa Majelis Ulama
Indonesia). Tesis, Tidak diterbitkan. Kajian Islam PSTTI. Universitas
Indonesia: Depok.

Ngatmin, N. 2012, "Latar belakang masalah Pluralisme,


http://eprints.ums.ac.id/20751/2/Bab_I_Pendahuluan.pdf, di akses pada
19 November 2018 pada pukul 11:37
Nurmawati, “Menganalisa Isu Liberalisme dalam Konteks Islam”, diakses dari
https://www.academia.edu/30490716/MENGANALISIS_ISU_LIBER
ALISME_DALAM_KONTEKS_ISLAM, pada tanggal 19 November
2018 pada pukul 12:56
Ebta Setiawan, “Liberalisme”, diakses dari https://kbbi.web.id/liberalisme, pada
tanggal 19 November 2018 pada pukul 11.41
De Baron Martha, “Liberalisme dalam Islam”, diakses dari
https://www.kompasiana.com/dbmartha/552add726ea8341f17552cfb/li
beralisme-dalam-islam, pada tanggal 19 November 2018 pada pukul
11.44

22

Anda mungkin juga menyukai